BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan sangatlah penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasi oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen aset (Susanti, 2010). Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual di saat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluangpeluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan perusahaan di masa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisi sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahuddin (2008)
karena nilai perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka semakin tinggi kemakmuran pemegang saham, untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para profesional. Para profesional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Nurlela dan Islahuddin (2008) menjelaskan bahwa entreprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan dan menyebutkan juga bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh para calon pembeli apabila perusahaan tersebut dijual. Tujuan
perusahaan
pada
dasarnya
adalah
memaksimumkan
nilai
perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebutmasih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa nilai saham dari kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan atau memaksimalkan harga saham. Tujuan memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2002).
Menurut Susanti (2010), indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah: 1) PER (Price Earning Ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham (Usman dalam Mahendra, 2011). Rumus yang digunakan adalah: PER=
Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham
Menurut Yusuf (2005), hubungan faktor-faktor tersebut terhadap price earning ratio dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Semakin tinggi pertumbuhan laba semakin tinggi price earning rationya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per share yang tinggi. Hal ini berarti perusahaan tersebut mempunyai tingkat profitabilitas yang baik. Tingginya tingkat profitabilitas
dapat
meningkatkan
kepercayaan
pemodal
untuk
berinvestasi pada perusahaan tersebut, sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki price earning ratioyang tinggi pula. b) Semakin tinggi dividend payout ratio, semakin tinggi price earning ratio-nya. Dividend payout ratio memiliki hubungan positif dengan price
earning ratio karena dividend payout ratio menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham. Besarnya dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi mengejar dividen sebagai target utama. c) Semakin tinggi requird rate of return (r) semakin rendah price earning ratio. Requird rate of return (r) merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yag disyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang disyaratkan, berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga saham tersebut dan sebaliknya. Requird rate of returnmemiliki hubungan yang negatif dengan price earning ratio. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang disyaratkan, maka semakin rendah nilai price earning ratio-nya. 2) PBV (Price Book Value) yaitu rasio harga pasar atau saham terhadap nilai bukunya memberi indikasi pandangan investor atas perusahaan. Perusahaan dipandang baik oleh investor artinya perusahaan dengan laba dan arus kas yang aman serta terus mengalami pertumbuhan (Brigham dan Houston, 2010:151).
Harga Pasar per Saham PBV = Nilai Buku per Saham
2.1.2 Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja berarti pula bahwa dengan masukan tertentu untuk memperoleh keluaran tertentu. Secara implisit definisi kinerja mengandung suatu pengertian adanya suatu efisiensi yang dapat diartikan secara umum sebagai rasio atau perbandingan antara masukan dan keluaran. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan (Siregar, 2010). Menurut Fabozzi (dalam Siregar, 2010), kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah: 1)Faktor Internal a) Manajemen Personalia Berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi. b) Manajemen
Pemasaran
Berkaitan
dengan
ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan.
program-program
yang
c) Manajemen Produksi Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai dengan yang diharapkan. d) Manajemen Keuangan Berkaitan dengan perencanaan, mencari, dan memanfaatkan dana untuk memaksimumkan efisiensi perusahaan. 2) Faktor Eksternal a. Kondisi perekonomian Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan dan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. b. Kondisi Industri Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran rasio sudah menjadi suatu parameter yang terbilang umum saat ini. Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Nainggolan(dalam Christiani, 2010) menyatakan bahwa kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain : rasio likuiditas, rasio leverage, rasio aktivitas dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu.
2.1.3 Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Laba tersebut akan menjadi dasar pembagian dividen perusahaan baik dividen tunai maupun dividen saham. Kondisi profitabilitas perusahaan yang baik akanmendorong para investor untuk melakukan investasi pada perusahaan tersebut. Dengan demikian bagi investor jangka panjang akan menggunakan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen (Sartono, 2001) Tujuanprofitabilitas berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba yang memuaskan sehingga pemodal dan pemegang saham akan meneruskan untuk menyediakan modal bagi perusahaan. Seorang investor akan lebih menekankan referensi pada return yang akan didapat dari investasi yang ditanamkan. Jika Investor mengharapkan untuk mendapatkan tingkat kembalian (return) baik berupa dividen maupuncapital gain (Andinata, 2010). Menurut Andinata (2010), rasio profitabilitas diukur dengan ROE (Return on Equity) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) yaitu laba bersih setelah pajak (NIAT) terhadap total modalsendiri (equity) yang berasal dari modal pemilik, laba ditahan dan cadangan lain yang dikumpulkan perusahaan. Semakin tinggi ROE menunjukan semakin efisiensi perusahaan menggunakan modal sendiri untuk menghasilkan laba atau keuntungan bersih. Di dalam penelitian ini, alat ukur dalam mengukur rasio profitabilitas adalah dengan menggunakan return on equity (ROE). ROE atau imbalan kepada
pemegang saham adalah rasio yang mengukur efektivitas dari keseluruhan penggunaan ekuitas perusahaan (Andinata, 2010). Peningkatan rasio ROE dari tahun ke tahun pada perusahaan berarti terjadi adanya kenaikan laba bersih dari perusahaan yang bersangkutan. Peningkatan laba bersih dapat dijadikan salah satu indikasi bahwa nilai perusahaan juga naik karena naiknya laba bersih sebuah perusahaan yang bersangkutan akan menyebabkan harga saham yang berarti juga kenaikan dalam nilai perusahaan (Analisa, 2011).
2.1.4 Leverage Salah satu faktor penting dalam unsur pendanaan adalah hutang (leverage). Solvabilitas (leverage) digambarkan untuk melihat sejauh mana asset perusahaan dibiayai oleh hutang dibandingkan dengan modal sendiri. Leverage sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar hutangnya dengan menggunakan ekuitas yang dimilikinya (Kusumawati dan Sudento, 2005). Leverage dapat dipahami sebagai penaksir dari resiko yang melekat pada suatu perusahaan. Artinya, leverage yang semakin besar menunjukkan risiko investasi yang semakin besar pula. Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah memiliki risiko leverage. Dengan tingginya rasio leverage menunjukkan bahwa perusahaan tidak solvable, artinya total hutangnya lebih besar dibandingakan dengan total asetnya (Horne dan Wachowicz, 1998). Leveragemerupakan rasio yang menghitung seberapa jauh dana yang disediakan oleh kreditur, juga sebagai rasio yang membandingkan total hutang terhadap keseluruhan aktiva suatu perusahaan.
Seorang investor dapat melihat sebuah perusahaan dengan aset yang tinggi, namun resikoleverage-nya juga tinggi, maka akan berpikir dua kali untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Dengan tingginya aset suatu perusahaan dikhawatirkan didapat dari hutang yang akan meningkatkan risiko investasi apabila perusahaan tidak dapat melunasi kewajibanya tepat waktu. Keputusan manajemen untuk berusaha menjaga agar rasioleverage tidak bertambah tinggi mengacu pada teori pecking order teorymenyatakan bahwa perusahaan menyukai internal financing dan apabilapendanaan dari luar (eksternal financing) diperlukan. Maka perusahaan akan menerbitkan sekuritas yang paling aman terlebih dahulu, yaitu obligasi kemudian diikuti sekuritas yang berkarakteristik opsi (seperti obligasi konversi), baru akhirnya apabila belum mencukupi, perusahaan akan menerbitkan saham. Pada intinya apabila perusahaan masih bisa mengusahakan sumber pendanaan internal maka sumber pendanaan eksternal tidak akan diusahakan.
2.1.5 Likuiditas Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Siregar (2010) dengan obyek peneltian perusahaan manufaktur periode 2006-2008. Menggunakan teknik purposive sampling sampel yang diperoleh 61 perusahaan. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. Dalam penelitian di interpretasikan nilai koefisien likuiditas adalahnegatif yang artinya semakin tinggi likuiditas semakin rendah nilai
perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Interpretasi menyebutkan hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif dari investor. Penelitian Siregar (2010) dan Ervin (1998) yang menguji relevansi-nilai relatif laba dan arus kastindakan dalam konteks siklus kehidupan perusahaan. Laba diperkirakan lebih mempunyai nilai-relevan dalam tahap dewasa. Arus kas diharapkan menjadi nilai relevan secara bertahap ditandai dalam tahap pertumbuhan dan penurunan perusahaan. Hasil penelitian mendukung hipotesis bahwa laba lebih nilai-relevan daripada operasi, investasi atau arus kas pembiayaan dalam tahap siklus kehidupan dewasa. Pada start-up investasi nilai arus kas yang lebih relevan daripada laba dalam tahap pertumbuhan dan penurunan arus kas operasi lebih memiliki nilai-relevant daripada laba. Penelitian Ervin (1998), Siregar (2010), dan Hartini (2010) yang menemukan secara parsial dan simultan likuiditas memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin pada harga sahamnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada likuiditas sebagai variabel dependen untuk meguji pengaruhnya terhadap nilai perusahaan. Menurut Helfert (2000) ukuran likuiditas dengan analisis ratio dari sudut pemberi jaminan dapat dinilai melalui rasio kas (cash ratio). Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini tidak hanya menjelaskan pengaruh secara langsung variabel likuiditas (dependen) dan nilai perusahaan (independen).
Penelitian
juga
memasukkan
variabel
kebijakan
dividen
sebagaivariabel moderasi untuk menjelaskan pengaruhnya antara hubungan variabel likuiditas terhadap nilai perusahaan.
2.1.6 Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap nilai perusahaan suatu perusahaan. Dalam hal ukuran perusahaan dilihat dari total assets yang dimiliki oleh perusahaan, yang dapat dipergunakan untuk kegiatan operasi perusahaan. Jika perusahaan memiliki total assets yang besar, pihak manajemen lebih leluasa dalam mempergunakan aset yang ada di perusahaan tersebut. Kebebasan yang dimiliki manajemen ini sebanding dengan kekhawatiran yang
dilakukan
oleh
pemilik
atasasetnya.
Jumlah
asset
yang
besar
akanmenurunkan nilai perusahaan jika dinilai dari sisi pemilik perusahaan. Akan tetapi jika dilihat dari sisi manajemen, kemudahan yang dimilikinya dalam mengendalikan perusahaan akan meningkatkan nilai perusahaan.
2.1.7 Corporate Social Responsibility (CSR) Belum ada pengertian tunggal yang disepakati oleh semua pihak mengenai pengertian CSR. Pengertian yang disampaikan oleh banyak ahli, praktisi dan peneliti memang belum memiliki kesamaan, tetapi dalam banyak hal memiliki kesamaan esensi. Darwin (2004) menyebutkan bahwa Corporate Social Responsibility adalah mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan integrasinya dengan stakeholders, yang melebihi tanggung jawab di bidang hukum. Menurut The World Bussiness Council for Sustainable Development yang
merupakan lembaga internasional yang berdiri tahun 1955 dan beranggotakan 120 perusahaan multinasional yang berasal dari 30 negara dunia, Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan, melalui kerja sama dengan para karyawan serta perwakilan mereka, keluarga mereka, komunitas setempat maupun masyarakat umum untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan cara yang bermanfaat baik bagi bisnis sendiri maupun bagi pembangunan. Berdasarkan definisi tersebut, elemen-elemen CSR dapat dirangkum sebagai aktivitas perusahaan dalam mencapai keseimbangan aspek ekonomi, lingkungan, dan
sosial
tanpa
(menghasilkan
mengesampingkan
profit).
Prinsip-prinsip
ekspektasi tanggung
para
pemegang
jawab
sosial
saham (social
responsibility) dapat diuraikan menjadi tiga (Crowther, 2008), yaitu: a. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam melakukan aktivitas (action) tetap memperhitungkan keberlanjutan sumber daya di masa depan. b. Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan bertanggungjawab atas aktivitas yang telah dilakukan. c. Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi, kesalahpahaman, khususnya informasi dan pertanggungjawaban berbagai dampak dari lingkungan. Menurut Post et al. (2002),secara simultan perusahaan akan menjalankan tiga jenis tanggung jawab yang berbeda-beda kepada pemangku kepentingan, dimana ketiga jenis
tanggung jawab tersebut harus dilakukan secara seimbang. Ketiga jenis tanggung jawab tersebut mencakup: 1) economic responsibility, dimana perusahaan dibentuk dengan tujuan untuk menghasilkan laba yang optimal; 2) legal
responsibility,
walaupun
tujuan
perusahaan
adalah
untuk
menghasilkan laba, dalam kegiatan operasinya perusahaan harus tetap mematuhi berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai bentuk tanggung jawab sosial; dan 3) social responsibility, yaitu tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan dan stakeholder. Kotler dan Lee (2005) memberi rumusan “corporate socialresponsibility is a commitment to improve community well being through discretionary business practices and contribution of corporate resources”. Definisi tersebut memberikan penekanan pada kata discretionary, sehingga kegiatan tanggung jawab sosial merupakan komitmen perusahaan secara sukarela untuk turut serta meningkatkan kesejahteraan komunitas. Sangat tidak tepat jika kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan hanya menjadi hiasan untuk menutupi praktik perusahaan yang tidak baik dalam memperlakukan karyawan atau melakukan berbagai kecurangan.
2.2
Rerangka Pemikiran Perusahaan
Menurut Undang-undang No.40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas: Menyatakan bahwa setiap Perseroan berkewajiban untuk melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
Menurut Martono dan Harjito (2010), Tujuan Perusahaan: 1. Memaksimalkan laba 2. Menjaga kelangsungan hidup perusahaan. 3. Mencapai kesejahteraan masyarakat
Kinerja Perusahaan
Profitabilitas
Leverage
Likuiditas
CSR Nilai Perusahaan
= Pengaruh secara parsial = Pengaruh secara moderating
Ukuran Perusahaan
Ln Total Aset
Gambar 1 Rerangka Pemikiran Teoretis
2.3
Perumusan Hipotesis
2.3.1 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas dapat dihitung dengan return on equity (ROE). ROE mencerminkan tingkat hasil penembalian investasi bagi pemegang saham. Profitabilitas yang tinggi mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Dengan rasio profitabilitas yang tinggi yang dimilki sebuah perusahaan akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya diperusahaan. Semakin tingginya profitabilitas perusahaan juga akan meningkatkan laba per lembar saham (EPS atau earning per share) perusahaan. Adanya peningkatan EPS akan membuat investor tertarik untuk menanamkan modalnya dengan membeli saham perusahaan.Dari pemaparan diatas dapat di informasikan hipotesis : H1 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilaiperusahaan.
2.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan Sebuah perusahaan dikatakan tidak solvabel apabila total hutang perusahaan lebih besar daripada total yang dimiliki perusahaan. Dengan semakin tingginya rasio leverage menunjukkan semakin besarnya dana yang disediakan oleh kreditur (Hanafi dan Halim,2005). Hal tersebut akan membuat investor lebih cermat untuk melakukan investasi di perusahaan yang rasio leverage nya lebih tinggi karena
semakin tinggi rasio leveragenyamaka akan semakin tinggi pula resiko investasinya. Penelitian Halim (2005) mengatakan bahwa leverage memiliki hubungan yang negatif signifikan terhadap nilai perusahaan. Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H2 :leverageberpengaruh negatif terhadap nilaiperusahaan.
2.3.3 Pengaruh Likuiditas terhadap Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Siregar (2010). Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. Dalam penelitian di interpretasikan nilai koefisien likuiditas adalahnegatif yang artinya semakin tinggi likuiditas semakin rendah nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Interpretasi menyebutkan hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif dari investor. Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H3: Likuiditas berpengaruh negatif terhadapnilai perusahaan.
2.3.4 Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Nilai Perusahaan Ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerrminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan. Dengan semakin besar ukuran perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang menaruh perhatian pada perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang besar cenderung memiliki kondisi yang lebih stabil. Kestabilan
tersebut menarik investor untuk memiliki saham perusahaan tersebut. Kondisi tersebut menjadi penyebab atas naiknya harga saham perusahaan di pasar modal. Investor memiliki ekspektasi yang besar terhadap perusahaan besar. Ekspektasi insvestor berupa perolehan dividen dari perusahaan tersebut. Peningkatan permintaan saham perusahaan akan dapat memacu pada peningkatan harga saham di pasar modal. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dianggap memiliki “nilai” yang lebih besar. Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis
:
H4 : ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadapnilai perusahaan.
2.3.5 Dampak CSR pada Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Tingginya tingkat Profitabilitas suatu perusahaan merupakan cerminan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan yang tinggi bagi pemegang saham. Semakin tinggi rasio ini maka investor akan semakin tertarik menanamkan modalnya diperusahaan tersebut.Memasukkan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel pemoderasi berawal dari pemikiran bahwa pasar akan memberikan apresiasi positif yang ditunjukkan dengan peningkatan harga saham perusahaan (Imansyah, 2014). Peningkatan harga saham tersebut juga akan meningkatkan nilai perusahaan.Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H5: Terdapat Dampak CSR pada Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan.
2.3.6 Dampak CSR pada Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan Rendahnya tingkat leverage suatu perusahaan merupakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang terdiri dari hutang jangka pendek dan hutang jangka panjang. Semakin rendah rasio ini maka investor akan semakin tertarik menanamkan modalnya diperusahaan tersebut. Dampak tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel pemoderasi diharapkan dapat meningkatkan harga saham perusahaan.Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H6 : Terdapat Dampak CSR pada Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan.
2.3.7 Dampak CSR pada Pengaruh Likuiditasterhadap Nilai Perusahaan Semakin rendahnya likuiditas maka menggambarkan bahwa kemampuan suatu peerusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang segera dipenuhi. Semakin rendah
rasio ini maka investor akan semakin tertarik menanamkan
modalnya diperusahaan tersebut. Dampak tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel pemoderasi diharapkan dapat meningkatkan harga saham perusahaan.Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H7 : Terdapat Dampak CSR pada Pengaruh Likuiditasterhadap Nilai Perusahaan.
2.3.8 Dampak CSR
pada Pengaruh Ukuran Perusahaanterhadap Nilai
Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan cerrminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam
nilai total aktiva perusahaan. Dengan semakin besar ukuran
perusahaan, maka ada kecenderungan lebih banyak investor yang menaruh perhatian pada perusahaan tersebut. Dampak tanggung jawab sosial perusahaan sebagai variabel pemoderasi diharapkan dapat meningkatkan harga saham perusahaan.Dari pemaparan diatas dapat diinformasikan hipotesis : H8: Terdapat Dampak CSR pada Pengaruh Ukuran Perusahaanterhadap Nilai Perusahaan.