BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Goal-Setting Theory Grand theory yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengenai manajemen. Menurut Robbins dan Coulter (2012) bahwa manajemen diartikan sebagai aktivitas kerja yang melibatkan koordinasi pengawasan terhadap pekerjaan oranglain, sehingga pekerjaan tersebut dapat diselesaikan secara efisien dan efektif. Berdasarkan asal katanya, manajemen berasal dari kata management yang merupakan bentuk nouns dari kata kerja to manage yang bermakna mengurus, mengatur, melaksanakan, dan mengelola sehingga manajemen adalah pengurusan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengelolaan. Goal-Setting Theory menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh organisasi, maka pemahaman tersebut akan mempengaruhi prilaku kerjanya. Goal-Setting Theory mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins, 2008). Jika seorang individu memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya, maka komitmen tersebut akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) yang ditetapkan dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu.
8
Individu harus mempunyai keterampilan, mempunyai tujuan dan menerima umpan balik untuk menilai kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) mempunyai pengaruh terhadap prilaku pegawai dan kinerja dalam organisasi (Lunenburg, 2011).
Menurut Kusuma
(2013) menemukan bahwa goal-setting berpengaruh pada ketepatan anggaran. Setiap organisasi yang telah menetapkan sasaran (goal) yang diformulasikan ke dalam rencana anggaran lebih mudah untuk mencapai target kinerjanya sesuai dengan visi dan misi organisasi itu sendiri. 2.1.2
Penilaian Kinerja Penilaian kinerja adalah proses mengevaluasi seberapa baik karyawan
melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan seperangkat standar, dan kemudian mengkomunikasikan informasi tersebut kepada karyawan (Mathis dan Jackson, 2006:11). Menurut Pathania dan Pathak (2011:7), menyatakan bahwa penilaian kinerja sebagai perangkat yang digunakan untuk mengukur standar yang ditetapkan oleh manajemen sumber daya manusia. Standar sangat diperlukan dalam penilaian kinerja untuk mengidentifikasi secara jelas apa yang seharusnya karyawan ketahui dan apa yang seharusnya dilakukan oleh karyawan dalam bekerja. Dalam implikasi penilaian kinerja menganggap bahwa karyawan memahami apa standar yang digunakan pada kinerja mereka, serta penyelia memberikan karyawan umpan balik, pengembangan, dan insentif yang diperlukan untuk mendorong karyawan yang bersangkutan menghilangkan kinerja yang kurang baik dan meneruskan kinerja yang baik. Dessler (2010:9), menyatakan bahwa penilaian kinerja adalah memberikan umpan balik kepada karyawan
dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemerosotan kinerja atau berkinerja lebih baik lagi. Penilaian_kinerja_secara
tradisional
yang
lebih
menekankan
aspek
keuangan, tidak lagi dapat digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan secara tepat. Hal ini disebabkan karena penilaian kinerja tradisional lebih terfokus pada tujuan jangka pendek perusahaan dan cenderung mengabaikan tujuan jangka panjang perusahaan. Untuk tujuan jangka panjang, hal ini dapat merugikan perusahaan karena perusahaan tidak dapat mengetahui secara pasti kelemahan atau kelebihan yang dimiliki oleh perusahaan. Perusahaan akan kesulitan dalam mengolah dan mengembangkan sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan. Sistem penilaian kinerja yang efektif diperoleh dari integrasi antara kebutuhan administratif, perkembangan, dan tujuan strategis perusahaan dengan perspektif tersebut. Caruth dan Humpreys (2008:18) menyatakan 11 karakteristik sistem penilaian kinerja yang efektif, yaitu: 1. Formalization (Formalisasi) Syarat pertama untuk sistem penilaian kinerja yang efektif adalah bahwa hal tersebut harus dibuat formal, adanya kebijakan tertulis, prosedur, serta instruksi untuk penggunaanya dan pedoman tertulis tersebut harus diserahkan kepada semua penilai dan informasi umum tentang sistem harus diberikan kepada seluruh karyawan. Tidak adanya formalitas dalam penggunaan sistem penilaian kinerja mengakibatkan perusahaan pada kerugian kompetitif dan menunjukan adanya kelemahan organisasi yang cukup besar.
2. Job Relatedness (Kesesuaian Pekerjaan) Semua faktor yang digunakan untuk mengevaluasi kinerja karyawan harus sesuai dengan pekerjaan yang dinilai. Mengembangkan faktor kinerja yang berhubungan dengan pekerjaan akan menghasilkan kelas dan tingkat pekerjaan yang berbeda-beda pula, yang akan mempengaruhi pengembangan karyawan, promosi, mutasi dan gaji serta dapat meningkatkan kemampuan perusahaan untuk mengukur tujuan strategis karyawan. 3. Standards and measurements (Standar dan pengukuran) Standar adalah harapan, norma, hasil yang diinginkan, atau tingkat antisipasi dari suatu pencapaian yang mencerminkan konsep organisasi dari kinerja yang diterima, untuk menetapkan standar organisasi harus berhati-hati untuk memberikan ekspektasi pada kedua belah pihak yaitu organisasi dan karyawan. Setelah standar sudah ditetapkan, beberapa metode harus dikembangkan untuk mengukur hasil kinerja sesuai dengan keselarasan fungsional tujuan organisasi. 4. Validity (Validitas) Sistem dikatakan valid jika dapat mengukur apa yang ingin diukur, maka jika dikaitkan dengan sistem penilaian kinerja dikatakan valid jika metode yang digunakan dapat mengukur yang ingin diukur dengan membandingkan kinerja aktual dengan standar yang sudah ditetapkan. Membangun validitas penilaian kinerja dimulai dengan analisis pekerjaan, proses dimana faktor-faktor prestasi kerja diidentifikasi dengan jelas. Faktor-faktor ini dapat termasuk, kuantitas kerja, kualitas kerja, tenggat waktu, dan hal-hal yang sesuai dengan prosedur.
Sistem yang digunakan harus peka untuk membedakan karyawan yang “berprestasi” dan “tidak berprestasi” 5. Reliability (Reliabilitas) Sistem
yang
digunakan
harus
dapat
diandalkan,
dipercaya
bahwa
menggunakan tolok ukur yang objektif, akurat, konsisten dan stabil. Sebuah sistem penilaian kinerja yang tidak konsisten mengukur kinerja pekerjaan secara akurat tidak dapat dianggap sebagai penilaian yang efektif. Masalah sering timbul ketika penilai tidak memiliki kriteria objektif untuk mengevaluasi kinerja, sehingga penilai banyak melakukan kesalahan dalam melakukan penilaian kinerja karena penilaian yang subjektif. 6. Open communications (Komunikasi terbuka) Semua karyawan memiliki hak untuk mengetahui seberapa baik kinerja yang telah mereka capai. Sebuah sistem penilaian kinerja yang efektif dapat menjamin bahwa umpan balik (feedback) disediakan secara terus menerus, tidak dalam bentuk evaluasi tahunan tetapi dalam bentuk harian,mingguan dan bulanan. Sementara pembahasan kinerja tahunan menyajikan kesempatan yang baik bagi kedua belah pihak yaitu manager dan karyawan untuk bertukar pikiran secara mendalam mengenai penilaian kinerja tahunan dengan tidak menggantikan komunikasi kinerja seharihari. 7. Trained appraisers (Penilai yang terlatih) Penilaian kinerja yang efektif didukung dengan pelatihan yang disediakan untuk pimpinan yang melakukan penilaian kinerja, hal ini dapat membuat prosedur sistem pada pembinaan dan konseling lebih efektif karena pihak
manajemen tersebut dapat membuat sistem penilaian kinerja menjadi lebih kuat tertanam dalam organisasi sebagai fungsi penting dari manajemen sumber daya manusia. 8. Ease of use (Kemudahan penggunaan) Sistem penilaian kinerja tidak harus kompleks untuk menjadi efektif, dengan sistem yang lebih sederhana, semakin mudah digunakan, lebih mudah dipahami oleh karyawan, semakin besar sistem tersebut akan digunakan oleh seluruh karyawan juga dengan kesesuaiannya.Dengan begitu sistem akan lebih valid dan dapat diandalkan. Sistem penilaian kinerja yang dirancang dengan baik dan efisien serta dapat digunakan oleh semua pemangku kepentingan dan menciptakan pemahaman yang lebih besar dalam penilaian kinerja dapat menentukan keberhasilan organisasi dalam jangka panjang. 9. Employee accessibility to result (Aksesibilitas karyawan untuk mengetahui hasil kinerja) Karyawan pemerintahan biasanya akan diberi akses untuk mengakses catatan personil mereka termasuk yang berkaitan dengan penilaian kinerja mereka, tetapi hal ini tidak berlaku pada karyawan swasta meskipun ada beberapa alasan yang menunjukan perlunya karyawan untuk memeriksa penilaian kinerjanya. Salah satu fungsinya ialah agar terjadi perbaikan terus-menerus sebagai proses strategis yang efektif untuk pemangku kepentingan yang pekerjaan operasionalnya melayani secara langsung.
10. Review procedures (Meninjau prosedur) Untuk menghilangkan masalah bias, diskriminasi, dan lainnya. Sistem penilaian kinerja perlu menyediakan mekanisme review, hal ini memiliki tujuan audit evaluasi untuk keadilan, konsistensi, akurasi, dan memastikan bahwa penilai objektif. Departemen SDM dan pimpinan secara otomatis biasanya bekerja sama meninjau semua evaluasi karyawan dalam program penilaian kinerja untuk menghindari masalah-masalah tersebut. 11. Appeal procedures (Prosedur banding) Suatu prinsip dasar hukum Amerika adalah hak proses hukum, sayangnya pada beberapa organisasi tidak ada prosedur dimana sebuah karyawan dapat mengajukan banding jika dianggap kinerja yang ada tidak adil atau akurat, sehingga karyawan hanya terjebak pada evaluasi dan situasi tersebut, atau meninggalkan organisasi tersebut. Prosedur banding digambarkan dalam sistem penilaian kinerja dan sangat penting, bahwa organisasi harus berurusan dengan serikat pekerja dalam bentuk prosedur yang memiliki keluhan. Sebuah proses banding akan melayani tiga tujuan: a. Melindungi karyawan yang hasil penilaiannya tidak adil b. Melindungi organisasi dari tuduhan potensi ketidakadilan c. Membantu memastikan bahwa penilai melakukan pekerjaan dengan lebih teliti karena penilaian tersebut akan diperiksa oleh organisasi. Adapun indikator yang digunakan untuk mengukur penilaian kinerja berdasarkan Perka BKN No. 1 Tahun 2013, yaitu sebagai berikut:
a. Jelas, kegiatan yang dilakukan harus dapat diuraikan dengan jelas. b. Dapat diukur, kegiatan yang dilakukan harus dapat diukur secara kuantitas dalam bentuk angka seperti jumlah satuan, jumlah hasil, dan lain-lain, maupun secara kualitas seperti hasil kerja sempurna, tidak ada kesalahan, tidak ada revisi, dan pelayanan kepada masyarakat memuaskan dan lain-lain. c. Relevan, kegiatan yang dilakukan berdasarkan lingkup, tugas, dan jabatan masing-masing. d. Dapat dicapai, kegiatan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kemampuan PNS. e. Memiliki target waktu, kegiatan yang dilakukan harus dapat ditentukan waktunya. 2.1.3 Sistem Penilaian Kinerja (E-Performance) Collins (1982) menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja dapat digunakan untuk memotivasi seorang individu untuk lebih giat bekerja. Secara khusus informasi kinerja diyakini dapat memotivasi manajer dengan memberikan umpan balik terhadap perilaku kerja mereka. Teori umpan balik menyatakan bahwa informasi kinerja dapat meningkatkan motivasi pegawai dengan memberikan informasi tentang target kinerja (Hall, 2004:12). Sistem penilaian kinerja diharapkan bisa meningkatkan persepsi pegawai atas setiap dimensi dalam pemberdayaan psikologis dalam hal ini adalah Meaning, Competence, Self determination dan Impact. Sistem penilaian kinerja membuat tugas seorang individu lebih berarti (Meaning) karena informasi yang komprehensif tentang sebuah strategi dan kinerja dapat membantu seseorang
untuk menyadari kemana organsiasi akan melangkah dan bagaimana peranan mereka agar sesuai dengan skope yang lebih luas dari organisasi. Sistem penilaian kinerja juga dapat memperkuat pengetahuan seorang manajer akan strategi dan prioritas sebuah organisasi sehingga dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk mempengaruhi dan bertindak sesuai prioritas perusahaan. Tanpa informasi kinerja yang komprehensif, manajer cenderung tidak memahami sepenuhnya operasional dari sebuah unit kerja atau organisasi secara keseluruhan. Hal ini menciptakan perasaan tidak mampu memberikan pengaruh pada wilayah pekerjaan mereka. Sistem pengukuran kinerja dapat memberikan gambaran tentang preferensi atau kesukaan, nilai dan jenis peluang yang dapat dimanfaatkan oleh individu dalam menyelesaikan pekerjaan. Hal ini dapat diraih dengan memfokuskan secara sistematis pada informasi yang bermanfaat dan mengabaikan informasi yang tidak relevan. Informasi yang tidak relevan adalah informasi yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan. Setiap alat pengukuran kinerja mampu menjelaskan bentuk prioritas yang berbeda, memungkinkan setiap pegawai untuk memasuki arah dan tujuan strategi dan mewujudkan strategi tersebut kemudian mengkomunikasikan arah dan tujuan bisnis mereka (Simons, 2000:17). Menurut Obisi (2011:19), mengemukakan bahwa performance appraisal adalah sistem yang dapat mendukung organisasi dengan tujuan bukan hanya untuk mengidentifikasi level kinerja tetapi juga area dari level kinerja tersebut yang butuh dikembangkan bagi para human resource. Guna mewujudkan Good Governance di Pemerintah Kota Surabaya, dengan adanya kewenangan otonomi
daerah yang diberlakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Kota Surabaya juga memberlakukan untuk seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dengan membuat program E-Performance, yang dilaksanakan untuk mewujudkan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki daya saing tinggi, pelaksanaan EPerformance yang dituangkan pada Perwali No. 60 Tahun 2013 dan kriteria pemberian tunjangan kinerja terdapat pada Perwali No. 13 Tahun 2014. E-Performance adalah sistem informasi manajemen kinerja dalam rangka penilaian prestasi kinerja pegawai yang lebih objektif, terukur, akuntabel, partisipatif dan transparan, sehingga bisa terwujud pembinaan pegawai berdasarkan prestasi kerja dan sistem karier kerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya pada khususnya. Tujuan dari EPerformance antara lain dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai dalam proses pembangunan dan pelayanan publik di lingkungan Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Berdasarkan Perwali Nomor 60 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas Perwali Nomor 83 Tahun 2012 Tentang Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja pada Belanja Langsung, yang dimaksud dengan uang kinerja adalah sejumlah uang yang diberikan pegawai negeri sipil daerah sebagai bentuk penghargaan karena telah mencapai suatu kinerja tertentu dalam upaya mendukung pencapaian output atau outcome beberapa kegiatan dalam suatu program.
2.1.4
Kompensasi Salah satu usaha departemen personalia untuk meningkatkan prestasi kerja
karyawan adalah melalui pemberian kompensasi. Kompensasi merupakan segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Maksud dari tujuan pemberian kompensasi ini yaitu untuk membantu pegawai memenuhi kebutuhan diluar kebutuhan rasa adil, serta meningkatkan motivasi kerja karyawan dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Definisi kompensasi menurut Panggabean (2004:75) mengemukakan: Kompensasi dapat didefinisikan sebagai setiap bentuk penghargaan yang diberikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka berikan kepada organisasi. Menurut Rivai (2004:357) mengemukakan bahwa: Kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. 1.
Jenis-Jenis Kompensasi Banyak pendapat yang menyatakan tentang jenis-jenis kompensasi yang
diterima oleh karyawan. Salah satunya menurut Rivai (2004: 358) kompensasi terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut : a. Kompensasi Finansial Yang dimaksud dengan kompensasi finansial yang diteliti dalam penelitian ini mengacu pada Simamora (2006) adalah kompensasi yang diterima karyawan dalam bentuk uang/bernilai uang. Indikator pengukuran variabel kompensasi finansial dalam penelitian ini yaitu:
1) Gaji, balas jasa dalam bentuk uang yang diterima karyawan sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai seorang karyawan yang memberikan sumbangan tenaga dan pikiran dalam mencapai tujuan perusahaan. Pemberian gaji kepada karyawan disesuaikan dengan tingkat pekerjaannya yaitu setiap minggu, dan bulan. 2) Bonus, keuntungan perusahaan dalam setahun yang pembagiannya dilihat dari unit kerja. 3) Tunjangan, imbalan tidak langsung yang diberikan kepada karyawan, sebagai bagian dari keanggotaan organisasi atau perusahaan. b. Kompensasi Non Finansial Kompensasi non finansial adalah segala bentuk penghargaan yang diberikan oleh perusahaan dalam bentuk bukan finansial atau bukan uang. Menurut Simamora (2006: 541) kompensasi non finansial terdiri dari kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan psikologis, dan atau fisik dimana orang itu bekerja. Kompensasi non finansial ini terbagi menjadi dua, yaitu lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri Kompensasi non finansial menurut Mondy (2008: 5) terdiri atas kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri dan lingkungan psikologis atau fisik dimana orang itu bekerja. Sedangkan menurut Syaifullah (2005:9) membagi kompensasi menjadi dua kelompok besar, yaitu : Kompensasi berdasarkan bentuknya, terdiri atas kompensasi finansial dan kompensasi nonfinansial. Kompensasi berdasarkan cara pemberiannya, terdiri atas kompensasi langsung dan kompensasi tidak langsung. Kompensasi finansial
langsung terdiri atas bayaran (pay) yang diperoleh seseorang dalam bentuk gaji, upah, bonus, atau komisi. Sedangkan kompensasi finansial tidak langsung yang merupakan tunjangan, meliputi semua imbalan finansial yang tidak mencakup dalam kompensasi finansial langsung seperti program asuransi tenaga kerja (jamsostek), pertolongan sosial, pembayaran biaya sakit (berobat), cuti dan lain-lain. Kompensasi nonfinansial merupakan imbalan dalam bentuk kepuasan seseorang yang diperoleh dari pekerjaan itu sendiri, atau dari lingkungan baik secara fisik atau psikologis dimana orang tersebut bekerja. Ciri dari kompensasi nonfinansial ini meliputi kepuasan yang didapat dari pelaksanaan tugas-tugas yang bermakna yang berhubungan dengan pekerjaan. Menurut Dessler dalam Indriyatni (2009) kompensasi mempunyai tiga komponen sebagai berikut: 1) Pembayaran uang secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk gaji, dan intensif atau bonus/komisi. 2) Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan dan asuransi. 3) Ganjaran non finansial (non financial rewards) seperti jam kerja yang luwes dan kantor yang bergengsi. 2.
Fungsi dan Tujuan Pemberian Kompensasi Hasibuan (2008: 120) mengemukakan bahwa: program kompensasi atau
balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan perusahaan, karyawan dan pemerintah/masyarakat. Supaya tercapai dan memberikan kepuasan bagi semua pihak hendaknya program kompensasi berdasarkan prinsip adil dan wajar,
undang-undang perburuhan serta memperhatikan konsistensi internal dan eksternal. Fungsi pemberian kompensasi menurut Samsuddin (2006: 188) adalah sebagai berikut: a. Pengalokasian sumber daya manusia secara efisien. Fungsi ini menunjukkan pemberian kompensasi pada karyawan yang berprestasi akan mendorong mereka untuk bekerja dengan lebih baik. b. Penggunaan sumber daya manusia secara lebih efisien dan efektif. Dengan pemberian kompensasi kepada karyawan mengandung implikasi bahwa organisasi akan menggunakan tenaga karyawan tersebut dengan seefisien dan seefektif mungkin. c. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sistem pemberian kompensasi
dapat
membantu
stabilitas
organisasi
dan
mendorong
pertumbuhan ekonomi negara secara keseluruhan. Tujuan pemberian kompensasi menurut Hasibuan (2008: 121-122) adalah sebagai berikut: a. Ikatan Kerja Sama. Dengan pemberian kompensasi terjalinlah ikatan kerja sama formal antara majikan dengan karyawan. Karyawan harus mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik, sedangkan pengusaha/majikan wajib membayar kompensasi sesuai dengan perjanjian yang disepakati. b. Kepuasan Kerja. Dengan balas jasa, karyawan akan dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan
fisik,
status
sosial
memperoleh kepuasan kerja dari jabatannya.
dan
egoistiknya
sehingga
c. Pengadaan Efektif. Jika program kompensasi ditetapkan cukup besar, pengadaan karyawan yang qualified untuk perusahaan akan lebih mudah. d. Motivasi. Jika balas jasa yang diberikan cukup besar, manajer akan mudah memotivasi bawahannya. e. Stabilitas Karyawan. Dengan program kompensasi atas prinsip adil dan layak serta eksternal konsistensi yang kompetitif maka stabilitas karyawan lebih terjamin karena turn-over relatif kecil. f. Disiplin. Pemberian balas jasa yang cukup besar maka disiplin karyawan semakin baik. Mereka akan menyadari dan menaati peraturan-peraturan yang berlaku. g. Pengaruh Serikat Buruh. Dengan program kompensasi yang baik pengaruh serikat buruh dapat dihindarkan dan karyawan akan berkonsentrasi pada pekerjaannya. h. Pengaruh Pemerintah. Jika program kompensasi sesuai dengan undang undang perburuhan yang berlaku (seperti batas upah minimum), maka intervensi pemerintah dapat dihindarkan. Arep dan Tanjung (2003:197) mengemukakan bahwa tujuan membuat manajemen balas jasa (kompensasi) dalam jangka panjang terdiri atas tiga bagian yaitu: a. Memperoleh karyawan yang berkualitas dengan cara menarik karyawan yang handal ke dalam organisasi. Jika kompensasi yang diberikan tinggi, maka banyak orang yang berminat bekerja di tempat tersebut, sehingga seleksi dapat dilakukan dengan cara yang sangat ketat.
b. Meningkatkan gairah dan semangat kerja melalui memotivasi karyawan untuk mencapai prestasi unggul. Ini akan berhasil jika insentif yang diterapkan sangat menggiurkan bagi para pegawai. c. Timbulnya long life employment (bekerja seumur hidup atau timbul loyalitas dalam bekerja di tempat tersebut). Secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pemberian kompensasi hendaknya memberikan kepuasan kepada karyawan, sehingga dapat diperoleh karyawan yang handal dan berkualitas serta dapat mempertahankan karyawan yang ada saat ini. 3. Bentuk Kompensasi Kompensasi merupakan imbal jasa yang diberikan oleh perusahaan (organisasi) kepada karyawannya. Kompensasi tersebut dapat berupa kompensasi finansial maupun kompensasi non finansial. Bentuk-Bentuk Kompensasi menurut Michael dan Harold (1993) membagi kompensasi dalam tiga bentuk yaitu: a. Bentuk kompensasi material tidak hanya berbentuk uang, seperti gaji, bonus, dan komisi, melainkan segala bentuk penguat fisik (phisical reinforcer), misalnya fasilitas parkir, telepon, dan ruang kantor yang nyaman, serta berbagai macam bentuk tunjangan misalnya pensiun, asuransi kesehatan. b. Kompensasi sosial berhubungan erat dengan kebutuhan berinteraksi dengan orang lain. Bentuk kompensasi ini misalnya status, pengakuan sebagai ahli di bidangnya, penghargaan atas prestasi, promosi, kepastian masa jabatan, rekreasi, pembentukan kelompok-kelompok pengambilan keputusan, dan
kelompok
khusus
yang
dibentuk
untuk
memecahkan
permasalahan
perusahaan. c. Kompensasi
aktivitas
merupakan
kompensasi
yang
mampu
mengkompensasikan aspek-aspek pekerjaan yang tidak disukainya dengan memberikan kesempatan untuk melakukan aktivitas tertentu. Bentuk kompensasi aktivitas dapat berupa “kekuasaan” yang dimiliki seorang karyawan untuk melakukan aktivitas di luar pekerjaan rutinnya sehingga tidak timbul kebosanan kerja, pendelegasian wewenang, tanggung jawab (otonomi), partisipasi dalam pengambilan keputus-an, serta training pengembangan kepribadian. Dalam Pemerintah Kota Surabaya terdapat beberapa macam Kompensasi yang terdiri dari gaji pokok, Tambahan penghasilan Pegawai, uang kinerja (hasil dari sistem penilaian e-performance), serta Penunjang Operasional lainnya (seperti makan, minum transport). Berdasarkan penjelasan diatas, maka indikator yang digunakan untuk mengukur kompensasi merujuk pada Peraturan Walikota Surabaya Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja Pada Belanja Langsung, yaitu sebagai berikut: 1. Gaji Pokok Gaji pokok merupakan penghasilan tetap yang didapatkan oleh seorang PNS atau ASN sesuai Golongan Ruang dan Masa Kerja. 2. Tambahan Penghasilan Pegawai Tambahan penghasilan Pegawai atau disingkat (TPP) menurut Pasal 2 Peraturan Walikota Surabaya Nomor 4 Tahun 2015 Tentang Kriteria
Pemberian Tambahan Penghasilan Kepada Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Pemerintah Kota Surabaya terdiri dari Tambahan Penghasilan Pegawai yang diberikan kepada PNSD dan Pegawai Lain terdiri dari: a. Tambahan Penghasilan Pegawai berdasarkan beban kerja. b. Tambahan Penghasilan Pegawai berdasarkan pertimbangan objektif lainnya, meliputi: Uang makan, Uang air, Uang penunjang operasional, dan Uang penunjang pengelola keuangan. 3. Uang Kinerja Berdasarkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Petunjuk Teknis Pemberian Uang Kinerja Pada Belanja Langsung, yaitu sebagai berikut: a. Uang kinerja diberikan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Pegawai dan disesuaikan dengan kinerja Pegawai yang bersangkutan. b. Penilaian Kinerja dalam rangka pemberian uang kinerja kepada pegawai diukur dari2 (dua) hal yaitu Nilai Individu dan Perilaku Kerja dengan bobot sebesar 80:20 (delapan puluh dibanding dua puluh) yang penghitungannya dilakukan melalui Sistem Informasi Manajemen Kinerja. c. Nilai Kinerja Individu (NKI) terdiri atas: 1) Nilai Kinerja Individu (NKI) Proses, meliputi aspek kualitas, aspek kuantitas dan aspek efektifitas. Dikecualikan terhadap kegiatan umum, Nilai Kinerja Individu (NKI) Proses hanya dihitung pada aspek kuantitas
2) Nilai Kinerja Individu (NKI) Hasil, yang diukur dengan menghitung Sasaran. Kinerja Individu Tahunan (meliputi Indikator Kinerja Utama dan Indikator Kinerja Pegawai). 2.1.5 Kinerja Pegawai Kinerja adalah tingkat keberhasilan seseorang didalam melaksanakan pekerjaan. Kinerja merupakan hasil keterkaitan antara usaha, kemampuan dan persepsi tugas. Dessler (2010:322) mendefinisikan manajemen kinerja proses penilaian yang dilakukan perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dan memastikan semangat kerja karyawan. Kinerja dapat dilihat pekerja dalam suatu perusahaan berhasil mencapai tujuan dan mempunyai manfaat bagi tujuan perusahaan (Swasta, 2011:54). Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Hasibuan (2012:31), kinerja (Prestasi Kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu. Oleh karena itu, disimpulkan bahwa kinerja SDM adalah Prestasi kerja atau hasil kerja (output) baik kualitas maupun kuantitas yang dicapai SDM persatuan periode waktu dalam melaksanakan tugas kerjanya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja bergantung pada
kombinasi antara kemampuan, usaha dan kesempatan yang diperoleh. Kegiatan Kinerja Karyawan, menurut Sedarmayanti (2009:93) meliputi : a. Kualitas kerja (Quality of work) b. Kecakapan (Promptness) c. Inisiatif (Iniciative) d. Kemampuan (Capability) e. Komunikasi (Communication) Dari beberapa definisi diatas maka unsur pokok kinerja pada dasarnya adalah berhubungan dengan kemampuan seseorang dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan yang dibandingkan dengan target atau sasaran yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan tertentu. Maka kinerja dalam konsep ini adalah hasil kerja baik secara kualitas maupun kuantitas yang telah dicapai oleh seseorang karyawan dalam
melaksanakan tugas-tugas
yang dibebankan
kepadanya dalam periode waktu tertentu. 1. Pengukuran Kinerja Pegawai Pengukuran kinerja merupakan dasar indikator variabel kinerja dalam penelitian ini. Menurut Mangkunegara (2011:49) pengukuran kinerja adalah penentuan secara periodik efektifitas operasional atau organisasi, bagian organisasi dan karyawan berdasarkan sasaran, standar, dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. Kinerja menurut Dharma dalam Setyadi (2015:12) dapat diukur : a. Pengukuran Kuantitas, item-itemnya: peningkatan hasil kerja, dapat mengerjakan pekerjaan.
b. Pengukuran Kualitas, item-itemnya : pekerjaan yang dapat dihasilkan karyawan sesuai peraturan perusahaan, penyelesaian pekerjaan yang dilakukan pegawai. c. Pengukuran Ketepatan Waktu, item-itemnya: kesesuaian waktu dalam menyelesaikan pekerjaan, sesuai tidaknya waktu yang telah direncanakan. Siagian (2009:75) menyatakan bahwa kinerja karyawan dapat diukur melalui indikator-indikator berikut: a. Kemahiran menempuh prosedur yang telah ditentukan. b. Sikap menghadapi pekerjaan. c. Kecermatan dalam pelaksanaan tugas d. Kecepatan penyelesaian tugasetepatan waktu. Secara umum pengukuran kinerja berarti perbandingan yang didapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda, diantaranya: a. Perbandingan-perbandingan antar pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis, yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya. b. Perbandingan pelaksanaan antar satu unit (perorangan tugas, seksi proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti ini menunjukkan pencapaian relatif. c. Perbandinagan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perthatian pada sasaran atau tujuan. Kemudian menurut Risma (2011:12) mengajukan enam kriteria primer yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja, yaitu:
a. Quality Merupakan tingkat sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan. b. Quantity Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya jumlah rupiah per unit, jumlah siklus kegiatan yang diselesaikan. c. Timelines Merupakan tingkat sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output lain serta waktu yang tersedia untuk kegiatan lain. d. Need for supervisor Merupakan tingkat sejauh mana seorang pekerja dapat melaksanakan satu fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan seorang supervisor untuk mencegah tindakan yang kurang disiplin. e. Cost effectiveness Merupakan tingkat sejauh mana penerapan sumber daya manusia, keuangan, teknologi, material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tinggi. f. Interpersonal Impact Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara nama baik dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan. 2. Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (Performance Appraisal) pada dasarnya merupakan faktor kunci guna mengembangkan suatu organisasi secara efektif dan efisien, karena
adanya kebijakan atau program yang lebih baik atas sumber daya manusia yang ada dalam organisasi. Manfaat penilaian kinerja karyawan adalah dapat diketahui kondisi sebenarnya tentang bagaimana kinerja karyawan sehingga menurunkan potensi penyimpangan yang dilakukan karyawan dan kinerjanya diharapkan harus bertambah baik sesuai dengan kinerja yang dibutuhkan perusahaan. Tujuan penilaian kinerja meliputi : evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang, pengembangan yang menekankan perubahan - perubahandalam diri seseorang dengan berjalannya waktu, pemeliharaan sistem, dokumentasi keputusan – keputusan sumber daya manusia. Menurut Bangun (2012:32) penilaian kinerja adalah suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja / jabatan seorang tenaga kerja, termasuk potensi pengembangannya. Menurut Mangkunegara (2009:38) penilaian kinerja adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Dengan standart kinerja untuk membandingkan apa yang diharap dilakukan seorang pegawai dengan apa yang sesungguhnya dikerjakan, seorang supervisor dapat menentukan level kinerja pegawai tersebut. Proses penilaian kinerja harus dikaitkan dengan uraian pekerjaan dan standar kinerja. Mengembangkan standar kinerja yang jelas dan realistis dapat mengurangi problem komunikasi dalam umpan balik penilaian kinerja antara manajer dan supervisor, serta pegawai. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan perusahaan dapat digolongkan dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Kualitas dan kemampuan fisik karyawan Kualitas dan kemampuan fisik karyawan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, latihan, motivasi kerja, etos kerja, mental dan kemampuan fisik karyawan yang bersangkutan. b. Sarana pendukung, yang meliputi: 1) Lingkungan kerja, seperti: teknologi dan cara produksi, sarana peralatan kerja yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja serta suasana dalam lingkungan kerja. 2) Kesejahteraan karyawan yang tercermin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial serta jaminan kelangsungan kerja. c. Supra sarana, aktivitas perusahaan dipengaruhi: 1) Kebijaksanaan pemerintah, seperti: perpajakan, perijinan, lingkungan hidup, pengawasan dan kebijaksanaan ekspor-impor. 2) Hubungan industrial, hubungan antar pengusaha dan karyawan, bagaimana pandangan pengusaha terhadap karyawan, sejauh mana hak-hak karyawan mendapat perhatian pengusaha serta sejauh mana karyawan diikut sertakan dalam penentuan kebijaksanaan, merupakan faktor yang mempengaruhi partisipasi karyawan dalam keseluruhan kegiatan perusahaan. 3) Manajemen, peranan manajemen sangat strategis untuk peningkatan kinerja yaitu dengan mengkombinasikan dan mendayagunakan semua sarana, menerapkan fungsi-fungsi manajemen, menciptakan sistem kerja dan pembagian kerja, menempatkan orang yang tepat pada pekerjaan yang tepat serta menciptakan kondisi lingkungan kerja yang nyaman dan aman.
Menurut Mangkuprawira dalam Gunawan (2011) bahwa: ” Faktor yang mempengaruhi kinerja relatif kompleks, bisa jadi faktor instrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan, ketrampilan, motivasi, kesehatan, dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrinsik (kompensasi, iklim kerja, kepemimpinan, fasilitas kerja, dan hubungan sosial).” Kinerja seseorang dan produktivitas kerja ditentukan oleh tiga faktor utama berikut ini: 1. Motivasi Motivasi adalah daya dorong yang dimiliki, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, yang membuatnya mau dan rela untuk bekerja sekuat tenaga dengan mengarahkan segala kemampuan yang ada demi keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran. 2. Kemampuan Ada kemampuan yang bersifat fisik dan ini lebih diperlukan oleh karyawan yang dalam pelaksanaan tugasnya lebih banyak menggunakan otot. Di lain pihak, ada kemampuan yang bersifat mental intelektual, yang lebih banyak dituntut oleh penyelesaian tugas pekerjaan dengan menggunkan otak. Sudah barang tentu mereka yang lebih banyak menggunakan otak, tetap dituntut memiliki kemampuan fisik. 3. Ketepatan Penugasan Dengan penepatan individu yang tidak sesuai atau tidak tepat, maka kinerja dari individu tersebut tidak akan sesuai dengan harapan dan tuntutan organisasi. Dengan demikian mereka menampilkan produktivitas kerja yang rendah.
2.1.6 Pengaruh Penilaian Kinerja (E-Performance) Terhadap Kinerja Pegawai Salah satu upaya yang dilakukan Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Surabaya dalam meningkatkan hasil pekerjaan yang lebih baik, maka diperlukan suatu penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan suatu proses yang digunakan suatu organisasi dalam mengevaluasi pelaksanaan kerja karyawan, mengatur dan melaksanakan pekerjaan yang menjadi suatu tanggung jawab pegawai. Menurut Damayanti (2013), salah satu tanggung jawab pegawai dalam melaksanakan tugasnya akan mempunyai dampak yang positif untuk peningkatan kinerja dalam melakukan pekerjaan yang lebih baik. Manfaat dengan adanya penilaian kinerja untuk mengetahui posisi dan perannya dalam menciptakan tercapainya tujuan organisasi atau perusahaan. Menurut Latiserimala (2015) mengemukakan bahwa dengan adanya eperformance yang diterapkan akan terlihat adanya perbedaan kinerja dari tiap pegawai, dengan diberlakukan e-performance suatu perusahaan atau organisasi akan memiliki standar pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga akan tercapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan atau organisasi. Standar yang detail dan ketat dari e-performance mengenai ketentuan kerja menjadikan para pegawai untuk mematuhinya. Keberadaaan e-performance juga mampu menjadi stimulus bagi para pegawai pada Dinas Pendidikan Pemerintah Kota Surabaya, penilaian kinerja dengan e-performance maka dapat diketahui kinerja pegawai yang dikerjakan. Terlihat perbedaan bobot aktivitas yang dikerjakan oleh pegawai dengan kapasitas seorang pegawai, seperti halnya
diungkapkan oleh seorang pegawai, bahwa e-performance merupakan salah satu bentuk keadilan, dimana hasil yang kita dapat sesuai dengan pekerjaan dari pegawai. 2.1.7 Pengaruh Kompensasi Terhadap Kinerja Pegawai Teori Harapan dalam Mathis dan Jackson (2011:31) menyatakan bahwa individu mendasarkan keputusan tentang perilaku mereka pada harapan mereka bahwa satu perilaku atau perilaku pengganti lainnya cenderung menimbulkan hasil yang dibutuhkan atau diinginkan. Tiga aspek yang sangat penting dari hubungan perilaku-hasil adalah sebagai berikut: a. Harapan Usaha-Kinerja merujuk pada keyakinan para karyawan bahwa bekerja lebih keras akan menghasilkan kinerja. Apabila orang tidak percaya bahwa bekerja lebih keras menghasilkan kinerja, usaha mereka mungkin berkurang. b. Hubungan Kinerja-Penghargaan mempertimbangkan harapan individu bahwa kinerja yang tinggi benar-benar akan menghasilkan penghargaan. Hubungan kinerja penghargaan mengindikasikan bagaimana kinerja efektif yang instrumental atau penting membuahkan hasil yang diinginkan. c. Nilai Penghargaan merujuk pada seberapa bernilainya penghargaan bagi karyawan. Satu faktor yang menentukan kesediaan para karyawan untuk mengerahkan usahanya adalah tingkat sampai mana mereka menilai penghargaan yang diberikan oleh organisasi. Kompensasi dapat diartikan sebagai sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk hasil kerja pegawai. Lekliwati (2005) berpendapat bahwa
kompensasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Apabila dalam pemberian kompensasi tidak diberikan secara tepat, maka perusahaan akan dapat kehilangan para karyawan. Bahkan karyawan juga akan merasa tidak puas terhadap perusahaan, apabila kompensasi yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dikerjakan sehingga dapat menurunkan kualitas kinerja karyawan tersebut. Notoadmojo (2003) berpendapat bahwa dengan pemberian kompensasi yang memadai akan dapat mendorong perilaku-perilaku karyawan sesuai yang diinginkan perusahaan ataupun organisasi. Teori pengharapan (ekspektasi) berargumen bahwa kuatnya kecenderungan untuk bertindak dalam cara tertentu bergantung pada kekuatan pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh keluaran tertentu dan pada daya tarik output bagi individu tersebut. Oleh karena itu teori tersebut berfokus pada tiga hubungan berikut : 1. Hubungan Upaya-Kinerja. Probabilitas yang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu itu akan mendorong kinerja. 2. Hubungan Kinerja-Imbalan. Sampai sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada tingkat tertentu akan mendorong tercapainya output yang diinginkan. 3. Hubungan Imbalan-Sasaran Pribadi. Sampai sejauh mana imbalan-imbalan organisasi memenuhi sasaran atau kebutuhan pribadi individu serta potensi daya tarik imbalan tersebut bagi individu yang bersangkutan.
2.2 Penelitian Terdahulu 1. Nurmianto dan Siswanto (2006) dengan judul penelitian Perancangan Penilaian Kinerja Karyawan Berdasarkan Kompetensi Spencer Dengan Metode Analytical Hierarchy Process. Penilaian kinerja dalam penelitian ini diukur dengan disiplin, melayani, berprestasi. Hasil penelitian menunjukkan dengan menggunakan Uji t untuk disiplin sebesar 3,930 dengan tingkat signifikasi 0,000, untuk melayani t hitung sebesar 2,786 dengan tingkat signifikasi 0,006 dan t hitung variabel berprestasi sebesar 2,663 dengan tingkat signifikasi 0,009. Dengan demikian berarti hasil dari analisis uji t menyatakan hasil signifikan untuk semua variabel dan hipotesis diterima. 2. Suci (2014), dengan judul penelitian
Dampak Pelaksanaan Sistem
Kompensasi Berbasis Kinerja Terhadap Peningkatan Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya, dengan hasil penelitian menggunakan Uji t dengan nilai koefisien regresi sebesar 3,819 dan tingkat signifikan sebesar 0,002, hal ini mengindikasikan bahwa dengan pelaksanaan TPP dan UK yang dilaksanakan di Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Surabaya dengan mengacu pada sistem penilaian kinerja eperformance telah dilaksanakan dengan cukup baik. Hal tersebut berdampak positif terhadap peningkatan motivasi PNS dalam melaksanakan tupoksi mereka guna memenuhi beban kerja dan mencapai target-target yang telah ditetapkan oleh organisasi, namun meskipun demikian belum ditemukan adanya dampak secara optimal terhadap peningkatan kinerja organisasi DCKTR secara keseluruhan.
2.3
Rerangka Konseptual Kerangka konseptual adalah sebuah kerangka kerja yang dibangun melalui
tinjauan teoritis yang menggambarkan model hubungan atau keterkaitan variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian, menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2011: 60). Kerangka konseptual yang tampak pada Gambar 1.
Sistem Penilaian Kinerja (SPK)
Kinerja Pegawai (KP)
Kompensasi (KN)
Gambar 1 Rerangka Konseptual Dalam Gambar 1 dapat dilihat hubungan antar variabel. Variabel sistem penilaian kinerja terhadap kinerja pegawai mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Latiserimala (2015) mengemukakan bahwa dengan adanya e-performance yang diterapkan akan terlihat adanya perbedaan kinerja dari tiap pegawai, dengan diberlakukan e-performance suatu perusahaan atau organisasi akan memiliki standar pekerjaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga akan tercapai tujuan yang diharapkan oleh perusahaan atau organisasi.
Variabel kompensasi terhadap kinerja pegawai mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Lekliwati (2005) berpendapat bahwa kompensasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu kompensasi finansial dan kompensasi non finansial. Apabila dalam pemberian kompensasi tidak diberikan secara tepat, maka perusahaan akan dapat kehilangan para karyawan. 2.4 Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data (Sugiyono, 2010). Berdasarkan tinjauan diatas maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah: H1: Sistem penilaian kinerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai. H2: Kompensasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai.