BAB 2 KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Manajemen 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Menurut Robbins (2009, p8), Manajemen adalah proses mengoordinasikan aktivitas-aktivitas kerja sehingga dapat selesai secara efisien dan efektif dengan dan melalui orang lain. Kita telah mengetahui bahwa mengoordinasi pekerjaan orang lain merupakan hal yang membedakan posisi manajerial dan non-manajerial. Selain itu, manajemen melibatkan efisiensi dan efektifitas penyelesaian aktivitas-aktivitas kerja organisasi, atau sekurang-kurangnya itulah yang didambakan manajer. Efisiensi mengacu pada memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil. Karena manajer menghadapi input yang langkah. Meliputi sumber daya seperti orang, uang, dan peralatan. Mereka memfokuskan dengan penggunaan yang efisien atas sumber daya itu. Namun tidak cukup sekedar menjadi efisien. Manajemen juga memfokuskan pada efektivitas. Menyelesaikan aktivitas-aktivitas sehingga sasaran organisasi dapat tercapai. Efektivitas sering digunakan sebagai “melakukan pekerjaan yang benar”, yaitu aktivitas-aktivitas kerja yang membantu organisasi mencapai sasaran. Manajemen juga memiliki fungsi yaitu, mencakup proses mendefinisikan sasaran, menetapkan strategi untuk mencapai sasaran itu, dan menyusun rencana untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan sejumlah kegiatan. 2.1.1.2 Fungsi Manajemen Dalam Manajemen terdapat fungsi-fungsi manajemen yang terkait erat didalamnya. Fungsi manajemen menurut Robbins dan Coulter (2009, p9): 1. Fungsi Perencanaan / Planning : suatu kegiatan menentukan tujuan, menetapkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut, dan mengembangkan rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatan. 1
2.
Fungsi Pengorganisasian / Organizing : bertanggung jawab untuk mengatur dan penataan kerja untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Fungsi Pengarahan / Directing / Leading : memotivasi bawahan, membantu menyelesaikan konflik kelompok kerja, mempengaruhi individu atau tim saat mereka bekerja, memilih saluran komunikasi yang paling efektif, atau penawaran dengan cara apapun yang berkaitan dengan masalah perilaku karyawan. 4. Fungsi Pengendalian / Controling : setelah tujuan dan rencana yang ditetapkan, tugas dan pengaturan struktural diletakkan di tempat, dan orang-orang dipekerjakan, dilatih dan termotivasi, harus ada beberapa evaluasi apakah semuanya berjalan seperti yang direncanakan dan memberikan tindakan perubahan atau perbaikan jika diperlukan. 2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Hasibuan dalam Arifin dan A.Fuazi (2007, p8) , manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Manajemen sumber daya manusia merupakan kegiatan untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia dalam mencapai tujuan organisasi. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui berbagai macam kegiatan yang pada garis besarnya adalah persiapan dan pengadaan, yang meliputi kegiatan analisis jabatan, perencanaan sumber daya manusia, perekrutan dan seleksi, penilaian, pengembangan, pengkompensasian, pemeliharaan kepuasan kerja dan motivasi kerja, serta meningkatkan hubungan sinergis antara manajemen dan pekerja. (Hariandja dan Hardiwati, 2007, p23) Jadi, menurut pengertian diatas manajemen sumber daya manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur tenaga kerja manusia yang bekerja di dalam suatu perusahaan atau organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. 2.1.2.2 Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia Berbagi studi telah menyimpulkan bahwa sumber daya manusia organisasi dapat menjadi sumber keunggulan bersaing yang berarti. Dan ini benar-benar terjadi di seluruh dunia. Mencapai keberhasilan bersaing melalui orang-orang memerlukan perubahaan fundamental dalam cara berpikir manajer tentang karyawan dengan cara manajer memandang 2
hubungan kerja. Hal ini mencakup bekerja dengan dan melalui orang-orang dan melihat mereka sebagai mitra, tidak hanya sebagai biaya yang harus diminimalkan atau dihindari, itulah yang dilakukan organisasi. Selain potensi pentingnya sebagai bagian dari strategi organisasi dan sumbangan terhadap keunggulan bersaing, praktik manajemen SDM telah terbukti mempunyai dampak yang besar pada kinerja organisasi. Sebuah studi melaporkan bahwa memperbaiki praktik manajemen SDM organisasi secara berarti dapat meningkatkan nilai pasarnya sebanyak 30 persen. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan praktik yang menghasilkan hasil seperti itu adalah praktik kerja berkinerja tinggi. Praktik kerja berkinerja tinggi dapat menghasilkan kerja individu dan organisasi yang tinggi. Dasar umum praktik itu adalah komitmen untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, dan kemampuan para karyawan organisasi, meningkatkan motivasi mereka, mengurangi kemalasan dalam pekerjaan, dan meningkatkan kemampuan mempertahankan karyawan yang bermutu stabil mendorong yang tidak berkinerja baik untuk keluar. (Robbins, 2009, p342) 2.1.2.3 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia Tujuan utama manajemen sumber daya manusia adalah untuk meningkatkan kontribusi sumber daya manusia (karyawan) terhadap organisasi dalam rangka pencapaian produktivitas organisasi yang bersangkutan. Hal ini dapat dipahami bahwa semua kegiatan organisasi dalam mencapai misi dan tujuannya adalah sangat tergantung kepada manusia yang mengelola organisasi itu. Oleh sebab itu sumber daya manusia (karyawan) harus dikelola sedemikian rupa sehingga berdaya guna dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. (Soekidjo, 2009,p86) Soekidjo (2009,p87), menyatakan bahwa tujuan dapat dijabarkan ke dalam 4 tujuan yang lebih operasional, sebagai berikut:
a. Tujuan Masyarakat (Societa Objective) Untuk bertanggung jawab secara sosial, dalam hal ini kebutuhan dan tantangantantangan yang timbul dari masyarakat, suatu organisasi yang berada ditengah-tengah masyarakat diharapkan dapat memberikan manfaat atau keuntungan bagi masyarakat. Oleh sebab itu suatu organisasi mempunyai tanggung jawab dalam mengelola sumber daya manusia agar tidak mempunyai dampak negatif terhadap masyarakat. b. Tujuan Organisasi (Organization Objective)
3
Untuk mengenal bahwa manajemen sumber daya manusia itu ada (exist), perlu memberikan kontribusi terhadap pendayagunaan organisasi secara keseluruhan. Manajemen sumber daya manusia bukanlah suatu tujuan atau akhir suatu proses, melainkan suatu perangkat atau alat untuk membantu tercapainya suatu tujuan organisasi secara keseluruhan. Oleh sebab itu suatu unit atau bagian manajemen sumber daya manusia di suatu organisasi diadakan untuk melayani bagian-bagian lain organisasi tersebut. c. Tujuan Fungsi (Functional Objective) Untuk memelihara (maintain) kontribusi bagian-bagian lain agar sumber daya manusia dalam setiap bagian melaksanakan tugasnya secara optimal. Dengan kata lain setiap sumber daya manusia atau karyawan dalam organisasi itu menjalankan fungsifungsignya dengan baik. d. Tujuan Personel (Personnel Objective) Untuk membantu karyawan atau pegawai dalam mencapai tujuan-tujuan pribadinya, dalam rangka pencapaian tujuan organisasinya. Tujuan-tujuan pribadi karyawan seharusnya dipenuhi, dan ini sudah merupakan motivasi dan pemeliharaan (maintain) terhadap karyawan itu. 2.1.2.4 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia Robbins (2009, p343), menyatakan proses manajemen sumber daya manusia berbagai kegiatan yang diperlukan untuk mengisi staf dan mempertahankan karyawan yang berkinerja tinggi.
Gambar 2. 1 Proses Manajemen Sumber Daya Manusia Sumber : Robbins (2009, p343) 4
2.1.2.5 Tantangan Di Bidang Sumber Daya Manusia Setiap organisasi pasti menghadapi berbagai tantangan yang menyangkut banyak segi kehidupan organisional, termasuk tantangan di bidang sumber daya manusia. Tantangan bagi sumber daya manusia dibagi kedalam tiga kategori utama, yaitu tantangan yang bersifat eksternal yang meskipun tidak langsung menyangkut sumber daya manusia tetapi mempunyai dampak yang kuat, tantangan yang bersifat internal, dan situasi ketenaga kerjaan dalam organisasi yang bersangkutan sendiri (Sondang, 2012, p49) 2.1.3 Kepuasan Kerja 2.1.3.1 Pengertian Kepuasan Kerja Kepuasan kerja atau job statisfaction adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan karyawan memandang pekerjaanya. (Tangkilisan, 2007, p164). Kepuasan kerja merupakan cerminan dari perasaan pekerja terhadap pekerjaanya. Hal ini tampak dalam sikap positif pekerjaan terhadap pekerjaan yang dihadapi di lingkungannya. Sebaliknya, karyawan yang tidak puas akan bersikap negative terhadap pekerjaannya. kepuasan kerja mengacu sebagai orientasi afektif secara keseluruhan pada bagian dari individu terhadap peran kerja mereka yang berlangsung saat ini. (Seifert dan Umbach, 2007) Pemahaman yang lebih tepat menurut Sondang (2012, p295-299) tentang kepuasan kerja dapat terwujud apabila analisis tentang kepuasan kerja dikaitkan dengan prestasi kerja, tingkat kemangkiran, keinginan pindah, usia pekerjaan, tingkat jabatan dan besar kecilnya organisasi. •
Kepuasan Kerja dan Prestasi Kepuasan kerja tidak selau menjadi faktor motivasi kuat untuk berprestasi. Seorang karyawa yang puas belum tentu terdorong untuk berprestasi karena kepuasannya tidak terletak pada motivasinya, akan tetapi dapat terletak pada faktorfaktor lainnya, misalnya pada imbalan yang diperoleh. Terlepas dari faktor-faktor apa yang dijadikan sebagai alat pengukur kepuasan kerja, tetap penting untuk mengusahakan agar terdapat korelasi positif antara kepuasan dengan prestasi karyawan. Artinya menjadikan kepuasan untuk memacu prestasi kerja yang lebih baik meskipun disadari bahwa hal itu tidak mudah.
•
Kepuasan Kerja dan Kemangkiran 5
Dari berbagai penelitian telah terbukti bahwa karyawan yang tinggi tingkat kepuasan kerjanya akan rendah tingkat kemangkirannya. Sebaliknya karyawan yang rendah kepuasan kerjanya akan tinggi tingkat kemangkirannya. Dalam praktek korelasi itu berarti bahwa seseorang karyawan yang puas akan hadir di tempat tugas kecuali ada alasan yang benar-benar kuat sehingga ia mangkir. •
Kepuasan Kerja dan Keinginan Pindah Tidak dapat disangkal bahwa salah satu faktor penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah ketidak puasan pada tempat bekerja sekarang. Sebab-sebab ketidak puasan dapat beraneka ragam seperti penghasilan rendah atau dirasakan kurang memadai, kondisi kerja yang kurang memuaskan, hubungan yang tidak serasi, baik dengan atasan maupun dengan pekerja lain, pekerjaan yang tidak sesuai, dan berbagai faktor lainnya.
6
•
Kepuasn Kerja dan Usia Dalam pemeliharaan hubungan yang serasi antara organisasi dengan para anggotanya, kaitan dengan kepuasan kerja perlu mendapat perhatian. Telah diketahui bahwa terdapat korelasi antara kepuasan kerja dengan usia seorang karyawan. Artinya, kecenderungan yang sering terlihat ialah bahwa semakin lanjut usia karyawan, tingkat kepuasan kerjanya pun biasanya semakin tinggi. Berbagai alasan yang sering dikemukakan menjadi fenomenon ini antara lain ialah, karyaw yang lanjut usia makin susah memulai karir baru ditempat lain, sikap yang dewasa dan matang mengenai tujuan hidup, gaya hidup yang sudah mapan, sumber penghasilan yang sudah relative terjamin, adanya ikatan batin dan persahabatan antara rekan-rekan organisasi.
•
Kepuasan Kerja dan Tingkat Jabatan Literature mengenai hal ini memberikan petunjuk bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam suatu organisi, pada umumnya tingkat kepuasannya cenderung lebih tinggi pula. Berbagai alasannya adalah, penghasilan yang dapat menjamin taraf hidup yang layak, pekerjaan yang memungkinkan mereka menunjukan kemampuan kerjanya, dan status sosial yang relative tinggi di dalam dan di luar organisasi. Alasan tersebut berkaitan erat dengan prospek bagi seseorang untuk dipromosikan, perencanaan karier dan pengembangan sumber daya manusia dalam organisasi.
•
Kepuasan Kerja dan Besar Kecilnya Organisasi Telah umum dimaklumi bahwa kehidupan berkarya digunakan oleh manusia tidak hanya untuk memuaskan kebutuhan materil saja, akan tetapi juga untuk memenuhi berbagai kebutuhan lainnya seperti yang bersifat mental, psikologikal, sosial dan spiritual. Dilihat dari sudut pandang ini, besar kecilnya organisasi turut berpengaruh pada kepuasan kerja. Artinya, jika karena besarnya organisasi para karyawan terbenam dalam masa pekerja yang jumlahnya besar sehingga jati diri dan 7
identitasnya menjadi kabur karena, misalnya, hanya dikenal dengan nomor pegawai, hal tersebut dapat mempunyai dampak negative pada kepuasan kerja. 2.1.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Secara teoritis, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja sangat banyak jumlahnya, seperti gaya kepemimpinan, produktivitas kerja, perilaku, locus of control, pemenuhan harapan pengajian dan efektivitas kerja. Menurut Job Descriptive Index (JDI) dalam Rivai (2009, p860), faktor penyebab kepuasan kerja ialah: 1. Bekerja pada tempat yang tepat 2. Pembayaran yang sesuai 3. Organisasi dalam manajemen 4. Supervisi pada pekerjaan yang tepat 5. Orang yang berada dalam pekerjaan yang tepat. Salah satu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan) Sedangkan menurut Mangkunegara (2011, p120), ada dua faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu faktor yang ada pada diri pegawai dan faktor pekerjaannya. a. Faktor pegawai, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian, emosi, cara berpikir, persepsi, dan sikap kerja. b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan), kedudukan, mutu pengawasan, jaminan finansial, kesempatan promosi jabatan, interaksi sosial, dan hubungan kerja. 2.1.3.3 Survei Kepuasan Kerja Menurut Mangkunegara (2011, p124), survei kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau pekerjaannya melalui laporan kerja. Survei kepuasan kerja juga untuk mengetahui moral pegawai, pendapatan, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja pegawai.
8
Survei kerpuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut. 1. Manajer dan pemimpin melibatkan diri pada survei 2. Survei dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen secara objektif 3. Survei di administrasikan secara wajar 4. Ada tindak lanjut atau follow up dari pemimpin , dan adanya aksi untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pemimpin. Keuntungan dari survei kepuasan kerja, antara lain kepuasan kerja secara umum, komunikasi, meningkatkan sikap kerja, dan untuk keperluan pelatihan (training) 2.1.3.4 Tipe-Tipe Survei Kepuasan Kerja Ada dua tipe survei kepuasan kerja (Mangkunegara, 2011, p125), yaitu survei objektif dan tipe survei deskriptif. a. Tipe survei objektif Tipe survei objektif yang paling populer menggunakan pertanyaan pilihan berganda (multiple choice). Responden membaca semua pertanyaan yang tersedia, kemudian memilih beberapa satu dari alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Disamping itu pula, ada bentuk pertanyaan yang menggunakan bener atau salah, setuju atau tidak setuju. b. Tipe survei deskriptif Survei deskriptif merupakan lawan dari survei objektif. Pada survei ini responden memberikan jawaban dari pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau yang mereka inginkan. Mereka dapat menjawab dengan kata-kata mereka sendiri. 2.1.3.5 Dimensi Kepuasan Kerja Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Menurut John M. Ivancevich et al (2011, p77) mengatakan ada empat faktor penting yang berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan: 1. Pembayaran (Pay) Jumlah pembayaran yang diterima dan keadilan yang diterima dari pembayaran tersebut. 2. Pekerjaan Itu Sendiri (Work it self) 9
Banyaknya tugas-tugas kerja yang dianggap menarik dan menyediakan kesempatan untuk belajar dan menerima tanggung jawab. 3. Kesempatan Promosi (Promotion opportunities) Ketersediaan kesempatan untuk kemajuan karir. 4. Pengawasan (Supervision) Kompetensi teknis dan kemampuan interpersonal dari atasan langsung seseorang. 5. Rekan Kerja (Co-Workers) Banyaknya rekan kerja yang bersahabat, kompeten dan mendukung. 6. Kondisi kerja (Working Condition) Tingkat dari lingkungan fisik pekerjaan yang nyaman dan mendukung produktivitas. 7. Keamanan Kerja (Job Security) Keyakinan bahwa posisi seseorang relatif aman dan kelanjutan pekerjaan dengan organisasi sebagai harapan yang masuk akal. 2.1.3.6 Indikator Kepuasan Kerja Celluci dan De Vries (1978) yang dikutip dalam Fuad Mas’ud (2004, p80) merumuskan indikator-indikator kepuasan kerja dalam 5 indikator sebagai berikut: 1. Kepuasan dengan gaji 2. Kepuasan dengan promosi 3. Kepuasan dengan rekan kerja 4. Kepuasan dengan atasan 5. Kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri Seifert dan Umbach (2007, p34), menggunakan dua dimensi dari kepuasan kerja dalam penelitiannya. Dia mengemukakan dimensi kepuasan kerja dapat dibagi kedalam dimensi instristik (mengacu pada pekerjaan itu sendiri) dan dimensi ekstrinsik (mewakili aspek pekerjaan eksternal untuk tugas itu sendiri). Dua dimensi itu didefinisikan sebagai berikut: 1. Dimensi Instrinsik
Sejauh mana pekerjaan itu menarik
Hasil pekerjaan yang jelas
2. Dimensi Ekstrinsik
Karir
Keuangan 10
Kenyamanan
Hubungan dengan rekan kerja
Kecukupan sumber daya
2.1.4 Komitmen Karyawan 2.1.4.1 Pengertian Komitmen Karyawan Mathis dan Jackson (2006, p122) mengemukakan bahwa komitmen karyawan adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan memiliki keinginan untuk tetap ada didalam organisasi tersebut. Sementara itu, Sopiah (2008, p156) menyebutkan komitmen karyawan adalah suatu ikatan psikologis karyawan pada organisasi yang ditandai dengan adanya sebuah kepercayaan dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai dari organisasi, kemauan untuk usaha yang sungguh-sungguh
guna
kepentingan
organisasi,
dan
keinginan untuk
memelihara
keanggotaan dalam organisasi Menurut Burr dan Girardi (2011, p109), dalam komitmen karyawan, yaitu sikap kerja atau keyakinan yang kuat dan penerimaan terhadap nilai dan tujuan organisasinya, kesediaan untuk berbuat yang terbaik untuk organisasinya, dan adanya keinginan untuk tetap bertahan dalam organisasinya. Menurut definisi tersebut disimpulkan bahwa, komitmen karyawan adalah ikatan psikologis karyawan pada organisasinya, dimana karyawan tersebut tetap bertahan didalam organisasinya dan keinginan karyawan untuk tercapainya tujuan dari organisasi. 2.1.4.2 Bentuk komitmen Karyawan Menurut Kanter yang dikutip oleh Sopiah (2008, p158) mengemukakan bahwa terdapat tiga bentuk komitmen karyawan, yaitu : a. Komitmen berkesinambungan Yaitu komitmen yang berhubungan dengan dedikasi karyawan dalam melangsungkan kehidupan organisasi dan menghasilkan orang yang mau berkorban dan berinvestasi pada organisasi. b. Komitmen terpadu
11
Yaitu komitmen terhadap perusahaan sebagai akibat adanya hubungan sosial dengan karyawan di dalam perusahaan. Ini terjai karena karyawan percaya bahwa norma yang dianut perusahaan merupakan norma yang bermanfaat. c. Komitmen terkontrol Yaitu komitmen karyawan pada norma perusahaan yang memberikan perilaku ke arah yang diinginkannya. Norma yang dimiliki perusahaan sesuai dan mampu memberikan sumbangan terhadap perilaku yang diinginkannya. 2.1.4.3 Proses Terjadinya Komitmen Karyawan Bashaw dan Grant yang dikutip oleh Sopiah (2008, p159) menjelaskan bahwa komitmen karyawan terhadap perusahaan merupakan sebuah prose berkesinambungan dan merupakan sebuah pengalaman individu ketika bergabung dalam sebuah perusahaan. Gary Dessler yang dikutip oleh Sopiah (2008, p159) mengemukakan sejumlah cara yang bisa dilakukan untuk membangun komitmen karyawan, yaitu : 1. Make it charismatic Jadikan visi dan misi perusahaan sebagai sesuatu yang kharismatik, sesuatu yang dijadikan pijakan, dasar bagi setiap karyawan dalam berperilaku dan bertindak. 2. Build the tradition Segala sesuatu yang baik di perusahaan jadikanlah sebagai suatu tradisi yang secara terus menerus dipelihara dan dijaga oleh generasi berikutnya. 3. Have comprehensive grievance procedures Bila terdapat keluhan atau complain dari pihak luar maupun internal perusahaan maka perusahaan harus memiliki prosedur untuk mengatasi keluhan tersebut secara menyeluruh. 4. Provide extensive two-way communications Jalinlah komunikasi dua arah di perusahaan tanpa memandang rendah bawahan. 5. Create a sense of community Jadikan semua unsur dalam organisasi sebagai suatu komunitas dimana di dalamnya terdapat nilai kebersamaan, rasa memiliki, kerja sama, dan berbagi. 2.1.4.4 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Komitmen Menurut penelitian oleh Nur’aeni (2011, p101-129), yang menyatakan terdapat lima faktor penting yang mempengaruhi komitmen organisasi pekerjaan, yaitu: a. Karakteristi kerja 12
b. Sifat imbalan yang diterima c. Keberadaan kesempatan kerja alternatif d. Perlakuan pada pendatang baru dalam organisasi e. Karakteristik pribadi 2.1.4.5 Dimensi Komitmen Menurut penelitian oleh Burr dan Girardi (2011, p90), terdapat tiga dimensi komitmen: 1. Komitmen Afektif Tingkat dimana individu terikat secara psikologis terhadap organisasi melalui perasaan: loyalitas, kasih sayang, dan memiliki perasaan cinta terhadap organisasi, 2. Komitmen Kontinyu/Rasional. perasaan cinta pada organisasi karena karyawan menghargai besarnya biaya yang dikorbankan seandainya meninggalkan organisasinya. 3. Komitmen Normatif Karyawan bertahan dalam organisasinya karena adanya ikatan emosional terhadap organisasi. Komitmen normatif merupakan refleksi dari perasaan wajib pekerja untuk tinggal dalam organisasi. 2.1.5 Loyalitas 2.1.5.1 Pengertian Loyalitas Loyalitas karyawan menurut Walker (2005) dalam Chetna Pandey dan Rajni Khare (2012, p28), adalah karyawan yang puas akan menjadi loyal ketika mereka melihat organisasi mereka sebagai menawarkan peluang untuk belajar, tumbuh, dan pada saat yang sama menyediakan jalur karir yang sudah jelas bahwa mereka dapat mengejar dalam organisasi. Menurut Mayer dan Allen (1991), dalam Chetna Pandey dan Rajni Khare (2012, p28), loyalitas karyawan (biasanya identik dengan komitmen) kepada organisasi kadang-kadang dipandang sebagai sikap. Namun, tidak begitu banyak sikap (atau komponen pemikiran) yang penting dalam organisasi, melainkan itu adalah komponen tindakan bottom-line. Menurut Mowday, Porter dan Steers (1982) dalam Chetna Pandey dan Rajni Khare (2012, p29), loyalitas karyawan adalah manifestasi dari komitmen organissi, dengan identifikasi kekuatan relatif dari tiap individu dan keterlibatan dalam organisasi tertentu.
13
Menurut Bentten Court, Gwinner dan Meuter (2001) dalam Chetna Pandey dan Rajni Khare (2012, p27), loyalitas karyawan adalah perilaku karyawan yang mencerminkan kesetiaan kepada organisasi untuk mempromosikan kepentingan dan gambar keluar. Menurut Wan (2012, p2), Loyalitas karyawan adalah sebagai lampiran psikologis atau komitmen terhadap organisasi dan terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kepuasan yang berasal dari hasil proses evaluasi internal, dan jika tingkat harapan karyawan yang memenuhi atau melampaui maka kepuasan akan tumbuh. Dalam melaksanakan kegiatan kerja karyawan tidak akan terlepas dari loyalitas dan sikap kerja, sehingga dengan demikian karyawan tersebut akan selalu melaksanakan pekerjaan dengan baik. Karyawan merasakan adanya kesenangan yang mendalam terhadap pekerjaan yang dilakukan. (Soegandhi dan Sutanto et al, 2013) Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa loyalitas karyawan adalah kesetian karyawan terhadap organisasinya, berhubungan dengan komitmen dari karyawan terhadap organisasinya. 2.1.5.2 Alasan Dasar Loyalitas Bilson Simamora(2005, p132-134), loyalitas memiliki tiga alasan dasar, yaitu faktor rasional, faktor emosional, faktor spiritual. 1. Faktor rasional menyangkut hal-hal yang bisa dijelaskan secara logis, seperti: •
Gaji
•
Bonus
•
Jenjang karier
•
Failitas-fasilitas yang diberikan perusahaan
2. Faktor emosional menyangkut perasaan atas ekspresi diri, seperti: •
Pekerjaan yang menantang
•
Lingkungan kerja yang mendukung
•
Perasaan aman karena perusahaan merupakan tempat bekerja dalam jangka panjang
•
Pemimpin yang berkharisma
•
Pekerjaan yang membanggakan
•
Penghargaan-penghargaan yang diberikan perusahaan
•
Budaya kerja 14
3. Faktor spiritual menyangkut hubungan yang berdasarkan kepercayaan, seperti: •
Kepuasan rohani
•
Pekerjaan yang bersifat rohani
•
Pemimpin yang religius
•
Kesempatan untuk melakukan kegiatan rohani
2.1.5.3 Faktor-Faktor Loyalitas Selanjutnya Steers dan Porter dalam Kusumo, (2010, p75) menyatakan bahwa timbulnya loyalitas kerja dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: a. Karakteristik pribadi. Meliputi usia, masa kerja, jenis kelamin, tingkat pendidikan, prestasi yang dimiliki, ras dan beberapa sifat kepribadian. b. Karakteristik pekerjaan, berupa tantangan kerja, job stress, kesempatan berinteraksi sosial, job enrichment, identifikasi tugas, umpan balik tugas dan kecocokan tugas. c. Karakteristik desain perusahaan, menyangkut pada internal perusahaan itu yang dapat dilihat dari desentralisasi, tingkat formalisasi, tingkat keikutsertaan dalam pengambilan keputusan, paling tidak telah menunjukkan berbagai tingkat asosiasi dengan tanggung jawab perusahaan, ketergantungan fungsional maupun fungsi kontrol perusahaan. d. Pengalaman yang diperoleh dalam pekerjaan, meliputi sikap positif terhadap perusahaan, rasa percaya pada sikap positif terhadap perusahaan, rasa aman. Berdasarkan faktor-faktor yang telah diungkap di atas dapat dilihat bahwa masingmasing faktor mempunyai dampak tersendiri bagi kelangsungan hidup perusahaan, sehingga tuntutan loyalitas yang diharapkan oleh perusahaan baru dapat terpenuhi apabila karyawan memiliki karakteristik seperti yang diharapkan dan perusahaan sendiri telah mampu memenuhi harapan-harapan karyawan, sehingga dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi loyalitas tersebut meliputi : adanya fasilitas-fasilitas kerja, tunjangan kesejahteraan, suasana kerja upah yang diterima, karakteristik pribadi individu atau karyawan, karakteristik pekerjaan, karakteristik disain perusahaan dan pengalaman yang diperoleh selama karyawan menekuni pekerjaan itu. 2.1.5.4 Dimensi Loyalitas Karyawan Menurut penelitian Wan (2012,p2), Loyalitas dibagi kedalam dua dimensi, yaitu: 1. Loyalitas sebagai sikap / atttitude Karyawan di dalam suatu perusahaan merasa puas terhadap perusahaannya. 15
2. Loyalitas sebagai perilaku / behavior Karyawan dalam sebuah organisasi akan terus bekerja di dalam organisasi tersebut, dan akan memberikan arah kepada organisasinya. Adiwibowo (2012, p51) menyatakan ada empat keadaan kemungkinan loyalitas: 1. Loyalitas rendah (sikap rendah dan perilaku rendah) 2. Loyalitas laten (sikap tinggi dan perilaku tinggi) 3. Loyalitas superioer (sikap rendah dan perilaku tinggi) 4. Loyalitas sesungguhnya (sikap tinggi dan perilaku tinggi) 2.1.5.5 Aspek-Aspek Loyalitas Aspek-aspek loyalitas kerja yang terdapat pada individu dikemukakan oleh Siswanto (Trianasari, 2005, p65), antara lain. : a. Taat pada peraturan. Setiap kebijakan yang diterapkan dalam perusahaan untuk memperlancar dan mengatur jalannya pelaksanaan tugas oleh manajemen perusahaan ditaati dan dilaksanakan dengan baik. Keadaan ini akan menimbulkan kedisiplinan yang menguntungkan organisasi baik internal maupun eksternal. b. Tanggung jawab pada perusahaan. Karakteristik pekerjaan dan pelaksanaan tugasnya mempunyai konsekuensi yang dibebankan karyawan. Kesanggupan karyawan untuk melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan kesadaran akan setiap resiko pelaksanaan tugasnya akan memberikan pengertian tentang keberanian dan kesadaran bertanggung jawab terhadap resiko atas apa yang telah dilaksanakan. c. Kemauan untuk bekerja sama. Bekerja sama dengan orang-orang dalam suatu kelompok akan memungkinkan perusahaan dapat mencapai tujuan yang tidak mungkin dicapai oleh orang-orang secara invidual. d. Rasa memiliki, adanya rasa ikut memiliki karyawan terhadap perusahaan akan membuat karyawan memiliki sikap untuk ikut menjaga dan bertanggung jawab terhadap perusahaan sehingga pada akhirnya akan menimbulkan loyalitas demi tercapainya tujuan perusahaan. e. Hubungan antar pribadi, karyawan yang mempunyai loyalitas kerja tinggi mereka akan mempunyai sikap fleksibel ke arah tata hubungan antara pribadi. Hubungan antara pribadi ini meliputi : hubungan sosial diantara karyawan, hubungan yang harmonis antara atasan dan karyawan, situasi kerja dan sugesti dari teman kerja.
16
f. Kesukaan terhadap pekerjaan, Perusahaan harus dapat menghadapi kenyataan bahwa karyawannya setiap hari datang untuk bekerjasama sebagai manusia seutuhnya dalam hal melakukan pekerjaan yang akan dilakukan dengan senang hati sebagai indikatornya bisa dilihat dari, keunggulan karyawan dalam bekerja, karyawan tidak pernah menuntut apa yang diterimanya diluar gaji pokok. 2.1.6 Kinerja Karyawan 2.1.6.1 Pengerian Kinerja Karyawan Rivai dan Basri (2005:p1), tidak mudah mempersiapkan dan melaksanakan pengukuran yang dapat memberikan hasil yang optimal, mengingat banyak hal yang diperlukan dan dipersiapkan dengan teliti. Penilaian kinerja dititik beratkan pada suatu proses pengukuran yang memberikan perhatian pada teknik-teknik penilaian. Mangkunegara (2009,p9) dalam Johan dan Ariyanto (2014,p64) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dengan tanggunga jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Sudarmanto (2009,p8) kinerja merupakan catatan hasil yang diproduksi/dihasilkan atas fungsi pekerjaan tertentu atau aktivitas-aktivitas selama periode waktu tertentu dan seperangkat perilaku yang relevan dengan tujuan organisasi. Penilaian pekerjaan adalah suatu metode untuk membandingkan berbagai pekerjaan dengan menggunakan prosedur-prosedur formal dan sistematik untuk menentukan suatu urutan tingkat pekerjaan-pekerjaan itu melalui penetuan kedudukan dan ratio satu pekerjaan dibandingkan dengan pekerjaan yang lain. Hasil dari penelitian kinerja ini disebut sebagai kinerja, yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memberikan suatu system upah yang adil. (Sinambela, 2012, p3) Konsep kinerja pada dasarnya merupakan perubahan atau pergeseran paradigma dari konsep produktivitas. Paradigma produktivitas yang baru adalah paradigma kinerja secara aktual, tidak hanya efisiensi atau dimensi fisik, tetapi juga dimensi non fisik (Sudarmanto,2009:7). Mondy dan Noe (2005:257), untuk menentapkan kriteria kinerja, yang perlu diperhatikan adalah: a. Traits (karakter): meliputi sikap, penampilan, dan inisiatif
17
b. Behavior (perilaku): meliputi kepemimpinan, pengembangan, kerja sama, kooperasi dan pelayanan c. Competencies: meliputi kontribusi strategik, pengetahuan bisnis, kredibilitas personal. Dapat disimpulkan bahwa kinerja dapat diukur dan memenuhi standar kualitas maupun kuantitas seperti yang diharapkan dalam organisasi. 2.1.6.2 Dimensi kinerja Menurut Sudarmanto (2009:11) terdapat 4 kriteria dasar atau dimensi untuk mengukur kinerja, yaitu : 1.
Kuantitas (Quantity) Terkait dengan satuan jumlah atau kuantitas yang dihasilkan
2.
Kualitas (Quality) Terkait dengan proses atau hasil mendekati sempurna/ideal dalam memenuhi maksud atau tujuan.
3.
Penggunaan waktu dalam bekerja (Timeliness) Terkait dengan waktu yang diperlukan dalam menyelesaikan aktivitas atau menghasilkan produk.
4.
Kerja Sama dengan orang lain dalam bekerja (Interpersonal Impact) Terkait dengan kemampuan individu dalam meningkatkan perasaan harga diri, keinginan baik, dan kerja sama diantara sesama pekerja dan anak buah.
2.1.6.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Menurut Gibson (2006, p434), ada tiga perangkat variable yang mempengaruhi perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu: 1. Variable individual, terdir dari: a. Kemampuan dan keterampilan : mental dan fisik b. Latar belakang: keluarga, tingkat sosial, penggajian c. Demografis: umur, asal usul, jenis kelamin 2. Variable organisasional, terdiri dari: a. Sumber daya b. Kepemimpinan c. Imbalan 18
d. Struktur e. Desain pekerjaan 3. Variable psikologis, terdiri dari: a. Persepsi b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (2006, p114), kinerja adalah awal dari keberhasilan organisasi untuk mencapai tujuannya, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan, yaitu: 1. Kemampuan Individual Mencakup bakat, minat, dan faktor kepribadian. Tingkat ketrampilan merupakan bahan mentah yang dimiliki seseorang berupa pengetahuan, pemahaman, kemampuan, kecakapan interpersonal dan kecakapan teknis. Dengan demikian keungkinan karyawan mempunyai kinerja yang baik, jika kinerja karyawan tersebut memiliki tingkat ketrampilan baik maka karyawan tersebut akan menghasilkan yang baik pula. 2. Usaha yang dicurahkan Usaha yang dicurahkan bagi karyawan adalah ketika kerja, kehadiran, dan motivasinya. Tingkat usahanya merupakan gambara motivasi yang diperlihatkan karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Dari itu kalaupun karyawan memiliki tingkat ketrampilan untuk mengerjakan pekerjaan, akan tetapi tidak akan bekerja dengan baik jika hanya sedikit upaya. Hal ini berkaitan dengan perbedaan antara tingkat ketrampilan dan tingkat upaya. Tingkat ketrampilan merupakan cerminan dari apa yang dilakukan, sedangkan tingkat upaya merupakan cerminan apa yang dilakukan. 3. Lingkungan organisasional Dalam dukungan organisasional, perusahaan menyediakan fasilitas bagi karyawan meliputi pelatihan dan pengembangan, peralatan, teknologi, dan manajemen. Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah apa yang mempengaruhi sebanyak mereka memberikan kontribusi pada organisasinya. 19
2.1.6.4 Upaya Peningkatan Kinerja Seperti diketahui tujuan organisasi hanya dapat dicapai, karena organisasi tersebut didukung oleh unit-unit kerja yang yang terdapat di dalamnya (Sutrisno, 2011, p184). Terdapat beberapa cara peningkatan kinerja karyawan. Menurut Stoner dalam Sutrisno (2011, p184), mengemukakan ada empat cara, yitu: 1. Diskriminasi Seseorang manajer harus mampu membedakan secara objektif antara mereka yang dapat memberi sumbangan berarti dalam pencapaian tujuan organisasi dengan mereka yang tidak. Dalam konteks penilaian kinerja memang harus ada perbedaan anatar karyawan yang berprestasi dengan karyawan yang tidak berprestasi. Oleh karena itu, dapat dibuat keputusan adil dalam berbagai bidang, misalnya pengembangan SDM, penggajian, dan sebagainya. 2. Pengharapan Dengan memperhatikan bidang tersebut diharapkan bisa meningkatkan kinerja karyawan. Karyawan yang memiliki nilai kinerja tingi mengharapkan pengakuan dalam bentuk berbagai pengharapan yang diterimanya dari organisasi. Untuk mengesankan dalam bekerja harus diidentifikasi sedemikian rupa sehingga penghargaan memang jatuh pada tangan yang memang berhak. 3. Pengembangan Bagi yang bekerja dibawah standar, skema untuk mereka adalah mengikuti program pelatihan dan pengembangan. Sedangkan yang diatas standar, misalnya dapat dipromosikan kepada jabatan yang lebih tinggi. Berdasarkan hasil laporan manajemen, bagaimanapun bentuk kebijakan organisasi dapat diterima keadilan dan kejujurannya. Untuk itu diperlukan suatu tanggung jawab yang penuh pada manajer yang membawahinya. 4. Komunikasi Para manajer bertanggung jawab untuk mengevaluasi kinerja para karyawan dan secara akurat mengkomunikasikan penilaian yang dilakukannya. Untuk dapat melakukan secara akurat, para manajer harus mengetahui kekurangan dan maslah apa saja yang dihadapi karyawan dan bagaimana cara mengatasinya. Di samping itu, para manajer juga harus mengetahui program pelatihan dan pengembangan apa saja yang dibutuhkan. Untuk memastikannya, para manajer perlu berkomunikasi secara intens dengan karyawan. 20
2.1.6.5 Metode Penilaian Kinerja Robbins (2009, p358-360), para manajer dapat memilih dari tujuan metode penilaian kinerja. a. Esai tertulis Teknik penilaian kinerja dimana penilaian menuliskan gambaran kekuatan dan kelemahan, kinerja dimasa lampau, dan potensi karyawan,. Penulisan tersebut juga akan membuat saran untuk perbaikan. b. Insiden kritis Memfokuskan perhatian penilaian pada prilaku kritis atau utama yang memisahkan kinerja pekerjan yang efektif dari yang tidak efektif. c. Skala pemeringkat grafis Skala penilaian yang tertua dan terkenal. Metode ini mencantumkan serangkaian faktor kinerja seprti jumlah dan mutu pekerjaan, pengetahuan kerja, kerja sama, kesetiaan, kehadiran, kejujuran, dan inisiatif. d. BARS (behaviorally anchored rating scales) Skala pemeringkat berdasarkan perilaku. Skala ini menggabungkan unsur utama insiden kritis dan pendekatan skala pemeringkat grafis. e. Perbandingan berbagai orang Teknik penilaian kinerja yang membandingkan kinerja seseorang dengan satu orang atau lebih. f. MBO MBO merupkan metode yang lebih disukai untuk menilai manajer dan karyawan yang profesiaonal g. Penilaian 360 derajat Metode penilaian kinerja yang menggunakan umpan balik dari penyedia, karyawan, dan rekan kerja. Kelebihan dan kelemahan masing-masing metode penilaian kinerja menurut Robbins (2009,p359), yaitu: Tabel 2. 1 Metode Penilaian Kinerja
21
Sumber: Robbins (2009, p359)
2.1.7 Hubungan Variabel 2.1.7.1 Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Loyalitas Abdullah et al (2009, p152-160) dalam penelitianya yang berjudul Hubungan antara Kepuasan Karyawan dan Loyalitas di Perindustrian Hotel di Klang Valley Malaysia. Adanya hubungan antara kepuasan kerja karyawan terhadap loyalitas karyawan. Nilai loyalitas di tempat kerja ada selama saling membutuhkan anntara karyawan dan atasan terpenuhi. Karyawan tidak akan setia jika sistem penilaian kinerja tidak adil dan tidak akurat. 2.1.7.2 Komitmen Karyawan Terhadap Loyalitas Johanson dan Cho (2007, p40-46) dalam penelitian yang berjudul Komitmen Karyawan dan Loyalitas Karyawan Part Time di Perhotelan. Dalam penelitiannya dengan menggunakan metode ANOVA menyatakan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara komitmen karyawan dengan loyalitas karyawan.
22
2.1.7.3 Loyalitas Terhadap Kinerja Karyawan Dalam penelitian Adiwibowo (2012, 41-58) yang berjudul Kepemimpinan dan Loyalitas Terhadap Kinerja Karyawan RSJ Menur Surabaya, mengatakan bahwa ada hubungan secara signifikan dan secara simultan antara hubungan loyalitas dengan kinerja karyawan.Semakin ditingkatkan maka kinerja karyawan juga mengalami peningkatan secara nyata. Loyalitas memiliki nilai yang dominan dibandingkan kemampuan karyawan dan kepemimpinan. Kopelman (1998) dalam Adiwibowo (2012) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah karakteristik individu, karakteristik organisasi dan karakteristik pekerjaan. Faktor karakteristik individu terdiri dari pengetahuan, keterampilan, kemampuan, motivasi, norma dan nilai, sikap, dan loyalitas. 2.1.7.4
Kepuasan Kerja Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan
Dalam penelitian Pushpakumari (2008, p89-105) yang berjudul Dampak Kepuasan Kerja Karyawan terhadap Kinerja Karyawan. Kepuasan kerja memiliki implikasi manajerial yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Jika kepuasan kerja tinggi maka kinerja karyawan akan lebih baik. Disisi lain jika kepuasan rendah maka kinerja juga akan rendah. Dalam penelitian ini menunjukan adanya hubungan yang positif dan signifikan antara kepuasan kerja karyawan terhadap kinerja karyawan. 2.1.7.5 Komitmen Karyawan Terhadap Kinerja Karyawan Dixit dan Bhati (2012, p34-51) dalam penelitiannya yang berjudul Komitmen Karyawan dan Dampaknya terhadap Kinerja di Indian Auto-Component Industry. Komitmen karyawan yang terdiri dari (affective, normative, and continuous) memiliki hubungan yang signifikan terhadap kinerja karyawan. komitmen memberikan pengaruh yang positif terhadap kinerja karyawan. Elemen dalam komitmen karyawan yang terdiri dari afektif, normatif, dan kontinuitas memberikan pengaruh terhadap peningkatan kinerja karyawan dalam kuantitas, kualitas, kerjasama, inovassi dan independensi dalam pekerjaan. Sehingga dengan komitmen karyawan akan berdampak pada semakin baiknya kinerja karyawan di dalam perusahaan. (Susanty, 2011) Riyanto (2002) dalam penelitian Setyorini et al (2012, p35), menunjukan bahwa kredibilitas yang tinggi mampu menghasilkan suatu komitmen, dan hanya dengan komitmen yang tinggi, suatu organisasi mampu menghasilkan kinerja yang baik.
23
2.2 Kerangka Pemikiran
Gambar 2. 2 Kerangka Pemikiran Sumber: Penulis
2.3 Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini disajikan berdasarkan tujuan penelitian, hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah : Untuk T-1: Ho : Tidak ada pengaruh signifikan Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap variabel Loyalitas Karyawan (Y). Ha: Ada pengaruh Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap variabel Loyalitas Karyawan (Y).
Untuk T-2: Ho : Tidak ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap variabel Loyalitas Karyawan(Y). Ha : Ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap variabel Loyalitas Karyawan(Y).
24
Untuk T-3: Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) Ha: Ada pengaruh signifikan Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z)
Untuk T-4: Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) Ha: Ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z)
Untuk T-5: Ho : Tidak ada pengaruh signifikan Loyalitas Karyawan (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z) Ha : Ada pengaruh signifikan Loyalitas Karyawan (Y) terhadap Kinerja Karyawan (Z)
Untuk T-6 Ho : Tidak ada pengaruh signifikan Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) melalui Loyalitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh signifikan Kepuasan Kerja Karyawan (X1) terhadap Kinerja Karyawan (Z) melalui Loyalitas Karyawan (Y)
Untuk T-7 Ho: Tidak ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) melalui Loyalitas Karyawan (Y) Ha : Ada pengaruh signifikan Komitmen Karyawan (X2) terhadap Kinerja Karyawan (Z) melalui Loyalitas Karyawan (Y)
25
2.4 Penelitian Terdahulu
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu Nama Jurnal
Jurnal Penelitian Peneliti
Hasil Penelitian
International
Effects of
Muhammad
Penilaian kinerja
Review of
Performance
Adeel Arshad,
dan persepsi di
Management and
Appraisal Politics
Muhammad Tahir
kalangan
Business Research,
on Job Satisfaction, Masood, dan
karyawan akan
Vol 2 Issue 3,
Turnover Intention
meningkatkan
september 2013
and Loyalty to
kepuasan kerja
Supervisor
dan loyalitas
Ghazala Amin
kepada supervisor dan karyawan Singaporean
The Impact of
Dr. Mubbsher
Adanya hubungan
Journal of
Employee
Munawar Khan,
antara komitmen
Business
Commitment on
Zia-ur-Rehman,
karyawan dan
Economics, and
Employee
dan Muhammad
kepuasan
Management
Satisfaction Role of
Wasim Akram
karyawan, dan
Studies, Vol. 1, No.
employee
kinerja karyawan
2, 2012
Performance As a
mempengaruhi
Moderating
komitmen
Variable
karyawan dan kepuasan karyawa,
International
Impact of Job
Assistant
Pengaruh
Journal of Social
Satisfaction and
Professor Aditya kepuasan
Science &
Organizational
College Gwalior dan
Interdisciplinary
Commitment on
dan
Research, Vol.1
Employee Loyalty
Professor
BVM terhadap loyalitas
College
2012
Management Education
26
komitmen
Assistant organisasi
Issue 8, August
Gwalior
kerja
of karyawan.
International
Impact of
Komal
Review of business
Employee
Bhatti dan Tahir karyawan tidak
Research Papers: Participation on Vol.3 . N0.2 ,2007
Job
Khalid Partisipasi
Masood
hanya merupakan
Qureshi
faktor
Satisfaction,
yang menentukan
Employee
komponen
Commitment and
kepuasan kerja.
Employee
Naiknya
Productivity
keterlibatan karyawan berdampak positif terhadap kepuasan kerja karyawan, komitmen karyawan dan juga kinerja karyawan.
27