PENGARUH KUALITAS KOMUNIKASI KELUARGA DAN POLA KONSUMSI MEDIA TELEVISI TERHADAP INTENSITAS BELAJAR ANAK (Studi Deskriptif Kuantatif Pengaruh Kualitas Komunikasi Keluarga dan Pola Konsumsi Media Televisi Terhadap Intensitas Belajar Anak di Perumahan Korpri Gayamsari Sukoharjo)
Artharini Kisworo Putri Nuryanto Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Communication in a family that can increase human relation that is the family relation with their children, family communication quality can spend thier times in front of television. The purpose of the research is to know the significant relation between family communication quality and television media comsume pattern toward children learning intensity. The researcher uses survey methond in taking the data. The populations are the level IV until level V of elementary school in Perum Korpri Gayam Sukoharjo. The children learning intensity in high grade because there are 20 respondents (57.14%). From the calculation of product moment, it can be known that there is a correlation between family communication level and students learning intensity. It can be seen rxly = 0.905 > r table = 0.325 at α = 0.05 N = 35 ant the significant level 95%, it means that the higher family communication quality level the children learning intensity will be high. The correlation between television media consume pattern level and students learning intensity can be obtained rx2y = -0.527 > r table = -0.325 at α = 0.05, N = 35 and the sgnificant level is at 95%, it means it can be concluded that the higher television media consume pattern, the learning intensity will be low. Key words: family communication quality, television media consume pattern, children learning intensity. \
1
Pendahuluan Perkembangan masyarakat dan perubahan sosial berlangsung di luar jangkauan masyarakat itu sendiri dan dari pertumbuhan masyarakat tersebut maka tingkat mobilitas akan semakin bertambah terutama perubahan ekonomi, sosial, dan ilmu pengetahuan serta teknologi. Proses mobiltas yang terjadi tentu tidak lepas dari kelompok masyarakat yang terkecil yaitu keluarga. Dan keluarga juga tidak lepas dari adanya komunikasi yang berpengaruh pada sistem interaksi di sekitarnya yang dimana berlangsung secara bersamaan. Di dalam sebuah keluarga, hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan dorongan dari orang tua. Setiap anggota keluarga harus saling menghormati, saling memperhatikan dan saling memberi tanpa harus diminta, dan juga setiap masalah harus dihadapi dan diupayakan untuk kemudian dipecahkan bersama, serta memberi kebebasan kepada anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaanya. Jika memiliki keinginan untuk maju (self actualization), maka keinginan itu perlu diungkapkan atau dikomunikasikan, agar orang lain dapat mengetahuinya (self disclose). Keinginan untuk menampakkan self disclose merupakan jendela atau etalase yang dibuat untuk memperlihatkan diri. Banyak orang memiliki kemampuan dan keinginan yang besar, tetapi karena ia tidak dapat mengkomunikasikannya kepada orang lain, maka kemampuan atau keinginan itu tidak dapat dikembangkan atau terpenuhi (Cangara, 2002). Komunikasi didalam keluarga dapat meningkatkan hubungan insani (human relation),
menghindari
dan
mengatasi
konflik-konflik
pribadi,
mengurangi
ketidakpastian sesuatu, serta berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain. Komunikasi dan kepercayaan dari orang tua yang di rasakan oleh anak akan mengakibatkan arahan, bimbingan dan bantuan orang tua yang di berikan kepada anak akan menyatu dan memudahkan anak untuk menangkap makna dari upaya yang dilakukan dan komunikasi keluarga akan efektif untuk menyadarkan dan melatih anak-anak untuk lebih mengamalkan nilai moral dasar dalam kehidupan sehari–hari
2
dan membentuk pribadi yang mandiri, percaya diri, dan mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi (Kurniadi, 2010). Berkembangnya teknologi komunikasi dan meluasnya industrialisasi serta mobilisasi merupakan pendorong perubahan keluarga sehingga pada era kehidupan modern sebagian besar orang tua sangat sibuk bekerja demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Sehingga banyak orang tua yang kehilangan waktu bersama dengan anak-anak. Karena kesibukan pekerjaan mereka, para orang tua jarang punya waktu untuk keluarga mrereka. Dengan waktu yang hanya sedikit tentu membutuhkan pemikiran bagi para orang tua dalam membangun komunikasi antar anggota keluarga. Terlebih anak-anak yang masih sangat membutuhkan perhatian dari orang tua. Komunikasi antara orang tua dengan anak sangatlah berpengaruh terhadap perkembangan anak. Menurut Gunarsa (2004), bahwa intensitas komunikasi keluarga dapat di ukur dari apa-apa dan siapa yang saling di bicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Ditambahkannya lagi, bahwa komunikasi yang mendalam ditandai oleh kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya, sehingga menimbulkan respon dalam bentuk perilaku atau tindakan. Dengan adanya intensitas komunikasi dalam keluarga adalah hubungan orang tua dengan anak akan harmonis, sehingga orang tua menjadi tahu dan peduli dengan apa yang dirasakan anak. Begitupun sebaliknya, anak menjadi tahu apa yang dilakukan orang tuanya sematamata hanya untuk anaknya saja. Untuk itu perlu diusahakan agar komunikasi terutama di dalam keluarga perlu sesering mungkin, dan dibiasakan agar keluarga selalu memberikan berita-berita yang benar sehingga terjalin komunikasi yang baik antar masing-masing anggota di dalam keluarga (orang tua dengan anak). Orang tua bertanggung jawab dalam membimbing anak, agar proses belajarnya tetap berlangsung dengan terarah. Untuk mencapai prestasi yang diharapkan, seorang anak membutuhkan lingkungan yang kondusif untuk belajar dan menyenangi apa yang dipelajarinya. Di sini orang tua sangat berperan dalam menciptakan suasana yang dapat mendorong anak senang belajar sehingga prestasi
3
belajar anak tersebut dapat meningkat. Orang tua dapat mendampingi anak dengan menciptakan suasana belajar di rumah yang menyenangkan. Dunia anak adalah dunia yang khas, bukan miniature dunia orang dewasa, maka semangat berkomunikasi kepada anak adalah bukan memberitahukan sesuatu yang dianggap baik dari sudut pandang orang dewasa, melainkan duduk sejajar bersama anak, berempati, dan menemani anak. Dengan demikian bahwa kualitas komunikas keluarga dapat meningkatkan intensitas belajar yang berimplikasi kepada prestasi belajar, namun hal yang patut diwaspadai saat ini banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi menurunnya intensitas belajar siswa, salah satunya televisi. Televisi adalah salah satu media yang sudah sangat merakyat. Hampir semua kelurga di Indonesia mempunyai televisi. Sebagai alat hiburan yang sangat murah tentu televisi terjangkau semua kalangan masyarakat. Dari sisi orang tua yang sangat sibuk, televisi merupakan alat yang sangat membantu mengisi kekosongan waktu anak-anak mereka. Televisi dengan berbagai acara yang ditayangkannya telah mampu menarik minat pemirsanya, dan membuat para penontonnya ketagihan untuk selalu menyaksikan acara-acara yang ditayangkan. Bukan hanya orang dewasa saja, bahkan bagi anak anak pun menonton televisi sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas kesehariannya. Sebagai produk budaya dan teknologi, kehadiran televisi akan terus bertambah dan meningkat apabila untuk masa-masa yang akan datang. Pemilikan pesawat televisi oleh sebuah keluarga sudah bukan barang mewah lagi. Televisi sudah merupakan makanan pokok bagi kehidupan umat manusia, tidak hanya di daerah perkotaan tetapi juga di daerah pedesaan. Perkembangan di bidang pertelevisian tersebut memungkinkan timbulnya persaingan yang cukup ketat di antara stasiun-stasiun televisi untuk menarik perhatian pemirsa. Sebagai akibatnya, dapat kita lihat dari banyaknya jenis acara yang menarik, mulai dari film, sinetron, kuis, acara musik dan sebagainya. Dengan adanya programprogram yang menarik tersebut, pemirsa seperti dimanjakan, karena pemirsa tinggal memilih acara apa yang ingin ditontonnya, dan pada saluran televisi yang aman.
4
Dengan banyaknya pilihan acara tersebut tidaklah mengherankan apabila hampir setiap saat anak-anak berada di depan pesawat televisi. Mulai dari bangun tidur, pulang sekolah bahkan menjelang tidur kembali. Di era pertelevisian sekarang ini orang tua banyak yang telah melupakan peranan mereka sebagai sumber utama yang paling awal mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anaknya. Mereka tidak menyadari bahwa peranan orang tua ialah berkomunikasi. Faktor komunikasi sangat penting dalam kehidupan manusia. Pertama kali kita melakukan komunikasi yaitu dengan orang tua dalam keluarga. Keluarga merupakan pendidik utama dan pertama. Melalui komunikasi orang tua dapat mengarahkan putra-putrinya, yaitu dengan komunikasi yang dalam, yang didasarkan atas perasaan empati dan dipraktekkan dengan cara mendengarkan dan menikmati interaksi sehari-hari dengan anakanaknya. Fenomena ini bisa saja terjadi lantaran banyak rumah tangga saat ini “pendengar-pendengar” bukanlah orang tua. Orang tua tidak selalu bersedia atau terlalu sibuk dengan pekerjaannya daripada memberi perhatian kepada anaknya. Jadi tidaklah mengherankan apabila di dunia media massa jaman sekarang, kasus menyibukkan anak-anak dengan media khususnya, sedang mengarah kepada “krisis orang tua” yang sangat merugikan hubungan antara orang tua dan anak. Seharusnya dengan adanya komunikasi, orang tua dapat mendiskusikan jam menonton televisi dengan jam-jam untuk kegiatan lain (kegiatan belajar) dengan anak-anaknya. Sehingga dengan adanya pembagian waktu yang telah menjadi konsensus bersama antara orang tua – anak dapat dipatuhi oleh anak, tanpa paksaan dia akan belajar (Pitriawanti, 2010). Tingkat mengkonsumsi media televisi pada anak – anak yang masih duduk di sekolah dasar memang mengalami peningkatan. Apalagi dengan semakin menambahnya program – program televisi untuk anak – anak. Hal itu memicu mereka menjadi semakin senang menonton televisi. Media yang sering mereka konsumsi adalah media televisi, yang dapat mereka konsumsi dengan bebas, kapanpun mereka mau. Mereka akan lebih sering duduk di depan televisi pada saat jam – jam acara
5
anak – anak, bahkan acara lain. Di latar belakangi kondisi seperti diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui apakah Ada hubungan yang signifikan antara kualitas komunikasi keluarga dan pola konsumsi media televisi terhadap intensitas belajar anak.
Kajian Teori 1. Komunikasi Antar Pribadi Komunikasi antarpribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antara orang – orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2004: 73). Komunikasi antarpribadi juga didefiniskan sebagai komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka, misalnya percakapan seseorang ayah dengan anak, sepasang suami istri, guru dengan murid, dan lain sebagainya, dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan dijelaskan sebagai bahan – bahan yang teritegrasi dalam tindakan komunikasi antarpribadi (Devito, 1997: 5). Pentingnya suatu komunikasi antar pribadi ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antarpribadi yang menunjukkan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing – masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing – masing adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia. Komunikasi antar pribadi dibandingkan dengan komunikasi lainnya, dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku
6
komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi anda menyentuh prbadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang diontarkan pada ekspresi wajah dan gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan mempertahankan gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikasi negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil (Rachmawati, 2012: 24). Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi interpersonal erngkali igunakan untuk mnyampaikan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi seara psikologis manusiawi yang sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Dengan demikian maka setiap pelaku komunikasi akan melakukan empat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan, keempat tindakan tersebut lazimnya berlangung secara berurutan dan membentuk pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan tertentu
2. Komunikasi Keluarga a. Pengertian Komunikasi Keluarga Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial, dalam interaksi dengan kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi merupakan sesuatu yang harus dibina, sehingga anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta saling membutuhkan (Kurniadi, 2010: 17). Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, perhubungan ini yang paling
7
sedikit berlangsung lama untuk menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak (Wilodati, 2012: 1). Dilihat dari pengertian di atas bahwa kata-kata, sikap tubuh, intonasi suara dan tindakan, mengandung maksud mengajarkan, mempengaruhi dan memberikan pengertian. Sedangkan tujuan pokok dari komunikasi ini adalah memprakarsai dan memelihara interaksi antara satu anggota dengan anggota lainnya sehingga tercipta komunikasi yang efektif. Komunikasi dalam keluarga juga dapat diartikan sebagai kesiapan membicarakan dengan terbuka setiap hal dalam keluarga baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, juga siap menyelesaikan masalah-masalah dalam keluarga dengan pembicaraan yang dijalani dalam kesabaran dan kejujuran serta keterbukaan (Febriyani dkk, 2012: 10). Terlihat dengan jelas bahwa dalam keluarga adalah pasti membicarakan halhal yang terjadi pada setiap individu, komunikasi yang dijalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal yang dapat diberikan kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi terbaik. b. Pola Komunikasi Keluarga Banyak teori mengenai komunikasi keluarga yang menyatakan bahwa anggota keluarga menjalankan pola interaksi yang sama secara terus menerus. Pola ini bisa negatif ataupun positif, tergantung dari sudut pandang dan akibat yang diterima anggota keluarga. Keluarga membuat persetujuan mengenai apa yang boleh dan yang tidak boleh dikomunikasikan dan bagaimana isi dari komunikasi itu di interpretasikan. Keluarga juga menciptakan peraturan kapan bisa berkomunikasi, seperti tidak boleh bicara bila orang sedang mencoba tidur, dan sebagainya. Semua peraturan dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dikomunikasikan melalui cara yang sama secara terus menerus sehingga membentuk suatu pola komunikasi keluarga.
8
Pola komunikasi yang terjadi dalam keluarga bisa dinyatakan langsung ataupun hanya disimpulkan dari tingkah laku dan perlakuan yang terjadi dalam keluarga tersebut. Keluarga perlu mengembangkan kesadaran dari pola interaksi yang terjadi dalam keluarganya, apakah pola tersebut benar-benar diinginkan dan dapat diterima oleh seluruh anggota keluarga, apakah pola itu membantu dalam menjaga kesehatan dan fungsi dari keluarga itu sendiri, atau malah merusak keutuhan keluarga. Kesadaran akan pola itu dapat dibedakan antara keluarga yang sehat dan bahagia dengan keluarga yang dangkal dan bermasalah 3. Pola Konsumsi Media Massa Televisi Media massa merupakan saluran dari berbagai macam ide, gagasan, konsep, bahkan ideologi yang menimbulkan berbagai macam efek bagi masyarakat. Pesanpesan yang disampaikan oleh media massa bisa membawa perubahan perilaku akibat terpaan dari pesan-pesan tersebut pada khalayak. Di samping itu Mc Luhan menyatakan, selain isi pesan yang terkandung dalam media, media itu sendiri juga termasuk dalam pesan. Artinya, apa yang mempengaruhi kita bukan hanya apa yang disampaikan media, tetapi juga media komunikasi yang kita pergunakan, (Rakhmat, 2007: 218). Media massa adalah alat – alat dalam komunikasi yang bisa menyebarkan pesan secara serempak, cepat kepada audience yang luas dan heterogen (Nurudin, 2007: 9), sedangkan menurut Don de Lillo dalam “ White Noise” menyatakan bahwa TV itu seperti Dewa Janus. Di satu sisi ia menjadi agen perubahan yang mampu menawarkan keberagaman argumentasi, informasi, dan pengetahuan. Di sisi lainnya ia juga hadir sebagai perusak nilai dan segenap konstruksi kemapanan, yang tumbuh dan menjadi dasar sebuah sistem. Kemenduaan ini merupakan dilema yang senantiasa dipikul oleh TV, maka kontekstualitas peran televisi pun senantiasa melahirkan sejumlah persoalan, sergahan, dan dakwaan. Dan tentu saja TV dalam hal ini adalah media yang memiliki kekuatan besar dalam mengirim dan melakukan transfer pesan. Berbicara mengenai media massa, Televisi merupakan salah satu media yang paling efektif dalam menyampaikan pesannya. Televisi adalah media elektronik sebagai
9
sarana komunikasi yang mampu menjangkau khalayak yang relatif besar. Pengaruh televisi begitu vital dalam masyarakat disebabkan karena televisi mempunyai beberapa fungsi sebagai bagian dari komunikasi massa. Adapun fungsi tersebut adalah menghibur,
meyakinkan, menginformasikan, menganugrahkan status,
membius dan menciptakan rasa kebersatuan (Devito, 1997: 515-517). TV sebagai media audio visual mampu merebut 94 % saluran masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata dan telinga. TV mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat 50 % dari apa yang mereka lihat dan dengar di layar TV walaupun hanya sekali ditayangkan. Atau secara umum orang akan ingat 85 % dari apa yang mereka lihat di TV setelah tiga jam kemudian dan 65 % setelah tiga hari kemudian (Anwas, 2008:31). Hal ini menunjukkan efek yang dihasilkan dari menonton televisi sangat besar. Hal ini disebabkan oleh intensitas menonton seseorang, informasi yang diserap seseorang secara terusmenerus akan menimbulkan kesan menyenangkan akan sanggup menarik perhatian seseorang. George Gomstock berpendapat bahwa televisi telah menjadi faktor yang tak terelakkan dan tak terpisahkan dalam membentuk diri kita dan akan seperti apa diri kita nanti. Dengan semakin seringnya waktu yang digunakan menonton televisi maka akan semakin kuat pula pengaruh yang diberikan televisi terhadap mereka. Seperti yang dikatakan Elisabeth Noelle-Neumann dalam Theory Cummulative Effect menyimpulkan bahwa media tidak punya efek langsung yang kuat, tetapi efek itu akan terus menguat seiring dengan berjalannya waktu (Vivian, 2008: 472). Hal tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia Schramm, Lyle, dan Parker pada tahun 1961 menunjukkan dengan cermat bagaimana kehadiran televisi telah mengurangi waktu bermain, tidur, membaca dan menonton film pada sebuah kota di Amerika (Toletown). Penelitian yang hampir sama dilakukan di Inggris (Himmelweit et al., 1958), Norwegia (Werner, 1971), dan Jepang (Furu, 1971). Semua penelitian tersebut menunjukkan gejala yang disebut Joyce Cramond (1976) sebagai “displacement effect” (efek alihan) yang didefinisikan sebagai “the reorganization of activities
10
which takes place with the introduction of television, some activities may be cut down and other abandoned entirely to make time for viewing” atau reorganisasi kegiatan yang terjadi karena masuknya televisi, beberapa kegiatan dikurangi dan beberapa kegiatan lainnya dihentikan sama sekali karena waktunya dipakai untuk nonton televisi (Rakhmat, 2007: 221). Metode Penelitian Penelitian ini terkategori dalam penelitian survei, yaitu penelitian yang mengambil sampel dari populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok. Penelitian survei dalam buku format-format penelitian sosial oleh Sanapiah Faisal dibedakan menjadi survei deskriptif dan survei eksplanatif. Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka sifat penelitian ini adalah eksplanatif. Penelitian eksplanatif atau eksplanatoris adalah penelitian untuk menjawab apakah suatu variabel berhubungan dengan variabel lain. Maksud dari penelitian ini adalah untuk menguji hipotesis yang diketengahkan oleh peneliti. Oleh karena sifatnya yang menguji itu, penelitian eksplanatoris lazim disebut juga penelitian uji atau testing research (Slamet, 2006: 7-8) Sajian Data Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data primer
adalah
kuesioner.
Penyebaran
kuesioner
dilakukan
dengan
cara
memberikannya langsung kepada para responden. Responden pada penelitian ini adalah anak-anak warga perumahan Korpri Sukoharjo yang bersekolah dasar kelas 4 sampai 6 sebagai objek yang telah terpilih dalam teknik penarikan sampel. Dalam melakukan penyebaran kuesioner, peneliti memberikan pengarahansecara langsung mengenai cara-cara mengisi kuesioner kepada responden. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar responden dapat benar-benar memberikan informasi sesuai yang
11
dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga dapat diperoleh tingkat ketepatan informasi yang tinggi. Kuesioner terdiri dari tiga bagian yaitu semua variabel penelitian, yaitu 2 variabel bebas (independent) dan 1 variabel tergantung (dependent). Variabelvariabel tersebut meliputi: 1. Tingkat kualitas komunikasi keluarga (independent variable). 2. Tingkat pola konsumsi media televisi (independent variable). 3. Intensitas belajar anak (dependent variable) Kualitas komunikasi keluarga dapat diukur dari apa-apa dan siapa yang saling dibicarakan, pikiran, perasaan, objek tertentu, orang lain atau dirinya sendiri. Ditambahkannya lagi, bahwa kualitas komunikasi yang mendalam ditandai oleh kejujuran, keterbukaan, dan saling percaya, sehingga menimbulkan respon dalam bentuk perilaku atau tindakan. Untuk mengukur tinggi rendahnya tingkat kualitas komunikasi keluarga digunakan 4 indikator yang dijabarkan dalam 18 pertanyaan. Keempat indikator tersebut adalah 1) Orang tua memberikan bimbingan belajar di rumah, 2) Frekuensi komunikasi antara orang tua dengan anak, 3) Perhatian orang tua terhadap kebutuhan sekolah dan kasih sayang, 4) Keterbukaan anak dalam mengungkapkan isi hati. Pola konsumsi media televisi merupakan suatu tindakan yang menarik yang tidak lepas dari dorongan masing-masing individu untuk menikmati apa yang ditayangkan oleh televisi, atau dengan kata lain tindakan menonton televisi adalah kesadaran seseorang terhadap sesuatu yang berhubungan dengan dorongan yang ada dalam diri individu sehingga seseorang memusatkan perhatiannya terhadap acara yang ditayangkan televisi dengan senang hati serta dengan perasaan puas sehingga pemirsa dapat menikmati apa yang ditayangkan oleh televisi tersebut. Untuk mengukur tinggi rendahnya pola konsumsi media televisi digunakan 3 indikator yang dijabarkan dalam 4 pertanyaan. Ketiga indikator tersebut adalah frekuensi, perhatian dan durasi. Intensitas belajar merupakan kesanggupan, kesungguhan siswa dalam belajar atau
12
giat belajar yang dilakukan siswa dalam upaya memperoleh pemahaman, pengetahuan serta tingkah laku yang lebih baik melalui prosedur latihan dan pengalaman yang dilakukan baik di sekolah maupun di rumah. Untuk mengukur tinggi rendahnya intensitas belajar anak digunakan 3 indikator yang dijabarkan 11 pertanyaan. Adapun ketiga indikator tersebut adalah 1) Kedisiplinan dalam belajar, 2) Keteraturan dalam belajar, dan 3) Konsentrasi dalam belajar.
Analisis Data Pada bab analisis data ini, penulis melakukan pengujian mengenai benar atau tidaknya hipotesis yang telah disusun. Terdapat dua hipotesis dalam penelitian mengenai pengaruh kualitas komunikasi keluarga terhadap intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Hipotesis yang pertama adalah ada tidaknya hubungan antara kualitas komunikasi keluarga, sebagai variabel independen, dengan intensitas belajar anak sebagai variabel dependen. Analisis data ini dimaksudkan untuk membuktikan hipotesis pertama dalam penelitian ini, yaitu: Ho1 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Ha1 : Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Sedangkan hipotesis yang kedua adalah ada tidaknya hubungan antara pola konsumsi media televisi sebagai variabel independen, dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Analisis data ini dimaksudkan untuk
membuktikan
hipotesis kedua dalam penelitian ini, yaitu: Ho2 : Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Ha2 : Terdapat hubungan yang signifikan antara pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Selanjutnya untuk membuktikan kebenaran kedua hipotesis tersebut, akan dijabarkan dengan teknik statistik yang digunakan untuk riset eksplanatif yang
13
bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara dua atau lebih variabel. Teknik statistik tersebut adalah teknik analisis Pearson Correlations dan uji t. Teknik ini digunakan untuk mencari koefisien korelasi antara data ordinal/interval dan data ordinal lainnya. Dari pengelompokkan tersebut kemudian dapat diukur hubungan antar variabel dengan menggunakan rumus korelasi. Dalam penelitian ini, penghitungan korelasi Pearson menggunakan alat bantu program SPSS For Windows Version 16, dengan taraf signifikansi yang ditentukan adalah 0,05. Hasil penghitungan korelasi antara ketiga variabel disajikan dalam tabel berikut ini:
Tabel 3.19 Hasil Uji Korelasi Antara kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo
Correlations Kom_Keluarga Kom_Keluarga
Pearson Correlation
1
Sig. (2-tailed)
Pearson Correlation
**
35
35
**
1
.905
Sig. (2-tailed) N
.000 35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
14
.905
.000
N Intens_Belajar
Intens_Belajar
35
.
Tabel 3.20 Hasil Uji Korelasi antara pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo Correlations Kons_Tel Kons_Tel
Pearson Correlation
Intens_Belajar 1
Sig. (2-tailed) N Intens_Belajar
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
-.527
**
.001 35
35
**
1
-.527
.001 35
35
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan hasil penghitungan SPSS versi 16 dengan rumus korelasi, diperoleh rxy untuk penghitungan korelasi, antara kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo, sebesar 0,905. Dan nilai rxy untuk penghitungan korelasi, antara pola konsumsi media televisi, dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo diketahui sebesar -0,527. Setelah diketahui nilai-nilai koefisien korelasi antara ketiga variabel, nilai-nilai koefisien korelasi (rxy) tersebut dikonsultasikan dengan nilai rtabel. Nilai rtabel yang digunakan adalah rtabel dengan taraf kepercayaan (α) sebesar 0,05 dan jumlah populasi (N) sejumlah 35 responden (derajat kebebasan, df = 32 ), yaitu sebesar 0,325. Karena kedua nilai koefisien korelasi (rxy lebih besar dari nilai r tabel), maka dapat disimpulkan bahwa hubungan bivariat masing-masing dari kedua variabel tersebut adalah signifikan.
15
Besarnya nilai korelasi adalah antara -1 hingga 1. Nilai korelasi sebesar -1 menunjukkan hubungan negatif yang sempurna. Nilai korelasi sebesar 0 menunjukkan tidak ada hubungan sama sekali. Dan nilai korelasi sebesar 1 menunjukkan hubungan positif yang sempurna. Untuk nilai koefisien korelasi yang pertama (antara kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo) hasil yang muncul adalah sebesar 0,905,dengan demikian Ho1 ditolak dan Ha1 diterima. Kemudian untuk nilai koefisien korelasi yang kedua (antara pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo) diketahui sebesar 0,527,dengan demikian Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Untuk menjelaskan skala kekuatan hubungan, penelitian ini mengacu pada skala kekuatan hubungan yang ditetapkan oleh Burhan Bungin (2006:184) pada tabel di bawah ini: Tabel 3.21 Nilai Koefisien +0.70 – ke atas +0.50 – +0.69 +0.30 – +0.49 +0.10 – +0.29 +0.01 – +0.09 0.0 -0.01 – -0.09 -0.10– -0.29 -0.30 – 0.49 -0.50 – -0.69 -0.70 – ke bawah
Kekuatan hubungan Hubungan positif yang sangat kuat Hubungan positif yang mantap Hubungan positif yang sedang Hubungan positif yang rendah Hubungan positif yang tak berarti Tidak ada hubungan Hubungan negatif yang tak berarti Hubungan negatif yang rendah Hubungan negatif yang sedang Hubungan negatif yang mantap Hubungan negatif yang sangat kuat
Berdasarkan tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa : 1.
Terdapat hubungan yang signifikan dan sangat kuat, antara kualitas
komunikasi keluarga dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Karena hasil koefisien korelasi bersifat positif, maka hubungan antar variabel berbanding lurus, atau dapat dikatakan, semakin tinggi kualitas komunikasi keluarga,
16
maka semakin besar intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. 2.
Terdapat hubungan yang signifikan dan negatif yang mantap, antara pola
konsumsi media televisi dengan intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo. Karena hasil koefisien korelasi bersifat negatif, maka hubungan antar variabel berbanding terbalik, atau dapat dikatakan, semakin tinggi pola konsumsi media televisi, maka semakin rendah intensitas belajar anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo.
Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya pengaruh antara kualitas komunikasi keluarga dan pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar siswa, Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Tingkat kualitas komunikasi keluarga berada pada kategori baik, yaitu terdapat 18 responden (51,43%), kategori cukup sebanyak 16 responden(45,71%), dan kategori kurang sebanyak 1 responden (2,86%) sehingga kualitas komunikasi keluarga Perum Korpri Gayam Sukoharjo cenderung berada pada kategori baik. 2. Tingkat pola konsumsi media televisi berada pada kategori rendah, yaitu terdapat 17 responden (48,57%), kategori sedang sebanyak 11 responden (31,43%), dan kategori tinggi sebanyak 7 responden (20,00%) sehingga pola konsumsi media televisi Perum Korpri Gayam Sukoharjo cenderung berada pada kategori rendah. 3. Tingkat intensitas belajar anak berada pada kategori tinggi, yaitu terdapat 20 responden (57,14%), kategori sedang sebanyak 14 responden (40,00%), dan kategori rendah sebanyak 1 responden (2,86%), artinya bahwa intensitas belajar anak di Perum Korpri Gayam Sukoharjo dalam kategori tinggi.
17
Dari hasil perhitungan product moment, diperoleh hasil sebagai berikut: a) Hubungan antara tingkat kualitas komunikasi keluarga dengan intensitas belajar siswa, diperoleh rx1y = 0,905 > r tabel = 0,325 pada α = 0,05 N = 35 dan taraf signifikansi 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan semakin tinggi tingkat kualitas komunikasi keluarga maka intensitas belajar menjadi tinggi. b) Hubungan antara tingkat pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar siswa, diperoleh rx2y = -0,527 > r tabel = -0,325pada α = 0,05, N = 35 dan taraf signifikansi 95%. Dengan demikian dapat disimpulkan semakin
tinggi
pola konsumsi media televisi dengan intensitas belajar
semakin rendah. Saran Berdasarkan pada penelitian yang telah dilakukan, ada beberapa saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dan masukan bagi pihak yang berkompeten di dalamnya, antara lain : 1. Bagi anak Perum Korpri Gayam Sukoharjo Agar siswa lebih dapat mengatur waktu belajar dan menonton televisi serta dapat membedakan tayangan yang baik dan buruk. 2. Bagi guru Agar mengarahkan siswa untuk senantiasa hati-hati dalam memilih tayangan televisi dan memberikan penyuluhan kepada orang tua siswa agar memberikan perhatian, pengawasan dan pengendalian kepada putra- putrinya selama berada di luar jam sekolah dan memberikan dorongan pada siswa agar rajin belajar. 3. Bagi orang tua Untuk mengontrol anak-anak dengan sebaik-baiknya dengan mengatur kegiatan anak dan menyediakan waktu untuk menemaninya ketika menonton televisi dan juga membina hubungan yang baik antara anak dan orang tua. 4. Bagi pemerintah
18
Agar membuat Peraturan Daerah tentang mematikan televisi pada jam belajar antara jam 18.00 s/d 20.30, sehingga para pelajar dapat memanfaatkannya untuk belajar seefektif mungkin. 5. Bagi peneliti lain Peneliti menyadari bahwa apa yang peneliti peroleh dari hasil penelitian ini baru merupakan sebagaian kecil dari fenomena sosial yang terdapat dalam lokasi. Dalam artian masih banyak lagi permasalahan yang dapat digali bagi pihak-pihak yang berkeinginan melanjutkan atau melakukan di Perum Korpri Gayam Sukoharjo.
19
DAFTAR PUSTAKA Mulyana, Deddy. (2007). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Liliweri, Alo. (1997). Komunikasi Antarpribadi. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Cangara,Hafied. (2002). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Dalyono M. (1997). Psikologi Pendidikan: Jakarta: Rineka Cipta Pristiawanti, Arista. 2010. Pengaruh Intensitas Menonton Televisi dan Komunikasi Orang tua-Anak terhadap Kedisiplinan Anak dalam Mentaati Waktu Belajar. Skripsi Tidak Dipublikasikan : Universitas Diponegoro Semarang Slamet, Yulius. 2006. Metode Penelitian Sosial. Surakarta : LPP UNS dan UMS Press Sudjana, Nana. (2005).Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya Sugiyono. (2007).Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta Sulistyowati, Sofchah. (2001). Cara Belajar Yang Efektif dan Efisien. Pekalongan: Cinta Ilmu Pekalongan The Liang Gie. (1995). Cara Belajar Efisien II.Yogyakarta: PUBIB. Thomas Gordon.(1991). Menjadi Orang Tua efektif, Petunjuk Terbaru Mendidik Anak yang Bertanggung Jawab. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Wilodati. (2012). Pengoptimalisasian Kembali Fungsi Keluarga Sebagai Peletak Dasar Kepribadian Anak. Jakarta : Universitas Pendidikan Indonesia. Vivian, John. (2008). Teori Komunikasi Massa. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
20
21