PENDAHULUAN Kinin, sinkonin dan sinkonidin adalah bentuk alkaloid yang terdapat dalam kulit batang pohon kina. Kinin adalah senyawa kimia yang digunakan untuk pengobatan malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum. Kinin terdapat dalam bentuk garamnya, antara lain kinin HCl, sulfat, dihidroklorida, bisulfat, dan glukonat Kinin dapat diubah menjadi bentuk sinkonidin yang dapat digunakan untuk katalis reaksi enantioselektif. Salah satu cara yang dapat diusahakan adalah cara enzimatik. Hati adalah salah satu organ tubuh yang mengandung berbagai enzim pengubah bentuk molekul, termasuk senyawa obat. Kinin, sinkonin dan sinkonidin utamanya dimetabolisme dalam hati dan diekskresi melalui urin. Pada penelitian ini hati tikus digunakan sebagai model in vitro untuk metabolisme kinin, sinkonin dan sinkonidin menjadi bentuk yang dapat diteliti lebih lanjut. Hati tikus diubah menjadi bentuk homogenat hati dan dilakukan sentrifugasi dengan kecepatan dan suhu tertentu untuk mendapatkan suspensi enzim. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu studi awal untuk mengoptimasi degradasi kinin dan turunannya menggunakan suspensi enzim homogenat hati tikus. Optimasi yang dilakukan meliputi konsentrasi kinin, sinkonin dan sinkonidin, konsentrasi protein dalam homogenat hati dan optimasi waktu inkubasi. Dengan data konsentrasi protein, zat aktif dan waktu inkubasi dapat dilakukan analisis lebih lanjut mengenai hasil reaksi enzimatik. Metode spektrofotometri ultraviolet digunakan untuk menentukan kadar kinin, sinkonin dan sinkonidin yang terdegradasi oleh suspensi enzim homogenat hati. Dilakukan juga penentuan kadar protein dalam homogenat hati menggunakan standar protein sodium azide.
1
BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas sifat fisikokimia kinin, sinkonin dan sinkonidin, organ hati, fungsi hati dan penyakit yang berhubungan dengan organ hati, analisa menggunakan spektrofotometri UV.
1.1 Sifat Fisika dan Kimia Kinin, Sinkonin dan Sinkonidin
kinin
sinkonin
sinkonidin
Kinin adalah suatu senyawa berupa mikrokristal berwarna putih, tidak berbau, sedikit larut dalam air, sangat mudah larut dalam alkohol. Sinkonin berbentuk kristal rhombis, sedikit larut dalam air dan lebih mudah larut dalam alkohol. Sinkonidin adalah bentuk isomer dari sinkonin, berbentuk kristal prisma, sedikit larut dalam air dan lebih mudah larut dalam alkohol.
1.2 Aktivitas Farmakologi Kinin Kinin merupakan bentuk alkaloid chincona yang digunakan dalam pengobatan malaria. Kinin bekerja dengan cepat, dan merupakan skizontizida yang sangat efektif terhadap empat spesies parasit malaria pada manusia. Obat tersebut merupakan gametosida terhadap Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale tetapi tidak pada Plasmodium falciparum. Kinin tidak aktif terhadap parasit tahap hepatis. Di dalam tubuh manusia, kinin dimetabolisme
2
3 dengan cara oksidasi menjadi metabolit yang terhidroksilasi, terutama turunan 2hydoksiquinolin dan 6 hydroxyquinolin, 3-hydroxyquinin. Kinin diekskresi dalam urin sebanyak 20 % dalam waktu 24 jam dan kurang dari 5 % diekskresi dalam bentuk utuh. Dosis oral kinin atau bentuk garamnya adalah 325 mg empat kali sehari selama 7 hari. Obat diberikan setelah makan, terutama dalam bentuk kapsul untuk menghindari iritasi lambung. Pemberian kinin secara intravena terutama digunakan untuk pernicious malaria. Keracunan oleh kinin umumnya terjadi karena overdosis atau hipersensitifitas. Dosis oral kinin yang dapat berakibat fatal untuk orang dewasa sekitar 8 gram. Gejala toksisitas yang dapat terjadi antara lain terganggunya pengelihatan, pusing, gangguan pendengaran, pencernaan, sistem saraf dan sistem kardiovaskular. Kinin dapat menstimulasi kontraksi rahim, khususnya pada trimester ketiga. Hipotensi berat dapat terjadi setelah pemberian infus intravena kinin. Jika memungkinkan sebaiknya dihindari penggunaan kinin pada penderita penglihatan dan pendengaran. Obat ini harus digunakan secara hati-hati pada penderita jantung. Penggunaan kinin sebaiknya tidak digunakan bersamaan dengan mefloquine dan sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien malaria yang pada awalnya menerima kemoprofilaksis mefloquine.
1.3 Organ Hati Organ hati merupakan kelenjar tunggal yang terbesar dalam tubuh manusia. Hati mempunyai dua pembuluh darah utama yaitu vena porta dan arteri hepatika. Jumlah darah yang ada pada organ hati sekitar 13 % dari total darah. Sebagian besar organ hati terletak pada daerah perut atas bagian kanan dan sebagian kecil pada daerah perut atas bagian tengah. Permukaan hati dilapisi oleh lapisan padat jaringan ikat. Terletak tepat di bawah diafragma, organ hati ini terlihat terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu lobus kanan dan lobus kiri. Lobus hati dibangun dari puluhan ribu unit struktural yang disebut lobulus hati. Setiap lobulus merupakan bentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hati terdapat kapiler yang dinamakan sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kuffer. Sel kuffer mempunyai fungsi utama menelan bakteri dan benda asing lainnya dalam tubuh. Jadi hati merupakan salah satu organ utama sebagai pertahanan tubuh terhadap serangan bakteri dan zat toksik (Tortora, 1990)
4 1.3.1
Fungsi Hati
Hati mempunyai empat fungsi utama yaitu 1. Fungsi vaskular Setiap menit mengalir 1200 ml darah portal ke dalam hati melalui sinusoid hati. Seterusnya darah mengalir ke vena portalis kemudian menuju vena hepatika dan selanjutnya masuk ke dalam vena kava inferior. Dari arteria hepatika mengalir kira kira 350 ml darah. Darah arterial ini akan masuk ke dalam sinusoid dan berhubungan dengan darah portal. 2. Fungsi sekresi Hati mensekresikan sekitar satu liter empedu setiap hari. Unsur utama empedu adalah air, elektrolit, garam empedu, fosfolipid, kolesterol dan pigmen empedu. Garam empedu diperlukan dalam pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Walaupun pigmen empedu merupakan hasil akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak berperan aktif, pigmen empedu penting sebagai indikator penyakit hati dan saluran empedu karena bilirubin cenderung mewarnai jaringan dan cairan yang berhubungan dengannya. 3. Fungsi metabolik Hati memegang peranan penting pada metabolisme karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan juga produksi energi dan tenaga. 4. Fungsi pertahanan tubuh Hati berfungsi sebagai pertahanan tubuh melalui oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi zat yang memungkinkan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang tidak aktif secara fisiologis. Selain itu sel kuffer yang terdapat pada dinding sinusoid hati mempunyai kemampuan fagositosis yang besar. Sel kuffer juga menghasilkan immunoglobulin yang merupakan alat penting dalam penyelenggaraan kekebalan humoral (Noer, 1996).
1.3.2
Penyakit Organ Hati
Penyakit yang berhubungan dengan organ hati antara lain : 1. Ikterus Ikterus adalah sebuah keadaan dimana plasma kulit dan selaput lendir menjadi kuning akibat pewarnaan berlebihan oleh pigmen empedu. Keadaan ini paling mudah dilihat pada sklera mata atau pada kulit jika kadar pigmen empedu sudah cukup tinggi. Ikterus disebabkan karena terjadinya peningkatan jumlah bilirubin yang besar dalam cairan ekstra sel. Selain itu ikterus juga dapat disebabkan oleh meningkatnya destruksi sel darah merah disertai pembebasan bilirubun ke dalam darah secara cepat. Ikterus yang ditimbulkan
5 disebut ikterus hemolitik. Dalam keadaan ini fungsi hati tidak terganggu, apabila terjadi penyumbatan duktus empedu atau kerusakan pada hati menimbulkan ikterus obstukrif. Pada keadaan ini bilirubin tidak dapat disekresikan ke dalam saluran cerna. 2. Hepatitis Hepatitis merupakan kata yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya inflamasi pada organ hati. Hepatitis disebabkan oleh infeksi virus dan zat toksik. Virus virus yang biasa menyebabkan hepatitis adalalah virus hepatitis A, B, C, D, E, dan F. Selain itu dapat juga disebabkan oleh virus mononucleosis infeksiosa, cacar air, dan demam berdarah. Zat zat toksik yang dapat menyebabkan hepatitis dapat dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu hepatotoksik langsung contohnya karbon tetra klorida, kloroform dan hepatotoksik tidak lengsung contohnya parasetamol. 3. Sirosis hati Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul pada hati. Pada mekanisme terjadinya sirosis secara mekanik dimulai dari kejadian hepatitis viral akut, timbul peradangan luas, nekrosis luas dan pembentukan jaringan ikat yang luas disertai pembentukan nodul nodul regenerasi oleh sel parenkim hati yang masih baik, fibrosis adalah dasar timbulnya sirosis hati.
1.4 Sentrifugasi Sentrifugasi merupakan metode pemisahan yang disamping dipengaruhi oleh gaya gravitasi juga dipengaruhi oleh gaya sentrifugal. Alat sentrifuga memisahkan dua zat berdasarkan perbedaan kerapatan, dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Alat sentrifus terdiri dari wadah yang berisi campuran zat yang akan dipisahkan yang berputar dengan kecepatan tinggi sampai kedua campuran tersebut terpisah dengan baik. Adanya gaya sentrifugal tersebut akibat rotasi akan memisahkan campuran tersebut dengan baik. Suatu zat padat atau cair yang tercampur dengan kerapatan yang berbeda akan terpisah. Zat dengan kerapatan yang rendah akan terdorong pada dasar wadah dan akan terbentuk lapisan jernih dibagian atas. Cairan jernih di atas endapan tersebut disebut dengan supernatan dan dapat diambil dengan mudah dengan pipet kapiler. Dasar kerja sentrifus adalah suatu objek yang berputar pada satu titik pusat dengan jarak radial yang konstan dari titik pusat yang memerlukan suatu gaya yaitu gaya sentrifugal. Penggunaan gaya sentrifugal berdasarkan konstanta gravitasi dan hokum stokes. Efek gaya sentrifugal merupakan rasio dari gaya gravitasi dengan waktu yang lebih besar dari gaya gravitasi. Keuntungan sentrifugasi adalah cepat, endapan terpusatkan dalam volume kecil
6 sehingga mudah diamati dan diperkirakan banyaknya, pencucian endapan dapat dilakukan dengan cepat dan efisien, dan asam dan basa pekat serta cairan korosif lain dapat ditangani dengan mudah.
1.5 Analisis Menggunakan Spektrofotometri UV-VIS Spektrofotometri uv-vis adalah pengukuran serapan cahaya di daerah ultraviolet (200-350 nm) dan sinar tampak (350-800 nm) oleh suatu senyawa. Hampir semua molekul dapat menyerap radiasi sinar ultraviolet jika mengandung elektron baik terkonjugasi maupun menyendiri (elektron sunyi), yang dapat dieksitasi ke tingkat energi yang lebih tinggi. Panjang gelombang serapan bergantung pada kekuatan elektron itu terikat dalam molekul tersebut. Untuk eksitasinya, elektron pada ikatan kovalen tunggal terikat kuat dan diperlukan radiasi berenergi tinggi atau panjang gelombang pendek Serapan molekul pada daerah tersebut berkaitan erat dengan eksitasi eletron elektron sigma (σ), phi (π) dan non bonding (n) pada molekul senyawa tersebut.
I.5.1 Hukum Lambert-Beer Spektrum serapan adalah hubungan antara serapan dengan panjang gelombang yang digambarkan dalam bentuk grafik. Spektrum ultraviolet dari suatu senyawa biasanya diperoleh dengan melewatkan cahaya dengan panjang gelombang tertentu (cahaya monokrom satu warna) melalui larutan encer yang mengandung senyawa tersebut dalam pelarut yang tidak menyerap misalnya air, atanol dan heksana. Intensitas pita serapan diukur dengan persen sinar jatuh yang melalui sampel. % Transmitan = 100
I ………....(1) Io
dengan : Io = intensitas sinar yang masuk, I = intensitas sinar yang diteruskan (keluar dari sampel)
1.5.2 Instrumen Spektrofotometri UV – VIS 1. Sumber radiasi Pengukuran menggunakan lampu arc deuterium. Dalam spektrofotometer yang diukur adalah intensitas radiasi yang dipancarkan oleh simber radiasi, maka emisinya harus tetap yang dapat diperoleh bila tegangan listrik yang digunakan tetap.
7 2. Monokromator Monokromator berfungsi menangkap radiasi monokromatis dari sumber radiasi polikromatis. Monokromator tersusun sebagai berikut : celah masuk – filter – kisi (grating difraksi) atau orisma – celah keluar. Pada spektrofotometer modern dipakai sistem monokromator ganda yaitu dua monokromator yang dipasang secara pararel yang terdiri dari pisma dan kisi, yang menghasilkan sinar monokromatis yang jauh lebih sempurna dibandingkan monokromator tunggal dan mengurangi pengaruh radiasi asing. 3. Sel atau kuvet Sel atau kuvet adalah wadah berbentuk kotak empat persegi panjang atau silinder untuk menyimpan larutan yang diukur. Kuvet harus transparan atau setidaknya dapat melewatkan 70% radiasi yang mengenainya serta tidak menyerap radiasi yang digunakan dalam pengukuran. Pada pengukuran ultraviolet biasanya digunakan kuvet silika dan ketebalannya bervariasi 1 – 10 cm. Kuvet yang biasa digunakan dalam pengukuran mempunyai tebal 1 cm dengan volume 4 ml. 4. Detektor Detektor berfungsi mengukur radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut. Radiasi yang ada diubah menjadi energi listrik oleh sel tabung foto, silikon fotodiodida. Pada sel tabung foto terdapat permukaan yang jika dikenai foton akan memancarkan elektron, kemudian elektron yang dipancarkan dikumpulkan pada lempeng positif yang menghasilkan arus listrik yang proporsional dengan intensitas radisi yang ditransmisikan sampel. 5. Rekorder Rekorder adalah piranti yang dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi pada kertas rekorder. Yang diukur pada spektrofotometer adalah transmitans yaitu ratio antara intensitas radiasi yang ditransmisikan sampel terhadap intensitas radiasi yang ditransmisikan sel yang berisi sel pelarut murni. Radiasi ini harus dikalibrasi agar memberikan harga transmitans atau absorbansinya yaitu log (1/T) secara langsung.