3 BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini dibahas mengenai validasi metode analisis beserta karakteristiknya, metode analisis komparatif atau instrumental, kromatografi cari kinerja tinggi sebagai objek dari tugas akhir ini dan Microsoft Visual Basic 6.0 sebagai media dalam pembuatan perangkat lunak SVMAK
1.1
Validasi Metode Analisis
Validasi Metode Analisis merupakan suatu proses penilaian terhadap parameter analitik tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan bahwa parameter tersebut memenuhi syarat untuk tujuan penggunaannya. Validasi metode analisis ini bertujuan untuk mendapatkan suatu hasil analisis yang absah atau valid, dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hasil analisis ini dapat menunjukkan kesesuaian dengan tujuan pengujian. Proses validasi metode analisis ini dilakukan sekurang-kurangnnya empat tahapan utama yaitu : Validasi perangkat lunak, validasi perangkat keras, validasi metode dan kesesuaian sistem. Proses diawali dengan menggunakan perangkat lunak yang telah divalidasi dan sistem yang telah dikualifikasi. Validasi metode dilakukan dengan menggunakan sistem yang telah dikualifikasi dan pengujian kesesuaian sistem. Masing-masing tahap tersebut sangat menentukan bagi keberhasilan proses validasi (Swartz, 1978).
(1) Perangkat Keras
(4) Validasi Metode
VALIDASI
(2) Perangkat Lunak
(3) Kesesuaian Sistem
Gambar 1.1 Proses Validasi Menurut farmakope, validasi metode analisis mensyaratkan bahwa metode pengujian yang digunakan untuk menetapkan kualitas produk farmasi dan kesesuaiannya terhadap persyaratan spesifikasi harus sudah dibuktikan kesesuaiannya dengan kecermatan baku dan reliabilitas yang telah ditetapkan.
4 Tahapan validasi metode analisis dilakukan dalam dua bagian besar yaitu : 1. Tahap persiapan i)
Kalibrasi instrumen dan alat-alat gelas yang digunakan dalam proses validasi
ii)
Penyiapan bahan acuan baku dan matriks sediaan (plasebo)
iii)
Uji kesesuaian sistem untuk metode kromatografi
2. Tahap validasi i)
Spesifisitas
ii)
Linieritas dan rentang
iii)
Batas deteksi
iv)
Batas kuantisasi
v)
Akurasi
vi)
Presisi
Untuk setiap metode analisis, tahap-tahap validasi metode analisis yang dilakukan bisa berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dari metode analisis tersebut. USP XXIV menerangkan bahwa setiap metode analisis memerlukan beberapa persyaratan validasi yang harus dipenuhi agar suatu metode analisis absah dan dapat dipertanggungjawabkan. Adapun persyaratan validasi untuk masing-masing jenis metode analisis dilampirkan pada Lampiran A, Tabel 1.1
1.1.1
Spesifisitas
Spesifisitas merupakan kemampuan untuk menguji secara akurat dan spesifik suatu analit dengan adanya komponen lain dalam matriks sampel seperti adanya pengotor, hasil degradasi dan komponen matriks. Spesifisitas atau selektifitas ini juga merupakan kemampuan metode analisis untuk memberikan signal analit pada campuran analit dalam sampel tanpa adanya interaksi antar analit. Metode selektif dapat dinyatakan sebagai suatu seri metode spesifik (Ibrahim, 2007). Adapun pengujian yang dilakukan untuk penetapan spesifisitas ini adalah sebagai berikut : i)
Untuk identifikasi Metode harus mampu menyeleksi senyawa-senyawa yang ada didalam sampel yang berkaitan dengan struktur molekulnya. Dapat dibuktikan dengan hasil positif atau dibandingkan dengan bahan acuan standar yang diketahui dari sampel yang
5 mengandung analit dan digabungkan dengan hasil negatif dari sampel yang tidak mengandung analit. ii)
Untuk penetapan cemaran Dilakukan dengan menguji sampel yang ditambahkan sejumlah tertentu cemaran atau hasil urai dan terlihat dengan nyata cemaran itu dapat ditetapkan secara akurat dan presisi yang memadai.
iii)
Untuk penetapan kadar Dinyatakan dengan jelas bahwa prosedur tidak dipengaruhi oleh adanya cemaran atau matriks. Dalam praktek dapat dilakukan dengan cara menguji sampel yang ditambahkan sejumlah tertentu cemaran atau matrik dan terlihat nyata bahwa prosedur tidak dipengaruhi oleh komponen asing tersebut (USP Convention, 1999).
1.1.2
Linieritas
Linieritas merupakan kemampuan metode analisis untuk memnunjukan respon/hasil uji secara langsung atau melalui transformasi matematika yang jelas, proporsional (sepadan) terhadap konsentrasi analit dalam sampel dan dalam rentang konsentrasi yang digunakan. Adapun cara penetapan linieritas ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu : i)
Menyiapkan larutan analit sebanyak minimal 6 konsentrasi dengan rentang konsentrasi 20 – 120 % dari konsentrasi aktual.
ii)
Mengukur respon instrumen keenam larutan tersebut, masing masing paling sedikit tiga kali pengukuran.
iii)
Membuat kurva antara respon instrumen terhadap konsentrasi analit dan menghitung persamaan matematika yang memadai (persamaan garis regresi linier atau regresi kuadrat).
iv)
Menghitung derajat linieritas melalui parameter-parameter antara lain, yaitu koefisien korelasi, koefisien variasi regresi, nilai gawat t dan % y-intercept (Ibrahim, 2007).
Respon Instrumen
6
0
1
2
3
4
5
6
Konsentrasi analit
Gambar 1.2 Kurva kalibrasi antara konsentrasi dengan respon instrumen Untuk linieritas ini dibuat persamaan garis regresi linier dengan persamaan sebagai berikut
Y = bX + a …………….…………………………. 1) Dengan Y adalah respon instrumen, b adalah kemiringan garis regresi, x adalah konsentrasi analit, dan a adalah intersept atau perpotongan garis dengan sumbu Y. Untuk b atau kemiringan garis regresi linier dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut : b=
∑ (x − x )(y − y ) ……………………………………2) ∑ (x − x ) i
i
2
i
atau dengan persamaan :
b= Untuk a
∑ xy − (∑ x∑ y n) …………………………………..3) ∑ x − [(∑ x ) n] 2
2
yaitu intersept atau perpotongan terhadap sumbu Y dapat dihitung dengan
persamaan :
a = Y − b X ………………………………………..4) Koefisien korelasi merupakan ketergantungan faktor sumbu X terhadap sumbu Y. koefisien korelasi ini dinyatakan dengan dengan koefisien (r) dan merentang dari -1 sampai +1. Koefisien 1, dengan tanda + atau - , menunjukkan korelasi sempurna antara dua peubah. Sebaliknya, koefisien nol menunjukkan tidak adanya korelasi sama sekali (Schelfler, 1978) . Koefisien korelasi ini dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
r=
∑ xy − ∑ X ∑ y n (∑ x − (∑ x) n)(∑ y − (∑ y ) 2
2
2
2
n
)
……………………………5)
7 Koefisien Variansi regresi (Vx0) merupakan koefisien yang menentukan nilai linieritas suatu persamaan (Ibrahim, 2007). Koefsien ini dapat dinyatakan dengan persamaan :
Vx0 =
Sy / x .100% ……………………………………6) bX
Dengan b adalah kemiringan garis regresi linier, X adalah rata-rata dari sumbu X atau
konsentrasi, dan Sy/x adalah simpangan baku regresi linier yang dapat dinyatakan dengan persamaan : Sy / x =
∑ (y − y )
2
i
n−2
…………………………………….7)
atau dengan persamaan : Sy / x =
(∑ y
2
)
− (∑ y ) n − b(∑ xy − ∑ x ∑ y n ) 2
n−2
…………………8)
Nilai gawat t merupakan nilai yang menentukan tingkat korelasi antara sumbu X dan sumbu Y, apakah terdapat hubungan yang signifikan atau tidak (Schelfler, 1978). Nilai gawat t ini dapat dinyatakan dalam persamaan : t N −2 =
r n−2 1− r2
……………………………………….9)
dengan r adalah koefisien korelasi dari garis regresi, dan n adalah jumlah pengukuran yang dilakukan dalam penetapan Kriteria Linieritas dan rentang yang dapat diterima dalam berbagai metode analisis dilampirkan pada Lampiran A, tabel 1.2
1.1.3
Rentang Konsentrasi
Rentang konsentrasi adalah interval atau batas antara batas terendah dan batas tertinggi konsentrasi analit yang telah terbukti dapat dibuktikan dengan metode analisis dengan hasil presisi, akurasi, dan linieritas yang dapat diterima. Rentang metode diuji dengan melakukan verifikasi yang menghasilkan data yang memperlihatkan presisi, akurasi dan linieritas yang dapat diterima, baik pada konsentrasi terendah dan tertinggi maupun pada konsentrasi lain dalam rentang sesuai dengan tujuan metode analisis (Ibrahim, 2007).
8 1.1.4
Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas Deteksi merupakan konsentrasi terendah analit dalam sampel yang masih dapat terdeteksi, tetapi tidak perlu ditetapkan secara kuantitatif dalam kondisi percobaan yang telah dinyatakan. Pada metode instrumen, batas deteksi ini dinyatakan sebagai konsentrasi analit pada saat ratio signal-noise 3 : 1 ( S/N = 3) atau mengukur besarnya respon instrumen dari larutan blangko dan menghitung simpangan bakunya (Ibrahim, 2007). Batas deteksi ini dapat dihitung melalui persamaan, yaitu : BD =
3,3SD ……………………………………….10) b
dengan SD adalah simpangan baku blanko, dan b adalah kemiringan garis regresi. Batas Kuantitasi merupakan konsentrasi terendah analit didalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima dalam kondisi percobaan yang ditetapkan. Pada metode instrumen, batas kuantitasi ini dapat dinyatakan dengan mengukur besarnya respon latar belakang analisis dengan cara menganalisis sejumlah larutan blanko sampel dan menghitung simpangan bakunya. Simpangan baku dikalikan dengan faktor (10/b) merupakan batas kuantitasi (Ibrahim, 2007). Batas kuantitasi ini dinyatakan dalam persamaan : BD =
10 SD …………………………………………..11) b
dengan SD adalah simpangan baku blanko, dan b adalah kemiringan garis regresi. SD dapat dihitung dengan cara menghitung simpangan baku blanko, simpangan baku residual garis regresi (Sy/x), dan simpangan baku perpotongan garis dengan sumbu Y (Sa). Dengan Sa dapat dinyatakan dengan persamaan :
∑x n.∑ (x − x ) 2
Sa = Sy / x ×
i
2
…………………………………..12)
i
1.1.5
Akurasi (Kecermatan)
Akurasi adalah tingkat kedekatan hasil pengujian dengan metode yang sedang divalidasi dengan nilai yang sebenarnya atau nilai yang dinyatakan benar (Ibrahim, 2007). Akurasi ini ditentukan dengan empat cara sebagai persen perolehan kembali (% recovery). i)
analisis kadar analit dengan metode yang divalidasi terhadap sampel yang telah diketahui kadarnya.
9 ii)
Analisis kadar analit yang ditambahkan kedalam matriks sampel yang dianalisis (spiked method). Yang dapat dinyatakan dalam persamaan : % Recovery = (Ch – Cb)/Cs x 100 % …………………………13) Dengan Ch adalah kadar analit yang diihitung dari metode yang divalidasi, Cb adalah kadar tanpa analit (blangko), dan Cs adalah kadar analit teoritis
iii)
Jika matriks dan eksipien tidak tersedia , maka akurasi dinyatakan dengan persen perolehan kembali kadar analit yang ditambahkan pada produk jadi yang sudah mengandung analit (Standar addition method)
iv)
Membandingkan hasil analisis analit dengan metode yang divalidasi terhadap hasil dengan metode baku (Cara grafik).
Adapun kriteria penerimaan akurasi yang baik dilampirkan dalam Lampiran A, tabel 1.3
1.1.6
Presisi (keseksamaan)
Presisi atau keseksamaan adalah tingkat kesesuaian diantara hasil analisis individual jika prosedur dilakukan berulang kali terhadap sampel ganda atau beberapa sampel yang homogen. Presisi metode analisis ini dinyatakan sebagai simpangan baku relatif (SBR) atau Koefisien Variasi (KV). Adapun ukuran presisi metode analisis ini adalah mengetahui kesalahan karena sistem, tidak tergantung pada penyiapan sampel (Repeatabilitas Sistem) dan ukuran dari variabilitas intrinsik termasuk kesalahan karena penyiapan sampel (Repeatabilitas Metode) (Ibrahim, 2007). Presisi metode dinyatakan dengan tiga jenis penetapan yaitu repeatabilitas (keterulangan), presisi antara dan reproduksibilitas i)
Repeatabilitas (keterulangan) merupakan kemampuan metode untuk memberikan hasil analisis yang sama untuk beberapa sampel yang kadarnya sama.
ii)
Presisi (Ruggedness) antara adalah pengukuran kinerja metode dimana sampelsampel diuji dan dibandingkan menggunakan tenaga analis berbeda, peralatan berbeda atau hari berbeda (interday presicion). Presisi antara ini tidak perlu dilakukan jika kajian reproduksibilitas telah dilakukan.
iii)
Reproduksibilitas (ketertiruan) merupakan presisi yang terakhir dan tuntas. Diuji dengan cara menyiapkan sampel yang homogen dan stabil, lalu diuji oleh beberapa laboratorium (studi kolaboratif). Hal ini akan memperlihatkan adanya galat acak yang disebabkan oleh sampel dan laboratorium, serta adanya galat sistemik yang belum tuntas dikoreksi
10 Penentuan presisi atau keseksamaan validasi metode analisis ini ditentukan dengan nilai simpangan baku relatif (SBR) atau Relatif Standard Deviation (RSD) yang dapat dihitung dengan persamaan :
RSD =
SD × 100% ………………………………….14) x
dengan SD adalah simpangan baku yang dirumuskan dengan persamaan : SD =
∑ (x
i
− x) 2
n −1
……………………………………..15)
dan x adalah rata-rata dari jumlah data terhadap n pengukuran Adapun kriteria penerimaan presisi yang baik dilampirkan pada Lampiran A, Tabel 1.4 Kriteria penerimaan presisi juga dapat dinyatakan dengan menggunakan kurva terompet Horwitz, dengan simpangan baku relatif yang akan meningkat dengan menurunnya konsentrasi analit, dan menghasilkan suatu persamaan untuk simpangan baku relatif yaitu : RSD = ± 2(1-0,5 log C) ......................................................16) Dengan C adalah konsentrasi yang dinyatakan dalam fraksi desimal (Ibrahim, 2007).
1.1.7
Robustness (ketegaran)
Robustness merupakan ukuran kemampuan metode untuk tak terpengaruh dan bertahan terhadap pengaruh kecil. Tapi dilakukan dengan sengaja dengan membuat variasi dalam faktor metode yang memberikan indikasi realibilitas metode normal pada pengujian. Contoh perubahan atau variasi parameter metode analisis adalah stabilitas larutan contoh dan waktu ekstraksi contoh. Bila pengukuran peka terhadap variasi kondisi analisis maka kondisi tersebut harus dikendalikan atau harus berhati-hati terhadap kondisi tersebut. Kesesuaian sistem harus ditetapkan pada evaluasi robustness untuk menjamin keabsahan metode analisis tetap terpelihara ketika digunakan (Ibrahim, 2007).
1.2
Metode Analisis Komparatif
Metode analisis komparatif merupakan suatu metode analisis yang digunakan untuk memperoleh informasi kuantitatif mengenai spesimen atau sampel. Adalah suatu metode yang memerlukan kalibrasi terhadap baku yang diketahui komposisi dan kadarnya untuk memperoleh hasil kuantitatif yang lebih cermat. Pada umumnya metode analisis
11 komparatif meliputi teknik fisika dan instrumentasi dimana sifat utama analit (padat atau larutan) dapat diukur. Dalam semua metode analisis komparatif terdapat hubungan matematika yang menyatakan parameter fisika yang diukur sebagai fungsi dari konsentrasi analit. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan untuk membangun persamaan matematika yang menggambarkan hubungan antara respon instrumen yang mengukur sifat alami respon dengan konsentrasi analit (C) atau secara linier Respon(R) berkaitan dengan Konsentrasi(C). R = b.C …………………………………………17) Atau R = b Log C ……………………………………….18) Dengan b adalah tetapan proporsionalitas dan harus diukur, R adalah Respon instrumen dan C adalah Konsentrasi analit, sebelumnya parameter R dapat dikonversi kedalam konsentrasi (C) . Cara untuk menentukan nilai b ini disebut dengan kalibrasi (Ibrahim, 2007). Kurva kalibrasi yang digunakan untuk melihat hubungan linier antara respon instrumen dan konsentrasi analit serta untuk menentukan nilai proporsionalitas b dapat dibuat dengan berdasarkan beberapa metode baku, dimana baku ini merupakan suatu senyawa atau pereaksi yang diketahui konsentrasinya dan ditambahkan kedalam proses. Adapun metode baku yang digunakan dalam menentukan kurva kalibrasi ini adalah metode baku luar, metode baku dalam dan metode baku tinambah (Ibrahim, 2007).
1.2.1
Metode Baku Luar (External Standard Method)
Metode baku luar ini merupakan metode dengan membuat serangkaian larutan sampel yang diketahui kadarnya , kemudian diukur dengan instrumen dibawah kondisi yang sama dengan yang dipakai untuk sampel uji. Kemudian dibuat kurva kalibrasi antara respon instrumen dan konsentrasi analit, dan kadar analit dari sampel uji dapat dihitung melalui interpolasi terhadap persamaan garis yang diperoleh
1.2.2
Metode Baku Dalam (Internal Standard Method)
Metode baku dalam ini merupakan Metode analisis dengan membandingkan respon instrumen yang diberikan senyawa lain yang tidak bereaksi dengan sampel uji serta diketahui kadarnya, yang ditambahkan kedalam sampel kalibrasi dan sampel uji.
12 Metode baku dalam ini dilakukan apabila beberapa prosedur analisis yang dilakukan tidak dapat memberikan garansi kecermatan kuantitas untuk kalibrasi maupun untuk uji, sehingga metode baku dalam ini digunakan untuk mengurangi galat analisis yang dapat terjadi baik sebelum maupun selama pengukuran. Senyawa baku dalam adalah senyawa yang tidak atau bukan komponen dari sampel yang diuji dan terukur secara terpisah dari analit, biasanya dipilih senyawa yang homolog dengan analit, mempunyai sifat fisika dan kimia yang mirip dan terpisah dengan baik dari analit dibawah kondisi percobaan, tidak bereaksi secara kimia dengan analit
atau
komponen lain dalam sampel dan tidak mengganggu analisis, serta baku dalam yang dipilih harus bercampur dengan sempurna dengan pelarut ketika analisis dilakukan. Metode baku dalam ini digunakan untuk meningkatkan kecermatan dan keseksamaan hasil analisis, dimana metode instrumen biasa yang menggunakan metoe kalibrasi memberikan kecermatan ± 1 – 2 %, sedangkan dengan metode baku dalam kecermatan meningkat 0,5 % dari nilai benar (Ibrahim, 2007).
1.2.3
Metode Baku Tinambah (Addition Sstandard Method)
metode analisis yang dilakukan dengan menambahkan senyawa yang sama dengan sampel uji, yang biasa digunakan karena kadar dan tingkat keterukuran sampel uji yang kecil, serta matriks sampel yang berpengaruh selama pengukuran
1.3
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi
Kromatografi merupakan teknik pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu sampel yang dibawa oleh fase gerak melewati fase diam yang dapat berbentuk padat atau cairan. Distribusi komponen sampel, terjadi diantara fase gerak dan fase diam. Komponen yang afinitasnya tinggi terhadap fase diam akan tertahan lebih lama. Pemisahan komponen dalam sampel tersebut didasarkan pada perbedaan mobilitas karena perbedaan adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul komponen atau muatan ion (Snyder, 1997).
1.3.1
Uji Kesesuaian Sistem
Sistem kromatografi terutama kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) harus diuji terlebih dahulu sebelum digunakan untuk analisis, melalui uji kesesuaian sistem agar dapat mendapatkan keyakinan tentang keefektifan sistem kromatografi sehingga data analisis
13 yang dihasilkan cukup handal untuk dipakai dalam menyimpulkan suatu hasil pengujian. Hal ini karena banyak faktor yang dapat memberikan perbedaan hasil uji seperti kolom yang walaupun jenisnya sama, umur kolom, komposisi dan pH fase gerak (Snyder, 1997). Parameter uji kesesuaian sistem dapat digunakan sebagai petunjuk mendesain pengoperasian kromatografi ini, meliputi : i)
Keberulangan penyuntikan Keberulangan penyuntikan ditetapkan dengan penyuntikan berulang larutan analit dan dinyatakan dalam simpangan baku relatif (SBR) yang dapat dihitung dari persamaan berikut : SBR (%) =
100.
∑ (x
i
− x) 2 /( n − 1) x
............................19)
x dan adalah nilai rata-rata dari n pengukuran dan nilai hasil pengukuran individual. Bila digunakan baku dalam, maka nilai xi = rs/ri. Nilai rs dan ri adalah luas kromatogram baku pembanding dan baku dalam. Bila figunakan baku luar, maka nilai xi adalah rs (luas kromatogram baku pembanding). Nilai RSD yang dapat diterima adalah tidak lebih dari 1,0 % untuk bahan baku obat, tidak lebih dari 2,0 % untuk sediaan obat dan tidak lebih dari 5 % untuk cemaran atau hasil degradasi (USP Convention, 1999). ii)
Daya pemisahan (resolusi) Daya pemisahan adalah ukuran daya pisah dua kromatogram yang terelusi berdekatan dari dua komponen yang terdapat dalam larutan yang harus terpisahkan sehingga dapat digunakan untuk analisis kuantitatif secara akurat. Daya pemisahan (Rs) antara dua kromatogram dapat dihitung dengan persamaan berikut : Rs = 2 ( tR2 – tR1) / (w1 + w2) ………………………….20) tR2 dan tR1 adalah waktu retensi kromatogram pertama dan kedua, sedangkan w1 dan w2 adalah lebar kromatogram pertama dan kedua yang diukur dengan cara ekstrapolasi sisi puncak yang relatif lurus terhadap garis alas kromatogram. Nilai Rs yang lebih besar dari 1,5 menunjukkan pemisahan yang baik (Snyder, 1997).
iii)
Efisiensi kolom Efisiensi kolom didefinisikan sebagai jumlah lempeng teoritis per meter (N) yang merupakan ukuran ketajaman kromatogram. Kinerja kolom yang berubah ditunjukkan dari lebar kromatogram yang berbeda pada analisis berulang sehingga
14 memberikan nilai efisiensi kolom yang berbeda (Johnson, 1991). Efisiensi kolom (N) dapat dihitung dengan persamaan berikut : N = 16 ( tR / w )2 = L / HETP ........................................21) tR, w dan L ada waktu retensi, lebar kromatogram dan panjang kolom. Efisiensi kolom dapat juga dinyatakan dengan HETP ( Height Equivalent of a Theoritical Plate) atay tinggi lempeng teoritis setara. Faktor yang mempengaruhi nilai N atau HETP adalah letak kromatogram, ukuran partikel kolom, laju alir fase gerak, suhu kolom, viskositas fase gerak dan berat molekul analit dalam sampel. Jumlah lempeng teoritis yang lebih besar dari 10000/m dianggap cukup memadai untuk analisis iv)
Faktor ikutan (kesimetrisan) Faktor ikutan (Tf ) merupakan ukuran kesimetrisan suatu kromatogram dan dapat dihitung dengan persamaan berikut : Tf = W0,05 / 2 f ........................................................22) W0,05 adalah lebar kromatogram pada 5 % tinggi sedangakan f adalah jarak maksimum kromatogram sampai tepi kromatogram, diukur pada titik dengan ketinggian 5 % dari tinggi kromatogram terhadap garis alas kromatogram. Nilai Tf bertambah jika kromatogram makin terlihat berekor. Kecermatan kromatogram berkurang apabila faktor ikutan bertambah karena recorder / pencatat sukar menentukan dimana dan kapan kromatogram berakhir sehingga mempengaruhi perhitungan luas kromatogram (Johnson, 1991). Nilai Tf lebih kecil dari 2,0 yang masih dapat diterima
v)
Faktor kapasitas (k’) Faktor kapasitas menyatakan kemampuan senyawa tertentu berinteraksi dengan sistem kromatografi dan menentukan retensi dari senyawa terlarut. Faktor ini merupakan perbandingan waktu atau jumlah senyawa dalam fase diam dan dalam fase gerak (Snyder, 1997). Faktor kapasistas (k’) dapat dihitung dengan persamaan berikut : k’ = (tR / tN) – 1 = (tR – tn) / tn .......................................23) tn adalah waktu retensi senyawa yang tidak diretensi oleh kolom dan tR adalah waktu retensi senyawa tersebut. Jika k’ kurang dari satu, maka elusinya sangat cepat sehingga senyawa sedikit diretensi oleh kolom dan kromatogram senyawa terelusi dekat dengan kromatogram senyawa yang tidak diretensi, menunjukkan
15 pemisahan yang buruk. Jika nilai k’ sangat besar ( antara 20 – 30), waktu elusinya sangat lama sehingga tidak berguna untuk analisis. Nilai k’ harus diantara 1 – 10. vi)
Faktor selektivitas (α) Faktor selektivitas (α) suatu kolom dapat dihitung dengan persamaan berikut : α = K2 / K1 = k’2 / k’1 = (tR2 – tn) / (tR1 – tn) …………………..24) K2 dan K1 adalah koefisien partisi dari senyawa kedua yang lebih kuat diretensi oleh kolom. Nilai k’2, k’1 dan tR2, tR1 adalah faktor kapasitas dan waktu retensi senyawa kedua dan pertama sedangkan tn adalah waktu retensi senyawa yang tidak diretensi oleh kolom. Faktor selektivitas ini dapat dinyatakan sebagai retensi selektif yang merupakan ukuran rellatif dari dua kromatogram (Rr). Waktu retensi relatif (Rr) dinyatakan sebagai perbandingan waktu retensi senyawa kedua dan pertama (USP Convention, 1999)
1.4
Microsoft Visual Basic 6.0
Perangkat lunak Microsoft Visual Basic 6.0 adalah Perangkat lunak yang digunakan untuk membuat aplikasi berbasis objek, perangkat lunak merupakan pengembangan program yang berbasis bahasa Basic yang memungkinkan penggunanya untuk membuat aplikasi secara lebih mudah dan praktis (Novian, 2004). Microsoft Visual Basic 6.0 merupakan bahasa pemograman Basic yang memberikan sistem pengembangan aplikasi Windows. Microsoft Visual Basic 6.0 ini memiliki fitur-fitur pendukung terutama dalam bidang database dan internet area diantaranya adalah fitur ADO, DHTML applications, dan WebClasses 1.4.1
Microsoft Access
Microsoft Access adalah salah satu RDBMS yang tersedia di pasaran, yang dikembangkan oleh Microsoft. Kebanyakan aplikasi basis data terdiri dari bagian back-end dan front-end. Bagian back-end dari aplikasi adalah yang menangani penyimpanan dan pengambilan data. Sementara front-end menyediakan antarmuka pengguna atau suatu cara yang membuat pengguna dapat berinteraksi dengan data pada back-end. Pengguna dari aplikasi seperti itu biasanya hanya berinteraksi melalui front-end. Bagian ini biasanya terdiri dari “form-form” yang menampilkan data dengan cara yang menarik dan mudah digunakan.Form-form inilah yang digunakan untuk menambah, memodifikasi atau secara umum memanipulasi data dalam tabel-tabel (Aptech, 2002).
16 Microsoft Access bertindak sebagai back-end dengan menyediakan tabel-tabel dimana data dapat disimpan. Sementara perangkat lunak yang dibangun bertindak sebagai front-end yang akan menjadi antarmuka pengguna.
1.4.2
Teknologi Akses Data OLEDB dan ADO
Secara tradisional, sebuah aplikasi basis data dikembangkan dengan acuan suatu jenis basis data. Perubahan dari suatu DBMS ke DBMS lain berarti penulisan ulang aplikasi untuk menangani data dalam format baru. Artinya banyak waktu dan usaha yang dihabiskan dalam membuat ulang aplikasi setiap ingin dilakukan penggantian basis data. Namun dimungkinkan untuk membangun aplikasi yang dapat berkomunikasi dengan beragam basis data jika dipisahkan komunikasi terhadap basis data yang sebenarnya dengan aplikasi. Ini dapat dicapai jika aplikasi selalu memberikan perintah dalam cara tertentu. Perintah ini kemudian “diterjemahkan” sehingga dapat dimengerti oleh DBMS. Dengan menggunakan berbagai “penerjemah” sebagai perantara aplikasi dengan DBMS, dapat dilakukan komunikasi dengan basis data yang dibuat dengan DBMS yang berbeda (Aptech, 2002).