Keynote Speech
APBN 2013: Mendorong Peningkatan Kualitas Belanja Disampaikan oleh: Menteri Keuangan Republik Indonesia
Yth. Pimpinan Badan Anggaran DPR-RI, Yth. Wakil Menteri Keuangan dan Para Pejabat Eselon I Kementerian Keuangan, serta hadirin sekalian yang kami hormati. Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salam sejahtera untuk kita semua, Dalam kesempatan yang baik ini, terlebih dahulu perkenankan kami memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah berhasil menyelesaikan salah satu agenda pembangunan nasional yang sangat penting yakni penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2013. APBN 2013 disusun melalui proses yang cukup panjang, berhati-hati dan melalui pembahasan yang cukup saksama dan mendalam bersama-sama dengan DPR sejak dari tahapan penyusunan Kebijakan Kerangka Ekonomi Makro dan PokokPokok Kebijakan Fiskal, penyusunan Nota Keuangan dan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (NK dan RAPBN) hingga proses pengesahannya menjadi APBN. Sebagaimana kita ketahui bersama, APBN merupakan instrumen kebijakan pemerintah yang menjadi landasan arah pembangunan ekonomi nasional serta penyediaan pelayanan dasar dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Instrumen kebijakan lainnya adalah dalam bentuk regulasi yang baik secara langsung-maupun tidak langsung juga menentukan arah pembangunan ekonomi nasional. Oleh karena itu, kami sepenuhnya sadar bahwa penyusunan APBN selalu 1
mendapat perhatian besar baik dari masyarakat maupun dari para pelaku pasar. Hal ini mengingat APBN mempunyai nilai strategis dalam menentukan arah kebijakan dan agenda pembangunan ekonomi beserta target-target yang akan dicapai. Hadirin yang kami hormati, Dari waktu ke waktu, penyusunan APBN senantiasa mempertimbangkan dinamika yang terjadi baik eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal, kondisi ketidakpastian prospek pemulihan krisis Ekonomi di Eropa serta gejolak sosial-politik di Timur Tengah masih mewarnai prospek kinerja perkonomian global dalam beberapa tahun ke depan. Revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2013 dari 3,9 persen pada bulan Juli menjadi 3,6 persen pada bulan Oktober 2012 merupakan cerminan dari dampak yang mungkin timbul dari kondisi tersebut. Prospek pergerakan harga minyak internasional serta asumsi ekonomi makro lainnya akan sedikit banyak dipengaruhi oleh perkembangan kondisi eksternal tersebut. Sementara itu, dari sisi internal, kuatnya permintaan domestik menjadi semacam penyeimbang dari melemahnya kinerja perekonomian global sehingga laju pertumbuhan ekonomi nasional masih terjaga pada level yang relatif cukup tinggi. Namun demikian, tantangan yang masih harus dihadapi pemerintah terkait prospek kinerja ekonomi dalam jangka menengah dan panjang adalah persoalan pembangunan infrastruktur yang kami sadari masih memerlukan percepatan agar Indonesia mampu tumbuh lebih tinggi mendekati level potensinya. Satu pelajaran yang bisa dipetik dari krisis ekonomi di Eropa adalah pentingnya untuk senantiasa menjaga pengelolaan kebijakan fiskal tetap dalam prinsip kehati-hatian (prudent), sehat, dan berkesinambungan (sustainable). Sebagaimana kita ketahui bersama, sejumlah negara Eropa menjadi demikian rapuh (vulnerable) terseret masuk pusaran krisis karena pengelolaan kebijakan fiskal yang jauh dari prinsip-prinsip kehati-hatian dan berkesinambungan, seperti yang terjadi di Yunani, Spanyol, Portugal dan Irlandia. 2
Saudara-saudara yang saya hormati, Memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka tema pokok yang diambil pemerintah dalam penyusunan APBN 2013 adalah “Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Berkelanjutan melalui Upaya Penyehatan Fiskal”. Esensi dari tema tersebut adalah menekankan pentingnya terus mewujudkan kondisi fiskal yang sehat dan berkesinambungan dalam rangka mendorong terjaganya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Adapun Strategi untuk mewujudkan kondisi fiskal yang sehat dan berkesinambungan tersebut dapat ditempuh melalui 4 (empat) langkah, sebagai berikut: (i)
optimalisasi pendapatan negara dengan tetap menjaga iklim dunia usaha;
(ii)
meningkatkan kualitas belanja negara melalui efisiensi belanja yang kurang produktif dan meningkatkan belanja modal untuk memacu pertumbuhan;
(iii) menjaga difisit anggaran pada batas aman; dan (iv) menurunkan rasio utang terhadap PDB dalam batas yang manageable. Pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan diharapkan akan menjamin peningkatan efisiensi dan efektifitas alokasi APBN dalam pencapaian sasaran-sasaran pembangunan yang telah ditetapkan. Selain itu, pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan juga dapat menjadi signal bagi pasar akan kredibilitas kebijakan makro yang di tempuh pemerintah. Oleh karena itu, tidak berlebihan bila dikatakan bahwa pengelolaan kebijakan fiskal yang sehat dan berkesinambungan merupakan salah satu jangkar bagi stabilitas ekonomi makro secara keseluruhan. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka defisit APBN dalam tahun 2013 ditetapkan sebesar Rp153.3 triliun atau sebesar 1,65 persen PDB. Besaran defisit tersebut merupakan selisih antara pendapatan negara dan hibah yang diperkirakan mencapai sebesar Rp1.529,7 triliun dengan belanja negara yang ditetapkan sebesar Rp1.683 triliun. Dengan angka defisit tersebut, rasio utang
3
Pemerintah diharapkan akan menurun menjadi kurang dari 23 persen PDB pada akhir tahun 2013. Hadirin yang kami hormati, Terkait dengan tema seminar hari ini “APBN 2013: Belanja yang Berkualitas”, hal ini saya kira sangat relevan dengan upaya Pemerintah mewujudkan kondisi fiskal yang sehat dan berkesinambungan. Belanja yang berkualitas menurut hemat kami dapat dimaknai sebagai kebijakan alokasi anggaran dimana strukutur belanja negara telah mencerminkan adanya upaya peningkatan efisiensi namun masih memberikan ruang fleksibilitas bagi pemerintah untuk merespon dinamika yang terjadi baik internal maupun eksternal. Dalam kaitan dengan efisiensi, belanja yang berkualitas haruslah memenuhi tiga unsur efisiensi, yakni: (i) efisiensi alokasi, (ii) efisiensi teknis, dan (iii) efisiensi ekonomi. Efisiensi alokasi pada dasarnya menekankan perlunya alokasi anggaran agar benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan riilnya serta diarahkan untuk kegiatan produktif yang mampu memberikan nilai tambah dan manfaat yang luas bagi masyarakat. Dalam hal ini kata kuncinya adalah akurasi menentukan besaran alokasi dan akurasi alokasi pada sektor-sektor yang mempunyai multiplier efek yang kuat bagi perekonomian. Jadi esensi dari efisiensi alokasi adalah tepat jumlah dan tepat alokasi. Efisiensi teknis lebih menekankan agar proses pelaksanaan anggaran dapat direalisasikan sesuai dengan rencana dan dapat menghasilkan output atau outcome yang berkualitas. Hal ini dapat dicapai apabila didukung oleh SDM yang kompeten dan mekanisme pelaksanaan dan pencairan yang simple namun akuntabel. Dengan demikian, esensi dari efisiensi teknis adalah kombinasi antara kompetensi SDM dan didukung mekanisme implementasi yang efektif. Sementara itu, efisiensi ekonomi lebih menekankan pentingnya menjaga agar output dan outcome yang dihasilkan sesuai dengan besaran anggaran yang 4
dikeluarkan. Hal ini akan menjamin bahwa besaran anggaran yang dikeluarkan akan memberikan kontribusi yang optimal bagi perekonomian baik dalam jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang. Dengan demikian, esensi dari efisiensi ekonomi adalah mampu menciptakan multiplier yang optimal bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat. Selain memenuhi kriteria efisiensi sebagaimana telah disebutkan di atas, struktur belanja yang berkualitas semestinya juga masih memberikan ruang fleksibilitas bagi pemerintah untuk merespons berbagai dinamika yang mungkin terjadi. Harus disadari bahwa saat ini perekonomian kita dihadapkan pada iklim ekonomi dunia yang lebih dinamis, diliputi ketidakpastian dan volatilitas yang cukup tinggi. Oleh karenanya diperlukan fleksibilitas fiskal yang memadai bagi pemerintah untuk merespon dan menjawab gejolak dan dinamika yang terjadi. Ruang fleksibilitas fiskal tersebut sangat terkait erat dengan ketersediaan ruang fiskal (fiscal space) yang memadai dalam struktur belanja APBN. Hadirin yang kami hormati, Ditengah upaya untuk terus meningkatkan kualitas belanja negara, perlu disadari bahwa Pemerintah juga masih dihadapkan pada beberapa tantangan yang cukup krusial, antara lain: (i) masih relatif terbatasnya fiscal space dan besarnya mandatory spending sehingga berpotensi mengurangi ruang fleksibilitas, (ii) porsi subsidi masih relatif besar meskipun disadari masih belum tepat sasaran, (iii) belum optimalnya dan masih menumpuknya penyerapan anggaran pada akhir tahun, (iv) masih terbatasnya belanja modal dalam mendukung penyediaan infrastruktur yang memadai. Sejalan dengan hal tersebut, maka strategi yang kiranya perlu ditempuh pemerintah antara lain: (i) perlunya memperlebar fiscal space untuk menciptakan fleksibilitas kebijakan fiskal yang cukup memadai, (ii) meningkatkan efisiensi subsidi agar lebih tepat sasaran dan memenuhi aspek keadilan, (iii) mempercepat serta membenahi pola penyerapan anggaran sehingga mempunyai efek pengganda yang 5
cukup kuat bagi perekonomian, (iv) mendorong peningkatan belanja modal untuk mendukung penyediaan infrastruktur yang memadai dalam rangka peningkatan daya saing ekonomi nasional. Hadirin yang kami hormati, Perlu kiranya dipahami pula bahwa upaya peningkatan belanja negara, tentu saja, tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui hak budget-nya juga memegang peran penting dalam hal ini. Oleh karena itu, kebijakan alokasi belanja negara yang ditetapkan dalam APBN pada dasarnya merupakakan hasil perumusan dan pembahasan yang cukup mendalam secara bersama-sama antara Pemerintah dan DPR. Akhir kata, kami ingin mengucapkan selamat mengkuti seminar, semoga berjalan sangat produktif, dan dapat menghasilkan sumbangsih pemikiran dan masukan-masukan yang konstruktif bagi perbaikan kualitas kebijakan belanja kedepan.
Sekian dan terimakasih. Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Menteri Keuangan, Agus D.W. Martowardojo
6