BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1
Inflasi
Inflasi dikatakan sebagai suatu proses kenaikan harga secara umum, yaitu adanya kecenderungan bahwa harga barang meningkat secara terusmenerus. Inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinue. Dimana Inflasi bukan berarti tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukkan inflasi.
Dikatakan tingkat harga secara umum karena barang dan jasa itu banyak sekali jumlah dan jenisnya. Ada kemungkinan harga sejumlah barang yang turun, tetapi banyak barang lainnya yang justru naik harganya. Kenaikan satu dua barang saja bukan merupakan inflasi, kecuali bila kenaikan harga barang tersebut meluas pada sebagian besar harga barangbarang lainya.
2.1.1.1 Faktor-faktor Inflasi 1.
Kenaikan harga Harga barang dapat di katakana naik jika harganya menjadi tinggi dari harga sebelumnya.
2.
Bersifat umum
Kenaikan harga suatu barang tidak dapat di katakan inflasi jika naiknya barang tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum . 3.
Berlangsung terus-menerus
Naiknya harga suatu barang tidak dapat di katakana inflasi jika naiknya barang tersebut terjadinya hanya sesaat, inflasi itu dilakukan dalam rentang minimal bulanan. Ada beberapa faktor masalah sosial yang muncul dari inflasi yaitu : 1. Menurunya tingkat kesejahtraan rakyat 2. Memburuknya distribusi pendapatan 3. Terganggunya stabilitas ekonomi. Inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif tergantung parah atau tidaknya inflasi. 1.
Dampak positif Apabila inflasi itu ringan, justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi.
2.
Dampak negatif dalam masa inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi), keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian
dirasakan lesu. Orang menjadi tidak bersemangat kerja, menabung, atau mengadakan investasi dan produksi karena harga meningkat dengan cepat. Para penerima pendapatan tetap seperti pegawai negeri atau karyawan swasta serta kaum buruh juga akan kewalahan menanggung dan mengimbangi harga sehingga hidup mereka menjadi semakin merosot dan terpuruk dari waktu ke waktu. Bagi masyarakat yang memiliki pendapatan tetap, inflasi sangat merugikan. Kita ambil contoh seorang pensiunan pegawai negeri tahun 1990. Pada tahun 1990, uang pensiunnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, namun di tahun 2003 -atau tiga belas tahun kemudian, daya beli uangnya mungkin hanya tinggal setengah. Artinya, uang pensiunnya tidak lagi cukup untuk
memenuhi
kebutuhan
hidupnya.
Sebaliknya,
orang
yang
mengandalkan pendapatan berdasarkan keuntungan, seperti misalnya pengusaha, tidak dirugikan dengan adanya inflasi. Begitu juga halnya dengan pegawai yang bekerja di perusahaan dengan gaji mengikuti tingkat inflasi. Penyebab Inflasi Tarikan permintaan (kelebihan likuiditas/uang/alat tukar) (demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya
permintaan terhadap
faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya
permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Desakan (tekanan) produksi dan/atau distribusi (cost push inflation). terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru.
Penggolongan Inflasi Berdasarkan asalnya : Inflasi yang berasal dari dalam negeri terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal .
Inflasi yang berasal dari luar negeri Inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang. Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga : 1. Inflasi Tertutup (Closed Inflation) Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu. 2. Inflasi Terbuka (Open Inflation) Apabila kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum. 3. Inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi) Apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat hargaharga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot. Berdasarkan keparahannya inflasi : 1. Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun) 2. Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun) 3. Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun) 4. Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun) Teori Inflasi Teori Kuantitas, yaitu teori yang menganalisis peranan dari :
Jumlah uang beredar Menurut teori ini, pertambaham volume uang yang beredar sangat dominan terhadap kemungkinan timbulnya inflasi. Kenaikan harga yang tidak dibarengi dengan pertambahan jumlah uang beredar sifatnya hanya sementara. Dengan demikian menurut teori ini, apabila jmlah uang tidak ditambah, kenaikan harga akan berhenti dengan sendirinya. Ekspektasi masyarakat mengenai kemungkinan kenaikan harga (peranan psikologis). Berdasarkan teori ini, walaupun jumlah uang bertambah tetapi masyarakat belum menduga adanya kenaikan, maka pertambahan uang beredar hanya akan menambah simpanan atau uang kas karena belum dibelanjakan. Dengan demikian harga barang-barang tidak naik. Jika masyarakat menduga bahwa besok bahwa dalam waktu dekat harga barang akan naik, masyarakat cenderung membelanjakan uangnya karena khawatir akan penurunan nilai uang, sehingga akan memicu inflasi.
Teori Inflasi Keyness Menurut Keynes, inflasi pada dasarnya disebabkan oleh ketidakseimbangan antara permintaan masyarakat (demand) terhadap barang-barang dagangan (stock), dimana permintaan lebih banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, sehingga terdapat gap yang disebut inflationaty gap.
Teori Struktural Teori ini berlandaskan kepada struktur perekonomian dari suatu negara (umumnya negara berkembang). Menurut teori ini, inflasi disebabkan oleh : Ketidak-elastisan penerimaan eksport. Hasil ekspor meningkat namun lambat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor lainnya. Peningkatan hasil eksport yang lambat antara lain disebabkan karena harga barang yang dieksport kurang menguntungkan dibandingkan dengan kebutuhan barangbarang import yang harus dibayar. Dengan kata lain daya tukar barangbarang negara tersebut semakin memburuk. Ketidak-elastisan Supply produksi bahan makanan. Terjadi ketidakseimbangan antara pertumbuhan produksi bahan makanan dengan jumlah penduduk, sehingga mengakibatkan kelonjakan kenaikan harga bahan makanan. Hal ini dapat menimbulkan tuntutan kenaikan upah dari kalangan buruh atau pegawai tetap akibat kenaikan biaya hidup. Kenaikan upah selanjutnya akan meningkatkan biaya produksi dan mendorong terjadinya inflasi. 2.1.2 Suku bunga SBI
Menurut Samsul (2006), suku bunga SBI adalah biaya untuk meminjam uang dan diukur dalam dollar per tahun untuk setiap satu dollar yang dipinjamnya.
Menurut
Sunariyah
(2003),
tingkat
bunga
ditentukan
oleh
permintaan dan penawaran akan uang (yang akan ditentukan dalam pasar uang). Perubahan tingkat suku bunga SBI selanjutnya akan mempengaruhi keinginan seseorang/institusi untuk melakukan suatu investasi. Contohnya ada pada surat-surat berharga, dimana harga dari surat-surat berharga tersebut dapat naik ataupun turun, yang kenaikan ataupun penurunannya sangat tergantung pada level berapa tingkat bunga yang terjadi pada saat itu (bila tingkat bunga naik, maka harga dari surat-surat berharga tersebut akan turun dan begitu juga sebaliknya), sehinggga kemungkinan besar para pemegang surat-surat berharga akan mendapat kerugian (capital loss) ataupun mendapat keuntungan (capital gain).
Pada suku bunga SBI terdapat dua jenis yaitu; Pertama adalah suku bunga nominal - suku bunga dalam nilai uang tertentu. Suku bunga ini merupakan nilai yang dapat dibaca secara umum dan menunjukan sejumlah rupiah yang akan diterima untuk setiap satu satuan rupiah yang diinvestasikan. Kedua adalah suku bunga riil - suku bunga yang telah terkoreksi akibat adanya inflasi. Dimana suku bunga ini adalah suku bunga nominal dikurangi tingkat inflasi. Suku bunga SBI adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu yang disebut sebagai persentase dari jumlah yang dipinjamkan. Modal dialokasikan diantara para peminjam dengan tingkat bunga perusahaan dengan peluang investasi yang paling menguntungkan akan bersedia dan mampu untuk membayar sebagian besar modal, sehingga
perusahaan tersebut cenderung menariknya dari perusahaan-perusahaan yang tidak efisien atau dari perusahaan yang produknya sedang tidak dibutuhkan.
Pada dasarnya suku bunga SBI menurut Keynes (2003) dapat dibedakan menjadi suku bunga SBI sederhana dan suku bunga SBI majemuk. Suku bunga SBI sederhana mengambil asumsi bahwa yang dinvestasikan hanya jumlah pokok investasinya saja sedangkan bunga tidak ikut di investasikan.
2.1.3 Nilai Tukar Menurut Sugiyono (2008) nilai tukar mata uang adalah sejumlah besaran uang pada suatu mata uang yang dapat dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada suatu mata uang lainnya, atau harga dari satu mata uang yang dapat dipertukarkan kepada sejumlah besaran uang pada mata uang lainnya. Sedangkan menurut Hamzah, dkk (2010), nilai tukar adalah harga rupiah terhadap mata uang negara lain. Jadi nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah yang ditranslasikan ke dalam mata uang negara lain. Misalnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar-US, Yen-Jepang, EURO-Uni Eropa, dan lain sebagainya. Kurs ataupun nilai tukar inilah yang juga menjadi salah satu indikator yang mempengaruhi perdagangan di pasar uang dan saham, karena melemahnya kurs Rupiah terhadap mata uang asing khususnya Dollar AS,
akan memiliki pengaruh negatif terhadap perekonomian dan pasar modal (Sitinjak, 2003). Dalam
perekonomian
internasional,
perubahan
kurs
atau
konvertabilitas mata uang (currency convertability), yaitu penggunaan mata uang yang dapat dengan mudah dipertukarkan dengan mata uang lain International Convertible Curenncy. Dimana penentuan nilai tukar ini menjadi sangat penting bagi perekonomian suatu negara karena hal tersebut merupakan suatu alat yang dapat digunakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengisolasi perekonomian suatu negara dari gejolak perekonomian global. (Hamzah, 2010). Nilai tukar ini menjadi suatu yang sangat fundamental, karena kegiatan pembiayaan ekspor dan/atau impor membutuhkan suatu alat pembayaran yang sah dan berlaku secara internasional, bahkan kemampuan dan kondisi perekonomian suatu negara dapat ditentukan oleh adanya fluktuasi dari nilai tukar tersebut. Karena nilai tukar ini memang secara alami dapat berubah-ubah atau berfluktuasi sepanjang masa, dimana faktorfaktor yang mempengaruhinya adalah relative price, relative interest rate, relative economic growth rates & current acount balance. Dari tahun 2000 hingga tahun 2010, nilai tukar Rupiah terhadap US Dolar sempat menyentuh ke-titik terendahnya yaitu Rp. 12,360.00 per 1 US$ pada bulan November 2008. Devaluasi ini disebabkan juga oleh krisis subprime mortgage di US, yang menyebabkan terjadinya krisis global di
seluruh dunia, yang kemudian menyebabkan terjadinya kenaikan inflasi (imported inflation) di Indonesia. Peristiwa diatas tentunya akan membuat persepsi investor menjadi buruk, dimana situasi ini akan membuat perekonomian Indonesia melambat serta akan memperburuk kinerja emiten di BEI. Sehingga akibatnya para investor mengurangi bobot portofolio sahamnya untuk menghindari kerugian yang akan mungkin terjadi. 2.1.4
Harga Saham Harga saham merupakan harga jual beli yang sedang berlaku di
pasar efek yang ditentukan oleh kekuatan pasar dalam arti tergantung pada kekuatan permintaan (penawaran) dan penawaran (permintaan jual). Harga pasar saham juga menunjukkan nilai dari perusahaan itu sendiri. Semakin tinggi nilai dari harga pasar saham suatu perusahaan, maka investor akan tertarik untuk menjual sahamnya. Bursa saham merupakan salah satu indikator perekonomian suatu negara maka diperlukan suatu perhitungan tentang transaksi yang terjadi dalam bursa sepanjang periode tertentu. Perhitungan ini akan digunakan sebagai tolak ukur kondisi perekonomian suatu negara. Penetapan harga saham dalam proses kegiatan emisi saaham oleh suatu perusahaan emiten merupakan hal yang sangat penting, karena proses ini mempengaruhi proses dari emisi itu sendiri. Menurut Sunariyah (2003:170), harga saham diartikan sebagai harga pasar ( market value) yaitu harga saham yang ditentukan dan dibentuk oleh mekanisme pasar modal.
Harga
saham
pada
hakikatnya
merupakan
penerimaan
besarnya
pengorbanan yang harus dilakukan oleh setiap investor untuk penyertaan dalam perusahaan. Harga saham dipasar sekunder akan bergerak sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi atas saham. Tinggi rendahnya harga saham lebih banyak dipengaruhi oleh pertimbangan pembeli dan penjual tentang kondisi internal dan eksternal. Penentuan harga saham merupakan keputusan yang didasarkan informasi tentang perusahaan. Investor pada umumnya akan memperoleh informasi pertama tentang perusahaan melalui prospectus keuangan perusahaan jika informasi itu cukup berkualitas, sehingga keputusan yang dibuat oleh pemakai informasi akan semakin baik. Dengan tersedianya informasi yang berkualitas dapat membantu investor untuk menentukan harga sekuritas secara wajar. Harga saham merupakan fungsi nilai perusahaan. Dengan demikian, seberapa jauh relevansi atau kegunaan suatu informasi dapat diketahui dengan mempelajari hubungan antara pergerakan harga atau (return) saham dengan keberadaan informasi tersebut. 2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Saham Banyak faktor yang mempengaruhi harga saham, yakni seluruh yang terkait dengan pasar dan bisa berpengaruh pada harga. Harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor internal, eksternal, dan teknikal. Karena banyaknya faktor yang bisa mempengaruhi harga saham, dengan sendirinya
kapan saham naik dan kapan saham turun tak bisa ditentukan dengan tepat. Paling tidak investor hanya bisa memprediksi harga saham. Prediksipun berdasarkan kecenderungan (trend), yang bekalnya adalah kinerja historikal dari pergerakan harga saham. Menurut Samsul (2006:209), untuk menilai sekuritas khususnya saham dapat dipengaruhi oleh faktor makro dan faktor mikro. 1. Faktor makro Faktor makro merupakan faktor yang berada di luar perusahaan, tetapi mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Faktor makro mempengaruhi kinerja perusahaan dan perubahan kinerja perusahaan secara fundamental mempengaruhi harga saham di pasar. Investor akan memberi nilai saham sesuai dengan kinerja perusahaan saat ini dan prospek kinerja perusahaan di masa datang. Jika kinerja meningkat, maka harga saham akan meningkat dan jika kinerja menurun, maka harga saham akan menurun. Jika salah satu variabel makro berubah, maka investor akan bereaksi positif atau negative tergantung pada apakah perubahan variabel makro itu bersifat positif atau negative di mata investor. Faktor makro terdiri dari : 1.
Interest Rate
2.
Inflation
3.
Economic Grouth Rate
4.
Regulation
5.
Foreign Exchange Rate
2.
Faktor mikro Faktor mikro merupakan faktor yang berada di dalam perusahaan,
yang mempunyai pengaruh terhadap kenaikan atau penurunan kinerja perusahaan baik secara langsung. Baik buruknya kinerja perusahaan tercermin dari rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan oleh emiten. Pada umumnya, perusahaan yang sudah go public diwajibkan oleh peraturan yang dikeluarkan oleh Bapepem untuk menerbitkan laporan keuangan baik yang sudah diaudit maupun yang belum diaudit. Faktor mikro yang mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan berada dalam perusahaan itu sendiri, yaitu variabel-variabel : 1.
Laba bersih per saham (EPS)
2.
Nilai buku per saham (BVS)
3.
Rasio ekuitas terhdap utang (DER)
4.
Rasio laba bersih terhadap ekuitas (ROE)
5.
Current Ratio (CR)
6.
Return On Invesment (ROI)
7.
Price Earning Ratio (PER)
8.
Debt Price Ratio (DPR) Rasio keuangan lainnya, seperti current ratio, quick ratio, cash
rasio, inventory turnover, dan account receivable lebih mencerminkan kekuatan manajemen dalam mengendalikan operasional.
Jika rasio
keuangan sangat baik tetapi hasil akhirnya yang tercermin dalam harga saham, rasio ekuitas terhadap utang, dan return on equity sangat rendah, maka hal itu tidak berarti apa-apa bagi investor. Oleh karena itu, bagi investor yang penting adalah hasil akhir yang dicapai manajemen dan bukan proses atau cara memperoleh hasil tersebut (Samsul, 2006:2004).
Fundamental Makro Factor
Fundamental Mikro Factor
Financial Information
Capital Market
Economic, Legal & Political Condition
Share
ROI
H A R
Economic Grouth Rate
G
Regulation
ROE
PER
Inflation
A Foreign Exchange Rate
DER Current Ratio
S Interest Rate A
EPS H DPR
A M
Share Transaction Volume
Share Trading Volume
Capital Gain
Technical Analysis
2.1.6 Sertifikasi Bank Indonesia
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia No.8/13/DPM tentang Penerbitan Sertifikat Bank Indonesia melalui Lelang. Maka SBI adalah surat berharga dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indoenesia (BI) sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek. Tujuan dari penerbitan SBI adalah untuk menjaga stabilitas moneter, yaitu BI berkewajiban memelihara kestabilan nilai rupiah. Dengan suatu paradigma yang dianut yaitu, jumlah uang primer (uang kartal + uang giral di BI) yang berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai Rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh BI untuk mengelola kelebihan uang primer tersebut. Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Surat Keputusan Direksi BI No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan SBI serta Intervensi Rupiah, dan Peraturan BI No.6/2/PB I/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang BI - Scripless Securities Settelement System. Adapun karakteristik SBI adalah; 1) Jangka waktu maksimum 12 bulan dan sementara waktu hanya diterbitkan untuk jangka waktu 1, 3, dan 6 bulan. 2) Denominasinya dari yang terkecil Rp. 50 juta hingga yang terbesar Rp. 100 miliar. 3) Pembelian SBI oleh masyarakat minimal Rp. 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp. 50 juta. 4) Pembelian SBI menggunakan nilai tunai berdasarkan diskonto murni (true discount) dengan rumus perhitungan yaitu; Nilai Tunai = [nilai nominal * 360 hari] dibagi dengan {360 hari + [tingkat diskonto * jangka waktu]}. 5) Pembelian SBI
memperoleh hasil berupa diskonto yang dibayar di muka. Nilai diskoto = nilai nominal - nilai tunai. 6) Pajak penghasilan (PPh) atas diskonto dikenakan secara final sebesar 15%. 7) SBI diterbitkan tanpa warkat (scripless). 8) SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Sistem
perdagangan
SBI
adalah
dengan
sistem
lelang,
penggunaan SBI pada dasarnya sama dengan Treasury Bills (T-Bills) di pasar uang AS. Dengan instrumen SBI ini maka secara tidak langsung BI akan dapat mempengaruhi tingkat bunga di pasar uang dengan cara menggunakan Stop Out Rate (SOR). SOR adalah tingkat suku bunga yang diterima oleh Bank Indonesia atas penawaran tingkat bunga dari peserta lelang. Selanjutnya SOR tersebut akan dapat digunakan sebagai indikator tingkat suku bunga transaksi di pasar uang pada umumnya. Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan. Tujuan Penerbitan SBI Sebagai
otoritas
moneter,
Bank
Indonesia
berkewajiban
memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam paradigma yang dianut, jumlah uang primer (uang kartal ditambah uang giral di Bank Indonesia ) yang
berlebihan dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. SBI diterbitkan dan dijual oleh Bank Indonesia untuk mengurangi kelebihan uang tersebut. Dasar Hukum Penerbitan SBI Adapun dasar hukum penerbitan Sertifikat Bank Iindonesia adalah surat keputusan Direksi Bank Indonesia No. 31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang penerbitan dan perdagangan SBI serta intervensi Rupiah. Pihak yang Berhak Memiliki SBI Sejalan dengan ide dasar penerbitan SBI sebagai salah satu piranti operasi pasar terbuka, penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan. Tetapi tidak tertutup kemungkianan masyarakat baik perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Bank Indonesia , melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk Bank Indonesia . Karakteristik SBI 1. Jangka waktu maksimum 12 bulan 2. Denominasi dari yang terendah Rp. 50 juta sampai tertinggi Rp. 100 Milyar. 3. Pembelian SBI oleh masyararakat minimal Rp. 100 juta dan selebihnya dengan kelipatan Rp. 50 juta. 4. SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
5. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai diskonto: Nilai nominal – Nilai tunai Exchange Rutes (nilai tukar uang) atau yang lebih popular dikenal dengan sebutan kurs mata uang adalah caatatan harga pasar dari mata uang asing(foreign currency)dalam harga mata uang domestic (domestic currency) atau resiprokalnya, yaitu harga mata uang domestic dalam mata uang asing. Nilai mata uang merepresentasikan tingkat harga pertukaran dari satu mata uang ke mata uang yang lainnya dan digunkan dalam berbagai transaksi, antara lain transaksi perdagangan internasional, turisme, investasi internasioanal, ataupun aliran uang jangka pendek antar Negara, yang melewati batas-batas geografis ataupun batas-batas hukum. Karena setiap Negara mempunyai hubungan dalam investasi dan perdagangan dengan beberapa Negara lainnya, maka tidak ada satu nilai tukar yang dapat mengukur secara memadai daya beli (purchasing power) dari mata uang domestik atas mata uang asing secara umum. Konsep-konsep dari nilai tukar yang efektif telah dikembangkan untuk mengukur rata-rata teratimbang (weighted average) harga dari mata uang asing dalam mata uang domestik. Begitu juga berbagai skema penimbangan (weighting) telah diajukan, termasuk di dalamnya timbangan (weight) impor untuk mereflsikan perdagangan
daya
beli
bilateral
terhadap untuk
barang-barang
mereflesikan
impor,
timbangan
pentingnya
hubungan
perdagangan dengan negara asing tertentu, timbangan perdagangan global untuk mereflesikan pentingnya berbagai mata uang dalam perdagangan
global (dunia), dan juga timbangan elastisitas porsi perdagangan untuk mereflesikan tingkatan yang berbeda dari daya saing (competitiveness) sebuah Negara dengan Negara-negara lainnya. 2.1.7
Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI Terhadap Harga Saham Menurut Hamzah (2010), kenaikan suku bunga SBI akan
berakibat terhadap menurunnya harga saham begitu juga sebaliknya. Dalam menghadapi kenaikan suku bunga SBI, para pemegang saham cenderung akan menjual sahamnya sampai tingkat suku bunga kembali pada tingkat yang dianggap normal. Kenaikan suku bunga SBI akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal. Pergerakan suku bunga SBI yang fluktuatif dan cenderung meningkat akan mempengaruhi pergerakan sektor rill yang dicerminkan oleh pergerakan return saham. Akibat meningkatnya suku bunga SBI, para pemilik modal akan lebih suka menanamkan uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham (Hamzah, 2010). Suku bunga SBI yang rendah akan menyebabkan biaya peminjaman yang lebih rendah. Suku bunga SBI yang rendah akan merangsang investasi dan aktivitas ekonomi yang akan menyebabkan harga saham meningkat. Dalam dunia properti, suku bunga SBI berperan dalam meningkatkan aktivitas ekonomi sehingga berdampak kuat pada kinerja perusahaan properti yang berakibat langsung pada meningkatnya return saham. Pengaruh signifikan dari suku bunga terhadap harga saham sebagaimana
yang ditemukan Samsul (2006) yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif antara suku bunga dan harga saham. Kaitan antara suku bunga SBI dan harga saham dikemukakan pula oleh Keynes (2003) yang menyatakan bahwa perubahan harga saham dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang salah satunya adalah suku bunga. Hal tersebut didukung pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami (2003) yang menemukan secara empiris pengaruh suku bunga terhadap harga saham selama krisis di Indonesia. Teori tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sugiyono (2008) bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap harga saham. Jadi dari paparan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat suku bunga SBI berpengaruh terhadap harga saham. Dengan kata lain, apabila ada perubahan tingkat suku bunga SBI, maka akan berpengaruh terhadap harga saham. 2.1.8 Analisis Cross Sectional Untuk Penilaian Saham Analisis Cross Sectional berarti bahwa analisis dilakukan terhadap banyak saham untuk periode waktu yang sama. Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana posisi suatu saham relatif terhadap sahamsaham lain, dengan menggunakan variabel tertentu (misal r atau PER). Analisis Cross Sectional untuk penilaian saham dilakukan dengan cara membandingkan kewajaran harga suatu saham relatif terhadap sahamsaham lain. Karena itu diperlukan informasi dari banyak saham sebagai pembanding, analisis Cross Sectional dapat dilakukan dengan menggunakan
analisis present value dividen ataupun dengan menggunakan PER. (Suad Husnan edisi ketiga : 302)
2.1.9 Analisis Fundamental Analisis fundamental mencoba memperkirakan harga saham di masa yang akan datang dengan, i. Mengestimasi nilai faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham di masa yang akan datang, ii. Menerapkan hubungan variabel-variabel tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham. Model ini sering disebut sebagai share price forecasting model, dan sering dipergunakan dalam berbagai pelatihan analisis sekuritas. Dalam membuat model peramalan harga saham tersebut, langkah yang penting adalah mengidentifikasikan faktor-faktor fundamental (seperti penjualan,
pertumbuhan
penjualan,
biaya,
kebijikan
dividen,
dan
sebagainya) yang diperkirakan akan mempengaruhi harga saham. Setelah itu, bagaimana membuat suatu model dengan memasukkan faktor-faktor tersebut dalam analisis. Para praktisi cenderung menyukai penggunaan model yang tidak terlalu rumit, mudah dipahami, dan mendasarkan diri atas informasi akuntansi.
2.2 Rerangka Pemikiran Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan pada landasan teori maka dapat disusun kerangka pikir yang menggambarkan tentang pemerolehan return yang ditentukan oleh harga saham di BEI, dimana harga tersebut dipengaruhi oleh Tingkat Inflasi, Suku Bunga SBI dan Nilai Tukar, kerangka berfikirnya dapat dilihat sebagai berikut : Gambar 1 Model Penelitian
INFLASI (X1)
SUKU BUNGA (X2)
HARGA SAHAM (Y)
NILAI TUKAR (X3)
2.3
Perumusan Hipotesis Hipotesis merupakan proposisi yang dirumuskan dengan maksud
untuk diuji secara empiris dan biasanya dikembangkan dari telaah teoritis sebagai jawaban sementara dari masalah atau pertanyaan penelitian yang memerlukan pengujian secara empiris.
1. H1 : Tingkat Inflasi berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012. 2. H2 : Suku Bunga SBI berpengaruh
signifikan terhadap harga saham
perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012. 3. H3 : Nilai Tukar berpengaruh signifikan terhadap harga saham pada perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012. 4. H4 : Tingkat Inflasi, Suku bunga SBI dan Nilai Tukar berpengaruh secara simultan berpengaruh positif terhadap harga saham pada perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012. 5. H5 : Nilai Tukar secara dominan berpengaruh terhadap harga saham pada perusahaan Telekomunikasi di Bursa Efek Indonesia periode 2011 – 2012.