BAB 2 LANDASAN TEORI
2.1
Teori-Teori Dasar/Umum 2.1.1
Pengertian Teknologi Informasi Menurut Turban, Rainer, dan Potter yang diterjemahkan oleh Kwary dan Sari (2006:49), teknologi informasi (TI) secara umum adalah kumpulan sumber daya informasi perusahaan, para penggunanya, serta manajemen yang menjalankannya: meliputi infrastruktur TI dan semua sistem informasi lainnya dalam perusahaan.
2.1.2
Pengertian Sistem Beberapa pengertian sistem antara lain sebagai berikut: Menurut O’Brien dan Marakas (2008:24), sistem didefinisikan sebagai sekelompok elemen yang saling berhubungan, dengan batasan yang jelas, bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan dengan menerima input dan menghasilkan output di dalam proses transformasi yang terorganisir. Menurut Williams dan Sawyer (2010:492), sistem adalah sekumpulan komponen yang saling berhubungan yang berinteraksi untuk melakukan suatu pekerjaan dalam usaha untuk mencapai suatu tujuan.
10
11
Jadi, berdasarkan dua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa sistem adalah sekelompok elemen yang saling berhubungan, berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan.
2.1.3 Informasi Pengertian Informasi Menurut O’Brien dan Marakas (2008:32), informasi adalah data yang telah diubah menjadi konteks yang berarti dan berguna bagi para pemakai akhir tertentu. Menurut McLeod dan Schell (2007:9), informasi adalah data olahan yang bermakna; biasanya memberitahukan kepada pengguna sesuatu hal yang tidak mereka ketahui. Jadi, dapat disimpulkan bahwa informasi adalah sekumpulan data yang sudah diolah dan memiliki makna bagi pengguna.
Dimensi Informasi Menurut McLeod dan Schell (2007:34), system developer (pengguna
sebagaimana
merupakan
spesialis
informasi)
mendefinisikannya sebagai suatu output yang disediakan oleh suatu prosesor informasi. Mereka mempertimbangkan 4 dasar dimensi informasi. Dimensi-dimensi tersebut berkontribusi terhadap nilai dari informasi.
12
•
Relevancy. Informasi memiliki relevansi ketika berkaitan dengan masalah yang dihadapi. Hanya ketika data relevan dengan suatu keputusan yang dibuat dapat disebut sebagai “informasi”.
•
Accuracy. Pada dasarnya, semua informasi seharusnya akurat. Namun, fitur yang berkontribusi terhadap akurasi sistem menambah biaya suatu sistem informasi. Oleh karena itu, pengguna sering dipaksa untuk menetapkan keakuratan kurang dari 100 persen.
•
Timeless. Informasi harus tersedia untuk pengambilan keputusan sebelum situasi krisis terjadi atau kesempatan hilang. Pengguna harus dapat memperoleh informasi yang mendeskripsikan apa yang terjadi sekarang, di samping apa yang telah terjadi di masa lalu. Informasi yang datang setelah suatu keputusan dibuat tidak ada nilainya.
•
Completeness. Pengguna harus dapat memperoleh informasi yang menampilkan gambaran yang lengkap terhadap suatu masalah tertentu atau solusi. Informasi dikatakan lengkap ketika memiliki jumlah agregasi yang benar dan mendukung semua area dimana keputusan tersebut dibuat.
2.1.4 Sistem Informasi Pengertian: Menurut Laudon (2007:14), sistem informasi dapat didefinisikan secara teknis sebagai sekumpulan komponen yang saling berhubungan, yang mengumpulkan (atau mengambil), memproses, menyimpan, dan
13
menyebarkan informasi untuk mendukung pengambilan keputusan, koordinasi, dan pengawasan dalam suatu organisasi. Menurut Turban et al yang diterjemahkan oleh Kwary dan Sari (2006:49), sistem informasi adalah proses yang menjalankan fungsi mengumpulkan,
memproses,
menyimpan,
menganalisis,
dan
menyebarkan informasi untuk tujuan tertentu; kebanyakan sistem informasi dikomputerisasi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan suatu proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis, dan menyebarkan informasi mendukung untuk tujuan tertentu.
Komponen-Komponen Dasar Sistem Informasi: Menurut Turban et al yang diterjemahkan oleh Kwary dan Sari (2006:49), komponen-komponen dasar sistem informasi antara lain: •
Peranti keras (hardware) adalah serangkaian peralatan seperti processor, monitor, keyboard, dan printer. Bersama-sama, berbagai peralatan tersebut menerima data serta informasi, memprosesnya, dan menampilkannya.
•
Peranti
lunak
(software)
adalah
sekumpulan
program
yang
memungkinkan peranti keras untuk memproses data. •
Basis data (database) adalah sekumpulan arsip (file), tabel, relasi, dan lain-lainnya yang saling berkaitan dan menyimpan data serta berbagai hubungan di antaranya.
14
•
Jaringan (network) adalah sistem koneksi (dengan kabel atau nirkabel) yang memungkinkan adanya berbagai sumber daya antar berbagai komputer yang berbeda.
•
Prosedur
adalah
serangkaian
instruksi
mengenai
bagaimana
menggabungkan berbagai komponen di atas agar dapat memproses informasi dan menciptakan hasil yang diinginkan. •
Orang adalah berbagai individu yang bekerja dengan sistem informasi, berinteraksi dengannya, atau menggunakan hasilnya.
Gambar 2.1 Teknologi Informasi di Dalam Perusahaan (Sumber: Turban, Rainer, dan Potter (2006:50))
15
Peranan Sistem Informasi bagi Organisasi Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:11-12), sistem informasi merupakan aset bagi perusahaan dimana bila diterapkan secara baik, maka akan memberikan kelebihan untuk berkompetitif dan meningkatkan kesuksesan bagi perusahaan. Penerapan fungsi-fungsi manajemen berperan sangat penting untuk mensukseskan upaya pengelolaan usaha suatu sistem organisasi. Di era informasi sekarang ini, maka penerapan fungsi-fungsi manajemen tersebut sangatlah diperlukan dukungan komputer dan jaringannya untuk mempengaruhi kompetisi dan daya saing di antara sistem-sistem pada suatu sistem organisasi. Fungsi-fungsi manajemen sudah dipahami oleh dunia usaha, sedangkan sistem informasi belum semua perusahaan memahami peranan kuncinya. Adapun tujuan dari perancangan arsitektur sistem informasi adalah untuk menjawab hal-hal berikut: -
Bagaimana caranya menguraikan fungsi-fungsi organisasi yang kompleks menjadi sekumpulan fungsi-fungsi yang sederhana?
-
Apa yang membedakan antara proses yang menjadi elemen sistem informasi dengan proses-proses lain dalam organisasi?
-
Bagaimana keterkaitan antara proses-proses dalam sistem informasi dengan proses-proses dalam sistem organisasi?
-
Bagaimana cara melakukan validasi proses pengolahan data? Aktivitas perancangan arsitektur sistem informasi harus didukung
oleh aktivitas pembuatan model yang merupakan sarana komunikatif bagi
16
semua pihak yang terlibat dalam pembangunan sistem informasi. Dalam sistem informasi, peranan dari modul-modul program dan unit-unit tempat data mendukung pengembangan sistem informasi yang berbasis jaringan. Agar dalam membangun sistem informasi dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu diperhatikan kiat-kiat dalam membangun sistem informasi, yaitu sebagai berikut: -
Buat perencanaan investasi teknologi secara detail dan komprehensif.
-
Tentukan arah investasi sistem informasi untuk menjawab kebutuhan jangka panjang, bukan untuk kebutuhan jangka pendek.
-
Bentuk struktur organisasi yang fleksibel dan adaptif terhadap perubahan, sehingga dapat menangani hal-hal teknis dan non teknis yang dihadapi dalam membangun proyek sistem informasi.
-
Bentuk tim khusus yang berfungsi sebagai agen perubahan dalam melakukan proses manajemen perubahan.
-
Benahi sistem pengelolaan sumber daya manusia secara terpadu, agar dapat bekerja secara profesional dan berkinerja baik.
-
Mengacu pada strategi bisnis perusahaan.
-
Pengguna harus dilibatkan secara aktif.
-
Sistem informasi yang dihasilkan merupakan investasi perusahaan.
-
Manajemen
harus
berani
memberhentikan
suatu
pekerjaan
pengembangan sistem informasi yang dirasakan tidak layak. -
Menghindari fungsi yang mengalami redundansi dan duplikasi.
17
-
Menentukan secara tepat banyaknya informasi yang dibutuhkan pengguna.
-
Laporan yang dikeluarkan sistem baru harus benar-benar memenuhi kebutuhan informasi pengguna dan manajemen.
-
Sistem baru harus bekerja lebih cepat, lebih lengkap, menyeluruh, dan lebih murah dibanding sistem berjalan.
-
Berbagai aktivitas bisnis yang harus dilakukan, masalah bisnis yang harus dipecahkan, dan peluang bisnis yang harus dimanfaatkan.
Untuk itu, dapat dikatakan bahwa sistem informasi sebagai sistem fungsional bisnis dimana cara kerja yang menggunakan teknologi informasi dalam bisnis untuk mendukung setiap fungsi bisnis yang harus diselesaikan dalam perusahaan. Sistem fungsional bisnis merupakan berbagai jenis sistem informasi yang mendukung berbagai fungsi bisnis.
Gambar 2.2 Sistem Informasi Fungsional Bisnis (Sumber: Wijaya dan Darudiato (2009:13))
18
2.1.5
Proses Bisnis Pengertian Proses Bisnis Menurut Jones dan Rama yang diterjemahkan oleh Wibowo (2008:3), proses bisnis adalah urutan aktivitas yang dilaksanakan oleh suatu bisnis untuk memperoleh, menghasilkan, serta menjual barang dan jasa.
Siklus Transaksi Proses Bisnis Menurut Jones dan Rama yang diterjemahkan oleh Wibowo (2008:3-4), proses bisnis dapat dilihat melalui siklus transaksi proses bisnis tersebut dan dapat dikelompokkan ke dalam tiga siklus transaksi utama yaitu : •
Siklus pemerolehan/pembelian (acquistion/purchasing cycle) adalah proses pembelian dan pembayaran untuk barang-barang dan jasa.
•
Siklus konversi (conversion cycle) adalah proses mengubah sumber daya yang diperoleh menjadi barang-barang dan jasa.
•
Siklus pendapatan (revenue cycle) adalah proses menyediakan barang atau jasa untuk para pelanggan dan menagih uangnya.
2.1.6 Kuesioner 2.1.6.1 Pengertian Kuesioner Menurut Sugiono (2007:135), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi
19
seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Dengan adanya kontak langsung antara peneliti dengan responden akan menciptakan suatu kondisi yang cukup baik sehingga responden dengan sukarela akan memberikan data obyektif dan cepat.
2.1.6.2 Skala Pengukuran Menurut
Sugiono
(2007:84-86),
skala
pengukuran
merupakan kesepakatan yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat ukur sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan menghasilkan data kuantitatif. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang variabel penelitian. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan Skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai sangat negatif, yang dapat merupakan kata-kata antara lain: 1. Sangat setuju/selalu/sangat positif diberi skor 5. 2. Setuju/sering/positif diberi skor 4. 3. Ragu-ragu/kadang-kadang/netral diberi skor 3.
20
4. Tidak setuju/hampir tidak pernah/negatif diberi skor 2. 5. Sangat tidak setuju/tidak pernah/sangat negatif diberi skor 1. Kemudian dengan teknik pengumpulan data angket, maka instrumen tersebut diberikan kepada 100 orang karyawan. Dari 100 orang pegawai setelah dilakukan analisis misalnya: 25 orang menjawab SS (sangat setuju). 40 orang menjawab ST (setuju). 5 orang menjawab RG (ragu-ragu). 20 orang menjawab TS (tidak setuju). 10 orang menjawab STS (sangat tidak setuju). Berdasarkan data tersebut, 65 orang atau 65% karyawan menjawab setuju dan sangat setuju. Jadi kesimpulannya mayoritas karyawan setuju dengan metode kerja baru. Data tersebut juga dapat dianalisis berdasarkan skoring setiap jawaban dari responden. Berdasarkan skor yang telah ditetapkan maka, Jumlah skor untuk 25 orang yang menjawab SS = 25 x 5 = 125. Jumlah skor untuk 40 orang yang menjawab ST = 40 x 4 = 160. Jumlah skor untuk 5 orang yang menjawab RG = 5 x 3 = 15. Jumlah skor untuk 20 orang yang menjawab TS = 10 x 2 = 40. Jumlah skor untuk 10 orang yang menjawab STS = 10 x 1 = 10. Jumlah seluruh skor adalah 350. Jumlah skor ideal (kriterium) untuk seluruh item = 5 x 100 = 500 (SS) (skor tertinggi).
21
Jumlah skor rendah = 1 x 100 = 100 (STS). Jadi, berdasarkan data itu maka tingkat persetujuan terhadap metode kerja baru itu = (350 : 500) x 100% = 70% dan berada di daerah setuju.
2.2
Teori-Teori Khusus 2.2.1
Enterprise Resource Planning (ERP) Pengertian Enterprise Resource Planning (ERP) Menurut O’Brien dan Marakas (2008:296), Enterprise Resource Planning adalah sistem enterprise lintas fungsional yang didorong oleh modul software yang terintegrasi yang mendukung dasar proses bisnis internal untuk suatu perusahaan. Menurut Groover (2008:779), Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sebuah software sistem komputer yang mengatur dan mengintegrasikan semua data dan fungsi bisnis sebuah organisasi melalui database tunggal dan terpusat. Fungsinya mencakup penjualan, pemasaran, pembelian, operasi, logistik, distribusi, kontrol persediaan, akuntansi, keuangan, dan sumber daya manusia.
22
Sejarah Sistem ERP Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:15-16), sejarah sistem ERP adalah sebagai berikut: Tahun 1960an
Sistem Fabrikan fokus kepada pengendalian persediaan (Inventory Control).
1970an
Fokus
bergeser
Requirement
pada
MRP
(Material
Planning),
yang
menerjemahkan jadwal utama suatu produk menjadi kebutuhan berbasis time-phased net, untuk perencanaan dan pengadaan barang sebagian jadi, komponen maupun bahan baku. 1980an
MRP-II (Manufacturing Resource Planning) berkembang mencakup pengelolaan operasi produksi
(shop
floor)
dan
aktivitas
pengelolaan distribusi. 1990an
MRP-II
dikembangkan
lagi
mencakup
aktivitas rekayasa, keuangan, sumber daya manusia,
pengelolaan
proyek
yang
melingkupi hampir semua aktivitas sistem organisasi usaha (business enterprise), yang
23
kemudian dikenal dengan istilah Enterprise Resource Planning (ERP). 2000an – sekarang
Extended ERP menjadi ERP II
Infrastruktur Sistem ERP Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:22-24), sebelum suatu perusahaan menggunakan sistem ERP, maka perlu dibangun suatu pondasi yang kuat, seperti infrastruktur dan bisnis proses. Hal ini dikarena, jika pondasi yang dibangun kurang kuat, maka yang terjadi adalah bukan keuntungan yang diperoleh dari sistem ERP, melainkan seperti bom waktu saja, yang akhirnya mengalami kegagalan sistem ERP. Infrastruktur merupakan hal utama dalam perencanaan pemakaian sistem ERP, karena dengan adanya infrastruktur yang kuat, maka dapat dikatakan bahwa perusahaan telah membangun pondasi yang kuat. Secara umum, infrastruktur sistem ERP yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut: -
People Orang-orang yang terlibat dalam penerapan sistem ERP merupakan faktor yang sangat penting, terutama dalam hal komitmen waktu, dukungan top management, rasa memiliki (sense of belonging), keterlibatan (involvement), semangat (spirit), dan rasa perlawanan yang minimum (resistance). Hal ini dimulai saat pemilihan sistem ERP, pelaksanaan, penyelesaian, pemeliharaan (maintenance). Pada
24
saat pelaksanaan implementasi, top management dengan didukung level manajerial dapat menjadi motor penggerak untuk mengontrol dan mengevaluasi jalannya pelaksanaan implementasi. Demikian pihak konsultan tetap peduli untuk memberikan dukungan dan memberikan dokumentasi yang jelas. -
Process Berkaitan dengan proses bisnis berjalan dan proses bisnis ke depan dengan penerapan sistem ERP. Dalam proses implementasi sistem ERP, harus ada kontrol dari tiap bagian. Hal terpenting dalam proses yang merupakan acuan utama dalam melakukan implementasi sistem ERP adalah sebelum mengambil keputusan menggunakan sistem ERP, maka perusahaan harus sudah memiliki bisnis prosedur yang baik yang akan diterapkan dalam implementasi sistem ERP.
-
Technology Penerapan sistem ERP identik dengan investasi yang relatif besar, dimana teknologi meliputi dari infrastruktur jaringan, hardware, software. Jaringan yang dibangun adalah jaringan untuk internal (Local Area Network), untuk eksternal (Wide Area Network). Untuk hardware, lebih baik jika melihat dari karakteristik software, apakah compatible (bisa open system secara hardware) atau hanya bisa untuk diinstall pada hardware tertentu. Untuk software, lebih bijaksana dengan melihat scalability, maintenance dan perkembangan di masa mendatang. Untuk database, umumnya memakai relational database,
25
dimana arsitekturnya sudah menggunakan client server, dan untuk beberapa sistem ERP tertentu sudah ada yang menggunakan web based.
Gambar 2.3 Komponen Infrastruktur ERP (Sumber: Wijaya dan Darudiato (2009:24))
Konsep dan Arsitektur ERP Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:26-28), Enterprise Resouce Planning (ERP) merupakan singkatan dari tiga elemen kata Enterprise (Perusahaan/Organisasi),
Resource
(Sumber
Daya),
Planning
(Perencanaan). Tiga kata tersebut mencerminkan sebuah konsep yang berujung pada kata kerja yaitu Planning. Dengan demikian, berarti ERP menekankan kepada aspek perencanaan. Integrasi dalam konsep sistem ERP berhubungan dengan interpretasi sebagai berikut :
26
-
Menghubungkan antara berbagai aliran proses bisnis.
-
Metode dan teknik berkomunikasi.
-
Keselarasan dan sinkronisasi operasi bisnis.
-
Koordinasi operasi bisnis. Perusahaan adalah organisasi yang terstruktur, baik dalam
perencanaan maupun dalam pelaksanaan aktivitasnya. Untuk itu, dalam pelaksanaan operasionalnya untuk memperoleh tujuan organisasi, ditentukan keberhasilan dalam menangani faktor eksternal dan faktor internal. Salah satu faktor internal adalah sistem ERP, yang dapat dikatakan sebagai back bone dalam mendukung sistem operasional yang dapat mempengaruhi kemampuan kompetitif perusahaan. Enterprise digunakan untuk menggambarkan situasi bisnis secara umum dalam satu entitas korporat, dalam berbagai ukuran, mulai dari bisnis ukuran kecil hingga bisnis multinasional. Secara konsep, dapat dikatakan bahwa enterprise dapat digambarkan sebagai sebuah kelompok orang dengan tujuan tertentu yang memiliki sumber daya untuk mencapai tujuan tertentu. Organisasi/perusahaan dibagi-bagi menjadi unit-unit dengan fungsi-fungsi tertentu, seperti fungsi personalia, keuangan, pemasaran, pengadaan, dan sebagainya. Tiap fungsi tersebut memiliki tujuan dan sasaran masing-masing, sehingga terkesan tiap fungsi memiliki sistem dan koleksi data dan analisis masing-masing. Enterprise secara keseluruhan organisasi dianggap sebagai sebuah sistem dan masing-masing fungsi adalah subsistem. Informasi mengenai semua
27
fungsi disimpan dan dikelola secara terpusat dan dapat diakses tiap fungsi sesuai kebutuhan, sehingga terjadi transparansi informasi bagi tiap-tiap fungsi untuk mendukung pekerjaan sebagai upaya mencapai tujuan organisasi secara keseluruhan. Resource merupakan sumber daya, yang berupa aset perusahaan, seperti aset keuangan, sumber daya manusia, konsumen, supplier, order, teknologi, dan strategi. Resource dapat meliputi semua hal yang menjadi tanggung jawab dan tantangan manajemen untuk dikelola agar dapat menghasilkan keuntungan bagi organisasi secara keseluruhan. Jadi, Enterprise Resource Planning (ERP) merupakan konsep untuk merencanakan dan mengelola sumber daya perusahaan, yaitu berupa paket aplikasi program terintegrasi dan multi modul yang dirancang untuk melayani dan mendukung berbagai fungsi dalam perusahaan (to serve and support multiple business functions), sehingga pekerjaan menjadi lebih efisien dan dapat memberikan pelayanan lebih bagi konsumen, yang akhirnya dapat menghasilkan nilai tambah dan memberikan
keuntungan
maksimal
bagi
semua
pihak
yang
berkepentingan (stakeholder) atas perusahaan. Konsep dasar ERP dapat diterjemahkan sebagai berikut : -
ERP terdiri atas paket software komersial yang menjamin integrasi yang mulus atas semua aliran informasi di perusahaan, yang meliputi keuangan, akuntansi, sumber daya manusia, rantai pasok, dan informasi konsumen.
28
-
Sistem ERP adalah paket sistem informasi yang dapat dikonfigurasi, yang mengintegrasikan informasi dan proses yang berbasis informasi di dalam dan melintas area fungsional dalam sebuah organisasi.
-
ERP merupakan satu basis data, satu aplikasi dan satu kesatuan antarmuka di seluruh enterprise.
Gambar 2.4 Konsep Sistem ERP (Sumber: Wijaya dan Darudiato (2009:28))
Manfaat Sistem ERP Menurut O’Brien di Wijaya dan Darudiato (2009:33-35), penerapan sistem ERP memiliki banyak manfaat, antara lain sebagai berikut:
29
•
Kualitas dan efisiensi. Sistem ERP dapat menciptakan kerangka kerja untuk mengintegrasikan dan meningkatkan proses bisnis internal perusahaan yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam kualitas dan efisiensi layanan pelanggan, produksi, dan distribusi.
•
Penurunan Biaya. Sistem ERP dapat menurunkan signifikan dalam biaya pemrosesan transaksi dan hardware, dan software, serta karyawan pendukung teknologi informasi, jika dibandingkan dengan sistem yang tidak terintegrasi yang digantikan oleh sistem ERP.
•
Pendukung Keputusan. Sistem ERP dapat mempermudah tugastugas manajemen sehari-hari dalam pengambilan keputusan dan melakukan fungsi manajemen yang meliputi diantaranya di bidang perencanaan, pengorganisasian, pengawasan, dan pengendalian. Sistem ERP dapat menyediakan informasi mengenai kinerja bisnis lintas fungsi yang sangat penting secara cepat untuk level manajerial dan pengambil keputusan agar dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan secara tepat waktu pada lintas bisnis perusahaan.
•
Kelincahan Perusahaan. Dalam mengimplementasikan sistem ERP dapat menghilangkan perbedaan budaya antar departemen sehingga data dapat diintegrasikan. Dan menghilangkan dinding departemen dan fungsi berbagai proses bisnis, sistem informasi dan sumber daya informasi, sehingga menghasilkan struktur organisasi, tanggung jawab manajerial dan peran kerja yang lebih fleksibel , dan karenanya
30
menghasilkan struktur organisasi dan tenaga kerja yang lebih lincah dan adaptif yang dapat dengan lebih mudah memanfaatkan berbagai peluang baru bisnis. •
Sistem Terintegrasi. Sistem ERP menawarkan sistem terintegrasi dalam perusahaan, sehingga proses dan pengambilan keputusan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.
•
Sistem ERP tidak hanya memadukan data dan orang, tetapi dapat menghilangkan kebutuhan pemutakhiran dan koreksi data pada banyak sistem komputer yang terpisah.
•
Sistem ERP dapat memungkinkan manajemen mengelola operasi, tidak hanya memonitor operasional saja, tetapi mampu menjawab apa yang harus dikerjakan untuk menjadi lebih baik.
•
Sistem ERP dapat memudahkan ekstraksi informasi untuk menghasilkan analisa dan laporan pendukung perencanaan jangka panjang yang dapat dijadikan alat pengambilan keputusan sebagai decision support system.
•
Sistem ERP menghasilkan informasi dari data masukan yang relevan untuk membuat perencanaan aktivitas antar departemen agar sumber daya dikelola dan dialokasikan secara efisien dan efektif, misalnya perencanaan pembelian barang, perencanaan produksi dan perencanaan cash flow, perencanaan penjualan dan perencanaan biaya.
•
Sistem ERP menciptakan struktur organisasi yang ramping dan pembagian kerja yang tepat dengan menggunakan sistem yang
31
terintegrasi untuk seluruh fungsi baik fungsi penjualan, pembelian, produksi, dan keuangan, sehingga dapat menghilangkan pekerjaanpekerjaan rangkap dan menggunakan standarisasi data untuk seluruh departemen. •
Sistem ERP menjamin seluruh aktivitas dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan, misalnya fungsi pembelian harus melalui perhitungan perencanaan kebutuhan barang, setelah itu order pembelian, kemudian penerimaan barang, selanjutnya pengakuan hutang. Dengan demikian, seluruh aktivitas dapat berjalan efisien dan efektif.
•
Sistem ERP mengendalikan seluruh proses bisnis dengan menggabungkan seluruh aktivitas masing-masing departemen dalam satu sistem yang terintegrasi. Dengan sistem yang terintegrasi, dapat dihindari kebocoran, pemborosan, penyalahgunaan sumber daya perusahaan, dan alokasi sumber daya yang tidak tepat.
Faktor Penentu Keberhasilan ERP Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:133), faktor penentu yang perlu dipertimbangkan dalam keberhasilan implementasi sistem ERP, adalah sebagai berikut: •
Kepemimpinan dan komitmen yang kuat top management dan executive dalam perencanaan manajemen.
32
•
Tim implementasi solid yang mewakili semua fungsi-fungsi level manajerial organisasi yang terlibat secara aktif dalam implementasi sistem ERP.
•
Keterlibatan secara aktif dari level manajerial manajemen dalam dukungan penuh implementasi sistem ERP.
•
Teknik project management yang baik.
•
Dihilangkan pelaksanaan sistem lama yang memerlukan waktu yang relatif lama, termasuk yang tidak termasuk implementasi sistem ERP.
•
Pengawasan ketat dalam tahapan implementasi sistem ERP.
•
Melakukan implementasi sesuai jadwal yang dapat tercapai.
•
Penerapan teknis perubahan proses bisnis manajemen.
•
Pendidikan dan pelatihan secara intensif bagi semua pengguna dalam implementasi sistem ERP.
2.2.2
Inventory/Persediaan Menurut Chase, Jacobs, dan Aquilano (2006:589), persediaan adalah stok dari setiap item atau sumber daya yang digunakan dalam suatu organisasi. Suatu sistem persediaan adalah serangkaian kebijakan dan kontrol yang memantau tingkat persediaan dan menentukan tingkat mana yang harus dipelihara, kapan stok harus ditambah, dan seberapa besar pesanan yang seharusnya dilakukan.
33
Dengan konvensi, persediaan manufaktur umumnya mengacu pada item yang berkontribusi atau menjadi bagian dari output produk perusahaan. Persediaan manufaktur biasanya diklasifikasikan ke dalam bahan baku, produk jadi, komponen, perlengkapan, dan barang dalam proses. Dalam jasa, persediaan umumnya mengacu pada barang berwujud yang dijual dan perlengkapan yang diperlukan untuk mengelola jasa tersebut. Tujuan dasar dari analisis persediaan di dalam manufaktur dan jasa stockkeeping adalah untuk menentukan : 1) Kapan item harus dipesan dan 2) Seberapa besar pesanan yang harus dilakukan.
Banyak perusahaan cenderung untuk melakukan hubungan jangka panjang dengan vendor untuk memasok kebutuhan mereka sepanjang tahun. Hal ini mengubah “kapan” dan “berapa banyak yang dipesan” menjadi “kapan” dan “berapa banyak yang dikirim”.
Jenis Persediaan Menurut
Render
dan
Heizer
(2011:501),
perusahaan
mempertahankan 4 jenis persediaan: 1)persediaan bahan mentah, 2)persediaan barang dalam proses (Work-in-process-WIP), 3)persediaan MRO (perlengkapan pemeliharaan/perbaikan/operasi), dan 4) persediaan barang jadi.
34
Persediaan bahan mentah telah dibeli, namun belum diproses. Bahan mentahnya dapat digunakan dari proses produksi untuk pemasok yang berbeda-beda. Meskipun demikian, pendekatan yang lebih disukai adalah dengan menghapus variabilitas pemasok dalam hal mutu, jumlah, atau waktu pengiriman sehingga tidak diperlukan pemisahan. Persediaan barang dalam proses telah mengalami beberapa perubahan, tetapi belum selesai. WIP ini adalah karena untuk membuat produk diperlukan waktu (disebut cycle time). Pengurangan cycle time menyebabkan persediaan WIP pun berkurang. Sering kali hal ini tidak sulit untuk dilakukan, karena hampir di sepanjang waktu “pembuatan produk”, produk itu sebenarnya menganggur. MRO merupakan persediaan yang dikhususkan untuk perlengkapan pemeliharaan/perbaikan/operasi. MRO ini ada karena waktu dan kebutuhan untuk pemeliharaan dan perbaikan dari beberapa peralatan tidak dapat diketahui. Walaupun permintaan untuk persediaan MRO ini sering kali merupakan fungsi jadwal-jadwal pemeliharaan, permintaan MRO lainnya perlu diantisipasi. Demikian pula, persediaan barang jadi selesai dan menunggu untuk dikirimkan. Barang jadi dimasukkan ke dalam persediaan karena permintaan konsumen untuk jangka waktu tertentu mungkin tidak diketahui.
35
Fungsi Persediaan Menurut
Render
dan
Heizer
(2011:500-501),
persediaan
(inventory) dapat memiliki berbagai fungsi penting yang menambah fleksibilitas dari operasi suatu perusahaan. 4 fungsi persediaan adalah: 1. Untuk memisahkan berbagai bagian dari proses produksi. Misalnya, jika pasokan suatu perusahaan mengalami fluktuasi, persediaan ekstra mungkin diperlukan untuk memisahkan proses produksi dari supplier. 2. Untuk memisahkan perusahaan dari fluktuasi atas permintaan dan menyediakan stok barang yang akan memberikan pilihan kepada pelanggan seperti persediaan yang khas pada perusahaan eceran. 3. Untuk mengambil keuntungan dari kuantitas diskon, karena pembelian dalam jumlah besar dapat mengurangi harga pokok barang atas pengirimannya. 4. Untuk melakukan antisipasi terhadap inflasi dan perubahan harga yang meningkat.
2.2.3
Production/Produksi Sistem Produksi Menurut
Groover
(2008:19-20),
sebuah
sistem
produksi
merupakan suatu kumpulan orang, peralatan dan aturan-aturan yang dikelola
sedemikian
rupa
untuk
melaksanakan
operasi-operasi
manufaktur dalam sebuah pabrik (atau organisasi lainnya). Sistem
36
produksi dapat dibagi menjadi dua kategori atau dua tingkatan seperti yang ditunjukkan gambar berikut. Sistem Penunjang Manufaktur Sistem Produksi Fasilitas: Pabrik, Peralatan Gambar 2.5 Sistem Produksi Terdiri dari Fasilitas dan Sistem Penunjang Manufaktur (Sumber: Groover (2008:20))
-
Fasilitas Produksi (Facilities). Fasilitas dalam sistem produksi terdiri dari pabrik, peralatan produksi, dan cara pengorganisasian peralatan tersebut.
-
Sistem Penunjang Manufaktur (Manufacturing Support System). Ini merupakan suatu rangkaian aturan atau prosedur yang digunakan oleh perusahaan untuk mengelola produksi dan untuk menyelesaikan masalah teknis dan logistik yang terkait dengan pemesanan dan pemindahan bahan di dalam pabrik serta untuk menjamin agar produk memenuhi berbagai standar kualitas. Perancangan produk dan fungsifungsi usaha tertentu juga dimasukkan ke dalam penunjang manufaktur ini.
37
Perencanaan Produksi Menurut Groover (2008:754), perencanaan produksi terdiri dari: -
Memutuskan produk mana yang akan dibuat, kuantitasnya, dan kapan produk tersebut harus diselesaikan.
-
Menjadwalkan pengiriman dan/atau produksi dari bagian-bagian produk dan produk itu sendiri.
-
Merencanakan sumber daya manusia dan peralatan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan rencana produksi.
Kanban/Work Order Menurut Groover (2008:791), Kanban berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang; Kan berarti kartu dan Ban berati sinyal. Jika digabungkan, Kanban berarti kartu sinyal. Sebuah sistem kontrol kanban produksi didasarkan pada penggunaan kartu yang mengotorisasi (1) bagian produksi dan (2) bagian pengiriman. Dengan demikian, dalam pelaksanaan suatu sistem kanban, ada 2 tipe kartu: Production Kanban dan Transport Kanban. Production Kanban (P-Kanban) mengotorisasi upstream station untuk menghasilkan produk. Setelah diproduksi, produk tersebut diletakkan di dalam kontainer, sehingga kuantitas yang ada hanya cukup untuk mengisi kontainer. Produksi yang melebihi kuantitas di bagian ini tidak diizinkan di dalam sistem kanban.
38
Transport
Kanban
(T-Kanban)
mengotorisasi
pengiriman
kontainer ke downstream station. Implementasi modern dari sistem kanban menggunakan barcode dan teknologi pengumpulan data otomatis lainnya untuk mengurangi waktu transaksi dan meningkatkan akurasi dari data.
Bill of Material Menurut Render dan Heizer (2011:581-583), Bills of Material adalah sebuah daftar jumlah komponen, bahan, dan material yang dibutuhkan untuk membuat suatu produk. Bills of Material tidak hanya menentukan persyaratan, namun juga bermanfaat untuk biaya, dan dapat berfungsi sebagai suatu daftar barang yang akan dikeluarkan untuk produksi atau perakitan. Beberapa jenis Bills of Material antara lain: •
Modular Bills merupakan bills of material yang diselenggarakan oleh sub perakitan utama atau oleh product option.
•
Planning Bills (Kits) merupakan pengelompokan material yang dibuat dalam rangka untuk menetapkan induk suatu bills of material; juga disebut "pseudo bills"
•
Phantom Bills of Material merupakan bills of material untuk komponen, biasanya perakitan, yang hanya timbul sementara; dan tidak pernah disimpan.
39
•
Low-level
Coding
merupakan
suatu
penomoran
yang
mengindentifikasi item pada tingkat terendah dimana item tersebut terjadi.
2.2.4
BTripleE Framework Menurut Van der Zee (2002:36), dalam mengukur nilai dari suatu IT, harus didasarkan pada 2 atribut: • An overall management framework: dikarenakan kenyataan aplikasi IT di organisasi-organisasi sangat kompleks, sebuah skema konseptual untuk
menyederhanakan
dan
memesannya
begitu
diperlukan.
Meskipun “penggunaan beberapa kerangka memancing godaan terhadap ancaman dari suatu abstraksi kerangka, sama jika mereka nyata berputar, atau dengan alternatif, godaan untuk tidak meleset sebagai mere jargon, seperti yang Cohen letakkan, sebuah kerangka seharusnya diancam sebagai suatu alat untuk menolong mengarahkan lahan area yang sulit, lebih dari seperti dirinya sendiri. Untuk mengelola, memantau, dan menghasilkan timbal balik dari nilai suatu IT, pengukuran dari nilai IT harus berdasarkan pada kerangka manajemen (diciptakan BTripleE Framework) yang menghubungkan tingkatan dari business planning, IT planning, IT supply planning, dengan perbandingan tingkatan penilaian. Dengan mengajukan nilai dari IT pada setiap tingkatan, dan dalam konteks keseluruhan, secara keseluruhan pertanyaan tentang nilai tersebut dapat dijawab.
40
• A set of key measures for value: ini memungkinkan pengelolaan dari IT, bervariasinya didasarkan pada tujuan dari suatu organisasi dan tingkatan dari suatu kerangka yang akan mengkonstruksikan pengukuran-pengukuran tersebut. Pengukuran yang sesuai untuk mengakses nilai dari IT akan dijelaskan pada basis dari BTripleE Framework.
Gambar 2.6 Planning, Deliverables, and Control at Different Levels (Sumber: Van der Zee (2002:38))
Menghubungkan Value dengan Tingkatan Perencanaan Menurut Van der Zee (2002:38-40), ada 3 tingkatan perencanaan yang terkait dengan nilai suatu teknologi informasi, yaitu business planning, IT planning, dan IT supply planning. Sama dengan hal
41
terdahulu, untuk setiap tingkatan seperti pada gambar di atas terdapat pertanyaan-pertanyaan kritis yang perlu dicari jawabannya. Meskipun antara tingkat perencanaan saling terkait dan bersifat iterasi (berulang) yang dapat dilakukan secara top-down atau bottom-up, nilai (value) dapat diukur untuk setiap tingkatan yang berbeda dan menggunakan sekumpulan pertanyaan yang berbeda untuk mengukurnya. Business plan diturunkan dari business objective dan melalui serangkaian proses tertentu. Business plan pada dasarnya menentukan bagaimana sesuatu yang harus dilakukan dapat dilakukan, mulai dari konfigurasi products, services, distribution channels, business process, dan business activities, dengan alokasi dari sumber daya. Hubungan dari business objective dengan products, services, distribution channels, business process, dan business activities, yang dinamakan business management. IT strategy dan IT architecture tidak secara hirarki dibagi dari business plan. IT planning processes lebih selaraskan dengan IT strategy dan IT architecture yang dinamis dengan sasaran dan rencana bisnis, dan proses-proses, aktivitas-aktivitas, dan sumber daya bisnis. Ini dinamakan IT Management. Demikian juga, IT strategy dan IT architecture digunakan untuk mengarahkan proses IT Supply Planning, yang berdampak pada konstruksi dari proses-proses IT deliveries dan IT development projects. Hubungan antara IT strategy dan IT architecture dalam satu sisi, dan IT
42
delivery processes dan IT development projects dengan lainnya, dinamakan IT Supply Management.
Gambar 2.7 Planning, Deliverables, and Control at Different Levels (Sumber: Van der Zee (2002:39))
Menggantikan “Kontrol” dengan “Pengukuran Nilai” Menurut Van der Zee (2002:40-42), istilah kontrol yang digunakan pada Gambar 2.6 tersebut terlalu luas dan terlihat kurang spesifik untuk menyatakan apa yang seharusnya diukur. •
Nilai (value) menurut Webster’s New World Dictionary, nilai didefinisikan sebagai the worth of a thing in money or goods dan quality of a thing which makes it more or less desirable, useful, etc.
43
•
Sedangkan effectiveness (Webster), producing desire effect, yang juga berarti doing the right things.
•
Efficiency: producing the desire result with a minimum effort, expense or waste, atau doing the things right. Jadi, dapat disimpulkan bahwa:
•
Business value of IT dapat didefinisikan sebagai perolehan IT untuk sebuah organisasi secara keseluruhan, yang diekspresikan melalui peningkatan kinerja organisasi dengan biaya yang minimum.
•
Effectiveness of IT dapat didefinisikan sebagai tingkat kepuasan IT dalam mendukung proses bisnis, aktivitas bisnis, dan karyawan bisnis, tanpa memperhatikan biaya terkait.
•
Definisi yang sesuai untuk Effectiveness of IT Supply adalah seberapa jauh dukungan setiap produk-produk dan layanan IT, yang diselaraskan dengan business requirement seperti yang didefinisikan pada IT strategy dan IT architecture, tanpa memperhatikan biaya terkait.
•
Definisi untuk Efficiency of IT Supply adalah seberapa efektifkah setiap IT yang disediakan dengan biaya yang minimum.
Menurut Van der Zee (2002:43-45), diskusi dari (business) value, effectiveness, dan efficiency dari persediaan dan aplikasi dari IT yang hasilnya diterjemahkan ke dalam 3 konsep dari three-layer framework dari Business Management, IT Management, dan IT supply Management.
44
Pengukuran dari total biaya dan efektivitas maksimal yang harus dicapai, keduanya dinamakan nilai (value), dari semua IT (termasuk IT yang mendukung proses bisnis dan merekonfigurasi business network, IT dalam produk dan layanan, mandatory IT, infrastruktur IT, dan IT research) terkait dengan tingkatan business management dari kerangka kerja.
Gambar 2.8 BTripleE Framework for IT Planning and Validation (Sumber: Van der Zee (2002:44))
Kerangka kerja yang menghubungkan IT planning dengan penilaian dari IT dan menentukan tingkatan tersebut dinamakan BTripleE
45
Framework, setelah huruf pertama dari nama setiap level dari pengukuran nilai (value). Membaca BTripleE Framework dari bawah ke atas, value of IT akan terlihat bila : •
Yang dibutuhkan produk dan layanan IT kepuasannya dikembangkan, dirawat, dan dioperasikan (IT supply effectiveness), mengkonsumsi sumber daya yang jumlahnya minimum (IT supply efficiency).
•
IT telah dengan sukses dikontribusikan untuk kinerja dari business processes, activity, dan employee (IT effectiveness).
•
IT digunakan untuk potensinya secara penuh dalam kontribusinya ke dalam kinerja suatu organisasi, dengan biaya yang minimum (business value). Pengukuran dengan BTripleE Framework ada 4 sudut pandang
yang dikemukakan yaitu sudut pandang customer, sudut pandang internal, sudut pandang inovasi dan pembelajaran, serta sudut pandang keuangan.
Biaya IT Menurut Van der Zee (2002:62-64), dalam mengelola dan mengukur nilai dari IT, perlu diperhatikan biaya yang diperlukan sebelum dan sesudah implementasi IT. Biaya investasi IT tidak dapat ditentukan dengan bebas dan juga bukan merupakan bagian dari keputusan dari manajemen, melainkan memiliki polanya sendiri. Terdapat satu dari tiga
46
pilihan yang dapat diambil oleh sebuah institusi untuk menyesuaikan dengan dinamika biaya dalam investasi IT, yaitu:
-
Cut Development Cost Jika biaya investasi IT tetap sama selama periode 5 tahun, maka biaya pengembangan harus dipangkas secara kumulatif sebesar 93 persen selama periode tersebut, hanya 7 persen dari total biaya pengembangan awal yang perlu disisakan.
-
Keep Development Cost at the same level Dampak dari pilihan ini adalah biaya investasi IT akan bertambah sebesar 15 persen per tahun (total dana pengembangan) selama 5 tahun.
-
Grow Development Cost Pertumbuhan biaya pengembangan 10 persen pertahun akan mengakibatkan pertumbuhan dana investasi IT sebesar 18 persen per tahun. Pada umumnya, biaya investasi IT dikategorikan ke dalam beberapa aktivitas berikut ini, yaitu: 1. Pengembangan fungsi-fungsi baru. 2. Memelihara fungsi-fungsi yang telah ada. 3. Pengoperasian fungsi-fungsi yang telah ada. 4. Dukungan pengoperasian oleh end-user.
47
Perencanaan dan administrasi dari IT dan aktivitas IT, serta kebutuhan lainnya yang sifatnya tidak terkait langsung dengan aktivitas-aktivitas umum seperti biaya tempat, perabotan serta perangkat lainnya.
Mengukur Nilai Bisnis dari IT Menurut Van der Zee (2002:60-61), dalam bisnis, “dashboard” sebagai sebuah indikator kinerja diperlukan untuk mengukur kemajuan dari perusahaan. Dalam mengevaluasi IT, sebuah dashboard yang berkaitan dengan indikator performansi IT perlu dibangun. BTripleE merupakan framework yang menawarkan struktur dashboard dan mengidentifikasi perbedaan serta tahapan-tahapan yang independen antara Nilai Bisnis dari IT, Efektifitas dari IT, serta Efektivitas dan Efisiensi dari IT Planning. Pengukuran Nilai Bisnis dari IT dapat dilakukan dengan memperhatikan biaya yang dipergunakan dalam investasi IT serta tiga dimensi performansi yang saling berkaitan, yaitu: 1. Kinerja Finansial Diukur dengan menggunakan indikator finansial seperti profitability, productivity, earning, dan lain-lain. 2. Kinerja Bisnis Diukur
dengan
indikator-indikator
non
finansial,
seperti
competitiveness (daya saing), penjualan produk baru, lead time dalam mengembangkan produk baru, lead time dalam memproduksi produk
48
baru, lead time untuk distribusi, dan kepuasan pelanggan. Indikatorindikator yang dimaksudkan adalah indikator-indikator yang terdapat dalam konsep Balance Scorecard. Menurut Van der Zee (2002:187), berikut merupakan scorecard dari sudut pandang internal; yang merupakan IT Supply Management Scorecard dan merupakan nilai ukur peranan Investasi IT terhadap Nilai Bisnis: a. Be a good employer i. Employee satisfication score ii. Employee turnover rate iii. % of employee absence, illness days iv. Salary competitiveness b. Be a lean organization i. Ratio direct/support personnel ii. Ratio direct/indirect hours c. Be competent i. Loss business because of lack of capability ii. Usage of external consultants to compensate for lack of skills as a % of own 3. Kinerja Strategis Diukur menggunakan indikator yang mencocokkan sasaran manajemen yang efektif atau yang disebut Critical Success Factor.
49
Menurut Van der Zee (2002:188), berikut merupakan scorecard dari sudut pandang innovation and learning; yang merupakan IT Supply Management Scorecard dan merupakan nilai ukur peranan Investasi IT terhadap Nilai Bisnis: a. Be an innovative supplier i. % of budget spent on IT staff training ii. % of budget spent on IT research and development iii. Average ages of hardware and IT applications iv. Mix of new and old technology and extent of their usage v. Number of new products/services launched per year b. Foster innovative thinking i. Number of employee improvement ideas made, approved and implemented per year c. Create new markets i. % of revenues from new applications, products, and/or relationships
IT Development Management Scorecard a. Be an quick adopter i. Average elapsed time to (fully) master new development approaches/technique/tools ii. Average elapsed time to (fully) implement new development approaches/technique/tools
50
b. Foster innovation i. Number of states of the art projects per year/% of total numbers of projects ii. Number of experiments with new package/IT solutions per year iii. Number of training days per year/% of total time devoded to training
IT Infrastructure Management Scorecard a. Be an quick adopter i. Average elapsed time to (fully) master new technique/tools ii. Average
elapsed
time
to
(fully)
implement
new
technique/tools b. Foster innovation i. Number of training days per year/% of total time devoded to training ii. Number of experiments with new technology per year
Account Management Scorecard a. Be an innovative marketer i. % of budget spent on market development ii. New promotion material as a % of total promotion material iii. Average ages of promotion material
51
iv. Number of products/services launched per year b. Foster innovative thinking i. Number of marketing improvement ideas made, approved and implemented per year ii. % of budget spent on marketing and IT training c. Create new markets i. % of revenues from new applications, products, and/or relationships Client Support Scorecard a. Be an quick adopter i. Average elapsed time to (fully) support new client applications/client technology ii. Average elapsed time to (fully master new technology/support tools iii. Average
elapsed
time
to
(fully)
implement
new
technology/support tools b. Foster innovation i. Number of training days per year/% of total time devoded to training ii. Number of experiments with new support technology per year
52
Mengukur Efektivitas dari IT Menurut Van der Zee (2002:80-81), jenis pengukuran yang diperlukan untuk memperoleh hasil pengukuran terhadap Efektivitas dari IT belum memiliki standar yang baku. Pendekatan yang sering dipergunakan adalah dengan mengukur norma-norma “kualitas” yang melekat padanya. Penerapan ukuran-ukuran kualitas dalam berbagai organisasi berbeda-beda, tapi tetap dengan menyertakan fitur-fitur durability, serviceability, realiability, dan functionality. Garvin mengklasifikasikan berbagai definisi dari kualitas sebagai berikut: 1. Transcendent: kualitas tidak dapat didefinisikan, “You know what it is”. 2. Product based: dibedakan berdasarkan jumlah kualitas untuk membedakan kuantitas dari beberapa unsur pembentuk atau atribut. 3. User based: kualitas merupakan kesesuaian dalam penggunaan. 4. Manufacturer based: kualitas berarti hal pemenuhan kebutuhan. 5. Value based: kualitas merupakan hal terbaik bagi pelanggan. Pengukuran tertentu untuk efektifitas IT mengacu kepada kebutuhan bisnis dengan memperhatikan kepada tiga, yaitu: 1. Produk bisnis dan layanan, proses-proses, serta aktivitas bisnis 2. Pengguna IT 3. IT Supply
53
•
Efektivitas IT dari Perspektif Produk, Proses, dan Aktivitas Bisnis Menurut Van der Zee (2002:81), penelitian tentang efektifitas IT telah secara dominan dilakukan terhadap atribut-atribut kualitas IT. Dengan memperhatikan kepada efektifitas IT dari perspektif Produk Bisnis
dan
Layanan,
Proses-Proses,
dan
Aktivitas
Bisnis
bagaimanapun satu hal yang perlu dijawab adalah apakah IT tersedia (available) untuk mendukung produk dan layanan, dan mendukung proses bisnis secara menyeluruh, serta apa-apa saja yang akan dicapai. Teknik-teknik untuk mengukur ketersediaan (availability) IT yang dikembangkan tahun 1970-an sampai dengan 1980-an dimana secara garis besar dipergunakan untuk mengukur persentase cakupan pengolahan data dan masih dipergunakan sampai saat ini. Teknik-teknik pengukuran tersebut mengukur fungsi bisnis: -
Tahapan sebenarnya untuk otomatisasi, yaitu pertama sekali dengan meninjau output dari fungsi, kemudian mengestimasi jumlah pekerja manusia yang diperlukan untuk menghasilkan output tersebut, kemudian mengestimasi pekerjaan manusia yang telah digantikan dengan IT.
-
Tahapan potensial untuk otomatisasi, yaitu dengan melakukan estimasi terhadap kemungkinan pengurangan tenaga kerja manusia dengan implementasi IT.
54
-
Otomatisasi aktual yang didapat dari persentase Otomotatisasi Potensial. Otomatisasi yang dimaksudkan di atas hanya baru merupakan pengurangan tenaga manusia dengan implementasi IT terhadap fungsi-fungsi bisnis. Menurut Van der Zee (2002:82), Anthony mendefinisikan
bahwa terdapat tiga tipe manajemen proses, yaitu: 1. Manajemen Strategis, yaitu proses untuk memutuskan objektif dari organisasi, perubahaan dari objektif-objektif, sumber daya yang
diperlukan
untuk
mencapai
objektif-objektif
yang
didefinisikan, serta aturan yang mengatur proses akuisisi, menggunakan, dan mengatur sumber daya. Manajemen Strategis diharapkan fokus kepada masalah-masalah yang tidak terstruktur dan melibatkan banyak variabel. 2. Manajemen Kontrol, yaitu proses-proses dimana manajer memastikan bahwa sumber daya yang sebenarnya diperlukan dan dipergunakan secara efektif dan efisien untuk mencapai objektifobjektif perusahaan. Manajemen Kontrol diharapkan untuk mengarahkan banyak operasi-operasi perusahaan dengan tujuan untuk melahirkan tindakan-tindakan yang diperlukan sesuai dengan aturan serta standar yang telah dibangun dalam strategi manajemen proses.
55
3. Kontrol Operasional, yaitu proses-proses yang dipergunakan untuk memastikan bahwa pekerjaan-pekerjaan spesifik telah dikerjakan dengan efektif dan efisien. Proses-proses Kontrol Operasi fokus kepada level pengawasan yang dilakukan oleh manajemen dimana aktivitas-aktivitas yang spesifik dikerjakan.
Peneliti lain mengatakan bahwa terdapat tiga jenis Proses Operasional, yaitu: 1. Production-oriented process, seperti proses pabrikasi bendabenda yang berwujud, telah terstruktur outputnya, begitu juga dengan aturan-aturan dan prosedur yang telah yang didefinisikan terbatas tuntutan serta keputusan yang diperlukan. 2. Innovation-or-development-oriented process, seperti pembuatan produk, kurang terstruktur, tujuan tidak terdefinisi dengan jelas, aktivitas-aktivitas dilakukan dengan memperhatikan sekelompok prinsip-prinsip panduan ketimbang aturan dan prosedur yang jelas. 3. Problem-solving-oriented process, seperti customer service, memiliki alasan yang terstruktur, walaupun outputnya sangat sulit untuk didefinisikan. Proses ini bertujuan untuk memperoleh solusi solusi untuk masalah yang dilaporkan, jadi kecepatan dan efektifitas merupakan kriteria utama.
56
•
Efektivitas IT dari Perspektif Pengguna Menurut Van der Zee (2002:85), Boem dan Gorry dan Scott Morton mendefinisikan kriteria Efektivitas IT dari sudut pandang pengguna, yaitu: 1. Reliability of IT Applications: derajat dimana aplikasi IT tersedia ketika diperlukan, output diterima sesuai dengan jadwal, dan masalah-masalah yang ada dengan cepat diperbaiki. 2. Reliability of Information: derajat kebenaran dan integritas data yang disediakan oleh aplikasi IT, serta derajat dimana output dan data didapatkan dalam aplikasi tersedia sesaat setelah proses terjadi di dalam aplikasi IT. 3. Accessibility of Information: menampilkan bagaimana informasi permintaan dari aplikasi IT diterima. 4. Security of Information: derajat dimana data di dalam aplikasi dilindungi dari pengguna yang tidak memiliki otorisasi. 5. Ease of Use: penggunaan aplikasi IT yang sederhana, serta dilengkapi dengan output yang mencukupi pada setiap form.
•
Efektivitas IT dari Perspektif IT Planning Menurut Van der Zee (2002:88-89), efektivitas IT dari sudut pandang IT Supply
berakar dari aspek operasional dan aspek
maintenance dikaitkan dengan ketertarikan dari individu untuk bertanggungjawab terhadap pengadaan IT yang efektif dan efisien,
57
sama halnya dengan kebutuhan asitektur (aspek arsitektur) secara keseluruhan, dibandingkan dengan penggunaan kemampuan IT oleh pekerja perusahaan. a. Aspek Operasional Operasi-operasi terkait dengan kriteria efektifitas fokus kepada kemampuan untuk mendukung layanan pengadaan IT secara terus menerus tanpa masalah. Hal ini mengacu kepada sudut pengoperasian kemampuan IT, termasuk mengatasi masalah, pemecahan masalah, perbaikan infrastruktur IT yang tua, investigasi terhadap kejanggalan-kejanggalan yang terjadi, dan lain sebagainya. b. Aspek Maintenance Maintenance terkait dengan kriteria efektifitas membangun karakter yang sesuai dengan kemampuan-kemampuan IT yang diperlukan, sehingga dapat dipergunakan melebihi waktu yang ditentukan, dan menambahkan atau melakukan perubahaan terhadap
fungsi-fungsi
IT
(aplikasi
dan
infrastruktur).
Maintenance terkait dengan kriteria efektifitas membangun karakter adalah: 1. Maintainability: suatu karakter dimana maintenance dapat dilakukan, yaitu dengan meningkatkan kompleksitas, kualitas dokumentasi, dan lain sebagainya. Maintenance yang bersifat
58
perbaikan berkaitan dengan perbaikan desain, programming, atau parameter. 2. Flexibility: suatu karakter dimana maintenance yang bersifat untuk melengkapi (perspective) dan menyesuaikan dapat dilakukan.
Perspective
kemampuan
IT
Maintenance
untuk
adalah
meningkatkan
mengganti
kinerja
dan
maintainability perangkat IT. 3. Testability: suatu karakter dimana perangkat IT dapat diuji dan untuk memastikan bahwa perangkat IT melakukan fungsifungsi yang diharapkan, serta ketersediaan data yang diuji. 4. Reusability: suatu karakter dimana semua atau sebagian fungsi perangkat IT dapat dipergunakan pada fungsi atau modul lainnya. c. Aspek Arsitektur Hal-hal yang berkaitan dengan arsitektur merujuk kepada kriteriakriteria penting seperti memastikan kemampuan jangka panjang (durability),
serta
reliability
dari
kemampuan-kemampuan
perangkat IT. Indikator efektifitas suatu arsitektur merupakan suatu hal yang fundamental terhadap kebutuhan spesifik terhadap aplikasi IT,
kelas aplikasi IT, atau infrastruktur secara
keseluruhan. Indikator efektivitas suatu Arsitektur IT adalah:
59
-
Portability: sudut dimana sebuah kemampuan perangkat IT dapat dipindahkan dari satu lingkungan pengoperasian ke lingkungan pengoperasian yang berbeda.
-
Connectivity
or
Interoperability:
sudut
dimana
sebuah
kemampuan perangkat TI dapat dihubungkan dengan kemampuan lain. -
Security: dari perspektif IT Supply, yaitu mengadakan atau memperluas keamanan dan kenyamanan IT sehingga kebutuhan penguna terhadap perangkat IT dapat dipenuhi secara efektif dan efisien.
Mengukur Efektivitas dan Efisiensi dari IT Supply Menurut Van der Zee (2002:93-95), aktivitas IT Supply dapat dilakukan ketika perencanaan bisnis telah berjalan (biasanya pada unitunit bisnis). Aktivitas IT Supply dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Manajemen Infrastruktur IT dan pengoperasiannya dapat dilakukan pada level unit bisnis, tetapi dikarenakan keuntungan dari skala ekonomi serta mudahnya kontrol perusahaan terhadap standar serta konsisten arsitektur, maka banyak organisasi memilih untuk membagi aktivitas-aktivitas ini. 2. Pengembangan, implementasi, dan maintain aplikasi IT dapat juga dilakukan pada level bisnis, atau dilakukan oleh pusat, penyedia layanan (provider), atau oleh supplier luar atau gabungan dari
60
ketiganya. Walaupun pengembangan aplikasi mungkin dilakukan pada
lokasi
yang
berbeda,
pengembangan
dan
pengelolaan
(maintainance) terhadap aplikasi dapat dikelola secara terpusat oleh penyedia layanan. 3. Support Pengguna IT dapat dilakukan baik dengan melibatkan unit bisnis atau bagian penyedia layanan.
Gambar 2.9 Corporate IT Management and Supply Activities (Sumber: Van der Zee (2002:94)) Penyediaan layanan IT yang terpusat atau shared dapat dikelola dengan berbagai cara. Pada dasarnya, perusahaan dapat memilih beberapa pilihan dari enam pilihan yang ada untuk meningkatkan daya saing dalam IT Supply, yaitu:
61
1. In-house service unit, yaitu berperan hanya untuk mendukung bisnis, serta berfungsi sebagai pusat pembiayaan IT; 2. In-house service unit, yaitu berperan sebagai sebuah unit bisnis yang memberikan keuntungan kepada perusahaan, dengan melihat prospek yang datang dari luar perusahaan; 3. Melakukan
kerjasama
dengan
penyedia
layanan
eksternal
(partnership); 4. Bergabung dengan penyedia layanan luar (joint venture); 5. Unit bisnis berubah menjadi penyedia outsource; 6. Seluruh perangkat IT dibeli dengan harga yang kompetitif dari supplier luar. Pengukuran kinerja tertentu digabungkan bersamaan dengan lima Scorecard untuk menentukan level efektifitas dan efisiensi IT Supply secara keseluruhan sekaligus menjadi layer ketiga (terakhir) konsep BTripleE Framework, yaitu: 1. IT Supply Management 2. Account Management 3. IT Development Management 4. IT Infrastructure Management 5. Client Support
62
Pengukuran IT Supply Management Menurut Van der Zee (2002:95-96), konsep tentang IT Supply sebagai sebuah bagian usaha berarti mengadopsi praktek-praktek yang profesional dimana layanan perusahaan terhadap konsumen harus dijalankan secara kompetitif untuk bisa lebih baik dan bertahan. Maister mengatakan layanan perusahaan yang profesional harus fokus kepada “layanan pelanggan yang memuaskan, memberikan tunjangan profesional kepada pekerja, dan berhasil dalam keuangan” jika mau bertahan. Balance Scorecard dapat dipergunakan untuk mewujudkan tiga poin tersebut yaitu dengan Innovation and Learning Perspective. Dampak terhadap penerapan konsep menjalankan IT Supply dengan bisnis yang professional dengan mengadopsi praktik-praktik yang profesional akan memberikan empat jawaban dalam melakukan pengukuran performansi IT Supply pada level manajemen secara keseluruhan. Pertanyaan terhadap empat jawaban yang dimaksudkan adalah: -
Apakah IT Supply berjalan efektif? (Customer Perspectif)
-
Apakah IT Supply berjalan efisien? (ultimately the customer perspective and shareholder perspective, initially Internal perspective)
-
Akankah potensi dari IT Supply dapat dikelola di masa depan? (Innovation and Learning perspective)
-
Apakah
IT
Supply
menjembatani
Shareholder? (Financial perspective)
dalam
peningkatan
nilai
63
Efisiensi IT Supply secara kesuluruhan dapat dianalisis dengan mencermati faktor-faktor berikut ini, yaitu: 1. Birokrasi yang terlalu banyak, diukur dengan melihat tingkatan manajemen yang ada. 2. Banyaknya aktivitas yang tidak perlu, diukur dengan melihat aktivitas IT Supply yang langsung dan tidak menyentuh secara langsung aktivitas IT Supply, sebagai contoh aktivitas keuangan pada tiap proses penyediaan IT dibuat ke dalam satu fungsi keuangan. 3. Redudansi terhadap aktivitas yang sama dari proses IT Supply yang berbeda. Contohnya adalah customer service dari masing-masing proses penyediaan IT lebih baik digabung menjadi satu customer service yang melayani seluruh proses penyediaan IT.
2.2.5
Modul Inventory dan Production and Operation Modul Inventory Menurut Wijaya dan Darudiato
(2009:60), melalui modul
inventory, maka akan dapat dikendalikan persediaan bagi suatu perusahaan, sehingga dapat meminimalkan tingkat persediaan, dimana akan berdampak terhadap penggunaan modal kerja yang dapat digunakan untuk menumpuk jumlah persediaan menjadi lebih rendah tanpa harus mengganggu kelancaran proses produksi. Juga dapat mengurangi tingkat kerugian persediaan akibat persediaan yang tak terpakai lagi (obselence), rusak (damage) dan persediaan yang kadaluarsa (expired date).
64
Menurut Siberry (1999), walaupun keterbatasan sering muncul dalam fungsionalitas modul Warehouse di ERP, mengingat kebanyakan dari sistem tidak dapat mendukung operasi Warehouse yang kompleks.
Modul Production and Operation Menurut Wijaya dan Darudiato (2009:70), modul produksi dan operasi
membahas
tentang
perencanaan
produksi,
perencanaan
(forecasting) yang akurat kebutuhan bahan dari sales order yang diterima, dan perbandingan standar costing dengan actual cost (accounting). Melalui modul ini, pihak manajemen dapat mengendalikan kegiatan operasional produksi dengan mudah dan mengetahui perhitungan standar costing by produk, yaitu mulai dari biaya standar pra-kalkulasi sampai aktual biaya per work order. Menurut Metaxiotis, Psarras, dan Ergazakis (2003), untuk user yang mungkin tidak familiar dengan masalah produksi, kunci poin dari masalah ini adalah mengeksplorasi pertama kalinya, ketika identifikasi dan analisis dari “technologies gap” tersedia di sistem ERP komersial yang dikenal baik juga didiskusikan. Usulan modul ERP untuk penjadwalan produksi kemudian dideskripsikan, diunggulkan kontribusi dari pendekatan metodologinya.
65
2.2.6
Activity Diagram Menurut Satzinger, Jackson, dan Burd (2005:144-145), Activity Diagram adalah sebuah diagram workflow yang menjelaskan berbagai aktivitas dari user/system, orang yang melakukan aktivitas dan aliran sekuensial dari aktivitas tersebut. Gambar oval mewakili aktivitas di dalam workflow. Tanda panah menggambarkan aliran sekuensial dari aktivitas. Bulatan hitam digunakan untuk menggambarkan titik awal dan akhir dari workflow. Simbol diamond merupakan decision point untuk menentukan proses yang satu atau yang lainnya. Pada synchronization bar yang memecah aliran menjadi beberapa aliran proses. Swimlane menggambarkan agent yang menjalankan aktivitas”.
Gambar 2.10 Contoh Activity Diagram
66
2.3
Kerangka Pikir
Gambar 2.11 Kerangka Pikir