10
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS
2.1. Tinjauan Teoretis 2.1.1
Bank Syariah Berdasarkan Undang-undang nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
syariah bab 1 pasal 1, Perbankan Syariah adalah segala sesuatu yang berhubungan mengenai Bank Syariah dan Unit Usaha Syariah yang mana mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Sedangkan Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah yang terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Syariah (Muthaher, 2012:14). 1. Prinsip-Prinsip dasar bank Syariah Menurut UU No. 21 2008 prinsip syriah adalah prinsip hukum islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluarka oleh lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah (Muthaher, 2012:4). Prinsip dasar dari perbankan syariah dalam menjalankan sistem operasionalnya mengutamakan keadilan yang ditujukan untuk semua pihak, baik pihak kreditur maupun pihak debitur. Sedangkan, menurut Azalur Rahman (Wikipedia) dalam bukunya Islamic Doctrine of Bankingand Insurance (1980) dimana pada dasarnya prinsip perbankan syariah bertujuan membawa kemaslahatan bagi nasabah karena menjanjikan keadilan yang berbasis syariah sesuai dengan ajaran
10
11
agama dan keyakinan islam dalam sistem ekonomi. Adapun di bawah ini prinsip-prinsip dasar dari Bank syariah adalah : a. Larangan terhadap transaksi yang mengandung barang atau jasa yang diharamkan Seiring dengan perkembangan zaman, mayoritas ulama sepakat untuk menerapkan hukum dimana segala sesuatu yang memiliki substansi sama dengan zat diharamkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang merupakan sumber dalam menentukan keharaman (Salman,36:2012). BeberapaAl-Hadis yang mengharamkan beberapa jenis barang dan jasa yang diharamkan adalah: “Sesungguhnya
Allah
dan
Rasul-Nya
telah
mengharamkan
memperdagangkan khamar, bangkai, babi, dan patung.” (HR. Bukhari Muslim). b. Larangan terhadap transaksi yang diharamkan sistem dan prosedur perolehan keuntungannya. Selain melarang transaksi yang haram zatnya, Islam juga melarang transaksi
yang
keuntungannya.
diharamkan Yaya,
sistem
dan
prosedur
perolehan
Martawireja,
dan
Abdurahim(35:2014)
menyebutkan ada beberapa hal yang masuk ketagori transaksi yang diharamkan karena sistem dan prosedur perolehan keuntungan tersebut, antara lain: 1) Tadlis (ketidaktahuan satu pihak) 2) Gharar (ketidaktahuan kedua pihak)
12
3) Ikhtikar (rekayasa pasar dalam pasokan) 4) Bai’ najasy (rekayasa pasar dalam permintaan) 5) Masyir (judi), dan 6) Riba
2.1.2
Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing merupakan indikator kinerja keuangan
perbankan syariah. Umumnya indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit dapat dilihat dari besarnya Non Performing Loan (NPL), namun dalam perbankan syariah indikator yang digunakan adalah Non Performing Financing (NPF).Bank Indonesia telah menetapkan kriteria untuk kategorikategori yang termasuk dalam NPFantara lain pembiayaan kurang lancar, diragukan, dan macet.Non Performing Financing (NPF) adalah rasio yang menggambarkan jumlah pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Dalam peraturan Bank Indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 tentang Penilain Kualitas Bank Umum yang melaksanakan kegiatan usaha yang didasarkan pada prinsip syariah dalam pasal 9 ayat (2), menyatakan bahwa kualitas pada aktiva produk dalam bentuk pembiayaan dibagi dalam 5 golongan yaitu lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK), kurang lancar (KL), diragukan (D), macet (M). Rasio Non Performing Financig (NPF) dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : Non Performing Financing =
13
Dampak dari Non Performing Financing adalah menurunnya tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara bank dengan nasabahnya didsarkan pada dua unsur yang saling terkait satu sama lain, yaitu hukum dan kepercayaan. Bank hanya dapat melakukan kegiatan operasional dan pengembangan usahanya apabila nasabah percaya untuk menempatkan uangnya. Setelah kemudian bank tersebut menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, kemudian bank akan menyalurkan kembali kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Rahmawulan dalam Muntoha 2011). Menurut
Antonio
(2001:109)
pengendalian
biaya
mempunyai
hubungan terhadap kinerja lembaga suatu perbankan, dimana semakin rendah tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan oleh bank (semakin ditekan tingkat NPF) maka akan menyebabkan tingkat pembiayaan oleh masyarakat turun.
2.1.3
Capital Adequacy Ratio(CAR) Capital adequacy ratio (CAR) adalah rasio yang memperlihatkan
seberapa jauh seluruh aktiva yang mengandung resiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibayarkan dari modal sendiri suatu bank disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang), dan lain-lain. Dengan kata
14
lain, Capital adequacy ratio (CAR) adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang ,mengandung ataupun menghasilkan suatu resiko, misalnya kredit yang diberikan (Dendawijaya, 2009;121). Dalam Mulyono (2000;113) mengatakan bahwa CAR merupakan perbandingan antara equity capital dengan aset total loans dan securities. Berdasarkan Surat Edaran dari bank Indonesia No. 13/24/PBI/2011 (dalam Arthesa, 2009), dalam melakukan prhitungan Permodalan pada suatu bank, Bank wajib mengacu pada ketentuan-ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Dengan kata lain untuk perhitungan permodalan pada Perbankan Syariah tentu juga akan mengacu pada ketentuan-ketentuan Bank Indonesia. Dalam melakukan suatu penilaian modal, bank harus mengaiykan kecukupan modalnya dengan profil risiko bank. Semakin tinggi risiko bank, maka akan semkin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi risiko tersebut. Tingkat kecukupan modal pada perbankan inilah akan diwakilkan dengan Capital adequacy ratio (CAR). Menurut Taswan (166:2010) rasio permodalan atau kecukupan modal bank degan aktiva tertimbang menurut risiko. Semakin tinggi rasio CAR mengindikasikan bank tersebut semakin sehat permodalannya. Kegunaan rasio ini dimaksudkan untuk menilai keamanan dan kesehatan perusahaan yang dilihat dari sisi modal pemiliknya. Pemenuhan CAR minimum 8% mengindikasikan bahwa bank mematuhi regulasi permodalan.
15
Rasio modal dengan aktiva yang tertimbang berdasarkan risiko (ATMR) ini berlaku di bank. ATMR sendiri ditentukan oleh Bank Indonesia. Secara matematis CAR dapat dirumuskan dengan rumus sebagai berikut :
CAR =
Modal terdiri dari jumlah modal inti dan modal pelengkap. Sedangkan aktiva tertimbang menurut risiko ATMR adalah nilai dari total masing-masing aktiva pada bank setelah dikalikan dengan bobot resiko aktiva tersebut. Untuk aktiva yang paling tidak beresiko diberi bobot 100%. ATMR ini menunjukkan nilai aktiva beresiko yang memerlukan antisipasi modal dalam jumlah yang cukup (Arthesa, 2009:147).
2.1.4
Economic Value Added (EVA) Pada tahun 1993 Stern Steward Management Service yang merupakan
sebuah
perusahaan
konsultan
dari
Amerika
Serikat
pertama
kali
mempopulerkan Economic Value Added (EVA). Menurut Young dan O’byrne (2009:17), EVA adalah didasarkan pada gagasan keuntungan ekonomis, yang menyatakan bahwa kekayaan hanya diciptakan ketika sebuah perusahaan meliputi biaya operasional dan modal. Dengan kata lain, EVA merupakan alternatif untuk menilai suatu kinerja prusahaan. Prinsip EVA yakni memberikan penilaian yang baik terhadap
16
kinerja dan prestasi keuangan dalam suatu perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar dalam suatu perusahaan. Menurut Tunggal (2008:1) Economic Value Added adalah suatu sistem manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan, yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jikaa perusahaan mampu memenuhi semua biaya operasi (operating costs) dan biaya modal (cost of capital). Menurut Bringham dan Houston (2006:69) Economic Value Added (EVA) adalah suatu estimasi dari laba ekonomis yang sebenarnya dari bisnis untuk tahun bersangkutan, dan sangat jauh berbeda dari laba akutansi. EVA mencerminkan laba residu yang tersisa setelah biaya dari seluruh modal termasuk modal ekuitas yang telah dikurangkan, sedangkan laba akutansi ditentukan tanpa mengenakan beban untuk modal ekuitas. Kinerja keuangan pada dasarnya adalah sebuah alat ukur yang subyektif untuk mengukur kesehatan keuangan (financial health) suatu perusahaan. Kinerja keuangan merupakan gambaran dari pencapaian keberhasilan suatu perusahaan dapat diartikan sebagai hasil yang telah dicapai atas berbagai aktivitas yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut. Dapat dijelaskan bahwa kinerja keuangan adalah analisis yang dilakukan untuk melihat sejauh mana perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar (Fahmi, 2012:2).Konsep
pengukuran
kinerja
keuangan
secara
adil
ini
mempertimbangkan keseluruhan trhadap harapan pada setiap penyandang
17
dana, dengan kata lain para kreditur dan para pemegang saham dimana derajat keadilannya diukur atau dinyatakan dengan biaya modal rata-rata tertimbang Weight Average Cost of Capital (WACC) yang dapat dilihat dari struktur modal yang telah ada. Menurut DR. Kamaludin (2011:60) mengatakan bahwa Economic Value Added (EVA) adalah mengukur kinerja keuangan manajerial dalam suatu tahun tertentu. EVA tidak lain adalah laba operasi setalah pajak dikurangi biaya modal setelah pajak.Untuk itu perlu dipahami rumusan sederhana dari EVA. Menurut Singgih (2008:6) menyatakan bahwa : Jika EVA > 0, maka berarti ada nilai tambah ekonomi terhadap perusahaan selama masa operasionalnya. Jika EVA = 0, maka berarti perusahaan berada pada kondisi impas selama operasionalnya. Jika EVA < 0, maka berarti kinerja operasional perusahaan gagal memenuhi harapan para investor. EVA yang negatif berarti menandakan nilai perusahaan berkurang, ini disebabkan oleh laba operasi setelah pajak lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut, seblaiknya apabila diperoleh EVA yang positif berarti mandandakan bahwa tingkat pengembalian yang diminta investor atau investasi yang dilakukannya. Dengan adanya keadaan ini mencerminkan bahwa perusahaan tersebut berhasil menciptakan nilai (create value) bagi pemilik
modal.Langkah-langkah
yang
digunakan
Economic Value Added (EVA) adalah sebagai berikut:
dalam
menghitung
18
a.
Menghitung Net Operating After Tax (NOPAT) Menurut Bringham dan Huston (2010) NOPAT dapat diperoleh
dengan cara berikut: NOPAT = (Laba Bersih Operasi + Beban Bunga) – Beban Pajak
b. Menghitung WACC ( Weighted Average Cost of Capital) Untuk menentukan WACC perlu dilakukan perhitungan dengan melalui beberapa tahapan sebagai berikut: 1.
Menghitung Biaya hutang Biaya hutang menunjukkan berapa biaya yang harus ditanggung oleh
perusahaan karena perusahaan tersebut menggunakan dana yang berasal dari pinjaman. Biaya hutang dihitung dari besarnya bunga yang dibayarkan oleh perusahaan tersebut dalam periode 1 tahun dibagi dengan jumlah pinjaman yang mnghasilkan bunga tersebut. Menurut Isnani dan Iswati (2007:202) cost of debt setelah pajak dapat dicari dengan cara sebagai berikut: Kd* = kd (1-t) Sedangkan cost of debt sebelum pajak adalah: Kd = Dimana: Kd*
= Biaya hutang Setelah pajak
Kd
= Biaya hutang sebelum pajak
t
= Tarif Pajak
19
2.
Menghitung Biaya Modal Saham Biaya Modal Saham (Cost of Equity) (Ke) adalah biaya yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang memperoleh dana dengan menjual saham atau dengan menggunakan laba ditahan untuk investasi (Martono dan Harjito, 2002:207). Untuk menghitung cost of equity (Ke) diperlukan pendekatan berdasarkan nilai pasar yang berlaku. Salah satu pendekatan yang bisa dipakai adalah model CAPM (Capital Asset Pricing Model) merupakan model penetapan biaya modal yang sudah umum digunakan degan menganalisis hubungan tiga faktor yaitu: besarnya tingkat bunga bebas resiko (Rf), resiko sistematis yang ditunjukkan oleh koefisien β (beta) dan premium resiko pasar yang ditunjukkan oleh selisih antara return pasar dan return saham (Rm-Rf). Sehingga dapat diperoleh persamaan sebagai berikut: Ke = Rf + (Rm-Rf) β Dimana : Ke
= biaya modal saham
Rf
= tingkat suku bunga bebas resiko (Rate Free)
Rm
= tingkat pengembalian pasar (Return Market)
β
= beta, pengukur risiko sistematis saham perusahaan
Menurut (Husnan dan Pudjiastuti, 2012) Rumus perhitungan β melalui pendekatan regresi adalah : β=
20
Dimana : n
= banyaknya periode pengamatan
Rm
= tingkat keuntungan portfolio pasar
Ri
= tingkat keuntungan saham
Sedangkan tingkat keuntungan saham menurut Hartono (2010:210) dapat dihitung: Ri = Dimana : R1
= Pengembalian keuntungan saham pada periode ke t
Dt
= Dividen saham pada periode ke t
Pt
= Harga saham pada periode ke t
Pt-1
= Harga saham pada periode ke t-1
Untuk mengetahui tingkat hasil pengembalian dari portofolio pasar (Rm) menurut Hartono (2010:340) adalah: Rm = Dimana :
3.
IHSGt
= indeks harga saham gabungan periode t
IHSGt-1
= indeks harga saham gabungan sebelum periode t
Menghitung struktur modal Kebijakan mengenai struktur modal melibatkan trade off antar risiko
dan tigkat pengembalian. Adanya perubahan struktur modal perusahaan akan
21
mempengaruhi risiko yang terkandung pada saham biasa perusahaan yang pada akhirnya mempengaruhi harga saham dan biaya laba yang ditahan. Struktur permodalan yang dipakai adalah proporsi hutang dan proporsi modal sendiri dalam bentuk prosentase dari jumlah hutang dan modal sendiri. Menghitung proporsi hutang (WD) dan proporsi modal sendiri (WS) menurut Prabowo (2009:23) dapat diperoleh dengan cara berikut: WD =
WS =
Dari bebrapa tahapan diatas, maka diperoleh rumus menghitung WACC yaitu : WACC = Wd x Kd (1-t) + Ks x Ws Dimana : t
= pajak yang dikenakan pemerintah kepada perusahaan
Kd
= biaya hutang
Ks/Ke = biaya modal sendiri atau biaya laba ditahan Wd
= proporsi hutang
Ws
= proporsi modal sendiri
Atau menurut Tunggal (2008) WACC dapat dilakukan dengan perhitungan rumus yang lebih sederha yaitu sebagai berikut: WACC = [(D x rd) (1-Tax) + (E x re)] Dimana
:
22
a.
D : Tingkat Modal
Tingkat modal dapat diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut : Tingkat Modal (D) = b. rd : Cost Of Debt cost of debt dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut:
c.
E : Tingkat Modal dan Ekuitas Perhitungan E dapat dilakukan dengan rumus sebagai berikut:
d. re :Cost Of Equity Rumus:
e.
Tax : Tingkat Pajak Rumus:
f.
Menghitung Capital Charges Capital Charges adalah aliran kas yang dibutuhkan dalam rangka
untuk mengganti resiko usaha dari suatu modal yang telah ditanamkan.
23
Capital Charges dapat menunjukkan seberapa besar kesempatan modal yang telah disuntikkan oleh para kreditur dan para pemegang saham. Capital Charges dapat diperoleh dengan cara mengkalikan WACC dengan Invested Capital, yang diformulasikan sebagai berikut:
Capital Charges = WACC x Invested Capital
Invested Capital itu sendiri merupakan hasil dari penjabaran perkiraan dalam neraca yang digunakan untuk melihat besarnya modal yang telah diinvestasikan oleh kreditur maupun pemegang saham.Invested Capital dihitung dari jumlah hutang bank jangka pendek, pinjaman atau sewa guna usaha, sert obligasi jangka panjang yang telah jatuh tempo dalam kewajiban pajak tangguhan satu tahun, kewajiba jangka panjang, hak minoritas atas aktiva perusahaan, dan ekuitas. Dengan demikian, diperoleh rumus untuk menghitung Economic Value Added (EVA) menurut Prabowo (2009:23) adalah sebagai berikut: EVA = NOPAT – CAPITAL CHARGES
2.1.5
Profitabilitas Menurut Simorangkir (2004:156) Profitabilitas (profitability) adalah
kemampuan suatu bank untuk memperoleh laba. Indikator rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah ROA (return on asset). Profitabilitas merupakan dasar yang digunakan dari adanya keterkaitan antara
24
efisiensi operasional dengan kualitas jasa yang akan dihasilkan oleh suatu bank. Return on Asset juga merupakan salah satu rasio yang dapat memberikan informasi kepada bank mengenai seberapa efisien bank tersebut melakukan kegiatan usahanya, karena rasio profitabilitas ini menunjukkan seberapa besar keuntungan yang diperoleh dari setiap rupiah aset yang dimiliki. Apabila diperoleh nilai ROA yang semakin besar itu berarti menunjukkan bahwa kinerja dari perusahaan semakin baik, dikarenakan return semakin besar. Bank Indonesia (BI) telah menetapkan ketentuan rumus yang digunakan untuk menghitung ROA adalah sebagai berikut :
ROA =
2.1.6
Hubungan Non Performing Financing Terhadap Profitabilitas Non Performing Financing (NPF) mencerminkan indikator yang
digunakan untuk menunjukkan kerugian akibat risiko kredit. Besarnya nilai Non Performing Financing (NPF) mencerminkan tingkat pengendalian dan kebijakan pembiayaan/kredit yang dijalankan oleh bank. Non Performing Financing (NPF) merupakan rasio yang terkait dengan profitabilitas. Jika semakin rendah tingkat NPF maka akan semakin rendah tingkat harga saham suatu perusahaan perbankan. Kerdit bermasalah yang tinggi dapat menimbulkan keengganan bank untuk menyalurkan kredit karena harus membentuk cadangan penghapusan yang besar. Berdasarkan analisis data
25
yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel NPF berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA).
2.1.7
Hubungan Capital Adequacy Ratio Terhadap Profitabilitas Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal
yang memperlihatkan perbandingan modal bank dengan aktiva tertimbang menurut risiko. Semakin tinggi rasio CAR mengindikasikan bahwa bank tersebut semakin sehat permodalannya, hal ini menandakan bahwa kinerja dari perbankan syariah tersebut semakin baik. Dengan demikian selanjutnya akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor, yang akan berdampak pula terhadap profitabilitas dari perusahaan perbankan syariah tersebut di pasar modal akan semakin meningkat. Dengan kata lain, dapat diketahui bahwa CAR berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA).
2.1.8
Hubungan Economic Value Added Terhadap Profitabilitas Secara umum Economic Value Added(EVA) merupakan suatu
pengukur
dari
kinerja
suatu
perusahaan.
Dengan
demikian
EVA
mengidentifikasikan seberapa jauh perusahaan telah menciptakan nilai bagi pemilik perusahaan. Semakin tinggi rasio ini menunjukkan bahwa perusahaa semakin efekif dalam memnfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. Analisis penilaian kinerja dengan menggunakan Economic Value Added (EVA) jika kinerja perusahaan itu bagus maka profitabilitas semakin
tinggi,
ini
menandakan
bahwa
EVA
berhubungan
26
profitabilitas.Sehingga dapat dikatakan bahwa EVA berpengaruh positif terhadap profitabilitas (ROA).
2.2 Model / Rerangka Konseptual Rerangka konseptual adalah rerangka yang menjelaskan secara teoritis model konseptual variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan variabel terikat (Iskandar, 2008:54). Adapun rerangka konseptual dari penelitian ini adalah :
NPF
CAR
Profitabilitas (ROA)
EVA
Gambar 1 Rerangaka Konseptual
27
2.3 Perumusan Hipotesis Hipotesis pada penelitian kuantitatif dikembangkan dari telaah teoritis atau literatur. Sumber-sumber literatur dapat berasal dari literatur yang dipublikasikan seperti jurnal, buku teks, text-database atau literatur yang tidak dipublikasikan seperti skripsi, tesis, disertasi, paper, makalah seminar. Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori dan rerangka pikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1
:Non
Performing
Financing
(NPF)
berpengaruh
signifikan
negatifterhadap profitabilitas (ROA) H2
:Capital Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh signifikan positif
terhadap profitbilitas (ROA) H3
: Economic Value Added (EVA) berpengaruh signifikan positif
terhadap profitabilitas (ROA) H4
:
Capital
Adequcy
dominanterhadapprofitabilitas (ROA)
.
Ratio
(CAR)
berpengaruh