ARTIKEL Ju d u l RELIEF BIMA SWARGA KUBURAN DESA PAKRAMAN BULELENG, BALI DAN POTENSINYA SEBA AGAI SUMBER PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH
Oleh NI WAYAN ASTINI NIM. 0914021032
JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA SINGARAJA 2013
0
Relief Bima Swarga Kuburan Desa Pakraman Buleleng, Bali dan Potensinya Sebagai Sumber Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Sejarah) Oleh: Ni Wayan Astini, NIM. 0914021032 Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Sejarah Penempatan Relief Bima Swarga Kuburan Desa Pakraman Buleleng, (2) Bentuk relief Bima Swarga pada kuburan Desa Pakraman Buleleng (3) Nilai Potensi relief Bima Swarga, dari segi perspektif pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah. Pemanfaatan relief Bima Swarga kuburan Desa Pakraman Buleleng sebagai sumber pendidikan karakter dalam pembelajaran sejarah, menggunakan pendekatan sosial yaitu: (1) Teknik penentuan informan; (2) Teknik pengumpulan data (observasi, wawancara, studi dokumen) dan; (3) analisis data. Berdasarkan temuan dilapangan menunjukkan bahwa pembangunan relief Bima Swarga kuburan Desa Pakraman Buleleng di bangun atau didirikan pada tahun 90-an pada masa jabatan Drs. I Ketut Ginantra sebagai Bupati Buleleng. Awalnya sebagai syarat membangun Taman kota yaitu pembersihan Lomba Adi Pura. Bangunan relief Bima Swargakuburan Desa Pakraman Buleleng memiliki ide cerita yang sangat lokal bagi kehidupan sekitarnya. Karena bangunan relief Bima Swarga desa Pakraman Buleleng juga memiliki nilainilai yang dapat dipelajari siswa yaitu: (1) Nilai edukatif; (2) Nilai pengetahuant; (3) Nilai artistik; (4) Nilai budaya, dan; (5) Nilai rekreatif. Dalam memanfaatkan bentuk bangunan relief Bima Swargakuburan Desa Pakraman Buleleng sebagai sumber belajar guru dapat menggunakan metoda karya wisata. Metoda karya wisata merupakan cara yang dapat dilakukan oleh guru dengan mengajak siswa ke objek tertentu untuk mempelajari sesuatu yang berkaitan dengan pelajaran sekolah. Pada kegiatan karya wisata di lokasi bangunan relief tersebut, siswa dapat melakukan observasi langsung terhadap koleksi situs relief kuburan, kemudian saling berdiskusi dengan sesama teman dan guru. Siswa dapat menemukan nilai-nilai yang ada dengan melakukan pengamatan, bertanya, mengumpulka data, mengasosiasi data yang didapat dengan kehidupan manusia di masa kini dan mengkomunikasikan hasil temuan temuan dengan teman sesame siswa atau dengan guru. Selain itu siswa dapat memperoleh pengalaman nyata dan akan tumbuh motivasi belajar sejarah lebih aktif karena ternyata belajar sejarah tidak hanya dilakukan dalam kelas yang dapat membosankan siswa. Kata Kunci :Sejarah, Nilai bangunan, bentuk relief Bima Swarga Kuburan Desa Pakraman Buleleng.
1
Grave Relief Bima Swarga Pakraman Buleleng, Bali and Its potential as a Source of Character Education In Learning History) By: Ni Wayan Astini, NIM. 0914021032 Student Education Department of History, University of Education Ganesha Singaraja
ABSTRACT This study aimed to determine ( 1 ) History of Bima Swarga Placement Relief Tombs Pakraman Buleleng , ( 2 ) Form of Bima Swarga reliefs on the grave Pakraman Buleleng ( 3 ) The potential value of Bima Swarga relief , in terms of the perspective of character education in learning history . Utilization of Bima Swarga grave reliefs Pakraman Buleleng as a source of character education in learning history , social approach , namely : ( 1 ) determination technique informant , (2 ) the data collection techniques ( observation , interviews , document study ) and , (3 ) data analysis . Based on the findings in the field suggests that the development of Bima Swarga grave reliefs Pakraman Buleleng built or established in the 90's during the Drs office . I Ketut Ginantra as Regent of Buleleng . Initially as a condition of building a city park that is cleansing the temple of Adi race . Building the Milky relief Swargakuburan Pakraman Buleleng has a very local story ideas for the surrounding life . Because building the village of Bima Swarga relief Pakraman Buleleng also have values that can be learned students are: ( 1 ) educational value , (2 ) Value pengetahuant ; ( 3 ) artistic value , (4 ) cultural value , and ( 5 ) Value of recreation . In utilizing the building form the Milky relief Swargakuburan Pakraman Buleleng as a learning resource teachers can use the method of the field trip . Method field trip is a way to do by teachers to invite students to a particular object to study something related to school subjects . On the field trip activities in such reliefs building site , students can perform direct observation of grave reliefs site collection , then were in discussions with their peers and teachers . Students can find the values that exist by observing , asking , mengumpulka of data , associating the data obtained with human life in the present and communicate the results of the findings with fellow students or friends with the teacher . In addition students can gain real experience and will grow more active motivation to learn history because it was not only learn the history that can be done in a boring class students . Keywords : History , building value , forms of relief Bima Swarga Grave Village Pakraman Buleleng .
2
Kuburan berasal dari Bahasa Arab
pandawa menderita kekekalahan (3) Wana Parwa
melupakan,
mengisahkan pandawa dalam pembuangan di
memasukkan, dan mengebumikan.Kuburan
hutan (4) Wirataparwa penyamaran Pandawa di
yang
berarti
memendam,
adalah tanah tempat untuk menguburkan mayat atau orang yang sudah meninggal.
wirata selama setahun (5) Udyogaparwa perbutan Arjuna antara Duryadana, meminta agar Sri Krisna mau bersekutu dalam perang Bharata Yuda
Kuburan adalah tanah tempat untuk menguburkan (6) Bismaparwa awal perang bharatayudha dimana mayat atau orang yang sudah meninggal. Kuburan sang bisma sebagai panglima perang korawa (7) biasanya merupakan suatu tempat keramat, seram, Drone Parwa Bhagawan Drone sebagai senopati kotor, lebat dengan pohon-pohon yang besar korawa (8) karnaparwa sang karna sebagai sehingga terkesan angker yang dipakai sebagai senopati korawa (9) Calyparwa Sang Calya tempat upacara keagamaan. Di beberapa kota sebagai senopati Korawa (10) Sauptikaparwa kuburan bersolek, namun di Kuburan Desa kisah serangan Arcwatama dari pihak korawa pada Pakraman Buleleng dengan dibuat indah yaitu malam hari, dimana para pandawa sedang tidur adanya taman kota (Daerah Resapan) sebagai nyenyak, sehingga berhasil membunuh panca Lomba Adi Pura (Lomba Kebersihan Kota). kumara (putra-putra pandawa) (11)Stripralapa Kuburan Desa Pakraman Buleleng juga terdapat Parwa betapa sedihnya para istri yang kehilangan bangunan relief yang dikuburan daerah-daerah lain suaminya yang gugur dalam medan pertempuran sama sekali tercantum. Ini merupakan suatu (12) Santikaparwa Bhagawan Bisma ada di bangunan yang sangat menarik yang dimana landasan anak panah menunggu saatnya pergi bangunan relief di kuburan Desa Pakraman kesorga, menasehati yudhistira tentang dharma tersebut terdapat bangunan relief Bima Swarga (13)Anusasanaparwa setelah wafatnya bisma, cerita dari Mahabrata yang terdapat 18 parwa jenasahnya di bakar (14)Aswamedhaparwa Sang yaitu (1) Adi Parwa tentang asal usul keturunan Yudhistira mengadakan korban kuda. Juga tentang bharata yang merupakan pengantar semua parwa penobatan sang parikesit, putra abimanyu dengan lainnya (2) Sabha Parwa perjanjian tentang dewi uttari sebagai raja sampai berakhir dengan Pandawa dan Korawa tentang perjudian dimana 3
dipagutnya
oleh
(15)
merupakan suatu karakter yang bernilai sejarah
Aswamedhaparwa Sang Drestarata naik kereta
yang dijadikan sebagai penghubung balas budi
pergi kehutan untuk bertapa dan berakhir dengan
antara
pelaksanaan korban kepada para leluhur oleh sang
Kuburan dibayangkan sebagai tempat dimana
yudisthira (16)Mausalaparwa punah binasanya
orang dapat saling mudah berhubungan dengan
kota Dwarawati, akibat perang saudra antara kaum
roh-roh nenek moyang yang sudah meninggal.
yudawa,
(17)
Penghormatan kuburan nenek moyang adalah
Mahaprasthanikaparwa kepergian sang pandawa
memang suatu adat yang dikenal tidak hanya di
meninggalkan
daerah Indonesia saja tetapi hampir di seluruh
rakyat
naga
taksaka.
krisna
negaranya,
sendiri
berakhir
dengan
meninggalnya di laut waluka (padang pasir) akan
anak
terhadap
orangtuanya
sendiri.
dunia (Koentjaraningrat,1990: 254).
tetapi Sang Yudhistira tidak mati, melainkan
Secara umum kuburan merupakan tempat
disongsong oleh betara indra masuk ke sorga (18)
untuk mengkebumikan mayat orang yang
Raja Yudhistira masuk ke sorga melihat keluarga
sudah
meninggal.
Dilihat
dari
tempat
penguburannya, kuburan terdiri dari 2 tempat korawa mendapat sorga sedang adiknya berada di
yakni kuburan umum dan kuburan keluarga
neraka mendapat siksaan; Yudhistira lalu terjun
Bali areal kuburan terdiri dari bagian Ulu
ke neraka bersama adiknya. Seketika itu neraka
(diperuntukkan untuk kuburan anak-anak/
menjadi sorga dan sebaliknya korawa semula ada
Rare)
dan
Teben
untuk
bagian
orang
tua.Beryadnya merupakan kewajiban bagi di sorga menjadi neraka untuk masa ak tertentu
umat Hindu yang harus dilaksanakan dalam
(http:id.file///2013/ nak bali belog wiki pedia.org
kehidupan sehari-hari, karena alam semesta ini
/wiki/adi parwa). Dari ke 18 Adi Parwa tersebut
diciptakan oleh Prajapati (Sang Hyang Widhi)
menceritakan suatu perbuatan baik buruk di dunia
Dengan Yadnya, seperti yang terdapat dalam
nyata salah satunya adalah tokoh Bima yang
kitab suci Bhagawadgita berikut ini. “Pada jaman dahulu Prajapati menciptakan manusia dengan Yadnya dan bersabda, dengan yadnya engkau akan berkembang dan akan menjadi kamadhuk dari keinginanmu”. Dari bunyi sloka (BhagawadgitaIII,
dimana beliau sangat keras kokoh dan kuat dalam pengabdiannya
terhadap
Transisi Bima dalam
kedua
orangtuanya.
kuburan bangunan relief
Bima Swarga di Desa Pakraman Buleleng
sloka 14) ini, maka apa yang dilakukan oleh 4
umat
Hindu,
yaitu
beryadnya,
tidaklah
dalam relief bima swarga berpedoman pada
menyimpang dari kitab suci sebagai bagian
kita keagamaa hindu. Hal itu dapat dilihat dari
dari pitra yadnya. Panca Yadnya merupakan
segi bentuk reliefnya yang terdiri dari 19 panel
lima macam persembahan atau kurban yang
bentuk
dilakukan dengan tulus ikhlas, yaitu sebagai
arsitekturnya, dan bentuk-bentuk lain yang ada
berikut: (1) Dewa Yadnya
pada dinding senderan kuburan.
yaitu Yadnya
pendirian
temboknya,
bentuk
kepada Sang Hyang Widhi; (2) Rsi Yadnya
Relief bima swarga ini bisa dijadikan
adalah mengajar dan belajar kitab suci sebagai
sebagai sarana pendidikan yang berbasis
Yadnya kepada para Rsi; (3) Pitra Yadnya
pendidikan
adalah persembahan kepada para leluhur;(4)
sejarah dan dalam agama, dimana pendidikan
Manusia
dianggap penting dan mendesak, sehingga
Yadnya
pertolongan/makanan
adalah
pemberian
kepada
orang-orang
perlu
karakter
diberikan
dalam
sejak
usia
pembelajaran
dini
untuk
yang membutuhkan bantuan dan upacara dari
menyelamatkan generasi penerus yang benar-
lahir sampai mati; (5) Bhuta Yadnya adalah
benar bercitra dan berbangsa Indonesia, untuk
segala sesuatu pengorbanan yang ditujukan
mengembangkan nilai-nilai yang membentuk
kepada para Bhuta dan segala mahluk ciptaan
bangsa, yaitu Pancasila : 1). Mengembangkan
Tuhan yang lebih rendah dari manusia.
potensi peserta didik agar menjadi manusia
(Soebandi.1985:13).
berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku
Bima Swarga di kuburan Buleleng
baik, 2). Membangun bangsa yang berbudi
didirikan pada tahun 90-an pada masa Jabatan
luhur 3). Mengembangkan potensi warga
Drs. Ketut Ginantra sebagai Bupati Buleleng.
negara agar memiliki sikap percaya diri,
Relief ini digagas oleh masyarakat Buleleng
bangga pada bangsa dan negaranya serta
dan dikerjakan oleh tukang dari Tejakula
mencintai umat manusia. Pendidikan karakter
selama 2
dilakukan melalui berbagai sumber, yaitu
bulan
dan menghabiskan biaya
sebanyak 90 juta rupiah. Relief Bima Swarga
keluarga,
terletak di sisi kiri jalan raya tepatnya di
pemerintah, dunia usaha, media dan yang
senderan telajakan Kuburan Buleleng yang
lainnya
bermakna dan bertujuan untuk membangun
karakter. html/).
kesadaran masyarakat dalam kehidupannya di
satuan
pendidikan,
(http://2002.
sumber/
masyarakat,
pendidikan
Manusia berada dalam multikompleks
dunia ini. Dengan Relief Bima Swarga
antarhubungan
diharapkan masyarakat mendapatkan nilai-
masyarakat (Hasbullah, 2006: 55).Secara lebih
nilai pendidikan karakter dari yang dipahatkan
dan
antaraksi
di
dalam
mendalam peran masyarakat dalam konteks 5
masyarakat Bali adalah Desa Pakraman yang
Buleleng Kota Singaraja, Bali; (3) Nilai
menjadi
wadah
untuk
potensi relief Bima Swarga, dilihat dari segi
menjadi
satu
hidup
perspektif
bagi
masyarakat
kesatuan
dalam
bermasyarakat. Hal ini tercermin dalam
Pendidikan
Karakter
dalam
Pembelajaran Sejarah.
kehidupan Desa Pakraman Buleleng yang
METODE PENELITIAN
memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
anggota masyarakat baik yang berada dalam
kualitatif dengan bersandarkan pada teknik –
agama yang sama maupun antar umat agama
teknik pendekatan kualitatif di antaranya: (1)
yang berbeda. Berdasarkan uraian di atas,
Penentuan informan, melalui kelian adat atau
maka penulis ingin mengkaji lebih lanjut
Kepala Desa; (2) Metode Pengumpulan data,
mengenai
yaitu lewat teknik pengamatan langsung,
relief
Bima
Swarga
kuburan
Buleleng dengan menggambil judul penelitian
teknik
“Relief
Desa
(dokumen) (Sudjarwo, 2001:73); (3) metode
Pekraman Buleleng, Bali dan Potensinya
validitas data secara croos cek dengan dua
Sebagai Sumber Pendidikan
metode yaitu teknik triangulasi data dan
Bima
Swarga
Kuburan
Karakter
ini
bertujuan
dan
studi
pustaka
triangulsi metode; dan (4) Analisis data yaitu
Dalam Pembelajaran Sejarah”. Penelitian
wawancara,
untuk
penarikan
simpulan
yang
bersifat
kasar
mengetahui sejarah penempatan relief Bima
melalui: pengumpulan data, reduksi data,
Swarga pada tembok penahan yang terdapat di
sajian
Kuburan Buleleng dan bentuk relief Bima
verifikasi data.
data,
dan
penarikan
simpulan
/
Swarga Kuburan Desa Pakraman Buleleng
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kota Singaraja, Bali. Serta nilai potensi
1 Sejarah Penempatan Relief Bima Swarga
reliefBima Swarga, dilihat dari segi perspektif
pada Tembok Penahan yang terdapat di
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Kuburan Buleleng Pada tahun 1840-an, sebelum wilayah
Sejarah.
kerajaan Buleleng dipegang oleh pemerintah
LANDASAN TEORI adalah
Belanda, kuburan Buleleng dengan kuburan
kajian teori yang berpedoman pada rumusan
Banyuning masih menyatu. Kuburan Buleleng
masalah yaitu: (1) Sejarah penempatan relief
belum ada di tempat yang sekarang. Saat itu
Bima Swargapada tembok penahan yang
kuburan tersebut masih berada di wilayah desa
terdapat di Kuburan Buleleng ; (2) Bentuk
Banyuning (Buleleng), kira-kira 500 meter di
Kajian teori yang digunakan
relief Bima Swarga Kuburan Desa Pakraman
sebelah Timur Tukad Buleleng, tepatnya di 6
sebelah Barat Desa Banyuning, di sebelah
sehingga menempuh waktu cukup lama dan
Utara jalan (Margi Anyar).Setra di Banyuning,
sering terjadinya banjir di sungai menuju
dimekarkan dengan membentuk Setra
baru
Setra atau kuburan Desa Pakraman Buleleng,
yang berlokasi di Desa Pakraman Buleleng
oleh karena itu dicarikan solusi agar setra yang
sekarang. Pada tahun 1911, dan pada tahun
ada di Desa Pakraman Buleleng di Banyuning
1912 setra kuburan selesai dan diupacarai
diindah ke tempat sekarang karena posisinya
untuk penguburan masyarakat desa pakraman
sangat strategis, memiliki nilai yang sangat
bulelenr sehingga bisa dipergunakan sampai
vitalis, terlebih lagi setelah adanya relief bima
pada saat ini. Saat itu kondisi kuburan jalan
swarga sehingga menjadi tolak ukur dari
setapak masih sama tinggi dengan tanah
semua masyarakat lokal sebagai pandangan
halaman pura Dalem dan sama tinggi pula
kehidupan dharma dan adharma di kuburan
dengan
Desa
halaman
perumahan
di
Banjar
Pakraman
Buleleng
tersebut.
Penataran, Delod Peken dan sekitarnya.
(wawancara dengan bapak Nyoman Sutrisna
Keadaan jalan waktu itu berundag berbatu-
dan Jero Dalang Rugada pada tanggal 5
batu dan bertingkat-tingkat. Hanya bisa dilalui
Oktober 2013 jam 15:00).
pejalan kaki atau kuda (wawancara dengan
Bangunan Relief Bima Swarga terbuat
bapak Nyoman Sutrisna dan Jero Dalang
dari pasir (biastemblela). Pasir (biastemblela)
Rugada pada tanggal 13 September 2013 jam
adalah pasir hitam yang hanya terdapat di
13:00).
daerah Jembrana, Karangasem dan Buleleng.
Tujuan pemindahan kuburan (Setra) dari
Sebagian besar pasir temblela ini terdapat di
Banyuning ke Desa Pakraman Buleleng di
Desa Bukti dan Desa Tejakula.Selain dari
dekat Pura Dalem saat ini adalah untuk
bahan pasir temblela, pasir yang dicampur
mempermudah
yang
semen kemudian dibentuk bangunan relief
Pakraman
Bima Swarga yang terdapat di kuburan Desa
Buleleng yang saat itu terhalang oleh belum
Pakraman Buleleng juga terbuat dari semen
adanya jembatan penghubung antara wilayah
dengan pengotok, paat, dalam pengukiran.
dilakukan
semua
masyarakat
kegiatan Desa
Bangunan relief Bima Swarga di kuburan
barat dan timur dengan menuju kuburan Banyuning terutama pada saat memberi
Desa Pakraman Buleleng dibangun sebanyak
sesajen atau jotan dan pada saat melakukan upacara pengabenan.saat itu perjalanan dari Desa Pakraman Buleleng ke Desa Banyuning
tiga orang, yakni Bapak Gede Mulaba (54 tahun) dari Banjar Suci Tejakula, Bapak Gede
sangat susah karena jalan yang berbukit-bukit, 7
Semadi (64 tahun) dari Banjar Sila Dharma
Bima yang menolak menyembah arwah orang
dan Bapak
Gede Winaya (51 tahun) dari
tuanya, sebagai konsklusi. nilai estetis sebuah
Banjar Sila Dharma yang sudah almarhum.
sajian karya seni merupakan hal yang sangat
Pembangunan dari Tejakula seperti relief
menentukan
dikerjakan selama 2 bulan dengan menghabiskan
estetika sebuah karya seni. (http//www: 2013 I
biaya sebanyak 90 juta rupiah (wawancara
Dewa Ketut Wicaksana//estetika-kulit-bali-
dengan Gede Mulaba pada 27
Juli jam
lakon-bima-swarga.htm hari rabu 10 juli jam
19:00.2013). Pemikiran tema Bima Swarga
19.00.2013).Bentuk bangunan yang tergambar
didasarkan atas ketokohan Bima yang dapat
dalam relief Bima Swarga KuburanDesa
dimaknai dari kata Bima dapat diartikan 1)
Pakraman Buleleng, yang
ketakutan, menakutkan, hebat’ 2) salah satu
kebaikan dan keburukan atau sering disebut
dari delapan bentuk (Dewa) Siwa 3) macam-
dengan skala dan niskala.Dimana bangunan
macam mahluk yang mepunyai sifat dewa dan
relief Bima Swarga tersebut terdapat di
manusia, khususnya putra kedua Pandu’
sebelah utara, tengah-tengah dan sebelah
(Macdonell,
dapat
selatan yang secara keseluruhan terdapat 19
arah tujuan‘menuju atau
panel bentuk bangunan relief. Lebih lanjut
memimpin ke cahaya atau ke surga, penghuni
berikut penjelasannya yaitu pada gambar 4.4.1.
surga’ (Macdonell, 1954: 371). Oleh karena
tentang
itu Bima Swarga dapat diartikan perjalanan
melaksanakan
tugasnya
ke
surga
untuk
menyelamatkan
ayahnya
Bima
Sang
Pandu
1954:
diartikan sebagai
206).
Swarga
Bima ke surga karena sesuai dengan cerita dalam naskah.
dalam
pencapaian
nilai-nilai
menggambarkan
Sang Bima dan Kunti yang akan
Dewanata atau disebut dengan Dewi Nadi atau Ibu Kunti. Gambar 4.4.2.Menggambarkan tentang
Secara konvensional lakon Bima Swarga sujud Bhakti dalam persembahnyangan terhadap
mengikuti struktur tradisi pewayangan Bali, Dewa Yadnya atau Bhuta Yadnya. Gambar 4.4.3.
namun yang menarik adalah adegan sikap
menggambarkan tentang Sanghyang Acintya atau 8
Siwa Nataraja dari segala sumber perbuatan di
untuk mengantarkan roh kepada Sanghyang
dunia
tujuan
Suratma. Gambar 4.5.2. menggambarkan tentang
memberikan sumber kehidupan manusia dan
Sanghyang Suratma dengan senjata keropak,
hukumnya wajib melakukan sujud Bhakti terhadap
beliau
sanghyang wenang atau sering disebut dengan puja
membacakan segala tingkah laku manusia semasa
puji syukur dalam segala hal. Gambar 4.4.4.
hidupnya. Gambar 4.5.3. menggambarkan tentang
Menggambarkan tentang Sanghyang Suratma yang
Dewa Cikra Bhala dengan senjata pedang yang
sebagai penegak hukum arwah manusia di surga
tugas sama dengan dewa dura khla sebagai
dan
menggambarkan
penjemput roh –roh manusia jika sudah tiada.
tentang Sang Brahma Wisnu dan Siwa. Dimana
Gambar 4.6.1. menggambarkan tentang simbol
Brahma menduduki angsa, Wisnu menduduki
neraka (api), dimana bima melihat perbuatan
garuda dan Siwa menduduki lembu. Yang
manusia yang buruk di kawah (candra gemuruh),
merupakan suatu perwujudan dari manusia sebagai
disisi lain bima juga melihat arwah kedua
sembah bhaktinya. Gambar 4.4.6. menggambarkan
orangtuanya yaitu ayah dan ibunya yang sedang
tentang orang yang sedang bertapa (semedi) untuk
disaksikan oleh dura khala. Gambar 4.6.2.
penunggakan
dengan
menggambarkan tentang cerminan di neraka yaitu
Paramatman atau adanya suatu kehancuran roh-
perbuatan orang-orang yang di dalam hidupnya
roh dari tubuh manusia (Brahman). Gambar 4.4.7.
sangat kikir sehingga dipertanggung jawabkan di
menggambarkan tentang. suatu perbuatan manusia
neraka yaitu dengan cara memikul beban yang
di dunia
sangat
di
bawa
neraka.
ke
Gambar
antara
aherat
4.4.5.
dengan
Jiwatman
yang mendasari Bhuana Agung dan
sebagai
berat
pengambil
(hukuman).
keputusan
Gambar
atau
4.6.3.
Bhuana Alit. Gambar 4.4.8. menggambarkan
menggambarkan tentang titi ogal ugil seorang anak
tentang Panca Pandawe berkewajiban sebagai
yang menjemput ibunya di neraka di bawah
untuk menyangkut leluhurnya, akibat perlakuan
jembatan, yang dimana seoramg ibu sering
buruk yang dilakukan oleh keluarganya. Gambar
menggugurkan kandungannya sehinnga seorang
4.5.1. menggambarkan tentang Dewa Dura Khala
anak akan menjemput atau mendekatkan bathinnya
sebagai penjemput roh, dengan senjata gadha
dengan 9
seorang
ibu.
Gambar
4.6.4.
menggambarkan tentang arwah manusia yang
kesengsaraan. Disisi lain, dalam gambar ini juga
sedang disiksa di neraka, karena didalam dunia
menggambarkan perbuatan seorang ibu yang tidak
sering memiliki sikap malas dalam segala perilaku
mau
dan sering melakukan perbuatan-perbuatan yang
perbuatan
keji (ilmu hitam). Gambar 4.6.5. menggambarkan
diterima di dunia aherat atau neraka dengan
tentang suatu perbuatan manusia yaitu berupa
menyusui binatang seekor ulat dan gambar 4.6.8.
siksaan terhadap seorang wanita karena sering
menggambarkan tentang
melakukan
kawah ditempat kedua orangtuanya yaitu ayah dan
ditarik,
perbuatan
kainnya
asusila
tersebut
sehingga
niscaya
akan
Bima yang berada di
memasukkan alat kelamin laki-laki kemulutnya.
dengan maksud membantu kedua orangtuanya
Gambar 4.6.6. menggambarkan tentang seorang
yang menjalani hukuman yang sangat berat. Bima
manusia yang sedang melakukan sambung ayam
sebagai anak yang berbhakti kepada orangtuanya,
(adu ayam jago) yang terdapat dua sisi baik dan
makan dalam segala hal permaslahan yang bisa dia
buruk. Dimana pada saat piodalan di pura-pura
seleaikan akan dijalani dengan penuh keiklasan.
tertentu harus melakukan tradisi sambung ayam
Dari semua penjelasan arti dan makana tujuan
jago
adanya
gambar tersebut seperti penjelasan diatas yaitu
perwujudan piodalan dipura tersebut. Namun,
Purwadaksina adalah bentuk perwujudan yang
disisi lain adu ayam jago tersebut lebih sering
menggambarkan semua mahluk hidup yang ada di
dilakukan oleh manusia dengan tindakan tidak
muka bumi ini akan terus mengalami suatu
terpuji di dunia. Selain itu, gambar tersebut juga
perputaran secara bertahap. (wawancara dengan
menggambarkan adanya arwah cumuriga (keris)
Jero Dalang Rugada 59 tahun dari Br. Penataran
yaitu segala perbuatan manusia didunia misalnya
pada 28 Desember jam 17:00.2013 dan dengan
penipuan. Gambar 4.6.7. menggambarkan tentang
Gede Mulaba 54 tahun
Bima berhadapan dengan sanghyang suratma
pada 28 Desember jam 09:00.2013).
makna
anjing
perbuatan
(asusila)
ibunya. Bima mengunjungi kedua orangtuanya
sebagai
oleh
lidahnya
anaknya
dan
tersebut
ditarik
yaitu
menyusui
dari
untuk menanyakan keadaan kedua orangtuanya yaitu ayah dan ibunya yang sedang mendapatkan 10
dari Br. Suci Tejakula
ReliefBima Swarga Kuburan
Swarga tercermin lewat keabsahan fungsinya
Desa Pakraman Buleleng Kota Singaraja,
sebagai seni ritual (pitrayadnya), karena
Bali
mengandung penyerahan diri kehadapan Ida
2. Bentuk
Setiap kuburan identik dengan adanya
Sanghyang Widhi Wasa, sehingga muncul rasa
keseraman atau dengan kata lain seram.
tenang, tentram, damai, dan nyaman, terutama
Dimana masyarakat atau manusia secara
bagi masyarakat pendukungnya melalui nilai-
individu mengunjungi makam kuburan sanak
nilai estetis yang bersifat religius. (3) Secara
keluarganya
waktu
estetika ilmiah dengan pendekatan teori
tertentu.Misalnya pada saat upacara ngaben,
evaluasi kesenian yang diajukan oleh wayang
pada
bertujuan
melalui pengorganisasian dari berbagai unsure
memberikan sesajen seperlunya. Tradisi ini
dengan menambah nilai kompleksitas. Hal ini
juga terdapat di Desa Pakraman Buleleng, di
akan didekati melalui estetika falsafah dengan
kota Singaraja yang menjadi salah satu kota
melakukan
pendidikan
pesat
persamaan. Salah seorang dalang `suhu`
perkembangannya. Makna relief Bima Swarga
(panutan) di Bali, yaitu Dalang Sidja sering
di kuburan Desa Pakraman Buleleng menjadi
dijadikan narasumber (informan) dari berbagai
sebuah
disiplin ilmu maupun adat termasuk kader-
saat
berdasarkan
hari
yang
pedoman
tertentu
begitu
atas
yang
sangat
perkembangan
hidup
manusia secara duniawi menuju bekal akhirat. Masyarakat Desa Pakraman Buleleng
perbandingan,
pengkaitan,
kader dalang yang ingin mengikuti jejaknya mengetahui dan memahami berbagai sumber
memaknai bangunan relief Bima Swarga di
ceritera
tembok pembatas kuburan tersebut: (1) Secara
wayang Bima Swarga, tidak sekedar sebagai
semiotik,
Swarga
hiburan tetapi juga sebagai hasil seni budaya,
membentuk struktur global yang mempunyai
pendidikan, penerangan, piwulang filosofis,
fungsi dan makna bagi penghayatan dan
oleh karenanya wayang sebagai kesenian
pengkajian budaya Bali (Indonesia) sebagai
adiluhung hendaknya disikapi dan dimaknai
sumber inspirasi garapan tema dan amanat.
sebagai satu keseluruhan dan keutuhan.
Nilai-nilai budaya yang terkandung dalam
3. Nilai Potensi relief Bima Swarga, dilihat
lakon Bima Swarga meliputi, nilai ajaran
dari segi perspektif Pendidikan Karakter
dharma (kewajiban dan kebajikan); nilai
dalam Pembelajaran Sejarah.
jenis
lakon
Bima
fungsi
dan
makna
Nilai Potensi dalam relief Bima Swarga
yajnya (korban suci dan ketulusan); dan nilai kesetiaan (satya wacana dan suputra). (2)
menjelaskan
yang terdapat di kuburan Desa Pakraman
Secara filsafat, nilai estetis lakon Bima 11
Buleleng, jika dilihat dari bentuk kajian
pembelajaran sejarah atau IPS di SMP dan
ataupun teorinya relief tersebut merupakan
SMA adanya suatu kemampuan yaitu dengan
salah satu cerminan perbuatan manusia secara
cara (1) Mengamati: Melalui membaca sumber
skala dan niskala di dalam dunia nyata yang
tentang aktivitas manusia yang terbatas dalam
nantinya akan lebih jelas diterima di dunia
ruang dan waktu, selalu dalam perubahan, dan
aherat. Selain itu secara nyata bima memiliki
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di
kepribadian yang penuh kesucian dalam segala
masa kini (2) Mengajukan Pertanyaan dan
hal (wawancara dengan Nyoman Sutrisne, Pak
berdiskusi untuk mendapatkan klarisifikasi
Artawan, I Putu Budiana, dan I Made Bidja
dan pengalaman tentang aktivitas manusia
pada 11 juli jam 10:00.2013). Dalam bentuk
yang terbatas dalam ruang dan waktu, selalu
bangunan
dalam perubahan, dan pengaruhnya terhadap
relief
Bima
Swarga
tersebut
mengartikan sebuah nilai dengan tujuan dan
kehidupan
makna membentuk suatu perbuatan yang
mengumpulkan data mengenai lanjutan terkait
timbal balik antara anak dengan orangtua
aktivitas manusia yang terbatas dalam ruang
melalui berbagai cara misalkan pengabdian,
dan waktu, selalu dalam perubahan, dan
perjuangan, kesopanan, toleransi, berbakti,
pengaruhnya terhadap kehidupan manusia di
taat,
masa
patuh
kesempurnaan
terhadap hidup
orangtua
kini
(4)
di
masa
kini
Mengasosiasi
(3)
dengan
diakheratnya.
menganalisis informasi yang di dapat dari
Karakter dari semua tersebut dalam perspektif
yang terbatas dalam ruang dan waktu, selalu
pendidikan sejarah nilainya sangat vitalis
dalam perubahan, dan pengaruhnya terhadap
karena dari makna nilai bangunan relief bima
kehidupan
swarga tersebut menjadi tolak ukur sebagai
mengkomunikasikan
toleransi satu sama lain. Dalam karakter
bentuk
modul
keterkaitan antara aktivitas manusia yang
manusia
untuk
dalam
manusia
dan
sejarah
tujuan
12
manusia
tulisan
di hasil
tentang
masa
kini
(5)
analisis
dalam
mengenai
waktu
terbatas dalam ruang dan waktu, selalu dalam perubahan,
dan
pengaruhnya
terhadap
sejarah yang selama ini berlangsung di sekolah (terutama di jenjang SMP dan SMA) cendrung
kehidupan manusia di masa kini (Marijin, 2013:1-3).
dalam penelitian ini adalah (1) pemahaman guru Sejarah mengenai Pendidikan Karakter, (2) implementasi Pendidikan Karakter dalam pembelajaran IPS Sejarah,(3) kendala-kendala implementasi Pendidikan Karakter dalam pembelajaran Sejarah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kualitatif untuk memperoleh data digunakan metode wawancara
mendalam,
studi
dokumentasi.Untuk menguji objektivitas dan keabsahan data digunakan teknik triangulasi sumber dan triangulasi teknik.Relief Kuburan Bima Swarga Desa Pakraman Buleleng bisa dijadikan
sebagai
sumber
pembelajaran
sejaran karena segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan oleh siswa untuk mempelajari batas pengalaman belajar sesuai dengan tujuan
pesertadidikberbuatcerdas dengan sejarahnya”,
berorientasi (mendongeng),
dapat dipelajari oleh siswa dari sisi bangunan relief Bima Swarga Desa PakramanBuleleng yaitu
sebagai
berikut:a.
nilai
edukatif;b. nilai pengetahuan; c.nilai artistic ;d.nilai budaya; e. nilai rekreatif. Berdasarkan beberapa pengamatan kritis dan penelitian menunjukkan bahwa pelajaran
pada
cara-cara
mungkin
sebagai
bercerita warisan
tradisi lisan dalam historografi kita masih cukup melekat pada lingkungan sekolah yang menjadikan peserta didik pasif-perspektif dan peran guru menjadi sangat dominan sebagai tukang cerita. (2).Adanya kecendrungan kuat menampilkan fakta bernuansa mitos (proses kearah pemantapan satu keyakinan), sehingga sering ada kesan pengambaran sejarah sebagai proses “pemitosan”, sehingga peserta didik yang kritis, sejarah diberi kesan cendrung “berbohong”
daripada
mendorong
proses
berpikir reflektif-kritis. (3) Adanya rekayasa ideologis yang terulang dalam kurikulum pendidikan IPS terpadu pada umumnya, termasuk sejarah pada khususnya (Widja, 2007: 1). Dengan langkah-langkah yang disusun
yang hendak dicapai.Adapun nilai-nilai yang
tersebut
mengajak
di antaranya: (1).Cara pengajaran sejarah lebih
Selain itu, Permasalahan yang dikaji
observasi,
tidak
dalam RPP akan semakin mempermudah guru dalam memilih metode pembelajaran yang tepat. Alasan guru dengan memilih metode ini, adalah karena diskusi dan tanya jawab para siswa sudah aktif dan lebih kreatif dengan membaca buku dan mencari sumber-sember belajar lainnya, misalnya melalui internet.Cara guru memanfaatkan hal tersebut, tidak lepas 13
dari
silabus
dan
RPP
yang
disusun
2
Singaraja.
Tujuan
didirikannya
yaitu:
guru.Dengan
(1)sebagai wahana untukmelestarikan dan
membuat langkah-langkah pembelajaran dan
memanfaatkan bukti material manusia dalam
menentukan metode karya wisata, guru dapat
rangka peningkatan penghayatan nilai budaya
mengajak siswanya berkunjung ke lokasi relief
dan kecerdasan kehidupan bangsa. (2) sebagai
kuburan tersebut.
cermin masa lalu keberadaan peradaban
sebelumnya
oleh
seorang
Dengan melihat secara langsung koleksi prasejarah
dan
sejarah
dalam
bangunan
masyarakat Bali Utara. (3) sebagai khasanah daya
tari
Bulelengbagi
pendidikan,
tersebut, maka siswa akan menjadi tahu dan
kebudayaan dan kepariwisataan. (4) sebagai
lebih memahami materi pelajaran. Dalam
upaya pencapaian tujuan pelestarian budaya
kajian dokumen RPP yang dimiliki guru
Bali
sejarah SMP dan SMA, terdapat skenario
dipelajari siswa yaitu: (1) nilai edukatif,
pembelajaran yang memperlihatkan bentuk
(2)nilai pengetahuan, (3) nilai artistik, (4) nilai
interkasi antara guru dan siswa. Apersepsi
budaya; dan (5) nilai rekreatif.
dilaksanakan selama lima menit, setelah itu guru melanjutkan dengan kegiatan kelompok. Dalam RPP terdapat kegiatan akhir berupa presentasi hasil diskusi dan kerja kelompok pada saat pembelajaran serta di adakan pertanyaan post test. Pertanyaan post test berupa jenis pembuatan seni bangunan relief tersebut, bagaimana ciri-ciri biologisnya, dan jenis peralatan hidup yang digunakan.Dari hasil presentasi kelompok para siswa dapat menyimpulkan
tentang
arti
dan
makna
bangunanrelief
Bima
bangunan relief tersebut.
SIMPULAN Pendirian
Swarga kuburan Desa PakramanBuleleng sudah mulai pada tahun 90-an, yang berada di
Utara.Dan
nilai-nilai
yang
dapat
DAFTAR RUJUKAN Desa Pakraman Buleleng.2003. Awig-Awig Desa Pakraman Buleleng.Desember: Singaraja. Hasbullah.2006. Dasar-Dasar IlmuPendidi kan. Jakarta: PT Raja GrafindPersada. Macdonell, Arthur Anthony. 1954. Apractical Sanskrit Dictionary.London:Oxford University Press. Marijin, Kacung.2013. Modul mata pelajaran sejarah peminatan (sekolah menegah atas sma kelas x). Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Soekmono. 198. Pengantar SejarahKebudaya An Indonesia 1. Yogyakarta:Kanisius. Soebandi,Ketut.1985.Berbaktikepadakawitan (leluhur) adalah ParamoDharmah.CV: Kayu Mas Agung. Widja, I Gede. 2007. “Menjadi CerdasMelalui Pembelajaran Sejarah(Memahami Semangat KBK Dalam Kurikulum Sejarah)”. Dalam JurnalSejarahCandra Sengkala. (hlm. 1-4).Singaraja: Jurusan Pendidikan SejarahFakultas Ilmu Sosial Undiksha Singaraja.
kompleks Gedong Kertya di jalan Veteran no 14
Anonim.2002. Sumber Pendidikan Karakter.T erdapat padahttp://www.com.2002./Sumb er/Pendidikan/Karakter.htm. Di Unduh tanggal 21 April 2013 jam 09.10 Wita. ……. 2013.Skripsi Estetika Wayang Kulit Bali Lakon Bima Swarga. Terdapat pada
file IDewa Ketut Wicaksana skripsi/estetika-wayang-kulit-bali\ lakonbima-swarga.htm.Diunduh pada tanggal10 juli jam 19.00.201
15