e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017)
PENGELOLAAN DAN REALISASI DANA PETURUNAN KRAMA DESA DALAM PELAKSANAAN SABHA DI DESA BALI AGA (Studi Kasus Pada Desa Pakraman Pedawa) 1
Putu Edy Suryadi Yasa, Nyoman Trisna Herawati, 2Anantawikrama Tungga Atmadja
1
Jurusan Akuntansi Program S1 Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak Desa Pakraman merupakan organisasi sosial religius yang bersifat tradisional sehingga pengelolaan keuangannya seringkali masih mengacu budaya kearifan lokal setempat. Salah satu Desa Pakraman yang masih menggunakan budaya kearifan lokal dalam pengelolaan keuangannya adalah Desa Pakraman Pedawa. Salah satu keunikan dalam pengelolaan keuangannya terletak pada sistem pemungutan dana peturunan krama desa khususnya dalam pelaksanaan Sabha (Piodalan Desa) yaitu pemungutan dana peturunan dilakukan setelah pelaksanaan Sabha selesai dilaksanakan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan sistem pelaksanaan kegiatan yang lazim dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, 1) sistem pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha (piodalan desa) di Desa Pakraman Pedawa, 2) dasar filosofis yang melandasi diterapkannya sistem pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa, 3) pengelolaan dan realisasi dari pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, antara lain 1) Reduksi Data, 2) Penyajian Data dan 3) Menarik Kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, 1) sistem pemungutan dana peturunan dalam Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa yaitu pemungutan dilakukan setelah pelaksanaan Sabha selesai dilaksanakan, 2) dasar filosofis yang mendasari sistem pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa yaitu adanya prinsip keterbukaan; adanya kesamaan tekad dan pemikiran untuk tidak melanggar peraturan yang sudah dibuat serta adanya kesamaan krama desa di mata Tuhan, 3) pengelolaan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa sudah baik dan transparan dan adanya alur yang jelas. Realisasi dari pemungutan dana peturunan direalisasikan penuh untuk membiayai semua pengeluaran pelaksanaan Sabha. Kata kunci: Pengelolaan, Realisasi, Dana Peturunan, Sabha Abstract “Desa Pakraman” or a local tranditional village is a social religious organization traditionally established around the vellages found in Bali in which its’ financial management very often remains very simple based on the culture of local wisdom. One of the traditional villages which remains conducting a program based on the local wisdom culture is Pedawa traditional village. It is unique for the people when conducting a “Sabha”, a village ritual ceremony all the fund required for the ceremonial activities are raised from the members’ fee and managed by the committee. The members’ fees are collected after the ritual ceremony has been completely finished.
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) This tradition has been considered very unique since it is different from the common practice of the existing system. This study was conducted for the purpose of finding out 1) the system implemented when the members’ fee were collected in conducting “sabha desa” or village ritual ceremony in the traditional village Pedawa, 2) the philosophical foundation underlying the implementation of the system of fund raising based on the members’ fee when conducting village ritual in the traditional village Pedawa, 3) the management and realization of fund raising by collecting members’ fee when conducting village ceremonial activities in the traditional village Pedawa. The study utilized a qualitative design where the data were analyzed in three different stages, such as 1) data reduction, 2) data presentation and 3) drawing conclusion. The results of the study indicated that 1) the fund required for conducting village ceremony in traditional village Pedawa was collected after the process of ritual in the village had been completely finished, 2) the philosophical foundation underlying the process of the fundraiser was the principle of openness ; having the same and equal determination and thought for unbreaking the rules which had been negotiated as well the principles of equal right before the God among the members of the traditional village of Pedawa. 3) the financial management of the members’ fee when conducting village ceremony in Pedawa traditional village had been considerably good and based on the transparency principle with clear appropriate procedure. The entire fund collected from the members’ fee was completely utilized for the purpose of successful implementation of village ritual, “sabha”. Key words: Management, Realization, Members’fee, Sabha
PENDAHULUAN Bali merupakan salah satu kepulauan yang ada di Indonesia yang sangat terkenal namanya hingga sampai ke mancanegara. Terbentuknya nama pulau Bali bermula dari sejarah Agama Hindu yang ada di India. Istilah Bali berasal dari bahasa sansekerta yang artinya “Kekuatan” yang maha agung (The Power Full). Jadi, nama Bali ini pada mulanya bukan berasal dari bahasa Bali. Istilah Bali sekarang sudah mewarga menjadi bahasa Bali. Nama Bali sebagai nama pulau maupun sebagai nama kebudayaan tentunya termasuk dalam kesenian yang sudah mendunia. Banyak sebutan yang diberikan oleh wisatawan terhadap pulau Bali itu sendiri, seperti sebutan "Bali, the island of the thousand temples" yang artinya Bali adalah pulau dengan ribuan buah pura yang mengelilingi di berbagai sudut wilayah. Kadangkala disebut pula oleh wisatawan sebagai nama pulau dewata atau "the island of Gods" yang artinya pulau dengan seribu dewa atau terdiri dari banyak dewa. Selain terkenal dengan sebutan Pulau Seribu Pura, Bali juga terkenal dengan keragaman seni dan budaya serta adat istiadat yang unik dan dijadikan salah
satu tujuan pariwisata bagi wisatawan lokal maupun wisatawan mancanegara. Sebagai salah satu tujuan wisata yang memiliki keunikan tersendiri, banyak daerah-daerah di pulau Bali yang memiliki ciri khas yang unik dilihat dari budaya dan tradisi penduduk yang beragama Hindu. Daerah-daerah yang memiliki keunikan tersendiri di Bali disebut dengan desa adat atau yang sekarang disebut dengan Desa Pakraman. Desa Adat atau Desa Pakraman merupakan ciri khas tata kemasyarakatan di Bali. Sejak jaman Bali Kuna, yakni sekitar abad ke-9, masyarakat Bali telah mengenal masyarakat desa yang disebut “Kraman”. Tempat atau wilayah dimana Kraman berada disebut “Desa” atau Desa Pakraman (Wanua, Tani) (Dharmayudha, 2001:1). Lebih lanjut dikatakan, Desa Pakraman ini pada awalnya merupakan kelompok cikal bakal atau keturunan pendiri pemukiman yang sejak awal mendiami daerah tertentu. Menurut Dharmayuda (2001:4) Sejak zaman dahulu, suatu desa baru dikatakan otonom (simaswatantra) apabila sudah memenuhi empat unsur yang merupakan syarat (Catur Bhuta Desa), yaitu:
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) 1. Parimandala (lingkungan wilayah desa) 2. Karaman (rakyat sebagai warga desa) 3. Datu (pengurus atau pemimpin desa) 4. Tuah (perlindungan dari Tuhan/Hyang Widhi) Empat unsur ini memungkinkan sebuah desa mampu berfungsi dengan baik dalam mengayomi dan mengarahkan warga mencapai tujuannya dan kesejahteraan bersama. Selain itu, tatanan Desa Pakraman yang baik akan mampu menjadi benteng yang kokoh dan kuat bagi Bali. Sejak ratusan tahun, Bali tampak kokoh dengan ciri khas dan keunikannya, salah satu penyebabnya adalah Desa Pakraman mejadi wadah bagi semua semua aktivitas, termasuk ritual, adat istiadat dan tradisi Bali. Sebagai diatur dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman, tersirat bahwa fungsi Desa Pakraman adalah sebagai basis bagi pengembangan dan pemertahanan adat dan agama Hindu (Atmadja, 2010:47). Berkaitan dengan adanya Desa Pakraman di Bali, juga tidak dapat dipisahakan dengan adanya desa-desa tua di Bali yang lebih di kenal dengan Desa Bali Aga atau Desa Bali Kuna/ Desa Bali Mula. Untuk orang Bali sendiri istilah Bali Aga atau Bali Mula dikenal pertama kali sejak adanya ekspedisi Rsi Markandeya ke Bali. Dalam Lontar Markandeya Purana disebutkan bahwa Rsi Markandeya yang ingin membuka hutan di Bali dengan mengajak para pengikutnya dari Jawa. Bali Aga atau Bali Mula adalah sebutan untuk orang Bali asli yang sudah ada sebelum kedatangan orang luar (Majapahit). Setelah masuknya Majapahit dimana Kerajaan Bali Dwipa dapat dikalahkan maka orang Bali Aga lari ke pegunungan. Dengan demikian, kemudian orang Bali dibedakan menjadi dua yaitu orang Bali Asli (Bali Aga) dan orang Bali keturunan Majapahit. Desa Pakraman Pedawa yang merupakan salah satu desa tua atau desa Bali Aga ini, mempunyai keunikan tersendiri dibandingkan dengan desa
selain desa Bali Aga yang ada di Bali. Keunikan dari segi bahasa maupun ritual keagamaan yang kental yang menjadikan Desa Pakraman Pedawa ini sangat unik untuk diteliti. Tradisi dan budaya yang sudah turun-temurun tersebut masih menjadi daya tarik dari Desa Pakraman Pedawa ini. Salah satu keunikan dari segi ritual keagamaan yang dilakukan di Desa Pakraman Pedawa ini adalah diadakannya Sabha. Dimana Sabha ini merupakan upacara pemujaan atau piodalan yang dilakukan di pura sad khayangan desa di Desa Pedawa. Sabha disini disamakan dengan Pujawali. Pujawali atau Sabha di Desa Pakraman Pedawa ini ditentukan berdasarkan perhitungan wuku dan wewaran atau sebagai Sabha Dewasa yaitu Purnama atau Tunggal. Dalam pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa ini yang merupakan upacara keagamaan khas di Desa Pedawa, memiliki keunikan tersendiri dan tidak ditemukan di desa lain di Bali adalah berdasarkan hasil observasi awal yang dilakukan oleh peneliti bahwasannya dalam kegiatan Sabha ini memiliki tata kelola keuangan yang unik dalam proses pelaksanaan Sabha ini dibandingkan dengan pelaksanaan upacara keagamaan di desa lain di Bali yakni adanya dana Peturunan (iuran wajib) dari krama desa Pedawa. Dimana dalam dana peturunan (iuran wajib) ini yang unik adalah sistem pemungutannya, dimana biasanya di desa lain yang ada di Bali akan dilakukan pemungutan iuran terlebih dahulu, baru setelah itu akan melaksanakan suatu kegiatan yang sudah direncanakan setelah dana tersebut terkumpul. Sedangkan hal ini berbeda dengan yang dilakukan di Desa Pakraman Pedawa, dalam pemungutan dana peturunan ini dilakukan setelah kegiatan Sabha tersebut selesai dilaksanakan. Hal ini tentunya bertolak belakang dengan sistem pelaksanaan kegiatan yang lazim dilaksanakan, dimana yang pertama harus adanya RAB (Rancangan Anggaran Biaya) atau pemungutan dana iuran baru setelah itu kegiatan bisa dilakukan. Dalam pengelolaan dana peturunan ini, di Desa Pakraman Pedawa khususnya pada akhirnya akan bermuara pada
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) adanya suatu realisasi. Dimana realisasi yang dimaksud disini adalah pengalokasian dana yang sudah terkumpul tersebut guna menutupi pengeluaran ataupun biaya dalam pelaksanaan Sabha. Penelitian ini juga difokuskan untuk mengetahui realisasi dari pengelolaan dana peturunan dalam pelaksanaan Sabha. Kearifan lokal merupakan sesuatu yang terbentuk sebagai keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya masa lalu yang patut secara terusmenerus dijadikan pegangan hidup, meskipun bernilai lokal tetapi nilai yang terkandung di dalamnya dianggap sangat universal. Kearifan lokal adalah nilai-nilai yang berlaku dalam suatu masyarakat, nilai-nilai tersebut diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah laku sehari-hari di dalam kehidupan masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal ini berarti kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreativitas dan pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya. Dalam masyarakat Indonesia, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Nababan (2003) menyatakan bahwa, “Masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan ditumbuh kembangkan terus-menerus secara turun temurun”. Sistem pengelolaan keuangan Desa Pakraman tidak sama halnya dengan sistem pengelolaan keuangan Desa Dinas. Sistem dan prosedur pengelolaan keuangan Desa Dinas yang dikelola oleh pemerintah desa termasuk di dalamnya mekanisme penghimpunan dan pertangungjawaban merujuk pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Sedangkan sistem pengelolaan keuangan Desa Pakraman tidak merujuk pada regulasi yang sama melainkan kepada Awig-Awig yang telah diatur secara sah dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001. Berkaitan dengan hal tersebut, banyaknya anggapan masyarakat terhadap organisasi sosial keagamaan yang tidak membutuhkan pengelolaan yang baik menyebabkan hampir keseluruhan praktik akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan dalam organisasi keagamaan tidak memiliki bentuk baku dan standar. Semua praktik keuangan dan pengelolaan kelembagaan organisasi sosial keagamaan lebih dominan hanya didasari oleh kepercayaan tanpa memiliki sistem dan prosedur yang memadai untuk mewujudkan dan meningkatkan kepercayaan tersebut kepada masyarakat luas. Berkaitan dengan hal tersebut, maka masalh yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana sistem pemungutan dana peturunan (iuran wajib) dalam pelaksanaan sabha (piodalan desa) di Desa Pakraman Pedawa?, (2) Apa dasar filosofis yang melandasi diterapkannya sistem pemungutan dana peturunan (iuran wajib) dalam pelaksanaan sabha (piodalan desa) di Desa Pakraman Pedawa?, (3) Bagaimana pengelolaan dan realisasi dari pemungutan dana peturunan (iuran wajib) dalam pelaksanaan sabha (piodalan desa) di Desa Pakraman Pedawa?. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengangkat fakta, keadaan, variabel, dan fenomenafenomena yang terjadi saat sekarang (ketika penelitian berlangsung) dan menyajikannya apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan situasi yang terjadi sekarang. Masalahmasalah yang diamati dan diselidiki di atas memungkinkan penelitian ini memiliki metode yang mengarah pada: studi
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) komparatif, yaitu membandingkan persamaan dan perbedaan gejala-gejala tertentu; studi kualitatif yang mengukur dan menampilkan fakta melalui teknik survei, tes, interview, dan angket; bisa pula menjadi studi korelasional satu unsur dengan unsur lainnya. Kegiatan studi deskriptif meliputi pengumpulan data, analisis data, interpretasi data, serta diakhiri dengan kesimpulan yang didasarkan pada penganalisisan data tersebut. Jadi penelitian kualitatif adalah penelitian tentang gejala dan keadaan yang dialami sekarang oleh subjek yang sedang diteliti. Lokasi penelitian adalah pada Desa Pakraman Pedawa, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Adapun informan dalam penelitian ini, yaitu: Kelian Desa Pakraman Pedawa, Petengen atau Bendahara Desa Pakraman Pedawa, Penyarikan atau Sekretaris Desa Pakraman Pedawa, Penglingsir Desa Pakraman Pedawa, Tokoh Masyarakat Desa Pakraman Pedawa serta Krama Desa atau Masyarakat Desa Pakraman Pedawa. Metode Pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) wawancara mendalam, yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada pengelola keuangan desa adat terkait seperti Kelian Desa Pakraman yang mengetahui seluk beluk tentang pengelolaan dan pemungutan Dana Peturunan (iuran wajib) Krama Desa, Bendahara Desa Adat yang mengetahui informasi keuangan Desa Pakraman, Sekretaris Desa Pakraman yang mengetahui informasi mengenai surat menyurat bahkan membantu bendahara di dalam melakukan pemungutan Peturunan serta penasehat yang merupakan pengelingsir dan Jero Mangku yang bertugas untuk memantau dan memberikan saran atas kinerja pengurus Desa Pakraman itu sendiri. Selain itu wawancara juga dilakukan pada pihak yang terkait seperti anggota masyarakat selaku Krama Desa di Desa Pakraman Pedawa untuk mendapatkan hasil dan kebenaran yang pasti, 2) observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung atau
peninjauan secara cermat dan langsung di lapangan atau lokasi penelitian. Dalam hal ini, peneliti dengan berpedoman kepada desain penelitiannya berbagai hal atau kondisi yang ada di lapangan. 3) Studi Dokumentasi, yaitu dengan mengumpulkan catatan-catatan akuntansi tentang jumlah peturunan serta pengeluaran dalam pelaksanaan Sabha (Piodalan Desa), serta dokumen lainnya yang relevan dengan penelitian ini. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah mengacu pada konsep Milles & Huberman (1992:20) yaitu interactive model yang mengklasifikasikan analisis data dalam tiga langkah yaitu: 1) Reduksi data meliputi berbagai kegiatan yang bertujuan untuk mempertajam analisis (Miles dan Hamberman, 1992 dalam Atmadja, 2013). Proses wawancara terhadap informan terkadang keluar dari konteks panduan wawancara yang telah disusun. Reduksi pada hasil wawancara ini dilakukan dengan menghilangkan jawaban-jawaban informan yang keluar dari konteks pertanyaan pedoman wawancara. Maka dari itu, proses reduksi berkaitan dengan pemilahan data yang dilihat dari relevansinya dengan pertanyaan penelitian; 2) Penyajian data (Display Data) ini memungkinkan data tersusun sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Adapun bentuk yang lazim digunakan pada data kualitatif adalah dalam bentuk teks naratif; 3) Penarikan Kesimpulan (Verification) yaitu analisis dilakukan dengan merujuk pada proposisi yang telah dibuat sebelumnya. Proposisi ini diuji untuk mengetahui sejauh mana dapat dipertahankan melalui bukti-bukti dalam menjawab pertanyaan penelitian. Selanjutnya hasil analisis, dimanfaatkan dalam penarikan suatu kesimpulan penelitian yang menguraikan makna subjektif, temuan konsep atas permasalahan yang diteliti. Selain itu juga, kegiatan pengumpulan data, reduksi dna penarikan kesimpulan merupakan rangkaian terkait dan bisa berlangsung secara ulang-alik, sampai mendapatkan hasil penelitian akhir yang berisfat holistik dan sarat makna dalam konteks
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) pemberian jawaban terhadap masalah yang dikaji (Atmadja, 2006:65). HASIL DAN PEMBAHASAN Desa Pakraman Pedawa terletak di ketinggian antara 450-800 meter di atas permukaan laut, 12 km ke kecamatan Banjar dan 30 km dari Singaraja dengan luas wilayah 16.680 Ha. Adapun batasbatas wilayah Desa Pakraman Pedawa antara lain, sebelah Utara berbatasan langsung dengan Desa Cempaga, Desa Tigawasa dan Desa Kayu Putih Melaka, sebelah Timur berbatasan dengan Desa Selat dan Asah Gobleg, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Gobleg, Desa Kayu Putih dan Desa Tirtasari dan di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Banjar dan Banyuseri. Wilayah Desa Pedawa dibagi menjadi 6 Banjar Dinas yaitu diantaranya Banjar Dinas Desa, Banjar Dinas Asah, Banjar Dinas Munduk Waban, Banjar Dinas Ingsakan, Banjar Dinas Bangkiang Sidem dan Banjar Dinas Lambo. Karena letak wilayahnya berada di pegunungan sehingga Desa Pedawa sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani dengan hasil pertanian berupa cengkeh, kopi, gula aren dan lainlain. Diantara hasil pertanian, penduduk Desa Desa Pakraman Pedawa paling umum menghasilkan gula aren/gula Pedawa yang sudah terkenal di pulau Bali. Di samping itu, apabila dilihat dari tata guna tanah yang dimanfaatkan oleh penduduk Desa Pedawa yang sebagian besar adalah lahan perkebunan, hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Desa Pedawa mayoritasnya sebagai petani, yaitu sebagai petani kopi, cengkeh, Coklat dan juga mulai mengembangkan dan membudidayakan tanaman buah diantaranya buah manggis, durian dan tanaman jenis toga. Selain komoditas perkebunan, sebagian penduduk juga bekerja dan mengembangkan sektor peternakan mengingat pemasaran hasil ternak sangat menjanjikan maka banyak juga penduduk desa yang berprofesi sebagai peternak. Mereka memperoleh bibit ternak langsung dari bibit lokal yang
kemudian dipasarkan kepada pembeli lokal. Selain mata pencaharian di atas, penduduk Desa Pakraman Pedawa juga berprofesi sebagai Guru, TNI, Karyawan Swasta, Tenaga Medis dan lain-lain. Hal yang mulai dikembangkan di Desa Pedawa sebagai salah satu usaha untuk mendongkrak perekonomian masyarakat antara lain adalah usaha pengembangan sektor Peternakan dengan usaha pengembangan pengolahan pupuk. Sedangkan untuk mendukung usaha peningkatan hasil usaha di bidang pengolahan pupuk organik dan usaha penyelamatan lingkungan, maka di masing-masing Dusun yang ada di Desa Pedawa dibentuk kelompok tani ternak dan kelompok wanita tani sesuai dengan usaha masing-masing yang ada dalam kelompok masyarakat. Desa Pakraman Pedawa memiliki struktur organisasi pemerintahan yang menggambarkan kerangka dan susunan hubungan diantara fungsi, bagian atau posisi, juga menunjukkan hierarki organisasi dan struktur sebagai wadah untuk menjalankan wewenang, tanggung jawab dan sistem pelaporan terhadap atasan dan pada akhirnya memberikan stabilitas dan kontinuitas yang memungkinkan organisasi tetap hidup walaupun orang datang dan pergi serta pengkoordinasian hubungan dengan lingkungan. Struktur organisasi dapat menghindari atau mengurangi kesimpangsiuran dalam pelaksanaan tugas, tanggungjawab dan wewenang masing-masing pejabat pemerintahan Desa Pakraman. Dana Peturunan (Iuran Wajib) dalam Pelaksanaan Sabha (Piodalan Desa) di Desa Pakraman Pedawa Upacara Dewa Yadnya yang ada di Desa Pakraman Pedawa sangat berbeda dengan desa-desa lain yang ada di Bali. Adapun rangkaian upacara tersebut dikenal dengan nama Sabha, dan rangkaian upacara ini di kenal dengan lelintih nemu gelang. Lelintih Nemu Gelang terdiri dari kata lintih yang mendapat sisipan el jadi lelintih artinya teratur. Nemu Gelang artinya peredaran
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) waktu sampai kembali lagi pada saat semula. Jadi Lelintih Nemu Gelang adalah rangkaian kegiatan ritual Desa Pakraman Pedawa dari awal sampai kembali lagi pada saat semula. Wedakarna (2014) menyatakan bahwa rangkaian atau eedan Sabha sesuai dengan Lelintih Nemu Gelang yang ada di Desa Pakraman Pedawa yaitu Sabha Ngelemikin, Sabha Malunin, Sabha Nguja Binih, Sabha Nyenukin, Sabha Muga/Mapag Ratu Ngurah Melayu. Dalam pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa tidak dapat dipisahkan dari yang namanya peturunan. Peturunan merupakan iuran wajib krama desa yang dipungut setiap Desa Pakraman Pedawa melaksanakan Sabha. Peturunan ini dipungut dan dikenakan pada krama desa ngarep atau krama desa yang wajib dikenakan peturunan tersebut. Keterkaitan antara sabha dan peturunan ini adalah keseluruhan biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa dibiayai dengan dana peturunan yang dipungut dari krama desa. Sistem Pemungutan Dana Peturunan dalam Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa yang memiliki keistimewaan tersendiri dari segi sistem pemungutan peturunan atau iuran wajib yang dilaksanakan oleh Prajuru Desa Pakraman. Sistem pemungutan yang dilakukan adalah peturunan tersebut di pungut setelah pelaksanaan sabha selesai dilaksanakan. Sistem pemungutan yang unik ini membedakan Desa Pakraman Pedawa dari desa-desa lain yang ada di Bali yang umumnya memungut iuran wajib sebelum pelaksanaan yadnya dilakukan. Sistem pemungutan peturunan yang demikian sudah ada dari sejak zaman dahulu diwariskan oleh para leluhur dan sistem tersebut masih tetap berlaku sampai sekarang ini di Desa Pakraman Pedawa sebagai salah satu kearifan lokal. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Nababan (2003) yang menyatakan bahwa, “Masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang
diwariskan dan ditumbuh kembangkan terus-menerus secara turun temurun”. Kemudian terkait dengan hal pelaksanaan Sabha, seperti yang telah dibahas di atas bahwa sistem pemungutan dana peturunan dilakukan di akhir atau setelah selesainya pelaksanaan Sabha. Untuk hal pemenuhan sarana dan prasarana pada saat pelaksanaan Sabha misalkan pembelian banten, pembelian peralatan dan perlengkapan upacara, serta biaya-biaya lainnya terlebih dahulu dipenuhi dengan beberapa cara, diantaranya: 1) Apabila pembelian sarana dan prasarana sabha dilakukan di intern Desa atau hanya di sekitar Desa Pakraman Pedawa, maka pembelian dapat dilakukan secara kredit dan akan dibayar nanti setelah dana peturunan terkumpul; 2) Apabila pembelian sarana dan prasarana sabha dilakukan di luar Desa Pakraman Pedawa, maka pembelian dilakukan secara tunai dengan menggunakan kas Desa Pakrama Pedawa untuk sementara waktu sampai dana peturunan terkumpul (ditalangi secara sementara); dan 3) Apabila terkait dengan banten ataupun sarana upakara, maka akan diusahakan memangkas biaya yang dikeluarkan dengan cara memberlakukan sistem pala kenan atau membebankan banten yang diperlukan kepada masyarakat Desa Pakraman Pedawa atau yang biasa disebut dengan Krama Desa Ngarep sesuai dengan dewasa ayu pelaksanaan sabha serta menggunakan sistem bergilir, sistem pala kenan ini sudah merupakan hal yang umum bagi masyarakat Hindu pada umumnya. Dasar Filosofis yang Melandasi Sistem Pemungutan Peturunan dalam Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa Keunikan budaya yang dimiliki oleh Desa Pakraman Pedawa terutama dalam hal pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha yakni pemungutan dana peturunan dilakukan setelah selasainya sabha. Sedangkan dana peturunan ini akan digunakan dalam membiyai kegiatan sabha yang dilakukan Desa Pakraman Pedawa. Tradisi ini jika dilihat dari segi kemasyarakatan
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) merupakan hal yang tidak lazim dilakukan, kalau dalam suatu organisasi adanya dana terlebih dahulu baru suatu organisasi dapat melakukan kegiatan. Tetapi apa yang dilakukan di Desa Pakraman Pedawa ini terbalik dari umumnya yang dilakukan. Dasar filosofis yang mendasari sistem pemungutan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa yaitu dengan sistem pemungutan dana peturunan dipungut setelah pelaksanaan sabha diantaranya adalah 1) Adanya sikap atau prinsip keterbukaan dari Prajuru Desa Pakraman dalam penggunaan dana peturunan tersebut; 2) Adanya kesamaan tekad dan pemikiran untuk tidak melanggar peraturan yang sudah dibuat dan disepakati bersama terutama dalam hal ini adalah pembayaran peturunan untuk pelaksanaan yadnya; 3) Serta adanya kesamaan krama desa di mata Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) untuk melaksanakan bakti dalam bentuk pelaksanaan yadnya. Pengelolaan dan Realisasi Pemungutan Dana Peturunan dalam Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa
Pengelolaan keuangan pada Desa Pakraman Pedawa terutama pada pengelolaan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha yang dipungut dari krama desa ngarep dilakukan dengan prinsip terbuka dan memiliki alur dan tahapan yang sesuai dengan aturan dan Awig-Awig Desa Pakraman Pedawa sehingga dapat mempermudah penelusuran aliran dana jika seandainya ada penyelewangan yang terjadi. Hasil penelitian ini, sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pandu (2016) yang menyatakan Pengelolaan dan pertanggungjawaban laporan keuangan penggunaan dana dadia dilakukan secara transparan. Dalam pengelolaan dana peturunan ini, di Desa Pakraman Pedawa khususnya pada akhirnya akan bermuara pada adanya suatu realisasi. Realisasi yang dimaksud disini adalah pengalokasian dana peturunan yang sudah terkumpul tersebut guna menutupi pengeluaran ataupun biaya dalam pelaksanaan Sabha. Untuk realisasi dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa dapat dilihat pada tabel 1 seperti di bawah ini.
Tabel 1. Realisasi Dana Peturunan dalam Pelaksanaan Sabha di Desa Pakraman Pedawa Tahun 2014-2016
No 1.
Jenis Sabha
Biaya Sabha (Rp)
Dana Peturunan yang Masuk (Rp)
Selisih
Sabha Ngelemekin - Pura Puseh Bingin 20.807.000 24.000.000 3.193.000 - Pura Bukit Anyar 19.831.000 20.000.000 169.000 2. Sabha Malunin - Pura Pecetian 14.735.000 16.939.000 2.204.000 - Pura Telagawaja 13.007.000 17.870.000 4.863.000 - Pura Munduk Madeg 17.111.500 17.200.000 88.500 3. Sabha Nguja Binih - Pura Desa 23.195.000 24.000.000 815.000 4. Sabha Nyenukin - Pura Telagawaja 18.130.000 18.500.000 370.000 - Pura Dalem 21.621.000 24.805.000 3.184.000 Sabha Muga/Mapag Ratu 5. 8.960.000 19.965.000 11.005.000 Ngurah Melayu (Sumber: Laporan Pertanggungjawaban Desa Pakraman Pedawa Tahun 2014-2016)
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan pembahasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa, 1) Desa Pakraman Pedawa memiliki keunikan tersendiri dalam pelaksanaan Sabha yakni dengan adanya sistem pemungutan Dana Peturunan atau Iuran Wajib krama desa yang berbeda dari yang umumnya dilakukan di Desa lain yang ada di Bali yang biasanya memungut Dana Peturunan sebelum adanya pelaksanaan yadnya. Hal tersebut terbalik dengan yang dilakukan di Desa Pakraman Pedawa yakni pemungutan Dana Peturunan atau Iuran Wajib ini dipungut setelah pelaksanaan Sabha selesai dilaksanakan, 2) dasar filosofis yang melandasi sistem pemungutan Dana Peturunan Dana Peturunan krama desa dalam pelaksanaan Sabha yang demikian adalah yang pertama adanya sikap atau prinsip keterbukaan dari Prajuru Desa Pakraman dalam penggunaan dana peturunan tersebut kemudian yang kedua adanya kesamaan tekad dan pemikiran untuk tidak melanggar peratururan yang sudah dibuat dan disepakati bersama terutama dalam hal ini adalah pembayaran peturunan untuk pelaksanaan yadnya serta adanya kesamaan krama desa di mata Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) untuk melaksanakan bakti dalam bentuk pelaksanaan yadnya, 3) pengelolaan dana peturunan dalam pelaksanaan sabha di Desa Pakraman Pedawa sudah baik dan juga terbuka atau transparan dan adanya alur yang jelas dapat mempermudah penelusuran aliran dana jika seandainya ada penyelewangan yang terjadi. Selain itu prinsip kejujuran juga selalu diterapkan dalam pengelolaan dana peturunan ini untuk mendapat kepercayaan dari masyarakat terhadap Prajuru Desa Pakraman Pedawa. SARAN Adapun saran-saran yang dapat diberikan kepada Desa Pakraman Pedawa dan Prajuru Desa Pakraman Pedawa dan peneliti selanjutnya adalah, 1) sebaiknya untuk kedepannya sistem pemungutan dana peturunan yang unik ini di Desa Pakraman Pedawa harus terus di
sosialisasikan agar semua lapisan masyarakat yang ada di Desa Pakraman Pedawa mengetahui tentang adanya keunikan budaya dan tradisi tersebut sehingga nantinya akan terus dilestarikan dan dipertahankan sebagai warisan leluhur yang Adi Luhung, 2) Sebaiknya untuk prinsip keterbukaan dalam Pengelolaan dan Realisasi Dana Peturunan Krama Desa dalam Pelaksanaan Sabha ini harus terus dijunjung tinggi oleh setiap Prajuru Desa Pakraman siapapun itu demi untuk kepercayaan dan kemajuan Desa Pakraman Pedawa itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA Atmadja, Anantawikrama Tungga. 2006. “Penyertaan Modal Sosial dalam Struktur Pengendalian Intern pada Lembaga Perkreditan Desa (LPD) Studi Kasus pada Lima LPD di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali”. Tesis (tidak diterbitkan). Program Pasca Sarjana Universitas Airlangga. Surabaya. Atmadja, Anantawikrama Tungga, dkk. 2013. Akuntansi Manajemen Sektor Publik. Singaraja: Undiksha Press. Atmadja, Bawa IN. 2010. Ajeg Bali Gerakan, Identitas Kultural dan Globalisasi. Yogyakarta : LKis. Desa Pakraman Pedawa. 2015. AwigAwig Desa Pakraman Pedawa Dharmayuda, I Made Suasthawa, 2001. Desa Adat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat di Provinsi Bali. Denpasar : Upada Sastra. Miles, M.B. dan A.M. Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Sumber tentang Metode-Metode Baru. (Tjetjep Rohendi Rohidi Penerjemah). Jakarta: UI Press. Nababan, A. 2003. Revitalisasi Hukum Adat untuk Menghentikan Penebangan Hutan secara illegal di
e-Journal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1 (Volume 07 No. 01 Tahun 2017) Indonesia. Disajikan dalam Seminar dan Lokakarya Multi-Pihak “Illegal Logging suatu tantangan dalam Upaya Penyelamatan Hutan Sumatera”Yayasan Hakiki. Departemen Kehutanan dan MFDDFID tanggal 7-9 oktober 2002. Di Hotel Mutiara Pekanbaru. Provinsi Bali. 2001. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2001 tentang Desa Pakraman Republik Indonesia. 2004. Undangundang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Wedakarna, Arya dkk. 2014. Desa Tua di Bali Utara Kebanggaan Identitas Bali Aga (Sidetapa, Cempaga, Tigawasa, Pedawa). Bali: Fakultas Ilmu Sosial Politik Mahendradatta.