BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sistem Imun
Secara umum, pertahanan tubuh diperantarai oleh sistem imun bawaan dan sistem imun dapatan. Sistem imun bawaan merupakan sistem imun yang dibawa sejak lahir, sedangkan sistem imun dapatan adalah sistem imun yang didapat setelah lahir akibat terinduksi oleh infektor tertentu. Sistem imun bawaan berlaku sebagai pertahanan pertama terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Sistem imun dapatan akan bereaksi secara spesifik terhadap infektor penstimulasinya. Sistem imun dapatan juga akan mengingat infektor tersebut untuk mencegah terjadinya penyakit pada infeksi berikutnya (Roit, 1985). Respon yang diperantarai oleh sistem imun dapat berupa respon imun non spesifik dan respon imun spesifik. Respon imun non spesifik adalah respon terhadap suatu benda asing atau infektor tanpa perlu pengenalan terlebih dahulu, sedangkan respon imun spesifik bersifat spesifik terhadap infektor tertentu. Respon imun non spesifik diperantarai oleh adanya barier fisik, sel-sel fagosit, sel NK (Natural Killer Cells), interferon, komplemen, respon inflamasi, dan demam. Barier fisik melindungi tubuh dari masuknya infektor. Untuk menyebabkan infeksi, senyawa infektor atau patogen masuk ke jaringan dalam tubuh dan melewati sel-sel epitel tubuh terlebih dahulu. Sel epitel ini memberikan perlindungan yang efektif untuk jaringan di bawahnya. Sel epitel terdapat pada kulit, saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan saluran urinari. Jika infektor masuk ke dalam tubuh, infektor tersebut akan oleh sel-sel fagosit. Sel fagosit merupakan pertahanan pertama dari pertahanan selular dalam mengeliminasi infektor. Selsel fagosit akan menelan, menghancurkan, dan mengeliminasi infektor. Sel-sel fagosit terdiri dari mikrofag dan makrofag. Mikrofag merupakan neutrofil dan eosinofil yang berada dalam sirkulasi darah. Mikrofag dapat meninggalkan aliran darah dan memasuki jaringan periferal yang terinfeksi. Makrofag adalah sel fagositik yang berukuran besar. Makrofag menangani patogen dengan beberapa cara yaitu menelan patogen atau infektor lainnya, menghancurkannya dengan bantuan enzim lisosom, berikatan dengan patogen atau memindahkan patogen dari cairan interstisial dan menghancurkannya dengan bekerja sama
3
4 dengan sel-sel lain, atau mengeluarkan zat kimia yang toksik seperti Tumor Necrosis Factors (TNF), nitrit oksida, atau hidrogen peroksida. Makrofag dapat berupa makrofag
terfiksasi yaitu makrofag yang secara permanen terdapat dalam suatu jaringan atau organ, dan makrofag bebas yang bergerak ke jaringan-jaringan (Martini, 2001). Selain sel fagosit, sel lain yang berperan dalam respon imun non spesifik adalah sel NK (Natural Killer Cell). Sel NK adalah limfosit bergranul besar yang dapat mengenali dan menghancurkan sel-sel abnormal yang ada di jaringan perifer. Sel NK akan mengeluarkan protein toksik yang dikenal dengan perforin. Perforin yang dibebaskan oleh badan golgi sel NK akan membentuk pori-pori di dinding sel abnormal sehingga menyebabkan lisis sel. Mekanisme lisis sel dengan cara demikian disebut mekanisme Membran Attack Complex (MAC). Interferon merupakan protein yang dilepaskan oleh limfosit atau makrofag yang teraktivasi dan sel yang terinfeksi virus. Interferon menstimulasi aktivitas makrofag dan sel NK. Plasma darah mengandung 11 protein komplemen yang membentuk sistem komplemen. Efek aktivasi komplemen antara lain kerusakan membran sel target yang serupa dengan mekanisme MAC, stimulasi inflamasi dan meningkatnya aliran darah ke daerah inflamasi, tertariknya makrofag dan neutrofil ke daerah inflamasi, dan proses fagositosis oleh makrofag melalui proses opsonisasi yang lebih mudah terjadi (Martini, 2001). Respon imun spesifik dihasilkan dari aktivitas sel T dan sel B. Sel T berperan dalam imunitas selular yaitu pertahanan terhadap sel-sel abnormal dan infektor yang terdapat di dalam sel. Sel B lebih berperan dalam menghasilkan imunitas humoral (Roit, 1989). Sel T terdiri dari tiga tipe utama yaitu sel T sitotoksik, sel T helper, dan sel T supresor. Sel T sitotoksik bekerja dengan cara menghancurkan infektor secara fisik dan kimia. Sel T helper berperan dalam menstimulasi respon sel T dan sel B. Produksi antibodi oleh sel B
terjadi bila sel B teraktivasi oleh sel T helper. Sel T supresor bekerja menekan atau mengendalikan aktivitas sel T dan sel B agar tidak terjadi respon imun yang berlebihan (Martini, 2001). Sel B memproduksi antibodi yang akan berikatan dengan infektor yang menstimulasinya. Ada beberapa mekanisme dalam mengeliminasi infektor yang diperantarai oleh antibodi, yaitu : 1) Neutralisasi, antibodi mengikat sisi aktif toksin bakteri dan virus sehingga tidak
5 dapat menginfeksi jaringan tubuh; 2) Aglutinasi dan presipitasi, antibodi membentuk kompleks dengan infektor yang dapat berupa endapan atau agregat. Infektor yang larut akan berikatan dengan antibodinya yang bersifat presipitin membentuk endapan (presipitasi), sedangkan infektor pada permukaan virus atau sel lainnya akan bereaksi dengan antibodi spesifiknya membentuk agregat-agregat yang menumpuk (aglutinasi); 3) Aktivasi komplemen, ikatan antara infektor dan antibodi dapat mengaktivasi sistem komplemen untuk mengeliminasi infektor, 4) Khemotaktik sel fagositik, ikatan antigenantibodi menarik eosinofil, neutrofil, dan makrofag untuk mengeliminasi infektor; 5) Opsonisasi, antibodi menempel pada infektor sehingga lebih mudah dikenali oleh sel fagosit; 6) Stimulasi inflamasi, antibodi dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi melalui aktivasi basofil dan sel mast; 7) Pencegahan adhesi bakteri dan virus, antibodi terlarut pada saliva, mukus, dan lapisan epitel menyulitkan infektor masuk ke dalam tubuh (Martini, 2001).
1.2 Imunostimulan
Imunostimulan merupakan senyawa yang dapat meningkatkan respon imun tubuh. Jika dibandingkan dengan imunisasi, imunostimulan memiliki keunggulan tersendiri. Imunisasi hanya dapat meningkatkan respon imun spesifik sedangkan imunostimulan bekerja secara non spesifik dan dapat meningkatkan respon imun spesifik dan non spesifik. Imunostimulan dapat mempengaruhi sistem komplemen, granulosit, makrofag, limfosit T dan limfosit B (Wagner, 1989). Imunostimulan dapat mempengaruhi berbagai mekanisme efektor sistem imun, dan dapat diperoleh dari tanaman, hewan, mikroba, atau secara sintetik, dan senyawa yang berkhasiat imunostimulan dapat berupa senyawa berbobot molekul rendah atau tinggi (Wagner and Jurcic, 1992). Beberapa senyawa dari golongan alkaloid, terpenoid, kuinon, dan fenolik yang memiliki bobot molekul kecil telah diketahui dapat bertindak sebagai imunostimulan. Senyawa yang tergolong berbobot molekul besar yang telah dilaporkan memiliki efek imunostimulasi adalah beberapa senyawa dari golongan protein, glikoprotein, dan polisakarida (Wagner, 1989).
1.3 Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi utama penyebab kematian di dunia. Dalam dekade terakhir ini, diperkirakan 30 juta orang meninggal karena tuberkulosis.
6 Diperkirakan 10% kasus tuberkulosis terjadi di Indonesia, hal ini menjadikan Indonesia menempati tempat ketiga dalam penyebaran penyakit tuberkulosis setelah India dan China. Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi patogen tunggal yaitu Mycobacterium tuberculosis (MTB).
Tidak
semua
penduduk
yang
terinfeksi
Mycobacterium
tuberculosis
memperlihatkan adanya gejala klinis. Hanya sekitar 10% dari penduduk yang telah terinfeksi yang memperlihatkan gejala klinis. Hal ini terjadi karena adanya fase dorman dari Mycobacterium tuberculosis. Gejala klinis yang terlihat pada penyakit ini antara lain batuk terus menerus dan berdahak selama lebih dari 2 minggu, dahak bercampur dengan darah, sesak nafas, nyeri pada bagian dada, menurunnya nafsu makan, dan menurunnya berat badan secara signifikan. Penyakit tuberkulosis sulit disembuhkan karena cepatnya resistensi bakteri Mycobacterium tuberculosis terhadap beberapa obat antituberkulosis yang ada saat ini. Sebenarnya, tubuh sudah memiliki mekanisme yang efektif untuk mengeliminasi MTB ini, yaitu melalui mekanisme imunologi. Dalam tubuh inang, sistem imun bawaan dan dapatan
berperan
dalam
mekanisme
eliminasi
Mycobacterium
tuberculosis.
Mycobacterium tuberculosis tinggal di dalam makrofag tubuh manusia. Eliminasi Mycobacterium tuberculosis diperantarai oleh imunitas selular dan sangat tergantung pada
interaksi makrofag yang terinfeksi dengan sel limfosit T. Sel T yang teraktivasi membunuh sel target dengan mekanisme apoptosis dan memicu proses Membrane Attack Complex (MAC). Sel T juga memproduksi sitokin seperti INF-γ, setelah stimulasi oleh antigen Mycobacterium tuberculosis. Makrofag berperan penting dalam perkembangan dan
manifestasi respon selular dengan menghancurkan secara langsung bahan asing melalui mekanisme sitotoksik dan pelepasan sitokin yang dapat membunuh bakteri. Selama respon imun, makrofag teraktivasi juga memfasilitasi aktivasi sel Th.
1.4 Tumbuhan Uji
Tumbuhan uji yang digunakan adalah herba pegagan (Centella asiatica Urb) dan daun beluntas (Pluchea indica Less). Di Indonesia tumbuhan pegagan dikenal dengan nama pegaga (Ujung Pandang); antanan gede, antanan rambat (Sunda), dau tungke (Bugis); pegagan, gagan-gagan, rendeng, kerok batok (Jawa); kos tekosan ( Madura), kori-kori (Halmahera), dan di perdagangan dikenal dengan nama pegagan (Depkes RI, 1989).
7 Dalam sistematika botani, tumbuhan pegagan termasuk divisi Magnoliophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, bangsa Apiales, suku Apiaceae, marga Centella dan jenis Centella asiatica Urb. Tumbuhan pegagan merupakan terna liar dan berasal dari Asia. Pegagan tumbuh di tanah yang agak lembab dan cukup mendapat sinar matahari, seperti di padang rumput, pinggir selokan, sawah, dan sebagainya. Kadang-kadang pegagan di tanam sebagai penutup tanah di perkebunan dan sebagai tanaman sayuran. Pegagan merupakan terna menahun tanpa batang, tetapi dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang 1080 cm. Pegagan bercabang banyak dan setiap cabang tumbuh membentuk tumbuhan baru. Pegagan memiliki daun tunggal dan bertangkai dengan panjang sekitar 5-15 cm yang berbentuk ginjal. Tepi daun pegagan bergerigi dan tersusun dalam roset yang terdiri atas 210 helai daun, dan kadang-kadang agak berambut. Bunga tumbuhan pegagan berwarna putih atau merah muda, dan tersusun dalam karangan berupa payung. Tangkai bunga pegagan berukuran 5-50 mm. Pegagan memiliki buah kecil yang bergantung dan berbentuk lonjong dan pipih dengan panjang 2-2,5 mm, berbau wangi dan rasanya pahit. Kandungan kimia pegagan antara lain antara lain asiatikosida, tankunisida, isotankunisida, madekasosida, brahmosida, brahminosida, asam brahmat, asam madasiatik, meso-inositol, sentelosa, karotenoid, mineral seperti kalium, natrium, magnesium, kalsium, besi, velarin, dan tanin. Pegagan berkhasiat sebagai sedatif dan menigkatkan kecerdasan (Gupta, 2001), serta antibakteri (Cowan, 1999). Di beberapa daerah di Indonesia tumbuhan beluntas dikenal dengan nama luntas (Jawa), baluntas (Madura); baluntas, baruntas (Sunda), lamutasa (Makasar); beluntas (Sumatra), lenaboui (Timor), dan di perdagangan dikenal dengan nama beluntas (Depkes RI, 1989). Menurut sistematika botani, tumbuhan beluntas termasuk divisi Magnoliophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Magnoliopsida, bangsa Asterales, suku Asteraceae, marga Pluchea, jenis Pluchea indica Less. Beluntas merupakan semak atau setengah semak dengan tinggi sampai 2 m atau lebih. Beluntas memiliki percabangan banyak. Beluntas tumbuh liar di tanah tandus dan jelek, dan dapat ditanam sebagai pagar. Daun beluntas bertangkai pendek, letaknya berseling, berbentuk bulat telur, berujung bundar melancip, bergerigi dan berwarna hijau terang.
8 Bunga beluntas berbentuk bunga bonggol dan berwarna ungu. Buah beluntas agak berbentuk gasing dan berwarna coklat dengan sudut putih. Beluntas memiliki senyawa kimia golongan alkaloid, minyak atsiri, polifenol, dan flavonoid.
Beluntas
telah
diketahui
berkhasiat
antiinflamasi
(Chauduri,
2002).