BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1
Tinjauan Teoretis
2.1.1 Pengertian Pasar Modal Merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengerahan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional. Menurut pendapat Fakhruddin dan Darmadji (2006), “secara formal pasar modal didefinisikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen keuangan (atau sekuritas) jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri, baik yang diterbitkan oleh pemerintah maupun perusahaan swasta”. Di Indonesia instansi yang membuat regulasi dan pengkoordinasian dari semua bursa-bursa pasar modal di Indonesia serta sebagai pengawas jalannya pasar modal adalah Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM). Pasar modal menurut keputusan Menteri Keuangan No. 1548/KMK/90 secara umum adalah suatu sistem keuangan yang terorganisasi, termasuk di dalamnya adalah bank-bank komersial dan semua lembaga perantara di bidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. 1. Efisiensi Pasar Modal Keberadaan pasar modal di Indonesia telah menjadi perhatian masyarakat karena bisa dijadikan alternatif untuk memperoleh dana bagi perusahaan yang go
8
9
public. Keberadaan pasar modal juga merupakan tempat bagi para investor untuk menanamkan modalnya dan mendapatkan keuntungan. Efisiensi pasar modal seringkali digunakan dan mengandung berbagai arti. Menurut Jogiyanto (2000) secara umum dikatakan bahwa: “Pasar modal yang efisien adalah pasar modal yang harga sekuritas-sekuritasnya setiap saat menunjukkan nilai yang sebenarnya . Pasar modal yang bagus adalah pasar modal yang efisien. Efisien yang dimaksud adalah pasar modal secara cepat dan akurat dalam merefleksikan informasi pada harga pasar saham. Menurut Jones (2004) definisi pasar modal efisien adalah “suatu pasar dimana semua informasi yang diketahui tercermin dalam harga yang cepat dan akurat”. Dari definisi diatas terdapat tiga hal yang penting untuk dipahami yaitu: 1. Fully Reflect (terefleksikan secara penuh) Maksudnya investor akan merefleksikan semua informasi harga dalam membuat keputusan menjual atau membeli. Untuk itu, harga mencerminkan semua informasi. 2. All Known Information (semua informasi yang diketahui) Direfleksikan pada harga, termasuk tidak hanya informasi masa lalu tetapi juga informasi saat ini seperti pengumuman stock split. Lebih jauh lagi, informasi yang dapat dipercaya diasumsikan direfleksikan juga oleh harga. Misalnya, jika investor percaya bahwa tingkat bunga akan menurun, harga akan merefleksikan hal ini sebelum kenyataannya terjadi yaitu tingkat bunga turun. 3. Quickly and Accurately (cepat dan akurat)
10
Dalam suatu pasar yang bersifat bebas dan kompetitif, harga komoditas komoditas yang diperdagangkan di dalamnya, terbentuk dari besarnya kekuatan penawaran dan permintaan atas komoditas tersebut, bila besarnya penawaran dan permintaan atas suatu komoditas tertentu tetap/tidak berubah, maka akan terbentuk suatu harga keseimbangan (equilibrium price) yang mencerminkan suatu kesepakatan dari berbagai pendapat/opini mengenai nilai/harga komoditas tersebut, diantara para pelaku pasar. Demikian pula yang terjadi pada pasar modal yang memperdagangkan saham-saham, harga keseimbangan yang terbentuk merupakan nilai intrinsik dari suatu saham. Harga yang terbentuk di pasar akan tetap, hingga besarnya penawaran dan permintaan yang terjadi di pasar berubah seiring dengan hadirnya suatu informasi baru. Saat suatu informasi baru yang relevan masuk pasar modal, kekuatan penawaran dan/atau permintaan atas suatu/beberapa saham tertentu akan bereaksi, sebagai akibatnya akan terbentuk harga keseimbangan baru. Semakin cepat informasi ini diserap dan diproses oleh pasar serta tercermin pada harga sahamnya, maka pasar modal tersebut akan semakin efisien, atau secara singkat dapat dikatakan bahwa konsep pasar modal yang efisien secara informasional tidak mengharapkan penyesuaian harga sekuritas terhadap informasi relevan yang ada, secara instant, hanya penyesuaian terjadi sangat cepat saat informasi diketahui. Menurut Jogiyanto (2000) terdapat tiga tingkatan dalam efisiensi pasar modal yaitu: 1. Weak Form (efisiensi pasar bentuk lemah) 2. Semistrong Form (efisiensi pasar bentuk setengah kuat)
11
3. Strong Form (efisiensi pasar bentuk kuat) Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Weak Form (efisiensi pasar bentuk lemah) Suatu keadaan pasar modal yang menyatakan harga-harga saham saat ini benar-benar mencerminkan semua informasi yang terkandung dalam harga saham di masa lalu. Disini tersirat bahwa tidak seorang investor pun mampu memperoleh
tingkat
pengembalian
yang
berlebihan
dengan
cara
mengembangkan pedoman yang didasarkan pada informasi di masa lalu, hal ini berarti bahwa para technical analyst tidak kebal terhadap efisiensi pasar bentuk lemah. Tes yang dilakukan untuk menguji efisiensi pasar bentuk lemah ini adalah dengan melihat apakah perubahan harga di masa lalu berhubungan dengan perubahan harga di masa mendatang atau tidak. b. Semistrong Form (efisiensi pasar bentuk setengah kuat) Suatu keadaan pasar modal yang menyatakan bahwa harga-harga saham benarbenar telah mencerminkan informasi di masa lalu dan informasi yang dipublikasikan. Termasuk dalam jenis informasi ini diantaranya adalah laporan tahunan perusahaan, pengumuman stock split, pengeluaran emisisaham baru, pengumuman akuisisi, laporan penasehat investasi yang diterbitkan, peraturan yang atau kebijaksanaan pemerintah yang berhubungan dengan perusahaan dan sebagainya. Disini tersirat bahwa tidak ada seorang investor pun yang mampu memperoleh hasil pengembalian yang berlebihan hanya dengan menggunakan sumber-sumber informasi yang dipublikasikan. Untuk menguji efisiensi bentuk
12
ini dilakukan dengan melihat apakah terjadi penyesuaian harga setelah suatu informasi publik diumumkan atau tidak. c. Strong Form (efisiensi pasar bentuk kuat) Suatu keadaan pasar modal yang menyatakan bahwa harga-harga saham mencerminkan secara penuh semua informasi, baik meliputi informasi mengenai harga saham di masa lalu, informasi yang dipublikasikan dan informasi yang tidak dipublikasikan. Hal ini berimplikasikan bahwa tidak ada seorang investor yang mampu menghasilkan return yang berlebihan dengan menggunakan informasi yang tidak dipublikasikan.
2.1.2 Saham 1. Pengertian Saham Saham mempunyai definisi yang beragam, diantaranya menurut Baridwan (2008), “saham merupakan bukti pemilikan Perseroan Terbatas (PT)”. Sedangkan menurut Anoraga dan Pakarti (2001), “saham didefinisikan sebagai surat berharga sebagai bukti penyertaan atau pemilikan individu maupun institusi dalam suatu perusahaan. Apabila seorang investor membeli saham, maka ia akan menjadi pemilik dan disebut sebagai pemegang saham perusahaan tersebut.” Dari definisi-definisi tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa saham adalah surat berharga yang diterbitkan oleh perusahaan penerbitnya (emiten), yang menyatakan bahwa pemilik saham mempunyai hak atas kekayaan perusahaan penerbitnya sesuai dengan jumlah nilai penyertaan saham yang dimilikinya. 2. Jenis Saham
13
Menurut Baridwan (2008), “bahwa bila perusahaan mengeluarkan satu macam saham, maka saham itu disebut saham biasa. Bila saham yang dikeluarkan itu dua macam, yang satu adalah saham biasa dan yang lain adalah saham prioritas.” a. Saham biasa Saham biasa adalah saham yang pelunasannya dilakukan dalam urutan waktu yang paling akhir dalam hal jika perusahaan dilikuidasi, sehingga risikonya adalah yang paling besar. Karena risikonya besar, biasanya jika usaha perusahaan berjalan baik maka deviden saham biasa lebih besar daripada saham prioritas. b. Saham prioritas Saham prioritas yaitu saham dimana pemegangnya (pemegang saham prioritas) mendapatkan hak terlebih dulu dalam pembagian deviden, baru bila ada kelebihan akan dibagikan kepada pemegang saham biasa. c. Sertifikat saham Sertifikat saham adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh PT. Danareksa, yaitu PT yang didirikan pemerintah untuk membeli saham-saham perusahaan yang go public melalui pasar modal dan menjualnya kembali dalam bentuk sertifikat saham. Menurut Anoraga dan Pakarti (2001), bahwa saat ini ada dua jenis saham yang diperdagangkan di Bursa Efek, yaitu: 1.
Saham biasa
2.
Saham preferen
14
Berdasarkan pendapat tersebut di atas maka dapat diuraikan sebagai berikut: a. Saham Biasa Saham biasa yaitu saham yang tidak memperoleh hak istimewa. Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh deviden sepanjang perseroan memperoleh keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS sesuai dengan jumlah saham yang dimilikinya. Jika perusahaan berbentuk perseroan, pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayaan setelah semua kewajiban dilunasi. b. Saham Preferen Saham preferen adalah saham yang diberikan atas hak untuk mendapatkan deviden dan atau bagian kekayaan pada saat perusahaan dilikuidasi terlebih dahulu dari saham biasa. Selain itu juga mempunyai preferensi untuk mengajukan usul pencalonan direksi atau komisaris. Ciri-ciri saham preferen: 1) Hak utama atas deviden Pemegang saham preferen mempunyai hak lebih dulu untuk menerima deviden.
2) Hak utama atas aktiva bersih Dalam likuidasi, pemegang saham berkedudukan sesudah kreditur biasa tetapi sebelum pemegang saham biasa. 3) Penghasilan tetap
15
Biasanya penghasilan tetap para pemegang saham berupa jumlah yang tetap dijamin kontinuitasnya. Di samping itu juga mempunyai kemungkinan untuk menerima penghasilan tambahan dari pembagian laba. 4) Jangka waktu yang tidak terbatas Saham preferen dikeluarkan untuk jangka waktu tidak terbatas. Tetapi dapat juga pengeluaran saham dilakukan dengan syarat bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham preferen tersebut dengan harga tertentu. 5) Tidak mempunyai hak suara Pada umumnya pemegang saham preferen tidak mempunyai hak suara dalam RUPS. 6) Saham preferen kumulatif Deviden yang tidak dibayar pada pemegang saham preferen tetap menjadi hutang perusahaan dan harus dibayar dalam tahun tersebut atau tahun-tahun berikutnya, bila perusahaan memperoleh laba yang mencukupi. Tunggakantunggakan pada para pemegang saham preferen harus dilunasi lebih dulu sebelum pemegang saham biasa mendapat pembagian saham.
3. Harga Saham a. Pengertian dan jenis – jenis harga saham Menurut Widoatmojo (2005), “harga saham adalah nilai dari penyertaan atau kepemilikan seseorang dalam suatu perusahaan”. Dari sumber yang sama
16
(2005), menyebutkan bahwa harga saham dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu: 1) Harga Nominal Harga nominal merupakan nilai yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkannya. Harga nominal ini tercantum dalam lembar saham tersebut. 2) Harga Perdana Harga perdana merupakan harga sebelum saham tersebut dicatatkan di bursa efek. Besarnya harga perdana ini tergantung dari persetujuan antara emiten dan penjamin emisi. 3) Harga Pasar Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu ke investor lain. Jenis harga saham yang lain dalam pasar modal, yaitu: 1) Harga Pembukaan Harga pembukaan yaitu harga yang diminta oleh penjual dan pembeli pada saat jam bursa dibuka. 2) Harga Penutupan Harga penutupan yaitu harga yang diminta oleh penjual dan pembeli pada saat akhir hari bursa. 3) Harga Tertinggi Harga tertinggi yaitu harga saham yang paling tinggi dalam satu hari bursa. 4) Harga Terendah Harga terendah yaitu harga saham yang paling rendah dalam satu hari bursa.
17
5) Harga Rata-rata Harga rata-rata merupakan rata-rata dari harga tertinggi dan harga terendah. Harga ini bisa dicatat untuk transaksi harian, bulanan, atau tahunan. 6) Indeks Harga Saham Indeks harga saham adalah angka indeks harga saham yang telah disusun dan dihitung sedemikian rupa sehingga diharapkan menghasilkan trend. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Harga saham suatu perusahaan di pasar modal sangat berfluktuasi. Gejala fluktuasi ini menunjukkan bahwa pasar berubah menyesuaikan diri terhadap informasi baru yang dapat mempengaruhi situasi pasar. Semakin tinggi harga saham perusahaan yang diperdagangkan di bursa efek, menunjukkan permintaan terhadap saham perusahaan tersebut naik. Naiknya permintaan saham suatu perusahaan dapat menggambarkan bahwa posisi keuangan perusahaan cukup kuat dengan prospek jangka panjang yang baik. Menurut Anoraga dan Pakarti (2001), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap harga saham dibagi menjadi lima kategori, yaitu: 1) Faktor Fundamental Faktor fundamental merupakan informasi yang berkenaan dengan kondisi perusahaan. Kondisi perusahaan ini sendiri berkaitan dengan kondisi internal perusahaan. Industri sejenis dan prospek perusahaan secara terperinci faktor-faktor fundamental diidentifikasikan sebagai berikut: a) Kemampuan Manajemen Perusahaan
18
Keberhasilan suatu perusahaan dalam menjalankan usahanya sangat ditentukan oleh kemampuan integritas dan profesionalisme manajemen. Manajemen harus mampu menganalisis keadaan dan perubahan yang terjadi serta mengambil langkah penyesuaian yang tepat. Penyesuaian perlu dilakukan untuk mengurangi kemungkinan adanya kerugian karena perubahan keadaan tersebut. Pengetahuan investor atas kemampuan manajemen perusahaan sangat diperlukan mengingat dana yang ditanam mereka nantinya akan dikelola oleh manajemen perusahaan. b) Prospek dan Perkembangan Perusahaan Dalam menganalisa prospek dan perkembangan perusahaan, investor harus mengetahui sejauhmana peranan perusahaan dalam perekonomian nasional. Ini dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana produk perusahaan dalam persaingannya dengan industri sejenis baik domestik dan asing mampu tumbuh berkembang. Selain itu perkembangan perusahaan juga ditentukan oleh penugasan market share yang ada. Dari informasi tersebut, investor akan mengetahui dimana posisi perusahaan sejenis. c) Rentabilitas Perusahaan Investor perlu mengetahui rentabilitas (kemampuan menghasilkan keuntungan) perusahaan mengingat beban risiko yang melekat pada investasi mereka. Informasi ini dapat diperoleh perusahaan dengan melihat data dan informasi dari laporan keuangan perusahaan. Rentabilitas ini akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan
19
perusahaan dalam melakukan pembayaran deviden dan peningkatan pendapatan per lembar saham. d) Hak-hak dan Kewajiban Investor Bila investor telah membeli satu jenis efek, maka ia perlu mengetahui hak dan kewajibannya sebagai investor. Untuk itu perlu kiranya investor menyadari hal-hal sebagai berikut: (1) Investor telah menjadi salah satu pemilik perusahaan. (2) Siap menanggung risiko atas dana yang telah diinvestasikan dalam bentuk saham. 2) Faktor Teknis Para technical analyst menganggap bahwa efek yang diperdagangkan di pasar modal semata-mata sebagai barang dagangan, sehingga faktor-faktor fundamental dikesampingkan. Informasi yang dibutuhkan para technical analyst adalah informasi yang mencerminkan kondisi perdagangan efek, fluktuasi kurs efek, volume transaksi dan sebagainya. Faktor-faktor ini akan berpengaruh secara psikologi terhadap investor dalam melakukan transaksi efek. Secara garis besar faktor-faktor yang banyak diperhatikan para technical analyst adalah sebagai berikut:
a) Keadaan dan Kekuatan Pasar Pemilihan efek yang paling tepat dan jangka waktu investasi ditentukan oleh keadaan pasar. Apabila pasar dalam keadaan optimistik (bullish),
20
maka tidak ada masalah bagi investor untuk memilih berbagai macam efek. Tetapi dalam keadaan lesu (bearish) investasi jangka pendek perlu memperhatikan kemungkinan capital loss yang cukup besar. b) Fluktuasi Kurs Efek Perkembangan kurs efek berkaitan dengan keadaan pasar efek tersebut di masa lalu, sekarang dan kecenderungannya di masa mendatang. Para technical analyst percaya bahwa pergerakan kurs efek mempunyai siklus dan interval waktu tertentu, ini sudah dibuktikan dari pengamatan yang dilakukan sekarang secara seksama. Dengan mempelajari gerakan kurs efek dari waktu ke waktu mereka berharap hasilnya dapat dipakai untuk memprediksikan pergerakan kurs di masa mendatang. c) Volume dan Frekuensi Transaksi Volume dan frekuensi transaksi perlu diketahui untuk melihat apakah saham tersebut merupakan saham yang aktif diperdagangkan atau tidak, yang selanjutnya dapat mengetahui likuidasi saham tersebut. Saham yang likuid biasanya cenderung mengalami peningkatan harga. 3) Faktor Politik Faktor-faktor ini mempengaruhi prospek dan perkembangan perusahaan, yang selanjutnya mempengaruhi bursa efek. Adapun faktor-faktor ini dapat didefinisikan sebagai berikut: a) Keadaan politik
21
Keadaan politik suatu negara tidak dapat dilepaskan dari kondisi ekonominya. Keadaan politik yang tidak menentu akan dipandang sebagai country risk bagi investor. b) Kebijakan pemerintah Untuk
negara
berkembang,
pemerintah
seringkali
mengeluarkan
kebijakan-kebijakan global dalam bidang ekonomi, moneter, fiskal maupun bidang-bidang lain yang akan memberikan pengaruh kepada sektor-sektor industri dan pasar modal. Instrumen kebijakan moneter dan fiskal seperti kebijakan tingkat suku bunga, jumlah uang yang beredar, perpajakan dan pengeluaran pemerintah sangat mempengaruhi kondisi umum pasar modal. Untuk itu investor perlu mengetahui apakah suatu perusahaan termasuk dalam perusahaan yang peka terhadap kebijakan pemerintah. Setiap kebijakan berdampak langsung dengan risiko yang melekat dan tingkat pengembalian yang diharapkan investor. 4) Faktor Ekonomi Investor perlu mengetahui bagaimana kondisi ekonomi saat ini dan di masa mendatang sesuai dengan perkiraan para pakar ekonomi. Kondisi ekonomi akan mempengaruhi
daya
beli
masyarakat
dan selanjutnya
akan
mempengaruhi perusahaan. 5) Faktor Sosial Budaya Perkembangan suatu perusahaan tidaklah dari kondisi sosial budaya masyarakat, seperti komposisi umur, tingkat pendidikan dan lain-lainnya. Faktor-faktor ini akan berpengaruh secara langsung terhadap kegiatan
22
operasional masyarakat seperti jenis dan kualitas produk yang mereka perlukan. Semakin baik kondisi budaya suatu masyarakat maka semakin tinggi kepedulian mereka atas keberadaan perusahaan, baik produknya maupun pengaruh perusahaan bagi sekitarnya. Faktor-faktor di atas secara keseluruhan merupakan informasi yang mempengaruhi
permintaan
dan
penawaran
saham,
yang
selanjutnya
mempengaruhi harga saham. Kenaikan harga saham berarti perusahaan memiliki prospek masa depan yang baik dan nantinya akan meningkatkan nilai perusahaan.
2.1.3 Leverage Dalam kegiatan bisnis, perusahaan sering dihadapkan dengan pengeluaran biaya yang bersifat tetap, yang tentu saja mengandung resiko. Berkaitan dengan itu pihak manajemen harus tahu mengenai leverage. Dimana leverage mengandung biaya tetap dalam usaha yang menghasilkan keuntungan. Ada hubungan yang sangat erat antara leverage dengan struktur modal dan pembelanjaan. Dengan hadirnya leverage di dalam struktur modal sebuah perusahaan menandakan perusahaan tersebut menghimpun pendanaan dari luar perusahaan dengan harapan untuk meningkatkan laba dari perusahaan ke depannya. Leverage itu sendiri menyangkut suatu kondisi yang baik dimana biaya stabil dan mengarah kepada sederetan besar tingkat keuntungan. Keputusankeputusan tentang penggunaan leverage seharusnya menyeimbangkan hasil pengembalian yang lebih tinggi yang diharapkan dengan bertambahnya resiko dan
23
konsekuensi yang dihadapi perusahaan jika mereka tidak dapat memenuhi pembayaran bunga atau kewajiban yang sudah jatuh tempo. Untuk lebih jelasnya, berikut pengertian leverage yang dikemukakan oleh Van Horne dan Wachowitcz (1998) sebagai berikut: “Leverage merupakan penggunaan biaya tetap untuk meningkatkan keuntungan dari suatu perusahaan”. Sedangkan menurut Riyanto (2001) adalah sebagai berikut: “Leverage dapat didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana” Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa leverage adalah penggunaan sejumlah asset atau dana oleh perusahaan dimana dalam penggunaan asset atau dana tersebut perusahaan harus mengeluarkan biaya tetap. Penggunaan asset pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan keuntungan potensial bagi pemegang saham. Di dalam manajemen keuangan umumnya dikenal dua macam leverage, yaitu leverage operasi (operating leverage) dan leverage keuangan (financial leverage). Penggunaan kedua leverage ini dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar dari pada biaya asset dan sumber dananya. Dengan demikian, penggunaan leverage akan meningkatkan keuntungan bagi pemegang saham. Sebaliknya leverage juga dapat meningkatkan resiko kerugian. Jika perusahaan mendapat keuntungan yang lebih rendah dibandingkan dengan biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Adapun rasio yang digunakan sebagai dasar pembahasan adalah Debt to Equity Ratio. Debt to Equity Ratio merupakan perhitungan sederhana yang
24
membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham atau Debt to Equity Ratio merupakan rasio yang membandingkan total hutang dengan ekuitas dari pemegang saham. Debt to Equity Ratio juga dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat risiko tak terbayarkan suatu hutang. Menurut Fakhruddin dan Darmadji (2006), Debt to Equity Ratio dapat dihitung dengan rumus: Debt to Equity Ratio =
Total Hutang Total Modal
2.1.4 Return on Equity Investor yang akan membeli saham, menggunakan pertimbangan ukuran profitabilitas Return on Equity karena mencerminkan bagian laba yang bisa dialokasikan ke pemegang saham untuk periode tertentu setelah semua hak-hak kreditur dan saham preferen telah dilunasi. Rasio Return on Equity sangat menarik bagi pemegang saham dan juga bagi manajemen karena rasio tersebut merupakan ukuran atau indikator penting dari shareholder value creation. Return on Equity mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba yang tersedia bagi pemegang saham perusahaan yang dapat juga disebut pengembalian modal sendiri. Menurut Widoatmojo (2005) menjelaskan bahwa Return on Equity adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba berdasarkan modal saham tertentu. Menurut Munawir (2002), “Return on Equity merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan keuntungan berdasarkan pada ekuitas yang dimiliki oleh suatu perusahaan”. Semakin besar Return on Equity
25
menandakan bahwa perusahaan semakin baik dalam mensejahterakan para pemegang saham atau pemilik perusahaan. Return on Equity
(ROE) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus: Return on Equity =
Laba Bersih Setelah Bunga dan Pajak Modal Sendiri
2.1.5 Earning per Share Investor mempunyai kepentingan yang cukup erat dengan kondisi keuangan perusahaan yang berguna dalam pengambilan keputusan dalam melakukan investasi saham, sehingga investor perlu menganalisis kondisi keuangan perusahaan. Untuk mengevaluasi kondisi keuangan perusahaan dapat dihitung melalui rasio keuangan perusahaan. Salah satu perhitungan yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan Earning per Share (EPS). Earning per Share (EPS) atau laba per lembar saham adalah analisis laba dari sudut pandang pemilik yang dipusatkan pada laba per lembar saham dalam suatu perusahaan. Earning per Share (EPS) sering dipandang sebagai angka yang memberikan ringkasan dan berbagai data akuntansi. Angka EPS paling sering digunakan dalam publikasi mengenai performance perusahaan yang menjual sahamnya kepada masyarakat umum. Perhitungan Earning per Share (EPS) mempunyai beberapa tujuan yaitu untuk melihat progress atau kemajuan dari operasi perusahaan, menentukan harga pasar saham, dan menentukan besarnya deviden yang akan dibagikan. Earning per Share merupakan suatu ukuran di mana baik manajemen maupun pemegang saham menaruh perhatian yang besar. Ukuran ini digunakan secara luas dan sering merupakan dasar untuk menetapkan tujuan serta sasaran spesifik perusahaan sebagai bagian dari perencanaan strategis. Earning per Share
26
merupakan pendapatan dari tiap lembar saham yang diinvestasikan yang tergantung pada laba bersih yang diperoleh perusahaan dan jumlah lembar saham yang beredar. Ada beberapa pendapat tentang Earning per Share (EPS), antara lain menurut Baridwan (2008), “earning per share adalah laba yang diterima dalam satu periode untuk tiap lembar saham yang beredar”. Menurut Widoatmojo (2005), “Earning per Share diperoleh dengan cara membagi keuntungan yang diperoleh emiten (keuntungan setelah dipotong bunga dan pajak) dengan jumlah saham yang beredar”, yang dirumuskan sebagai berikut: Earning per Share =
Laba bersih setelah bunga dan pajak Jumlah saham beredar
Sehubungan dengan itu, dalam pengertian yang tidak jauh berbeda, Kamus Pasar Modal IAI (2002), “memberikan definisi Earning per Share sebagai keuntungan bersih perusahaan dibagi dengan seluruh saham perusahaan”. Dari uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa EPS merupakan rasio yang mengukur berapa besar laba bersih yang dihasilkan perusahaan untuk tiap lembar saham biasa yang beredar. Bagi pimpinan perusahaan, rasio ini diperlukan untuk menentukan deviden yang akan dibagi. Bagi investor, rasio ini diperlukan bagi analisisnya untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan earning untuk tiap-tiap lembar sahamnya. Apabila deviden yang dibayarkan pada setiap lembar saham dibandingkan dengan pendapatan per lembar saham dalam periode yang sama, maka akan diperoleh persentase pembayaran (pay out percentage).
27
2.1.6 Hubungan Debt to Equity Ratio dengan Harga Saham Debt to Equity Ratio adalah perbandingan antara hutang yang dimiliki perusahaan dan total ekuitasnya. Debt to Equity Ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh beberapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar hutang. Rasio ini menunjukkan perbandingan antara dana pinjaman atau utang dan modal dalam upaya pengembangan perusahaan. Jika Debt to Equity Ratio perusahaan tinggi, ada kemungkinan harga saham perusahaan akan rendah karena jika perusahaan memperoleh laba, perusahaan cenderung untuk menggunakan laba tersebut untuk membayar utangnya dibandingkan dengan membagi dividend. Penelitian yang telah dilakukan Astuti (2003), yang berkaitan dengan Debt to Equity Ratio terhadap harga saham menunjukkan bahwa: Debt to Equity Ratio mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap harga saham.
2.1.7 Hubungan Return on Equity dengan Harga Saham Return on Equity adalah perbandingan antara laba bersih perusahaan dengan ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. Return on Equity merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi hak pemilik modal sendiri (saham). Return on Equity adalah rasio yang memberikan informasi pada para investor tentang seberapa besar tingkat pengembalian modal dari perusahaan yang berasal dari kinerja perusahaan menghasilkan laba. Semakin besar nilai Return on Equity maka tingkat pengembalian yang diharapkan investor juga besar. Semakin besar nilai Return on Equity maka perusahaan dianggap semakin menguntungkan oleh sebab itu investor kemungkinan akan mencari
28
saham ini sehingga menyebabkan permintaan bertambah dan harga penawaran di pasar sekunder terdorong naik. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Astuti (2003) dan Syahib Natarsyah (2000) yang menemukan bahwa Return on Equity mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham.
2.1.8 Hubungan Earning per Share dengan Harga Saham Pada semi-strong form hypothesis, harga saham dipengaruhi oleh informasiinformasi yang dipublikasikan, termasuk data-data laporan keuangan suatu perusahaan, misalnya informasi mengenai earnings. Menurut pendapat Modigliani Miller yang dikutip oleh Sartono (1998) menyatakan bahwa “harga saham dipengaruhi oleh penghasilan (earnings) dan keputusan investasi perusahaan”. Secara umum nilai saham merupakan nilai sekarang dari penghasilan per lembar saham (EPS) perusahaan sebagai salah satu indikator pertumbuhan perusahaan. Laba per saham dengan ringkas menyajikan kinerja perusahaan dikaitkan dengan saham beredar. Laba per saham yang dikaitkan dengan harga pasar saham bisa memberikan gambaran tentang kinerja perusahaan dibandingkan dengan uang yang ditanam pemilik perusahaan (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2002). Informasi Earning per Share suatu perusahaan menunjukkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap dibagikan bagi semua pemegang saham perusahaan. Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividend atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividend dan kenaikan nilai saham di masa datang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka Earning
29
per Share yang dilaporkan perusahaan. Apabila Earnings per Share perusahaan tinggi, akan semakin banyak investor yang mau membeli saham tersebut sehingga menyebabkan harga saham akan tinggi. Pernyataan tersebut diperkuat oleh hasil penelitian Astuti (2003), Noer Sasongko dan Nila Wulandari (2006) menemukan bahwa Earning per Share berhubungan positif dan signifikan terhadap harga saham.
2.1.9 Penelitian Terdahulu 1. Ahmad (2012) Meneliti tentang Analisis Pengaruh economic value added (EVA) Momentum , Net Profit Margin (NPM) , Basis Earning Power (BEP) , Return On Total Assets (ROA) , dan Return On Equity (ROE) terhadap return saham. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa variabel EVA Momentum , NPM , BEP , dan ROE masing – masing secara parsial tidak berpengaruh terhadap return saham . sementara itu , ROA berpengaruh terhadap return saham . ROA ditemukan memiliki kemampuan yang paling baik dalam menjelaskan varians dari pengembalian saham di bandingkan keempat metode yang lain . jika di lihat dari koefisien determinasi yang hanya sebesar 7,1% mengindikasikan secara gabungan variabel EVA Momentum , NPM , BEP ,ROA dan ROE hanya memberikan konstribusi sebesar 7,1 % terhadap return saham . Persamaan: a. Tujuan penelitian ini sama menggunakan variabel harga saham sebagai variabel terikatnya.
30
b. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode analisis regresi berganda. c. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel Perbedaan: a. Sampel yang digunakan peneliti terdahulu perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Jakarta , sedangkan peneliti saat ini menggunakan sampel perusahaan otomotif di Bursa Efek indonesia . b. Variabel yang digunakan , penelitian terdahulu menggunakan 5 variabel bebas: economic value added (EVA) Momentum , Net Profit Margin (NPM) , Basis Earning Power (BEP) , Return On Total Assets (ROA) , dan Return On Equity (ROE) sedangkan penelitian saat ini menggunakan 3 variabel bebas: debt to equity ratio, return on equity , dan earning per share. 2. Artatik (2007) Meneliti tentang pengaruh earning per share dan price earning ration terhadap return saham pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta . hasil penelitian menunjukkan bahwa pengujian secara parsial variabel price earning ration tidak signifikan berpengaruh terhadap return saham , variabel earning per share mempunyai pengaruh signifikan terhadap
return saham , dan variabel
earning per share mempunyai pengaruh signifikan terhadap return saham. Sedangkan hasil pengujian secara simultan variabel earning per share dan price earning ration berpengaruh signifikan terhadap return saham. Pada penelitian ini terdapat persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu:
31
Persamaan: a. Tujuan penelitian ini sama menggunakan variabel harga saham sebagai variabel terikatnya. b. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode analisis regresi berganda. c. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel. Perbedaan: a. Sampel yang digunakan peneliti terdahulu perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Jakarta , sedangkan peneliti saat ini menggunakan sampel perusahaan otomotif di Bursa Efek indonesia . b. Variabel yang digunakan , penelitian terdahulu menggunakan 2 variabel bebas: earning per share dan price earning ration sedangkan penelitian saat ini menggunakan 3 variabel bebas: debt to equity ratio, return on equity , dan earning per share. 3. Pribawanti (2007) Menelitih analisis pengaruh rasio keuangan terhadap total return saham pada perusahaan industri manufaktur yang membagikan deviden di Bursa Efek Jakarta . hasil penelitian menyimpulkan: secara simultan variabel Quik asset to inventory (QAI) , Net Profit Margin (NPM) . Return On Equity (ROA) , Debt to Total Asset (DTA) , Debt to Equity Ration (DER) dan Earning Per Share (EPS) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel total return saham . secara parsial variabel QAI tidak signifikan berpengaruh terhadap total return saham dengan
32
koefisien determinasi persial sebesar 0,46% , secara parsial variabel NPM berpengaruh secara signifikan terhadap total return
saham dengan koefisien
determinasi parsial sebesar 4,05% secara parsial variabel ROA berpengaruh secara signifikan terhadap total return saham dengan koefisien determinasi parsial sebesar 4,5% secara parsial variabel DTA berpengaruh secara signifikan terhadap total return saham dengan koefisien determinasi parsial sebesar 9,7% secara parsial variabel DER berpengaruh secara signifikan terhadap total return saham dengan koefisien determinasi parsial sebesar 6,8% secara parsial variabel EPS berpengaruhsecara signifikan terhadap total return saham dengan koefisien determinasi parsial sebesar 12,4%. Persamaan: a. Tujuan penelitian ini sama menggunakan variabel harga saham sebagai variabel terikatnya. b. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode analisis regresi berganda. c. Kedua penelitian ini sama –sama menggunakan metode purposive sampling dalam pengambilan sampel. Perbedaan: a. Sampel yang digunakan peneliti terdahulu perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Jakarta , sedangkan peneliti saat ini menggunakan sampel perusahaan otomotif di Bursa Efek indonesia . b. Variabel yang digunakan , penelitian terdahulu menggunakan 5 variabel bebas: Quik asset to inventory (QAI) , Net Profit Margin (NPM) . Return On Equity
33
(ROA) , Debt to Total Asset (DTA) , Debt to Equity Ration (DER) dan Earning Per Share (EPS) sedangkan penelitian saat ini menggunakan 3 variabel bebas: debt to equity ratio, return on equity , dan earning per share.
34
Penelitian Terdahulu Penelitian
Judul
Variabel
Alat Analisis
Hasil
(Tahun)
Ahmad
Analisis Pengaruh economic value
Variabel
regresi linier
Pengaruh EVA , NPM ,BEP
( 2012)
added (EVA) Momentum , Net
Dependen:
berganda
,ROA dan ROE mempunyai
Profit Margin (NPM) , Basis
EVA , NPM ,BEP
pengaruh positif terhadap
Earning Power (BEP) , Return On
,ROA dan ROE
harga saham
Total Assets (ROA) , dan Return
Variabel
On Equity (ROE) terhadap return
Independen : harga
saham.
saham
Artatik
pengaruh earning per share dan
Variabel dependen
regresi linier
Pengaruh EPS dan PER
(2007)
price earning ration terhadap
: EPS dan PER
berganda
mempunyai pengaruh
return saham pada perusahaan
Variabel
manufaktur di Bursa Efek Jakarta
independen : harga
positif terhadap harga saham
saham Pribawati
analisis pengaruh rasio keuangan
Variabel dependen:
regresi linier
analisis pengaruh rasio
(2007)
terhadap total return saham pada
Rasio Keuangan
berganda
keuangan berpengaruh
perusahaan industri manufaktur
Variabel
positif positif terhadap total
yang membagikan deviden di
independen : harga
return saham
Bursa Efek Jakarta
saham
Herlina
Pengaruh Debt to Equity Ratio,
Variabel dependen
regresi linier
Pengaruh DER , ROE dan
(2016)
Return on Equity dan Earning Per
: DER
berganda dan
EPS mempunyai pengaruh
Share terhadap Harga Saham pada
EPS
uji residual
positif terhadap harga saham
Perusahaan Otomotif yang
Variabel
terdaftar di Bursa Efek Indonesia
independen : harga saham
Sumber : diolah
35
2.2
Rerangka Pemikiran Berdasarkan permasalahan dan teori yang mendukung maka dapatdisusun
suatu kerangka berpikir yang menggambarkan bagaimana pola hubungan antar variabel, guna mengkaji permasalahan yang ada ke dalam suatu dugaan ilmiah atau hipotesis.rerangkapemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari gambar 1 berikut ini. Debt to Equity Ratio (DER) Return on Equity (ROE)
Harga Saham (HS)
Earning per Share (EPS) Gambar 1 Rerangka Pemikiran
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah , tujuan penelitian , landasan teoretis di atas, maka hipotesis yang di ajukan adalah: H1: Debt to Equity Ratio berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2014. H2: Return on Equity berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2014. H3: Earning per Share berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2014.