BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Analisis Laporan Keuangan Menurut Martono dan Harjito (2014:51) analisis laporan keuangan merupakan analisis mengenai kondisi keuangan suatu perusahaan yang melibatkan neraca dan laba-rugi”. Begitupun dengan Jumingan (2011:42) menyatakan bahwa analisis laporan keuangan meliputi penelaahan tentang hubungan dan kecenderungan atau tren untuk mengetahui apakah keadaan keuangan, hasil usaha, dan kemajuan keuangan perusahaan memuaskan atau tidak memuaskan. Analisis dilakukan dengan mengukur hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan dan bagaimana perubahan unsur-unsur itu dari tahun ke tahun untuk mengetahui arah perkembangannya. Laporan keuangan menurut Kasmir (2015:66) merupakan laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini dalam suatu periode tertentu. Laporan keuangan sendiri merupakan hal penting bagi setiap perusahaan karena merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam pengambilan keputusan ekonomi. Terdapat dua macam metode analisis laporan keuangan yang biasa dipakai perusahaan, yaitu sebagai berikut: 1.
Analisis Vertikal (Statis) merupakan analisis yang dilakukan terhadap satu periode laporan keuangan saja. Informasi yang diperoleh hanya untuk satu 8
9
periode saja dan tidak diketahui perkembangan dari periode ke periode selanjutnya. 2.
Analisis Horizontal (Dinamis) merupakan analisis yang dilakukan dengan membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode. Dari hasil analisis tersebut, maka akan terlihat perkembangan perusahaan dari periode yang satu ke periode yang lain.
2.1.2 Tujuan Analisis Laporan Keuangan Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan antara lain: (Kasmir, 2015:68) 1.
Mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam suatu periode tertentu:.
2.
Mengetahui kelemahan dan kekuatan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan.
3.
Mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan saat ini.
4.
Melakukan penilaian kinerja manajemen kedepan dan juga digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.
2.1.3 Teknik Analisis Laporan Keuangan Teknik analisis laporan keuangan yang biasa digunakan menurut (Munawir, 2007:36) adalah sebagai berikut: 1.
Analisa perbandingan laporan keuangan, adalah metode dan teknik analisa dengan cara memperbandingkan laporan keuangan untuk dua periode atau lebih, dengan menunjukkan:
10
a. Data absolut atau jumlah-jumlah dalam rupiah b. Kenaikan atau penurunan dalam jumlah rupiah c. Kenaikan atau penurunan dalam prosentase d. Perbandingan yang dinyatakan dengan rasio e. Prosentase total 2.
Trend atau tendensi posisi dan kemajuan keuangan perusahaan yang dinyatakan dalam presentase (trend percentage analysis), adalah suatu metode atau teknik analisis data untuk mengetahui tendensi daripada keadaan keuangannya, apakah menunjukkan tendensi tetap, naik atau bahkan turun.
3.
Laporan dengan presentase per komponen (common size statement) adalah suatu metode analisa untuk mengetahui prosentase investasi pada masingmasing aktiva terhadap total aktivanya, juga untuk mengetahui struktur permodalannya dan komposisi perongkosan yang terjadi dihubungkan dengan jumlah penjualan.
4.
Analisa sumber dan penggunaan modal kerja, adalah suatu analisa untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan modal kerja atau untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya modal kerja dalam periode tertentu.
5.
Analisa sumber dan penggunaan kas (cash flow statement analysis) adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab berubahnya jumlah uang kas atau untuk mengetahui sumber-sumber serta penggunaan kas selama periode tertentu.
11
6.
Analisa ratio, adalah suatu metode analisa untuk mengetahui hubungan dari pos-pos tertentu dari neraca atau laporan laba rugi secara individu atau kombinasi dari kedua laporan tersebut.
7.
Analisa perubahan laba kotor (gross profit analysis) adalah suatu analisa untuk mengetahui sebab-sebab perubahan laba kotor suatu perusahaan dari periode ke periode yang lain atau perubahan laba kotor suatu perusahaan.
8.
Analisa break-even, adalah suatu analisis untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian atau mengalami likuid, tetapi juga dapat memperoleh keuntungan.
2.1.4 Piutang Pengertian piutang menurut Martono dan Harjito (2014:99) adalah tagihan perusahaan kepada pelanggan/pembeli atau pihak lain yang membeli produk perusahaan. Piutang usaha ini muncul karena adanya penjualan kredit. Perusahaan biasanya lebih suka melakukan penjualan secara tunai karena uang hasil penjualan dapat segera diterima. Tetapi adanya persaingan memaksa perusahaan untuk menjual produknya secara kredit. Munawir (2007:13) mendefinisikan piutang adalah tagihan kepada pihak lain (kreditur atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit. Pada dasarnya piutang bisa timbul tidak hanya karena penjualan secara kredit, tetapi dapat karena hal-hal lain misalnya piutang kepada pegawai, piutang karena penjualan aktiva tetap secara kredit, piutang karena adanya penjualan
12
saham secara angsuran, atau adanya uang muka untuk pembelian atau kontrak kerja lainnya. Dari pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan penerimaan yang diharapkan akan diterima oleh perusahaan dimasa yang akan datang sebagai akibat dari tagihan terhadap pihak lain yang belum dilunasi. 2.1.5 Manfaat Penjualan Kredit Manfaat penjualan kredit, antara lain: 1.
Memperlancar dan memperbesar omset produk yang dijual karena penjualan merupakan hal yang terpenting bagi perusahaan.
2.
Memperluas pelanggan dan dapat menjalin hubungan yang baik dengan pelanggannya.
3.
Meningkatkan daya saing perusahaan.
4.
Meningkatkan kemampuan laba perusahaan.
2.1.6 Kebijakan Penjualan Kredit Upaya untuk meningkatkan penjualan secara kredit, perusahaan perlu menetapkan kebijakan kredit. Kebijakan kredit ini meliputi sebagai berikut: (Kasmir, 2015:294-296) 1.
Standar Kredit Penjualan kredit yang diberikan ke pelanggan mengandung suatu risiko bagi perusahaan. Upaya untuk menghindari/meminimalkan risiko yang dihadapi perusahaan, perlu dilakukan analisis kredit sehingga peusahaan dapat melihat kemauan dan kemampuan pelanggan sebelum penjualan kredit diberikan.
13
2.
Persyaratan Kredit Kebijakan kredit juga berkaitan erat dengan persyaratan kredit yang diberikan. Persyaratan kredit ini berguna untuk meningkatkan penjualan kredit dan merangsang pelanggan untuk segera membayar tagihannya. Jangka waktu kredit yang diberikan juga dapat memberi ruang gerak pelanggan untuk membayar kredit yang diterimanya.
3.
Kebijakan Penagihan Kebijakan penagihan adalah tindakan perusahaan agar dapat melakukan penagihan sehingga tidak terjadi kredit macet.
2.1.7 Resiko Penjualan Kredit Keberhasilan atau kegagalan kebijakan penjualan kredit yang ditetapkan perusahaan terutama tergantung pada permintaan atas produk yang dijualnya. Kebijakan penjualan secara kredit akan meningkatkan penjualan perusahaan, tetapi juga menimbulkan resiko. Adapun beberapa resiko yang mungkin timbul adalah: (Martono dan Harjito, 2014:106) 1.
Periode pengumpulan piutang yang tidak tepat.
2.
Piutang tidak tertagih (kredit macet).
3.
Besarnya investasi yang tertanam dalam piutang tidak seimbang.
2.1.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Besar Kecilnya Piutang Menurut Riyanto (2009:85), faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dana yang diinvestasikan ke dalam piutang, sebagai berikut:
14
1.
Volume Penjualan Kredit Makin besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan, maka makin besar pula jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnyakecil jumlah penjualan kredit dari keseluruhan piutang akan memperkecil jumlah piutang.
2.
Syarat Pembayaran Bagi Penjualan Kredit Semakin panjang batas waktu pembayaran kredit berarti semakin besar jumlah piutangnya dan sebaliknya semakin pendek batas waktu pembayaran kredit berarti semakin kecil besarnya jumlah piutang.
3.
Ketentuan Tentang Batas Volume Penjualan Kredit Apabila batas maksimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif besar maka besarnya piutang juga semakin besar, dan sebaliknya bila batas maksimal volume penjualan kredit ditetapkan dalam jumlah yang relatif kecil maka besarnya piutang juga semakin kecil.
4.
Kebiasaan Membayar Para Pelanggan Kredit Apabila kebiasaan membayar para pelanggan dari penjualan kredit mundur dari waktu yang dipersyaratkan maka besarnya jumlah piutang relatif besar.
5.
Kegiatan Penagihan Piutang dari Pihak Perusahaan Apabila kegiatan penagihan piutang dari perusahaan bersifat aktif dan pelanggan melunasinya maka besarnya jumlah piutang relatif kecil, tetapi apabila kegiatan penagihan piutang bersifat pasif maka besarnya piutang relatif besar.
15
Menurut Martono dan Harjito (2014:99) besarnya investasi pada piutang yang muncul di perusahaan ditentukan oleh dua faktor. Pertama, adalah besarnya persentase penjualan kredit terhadap penjualan total. Kedua, adalah kebijakan penjualan kredit dan jangka waktu pengumpulan piutang (jangka waktu penagihan piutang). Kebijakan ini dipengaruhi oleh jangka waktu penjualan kredit, kualitas pelanggan dan usaha pengumpulan piutang. 2.1.9 Perputaran Piutang (Receivable Turn Over) Menurut Kasmir (2015:176) Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang ini berputar dalam satu periode. Piutang sebagai unsur modal kerja dalam kondisi berputar yaitu kas, proses komoditi, penjualan, piutang, kembali ke kas. Makin cepat perputaran piutang maka semakin baik kondisi keuangan perusahaan. Rasio perputaran piutang ini memberikan pemhaman tentang kualitas piutang perusahan dan kesuksesan perusahaan dalam mengumpulkan piutang tersebut. Cara mencari rasio ini adalah dengan membandingkan antara penjualan kredit (penjualan diasumsikan secara kredit) dengan rata-rata piutang. Perputaran Piutang = Penjualan Bersih Rata-rata piutang Menurut Martono dan Harjito (2014:102) tingkat perputaran ini mempunyai efek terhadap besar kecilnya modal yang tertanam dalam piutang. Makin tinggi perputaran piutang berarti modal yang tertanam dalam investasi semakin kecil, karena dana yang tertanam dalam piutang semakin cepat kembali.
16
2.1.10 Modal Kerja Modal kerja adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan dan yang dipergunakan juga untuk operasi perusahaan tersebut. Di bawah ini diterangkan tiga konsep dasar atau definisi dari modal kerja menurut Munawir (2007:114-116): 1.
Konsep Kuantitatif Konsep ini menitik beratkan kepada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai kebutuhan operasional yang bersifat rutin atau menunjukkan sejumlah dana yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital). Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas dari moda kerja, apakah modal kerja dibiayai dari modal kerja para pemilik, hutang jangka panjang maupun hutang jangka pendek, sehingga dengan modal yang besar tidak mencerminkan margin of safety para kreditur jangka pendek yang besar juga, bahkan modal kerja yang besar menurut konsep ini tidak menjamin kelangsungan operasi yang akan datang, serta tidak mencerminkan likuiditas perusahaan yang bersangkutan.
2.
Konsep Kualitatif Konsep ini menitik beratkan pada kualitas modal kerja dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun jumlah aktiva lancar dari para pemilik perusahaan. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya
17
jumlah aktiva lancar yang lebih besar dari pada jumlah hutang lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukkan pula margin of protection atau tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin aktiva lancarnya. 3.
Konsep Fungsional Konsep ini mentik beratkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan, pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income), ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menghasilkan laba di masa yang akan datang. Misalnya: bangunan, mesin-mesin pabrik, alat-alat kantor dan aktiva tetap lainnya.
2.1.11 Penggunaan Modal Kerja Penggunaan modal kerja akan dapat mempengaruhi jumlah modal kerja itu sendiri. Seorang manajer dituntut untuk menggunakan modal kerja secara tepat, sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai perusahaan. Adapun penggunaan modal kerja yang biasa dilakukan perusahaan, yaitu: (Kasmir, 2015:259) 1.
Pengeluaran untuk gaji, upah, dan biaya operasi perusahaan
2.
Pengeluaran untuk membeli bahan baku atau barang dagangan
3.
Menutupi kerugian akibat penjualan surat berharga
4.
Pembentukan dana
5.
Pembelian aktiva (tanah, bangunan, kendaraan, mesin, dan lainnya)
18
6.
Pembayaran utang jangka pendek (obligasi, hipotek, utang bank jangka panjang)
7.
Pembelian atau penarikan kembali saham yang beredar Pengambilan uang atau barang untuk kepentingan pribadi, dan penggunaan lainnya.
2.1.12 Pentingnya Modal Kerja yang Cukup Modal
kerja
sebaiknya
tersedia
dalam
jumlah
yang
cukup
agar
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak mengalami kesulitan keuangan. Manfaat lain dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah sebagai berikut: (Jumingan, 2011:67-68) 1.
Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya nilai aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunnya nilai persediaan karena harganya merosot.
2.
Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya.
3.
Memungkinkan perusahaan untuk dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa potongan harga.
4.
Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian, dan sebagainya.
5.
Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya.
6.
Meungkinkan
perusahaan
dapat
menguntungkan kepada pelanggan.
memberikan
syarat
kredit
yang
19
7.
Memungkinkan perusahaan dapat beroperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa, dan suplai yang dibutuhkan.
8.
Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi.
2.1.13 Sumber Modal Kerja Menurut Munawir (2007:95), sumber-sumber dana untuk modal kerja dapat diperoleh dari: 1.
Pendapatan Bersih Surat-surat berharga yang merupakan salah satu pos aktiva lancar dapat dijual dan dari penjualan tersebut akan timbul keuntungan. Penjualan surat berharga ini akan menyebabkan perubahan pos aktiva lancar dari pos-pos “surat-surat berharga” menjadi pos kas. Keuntungan yang diperoleh dari penjualan ini merupakan sumber dari modal kerja.
2.
Penjualan Aktiva tidak Lancar Hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan merupakan sumber lain yang menambah modal kerja. Perubahan aktiva tidak lancar tersebut menjadi kas akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjualan aktiva tidak lancar tersebut.
20
3.
Penjualan Saham atau Obligasi Untuk menambah dana atau modal kerja yang dibutuhkan, perusahaan dapat pula mengadakan emisi saham baru atau meminta pada para pemilik perusahaan untuk menambah modal kerjanya.
4.
Dana Pinjaman dari Bank Dana pinjaman jangka pendek bagi perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membiayai kebutuhan modal kerja musiman siklus, darurat dan lain-lain.
5.
Kredit dari Suplier Material barang-barang, supplier dapat dibeli atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu hutang dilunasi, perusahaan tersebut memerlukan sejumlah kecil modal kerja sehingga dapat menjadi salah satu sumber dana untuk modal kerja.
2.1.14 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Modal Kerja Modal kerja yang cukup memang sangat penting bagi perusahaan, namun untuk memenuhi kebutuhan modal kerja sangat tergantung kepada beberapa faktor yang mempengaruhi modal kerja, yaitu: (Kasmir, 2015:254-255) 1.
Jenis perusahaan Jenis kegiatan perusahaan dalam praktiknya meliputi dua macam, yaitu perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa dan non jasa (industry). Kebutuhan modal dalam perusahaan industri lebih besar dibanding dengan
21
perusahaan jasa, oleh karena itu jenis kegiatan perusahaan sangat menentukan modal kerjanya. 2.
Syarat kredit Syarat kredit atau penjualan yang pembayarannya dilakukan dengan cara angsuran juga sangat mempengaruhi modal kerja. Untuk meningkatkan penjualan bisa dilakukan dengan berbagai cara dan salah satunya adalah melalui penjualan secara kredit.
3.
Waktu produksi Waktu produksi adalah jangka waktu atau lamanya memproduksi suatu barang. Makin lama waktu yang digunakan maka akan semakin besar modal kerja yang dibutuhkan, demikian sebaliknya.
4.
Tingkat perputaran sediaan Pengaruh tingkat perputaran sediaan terhadap modal kerja cukup penting bagi perusahaan. Semakin kecil atau rendah tingkat perputaran, kebutuhan modal kerjasemakin tinggi, demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, dibutuhkan perputaran sediaan yang cukup tinggi agar memperkecil resiko kerugian akibat penurunan hargaserta mampu menghemat biaya penyimpanan dan pemeliharaan sediaan.
2.1.15 Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turn Over) Menurut Kasmir (2015:182) Perputaran modal kerja merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu. Artinya seberapa banyak modal kerja berputar selama satu
22
periode. Untuk mengukur rasio ini, kita membandingkan antara penjualan dengan modal kerja atau dengan modal kerja rata-rata. Perputaran Modal Kerja =
Penjualan Bersih Modal kerja (aktiva lancar – utang lancar)
2.1.16 Likuiditas Jeff Madura (2007:356) mendefinisikan likuiditas sebagai kemampuan sebuah perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena itu aktiva jangka pendek (kewajiban lancar), kebanyakan ukuran likuiditas membandingkan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar. Menurut Kasmir (2015:110) menyatakan likuiditas merupakan rasio yang berfungsi untuk menunjukkan atau mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya yang sudah jatuh tempo, baik kewajiban kepada pihak luar perusahaan maupun didalam perusahaan atau dengan kata lain ratio likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar utang-utang (kewajiban) jangka pendeknya yang sudah jatuh tempo. Dari pengertian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi atau membayar kewajiban jangka pendeknya yang sudah jatuh tempo. 2.1.17 Tujuan dan Manfaat Rasio Likuiditas Tujuan dan manfaat yang dapat dipetik dari rasio likuiditas adalah: (Kasmir, 2015:132-133) 1.
Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban atas utang yang segera jatuh tempo saat ditagih.
23
2.
Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar secara keseluruhan.
3.
Mengukur kemampuan perusahaan membayar kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar tanpa memperhitungkan sediaan dan piutang.
4.
Mengukur atau membandingkan antara jumlah sediaan yang ada dengan modal kerja perusahaan.
5.
Mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar utang.
6.
Sebagai alat perencanaan kedepan, dengan melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari beberapa periode.
7.
Melihat kondisi dan posisi likuiditas perusahaan dari waktu ke waktu dengan membandingkannya untuk beberapa periode.
8.
Dapat meihat kelemahan yang dimiliki perusahaan, dari masing-masing komponen yang ada di aktiva lancar dan utang lancar.
9.
Menjadi alat pemicu bagi pihak manajemen untuk memperbaiki kinerjanya dengan melihat rasio likuiditas yang ada pada saat ini.
2.1.18 Jenis-Jenis Rasio Likuiditas Jenis-jenis rasio likuiditas yang sering digunakan perusahaan untuk mengukur likuiditas yaitu: a.
Rasio Lancar (Current Ratio) Rasio lancar merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo secara keseluruhan. Rasio lancar dapat juga dikatakan sebagai bentuk untuk mengukur tingkat keamanan (margin of safety) suatu perusahaan. Perhitungan
24
rasio lancar dilakukan dengan cara membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar. (Kasmir, 2015:134) Likuiditas = Aktiva Lancar Hutang Lancar 2.2 Penelitian Terdahulu Telah ada beberapa peneliti terdahulu mengenai perputaran piutang dan perputaran modal kerja terhadap likuiditas perusahaan yang mempunyai kaitan dengan penelitian ini, yaitu: 1.
Zahro (2014:61) Melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh efisiensi modal kerja terhadap tingkat likuiditas pada PT Semen Indonesia (PERSERO) Tbk yang terdaftar di bursa efek Indonesia”. Pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda yang didahului dengan uji asumsi klasik dan pengujian hipotesis menggunakan uji kelayakan model dan uji t. Variabel independen (X) yang digunakan yaitu: Days Sales Outstanding (X1), Days Inventory Outstanding (X2), Days Payable Outstanding (X3), sedangkan variabel dependen (Y) menggunakan ukuran Likuiditas Current Ratio. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hanya satu variabel independen yaitu Days Payable Outstanding yang memiliki pengaruh signifikan terhadap likuiditas. Persamaan dari penelitian ini sama-sama melakukan penelitian tentang modal kerja dan likuiditas. Sedangkan perbedaannya, penelitian sekarang mengukur likuiditas menggunakan
25
variabel perputaran piutang (Receivable Turn Over) dan perputaran modal kerja (Working Capital Turn Over). 2.
Larasati (2014:81) Melakukan peneltian dengan judul “Pengaruh pengendalian piutang terhadap Likuiditas PT Ardiles Cipta Wijaya Surabaya”. Pada penelitian ini menggunakan
metode
kuantitatif
dengan
analisis
regresi,
korelasi,
determinasi dan uji hipotesis. Variabel independen (X) yang digunakan yaitu: Perputaran Piutang (X1), Rata-rata Pengumpulan Piutang (X2), sedangkan variabel dependen (Y) menggunakan ukuran Likuiditas Current Ratio. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa secara simultan variabel perputaran piutang dan rata-rata pengumpulan piutang berpengaruh 85,8% terhadap likuiditas dan sisanya sebesar 14,2% dipengaruhi oleh faktorfaktor lain. Sedangkan secara parsial variabel perputaran piutang berpengaruh 72,25% terhadap likuiditas dan rata-rata pengumpulan piutang berpengaruh 82,08% terhadap likuiditas. Sedangkan perbedaannya, penelitian sekarang mengukur likuiditas menggunakan variabel perputaran piutang (Receivable Turn Over) dan perputaran modal kerja (Working Capital Turn Over). 2.3 Rerangka Pemikiran Kerangka pemikiran adalah suatu tinjauan mengenai apa yang diteliti dan diterangkan dalam sebuah bagan atau narasi yang menjadi alur pemikiran penelitian. Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
26
1.
Hubungan Perputaran Piutang terhadap Likuiditas Perputaran piutang merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur berapa lama penagihan piutang selama satu periode atau berapa kali dana yang ditanam dalam piutang berputar dalam satu periode. Menurut teori yang dikemukakan oleh Kasmir (2015:177) menyatakan bahwa semakin tinggi perputaran piutang menunjukkan bahwa modal kerja yang ditanamkan dalam piutang semakin rendah dan tentunya kondisi ini bagi perusahaan semakin baik, sebaliknya jika nilai rasio semakin rendah ada over investment dalam piutang. Hal ini berarti semakin tinggi perputaran piutang maka semakin cepat tagihan yang masuk sehingga perusahaan dapat mengkonversikan tagihan yang masuk menjadi kas. Kas ini dapat digunakan perusahaan
untuk
membiayai
kegiatan
operasional
dan
membayar
pengeluaran dan kewajiban lainnya. 2.
Hubungan Perputaran Modal Kerja terhadap Likuiditas Rasio likuiditas mengukur jumlah aktiva lancar yang dapat dikonversikan menjadi kas untuk pengeluaran, tagihan dan seluruh kewajibannya yang sudah jatuh tempo. Djarwanto (2010:85) menyatakan bahwa “Perusahaan dikatakan mempunyai posisi likuiditas yang kuat apabila mampu memelihara modal kerja yang cukup untuk membelanjai operasi perusahaan yang normal”. Teori ini juga didukung oleh Kasmir (2015:252) yang menyatakan bahwa “Perusahaan dalam kondisi kekurangan modal kerja dapat membahayakan kelangsungan
27
hidup perusahaan yang bersangkutan, berakibat tidak dapat memenuhi likuiditas dan target laba yang diinginkan”. Dari teori-teori diatas dapat diketahui bahwa perputaran modal kerja sangat berpengaruh pada likuiditas perusahaan. Semakin tinggi perputaran modal kerja berarti likuiditas yang dimiliki perusahaan semakin rendah, dan begitupun dengan sebaliknya semakin rendah perputaran modal kerja berarti semakin baik tingkat likuiditas yang dimiliki perusahaan karena tersedianya aktiva lancar yang cukup untuk membayar hutang lancar tepat pada waktunya. 2.4 Rerangka Konseptual Kerangka konseptual dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
PERPUTARAN PIUTANG (X1) LIKUIDITAS PERUSAHAAN RASIO LANCAR PERPUTARAN MODAL KERJA
(Y)
(X2)
Gambar 1 Rerangka Konseptual
2.5 Perumusan Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikembangkan maka perumusan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
28
H1: Perputaran piutang berpengaruh signifikan terhadap likuiditas pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H2: Perputaran modal kerja berpengaruh signifikan terhadap likuiditas pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. H3: Perputaran modal kerja berpengaruh dominan terhadap likuiditas pada perusahaan consumer goods yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.