BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Pemasaran Menurut Kotler dan Keller (2009:5), Pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:6), Pemasaran merupakan sebuah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan untuk tujuan mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pemasaran adalah sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan produk atau jasa yang menciptakan nilai bagi pelanggan untuk mendapatkan nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.
2.1.2 Manajemen Pemasaran Menurut Kotler dan Amstrong (2008:10) manajemen pemasaran adalah seni dan ilmu memilih target pasar dan membangun hubungan yang menguntungkan dengan target pasar tersebut.
7
2.1.3 Konsep Pemasaran Perusahaan yang menitik beratkan kegiatan usahanya untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen mengenal suatu falsafah yang mendasari usahanya untuk mencapai tujuan jangka panjang yang disebut dengan konsep pemasaran. Menurut Kotler dan Keller (2009:20) bahwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi ialah menjadi lebih efektif dari pada pesaing dalam menciptakan, menghantarkan, dan mengkonsumsikan nilai konsumen yang lebih baik kepada pasar sasaran yang dipilih. Pada intinya konsep pemasaran dapat berguna dan bermanfaat bagi perusahaan dalam mencapai tujuan jangka panjang yaitu kelangsungan hidup perusahaan. Dalam menetapkan konsep perusahaan dituntut untuk mengamati lingkungan dan harus tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen. Banyak sekali perusahaan yang menyadari arti penting pemasaran, bahkan pemasaran dianggap sebagian dari tombak keberhasilan suatu perusahaan. Konsep pemasaran ini dimulai dari mengenal kebutuhan dan keinginan konsumen, kemudian itu perusahaan memutuskan kebutuhan mana yang akan dipilih dengan melibatkan berbagai pihak yang di dalam perusahaan dalam proses memuaskan konsumen dan bisa berorientasi pada pasar.
2.1.4 Manajemen Ritel 1.
Pengertian Manajemen Ritel Menurut (Utami 2008:1) Ritel dapat diartikan sebagai aktivitas yang
berupaya untuk menambah nilai barang dan jasa yang ditujukan untuk memenuhi
7
8
kebutuhan konsumen. Hal ini, perusahaan ritel dapat menjalankan fungsi distribusi agar barang yang dibutuhkan oleh konsumen bisa dimanfaatkan pada waktu, tempat, dan jumlah yang dibutuhkan. 2.
Konsep Ritel Modern Utami (2010:10) beranggapan bahwa paradigma ritel modern merupakan
pandangan yang menekankan pengelolaan ritel dengan menggunakan pendekatan modern dimana konsep pengelolaan usaha ritel lebih ditekankan dari sisi pemenuhan kebutuhan konsumen yang menjadikan pasar sasaran. Yang menjadikan salah satu ciri dalam bisnis ritel modern ini, yaitu meningkatnya kebutuhan terhadap aplikasi teknologi sistem informasi, misalnya pengguna aplikasi sistem operasi toko dengan komputer seperti: Point of Sales (POS), Electronic Data Interchange (EDI), Dan EFT (Electronic Fund Transfer), dimana aplikasi sistem tersebut diharapkan menunjang peningkatan efisiensi. Adapun macam-macam ritel modern di Indonesia, Utami (2006:12) sebagai berikut: a.
Minimarket : Luas ruang minimarket adalah antara 50m2 sampai 200m2.
b.
Convenience store : Gerai ini mirip dengan minimarket yang menjual hanya lini terbatas dari berbagai produk kebutuhan sehari-hari yang berputarannya relatif tinggi, tetapi berbeda dalam segi harga, jam buka, luas ruang, dan lokasi. Convenience store ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian dengan cepat tanpa harus mengeluarkan upaya yang besar dalam mencari produk-produk yang diinginkannya. minimarket ada yang buka 24 jam yang luasnya antara 200m2 sampai 450m2 dan berlokasi di tempat yang
9
strategis. Yang sebagian produk-produknya dijual dengan harga yang lebih tinggi dari pada yang dijual di supermarket. c.
Toko khusus (specialty store) berkonsentrasi pada sejumlah terbatas kategori produk-produk komplementer dan memiliki level layanan yang tinggi. Format toko khusus ini memungkinkan ritel untu memperhalus strategi segmentasi yang dijalankan serta menetapkan barang dagangan pada target pasar yang lebih spesifik. Toko khusus tidak hanya merupakan jenis toko namun juga merupakan metode operasi ritel, yaitu hanya mengkhususkan diri pada jenis barang dagangan tertentu, misalnya perhiasan, pakaian anak-anak, produk olahraga, produk perlengkapan bayi, dan lain-lain.
d.
Toko diskon (discount store) merupakan jenis ritel yang menjual sebgian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri (private label) maupun merek-merek lain yang sudah dikenal luas. Tetapi, merek-merek tersebut kebanyakan bukan merek yang berorientasi fesyen dibandingkan merek-merek barang dagangan yang dijual pada department store.
e.
Toko kategori (category specialist) merupakan toko diskon dengan variasi produk yang dijual lebih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Ritel ini merupakan salah satu toko diskon yang paling dasar. Beberapa toko kategori ini menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi beberapa toko menggunakan asisten untuk melayani konsumen.
f.
Factory outlet adalah sebuah toko yang berbentuk fisik ataupun online
10
dimana produsen secara langsung menjual produknya kepada konsumen. g.
Dstribution outlet ialah jenis toko yang menjual pakaian dan aksesoris yang dititipkan oleh pembuat pakaian atau yang diproduksi sendiri
h.
Supermarket tradisional merupakan supermarket ini khususnya melayani penjualan makanan, daging, serta produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk non makanan, seperti produk kesehatan, kecantikan, dan produk-produk umum lainnya. Sedangkan supermarket konvensional yang lebih luasnya juga untuk menyediakan layanan antar, menjual roti dan kue-kue (bakery), bahan makanan mentah serta produk non makanan disebut sebagai superstore.
i.
Supercenter adalah supermarket jenis ini memiliki lebihan sebagai tempat belanja dalam satu atap one stop shopping) sehingga banyak pengunjungnya yang datang dari tempat yang jauh.
j.
Hypermarket merupakan salah satu bentuk supermarket yang memiliki persediaan lebih sedikit dibandingkan supercenter, yaitu lebih dari 25.000 item yang meliputi produk makanan, perkakas (hardware), peralatan olahraga, furnitur, perlengkapan rumah tangga, komputer, elektronik, dan sebagainya. Dengan demikian, hypermarket adalah toko eceran yang mengombinasikan pasar swalayan dan pemebri diskon lini penuh.
k.
Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yang minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir dan bisnis kecil dan biasanya lokasinya di luar kota. Pada jenis ritel ini, interior yang digunakan lebih
11
sederhana. Produk yang dijual meliputi makanan dan produk umum biasa lainnya. l.
Department store merupakan jenis ritel yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan beberapa staf, seperti layanan pelanggan (customer service) dan tenaga sales counter.
m. Off-price retailing merupakan ritel jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fesyen dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan label produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya. n.
Value retailing merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah, dan biasanya beralokasi di daerahdaerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional.
3.
Bauran Pemasaran Ritel Bauran pemasaran merupakan elemen yang terpenting dalam strategi
pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan ritel. Penerapan bauran pemasaran diharapkan mampu menjadi daya tarik bagi konsumen untuk memilih suatu perusahaan ritel guna untuk melakukan transaksi pembelian terhadap suatu produk dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginannya. Bauran pemasaran ritel adalah strategi pemasaran yang yang mengacu pada beberapa variabel, dimana peritel dapat mengombinasikan variabel-variabel tersebut untuk menjadikan jalan alternatif dalam upaya menarik konsumen.
12
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat dinyatakan bahwa bauran pemasaran ritel merupakan alat pemasaran yang digunakan oleh peritel untuk mencapai tujuan pemasarannya yang diantaranya lokasi, merchandise, harga, promosi, atmosfer gerai, dan pelayanan ritel.
2.1.5 Perilaku Konsumen 1.
Pengertian Perilaku Konsumen Setiap konsumen mempunyai dua sifat motivasi membeli yang saling
tumpang tindih dalam dirinya, emosional, dan rasional. Motivasi yang dipengaruhi emosi berkaitan dengan perasaan, baik itu dalam keindahan, gengsi atau perasaan lainnya termasuk iba dan rasa marah. Faktor indah atau bagus dan faktor gengesi akan lebih banyak pengaruhnya dibandingkan rasa iba atau marah saat berbelanja. Dan sikap belanja rasionalnya dipengaruhi oleh alasan rasional dalam pikiran seseorang konsumen. Cara berpikir konsumen bisa begitu kuat sehingga membuat perasaan gengsi menjadi amat kecil atau hilang (Ma’ruf, 2006:51). Sifat motivasi terjadi dalam perilaku berbelanja di tempat belanja, khususnya yang berupa pusat perbelanjaan seperti pasar, mall, plaza, atau trade center. Sifat rasional yang kuat menyebabkan konsumen berorientasi '' belanja adalah belanja'', yang dimana dimaksudkan dalam tujuan belanja adalah mencari barang yang dibutuhkan atau diinginkan sehingga aspek fungsional pusat perbelanjaan lebih diutamakan dari pada suasana yang memikat hati (Ma’ruf, 2006:52). Dan sebaliknya konsumen yang berorientasi ''refresh'' akan mencari
13
pusat perbelanjaan yang menyenangkan. Kemudian mereka beranggapan bahwa ''belanja ya belanja akan tetapi lebih baik dan nyaman jika suasana toko menyenangkan. Konsumen di Indonesia kebanyakan berbelanja di gerai modern yang lebih cenderung ke orientasi ''refresh''. Minimarket merupakan contoh dari gerai modern yang mengalami pertumbuhan pesat dan ini pertanda bahwa faktor ''refresh'' cukup kuat. Adapun kelebihan dari minimarket tersebut, yaitu dilihat dari penataan, kebersihan, dan ruangan yang ber AC. Sedangkan menurut Kotler, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:8) menjelaskan bahwa perilaku konsumen adalah suatu studi tentang unit pembelian bisa perorangan, kelompok, atau organisasi. Dan masing-masing unit tersebut akan membentuk pasar sehingga muncul pasar individu atau pasar konsumen, unit pembelian kelompok, dan pasar bisnis yang dibentuk organisasi. Dari pengertian perilaku konsumen di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah ilmu yang mempelajari perilaku individu, kelompok, atau organisasi dan proses-proses yang digunakan untuk menyeleksi, menggunakan produk, pelayanan, pengalaman untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. 2.
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Sangadji dan Sopiah 2013:21, menjelaskan bahwa proses keputusan
untuk memilih barang atau jasa dan lain sebagainya dapat mempengaruhi perilaku konsumen dalam faktor lingkungan, yang meliputi: a.
Kondisi ekonomi Kondisi ekonomi yang stabil memudahkan produsen atau pemasar
14
menentukan
strategi
pemasaran.
Kondisi
ekonomi
mempengaruhi
perancangan strategi pemasaran dan mempengaruhi perilaku konsumen. Kondisi ekonomi konsumen yang stabil dan baik akan memudahkan konsumen untuk merencanakan pembelian. Tetapi, ketika kondisi ekonomi sakit, tidak mudah lagi bagi konsumen untuk membuat keputusan pembelian produk. b.
Politik/ hukum Peraturan atau perundang-undangan atau politik, baik yang dibuat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, sangat mempengaruhi kegiatan pemasaran. Situasi dan kondisi politik yang karut-marut akan menyulitkan pemasar untuk menetapkan strategi pemasaran produk. Sebaliknya, situasi dan kondisi politik yang aman, tenteram, dan stabil akan memudahkan produsen atau pemasar menentukan strategi pemasaran yang tepat. Kondisi politik atau peraturan atau perundang-undangan juga mempengaruhi perilaku konsumen.
c.
Budaya Kebudayaan adalah simbol dan fakta yang kompleks, yang merupakan hasil cipta, karsa, dan karya manusia yang dipercayai, dipedomani, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya; sebagai penentu dan pengatur tingkah laku manusia dalam masyarakat tertentu. Faktor budaya yang mempengaruhi strategi pemasaran perusahaan, diantaranya dalam hal gaya hidup, nilai-nilai atau norma-norma, kepercayaan, kebiasaan, selera, dan kelas sosial masyarakat. Perilaku konsumen juga dipengaruhi budaya.
15
d.
Teknologi Teknologi mempengaruhi strategi pemasaran produsen atau pemasar untuk membujuk konsumen terutama dalam hal selera dan gaya hidup, cara hidup, dan pola konsumsi konsumen. Perkembangan dalam bidang tekonologi telah mengubah cara atau gaya hidup seseorang. Penemuan teknologi komunikasi membuat masyarakat di segala lapisan dan umur menggunakan ponsel. Teknologi juga mempengaruhi perilaku konsumen. Dengan semakin meningkatnya kemajuan di bidang teknologi, kebutuhan dan keinginan konsumen pun meningkat, baik secara kualitas maupun kuantitas. Kemudian Faktor pribadi atau faktor internal dalam diri seseorang adalah faktor penting dari proses pembelian dalam diri konsumen. Suatu stimulasi, misalnya program pemasaran perusahaan, akan mempunyai dampak yang berbeda terhadap seorang konsumen dibandingkan dengan konsumen lainnya. Pemahaman faktor pribadi ini sangat penting untuk meningkatkan efisiensi suatu program pemasaran. Faktor pribadi terdiri atas aspek pribadi usia dan tahan hidup, pekerjaan, kondisi keuangan, gaya hidup, kepribadian, konsep diri dan aspek kejiwaan psikologis-motivasi, persepsi, kepercayaan dan perilaku (Ma'ruf, 2006:59).
2.1.6 Citra Merek 1.
Pengertian Citra Menurut Buchori (2009:76) mengatakan bahwa: ''Image is on the receiver
side'' sedangkan dengan ''Identity is on the sender's side'' Artinya, citra (imange)
16
adalah bagaimana masyarakat mengartikan semua tanda-tanda yang dikeluarkan /disampaikan oleh merek melalui barang-barang, jasa-jasa, dan program komunikasinya dengan perkataan lain citra adalah reputasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi citra perusahaan, yaitu: a.
Orientasi terhadap manfaat yang telah diberikan atau diterima, dan sebagaimana diinginkan oleh kelompok khalayak sasarannya.
b.
Manfaat yang ditampilkan melalui kualitas atau kuantitas pelayanan cukup realistis dan mengesankan bagi khalayaknya.
c.
Citra yang baik tersebut telah dipresentasikan berdasarkan kemampuan perusahaan, kebanggaan, nilai-nilai kepercayaan, kejujuran dan mudah dimengerti oleh publik sebagai khalayak sasaran.
d.
Citra yang baik muncul dari akibat penilaian atau tanggapan publik, terhadap berbagai aktivitas, empati, prestasi-prestasi, dan reputasi perusahaan selama melakukan berbagai kegiatannya.
e.
Citra baik perusahaan lainnya yang dapat timbul dari aspek yang menampilkan keseriusannya dalam tanggung jawab sosial perusahaan yang lebih peduli pada kelestarian lingkungan hidup, menggunakan teknologi ramah lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.
2.
Pengertian Merek Sebelum memasuki penjelasan dari pengertian brand image itu sendiri, maka
terlebih dahulu akan menjelaskan arti brand (merek). Setiap produk yang dijual di pasar tentu memiliki merek, dimana merek tersebut sebagai pembeda antara satu produk dengan produk yang lainnya. Menurut Kotler (2002:460), merek
17
merupakan nama, istilah, tanda, symbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang atau jasa dari seorang atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. 3.
Manfaat Merek Adapun manfaat merek menurut Rangkuti, 2004 (dalam Sangadji dan
Sopiah, 2013:325) seabagai berikut: a.
Bagi perusahaan 1)
Nama merek memudahkan penjual mengolah pesanan-pesanan dan memperkecil timbulnya permsalahan.
2)
Nama merek dan tanda dagang secara hukum akan melindungi penjualan dari pemalsuan ciri-ciri produk,. Karena bila tidak, setiap pesaing akan meniru produk yang telah berhasil di pasaran.
3)
Merek memberikan peluang bagi penjual untuk mempertahankan kesetiaan konsumen terhadap produknya.
4)
Merek dapat membantu penjual mengelompokkan pasar ke dalam segmen-segmen.
5) b.
Citra perusahaan dapat dibina dengan adanya nama yang baik.
Bagi distributor 1)
Memudahkan penanganan produk.
2)
Mengidentifikasi pendistribusian produk.
3)
Meminta produk agar berada pada standar mutu tertentu.
4)
Meningkatkan pilihan para pembeli.
18
c.
Bagi konsumen 1)
Memudahkan mengenali mutu.
2)
Dapat berjalan dengan mudah dan efisien, terutama ketika membeli kembali.
3)
Dengan adanya merek tertentu, konsumen dapat mengaitkan status dan prestisenya.
4.
Pengertian Citra Merek Menurut Shimp et al, 2000 (dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:327) citra
merek (brand image) dapat dianggap sebagai jenis asosiasi yang muncul dibenak konsumen ketika mengingat sebuah merek tertentu. Asosiasi tersebut secara sederhana dapat muncul dalam bentuk pemikiran atau citra tertentu yang dikaitkan dengan suatu merek, sama halnya ketika kita berpikir mengenai orang lain. Berdasarkan definisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa citra merek dapat positif dan negatif yang tergantung pada persepsi seseorang terhadap merek. 5.
Indikator Citra Merek Menurut Pujadi, 2010:49 ada berbagai macam dimensi atau indikator dari
brand image adalah: a.
Kesan Profesional: produk memiliki kesan profesional atau memiliki keahlian bidangnya.
b.
Kesan Moderen: produk memiliki kesan moderen atau memiliki teknologi yang selalu mengikuti perkembangan jaman.
c.
Melayani semua segmen: produk mampu melayani semua segmen yang ada, tidak hanya melayani segmen yang khusus saja.
19
d.
Perhatian pada pelanggan: produk perhatian atau peduli pada keinginan atau kebutuhan pelanggan.
2.1.7 Periklanan 1.
Pengertian Periklanan Menurut Shimp, T (2010:192) menyatakan bahwa periklanan merupakan
bentuk komunikasi berbayar termediasi dari sumber yang jelas, didesain untuk mempengaruhi penerimaan supaya melakukan sesuatu yang sekarang atau dimasa yang akan datang. Sedangkan menurut Sangadji dan Sopiah (2013:225) iklan adalah salah satu dari empat jenis promosi yang digunakan pemasar untuk mengarahkan komunikasi yang menyakinkan kepada konsumen dan konsumen potensial. Yang dimaksud dari konsumen potensial adalah konsumen yang sudah loyal dalam toko tersebut. 2.
Tujuan Iklan Menurut Shimp, T (2010) Iklan bertujuan untuk meningkatkan reaksi calon
pembeli atau pembeli potensial terhadap perusahaan dan penawaran produk perusahaan. Iklan dirancang untuk meningkatkan penjualan produk dan keuntungan perusahaan. 3.
Jenis-jenis iklan Menurut Kotler (2002:659) membagi iklan kepada empat golongan, yaitu:
a.
Informative Advertising adalah digunakan oleh perusahaan disaat terjadi peluncuran produk baru, berguna untuk memberitahukan pada masyarakat atau pasar tentang keberadaan produk baru, menginfromasikan kegunaan
20
baru, perubahan harga, cara kerja, pelayanan, memperbaiki kesalahan persepsi, membangun citra merek perusahaan. b.
Persuasive Advertising adalah disaat persaingan di pasar meningkat, perusahaan bertujuan membentuk permintaan sehingga konsumen memilih produk yang dihasilkan perusahaan dibandingkan produk lain.
c.
Comparison Advertising adalah variasi dari iklan persuasif yang bentuknya membandingkan langsung suatu merek dengan merek lain.
d.
Reminder Advertising adalah tipe iklan yang sangat vital bagi produk yang berada pada tahap dewasa, iklan membuat konsumen selalu mengingat keberadaan produk.
4.
Indikator Periklanan Menurut Kotler dan Amstrong, 2009:150 (dalam Prasetya, 2016) periklanan
dalam hal ini merupakan semua bentuk presentasi nonpribadi dan promosi, ide, barang, atau jasa yang dibayar oleh sponsor tertentu. Adapun indikator dari periklanan sebagai berikut: a.
Penemuan informasi tentang produk.
b.
Design media yang digunakan menarik.
c.
Informasi yang disampaikan dalam berbagai media jelas
d.
Pesan yang terkadang dalam berbagai media dapat dipercaya.
2.1.8 Suasana Toko (Store Atmospher) 1.
Pengertian Suasana Toko (Store Atmosphere) Pengertian dari Store Atmosphere dapat di kemukakan oleh Ma'ruf, 2006:201
21
adalah Salah satu marketing mix dalam gerai yang berperan penting dalam memikat pembeli, membuat mereka nyaman dalam memilih barang belanjaan dan mengingatkan mereka akan produk apa yang dimiliki baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan rumah tangga. Store atmosphere juga akan mempengaruhi konsumen. Agar konsumen merasa senang berkunjung dan akan melakukan pembelian ulang di toko tersebut. Sehingga konsumen dapat dijadikan pelanggan yang setia. 2.
Tujuan Suasana Toko (Store Atmosphere) Menurut Lamb dan Mc. Daniel, 2008:26 (dalam Puspitasari, 2016)
menyatakan bahwa ada macam-macam tujuan yang mempengaruhi store atmosphere dan faktor-faktor dari store atmosphere, yaitu: a.
Penampilan eceran toko membantu menentukan citra toko dan memposisikan eceran toko dalam benak konsumen.
b.
Tata letak toko yang efektif dan strategis tidak hanya akan memberikan kenyamanan dan kemudahan, melainkan juga mempunyai pengaruh yang besar pada pola lalu lintas pelanggan dan perilaku berbelanja. Dari kesimpulan diatas store atmosphere bertujuan untuk memengaruhi
kedaan emosi pembeli yang menyebabkan atau memengaruhi pembelian. Keadaan emosional akan membuat dua perasaan senang dan membangkitkan keinginan konsumen. 3.
Indikator Suasana Toko (Store Atmosphere) Suasana toko (Store Atmosphere) memiliki indikator-indikator yang
semuanya berpengaruh terhadap suasana toko yang ingin diciptakan. Indikator
22
dari store atmosphere itu sendiri sebagai berikut: Menurut Berman dan Evans,2009:546 (dalam Puspitasari,2016) membagi indikator store atmosphere ke dalam 4 elemen, yaitu: a.
Exterior (bagian luar toko) Bagian depan toko adalah bagian yang termuka. Maka ia hendaknya memberikan kesan yang menarik. Dengan mencerminkan kemantapan dan kekokohan, maka bagian depan dan bagian luar ini dapat menciptakan kepercayaan dan goodwill. Di samping itu hendaklah menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Karena bagian depan dan eksterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan maka sebaiknya dipasang lambang-lambang.
b.
General interior (bagian dalam toko) Berbagai motif konsumen memasuki toko, hendaknya memperoleh kesan yang menyenangkan. Kesan ini dapat diciptakan misalnya dengan warna dinding toko yang menarik, musik yang diperdengarkan, serta roma/bau dan udara didalam toko.
c.
Store layout (tata letak toko) Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari jalan/gang di dalam toko cukup lebar dan memudahkan orang untuk berlalulalang, serta fasilitas toko seperti kelengkapan ruang ganti yang baik dan nyaman.
d.
Interior display (pemajang) Sangat menentukan bagi suasana toko karena memberikan informasi kepada
23
konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba bagi toko.
2.1.9 Kepuasan Konsumen 1.
Pengertian Kepuasan Konsumen Menurut Sangadji dan Sopiah (2013:180) kepuasan atau ketidakpuasan
adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja produk yang riil/aktual dengan kinerja produk yang diharapkan. Menurut Kotler dan Keller (2009:138) secara umum, kepuasan (satisfaction) adalah
perasaan
senang
atau
kecewa
seseorang
yang
timbul
karena
membandingkan kinerja yang dipersepsikan produk (atau hasil) terhadap ekspetasi mereka. Menurut Zeithmal dan Bitner, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:180), kepuasan konsumen merupakan “customer’s evaluation of a product or service in terms of whether that product or service has met their needs and expectation.” Konsumen yang merasa puas pada produk atau jasa yang dibeli dan digunakannya akan kembali menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan. Menurut Kotler, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:181), Kepuasan konsumen diukur dengan seberapa besar harapan konsumen tentang produk dan pelayanan sesuai dengan kinerja produk dan pelayanan yang aktual. Kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa yang muncul setelah membandingkan persepsi atau kesan dengan kinerja suatu produk dan harapan-
24
harapan. Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan pengertian kepuasan konsumen adalah perasaan senang atau kecewa dari konsumen yang muncul setelah membandingkan persepsi atau kesan dengan kinerja suatu produk dan harapan-harapannya, dimana bila konsumen merasa puas pada produk atau jasa yang dibeli dan digunakannya akan kembali menggunakan jasa atau produk yang ditawarkan. 2.
Manfaat Kepuasan Konsumen Kepuasan konsumen sangatlah bermanfaat bagi perusahaan dalam rangka
mengevaluasi perusahaan yang saat ini dibandingkan dengan pesaing serta perusahaan bisa menemukan bagian mana yang membutuhkan perbaikan. Menurut Tjiptono dan Anastasia (2004:102) setelah adanya kepuasan pelanggan dapat memberikan berbagai manfaat, yang diantaranya: a.
Hubungan perusahaan dan para pelanggannya menjadi harmonis
b.
Menebari dasar yang baik bagi pembelian ulang
c.
Dapat mendorong terciptanya loyalitas terhadap pelanggan
d.
Membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan
e.
Reputasi perusahaan menjadi baik
f.
Laba yang diperoleh dapat meningkat Jadi kepuasan konsumen ini sangat penting. Jika perusahaan tersebut
berorientasi
pada
konsumen dan
perusahaan. Maka,
perusahaan dapat
mewujudkan dan mempertahankan kepuasan konsumen dengan baik.
25
3.
Pengukuran Kepuasan Konsumen Untuk mengukur kepuasan konsumen menurut (Kotler, 2005:72) ada
berbagai cara yang dapat dilakukan: a.
Sistem keluhan dan saran Perusahaan yang fokus kepada pelanggan mempermudah pelanggannya
untuk memberikan saran dan keluhan terhadap perusahaan. Setiap organisasi yang berorientasi pada pelanggan (customer oriented) perlu memberikan kesempatan yang luas kepada para pelanggannya untuk menyampaikan saran, pendapat, dan keluhan mereka. b.
Ghost shooping Salah satu cara untuk memperoleh gambaran mengenai kepuasan pelanggan
adalah dengan mempekerjakan beberapa orang untuk berperan atau bersikap sebagai pelanggan/pembeli potensial produk perusahaan dan pesaing. Kemudian mereka melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan produk perusahaan dan pesaing berdasarkan pengalaman mereka dalam pembelian produk-produk tersebut. c.
Analisa Pelanggan Yang Hilang (Lost customer analisys) Perusahaan-perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang telah
berhenti membeli produk perusahaan ataupun telah berpindah pada pemasok lain untuk mempelajari sebabnya. d.
Survei kepuasan pelanggan Perusahaan harus menghubungi para pelanggan yang berhenti membeli atau
yang telah beralih ke pemasok lain guna mempelajari alasan kejadian itu. Ada dua
26
hal yang harus diperhatikan adalah; pertama, melakukan wawancara terhadap pelanggan yang keluar setelah berhenti membeli, yang kedua adalah memantau tingkat kehilangan pelanggan. 5.
Indikator Kepuasan Konsumen Menurut Consuegra, 2007:178 (dalam Sari, 2016:29) menyatakan bahwa
mengukur kepuasan konsumen dapat melalui 3 dimensi yaitu: a.
Kesesuaian harapan. Kesesuaian harapan adalah jasa yang ditawarkan sesuai dengan harapan para pelanggan.
b.
Persepsi kinerja, yaitu hasil atau kinerja pelayanan yang diterima sudah sangat baik atau belum.
c.
Penilaian pelanggan: Dari secara keseluruhan pelayanan yang diterima pelanggan lebih baik atau tidak jika dibandingkan dengan jasa lainnya yang menawarkan jasa yang sama.
2.1.10 Loyalitas Konsumen 1.
Pengertian Loyalitas Konsumen Menurut Griffin, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah 2013:104) menyatakan
''loyality is defined as non random purchase expressed over time by some decision making unit.'' Berdasarkan definisi tersebut dapat dijelaskan bahwa loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus terhadap barang atau jasa dari suatu perusahaan yang dipilih. Adapun menurut Morais, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah 2013:104)
27
menyatakan bahwa loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisten. Berdasarkan definisi-definisi diatas terlihat jelas bahwa loyalitas lebih ditujukan pada suatu perilaku, yang ditunjukkan dengan pembelian rutin dan didasarkan pada unit pengambilan keputusan. 2.
Karakteristik Loyalitas Konsumen Konsumen yang loyal merupakan aset penting bagi perusahaan. Hal ini dapat
dilihat dari karakteristik yang dimilikinya. Griffin, 2008:75 (dalam Ramadhan, 2016) menyatakan bahwa konsumen yang loyal memiliki karakteristik sebagai berikut: a.
Melakukan pembelian ulang secara teratur (makes regular repeat purchase) Loyalitas lebih mengacu pada wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus menerus terhadap barang/jasa suatu perusahaan yang dipilih. Tingkat kepuasan terhadap toko akan mempengaruhi mereka untuk membeli kembali.
b.
Membeli di luar lini produk/jasa (purchase across product and service lines) Membeli di luar lini produk dan jasa artinya keinginan untuk membeli lebihdari produk dan jasa yang telah ditawarkan oleh perusahaan. Konsumen yang sudah percaya pada perusahaan dalam suatu urusan makan akan percaya juga untuk urusan lain.
c.
Mereferensi toko kepada orang lain, artinya menarik konsumen baru untuk perusahaan (Refers other). Konsumen yang loyal dengan sukarela
28
merekomendasikan perusahaan kepada teman-teman dan rekannya. d.
Menunjukkan kekebalan daya tarik dari pesaing (Demonstrates an immunitybto the full the competition). Tidak mudah terpengaruh oleh tarikan persaingan perusahaan sejenis lainnya.
3.
Tahap-Tahap Loyalitas Konsumen Proses seseorang calon pelanggan menjadi pelanggan yang loyal terhadap
perusahaan terbentuk melalui beberapa tahapan. Brown dalam Hurriyati, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah 2013:107) mengemukakn bahwa loyalitas pelanggan memiliki tahapan yang sesuai dengan nilai seumur hidup pelanggan (customer lifetime value). Tahapan tersebut adalah: a.
The Courtship Pada tahapan ini hubungan yang terjalin antara perusahaan dengan pelanggan terbatas pada transaksi. Pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik, mereka akan berpindah.
b.
The Relationship Pada tahapan ini tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan harga dan produk, walaupun tidak ada jaminan bahwa pelanggan tidak akan melihat produk pesaing. Selain itu, pada tahap ini terjadi hubungan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.
c.
The Marriage Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya sudah
29
dapat dipisahkan. Loyalitas terbentuk akibat adanya tingkat keputusan yang tinggi. Pada tahapan ini pelanggan akan terlibat secara pribadi dengan perusahaan dan loyalitas tercipta seiring dengan kepuasan terhadap perusahaan dan ketergantungan pelanggan. Tahapan maariage yang sempurna diterjemahkan ke dalam pelanggan pendukung (advocate customer), yaitu pelanggan yang merekomendasikan produk perusahaan kepada orang lain dan memberikan masukan pada perusahaan apabila terjadi ketidakpuasan. 4.
Indikator Loyalitas Konsumen Menurut Tjiptono, 2005 (dalam Sangadji dan Sopiah, 2013:115)
mengemukakan enam indikator yang bisa digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen, yaitu: a.
Pembelian ulang.
b.
Kebiasaan mengonsumsi merek.
c.
Rasa suka yang besar pada merek.
d.
Ketetapan pada merek.
e.
Keyakinan bahwa merek tertentu merek yang terbaik.
f.
Perekomendasian merek kepada orang lain.
2.1.11 Penelitian Terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang menjadi landasan ide penelitian ini, sebagai berikut: Peneliti Kurniawati, Suharyono dan Kusumawati (2014) yang berjudul
30
''Pengaruh Citra Merek dan Kualitas Produk Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan (Studi pada pelanggan KFC Cabang Kawi Malang).'' Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan kuesioner secara langsung di KFC Cabang Kawi Malang. Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis jalur (path analysis). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variabel Citra Merek berpengaruh langsung dan signifikan terhadap variabel Kepuasan Pelanggan, variabel Kualitas Produk berpengaruh langsung dan signifikan terhadap variabel Kepuasan Pelanggan, variabel Kepuasan Pelanggan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap Loyalitas Pelanggan, variabel Citra Merek berpengaruh langsung dan tidak signifikan terhadap variabel Loyalitas Pelanggan, variabel Kualitas Produk berpengaruh langsung dan signifikan terhadap variabel Kepuasan Pelanggan. Peneliti Harianto dan Subagio (2013) dengan judul ''Analisa Pengaruh Kualitas Layanan, Brand Image, dan Atmosfer terhadap Loyalitas Konsumen dengan Kepuasan Konsumen sebagai variabel intervening konsumen Kedai Dejavu Surabaya.'' Hasil analisis ini menggunakan Structural Equation Model (SEM) menyimpulkan bahwa kualitas layanan, brand image, dan atmosfer yang dimiliki oleh Kedai Deja-vu Surabaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kepuasan konsumen. Hasil lain menunjukkan bahwa kepuasan konsumen Kedai Deja-vu Surabaya memiliki pengaruh yang signifikan terhadap loyalitas konsumen Kedai Deja-vu Surabaya. Peneliti Heryati (2015) dengan judul ''Kualitas Pelayanan, Store Atmosphere, Private Brand Terhadap Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Hypermart Puri
31
Jakarta.'' Masalah ini diamati oleh dengan metoda kausalitas dengan sampel pelanggan. Data diperoleh dengan melakukan penyebaran kuesioner kepada para responden. Hasil penelitian, variabel Kualitas Pelayanan, Store Atmosphere, Private Brand berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. Pada variabel Loyalitas Store Atmosphere dan Private Label tidak berpengaruh secara langsung kecuali Kualitas Pelayanan. Implikasi dari hasil penelitian ini, maka perlu dilakukan peningkatan kualitas variabel Store Atmosphere dan Private Label karena pelanggan menilai kedua variabel ini relatif rendah kualitasnya. Peneliti Pramudyo (2012) dengan judul ''Pengaruh Citra Merek Terhadap Loyalitas Melalui Kepuasan sebagai intervening.'' Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel purposive sampling. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa citra merek berpengaruh secara signifikan terhadap kepuasan dan loyalitas, kepuasan berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas, dan kepuasan merupakan variabel intervening pengaruh antara citra merek terhadap loyalitas. Peneliti
Sondakh
(2014)
''Kualitas
Layanan,
Citra
Merek,
dan
berpengaruhnya terhadap Kepuasan Nasabah dan Loyalitas Nasabah Tabungan (Studi Pada Nasabah Taplus BNI Cabang Manado).'' Metode pengambilan data dilakukan dengan survei menggunakan kuesioner, dan analisis data menggunakan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh signifikan terhadap variabel kepuasan nasabahsecara parsial. Variabel citra merek berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel kepuasan nasabah secara parsial sementara variabel kepuasan nasabah berpengaruh
32
signifikan terhadap variabel loyalitas nasabah. 2.2 Rerangka Konseptual Berdasarkan tujuan, landasan teori dan penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dapat disusun kerangka konseptual seperti yang tersaji dalam gambar 2.3 berikut ini:
Citra Merek (CM)
Iklan (IK)
Kepuasan Konsumen (KK)
Suasana Toko (ST)
Gambar 1 Rerangka Konseptual
Loyalitas Konsumen (LK)
33
2.3 Hipotesis Berdasarkan permasalahan dan perumusan masalah yang dikemukakan tersebut, maka hipotesis dalam penelitian sebagai berikut : H1: Citra merek berpengaruh langsung terhadap loyalitas konsumen Alfamart Jatisari Indah Sidoarjo. H2: Iklan berpengaruh langsung terhadap loyalitas konsumen Alfamart Jatisari Indah Sidoarjo. H3: Suasana toko (Store Atmosphere) berpengaruh langsung terhadap loyalitas konsumen Alfamart jatisari Indah Sidoarjo. H4: Citra merek berpengaruh tidak langsung terhadap loyalitas konsumen yang dimediasi oleh kepuasan konsumen Alfamart Jatisari Indah Sidoarjo. H5: Iklan berpengaruh tidak langsung terhadap loyalitas konsumen yang dimediasi oleh kepuasan konsumen Alfamart Jatisari indah Sidoarjo. H6: Suasana toko (Store Atmosphere) berpengaruh tidak langsung terhadap loyalitas konsumen yang dimediasi oleh kepuasan konsumen Alfamart Jatisari Indah Sidoarjo.