BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1
Laporan Keuangan
2.1.1.1 Pengertian Laporan Keuangan Akuntansi merupakan sebuah proses yang merekam aktivitas bisnis perusahaan yang dikuantifikasi dalam nilai moneter sehingga menghasilkan laporan, dimana laporan tersebut akan dikomunikasikan kepada pihak-pihak internal maupun eksternal sebagai alat pengambilan keputusan. Para pemakai laporan keuangan antara lain manajer, investor, kreditor, serikat buruh, dan pemerintah. Masing-masing pihak tersebut tentu memiliki kepentingan yang berbeda atas bisnis perusahaan. Oleh karena itu, pernyusunan laporan keuangan perlu distandarkan pada prinsip akuntansi berterima umum (PABU) yang telah disusun IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.1 menyatakan bahwa laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas. Tujuan laporan keuangan adalah memberikan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, dan arus kas entitas yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan keuangan dalam pembuatan keputusan ekonomi. Laporan keuangan juga menunjukan hasil pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumberdaya yang dipercayakan pada mereka (IAI, 2012: 1.3).
6
7
Laporan keuangan memegang peran penting untuk bahan analisis fundamental para investor. Samsul (2006: 128) seperti dikutip Pamungkas dan Budiyanto (2013a: 52) berpendapat bahwa laporan keuangan merupakan sarana terpenting bagi investor untuk mengetahui perkembangan perusahaan secara periodik. 2.1.1.2 Komponen Laporan Keuangan Dalam International Financial Reporting Standard (IFRS) komponen laporan keuangan terdiri atas laporan posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan, dimana setiap laporan memiliki fungsi yang berbeda-beda namun memiliki keterkaitan satu sama lain. Berikut penjelasan komponen laporan keuangan: 1.
Sumber daya yang dikendalikan perusahaan (aktiva) merupakan investasi yang diharapkan untuk menghasilkan laba di masa depan melalui aktivitas operasi. Untuk melakukan aktivitas operasi, perusahaan membutuhkan pendanaan untuk membiayainya. Kewajiban (liability) merupakan pendanaan dari kreditor, dan ekuitas pemilik (shareholder’s equity) merupakan total dari pendanaan yang diivestasikan pemilik dan akumulasi laba yang tidak dibagikan kepada pemilik. Jika dari aktivitas operasi perusahaan mengalami keuntungan, tingkat investasi (aktiva) dan pendanaan (ekuitas) meningkat, sebaliknya saat perusahaan rugi, baik investasi atau pendanaan akan menurun (Wild et al., 2008a: 23). Neraca (balance sheet) yang terkadang disebut laporan
posisi
keuangan
adalah
suatu
daftar
yang
menyajikan
8
keseimbangan antara jumlah aset (aktiva) perusahaan terhadap liabilitas (kewajiban) dan ekuitas pada suatu tanggal tertentu. 2.
Laporan laba rugi (income statement) merupakan gambaran dari keberhasilan atau kegagalan aktivitas operasi suatu perusahaan. Hasil aktivitas operasi dapat diukur dengan laba yang diperoleh, dimana laba diperoleh dari pendapatan dikurangi dengan macam-macam beban. Menurut Kieso et al. (2008a: 140) informasi dalam laporan laba rugi dapat digunakan investor dan kreditor untuk mengevaluasi kinerja masa lalu perusahaan, memberikan dasar untuk memprediksikan kinerja masa depan, dan membantu menilai resiko atas ketidakpastian pencapaian arus kas masa depan.
3.
Laba atau rugi perusahaan akan berpengaruh pada modal pemilik. Apabila perusahaan memperoleh laba, maka laba tersebut akan menambah modal pemilik. Sebaliknya jika perusahaan menderita kerugian, maka rugi tersebut akan mengurangi modal pemilik. Hal ini disajikan tersendiri dalam laporan perubahan ekuitas. Wild et al. (2008b: 25) menyatakan bahwa laporan ini bermanfaat untuk mengidentifikasi alasan perubahan klaim pemegang ekuitas atas aktiva perusahaan.
4.
Laporan arus kas (statement of cash flows) adalah suatu laporan yang memberikan informasi mengenai arus kas perusahaan, yaitu penerimaan dan pengeluaran kas dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan selama suatu periode waktu tertentu. Menurut Bodie et al. (2006: 289) laporan arus kas menjadi bukti kesehatan perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat membayar dividen, maka laporan ini akan memperlihatkan bahwa arus kas operasinya
9
tidak mencukupi dan perusahaan telah menggunakan pinjaman untuk mempertahankan dividen pada tingkat yang tidak berkesinambungan. 5.
Catatan atas laporan keuangan menyajikan catatan dan informasi yang ditambahkan pada bagian akhir laporan keuangan untuk memberikan tambahan
informasi
kepada
pengguna
laporan
keuangan
seperti
pengungkapan dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. Catatan atas laporan keuangan membantu pengguna laporan keuangan untuk melakukan perbandingan dengan laporan keuangan perusahaan lain.
2.1.2
Analisis atas Laporan Keuangan
Analisis laporan keuangan merupakan pengaplikasian berbagai teknik analisis pada nilai-nilai yang tersaji dalam laporan keuangan sehingga menghasilkan rasio-rasio keuangan yang diekspresikan dalam persentase, tingkat, atau proporsi. Dengan kata lain, analisis laporan keuangan adalah pengkonversi data-data dalam laporan keuangan menjadi informasi yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan. Menurut Kieso et al. (2008b: 222) terdapat empat jenis utama rasio, yaitu: 1.
Rasio Likuiditas (Liquidity Ratios). Mengukur kemampuan jangka pendek perusahaan untuk membayar kewajibannya yang jatuh tempo. Berikut ini adalah beberapa rasio yang termasuk dalam kategori rasio likuiditas:
a.
Rasio lancar untuk mengukur kemampuan menghitung utang jangka pendek.
10
b.
Rasio cepat (acid test ratio) untuk mengukur likuiditas jangka sangat pendek.
c.
Rasio cakupan utang tunai lancar untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban lancarnya dalam suatu tahun dari operasinya.
2.
Rasio Aktivitas (Activity Ratios). Mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan aktiva yang dimiliki. Berikut ini merupakan rasio yang termasuk dalam kategori rasio aktivitas:
a.
Perputaran piutang untuk mengukur likuiditas piutang.
b.
Perputaran persediaan untuk mengukur likuiditas persediaan.
c.
Perputaran aktiva untuk mengukur seberapa efisien aktiva digunakan untuk menghasilkan penjualan.
3.
Rasio Profitabilitas (Profotability Ratios). Mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan perusahaan atau divisi tertentu sepanjang suatu periode
11
tertentu.
Berikut
adalah
rasio-rasio
yang
termasuk
kategori
rasio
profitabilitas: a.
Margin laba terhadap penjualan mengukur laba bersih yang dihasilkan oleh setiap dolar penjualan.
b.
Tingkat pengembalian atas aktiva untuk mengukur pofitabilitas aktiva secara keseluruhan.
c.
Tingkat pengembalian atas ekuitas saham biasa untuk mengukur profitabilitas dari investasi pemilik.
d.
Laba per saham digunakan untuk mengukur laba bersih yang dihasilkan oleh setiap lembar saham biasa.
e.
Rasio harga-laba digunakan untuk mengukur rasio harga pasar per saham terhadap laba per saham.
12
f.
Payout Ratio digunakan untuk mengukur persentase laba yang didistribusikan sebagai deviden tunai.
4.
Rasio Cakupan (Coverage Ratios). Mengukur tigkat perlindungan bagi kreditor dan investor jangka panjang. Berikut ini rasio-rasio yang termasuk dalam kategori rasio cakupan:
a.
Utang terhadap total aktiva untuk mengukur persentase total aktiva yang diberikan oleh kreditor.
b.
Time interest earned untuk mengukur kemampuan untuk memenuhi pembayaran bunga pada saat jatuh tempo.
c.
Rasio cakupan utang tunai untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban totalnya dalam suatu tahun dari operasinya.
d.
Nilai buku per saham untuk mengukur jumlah yang akan diterima setiap saham jika perusahaan dilikuidasi pada jumlah yang dilaporkan di neraca.
13
Bernstein dan Prastowo (lihat Wijaya, 2006: 21) menyatakan bahwa analisis laporan keuangan memiliki tujuan untuk: 1.
Screening, yaitu anlisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger.
2.
Forcasting, maksudnya analisis digunakan untuk meramalkan kondisi keuangan suatu perusahaan dimasa yang akan datang.
3.
Diagnosis, yaitu melihat kemungkinan adanya maslaah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah lain.
4.
Evaluation, yaitu menilai prestasi manajemen, operasional, dan efisiensi.
2.1.3
Model Diskriminan Altman (Z-Score)
Penilaian
kesehatan
kinerja
keuangan
dengan
model
multivariate
discriminant analysis (MDA) yang dikemukakan oleh Edward I. Altman dari New York University pada tahun 1968 telah menguji 22 rasio keuangan dari 33 perusahaan manufaktur, namun hanya 5 rasio keuangan yang terbukti dominan sebagai prediktor perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Berikut ini 5 rasio keuangan yang digunakan dalam model Diskriminan Altman:
Rasio X1 digunakan untuk menilai likuiditas suatu perusahaan dengan cara membandingkan modal kerja (aset lancar – liabilitas lancar) dengan total aset. Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan akan memiliki nilai rasio yang kecil karena nilai liabilitas lancarnya yang besar sehingga modal kerja perusahaan
14
juga menjadi kecil. Rasio ini menilai kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitas lancar (jangka pendek).
Rasio X2 digunakan untuk menilai besarnya kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba (posisi profitabilitas), serta membandingkannya dengan total aset sebagai efisiensi usaha. Perusahaan yang sedikit menghasilkan laba dalam aktivitas operasinya, maka akan memiliki nilai saldo laba yang kecil sehingga nilai rasio ini pun juga menjadi kecil. Terlebih untuk perusahaan yang mengalami kerugian, nilai rasio ini akan menjadi negatif. Rasio ini mengindikasikan kondisi perusahaan pada tahun berjalan dan tahun yang akan datang.
Rasio X3 juga disebut rate of return dimana digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan pada seluruh aset untuk menghasilkan laba operasional bagi para investor. Produktivitas perusahaan dapat diukur dengan rasio ini, yaitu apabila dana dari pinjaman dan investasi dikelola dengan baik sehingga perusahaan banyak menghasilkan uang dan dapat membayar tingkat suku bunga, maka perusahaan dikatakan produktif. Rasio ini juga termasuk dalam rasio profitabilitas.
15
Nilai pasar saham biasa dan saham preferen dalam rasio ini disebut Market Value of Equity. Rasio X4 mengukur kemampuan perusahaan dalam memberi jaminan untuk setiap liabilitasnya melaui ekuitas perusahaan sendiri. Rasio ini memprediksi kesulitan keuangan lebih efektif karena rasio ini menunjukan seberapa banyak nilai investasi (aset) perusahaan yang berkurang sebelum total liabilitasnya melebihi total aset. Rasio ini termasuk dalam rasio aktivitas.
Rasio X5 ini digunakan untuk menunjukkan efektivitas manajemen dalam memaksimalkan penjualan melalui penggunaan seluruh aset perusahaan sehingga memperoleh laba. Rasio perputaran aset menggambarkan bahwa jika perputaran modal lambat, maka hal ini menunjukan bahwa aset yang dimiliki terlalu besar dibandingkan dengan kemampuan perusahaan untuk menjual. Kelima rasio keuangan tersebut akan diolah dengan formula Diskriminan Altman (Z-Score). Menurut Altman dan Hotchkiss (lihat Faldini, 2010: 5) terdapat tiga formula model Diskriminan Altman (Z-Score) yang dibedakan berdasarkan objek analisisnya, yaitu: 1.
Z-Score untuk Public Manufacture Public manufacture adalah perusahaan yang mengolah sendiri produknya,
mulai dari bahan baku hingga menjadi barang jadi. Selain itu perusahaan juga telah terdaftar (listing atau go public di Bursa Efek) sehingga sahamnya dapat dimiliki oleh masyarakat. Formula Z-Score untuk kategori ini yaitu:
16
Dengan nilai cut-off Z-Score sebagai berikut: Tabel 1 Z-Score Public Manufacture Z-Score Z-Score > 2,99 1,81 ≤ Z-Score ≤ 2,99 Z-Score < 1,81 Sumber: Faldini (2010) 2.
Indikasi Sehat Daerah Rawan Potensial Bangkrut
Z-Score untuk Private Manufacture Private manufacture adalah perusahaan yang memproduksi sendiri barang-
barang yang akan dijualnya dan perusahaan ini dimiliki ole sekelompok orang. Formula Z-Score untuk kategori ini yaitu:
Dengan nilai cut-off Z-Score sebagai berikut: Tabel 2 Z-Score Private Manufacture Z-Score Z-Score > 2,90 1,23 ≤ Z-Score ≤ 2,90 Z-Score < 1,23 Sumber: Faldini (2010) 3.
Indikasi Sehat Daerah Rawan Potensial Bangkrut
Z-Score untuk Non Manufacture Non manufacture adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa. Formula
Z-Score ini cocok untuk mengevaluasi potensi kebangkrutan pada perusahaan retailer, telekomunikasi, perhotelan dan pariwisata, penerbangan dan perusahaan lainnya. Formula Z-Score untuk kategori ini yaitu:
17
Dengan nilai cut-off Z-Score sebagai berikut: Tabel 3 Z-Score Non Manufacture Z-Score Z-Score > 2,60 1,10 ≤ Z-Score ≤ 2,60 Z-Score < 1,10 Sumber: Faldini (2010)
2.1.4
Indikasi Sehat Daerah Rawan Potensial Bangkrut
Kelebihan dan Kelemahan Model Diskriminan Altman (Z-Score)
BAPEPAM (2005) seperti dikutip Kamal (2012: 33) menyatakan bahwa kelebihan dari hasil Z-Score antara lain: 1.
Menggabungkan berbagai resiko keuangan secara bersama-sama.
2.
Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan variabelvariabel independen.
3.
Mudah dalam penerapan. Sedangkan kelemahan dari hasil Z-Score antara lain:
1.
Nilai Z-Score bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.
2.
Model Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya akan rendah.
3.
Perhitungan Z-Score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara sekaligus.
18
2.1.5
Harga Saham
Harga suatu saham merupakan nilai sekarang dari arus kas yang akan diterima oleh pemilik saham dikemudian hari (Pamungkas dan Budiyanto, 2013b: 51). Hutami (2012a: 107) berpendapat bahwa berikut penilaian-penilaian saham: 1.
Nilai Buku Nilai buku per lembar saham adalah nilai aktiva bersih yang dimiliki oleh pemegang saham dengan memiliki satu lembar saham.
2.
Nilai Pasar Nilai pasar adalah nilai saham di pasar, yang ditunjukkan oleh harga saham tersebut di pasar.
3.
Nilai Intrinsik Nilai intrinsik atau dikenal dengan nilai teoritis merupakan nilai saham yang sebenarnya atau seharusnya terjadi. Dalam membeli atau menjual saham investor harus membandingkan nilai intrinsik dengan nilai pasar saham yang bersangkutan sehingga investor harus mengerti cara menghitung nilai intrinsik suatu saham. Jika nilai pasar lebih besar dari nilai instrinsiknya, maka saham tersebut lebih baik dijual, tetapi jika nilai pasar lebih kecil dari nilai instrinsik, maka saham tersebut lebih baik dibeli. Widoatmojo (2005: 91) dalam Hutami (2012b: 107) menyatakan bahwa harga
saham dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1.
Harga nominal adalah harga yang tercantum dalam sertifikat saham yang ditetapkan oleh emiten untuk menilai setiap lembar saham yang dikeluarkan.
19
2.
Harga perdana adalah harga yang didapatkan pada waktu harga saham tersebut dicatat di bursa efek.
3.
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang lain. Menurut Roos dan Westerfield (lihat Mulyana, 2011: 2) harga pasar saham
adalah nilai saham yang terjadi akibat diperjualbelikannya saham tersebut. Adapun penentuan harga jual saham yang diperdagangkan di pasar perdana ditentukan oleh emiten (issuing firm) dan penjamin emisi (underwriter). Jadi harga jual merupakan kesepakatan kedua belah pihak (harga yang terbentuk merupakan negotiated price). Harga pasar saham merupakan harga saham yang paling mudah ditemukan, karena diumumkan setiap hari di media masa. Harga tersebut berdasar dari aktivitas trading suatu saham pada bursa efek. Terdapat tiga kategori dalam harga pasar saham, yaitu harga tertinggi (high price), harga terendah (low price), dan harga penutupan (closing price). Harga saham bergerak secara acak berarti bahwa fluktuasi harga saham tergantung pada informasi baru (new information) yang akan diterima, tetapi informasi tersebut tidak diketahui kapan akan diterimanya sehingga informasi baru dan harga saham itu disebut unpredictable. Apakah informasi tersebut bersifat kabar buruk (bad news) ataukah kabar baik (good news) juga tidak diketahui. Apabila sudah diketahui, maka informasi itu disebut sebagai informasi sekarang (today’s information) dan segera akan mempengaruhi harga saham sekarang. Akan tetapi, tidak ada satu pun pihak yang dapat terus menerus
20
menebak dengan benar harga saham pada esok hari karena informasi baru untuk esok hari tidak dapat diketahui pada hari ini. Perkiraan harga saham esok harus dapat dilakukan pada hari ini berdasarkan informasi hari ini, tetapi tidak menjamin kebenarannya (Samsul, 2006a: 269)
2.1.6
Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga Saham
Altman (lihat Edward, 2008: 5) menyatakan bahwa penyebab utama kebangkrutan adalah managerial incompetence. Atau dengan kata lain jika kinerja aspek-aspek perusahaan tersebut terus memburuk maka akan memicu terjadinya kebangkrutan. Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa kinerja aspek-aspek perusahaan yang buruk dapat menyebabkan kebangkrutan dan kondisi ini dapat berpengaruh terhadap naik turunnya harga pasar saham perusahaan tersebut. Sunariyah (1997:
99)
dalam
Agustina
(2008b:
25) harga saham
mencerminkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan dapat diketahui dari informasi akuntansi yang disajikan oleh perusahaan. Berdasarkan informasi tersebut investor dapat melakukan penilaian atas kinerja keuangan perusahaan. Penilaian kinerja perusahaan di masa lalu dan ekspektasinya di masa depan merupakan faktor penentu harga saham. Pesatnya perkembangan ekonomi membuat transaksi jual-beli saham tidak lagi sebagai dasar kepemilikan terhadap suatu perusahaan, tetapi juga ingin mengambil keuntungan (capital gain) dari pergerakan harga saham itu sendiri. Karena tujuan lain tersebut, maka harga saham suatu perusahaan akan mengalami fluktuasi sesuai dengan informasi yang beredar di bursa efek. Selain ditentukan
21
oleh kinerja keuangan perusahaan itu sendiri, harga saham juga dapat dipengaruhi oleh permainan trading para investor dan spekulan. Meskipun bermacam-macam motivasi investor dan spekulan untuk membeli saham, perusahaan harus tetap fokus pada kinerja keuangannya agar harga sahamnya dapat naik. Fokus perusahaan dalam memperbaiki kinerja keuangan adalah meningkatkan penjualan sehingga laba bersih perusahaan dan laba per saham (earnings per share) juga meningkat.
2.1.7
Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang menganalisis kesehatan kinerja keuangan dengan menggunakan model Diskriminan Altman (Z-Score) serta pengaruhnya terhadap harga saham, yaitu: 1.
Penelitian yang dilakukan Nahdiah (2000) dalam Ahmad dan Oetomo (2007: 19) menguji korelasi antara Altman Z-score dan EVA dengan pergerakan harga saham pada 10 harga saham perusahaan yang mempunyai volume perdagangan teraktif selama tahun 1995-1998 menyimpulkan bahwa secara simultan Altman Z-score dan EVA memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Sedangkan secara parsial hanya Altman Z-score saja yang berpengaruh secara signifikan.
2.
Widyastuti (2006) yang menguji pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan jasa khususnya perusahaan yang bergerak dibidang restoran, hotel, dan pariwisata. Dari hasil penelitiannya dapat diketahui
22
bahwa tidak ada perbedaan harga saham antara perusahaan yang masuk kategori sehat dan tidak sehat. 3.
Agustina (2008) meneliti tentang analisis kinerja keuangan perusahaan manufaktur dan pengaruhnya terhadap harga saham. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja keuangan berpengaruh terhadap harga saham, namun pengaruh tersebut lemah. Selain itu diketahui pula bahwa terdapat perbedaan harga saham perusahaan untuk kategori sehat, daerah rawan, dan bangkrut.
4.
Penelitian serupa dilakukan oleh Siregar (2008) yang menganalisis potensi kebangkrutan terhadap pergerakan harga saham pada perusahaan manufaktur. Dalam hasil penelitiannya dijelaskan bahwa potensi kebangkrutan tersebut berpengaruh sangat signifikan terhadap pergerakan harga saham. Namun terdapat faktor lain (diluar potensi kebangkrutan Altman) sebesar 88,8% yang mempengaruhi harga saham, artinya pengaruh tersebut juga lemah.
5.
Sedangkan Haryanto (2008) yang meneliti pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap harga saham pada perusahaan industri barang konsumsi. Pada hasil penelitian disimpulkan bahwa prediksi kebangkrutan dengan model Diskriminan Altman (Z-Score) tidak berpangaruh terhadap harga saham.
6.
Penelitian serupa juga dilakukan oleh Edward (2008) yang menganalisis perbandingan kinerja keuangan dan hubungannya dengan harga pasar saham pada 2 perusahaan property dan real estate selama periode 2001-2005. Dalam penelitian tersebut dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Z-Score dengan harga pasar saham untuk kedua perusahaan tersebut.
23
7.
Wiyanti (2010) yang menguji pengaruh prediksi kebangkrutan terhadap harga saham pada perusahaan farmasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa prediksi kebangkrutan model Altman (Z-Score) berpengaruh terhadap harga saham.
8.
Andeni (2010) juga melakukan penelitian serupa dengan hasil pengujian menunjukkan tidak terdapat pengaruh kebangkrutan terhadap harga saham. Dengan demikian disimpulkan bahwa kebangkrutan tidak berpengaruh terhadap harga saham yang dicerminkan dengan tidak terdapatnya perbedaan harga saham perusahaan kategori non-bangkrut, perusahaan kategori bangkrut dan perusahaan kategori gray area Perbedaan konsistensi dalam penelitian-penelitian terdahulu tersebut menjadi
motivasi untuk dilakukannya penelitian ini.
24
2.2 Rerangka Pemikiran Laporan Keuangan
Kinerja Keuangan diukur menggunakan “Diskriminan Altman (Z-Score)” sebagai variabel independen
Sehat
Tidak Sehat
Z-Score > 2,60
Z-Score ≤ 2,60
“Harga Saham” sebagai variabel dependen Gambar 1 Rerangka Pemikiran Pengaruh Kinerja Keuangan terhadap Harga saham Dari rerangka pemikiran pada gambar 1, dapat diketahui bahwa data-data penelitian bersumber dari laporan keuangan. Informasi-informasi dalam laporan keuangan akan diolah menggunakan model Diskriminan Altman (Z-Score) guna mengetahui kondisi kesehatan kinerja keuangan perusahaan. Kemudian kinerja keuangan perusahaan dikelompokkan dalam kategori sehat dan tidak sehat sesuai nilai Z-Score. Setelah itu, akan dianalisis pengaruhnya (Z-Score dan Kesehatan Kinerja Keuangan) terhadap harga saham perusahaan.
25
2.3 Perumusan Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah dan rerangka pemikiran yang telah diuraikan pada bagian pendahuluan, maka hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perhotelan dan pariwisata yang terdaftar di BEI. H2: Terdapat perbedaan harga saham untuk perusahaan dengan kategori sehat dan tidak sehat.