BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah, sumber pendapatan daerah terdiri dari: 1. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan. Sumber pendapatan asli daerah terdiri dari: a. Pajak daerah b. Retribusi daerah c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain PAD yang sah 2. Dana Perimbangan Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana perimbangan terdiri atas: a. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari:
8
9
1) Pajak yang meliputi Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh pasal 21. 2) Sumber daya alam yang meliputi kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. b. Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. c. Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 3. Lain-Lain Pendapatan Lain-lain pendapatan adalah pendapatan daerah dari sumber lain misalnya sumbangan pihak ketiga kepada daerah yang dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Lain-lain pendapatan terdiri atas: a. Hibah adalah penerimaan daerah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga
asing,
badan/lembaga
internasional,
pemerintah,
badan/lembaga dalam negeri atau perseorangan, baik dalam bentuk devisa,
10
rupiah maupun barang dan atau jasa, termasuk tenaga ahli, dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. b. Dana darurat adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan kepada daerah yang mengalami bencana nasional, peristiwa luar biasa, dan atau krisis solvabilitas.
2.1.2 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis pendapatan daerah menurut Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah antara lain: 1. Pajak Provinsi yang terdiri dari: a. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
11
c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor d. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan 2. Pajak Kabupaten/Kota yang terdiri dari: a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir 3. Retribusi dibagi atas tiga golongan: a. Retribusi Jasa Umum b. Retribusi Jasa Usaha c. Retribusi Perizinan Tertentu Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Pendapatan ini terdiri dari: a. Bagian laba perusahaan milik daerah b. Bagian laba lembaga keuangan c. Bagian laba atas penyertaan modal perusahaan milik swasta
12
Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Pendapatan ini terdiri dari: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan b. Jasa giro c. Pendapatan bunga deposito d. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan PAD bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas desentralisasi. Besar kecilnya pendapatan menentukan kualitas pelaksanaan pemerintahan, tingkat kemampuan pemerintah dalam penyediaan pelayanan publik, serta keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan (Mahmudi, 2010:14).
2.1.3 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Adapun cara menghitung DAU menurut ketentuan adalah sebagai berikut: a. Dana Alokasi Umum ditetapkan sekurang-kurangnya 26% (dua puluh enam persen) dari penerimaan dalam negeri yang ditetapkan dalam APBN. b. Dana
Alokasi
Umum
untuk
daerah Provinsi
dan untuk
daerah
Kabupaten/Kota ditetapkan masing-masing 10% (sepuluh persen) dan 90%
13
(sembilan puluh persen) dari Dana Alokasi Umum sebagaimana ditetapkan diatas. c. Dana Alokasi Umum untuk suatu daerah Kabupaten/Kota tertentu ditetapkan berdasarkan perkalian jumlah Dana Alokasi Umum untuk seluruh daerah Kabupaten/Kota yang ditetapkan dalam APBN dengan porsi daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan. d. Porsi daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud diatas merupakan proporsi bobot daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan terhadap jumlah bobot semua daerah Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia. DAU Provinsi = jumlah DAU provinsi ×
bobot daerah provinsi yang bersangkutan
DAU Kab/Kota = jumlah DAU kab/kota ×
bobot seluruh daerah provinsi bobot daerah kab/kota yang bersangkutan bobot seluruh daerah kab/kota
Dana Alokasi Umum pada suatu daerah ditentukan sesuai besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah dan potensi daerah.
2.1.4 Belanja Daerah Belanja daerah adalah semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang dapat mengurangi nilai ekuitas dana sebagai kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran. Belanja daerah menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Di dalam APBD belanja digolongkan menjadi lima kelompok berikut ini:
14
1. Belanja Administrasi Umum Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran pemerintah daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja administrasi umum terdiri dari: a. Belanja pegawai Belanja pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personal yang tidak berhubungan secara langsung dengan aktivitas atau dengan kata lain merupakan biaya tetap pegawai. b. Belanja barang Belanja
barang
merupakan
pengeluaran
pemerintah
daerah
untuk
penyediaan barang dan jasa yang tidak berhubungan langsung dengan pelayanan publik. c. Belanja perjalanan dinas Belanja perjalanan dinas merupakan pengeluaran pemerintah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik. d. Belanja pemeliharaan Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang tidak berhubungan secara langsung dengan pelayanan publik.
15
2. Belanja Operasi, Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Publik Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publik merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah yang berhubungan dengan aktivitas atau pelayanan publik. Kelompok belanja ini terdiri dari: a. Belanja pegawai Belanja pegawai merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk orang/personal yang berhubungan langsung dengan suatu aktivitas atau dengan kata lain merupakan belanja pegawai yang bersifat variabel. b. Belanja barang Belanja
barang
merupakan
pengeluaran
pemerintah
daerah
untuk
penyediaan barang dan jasa yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. c. Belanja perjalanan Belanja perjalanan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk biaya perjalanan pegawai dan dewan yang berhubungan langsung dengan pelayanan publik. d. Belanja pemeliharaan Belanja pemeliharaan merupakan pengeluaran pemerintah daerah untuk pemeliharaan barang daerah yang mempunyai hubungan langsung dengan pelayanan publik.
16
3. Belanja Modal Belanja modal merupakan pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Belanja modal terdiri dari: a. Belanja publik Belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum. b. Belanja aparatur Belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat tetapi dirasakan secara langsung oleh aparatur. 4. Belanja Transfer Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Belanja ini terdiri dari: a. Angsuran pinjaman b. Dana bantuan c. Dana cadangan 5. Belanja Tak Tersangka Belanja tak tersangka merupakan pengeluaran yang dilakukan oleh pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tak terduga dan kejadiankejadian luar biasa.
17
Klasifikasi belanja menurut Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, klasifikasi belanja daerah menurut kelompok belanja terdiri dari: 1. Belanja tidak langsung Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja tidak langsung terdiri dari: a. Belanja pegawai Belanja pegawai merupakan belanja kompensasi, dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. b. Bunga Belanja bunga digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (principal outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. c. Subsidi Belanja subsidi digunakan untuk menganggarkan bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. d. Hibah Belanja hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah
18
daerah lainnya, dan kelompok masyarakat atau perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. e. Bantuan sosial Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. f. Belanja bagi hasil Belanja bagi hasil digunakan untuk menganggarkan dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. g. Bantuan keuangan Bantuan keuangan digunakan untuk menganggarkan bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, pemerintah desa, dan kepada pemerintah daerah lainnya atau dari pemerintah kabupaten/kota kepada pemerintah desa dan pemerintah daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan atau peningkatan kemampuan keuangan. h. Belanja tak terduga Belanja tak terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk
19
pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup. 2. Belanja langsung Belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Kelompok belanja langsung terdiri dari: a. Belanja pegawai Belanja pegawai untuk pengeluaran honorarium/upah dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. b. Belanja barang dan jasa Belanja barang dan jasa digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (duabelas) bulan dan atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah. c. Belanja modal Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya.
20
Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan terdiri dari: 1. Belanja operasi Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari pemerintah pusat/daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Kelompok belanja operasi terdiri dari: a. Belanja pegawai b. Belanja barang c. Bunga d. Subsidi e. Hibah f. Bantuan sosial 2. Belanja modal Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Kelompok belanja modal terdiri dari: a. Belanja aset tetap b. Belanja aset lainnya
21
3. Belanja lain-lain/tak terduga Belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintah pusat/daerah. 4. Belanja transfer Belanja transfer merupakan pengalihan uang dari pemerintah daerah kepada pihak ketiga tanpa adanya harapan untuk mendapatkan pengembalian imbalan maupun keuntungan dari pengalihan uang tersebut. Kelompok belanja transfer terdiri dari: a. Angsuran pinjaman b. Dana bantuan c. Dana cadangan
2.1.5 Flypaper Effect Flypaper effect adalah suatu fenomena pada suatu kondisi ketika pemerintah daerah merespon belanja daerahnya lebih banyak berasal dari transfer atau spesifiknya pada transfer tidak bersyarat daripada pendapatan asli dari daerahnya tersebut sehingga akan mengakibatkan pemborosan dalam belanja daerah. Maimunah (2006) menyatakan bahwa flypaper effect disebut sebagai suatu kondisi yang terjadi saat pemerintah daerah merespon (belanja) lebih banyak (lebih boros) dengan menggunakan dana transfer (grants) yang diproksikan
22
dengan DAU daripada menggunakan kemampuan sendiri, diproksikan dengan PAD.
2.2 Penelitian Terdahulu 1. Kesit Bambang Prakosa Melakukan penelitian guna menguji analisis pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap prediksi belanja daerah di wilayah provinsi Jawa Tengah dan DIY. Hasil penelitian mendapatkan bahwa besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima oleh pemerintah daerah dari pemerintah pusat. Dari hasil tersebut alokasi DAU lebih tinggi dari pada PAD yang didapat terhadap belanja daerah. 2. Syukriy Abdullah dan Abdul Halim Melakukan penelitian guna menguji pengaruh DAU dan PAD terhadap belanja pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali. Hasil penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa secara terpisah DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Secara bersamaan DAU dan PAD juga berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. 3. Maimunah Melakukan penelitian guna menguji flypaper effect pada DAU dan PAD terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Hasil penelitian mendapatkan bahwa besarnya nilai DAU dan PAD mempengaruhi besarnya nilai belanja daerah. Telah terjadi flypaper effect pada belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Sumatera. Selain itu juga meneliti guna mengetahui terjadinya
23
flypaper effect dalam memprediksi belanja daerah periode ke depan. Tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang PAD-nya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota pulau Sumatera. Serta pengaruh flypaper effect pada kategori pengeluaran belanja daerah itu sendiri di Kabupaten/Kota pulau Sumatera. 4. Kusumadewi dan Rahman Melakukan penelitian guna menguji flypaper effect pada DAU dan PAD terhadap belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Indonesia. Hasil penelitian mendapatkan bahwa PAD dan DAU secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap belanja daerah. Pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih kuat dari pada pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Dengan kata lain, pemerintah daerah dalam menetapkan kebijakan belanjanya lebih di stimulus oleh jumlah DAU yang diterima pada tahun berjalan dari pada PAD-nya sendiri. Hal ini membuktikan adanya flypaper effect dalam respon pemerintah daerah terhadap DAU dan PAD. Tidak terdapat perbedaan terjadinya flypaper effect baik pada daerah yang PADnya rendah maupun daerah yang PAD-nya tinggi di Kabupaten/Kota di Indonesia. 5. Pipit Budiarti Melakukan penelitian guna menguji pengaruh PAD dan DAU terhadap struktur belanja daerah pada Kabupaten/Kota di Jawa Timur memperoleh hasil yaitu DAU memberikan pengaruh lebih besar terhadap struktur belanja daerah dari pada PAD terhadap struktur belanja daerah.
24
2.3 Rerangka Pemikiran Rerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
H1 Belanja Daerah H2
Dana Alokasi Umum (DAU) H3 Gambar 1 Rerangka pemikiran
Dari rerangka pemikiran tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa H1 adalah hipotesis untuk menguji pengaruh PAD terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo. H2 adalah hipotesis untuk menguji pengaruh DAU terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo. H3 adalah hipotesis untuk menguji pengaruh DAU terhadap belanja daerah yang lebih besar dari pada pengaruh PAD terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo.
2.4 Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah Studi tentang pengaruh pendapatan daerah (local own source revenue) terhadap pengeluaran daerah sudah banyak dilakukan misalnya, Aziz et al., (2000), Blackley (1986), Joulfaian dan Mokeerjee (1990), Legrenzi dan Milas
25
(2001), Von Furstenberg et al., (1986) dalam Maimunah (2006). Hipotesis yang menyatakan bahwa pendapatan (terutama pajak) akan mempengaruhi anggaran belanja pemerintah daerah dikenal dengan nama tax spend hypothesis. Dalam hal ini pengeluaran pemerintah daerah akan disesuaikan dengan perubahan dalam penerimaan pemerintah daerah atau perubahan pendapatan terjadi sebelum perubahan pengeluaran. Dalam konteks internasional, beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pengaruh pendapatan daerah terhadap belanja di antaranya adalah Cheng (1999), Friedman (1978), Hoover dan Sheffrin (1992) dalam Syukriy Abdullah dan Halim (2003). Cheng (1999) dalam Syukriy Abdullah dan Halim (2003) menemukan bahwa hipotesis pajak-belanja berlaku untuk kasus pemerintah daerah di beberapa negara. Friedman (1978) dalam Syukriy Abdullah dan Halim (2003) menyatakan bahwa kenaikan dalam pajak akan meningkatkan belanja daerah, sehingga akhirnya akan memperbesar defisit. Hoover dan Sheffrin (1992) dalam Syukriy Abdullah dan Halim (2003) secara empiris menemukan adanya perbedaan hubungan dalam dua rentang waktu berbeda. Mereka menemukan bahwa untuk sampel data sebelum pertengahan tahun 1960-an pajak berpengaruh terhadap belanja, sementara untuk sampel data sesudah tahun 1960an pajak dan belanja tidak saling mempengaruhi (causally independent). Maka hipotesis untuk menguji pengaruh PAD terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo adalah: H1 : Pendapatan Asli Daerah berpengaruh terhadap belanja daerah
26
2.4.2 Pengaruh Dana Alokasi Umum Terhadap Belanja Daerah Chang dan Ho (2002) dalam Syukriy Abdullah dan Halim (2003) dalam literatur ekonomi dan keuangan daerah, hubungan pendapatan dan belanja daerah didiskusikan secara luas sejak akhir dekade 1950-an dan berbagai hipotesis tentang hubungan tersebut diuji secara empiris. Aziz, 2000; Doi, 1998) dalam Syukriy
Abdullah
dan
Halim
(2003)
menyatakan
bahwa
pendapatan
mempengaruhi belanja, dan sementara lainnya menyatakan bahwa belanjalah yang mempengaruhi pendapatan. Gamkhar dan Oates (1996) dalam Maimunah (2006) menyatakan bahwa pengurangan jumlah transfer (cut in the federal grants) menyebabkan penurunan dalam pengeluaran daerah. Namun, dalam studi empiris hal tersebut tidak selalu terjadi. Artinya, stimulus terhadap pengeluaran daerah yang ditimbulkan oleh transfer atau grants tersebut sering lebih besar dibandingkan dengan stimulus dari pendapatan (pajak) daerah sendiri (flypaper effect). Maka hipotesis untuk menguji pengaruh DAU terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo adalah: H2 : Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap belanaja daerah
2.4.3 Flypaper Effect Oates (1999) dalam Kusumadewi dan Rahman (2007) menyatakan bahwa beberapa penelitian mengenai perilaku pemerintah daerah dalam merespon transfer pemerintah pusat yang telah dilakukan menghasilkan kesimpulan bahwa respon pemerintah daerah berbeda untuk transfer dan pendapatan daerahnya
27
sendiri. Ketika respon pemerintah daerah lebih besar untuk transfer dibanding pendapatan daerahnya sendiri maka disebut flypaper effect. Penelitian Legrenzi dan Milas (2001) dalam Maimunah (2006) memberikan bukti empiris tentang adanya flypaper effect dalam jangka panjang untuk sampel municipalities di Italia. Menyatakan bahwa pemerintah daerah secara konsisten meningkatkan pengeluaran mereka lebih sehubungan dengan peningkatan dalam transfer negara bukan meningkatkan pendapatan sendiri. Zampelli (1986) dalam Maimunah (2006) memberikan bukti senada untuk data pemerintah kota di Amerika Serikat, yakni terjadinya flypaper effect dalam reaksi belanja terhadap unconditional grants. Karena itu flypaper effect dianggap sebagai suatu anomali dalam perilaku rasional jika transfer harus dianggap sebagai (tambahan) pendapatan masyarakat (seperti halnya pajak daerah), sehingga mestinya dihabiskan (dibelanjakan) dengan cara yang sama pula (Hines dan Thaler, 1995) dalam Maimunah (2006). Dalam penelitian Syukriy Abdullah dan Halim (2003) terjadi flypaper effect terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Jawa dan Bali dalam merespon (belanja) transfer (DAU) dan PAD. Maka hipotesis untuk menguji flypaper effect di Kabupaten/Kota di Gerbang Kertosusilo adalah: H3 : Dana Alokasi Umum berpengaruh lebih besar daripada Pendapatan Asli Daerah terhadap belanja daerah