BAB 10 HUKUM DAN APARATUR Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010—2014 disebutkan bahwa sasaran pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah terwujudnya peningkatan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik yang mencerminkan supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusia dan didukung oleh aparatur negara yang bersih, berwibawa, bertanggung jawab serta profesional. Upaya untuk mencapai sasaran tersebut dilakukan dengan strategi sebagai berikut: (1) peningkatan efektivitas peraturan perundang-undangan; (2) peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum; (3) peningkatan penghormatan, pemajuan, dan penegakan HAM; (4) peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN); (5) peningkatan kualitas pelayanan publik; (6) peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; dan (7) pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi. 10.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Pelaksanaan pembangunan bidang hukum dan aparatur masih menghadapi berbagai permasalahan yang harus diselesaikan secara bertahap, sistemik, dan berkesinambungan. Permasalahan tersebut tentunya harus diselesaikan baik melalui langkah-langkah kebijakan maupun program/kegiatan pembangunan. Hal ini mengingat betapa strategisnya pelaksanaan pembangunan bidang hukum dan aparatur untuk mendukung tercapaianya sasaran pembangunan nasional di
berbagai bidang. Beberapa permasalahan utama yang masih dihadapi dalam rangka pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah dalam pelaksanaan efektivitas peraturan perundang-undangan; peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum; penghormatan, pemajuan, dan penegakan hak asasi manusia (HAM); penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN; peningkatan kualitas pelayanan publik; peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; serta dalam pemantapan dan perluasan reformasi birokrasi. Efektivitas Peraturan Perundang-undangan. Dalam rangka untuk melakukan pembenahan terhadap peraturan perundangundangan nasional tidaklah mudah karena disamping memerlukan koordinasi yang lebih optimal diantara kementerian/lembaga di bawah lembaga eksekutif juga melibatkan lembaga legislatif. Disamping itu masih tingginya ego sektoral dan ego instansi menyebabkan proses harmonisasi peraturan perundang-undangan membutuhkan waktu yang relatif cukup lama. Masih adanya tumpang tindih peraturan perudang-undangan baik yang sifatnya nasional maupun antara peraturan pusat dengan daerah juga menyebabkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam rangka mendorong adanya efektivitas peraturan perudang-undangan. Kinerja Lembaga di Bidang Hukum. Lembaga pemasyarakatan sebagai bagian integral dari sistem peradilan pidana terpadu menjadi salah satu instansi yang mendapat perhatian yang cukup besar mengingat banyaknya kasus-kasus pelanggaran yang terjadi dilingkungan ini. Adanya warga binaan pemasyarakatan yang memperoleh fasilitas istimewa, peredaran NAPZA dilingkungan lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan, disamping juga permasalahan over kapasitas dan masih belum terpenuhinya pemenuhan hak-hak bagi warga binaan pemasyarakatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan merupakan permasalahan yang dihadapi pada saat ini. Dalam rangka mendukung Kinerja Lembaga di Bidang Hukum, sarana dan prasarana yang kurang memadai termasuk alokasi anggaran dalam penanganan perkara yang kurang memadai dapat menyebabkan menurunnya pelaksanaan kinerja aparatur penegak hukum dalam menjalankan tugasnya. 10 - 2
Terkait dengan informasi penanganan perkara untuk mewujudkan penanganan perkara secara cepat dan akuntabel dan dapat diakses masyarakat, contohnya dalam pelaksanaan SIMKARI Kejaksaan yang saat ini seluruh perangkat SIMKARI baik jaringan, perangkat keras maupun perangkat lunak aplikasi sudah dapat berfungsi maksimal untuk mendukung entry data dari satuan kerja namun para petugas SIMKARI belum melakukan tugas entry data secara maksimal karena keterbatasan Sumber Daya Manusia. Hal ini mengakibatkan kondisi database SIMKARI tidak berkembang. Penghormatan, Pemajuan, dan Penegakan Hak Asasi Manusia. Dalam rangka untuk penghormatan, pemajuan, dan penegakan hak asasi manusia berbagai upaya perbaikan terus dilakukan. Pelaksanaan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (RAN HAM 2004-2009) meskipun telah menghasilkan panitia RAN HAM baik nasional maupun daerah belum memberikan kontribusi yang optimal dalam peningkatan pemenuhan hak asasi manusia di Indonesia. Efektivitas panitia RAN HAM belum optimal untuk mengkoordinasikan berbagai langkah dan upaya untuk pemenuhan HAM. Penghormatan, pemajuan, dan penegakan HAM, sebagai ciri masyarakat demokratis, merupakan hal yang terus menerus diupayakan pemenuhannya oleh pemerintah, sehingga setiap warga Negara terpenuhi hak asasinya. Berbagai upaya melaksanakan penegakan HAM dengan meratifikasi kovenan internasional yang dilengkapi dengan peraturan perundang-undangan yang mendukung telah dilakukan namun pada kenyataannya, masih banyak masalah permasalahan di bidang HAM yang terjadi, salah satu faktor penyebab utama adalah ukuran hak yang belum jelas dan kabur sehingga pemenuhan hak asasi manusia sulit terukur pelaksanaannya. Pemenuhan Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya, juga masih sangat minim. Kasus buruh Migran, Semburan Lumpur Panas Sidoarjo, tindakan Penggusuran, dan tidak terpenuhinya hak atas kesejahteraan masyarakat merupakan beberapa hal yang menjadi sorotan dalam pemenuhan HAM. Pemenuhan atas hak sipil dan hak politik Warga Negara juga belum terlaksana dengan baik. Banyaknya kekerasan dan perlakuan yang tidak sama dihadapan hukum serta belum terpenuhinya hak atas 10 - 3
rasa aman juga masih menjadi hal yang lazim terjadi ditengah-tengah masyarakat. Beberapa permasalahan yang menjadi sorotan antara lain adalah konflik kepemilikkan lahan, terus berjatuhannya para kuli tinta, tercederainya kebebasan beragama dan kebebasan menjalankan keyakinan, dan kekerasan terhadap orang yang diduga teroris. Permasalahan mengenai kesadaran masyarakat dan aparatur tentang HAM dan belum dipahaminya HAM dalam penyusunan kebijakan juga turut memberi andil dalam kendala penegakan HAM di Indonesia. Permasalahan HAM yang juga dihadapi adalah masih banyaknya jumlah kekerasan terhadap perempuan. Selain dikarenakan banyaknya kebijakan baik nasional dan daerah yang diskriminatif, daya dan kualitas pelayanan dalam penanganan kasus ini juga masih sangat terbatas. Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan bersih dan bebas KKN telah dilakukan oleh pemerintah melalui berbagai langkah yang utamanya dalam rangka pemberantasan dan pencegahan atas praktik-praktik korupsi. Hasil dari upaya tersebut dapat dilihat dari meningkatkannya indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia dari tahun ke tahun walaupun skornya masih rendah (2,8 dari 10, tahun 2010) jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Namun, berbagai kasus yang terjadi akhir-akhir ini masih memperlihatkan bahwa praktik korupsi masih belum terungkap secara signifikan, dan belum sepenuhnya dapat diselesaikan melalui jalur hukum. Hal ini juga mengindikasikan bahwa Inpres 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi juga belum secara efektif dilaksanakan. Pemerintah menyadari bahwa masih terdapat permasalahan yang dihadapi, antara lain: belum tersedianya landasan hukum yang mengatur sistem pengawasan nasional, termasuk di dalamnya pengawasan yang melibatkan peran serta dan partisipasi masyarakat secara luas, dan belum efektifnya penerapan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP) di seluruh jajaran pemerintahan baik di pusat maupun di daerah. Permasalahan lainnya, masih rendahnya kapasitas aparat pengawasan dan para pengelola keuangan negara, masih rendahnya integritas SDM aparatur, budaya kerja yang belum 10 - 4
mencerminkan profesionalisme dan kompetensi yang tinggi, praktik pengadaan barang dan jasa pemerintah yang masih dibayangi oleh adanya praktik KKN serta persaingan usaha yang tidak sehat. Berbagai permasalahan tersebut berdampak negatif terhadap upaya peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara di mana kualitas penyajian laporan keuangan masih banyak yang belum mengacu kepada standar akuntansi pemerintah (SAP). Hal ini terbukti dengan masih diberikannya opini qualified (Wajar Dengan Pengecualian/WDP) atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2010. Opini WDP tersebut sama dengan tahun 2009. Sebelumnya, lima tahun berturut-turut LKPP memperoleh opini “Disclaimer” atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP). Sedangkan untuk opini atas Laporan Keuangan Kementerian/ Lembaga (LKKL) memperlihatkan adanya kemajuan, meskipun masih banyak yang harus diperbaiki kualitasnya. Bila tahun 2008 yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) sebanyak 35 LKKL, Tahun 2009 meningkat menjadi 45 LKKL, dan tahun 2010 sebanyak 53 LKKL (Sumber: BPK, Juni 2011). Hal ini menunjukkan perbaikan penyajian laporan keuangan oleh pemerintah. Namun demikian, perbaikan opini BPK tersebut tidak menjamin bahwa pada entitas yang bersangkutan tidak ada korupsi. Sementara itu, opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD), baik provinsi maupun kabupaten/kota masih memperlihatkan perkembangan yang sangat lambat. Pada hasil pemeriksaan semester II tahun 2010, opini WTP diberikan kepada 15 LKPD (3%) dari 499 LKPD yang diperiksa. Kondisi ini tentunya masih menjadi permasalahan dalam pengelolaan keuangan negara terutama dari kualitas penyajian laporannya. Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik, pemerintah terus berupaya melakukan berbagai langkah perbaikan, baik melalui penambahan sarana dan prasarana maupun penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan. Namun, pemerintah menyadari bahwa langkah dan upaya perbaikan tersebut belum dapat memenuhi harapan masyarakat. Dari survei yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), skor integritas pelayanan publik Indonesia baru mencapai 6,16 dari skala 10 untuk unit layanan publik di instansi 10 - 5
pusat dan 5,26 untuk unit layanan publik di instansi daerah (sumber: KPK, Integritas Sektor Publik, 2010). Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Masih rendahnya skor integritas pelayanan publik tersebut, memperlihatkan adanya permasalahan antara lain: belum efektifnya sistem dan mekanisme layanan dalam rangka pencegahan korupsi; toleransi masyarakat terhadap perilaku koruptif masih sangat tinggi; dan perilaku koruptif petugas layanan yang menyebabkan masih bertahannya praktik suap dalam berbagai bentuk pelayanan kepada masyarakat. Kondisi tersebut dipengaruhi pula oleh belum diterapkannya secara konsisten sistem reward and punishment terhadap petugas layanan serta masih rendahnya pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam pelayanan publik sehingga masyarakat belum menikmati pelayanan yang lebih cepat, murah, transparan, dan akuntabel. Di samping itu, pemerintah juga masih dianggap belum dapat memberikan pelayanan yang baik bagi para investor dalam negeri maupun investor luar negeri yang sedang melakukan usaha maupun yang akan membuka usaha di Indonesia. Hal tersebut antara lain ditunjukkan dari nilai indeks kemudahan berusaha Indonesia yang masih berada pada peringkat 121 dari 181 negara (2011). Jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, kondisi pelayanan perizinan di Indonesia masih belum menggembirakan karena masih jauh tertinggal dari Singapura yang menduduki peringkat ke 1, Thailand peringkat ke 19, Malaysia peringkat ke 21, Brunei peringkat ke 112, dan Vietnam peringkat ke 78 (Sumber: Doing Business Report, 2011). Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Namun, masyarakat menilai bahwa kinerja birokrasi masih belum efektif, efisien dan profesional. Penilaian masyarakat terhadap kinerja birokrasi tersebut dapat dilihat dari indeks efektivitas pemerintahan Indonesia (government effectiveness index) yang diterbitkan oleh World Bank di mana skor Indonesia walaupun menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, nilainya tetap masih rendah yaitu -0,21. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih tertinggal dari Singapura 10 - 6
(2,19), Malaysia (0,98) dan Thailand (0,15) (sumber: World Governance Indicators, World Bank, 2009). Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah juga masih menghadapi berbagai permasalahan. Jumlah dan besaran struktur organisasi pemerintah baik di pusat maupun daerah, termasuk meningkatnya jumlah Lembaga Non Struktural (LNS), memperlihatkan belum/tidak proporsionalinya kelembagaan pemerintah. Pembentukan LNS sebagian besar merupakan pelaksanaan amanat dari Undang-Undang. Namun demikian, meningkatnya jumlah LNS tersebut perlu diselaraskan dengan komponen lembaga pemerintah lainnya agar tidak menimbulkan inefisiensi dan inefektifitas karena tumpang tindih tugas dan fungsi, termasuk menambah kompleksitas koordinasi dan beban anggaran negara untuk belanja birokrasi. Demikian juga halnya dengan sistem ketatalaksanaan yang menyangkut sistem, prosedur dan mekanisme kerja birokrasi belum maksimal dapat mensinergikan kerjasama dan koordinasi yang efektif dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintah; dan pengelolaan dokumen serta kearsipan negara masih perlu disempurnakan dan dikembangkan secara modern dengan mengaplikasikan teknologi komunikasi dan informasi. Selain itu, pemerintah menghadapi masalah dalam manajemen kepegawaian, yang belum menerapkan secara efektif sistem merit, mulai dari pengadaan dan seleksi pegawai, promosi dan mutasi, diklat, penilaian kinerja, hingga sistem penggajian dan pensiun. Komposisi PNS belum ideal untuk melakukan tugasnya agar lebih efektif, efisien dan profesional dalam melayani masyarakat. Hal ini diantaranya berkaitan dengan komposisi jabatan, tingkat pendidikan maupun distribusi antar wilayah; masih rendahnya disiplin dan kinerja pegawai; sistem remunerasi pegawai belum berbasis kinerja dan dapat mendorong peningkatan kinerja; belum sepenuhnya diterapkan sistem karier berdasarkan kinerja; penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) belum sepenuhnya berdasarkan pada kompetensi yang diperlukan. Selain itu, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan (diklat) belum berbasis kompetensi dan dapat meningkatkan kinerja dan produktivitas PNS. Kemudian, terkait dengan aspek akuntabilitas kinerja permasalahan utama yang dihadapi adalah belum memadainya 10 - 7
sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ditandai dengan belum diterapkannya dengan baik manajemen berbasis kinerja secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan dan sistem akuntabilitas pemerintahan, serta saling menunjang dengan sistem pengendalian. Akibatnya, instansi pemerintah belum dapat mengukur kinerjanya secara maksimal.
10.2 LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASILHASIL YANG DICAPAI Untuk mengatasi berbagai permasalahan di bidang hukum dan aparatur, kebijakan pembangunan hukum dan aparatur diarahkan pada perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik melalui strategi kebijakan sebagai berikut: 1.
peningkatan efektivitas peraturan perundang-undangan;
2.
peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum;
3.
peningkatan penghormatan terhadap HAM;
4.
peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN;
5.
peningkatan kualitas pelayanan publik;
6.
peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah;
7.
pemantapan dan perluasan reformasi birokrasi instansi (RBI).
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengatasi berbagai permasalahan utama dan hasil-hasil strategis yang telah dicapai sampai dengan Juni 2011 adalah sebagai berikut. Peningkatan Efektivitas Peraturan Perundang-undangan. Pada tahun 2010 telah disusun tiga RUU yaitu RUU tentang Undangundang Desain Industri, RUU tentang perubahan Undang-undang Paten dan RUU tentang perubahan UU Pengadilan Anak. Disamping itu juga telah dihasilkan tiga Rancangan Peraturan Pemerintah yaitu RPP tentang pelaksanaan UU Merek, RPP tentang Visa Ijin masuk dan Ijin Keimigrasian, serta RPP tentang Pelaksanaan Hak Cipta. 10 - 8
Sesuai dengan tata cara penyusunan peraturan perundangundangan setiap rancangan peraturan harus melalui tahapan harmonisasi terlebih dahulu. Pada tahun 2010 telah berhasil dilakukan harmonisasi terhadap 140 rancangan peraturan perundangundangan. Sementara pada tahun 2011 Kementerian Hukum dan HAM sedang melakukan pengharmonisasian terhadap beberapa RUU antara lain RUU tentang Pemerintah Daerah, RUU tentang Perampasan Aset Tindak Pidana, RUU tentang Veteran, RUU tentang Merek, RUU tentang Desain Industri, RUU tentang Dana Pensiun, RUU tentang Perasuransian, RUU tentang Perdagangan. Beberapa RUU yang telah selesai proses harmonisasinya adalah RUU tentang Pengesahan Convention on the Rights of Persons with Disabilities, RUU tentang Pengurusan Piutang Negara/Daerah, dan RUU tentang Desa. Sementara itu pelaksanaan harmonisi juga dilakukan terhadap permohonan pengajuan RPP dan telah dilakukan harmonisasi terhadap tiga puluh lima RPP antara lain RPP tentang Penempatan TKI ke Luar Negeri oleh Pemerintah, RPP tentang Penyelenggaraan Informasi dan Elektronik, RPP tentang Pelaksanaan UU No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi.
Tahun
TABEL 10.1 DATA HARMONISASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN RUU Rperpu RPP Rperpres Rinpres
Jumlah
2009
10
-
74
4
-
88
2010
26
-
104
10
-
140
2011
26
-
62
-
-
88
Jumlah
62
-
240
14
-
316
Sumber : Kementerian Hukum dan HAM , 2011
Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas dari peraturan daerah maka telah dilakukan kegiatan mediasi dan konsultasi terhadap pemerintah daerah dalam rangka penyusunan peraturan daerah. Pada tahun 2010 telah dilakukan kegiatan mediasi dan konsultasi ke 51 pemerintah daerah baik propinsi/kabupaten/kota dan pada tahun 2011 melakukan kegiatan ke 23 pemerintah daerah. 10 - 9
Kegiatan ini berupa kunjungan, pemberian tanggapan, melakukan analisis dan memberikan masukan terhadap materi muatan Rancangan Peraturan Daerah/Peraturan Daerah serta permasalahan hukum lainnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Direktorat lain, perorangan, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Peningkatan Kinerja Lembaga di Bidang Hukum. Dalam melaksanakan program pembinaan dan penyelenggaraan Pemasyarakatan telah dilaksanakan kegiatan yang meliputi: penyelenggaraan kegiatan Kemanan dan Ketertiban, Kegiatan Pembinaan Narapidana dan Pelayanan Tahanan, Kegiatan Bimbingan Kemasyarakatan dan Pengentasan Anak, Kegiatan Rumah Penyimpan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), kegiatan Kesehatan dan Perawatan, kegiatan Informasi dan Komunikasi, dan penyelenggaraan kegiatan Dukungan Pelayanan Teknis dan Administratif. TABEL 10.2 DATA CAPAIAN PEMBEBASAN BERSYARAT, CUTI MENJELANG BEBAS, DAN CUTI BERSYARAT Tahun N0. Uraian April 2009 2010 2011 1.
Pembebasan Bersyarat
23.134
24.676
6.402
2.
Cuti Menjelang Bebas
446
310
330
3.
Cuti Bersyarat
7.460
4971
2.902
4.
Cuti Mengunjungi Keluarga
223
68
54
31.263 30.025
9.688
Jumlah
Sumber : Kementerian Hukum dan HAM, 2011
Kebijakan peningkatan perbaikan kinerja lapas, menghasilkan adanya 2 lapas yang telah memperoleh ISO (International Standard Organization) , dan akan ada 2 lapas lagi ke depan memperoleh ISO. Berkaitan dengan kesejahteraan warga binaan dilakukan peningkatan kemitraan dengan dunia usaha untuk mengembangkan lapas industri 10 - 10
produkif. Kerjasama Lapas dengan dunia usaha, rencananya tanggal 6 juli 2010 Kanwil DKI Jakarta akan menyerahkan buku tabungan di sertai ATM kepada warga binaan. Disamping itu Kementrian Hukum dan HAM akan mengupayakan pembangunan galeri untuk menampung karya-karya warga binaan agar masyarakat dapat melihat langsung hasil produksi dari berbagai lapas. Di bidang pengawasan internal kepada aparatur Kejaksaan, telah dilakukan upaya rutin di bidang pengawasan melalui inspeksi rutin yang berupa inspeksi umum, inspeksi kasus, inspeksi pimpinan dan inspeksi pemantauan. Selain itu telah dilakukan laporan penanganan pengaduan yaitu mulai Januari sampai dengan Juni 2011 Jaksa Agung Muda Pengawasan telah menyelesaikan penanganan laporan pengaduan baik yang berasal dari masyarakat langsung, Tromol Pos 5000 maupun melalui Komisi Kejaksaan Republik Indonesia. Adapun jumlah laporan pengaduan sisa per 31 Desember 2010 sebanyak 910 Lapdu dan pada Januari sampai dengan Juni 2011 diterima sebanyak 254 Lapdu sehingga semuanya berjumlah 1164 Lapdu. Dari Lapdu yang diterima tersebut diselesaikan sebanyak 264 Lapdu, dengan rincian terbukti 61 Lapdu dan tidak terbukti sebanyak 203 Lapdu. Sehingga terdapat 900 Lapdu yang masih dalam proses penyelesaian. Penanganan dan penyelesaian laporan pengaduan pada Jaksa Agung Muda Pengawasan ditangani oleh 5 (lima) Inspektur yaitu Inspektur I, Inspektur II, Inspektur III, Inspektur IV dan Inspektur V. Dalam rangka mendukung penegakan hukum terkait penanganan perkara tindak pidana, pada periode bulan September 2010 s/d Juni 2011 bidang Tindak Pidana Umum, Kejaksaan telah menangani perkara penting baik untuk tingkat Pra Penuntutan, Penuntutan maupun Upaya Hukum Eksekusi dan Eksaminasi. Adapun jumlah Laporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) periode Januari s/d Desember 2010 sejumlah 189.292 dengan perincian yaitu dihentikan oleh penyidik sebanyak 351, dan menjadi berkas Tahap I sebanyak 131.100 (69 %). Sedangkan pada bulan Januari s/d Juni 2011 diterima sejumlah Laporan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan sebanyak 109.801 dengan rincian diselesaikan penyidik sebanyak 361 dan menjadi berkas perkara Tahap I sebanyak 51.911 (47,6%). 10 - 11
TABEL 10.3 DATA PENYELESAIAN PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA EKONOMI DAN TINDAK PIDANA KHUSUS Penanganan Perkara 2010 2011 (Jan s/d Jun) Tindak PidanaPerikanan/ ZEE 163 101 Tindak Pidana Kepabeanan 64 14 Tindak Pidana Cukai 63 18 Sumber : Kejaksaan Agung RI, 2011
Dalam penyediaan sistem informasi penanganan perkara, sampai dengan bulan Juni 2011 ini telah dilakukan kegiatan pengelolaan SIMKARI antara lain dalam pengelolaan perangkat lunak (software aplikasi) dan perangkat keras (hardware) SIMKARI Kejaksaan. Sampai dengan Tahun 2010 telah dapat menyajikan informasi penanganan perkara kepada publik melalui website www.kejaksaan.go.id pada kanal info perkara. Disamping itu website ini juga menjadi sarana pengaduan masyarakat terhadap pegawai kejaksaan yang melakukan pelanggaran. Adapun data penanganan perkra yang tersimpan dalam data base SIMKARI sampai akhir Tahun 2010 sebanyak 23.622 perkara berdasarkan jenis perkara yang ditangani oleh Kejaksaan termasuk perkara perlindungan anak dan perkara KDRT. Peningkatan Penghormatan terhadap HAM. Pada tahun 2011 telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 23 tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia tahun 2010-2014. Dengan Perpres ini diharapkan Panitia RAN HAM dapat bekerja secara lebih optimal karena akan lebih melibatkan semua pemangku kepentingan yang ada baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Dalam rangka peningkatan penghormatan terhadap HAM, Pemerintah melalui KomnasHAM menerima pengaduan masyarakat mengenai pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat. Berikut adalah rincian jumlah pengaduan yang diterima oleh Komnas HAM.
10 - 12
TABEL 10.4 JUMLAH PENGADUAN YANG DITERIMA OLEH KOMNASHAM BERDASARKAN KLASIFIKASI JENIS HAK YANG DILANGGAR Tahun 2011 No Jenis Hak Tahun 2010 (Jan-Jun) 1 Hak untuk Hidup 93 46 2 Hak Memperoleh Keadilan 1445 523 3 Hak atas Kesejahteraan 1115 615 4 Hak atas Rasa Aman 186 249 5 Hak Mengembangkan diri 80 18 6 Hak atas Kebebasan Pribadi 111 57 7 Hak Turut Serta dalam 68 15 Pemerintahan 8 Hak Wanita 41 27 9 Hak Anak 61 6 10 Hak Berkeluarga dan 7 3 Melanjutkan Keturunan Jumlah 3207 1559 Sumber : Komnas HAM, 2011
Selain itu Pengkajian dan Penelitian HAM terus dilakukan diantaranya dengan Perumusan Indikator HAM (Human Rights Indicator) yang sesuai dengan ketentuan dan norma-norma yang turut mengadopsi nilai lokal, telah dilakukan untuk memperjelas ukuran perlindungan Hak Asasi manusia, antara lain indikator hak atas pendidikan, kesehatan, dan telah dilaksanakan uji coba indikator untuk hak atas pangan dan perumahan. Penelitian dalam rangka menemukan permasalahan dan rekomendasi yang tepat juga dilakukan, diantaranya adalah penelitian terhadap Angka Kematian Ibu, terutama mengenai aksesibilitas Hak Kesehatan bagi Ibu di daerah tertinggal. Upaya peningkatan pemenuhan HAM juga dilakukan dengan pengkajian Rancangan peraturan perundangundangan mengenai reformasi sektor pertahanan dan keamanan dalam perspektif HAM, kajian terhadap Hak atas Pekerjaan yang Layak bagi masyarakat sekitar korporasi sektor perkebunan, kajian tentang pelindungan pasar tradisional dan kajian tentang rencana 10 - 13
pengesahan konvensi Internasinal Perlindungan Hak Setiap orang dari Penghilangan paksa. Terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan HAM telah dilakukan Pemantauan dan Penyelidikan. Sejak Januari s/d Juni 2011, telah dilakukan 30 kegiatan pemantauan dan penyelidikan yang menghasilkan rekomendasi kepada pihak instansi terkait, pemberitahuan kepada pihak terkait, desakan pada pihak yang seharusnya bertanggung jawab dan melakukan pemantauan lanjutan Dalam rangka pemajuan HAM, telah dilaksanakan program Pendidikan dan Penyuluhan serta diskusi dan diseminasi HAM di kawasan Barat, Tengah dan Timur Indonesia. Selain itu KomnasHAM telah melaksanakan kerja sama dan MOU dengan aparat pemerintah pusat dan aparat pemerintah daerah, aparat penegak hukum, korporasi dan kelompok masyarakat. Pelatihan HAM juga diberikan kepada Perwira Kopassus dan Satuan Polisi Pamong Praja. Berkaitan dengan Pelanggaran HAM terhadap perempuan, Komnas Perempuan telah mencatat bahwa jumlah kebijakan yang diskriminatif saat ini berjumlah 206 kebijakan, 7 diantaranya adalah kebijakan tingkat nasional dan selebihnya merupakan kebijakan di lebih dari 100 kabupaten di 26 provinsi di seluruh Indonesia. Sebanyak 78 diantara kebijakan itu secara khusus menyasar pada Perempuan. Selain itu selama kurun waktu 2010 terdapat setidaknya 105.103 kasus kekerasan terhadap perempuan. Sebagian besar adalah kasus kekerasan dalam rumah tangga dan relasi personal (KDRT/RP) yang mencapai 96 % atau 101.128 kasus. Sebanyak 3530 kasus terjadi di ranah komunitas dan 445 kasus di ranah Negara – jumlah ini meningkat 8 kali lipat dibanding tahun 2009. Kasus-kasus yang ada ini ditangani oleh 383 lembaga mitra pengada layanan, baik tingkat kepolisian (22 lembaga), kejaksaan (47), pengadilan (222), pusat koordinasi layanan yang dikoordinir oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dalam bentuk P2TP2A(20), rumah sakit (19) dan women crisis centre yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat(53). Dalam penanganan kasus, lembaga pengada layanan yang dikelola oleh masyarakat mengembangkan sistem rujukan dan 10 - 14
kerja sama secara kelembagaan yang dituangkan dalam nota kesepakatan. Dengan nota kesepakatan ini proses penanganan kasus diharapkan dapat dilakukan dengan lebih cepat. Peningkatan Penyelenggaraan Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN. Untuk mencapai pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, dilakukan melalui penegakan sistem integritas aparatur negara dan pengembangan kebijakannya. Hal ini ditempuh melalui berbagai langkah kegiatan, antara lain: penataan sistem pengawasan nasional dan penerapan serta penguatan sistem pengendalian intern pemerintah (SPIP); peningkatan kapasitas Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) dan pengelola keuangan negara; pembentukan pengadilan tipikor, penyempurnaan kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah; dan peningkatan penerapan e-procurement secara nasional. PP 60 Tahun 2008 tentang SPIP telah secara tegas mengamanatkan agar setiap instansi pemerintah (pusat dan daerah) wajib membangun SPIP. SPIP bertujuan untuk memberikan keyakinan yang memadai bagi tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundangundangan. Apabila SPIP telah diterapkan sepenuhnya oleh seluruh jajaran pemerintahan baik di pusat maupun di daerah, sistem pengawasan internal diharapkan dapat mengurangi praktik KKN secara efektif. Untuk itu, dan sejalan dengan peran BPKP sebagai pembina penyelenggaraan SPIP yang diamanatkan di dalam Pasal 59 PP Nomor 60 Tahun 2008 tentang SPIP, telah diterbitkan Peraturan Kepala BPKP Nomor Per-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP. Untuk mempercepat proses penerapan SPIP dan peningkatan akuntabilitas keuangan negara, telah diterbitkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2011 tentang Percepatan Peningkatan Kualitas Akuntabilitas Keuangan Negara. Selain itu, dibawah koordinasi BPKP, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang terdiri dari inspektorat jenderal kementerian, inspektorat utama LPNK, dan inspektorat provinsi/ kabupaten/kota diharapkan dapat lebih berperan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, melalui penerapan sistem pengendalian intern di tiap-tiap instansi 10 - 15
pemerintah secara efektif, termasuk bertanggung jawab untuk meningkatkan kualitas laporan keuangan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Kegiatan pembinaan penyelenggaraan SPIP yang telah dilaksanakan sampai dengan Juni 2011 adalah sebagaimana terlihat di dalam tabel 10.5 berikut:
TABEL 10.5 KEGIATAN PEMBINAAN PENYELENGGARAAN SPIP TAHUN 2009 – JUNI 2011 No. Kegiatan Jumlah 1.
Penyusunan Pedoman Teknis SPIP
26 pedoman
2.
Sosialisasi SPIP
432 K/L dan Pemda
3.
Pendidikan dan Pelatihan SPIP
7.170 peserta K/L dan Pemda
4.
Pemetaan (diagnostic assessment) Penerapan SPIP
63 K/L dan Pemda
5.
Konsultansi dan Bimbingan Teknis SPIP
48 K/L dan Pemda
6.
Bimtek Penyusunan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) tentang SPIP
348 perkada
Sumber : Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), 2011
Dalam rangka penguatan kapasitas pengawasan dan peningkatan efektivitas sistem pengawasan, telah dilakukan penyempurnaan prosedur pengawasan, termasuk penyempurnaan kode etik dan standar audit, standar pemeriksaan keuangan negara (oleh BPK), peningkatan kuantitas dan kualitas aparat pengawasan dan pengelola keuangan negara, peningkatan tindak lanjut atas hasil pengawasan dan pemeriksaan, dan peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. 10 - 16
Upaya peningkatan kualitas aparat pengawasan dilakukan melalui diklat fungsional, diklat teknis substantif, pembinaan dan bimbingan teknis bagi seluruh aparat pengawasan internal pemerintah (APIP). Salah satu kegiatan untuk meningkatkan kualitas SDM pengawasan, antara lain, dengan telah dilaksanakannya pemberian beasiswa kepada staf inspektorat jenderal kementerian dan inspektorat provinsi/kabupaten/kota untuk mengikuti pendidikan S-1 dan S-2 di bidang akuntansi pemerintahan/pengawasan keuangan negara di 36 perguruan tinggi di dalam negeri yang telah selesai pada Desember 2010. Secara detil jumlah lulusan program pendidikan di bidang akuntansi pemerintahan/pengawasan keuangan negara dapat dilihat di dalam tabel 10.6 di bawah ini. TABEL 10.6 LULUSAN AKUNTANSI PEMERINTAHAN/PENGAWASAN KEUANGAN NEGARA Staf Inspektorat Staf Inspekorat Gelar Provinsi/Kabupaten Total Kementerian /Kota Sarjana
10
20
30
Pasca Sarjana
297
333
630
Total
307
353
660
Sumber: Kementerian Pendidikan Nasional, 2011
Para lulusan sarjana dan pasca sarjana tersebut diharapkan dapat melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai APIP secara lebih handal dan profesional, yang pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap peningkatan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara di pusat dan daerah sebagaimana yang diharapkan. Selanjutnya untuk memastikan bahwa manajemen pengawasan yang dilakukan oleh APIP berjalan dengan optimal, BPKP telah melakukan pengembangan kapasitas SDM APIP pada Kementerian/Lembaga/ Pemda melalui diklat pengawasan dan pembinaan jabatan fungsional auditor. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kompetensi auditor APIP sesuai pasal 59 PP 60 tahun 2008 tentang SPIP. Selain itu, BPKP juga melakukan evaluasi atas kapabilitas APIP kementerian/lembaga/pemda. 10 - 17
Selain penerapan SPIP, pemerintah juga terus berupaya menegakan sistem integritas aparatur negara melalui upaya peningkatan penerapan disiplin dan kode etik pegawai secara konsisten; pengembangan budaya kerja yang bersih dari praktik KKN, dan mendorong agar sikap dan perilaku aparatur menjadi pelayan dan pengayom masyarakat, dan menempatkan SDM aparatur yang memiliki kompetensi sesuai bidang tugasnya masing-masing; dan peningkatan penerapan pakta integritas, khususnya bagi para pejabat yang secara langsung memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengelola keuangan negara, pengadaan barang/jasa dan jabatan strategis lainnya. Hal itu disertai dengan penerapan mekanisme sanksi dan penghargaan yang ketat bagi seluruh pejabat dan pegawai disertai dengan kebijakan lainnya untuk menginternalisasikan nilai-nilai integritas dan budaya kerja serta profesionalisme di lingkungan PNS. Dengan demikian, diharapkan etos dan produktivitas kerja pegawai negeri semakin baik, bersih, handal dan profesional. Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, pemerintah mengoptimalkan peran aparat penegak hukum dan peran BPKP. BPKP sebagai pengawas intern pemerintah melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dengan strategi preventif, edukatif, dan represif. Strategi preventif dan edukatif antara lain dilakukan melalui sosialisasi anti korupsi yang bertujuan untuk meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam pemberantasan korupsi, asistensi/bimbingan teknis Fraud Control Plan (FCP), asistensi/bimbingan teknis penerapan good corporate governance/good corporate management (GCG/GCM) pada BUMN/BUMD, reviu terhadap laporan dan pengaduan masyarakat, serta kegiatan consulting dan assurance terhadap kementerian/lembaga/pemda. Upaya represif dilakukan melalui kerja sama dengan Aparat Penegak Hukum (Kejaksaan RI, Kepolsian, dan KPK) dalam pemberantasan korupsi melalui audit investigatif, bantuan perhitungan kerugian negara, dan pemberian keterangan ahli. Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dan kualitas laporan keuangan instansi pemerintah (LKPP, LKKL dan LKPD), BPKP membantu pemerintah dengan 10 - 18
melakukan bimbingan teknis/pendampingan atas penyusunan/reviu laporan keuangan, inventarisasi/ penilaian Barang Milik Negara (BMN), sistem akuntansi keuangan daerah (SAKD), sistem informasi manajemen keuangan daerah (SIMDA). Sampai dengan bulan Juni 2011, SIMDA telah diimplementasikan pada 275 Pemda. Di sektor penerimaan negara, BPKP antara lain telah berperan serta dalam Tim Optimalisasi Penerimaan Negara (TOPN) untuk mengoptimalkan penerimaan negara, dengan hasil temuan sejak Oktober 2009 sampai dengan Juni 2011 adalah sebesar Rp 2,51 triliun dan US$101.14 juta. Dalam rangka penghematan pengeluaran negara, antara lain telah dilakukan audit atas Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Bidang Migas, dengan koreksi atas cost recovery selama tahun 2010 sebesar Rp4,05 triliun atau 7,84% dari nilai yang diaudit sebesar Rp 51,65 triliun. Melalui langkah-langkah kebijakan peningkatan transparansi dan akuntabilitas tersebut, pemerintah telah berhasil secara nyata mengurangi praktik korupsi di lingkungan birokrasi. Hal ini dapat ditunjukkan dari berbagai capaian utama pembangunan aparatur negara, antara lain: peningkatan skor indeks persepsi korupsi (IPK) dari 2,6 pada tahun 2006 menjadi 2,8 pada tahun 2010. Selain itu, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara juga meningkat, yang tercermin dari semakin membaiknya opini BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) di mana pada tahun 2010 telah diperoleh opini wajar dengan pengecualian (WDP). Selain itu, opini atas Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) juga menunjukkan kemajuan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat di dalam Tabel 10.7 di bawah ini
10 - 19
TABEL 10.7 CAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN YANG BERSIH DAN BEBAS KKN 2006–2010 Capaian LKKL/LKPD No. 1. 2. 3.
Indikator
Satuan
Indeks Persepsi Korupsi skor (IPK) Indonesia1) (0-10) Opini WTP audit BPK % atas LKKL (%) 2) Opini WTP audit BPK % atas LKPD (%) 2)
2006
2007
2008
2009
2010
2,4
2,3
2,6
2,8
2,8
8,75
19,75
41,46 56,41 *)
0,65
0,86
2,68
3,00 *)
Sumber: 1) Transparency International 2006-2010 2) Ihtisar Hasil Pemeriksaan Sementer I dan II 2010, BPK Keterangan: *) Audit atas LKKL/LKPD Tahun 2009 **) LKKL/ LKPD tahun 2010 diaudit pada Tahun 2011
Selanjutnya, untuk memperkuat kebijakan pengadaan barang dan jasa pemerintah, saat ini pemerintah sedang menyusun RUU Pengadaan Barang/Jasa. Selain itu, pemerintah juga terus mendorong penerapan sistem pengadaan secara elektronik (e-procurement). Penerapan sistem pengadaan secara elektronik tersebut, terbukti telah meningkatkan kualitas dan kinerja proses pengadaan. Hingga saat ini telah tersedia 262 layanan pengadaan secara elektronik (LPSE) yang tersebar di 32 provinsi, dan telah melayani pengadaan di 445 instansi pusat dan daerah. Realisasi pengadaan secara elektronik telah meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat di dalam tabel 10.8 di bawah ini.
10 - 20
**)
**)
TABEL 10.8 CAPAIAN IMPLEMENTASI PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK TAHUN 2008–2011 Capaian No. 1. 2. 3. 4.
Indikator Realisasi paket pengadaan melalui LPSE Nilai pengadaan melalui LPSE Efisiensi anggaran (selisih pagu anggaran dengan hasil lelang) % Penghematan anggaran
Satuan 2008
2009
2010
2011
Total
paket
33
1.725
6.218
9.902
17.930
miliar
52,5
3.372
13.265
16.579
33.311
miliar
6,6
518,3
1.351
1.672
3.548
11
16
14
%
15
17
Sumber: Smart Report Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Juli 2011
Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik. Pemerintah secara konsisten terus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Kebijakan paling mendasar yang diterapkan adalah dengan mengubah pola pikir para birokrat, dari semula berperilaku sebagai birokrat penguasa atau yang dilayani, menjadi birokrat yang berperilaku sebagai pelayan dan pengayom masyarakat. Kebijakan lainnya adalah dengan memperkuat sistem dan majemen pelayanan publik nasional melalui, antara lain: penerapan standar pelayanan publik dan standar pelayanan minimal (SPM); penataan kelembagaan; penyusunan peraturan perundang-undangan; penyempurnaan sistem dan prosedur pelayanan; peningkatan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam manajemen pelayanan; pengembangan sistem evaluasi kinerja pelayanan publik; dan peningkatan efektivitas pengelolaan pengaduan masyarakat. Untuk mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik khususnya untuk mewujudkan sinergi pusat dan daerah, beberapa hal yang telah berhasil dicapai antara lain: (i) ditetapkan 13 SPM melalui Peraturan Menteri masing-masing sektor pelayanan publik; (ii) pada tahun 2011 ditargetkan penetapan terhadap 2 (dua) SPM yakni SPM Bidang Perhubungan dan Penanaman Modal; dan (iii) hingga saat ini 7 Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah diterapkan di beberapa daerah, yaitu SPM Bidang Kesehatan, Bidang Lingkungan Hidup, 10 - 21
Bidang Sosial, Bidang BKKBN, Bidang Pemberdayaan Perempuan, Bidang Ketahanan Pangan, dan Bidang Pendidikan. Selama tahun 2010 hingga pertengahan tahun 2011, sebagai upaya mendorong peningkatan kinerja pelayanan publik, telah dilakukan penilaian kepada unit-unit pelayanan publik yang mewakili instansi pemerintah pusat maupun instansi daerah. Aspek yang dinilai meliputi: antara lain visi dan/atau misi serta motto pelayanan; sistem dan prosedur pelayanan; sumber daya manusia pelayanan; dan sarana dan prasarana pelayanan. Untuk tahun 2010, hasil penilaiannya adalah sebagai berikut : Penghargaan Piala Citra Pelayanan Prima Tahun 2010 diberikan kepada 83 Unit Pelayanan Publik (UPP) yang dinilai telah berhasil menciptakan inovasi perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan dengan predikat “amat baik”. Penghargaan Piagam Pratama Citra Pelayanan Prima Tahun 2010 diberikan kepada 48 Unit Pelayanan Publik yang dinilai telah berhasil menciptakan inovasi perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan dengan predikat “baik”. Penghargaan Piagam Madya Citra Pelayanan Prima Tahun 2010 diberikan kepada 72 Unit Pelayanan Publik yang dinilai telah berhasil menciptakan inovasi perbaikan dalam upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan dengan predikat “cukup baik”. Selanjutnya pada tahun 2011, pemerintah sedang menyiapkan mekanisme penilaian kualitas pelayanan publik yang dilakukan terhadap pemerintah daerah melalui pemberian penghargaan Citra Bakti Abdi Negara (CBAN). Sejalan dengan mandat Pasal 50 ayat (8) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, pemerintah telah menyusun dan merumuskan Rancangan Perpres tentang Mekanisme dan Ketentuan Pembayaran Ganti Rugi dalam Pelayanan Publik. RPerpres ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi penyelenggara dan penerima pelayanan publik dalam pemberian ganti rugi serta mewujudkan kepastian dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Selain itu, juga sedang disusun dan dirumuskan Petunjuk Teknis tentang Penyusunan, Penetapan dan Penerapan 10 - 22
Standar Pelayanan Publik. Petunjuk Teknis ini sebagai acuan atau panduan bagi Penyelenggara dalam menyusun, menetapkan, dan menerapkan standar pelayanan. Pemerintah terus melakukan upaya untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan publik. Hal tersebut dilakukan melalui kebijakan penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP). Dengan pelayanan ini, masyarakat bisa menikmati layanan yang lebih mudah, cepat, murah, manusiawi, transparan, pasti dan terjangkau. Pelayanan melalui PTSP terbukti sangat bermanfaat bagi masyarakat dan dunia usaha karena mampu memangkas panjangnya rantai birokrasi dan regulasi yang pada akhirnya dapat meningkatkan investasi. PTSP terbukti dapat meningkatkan peringkat kemudahan berusaha Indonesia, di mana pada tahun 2009 menempati peringkat 129 dari 181 negara, menjadi peringkat 121 dari 183 negara pada tahun 2011. Hal itu tercantum dalam Doing Business Report yang diterbitkan International Finance Corporation (IFC) Tahun 2011. Naiknya peringkat Indonesia dipengaruhi pula oleh berhasilnya perubahan yang dilakukan pada tiga tahap, yaitu tahap pendirian usaha, tahap pendaftaran properti, dan tahap perlindungan terhadap investor. Hal tersebut sebagaimana dapat dilihat di dalam tabel 10.9 berikut:
TABEL 10.9 KEMUDAHAN BERUSAHA DILIHAT MELALUI TAHAPAN Tahap Tahun Jumlah Jumlah Peringkat Hari Prosedur 2009
76
11
171
2011
47
9
155
Pendaftaran properti
2009
39
6
107
2011
22
6
98
Perlindungan terhadap investor
2009
-
-
53
2011
-
-
44
Pendirian Usaha
Sumber: Doing Business Report, World Bank, 2011
Sejalan dengan hal tersebut, pemerintah akan terus mendorong penerapan PTSP di berbagai daerah, yang disertai dengan upaya 10 - 23
peningkatan pengawasan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik dan pelaksanaan sistem reward dan punishment. Saat ini, jumlah kabupaten/kota yang telah memiliki unit pelayanan terpadu terus meningkat dari tahun ke tahun, sebagaimana dapat dilihat dalam tabel 10.10 di bawah ini: TABEL 10.10 PERKEMBANGAN JUMLAH PTSP/ONE STOP SERVICE (OSS) DI DAERAH DAERAH 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Provinsi
-
-
-
2
2
15
Kabupaten
5
70
217
234
283
292
Kotamadya
1
25
69
93
75
87
TOTAL
6
95
286
329
360
394
Sumber : Kementerian PAN & RB, 2011
Selanjutnya, dalam upaya untuk memperbaiki iklim investasi, pemerintah juga telah merintis penerapan sistem pelayanan informasi dan perizinan investasi secara elektronik (SPIPISE) berbasis web. SPIPISE berbasis web ini memberikan kemudahan bagi para investor dalam mengurus perizinan dan nonperizinan melalui internet dan sekaligus akan memudahkan pemerintah dalam mengintegrasikan data realisasi penanaman modal di berbagai daerah di Indonesia ke dalam satu dalam jaringan. Ke depan, penerapan SPIPISE diharapkan mampu menciptakan iklim investasi Indonesia menjadi lebih kondusif, meningkatkan realisasi investasi di Indonesia, sehingga Indonesia memiliki daya saing yang lebih baik. Di samping itu, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) juga diterapkan di berbagai sektor pelayanan publik lainnya, seperti pelayanan pengadaan barang dan jasa secara elektronik, kepabeanan, perpajakan, pertanahan, sisminbakum, keimigrasian, pelayanan SIM, kependudukan, kearsipan, pelayanan haji, e-KTP, dan sebagainya. Untuk memperkuat landasan hukum dalam transaksi elektronik, telah diterbitkan UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 10 - 24
Perkembangan kinerja pelayanan publik dapat ditunjukkan dengan indikator-indikator sebagaimana disajikan dalam Tabel 10.11 di bawah ini. TABEL 10.11 CAPAIAN KINERJA PELAYANAN PUBLIK 2006 - 2011 Capaian No
Indikator
Satuan 2006
2007
2008
2009
2010
2011
1
Skor integritas pelayanan publik pada unit layanan di instansi pusat (survey mulai 2007) 1)
Skor
_
5,53
6,84
6,64
6,16
_
2
Skor integritas pelayanan publik pada unit layanan di instansi daerah (survey mulai 2008) 1)
Skor
_
_
6,69
6,46
5,26
_
3
Jumlah unit pelayanan terpadu satu pintu (OSS) di daerah (prov/kab/kota)2)
unit
95
286
329
360
394
_
4
Peringkat kemudahan berusaha (Ease Doing Bussiness Index3)
115 121 131 135 127 129 (183 (183 (175 (178 (181 (181 negara) negara) negara) negara) negara) negara) Sumber: 1) KPK, Integritas Sektor Publik 2007-2010 2) Kementerian PAN dan RB, 2009 3) Doing Business 2006-2011, World Bank, 2011 peringkat
Peningkatan Kapasitas dan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Berbagai kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja antara lain melalui: penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan; peningkatan profesionalisme, netralitas dan kesejahteraan SDM aparatur; serta peningkatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Dalam rangka penataan kelembagaan, pemerintah saat ini sedang melakukan penataan organisasi dan tata kerja seluruh Kementerian Negara sampai pada unit organisasi eselon IV sebagaimana mandat di dalam Peraturan Presiden RI Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 10 - 25
tentang Kementerian Negara dan Pembentukan Kabinet Indonesia Bersatu II yang telah dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 84/P tahun 2009, dan Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara. Peraturan Presiden ini menjadi dasar pengangkatan dan/atau pemberhentian pejabat eselon I di lingkungan Kementerian Negara. Di samping itu, pemerintah juga sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) sebagai acuan dalam penataan LPNK secara keseluruhan. Berdasarkan 2 (dua) Peraturan Presiden tersebut telah dilakukan pula penataan organisasi dan tata kerja Badan Narkotika Nasional, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kepolisian Negara RI, dan Kejaksaan Republik Indonesia, yang merupakan tindak lanjut amanat dari Undang-Undang. Sejalan dengan penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah, seperti perbaikan standard operating procedur (SOP), penerapan e-government di berbagai instansi pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses kerja, serta pengembangan dan implementasi manajemen kinerja bagi PNS. Pada tahun 2010 telah dilakukan sosialiasi atas modul penerapan sistem manajemen kinerja pada instansi pemerintah (SMKIP). Pada tahun 2011 ini telah dilakukan uji coba penerapan SMKIP pada tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Bali. Dengan dikembangkannya sistem manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dapat memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan penataan kearsipan yang modern dan andal yang dapat mendukung peningkatan akuntabilitas kinerja. Dalam rangka mendukung penataan kearsipan, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan sebagai revisi atas UU Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang pada intinya bertujuan 10 - 26
untuk menyempurnakan peraturan mengenai penyelenggaraan kearsipan nasional secara menyeluruh, baik dari aspek filosofis, juridis, politik hukum maupun sosiologis. Di samping itu, untuk meningkatkan penerapan Sistem Informasi Kearsipan Dinamis yang Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SIKD-TIK), pada tahun 2011 telah dilakukan penerapan SIKD-TIK di 10 instansi pemerintah pusat, sedangkan untuk penerapan Sistem Informasi Kearsipan Statis yang Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SIKS-TIK) telah dilakukan penerapan SIKS-TIK di 33 provinsi. Di bidang SDM aparatur, penyusunan dan penyempurnaan berbagai peraturan perundang-undangan yang ditargetkan dapat diselesaikan tahun 2011 ini antara lain: (a) Penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Formasi PNS (Penyempurnaan PP Nomor 97 Tahun 2000 jo PP 54 Tahun 2003). Sejalan dengan ini telah disusun Data Base Formasi SDM Aparatur. Sejalan dengan ini, dilakukan penyempurnaan sistem Pengadaan PNS sesuai kebutuhan organisasi baik jumlah maupun kompetensinya. Dalam pelaksanaan pengadaannya, harus dilaksanakan berdasarkan prinsip obyektif, transparan, tidak diskriminatif, akuntabel dan tidak KKN, serta tidak dipungut biaya. Untuk formasinya diprioritaskan untuk menduduki jabatan dalam melaksanakan tugas pelayanan dasar seperti bidang seperti tenaga guru dan tenaga kesehatan serta tenaga teknis strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, meningkatkan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (b) Penyusunan RPP tentang Pengadaan PNS sebagai Penyempurnaan PP Nomor 98 Tahun 2000 jo PP Nomot 11 Tahun 2002. (c) Penyusunan RPP tentang Penilaian Prestasi Kerja. (d) Penyusunan RPP perubahan dari PP Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan dalam Jabatan Struktural jo. PP Nomor 13 Tahun 2002. (e) Penyusunan Rancangan Peraturan Presiden (R-Perpres) tentang Penilaian pengangkatan dalam jabatan struktural. (f) Penyusunan R-Perpres tentang Pola Karier PNS. (g) Penyempurnaan PP Nomor 9 Tahun 2003 Jo PP Nomor 63 Tahun 2009 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. (h) Penyusunan Rancangan Perubahan UU Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Janda/Duda PNS. (i) Penyempurnaan PP Nomor 25 Tahun 1981 tentang Asuransi Sosial PNS. Hal ini sesuai dengan surat Menteri Keuangan nomor: S10 - 27
251/MK.02/2011, tanggal 12 Mei 2011, yang mengusulkan antara lain perlu adanya perubahan sistem THT PNS dari Pay As You Go menjadi Fully Funded. (j) Penyempurnaan PP Nomor 7 Tahun 1977 tentang Gaji PNS. PP tentang Gaji tersebut akan diubah menjadi Sistem Remunerasi Penyelenggara Negara. Dan (k) Perubahan PP Nomor 48 Tahun 2005 jo. PP Nomor 43 Tahun 2007 untuk menyelesaikan tenaga honorer yang sudah terdata dalam database di BKN. Sejalan dengan upaya peningkatan profesionalisme SDM Aparatur, telah mulai diterapkan sistem merit dalam penerimaan dan seleksi calon PNS sehingga persaingan semakin terbuka dan kompetitif, pemanfaatan pusat penilaian kompetensi, dan penerapan sistem promosi dan mutasi yang lebih terbuka dan berbasis kompetensi. Dalam rangka mendukung sistem penerimaan PNS yang terbuka dan kompetitif tersebut, telah dilakukan pula penyempurnaan terhadap pangkalan data formasi PNS serta pembangunan dan uji coba implementasi sistem seleksi CPNS berbasis komputer yang dikenal dengan Computer Assisted Test (CAT). Dengan sistem CAT, seleksi CPNS dapat dilakukan dengan lebih objektif dan lebih cepat diketahui hasilnya. Selain itu, juga telah dilakukan pengembangan sistem aplikasi pelayanan kepegawaian (SAPK) sebagai bagian dari pengembangan sistem informasi manajemen kepegawaian yang terintegrasi secara nasional; restrukturisasi penataan dan pemeliharaan tata naskah, dokumen atau arsip PNS sebagai tindak lanjut atas konversi NIP; dan pembuatan kartu pegawai elektronik (KPE). Disamping itu, untuk meningkatkan kesejahteraan SDM Aparatur, telah dilakukan penyesuaian gaji pokok PNS, TNI, dan Polri serta pemberian gaji ke-13. Selain itu, pemerintah juga telah menyempurnakan sistem penyelenggaraan diklat SDM Aparatur, dan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Sedangkan terkait netralitas PNS telah diatur dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang telah tegas melarang keterlibatan PNS dalam aktivitas politik. Dengan demikian, PNS diharapkan dapat bekerja secara profesional dan netral untuk menunjukkan kinerja yang optimal bagi pencapaian sasaran kinerja instansinya. 10 - 28
Selanjutnya, pemerintah juga terus berupaya secara konsisten untuk meningkatkan kualitas implementasi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah melalui penerapan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dilakukan dalam rangka mendorong penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, serta sebagai upaya mencapai target yang telah ditetapkan dalam RPJMN 2014, yaitu sebesar 80% instansi dengan capaian akuntabilitas kinerjanya baik. Dari hasil evaluasi atas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tahun 2008-2009 menunjukan bahwa capaian instansi pemerintah yang akuntabilitas kinerjanya baik mengalami peningkatan, dari sebelumnya 24% pada tahun 2008 meningkat menjadi 38,79% pada tahun 2009. Sedangkan LAKIP instansi pemerintah tahun 2010 akan dilakukan evaluasi pada tahun 2011. Meningkatnya akuntabilitas kinerja sekaligus menunjukkan peningkatan efektivitas instansi pemerintah untuk mencapai sasaransasaran kinerjanya sejalan dengan reformasi sistem perencanaan dan penganggaran yang diamanatkan di dalam UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Keberhasilan melakukan penataan kelembagaan, ketatalaksanaan, dan peningkatan profesionalisme SDM aparatur secara menyeluruh dan simultan serta berkesinambungan tersebut berdampak positif terhadap meningkatnya Skor Efektivitas Pemerintahan. Perkembangan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi tersebut sebagaimana disajikan dalam Tabel 10.12 di bawah ini.
10 - 29
TABEL 10.12 CAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN PENINGKATAN KAPASITAS DAN AKUNTABILITAS BIROKRASI 2006-2010 No.
Indikator
Satuan
Capaian 2006
2007
2008 *)
2009
2010
-0,21
-
1
Skor Efektivitas Pemerintahan Indonesia (Government Effectiveness)1)
Skor (-2,5 sd 2,5)
-0,30
-0,26
-0,292
2
Instansi pemerintah yang akuntabel (Pusat dan Daerah)2)
%
-
-
24 %
38,79%
**)
Kementerian/Lembaga
%
-
-
47,37 %
63,29 %
**)
Pemerintah Daerah (Pemprov)
%
-
-
3,76 %
31,03 %
**)
Pemerintah Daerah (Kab/Kota)
%
-
-
5,08 %
8,77 %
**)
instansi
470
478
509
532
481***)
Jumlah instansi pemerintah (pusat, daerah) yang telah menyampaikan LAKIP
Sumber: 1) Aggregate and Individual Governance Indicators 1996-2008, World Bank June 2009 2) Hasil Evaluasi LAKIP 2008 dan 2009, Kementerian PAN dan RB, 2011 Keterangan: *) Skor ini mengalami revisi setelah adanya perubahan metodologi dalam survey. Angka (skor) terbaru pasca revisi adalah -0,21 **) LAKIP 2010 disampaikan kepada Kementerian PAN dan RB pada Tahun 2011 dan selanjutnya dilakukan evaluasi. ***) Data sampai Juni 2011
Pemantapan dan Perluasan Reformasi Birokrasi Instansi. Reformasi birokrasi merupakan langkah strategis yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya untuk melakukan pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), 10 - 30
ketatalaksanaan (business process), dan sumber daya manusia aparatur. Tujuannya adalah untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang profesional, berintegritas, tertib, dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta peningkatan pelayanan prima dan berkeadilan. Oleh karena itu, agar reformasi birokrasi dapat berhasil mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan reformasi birokrasi harus didukung dengan penguatan kelembagaan pelaksana reformasi birokrasi di tingkat nasional. Kelembagaan pengelola reformasi birokrasi tersebut diharapkan mampu mengawal pelaksanaan reformasi birokrasi, meningkatkan koordinasi dan sinkronisasi, menjaga konsistensi dan efektivitas pelaksanaan percepatan reformasi birokrasi nasional. Atas hal tersebut, telah dibentuk Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional, melalui penerbitan Keppres 14 Tahun 2010, yang disempurnakan menjadi Keppres Nomor 23 Tahun 2010. Disamping itu, untuk memastikan bahwa pelaksanaan reformasi birokrasi berjalan sesuai dengan kebijakan nasional, memberikan saran perbaikan kebijakan, melakukan monitoring dan evaluasi, serta terus berupaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan reformasi birokrasi, maka dibentuk Tim Independen melalui Keputusan Menpan dan RB Nomor 355 Tahun 2010 dan Tim Penjamin Kualitas (Quality Assurance) melalui Keputusan Menpan dan RB Nomor 356 Tahun 2010. Sedangkan sebagai landasan kebijakan pelaksanaan reformasi birokrasi nasional adalah Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025. Selanjutnya, telah pula ditetapkan landasan operasional berupa Peraturan Menteri PAN dan RB Nomor 20 tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2010-2014. Sebagai Tindak Lanjut Road Map Reformasi Birokrasi telah ditetapkan 9 pedoman melalui Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi yang menjadi acuan bagi Kementerian/ Lembaga dalam melaksanakan reformasi birokrasi, yaitu: 1)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 7 Tahun 2011 Tentang 10 - 31
Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga; 2)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 8 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penilaian Dokumen Usulan Road Map Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga;
3)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 9 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penyusunan Road Map Reformasi Birokrasi Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
4)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 10 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Perubahan
5)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pedoman Kriteria dan Ukuran Keberhasilan Reformasi Birokrasi
6)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penataan Tata Laksana (Business Process)
7)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Quick Wins;
8)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelaksanaan Program Manajemen Pengetahuan (Knowledge Management).
9)
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 15 Tahun 2011 Tentang Mekanisme Persetujuan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tunjangan Kinerja Bagi Kementerian/Lembaga;
Perkembangan pelaksanaan reformasi birokrasi sampai dengan bulan Juni 2011, sebanyak 16 kementerian/lembaga telah melaksanakan reformasi birokrasi instansi sesuai kebijakan nasional. 10 - 32
Untuk mendorong percepatan pelaksanaan RB pada K/L lainnya, hingga Juli 2011 Kementerian PAN dan RB telah melaksanakan workshop penyusunan usulan reformasi birokrasi bagi 31 instansi, dan direncanakan pada akhir tahun 2011, seluruh instansi lainnya telah mengikuti workshop tersebut. Disamping itu, untuk melihat sejauhmana pelaksanaan reformasi birokrasi telah dilaksanakan sesuai rencana yang ditetapkan, saat ini juga sedang dilakukan monitoring dan evaluasi terhadap beberapa kementerian tertentu, seperti Kementerian Keuangan, Sekretariat Negara, dan Kementerian PAN dan RB oleh Tim Penjamin Kualitas (Tim Quality Assurance).
10.3 TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN Berdasarkan evaluasi atas hasil-hasil yang telah dicapai sampai dengan semester pertama tahun 2011, dan mengacu pada Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2011 dan 2012, tindak lanjut yang akan dilakukan pada semester kedua tahun 2011 dan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut. Terkait dengan peningkatan kinerja lembaga penegak hukum, adapun tindak lanjut yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1.
Meningkatkan sistem manajemen perkara yang akuntabel dan transparan dan akuntabel melalui penetapan sistem dan prosedur manajemen yang lebih baik pada masing-masing institusi, didukung dengan penggunaan teknologi dan informasi
2.
Perbaikan mekanisme seleksi, promosi, dan mutasi aparat penegak hukum yang bebas KKN, dan sesuai dengan kompetensi. Pelaksanaan kode etik profesi dan pengawasan yang menyeluruh baik secara internal maupun eksternal dalam rangka memperkuat integritas dari aparat penegak hukum.
3.
Peningkatan pengawasan eksternal dan internal dari upaya penegakan hukum, melalui pemberian sanksi terhadap aparatur penegak hukum dan menindaklanjuti laporan pengaduan yang terkait dengan kinerja aparat penegak hukum. 10 - 33
4.
Peningkatan dukungan sarana dan prasarana yang memadai, mempunyai peranan sehingga dapat menunjang kinerja penegakan hukum termasuk peningkatan penyelesaian penanganan perkara tindak pidana, khususnya dalam penanganan perkara yang membutuhkan alokasi anggaran yang memadai.
Terkait dengan peningkatan, penghormatan, pemajuan dan penegakan HAM, tindak lanjut yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Peningkatan kegiatan penyuluhan dan pendidikan HAM beserta diskusi dan diseminasi HAM khususnya bagi aparat penegak hukum, pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan secara umum kepada masyarakat, sehingga semakin banyak masyarakat menyadari Hak Asasi mereka.
2.
Tindak lanjut terhadap penelitian-penelitian dan kajian-kajian tentang HAM yang telah dilakukan sehingga berdasarkan rekomendasi yang didapat kebijakan yang dibuat akan tepat sasaran.
3.
Peningkatan kualitas dan kerja sama kelembagaan antara pihak-pihak yang terkait dalam penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Sedangkan langkah-langkah tindak lanjut yang akan ditempuh dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, antara lain: 1.
Peningkatan pengawasan aparatur dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pengawasan baik pengawasan intern, fungsional maupun pengawasan masyarakat serta penanggulangan dan pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme di instansi pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah. Adapun langkah yang akan dilakukan, sebagai berikut : a. Menata kembali dan menyempurnakan kebijakan, sistem kelembagaan, prosedur, mekanisme, dan koordinasi pengawasan fungsional. b. Mempercepat penerapan SPIP di K/L/pemda dengan
10 - 34
melanjutkan sosialisasi penyelenggaraan SPIP pada seluruh instansi pusat dan daerah, pelaksanaan diklat SPIP, serta pemberian konsultasi dan bimbingan teknis penerapan SPIP bagi 116 K/L dan pemda. Di samping itu, pelaksanaan diagnostic assessment akan dilanjutkan untuk mendapatkan gambaran kondisi penyelenggaraan SPIP di setiap K/L dan pemda. c. Meningkatkan efektivitas pengawasan masyarakat melalui perumusan dan sosialisasi pedoman penanganan dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat; serta d. Melakukan koordinasi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan percepatan pemberantasan korupsi di seluruh instansi pemerintah dengan melibatkan pihak stakeholders dari instansi yang bersangkutan. e. Melanjutkan upaya peningkatan kualitas APIP dan pengelola keuangan negara melalui penyelenggaraan pendidikan gelar dan diklat nongelar. 2.
Mempercepat penyelesaian RUU Pengadaan Barang/Jasa; mendorong pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) dan implementasi jabatan fungsional pengadaan di K/L/D/I, mendorong K/L/D/I untuk mempercepat implementasi dan pemanfaatan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), dan memperkuat database perencanaan dan monitoring evaluasi pengadaan barang/jasa pemerintah.
3.
Menyusun landasan hukum yang lebih kuat untuk menjamin terlaksananya Pakta Integritas secara nasional, penyempurnaan peraturan perundang-undangan terkait dengan netralitas PNS, etika dalam pelaksanaan tugas, dan pengaturan konflik kepentingan.
4.
Menyusun pedoman tentang pembentukan sistem “Whistle Blower” bagi K/L serta Pemda (Prov/Kab/Kota), yang bertujuan untuk memperbaiki sistem pengawasan yang memberikan perlindungan kepada whistle blower dalam rangka pemberantasan korupsi. 10 - 35
Tindak lanjut yang diperlukan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik, antara lain: 1.
Meningkatkan kualitas pelayanan publik sebagai hasil akhir dari setiap aspek pelaksanaan Reformasi Birokrasi. Untuk itu, akan dilakukan upaya optimal yang diarahkan untuk mendorong dilakukannya perbaikan sistem pelayanan publik agar terwujud pelayanan yang memenuhi asas-asas pelayanan prima yaitu cepat, tepat, murah, transparan, akuntabel dan tidak diskriminatif oleh seluruh unit pelayanan publik pada instansi baik di pusat maupun daerah.
2.
Menyusun dan mendorong penyelesaian penyusunan peraturan perundang-undangan mengenai peningkatan pelayanan publik, khususnya yang berkaitan dengan pelaksanaan Undangundang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
3.
Sosialisasi sekaligus bimbingan teknis terhadap penerapan kualitas pelayanan instansi pemerintah pusat maupun daerah yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan. Hal ini juga dilakukan dengan bekerjasama dengan LSM dan Lembaga Donor Internasional.
4.
Melaksanakan evaluasi dan penilaian terhadap pemerintah daerah dan unit pelayanan publik dengan tujuan menilai kualitas kinerja pelayanan publik instansi pemerintah.
5.
Mengkoordinasikan instansi pemerintah dalam rangka menyederhanakan prosedur persyaratan, waktu, dan biaya dalam pelayanan perijinan di bidang investasi dan pelayanan sipil.
6.
Meningkatkan kapasitas pelaksana SDM pelayanan publik, antara lain melalui penyusunan modul dan penyelenggaraan diklat TOT pelayanan publik berbasis kinerja untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme SDM aparatur pemberi pelayanan.
Tindak lanjut yang akan dilakukan dalam peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah antara lain adalah sebagai berikut. 10 - 36
1.
Melanjutkan upaya penataan kelembagaan unit organisasi dan tata kerja pada kementerian/lembaga, yang antara lain meliputi: a. Penyusunan berbagai peraturan pelaksanaan UndangUndang No.39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara sebagai upaya komprehensif guna penataan kelembagaan kementerian termasuk didalamnya mengenai pembentukan, pengubahan, pembubaran Kementerian serta hubungan fungsional antara Kementerian dengan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) dan Pemerintah Daerah. Hal ini dimaksudkan agar kelembagaan Kementerian dapat lebih efisien dan efektif dalam menjalankan tugas pemerintahan dan pembangunan. b. Penyusunan Grand Design sistem kelembagaan sebagai ketentuan payung (umbrella provision) yang memuat format dasar kelembagaan pemerintah dan menjadi acuan keseluruhan jenis kelembagaan pemerintah, baik kementerian negara, lembaga pemerintah non kementerian, lembaga setingkat kementerian, kesekretariatan lembaga negara, lembaga non-struktural, dan instansi pemerintah lainnya. c. Melanjutkan upaya konsolidasi struktural dan peningkatan kapasitas Kementerian PAN dan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Lembaga Administrasi Negara (LAN). d. Evaluasi dan Penataan organisasi Lembaga Non Struktural (LNS) termasuk organisasi kesekretariatan pendukungnya (Sekretariat Lembaga Negara) sebagai upaya menempatkan LNS ke dalam posisi dan peran yang tepat sehingga pelaksanaan tugas dan fungsinya akan lebih efektif dan efisien. e. Evaluasi dan Penataan Organisasi Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Kementerian dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian, sebagai langkah untuk menyusun peta dan mengkaji efektivitas organisasi unit pelaksana teknis yang telah ada. 10 - 37
f.
Evaluasi dan Penataan Organisasi Satuan Kerja Instansi Pemerintah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU), sebagai instrumen untuk memberikan acuan bagi instansi pemerintah dalam penataan/penyempurnaan organisasi bagi satuan kerja yang telah diberi izin Menteri Keuangan untuk menerapkan PPK (Pola Pengelolaan Keuangan) – BLU (Badan Layanan Umum).
g. Evaluasi dan penataan Organisasi Perangkat Daerah guna menyusun kelembagaan organisasi satuan kerja perangkat daerah yang lebih proporsional, efektif, dan efisien serta benar-benar sesuai dengan kebutuhan nyata daerah. 2.
Mengembangkan sistem ketatalaksanaan untuk meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas dalam proses kerja instansi pemerintah melalui, antara lain: a. Pembahasan RUU tentang Administrasi Pemerintahan dan RUU tentang Etika Penyelenggara Negara dengan DPR, serta menyusun peraturan perundang-undangan mengenai ketatalaksanaan yang mendorong penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. b. Menyederhanakan prosedur, penyiapan pedoman tatalaksana pelayanan, tata hubungan kerja instansi pemerintah, penyusunan standarisasi pedoman teknis di bidang administrasi umum dan kearsipan serta sarana dan prasarana aparatur. c. Mendorong pemanfaatan teknologi informatika dan komputer untuk peningkatan penggunaan kantor elektronis di setiap instansi pemerintah dan pengembangan EGovernment, termasuk juga dalam pemberian jasa pelayanan masyarakat. d. Sejalan dengan telah diterbitkannya UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, pada tahun ini diharapkan dapat diterbitkan 1 peraturan pemerintah (PP) dan 15 Peraturan Kepala ANRI sebagai implementasi UU tersebut. Penerbitan kebijakan tersebut diikuti dengan pembenahan
10 - 38
manajemen kearsipan pada instansi pemerintah untuk meningkatan efisiensi dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah melalui implementasi sistem kearsipan berbasis teknologi informasi dan komunikasi. Di samping itu, juga akan dilaksanakan implementasi sistem kearsipan statis berbasis TIK (SKS-TIK) di 20 kabupaten/kota dan implementasi sistem kearsipan dinamis berbasis TIK (SKD-TIK) di 15 instansi pemerintah pusat. 3.
Mengembangkan dan melaksanakan sistem manajemen kepegawaian yang berbasis kinerja atau berorientasi kepada sistem merit yang mencakup seluruh aspek pembinaan mulai dari penetapan formasi, rekruitmen/seleksi, diklat, promosi, remunerasi, penegakan disiplin serta peraturan termasuk peningkatan terbit administrasi kepegawaian. Adapun langkah tindak lanjut yang dilakukan, sebagai berikut: a. Penyempurnaan berbagai kebijakan berupa peraturan perundang-undangan di bidang SDM Aparatur. b. Pengendalian jumlah, distribusi dan komposisi PNS melalui pengendalian formasi termasuk penyempurnaan sistem rekruitmen dan seleksi pegawai secara obyektif, adil/tidak diskriminatif dan transparan serta bebas KKN. Selanjutnya dilakukan penataan guna menjamin jumlah dan kualifikasi pegawai di masing-masing unit kerja sesuai dengan kebutuhan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif, efisien dan produktif. c. Pembangunan dan penerapan sistem manajemen kepegawaian yang berorientasi pada prestasi kerja (kinerja), dalam rangka mendorong peningkatan profesionalisme, kinerja dan akuntabilitas PNS. d. Pengembangan sistem informasi dan pengolahan data kepegawaian terus ditingkatkan secara bertahap melalui pembangunan sistem informasi dan pangkalan data kepegawaian nasional, peningkatan fungsi SAPK (sistem administrasi pelayanan kepegawaian) dalam jaringan pada instansi pemerintah pusat dan daerah. 10 - 39
e. Penyempurnaan sistem remunerasi agar memenuhi prinsip adil, layak dan transparan sesuai dengan beban kerja dan tanggungjawabnya, guna mendorong terbentuknya PNS yang profesional dan produktif. f.
Peningkatan kompetensi SDM aparatur melalui penyelesaian penyusunan dan sosialisasi modul Diklat Kepemimpinan Tk I, II, III, dan IV, akreditasi lembaga diklat aparatur, peningkatan kualitas penyelenggaraan diklat kepemimpinan dan teknis di berbagai jenjang tingkatan; penyiapan kebijakan tentang magang pada berbagai organisasi internasional bagi calon pemimpin birokrasi agar mereka memiliki pengalaman yang memadai sebagai calon pemimpin, dan penyiapan kajian kebijakan tentang penyelenggaraan diklat bagi upaya penanganan dampak reformasi birokrasi instansi.
g. Peningkatan integritas, netralitas, etika dan disiplin serta perlindungan hukum bagi PNS. 4.
Peningkatan akuntabilitas aparatur dalam rangka mendorong instansi pusat dan daerah dalam mempertanggungjawabkan kinerja pelaksanaan penggunaan sumber daya organisasi pemerintah. Dalam pelaksanaannya akan disusun dan dikembangkan sistem akuntabilitas aparatur pemerintah yang terintegrasi dan komprehensif dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Adapun langkah tindak lanjut yang akan dilakukan adalah sebagai berikut : a. Menyusun dan mendorong penyusunan Peraturan perundang-undangan mengenai akuntabilitas Kinerja. b. Sosialisasi sekaligus bimbingan teknis terhadap penerapan Sistem AKIP kepada instansi pemerintah pusat maupun daerah yang dilaksanakan secara terus menerus dan berkelanjutan untuk lebih meningkatkan kualitas dan memperkuat implementasi Sistem AKIP. c. Melaksanakan evaluasi LAKIP dengan tujuan menilai kualitas implementasi Sistem AKIP dan menilai kinerja
10 - 40
instansi pemerintah serta mendorong perbaikan kualitas implementasi sistem AKIP. d. Mendorong pengembangan model percontohan Island of Integrity yaitu suatu pemerintah daerah/wilayah yang dijadikan model penerapan prinsip good governance sehingga wilayah tersebut dapat mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas dari KKN, serta dapat dijadikan model/contoh bagi pemerintah daerah lainnya. Tindak lanjut yang akan dilakukan dalam pemantapan dan perluasan reformasi birokrasi antara lain adalah sebagai berikut. 1.
Melanjutkan perluasan dan pemantapan RB di K/L dan juga memulai upaya RB di level pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) secara bertahap, melalui uji coba (pilot project).
2.
Merancang instrumen monitoring dan evaluasi yang mampu menilai dan mengukur kemajuan pelaksanaan program RB pada K/L dan Pemda. Selanjutnya diperlukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pelaksanaan RB pada K/L.
3.
Memperkuat kapasitas K/L dan Pemda dalam pelaksanaan RB. Hal penting lainnya yang dapat ditindaklanjuti adalah mendorong dilakukannya pertukaran pengetahuan (knowledge sharing/management) antara K/L dan Pemda, yang difasilitasi oleh Unit Pengelola Reformasi Birokrasi Nasional. Hal ini diharapkan dapat mendorong inovasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
10 - 41