BAB 2 LANDAS AN TEORI
2.1 Konsep S istem Informasi dan Teknologi Informasi 2.1.1 Pengertian Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Terdapat berbagai sudut pandang mengenai definisi dari sistem informasi, yang dikemukakan berdasarkan sejumlah sudut pandang para ahli mengenai definisi dari sistem informasi itu sendiri. Berdasarkan Turban dan Volonino (2010, p.11) mendefinisikan bahwa “An information system (IS) collects, processes, stores, analyzes, and diseminates information for a specific purpose. Like any other system, an IS include inputs (data, instructions) and outputs (reports, calculation)”. M enurut Ralph M . Stair et al (2008, p.4) menerangkan“An information system is a set of interelated components that collect, manipulate, store, and disseminate data and information and provide a feedback mechanism to meet an objective”. M enurut Raymon M cLeod dan George Schell (2010, p.10), sistem informasi adalah suatu sistem virtual yang memungkinkan manajemen mengendalikan operasi fisik perusahaan. Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sistem informasi merupakan rangkaian dari beberapa komponen yang saling terintegrasi yang mengumpulkan, memproses, menyimpan, menganalisis serta mengolah data menjadi informasi yang dibutuhkan, guna mencapai suatu tujuan. 10
11 Sistem informasi berkaitan erat dengan teknologi informasi. Teknologi informasi itu sendiri juga, telah banyak didefinisikan oleh berbagai ahli menurut sudut pandangnya masing-masing. M enurut I.T.L education Solutionlimited (2006, p.177) “Information Technology is a combination of telecomunications and computing to obtain, process, store transmit and output information in the form of voice, picture or text.” M enurut Aksoy dan Denardis (2008, p.8) “Information Technologies are systems of hardware and/or software that capture, process, exchage, store and/or
present
information,
using
electrical,
magnetic,
and/or
electromagnetic energy” M enurut Juharis Rasul dan Abdul Hamid (2007, p.27), teknologi informasi merupakan teknologi yang menggabungkan komputasi (aplikasi komputer) dengan jalur komunikasi yang membawa data, suara maupun video. Dapat disimpulkan bahwa teknologi informasi merupakan suatu kombinasi dari telekomunikasi dan komputasi yang berupa sistem dari perangkat lunak dan keras yang menangkap, memproses, menyimpan dan mengirimkan informasi dengan berupa data, teks, suara maupun gambar serta video.
2.1.2
Fungsi dan Peran Penting Sistem Informasi dan Teknologi Informasi Fungsi sistem informasi menurut menurut O’brien (1999:11) dalam Gaol (2008, p.22) menggambarkan:
12 1. A major functional area of business that is a important to business success as the functions of accounting, finance, operations management, marketing and human resource management 2. An important contributor to operational efficiency, employee productivity and morale, and customer service and satisfaction 3. A major source of information and support needed to promote effective decission making by managers 4. An important ingredient in developing competitive products and service that give an organization a strategic advantage in the global marketplace 5. A major part of the resources of an enterprise and its cost of doing business thus posing a major resource management challenge 6. A vital, dynamic, and challenging career opportunity for millions of men and women Sedangkan fungsi Teknologi informasi menurut M arimin, Hendri Tanjung, Haryo Prabowo (2006, p.15) yakni membantu mempercepat proses, mengurangi tingkat kesalahan, mengolah data dan akhirnya menghasilkan informasi yang akan mendukung pengambilan keputusan. 2.2 Konsep S trategi Investasi Teknologi Informasi 2.2.1 S trategi Investasi Teknologi Informasi Definisi strategi pertama menurut Chandler (1962:13) dalam Freddy Rangkuti (2006, p.4) menyebutkan bahwa strategi adalah tujuan jangka panjang dari suatu perusahaan serta pendayagunaan dan alokasi semua sumber daya yang penting untuk mencapai tujuan tersebut. Pemahaman yang baik
13 mengenai konsep strategi dan konsep-konsep lain yang berkaitan, sangat menentukan suksesnya strategi yang disusun. Konsep-konsep tersebut adalah sebagai berikut : A. Distinctive competence : tindakan yang dilakukan oleh perusahaan agar dapat melakukan kegiatan lebih baik dibandingkan pesaingnya B. Competitive advantage : kegiatan spesifik yang dikembangkan oleh perusahaan agar lebih unggul dibandingkan dari pesaingnya. M enurut Wheelen dan Hunger (2004, p.13) dalam Tri Pudjadi, Kristianto, Andre Tommy (2007, p.I-7), merupakan
perencanaan
strategi dari sebuah perusahaan
utama yang menyeluruh
yang merumuskan
bagaimana perusahaan akan mencapai misi dan tujuannya. Strategi yang tepat akan mampu memaksimalkan keunggulan bersaing bagi perusahaan. Strategi adalah pola perencanaan yang menyeluruh meliputi serangkaian usaha dan pemberdayaan sumber daya untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan sebelumnya. M enurut Ward (2002, p.69) dalam Tri Pudjadi, Kristianto, Andre Tommy (2007, p.I-7), strategi bisnis ialah sekumpulan tindakan terintegrasi yang bertujuan untuk mencapai tujuan jangka panjang dan kekuatan perusahaan untuk menghadapi kompetitor. Dari definisi diatas disimpulkan dan dapat dikaitkan dengan investasi TI bahwa bilamana perusahaan memutuskan untuk melakukan investasi TI, maka sebelum melakukan investasi TI tersebut, perlu dilakukannya penyusunan strategi serta pertimbangan yang matang, guna selama masa implementasi
14 hingga setelah implementasi investasi TI, investasi TI tersebut dapat menghasilkan pengembalian yang sesuai dengan apa yang di harapkan perusahaan. Terdapat pandangan yang berbeda dalam mendefinisikan investasi teknologi informasi. M enurut Keen (1995) dalam Schniederjans et al (2008, pp.8-9), bahwa “IT investment as a term that applies to investing in equipment, applications, services and basic technologies”. Disamping itu, menurut pandangan Weil and Olson (1989)
“IT
investment as the expenses associated with Meacquring computers, communications, software, networks and personnel to manage and operate a management information system”. M arc J. Schniederjans menyimpulkan bahwa defined
as
the investment decisions
investasi TI “can be
of allocating
all types
(i.e.,
human,monetary,physical) of resources to an management information system(MIS)”. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa investasi TI merupakan penanaman modal yang dapat berupa peralatan, aplikasi, layanan dan teknologi dasar, termasuk biaya- biaya terhadap pengadaan komputer, komunikasi, software, jaringan dan orang yang mengoperasikan sistem informasi manajemen, yang dimaksudkan guna menekan biaya proses bisnis dalam segi financial maupun non financial setelah dilakukannya investasi TI tersebut.
15 2.2.2 Perencanaan Strategis didalam Pengambilan Keputusan Investasi TI Di dalam strategi investasi TI, sangat penting di dalam mengetahui investasi TI apa yang cocok bagi perusahaan, serta metodologi pengambilan keputusan yang cocok dan sesuai dengan perencanaan dari kerangka kerja perusahaan secara umum. M enurut Leod dan Schell (2008, p.12), sistem informasi manajemen (MIS) itu sendiri didefinisikan sebagai suatu sistem berbasis komputer yang membuat informasi tersedia bagi para pengguna yang memiliki kebutuhan serupa. Para pengguna MIS biasanya terdiri atas entitas-entitas organisasi formal perusahaan atau sub-unit anak perusahaannya. Informasi yang diberikan oleh MIS menjelaskan perusahaan atau salah satu sistem utamanya dilihat dari apa yang terjadi di masa lalu, apa yang sedang terjadi dan apa yang kemungkinan akan terjadi di masa depan. Terdapat tiga langkah dasar perencanaan perusahaan dan area fungsional didalam MIS yakni perencanaan strategi, perencanaan taktikal, dan perencanaan operasional, seperti menurut Irani and Love (2002) dan Laudon and Laudon (2004, pp. 72- 101) dalam Schniederjans et al (2008, pp.14-16) yakni: At the strategic planning stage senior managers are expected to be involved in developing spesific systems to implement corporation-wide strategy, and also develop the strategies themselves (Adler, 2000). This planning might involve the weighing of the risk of those expansions and the need to justify them within the context of corporation mission or purpose
16 statements. The outcome of this stage of planning is usually a general set of goals and objectives, as well as some priorities and very general longer-term time-tables for their accomplishment. At the tactical planning stage, it is expected that middle-level managers will implement the goals and objectives defined at the prior strategy stage. The planning now becomes a matter of how to implement the stated goals and objectives. While the strategic plan might have a five year schedule, the tactical plan would break this down into smaller time periods, usually what must be done each year to accomplish the longer term strategic goals. This planning also breaks the work down from one general set of strategic plans for all of the MIS functional area, to individual MIS departments or divisions. Finally, at the operational planning stage the more detailed, day-to-day work effort is planned and scheduled. An example here is a monthly, weekly or even daily schedule of work load of each employee, in each skill grade. Where tactical planning would consider total employees in a department, operational planning is much more detailed and focused on unique individual skill requirements to accomplish the more general tactical goals and objectives in scheduling work on a daily basis.
17
MIS Hierarchical Planning Stages
Tactical planning is performed by middle-level managers, such MIS department heads and directors
Strategic Planning
Strategic planning is performed by senior management including vice presidents in MIS
Tactical planning
Operational planning Operational planning is performed by first line-level managers, including project managers and MIS supervisors
Gambar 2.1 MIS Hierarchical Planning Stages Sumber : S chniederjans et al, 2008, p.16
2.2.3
Tahapan MIS Hierarchical Planning Stages Terdapat 9 tahapan didalam perencanaan hierarchical sistem informasi manajemen, seperti yang dijabarkan oleh M ichaud and Theonig, 2003; Wheelen and Hunger, 2003; Kangas, 2003; Hill and Jones, 1992 dalam Schniederjans et al (2008,pp.15-21) yakni :
18
Detailed MIS Hierarchical Planning of IT systems
1. External analysis of competition and threats
2. Internal analysis of firm’s strengths and weaknesses
3. Overall corporate strategic planning
Strategic planning steps
4. MIS functional area strategic planning
5. Process and system engineering
6. Configuration and functionality analysis
Tactical planning steps
7. IT system evaluation and justification
8. IT system implementation
Operational planning steps
9. Post implementation analysis
Gambar 2.2 Detailed MIS Hierarchical Planning of IT systems Sumber: S chniederjans et al, 2008, p.18
19 Step 1 :External analysis of competition and threats In this step an analysis of the firm’s external environment is undertaken in order to determine the major threats and opportunities facing the organization. This would include an analysis of the general environment, consisting of technological factors (e.g., speed of change in some IT is greater than expected, may outdate current investments), political factors (e.g., competition has never computer systems and is viewed as more up to date than our firm), economic factors (e.g., competition is spending more on IT), physical factors (e.g., do we have the space or capacity to make IT changes equal to the competition), and social factors (e.g., does our competition have better skilled people than we do). This analysis also includes risks that are posed by customer’s expectations (e.g., customers expect our firm to be the most advanced in IT), suppliers (e.g., new ordering technology used by suppliers requires our firm to update to be competitive), competitors, and regulatory groups (e.g., changes in law mandate required investments in technology in order to comply with new regulations). Step2 : Internal analysis of the firm’s strengths and weaknesses: An analysis of the firm’s internal resources is undertaken in order to determine the organization’s major strengths and weaknesses. These strengths and weaknesses can stem from the firm’s structure, culture, and functional area resources. A firm’s strengths and weaknesses could revolve around factors such as: 1. Culture and how it promotes a high service level and employee loyalty 2. Organizational structure and how it promotes flexibility and innovation
20 3. Financial resources and how they give the firm the ability to obtain new equity and provide a steady cash flow. 4. Human resources and how they include quality managers as well as providing the firm with cost efficient labor, achieving a desirable absenteeism rate, and minimizing worker turnover. 5. Technical resources that promote high service level employee efficiencies. 6. Physical resources that allow for flexible facility and equipment requirements and/or economies of scale 7. Organizational resources that include an effective management information system. Good coordination of functional departments throughout the organization, effective marketing, and/or a good public image. Step 3. Overall corporate strategic planning : As previously stated, we seek here to achieve a corporation-wide policy that is consistent with the firm’s corporation mission statement and general goals. Step 4. MIS functional area strategic planning : We seek here to individualize the corporation-wide goals into the more narrow aspects related just to the functional area of MIS. This completes the strategic planning stage of the process and we move to the tactical steps next Step 5. Process and systems engineering : This analysis involves a through development and determination of the inputs, outputs and business processes of the firm’s systems. This includes
21 collecting cost and benefit information. The idea is to provide a base-line in which to measure the future impacts of change brought about by changes we may make in IT. This step might involve the process of business reengineering, wher e we look at current policies, practices and procedures in delivering products to all customers (external customers and internal users), and see if a revision in those policies, practices, and procedures might lead to an improvement in service or productivity. Step 6. Configuration and functionality analysis: This analysis depends on what is being considered in the change process, Usually it involves exploring alternative IT configurations (e.g., alternative network configurations). These configurations are examined in terms of how well they function to serve areas of business operations, such as marketing, sales, manufacturing, finance, accounting, maintenance, engineering, and human resources. In this tactical step of the analysis a variety of quantitative and qualitative IT investment methodologies like the analytic hierarchy process (AHP) can be used to rank differing configurations with relation to their ability to provide enhanced customer service. Thus AHP can help in the selection of the most ideal choice of configurations that will provide the best functionaly and bes t customer service. Step 7. IT evaluation and justification: Clearly this step in where all the IT investment methodologies are brought to bare on selecting and evaluating the best IT alternatives. This might include system-wide choices that are not accomplished in Step 6, or it might
22 include very detailed individual component choices that make up a system. In this step we may find the sequential-type of decision-making problems complicating the decision process and multi-criteria compounding decision issues. Once the IT evaluation and justification is completed, we move to operationalize the decision in the next steps involving operational planning. Step 8. System implementation System implementation can be divided into four steps: acquisition and procurement, operational planning, implementation and installation, and finally integration. This is a very difficult step and often requires overcoming many difficulties because of differences in subsystems, platforms and interfaces. Step 9. Post implementation analysis: This is a critical step that closes the loop of the IT planning process. While all the steps with the dashed lines indicate that feedback is possible to make revisions from the prior step, if necessary, this ninth step is a final form to check against the goals and objectives set at all the strategic, tactical and operational observed in Step 6 and 7 and expected in the new system benefits ar e achieved in the end that was developed over all nine steps in this MIS planning process. Dari kesembilan tahap tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa : Step 1 perusahaan harus dapat bertahan dan
berkompetisi dengan
pesaingnya serta mengetahui dimana area-area yang dapat menjadi ancaman atau peluang bagi perusahaan.
23 Step 2 dilakukan guna mengetahui apa saja kekuatan perusahaan yang dapat
dijadikan
sebagai keunggulan
bersaing perusahaan
dibandingkan
pesaingnya, serta guna mengetahui kelemahan perusahaan agar dapat melakukan perbaikan terhadap kelemahan perusahaan. Step 3 digunakan untuk mencapai kebijakan perusahaan yang akan diambil, dan harus memiliki konsistensi dengan misi dan tujuan umum perusahaan. Step 4 guna memfokuskan tujuan perusahaan ke aspek yang lebih sempit untuk wilayah fungsional MIS. Ini melengkapi tahap perencanaan proses strategis. Step 5 memberikan pedoman mengenai dasar pengukuran keadaan perusahaan pada masa yang akan datang dikarenakan keputusan perubahan di bidang TI. Step 6
guna menganalisis konfigurasi yang akan menyediakan
fungsionalitas terbaik dan layanan terbaik bagi pelanggan. Step 7 dilakukan untuk memilih dan mengevaluasi alternatif terbaik TI dan biasanya menemukan masalah yang rumit dalam proses pengambilan keputusan. Step 8 menjabarkan mengenai empat langkah implementasi sistem yakni akuisisi dan pengadaan, perencanaan, pelaksanaan, operasional dan instalasi, dan integrasi. Tahap ini Tahap yang paling sulit karena terdapat perbedaan dalam subsistem, platform dan interface. Step 9 M erupakan langkah akhir untuk memeriksa tujuan dan sasaran yang ditetapkan pada semua strategis, taktis dan operasional.
24 2.3 Pengukuran Perencanaan Investasi TI dengan metodologi Balanced Scorecard 2.3.1 Pengertian Metodologi Balanced Scorecard Pertama kali Balanced Scorecard diperkenalkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton sebagai suatu alat ukur kinerja perusahaan untuk lingkungan bisnis modern saat ini. Pada awal mulanya, Balanced Scorecard dibentuk guna mengatasi masalah kelemahan pengukuran kinerja manajemen yang hanya berfokus pada satu segi saja yakni segi financial. Balanced Scorecard mengalami perkembangan didalam perusahaan yang tidak hanya sebagai alat pengukuran saja, tetapi Balanced Scorecard meluas sebagai pendekatan dalam penyusunan rencana strategi dan menjadi inti dari sistem manajemen strategis. Balanced Scorecard memiliki definisi yang beragam berdasarkan pandangan beberapa ahli, menurut Amin Widjaja Tunggal (2009, p.7), Balanced Scorecard adalah kumpulan ukuran kinerja yang terintegasi yang diturunkan dari strategi perusahaan yang mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan dan memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahan pada pihak eksekutif di seluruh organisasi. M enurut Suwardi Luwis dan Prima A. Biromo (2007, p.19) dijelaskan bahwa pengertian balance sendiri adalah seimbang. Dengan demikian Balanced scorecard adalah alat manajemen untuk menjaga keseimbangan antara :
25 1. Indikator financial dan non financial Umumnya organisasi, terutama perusahaan swasta, berorientasi pada profit. Hal ini tidaklah salah, tetapi bagaimanapun perlu ada keseimbangan antara profit dan pencapaiannya dengan faktor-faktor yang ada diluarnya. 2. Indikator kinerja masa lampau, masa kini dan masa depan Pada kenyataannya laporan keuangan adalah indikator yang menilai kinerja organisasi di masa lampau. Laporan keuangan itu tidak bisa dijadikan tunggal untuk melakukan strategi di masa mendatang. 3. Indikator internal dan eksternal Keseimbangan dari faktor-faktor internal dan eksternal berkaitan dengan hubungan sebab akibat. Disini faktor internal merupakan penyebab (input) dan output-nya berdampak pada faktor eksternal. Karena saling berkaitan, kedua indikator ini harus dijaga keseimbangannya dan balanced scorecard memungkinkan hal itu. 4. Indikator
yang
bersifat
leading
(cause/drivers)
dan
lagging
(effect/outcome). Kembali ke indikator internal dan eksternal diatas, Balanced Scorecard dapat menggambarkan hubungan sebab akibat yang jelas. Balanced Scorecard memetakan “penyebab” yang mendorong terciptanya kinerja yang baik atau buruk, serta “akibat” yang dapat ditimbulkan atau dihasilkan dari sebab-sebab tersebut. M enurut Suwardi Luwis dan Prima A. Biromo (2007, p.16) Balance Scorecard didefinisikan sebagai “suatu alat manajemen kinerja (performance
26 management tool) yang dapat membantu organisasi untuk menerjemahkan visi dan strategi ke dalam aksi dengan memanfaatkan sekumpulan indikator financial dan non financial yang kesemuanya terjalin dalam suatu hubungan sebab akibat”. M enurut Kaplan dan Norton (1996) sendiri dalam Yuwono et al (2006, p.7) , Balanced Scorecard merupakan : “…a set of measures that gives top managers a fast but comprehensive view of the business …includes financial measures that tell the result of actions already taken …complements the financial measures with operational measures oncostumer satisfaction, internal processes, and the organization’s innovation and improvement activities operational measures that are the drivers of the future financial performance”. Yuwono et al (2006, p.8), merumuskan Balanced Scorecard adalah “Suatu sistem pengukuran manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang performance bisnis. Pengukuran kinerja tersebut memandang unit bisnis dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis dalam perusahaan, serta proses pembelajaran dan pertumbuhan. M elalui mekanisme sebab-akibat (causal and effect), perspektif keuangan menjadi tolak ukur utama yang dijelaskan oleh tolak ukur operasional pada tiga perspektif lainnya sebagai driver (lead indicator).”
27 Model Balanced Scorecard
Gambar 2.3 Model Balanced Scorecard R.S . Kaplan dan D.P. Norton (1996, p.9) Sumber: Yuwono et al, 2006, p.5
Balanced Scorecard memberikan kerangka berpikir untuk menjabarkan strategi perusahaan ke dalam segi operasional bisnis. Didalam penyusunan Balanced Scorecard hal yang terlebih dahulu harus dilakukan yaitu menjelaskan secara spesifik mengenai visi, misi, dan strategi dari top management perusahaan sehingga dapat ditentukan strategi kegiatan operasional.
28 Dari berbagai definisi yang telah diungkapkan oleh para ahli bisa ditarik kesimpulan bahwa Balanced Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja perusahaan, dimana perusahaan tidak hanya memusatkan pengukuran kinerjanya pada aspek keuangan saja, tetapi juga pada aspek pelanggan, proses internal bisnis dan pembelajaran dan pertumbuhan. Dengan menggunakan empat aspek ini, Balanced Scorecard mampu mendukung strategi perusahaan secara keseluruhan dan memberikan suatu cara untuk mengkomunikasikan strategi suatu perusahan pada pihak eksekutif di seluruh organisasi.
2.3.2 Faktor Penghambat dalam Perencanaan Strategis Bisnis M enurut Suwardi (2007, pp.8-13) terdapat 4 faktor penghambat dalam implementasi rencana bisnis strategis yaitu : 1. Hambatan visi (vision barrier) Tidak banyak orang dalam organisasi yang memahami strategi organisasi mereka. 2. Hambatan orang (people barrier) Banyak orang dalam organisasi yang memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi organisasi 3. Hambatan sumberdaya (resource barrier) Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal hal yang penting (kritis) dalam organisasi. M isalnya anggaran tidak dikaitkan dengan strategi bisnis, sehingga menghasilkan pemborosan sumber daya.
29 4. Hambatan manajemen (management barrier) M anajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi organisasi dan terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek. Berdasarkan kenyataan diatas dibutuhkan suatu cara baru untuk mengkomunikasikan rencana bisnis strategis kepada pengguna akhir. Alat komunikasi antara manajemen organisasi dan karyawan itu adalah Balanced Scorecard. Dengan memakai Balanced Scorecard, rencana- rencana strategis akan mencapai setiap orang dalam organisasi, karena semua orang dalam organisasi telah memiliki alat komunikasi (bahasa) yang sama. Bila rencanarencana bisnis strategi itu dinyatakan dalam bentuk pengukuran dan target, karyawan dapat mengerti dan mengaitkan dengan apa yang akan terjadi. Hal ini mengarah pada pelaksanaan rencana-rencana strategis yang lebih baik. Akan tetapi didalam penerapan Balanced Scorecard di dunia bisnis juga terdapat hambatan seperti yang dikemukakan Kaplan dan Norton (1996) dalam Yuwono et al (2006, pp.13-15) berikut ini : 1. Visi dan strategi tidak dapat dijalankan (not actionable) Hambatan utamanya adalah berupa kesulitan mendapatkan konsensus tentang visi dan strategi itu sendiri. Setelah konsensus tersebut diperoleh, maka ketentuan berikutnya adalah bagaimana menjabarkan strategi tersebut ke dalam langkah nyata untuk segenap elemen organisasi individu.
ke level
30 2. Strategi tidak terhubung dengan sasaran (goals) departemen, tim, dan individu Jika membesarnya organisasi tidak diikuti dengan perencanaan strategi SDM agar tercipta keselarasan antara tujuan, visi, dan kompetensi individu dengan organisasi di setiap tingkatan maka pencapaian tujuan organisasi akan terabaikan. Dengan sistem pengendalian yang tidak fokus pada strategi, maka kompetisi antar komponen yang terjadi dalam organisasi tidak akan saling mendukung dalam pencapaian strategi. 3. Strategi tidak terhubung dengan alokasi sumber daya Dalam situasi dimana strategi tidak terhubung dengan baik ke anggaran maka pencapaian individu dan organisasi menjadi tidak selaras dengan sasaran-sasaran strategis. Alokasi sumber daya lebih mengacu pada keuntungan-keuntungan jangka pendek yaitu mengacu pada anggaran, dan terpisah dengan prioritas strategi jangka panjang. 4. Umpan balik yang diperoleh bersifat taktis bukan strategis Sebagai contoh kelemahan sistem pembelajaran strategis adalah porsi pembahasan dan perbincangan tentang strategi yang amat minim dibanding dengan evaluasi atas kinerja operasional. Ini berarti, perusahaan tidak saja kehilangan momentum untuk mengevaluasi efektivitas strateginya secara kontinyu, namun yang lebih parah lagi, perusahaan bahkan tidak mampu membuat skenario keunggulan perusahaan di masa datang.
31 M enurut Kaplan dan Norton (1996) dalam Yuwono et al (2006, pp.1617), terdapat 4 komponen sistem manajemen strategis untuk mencegah adanya faktor-faktor penghambat dalam yakni: 1. M emformulasikan dan mentransformasikan visi dan strategi perusahaan. a. Strategi adalah titik tolak atau referensi bagi keseluruhan proses manajemen. b. Shared Vision adalah fondasi bagi pembelajaran strategis. 2. M engkomunikasikan dan menghubungkan tujuan-tujuan dan tolak ukur strategi. a. Seluruh sasaran perusahaan selaras dari manajemen atas sampai individu tingkat bawah. b. Pendidikan dan komunikasi yang terbuka tentang strategi adalah basis bagi pemberdayaan manusia. c. Sistem kompensasi harus terhubung dengan strategi. 3. M erencanakan, menyusun target-target, dan menyelaraskan inisiatifinisiatif strategis. a. Stretch targets dibuat dan disetujui. b. Inisiatif strategis secara jelas diidentifikasikan. c. Investasi ditentukan oleh strategi. d. Anggaran tahunan dihubungkan ke perencanaan jangka panjang. 4. M empertinggi umpan balik dan pembelajaran strategis. a. Feedback system digunakan untuk menguji hipotesis dimana strategi didasarkan. b. Dibentuk tim problem solving.
32 c. Pengembangan strategi dilakukan secara berkesinambungan. 2.3.3 Kegunaan dan Keunggulan Balanced scorecard Berdasarkan Amin Widjaja Tunggal (2009, p.43), Balanced Scorecard digunakan untuk: 1. M engklarifikasi dan menghasilkan konsensus mengenai strategi. 2. M engkomunikasikan strategi ke seluruh perusahaan. 3. M enyelaraskan berbagai tujuan departemen dan pribadi dengan strategi perusahaan. 4. M engaitkan berbagai tujuan strategik dengan sasaran jangka panjang dan anggaran tahunan. 5. M engidentifikasikan dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategik. 6. M elaksanakan peninjaukan ulang strategik secara periodik dan sistematik. 7. M endapatkan umpan balik yang dibutuhkan untuk mempelajari dan memperbaiki strategi. Balanced Scorecard adalah salah satu metode perencanaan strategi (strategic planning). M enurut Suwardi Luwis dan Prima A.Bromo (2009, pp.48-51), dibandingkan dengan metode-metode lain, Balanced Scorecard memiliki keunggulan yakni: 1. Balanced
Scorecard
dapat
berfungsi
sebagai
alat
untuk
mengkomunikasikan strategi diantara para stakeholder dari sebuah organisasi, yaitu pihak manajemen, karyawan, para pemegang saham, pelanggan, dan komunitas lingkungan. Dengan menggunakan Balanced
33 Scorecard, para stakeholder dapat melakukan review terhadap strategi dan pencapaiannya dengan menggunakan bahasa yang sama. (Dengan itu mereka dapat mengatasi hambatan pada visi). 2. Balanced Scorecard memungkinkan organisasi untuk memetakan semua faktor utama yang ada dalam organisasi tersebut, baik yang berbentuk benda fisik (tangible assets) maupun berupa benda non-fisik (intangible asset). Sementara konsep perencanaan strategi lain pada umumnya hanya terbatas pada hal-hal yang bersifat tangible. (Dengan demikian dapat mengatasi hambatan pada manajemen). 3. Balanced Scorecard dapat mengaitkan strategi dengan kinerja organisasi (performance). Konsep perencanaan strategi lain dan berhenti setelah strategi
itu
selesai
dibangun,
sedangkan
Balanced
Scorecard
memungkinkan organisasi untuk mengaitkan strategi yang dibangun dengan proses pelaksanaannya. Dan proses pelaksanaan itu dapat dipantau tingkat pencapaiannya dengan menggunakan Key Performance Indicator yang biasa disingkat menjadi KPI. Hal ini menunjukkan bahwa Balanced Scorecard tidak hanya membantu organisasi dalam menyusun strategi, tetapi juga memonitor pencapaian strategi tersebut. (Dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen) 4. Balanced Scorecard memiliki konsep sebab akibat. Dengan demikian Para pelaku strategi mendapat gambaran dan menjadi jelas bahwa bila strategi yang berada dalam tanggung jawab mereka dapat tercapai dengan sukses, hal itu akan membuahkan hasil tertentu dan akan terkait dengan strategi lainnya. Sebaliknya, bila tak tercapai, hal itu pada gilirannya akan
34 mempengaruhi pencapaian strategi lainnya. Hubungan sebab-akibat ini secara tidak langsung dapat menguatkan kerja sama dalam organisasi dan mendorong mereka untuk berada dalam satu paying yang sama dalam rangka mencapai tujuan organisasi. (Dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada pelaku dan manajemen.) 5. Balanced Scorecard dapat membantu proses penyusunan anggaran. Pada saat penyusunan anggaran tahunan, organisasi dapat mengunakan Balanced Scorecard sebagai titik tolak. Dari Balanced Scorecard kita dapat mengetahui kegiatan apa saja yang harus dilakukan oleh organisasi guna mencapai target-targetnya, yang meliputi aktivitas sehari-hari sampai dengan proyek-proyek khusus. Kemudian bagi kegiatan-kegiatan itu dapat dihitung keperluan dananya dan dimasukkan ke dalam anggaran. (Dengan demikian mereka dapat mengatasi hambatan pada sumber daya dan manajemen.) M engacu M ulyadi (2001) Balanced Scorecard memiliki keunggulan dalam sistem perencanaan strategik, dimana mampu menghasilkan rencana strategik yang sebagai berikut: 1. Komprehensif Sebelum konsep Balanced Scorecard lahir, perusahaan beranggapan bahwa perspektif keuangan adalah perspektif yang paling tepat untuk mengukur kinerja perusahaan. Setelah Balanced Scorecard berhasil diterapkan, para eksekutif perusahaan baru menyadari bahwa perspektif keuangan sesungguhnya merupakan hasil dari 3 perspektif lainnya yaitu
35 pelanggan, proses bisnis, dan pembelajaran pertumbuhan. Pengukuran yang lebih holistic, luas dan menyeluruh (komprehensif) ini berdampak bagi perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih strategi korporat dan memampukan perusahaan untuk memasuki arena bisnis yang kompleks. 2. Koheran Di dalam Balanced Scorecard dikenal dengan istilah hubungan sebab akibat (causal relationship). Setiap perspektif (keuangan, pelanggan, proses bisnis, dan pembelajaran-pertumbuhan) mempunyai suatu sasaran strategik (strategic objective) yang mungkin jumlahnya lebih dari satu. Sasaran strategik untuk setiap perspektif harus dapat dijelaskan hubungan sebab akibatnya, sebagai contoh pertumbuhan return on investment (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan kepada pelanggan, pelayanan kepada pelanggan bisa ditingkatkan karena perusahaan menerapkan teknologi informasi yang tepat guna, dan keberhasilan penerapan teknologi informasi didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab akibat ini disebut koheren, jika disimpulkan semua sasaran strategik yang terjadi di perusahaan harus bisa dijelaskan. Sebagai contoh mengapa loyalitas pelanggan menurun, mengapa produk perusahaan menurun, mengapa komitmen karyawan menurun dan sebagainya. 3. Seimbang Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan dalam 4 perspektif meliputi jangka pendek dan panjang yang berfokus pada faktor internal dan eksternal. Keseimbangan dalam Balanced Scorecard juga tercermin
36 dengan selarasnya scorecard personal staff dengan scorecard perusahaan sehingga setiap personal yang ada di dalam perusahaan bertanggungjawab untuk memajukan perusahaan. 4. Terukur Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya kenyakinan bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve it’. Sasaran strategik yang sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis/intern serta pembelajaran dan pertumbuhan dengan menggunakan balanced scorecard dapat dikelola sehingga dapat diwujudkan. 2.3.4 Perspektif Balanced Scorecard 2.3.4.1 Perspektif Keuangan M enurut Kaplan dan Norton, tujuan financial berbeda untuk setiap tahap siklus hidup bisnis. Tiga tema financial yang dapat mendorong penetapan strategi bisnis yaitu: 1. Bauran dan pertumbuhan pendapatan Bauran dan pertumbuhan pendapatan mengacu kepada berbagai usaha untuk memperluas penawaran produk dan jasa, menjangkau pelanggan dan pasar baru, mengubah bauran produk dan jasa ke arah penciptaan nilai tambah yang lebih tinggi, serta penetapan ulang harga produk dan jasa.
37 2. Penghematan biaya/peningkatan produktifitas Penghematan biaya/peningkatan produktifitas mengacu kepada usaha untuk menurunkan biaya langsung produk dan jasa, mengurangi biaya tidak langsung, dan pemanfaatan bersama sebagai sumber daya perusahaan. 3. Pemanfaatan aktiva/strategi investasi Untuk pemanfaatan aktiva para manager berusaha mengurangi tingkat modal kerja yang dibutuhkan agar mendukung volume dan bauran bisnis tertentu. M ereka juga berusaha untuk lebih memanfaatkan basis aktiva tetap, dengan mengarahkan berbagai bisnis baru kepada sumber daya perusahaan yang saat ini belum digunakan dengan kapasitas penuh, menggunakan secara lebih efisiensi sumber daya yang langka, dan melepas aktiva yang tidak memberikan pengembalian yang memadai sebesar nilai pasarnya. Semua tindakan ini memungkinkan setiap unit bisnis untuk memperbesar tingkat kembalian aktiva financial dan fisik perusahaan.
Contoh tolak ukur keuangan yang digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan menurut Schniederjans et al(2008, p.61, 89, 95, 125-126): 1. ROI (Return On Investment) ROI methodology is another technique traditionally used in capital budgeting decisions where the rate of return of an investment is compared to the opportunity cost of capital. ROI =
Profit Investment cost
38 For independent investment, the rules for the ROI methodology are as follows : a. If return is greater the opportunity cost of capital, then make the investment. b. If return is less than or equal to the opportunity cost of capital, then do not make the investment.
2. ROE (Return On Equity) ROE measures profitability of the investment to the owners Income available to common shareholders from continuing operation divided by common shareholder’s equity.
ROE =
Profit Shareholder equity
3. ROA (Return On Assets) ROA measure profitability and how efficiently assets were utilized. The calculation is income available to common shareholders from continuing operations divided by average total assets.
ROA =
Profit Total Asset
4. Return on sales ROS measures profitability based on sales. The calculation is income available to common shareholders from continuing operation divided by net sales.
ROS =
Profit Net sales
39 5.
Earning per share Total earning devided by total shares outstanding
EPS =
6.
Total earning Total shares outstanding
Revenue Growth Revenue for the current period minus revenue from the prior period devided by revenue from the prior period. Measures growth in revenue over the prior period.
Revenue Growth =
7.
Current revenue – prior revenue Prior revenue
Sales by total assets Measures how efficiently assets were use to generate sales Sales by total assets =
8.
Net sales Average total assets
Sales by employee Measure sales ability effectiveness
Sales by employee =
Net sales Number of employees
9. Inventory turnover Measures the liquidity of inventory and how fast it is sold
Inventory turnover =
Cost of good sold Average inventory
40 2.3.4.2 Perspektif Pelanggan M engacu pada Riyanarto Sarno (2009, pp.12-13) secara umum perspektif pelanggan menggambarkan bagaimana perusahaan mengidentifikasikan dan mendefinisikan segmen pasarnya. Nilai yang diukur adalah seberapa besar perusahaan memberikan feedback kepada pelanggan, baik
dari segi waktu,
kualitas, kinerja layanan maupun biaya. M enurut Yuwono et al (2006, p.32) filosofi manajemen terkini telah menunjukan peningkatan pengakuan atas pentingnya customer focus dan customer satisfaction. Perspektif ini merupakan leading indicator. Jadi, jika pelanggan tidak puas, mereka akan mencari produsen lain yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Kinerja buruk dari perspektif ini akan menurunkan jumlah pelanggan di masa depan meskipun saat ini kinerja keuangan terlihat baik. Perspektif pelanggan memiliki dua kelompok pengukuran yaitu 1. Pengukuran utama pelanggan (Customer Core Meassurement) Customer Core Measurement memiliki beberapa komponen pengukuran yaitu: a. Pangsa pasar (market share) Pengukuran ini mencerminkan bagian yang dikuasai oleh perusahaan atas keseluruhan pasar yang ada, yang meliputi antara lain: jumlah pelanggan, jumlah penjualan dan volume unit penjualan. b. Tingkat retensi pelanggan (customer retention) M engukur dimana perusahaan dapat mempertahankan hubungan dengan konsumen.
41 c. Tingkat akuisisi pelanggan (customer acquisition) M engukur dimana suatu unit bisnis mampu menarik pelanggan baru atau memenangkan bisnis baru. d. Tingkat kepuasan pelanggan (customer satisfaction) M enaksir tingkat kepuasan pelanggan terkait dengan kriteria kinerja spesifik dalam value proporsition. e. Profitabilitas pelanggan (customer profitability) M engukur laba bersih dari seseorang pelanggan atau segmen setelah dikurangi biaya yang khusus diperlukan untuk mendukung pelanggan tersebut.
Perspektif Pelanggan
Gambar 2.4 Perspektif Pelanggan : Customer Core Measurement Sumber: Yuwono et al, 2006, p.35
42 2. Proporsi nilai pelanggan (customer value proporsition) CVP memiliki 3 komponen pengukuran yaitu : a. Atribut produk atau jasa (product or service attribute) M eliputi fungsi dari produk atau jasa, harga dan kualitas. b. Hubungan dengan pelanggan (Customer Relationship) M enyangkut perasaan pelanggan terhadap proses pembelian produk yang ditawarkan perusahaan. c. Pemikiran dan reputasi (image and reputation) M enggambarkan faktor-faktor intangible yang menarik seorang konsumen untuk berhubungan dengan perusahaan. M embangun image dan reputasi dapat dilakukan melalui iklan dan menjaga kualitas seperti yang dijanjikan.
2.3.4.3 Perspektif Proses Bisnis Internal Definisi proses bisnis internal yang dikemukakan oleh Suwardi Luwis dan Prima A. Biromo (2007, p.31,37) yakni serangkaian aktifitas yang ada dalam bisnis kita secara internal yang kerap disebut dengan rantai nilai (value chain). Dalam perusahaan yang menghasilkan barang atau jasa, umumnya rantai nilai terdiri dari pengembangan produk baru, produksi, penjualan dan marketing, distribusi (product delivery), layanan purnajual (after sales service), serta keamanan dan kesehatan lingkungan (environment safety and health). Ukuran Balanced Scorecard dalam proses inovasi: 1. Presentase penjualan produk baru. 2. Perkenalan produk baru perusahaan dibanding pesaing, juga perkenalkan produk baru dibanding rencana.
43 3. Kapabilitas proses manufaktur. 4. Waktu yang diperlukan untuk penciptaan produk generasi berikutnya. M enurut Kaplan dan Norton dalam Yuwono et al (2006, pp.37-39), tahapan dalam proses bisnis internal terbagi dalam: 1. Inovasi Dalam proses ini, unit bisnis menggali pemahaman tentang kebutuhan laten dari pelanggan dan menciptakan produk dan jasa yang mereka butuhkan. Proses inovasi dalam perusahaan biasanya dilakukkan oleh bagian R&D sehingga setiap keputusan pengeluaran suatu produk ke pasar telah memenuhi syarat-syarat pemasaran dan dapat dikomersiakan (didasar pada kebutuhan pasar). Aktivitas R&D ini merupakan aktivitas penting dalam menentukan kesuksesan perusahaan, terutama, untuk jangka panjang. 2. Operasi Proses operasi adalah proses untuk membuat dan menyampaikan produk/jasa. Aktivitas di dalam proses operasi terbagi ke dalam dua bagian: 1) proses pembuatan produk dan 2) proses penyampaian produk kepada pelanggan. Pengukuran kinjerja yang terkait dalam proses operasi dikelompokkan pada: waktu, kualitas, dan biaya. 3. Pelayanan Purna Jual Proses ini merupakan jasa pelayanan pada pelanggan setelah penjualan produk/jasa tersebut dilakukan. Aktivitas yang terjadi dalam tahapan ini, misalnya, penanganan garansi dan perbaikan penanganan atas barang rusak dan yang dikembalikan serta pemrosesan pembayaran pelanggan. Perusahaan dapat mengukur apakah upayanya dalam pelayanan purna jual ini telah
44 memenuhi harapan pelanggan, dengan menggunakan tolok ukur yang bersifat kualitas, biaya, dan waktu seperti yang dilakukan dalam proses operasi. Untuk siklus waktu, perusahaan dapat menggunakan pengukuran waktu dari saat keluhan pelanggan diterima hingga keluhan tersebut diselesaikan.
45
Perspektif Proses Bisnis Internal
Gambar 2.5 Perspektif Proses Bisnis Internal Sumber: Yuwono, 2006, p.41
46 2.3.4.4 Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan Perspektif
ini berfokus pada sumberdaya khususnya sumberdaya
manusia yang ada dalam organisasi. Perspektif ini berurusan dengan pengembangan sumberdaya manusia, agar masing-masing menjadi karyawan yang kompeten yang akhirnya akan menghasilkan kinerja yang prima bagi organisasi. Karena itu sasaran strategis harus merefleksikan strategi dalam pelatihan dan pengembangan karyawan (p.37). Tiga kategori utama yang dianalisis dan diukur dalam perspektif ini, yaitu: a. Kompetensi karyawan b. Daya dukung teknologi c. Budaya, motifasi dan penghargaan Tolok ukur inti yang digunakan dalam mengukur kinerja pekerja yaitu: 1. Kepuasaan pekerja (employee satisfaction) 2. Retensi pekerja (employee retention) 3. Produktivitas pekerja (employee productivity) Faktor yang mempengaruhi pekerja (enablers) terdiri dari: kompetensi staff, infrastruktur teknologi, iklim untuk bertindak.
Unsur-unsur dalam suatu survei kepuasan pekerja mencakup: 1. Keterlibatan dalam mengambil keputusan 2. Penghargaan karena telah melakukan pekerjaan dengan baik 3. Akses yang memadai kepada informasi untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik
47 4. Dorongan aktif untuk bekerja kreatif dan menggunakan inisiatif 5. Tingkat dukungan dari fungsi staff 6. Kepuasan keseluruhan dengan perusahaan Tiga faktor pendorong pembelajaran dan pertumbuhan yaitu: 1. Kapabilitas pekerja (employee capability) 2. Kapasitas sistem informasi (information systems capabilities) 3. M otivasi, pemberdayaan dan keselarasan (motivation, empowerment, and aligment) 2.3.5
Hubungan Balanced Scorecard dengan Visi, Misi dan S trategi Perusahaan Sistem pengukuran kinerja harus dapat memotivasi para karyawan untuk mengimplementasikan
strategi unit
bisnisnya.
Jika perusahaan
mampu
menerjemahkan perencanaan strateginya ke dalam sistem pengukuran, maka perusahaan akan mampu menjalankan strateginya lebih baik karena perusahaan telah mengkomunikasikan tujuan serta misinya pada low level management pada perusahaan, dengan harapan dapat memfokuskan diri pada tujuan yang diinginkan. M enurut Kaplan dan Norton dalam Yuwono et al. mengemukakan tiga prinsip yang memungkinkan Balanced Scorecard terhubung dengan strategi, yaitu: a.
Cause-and- effect relationships Prinsip ini membedakan Balanced Scorecard dengan prinsip-prinsip lainnya karena dengan menggunakan prinsip ini, Balanced Scorecard mampu menjabarkan tujuan dan pengukuran masing-masing perspektif dengan baik
48 dan dalam satu kesatuan yang padu. Pengembangan Balanced Scorecard yang baik harus mampu menjelaskan strategi perusahaan dalam hubungan cause dan effect. M elalui hubungan cause dan effect ini, suatu strategi dapat dianimasikan dan dikritisi bersama, baik sebelum, selama, dan sesudah dieksekusi. Pengujian terhadap scorecard dapat dilakukan dengan mudah karena prinsip cause-and- effect relationships.
Hubungan S ebab Akibat dari Empat perspektif Balanced Scorecard
Gambar 2.6 Hubungan sebab-akibat Sumber: Kaplan dan Norton,p.28
49 b.
Performance Drivers Sebuah Balanced Scorecard yang baik harus memiliki bauran hasil (lagging indicators) yang memadai dan pemicu kerja (leading indicators)
yang
digunakan masing-masing unit bisnis. Outcomes (lagging indicators) mencerimkan tujuan dari strategi yang dijalankan perusahaan, seperti profitability, market share, costumer satisfaction, costumer retention, dan employee skills. Sedangkan performance drivers (leading indicators) mencerminkan keunikan strategi unit bisnis. Sehingga pemahaman dari keunikan strategi bisnis unit (leading indicators) akan membantu mengatasi kelemahan dan menambah pemahaman akan hasil yang ingin dicapai perusahaan. c.
Linkage to Financials Adanya kritik terhadap pengukuran kinerja yang berbasis laporan keuangan tidak menjadi alasan untuk membuat tolok ukur laporan keuangan ditinggalkan. Keberhasilan perusahaan dalam pencapaian berbagai tujuan seperti kualitas, kepuasan pelanggan, inovasi dan pemberdayaan karyawan tidak memberikan perbaikan terhadap perusahaan apabila hal tersebut hanya dianggap sebagai tujuan akhir. Semua pengukuran yang berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan harus dikaitkan dengan tujuan keuangan sebagai tujuan akhir. Sehingga semua perspektif yang ada di Balanced Scorecard-pun harus berkaitan dengan tujuan keuangan sebagai outcome measures.
50 2.3.6 Key Performance Indicator M enurut Suwardi Luwis dan Prima A.Bromo (2009, pp. 100-102,104), Target dan cara menentukan KPI: Definisi target adalah suatu ukuran yang ingin dicapai dalam jangka waktu tertentu. Berkaitan dengan penerapan Balanced Scorecard, target dibuat untuk jangka waktu satu tahun, atau disebut dengan perencanaan tahunan. Sementara pemantauan target dapat dilakukan dalam periode bulanan, triwulan, semesteran atau tahunan.
Berkaitan dengan besarnya target, ada beberapa hal yang dipakai untuk menentukannya, antara lain: 1. Pencapaian di masa lalu (baseline) 2. Keinginan stakeholder (angka target ditentukan langsung oleh stakeholder), atau 3. Rujukan pada kondisi internal maupun eksternal organisasi.
M enurut Suwardi Luwis dan Prima A.Bromo (2009, pp.87-90), Contohcontoh dari KPI atau ukuran untuk masing-masing perspektif yang ada dalam peta strategi: 1. Perspektif financial: a. ROI (return in investment), ROE, ROA b. Total pendapatan c. Cash ratio d. Profit per employee
51 2. Perspektif pelanggan: a. Pangsa pasar Pengukuran
bisa dilakukan berdasarkan besaran
pasar secara
keseluruhan, menurut produk, menurut region atau menurut target market. b. M empertahankan pelanggan Contoh indikatornya adalah presentase pelanggan yang melakukan pembelian berulang dan presentase pertumbuhan perusahaan dengan pelanggan yang telah dimiliki. c. Akusisi pelanggan Ukuran yang kerap dipakai adalah jumlah pelanggan baru, hasil penjualan yang diperoleh dari pelanggan baru dengan conversion rate. d. Indeks kepuasan pelanggan e. Indeks pengelolaan keluhan pelanggan f. Survei
mind-share
atau
citra
perusahaan
di
mata
pelanggan/masyarakat. 3. Perspektif proses bisnis internal: a. Proses inovasi/pengembangan produk atau jasa Ukuran yang digunakan adalah siklus waktu dari konsep produk (inisiatif) sampai dipasarkan atau diimplementasikan, jangka waktu bagi R&D mencapai titik break even, dan jumlah paten atau desain atau inisiatif baru.
52 b. Pengelolaan pelanggan Indikator yang kerap digunakan adalah jumlah kunjungan, jumlah atau nilai proposal, dan jumlah pertemuan business review atau customer gatherings. c. Operasi/produksi Pada tahapan ini, hal-hal yang diukur adalah banyaknya produksi, kualitas, jumlah barang yang gagal produksi (yields), kapasitas mesin produksi, siklus waktu (misalnya waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan, troubleshooting dan lainnya), dan angka kecelakaan dalam satu tahun. d. Proses kepatuhan terhadap regulasi dan lingkungan Indikator
yang dapat
digunakan
adalah
indikator Corporate
Governance (contohnya pelanggan) dan peringkat proper organisasi. 4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: a. Indeks tingkat kepuasan karyawan (baik untuk internal organisasi maupun eksternal) b. Turn-over rate (tingkat keluar-masuk karwayan): Voluntary (karyawan yang keluar dengan inisiatifnya sendiri) dan Involuntary (karyawan yang diberhentikan). c. Tingkat produktifitas karyawan dengan contoh perhitungan seperti: besar revenue per karyawan, total peningkatan revenue vs. total peningkatan kompensasi karyawan d. Jumlah investasi yang dialokasikan untuk pelatihan dengan contoh indikator:
53 Total nilai investasi, presentasi terhadap penjualan, jumlah hari pelatihan per karyawan. e. Hasil dari pelatihan: Sikap, pengetahuan, keterampilan, dampak bisnis. f. Competency Gap Ratio (rasio kesenjangan kompetansi). g. Training coverage (prosentase karyawan yang mendapat pelatihan dalam satu tahun). h. Indeks budaya organisasi yang berbasis pembelajaran (pada learning organization). i. Indikator-indikator yang berkaitan Teknologi Informasi seperti: Jumlah downtime per bulan, jumlah aplikasi terpasang per bulan.