BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hasil riset yang dilakukan oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil bahwa Partai Demokrat, mengalami penurunan tingkat elektabilitas dengan angka persentase 8,3 persen. Hal itu langsung mendapat respon dari para petinggi partai tersebut, karena tingkat elektabilitas Demokrat sebelumnya mencapai angka lebih besar dari 20 persen. Dalam artikel di Kompas.com oleh Aditya Revianur (2013), memaparkan penjelasan Direktur Riset SMRC, Jayadi Hanan, bahwa penurunan tingkat elektabilitas itu terjadi karena masalah ketidakpercayaan pada partai tersebut. Ketidakpercayaan tersebut terjadi lantaran masyarakat mempersepsikan Demokrat sebagai partai terkorup. Sejumlah kader-kader Demokrat, terutama yang menjadi aktor dalam iklan Demokrat, antara lain Angelina Sondakh dan Andi Alfian Mallarangeng menjadi tersangka dalam kasus korupsi, sehingga masyarakat kehilangan kepercayaan pada partai tersebut. Faktor lain yang menjadi penyebab menurunnya elektabilitas Demokrat merupakan imbas dari seringnya nama Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum disebut-sebut oleh Muhammad Nazaruddin, sebagai tersangka penerima gratifikasi terkait proyek Hambalang. Selain itu, riset SMRC menyimpulkan dengan penurunan tingkat elektabilitas yang demikian, Demokrat 1
memiliki kemungkinan tidak lolos ambang batas perolehan suara parlemen atau Electoral Threshold (ET). Hal tersebut menyebabkan Demokrat dilanda masalah. Akibatnya, beberapa petinggi partai merasa kepemimpinan Anas tidak berjalan baik. Sejumlah Anggota Dewan Pembina Demokrat, dalam artikel di Detik.com oleh Elvan (2013) seperti Syarief Hasan dan Jero Wacik, meminta agar Ketua Dewan Pembina Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk turun gunung dan mengambil alih, demi menyelamatkan Demokrat yang sedang terpuruk. Ketika masalah yang menimpa Demokrat ini terjadi, SBY sedang berada di Jeddah, Arab Saudi untuk melakukan kunjungan kerja dengan menghadiri Bisnis Forum, kemudian dilanjutkan dengan ibadah umroh di Mekkah. Mendengar hal buruk menimpa partai yang ia bangun, SBY pun memberikan respon dengan mengomentari menurunnya elektabilitas Demokrat berdasarkan hasil survei SMRC. SBY saat berada di Hotel Hilton, Jeddah. Ia menuturkan, seperti dalam artikel di Viva.co.id oleh Arfi (2013), tingkat elektabilitas partai sebesar 8,3 persen merupakan angka yang sangat kecil jika dibandingkan dengan tingkat elektabilitas Demokrat pada 2004 lalu. Bagi SBY, menurunnya elektabilitas Demokrat karena ada kader-kadernya yang terlibat masalah, tapi tidak kunjung selesai. Oleh karena itu, dalam konferensi pers tersebut, ia menyarankan agar KPK tidak tebang pilih. Lebih lanjut, SBY pun juga menyatakan apabila ada kader Demokrat yang bersalah, maka harus dinyatakan bersalah, termasuk di dalamnya adalah Anas yang namanya sering disebut Nazaruddin terlibat dalam kasus korupsi Hambalang.
2
Respon SBY tidak hanya berkomentar saja, tapi juga memikirkan berbagai cara untuk mengembalikan elektabilitas partainya seperti semula. Bahkan, ia pun menyempatkan diri berdoa, meminta bantuan Yang Kuasa agar bisa membantunya menyelesaikan konflik yang mendera partainya. Setelah merasa mendapat jawaban, SBY pun kembali menggelar konferensi pers. Kali ini, ia memberikan responnya saat berada di dalam Pesawat Garuda di sela-sela perjalanan menuju Kairo. SBY mengaku berdoa untuk partainya saat umroh di Masjidil Haram serta saat melangsungkan ziarah ke makam Rasulullah di Masjid Nabawi. Dari doanya tersebut, menurut artikel Detikcom yang ditulis Arifin (2013), ia mengaku sudah memiliki beberapa langkah penyelamatan partai. Walau demikian, SBY tidak menjelaskan secara detail apa saja langkah-langkah yang akan ia tempuh untuk memperbaiki elektabilitas partainya. Pasalnya, SBY akan mengkomunikasikan lebih dahulu pada internal partainya, ketika ia sudah kembali ke tanah air. Sesudah komentar dari SBY itu, desakan-desakan meminta Anas mundur pun berdatangan. Salah satu desakan datang dari Ruhut Sitompul yang dari dulu meminta secara ikhlas agar Anas melepas jabatan ketua umum. Dalam acara Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) di Jakarta Convention Center, Jakarta Pusat, Anas tidak terlalu merespon desakan-desakan agar dirinya segara mundur. Bahkan, dirinya menyebut salah seorang Anggota Dewan Pembina Demokrat, yakni Jero Wacik sebagai Jero palsu, karena memintanya mundur dari jabatan ketua umum.
3
Setelah SBY pulang dari Jeddah, sesegera mungkin insiator Demokrat itu langsung melakukan konferensi pers di kediamannya di Puri Cikeas, Bogor, Jumat (8/2/2013). Dalam konferensi pers itu, SBY bertindak sebagai Ketua Majelis Tinggi Demokrat mengumumkan delapan butir hasil rapat internal dan delapan langkah penyelamatan Demokrat. Dari delapan butir keputusan SBY, pada butir kedua menyatakan segala keputusan, kebijakan, dan tindakan partai ditentukan serta dijalankan oleh Majelis Tinggi Partai, dimana Ketua Majelis Tinggi mengambil putusan, arah penting, dan strategis. Butir tersebut secara tidak langsung menyiratkan pengambilalihan kepemimpinan partai oleh SBY, karena berdasarkan butir kedua dinyatakan segala keputusan harus melaluinya. Selain itu, di butir ketujuh dari delapan butir yang disampaikan, dituturkan pula SBY memimpin gerakan penataan, pembersihan, dan penertiban Demokrat. Hal tersebut, menurut Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsudin Haris, SBY sudah menonaktifkan Anas dari jabatannya sebagai ketua umum (Edward, 2013). SBY, dalam berita di Liputan6.com yang ditulis Edward (2013) juga mengatakan bahwa Ketua Umum Partai Demokrat yakni Anas Urbaningrum, yang tidak pernah lepas dari isu korupsi seputar dirinya, dinyatakan harus fokus dulu dalam membersihkan namanya dari simpang siur yang menyudutkan dirinya serta merugikan Partai Demokrat. Lebih dari itu, SBY dalam salah satu butir rapat internal partainya menyatakan sudah menyiapkan kuasa hukum untuk melindungi dan membela hak-hak Anas.
4
Peristiwa
yang
menimpa
Partai Demokrat,
yang
menyebabkan
menurunnya tingkat elektabitias hingga membuat Presiden Republik Indonesia sekaligus Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan, layak disebut berita. Menurut Kusumaningrat (2009:60), yang disebut kelayakan berita adalah news value. Peristiwa yang termasuk dalam news value, masih menurut Kusumaningrat, antara lain adalah aktualitas (Timeline), pengaruh (Impact), orang terkenal (Prominance), langka (Rarity), kedekatan (Proximity), konflik (Conflict), perubahan (Change), aksi (Action), nyata (Concreetness), serta kedekatan manusia (Human Interest). Dalam peristiwa yang sudah dijabarkan di atas, terdapat beberapa poin yang terpenuhi dalam kelayakan berita, yaitu: 1. Orang Terkenal (Prominance). Sosok Anas Urbaningrum setelah namanya selalu
disebut-sebut
oleh
mantan
Bendahara
Umum
Demokrat,
Nazaruddin, membuat dirinya tidak bisa lepas dari persoalan korupsi. 2. Pengaruh (Impact). Pengambilalihan wewenang Anas sebagai ketua umum oleh Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat yang juga Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhyono jelas memiliki pengaruh besar karena dapat merubah fokus seorang presiden yang seharusnya dicurahkan pada rakyat, tapi berubah pada partai. 3. Konflik (Conflict). Masalah politik selalu erat kaitannya dengan konflik antar pemangku kekuasaan. Hal itu desakan-desakan dari beberapa petinggi partai berlambang mercy itu agar Anas segara turun dari ketua
5
umum. Hal ini tentu membuat publik penasaran, akankah Anas turun setelah desakan bertubi-tubi dilayangkan. Berbicara soal masalah yang mendera partai politik, tidak akan lepas dengan komunikasi politik. Media pun dalam hal ini juga ikut berperan dalam membentuk citra dan bermain dalam proses politik yang berlangsung dalam kubu internal Demokrat. Hal tersebut dijelaskan Cangara (2009:117) di mana ia menuliskan media massa memainkan peran penting dalam proses politik. Tidak hanya itu, Cangara juga menjelaskan melalui penggunaan media massa maka bisa diketahui pula aktivitas para politisi, apa saja pemikiran-pemikirannya, strateginya dalam menghadapi serangan politik lawan, serta caranya dalam tampil di depan media atau reaksinya ketika didera suatu masalah. Selain itu, menurut Licthenberg (1991) media telah menjadi salah satu faktor dan aktor utama dalam politik, di mana rakyat dapat secara gamblang melihat itu semua. Apa yang dikemukakan oleh Litchenberg terlihat
jelas dalam
pemberitaan di media-media nasional, yang menempatkan pidato SBY sebagai berita utama mereka. Berdasarkan pantauan Yogi Gustaman (2013) yang dimuat di Kompas.com diberitakan, keadaan setelah SBY membacakan pidatonya, dimana media nasional menjadikan pidato tersebut sebagai berita utama yang membuat masyarakat menjadi paham fenomena politik yang sedang terjadi di partai Demokrat. Tidak hanya itu, diberitakan pula berita utama yang berisi pidato Ketua Majelis Tinggi Demokrat sampai dibaca oleh Anas Urbaningrum.
6
Berangkat dari penjabaran di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji bagaimana media massa, terutama media cetak, dalam hal ini mengemas kepemimpinan SBY dalam merespon masalah di Demokrat, pasca menurunnya elektabilitas Demokrat. Dalam hal ini, peneliti memilih media cetak, Jurnal Nasional dan Kompas. Alasan peneliti memilih harian Jurnal Nasional karena faktor kedekatan (Proximity) media dengan SBY dan Partai Demokrat. Seperti yang diketahui, harian tersebut mengambil kiblat pada Demokrat. Sedangkan, alasan peneliti memilih Kompas adalah faktor netralitas yang dimiliki media cetak tersebut, yang bisa digunakan sebagai pembanding. Maka tak dapat dipungkiri, hal ini menarik untuk dibahas, dimana media yang memiliki kepentingan dan yang tidak punya kepentingan dalam memberitakan peristiwa ini.
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana Jurnal Nasional dan Kompas membingkai kepemimpinan SBY dalam merespon masalah di Partai Demokrat?
1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui bagaimana Jurnal Nasional dan Kompas membingkai kepemimpinan SBY dalam merespon masalah di Partai Demokrat.
7
1.4 Signifikansi Penelitian 1.4.1 Secara Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memperluas dan menambah khasanah kajian di bidang komunikasi khususnya jurnalistik. Tidak hanya itu,
penelitian
ini
juga
mampu
menambah wawasan
mengenai
pembingkaian berita dari pemberitaan media dan memberikan gambaran tentang pembingkaian berita yang berkembang di Harian Jurnal Nasional serta Kompas.
1.4.2 Secara Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman dan pengetahuan praktis bagi mahasiswa jurnalistik tentang bagaimana mengemas berita serta bagaimana Harian Jurnal Nasional dan Kompas dapat mengkonstruksikan realitas.
8