FOTOGRAFI NUDE DALAM SOCIAL MEDIA (Konstruksi Kecantikan dalam Kumpulan Foto Nude yang Berjudul “Pearls of Paradise” Karya Graphic Art di Social Media Website www.pixoto.com) Arifin Rochman Hamid Arifin Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta
Abstract Photo is one of medium for delivering a range of visual evidence of an incident at the largest community, even to the details. The beauty of a photo paper is often linked to the figure of womanhood. There is an assumption that interesting photo shows a woman's body. Women / ladies are here as a tool or a commodity that can be enjoyed by visitors of the website pixoto, a wide variety of beautiful female body curves shown through a photo. This research seeks to describe, discover, and unpack the meaning of denotation, connotation, and myths that build up over nude photo collection entitled "Pearls of Paradise" by Graphic Art which has been uploaded / published into the category of "Nudes & Boudoir" in social media www.pixoto.com website. Nude photo collection "Pearls of Paradise" Graphic Art presents the work of some of the signs that can be seen, such as: the use of naked female models, accessories pearls is used, the selection of the shape and type of staining, as well as the selection of photo formats. Signs that appear in this nude photo set, is used to capture the meaning contained in the photograph. The methodology used in this study is a qualitative method approach mythology Roland Barthes semiotic analysis to look at and analyze the visible signs visually contained in the nude photo collection "Pearls of Paradise" so that the meaning of denotation, connotation and myth in the form of visual works photo such, can be described by the authors. Based on this research, the authors find and unpack the meaning and myth building nude photo collection "Pearls of Paradise", the meaning of denotation is still pearls of paradise; The connotation is the meaning of beauty pearl paradise; and myths that build the nude photo collection is beauty myths constructed by the notion that it was a beautiful woman who has big breast, the curve of the body protruding, and boned plump/lists. Keywords: Semiotics Analysis, Nude Photography, Social Media, and Mythology Roland Barthes.
1
Pendahuluan Teknologi di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini merupakan salah satu akibat dari berkembangnya ilmu pengetahuan yang menyebabkan manusia menjadi semakin kritis, selektif, dan berusaha mencari sesuatu hal yang lebih baik. Mengutip pernyataan Prof. DR. R.M. Soelarko (1993) dalam bukunya Motif Untuk Foto Anda, perkembangan teknologi ini juga terjadi dalam dunia fotografi. Faktor pendorong utamanya adalah fotografi merupakan bagian yang penting dari kehidupan. Secara tidak langsung manusia tidak lepas dari dunia fotografi karena dari berbagai sisi kehidupan, manusia menjadikan fotografi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhannya. Selain itu fotografi juga merupakan salah satu karya seni yang bernilai tinggi dan dapat menampilkan sebuah gambar yang bernilai ribuan kata dan hasilnya tidak hanya dinikmati sendiri, juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi zaman. Sejak fotografi ditemukan sekitar tahun 1839, banyak orang menganggap bahwa fotografi terbagi menjadi dua bagian yaitu sebagai sains-teknologi dan sebagai seni. Dilihat dari fungsi dan pembuatan karya fotografi yang digunakan sebagai pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka dikategorikan kedalam sains-teknologi. Begitu juga, fotografi sebagai seni adalah ketika digunakan untuk kepentingan yang memiliki nilai seni dan keindahan. Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa berdasarkan kepada bagaimana suatu karya foto itu dibuat dan apa fungsi dari karya foto tersebut. Keindahan sebuah karya foto kadang sering pula dihubungkan dengan sosok kaum hawa. Ada anggapan bahwa foto yang menarik adalah foto yang menampilkan kecantikan seorang wanita. Lihat saja media massa cetak yang beredar sekarang ini, umumnya pada halaman sampul lebih mendominasi sosok wanita, walaupun media massa cetak tersebut dikhususkan bagi pembaca pria. Apalagi sosok wanita itu ditampilkan plus lekuk-lekuk dan kemolekan tubuhnya yang indah, seperti yang ditampilkan tabloid-tabloid baru yang belakangan banyak muncul di masyarakat yang menampilkan kecantikan dan keindahan tubuh wanita (baca: pamer aurat).
2
Ketelanjangan
tubuh
memang
telah
lama
menjadi
objek
bagi
perkembangan kesenian, bahkan sejak asal mula manusia. Lihat saja relief-relief yang tertera di candi-candi yang banyak menampilkan gambar telanjang. Cermati juga lukisan wanita yang dilukis oleh pelukis legendaris seperti Michaelangelo, Monet, bahkan Basuki Abdullah. Tampaknya mengkreasikan ketelanjangan ini telah menjadi semacam konvensi bagi para seniman sehingga dianggap sebagai suatu kewajaran. Ferry Darmawan (2009) dalam bukunya Dunia Dalam Bingkai, pada dasarnya Nude adalah telanjang. Khususnya para pelakon seni di fotografi (fotografer dan model) melakukan pemotretan tersebut didasari rasa seni, yakni memperlihatkan estetika anatomi tubuh. Disajikan dengan berbagai olahan, baik secara digital atau berdasarkan teknis-teknis pengambilan gambarnya. Pesatnya perkembangan media sosial kini, dikarenakan semua orang seperti bisa memiliki media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial. Seorang pengguna media sosial bisa mengakses menggunakan media sosial dengan jaringan internet bahkan yang aksesnya lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal dan dilakukan sendiri tanpa karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, memodifikasi baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya. www.pixoto.com adalah website berbasis foto komunitas online. Dalam website ini banyak konten dan kategori yang tersedia mulai dari abstrak, hewan, anak, arsitektur, seni digital, makanan, landscape, close up, event, news, dan lainlain. Konten yang membedakan website ini dengan website yang lainnya adalah adanya konten “Nudes & Boudoir”, konten khusus yang mengandung foto-foto telanjang atau provokatif yang mampu dilihat dan diakses oleh seluruh pengguna situs internet di dunia. Wanita/kaum hawa disini sebagai alat atau komiditi yang bisa dinikmati para pengunjung website pixoto, berbagai macam bentuk lekuk tubuh indah wanita dipertontonkan melalui sebuah foto. Dengan maraknya fotografi nude
3
dalam kalangan pelaku seni, serta adanya fasilitas untuk menyebarkan dan memamerkan dalam social media seperti dalam website www.pixoto.com sangat memudahkan untuk mengupload hasil karya seninya. Meskipun masih banyak pro dan kontra mengenai fotografi nude serta norma dan aturan yang mengatur tentang pornografi, mereka beranggapan itu adalah hasil karya seni foto bernilai tinggi. Penelitian ini memfokuskan untuk mengupas konstruksi kecantikan dalam objek foto yang digunakan serta penemuan makna dalam fotografi nude karya Graphic Art. Dalam hal ini foto/produk fotografi nude berjudul “Pearls of Paradise” sebagai objek pengkajiannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analisis semiotika karena peneliti ingin mengetahui, mengungkapkan, dan menguraikan secara mendalam tentang konstruksi kecantikan yang membangun dari kumpulan foto serta makna denotasi, konotasi dan mitos yang dilahirkan dalam fotografi nude dari data atau sumber yang dimiliki. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka rumusan masalah yang akan diuraikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Konstruksi kecantikan seperti apakah yang membangun kumpulan foto nude berjudul “Pearls of Paradise” karya Graphic Art dalam social media di website www.pixoto.com?” Tujuan Berdasarkan dari rumusan masalah yang diungkapkan di atas maka tujuan penelitian ini untuk memaparkan, menemukan, dan membongkar konstruksi kecantikan yang membangun kumpulan foto berjudul “Pearls of Paradise” karya Graphic Art di website www.pixoto.com. Tinjauan Pustaka a. Fotografi Fotografi berasal dari bahasa Yunani yaitu photos yang berarti cahaya dan graphos yang berarti menulis. Fotografi adalah pembuatan gambar dengan 4
menggunakan lensa dan film atau pelat peka cahaya. Istilah fotografi pertama kali digunakan oleh Sir John Herschel pada tahun 1839. Dalam kamus bahasa Indonesia pengertian fotografi adalah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Pendek kata, penjabaran dari fotografi itu tak lain berarti “menulis atau melukis dengan cahaya”. Tentunya hal tersebut berasal dari arti kata fotografi itu sendiri yaitu berasal dari bahasa Yunani, photos (cahaya) dan graphos yang berarti tulisan. Fotografi menurut Amir Hamzah Sulaeman mengatakan bahwa fotografi berasal dari kata foto dan grafi yang masing-masing kata tersebut mempunyai arti sebagai berikut: foto artinya cahaya dan grafi artinya menulis jadi arti fotografi secara keseluruhan adalah menulis dengan bantuan cahaya, atau lebih dikenal dengan menggambar dengan bantuan cahaya atau merekam gambar melalui media kamera dengan bantuan cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka cahaya. b. Nude Photography/Fotografi Telanjang Nude
photography
berbeda
dengan
foto
mewah/glamour
yang
menampilkan penggambaran erotis, foto telanjang ini lebih menekankan pada nilai seni yang terdapat pada tubuh manusia. Foto telanjang ini tidak semestinya di kategorikan menjadi sebuah pornografi, karena foto telanjang ini tidak diarahkan pada membangkitkan gairah dalam hal seksual. Nude photography adalah genre seni fotografi, yang subjek adalah representasi dari telanjang atau sebagian telanjang tubuh manusia. Sebagai sebuah penelitian terhadap tubuh manusia dijadikan gambaran dari tubuh telanjang dengan garis dan bentuk manusia sebagai tujuan utama. Biasanya model dalam foto telanjang ini, wajah jarang untuk di ekspose. Fotografer tidak selalu membidik keseluruhan tubuh tersebut, melainkan dapat di fokuskan kepada hal-hal detail pada tubuh tersebut, seperti bagian telinga, hidung, atau kedua telapak kaki.
5
Foto telanjang ini dianggap sebagai keterampilan tinggi karena harus mampu memanipulasi cahaya dan teknis yang ahli, selain itu fotografer membutuhkan komunikasi yang baik dengan model agar dapat hubungan positif diantara keduanya. c. Kecantikan Wanita Menurut Miranti (2005: 164) mengutip dan mengemukakan dari mana ide kecantikan berasal. Banyak kritik feminis menyatakan bahwa ide kecantikan berasal dari dominasi pria. Prialah yang menginginkan kriteria kecantikan dan membuatnya dijadikan sebagai sebuah pedoman wanita. Dulu, pada zaman kekaisaran Romawi, wanita cantik adalah wanita yang bertubuh gemuk, wanita yang subur, sehingga tak heran jika Julius Caesar jatuh cinta pada Cleopatra, yang menurut sejarah adalah wanita yang betubuh subur. Definisi cantik dan mitos bagi perempuan memang berubah-ubah dari masa ke masa. Sejarah manusia mencatat, definisi cantik terus-menerus berubah. Di Eropa pada abad pertengahan kecantikan perempuan berkait erat dengan fertilitasnya, dengan kemampuan reproduksinya. Pada abad ke-15 sampai ke-17, perempuan cantik dan seksi adalah mereka yang punya perut dan panggul yang besar serta dada yang montok, yakni bagian tubuh yang berkait dengan fungsi reproduksi. Pada awal abad ke-19 kecantikan didefinisikan dengan wajah dan bahu yang bundar serta tubuh montok. Sementara itu, memasuki abad ke-20 kecantikan identik dengan perempuan dengan bokong dan paha besar. Di Afrika dan India umumnya perempuan dianggap cantik jika ia bertubuh montok, terutama ketika ia telah menikah, sebab kemontokannya menjadi lambang kemakmuran hidupnya (Novitalistya, 2012: 16-17). Wacana kecantikan dan feminitas perempuan tidak dapat di lepaskan dari konstruksi budaya patriarki yang memberikan kuasa pada laki-laki untuk memberikan pengakuan atas feminitas perempuan di satu sisi, dan perempuan untuk selalu mencari pengakuan atas feminitasnya dari pihak laki-laki (Winarni, 2009). John Stuart Mill (dalam Ollenburger, 2002) melacak penyebab-penyebab penindasan wanita pada sikap kebiasaan sikap pria secara individual. Disini fokusnya adalah para laki-laki penindas-pendidikan moral
6
mereka yang tidak benar membuat mereka menggembangkan nafsu-nafsu mementingkan diri untuk berkuasa. Dari keterangan Mill tersebut terlihat bahwa laki-laki dengan kuasa dan nafsunya yang menentukan sebuah standar ideal untuk wanita. Bagaimana perempuan menilai tubuhnya akan sangat berkaitan dengan bagaimana lingkungan sosial dan budaya di luar dirinya menilai tubuh perempuan. Artinya kalangan perempuann akan selalu berusaha untuk menyesuaikan bentuk tubuh mereka dengan kata sosial dan budaya masyarakat tentang konsep kecantikan. d. Mitologi Roland Barthes Menurut
Barthes,
semiologi
hendak
mempelajari
bagaimana
kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai dalam hal ini tidak dapat disamakan dengan mengkomunikasikan. Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkontitusi sistem terstruktur dari tanda. Barthes, dengan demikian melihat signifikansi sebagai sebuah proses yang total dengan suatu susunan yang sudah terstruktur. Signifikansi tak terbatas pada bahasa, tetapi juga pada hal-hal lain di luar bahasa. Barthes menganggap kehidupan sosial sebagai sebuah signifikansi. Dengan kata lain, kehidupan sosial, apa pun bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri (Kurniawan, 2001: 53). Sebagaimana pandangan Saussure, Barthes juga meyakini bahwa hubungan antara penanda dan pertanda tidak berbentuk secara alamiah, melainkan bersifat arbiter. Bila Saussure hanya menekankan pada penandaan dalam tataran denotatif, maka Roland Barthes menyempurnakan semiologi Saussure dengan mengembangkan sistem penandaan pada tingkat konotatif. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebutnya sebagai “mitos” dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu
7
periode tertentu. Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, pertanda, dan tanda. Namun, sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula, sebuah pertanda dapat memiliki beberapa penanda (Budiman, 2001: 28, dalam Sobur, 2004: 71). Mitos dalam pandangan Barthes berbeda dengan konsep mitos dalam arti umum. Barthes mengemukakan mitos adalah bahasa, maka mitos adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khusus ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama di masyarakat itulah mitos. Sajian dan Analisis Data A. Kumpulan Foto Nude yang Berjudul “Pearls of Paradise” Karya Graphic Art dalam Website Pixoto 1. KORPUS I: “Pearls of Paradise I”
a. Denotasi Sebuah foto nude dengan posisi model berdiri. Tangan kanan model memegang bahu dan tangan kiri diletakkan di bawah perut untuk mengimbangi jatuhnya kalung mutiara. Badan sedikit serong 45˚ dan posisi badan mendongak ke sebalah kiri untuk membentuk lekukan bagian dada. Sinar datang dari arah kanan atas model sehingga terbentuk efek kontras dan menguatkan garis luar tubuh model. Dengan 8
latar belakang hitam/gelap, pengambilan gambar eye level view, posisi foto bentuk vertical, dan memakai unsur hitam putih. Penajaman tubuh model pada bagian pinggul. Pinggul adalah bagian badan bawah perempuan yang mempunyai lekukan tajam dan termasuk titik yang menarik dari seorang perempuan. Bagian pinggul ini terlihat melalui pose model di atas. Permainan tehnik pemotongan gambar yang sering disebut aputative cropping dalam fotografi, yaitu menghilangkan bagian-bagian foto yang dirasa kurang tepat/mengganggu. Dalam foto ini ditunjukkan dengan menghilangkan bagian kepala dan kaki dari model. b. Konotasi Model ditampilkan secara format vertical dalam foto yang dihasilkan, pengambilan gambar dengan format vertical dapat berkesan tinggi atau ruang gerak naik dan turun (Harsoputro, 2014). Dengan tehnik pengambilan gambar mid shot, aputative cropping, dan kontras di bagian pinggul. Hal ini menandai bahwa foto ini ingin menonjolkan dan memberi tekanan yang besar pada keseluruhan appearance model tersebut. (Suyanto, 2010: 88) Pose yang ditampilkan model seperti menekukkan pinggul supaya mempertajam lekukan pinggul sedemikian rupa bertujuan untuk menarik perhatian pemirsanya secara seksual dan supaya nampak sensual atau seksi (Suyanto, 2010: 89). 2. KORPUS II: “Pearls of Paradise II”
9
a. Denotasi Secara keseluruhan foto ini sangat mirip dengan KORPUS I, akan tetapi memiliki arah yang berlawanan. Eksplorasi tubuh bagian depan model menjadi fokus pada foto ini. Model meliukan badannya dan membusungkan bagian dadanya. Membusungkan dada adalah pose pada saat perempuan menegakkan punggung sehingga bagian dada akan terlihat lebih menonjol dari yang seharusnya. b. Konotasi Liukan badan model seperti terlihat di atas memberikan kesan smoothy dari foto yang ditampilkan. Menurut Irawan Firmansyah dalam tulisannya “Body Gesture”, pada dasarnya pose membusungkan dada bisa juga dikonotasikan sebagai kesan gagah dan percaya diri. Akan tetapi
berbeda
dengan
pendapat
Goffman
dalam
“Gender
Advertisements”, bahwa membusungkan dada memberikan kesan seksi dan menonjolkan sisi seksual dan sensual seorang perempuan. 3. KORPUS III: “Pearls of Paradise III”
a. Denotasi Sudut pemotretan adalah (angle) yang merupakan salah satu unsur terpenting dalam pengambilan gambar dengan menggunakan kamera foto. Penyorotan foto ini, paling banyak di dapatkan pada bagian dada perempuan (dominasi bagian payudara model), dimana diketahui bahwa 10
daya tarik sensualitas dan seksualitas kaum perempuan paling besar berada pada titik ini. Sudut pengambilan yang diambil secara close-up, dan pose selftouching. Self-touching adalah pose dimana model menyentuh salah satu bagian tubuhnya sendiri. Di dalam foto ini digambarkan melalui model menyentuh bagian payudaranya. b. Konotasi Kesan seksi sudah pasti langsung tertangkap dari foto tersebut. Pengambilan bagian dada ini mendukung kesan seksi model dalam foto tersebut. Secara konotatif, hal ini dapat dilihat dari pose model yang menyentuh bagian atas dada (payudara) atau dalam fotografi disebut self-touching. Self-touching itu sendiri memiliki makna untuk menyampaikan kelembutan, kepekaan, kelemahan, perasaan, dan keterlibatan rasa seorang perempuan (Goffman, 1979: 43). Hal tersebut memberikan daya tarik seksual dan sensual yang kuat dikarenakan model menyentuh bagian dada. Model diambil secara close-up dengan tujuan memperlihatkan dengan jelas ekspresi wajah model, gesture model, dan apa-apa yang melekat pada model (Suyanto, 2010: 84). Foto yang sekilas bisa dimaknai pembaca sebagai foto detail dari unsur bagian tubuh model (payudara) dan kalung mutiara. 4. KORPUS IV: “Pearls of Paradise IV”
11
a. Denotasi Peletakkan kalung mutiara menghiasi bagian vagina model dengan sedikit melekukan bagian paha model untuk memberikan tekstur dan kesan tiga dimensi dengan bantuan gelap terang yang dihasilkan oleh cahaya yang masuk. Cara pandang pada foto ini, yaitu dari sisi medium, dimana angle foto mengarahkan pandangannya pada satu titik fokus tertentu. Sudut pemotretan foto ini dengan sudut pandang tinggi (high angle) dan format foto horizontal. Sumber cahaya dalam foto adalah cahaya buatan (lampu) yang sudah tersedia di dalam ruangan pemotretan. Pusat perhatiannya adalah kalung mutiara yang dibentuk dan diletakkan di atas vagina hingga bagian perut model. Pembentukan pose menekuk kaki, sudut pemotretan yang diambil high angle memperlihatkan bagian vagina model, paha dan betisnya dijadikan titik penarik perhatian oleh fotografer. b. Konotasi Pose berbaring yang dilakukan oleh model dengan sedikit menekuk bagian paha merupakan penarik perhatian dan penggoda bagi para pemirsanya (Goffman, 1979: 88). Detail dan ketajaman yang disengaja dapat membuat intrik dalam sebuah gambar, terutama saat subyek berada dalam keadaan diam/bergerak. Permainan dimensi gelap-terang menambah kesan misteri (Baetens, 2007: 42). 5. KORPUS V: “Pearls of Paradise V”
12
a. Denotasi Foto ini terkesan sama dengan KORPUS III, hanya saja yang membedakan posisi tangan model yang diangkat ke atas untuk keperluan pengambilan foto secara horizontal. b. Konotasi Dengan format foto horizontal, membuat foto tersebut memberikan kesan luas dan lebar (Harsoputro, 2014). Ditambah dengan sisi belakang foto yang gelap sehingga memberikan kejelasan fokus perhatian (focus of interest) dalam foto ini. Pengambilan gambar seperti memilih bagian tubuh tertentu, juga memudahkan ketika model yang dihadapi memiliki kesulitan untuk mengekpresikan dirinya melalui bagian wajah. Dan tentu saja fotografer lebih bebas bergerak menentukan jarak untuk memotret. (Baetens, 2007 : 47). Pemilihan warna dan konsep lighting yang menimbulkan efek gelap terang di bagian tubuh perempuan terutama di bagian payudara yang mempercantik detail-detail tubuh bagian luar. Warna hitam dan kombinasi high contrast lighting memberikan kesan artistik dalam sebuah foto yang dihasilkan (Pandji, 2014). 6. KORPUS VI: “Pearls of Paradise VI”
a. Denotasi Foto ini diambil secara close up, disamping itu juga memunculkan wajah pemilik bentuk tubuh indah yang di eksplorasi oleh fotografer. 13
Bagian wajah model terlihat masih remang-remang kurang begitu jelas karena fill in cahaya yang diberikan. Setting pose model yang pandangan matanya tidak tajam ke depan (ke arah kamera), melainkan mengarahkan pandangan matanya melihat kebawah ke arah kalung mutiara. Tangan kiri model memegang kalung mutiara yang dikenakan. b. Konotasi Pandangan mata yang tidak mengarah langsung ke kamera, itu bermakna keterbukaan untuk keterikatan dengan para pemirsanya. Membiarkan para pemirsanya berimajinasi mengenai apa yang sedang dilihat oleh si model (Goffman, 1979: 64). Keindahan kalung mutiara yang digabungkan dengan keindahan bentuk tubuh model menjadi sebuah kesempurnaan layaknya “Paradise”. Simbol kecantikan dalam foto ini selain bentuk tubuh model yang indah adalah kemunculan bagian wajah dari model yang mulus, berkulit bersih, hidung yang mancung, serta payudara yang terlihat montok. 7. KORPUS VII: “Pearls of Paradise VII”
a. Denotasi Tipikal yang hampir sama dengan KORPUS II. Memperlihatkan sebagian besar bagian depan model dengan lekukan tubuh yang indah. 14
Bentuk payudara yang montok diimbangi dengan paha yang besar serta postur model yang sintal/berisi. Pengambilan gambar secara Mid Shot dari bawah kepala hingga paha model. Pemilihan pewarnaan hitam putih. b. Konotasi Menurut Widianto H. Didet, dalam tulisannya “Hitam Putih dalam Fotografi” bahwa foto hitam-putih memberikan kesan detail lebih terlihat dalam foto. Hal ini dikarenakan minimnya warna yang ada pada foto (hitam dan putih). Perhatian pada objek akan lebih terfokus. Pengambilan gambar secara Mid Shot yang memberikan sedikit ruang lebar ke arah vertical mampu memperlihatkan fokus perhatian (focus of interest) dari foto ini, yaitu kalung mutiara yang sengaja dikalungkan dan dibiarkan mengurai ke bawah. 8. KORPUS VIII: “Pearls of Paradise VIII”
a. Denotasi Eksplorasi bagian tubuh model tidak berhenti sampai di bagian depan dan samping tubuh model, melainkan dilanjutkan hingga ke bagian belakang model.
15
Pengambilan gambar secara Mid Shot seperti KORPUS VII, posisi model membelakangi kamera, dan kalung mutiara dibiarkan mengurai dan jatuh di belakang posisi model. b. Konotasi Posisi membelakangi kamera menunjukkan kesan misterius dan seolaholah perempuan ini enggan untuk diketahui identitasnya (Setyobudi, 2014). Cahaya yang jatuh mengenai bagian belakang model dan kalung mutiara memberikan kontras yang berlebih yang ditimbulkan karena warna putih mutiara. Perbedaan kontras ini, (mutiara dan background foto) menimbulkan perhatian dikarenakan warna yang terlihat terang, menarik pandangan mata ke arahnya, yang dalam fotografi sering disebut focus of interest. Menurut Pascal Baetens dalam bukunya, “Nude Photography : The Art and the Craft” bahwa, kalung mutiara dibutuhkan untuk menjadikan kesan berkelas dan bergaya, tetapi pada saat yang sama juga masih terkesan natural. Mutiara itu harus ditampilkan dengan jelas, sedangkan gambar yang dihasilkan harus kuat dalam diri model sehingga permainan
kedalaman
lekukan
dan
gelap
terang
untuk
mengkonsentrasikan perhatian kepada kalung mutiara. Model masih terlihat indah meskipun di ambil dari belakang, dikarenakan bentuk tubuh yang sintal dan ideal dari model itu sendiri. B. Karya “Pearls Of Paradise” dalam Perspektif Mitologi Roland Barthes 1. Denotasi Denotasi dalam pandangan Barthes merupakan tataran pertama yang maknanya bersifat tertutup. Tataran denotasi menghasilkan makna yang eksplisit, langsung dan pasti. Denotasi merupakan makna yang sebenarbenarnya, yang disepakati bersama secara sosial, yang rujukannya pada realitas. Dalam semiologi Barthes, denotasi merupakan signifikansi tingkat pertama. Denotasi dapat dikatakan, merupakan makna obyektif yang tetap. Pada tataran pertama, dapat diidentifikasi setiap penanda di dalam kumpulan-kumpulan foto “Pearls of Paradise” ke dalam konsep-konsep yang
16
setepat mungkin, misalnya seorang wanita telanjang, pose, kalung mutiara, pewarnaan hitam putih, permainan lighting (gelap-terang), dan judul foto Pearls of Paradise. Semua ini membangun seperangkat tanda pada lapisan pertama
(denotasi)
dengan
makna
literal:
”mutiara
surga”
yang
diinterpretasikan dengan seorang wanita telanjang menggunakan asesoris kalung mutiara dengan dramatisasi pose dan permainan lighting guna mambangun mood foto. Tanda-tanda yang terlihat secara visual dalam kumpulan foto nude “Pearls of Paradise” menjadi rujukan penulis untuk memaknai foto secara denotasi, yakni memberikan penjelasan sesuai apa yang dilihat oleh penulis. 2. Konotasi dan Mitos Tatanan konotasi ini terbentuk dikarenakan melihat lebih dalam lagi pada tatanan semiologis yang lebih tinggi, kumpulan foto nude tersebut akan merujuk kepada beberapa kemungkinan makna konotasi sesuai dengan hakikat pesan ikonik yang bersifat polisemik. Dalam hal inilah, kehadiran teks verbal menjadi fungsional sebagai pendamping pesan ikonik, yakni untuk mengarahkan pembaca terhadap makna tertentu. Seperangkat tanda-tanda ini, mengarahkan penulis kepada caption foto yang diberikan oleh Graphic Art “Pearls of Paradise”. Pada tataran konotasi ini penanda-penandanya memiliki hubungan dengan konsep pemberian judul kumpulan foto nude tersebut, sehingga kumpulan foto nude memiliki makna konotasi: bahwa “kecantikan mutiara surga”, kata Pearls masih ada hubungannya dengan keindahan, gemerlap, terang, berkilau; sedangkan kata Paradise yang berarti surga (tempat bidadari cantik tinggal) merujuk kepada wanita sebagai lambang kecantikan, keindahan, dan kesempurnaan. Pemaknaan konotasi di atas, melihat keberadaan pesan yang terkandung dalam sebuah citra dari kumpulan foto nude “Pearsl of Paradise” yang sebenarnya bukanlah suatu struktur yang tertutup karena, setidaktidaknya, ia berkomunikasi dengan sebuah struktur lain, yaitu teks. Dalam hal ini teks yang dimaksud adalah caption foto “Pearls of Paradise” yang
17
mengarahkan penulis membongkar makna konotatif di balik foto-foto tersebut. Mitos dalam pandangan Barthes berbeda dengan konsep mitos dalam arti umum. Barthes mengemukakan mitos adalah bahasa, maka mitos adalah sebuah sistem komunikasi dan mitos adalah sebuah pesan. Dalam uraiannya, ia mengemukakan bahwa mitos dalam pengertian khusus ini merupakan perkembangan dari konotasi. Konotasi yang sudah terbentuk lama di masyarakat itulah mitos. Barthes juga mengatakan bahwa mitos merupakan sistem semiologis, yakni sistem tanda-tanda yang dimaknai manusia (Hoed, 2008: 59). Dikaitkan dengan kumpulan foto nude “Pearls of Paradise” dalam perspektif mitologi Roland Barthes dapat dilihat adanya mitos yang disampaikan melalui foto tersebut yang dapat diintepretasikan menjadi suatu bentuk pesan. Mitos besar yang telah menjadi suatu paradigma masyarakat, bagaimana memberikan suatu bentuk penghargaan pada seorang wanita. Wanita yang memiliki bentuk fisik yang sempurna selalu dielu-elukan sebagai ciptaan terindah dan merupakan lambang kecantikan. Menelaah kembali pada kumpulan foto nude berjudul “Pearls of Paradise”, Mitos bermain atas analogi antara makna dan bentuk. Analogi ini bukan sesuatu yang alami, tetapi bersifat historis (Barthes, Mythologies, 1957, hlm. 122-130, dalam Irzi Susanto). Hal ini mengartikan dalam penggunaan objek model perempuan, sang fotografer memilih model yang memiliki dada yang montok, pinggul besar, bokong besar, dan paha besar yang merepresentasikan makna cantik senada dengan apa yang terdapat dalam history dan budaya yang ada serta berkembang di Afrika dan dunia. Kesimpulan Dari hasil analisa yang telah dilakukan, penulis mampu menemukan dan membongkar makna dibalik kumpulan foto nude “Pearls of Paradise”, bahwa dalam kumpulan foto nude tersebut ditemukan makna denotasi “mutiara surga”,sedangkan makna konotasinya adalah “kecantikan mutiara surga” yang dibongkar melalui kontruksi caption foto, serta mitos yang membangun kumpulan 18
foto-foto tersebut adalah “mitos kecantikan” yang dikontruksi melalui anggapan bahwa cantik itu adalah wanita yang memiliki payudara besar, lekukan tubuh menonjol, pinggang besar, paha besar, serta berperawakan sintal/berisi. Saran Berdasarkan simpulan diatas, penulis memiliki beberapa saran yang diharapkan dapat berguna dan bermanfaat bagi orang lain yang membaca penelitian ini: 1. Website dan situs jejaring sosial lain yang bermunculan telah menjadi media interaksi baru dalam bersosialisasi, telah menghadirkan berbagai fenomena sosial menarik dalam kajian mengenai media. Bidang kajian ini masih memberi peluang pengembangan dalam penelitian komunikasi. 2. Penelitian dengan menggunakan pendekatan analisis semiotika perlu dikembangkan dalam ranah penelitian media. Hal ini perlu dilakukan mengingat
begitu
komprehensifnya
analisis
ini
sehingga
dapat
membongkar makna di balik sebuah foto maupun teks yang nampak. Cakupannya yang luas dan dalam, menjadi alat penelusuran menarik dalam dunia media. 3. Penelitian mengenai karya-karya foto nude dalam ranah penelitian komunikasi adalah sesuatu hal dan fenomena yang baru. Hal ini sangat perlu dikembangkan mengingat masih banyak fenomena kaitannya dengan karya visual (foto) yang bisa diterapkan dengan analisis semiotika. 4. Penelitian ini sangat jauh dari kata sempurna, melihat banyaknya faktor penghambat yang penulis hadapi selama penelitian berlangsung. Penulis berharap untuk kedepannya agar metode dan penelitian mengenai media terus berkembang. Daftar Pustaka Baetens, Pascal. (2007). Nude Photography: The Art and the Craft. Singapore. Dorling Kindersley Publishers Ltd. Budiman, Kris. (2011). Semiotika Visual Konsep, Isu, dan Problem Ikonitas. Yogyakarta. Jalasutra. Darmawan, Ferry. (2009). Dunia dalam Bingkai. Jogjakarta. Graha Ilmu. Didet, Widianto H. (2012). Artikel: Hitam Putih dalam Fotografi. Firmansyah, Irawan. (2011). Artikel: Body Gesture. 19
Goffman, Erving. (1979). Gender Advertisements. First Harper. Torchbooks. Harsoputro. (2014). Artikel: Model dalam Fotografi Nude. Kurniawan. (2001). Semiologi Roland Barthes. Magelang. Indonesiatera. Miranti, Putri. (2005). Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Perempuan tentang Kecantikan dalam Iklan Pemutih Kulit Di Televisi. Jakarta. Jurnal Thesis, Vol.IV.2-Mei-Agustus. Novitalistya, Syata. (2012). Makna Cantik di Kalangan Mahasiswa dalam Perspektif Fenomenologi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin-Makassar. Skripsi. Ollenburger, Jane C., dan Helen A. Moore. (2002). Sosiologi Wanita. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Pandji Vasco Da Gama. (2014). Diskusi Foto: Jurnalistik versus Street Photography. Setyobudi. (2014). Dosen Teori Seni dan Seni Lukis FSSR UNS. Persepsi Foto Nude. Sobur, Alex. (2003). Semiotika Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya. Soelarko, R.M. (1993). Motif untuk foto Anda. Semarang. Dahara Prize. Sulaiman, Amir Hamzah. (1982). Petunjuk Untuk Memotret. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. Suyanto. (2010). Analisis dan Desain Aplikasi Multimedia untuk Pemasaran. Yogyakarta. Penerbit Andi. Winarni, Rina Wahyu. (2009). Representasi Kecantikan Perempuan dalam Iklan. Jakarta. Jurnal Deiksis Program Studi Desain Komunikasi Visual Universitas Indraprasta PGRI Jakarta.
20