ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING COMPANY DI BIDANG PENYIARAN SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syari‟ah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh: Rizky Hariyo Wibowo 1110048000043
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING COMPANY DI BIDANG PENYIARAN SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh : Rizky Hariyo Wibowo 1110048000043
Dibawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
DR. Djawahir Hejazziey, S.H,M.A, M.H NIP.195510151979031002
Ahmad Bahtiar, M.Hum. NIP. 197601182009121002
KONSENTRASI HUKUM BISNIS PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 5 Mei 2014
Rizky Hariyo Wibowo
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERNYATAAN ABSTRAK .................................................................................................... i KATA PENGANTAR .................................................................................. ii DAFTAR ISI ................................................................................................. iv
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 7 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................... 8 D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu ...................................... 9 E. Kerangka Konseptual ............................................................. 11 F. Metode Penelitian ................................................................... 12 G. Sistematika Penulisan ............................................................. 15
BAB II
TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP A. Pengertian Perusahaan Grup................................................... 17 B. Status Kemandirian Badan Hukum ........................................ 24 C. Alasan Pembentukan Perusahaan Grup .................................. 32 D. Perbuatan Yang dapat Melahirkan Perusahaan Grup ............. 35
BAB III TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TERHADAP PERUSAHAAN GRUP A. Hubungan Hukum
Perusahaan Induk Dengan Anak
Perusahaa ................................................................................ 41 B. Tanggung Jawab Holding Terhadap Pihak Ketiga ................. 46 C. Tanggung Jawab Holding Karena Doktrin Piercing The Corporate Veil ........................................................................ 51
BAB IV ANALISIS YURIDIS HOLDING COMPANY A. Bagaimana Asas Kemanfaatan Hukum
Memandang
Legitimasi Terbentuknya Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 ................................ 57 B. Bagaimana Akibat Hukum Dari Pelaksanaan Konstruksi Perusahaan Grup Terhadap Pelaku Usaha Penyiaran Dikaitkan Dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 .... 65 C. Analisa Penulis ....................................................................... 70
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ............................................................................. 73 B. Saran ....................................................................................... 74
DATAR PUSTAKA ..................................................................................... 76
ABSTRAK Perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaanperusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral. Pengaturan perusahaan grup di Indonesia tidak diatur secara definitif melainkan hanya secara eksplisit yang dapat dilakukan melalui proses akuisisi badan hukum, pemisahan badan hukum dan pembentukan badan hukum baru, namun keberadaan bentuk usaha dengan konstruksi perusahaan grup menimbulkan pertentangan dengan Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dimana didalam undang-undang tersebut menegasikan keberadaan suatu konstruksi perusahaan grup karena menganut prinsip perseroan tunggal. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus adalah asas kemanfaatan hukum memandang legitimasi terbentuknya perusahaan grup (Holding Company) yang bergerak di bidang penyiaran.Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, dengan menggunakan bahan-bahan dari peraturan perundang-undangan, buku-buku hukum serta jurnal hukum. Selanjutnya bahan-bahan tadi dianalisis dengan diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Hasil penelitian menemukan bahwa terciptanya model usaha dengan konstruksi perusahaan grup merupakan akibat perkembangan dunia bisnis yang semakin pesat, oleh sebab itu perusahaan grup dianggap sebagai cara yang paling efisien untuk mendapatkan keuntungan yang besar dengan cepat. hal ini didasari dengan tujuan seseorang melakukan usaha dengan membentuk perseroan yakni untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun bukan berarti hal tersebut dapat dijadikan sebagai alasan pembenar untuk melakukan usaha dengan mencederai hak orang lain. Hal ini yang dikhawatirkan bagi terbentuknya konstruksi perusahaan grup. Sampai saat ini di Indonesia belum terdapat regulasi yang secara khusus mengatur keberadaan perusahaan grup. dimana didalam undang-undang yang mengatur tentang perseroan terbatas justru menegasikan keberadaan perusahaan grup dikarenakan prinsip perseroan di Indonesia menganut asas perseroan tunggal. Oleh sebab itu konstruksi perusahaan grup yang terindikasi dapat menciptakan usaha yang bersifat monopoli pada dasarnya adalah batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian yang diatur didalam pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata, yakni sebab yang halal. Kata kunci
: Holding Company, Asas Kemanfaatan Hukum, Penyiaran
Daftar pustaka : Dari Tahun 1979 Sampai 2012 Pembimbing
: Dr.Djawahir Hejjaziey, S.H, M.H dan Ahmad Bahtiar, M.Hum
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tujuan keberadaan hukum, bukan hanya untuk membahas mengenai keadilan dankepastian hukum saja sebagai pesan lahirnya hukum, melainkan juga membahas mengenai kemanfaatan.1Perumusan sebuah undang-undang diharapkan adanya sebuah manfaat yang dapat diterima masyarakat dari adanya hukum itu sendiri yakni memiliki kewibawaaan dan nondiskriminatif, hal itu bertujuan memberikan
kesejahteraan
bagi
sebesar-besarnya
masyarakat
secara
umum.Keterkaitan antara etika hukum dan moral penting untuk dibahas dalam memaknai tujuan hukum itu sendiri, yang antara lain telah disinggung diatas yaitu mengenai
aspek kemanfaatan.Asas
kemanfaatan didalam
tujuan
hukum
diamanatkan kepada seluruh undang-undang, termasuk undang-undang yang mengatur etika dalam berniaga maupun bisnis.Salah satu permasalahan terkait etika dalam berbisnis yakni mengenaiholding company dibidang penyiaran. Permasalahan tersebutpada dasarnya timbul akibat persyaratan dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang mengharuskan sebuah badan hukum didirikan oleh dua orang atau lebih baik orang perseorangan maupun badan hukum berdasarkan perjanjian. Mungkin hal 1
http://bolmerhutasoit.wordpress.com/2011/10/07/artikel-politik-hukum-tujuan-hukummenurut-gustav-radbruch/
tersebut bukanlah sebuah masalah apabila subjek hukumnya adalah orang (naturlijke person). Namun akan timbul masalah apabila subjek hukum tersebut merupakan sebuah badan hukum (recht person), maka hal tersebut akan dapat melahirkan konstruksi perusahaan grup yang dikhawatirkan dapat melahirkan monopoli, termasuk apabila badan hukum tersebut bergerak dibidang penyiaran. Selain itu permasalahan yang lain adalah setelah adanya putusan atas permohonanjudicial review terkait undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran oleh Mahkamah Konstitusi dengan Perkara Nomor 78/PUUIX/2011yang pada pokoknya tujuan judicial review tersebut adalah untuk menguji substansi yang terkandung pada pasal 18 ayat 1 2 dan pasal 34 ayat 4 3 undangundang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran (yang selanjutnya akan disebut Undang-undang penyiaran) terkait tidak diaturnya secara defintif mengenai pembatasan terhadap pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta (yang selanjutnya akan disebut dengan LPS) yang dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam hal ini adalah pengusaha dibidang penyiaran, dalam melanggengkan usahanya dengan tidak memperhatikan kepentingan masyarakat umum dan dikhawatirkan akan menghalalkan para pengusaha untuk melakukan monopoli dibidang penyiaran. 4 Yakni dengan cara melakukan pembentukan suatu anak perusahaan sebagai usaha pengembangan usahanya melalui konstruksi perusahaan grup. Salah satu 2
Bunyi Pasal 18 ayat 1 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran :” Pemusatan kepemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta oleh satu orang atau satu badan hukum, baik di satu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah siaran, dibatasi”; 3 Bunyi Pasal 34 ayat 4 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran : “Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan kepada pihak lain”; 4 Penyampaian dissenting opinion oleh hakim Mahkamah Konstitusi, Achmad Sodiki dalam uji materil undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran
kemungkinan dari adanya perusahaan grup dibidang penyiaran adalah dapat menimbulkan penguasaan pasar yang sifatnya monopolistik dan tentu akan berdampak pada kerugian-kerugian baik materil maupun immaterial kepada masyarakat, Sebagai contoh kerugian materil adalah pengusaha akan leluasa mengatur kekuatan pasar yang berimbas kepada control of power dalam penyiaran yang dapat membuat ketergantungan masyarakat kepada produk yang disiarkan oleh lembaga penyiaran swasta miliknya hal itu otomatis pengusaha dapat melakukan kontrol terhadap harga. Contoh kerugian immaterial yang dapat dirasakan oleh masyarakat adalah pengusaha dapat melakukan propaganda yang bersifat politis oleh lembaga penyiaran swasta miliknya sehingga dapat mengarahkan opini publik kepada sesuatu yang sifatnya tidak terpuji dan menguntungkan pihak-pihak tertentu. Tujuan seseorang melakukan kegiatan bisnis adalah untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, namun hal tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenar seseorang dapat menghalalkan segala cara demi mendapatkan profit yang besar. Untuk mendapatkan keuntungan yang besar para penanam modal mengembangkan usahanya dalam bentuk perseroan terbatas, selain karena berbentuk badan hukum, kontinuitas perseroan terbatas juga tidak tergantung pada pribadi para pemilik melainkan oleh modal, serta pemisahan tanggung jawab (limited liability) antara pemilik perusahaan dengan perusahaan itu sendiri.5 Selain itu dapat memberikan rasa aman dan memberikan kepastian hukum dalam hal perlindungan hukum bagi si penanam modal selain memberikan 5
Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. (Bandung: CV.Nuansa Aulia. 2012) h.4
kemudahan untuk keluar dan masuk dari kepemilikan suatu perseroan terbatas maka bentuk perseroan terbatas sering disebut mesin uap kapitalisme.6 Namun, karena prinsip pertanggung jawaban yang terbatas itulah banyak perseroan yang memanfaatkan celah tersebut sebagai ruang pengembangan usahanya melalui pembuatan anak perusahaan (subsidiary) sebagai penggerak roda usaha perusahaan holding. Namun, karena terdapatnya prinsip separate legal entity perusahaan induk dapat membela dirinya tidak terlibat atas segala kerugian yang timbul akibat kelalaian anak perusahaannya, karena induk perusahaan tidak bertanggung jawab atas perbuatan hukum anak perusahaan yang berbentuk badan hukum mandiri. 7 Realita bisnis perusahaan grup ini mengindikasikan bahwa tergabungnya anak perusahaan pada perusahaan grup merupakan strategi perusahaan grup untuk menciptakan sinergi kegiatan usaha anak-anak perusahaan. 8 Secara proporsional hal ini dirasa tidak mencerminkan rasa adil karena segala keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan anak dapat juga menjadi keuntungan bagi perusahaan holding.Namun, ketika perusahaan anak mengalami kerugian,perusahaan induk dapat saja menolak untuk ikut bertanggung jawab dengan alasan kedua perusahaan tersebut adalah entitas yang terpisah, Hal tersebut bertentangan dari konsepsi keadilan menurut pemikiran filosof Yunani, Phytagoras.Ia berpendapat, keadilan adalah persamaan perlakuan (equality) yang dimanifestasikan melalui konsep “balas dendam”, yang berarti bahwa keadilan
6
Chatamarrasjid Ais.Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Actual Hukum Perusahaan. (Bandung : Citra Aditya Bakti,2004) h.3 7 Sulistyowati.aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia.( Jakarta: Erlangga. 2010) h.4 8 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.4
memberikan hal yang sama kepada prestasi yang sama. 9 Tentunya hal tersebut memunculkan sikap oportunis perusahaan induk melalui pengalihan risiko kepada anak perusahaan.Karena pada dasarnya perseroan berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas menganut prinsip kemandirian. Artinyadireksi dalam suatu perseroan melaksanakan usahanya tidak dapat dipengaruhi atau diintervensi pihak luar selain karena kepentingan para stakeholdersnyadan para pemegang saham tidak dapat mencampuri kepengurusan direksi karena fungsi dari pemegang saham hanyalah memberikan modalnya kepada perseroan berdasarkan prinsip kepercayaan (fiduciary duty) untuk dikelola oleh direksi berdasarkan prinsip business the judgment rule Direksi bertanggung jawab kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) didalam sebuah perseroan untuk melaksanakan fungsi dan kewajibannya dengan sebaik-baiknya. Hak tersebut diberikan secara limitatif kepada seorang direksi karena dalam hukum perseroan tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup vis-à-vis badan hukum lainnya.10Dalam hal perusahaan grup terkadang tidak ada pemisahan yang jelas, bagaimana perbedaan dan pemisahan mengenai asset,pertanggung jawaban dan eksistensi ekonomi antara perusahaan induk dengan perusahaan anak.Kemandirian
yuridis anak perusahaan tidaklah
menghalangi kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan.Sebaliknya, pengendalian induk perusahaan tidak menghapuskan
9
Munir fuady . Dinamika Teori Hukum. (Bogor: Ghalia Indonesia. 2007) h.82 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.98 10
kemandirian yuridis status badan hukum anak perusahaan.11 Keberadaan holding company sendiri di dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas tidak dijelaskan secara jelas seperti apa konsep holding company yang dikehendaki. Namun, secara eksplisit keberadaan holding company dapat dilakukan dengan cara melakukan pengambilalihan saham (akuisisi) maupun dengan cara membentuk perseroan baru. Pengambilalihan (akuisisi) menurut pasal 125 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dapat dilakukan oleh orang perseorangan maupun badan hukum. Dengan peristiwa tersebut, maka seluruh pengendalian perusahaan berpindah kepada pihak yang mengakuisisi.Ketentuan tersebut menjadi legitimasi dan celah atas keberadaan prinsip kemandirian perusahaan untuk disiasati oleh para pelaku usaha dalam membentuk perusahaan berdasarkan payung hukum (umbrella up) perusahaan grup atau holding company. Hal tersebut bukan tidak akan menimbulkan masalah, meskipun secara legalitas kehadiran perusahaan grup ditengah-tengah realitas bisnis yang ada tetap memiliki payung hukum, tetapi belum tentu memberikan manfaat dikalangan masyarakat umum. Justru yang dikhawatirkan adalah ketika legitimasi tersebut disalah gunakan bagi yang memiliki kepentingan sehingga berdampak kurang baik terhadap masyarakat luas ataupun pihak-pihak lain yang berhubungan atau memiliki
kepentingan
dengan
perusahaan
grup.Gustav
Radbuch
mengatakanbahwa hukum yang baik adalah yang memiliki substansi hukum yang
11
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.98
memenuhi keadilan,kemanfaatan, dan kepastian hukum
12
. Artinya dalam
pembuatan hukum harus dapat terpenuhi unsur keadilan dimana seluruh masyarakat memiliki hak yang sama dihadapan hukum untuk tidak diperlakukan tidak adil. Hukum harus memiliki kepastian agar hukum memiliki kewibawaan serta memiliki manfaat karena hukum semata-mata bertujuan memberikan kemanfaatan atau kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi sebanyak-banyaknya warga masyarakat. Oleh karena itu, penulis tertarik membahas topik terkait eksistensi perusahaan grup dibidang penyiaran ditinjau dari prinsip kemanfaatan hukum dalam penelitian berjudul “ASAS KEMANFAATAN HUKUM HOLDING COMPANY DI BIDANG PENYIARAN”
B. Pembatasan dan perumusan masalah 1.
Pembatasan Masalah Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait hukum perseroan terbatas
dan juga perusahaan grup maka penelitian ini difokuskan mengkaji tentang asas kemanfaatan hukum holding company dibidang penyiaran. Yakni bagaimana asas kemanfaatan hukum memandanglegitimasi yang diberikan oleh undang-undang perseroan terbatas dan juga undang-undang tentang penyiaran yang dapat mengakibatkan terjadinya pembentukan konstruksi perusahaan grup . 2.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan tersebut, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 12
Ahmad Zaenal Fanani, Teori Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan Islam.
a.
Bagaimana asas kemanfaatan hukum memandang legitimasi terbentuknya perusahaan grup khususnya penyiaran ditinjau dari undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas?
b.
Bagaimana akibat hukum dari pelaksanaan konstruksi perusahaan grup terhadap pelaku usaha penyiaran dikaitkan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999 anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui tentangapakah yang dimaksud dengan perusahaan grup menurut undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dan mengetahui bagaimana pola pertanggung jawaban holding company berdasarkan asas kemanfaatan hukum. Sedangkan secara khusus penelitian ini bertujuan: a.
Untuk mengetahui apakah konstruksi perusahaan grup khususnya di bidangpenyiaran dapat memberikan manfaat kepada masyarakat
b.
Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum yang timbul apabila sebuah perjanjian antar perusahaan yang membentuk perusahaan grup terindikasi dapat menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat
2.
Manfaat Penelitian Secara garis besar manfaat penelitian ini dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: a.
Manfaat Teoretis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai apa yang dimaksud dengan perusahaan grup (holding company)dan melihat efektivitas adanya konstruksi perusahaan grup di Indonesia terkait apakah keberadaan perusahaan grup dapat memberikan manfaat bagi masyarakat secara umum.
b.
Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan
bagi pelaku usaha dan masyarakat yang hendak melakukan hubungan usaha atau menanamkan modalnya pada suatu perseroan untuk lebih cerdas dalam memahami realita yang terjadi dalam praktik dan bagaimana regulasi yang ada mengatur tentang keberadaan perusahaan grup dalam melakukan kegiatan usahanya.
D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu Penelitian yang terkait dengan penelitian ini berjudul “ Tinjauan Yuridis Penggabungan Induk Perusahaan (Holding Company) Dengan Anak Perusahaan (Subsidiary) Menurut Undang-Undang Nomor 40 Taun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
(Studi
Kasus
Penggabungan
PT.
ABC
dengan
PT.GBC,PT.DBC,PT.WBC, dan PT.RDC)” Penelitian ini disusun oleh Eddie Prabowo Dewanda, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tahun 2008,dalam skrispsinya yang membahas mengenenai penggabungan (merger) antara perusahaan yang telah berstatus perseroan terbatas dalam hal ini adalah PT.ABC sebagai holding company dengan anak perusahaannya yakni PT GBC,PT DBC,
PT WBC, PT RDC selaku anak perusahaannya. Penelitian ini lebih mengkaji bagaimana UUPT 2007 memandang penggabungan induk dengan anak perusahaan
dalam
hal
penggabungan
perusahaan
(restructuritation
company/merger), karena jika ditelaah pengertian penggabungan perusahaan berdasarkan UUPT 2007 hanya mengatur secara umum mengenai penggabungan, tidak mengatur secara khusus penggabungan antara perusahaan induk dengan anak perusahaan. Dalam penelitian tersebut lebih menekankan mengenai penggabungan perusahaan dalam hal ini induk dengan anak perusahaan. Adapun penelitian lain yang berjudul “ Prinsip Kemandirian Perseroan Terbatas Dikaitkan Dengan Peranan Dan Kedudukan Holding Company” penelitian ini ditulis oleh riyanto prabowo mahasiswa pascasarjana Universitas Indonesia pada tahun 2005. Dalam penelitian ini lebih menekankan mengenai status perseroan terbatas dalam UUPT 1995 yang menekankan pada prinsip kemandirian daripada sebuah perseroan terbatas, yang mana disebutkan dalam salah satu pasalnya mengenai separate legal entity antara pemegang saham dengan perseroan yang diwakili oleh direksi. Oleh sebab itu penelitian ini mengkaji bagaimana undang-undang perseroan terbatas memandang hak antara induk kepada anak perusahaan dalam hal prinsip kemandirian perusahaan grup.. Yang membedakan penelitian yang akan penulis angkat dengan penelitian sebelumnya adalah, peneliti lebih menekankan kepada aspek asas kemanfaatan hukum yang terkandung dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas dalam memandang kegiatan bisnis dalam mekanisme perusahaan grup khususnya dibidang penyiaran yang memberikan legitimasi atas
terbentuknya holding company melalui restrukturisasi perusahaan seperti akuisisi,pemisahan dan merger terhadap pertanggung jawaban hukum kepada masyarakat luas apabila terjadi perbuatan melawan hukum yang dilakukan baik oleh induk perusahaannya ataupun oleh anak perusahaan.
E. Kerangka konseptual Holding company merupakan suatu tatanan diantara sejumlah perseroanperseroan yang secara yuridis masing-masing merupakan subjek hukum yang mandiri,tapi sebenarnya semaunya merupakan satu kesatuan ekonomis.13 Menurut Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, masyarakat mengharapkan manfaat dalam pelaksanaan maupun penegakan hukum, oleh sebab itu pelaksanaan dan penegakan hukum harus memberikan manfaat atau kegunaan bagi masyarakat.14 Akuisisi adalah salah satu cara untuk menjadi perusahaan grup yakni dengan cara pengambilalihan saham dan pengalihan pengendalian kepada pihak yang melakukan akuisisi, dan perusahaan yang di akuisisi berubah menjadi anak perusahaan (subsidiary). Konstruksi perusahaan grup menurut Emmy Pangaribuan adalah suatu kesatuan ekonomi yang tersusun dari perusahaan-perusahaan berbadan hukum mandiri yang dipandang sebagai induk dari anak perusahaan.15
13
Suryani Bhekti. 215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas. (Lascar Aksara) h.5 Sudikno Mertokusumo. Mengenal Hukum (Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2010) h.161 15 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia.(Jakarta: Erlangga. 2010) h.21 14
Kegiatan Monopoli adalah kegiatan yang dilakukan oleh pelaku usaha yang merupakan satu-satunya penjual bagi produk barang dan jasa tertentu yang memiliki posisi dominan sehingga dapat mempengaruhi serta menentukan kestabilan harga suatu barang dan jasa dan diidentifikasi dapat mematikan usaha pelaku usaha lain yang tidak dapat masuk kedalam persaingan usaha karena adanya pemblokiran pasar oleh pelaku usaha yang melakukan monopoli. Perseroan berdasarkan undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas menganut prinsip kemandirian, artinya direksi dalam suatu perseroan melaksanakan usahanya tidak dapat dipengaruhi atau diintervensi pihak luar selain karena kepentingan para stakeholdersnya,dan para pemegang saham tidak dapat mencampuri kepengurusan direksi karena fungsi dari pemegang saham hanyalah
memberikan
modalnya
kepada
perseroan
berdasarkan
prinsip
kepercayaan (fiduciary duty) untuk dikelola oleh direksi berdasarkan prinsip business the judgment rule.
F. Metode Penelitian 1.
Tipe penelitian Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis
dan kontruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu; sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.16
16
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta : Universitas Indonesia Press, 1986), h. 42.
Sedangkan penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika, dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahanpermasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan. Tipe penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif, yaitu penelitian yang dilakukan mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan pengadilan serta norma-norma yang berlaku di masyarakat atau juga yang menyangkut kebiasaan yang berlaku di masyarakat.17 2.
Pendekatan Masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni yuridis
normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan perundangundangan
(statute
approach)
dan
pendekatan
konsep
(conceptual
approach).Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturanaturan terkait status perusahaan grup dalam UUPT No.40 Tahun 2007.Pendekatan konsep dilakukan untuk memahami konsep hubungan antara perusahaan grup dengan anak perusahaan. 3.
Bahan Hukum a.
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer meliputi perundangan-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
17
Soerdjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di Dalam Penelitian Hukum, (Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia, 1979), h. 18.
pembuatan perundang-undangan, dan putusan-putusan hakim 18 . Dalam penelitian ini yang termasuk dalam bahan hukum primer adalah UndangUndang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas, Undang-undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal dan Undang-undang No.5 Tahun 1999 tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. b.
Bahan Hukum Sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, kamus hukum, jurnal hukum, dan komentarkomentar atas putusan pengadilan.
c.
Bahan non-hukum adalah bahan diluar bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang dipandang perlu. Bahan non hukum dapat berupa buku-buku mengenai Ilmu Politik, Ekonomi, Sosiologi, Filsafat, Kebudayaan atau laporan-laporan penelitian non-hukum sepanjang mempunyai relevansi dengan topik penelitian. Bahan-bahan non-hukum tersebut dimaksudkan untuk memperkaya dan memperluas wawasan peneliti.
4.
Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun sumber non-hukum
yang telah didapatkan itu kemudian dikumpulkan berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya.
18
Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. cet.VI (Jakarta : kencana, 2010) h. 141.
5.
Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder
maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan.Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi19. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui bagaimana suatu perusahaan grup menjalankan aktivitas usahanya melalui perantara anak perusahaan.
G. Sistematika Penelitian Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut: BAB I Pendahuluan, memuat Latar Belakang, dilanjutkan dengan Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) kajian Terdahulu, Kerangka Konseptual, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. BAB IITinjauan Umum Perusahaan grup (holding company), pada bab ini penulis membahasPengertian perusahaan grup (holding company), syarat suatu
19
Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.Cet-II, (Malang : Bayumedia Publishing. 2006) h. 393
perusahaan dapat mendirikan anak perusahaan (subsidiary),hubungan hukum antara perusahaan induk (holding company) dengan anak perusahaan (subsidiary). BAB IIIPeraturan mengenai tanggung jawab perseroan terhadap pihak ketiga , pada bab ini penulis membahas tentang bagaimana undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengatur tanggung jawab perusahaan induk yang melakukan intervensi terhadap anak perusahaan, sanksi bagi perusahaan induk yang melakukan ultra vires, dan tanggung jawab direksi dalam penyelesaian sengketa akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh perusahaan induk maupun anak perusahaan. BAB IVAsas kemanfaatan hukum dalam pertanggung jawaban holding company. pada bab ini penulis membahas bagaimanakah esensi daripadaundangundang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, undangundang nomor 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, serta undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran. Apakah telah cukup memberikan manfaat bagi terciptanya kondisi hukum yang kondusif dalah hal pemberian tanggung jawab dalam konstruksi perusahaan grup BAB VSimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir dari penulisan skripsi ini, untuk itu penulis menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian, disamping itu penulis menengahkan beberapa saran yang dianggap perlu.
BAB II TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP (HOLDING COMPANY)
A. Pengertian Perusahaan grup Perkembangan bisnis di Indonesia sudah sangat berkembang pesat bukan
hanya
dari
segi
jenis
usaha
melainkan
juga
metode
pengembangannya. Salah satu caranya adalah dengan membentuk suatu mekanisme perusahaan yang membawahi perusahaan lain sebagai anak usahanya. Secara yuridis keberadaan perusahaan grup di Indonesia tidak diatur secara komprehensif. Tidak ada pengaturan yang jelas dalam suatu regulasi perundang-undangan di Indonesia yang membahas secara definitif apa yang dimaksud dengan perusahaan grup dan bagaimana cara kerja serta hal-hal lain yang selayaknya di atur secara jelas sebagai bentuk perlindungan terhadap pihak-pihak yang terkait dan demi menjaga kepastian hukum di Indonesia. Tetapi merupakan kebutuhan pula agar bisnis yang telah dipecah-pecah tersebut, yang masing masing akan menjadi Perseroan Terbatas yang mandiri masih dalam kepemilikan yang sama dengan pengontrolan yang masih tersentralisasi dalam bentuk-bentuk dan batas-batas tertentu.20Di Negara-negara yang belum mengatur secara khusus perusahaan grup, kerangka pengaturan terhadap perseroanperseroan yang tergabung dalam perusahaan grup masih menggunakan pendekatan perseroan tunggal.Artinya pengaturan mengenai perseroan
20
Munir fuady.Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek.Buku kesatu. (Bandung : PT Citra Aditya Bakti,1996) h. 88
yang tergabung dalam konstruksi perusahaan grup menjadi bagian dari hukum perseroan. 21 Di mana dalam hukum perseroan hanya mengatur hubungan hukum antara induk dan anak perusahaan sebagai dua entitas hukum yang mandiri, karena dalam hukum perseroan terdapat karakteristik yang membedakan perseroan sebagai badan hukum dengan perusahaan yang tidak berbadan hukum, dan salah satu karakteristik tersebut adalah terdapatnya karakter kemandirian dari perusahaan yang berbadan hukum dimana terdapat entitas yang terpisah antara perusahaan dengan pemiliknya yaitu pemegang saham (separate legal entity) dengan demikian secara umum eksistensi dan validitasnya tidak terancam oleh kematian, kepailitan, penggantian atau pengunduran diri individu pemegang saham.22 Yang berarti tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah penyertaan modal yang disertakannya kepada perseroan dan tidak bertanggung jawab terhadap utang perseroan (limited liability).23 Namun, hal itu tidak berlaku apabila dengan itikad buruk pemegang saham bersangkutan tanpa itikad baik memperalat perseroan untuk kepentingan pribadi melakukan perbuatan yang dapat merugikan perusahaan maka pemegang saham tersebut dapat dipertanggung jawabkan secara pribadi akibat perbuatan yang ditimbulkannya.
21
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.19 22 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57 23 Pasal 3 ayat I undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas : perseroan tidak bertanggung jawab terhadap utang pemegang saham sebaliknya pemegang saham tidak bertanggung jawab atas utang perseroan
Pada masa sekarang, banyak perseroan yang memanfaatkan prinsip tanggung jawab terbatas tersebut. Dalam dalam rangka memanfaatkan limited liability, sebuah perseroan dapat mendirikan “perseroan anak“ untuk menjalankan usaha “perseroan induk”.
24
Oleh sebab itu ada
beberapa pandangan mengenai pengakuan yuridis perusahaan grup, yakni pengakuan yuridis tidak diperlukan karena dengan pengakuan yuridis perusahaan
kelompok
akan
menghilangkan
prinsip
kemandirian
perseroan. 25 Namun, demikian keberadaan perusahaan grup di Indonesia sudah banyak terjadi dalam praktik, sehingga keberadaan perusahaan grup sudah bukan menjadi hal yang asing dalam praktik bisnis di Indonesia. Yang
menjadi
legitimasi
peraturan
perundang-undangan
terhadap
munculnya perusahaan grup adalah dengan diizinkannya suatu perseroan melakukan perbuatan hukum untuk memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain,pengambil alihan saham pada pearseroan lain, maupun pemisahan usaha sehingga berimplikasi lahirnya keeterkaitan induk dan anak perusahaan. 26 Pengaturan tersebut diatur dalam pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (selanjutnya disebut UUPT 2007),27 dimana dalam klausulnya terdapat hak konstitusional baik bagi orang perseorangan (naturlijke person) maupun 24
M Yahya harahap.Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.49 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.19 26 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.21 27 Pasal 7 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas : “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia” 25
badan hukum (recht person) untuk mendirikan sebuah perusahaan baru dengan syarat di dirikan oleh minimal dua orang. Alasan mengapa UUPT menetapkan jumlah minimum subjek hukum Perseroan dalam membentuk perseroan minimal dua orang adalah karena perseroan lahir dari sebuah perjanjian yang bersifat “kontraktual” yakni suatu perseroan lahir karena perjanjian, hal tersebut diatur dalam pasal 1 ayat (1) UUPT 2007.28Legitimasi atas hak mendirikan perseroan itu lah yang menjadikan suatu badan hukum perseroan merasa mendapat pengakuan secara hukum atas lahirnya konstruksi perusahaan grup di Indonesia. Komplikasi permasalahan dalam perusahaan grup bersumber dari dimasukannya konsepsi pengendalian induk terhadap anak perusahaan ke dalam ranah hukum perseroan sehingga menimbulkan kontradiksi dengan prinsip kemandirian perusahaan induk dan anak perusahaan.29 Pengakuan induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri tersebut yang dapat menyebabkan baik antara perusahaan induk maupun anak perusahaan dapat melakukan perbuatan hukum sendiri sebagaimana perusahaan berbadan hukum yang memiliki asas keterbatasan tanggung jawab (limited liability). Sedangkan fakta pengendalian induk dan anak perusahaan dari realitas bisnis perusahaan grup dikelola sebagai kesatuan
28
Pasal 1 ayat (1) undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang - undang ini serta peraturan pelaksanaannya” 29 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010). h.21
ekonomi.
30
Hal tersebutlah yang seharusnya diperhatikan bagaimana
kedudukan anak perusahaan apakah merupakan suatu badan hukum mandiri atau tunduk dibawah penguasaan induk perusahaan sehingga tidak terjadi dualisme status daripada anak perusahaan tersebut yang dapat menyebabkan tidak terciptanya asas kepastian hukum yang dapat menyebabkan regulasi peraturan perundang-undangan tersebut menjadi tidak efektif. Emmy Pangaribuan berpendapat bahwa perusahaan grup merupakan gabungan atau susunan perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri, yang satu sama lain terkait begitu erat sehingga membentuk suatu kesatuan ekonomi yang tunduk kepada suatu pimpinan induk perusahaan sebagai pimpinan sentral.
31
Terdapat dua model
pengendalian perusahaan grup ditinjau dari kegiatan usaha induk perusahaannya, yakni investment holding company, dan operating holding company. 32 yang menurut penjelasannya investment holding company hanya sebatas menanamkan sahamnya pada suatu perusahaan tanpa melakukan kegiatan pendukung ataupun kegiatan operasional, sedangkan operating holding company yaitu induk perusahaan menjalankan kegiatan usaha atau mengendalikan anak perusahaan.33 Namun, UUPT No.40 tahun 2007 tidak menghendaki adanya investment holding company, karena 30
Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. Erlangga. 2010) h.21 31 Emmy Pangaribuan.Perusahaan Kelompok. (Yogyakarta: Seri Hukum Fak.Hukum Universitas Gadjah Mada.1994) h.5 32 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. Erlangga. 2010) h.25 33 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Erlangga. 2010) h.25
(Jakarta: Dagang (Jakarta: (Jakarta:
menurut penjelasan pasal 2 undang-undang tersebut menyatakan bahwa perseroan harus mempunyai maksud dan tujuan serta kegiatan usaha yang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang - undangan, ketertiban umum, dan/atau kesusilaan. Oleh sebab itu, suatu perseroan tidak dapat menjadikan penyertaan sahamnya di perseroan lain sebagai bentuk kegiatan usaha perseroan tersebut dan tidak diperkenankan dicantumkan dalam anggaran dasar perseroan. Namun, sebelum lahirnya undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, pengaturan mengenai hukum perseroan diatur dalam undang-undang nomor 1 tahun 1995 tentang perseroan terbatas, di mana dalam undangundang tersebut lebih banyak menyinggung mengenai perusahaan grup dibandingkan undang-undang perseroan terbatas tahun 2007, yakni tercantum dalam pasal 29 UUPT No. 1 tahun 1995.34 Memori penjelasan pasal tersebut menunjukan bahwa pengaturan mengenai keterkaitan antara perusahaan induk dengan anak perusahaan dalam UUPT No.1 tahun 1995 sebagai hubungan khusus diantara dua perseroan . 35 jika dikaji secara komprehensif UUPT No.40 tahun 2007 bukan hanya memberikan legalitas terbentuknya perusahaan grup melalui mekanisme akuisisi, pemisahan dan pembentukan perseroan baru, namun UUPT 40 tahun 2007 juga
34
Pasal 29 UUPT No.1 Tahun 1995 : “perusahaan anak adalah perseroan yang mempunyai hubungan khusus dengan perseroan lainnya yang dapat terjadi karena : a. lebih dari 50% sahamnya dimiliki oleh induk perusahaan. B. lebih dari 50% suara dalam RUPS dikuasai oleh induk perusahaannya.C.control atas jalannya perseroan, pengangkatan dan pemberhentian direksi dan komisaris sangat dipengaruhi oleh induk perusahaan. 35 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010). h.24
melahirkan peraturan yang sifatnya bertentangan dengan konsep perusahaan grup seperti disebutkan di awal pembahasan. Di mana terdapat pelarangan melakukan cross holding atau kepemilikan silang yang terdapat pada pasal 36 ayat 1 UUPT 40 tahun 2007, yang menyatakan bahwa Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang sahamnya secara langsung atau tidak
langsung telah dimiliki oleh Perseroan. Jika diartikan adalah
perusahaan induk yang menanamkan sahamnya pada perusahaan anak tidak boleh mengeluarkan suaranya pada pengambilan suara di dalam rapat umum pemegang saham karena saham tersebut dikategorikan sebagai saham dengan tanpa hak suara.Kecuali saham tersebut diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum,hibah, dan hibah wasiat. 36 itu pun dalam jangka waktu satu tahun saham tersebut harus dilepas kepada pihak yang tidak dilarang memiliki saham dalam perseroan agar saham tersebut tidak
kadaluarsa
dan
dapat
memberikan
keuntungan
kepada
perseroan. 37 Otomatis dengan mekanisme seperti itu menunjukan bahwa undang-undang perseroan terbatas di Indonesia berpedoman kepada prinsip kemandirian perseroan karena tidak menghendaki adanya intervensi daripada pihak luar menyangkut suatu kedaulatan badan hukum 36
Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas : “Ketentuan larangan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap kepemilikan saham yang diperoleh berdasarkan peralihan karena hukum, hibah,atau hibah wasiat” 37 Pasal 36 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Saham yang diperoleh berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah tanggal perolehan harus dialihkan kepada pihak lain yang tidak di larang memiliki saham dalam Perseroan”
perseroan.Dan hal ini dipertegas didalam pasal 86 ayat 2 huruf a, pasal 86 ayat 2 huruf b, pasal 86 ayat 2 huruf c undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, yang mana di dalam ketentuan pasal tersebut melarang adanya pemberian suara dalam mekanisme pengambilan suara pada forum RUPS apabila suara tersebut dihasilkan oleh pemegang saham yang terafiliasi oleh perusahaan tersebut yang dikhawatirkan akan melahirkan konflik kepentingan (conflict of interest). 38 Oleh sebab itu, saham tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai sarana memberikan suaradalam forum RUPS seperti yang di tegaskan di dalam ketentuan pasal 84 ayat 1 UUPT No.40 tahun 2007.39 B. Status Kemandirian Perusahaan Berbadan Hukum Kerangka pengaturan perusahaan grup di Indonesia masih menggunakan hukum perseroan.Sesuai dengan peruntukannya sebagai perseroan tunggal, hukum perseroan tidak memberikan pengakuan yuridis terhadap status perusahaan grup vis-à-vis badan hukum lainnya.40Terhadap induk dan anak perusahaan yang berbadan hukum mandiri, berlaku prinsip hukum yang menjadi pondasi dasar perseroan terbatas yang meliputi pengesahan badan hukum, status badan hukum perseroan sebagai subjek 38
Pasal 84 ayat 2 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “ Hak suara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. saham Perseroan yang dikuasai sendiri oleh Perseroan; b.saham induk Perseroan yang dikuasai oleh anak perusahaannya secara langsung atau tidak langsung; atau c. saham Perseroan yang dikuasai oleh Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh Perseroan.” 39 Pasal 84 ayat 1 Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Setiap saham yang dikeluarkan mempunyai satu hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain.” 40 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010).. h.98
hukum mandiri.41 Dengan status PT sebagai badan hukum, maka sejak saat itu hukum memberlakukan pemilik atau pemegang saham dan pengurus terpisah dari PT itu sendiri yang dikenal dengan istilah “separate legal personality” yaitu sebagai individu yang berdiri sendiri.42Segala perbuatan hukum yang dilakukan dalam rangka kerjasama dalam perseroan itu dipandang semata-mata sebagai perbuatan hukum badan hukum itu sendiri.43Artinya setelah PT berdiri, berlaku teori “institusional” yakni para pemegang saham harus tunduk kepada perseroan sebagai badan hukum.44Dengan kata lain setelah perseroan menjadi badan hukum status para pendiri berubah menjadi pemegang saham, yang satu tidak dapat menuntut yang lain dan yang dapat dituntut dalam hal ini adalah PT melalui pengurus.45Dengan begitu tanggung jawab pemegang saham hanya terbatas kepada modal yang dimilikinya, serta pemegang saham tidak berhak bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perseroan melebihi dari modal yang dimilikinya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan atas harta pribadi si pemegang saham.Karena perseroan sebagai badan hukum maka perseroan dapat mempunyai harta kekayaan serta hak dan kewajiban
41
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.98 42 I.G. Rai.Widjaya Hukum Perusahaan Dan Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaan Di Bidang Usaha. (Jakarta: Kesaint Blanc. 2000) h.131 43 Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas. (Bandung: Citra Aditya Bakti.1996) h.30-31 44 Sentosa Sembiring. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan. (Bandung: Cv Nuansa Aulia.2012) h.9 45 Habib Adji. Status Badan Hukum,Prinsip-Prinsip Dan Tanggung Jawab Social Perseroan Terbatas. ( Bandung: Mandar Maju.2008) h.14
sendiri terlepas dari harta para pesero atau pemegang saham. 46 Jadi, apabila perseroan mengalami kebangkrutan, tidak akan mempengaruhi harta kekayaan pemegang saham.47Ini dikenal dengan sebutan corporate personality, yang esensinya adalah suatu perusahaan mempunyai personalitas atau kepribadian berbeda dari orang yang menciptakannya.48 Hal tersebut dapat diartikan bahwasanya PT akan selalu berdiri sampai waktu yang ditetapkan habis tanpa memperdulikan organ perusahaannya masih sama atau telah berganti. Perseroan sebagai makhluk atau subjek hukum artificial disahkan oleh Negara menjadi badan hukum memang tetap tidak bisa dilihat dan tidak dapat diraba (invicible and intangible) tetapi eksistensinya riil ada sebagai subjek hukum yang terpisah dan bebas dari pemiliknya untuk melakukan perbuatan hukum. 49 Utang perseroan menjadi tanggung jawab dan kewajiban perseroan dalam kedudukan dan kapasitasnya sebagai badan hukum atau entitas yang terpisah dan independen dari tanggung jawab pemegang saham.50 Berbagai teori telah muncul mengenai konsep personalitas perseroan sebagai badan hukum antara lain ; 1.
Teori Fiksi (Fictitious Theory). Pokok-pokok yang dikemukakan dalam teori ini adalah :
46
Wirijono Prodjodikoro. Hukum Perkumpulan,Perseroan Dan Koperasi Di Indonesia. (Jakarta: Dian Rakyat) h.2 47 Rudhi Prasetya Dan Emmy Yuhassarie.Posiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan Dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya.Perseroan Terbatas Dan Good Governance. (Jakarta:PPH.2006) h.141 48 I.G. Rai. Widjaya Hukum Perusahaan Dan Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaan Di Bidang Usaha. (Jakarta: Kesaint Blanc. 2000) h.131 49 M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.37 50 M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.38
Perseroan merupakan organisme yang mempunyai identitas hukum terpisah dari pemiliknya, oleh karena itu perseroan adalah badan hukum buatan melalui proses hukum. Dan pada dasarnya bersifat fiktif
serta
kelahirannya
semata-mata
melalui
“persetujuan”
pemerintah. 51 Dapat dikatakan bahwa dalam teori ini menjelaskan bahwa perseroan lahir secara hukum dan dijadikan simbol terhadap kumpulan pemegang saham dan organ perseroan lainnya yang memiliki kepentingan dari kelahiran perseroan. 2.
Teori Realistik (Realistic Theorie) ini merupakan teori personalitas selain teori fiksi, dalam teori ini menjelaskan bahwa : Perseroan sebagai grup atau kelompok dimana kegaitan dan aktifitas kelompok itu “diakui hukum terpisah” dari kegiatan dan aktivitas individu kelompok yang terlibat dalam perseroan, dengan demikian jumlah peserta terpisah dari komponen (aggregate distinct or separate from component).Dimana hukum mengakui adanya perbedaan dan pemisahan personalitas perseroan terbatas.52
3.
Teori kontrak (contract theorie), teori ini menjelaskan bahwa perseroan sebagai badan hukum dianggap merupakan ontrak antara anggota-anggotanya pada satu segi dan antara anggota-anggota perseroan ,yakni para pemegang saham dengan pemerintah pada segi lain.53 Hal tersebut diatur dalam pasal 1 angka 1 juncto pasal 7 ayat 1
51
M. Yahya Harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.54 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.56 53 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.56 52
dan ayat 3 UUPT no.40 tahun 2007. Menurut pasal ini perseroan didirikan oleh para pemegang saham berdasarkan perjanjian yang terdiri sekurang-kurangnya 2 orang atau lebih. Dan agar perseroan sah dikatakan berbadan hukum apabila telah mendapatkan legitimasi pengesahan oleh pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (MENKUMHAM). Sebab seperti halnya personalitas
manusia,
perseroan
sebagai
badan
hukum
juga
mempunyai maksud, tujuan, dan kehendak sama seperti halnya manusia.
54
Latar belakang penerapan prinsip kemandirian suatu
perseroan meliputi kerangka pengaturan relasi internal dan eksternal yaitu,55 hubungan internal perseroan menyangkut distribusi kekuasaan dari pihak-pihak yang memegang kekuasaan pengambilan keputusan dalam perseroan. Perseroan memiliki kemandirian untuk mengambil keputusan yang bertindak sebagai badan hukum mandiri.56 Hubungan eksternal perseroan menyangkut distribusi tanggung jawab hukum pihak-pihak yang menjalankan tanggung jawab atas konsekuensi perbuatan hukum perseroan. Perseroan merupakan subjek hukum yang memiliki tanggung jawab hukum atas segala risiko dan biaya yang timbul dari kegiatan bisnisnya, sedangkan pemegang saham dijamin
54
Agus Budiarto..Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan. 2002.
h.27 55
Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.99 56 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010). h.99
oleh limited liability.57 Pengesahan status badan hukum memberikan legalitas hukum kepada perseroan untuk dapat bertindak secara mandiri. Penjabaran tersebut menunjukan bahwa prinsip hukum mengenai kemandirian dan tanggung jawab perseroan dapat berjalan dengan baik ketika badan usaha dikelola dan dijalankan melalui bentuk perseroan tunggal.58 Senada dari pembahasan di atas, undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbats memberikan ciri adanya personalitas perseroan sebagai badan hukum. Ciri-ciri pokok personalitas perseroan tersebut adalah59: a. Perseroan diperlakukan sebagai wujud yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya. 60 Hal tersebut dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 UUPT 2007. 61 Bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sebesar modal yang ditanamkannya dalam perseroan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan atas utang perseroan melebihi modalnya. b. Dapat menggugat dan digugat atas nama perseroan itu sendiri. Hal ini diatur oleh pasal 98 ayat 1 UUPT 2007 yang isinya dapat didefinisikan bahwa perseroan dapat menggugat wanprestasi atau PMH terhadap 57
Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h. 99-100 58 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100 59 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57 60 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.57 61 Bunyi pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”
pihak ketiga, begitu juga sebaliknya, ia dapat digugat oleh pihak ketiga dengan hal yang sama yang dilakukan oleh perseroan.62 c. Perseroan dapat memperoleh ,menguasai, dan mengalihkan miliknya atas namanya sendiri. Perseroan dapat memiliki asset dari hasil keuntungan perusahaan. Menguasai dan memindahkan asset itu sesuai dengan cara yang ditentukan oleh undang-undang dan anggaran dasar.63 d. Tanggung jawab pemegang saham , terbatas sebesar nilai sahamnya.64 Hal ini dijelaskan dalam pasal 3 ayat 1 UUPT 2007 yang menegaskan bahwa pemegang saham hanya bertanggung jawab sesuai dengan besaran modalnya dan tidak dapat dipertanggung jawabkan atas utang perseroan terhadap harta pribadi pemegang saham. e. Pemegang saham, tidak mengurus perseroan kecuali dia dipilih sebagai anggota direksi. Hal ini dijelaskan didalam pasal 92 ayat 1 UUPT 2007 yang menegaskan bahwa organ perseroan yang menjalankan perusahaan adalah anggota direksi untuk kepentingan perseroan, dan selanjutnya pasal 94 ayat 1 menjelaskan bahwa anggota direksi diangkat oleh RUPS.65 Hal ini menerangkan bahwa selain direksi maka pemegang saham tidak dapat ikut mencampuri urusan dalam pengurusan perseroan, karena tugas tersebut secara konstitusional diberikan hak hanya kepada seorang direksi yang telah diangkat oleh 62
M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.58 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.58 64 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.59 65 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.59 63
RUPS. Dan direksi bertanggung jawab kepada perseroan atas semua perbuatan yang dilakukan oleh direksi dalam hal pengurusan perseroan. f. Melakukan kegiatan terus menerus sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam anggaran dasar.66 Hal ini diatur oleh pasal 6 UUPT 2007 yang menyebutkan bahwa jangka waktu berdirinya perseroan dapat didirikan untuk jangka waktu terbatas maupun tidak terbatas sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar perseroan. Dan perseroan menjalankan kegiatan dan usahanya sesuai dengan maksud dan tujuan yang ditentukan dalam anggaran dasar. Penjabaran di atas dapat disimpulkan bahwa hukum perseroan menerapkan prinsip mengenai kemandirian badan hukum mandiri.Setiap perseroan memiliki hak dan kewajiban mandiri, asset dan utang sendiri dan limited liability yang tidak menanggung pinjaman perseroan dan pengembalian kredit perseroan di luar modal yang disetor.67 Hukum perseroan menggunakan prinsip hukum mengenai kemandirian yuridis anak perusahaan atau perusahaan afiliasi ketika keseluruhan perseroan dimiliki oleh perseroan lain dan terintegrasi menjadi jaringan multi bisnis yang kompleks.
66
68
Berdasarkan pendekatan diatas hukum perseroan
M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.60 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100 68 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.100 67
tidakmembedakan pengaturan mengenai adanya pemisahan tegas antara perseroan dan pemegang saham dengan pemisahan antara induk dan anak perusahaan.69
C. Alasan-Alasan Pembentukan Perusahaan Grup Pengembangan bisnis melalui mekanisme perusahaan grup kini telah semakin berkembang secara pesat.Perusahaan grup dianggap sebagai bentuk usaha yang paling mampu memenuhi kebutuhan kegiatan usaha berskala besar dan memiliki lini usaha yang terdiversifikasi.70Konstruksi perusahaan grup juga memudahkan
perusahaan
yang
bersangkutan
untuk
mengatasi
berbagai
permasalahan menyangkut operasional perusahaan yang berada pada wilayah yurisdiksi berbeda.
71
Pembentukan atau pengembangan perusahaan grup
merupakan strategi pertumbuhan eksternal untuk mengakomodasi ekspansi bisnis ataupun memperoleh posisi strategis di pasar dengan melakukan baik integrasi vertikal/horizontal maupun diversifikasi usaha kerja sama dengan perusahaan lain atau mengalokasikan sebagain kegiatan usaha ke perusahaan lain.72 Pembentukan atau pengembangan perusahaan grup merupakan bagian strategi pertumbuhan perusahaan secara eksternal melalui integrasi dan diversifikasi, sebagaimana proses berikut ini.73
69
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Erlangga. 2010) h.100 70 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Erlangga. 2010) h.64 71 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Erlangga. 2010) h.64 72 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. Erlangga. 2010) h.71 73 Mudrajat kuncoro,”strategi bagaimana meraih keunggulan kompetitif”.h.110.
(Jakarta: (Jakarta: (Jakarta: (Jakarta:
1.
Integrasi vertikal, yaitu usaha perusahaan untuk memperoleh kendali terhadap input dan output, ataupun keduanya, nelalui integrasi vertikal, perusahaan dapat memadukan keseluruhan proses produksi dari pasokan sumber daya, produksi, hingga distribusi. 74 Integrasi horizontal, yaitu perluasan operasi usaha untuk meningkatkan pangsa pasar dan memperkuat daya saing dengan cara menggabungkan suatu perusahaan degan perusahaan lain dalam industri yang sama. Praktik integrasi horizontal dilakukan dengan cara melakukan akuisisi.75
2.
Diversifikasi, yaitu usaha perusahaan untuk memperluas operasional dengan berpindah ke industri yang berbeda atau mengerjakan produk yang berbeda dengan pasar yang berbeda.76 Secara umum ada dua alasan utama pembentukan atau pengembangan
perusahaan grup. 1.
Perintah peraturan perundang-undangan, berimplikasi kepada terbentuknya perusahaan grup biasanya melibatkan kepentingan ekonomi pengelolaan kekayaan Negara/daerah dari badan usaha milik Negara/daerah.77 Peraturan perundang-undangan ini memuat ketentuan yang didorong oleh kepentingan
74
Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.71 75 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.72 76 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.72 77 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.64
Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta:
bisnis dari penyertaan modal pemerintah serta meningkatkan efisiensi ataupun daya saing badan usaha yang bersangkutan.78 2.
Respons pelaku usaha terhadap escape claused dalam peraturan perundangundangan. 79 Peraturan perundang-undangan ini biasanya bersifat sektoral yang
hanya
mengatur
sektor
usaha
atau
industri
terkecil
saja,
pembentukannya disebabkan oleh adanya respons pelaku usaha pada suatu sector usaha atau industri. Untuk menghindari pembatasan didalam ketentuan peraturan perundang-undangan.80 Selain dua hal tersebut, yang mendorong pembentukan perusahaan grup adalah bagian strategi perusahaan grup untuk memperoleh manfaat ekonomi atas pembentukan atau pengembangan perusahaan grup.
81
Dengan adanya anak
perusahaan diharapkan ekspansi perusahaan holding mencapai hasil yang maksimal sebagai tujuan utama dari para pelaku usaha yakni mencari keuntungan yang sebesar-besarnya.Oleh sebab itu, pembentukan holding company ini dimaksudkan agar adanya control system oleh induk kepada anak perusahaan agar anak perusahaan dapat memaksimalkan usahanya.Alasan ekonomi pembentukan perusahaan grup tidak dapat dilepaskan dari kepentingan bisnis ataupun strategi korporasi terhadap bidang usaha yang dimasuki perusahaan grup yang
78
Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.64 79 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.65 80 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.65 81 Sulistyowati.Aspek Erlangga. 2010) h.69
Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta:
bersangkutan, terutama dalam mendukung penciptaan nilai tambah melalui sinergi dari beberapa perusahaan.82 D. Perbuatan-Perbuatan Hukum yang dapat Melahirkan Perusahaan Grup Legitimasi peraturan perundang-undangan untuk membentuk suatu mekanisme perusahaan grup adalah dapat dilakukan dengan cara melakukan pendirian perseroan oleh perseroan lain, pembentukan perusahaan grup melalui pengambil alihan dan pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan.83 Hal-hal tersebut akan lebih jelas jika diuraikan seperti berikut: 1.
Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain. Menurut penjelasan pasal 7 ayat (1) UUPT 2007 telah memberikan suatu legitimasi bagi suatu perseroan untuk mendirikan perusahaan baru. 84 Hal tersebut dapat dilakukan karena undang-undang memberikan hak kepada subjek hukum minimal dua orang untuk dapat melakukan perbuatan hukum membentuk suatu perusahaan berbadan hukum peerseroan, subjek hukum menurut undang-undang tersebut adalah orang perseorangan baik warga Negara Indonesia maupun warga Negara asing (naturlijke person) atau badan hukum Indonesia maupun badan hukum asing (recht person). Memori penjelasan pasal 7 ayat 1 UUPT no.40 tahun 2007 memang tidak menyatakan secara eksplisit mengenai implikasi yuridis pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain, tetapi memori penjelasan ini telah memberikan legitimasi bagi suatu badan hukum untuk 82
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.70 83 Suryani Bhekti. 215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas.Lascar Aksara. h.122 84 Bunyi pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa Indonesia”
mendirikan perseroan lain. 85 Pendirian suatu perseroan oleh perseroan lain dapat menimbulkan keterkaitan antara induk dengan anak perusahaan sehingga dapat membentuk konstruksi perusahaan grup. Hal inilah yang dijadikan landasan bagi para pelaku usaha yang ingin mengekspansikan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup. Maka, dengan adanya pembentukan perseroan baru yang dibentuk oleh suatu perseroan berbadan hukum, secara hukum akan melahirkan suatu perseroan baru yang akan memungkinkan dijadikan sebagai anak perusahaan oleh perseroan yang membentuknya. 2.
Pengambilalihan atau akuisisi. Cara yang kedua bagi pelaku usaha yang ingin melakukan pengembangan bisnisnya melalui konstruksi perusahaan grup adalah dengan melakukan akuisisi. Definisi Akuisisi di dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas diatur oleh pasal 1 angka 11 juncto pasal 1 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1998 yaitu, perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih saham perseroan yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut. Pengambilalihan atau yang biasa disebut dengan akuisisi menurut pasal 125 ayat 3 UUPT 40 Tahun 2007 akan mengakibatkan secara hukum adanya peralihan pengendalian oleh pihak yang mengambil alih perseroan, atau pihak yang mengakuisisi, dan perseroan yang di ambil alih sahamnya tidak menjadi bubar dan tetap eksis seperti
85
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.111
sediakala. 86 Pasal 125 ayat 1, menjelaskan pengambilalihan saham dapat dilakukan terhadap saham yang telah dikeluarkan, ataupun jenis saham yang baru akan dikeluarkan perseroan (saham portefel). Berarti menurut hukum, saham perseroan yang dapat diambil alih adalah saham yang telah ditempatkan atau disetor, tetapi dapat juga terhadap saham yang baru akan dikeluarkan atau saham portefel. Pihak yang dapat mengambil alih adalah bisa melalui direksi perseroan yang mewakili perseroan ataupun langsung dari pemegang saham hal tersebut diatur oleh pasal 125 ayat 2 UUPT 2007.87 Pengambil alihan perseroan oleh perseroan harus berdasarkan keputusan RUPS dan harus dilakukan dengan ketentuan kuorum yang telah diakomodir oleh pasal 89 UUPT 2007. Tanpa keputusan RUPS, pengambilalihan yang dilakukan direksi adalah cacat hukum dan dikategorikan perbuatan ultra vires.88 Lain hal apabila pengambilalihan dilakukan oleh orang perseorangan atau pemegang saham, maka keharusan mendapatkan persetujuan dari RUPS tidak dibutuhkan. Tetapi dilakukan langsung melalui perundingan dan kesepakatan oleh pihak yang akan mengambil alih dengan pemegang saham dengan tetap memperhatikan anggaran dasar perseroan yang diambil alih.89 Dalam hal pengambilalihan baik melalui badan hukum maupun orang perseorangan tetap harus memperhatikan kepentingan para pihak yang berkepentingan dan pihak tersebut dapat mengajukan keberatan apabila hak86
Munir Fuady. Hukum Tentang Akuisisi,Take Over Dan Lbo. (Bandung: Citra Ditya Bakti.2001) h.5 87 Bunyi pasal 125 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas : “Pengambilalihan dapat dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan.” 88 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.511 89 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.517
haknya dicederai oleh perbuatan hukum pengambilalihan tersebut dan perseroan yang ingin melakukan pengambilalihan wajib menyelesaikan keberatan-keberatan tersebut sebelum berlangsungnya pengambilalihan apabila
penyelesaian
tersebut
belum
diselesaikan
maka
proses
pengambilalihan belum dapat dilaksanakan hal tersebut diatur dalam ketentuan pasal 127 ayat 7 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Akuisisi dapat terjadi dalam keseluruhan ataupun secara sebagian, akuisisi secara keseluruhan terjadi jika yang mengambil alih adalah seluruh saham dari perusahaan yang diambil alih tersebut, sedangkan disebut akuisisi biasa jika mengambil alih lebih dari 50% kepemilikan saham.90 3.
Mekanisme
pembentukan
perusahaan
grup
terakhir
adalah
melalui
pemisahan. Definisi pemisahan diatur oleh pasal 1 angka 12 UUPT 2007.91 Ketentuan dalam pasal tersebut tidak secara eksplisit menjelaskan bahwa pemisahan perseroan dapat berimplikasi pada pembentukan perusahaan grup ataupun timbulnya pengendalian satu perseroan terhadap perseroan lain, tetapi materi ini memberikan legitimasi bagi pembentukan perusahaan grup melalui pemisahan satu perseroan menjadi dua atau lebih perseroan. 92 Pemisahan akan mengakibatkan seluruh aktiva maupun pasiva perseroan beralih karena hukum kepada satu atau lebih perseroan lainnya. Dari rumusan 90
Gunawan Widjaja. Merger Dalam Perspektif Monopoli. ( Jakarta : Raja Grafindo Persada.2002) h.52-53 91 Bunyi pasal 1 angka 12 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas: “Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva d an pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 (dua) Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 (satu) Perseroan atau lebih” 92 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.112
tersebut dapat diketahui bahwa yang menjadi objek pemisahan adalah pemisahan usahanya.
93
cara pemisahan dapat dilakukan dengan cara
melakukan pemisahan murni dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni diatur oleh ketentuan pasal 135 ayat 2 bahwa pemisahan murni mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva perseroan tersebut beralih karena hukum kepada dua perseroan atau lebih yang menerima peralihan, dan perseroan yang melakukan pemisahan berakhir karena hukum. Sedangkan pemisahan tidak murni diatur oleh pasal 135 ayat 3 yakni, pemisahan tidak murni mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva perseroan yang melakukan pemisahan beralih karena hukum kepada satu perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan dan perseroan yang melakukan pemisahan tersebut tetap ada. Memori
penjelasan
mengenai
pembentukan
perseroan
baru,
pengambilaihan atau akuisisi serta pemisahan menunjukan bahwa UUPT 2007 telah memberikan legitimasi kepada munculnya realitas kelembagaan perusahaan grup.Konstruksi perusahaan grup tidak mungkin ada apabila peraturan perundangundangan tidak memberikan legitimasi terhadap realitas kelembagaan perusahaan grup tersebut.
94
Namun keberadaan legitimasi tersebut sebenarnya adalah
bertentangan dengan konsepsi dasar perseroan terbatas sebagai badan hukum mandiri. Dan legitimasi tersebut yang melandaskan perseroan memiliki atau memperoleh saham pada perseroan lain menjadi alasan keberadaan bagi
93
Gatot Supramono. Hukum Perseroan Terbatas. ( Jakarta: Djambatan.2009) h.254 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.112-113 94
timbulnya relasi pengendalian induk perusahaan terhadap anak perusahaan dan hal tersebut memungkinkan anak perusahaan akan kehilangan kemandirian karena adanya kewenangan induk perusahaan untuk mengendalikan anak perusahaan.95 Secara umum pengaturan mengenai pengendalian pada suatu perseroan diartikulasikan melalui kepemilikan atas mayoritas saham yang dikeluarkan oleh pemegang saham pengendali, kepemilikan atas mayoritas hak bersuara, hak untuk menentukan komposisi dewan direksi, dan hak untuk mengarahkan proses pengambilan keputusan anak perusahaan yang mandiri.96
95
Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.113 96 Sulistyowati.Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.114
BAB III
TINJAUAN UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TERHADAP PERUSAHAAN GRUP
A. Hubungan Hukum Antara Perusahaan Induk dengan Anak Perusahaan Pada dasarnya undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, sebagai landasan aturan main daripada bentuk badan hukum perseroan terbatas tidak mengatur secara jelas mengenai hubungan hukum yang terikat antara induk perusahaan dengan anak perusahaan. Namun pertumbuhan pesat jumlah perusahaan grup di Indonesia dipengaruhi oleh motif mencapai keunggulan yang kompetitif yang melebihi perusahaan lain, motif jangka panjang untuk mendayagunakan dana-dana yang telah dikumpulkan, ataupun perintah peraturan perundangundangan yang mendorong terbentuknya perusahaan grup.
97
Dengan
dilandasi motif tersebutlah para pelaku usaha menjadikan perusahaan grup sebagai bidang unggulan yang dipilih dalam hal pengembangan usahanya. Namun keberadaan perusahaan grup sendiri di Indonesia tidak mendapatkan legitimasi yang utuh perihal status dan kedudukan antara induk dengan anak perusahaan, hal ini dikarenakan tidak adanya definisi secara jelas mengenai apa yang dimaksud dengan perusahaan grup dan tidak adanya ketentuan konkret yang mengatur dengan tegas mengenai hak dan kewajiban antara induk dengan anak perusahaan. pada dasarnya setiap 97
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.1
badan hukum yang lahir mengatas namakan perseroan, akan tunduk dan patuh terhadap undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Termasuk perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup, yakni wajib tunduk dan patuh terhadap regulasi tersebut.Oleh sebab itu dengan mengacu kepada undang-undang perseroan terbatas tahun 2007 tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa undang-undang tidak melegitimasi secara khusus mengenai bentuk hubungan hukum antara anak dan induk perusahaan hal ini dapat dikatakan mengingat tidak ada satu pasal pun yang menjelaskan mengenai definisi perusahaan grup. Namun perusahaan grup ditafsirkan sebagai perusahaan-perusahaan yang secara yuridis mandiri dalam suatu susunan yang erat antara satu sama lain,sedangkan dari sudut pandang ekonomi dipandang sebagai suatu kesatuan yang berada dibawah pimpinan sentral. 98 Undang-undang di Indonesia yang mengatur dan menjadi pedoman bagi badan hukum perseroan adalah undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, adalah menganut prinsip kemandirian perusahaan (separate legal entity) yakni antara
pemegang
saham
dengan
perseroan
terdapat
pemisahan
kewenangan dan tanggung jawab pemegang saham yakni hanya sebesar modal yang ditanamkannya dalam perusahaan tersebut, 99 dan pemegang saham tidak boleh melakukan intervensi terhadap direksi sebagai 98
Emmy Pangaribuan.Perusahaan Kelompok.(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) 1994. h.5 99 Bunyi pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas “Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki”
pengemban amanat pemegang saham dalam hal pengurusan perusahaan karena kebijakan-kebijakan yang di ambil oleh direksi adalah mutlak hak konstitusional yang dimiliki oleh seorang direksi untuk menjalankan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.100 Berbicara hubungan hukum antara anak perusahaan dengan induk perusahaan memang tidak diatur secara jelas, namun jika ditafsirkan secara analogic hubungan hukum antara induk dengan anak perusahaan adalah layaknya dua subjek hukum yang melakukan hubungan hukum.Seperti diketahui bahwa lahirnya perseroan adalah berdasarkan perjanjian. Hal ini adalah penegasan bunyi pasal 1 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, dan mengacu kepada pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, bahwa yang dimaksud dalam subjek hukum perseroan adalah dapat orang perorangan (naturlijke person) maupun badan hukum (recht person), dalam konteks perusahaan grup yang dimaksud dengan subjek hukum adalah badan hukum. Hal ini tidak dapat dilepaskan dalam kaitannya dengan teori fiksi yang melekat dalam suatu perseroan, yakni kelahirannya semata-mata melalui pengesahan pemerintah dalam bentuk fiat atauapproval atau concensus of the government.. 101 yang artinya perseroan dapat diibaratkan sebagai mahluk yang hidup yang digerakan oleh personalitas orang-orang yang memiliki kepentingan didalamnya, dan 100
Bunyi pasal 92 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas :” Direksi menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan” 101 M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.54
sebagai subjek hukum maka perseroan dapat melakukan perbuatan hukum. Dan oleh sebab itu perseroan yang melakukan perbuatan hukum wajib tunduk kepada aturan yang berlaku, yang mana dalam hal perbuatan melakukan sebuah perjanjian diatur dalam kitab undang-undang hukum perdata pasal 1313-1319 tentang perjanjian, pasal 1320-1337 mengenai sayarat sahnya perjanjian, dan pasal 1338-1341 mengenai akibat dari perjanjian.
102
oleh sebab itu dalam hal terjadi pembentukan anak
perusahaan oleh induk perusahaan baik dalam bentuk pemisahan perseroan, pengambil alihan perseroan, maupun pembentukan badan hukum baru selayaknya tunduk kepada aturan-aturan yang mengatur mengenai hubungan hukum tersebut. Dengan begitu otomatis akan terlihat mengenai hak dan kewajiban yang timbul akibat hubungan hukum yang timbul antara induk dengan anak perusahaan. namun yang menjadi masalah adalah ketiadaan pengaturan yang jelas mengenai hubungan hak maupun kewajiban dalam konstruksi perusahaan grup mengakibatkan tidak tertibnya pelaksanaan dari amanat setiap pasal yang terkandung dalam regulasi yang terkait dengan pelaksanaan perusahaan grup, yakni undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dimana dalam undang-undang tersebut hanya memberikan peluang kepada perusahaan yang ingin membentuk anak perusahaan, namun tidak menjelaskan bagaimana hubungan antara hak dan kewajiban perusahaan yang saling terkait tersebut.Karena saat ini konsepsi perusahaan grup tidak
102
M. Yahya harahap. Hukum Perseroan Terbatas. (Jakarta: Sinar Grafika. 2011) h.34
berada dalam ranah hukum, melainkan kepada realitas bisnis tergabungnya perusahaan-perusahaan
yang
berada
dibawah
kendali
induk
perusahaan.103Hal tersebut mengakibatkan terbentuknua perusahaan grup sebagai bentuk jamak secara yuridis, namun satu kesatuan dalam hal ekonomi.yang mana dalam aturan hukum hal tersebut melanggar ketentuan perseroan sebagai badan hukum yang mandiri. Dan pengakuan yuridis terhadap kemandirian badan hukum induk dan anak perusahaan menimbulkan komplikasi permasalahan hukum terkait dengan perusahaan grup, yakni kepemilikan saham induk pada anak,penempatan direksi pada anak perusahaan, ataupun kontrak bersuara dalam RUPS. 104 Dan hal tersebut dapat berakibat induk perusahaan dapat bertindak sebagai pemimpin sentral yang dapat mengontrol serta mengendalikan anak perusahaannya demi mendukung tujuan perusahaan grup sebagai satu kesatuan ekonomi.Dapat disimpulkan bahwa keterkaitan induk dengan anak perusahaan menggunakan pendekatan perseroan tunggal berdasarkan karakteristik badan hukum perseroan yang mandiri dan hal ini menimbulkan pertentangan dengan realita yang terjadi di Indonesia dalam konteks perusahaan grup. Oleh sebab itu dikhawatirkan dengan konstruksi perusahaan grup ini akan dapat menimbulkan kerugian-kerugian materil maupun immaterial seperti eksternalisasi resiko perusahaan induk terhadap anak perusahaan yang akan merugikan pihak ketiga dalam suatu hubungan 103
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.20 104 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.20-21
hukum maupun terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat yang diakibatkan oleh penguasaan pasar yang bertentangan dengan undangundang anti monopoli dan persaingan usaha tidak sehat. B. Tanggung Jawab Holding terhadap Pihak Ketiga Pada dasarnya yang dapat melakukan perbuatan hukum adalah subjek hukum baik orang perseorangan (naturlijke person) maupun badan hukum (recht person) yang telah tidak dinyatakan tidak cakap menurut ketentuan undang-undang, hal ini diatur dalam pasal 1330 KUHPER, dalam kaitannya perusahaan grup, maka perusahaan termasuk kedalam subjek hukum yang berbentuk badan hukum karena telah memiliki hak dan kewajiban seperti layaknya manusia. Oleh sebab itu perseroan dapat melakukan hubungan hukum dengan pihak lain seperti layaknya manusia yang dapat melakukan hubungan hukum dengan orang lain. Oleh karena itu perseroan sebagai badan hukum mempunyai kekayaan sendiri yang terpisah dari kekayaan pengurusnya.105 Perusahaan sebagai badan hukum dalam hal melakukan perbuatan hukum diwakili oleh seorang direksi yang diawasi oleh komisaris, yang secara representatif mewakili kepentingan para stakeholder perusahaan tersebut berdasarkan prinsip fiduciary duties atau prinsip kepercayaan yang diberikan oleh para stakeholders tersebut untuk menjalankan perusahaan sebaik-baiknya dan sesuai dengan tujuan dan maksud perseroan yang telah diatur dalam anggaran dasar perseroan. Fiduciary 105
duties
berlaku
bagi
direksi
dalam
menjalankan
Gatot Supramono. Hukum Pereroan Terbatas Yang Baru. (Jakarta: Djambatan.1996) h.2
tugasnya,baikdalam menjalankan fungsinya sebagai manajemen maupun sebagai representasi perseroan.
106
Serta direksi secara konstitusional
diberikan hak untuk melakukan pengurusan perseroan secara mandiri berdasarkan prinsip business judgment rule.Dan jika seorang direksi melakukan kewenangan diluar dari wewenang yang diberikan dalam anggaran dasar maka seorang direksi tersebut diwajibkan bertanggung jawab secara pribadi atas kerugian perusahaan yang timbul akibat perbuatannya (ultra vires). Oleh karena perseroan didirikan berdasarkan perjanjian, maka perseroan dalam melakukan perbuatan hukum tidak dapat dilepaskan dari ketentuan-ketentuan yang diatur oleh kitab undang-undang hukum perdata, yakni ketentuan pasal 1320 KUH Perdata mengenai syarat sahnya perjanjian dan asas-asas perjanjian lainnya. Dalam kaitannya dengan konstruksi perusahaan grup yang masih berpedoman kepada prinsip
perseroan
tunggal,
maka
pertanggung
jawaban
holding
terhadap.pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan anak perusahaan adalah merupakan bukan tanggung jawab holding atau perusahaan induk, melainkan tanggung jawab pribadi perusahaan induk. Hal ini dikarenakan sistem hukum di Indonesia yang masih berpedoman kepada keterpisahan tanggung jawab (separate legal entity) antara pemilik saham (perusahaan induk) dengan perusahaan (perusahaan anak) seperti yang diatur dalam pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang berimplikasi induk perusahaan tidak 106
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002) h.32
bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan melebihi modal yang ditanamkan atau diinvestasikannya (limited liability) oleh sebab itu anak perusahaan harus memikul resiko sendiri atas ketidak mampuannya dalam menyelesaikan tanggung jawabnya kepada pihak ketiga. Tanggung jawab hukum dalam suatu perusahaan grup mengacu kepada prinsip hukum bahwa induk perusahaan tidak menanggung atas utang atau perbuatan hukum anggota perusahaan lainnya ketika setiap perusahaan grup merupakan badan hukum yang mandiri.107Hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan yang secara khusus memaksa perusahaan induk ikut bertanggung jawab menanggung risiko atas kerugian yang diderita anak perusahaan.dikarenakan sifat alamiah yang
melekat
pada
perusahaan
grup
menimbulkan
masalah
ketidaksesuaian mengenai standar tanggung jawab pada hukum perseroan yang di desain untuk kepentingan perseroan tunggal.108Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, bahwa bergabungnya induk dengan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup tidak melepaskan status masing-masing perusahaannya sebagai subjek hukum mandiri, Oleh sebab itu tidak ada kewajiban bagi induk perusahaan untuk ikut memikul risiko akibat perbuatan hukum yang dilakukan oleh anak perusahaan, hal ini secara tegas diatur oleh pasal 3 ayat 1 undang-undang nmor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Pada prinsipnya, induk perusahaan tidak 107
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.156 108 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.156
mempunyai kepentingan dengan hak dan kewajiban anak perusahaan dalam interaksinya dengan pihak ketiga dan juga tidak memperoleh hak dari mereka berdasarkan hubungan hukum antara salah satu perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup dengan pihak ketiga. 109 Permasalahan krusial adalah menentukan fakta atas derajat pengendalian induk terhadap anak perusahaan yang menyebabkan ketidak mandirian anak perusahaan untuk menjalankan instruksi induk perusahaan.
110
Jika melihat dari
perspektif hukum perikatan, maka perlu diketahui terlebih dahulu status antara perusahaan induk dengan anak perusahaan.Apabila perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan dengan pihak ketiga adalah pelaksanaan tugas yang diberikan oleh induk perusahaan maka perusahaan induk wajib bertanggung jawab kepada pihak ketiga yang melakukan hubungan hukum dengan anak perusahaan, hal ini diatur oleh ketentuan pasal 1367 KUH Perdata. 111 Dalam konstruksi pasal tersebut dapat ditafsirkan secara grammatical analogic yakni apabila dapat dibuktikan bahwasanya anak perusahaan berada dibawah pengawasan induk perusahaan dalam hal menjalankan usahanya, maka induk perusahaan berkewajiban bertanggung jawab memikul kerugian yang diderita anak perusahaan akibat tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada pihak 109
Emmy Pangaribuan.Perusahaan Kelompok.(Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada) 1994. h.50 110 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.157 111 Bunyi pasal 1367 kitab undang-undang hukum perdata : “seorang tidak bertanggung jawab untuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri,tetapi juga untuk perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh barang-barang yang berada dibawah pengawasannya”
ketiga.Apabila setelah dapat dibuktikan bahwasanya anak perusahaan adalah dibawah pengawasan induk perusahaan, namun induk perusahaan tidak mau bertanggung jawab kepada pihak ketiga sebagai akibat ketidak mampuan anak perusahaan memenuhi tanggung jawabnya, maka induk perusahaan dapat dikategorikan telah melanggar pasal 1365 KUH Perdata (onreghmatighdaad).Karena telah membawa kerugian terhadap pihak lain yang dirugikan (dalam hal ini adalah pihak ketiga). Berdasarkan hal tersebut, pada prinsipnya induk perusahaan dapat dikenakan tanggung jawab hukum atas kerugian pihak ketiga sebagai akibat hukum dominasi induk perusahaan terhadap pengurusan anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk perusahaan.
112
sebaliknya hukum perseroan masih
mempertahankan pengakuan yuridis terhadap status badan hukum induk dan anak perusahaan sebagai subjek hukum mandiri, sehingga induk perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab atas perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan. 113 oleh sebab itu permasalahan mengenai tanggung jawab hukum induk perusahaan terhadap pihak ketiga yang menderita kerugian akibat perbuatan hukum yang dilakukan anak perusahaan karena ketidak mandirian anak perusahaan yang menjalankan instruksi induk perusahaan merupakan permasalahan utama dalam konstruksi perusahaan grup.
112
Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.158 113 Sulistyowati.Aspek Hukum Dan Realita Bisnis Perusahaan Grup Di Indonesia. (Jakarta: Erlangga. 2010) h.158
C. Tanggung Jawab Holding Company Karena Doktrin Piercing The Corporate Veil Bagi perseroan yang berbentuk badan hukum, pada prinsipnya terdapat pemisahan antara harta perseroan dengan harta pribadi para pemegang sahamnya, hal ini dikarenakan setelah perseroan telah resmi berstatus badan hukum, pemegang saham tidak dapat lagi mencampuri kepengurusan perseroan yang secara konstitusional menjadi hak daripada seorang direksi sebagai representatif sekaligus manajemen dalam suatu perseroan, begitupun sebaliknya, perseroan juga tidak berhak menuntut pemegang saham untuk turut serta menanggung rugi atas harta pribadinya terhadap kerugian yang dialami perseroan. Hal ini diatur oleh pasal 3 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengenai pertanggung jawaban terbatas perseroan (limited liability) .Namun, hal tersebut dapat disimpangi apabila terdapat perbuatanperbuatan yang menimbulkan penerobosan keterbatas tanggung jawab perseroan atau dalam bahasa hukum modern dikenal dengan teori piercing the corporate veil. Penerobosan tanggung jawab ini dilegitimasikan didalam ketentuan pasal 3 ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Yakni perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh pemegang saham dengan itikad buruk yang dapat menyebabkan perseroan merugi.Oleh karena hal tersebut undang-undang memberikan kewajiban bagi pihak-pihak yang menyebabkan kerugian perusahaan karena didasari dengan itikad buruk untuk bertanggung jawab secara
pribadi atas kerugian yang diterima oleh pereseroan sebagai upaya melindungi hak-hak pemegang saham lainnya atas segala kerugiankerugian yang tidak sepatutnya diterima. Karena pada dasarnya misi utama diterapkannya prinsip piercing the corporate veil ini adalah untuk mencapai “keadilan” khususnya bagi pihak ketiga dengan pihak perusahaan yang mempunyai hubungan hukum tertentu.114Dalam piercing the corporate veil, pengadilan akan mengabaikan status badan hukum dari perusahaan tersebut dan membebankan tanggung jawab kepada pihak “organizer” dan “manager” dari perseroan tersebut dengan mengabaikan prinsip tanggung jawab terbatas dari perseroan sebagai badan hukum yang biasanya dinikmati oleh mereka.115 Penerapan teori piercing the corporate veil secara universal dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut 116 : 1. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perusahaan tidak mengikuti formalitas tertentu 2. Penerapan teori piercing the corporate veil terhadap badan-badan hukum yang hanya terpisah secara artificial 3. Penerapan teori piercing the corporate veil berdasarkan hubungan kontraktual
114
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002) h.7 115 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002). h.8 116 Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002) h.10
4. Penerapan teori piercing the corporate veil karena perbuatan melawan hukum atau tindak pidana 5. Penerapan teori piercing the corporate veil dalam hubungan holding company dengan anak perusahaan. Didalam pandangan hukum secara universal terkait penerapan doktrin piercing the corporate veil pada perusahaan grup adalah sangat dimungkinkan apabila terdapat bukti-bukti intervensi induk kepada anak perusahaan, misalnya terdapat beberapa perseroan yang terpisah secara artifisial , tetapi bisnisnya dilakukan sedemikian rupa sehingga seolah-olah bisnis tersebut dilakukan oleh satu unit perusahaan saja, karena itu dengan menerapkan doktrin piercing the corporate veil beban tanggung jawab akan diberikan kepada seluruh perseroan yang saling terkait. 117 Didalam tatanan hukum perusahaan Indonesia, penerapan doktrin piercing the corporate veil tersebut sudahlah diatur, mengenai penerobosan tirai tanggung jawab bagi pihak-pihak yang telah melanggar ketentuan dan kewajiban yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar perseroan maupun undang-undang, yakni telah ditetapkan dalam beberapa pasal dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Pihakpihak tersebut antara lain adalah pemegang saham, pihak direksi, dan juga pihak komisaris. Dalam hal pemindahan beban tanggung jawab ke pundak pemegang saham, undang-undang memberikan ketentuan pada pasal 3 117
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002) h.12
ayat 2 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, yakni penerobosan tanggung jawab kepada pihak pemegang saham adalah apabila seiring berjalannya perseroan pihak pemegang saham baik langsung maupun tidak langsung memanfaatkan perseroan untuk kepentingan
pribadi
yang
dapat
menimbulkan
kerugian
kepada
perusahaan, ataupun secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan yang mengakibatkan kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi hutang-hutang perseroan. Apabila terjadi peristiwa seperti itu maka pemegang saham dapat dibebankan kewajiban untuk secara pribadi bertanggung
jawab
atas
segala
perbuatannya
yang
merugikan
perseroan.Selain kepada pemegang saham, pengalihan beban tanggung jawab secara pribadi yang menerobos tirai pertanggung jawaban terbatas (limited liability) juga dapat diterapkan kepada pihak direksi maupun pihak komisaris. Memang pada prinsipnya dan secara klasik, dengan diterapkannya teori piercing the corporate veil, maka pemegang sahamlah yang biasanya dimintakan tanggung jawab atas kegiatan yang dilakukan perseroan, akan tetapi dalam perkembanganya teori ini juga dapat diterapkan kepada pihak direksi dan pihak komisaris. 118 Pembebanan tanggung jawab pribadi kepundak pihak direksi dan komisaris ini diberlakukan dalam hal direksi dan komisaris tidak menjalankan dengan baik prinsip fiduciary duty yang diberikan oleh para pemangku kepentingan didalam suatu perseroan.fiduciary duty sendiri memiliki 118
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corporate Law Dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002) h.23
pengertian
sebagai
kepercayaan
pemegang
saham
menyerahkan
pengurusan perseroan kepada direksi dan karenanya menjadi kewajiban direksi untuk menjalankan pengurusan perseroan dengan sebaik baiknya (duty of care).
119
Karena itu sesuai dengan prinsip fiduciary duty,
seyogyanya di pundak direksilah terletak kewajiban untuk memperhatikan dengan sungguh-sungguh kepentingan segenap stakeholder, termasuk mewakili perseroan di pengadilan.120 Hal tersebut saat ini juga dibebankan pada pihak komisaris yang lalai akan kepercayaan yang diberikan oleh para stakeholder perseroan. pembebanan tanggung jawab secara pribadi kepundak direksi yang telah lalai atas prinsip fiduciary duty diatur oleh pasal 97 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas, dimana dalam penjelasannya direksi dibebankan pada tanggung jawab secara pribadi apabila tidak menjalankan maksud dan tujuan perseroan yang terkandung dalam anggaran dasar perseroan secara baik. Hal senada juga dibebankan kepada pihak komisaris yang telah lalai menjalankan pengawasan terhadap perseroan, ketentuan tersebut diatur dalam penjelasan pasal 114 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Hal pembebanan tanggung jawab perusahaan induk terhadap anak perusahaan berdasarkan prinsip piercing the corporate veil ini, maka selayaknya perusahaan induk sebagai pemegang saham dalam perusahaan 119
Cornelius simanuntak .urgensi keberadaan direksi independen. (Dalam surat kabar bisnis Indonesia, edisi 1 september 2004) 120 Munir Fuady. Perlindungan Pemegang Saham Minoritas. (Bandung: CV Utomo. 2005) h78
anak dapat dibebankan untuk ikut bertanggung jawab atas ketidak mampuan anak perusahaan melaksanakan kewajibannya, apabila dapat dibuktikan adanya unsur sebagai berikut 121 : 1. Pengontrolan anak perusahaan holding 2. Penggunaan kontrol oleh perusahaan holding untuk melakukan penipuan,ketidakjujuran atau tindakan tidak fair lainnya‟ 3. Terdapat kerugian sebagai akibat dari breach of duty dari perusahaan holding (penyalah gunaan kepercayaan). Hal tersebut terjadi karena perusahaan induk sebagai pemegang saham dari anak perusahaan telah menerobos hakikatnya sebagai pemegang saham dengan melakukan intervensi terhadap pengurusan perseroan, dan perusahaan induk sebagai pemegang saham anak perusahaan telah melakukan apa yang telah ditetapkan dalam pasal 3 ayat 2 UUPT 2007 oleh sebab itu pembebanan terhadap doktrin piercing the corporate veil ini dapat diterapkan kepada perusahaan induk. Dan direksi sebagai pemegang kepercayaan sebagai representative dari perseroan juga dapat dipertanggung jawabkan apabila telah membuat kerugian terhadap perseroan apabila dapat dibuktikan telah melakukan intervensi kepada pengurusan perusahaan anak karena telah melanggar pasal 97 ayat 3 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas.
121
Munir Fuady. Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia. (Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002). h.14
BAB IV ANALISIS YURIDIS HOLDING COMPANY
A. Asas Kemanfaatan Hukum Memandang Legitimasi Terbentuknya Perusahaan Grup Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Pada dasarnya hukum dibentuk dengan tujuan melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.Kutipan tersebut tertera didalam alinea pembukaan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945.
Jika ditafsirkan maka UUD 1945 mengamanatkan agar
pemerintahan menjunjung tinggi nilai-nilai yang bersifat memberikan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam penerapan hukum harus dapat memberikan manfaat kepada masyarakat selain memberikan keadilan dan kepastian hukum. Karena dalam penegakan hukum, paling tidak ada tiga asas yang harus diperhatikan, yaitu asas keadilan (gerechtigkeit), asas kepastian hukum (rechtssicherheit) dan asas kemanfaatan (zweckmassigkeit).Dalam penegakan hukum, ketiga asas tersebut
harus
sama-sama
diperhatikan
secara
proporsional
dan
seimbang. 122hal tersebut juga berkaitan dengan realitas bisnis yang kian berkembang khususnya dalam bisnis yang bergerak dibidang penyiaran. Sudah barang tentu media merupakan salah satu bidang usaha yang banyak dilirik kalangan pengusaha dalam mengembangkan usahanya, selain merupakan salah satu bisnis yang memiliki keuntungan besar, bisnis tersebut juga terkadang dimanfaatkan sedemikian rupa hingga berpeluang menciptakan propaganda dari tujuan awal yaitu mencari keuntungan ekonomis, serta dapat juga dijadikan sebagai media pencitraan bagi pemilik perusahaan ataupun mengambil keuntungan lain dari kepemilikan perusahaan dibidang penyiaran apabila perusahaan penyiaran tersebut dimiliki oleh seseorang atau pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap opini pubik dan memiliki tendensi untuk mendapatkan apresiasi dan simpati dari masyarakat. Pada hakikatnya setiap orang dijamin oleh undang-undang dasar 1945 akan haknya untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi serta memiliki dan mengolah informasi untuk disampaikan melalui saluran yang tersedia, ketentuan ini diatur dalam pasal 27F UUD 1945. Namun ketentuan tersebut tidak dapat ditafsirkan secara bebas melainkan harus tetap menjunjung tinggi nilai-nilai yang terkandung dalam tujuan undangundang yakni mensejahterakan bangsa.Dalam hal ini tentunya undangundang mengamanatkan untuk pengaplikasian dari sebuah nilai yang terkandung di dalamnya untuk bertujuan memberikan manfaat kepada
122
Nur Rohim Yunus. Restorasi Budaya Hukum. (Jurisprudence Press. 2012) h. 84
masyarakat secara umum. Dengan begitu penafsiran akan pasal 27F UUD 1945 harus ditafsirkan menegasikan kebebasan kepemilikan media yang berorientasi pada sebuah informasi (media penyiaran) tanpa batas melainkan harus dibatasi. Hal tersebut dikarenakan menghindari bahaya laten dari sebuah kebebasan memiliki sebuah perusahaan yang bergerak dibidang penyiaran dengan tanpa batas yang dikhawatirkan dapat menimbulkan persaingan usaha yang tidak sehat dalam bentuk penguasaan yang sentralistik dan monopolistik serta hal-hal lain yang dapat merugikan masyarakat. Oleh karena itu demi melindungi masyarakat, undang-undang harus dapat mengantisipasi peluang-peluang yang dapat di salah gunakan dari tendensi terciptanya persaingan usaha yang tidak sehat. Namun berdasarkan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 yang menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum, dapat ditafsirkan melalui penafsirana contrario maka merujuk kepada sebuah asas yang bernama asas legalitas, yakni selama tidak diatur oleh undang-undang maka perbuatan hukum tidak dapat dipersangkakan melanggar undang-undang, dan apa yang tercantum didalam undang-undang adalah sesuatu yang harus dipatuhi. Oleh sebab itu, pesatnya metode usaha dengan konstruksi perusahaan grup dikarenakan undang-undang sendiri meskipun tidak mengatur secara khusus tentang konstruksi perusahaan grup namun memberikan peluangpeluang untuk dapat terciptanya bentuk usaha dengan model perusahaan grup. hal ini dijabarkan saat ketentuan pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengharuskan sebuah
perseroan didirikan oleh 2 orang atau lebih. Dalam hal ini dimaksudkan karena pada dasarnya perseroan lahir dari sebuah hubungan perjanjian, yang mana perjanjian diharuskan terdapat dua orang atau lebih yang mengikatkan diri, pihak yang satu sebagai penerima prestasi dan pihak yang lain sebagai pelaksana prestasi. Ketentuan dalam pembentukan perseroan tersebut juga dimaksudkan kepada badan hukum, karena ketentuan yang terdapat didalam pasal 7 ayat 1 tersebut bukan hanya ditujukan kepada orang-perseorangan saja (natuurlijke person) melainkan juga terhadap badan hukum sebagai subjek hukum perseroan (recht person). Dengan ketentuan seperti itu apabila yang melakukan hubungan hukum antar badan hukum perseroan, maka akan berpeluang bagi perseroan yang mengikatkan diri tersebut menciptakan anak perusahaan (subsidiary). Pada kenyataan peluang ini belum direspon oleh undangundang tentang perseroan terbatas dalam menangkap fenomena model usaha
dengan
konstruksi
perusahaan
grup
yang
sudah
sangat
berkembang.Dan ketentuan tersebut dapat dimanfaatkan bagi perseroanperseroan yang ingin membantuk perusahaan anak. Dalam bidang penyiaran diatur ketentuan yang terdapat didalam peraturan pemerintah nomor 50 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran swasta pasal 31 ayat 1 mengenai pembatasan kepemilikan silang, yakni Pemusatan kepemilikan
dan
penguasaan
Lembaga
Penyiaran Swasta jasa penyiaran radio oleh 1 (satu) orang atau 1 (satu) badan hukum, baik disatu wilayah siaran maupun di beberapa wilayah
siaran. Meskipun didalam ketentuan pasal tersebut dibatasi hanya satu badan hukum, namun karena ketentuan pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas mengatur ketentuan pembentukan suatu badan hukum harus dilakukan oleh 2 orang, baik orang perseorangan maupun badan hukum, maka hal tersebut berlaku mutatis mutandis terhadap ketentuan badan hukum didalam undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dan pasal 31 ayat 1 peraturan pemerintah nomor 5 tahun 2005 tentang penyelenggaraan penyiaran lembaga penyiaran swasta dikarenakan setiap perseroan wajib tunduk kepada undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dengan demikian perusahaan dibidang penyiaran pun dapat membentuk anak perusahaan sehingga tercipta sebuah model usaha dengan sistem perusahaan grup.dan apabila kemungkinan tersebut terjadi maka dapat dipastikan hal demikian akan merugikan masyarakat umum, kerugian tersebut dikarenakan bahwa dalam hal bekerjanya lembaga penyiaran adalah tidak lain merupakan pemanfaatan atas spektrum frekuensi radio. Hal ini ditegaskan melalui pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran yang berbunyi “Penyiaran adalah
kegiatan
pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.” Yang berarti pemanfaatan spektrum
frekuensi radio tersebut adalah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan rakyat, dikarenakan merupakan ranah publik dan sumber daya alam terbatas, sebagaimana hak rakyat yang telah diakomodir oleh ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, yang menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. dan spektrum frekuensi radio merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang telah diamanatkan oleh ketentuan pasal 1 ayat 2 undang-undang nomor 5 tahun 1960 tentang peraturan dasar-dasar pokok agraria, yang menyebutkan “Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dalam wilayah Republik Indonesia, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa adalah bumi, air dan ruang angkasa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional“ oleh sebab itu sesuatu yang bersifat diperuntukan untuk kemakmuran rakyat haruslah dilindungi oleh Negara dengan tujuan untuk memberikan manfaat kepada rakyat dalam hal merefleksikan amanat pancasila dan undang-undang dasar Negara republik Indonesia 1945, dalam hal ini penafsiran a contrario dari kalimat tersebut adalah menegasikan adanya pengalokasian manfaat hanya kepada sebagian orang maupun golongan tertentu (dalam hal ini pengusaha di bidang penyiaran). Namun dengan adanya ketentuan bahwa dalam pembentukan suatu badan hukum perseroan diwajibkan didirikan oleh minimal 2 orang, yakni baik
perseorangan maupun badan hukum maka timbulah
kesempatan untuk melakukan pembentukan suatu konstruksi perusahaan grup,
yakni
dapat
dilakukan melalui
pemisahan badan hukum,
pembentukan badan hukum baru maupun pengambil alihan (akuisisi). Pembentukan mekanisme perusahaan grup di bidang penyiaran dapat membuka peluang terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat, selain pemanfaatan spectrum frekuensi radio yang berlebihan dan dapat merugikan kepentingan rakyat banyak karena pada dasarnya kekayaan alam yang terdapat di Negara Indonesia adalah hak masyarakat secara umum yang dijamin oleh undang-undang dan apabila pemanfaatan spektrum frekuensi radio di monopoli oleh pihak-pihak tertentu maka hal tersebut merupakan kedzaliman yang dilegalkan akibat belum di elaborasikannya peraturan yang mengatur secara komprehensif mengenai konstruksi perusahaan grup. Selain itu, penguasaan media pun dapat digunakan untuk kepentingan golongan tertentu, sebagai contoh, apabila sebuah media dikuasai oleh calon peserta pemilihan legislatif, pemilihan presiden, maupun calon peserta pemilu raya, maka hal tersebut dikhawatirkan dapat menciptakan dekadensi kompetisi yang sehat antar para kandidat, yakni dengan pemanfaatan sarana tersebut untuk menciptakan opini-opini tidak netral yang menyerang kandidat lainnya, ataupun opini-opini pencitraan yang menguntungkan pihak pemilik media tersebut yang mana jelas mencederai hak rakyat untuk mendapatkan informasi secara benar, jujur dan tidak memihak. Oleh karena itu kelemahan yang diatur dalam undang-undang nomor 40 tahun 2007
tentang perseroan terbatas sebagai based on daripada pembentukan badan hukum perseroan di Indonesia, termasuk badan hukum perseroan di bidang penyiaran dengan tidak diaturnya ketentuan-ketentuan terkait perusahaan grup secara khusus dan komprehensif akan menimbulkan kedzaliman bagi masyarakat secara umum karena berpeluang menciptakan iklim persaingan usaha yang tidak sehat dan merugikan pihak-pihak lain didalamnya, seperti pemegang saham minoritas, dan pencederaan terhadap asas pemisahan kepemilikan badan hukum (separate legal entity). Karena dalam praktik perusahaan grup di Indonesia , sebagian besar induk perusahaan pada perusahaan grup di Indonesia menjalankan kegiatan usaha sendiri serta mengendalikan anak-anak perusahaan. 123 ketentuan tersebut jelas melanggar prinsip kemandirian perusahaan berbadan hukum, oleh sebab itu suatu undang-undang dapat di perdebatkan terkait kemanfaatannya apabila terdapat suatu celah dari legitimasi yang diberikan oleh undang-undang yang berpeluang menyebabkan bahaya laten dari keberadaan ketentuan-ketentuan tersebut. Larangan perbuatan yang menimbulkan kedzaliman terhadap hak orang lain secara sistematis juga terdapat didalam kandungan kitab suci Al-Quran surat An-Nisa ayat 29 yang berbunyi :
123
Rudhi Prasetya. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan UU No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas. (Bandung : Citra Aditya Bakti,1996). h.64
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(Q.S. An-Nisa/4: 29) Secara a contrario ayat diatas berpesan agar setiap manusia mencari rezeki dengan jalan yang halal dengan tidak mendatangkan kerugian bagi orang lain, termasuk dalam hal berniaga, oleh sebab itu perbuatan yang berpeluang menciptakan kerugian terhadap orang lain tidak diperbolehkan baik didalam ajaran Agama maupun Undang-undang. B. Akibat hukum dari pelaksanaan konstruksi perusahaan grup terhadap pelaku usaha di bidang penyiaran dikaitkan dengan undang-undang nomor 5 tahun 1999 Pada dasarnya setiap badan hukum perseroan adalah tunduk kepada undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas (selanjutnya disebut UUPT 2007), hal tersebut di akomodir didalam ketentuan pasal 4 undang-undang tersebut, oleh sebab itu perseroan dibidang penyiaran pun tidak luput dari kewajiban-kewajiban yang di amanatkan dalam ketentuan undang-undang dimaksud, yakni UUPT 40 tahun 2007. Bahwa terdapat teori perjanjian didalam pembentukan suatu badan hukum perseroan.hal tersebut diatur dalam pasal 1 ayat 1 UUPT 40
tahun 2007, yang mana disebutkan bahwa perseroan merupakan suatu persekutuan modal yang didirikan oleh para pendiri berdasarkan perjanjian. Artinya pendirian perseroan dilakukan secara konsensual, yakni perjanjian yang diamanatkan oleh kitab undang-undang hukum perdata yakni pasal 1313 mengenai suatu pengikatan persetujuan oleh pihak-pihak yang mengikatkan dirinya satu sama lain untuk melakukan hubungan hukum, dalam hal ini adalah untuk mendirikan perseroan. dengan demikian pelaksanaan perjanjian pembentukan suatu perseroan tersebut tunduk kepada hukum perikatan yang diatur oleh kitab undang-undang hukum perdata. Selain itu, penegasan dari pemberlakuan teori perjanjian didalam pembentukan perseroan adalah dengan diwajibkannya suatu perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih yang mengikatkan diri sebagai pemegang saham.Ketentuan dua orang atau lebih tersebut ditujukan baik untuk orang perseorangan (natuurlijke person) maupun badan hukum (recht person) .Oleh sebab, itu suatu badan hukum perseroan pun dianggap sebagai subjek hukum yang tunduk kepada kitab undangundang
hukum
perdata.
Terkait
ketentuan
tersebut,
dalam
hal
pembentukan perusahaan dan pelaksanaan kegiatan perusahaan, termasuk perseroan di bidang penyiaran haruslah dapat dibuktikan syarat sahnya perjanjian seperti yang terdapat didalam pasal 1320 Kitab undang-undang hukum perdata, yang menyebutkan bahwa syarat sahnya perjanjian meliputi sepakat, cakap, suatu hal tertentu, dan sebab yang halal. Syarat sepakat dan cakap merupakan syarat subjektif perjanjian yang artinya
apabila terdapat kesalahan terkait sepakat dan cakap maka suatu perjanjian adalah dapat dimintakan pembatalan perjanjian, sedangkan ketentuan dari suatu hal tertentu dan sebab yang halal adalah suatu syarat objektif sahnya perjanjian, yang artinya bilamana terjadi kesalahan menyangkut syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal maka perjanjian adalah batal demi hukum dan tidak memiliki kewajiban untuk pihak-pihak melakukan pemenuhan prestasi. Ketentuan batal demi hukum yang merupakan amanat dari syarat objektif sahnya perjanjian adalah apabila suatu perjanjian tersebut bertentangan dengan undang-undang dan kesusilaan. Dalam hal konstruksi perusahaan grup, baik perseroan dengan jenis usaha apapun ataupun perseroan dibidang penyiaran yang mengikatkan diri membentuk suatu anak perusahaan, adalah batal demi hukum dan melanggar syarat objektif sahnya perjanjian, apabila adanya intervensi dari induk perusahaan kepada anak perusahaan dalam aktivitas perseroan, hal ini termasuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturan perundangundangan dalam hal ini undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yang memberlakukan prinsip badan hukum mandiri (separate legal entity) antara pemegang saham dengan perseroan, yang mewajibkan bahwa setiap badan hukum perseroan wajib menjalankan aktivitasnya dengan mandiri, dan tidak dapat di intervensi oleh pihak lain diluar
yang
dikehendaki
dalam
undang-undang,
serta
adanya
pemberlakuan prinsip piercing the corporate veil terhadap pihak-pihak yang menerobos ketentuan kemandirian perusahaan dan diwajibkan
bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan yang dilakukannya. Perseroan dibidang penyiaran yang melakukan pembentukan perusahaan grup, baik dengan cara pemisahan, pengambil alihan (akuisisi) maupun pembentukan badan hukum penyiaran baru sehingga menimbulkan control perusahaan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak adalah batal demi hukum karena tidak terpenuhinya sebab yang halal sebagai salah satu syarat objektif sahnya perjanjian, karena dengan pembentukan perusahaan grup dibidang penyiaran akan menimbulkan hal-hal yang dapat menciptakan monopoli sehingga melanggar undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, selain itu pemanfaatan spektrum frekuensi radio oleh pihak-pihak yang melakukan pembentukan perusahaan grup dibidang penyiaran adalah merupakan perbuatan dzalim yang dilakukan terhadap masyarakat umum karena merupakan hak masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari kekayaan alam indonesia yang ketentuannya dijamin oleh pasal 33 ayat 3 undangundang dasar Negara republik Indonesia 1945. Oleh sebab, itu pencederaan hak masyarakat yang telah dijamin didalam undang-undang merupakan bukti adanya pelanggaran terhadap undang-undang dan syarat objektif sahnya perjanjian pasal 1320 kitab undang-undang hukum perdata tidak terpenuhi, dalam hal ini adalah sebab yang halal karena itu perjanjian tersebut merupakan batal demi hukum. Didalam kitab suci Al-Quran juga terdapat larangan untuk melakukan perbuatan yang serakah seperti layaknya perbuatan monopoli,
hal tersebut terdapat didalam kandungan surah Al- an‟am ayat 156 yang berbunyi :
Artinya : “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.“(Q.S. Al-An’am /6:165) Agama
Islam
mendorong
penganutnya
untuk
berjuang
mendapatkan harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan, seperti mencari harta yang halal lagi baik, tidak menggunakan cara yang batil, tidak berlebihan, tidak menzhalimi maupun dizhalimi, menjauhkan dari unsur riba, spekulasi, gharar serta melupakan kewajiban sosial berupa zakat, infak dan sedekah.124 Oleh sebab itu usaha untuk melanggengkan kekuasaan dan mencari keuntungan ekonomi melalui cara yang bersifat monopoli yang dapat mendatangkan kerugian bagi orang lain merupakan perbuatan yang dilarang didalam sistem perekonomian islam maupun Undang-undang.
124
Gemala dewi, widyaningsih, yeni salma barlianti.Hukum perikatan islam di Indonesia. (Jakarta : kencana, 2005) h.221
C. Analisa Undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas tidak menjelaskan secara khusus dan mendalam mengenai pemberlakuan konstruksi perusahaan grup di Indonesia, namun terdapat celah-celah bagi terbentuknya suatu mekanisme pembentukan perusahaan grup didalam undang-undang
tersebut,
yakni
melalui
mekanisme
pemisahan,
pengambilalihan (akuisisi) dan pembentukan badan hukum perseroan baru sebagaimana diatur di dalam bab VIII undang-undang 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Dengan terbentuknya mekanisme tersebut berpeluang menciptakan bentuk suatu usaha dengan model perusahaan grup.Hal ini dikarenakan bahwa pemisahan, akuisisi dan pembentukan badan hukum perseroan baru tidak mengakibatkan bubarnya salah satu perseroan, melainkan dapat menciptakan perusahaan baru atau anak perusahaan.Dengan fenomena yang terjadi yakni suatu perusahaan induk sebagai pemegang saham mayoritas melakukan kontrol atas jalannya kegiatan usaha yang dilakukan anak perusahaan (subsidiary), maka hal tersebut bertentangan dengan prinsip badan hukum perseroan yang mandiri (separate legal entity) yang menghendaki adanya pemisahan wewenang
antara
pemegang
saham
dengan
badan
hukum
perseroan.Tetapi, dengan tidak diaturnya secara komprehensif mengenai konstruksi perusahaan grup, maka kontrol terhadap anak oleh induk perusahaan sulit dibuktikan. Namun, realita tersebut akan mudah terjadi karena terdapatnya celah-celah yang bisa di manfaatkan oleh pihak yang
berkepentingan untuk mengontrol jalannya anak perusahaan yaitu apabila memiliki jumlah saham mayoritas dalam suatu perseroan. Hal ini berdampak kepada, tidak independennya anak perusahaan sebagai badan hukum mandiri untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari akibat kontrol yang dilakukan oleh induk perusahaan, interdependen antara induk dan anak perusahaan tersebut akan menimbulkan permasalahan terkait pertanggungjawaban terhadap pihak ketiga yang dilakukan oleh anak perusahaan, di satu sisi induk perusahaan dapat melakukan pengalokasian risiko kepada anak perusahaan apabila perusahaan anak mengalami kerugian atau hutang kepada pihak ketiga sehingga mengakibatkan pailitnya anak perusahaan. Maka berdasarkan prinsip kemandirian badan hukum, pihak ketiga tidak dapat meminta pertanggungjawaban kepada induk perusahaan karena adanya keterpisahan badan hukum antara induk dan anak perusahaan, meskipun dalam realitanya anak perusahaan merupakan kepanjangan tangan dari perbuatan hukum yang dilakukan oleh induk perusahaan dan induk perusahaan hanya dapat memanfaatkan keuntungan yang diciptakan oleh perusahaan anak. Oleh sebab itu konstruksi perusahaan grup sangat banyak digunakan bagi pihak-pihak yang berkepentingan untuk melanggengkan keuntungan, namun dapat merugikan masyarakat karena dengan mekanisme seperti itu dapat juga menciptakan monopoli dan merugikan pemegang saham minoritas yang tidak bisa berbuat banyak akan kontrol yang dilakukan oleh induk perusahaan sebagai pemegang saham mayoritas. Dalam hal perusahaan di
bidang penyiaran juga berlaku undang-undang 40 tahun 2007 tentang lex generalis dari setiap badan hukum perseroan dan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran sebagai lex specialis nya. Artinya perusahaan di bidang penyiaran pun dapat melakukan pembentukan perusahaan grup atas pemanfaatan celah-celah yang terdapat didalam ketentuan undang-undang perseroan terbatas nomor 40 tahun 2007 melalui mekanisme pengambilalihan, pemisahan dan pembentukan badan hukum penyiaran baru, namun hal tersebut amat merugikan karena perusahaan di bidang penyiaran dalam aktivitasnya memanfaatkan spektrum frekuensi radio yang tidak lain adalah sumber daya alam yang terbatas. Oleh sebab itu, pemanfaatan sumber daya alam yang terbatas untuk kepentingan segelintir orang yang berkepentingan adalah suatu kedzaliman terhadap masyarakat umum karena masyarakat umum sejatinya memiliki hak atas sumber daya alam tersebut. selain itu pembentukan perusahaan grup di bidang penyiaran dapat menimbulkan monopoli penyiaran yang dilakukan oleh pihak yang memiliki kepentingan, sebagai contoh, calon anggota legislatif maupun calon presiden yang memiliki kepemilikan atas media akan dapat dengan mudah membentuk opini-opini yang tidak netral yang bertujuan untuk menyerang nama baik lawan kandidatnya di kancah perpolitikan, dan mendemonstrasikan dirinya dengan kampanye-kampanye terselubung sehingga mencederai hak warga Negara untuk mendapatkan informasi yang benar dan transparan.
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Sejatinya di dalam perumusan sebuah undang-undang di pesankan dan di harapkan adanya sebuah manfaat yang dapat diterima masyarakat dari adanya
hukum
itu
sendiri
yakni
memiliki
kewibawaaan
dan
nondiskriminatif, serta bertujuan memberikan manfaat dan kesejahteraan bagi sebesar-besarnya masyarakat secara demografis. Salah satu permasalahan terkait holding company dibidang penyiaran pada dasarnya timbul akibat persyaratan yang di syaratkan oleh ketentuan di dalam pasal 7 ayat 1 undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang perseroan terbatas yakni mengharuskan sebuah badan hukum didirikan oleh dua orang atau lebih baik orang perseorangan maupun badan hukum berdasarkan perjanjian. Mungkin hal tersebut bukanlah sebuah masalah apabila subjek hukumnya adalah orang (naturlijke person). Namun, akan timbul masalah apabila subjek hukum tersebut merupakan sebuah badan hukum (recht person) maka hal tersebut akan dapat melahirkan konstruksi perusahaan grup yang dikhawatirkan dapat melahirkan monopoli. 2. Perseroan dibidang penyiaran yang melakukan pembentukan perusahaan grup, baik dengan cara pemisahan, pengambilalihan (akuisisi) maupun
pembentukan badan hukum penyiaran baru sehingga menimbulkan kontrol perusahaan antara perusahaan induk dengan perusahaan anak adalah batal demi hukum karena tidak terpenuhinya sebab yang halal sebagai salah satu syarat objektif sahnya perjanjian, karena dengan pembentukan perusahaan grup dibidang penyiaran akan menimbulkan hal-hal yang dapat menciptakan monopoli sehingga melanggar undang-undang tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, selain itu pemanfaatan spektrum frekuensi radio oleh pihak-pihak yang melakukan pembentukan perusahaan grup di bidang penyiaran adalah merupakan perbuatan dzalim yang dilakukan terhadap masyarakat umum karena merupakan hak masyarakat untuk mendapatkan manfaat dari kekayaan alam indonesia yang ketentuannya dijamin oleh pasal 33 ayat 3 undangundang dasar Negara republik Indonesia 1945.
B. Saran Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat memberi beberapa saran diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Pembentuk undang-undang harus membentuk undang-undang yang khusus mengatur mengenai keberadaan konstruksi perusahaan grup. Selain itu harus ada ketentuan yang mengatur secara jelas bagaimana hubungan tanggung jawab antara induk dengan anak perusahaan agar tidak merugikan pihak-pihak lain.
2. Di dalam undang-undang penyiaran, pembentuk undang-undang harus memberikan kejelasan mengenai pembatasan pemanfaatan spektrum frekuensi radio apabila dimanfaatkan oleh perseroan yang merupakan perusahaan grup dikarenakan spektrum frekuensi radio merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan merupakan hak seluruh rakyat Indonesia yang terkandung didalam ketentuan undang-undang dasar negara republk Indonesia tahun 1945 pasal 33 ayat 3. Oleh sebab itu sudah selayaknya undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran dilakukanjudicial review.
Daftar Pustaka Buku Adji, Habib. “Status Badan Hukum,Prinsip-Prinsip dan Tanggung Jawab Sosial Perseroan Terbatas”. Bandung: Mandar Maju.2008 Ais, Chatamarrasjid.“Penerobosan Cadar Perseroan dan Soal-Soal Actual Hukum Perusahaan”.Bandung : Citra Aditya Bakti. 2004 Bhekti, Suryani .“215 Tanya Jawab Perseroan Terbatas”. Lascar Aksara Budiarto, Agus. “Kedudukan Hukum Dan Tanggung Jawab Pendirian Perseroan”. 2002. Barlianti, Yeni Salma, Gemala Dewi, Widyaningsih. “Hukum Perikatan Islam di Indonesia”. Jakarta : Kencana, 2005 Fanani, Ahmad Zaenal, “Teori Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Dan Islam”. Fuady,Munir. Hukum “Bisnis dalam Teori dan Praktek.Buku kesatu”.Bandung : PT Citra Aditya Bakti.1996 __________________. “Dinamika Teori Hukum”. Bogor: Ghalia Indonesia. 2007 __________________ “Hukum Tentang Akuisisi,Take Over dan Lbo”. Bandung: Citra Ditya Bakti.200 __________________. “Doktrin-Doktrin Modern dalam Corporate Law dan Eksistensinya dalam Hukum Indonesia”. Bandung: Citra Aditya Bakti. 2002 __________________. “Perlindungan Pemegang Saham Minoritas”. Bandung: CV Utomo. 2005 Harahap, M. Yahya. “Hukum Perseroan Terbatas” Jakarta: Sinar Grafika. 2011 Ibrahim, Johnny. “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”.Malang : Bayumedia Publishing. 2006. Cet. II Marzuki, Peter Mahmud. “Penelitian Hukum.”. Jakarta : kencana. 2010. Cet. IV Mertokusumo, Sudikno. “Mengenal Hukum” Yogyakarta : Universitas Atma Jaya Yogyakarta. 2010 Pangaribuan, Emmy. “Perusahaan Kelompok”. Yogyakarta: Seri Hukum Dagang Fak.Hukum Universitas Gadjah Mada.1994
Prasetya, Rudhi. “Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas”. Bandung: Citra Aditya Bakti.1996 __________________. “Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan UU No.1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas”.Bandung : Citra Aditya Bakti,1996 Prodjodikoro, Wirijono. “Hukum Perkumpulan,Perseroan dan Koperasi di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat Sembiring, Sentosa. “Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas”. Bandung: CV.Nuansa Aulia. 2012 Soekanto, Soerjono. “Pengantar Penelitian Hukum”. Jakarta : Universitas Indonesia Press. 1986. Cet. III Soekanto, Soerdjono dan Sri Mahmudji. “Peranan dan Penggunaan Kepustakaan di Dalam Penelitian Hukum”Jakarta : Pusat Dokumentasi Universitas Indonesia. 1979 Sulistyowati.“Aspek Hukum dan Realita Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia”. Jakarta: Erlangga. 2010 Supramono, Gatot. ”Hukum Perseroan Terbatas”. Jakarta: Djambatan.2009 Widjaya, I.G. Rai. “Hukum Perusahaan dan Undang-Undang Dan Peraturan Pelaksanaan di Bidang Usaha”. Jakarta: Kesaint Blanc. 2000 Widjaja, Gunawan. “Merger Dalam Perspektif Monopoli”.Jakarta : Raja Grafindo Persada.2002 Yunus, Nur Rohim. “Restorasi Budaya Hukum”. Jurisprudence Press. 2012
Jurnal Prasetya, Rudhi dan Emmy Yuhassarie.„Posiding Rangkaian Lokakarya Terbatas Masalah Kepailitan dan Wawasan Hukum Bisnis Lainnya.Perseroan Terbatas dan Good Governance”. Jakarta: PPH. 2006 Simanuntak, Cornelius. “Urgensi Keberadaan Direksi Independen”. Dalam surat kabar bisnis Indonesia, edisi 1 september 2004
Kitab Suci Al-Qur’an Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 Tentang Penyiaran