BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Laporan Keuangan 1. Pengertian Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang penting di samping informasi lain seperti informasi industri, kondisi perekonomian, pangsa pasar perusahaan, kualitas manajemen dan lainnya. Menurut Darsono dan Ashari (2005:4) pengertian laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kinerja keuangan perusahaan yang ditunjukkan dengan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan pendapatan dengan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Bagi para analisis, laporan keuangan merupakan media yang paling penting untuk menilai prestasi dan kondisi ekonomis suatu perusahaan. Agar dalam melakukan analisis dan interpretasi terhadap laporan keuangan itu hasilnya memuaskan, perlu adanya konsistensi penyajian yaitu keseragaman bentuk laporan keuangan untuk dianalisis. Laporan keuangan biasanya siap disajikan 7 hari setelah tutup bulan dan 30 hari sebelum tutup tahun. Laporan keuangan yang telah diaudit biasanya tersaji 3 bulan setelah tutup tahun. Menurut Darsono dan Ashari (2005:15) laporan keuangan disusun dengan asumsi bahwa: a. Perusahaan masih hidup dan akan terus hidup (going concern). Dalam asumsi ini dianggap bahwa perusahaan akan tetap menjalankan usahanya untuk jangka waktu terus-menerus dan tidak ada niat untuk menghentikan usahanya.
b. Perusahaan sebagai satu unit ekonomi yang terpisah dari pemilik. Dalam asumsi ini perusahaan ini adalah suatu unit yang terpisah dari pemiliknya. Sebagai unit yang terpisah maka kekayaan antara pemilik dan perusahaan harus dipisahkan secara jelas. c. Stabilitas nilai tukar uang. Dalam asumsi ini nilai uang akan stabil dari waktu ke waktu sehingga nilai yang tertera dalam laporan keuangan merupakan representasi yang benar atas kekayaan perusahaan. d. Dasar akrual artinya laporan keuangan disusun dengan dasar pengaruh transaksiyang diakui pada saat kejadian (di mana hak dan kewajiban timbul) bukan pada saat kas diterima. Dalam hal ini suatu transaksi sudah diakui walaupun uang kas belum diterima. e. Aktivitas perusahaan dapat dipecah berdasarkan waktu, misalnya bulanan, tahunan meskipun perusahaan hiidup terus tanpa henti. 2. Bentuk-bentuk Laporan Keuangan Sebelum menganalisa dan menafsir suatu laporan keuangan, penganalisa harus mengetahui bentuk dan isi laporan keuangan. Secara umum ada tiga bentuk laporan keuangan yang pokok yang dihasilkan oleh suatu perusahaan yaitu neraca, laporan rugi laba, dan laporan aliran kas (Hanafi dan Halim, 2012:12). Laporanlaporan keuangan tersebut pada dasarnya ingin melaporkan kegiatan-kegiatan perusahaan yaitu kegiatan investasi, kegiatan pendanaan, dan kegiatan operasional, sekaligus mengevaluasi keberhasilan strategi perusahaan untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. a. Neraca
Neraca digunakan untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan. Neraca bisa digambarkan sebagai potret kondisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu (snapshot keuangan perusahaan), yang meliputi aset (sumberdaya atau resources) perusahaan dan klaim atas aset tersebut (meliputi hutang dan saham sendiri). Aset perusahaan menunjukkan keputusan penggunaan dana atau keputusan investasi pada masa lalu, sedangkan klaim perusahaan menunjukkan sumber dana tersebut atau keputusan pendanaan pada masa lalu. Dana diperoleh dari pinjaman (hutang) dan dari penyertaan pemilik perusahaan (modal). Persamaan neraca menurut Hanafi dan Halim (2012:12) adalah sebagai berikut : Aset = Hutang + Modal Pemilik Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa aset suatu perusahaan sama dengan hutang ditambah modal (atau klaim terhadap aset tersebut oleh kreditor dan pemilik perusahaan). Aset/aktiva menampilkan daftar spesifik kekayaan perusahaan (kas, piutang, persediaan, aktiva tetap), sedangkan sisi pasiva menampilkan daftar spesifik orang atau badan (entity) yang memberikan dana untuk memperoleh aset tersebut (dan dengan demikian klaim terhadap aset tersebut), seperti supplier, pemerintah, bank, pemegang saham. Dengan demikian neraca menampilkan keseimbangan atau kesamaan antara keputusan investasi dengan keputusan pendanaan. b. Laporan Rugi-Laba Laporan rugi-laba merupakan laporan prestasi perusahaan selama jangka waktu tententu (Hanafi dan Halim, 2005:15). Berbeda dengan neraca yang merupakan snapshot, maka laporan rugi-laba mencakup suatu periode tertentu.
Dalam jangka waktu tertentu, total usaha aset perusahaan berubah disebabkan oleh kegiatan investasi, pendanaan, dan kegiatan operasional. Tujuan pokok dari laporan rugi-laba adalah melaporkan kemampuan perusahaan yang sebenarnya untuk memperoleh untung. Untuk itu laporan itu harus sedemikian rupa agar tidak menyesatkan (misleading). Kemampuan perusahaan terutama dilihat dari kemampuan perusahaan memperoleh laba dan operasinya pada kondisi bisnis yang normal. Kadang-kadang perusahaan memperoleh laba pada situasi yang tidak normal, misalnya laba dari penjualan pabrik, rugi karena pabrik perusahaan tersebut terbakar, dan laba dari perubahan metode akuntansi. Item-item di atas merupakan laba atau rugi yang muncul bukan dari operasi normal perusahaan. Agar tidak menyesatkan, pembaca laporan keuangan harus diberi informasi kemampuan yang sebenarnya. Informasi kemudian akan dipakai untuk memprediksi kemampuan perusahaan pada masa mendatang. c. Laporan Aliran Kas Aliran kas diperlukan terutama untuk mengetahui kemampuan perusahaan yang sebenarnya dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya. Ada beberapa kasus dimana perusahaan menguntungkan (selalu memperoleh laba), tetapi tidak mampu membayar hutang-hutangnya kepada supplier, karyawan, dan kreditur-kreditur lainnya. Perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh biasanya mengalami kejadian semacam itu, menguntungkan tetapi tidak mempunyai kas yang cukup. Hubungan antara ketiga laporan keuangan pokok (neraca, laporan laba rugi, dan laporan aliran kas) menurut Hanafi dan Halim (2012:49) dapat dilihat pada gambar berikut:
Laporan
Neraca
Tran A w a l :
s a k s i
Aset Utang Modal saham
Sumber: Hanafi dan
d a n
L a b a R u g i Pendapatan Biaya Laporan
Aliran Kas Aktivitas Operasi Aktivitas Investasi Aktivitas Pendanaan
k e j a Gambar 1 d Hubungan i Antar Laporan Halim (2012:49) a n
Neraca A w a l : Aset Utang Modal saham
Keuangan
3. Sifat Laporan Keuangan Laporan keuangan dipersiapkan atau dibuat dengan maksud untuk memberikan gambaran atau laporan kemajuan (progress report) secara periodik yang dilakukan pihak manajemen yang bersangkutan. Jadi laporan keuangan bersifat historis serta menyeluruh. Sebagai suatu progress report laporan keuangan terdiri atas data-data yang merupakan hasil dari suatu kombinasi. Sifat laporan keuangan menurut Munawir (2007:6), antara lain: a. Fakta yang telah dicatat (record fact) Berarti bahwa laporan keuangan ini dibuat atas dasar fakta dari catatan akuntansi seperti jumlah yang tersedia dalam perusahaan maupun yang disimpan dalam bank, jumlah piutang, persediaan barang dagangan, liabilitas maupun aset tetap yang dimiliki oleh perusahaan.
b. Prinsip-prinsip dan kebiasaan di dalam akuntansi (accounting convention and postulate) Berarti data yang dicatat itu didasarkan pada prosedur maupun anggapananggapan tertentu yang merupakan prinsip-prinsip akuntansi yang lazim (general accepted accounting principles), hal ini dilakukan dengan tujuan memudahkan pencatatan atau untuk keseragaman. c. Pendapatan pribadi (personal judgement) Dimaksudkan bahwa walaupun pencatatan transaksi telah diatur oleh konvensikonvensi dasar yang telah ditetapkan dan menjadi standar praktik pembukuan, namun tergantung daripada akuntan manajemen perusahaan yang bersangkutan. 2.1.2 Analisis Laporan Keuangan 1. Pengertian Analisis Laporan Keuangan Pengertian analisis laporan keuangan menurut Harahap (2007:190) adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat. Prastowo
(2005:40) berpendapat
bahwa analisis
laporan keuangan
merupakan suatu proses untuk membedah laporan keuangan ke dalam unsurunsurnya, menelaah masing-masing unsur-unsur tersebut dengan tujuan untuk memperoleh pengertian dan pemahaman yang baik dan tepat atas laporan keuangan itu sendiri. Ini berarti para analis laporan keuangan dituntut untuk mempunyai pengertian yang cukup tentang unsur-unsur yang membentuk laporan keuangan.
Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya karena ingin mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat resiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Menurut Hanafi dan Halim (2012:68) terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam analisis laporan keuangan, yaitu: a. Dalam analisis, analis juga harus mengidentifikasi adanya trend-trend tertentu dalam laporan keuangan. Untuk itu laporan keuangan lima atau enam tahun barangkali bisa digunakan untuk melihat munculnya trend tertentu. b. Angka-angka yang berdiri sendiri sulit dikatakan baik tidaknya. Untuk itu diperlukan pembanding yang bisa dipaki untuk melihat baik tidaknya angka yang dicapai oleh pihak perusahaan. Rata-Rata industri bisa dipakai sebagai pembanding. Meskipun rata-rata industri bukan angka pembanding yang tepat karena beberapa hal, misalnya karena adanya perbedaan karakteristik rata-rata industri dengan perusahaan tersebut. c. Dalam analisis perusahaan, membaca dan menganalisis laporan keuangan dengan hati-hati adalah penting. Diskusi atau pertanyaan-pertanyaan penting yang melengkapi laporan keuangan seperti diskusi strategi perusahaan, diskusi rencana ekspansi atau restrukturisasi merupakan bagian internal yang harus dimasukkan dalam analisis. d. Analisis barangkali akan memerlukan informasi lain. Kadangkala semua informasi yang diperlukan bisa diperoleh melalui analisis yang mendalam dari laporan keuangan. Kadangkala informasi tambahan bisa memberikan analisis yang lebih tajam lagi. Sebagai contoh, analisis penurunan penjualan bila disertai dengan analisis perkembangan market share akan memberi pendangan baru kenapa perjualan bisa menurun.
2. Tujuan Analisis Laporan Keuangan Tujuan analisis laporan keuangan menurut Hanafi dan Halim (2012:6) meliputi: a. Investasi saham Sertifikat saham merupakan bukti kepemilikan suatu perusahaan. Investor bisa membeli, menahan, dan kemudian menjual saham tersebut. Membeli dan menahan saham berarti investor memiliki perusahaan tersebut dan berhak atas laba perusahaan, meskipun juga berhak atas rugi yang diperoleh perusahaan (apabila rugi). Kondisi tersebut menjadikan laporan keuangan bisa difokuskan pada kemampuan perusahaan melewati masa-masa sulit dan kemudian memproyeksikan kemampuan pada masa-masa yang akan datang, rasio keuangan disini memegang peranan yang penting. b. Pemberian Kredit Dalam analisis laporan keuangan yang menjadi tujuan pokok adalah kemampuan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman yang diberikan berserta bunga yang berkaitan dengan pinjaman tersebut. Pihak pemberi pinjaman (kreditor) memperoleh keuntungan dari bunga yang dibebankan atas pinjaman tersebut. c. Kesehatan Pemasok (Supplier) Perusahaan tergantung pada “supply” pemasok akan mempunyai kepentingan pada pemasok tersebut. Perusahaan ingin memastikan bahwa pemasok tersebut sehat dan bisa bertahan terus. Dengan kemungkinan kerja sama yang terusmenerus, analisis dari pihak perusahaan akan berusaha menganalisis profitabilitas pemasok, kondisi keuangan, kondisi keuangan untuk menghasilkan kas untuk memenuhi opsi sehari-hari.
d. Kesehatan Pelanggan (Customer) Apabila perusahaan akan memberikan penjualan kredit kepada pelanggan maka perusahaan memerlukan informasi keuangan pelanggan, terutama informasi mengenai kemampuan pelanggan memnuhi kewajiban jangka pendeknya. e. Kesehatan Perusahaan Ditinjau dari Karyawan Karyawan atau calon karyawan barangkali akan tertarik menganalisis keuangan perusahaan untuk memastikan apakah perusahaan yang dimasuki tersebut mempunyai prospek keuangan yang bagus. f. Pemerintah Pemerintah melakukan analisis laporan keuangn perusahaan untuk menentukan pajak yang harus dibayarkan atau menentukan tingkat keuntungan yang wajar bagi suatu industri. g. Analisis Internal Pihak internal perusahaan sendiri akan memerlukan informasi mengenai kondisi keuangan
perusahaan
untuk
emmentukan
sejauh
mana
perkembangan
perusahaan. h. Analisis pesaing Kondisi keuangan pesaing bisa dianalisis oleh perusahaan untuk menentukan sejauh mana kekuatan keuangan pesaing. i. Penilaian Kerusakan Kadangkala analisis laporan keuangan dapat digunakan sebagai penentu besarnya kerusakan yang dialami oleh perusahaan.
3. Teknik Analisis Laporan Keuangan Teknik analisis yang biasa digunakan dalam analisa laporan keuangan menurut Munawir (2007:36) adalah sebagai berikut: a. Analisa perbandingan laporan keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukkan: 1) Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah 2) Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah 3) Kenaikan atau penurunan dalam prosentase 4) Perbandingan yang dinyatakan dengan rasio 5) Prosentase total b. Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam prosentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis data untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun. c. Laporan dengan prosentase per komponen atau common size statement, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengatahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualan. d. Analisa sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa untuk mengatahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
e. Analisa sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis) adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan kas selama periode tertentu. f. Analisa ratio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pospos tertentu dalam neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut. g. Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis) adalah suatu analisa untuk mengatahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu perusahaan. h. Analisa break-even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan.
2.1.3 Analisis Rasio Keuangan 1. Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio menurut Munawir (2007:64) menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan (mathematical relationship) antara suatu jumlah tertentu dengan jumlah yang lain dan dengan menggunakan alat analisis rasio dapat menjelaskan atau memberi gambaran kepada penganalisa tentang baik atau buruknya keadaan atau posisi keuangan suatu perusahaan terutrama apabila angka rasio tersebut dibandingkan dengan angka rasio yang digunakan sebagai standar. Penggunaan analisis rasio keuangan sangat bervariasi tergantung oleh pihak yang memerlukan. Misalnya supplier akan lebih menekankan segi jaminan yang diberikan yang yang ditunjukkan oleh besarnya aktiva lancar perusahaan. Pemegang
saham preferen dan obligasi akan lebih menitikberatkan pada aliran kas dalam jangka panjang, sementara pemilik (pemegang saham) dan calon investor akan melihat dari segi profitabilitas dan risiko karena kestabilan harga saham sangat tergantung dengan tingkat keuntungan yang diperoleh dan dividen di masa datang. Bagi manajemen akan lebih memperhatikan semua aspek analisis apakah sifatnya jangka pendek maupun jangka panjang, karena tanggungjawabnya untuk mengelola operasi perusahaan setiap hari dan memperoleh laba yang kompetitif (Sartono, 2010:114). Analisis rasio keuangan dapat dilakukan dengan membandingkan antara perusahaan sejenis atau juga dapat dilakukan dengan membandingkan keadaan sekarang dengan keadaan tahun lalu. Menurut Hanafi dan Halim (2012:74) analisis rasio dapat dikelompokkan ke dalam 5 macam kategori, yaitu: a. Rasio Likuiditas yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. b. Rasio Aktivitas yaitu rasio yang mengukur sejauhmana efektifitas penggunaan aset dengan melihat tingkat aktivitas aset. c. Rasio Solvabilitas yaitu rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka panjangnya. d. Rasio Profitabilitas yaitu rasio yang melihat kemampuan perusahaan menghasilkan laba e. Rasio Pasar yaitu rasio yang melihat perkembangan nilai perusahaan relatif terhadap nilai buku perusahaan.
2. Penggunaan Analisis Rasio Keuangan Munawir (2007:101) menyatakan bahwa dalam analisa, angka-angka rasio yang diperoleh dapat dianalisa dengan membandingkan angka rasio tersebut dengan : a. Standard rasio atau rata-rata dari seluruh industri semacam di mana perusahaan yang data keuangannya dianalisis menjadi anggotanya. b. Rasio yang telah ditentukan oleh budget perusahaan yang bersangkutan. c. Rasio-rasio yang semacam di waktu yang lalu (rasio historis) dari perusahaan yang bersangkutan d. Rasio keuangan dari perusahaan lain yang sejenis yang merupakan pesaing perusahaan yang dinilai cukup baik/berhasil dalam usahanya. Dari keempat data rasio pembanding tersebut,
pembanding c dan d sering
digunakan karena data kemungkinan dapat diperoleh. Angka pembanding “standard rasio” untuk Indonesia sampai saat ini belum dapat dilaksanakan karena belum ada lembaga atau badan yang menyusun rasio industri atau standard rasio (Munawir, 2007:102). 3. Keterbatasan Analisa Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan selain merupakan alat yang sangat berguna, juga tidak terlepas dari beberapa keterbatasan, diantaranya menurut Weston dan Copeland (2002:269) adalah sebagai berikut : a. Rasio disusun dari data akuntansi dan data tersebut dipengaruhi oleh cara penafsiran yang berbeda dan bahkan bisa merupakan hasil manipulasi. b. Dana perusahaan mungkin menggunakan metode penilaian persediaan atau metode penyusutan yang berbeda sehingga laba yang dilaporkan berbeda.
c. Perlakuan terhadap pengeluaran penelitian dan pengembangan, biaya untuk dana pensiun, penggabungan usaha (merger), jaminan produk dan cadangan piutang macet. d. Jika perusahaan menggunakan tahun fiskal yang berbeda dan jika faktor musiman merupakan pengaruh yang penting, maka akan mempunyai pengaruh pada rasio-rasio perbandingannya. e. Perlu hati-hati dalam menentukan apakah suatu ratio tertentu baik atau buruk, dan dalam membentuk penilaian menyeluruh dari perusahaan berdasarkan serangkaian rasio-rasio keuangan. Jika analisis rasio keuangan menunjukkan adanya pola perusahaan yang menyimpang dari norma-norma industri, maka hal ini merupakan gejala adanya masalah dan perlu adanya analisis dan penelitian yang lebih lanjut. f. Rasio yang sesuai dengan rasio rata-rata industri tidak memberikan kepastian bahwa perusahaan berjalan normal dan memiliki manajemen yang baik. Dalam waktu singkat, banyak cara dapat digunakan untuk membuat suatu perusahaan tampak
sehat
sesuai
dengan
standar
industri.
Para
analisis
harus
mengembangkan informasi dari perusahaan tentang kegiatan operasi dan manajemen perusahaan untuk menguji rasio keuangan yang ada. Rasio merupakan alat yang sangat berguna, akan tetapi seperti halnya metode analisis yang lain, alat tersebut harus digunakan dengan bijaksana dan hati-hati, bukan digunakan tanpa berpikir dan dibuat secara mekanistis. Analisis rasio keuangan merupakan suatu bagian bukan merupakan jawaban lengkap dari pertanyaan tentang prestasi atau kinerja suatu perusahaan.
2.1.4 Rasio Profitabilitas Analisis kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit dibutuhkan untuk memastikan pertumbuhan jangka panjang dan kelangsungan hidup perusahaan karena perusahaan harus berada dalam keadaan menguntungkan. Pengertian rasio profitabilitas
menurut
Sartono
(2010:122)
adalah
kemampuan
perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva, maupun total modal sendiri.dengan demikian bagi investor jangka panjang akan sangat berkepentingan dengan analisis profitabilitas ini misalnya bagi pemegang saham akan melihat keuntungan yang benar-benar akan diterima dalam bentuk dividen. Rasio profitabilitas menurut Hanafi dan Halim (2012:81) adalah kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan (profitabilitas) pada tingkat penjualan, asset, dan modal saham yang tertentu. Ada 3 rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas yaitu profit margin, Return On Asset (ROA), Return On Equity (ROE). Darsono dan Ashari (2005:80) mengatakan bahwa rule of thumb pada setiap rasio profitabilitas adalah hasil perhitungan rasio harus lebih besar dari bunga berjangka satu tahun. Penggunaan suku bunga deposito untuk mengukur baik atau tidaknya kinerja keuangan karena sebagian permodalan perusahaan dibiayai dari pinjaman atau bank, dan setiap pinjaman dikenakan bunga. Apabila tingkat keuntungan (profitabilitas) yang diperoleh perusahaan lebih besar daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai surplus / kelebihan keuntungan, namun apabila tingkat keuntungan yang diperoleh perusahaan lebih kecil daripada bunga pinjaman, maka perusahaan mempunyai defisit / kekurangan keuntungan. 1.
Profit Margin Profit margin menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006:74) adalah rasio yang
mengukur seberapa banyak keuntungan operasional bisa diperoleh dari setiap rupiah
penjualan. Sedangkan menurut Hanafi dan Halim (2012:81) profit margin adalah rasio yang mengukur sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisiensi) di perusahaan pada periode tertentu. Rasio ini bisa dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Profit Margin = Profit
margin
Laba Bersih Penjualan yang
tinggi
menandakan
kemampuan
perusahaan
menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu. Sebaliknya profit margin yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk tingkat penjualan tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Secara umum rasio yang rendah bisa menunjukkan ketidakefisienan manajemen. Rasio ini cukup bervariasi dari industri ke industri, sebagai contoh : industri retailer cenderung mempunyai profit margin yang lebih rendah dibandingkan dengan industri manufaktur (Hanafi dan Halim, 2012:81). 2.
Return On Asset (ROA) Return On Asset menurut Hanafi dan Halim (2012:81) adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih berdasarkan tingkat aset yang tertentu. Rasio yang tinggi menunjukkan efisiensi manajemen aset, yang berarti efisiensi manajemen. Sedangkan Return On Asset menurut Darsono dan Ashari (2005:57) adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dari setiap satu rupiah aset
yang digunakan. Return On Asset dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ROA =
Laba Bersih Total Aktiva
Dengan mengetahui Return On Asset, maka kita dapat menilai apakah perusahaan efisien dalam memanfaatkan aktivanya dalam kegiatan operasioan perusahaan. Rasio ini juga memberikan ukuran yang lebih baik atas profitabilitas perusahaan karena menunjukkan efektivitas manajemen dalam menggunakan aktiva untuk memperoleh pendapatan (Darsono dan Ashari, 2005:57).
3.
Return On Equity (ROE) Return On Equity menurut Hanafi dan Halim (2012:82) adalah rasio yang
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Rasio ini merupakan ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham. Rasio ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ROE =
Laba Bersih Total Ekuitas
Return On Equity berguna untuk mengetahui besarnya kembalian yang diberikan oleh perusahaan untuk setiap rupiah modal dari pemilik. Rasio ini menunjukkan kesuksesan manajemen dalam memaksimalkan tingkat kembalian yang lebih besar pada pemegang saham. Sebagai pembanding untuk rasio ini adalah tingkat suku bunga bebas risiko misalnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (Darsono dan Ashari, 2005:57).
2.1.5 Rasio Likuiditas Pengertian rasio likuiditas menurut Darsono dan Ashari (2005:51) adalah rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek. Sedangkan menurut Sartono (2010:75) likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban finansial jangka pendek tepat pada waktunya. Suatu perusahaan dikatakan mempunyai posisi keuangan yang kuat menurut Munawir (2007:71) apabila mampu: 1. Memenuhi kewajiban-kewajiban tepat pada waktunya (kewajiban keuangan terhadap pihak ekstern) 2. Memelihara modal kerja yang cukup untuk operasi yang yang normal (kewajiban keuangan terhadap pihak intern) 3. Membayar bunga dan devidens yang dibutuhkan 4. Memelihara tingkat kredit yang menguntungkan Dalam penelitian ini rasio likuiditas yang digunakan adalah current ratio dan quick ratio. 1. Current Ratio Current ratio menurut Hanafi dan Halim (2012:75) adalah kemampuan perusahaan memenuhi utang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancarnya (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Current ratio dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut: Current Ratio =
Aktiva Lancar Kewajiban Lancar
Darsono dan Ashari (2005:74) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) current ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio lancar
yang terlalu besar (di atas 200%) menunjukkan pengelolaan aktiva lancar yang kurang bagus karena masih banyak aktiva yang menganggur. Semakin tinggi rasio lancar seharusnya semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban jangka pendek. Tetapi rasio lancar yang terlalu tinggi juga menunjukkan manajemen yang buruk atas sumber likuiditas. Kelebihan dalam aktiva lancar seharusnya digunakan untuk membayar deviden, membayar hutang jangka panjang atau untuk investasi yang bisa menghasilkan tingkat kembalian lebih. 2. Quick Ratio Quick ratio atau acid test ratio merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam
memenuhi
persediaannya
kewajiban-kewajibannya
(Munawir,
2007:74).
dengan
tidak
memperhitungkan
ratio
dapat
dihitung
Quick
dengan
menggunakan rumus sebagai berikut: Quick ratio =
Aktiva Lancar - Persediaan Hutang Lancar
Rasio ini memberikan indikator yang lebih baik dalam melihat likuiditas perusahaan dibandingkan dengan rasio lancar (current ratio), karena penghilangan unsur persediaan dan pembayaran di muka serta aktiva yang kurang lancar dari perhitungan rasio. Penghilangan persediaan karena persediaan memerlukan jangka waktu yang agak lama untuk dikonversi menjadi kas, pembayaran di muka juga kadang-kadang tidak bisa dikonversi menjadi kas (Darsono dan Ashari, 2005:52). Darsono dan Ashari (2005:75) mengatakan bahwa rule of thumb (ketentuan baiknya) quick ratio adalah 1 sampai 2 atau 100% sampai 200%. Rasio cepat yang berkisar antara 1 sampai 2 menunjukkan bahwa aset yang cepat diuangkan cukup memadai untuk membayar kewajiban yang jatuh tempo dalam jangka pendek
2.1.6 Dividen 1. Pengertian Dividen Menurut Simamora (2007:423), dividen adalah pembagian aktiva perusahaan kepada para pemegang saham perusahaan. Dividen dapat dibayar dalam bentuk uang tunai (kas), saham perusahaan, ataupun aktiva lainnya. Semua dividen haruslah diumumkan oleh dewan direksi sebelum dividen tersebut menjadi kewajiban perusahaan. Menurut Tjipto dan Hendi (2006:9), dividen merupakan pembagian sisa hasil laba bersih perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang saham. Dividen adalah distribusi pembagian keuntungan yang biasa berbentuk kas, aktiva lain, surat atau bukti lain yang menyatakan tentang hutang perusahaan dan saham kepada pemegang saham suatu perusahaan sebagai proporsi dari jumlah saham yang dimiliki oleh pemilik, sedangkan kebijakan dividen (dividend policy) adalah suatu keputusan untuk menentukan seberapa besar bagian dari perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham dan yang akan diinvestasikan kembali atau ditahan di dalam perusahaan. Dari pengertian tersebut, kebijakan dividen didasarkan pada rentang pertimbangan antara kepentingan pemegang saham di satu sisi dan kepentingan perusahaan di sisi lain. 2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen Faktor-Faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen menurut Tsaniyah (2009) dapat diidentifikasi sebagai berikut : a. Profitabilitas Daya tarik utama bagi pemilik perusahaan (pemegang saham) dan para calon investor dalam suatu perusahaan adalah profitabilitas. Dalam hal ini profitabilitas berarti hasil yang diperoleh melalui usaha manajemen terhadap dana yang
diinvestasikan pemilik dan investor. Semakin besar tingkat laba atau profitabilitas yang diperoleh perusahaan akan mengakibatkan semakin besar dividen yang akan dibagikan dan sebaliknya. b. Likuiditas Menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendek. Rasio likuiditas dapat diukur dengan cash ratio dan current ratio. Perusahaan dalam membayar dividen memerlukan aliran kas keluar, sehingga harus tersedia likuiditas yang cukup. Semakin tinggi likuiditas yang dimiliki, perusahaan semakin mampu membayar dividen. c. Investasi Tujuan kegiatan investasi adalah untuk memperoleh penghasilan atau kembalian dari investasi. Penghasilan tersebut dapat berupa penerimaan kas dan atau kenaikan investasi. Perusahaan dengan perkembangan cepat membutuhkan lebih besar dana untuk pelaksanaan investasi. Kebutuhan dana pertama kali dipenuhi oleh internal equity, karena banyak dana yang dialokasikan untuk retained earning maka menyebabkan dana untuk membayar dividen semakin berkurang. d. Pembiayaan Pembiayaan ini terutama dana yang diperoleh dari utang jangka panjang ditambah hutang jangka pendek, yang diukur dengan rasio leverage. Semakin tinggi tingkat hutang semakin banyak dana yang tersedia untuk membayar dividen yang lebih tinggi karena akan memberikan sinyal positif dan menyebabkan nilai perusahaan naik.
3. Dividen Kas (Cash Dividend) Stice et. al., dalam Tsaniyah (2009) mengartikan dividen sebagai pembagian laba kepada para pemegang saham perusahaan sebanding dengan jumlah saham yang dipegang oleh masing-masing pemilik. Dividen dapat berupa uang tunai maupun saham. Terkait dengan dividen terdapat 3 tanggal penting, yaitu pengumuman, pencatatan, dan pembayaran/pembagian. Dividen kas (cash dividend) umumnya lebih menarik bagi pemegang saham dibandingkan dengan dividen saham (stock dividend). Ikatan Akuntan Indonesia dalam PSAK No. 23 (Suharli, 2007) merumuskan dividen sebagai distribusi laba kepada pemegang saham sesuai dengan proporsi mereka dari jenis modal tertentu. Laba bersih perusahaan akan berdampak berupa peningkatan saldo laba (retained earnings) perusahaan. Apabila saldo laba didistribusikan kepada pemegang saham maka saldo laba akan berkurang sebesar nilai yang didistribusikan tersebut. Widoadmodjo dalam Hidayati (2006) menyatakan bahwa dividen adalah bagian laba yang diberikan emiten kepada pemegang saham, baik dalam bentuk dividen tunai (cash dividend) dan dividen saham (stock dividend). Dividen tunai (cash dividend) merupakan dividen yang dibayar oleh emiten kepada para pemegang saham secara tunai. Sedangkan dividen saham (stock dividend) merupakan dividen yang dibayar atau dibagi dalam bentuk saham, yang diperhitungkan untuk setiap lembarnya. Robbert Ang (dalam Hidayati, 2006) juga menyatakan bahwa dividen tunai (cash dividend) merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Sedangkan dividen saham (stock dividend) merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu.
2.1.7 Hubungan Profitabilitas dengan Dividen Kas Profitabilitas diperlukan oleh perusahaan apabila akan membayarkan deviden. Apabila dikaitkan dengan cash dividend keuntungan yang didapatkan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat, yaitu jika keuntungan yang didapat perusahaan semakin meningkat, maka kemungkinan cash dividend yang dibagikan perusahaan juga semakin meningkat. Sebaliknya jika keuntungan yang didapat perusahaan semakin menurun, maka kemungkinan cash dividend yang dibagikan perusahaan juga semakin menurun. Penelitian ini menggunakan Return On Equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas perusahaan. ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Pertimbangan utama karena ROE merupakan turunan dari ROI sehingga hasilnya merupakan hasil yang dapat lebih menggambarkan profitabilitas (Suharli, 2007). Penelitian terdahulu yang mendukung bahwa ROE berpengaruh terhadap cash dividend dilakukan oleh Suharli (2007) dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas.
2.1.8 Hubungan Likuiditas dengan Dividen Kas Dalam penelitian untuk mengukur rasio likuiditas adalah dengan menggunakan current ratio. Current ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (aktiva yang akan berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis).
Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang kas dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka pendek dapat berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Jika pada saat yang bersamaan dibutuhkan aktiva lancar untuk membayar hutang dan cash dividend, maka yang didahulukan adalah pembayaran hutang, baru kemudian jika perusahaan masih mampu untuk membayar cash dividend, maka perusahaan membagi cash dividend kepada investor. Dalam kaitannya dengan cash dividend, semakin tinggi current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan membayar cash dividend yang dijanjikan. 2.2 Penelitian Terdahulu 1. Arilaha (2009) dengan judul “Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas, Likuiditas, dan Leverage Terhadap Kebijakan Dividen” Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Arilaha (2009) adalah teknik analisis data sama-sama menggunakan analisis regresi linier berganda, uji F, dan uji t. Sedangkan perbedaannya adalah objek dan variabel penelitian. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam Indeks Pefindo 25, sedangkan pada penelitian Arilaha (2009) adalah perusahaan manufaktur. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas dan likuiditas sebagai variabel bebas, serta kebijakan dividen kas sebagai variabel terikat, sedangkan pada penelitian Arilaha (2009) adalah free cash flow,
profitabilitas, likuiditas, dan leverage sebagai variabel bebas, dan kebijakan dividen sebagai variabel terikat Hasil penelitian Arilaha (2009) menunjukkan bahwa free cash flow tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena mempunyai nilai signifikansi uji t lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,982. Profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena mempunyai nilai signifikansi uji t lebih kecil dari 0,05 yaitu sebesar 0,008. Likuiditas tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena mempunyai nilai signifikansi uji t lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,883. Leverage tidak berpengaruh terhadap kebijakan dividen karena mempunyai nilai signifikansi uji t lebih besar dari 0,05 yaitu sebesar 0,313. 2. Suharli (2007) dengan judul “Pengaruh Profitability dan Investment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas Sebagai Variabel Penguat” Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharli (2007) adalah variabel terikat sama-sama menggunakan kebijakan dividen kas. Sedangkan perbedaannya adalah objek penelitian, variabel bebas, dan teknik analisis. Objek dalam penelitian ini adalah perusahaan yang termasuk dalam Indeks Pefindo 25, sedangkan pada penelitian Suharli (2007) adalah perusahaan manufaktur perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta periode 2002-2003. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah profitabilitas dan likuiditas, sedangkan variabel bebas pada penelitian Suharli (2007) adalah profitability dan investment opportunity set dan likuiditas sebagai variabel moderat. Hasil penelitian Suharli (2007) menunjukkan bahwa likuiditas dapat digunakan sebagai variabel penguat (variabel moderator) karena memberikan hasil yang
signifikan pada α = 0.10 dalam mempengaruhi profitabilitas dan kesempatan investasi, tetapi dari kedua variabel independen hanya profitabilitas yang dapat mempengaruhi kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan. Dengan demikian penelitian ini menyimpulkan bahwa kebijakan jumlah pembagian dividen perusahaan dipengaruhi oleh profitabilitas dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan. 2.3 Rerangka Pemikiran Tingkat keuntungan (profitabilitas) yang didapatkan perusahaan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan cash dividend, yaitu jika keuntungan yang didapat perusahaan semakin meningkat, maka kemungkinan cash dividend yang dibagikan perusahaan juga semakin meningkat. Sebaliknya jika keuntungan yang didapat perusahaan semakin menurun, maka kemungkinan cash dividend yang dibagikan perusahaan juga semakin menurun. Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan memenuhi hutang jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar (aktiva yang dapat berubah menjadi kas dalam waktu satu tahun atau satu siklus bisnis). Jika pada saat yang bersamaan dibutuhkan aktiva lancar untuk membayar hutang dan cash dividend, maka yang didahulukan adalah pembayaran hutang, baru kemudian jika perusahaan masih mampu untuk membayar cash dividend, maka perusahaan membagi cash dividend kepada investor, sehingga semakin tinggi current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan membayar cash dividend yang dijanjikan. Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tinjauan teori yang telah dikemukakan, maka dapat digambarkan rerangka pemikiran sebagai berikut
Perusahaan Indeks Pefindo 25 di Bursa Efek Indonesia tahun 2008 - 2012 Laporan Keuangan
Laba Bersi
Ekuit
Aktiv
Huta
a s
h
a
Profitabilita s ( X
Dividen K a s
1
)
L a n Likuiditas c ( a X r 2 )
Uji Statistik: (Y) 1. Analisis regresi linier berganda 2. Uji F 3. Uji t
Hasil penelitian dan pembah asan Kesimpulan
Gambar 1 Rerangka Pemikiran
n g L a n c a r
2.3 Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1.
Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen kas pada
perusahaan yang termasuk dalam Indeks Pefindo 25 di Bursa Efek Indonesia. 2.
Likuiditas berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen kas pada
perusahaan yang termasuk dalam Indeks Pefindo 25 di Bursa Efek Indonesia.