BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Modal Kerja 1. Definisi Modal Kerja Definisi modal kerja menurut Yamit (2010:117), modal kerja (working capital) adalah investasi perusahaan dalam jangka pendek yang melekat pada aktiva lancar seperti kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan. Menurut Sutrisno (2009:39), adalah sebagai berikut :“ dana yang diperlukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan operasional perusahaan sehari-hari, seperti pembelian bahan baku, pembayaran upah buruh, membayar hutang dan pembayaran lainnya disebut modal kerja”. Prawironegoro (2007:116),berpendapat modal kerja adalah investasi dalam harta jangka pendek atau investasi dalam harta lancar (current asset). Sementara itu menurut Kasmir (2013:250), modal kerja diartikan sebagai investasi yang ditanamkan dalam aktiva lancar atau aktiva jangka pendek, seperti kas,bank, surat-surat berharga, piutang, persediaan, dan aktiva lancar lainnya. 2. Konsep Modal Kerja Menurut Harjito dan Martono (2014:75), mengemukakan adanya beberapa konsep untuk memudahkan dalam menetapkan elemen-elemen modal kerja, yaitu:
8
9
a. Konsep Kuantitatif Modal kerja menurut konsep kuantitatif adalah jumlah keseluruhan aktiva lancar yang disebut juga modal kerja bruto (gross working capital). Umumnya elemen-elemen dari modal kerja kuantitatif meliputi kas,surat-surat berharga (sekuritas), piutang dan persediaan. b. Konsep Kualitatif Pada konsep modal kerja dihubungkan dengan besarnya hutang lancar atau hutang yang segera dilunasi. Sebagian aktiva lancar dipergunakan untuk melunasi hutang lancar seperti hutang dagang, hutang wesel, hutang pajak, dan sebagian lagi benar-benar dipergunakan untuk membelanjai kegiatan operasi perusahaan. Dengan demikian modal kerja menurut konsep kualitatif merupakan kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar yang juga disebut modal kerja neto (net working capital). c. Konsep Fungsional Konsep Fungsional mendasarkan pada fungsi dana yang digunakan untuk memperoleh pendapatan. Setiap dana yang dialokasikan pada berbagai aktiva dimaksudkan untuk memperoleh pendapatan (income), baik pendapatan saat ini (current income) maupun pendapatan masa yang akan datang (future income). Konsep modal kerja fungsional merupakan konsep mengenai modal yang digunakan untuk menghasilkan current income. 3. Manfaat Modal Kerja Menurut Jumingan (2009:67), menjelaskan beberapa manfaat dari tersedianya modal kerja yang cukup adalah sebagai berikut :
10
a. Melindungi perusahaan dari akibat buruk berupa turunnya aktiva lancar, seperti adanya kerugian karena debitur tidak membayar, turunya harga persediaan karena harganya merosot b. Memungkinkan perusahaan untuk melunasi kewajiban-kewajiban jangka pendek tepat pada waktunya c. Memungkinkan perusahaan dapat membeli barang dengan tunai sehingga dapat mendapatkan keuntungan berupa potongan harga d. Menjamin perusahaan memiliki credit standing dan dapat mengatasi peristiwa yang tidak dapat diduga seperti kebakaran, pencurian dan sebagainya e. Memungkinkan untuk memiliki persediaan dalam jumlah yang cukup guna melayani permintaan konsumennya f. Memungkinkan
perusahaan
dapat
memberikan
syarat
kredit
yang
menguntungkan kepada pelanggan g. Memungkinkan perusahaan dapat beoperasi dengan lebih efisien karena tidak ada kesulitan dalam memperoleh bahan baku, jasa dan suplai yang dibutuhkan h. Memungkinkan perusahaan mampu bertahan dalam periode resesi atau depresi. 4. Jenis Modal Kerja Menurut Sutrisno (2009:41-42), modal kerja bisa dikelompokkan ke dalam dua jenis sebagai berikut : a. Modal Kerja Permanen Modal kerja permanen adalah modal kerja yang selalu harus ada dalam perusahaan agar perusahaan dapat menjalankan kegiatannya untuk memenuhi
11
kebutuhan konsumen. Modal kerja permanen dibagi menjadi dua macam, yakni: 1) Modal Kerja Primer Modal kerja primer adalah modal kerja minimal yang harus ada dalam perusahaan untuk menjamin agar perusahaan tetap bisa beroperasi. 2) Modal Kerja Normal Merupakan modal kerja yang harus ada agar perusahaan bisa beroperasi dengan tingkat produksi yang normal. Produksi normal merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang sebesar kapasitas normal perusahaan. b. Modal Kerja Variabel Modal kerja variabel adalah modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kegiatan ataupun keadaan lain yang mempengaruhi perusahaan. Modal kerja variabel terdiri dari : 1) Modal Kerja Musiman Merupakan sejumlah dana yang dibutuhkan untuk mengantisipasi apabila ada fluktuasi kegiatan perusahaan, misalnya perusahann biskuit harus menyediakan modal kerja lebih besar pada saat musim hari raya. 2) Modal Kerja Siklis Modal kerja siklis adalah modal kerja yang jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh fluktuasi konjungtor.
12
3) Modal Kerja Darurat Modal kerja ini jumlah kebutuhannya dipengaruhi oleh keadaan-keadaan yang terjadi diluar kemampuan perusahaan. 5. Sumber Modal Kerja Jumingan (2009:72-74), menyebutkan berbagai sumber modal kerja sebagai berikut : a. Pendapatan Bersih Modal kerja diperoleh dari hasil penjualan barang dan hasil-hasil lainnya yang meningkatkan uang kas dan piutang. Akan tetapi, sebagian dari modal kerja ini harus digunakan untuk menutup harga pokok penjualan dan biaya usaha yang telah dikeluarkan untuk memperoleh revenue, yakni biaya penjualan dan biaya administrasi. b. Keuntungan dari Penjualan Surat-Surat Berharga Penjualan surat-surat berharga menunjukkan pergeseran untuk pos aktiva lancar dari pos “Surat-Surat Berharga” menjadi pos “Kas”. Keuntungan yang diperoleh merupakan sumber penambahan modal kerja. Sebaliknya, jika terjadi kerugian maka modal kerja akan berkurang. c. Penjualan Aktiva Tetap, Investasi Jangka Panjang, dan Aktiva Tidak Lancar Lainnya Sumber lain untuk penambahan modal kerja adalah hasil penjualan aktiva tetap, investasi jangka panjang, dan aktiva tidak lancar lainnya yang tidak diperlukan lagi oleh perusahaan. Perubahan aktiva tidak lancar itu menjadi kas
13
yang akan menambah modal kerja sebanyak hasil bersih penjaualn aktiva tidak lancar tersebut. d. Penjualan Obligasi dan Saham serta Kombinasi Dana dari Pemilik Uang hipotik, obligasi, dan saham dapat dikeluarkan oleh perusahaan apabila diperlukan sejumlah modal kerja, misalnya untuk ekspansi perusahaan. Pinjaman jangka panjang berbentuk obligasi biasanya tidak begitu disukai karena adanya beban bunga disamping kewajiban mengembalikan pokok pinjamannya. e. Dana Pinjaman dari Bank dan Pinjaman Jangka Pendek Lainnya Pinjaman jangka pendek (seperti kredit bank) bagi para perusahaan merupakan sumber penting dari aktiva lancarnya, terutama tambahan modal kerja yang diperlukan untuk membelanjai kebutuhan modal kerja musiman, siklis, keadaan darurat, atau kebutuhan jangka pendek lainnya. f. Kredit dari Supplier atau Trade Creditor Salah satu sumber modal yang penting adalah kredit yang diberikan oleh supplier. Material, barang-barang, supplier, dan jasa biasa dibeli secara kredit atau dengan wesel bayar. Apabila perusahaan kemudian dapat mengusahakan menjual barang dan menarik pembayaran piutang sebelum waktu utang harus dilunasi, perusahaan hanya memerlukan sejumlah kecil modal kerja. 6. Perputaran Modal Kerja Modal
kerja
sebaiknya
tersedia
dalam
jumlah
yang
cukup
agar
memungkinkan perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis dan tidak kesulitan
14
keuangan, misalnya dapat menutup kerugian dan mengatasi keadaan krisis atau darurat tanpa membahayakan keadaan keuangan perusahaan(Jumingan, 2009:67). Modal kerja selalu dalam keadaan berputar selama perusahaan masih beroperasi. Masa perputaran modal kerja yakni sejak kas ditanamkan pada elemen-elemen modal kerja hingga menjadi kas lagi, adalah kurang dari satu tahun atau jangka pendek (Sutrisno 2009:39). Sehingga semakin tinggi perputaran modal kerja maka akan semakin tinggi pula tingkat efisiensi perusahaan dalam menggunaan modal kerja. Sebaliknya, apabila semakin rendah perputaran modal kerja maka semakin rendah efisiensi penggunaan modal kerja. Perputaran modal kerja (working capital turn over) merupakan salah satu rasio untuk mengukur atau menilai keefektifan modal kerja perusahaan selama periode tertentu.Artinya seberapa banyak modal kerja berputar selama suatu periode atau dalam suatu periode. Untuk mengukur rasio ini, dapat membandingkan antara penjualan dengan modal kerja atau dengan modal kerja rata-rata. Apabila perputaran modal kerja yang rendah, dapat diartikan perusahaan sedang kelebihan modal kerja. Hal ini disebabkan karena rendahnya perputaran persediaan atau piutang saldo kas yang terlalu besar. Demikian pula sebaliknya jika perputaran modal kerja tinggi, mungkin disebabkan tingginya perputaran persediaan, piutang, atau saldo kas yang terlalu kecil (Kasmir,2015:182). 7. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Modal Kerja Menurut Hanafi (2008:521-522), ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat modal kerja , yaitu :
15
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktiva Lancar Beberapa faktor mempengaruhi besarnya aktiva lancar, relative terhadap total aktiva. Berikut ini faktor-faktor tersebut : 1) Karakteristik Bisnis Sektor usaha (industri) mempunyai karakteristik yang berbeda satu sama lain, termasuk dalam penggunaan modal kerja. Sektor retail cenderung mempunyai persediaan barang dagangan (yang berarti modal kerja) yang lebih besar dibandingkan perusahaan manufaktur. Sektor tertentu mempunyai hutang lancar yang lebih tinggi dibandingkan dengan aktiva lancarnya. 2) Ukuran Perusahaan Perusahaan kecil cenderung mempunyai modal kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan besar. Komposisi aktiva lancar dan kewajiban lancar untuk perusahaan besar dan kecil bisa terdiri dari 65,5% aktiva lancar dan 32,8% utang lancar untuk perusahaan kecil. Sedangkan komposisi untuk perusahaan besar adalah 31% aktiva lancar dan 24,4% kewajiban lancar. 3) Aktivitas Perusahaan Jika perusahaan meningkatkan aktivitasnya(penjualan meningkat), aktiva lancar dan utang lancar yang bersifat spontan juga akan meningkat. Semakin tinggi penjualan dengan demikian akan semakin besar aktiva lancar suatu perusahaan.
16
4) Stabilitas Penjualan Perusahaan Jika perusahaan stabil, aktiva lancar cenderung semakin kecil. Sebaliknya, jika perusahaan berfluktuasi, aktiva lancar akan cenderung semakin besar. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Utang Lancar Faktor yang mempengaruhi utang lancar bisa digolongkan menjadi dua, yaitu faktor eksternal dan internal kebijakan perusahaan. 1) Faktor Eksternal Industri tertentu cenderung mempunyai utang lancar lebih besar. Sebagai contoh, usaha retail menggunakan aktiva lancar (biasanya dalam bentuk barang dagang) yang lebih besar dibandingkan dengan industri manufaktur. Barang dagangan biasanya diperoleh melalui pendanaan yang spontan (utang dagang), sehingga aktiva lancar yang tinggi akan mengakibatkan utang dagang yang tinggi juga. 2) Faktor Internal Kebijakan Manajemen Manajemen mempunyai pilihan apakah menggunakan utang lancar yang tinggi atau yang rendah. Jika fleksibilitas manajemen cukup tinggi, manajemen akan menggunakan utang lancar yang lebih kecil. Jika manajemen membutuhkan dana dengan cepat, maka manajer masih cukup ruang untuk melakukan hal tersebut. Jika manajemen mempunyai akses ke pasar keuangan yang baik, memungkinkan manajemen menggunakan utang lancar yang tinggi karena pada situasi mendadak, manajemen bisa memperoleh dana tambahan dengan cepat. Manajemen yang agresif akan menggunakan utang yang lebih tinggi,
17
karena utang yang lebih tinggi memberikan profitabilitas yang tinggi, meskipun risiko juga akan semakin meningkat. 8. Kebijakan Modal Kerja Prawironegoro (2007:121), mengemukakan bahwa pada umunya perusahaan mempunyai tiga jenis kebijakan modal kerja, yaitu : a. Kebijakan Agresif yaitu modal kerja dipenuhi seluruhnya dengan utang jangka pendek. b. Kebijakan Moderat, yaitu modal kerja dipenuhi 50% dengan utang jangka pendek dan 50% dipenuhi dengan utang jangka panjang. c. Kebijakan Konservatif, yaitu seluruh modal kerja dipenuhi dengan utang jangka pendek. 9. Penggunaan Modal Kerja Menurut Jumingan (2009:74-75), penggunaan modal kerja dapat dibagi menjadi dua, yaitu : a. Penggunaan modal kerja yang mengakibatkan berkurangnya aktiva lancar diantaranya : 1) Pengeluaran biaya jangka pendek dan pembayaran utang-utang jangka pendek (termasuk deviden). 2) Adanya pemakaian prive yang berasal dari keuntungan (pada perusahaan perserorangan dan persekutuan). 3) Kerugian usaha atau kerugian isidentil yang memerlukan pengeluaran kas.
18
4) Pembentukan dana untuk tujuan tertentu seperti dana pension pegawai, pembayaran bunga obligasi yang telah jatuh tempo, penempatan kembali aktiva tidak lancar. 5) Pembelian tambahan aktiva tetap,aktiva tidak berwujud, dan investasi jangka panjang. 6) Pembayaran utang jangka panjang dan pembelian kembali saham perusahaan. b. penggunaan modal kerja yang mengakibatkan perubahaan bentuk aktiva lancar tetapi tidak mengubah jumlah aktiva lancar: 1) Pembelian tunaisurat-surat berharga. 2) Pembelian tunai barang-barang dagangan. 3) Perubahan suatu bentuk piutang kebentuk piutang lainnya, misalnya piutang dagang menjadi piutang wesel. 2.1.2 Ukuran Perusahaan 1. Definisi Ukuran Perusahaan Definisi Ukuran perusahaan menurut Scott dalam Torang (2012:93), adalah sebagai berikut : “Ukuran organisasi adalah suatu variabel konteks yang mengukur tuntunan pelayanan atau produk organisasi”. Menurut Riyanto (2008:313), adalah “ Besar kecilnya perusahaan dilihat dari besarnya nilai equity, nilai penjualan atau aktiva”. Longenecker (2001:16), Mengemukakan bahwa terdapat banyak cara untuk mendefinisikan skala perusahaan, yaitu dengan menggunakan berbagai kriteria, seperti jumlah karyawan, volume penjualan, dan nilai aktiva. Sedangkan menurut
19
(Machfoedz, 1994), Ukuran Perusahaan dapat ditentukan berdasarkan penjualan, total aktiva,tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi. Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa ukuran perusahaan adalah suatu skala yang menentukan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilahat dari nilai equity, nilai penjualan, jumlah karyawan dan nilai total aktiva yang merupakan variabel konteks yang mengukur tuntutan pelayanan atau produk organisasi. 2. Klasifikasi Ukuran Perusahaan UU No. 20 Tahun 2008 mengklasifikasikan ukuran perusahaan ke dalam empat kategori yaitu usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar. Pengklasifikasian ukuran perusahaan tersebut didasarkan pada total aset yang dimiliki dan total penjualan tahunan perusahaan tersebut. UU No. 20 Tahun 2008 tersebut mendefinisikan usaha mikro, usaha kecil, usaha menengah, dan usaha besar sebagai berikut: “Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: a. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan /atau badan usaha perorangan yang memiliki kriteria usaha mikro sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. b. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah
20
atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. c. Usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam undang-undang ini. d. Usaha besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahu nan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia”. Adapun kriteria ukuran perusahaan yang diatur dalam UU No. 20 tahun 2008 diuraikan dalam secara tabulasi pada tabel 1 berikut: Tabel 1 Kriteria Ukuran Perusahaan Ukuran Perusahaan
Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Sumber: UU. No 20 Tahun 2008
Kriteria Assets (tidak termasuk tanah & banguan tempat usaha) Maksimal 50 juta >50 juta – 500 juta >10 juta – 10 M >10 M
Penjualan Tahunan
Maksimal 300 juta >300juta – 2,5 M 2,5 M – 50 M > 50 M
21
Selanjutnya, klasifikasi ukuran perusahaan menurut Stanley dan Morse dalam Suryana (2006:119), adalah sebagai berikut: “Industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang termasuk industri kerajianan rumah tangga. Industri kecil menyerap 1049 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih”.Pernyataan yang dikemukakan oleh Stanley dan Morse
tersebut
menunjukkan
bahwa
ukuran
perusahaan
juga
dapat
diklasifikasikan berdasarkan jumlah tenaga kerja dalam industri tersebut. Dalam peraturan yang dibuat oleh Bursa Efek Indonesia, saham yang dicatatkan dibuat atas dua papan pencatatan, yaitu papan utama dan papan pengembangan.papan utama ditujukan untuk perusahaan tercatat yang berskala besar, sementara papan pengembangan dimaksudkan untuk perusahaan yang belum memenuhi syarat pencatatan di papan utama, termasuk perusahaan yang prospektif namun belum membukukan keuangan. Peraturan Bursa Efek Indonesia menyebutkan bahwa salah satu syarat untuk tercatat di papan utama adalah sebagai berikut: “Berdasarkan Laporan Keuangan Auditan terakhir memiliki Aktiva Berwujud Bersih (Net Tangible Asset) minimal Rp100.000.000.000,-“. Hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan berskala besar menurut peraturan Bursa Efek Indonesia memiliki Aktiva Berwujud Bersih minimal Rp100.000.000.000. 3. Pengukuran Ukuran Perusahaan Untuk melakukan pengukuran terhadap ukuran perusahaan Prasetyantoko (2008:257), menyatakan bahwa: “Aset total dapat menggambarkan ukuran
22
perusahaan, semakin besar aset biasanya perusahaan tersebut semakain besar.” Menurut Jogiyanto (2007:282),ukuran perusahaan adalah ukuran aktiva digunakan untuk mengukur besarnya perusahaan, ukuran aktiva tersebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Sementara itu, untuk menghitung nilai total asset Asnawi (2005:274) mengemukakan bahwa: “Nilai total asset biasanya bernilai sangat besar dibandingkan dengan variabel keuangan lainnya, untuk itu variabel aset diperhalus menjadi logasset atau inasset.” Ukuran perusahaan yang didasarkan pada total assets yang dimiliki oleh perusahaan diatur diatur dengan ketentuan BAPEPAM No. 11/PM/1997, yang menyatakan bahwa perusahaan menengah atau kecil adalah badan hukum yang didirikan di Indonesia yang memiliki jumlah kekayaan (total assets) tidak lebih dari Rp. 100.000.000.000 (seratus milyar rupiah). Berdasarkan uraian di atas, maka untuk menentukan ukuran perusahaan digunakan ukaran aktiva. Ukuran aktiva tesebut diukur sebagai logaritma dari total aktiva. Logaritma digunakan untuk memperhalus asset karena nilai dari asset tersebut yang sangat besar dibanding variabel keuangan lainnya. 2.1.3 Operating Leverage 1. Pengertian Operating Leverage Operating Leverage (Leverage Operasi) menunjukkan sejauh mana biaya operasional perusahaan. Semakin tinggi biaya tetap operasional perusahaan maka semakin tinggi pula resiko yang dihadapi. Definisi Operating Leverage Menurut Hanafi (2013:327), “Operating Leverage diartikan sebagai seberapa besar
23
perusahaan menggunakan beban tetap operasional”. Sutrisno (2007:227), berpendapat “Operating leverage adalah penggunaan aktiva yang menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya tetap berupa penyusutan”. Sedangkan menurut Brigham dan Houston (2006:12) berpendapat“Operating leverage adalah tingkat sampai sejauh mana biaya-biaya tetap digunakan di dalam operasi suatu perusahaan”. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa operating leverage dimaksudkan untuk mengetahui seberapa peka laba operasi terhadap perubahan hasil penjualan dan berapa penjualan minimal yang harus diperoleh agar perusahaan tidak menderita kerugian. 2. Kegunaan Leverage Operasi (Operating Leverage) Menurut Irawati (2006:173) Operating Leverage dapat mengukur perubahan pendapatan atau penjualan terhadap keuntungan operasi perusahaan. Dilihat dari kegunaan operating leverage tersebut, dapat disimpulkan bahwa perusahaan dapat mengetahui keuntungan operasi perusahaan, sehingga perubahan laba operasi sebagai akibat perubahaan penjualan dapat diketahui. 2.1.4 Financial Leverage Definisi financial leverage (leverage keuangan) menurut Harjito dan martono (2014:321), adalah sebagai berikut: “financial leverage merupakan penggunaan dana dengan beban tetap dengan harapan atas penggunaan dana tersebut akan memperbesar pendapatan per lembar saham (Earning Per Share, EPS). Financial leverage merupakan tingkat sampai sejauhmana sekuritas dengan laba tetap (utang
24
dan saham preferen) digunakan dalam struktur modal dalam suatu perusahaan (Brigham dan Houston, 2006:17). Selanjutnya menurut Sartono (2001:263), menyatakan bahwa financial leverage adalah penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkat keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham. Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat diketahui bahwa Financial leverage merupakan penggunaan modal pinjaman disamping modal sendiri dalam srtuktur modal suatu perusahaan yang memiliki biaya tetap yang beranggapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar dari pada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. 2.1.5 Profitabilitas Setiap perusahaan selalu menginginkan pada keadaan yang menguntungkan utuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya karena tanpa adanya keuntungan perusahaan akan sulit untuk menarik modal dari luar, sehingga pihak manajemen akan berusaha meningkatkan perolehan laba yang maksimal. Oleh karena itu perusahaan tidak hanya berfokus pada usaha meningkatkan perolehan laba saja tetapi berfokus pada peningkatan profitabilitasnya dengan semakin tinggi peningkatan profitabilitasnya berarti semakin tinggi tingkat efesiensi perusahaan semakin baik pula kemakmuran perusahaan. Efisiensi perusahaan dapat diketahui dengan menghitung tingkat profitabilitasnya. Oleh karena itu usahanya lebih
25
diarahkan pada titik profitabilitas maksimal dari perolehan laba maksimal, sehingga peningkatan profitabilitas akan berada pada titik yang maksimal. Untuk lebih jelas mengenai profitabilitas maka Kasmir (2015:196), dalam
bukunya Analisis Laporan Keuangan memberikan pengertian:“rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan”.Menurut Harahap (2010:304), dalam bukunya Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan memberikan pengertian: “Profitabilitas atau disebut juga rentabilitas adalah kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya”.Sedangkan menurut Sartono (2010:122),menyatakan bahwa “Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun modal sendiri”. Sementara itu menurut Irawati (2006:58), mengemukakan bahwa : Rasio keuntungan atau profitability ratios adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama periode tertentu (biasanya semesteran, triwulanan dan lain-lain) untuk melihat kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien. Berdasarkan uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa profitabilitas adalah rasio untuk mengukur tingkat efektifitas manajemen yang ditunjukkan oleh
26
jumlah perolehan laba yang bersumber dari penjualan dan investasi pada periode tertentu. 1. Jenis-Jenis Rasio Profitabilitas Ada beberapa macam rasio yang digunakan untuk mengukur profitabilitas. Menurut Kasmir (2015:198), ada empat rasio profitabilitas yang dapat digunakan yaitu: a. Profit Margin (Profit Margin on Sales) Profit Margin on Sales atau Ratio Profit Margin atau margin laba atas penjualan merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur margin laba atas penjualan. Cara pengukuran rasio ini adalah dengan membandingkan laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. Terdapat dua rumus untuk mencari profit margin, yaitu sebagai berikut: 1) Margin Laba Kotor Penjualan Bersih – Harga Pokok Penjualan Profit Margin = Penjualan Margin laba kotor menunjukkan laba yang relative terhadap perusahaan, dengan cara penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini merupakan cara untuk penetapan harga pokok penjualan. 2) Margin Laba Bersih Laba Bersih Net Profit Margin = Penjualan
27
Margin laba bersih merupakan ukuran keuntungan dengan membandingkan antara laba setelah bunga dan pajak dibandingkan dengan penjualan. Rasio ini menunjukkan pendapatan bersih perusahaan atas penjualan. b. Return On Asset (ROA) Return On Asset merupakan rasio yang menunjukkan hasil (return) atas jumlah aktiva yang digunakan dalam perusahaan. semakin kecil (rendah) rasio ini, semakin kurang baik, demikian pula sebaliknya. Artinya rasio ini digunakan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Rumus untuk mencari Return On Asset digunakan sebagai berikut: Laba Bersih Return On Asset = Total Aset c. Return On Equity (ROE) Return On Equity merupakan rasio yang menunjukkan efisiensi penggunaan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini, semakin baik. Artinya posisi pemilik perusahaan semakin kuat, demikian pula sebaliknya. Rumus untuk mencari Return On Equity digunakan sebagai berikut: Laba Bersih Return On Equity = Total Ekuitas d. Earning Per Share (EPS) Earning Per Share merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan pemegang saham. Rasio yang rendah berarti manajemen belum berhasil untuk memuaskan pemegang saham,
28
sebaliknya dengan rasio yang tinggi, kesejahteraan pemegang saham meningkat. Rumus untuk mencari Earning Per Share digunakan sebagai berikut: Laba Saham Biasa Earning Per Share = Saham Biasa yang Beredar 2.2 Analisis Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Profitabilitas 2.2.1 Pengaruh Perputaran Modal Kerja Terhadap Profitabilitas Indikasi pengelolaan modal kerja yang baik adalah adanya efisiensi modal kerja yang dapat dilihat dari perputaran modal kerjayang dimiliki dari asset kas di investasikan dalam komponen modal kerja sampai saat kembali menjadi kas. Efisiensi modal kerja dapat dilihat dari perputaran modal kerja (working capital turnover), perputaran persediaan (inventory turnover), dan perputaran piutang (receivable turnover). Perputaran modal kerjadimulai dari saat kas dinvestasikan dalam komponen modal kerja sampai saatkembali menjadi kas. Makin pendek periode peputaran modal kerja makin cepat perputarannya, sehingga modal kerja semakin tinggi dan perusahaan makin efisienyang pada akhirnya rentabilitas meningkat (Tunggal,1995). Peningkatan efisiensi modal kerja tergantung pada pengelolahan manajemen modal kerja. Pengukuran efisiensi modal kerja diukur dengan melihat perputaran modal kerja, jika perputaran modal kerja semakin tinggi maka semakin cepat kas yang di invetasikan dalam modal kerja kembali menjadi kas, sehingga keuntungan dari aliran dana atau kas yang diperoleh perusahaan dapat lebih cepat diterima.Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H1 : Perputaran modal kerja berpengaruh positif terhadap profitabilitas
29
2.2.2 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Profitabilitas Rajan dan Zingales (2001) dalam Kusuma (2005) menyebutkan bahwa menurut teori critical, semakin besar skala perusahaan maka profitabilitas juga akan meningkat, tetapi pada titik atau jumlah tertentu ukuran perusahaan akhirnya akan menurunkan laba (profit) perusahaan. Teori critical menekankan pada pengendalian oleh pemilik perusahaan terhadap sumber daya perusahaan seperti aset, teknologi, kekayaan intelektual sebagai faktor-faktor yang menentukan ukuran perusahaan. Dengan tersedianya sumber daya perusahaan yang besar, maka perusahaan dapat memenuhi permintaan produk yang akan memperluas pangsa pasar, sehingga penjualan akan semakin meningkat dan perusahaan dapat menutup biaya-biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi. Laba (profitabilitas) perusahaan juga akan semakin meningkat. Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap profitabilitas 2.2.3 Pengaruh Operating Leverage Terhadap Profitabilitas Sutrisno (2007:227) mengemukakan bahwa Operating leverage adalah penggunaan aktiva yang menyebabkan perusahaan harus menanggung biaya tetap berupa penyusutan. Leverage operasi berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (profitabilitas). Perubahan penjualan tergantung pada laba operasi yang diperoleh perusahaan, sehingga tingkat profitabilitas yang tinggi bila dihubungkan dengan leverage operasi dapat menunjukkan prosentase tingginya laba yang dihasilkan perusahaan. Begitu juga
30
sebaliknya, apabila tingkat profitabilitas rendah berarti perusahaan menghasilkan laba yang rendah. Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H3 : Operating Leverage berpengaruh negatif terhadap profitabilitas 2.2.4 Pengaruh Financial Leverage Tehadap Profitabilitas Keputusan pembiayaan mencakup alternatif sumber dana yang akan digunakanperusahaan dalam menjalankan usahanya. Dari struktur pembiayaan, suatu perusahaan dikatakan menggunakan financial leverage jika perusahaan tersebut menggunakan pinjaman atau hutang sebagai salah satu sumber pembiayaan selainmodal sendiri. Penggunaan dana tersebut menimbulkan biaya tetap yaitu beban bunga, yang harus dibayar tanpa memperdulikan laba perusahaan (Azhari, 2010). Financial leverage berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan. Semakin tinggi tingkat financial leverage maka semakin besar biaya yang harus ditanggung perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. Hal ini akan menurunkan profitabilitas yang dimiliki perusahaan. Dari uraian diatas dapat ditarik hipotesis sebagai berikut: H4 : Financial leverage berpengaruh negatif terhadap profitabilitas 2.3 Penelitian Terdahulu Sebagai acuan dari penelitian ini maka dikemukakan hasil-hasil penelitian terdahulu yang telah dilaksanakan sebelumnya, tersaji dalam tabel 2 sebagai berikut : 1. Ambarwati, Yuniarta, dan Sinarwati (2015). Melakukan penelitian pengaruh modal kerja, ukuran perusahaan, dan leverage operasi terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdafar dibursa efek Indonesia. Rasio
31
keuangan yang digunakan adalah modal kerja, likuiditas, aktivitas, dan ukuran perusahaan. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Tahun 2009-2013. Perusahaan manufaktur sub sektor makanan dan minuman yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia berjumlah sebanyak 16 perusahaan. teknik
pengambilan
sampel
dalam
penelitian ini
dilakukan
dengan
menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah populasi yang memenuhi kriteria sebanyak 10 perusahaan. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji autokorelasi. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linear berganda, uji t, dan uji F. Dalam penelitiannya hasil pengujian menunjukkan
bahwa
modal
kerja
berpengaruh
signifikan
terhadap
profitabilitas, dapat dilihat dari nilai t hitung untuk variabel modal kerja (X1) adalah 2,243 > 1,721 dengan signifikansi 0,020 < 0,05. likuiditas berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, dilihat dari nilai t hitung untuk variabel likuiditas (X2) adalah 0,852 < 1,721 dengan signifikansi 0,554 > 0,05. aktivitas berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, dapat dilihat dari nilai thitung untuk variabel aktivitas (X3) adalah 1,733 > 1,721 dengan signifikansi 0,00 < 0,05. Dan ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas, dapat dilihat dari nilai thitung untuk variabel ukuran perusahaan (X 4) adalah 1,984 > 1,721 dengan signifikansi 0,003 < 0,05. 2. Kumar (2014), melakukan penelitian tentang leverage dan profitabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris pada hubungan antara
32
leverage dan profitabilitas dengan menggunakan satu sampel pada perusahaan di
India
yang
bergerak
dibidang
perusahaan
retail.
Penelitian
ini
mengumpulkan data selama 7 tahun (2006-2013) data dianalisis dengan persentase, rata-rata, rasio dan korelasi. Dari penelitian ini menunjukan bahwa koefisien korelasi antara DOL (Degree of Operating Leverage) dan ROI (Return on Investment) adalah 0,946 yang secara statistik signifikan pada 0,05 tingkat signifikan (pvalue = 0,004) kurang dari 0,05. Oleh karena itu, teramati bahwa tingkat leverage operasi yang signifikan berkorelasi positif dengan ROI. Itu berarti bahwa tingkat leverage operasi berada pada posisi yang baik. Koefisien korelasi antara DFL (Degree of Financial Leverage) dan ROI (Return on Investasi) adalah 0,195 yang secara statistik tidak signifikan pada 0,01 tingkat signifikan (p value = 0,712) lebih dari 0,05. Oleh karena itu, teramati bahwa tingkat leverage keuangan yang berkorelasi positif dengan ROI. Itu berarti tingkat leverage keuangan tidak pada tingkat optimal. Koefisien korelasi antara DFL (Degree of Financial Leverage) dan ROI (Return on Investasi) adalah 0,469 yang secara statistik tidak signifikan pada 0,01 tingkat signifikan (p value = 0,349) lebih dari 0,05. Oleh karena itu, teramati bahwa tingkat gabungan leverage berkorelasi positif dengan ROI tetapi tidak signifikan statistik. Ini berarti bahwa tingkat leverage gabungan tidak pada tingkat optimal. 3. Rasyid, Rahmiati, Youlandari (2014). Melakukan penelitian tentang pengaruh modal kerja, ukuran perusahaan, dan leverage operasi terhadap profitabilitas pada perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
33
Rasio keuangan yang digunakan adalah Working Capital Turnover (WCT), Total Aset (TA), Degree of Operating Leverage (DOL), dan Return On Investment (ROI). Alat analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007-2012. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Perusahaan yang telah terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode tahun 2007-2012 dan Perusahaan yang memiliki laba positif. Dalam penelitiannya menggunakan analisis regresi linear berganda yang hasilnya menunjukkan bahwa perputaran modal kerja workingcapital turnover (WCT) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas yang diproksikan operating income return on investment (OIROI). Dapat dilihat dari hasil pengujian regresi diperoleh koefisien regresi sebesar0,762 dengan tingkat signifikan sebesar 0,000 pada α = 0,10 (sig. < α). ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap profitabilitas. Dapat dilihat dari hasil pengujian regresi didapatkan koefisien regresisebesar -0,30 dengan signifikan sebesar 0,523 > 0,05. Leverage operasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat profitabilitas perusahaan Food and Beverage yang terdaftar di BEI. Hal ini terbukti dengan nilai sig < αdengan tingkat signifikan 0,000. Hasil analisi data menunjukkan bahwa variabelleverage operasi mempunyai koefisien yang negatif. Dimana DOL bernilai -0,677 hal ini menunjukkan hubungan yang tidak searah antara tingkat profitabilitas dengan leverage operasi.
34
4. Akinlo dan Asaolu (2012). Melakukan penelitian tentang leverage dan profitabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek leverage pada profitabilitas perusahaan dengan menggunakan lima belas sampel pada perusahaan non-keuangan di Negeria. Penelitian ini menganalisis data sekunder pada 66 purposive dipilih perusahaan non-keuangan, yang diperoleh dari laporan tahunan perusahaan dan Bursa Efek Nigeria selama periode (19992007). Data dianalisis menggunakan chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran perusahaan memiliki signifikan efek positif pada profitabilitas, sementara leverage yang memiliki efek negatif. Koefisien leverage adalah negatif tetapi hanya signifikan pada tingkat 10 persen pada OLS dikumpulkan hasil dan 20 persen di bawah metode efek tetap dan acak. Hasil ini menunjukkan bahwa profitabilitas menurun dengan leverage. Secara khusus, koefisien leverage dalam tiga model menunjukkan bahwa kenaikan 10 persen leverage mengurangi profitabilitas sebesar 0,3 menjadi 0,4 persen. Sedangkan pada koefisien ukuran perusahaan hasilnya menunjukkan positif, 10 persen peningkatan ukuran perusahaan menyebabkan peningkatan 83 persen dalam profitabilitas dalam model efek tetap. Penelitian-penelitian sebelumnya telah dilakukan dalam mendukung uraian diatas.Penelitian terdahulu tersebut telah dirangkum secara tabulasi tabel 2 berikut:
35
Tabel 2 Penelitian Terdahulu
No
Peneliti
Tahun
Obyek
Lokasi
Variabel Bebas
Peneliti 1
Ambarwati,
2015
Manufaktur
Variabel
Populasi
Tergantung Indonesia
Modal kerja,
Yuniarta,
likuiditas,aktivitas
Sinarwari
, ukuran
profitabilitas
16
Teknik
Jumlah
Unit
Teknik
Sampling
Sampel
Analisis
Statistik
Purposive
10
institusi
Regresi
Sampling
linear berganda
perusahaan 2
Kumar
2014
Retail
India
periode
Leverage
Profitabilitas
1
Gabungan,Financi
2006-2013
Purposive
1
institusi
korelasi
15
institusi
Regresi
Sampling
al Leverage, Leverage Operasi, ROI
3
Rasyid,
2014
Rahmiati,
Food
and
Indonesia
beverage
WCT,
ROI
15
TA,
dan
Purposive Sampling
liniear
DOL
berganda
Youlandari 4
Akinlo dan Asaolu
2012
Nonkeuangan
Negeria
Ukuran perusahaan, leverage
profitabilitas
66
Purposive Sampling
66
institusi
Chisquare
36
2.4 Kerangka Konseptual Berdasarkan uraian diatas maka dapat digambarkan suatu kerangka pemikiran yang menyatakan bahwa modal kerja, ukuran perusahaan, operating leverage, dan financial leverage yang merupakan pengaruh profitabilitas. Maka dapat digambarkan paradigma dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Perputaran Modal Kerja (WCT)
Ukuran Perusahaan (SIZE) Profitabilitas (ROA)
Operating Leverage (DOL)
Financial Leverage (DFL)
Sumber: Diolah Peneliti
Gambar 1 Kerangka Konseptual
37
2.5 Perumusan Hipotesis Penelitian ini bertujuan untuk memberi bukti empiris mengenai analisis pengaruh modal kerja, ukuran perusahaan, operating leverage, dan financial leverage. Berdasarkan literatur dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 :Perputaran Modal kerja berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas H2 :Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas H3 : Operating leverage berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas H4 : Financial leverage berpengaruh secara signifikan terhadap profitabilitas H5 : Ukuran Perusahaan berpengaruh secara dominan terhadap profitabilitas