1
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh: ANING WULANDARI NIM. S850908104
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
2
LEMBAR PERSETUJUAN
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
Disusun oleh: ANING WULANDARI NIM. S850908104
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing
Dewan Pembimbing Jabatan
Nama
Tanda Tangan
Tanggal
Pembimbing I ………………………..
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003
Pembimbing II ………………………..
Drs. Suyono, M.Si. NIP. 19500301 197603 1 002
Mengetahui Ketua Program Pendidikan Matematika
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1002
3
LEMBAR PENGESAHAN
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL ALJABAR DAN SOAL CERITA DITINJAU DARI GAYA BELAJAR PADA SISWA KELAS X (SEPULUH) MADRASAH ALIYAH DI KABUPATEN BOJONEGORO
Disusun oleh: ANING WULANDARI NIM. S850908104 Telah disahkan oleh Tim Penguji Jabatan
Nama
Ketua
Tandatangan
Tanggal
.....................
.................
Drs. Tri Atmojo Kusmayadi, M.Sc., .....................
.................
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP. 19660225 199302 1 002
Sekretaris Ph.D.
NIP. 19630826 198803 1 002 Anggota
Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. NIP. 19530915 197903 1 003
.....................
.................
Drs. Suyono, M.Si. NIP. 19500301 197603 1 002
.....................
.................
Direktur Program Pascasarjana UNS,
Surakarta, Ketua Program Studi Pendidikan Matematika,
Prof. Drs. Suranto, M.Sc., Ph.D. NIP 19570820 198503 1 004
Dr. Mardiyana, M.Si. NIP 19660225 199302 1 002
4
ABSTRAK
Aning Wulandari. S850908104. Efektivitas Pembelajaran Kontekstual pada Kemampuan Menyelesaikan Soal Aljabar dan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Belajar pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro. Tesis. Program Studi Pendidikan Matematika, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (2) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (3) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik; (4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik; (5) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik; (6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik. Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro yang berjumlah 39 Madrasah. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling. Sampel dalam penelitian berjumlah 202 siswa yang terbagi atas kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah tes dan angket. Tes berbentuk pilihan ganda yang terdiri atas tes kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan tes kemampuan menyelesaikan soal cerita. Sedangkan angket terdiri atas angket gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. Instrumen tes dan angket diujicobakan sebelum digunakan untuk pengambilan data. Validitas instrumen tes dan angket dilakukan oleh validator, reliabilitas tes menggunakan KR-20, reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha, daya pembeda tes dan konsistensi internal angket menggunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Uji prasyarat meliputi uji normalitas dengan menggunakan metode Liliefors dan uji homogenitas menggunakan metode Barlett
5
dengan statistik uji Chi Kuadrat. Dengan = 0,05 diperoleh kesimpulan bahwa sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan homogen. Uji hipotesis yang digunakan adalah Analisis Variansi Multivariat dua jalan (Two-way Multivariate Analysis of Variance atau two-way MANOVA). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15. Hasil uji multivariat menunjukkan bahwa: (1) pada efek pendekatan pembelajaran, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek pendekatan pembelajaran pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita; (2) pada efek gaya belajar, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita; (3) pada interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya belajar, H0 diterima, artinya tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Adapun hasil uji univariat menunjukkan bahwa; (1) efek pendekatan pembelajaran pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0 diterima, artinya tidak terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan pembelajaran langsung terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar; (2) efek pendekatan pembelajaran pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dengan pembelajaran langsung terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita; (3) efek gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0 diterima, artinya tidak terdapat perbedaaan efek gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar; (4) efek gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, H0 ditolak, artinya terdapat perbedaaan efek gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita. Untuk melihat manakah di antara ketiga gaya belajar tersebut yang secara signifikan memberikan efek paling besar, dilakukan uji post hoc dengan Metode Scheffe; (5) interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, H0 diterima, artinya tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar; dan (6) interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, H0 diterima, artinya tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita. Berdasarkan uji hipotesis diperoleh kesimpulan bahwa: (1) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang sama dengan pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (2) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar; (3) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan
6
kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik; (4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik; (5) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik; (6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
7
ABSTRACT Aning Wulandari. S850908104. The Effectiveness of Contextual Learning in Capability of Solving Algebraic and Story Problems Viewed from the Learning Style in the X (Tenth) Grade of Madrasah Aliyah in Bojonegoro Regency. Thesis, Surakarta: Mathematics Education Program Study, Postgraduate Program of Sebelas Maret University Surakarta. 2010. The objectives of research is to find out: (1) in the capability of solving algebraic problems, is contextual learning approach better than direct learning, both generally and viewed from the learning style; (2) in the capability of solving story problems, is contextual learning approach better than direct learning, both generally and viewed from the learning style; (3) in the capability of solving algebraic problems with contextual approach, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; (4) in the capability of solving algebraic problems with direct learning, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; (5) in the capability of solving story problems with contextual approach, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or kinesthetic learning styles; and (6) in the capability of solving story problems with direct learning, which one that give better learning achievement, is visual, auditory, or kinesthetic learning styles. The population of research includes all X (tenth) grade of Madrasah Aliyah in Regency Bojonegoro as many as 39 Madrasah. The sampling technique used was stratified cluster random sampling, with 202 students as the sample divided into experimental and control groups. The instruments used for collecting data were test and questionnaire. The multiple choice test consists of algebraic item and story item tests. The questionnaire consists of visual, auditory and kinesthetic learning style. The test and questionnaire instruments are trialed before being used for collecting data. The validity of test and questionnaire instruments was tested using validator, the reliability test was used KR-20, questionnaire reliability employed alpha formula, and test discriminant and questionnaire internal consistency uses product moment correlation formula from Karl Pearson. The prerequisite test includes normality test using Liliefors method and homogeneity test using Bartlett method with Chi-square test statistic. At = 0.05, it can concluded that the sample derives from the population distributed normally and homogenously. The hypothesis test was done using Two-Way Multivariate Analysis of Variance or two-way MANOVA. The data processing was done using SPSS 15 program. The result of multivariate shows that: (1) in the learning approach effect, H0 is not supported, meaning that there is an effect of learning approach on the capability of solving algebraic and story items; (2) in the learning style effect, H0 is not supported, meaning that there is an effect of learning style on the capability of solving algebraic and story items; (3) there is an interaction of learning approach and learning style, H0 is supported meaning that there is an interaction of learning approach and learning style on the capability of solving algebraic and story items. Meanwhile the univariate test result shows that: (1) the effect
8
of learning approach on the capability of solving algebraic item, H0 is supported, meaning that there is no effect difference between learning with contextual approach and direct learning on the capability of solving algebraic item; (2) the effect of learning approach on the capability of solving story item, H0 is not supported, meaning that there is an effect difference between learning with contextual approach and direct learning on the capability of solving story item; (3) the effect of learning style on the capability of solving algebraic item, H0 is supported, meaning that there is no effect difference of learning style on the capability of solving algebraic item; (4) the effect of learning style on the capability of solving story item, H0 is not supported, meaning that there is an effect difference of learning style on the capability of solving story item. For finding which learning style giving the largest effect significantly, the post hoc test was done using Scheffe method; (5) interaction between the learning approach and learning style on the capability of solving algebraic item, H0 is supported, meaning that there is no interaction between learning approach and learning style on the capability of solving algebraic item; and (6) interaction between the learning approach and learning style on the capability of solving story item, H0 is supported, meaning that there is no interaction between learning approach and learning style on the capability of solving story item. Based on the result of hypothesis testing, it can be concluded that: (1) in the capability of solving algebraic problems, contextual approach learning give the same result with direct learning, both generally and viewed from the learning style; (2) in the capability of solving story problems, the contextual approach learning give the better result than the direct learning, both generally and viewed from the learning style; (3) in the capability of solving algebraic problems with contextual approach, the students’ achievement with visual learning style equals to auditory learning style, equals to kinesthetic learning style; (4) in the capability of solving algebraic problems with direct learning, the students’ achievement with visual learning style equals to auditory learning style, equals to kinesthetic learning style; (5) in the capability of solving story problems with contextual approach, the students’ achievement with visual learning style is better than kinesthetic learning style; (6) in the capability of solving story problems with direct learning, the students’ achievement with visual learning style is better than kinesthetic learning style.
9
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Aning Wulandari
NIM
: S850908104
Prodi
: Pendidikan Matematika
Dengan ini menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul: “Efektivitas Pembelajaran Kontekstual pada Kemampuan Menyelesaikan Soal Aljabar dan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Belajar pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro” adalah benar-benar karya saya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam tesis ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Demikian pernyataan saya. Apabila pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Yang menyatakan
Aning Wulandari
10
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat terselesaikannya Tesis yang berjudul “Efektivitas Pembelajaran Kontekstual pada Kemampuan Menyelesaikan Soal Aljabar dan Soal Cerita Ditinjau dari Gaya Belajar pada Siswa Kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir perkuliahan di Program Studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak pihak yang membantu dalam penyelesaian Tesis ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Drs. Suranto, M.Sc. Ph.D. selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Dr. Mardiyana, M.Si. selaku Kaprodi Pendidikan Matematika yang telah mengesahkan proposal penelitian. 3. Prof. Dr. Budiyono, M.Sc. selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak Drs. Suyono, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini. 4. H. Moh. Farhan, M.Pd. selaku Kepala Kantor Departemen Agama yang telah memberikan ijin penelitian. 5. Drs. H. Kasan, M.Pd. selaku Kepala MAN 1 Bojonegoro yang telah memberikan ijin belajar dan memberikan support kepada penulis.
11
6. Drs. H.M. Asyik Syamsul Huda, M.Pd.I. selaku Kepala MAN 1 Bojonegoro yang telah mengijinkan melakukan penelitian di MAN 1 Bojonegoro. 7. Ali Muhtadi, S.Pd.I. selaku Kepala MA Islamiyah Balen yang telah mengijinkan melakukan penelitian di MA Islamiyah Balen. 8. Drs. H. Zaeni, M.Pd.I. selaku Kepala MA Darul Ulum Pasinan Baureno yang telah mengijinkan melakukan penelitian di Darul Ulum Pasinan Baureno. 9. Munir, S.Pd. selaku guru matematika MA Islamiyah Balen dan Naning, S.Pd. selaku guru matematika MA Darul Ulum Pasinan Baureno, yang telah membantu pelaksanaan penelitian. 10. Para siswa MAN 1 Bojonegoro, siswa MA Islamiyah Balen dan siswa MA Darul Ulum Pasinan Baureno, yang telah membantu terlaksananya penelitian. 11. Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian hingga penyusunan tesis. Semoga segala amal kebaikan yang telah diberikan, mendapat pahala dari Allah SWT. Penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca sekalian. Surakarta, Januari 2010
Penulis
12
DAFTAR ISI Halam an HALAMAN JUDUL …………………………………………..
i
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………
ii
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………
iii
ABSTRAK ……………………………………………………..
iv
ABSTRACT ……………………………………………………
vi
PERNYATAAN ………………………………………………
viii
KATA PENGANTAR …………………………………………
ix
DAFTAR ISI …………………………………………………..
xi
DAFTAR TABEL ……………………………………………..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….
xv
BAB I PENDAHULUAN …………………………………….
1
A. Latar Belakang Masalah ……………………………….
1
B. Identifikasi Masalah ……………………………………
4
C. Pemilihan Masalah ……………………………………..
5
D. Pembatasan Masalah ……………………………………
5
E. Perumusan Masalah …………………………………….
6
F. Tujuan Penelitian ……………………………………….
8
G. Manfaat Penelitian ………………………………………
10
BAB II KAJIAN TEORI ………………………………………. A. Tinjauan Pustaka ………………………………………… 11
11
13
1. Pendekatan Kontekstual ……………………………
11
2. Pembelajaran Langsung …………………………….
16
3. Gaya Belajar …………………………………………
17
4. Kemampuan menyelesaikan soal aljabar…………….
19
5. Kemampuan menyelesaikan soal cerita ……………..
22
B. Penelitian yang relevan ………………………………….
24
C. Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis ……………
26
1. Kerangka Berpikir …………………………………… 26 2. Hipotesis …………………………………………….
28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………
30
A. Tempat, subyek dan waktu penelitian …………………… 30 B. Jenis Penelitian …………………………………………..
30
C. Populasi dan sampel ……………………………………..
31
D. Teknik Pengumpulan Data ………………………………
32
1. Variabel penelitian …………………………………..
32
2. Metode Pengumpulan Data ………………………….
34
3. Instrumen Penelitian ………………………………… 35 E. Teknik Analisis Data ……………………………………
39
1. Uji Keseimbangan …………………………………..
39
2. Uji Prasyarat …………………………………………
41
3. Uji Hipotesis ………………………………………… 43 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………. A. Hasil Uji Coba Instrumen ……………………………….. 50
50
14
B. Deskripsi Data …………………………………………… 53 C. Analisa Data ……………………………………………… 55 1. Uji Keseimbangan ……………………………………. 55 2. Uji Prasyarat ………………………………………….. 55 3. Uji Hipotesis …………………………………………. 59 D. Pembahasan ……………………………………………… 63 BAB V PENUTUP ……………………………………………… 71 A. Kesimpulan ……………………………………………… 71 B. Implikasi …………………………………………………. 72 C. Saran …………………………………………………….. 73 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………. 74 LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………… 77
15
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 : Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal aljabar…………………………………………
53
Tabel 4.2 : Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal cerita …………………………………………..
54
Tabel 4.3 : Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar ………………………….
55
Tabel 4.4 : Rangkuman hasil uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita ………………………….
56
Tabel 4.5 : Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data kemampuan menyelesaikan soal aljabar ………..….
57
Tabel 4.6 : Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data kemampuan menyelesaikan soal cerita ………..….
58
Tabel 4.7 : Rangkuman Hasil Uji Multivariat ………………….
59
Tabel 4.8 : Rangkuman Hasil Uji Univariat ………………….
60
16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pendekatan Kontekstual ………………………….
78
Lampiran 2: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Pembelajaran Langsung ………………………….
89
Lampiran 3: Kisi-kisi soal tes …………………………………… 103 Lampiran 4: Soal Tes ……………………………………………. 104 Lampiran 5: Lembar Validasi Soal Tes …………………………. 108 Lampiran 6: Analisis Butir Tes aljabar ………………………….. 110 Lampiran 7: Analisis Butir Tes Soal cerita ……………………… 112 Lampiran 8: Soal Tes setelah divalidasi ………………………… 114 Lampiran 9: Kisi-kisi angket gaya belajar visual ……………….. 116 Lampiran 10: Kisi-kisi angket gaya belajar auditori …………….. 117 Lampiran 11: Kisi-kisi angket gaya belajar kinestetik …………
118
Lampiran 12: Angket gaya belajar …………………………….
119
Lampiran 13: Lembar validasi angket gaya belajar……………
124
Lampiran 14: Uji reliabilitas dan konsistensi internal angket gaya belajar visual ……………………………….. 127 Lampiran 15: Uji reliabilitas dan konsistensi internal angket gaya belajar auditori …………………………….. Lampiran 16: Uji reliabilitas dan konsistensi internal
129
17
angket gaya belajar kinestetik ……………………. 131 Lampiran 17: Angket gaya belajar setelah divalidasi …………… 133 Lampiran 18: Uji keseimbangan ………………………………… 137 Lampiran 19: Data induk penelitian …………………………….. 141 Lampiran 20: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada gaya belajar visual …………. 144 Lampiran 21: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada gaya belajar auditori ………
148
Lampiran 22: Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada gaya belajar kinestetik ……… 150 Lampiran 23: Data gaya belajar visual total …………………….. 152 Lampiran 24: Data gaya belajar auditori total …………………… 156 Lampiran 25: Data gaya belajar kinestetik total …………………. 158 Lampiran 26: Uji normalitas data aljabar kelompok eksperimen
159
Lampiran 27: Uji normalitas data aljabar kelompok kontrol
163
Lampiran 28: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar visual 167 Lampiran 29: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar Auditori ………………………………………
172
Lampiran 30: Uji normalitas data aljabar pada gaya belajar Kinestetik ……………………………………..
175
Lampiran 31: Uji normalitas data soal cerita kelompok Eksperimen ……………………………………..
177
Lampiran 32: Uji normalitas data soal cerita kelompok kontrol
181
18
Lampiran 33: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar Visual …………………………………………..
185
Lampiran 34: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar Auditori …………………………………………
190
Lampiran 35: Uji normalitas data soal cerita pada gaya belajar Kinestetik……………………………………….
193
Lampiran 36: Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar ……………………………………..
195
Lampiran 37: Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita ………………………………………… 198 Lampiran 38: Statistika deskriptif hasil penelitian ……………… 201 Lampiran 39: Analisis variansi multivariat dua jalan ……………. 202 Lampiran 40: Hasil uji univariat …………………………………. 203 Lampiran 41: Matriks SSCP dan Residual matriks ………………. 204 Lampiran 42: Hasil Uji post hoc dengan metode Scheffe ………. 205 Lampiran 43: Surat ijin penelitian ………………………………. 206 Lampiran 44: Surat keterangan telah melaksanakan penelitian … 208 Lampiran 45: Daftar Kolektif Hasil Ujian Nasional KKM MAN 1 Bojonegoro ………………………………………. 211
BAB I
19
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pengembangan kualitas sumber daya manusia untuk menghadapi persaingan global ditandai oleh semakin pentingnya peranan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam segenap aspek kehidupan manusia. Akibatnya, peningkatan kualitas bidang pendidikan, khususnya yang berorientasi pada penguasaan dan pemanfaatan IPTEK menjadi sangat penting. Akan tetapi, kualitas pendidikan di Indonesia masih memprihatinkan (http://mii.fmipa.ugm.ac.id). Hal ini dibuktikan dengan data dari UNESCO (2000) tentang peringat Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian pendidikan, kesehatan dan penghasilan per kepala yang menunjukkan bahwa indeks pengembangan manusia Indonesia makin menurun. Menurut survei Political and Economic Risk Consultant (PERC), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12 negara di Asia. Lebih lanjut dikatakan bahwa, data Balitbang (2003) menunjukkan bahwa dari 146.052 SD di Indonesia ternyata hanya delapan sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Primary Years Programs (PYP). Dari 20.918 SMP di Indonesia ternyata juga hanya delapan sekolah yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Middle Years Programs (MYP) dan dari 8.036 SMA ternyata hanya tujuh sekolah saja yang mendapat pengakuan dunia dalam kategori The Diploma Program (DP).
20
Faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia dikategorikan dalam dua masalah. Pertama, kekeliruan paradigma pendidikan yang mendasari keseluruhan penyelenggaraan sistem pendidikan. Kedua, berbagai masalah teknis yang berkaitan dengan penyelenggaraan pendidikan, seperti mahalnya biaya pendidikan, rendahnya prestasi belajar, rendahnya kualitas sarana fisik, rendahnya kesejahteraan guru, juga diindikasikan sebagai faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan. Rendahnya
prestasi
belajar
matematika
merupakan
salah
satu
permasalahan dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia. Mutu pendidikan matematika dari tahun ke tahun sejak 1975 sampai sekarang terkesan tidak meningkat, apalagi kalau dibandingkan dengan perkembangan negaranegara lain (Marpaung, 2008). Dari beberapa kali Ujian Nasional, matematika disebut sebagai penyebab utama kegagalan siswa. Pembelajaran matematika pada umumnya masih didominasi oleh paradigma pembelajaran terpusat pada guru, yang sering disebut sebagai pembelajaran langsung (direct teaching). Guru aktif mentransfer pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa menerima pelajaran dengan pasif. Matematika diajarkan sebagai bentuk yang sudah jadi, bukan sebagai proses. Akibatnya, ideide kreatif siswa tidak dapat berkembang, kurang melatih daya nalar dan tidak terbiasa melihat alternatif lain yang mungkin dapat dipakai dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa hanya mampu mengingat dan menghafal rumus atau konsep matematika tanpa memahami maknanya.
21
Sementara itu, tidak sedikit siswa yang memandang matematika sebagai suatu mata pelajaran yang membosankan, menyeramkan bahkan menakutkan, sehingga motivasi belajar matematika siswa rendah dan banyak siswa berusaha menghindari pelajaran matematika. Banyak siswa merasa kesulitan dalam memahami matematika karena matematika bersifat abstrak, sementara alam pikiran kita terbiasa berpikir tentang obyek-obyek yang konkret. Guru tidak terbiasa menggunakan metode pembelajaran yang mengaktifkan siswa dan membuat siswa dapat mengaitkan matematika dengan kehidupan nyata, metode pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, pendekatan konstruktivisme, pembelajaran berbasis masalah, dan sebagainya. Guru terbiasa menggunakan model pembelajaran mekanistik dan strukturalistik, yaitu guru menerangkan, memberi rumus dan contoh, kemudian siswa diberi soal untuk dikerjakan. Akibatnya banyak siswa yang masih mengalami kesulitan belajar matematika. Salah satu faktor penyebab kesulitan belajar adalah faktor dari dalam diri individu, meliputi faktor jasmaniah (kondisi dan kesehatan jasmani), dan aspek psikis, meliputi kondisi kesehatan psikis, kemampuan intelektual, sosial, psikomotor, serta kondisi afektif dan konaktif dari individu (Nana Syaodih Sukmadinata, 2005 : 162). Selain itu, motivasi belajar, gaya belajar dan minat belajar siswa juga dapat berpengaruh terhadap kesulitan belajar siswa. Guru perlu mengetahui motivasi, minat maupun gaya belajar siswa yang berbeda-beda di dalam kelas. Pemahaman guru pada kondisi psikologi siswa dapat memudahkan guru memberi perlakuan atau solusi pada setiap kesulitan belajar yang menyebabkan rendahnya prestasi belajar siswa.
22
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, dapat diidentifikasi beberapa masalah, yaitu : 1. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika adalah karena pembelajaran terpusat pada guru, bukan pada siswa, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pembelajaran yang terpusat pada guru dengan pembelajaran terpusat pada siswa. 2. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika karena guru tidak memperhatikan perbedaan motivasi belajar siswa, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh motivasi belajar terhadap prestasi belajar siswa. 3. Ada
kemungkinan
rendahnya
motivasi
belajar
siswa
karena
guru
menggunakan metode ceramah, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan suatu metode mengajar yang menarik dengan metode ceramah. 4. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pendekatan kontektual dengan pembelajaran langsung. 5. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa adalah karena guru tidak mengetahui kemampuan awal siswa, sehingga guru perlu melakukan penelitian tentang pengaruh kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar matematika.
23
6. Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena guru tidak memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa dengan prestasi belajar matematika.
C. Pemilihan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah, maka dipilih masalah sebagai berikut : 1) Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk membandingkan efektifitas pendekatan kontekstual dengan pembelajaran langsung. 2) Ada kemungkinan rendahnya prestasi belajar matematika siswa karena guru tidak memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara gaya belajar siswa dengan prestasi belajar matematika.
D. Pembatasan Masalah Oleh karena keterbatasan waktu, tenaga dan dana, maka penelitian hanya mengambil sebagian dari identifikasi masalah, yaitu : 1. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika adalah karena guru tidak menggunakan pendekatan kontekstual, sehingga dalam penelitian dibatasi pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pembelajaran langsung pada pokok bahasan Sistem
24
Persaman Linear dan Kuadrat. Adapun alasan pemilihan materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat karena masalah-masalah yang diselesaikan dalam materi ini berkaitan langsung dengan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga sesuai dengan pendekatan pembelajaran kontekstual. 2. Ada kemungkinan faktor penyebab rendahnya prestasi belajar matematika karena perbedaan gaya belajar siswa. Gaya belajar siswa dibedakan menjadi tiga yaitu gaya belajar visual, auditori dan kinestetik. 3.
Prestasi belajar siswa dibatasi pada hasil belajar siswa yang dicapai setelah mengikuti proses pembelajaran, dalam hal ini adalah ulangan harian pada materi Sistem persamaan Linear dan Kuadrat. Prestasi belajar dibedakan menjadi dua, yaitu kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita.
E. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar? 2. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar?
25
3. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik? 4. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik? 5. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik? 6. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik?
F. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui: 1. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar. 2. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, apakah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar.
26
3. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik. 4. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik. 5. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik. 6. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, manakah yang memberikan hasil belajar lebih baik, siswa dengan gaya belajar visual, auditori atau kinestetik.
G. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi kepada guru atau calon guru matematika tentang efektifitas pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan pembelajaran langsung pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita berdasarkan gaya belajar siswa. 2. Memberikan informasi tentang perbedaan kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual, auditori dan kinestetik.
27
3. Sebagai bahan masukan kepada guru matematika agar memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa sehingga dapat diupayakan penyelesaikan permasalahan pembelajaran matematika kaitannya dengan perbedaan gaya belajar. 4. Sebagai bahan referensi bagi guru matematika dalam mengembangkan metode pembelajaran matematika pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita.
28
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Pendekatan Kontekstual Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan mengetahuinya. Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak dan penalarannya deduktif. Kemampuan mengabstraksi dan mendeduksi hanya dimiliki oleh orang-orang yang sudah dalam tahap operasional formal. Oleh karena itu, dalam mengajarkan matematika diperlukan kreatifitas guru. Kreatifitas peserta didik akan terbentuk bila cara penyampaian topik kepada peserta didik sesuai dengan kemampuan dan kesiapan intelektual peserta didik. Ada banyak strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika. Strategi pemecahan masalah dipergunakan dalam proses pembelajaran untuk melatih peserta didik menghadapi permasalahan yang menuntut kreatifitas. Salah satu strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika adalah pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) disingkat menjadi CTL merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka (Syaiful Sagala, 2008: 87). CTL adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh
29
untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2008: 255) Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa CTL adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang dibahas. Sistem CTL adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu dengan konteks keadaan pribadi, sosial dan budaya mereka. Untuk mencapai tujuan itu, sistem tersebut meliputi delapan komponen berikut: (1) membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, (7) mencapai standar yang tinggi, (8) menggunaan penilaian autentik (Johnson, E. B., 2009: 67). Menurut Nurhadi (2003) dalam Syaiful Sagala (2008: 88), Pendekatan Konstekstual
melibatkan
tujuh
komponen
utama
pembelajaran,
yaitu
konstruktivisme (constructivism), bertanya (questioning), menemukan (inquiry), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflecting), dan penilaian sebenarnya (authentic assessment). Konstruktivisme merupakan landasan filosofis dari CTL, yaitu bahwa ilmu pengetahuan itu pada hakekatnya dibangun tahap demi tahap, sedikit demi sedikit, melalui suatu proses. Dalam pandangan ini strategi yang diperoleh lebih
30
diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan. Karena itu, tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan cara: (1) menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa; (2) memberi kesempatan pada siswa menemukan dan menerapkan idenya sendiri; dan (3) menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam belajar. Menemukan adalah proses penting dalam pembelajaran agar retensinya kuat dan muncul kepuasan tersendiri bagi siswa dibandingkan dengan melalui diwariskan. Dalam pengertian menemukan sebagai inquiri, prinsip ini mempunyai seperangkat
siklus,
yaitu:
observasi,
bertanya,
mengajukan,
dugaan,
mengumpulkan data, dan menyimpulkan. Dengan inquiri, siswa dalam kelas dapat belajar untuk berbicara dan bersikap secara matematika, sebagaimana yang ditulis Richard (1991) dalam Goos, Merrilyn (2004): by inquiry mathematics, student learn to speak and act mathematically by participating in mathematical discussion and solving new or unfamiliar problem. Bertanya merupakan jiwa dalam pembelajaran. Bertanya adalah cerminan dalam kondisi berpikir. Dalam bentuk formalnya sebagai salah satu kegiatan dalam mengawali, menguatkan, dan menyimpulkan sebuah konsep. Bentuknya bisa dilakukan guru langsung kepada siswa atau justru memancing siswa untuk bertanya.kepada guru, kepada siswa lain atau kepada orang lain secara khusus. Dengan bertanya, siswa membuat keterkaitan antara materi yang dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan matematika. Seperti yang ditulis Pape, J. Stephen (2004),
31
the more successful students provided evidence that they translate and organized the given information by rewriting it on paper and they used the context to support their solutions. Konsep masyarakat belajar (learning community) menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada komunikasi dua arah, yaitu guru terhadap siswa dan sebaliknya, siswa dengan siswa. Berbagai penelitian memang telah banyak menguji keberhasilan bentuk sharing pengetahuan ini, khususnya pembelajaran teman sebaya. Pemodelan menurut versi CTL, guru bukan satu-satunya model, melainkan harus memfasilitasi suatu model tentang “bagaimana cara belajar” baik dilakukan oleh siswa maupun oleh guru sendiri. Refleksi merupakan cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari dan dilakukan setiap peserta belajar. Guru mengkoreksi dirinya, siswa dikoreksi oleh gurunya. Nilai hakiki dari prinsip ini adalah semangat introspeksi untuk perbaikan pada kegiatan pembelajaran berikutnya. Penilaian sebenarnya memandang bahwa kemajuan belajar dinilai dari proses, bukan melulu hasil, dan dengan berbagai cara. Tes hanyalah salah satunya. Itulah hakekat penilaian autentik. Memang, selama ini format tes matematika cenderung menekankan pada pengujian produk bukan proses. Hal ini terjadi karena sistem dan aturan yang dikembangkan menuntut untuk melakukan tes hanya produk saja. Pembelajaran dengan sistem CTL akan membuat siswa : (1) menjadi siswa yang dapat mengatur diri sendiri dan aktif, (2) membangun keterkaitan antara
32
sekolah dengan konteks kehidupan nyata, (3) melakukan pekerjaan yang berarti, (4) menggunakan pemikiran tingkat tinggi yang kreatif dan kritis, (5) bekerja sama, (6) mengembangkan sikap individu, (7) mengenali dan mencapai standar tinggi. Pengertian belajar dalam konteks CTL meliputi beberapa hal (Wina Sanjaya, 2008 : 260): a) Belajar bukanlah menghafal, akan tetapi proses mengkontruksi pengetahuan sesuai dengan pengalaman yang mereka miliki. b) Belajar bukan sekedar mengumpulkan fakta yang lepas-lepas. Pengetahuan pada dasarnya merupakan organisasi dari semua yang dialami, sehingga dengan pengetahuan yang dimiliki, akan berpengaruh terhadap pola perilaku manusia. c) Belajar adalah proses pemecahan masalah, sebab dengan memecahkan masalah anak akan berkembang secara utuh, baik intelektual, mental maupun emosi. d) Belajar adalah proses pengalaman sendiri yang berkembang secara bertahap dari sederhana menuju ke kompleks. e) Belajar pada hakikatnya adalah menangkap pengetahuan dari kenyataan. Oleh karena itu, pengetahuan yang diperoleh adalah pengetahuan yang memiliki makna untuk kehidupan anak (real world learning).
33
2. Pembelajaran langsung Hakekat pembelajaran langsung adalah guru menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa, sehingga pembelajaran terpusat pada guru. Siswa dipandang sebagai obyek yang menerima apa saja yang diberikan oleh guru. Biasanya guru menyampaikan pelajaran dalam bentuk penjelasan atau penuturan lisan yang dikenal dengan ceramah. Ceramah adalah sebuah bentuk interaksi melalui penerangan dan penuturan lisan dari guru kepada siswa (Syaiful Sagala, 2008: 201). Dalam pembelajaran langsung, siswa diharapkan menangkap dan mengingat informasi yang diberikan guru, serta dapat mengungkapkan kembali pengetahuan yang dimilikinya melalui respon saat diberikan pertanyaan oleh guru. Komunikasi yang digunakan guru dalam interaksinya dengan siswa menggunakan komunikasi satu arah, sehingga kegiatan belajar menjadi kurang optimal, sebab siswa terbatas pada mendengarkan uraian guru, mencatat dan sesekali bertanya pada guru. Guru yang kreatif biasanya dalam memberikan informasi kepada siswa menggunakan alat bantu seperti gambar, bagan, grafik, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya. Secara garis besar prosedur pembelajaran langsung adalah : (1) persiapan (preparation) yaitu guru menyiapkan bahan selengkapnya secara sistematik dan rapi; (2) pertautan (aperception) bahan terdahulu yaitu guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian siswa kepada materi yang telah diajarkan; (3) penyajian (presentation) terhadap bahan yang baru, yaitu guru menyajikan dengan cara memberi ceramah atau menyuruh siswa membaca
34
bahan yang telah diambil dari buku atau ditulis guru dan (4) evaluasi (evaluation) yaitu guru bertanya dan siswa menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari.
3. Gaya Belajar Gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut (http://www.ut.ac.id, 6 Mei 2009). Gaya belajar setiap orang dipengaruhi oleh faktor alamiah (pembawaan) dan faktor lingkungan. Jadi ada hal-hal tertentu yang tidak dapat diubah dalam diri seseorang bahkan dengan latihan sekalipun. Tetapi ada juga halhal yang dapat dilatihkan dan disesuaikan dengan lingkungan yang terkadang justru tidak dapat diubah. Dalam Rose, C. dan Nicholl, M.J. (2002: 130) disebutkan bahwa sebuah penelitian ekstensif, khususnya di Amerika Serikat, yang dilakukan oleh Profesor Ken dan Rita Dunn dari Universitas St. John di Jamaica, New York dan para pakar Pemrograman Neuro-Linguistik telah mengidentifikasi tiga gaya belajar dan komunikasi yang berbeda, yaitu : 1) Visual. Belajar melalui melihat sesuatu. 2) Auditori. Belajar melalui mendengar sesuatu. 3) Kinestetik. Belajar melalui aktivitas fisik dan keterlibatan langsung. Dalam beberapa hal, orang memanfaatkan ketiga gaya tersebut. Tetapi kebanyakan orang menunjukkan kesukaan atau kecenderungan pada satu gaya belajar tertentu dibandingkan gaya belajar lainnya. Sebuah studi yang dilakukan terhadap lebih dari 5.000 siswa di Amerika Serikat, Hongkong dan Jepang, kelas
35
5 hingga 12, menunjukkan kecenderungan belajar visual 29%, auditori 34%, dan kinestetik 37%. Namun pada saat usia mereka dewasa, kelebihsukaan pada gaya belajar visual ternyata lebih mendominasi. Hal ini dapat dipahami bahwa 70% dari reseptor indrawi (sensori) tubuh kita bertempat di mata. Dalam praktek, menurut
penelitian
Wisconsin
ketika
bantuan
visual
digunakan
untuk
mengajarkan perbendaharaan kata-kata, capaian para siswa meningkat hingga 200% (Rose, C. dan Nicholl, M.J., 2002: 131). Orang dengan tipe belajar visual cenderung lebih mudah menyerap, mengatur dan mengolah suatu informasi melalui indera penglihatan. Karakteristik umum siswa dengan tipe belajar visual adalah : a. Suka membaca b. Mengingat orang melalui penglihatan c. Kalau memberi/menerima penjelasan arah, lebih suka memakai peta/gambar d. Menyatakan emosi melalui ekspresi muka e. Punya ingatan visual bagus f. Merespon lebih bagus ketika melihat daripada mendengar. Orang dengan gaya belajar auditori cenderung lebih mudah menyerap, mengatur dan mengolah informasi melalui indera pendengaran (mendengar). Karakteristik umum gaya belajar auditori adalah : a. Suka mendengar radio, musik, dan mendengarkan cerita. b. Ingat dengan baik nama orang. Bagus dalam mengingat fakta, suka berbicara dan punya perbendaharaan kata luas. c. Menerima dan memberikan penjelasan arah dengan kata-kata.
36
d. Mengungkapkan emosi secara verbal melalui perubahan nada bicara atau vokal. e. Cenderung mengingat dengan baik dan menghafal kata-kata dan gagasangagasan yang pernah diucapkan. f. Merespon lebih baik tatkala mendengar informasi daripada berbicara Orang yang memiliki gaya belajar kinestetik cenderung lebih mudah menyerap, mengatur dan mengolah informasi melalui sentuhan dan gerakan tubuh. Karakteristik umum siswa dengan gaya belajar kinestetik adalah : i.
Menyukai kegiatan aktif, baik sosial maupun olah raga, seperti menari dan lintas alam.
ii.
Ingat kejadian-kejadian yang pernah terjadi.
iii.
Memberi dan menerima penjelasan arah dengan mengikuti jalan yang dimaksud, ’lebih mudah apabila anda mengikuti saya saja”.
iv.
Mengungkapkan emosi melalui bahasa tubuh, gerak/nada otot.
v.
Ingat lebih baik menggunakan alat bantu belajar tiga dimensi.
4. Kemampuan menyelesaikan soal aljabar Matematika merupakan pengetahuan yang berpola dan hierarkis (Herman Hudoyo, 2005: 63). Cara berpikir matematika deduktif-abstrak dan generalisasi. Matematika dan cara berpikir matematika mendasari disiplin lain dan secara menakjubkan ternyata mengembangkan disiplin yang lain tersebut. Matematika merupakan ilmu yang bersifat abstrak dan penalarannya deduktif. Salah satu
37
kemampuan yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan menyelesaikan soal aljabar. Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (Depdiknas, 2008), Aljabar diartikan sebagai cabang matematika yang menggunakan tanda-tanda dan hurufhuruf untuk menggambarkan atau mewakili angka-angka (a, b, c, sebagai bilangan yang diketahui dan x, y, z untuk bilangan yang tidak diketahui). Selain itu, aljabar juga dapat diartikan sebagai ilmu hitung. Sedangkan dalam Ensiklopedia Matematika (1997: 1), aljabar diartikan sebagai bentuk matematika yang dapat mempermudah masalah-masalah yang sulit dengan menggunakan huruf-huruf yang mewakili bilangan yang belum diketahui dalam perhitungan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aljabar adalah manipulasi dari simbol-simbol. Dalam Ensiklopedia (Wahyudin & Sudrajat, 1997: 1), aljabar juga merupakan basis ekspresi matematis bagi kebanyakan rumus-rumus ilmiah. Halhal yang tidak diketahui seperti banyaknya telur yang dipakai untuk membuat kue, banyaknya makanan ternak yang dibutuhkan tiap minggu, dapat dicari dengan menggunakan aljabar. Misalnya jika sebuah bus menghabiskan y liter solar setiap minggu dan x liter solar setiap harinya, maka hubungan antara x dan y secara aljabar dapat ditulis y = 7x (1 minggu = 7 hari). Cara ini disebut aljabar yang memungkinkan
bagi
berbagai
permasalahan
untuk
dianalisis
dengan
menggunakan cara-cara yang sama. Huruf x dan y pada persamaan tersbut disebut variabel atau peubah karena mereka bisa mewakili sebarang bilangan yang tidak diketahui.
38
Aljabar diperlukan dalam berbagai bidang matematika, terutama kalkulus. Selain itu, aljabar juga sangat penting dalam geometri, menemukan pola suatu bilangan, rumus fungsi dan sebagainya. Aljabar menggunakan operasi-operasi aritmetika seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Aljabar tidak hanya digunakan dalam matematika, tetapi juga sains, ekonomi, keuangan dan teknologi. Para pakar matematika berpendapat bahwa aljabar harus menjadi bagian dari kurikulum pendidikan dasar, sebagimana ditulis Carraher, W. David (2004) bahwa: Increasing numbers of mathematics educators, policymakers and researchers belive that algebra should become part of the elementary education curriculum. NCTM (2000) and a special commission of the RAND Corporation (2003) have welcomed the integration of algebra into the early mathematics curricula. Selain itu, Kirshner, David dan Awtry, Thomas (2004) menyatakan bahwa usaha perbaikan dalam pendidikan aljabar juga dituangkan dalam Dasar dan Standar NCTM untuk Matematika Sekolah (2000): In general, if students engage extensively in symbolic manipulation before they develop a solid conseptuall foundation for their work, they will be unable to do more than mechanical manipulation (National Research Council, 1998). The foundation for meaningful work with symbolic notation shouls be laid over a long time. Aljabar dalam materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat meliputi: (1) Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV). Bentuk umum SPLDV dengan variabel x dan y adalah:
𝑎𝑥 + 𝑏𝑦 = 𝑐 ; (2) Sistem Persamaan Linear 𝑝𝑥 + 𝑞𝑦 = 𝑟
dengan Tiga Variabel (SPLTV). Bentuk umum SPLTV dengan variabel x, y dan z
39
adalah:
𝑎1 𝑥 + 𝑏1 𝑦 + 𝑐1 𝑧 = 𝑑1 𝑎2 𝑥 + 𝑏2 𝑦 + 𝑐2 𝑧 = 𝑑2 ; (3) Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat 𝑎3 𝑥 + 𝑏3 𝑦 + 𝑐3 𝑧 = 𝑑3
(SPLK). Bentuk umum SPLK dengan variabel x dan y adalah:
𝑦 = 𝑎𝑥 + 𝑏 𝑦 = 𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟
dan (4) Sistem Persamaan Kuadrat (SPK). Bentuk umum SPK dengan variabel x dan y adalah:
𝑦 = 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 + 𝑐 . 𝑦 = 𝑝𝑥 2 + 𝑞𝑥 + 𝑟
5. Kemampuan menyelesaikan soal cerita Dalam kehidupan sehari-hari manusia sering berhadapan dengan masalah, maka memecahkan masalah merupakan aktivitas sehari-hari bagi manusia. Oleh karenanya, salah satu indikator tercapainya tujuan pembelajaran di sekolah adalah jika siswa dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan seharihari. Pemecahan masalah merupakan salah satu strategi dalam pembelajaran di sekolah. Oleh karena itu, siswa harus dilatih menyelesaikan masalah. Dalam menyelesaikan masalah, siswa perlu memahami proses penyelesaian masalah dan trampil dalam memilih dan mengidentifikasi kondisi dan konsep yang relevan, mencari generalisasi, merumuskan rencana penyelesaian dan mengorganisasikan ketrampilan yang telah dimiliki sebelumnya (Herman Hudoyo, 1988: 113). Conney (1975) dalam Herman Hudoyo (1988: 113) menyatakan bahwa mengajarkan penyelesaian masalah kepada peserta didik memungkinkan peserta didik itu menjadi lebih analitik di dalam mengambil keputusan di dalam hidupnya.
40
Untuk menyelesaikan masalah, seseorang harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakannya dalam situasi baru. Dalam Pentatito Gunowibowo (2008: 34) disebutkan bahwa menurut Kallick B & Brewer R (1975: 125) dalam rubrik penilaian keahlian memecahkan masalah matematika (asses problem-solving skills in math), kemampuan menyelesaikan masalah matematika meliputi: (1) pemahaman terhadap masalah yang dapat dilihatdari
sejauh
mana
tampilan
pemahaman
termasuk
kemampuan
mengidentifikasi konsep matematika dan informasi yang dibutuhkan dalam menyelesaikan masalah; (2) kemampuan menggunakan strategi yang dapat dilihat dari sejauh mana efisiensi strategis yang digunakan dalam menyelesaikan masalah; (3) kemampuan menggunakan atau memilih alasan yang dapat dilihat dari kompleksitas dan ketapatan alasan yang ditampilkan; (4) kemampuan menerapkan prosedur matematika yang dapat dilihat dari ketepatan (akurasi) prosedur matematika yang ditampilkan, dan (5) kemampuan mengkomunikasikan jawaban (solusi) masalah. Kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari diperoleh melalui kemampuan menyelesaikan soal cerita. Penyelesaian soal cerita dimaksudkan agar siswa tidak hanya mampu mengaplikasikan matematika dalam kehidupan sehari-hari tetapi juga sebagai sarana untuk mendorong munculnya sikap positif siswa akan kebermaknaan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Soal cerita dalam penelitian ini merupakan aplikasi atau penerapan pemecahan masalah dengan menggunakan sistem persamaan linear dan kuadrat.
41
Dalam pemecahan masalah (soal cerita) ini, diperlukan manipulasi aljabar dalam bentuk model matematika, sebagaimana dikemukakan Yerushalmy M. (2006) dalam JRME (2006: 361): The knowledge involved in such a solution consists of mapping between the situation and the function as its mathematical model, describing processes and manipulating object in numerical and graphical representations, and shifting between recursive and explicit views. Solving problems of this type offers an opportunity to implement the modeling skills acquired earlier, at the presymbolic stage and to use them for thinking about symbolic models and solutions of linear equations and inequalities.
B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian yang dilakukan Dina Maulida tahun 2008 yang berjudul: ”Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditori & Kinestetik) terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas I Penjualan SMK Muhammadiyah 2 Malang pada Mata Pelajaran Kewirausahaan Tahun ajaran 2007/2008”, menyimpulkan bahwa: (a) gaya belajar yang paling dominan digunakan adalah gaya belajar visual dengan frekuensi 26 siswa (72,2%) dengan kriteria sedang (b) prestasi belajar siswa yang paling dominan adalah baik dengan frekuensi 28 siswa (77,78%). Dari hasil uji regresi linier sederhana diperoleh: terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya belajar terhadap prestasi belajar siswa kelas I Penjualan SMK Muhammadiyah 2 Malang. Nilai koefisien determinasi yang sudah disesuaikan (Adjusted R Square) sebesar 0,206 yang berarti variabel terikat prestasi belajar dijelaskan oleh variabel bebas gaya belajar sebesar 20,6%. Sedangkan sisanya 79,4% dijelaskan oleh variabel di luar variabel yang digunakan dalam penelitian (http://www.infoskripsi.com , 6 Mei 2009). Persamaannya adalah, sama-sama meneliti pengaruh gaya belajar terhadap
42
prestasi belajar. Perbedaannya pada subjek penelitian, yaitu siswa SMK dengan siswa MA. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Dwi Harliyani tahun 2005 yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar”, menyimpulkan bahwa ada pengaruh penggunaan Contextual Teaching and Learning dalam pembelajaran matematika terhadap motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri di Desa Blambangan Kecamatan Bawang Banjarnegara tahun pelajaran 2003/2004. Persamaan
adalah
sama-sama
menggunakan
pendekatan
kontekstual
(Contextual Teaching and Learning). Perbedaannya, pada subjek penelitian yaitu siswa SD dan siswa Madrasah Aliyah 3. Penelitian yang dilakukan oleh Nunuk Suryani tahun 2006, yang berjudul “Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual Bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah (Studi Eksperimen di SMA Negeri I Karanganyar dan SMA Negeri Karangpandan Tahun Pelajaran 2006/2007)”, menyimpulkan bahwa: (1) Terdapat perbedaan kompetensi belajar Sejarah antara yang belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia VCD dan bermedia Gambar. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia VCD menghasilkan kompetensi belajar Sejarah yang lebih baik dibandingkan dengan Pendekatan Pembelajaran Kontekstual Bermedia Gambar. Persamaan antara penelitian Nunuk Suryani dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan pendekatan kontekstual. Namun bedanya, penelitian Nunuk
43
Suryani pada mata pelajaran sejarah, sedangan penelitian ini pada mata pelajaran matematika. 4. Penelitian yang dilakukan oleh Pentatito Gunowibowo pada tahun 2008, yang berjudul ”Efektifitas Pendekatan Realistik dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap terhadap Matematika ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo”, menyimpulkan bahwa pembelajaran dengan pendekatan realistiklebih efektif untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita dan sikap terhadap matematika jika dibandingkan dengan pembelajaran menggunakan pendekatan mekanistik pada siswa kelas IV SD Negeri di Kecamatan Purworejo Tahun Pelajaran 2007-2008, baik untuk siswa dengan kemampuan awal tinggi maupun siswa dengan kemampuan awal rendah. Persamaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah sama-sama meneliti kemampuan menyelesaikan soal cerita. Perbedaannya adalah kalau dalam penelitian Pentatito Gunowibowo menggunakan pendekatan realistik dan ditinjau dari kemampuan awal siswa, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual dan ditinjau dari gaya belajar siswa.
C. Kerangka Berpikir dan Pengajuan Hipotesis a) Kerangka Berpikir Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita merupakan hasil belajar matematika, yang diperoleh melalui pembelajaran
44
matematika yang didesain guru. Pembelajaran matematika dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung. Ditinjau dari kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita, maka kedua pendekatan pembelajaran ini sangat kontras. Pembelajaran dengan pendekatan
kontekstual
merupakan
pendekatan
pembelajaran
yang
mengaitkan materi pelajaran dengan permasalahan kehidupan sehari-hari, sehingga soal cerita matematika yang kontekstual merupakan acuan dalam pembelajaran matematika. Dalam menyelesaikan soal cerita, maka siswa harus
menguasai
materi
yang
mendasarinya
sehingga
dapat
mengaplikasikannya untuk menyelesaikan masalah dalam soal cerita. Sedangkan pada pembelajaran langsung, materi diberikan secara mekanistik dan strukturalis yaitu siswa diterangkan rumus, contoh soal dan latihan soal. Pada pembelajaran langsung, penekanan pembelajaran pada aspek ingatan dan pemahaman, sedangkan aplikasi hanya sedikit diberikan. Soal cerita dalam pembelajaran langsung merupakan aplikasi dari latihan rumus dan latihan soal yang telah diberikan. Perbedaan karakteristik kedua pendekatan pembelajaran ini, tentu saja akan memberikan hasil belajar yang berbeda. Kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar merupakan dasar dalam menyelesaikan soal cerita. Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual akan memungkinkan siswa memiliki kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita yang lebih baik daripada pembelajaran langsung. Gaya belajar merupakan salah satu faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika. Siswa dengan gaya belajar visual
45
mempunyai karakteristik cenderung lebih mudah memahami materi melalui indera penglihatan. Siswa dengan gaya belajar auditori mempunyai karakteristik lebih mudah memahami materi melalui indera pendengaran. Sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik mempunyai karakteristik lebih mudah memahami materi melalui aktifitas fisik dan keterlibatan langsung. Salah satu karakteristik siswa dengan gaya belajar visual adalah gemar membaca, sehingga pemahaman siswa terhadap kalimat-kalimat verbal yang merupakan ciri khas dari soal cerita kemungkinan jauh lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori maupun kinestetik. Hal ini mengakibatkan perbedaan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar yang berbeda. Siswa dengan gaya belajar
visual
akan
memungkinkan
siswa
memiliki
kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori maupun kinestetik.
b) Hipotesis Berdasarkan rumusan masalah, kajian pustaka, penelitian yang relevan, dan kerangka berpikir, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : 7. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar.
46
8. Pada
kemampuan
menyelesaikan
soal
cerita,
pembelajaran
dengan
pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar. 9. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. 10. Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik 11. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. 12. Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori, lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat, Subyek dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di tiga Madrasah Aliyah di kabupaten Bojonegoro, dengan subyek penelitiannya siswa kelas X (sepuluh). Pada tiaptiap sekolah, dipilih 2 kelas dengan rincian, satu kelas sebagai kelompok eksperimen dan satu kelas sebagai kelompok kontrol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2009 dengan alasan materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat SMA/MA diberikan pada semester gasal.
B. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimental semu (quasi-experimental research) dengan alasan tidak mungkin selama penelitian, dapat mengontrol semua variabel yang relevan. Dalam penelitian ini ada dua varibel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang pertama adalah metode ceramah dengan pendekatan kontekstual sebagai kelompok eksperimen dan metode ceramah langsung atau pembelajaran langsung, sebagai kelompok kontrol. Variabel bebas yang kedua sebagai variabel atribut adalah gaya belajar siswa, yang dibedakan menjadi tiga yaitu visual, auditori dan kinestetik. Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar siswa. Adapun prestasi belajar siswa dibedakan menjadi dua, yaitu
48
prestasi siswa dalam mengerjakan soal aljabar dan prestasi siswa dalam mengerjakan soal cerita.
C. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X (sepuluh) Madrasah
Aliyah
(MA)
se-Kabupaten
Bojonegoro
tahun
pelajaran
2009/2010. Banyaknya Madrasah Aliyah se-kabupaten Bojonegoro adalah 39 sekolah, yang terbagi menjadi 3 Kelompok Kerja Madrasah (KKM), yaitu KKM MAN 1 Bojonegoro, KKM MAN 2 Bojonegoro dan KKM MAN Ngraho. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratified cluster random sampling. Tekniknya adalah, dari ketiga KKM tersebut secara acak terpilih KKM MAN 1 Bojonegoro. Selanjutnya populasi dibedakan menjadi tiga jenis yaitu MA dengan kemampuan tinggi, sedang dan rendah, berdasarkan ratarata nilai ujian nasional. Daftar nilainya dapat dilihat pada Lampiran 43. Secara acak terpilih tiga MA, yaitu MAN 1 Bojonegoro sebagai MA dengan kemampuan tinggi, MA Islamiyah Balen sebagai MA dengan kemampuan sedang, dan MA Darul Ulum Pasinan Baureno sebagai MA dengan kemampuan rendah. Kemudian dilakukan pengundian pada tiap MA untuk memilih kelas yang akan dijadikan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Kelas Sepuluh (X) MAN 1 Bojonegoro terdiri atas 9 kelas, yaitu kelas X-1 sampai dengan X-9. Secara acak terpilih kelas X-6 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-4 sebagai kelas kontrol. Kelas X-6 terdiri dari 39
49
anak dengan rincian 14 anak laki-laki dan 25 anak perempuan. Sedangkan kelas X-4 terdiri dari 41 anak dengan rincian 11 anak laki-laki dan 30 anak perempuan. Selain itu, kelas X-8 MAN 1 Bojonegoro terpilih sebagai kelas uji coba. Kelas Sepuluh (X) MA Islamiyah Balen terdiri atas dua kelas yaitu kelas X-1 dan kelas X-2. Secara acak terpilih kelas X-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Kelas X-2 terdiri dari 25 anak dengan rincian 9 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Sedangkan kelas X-1 terdiri dari 24 anak dengan rincian 9 anak laki-laki dan 16 anak perempuan. Kelas Sepuluh (X) MA Darul Ulum Pasinan Baureno terdiri dari dua kelas yaitu kelas X-1 dan X-2. Secara acak terpilih kelas X-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-1 sebagai kelas kontrol. Kelas X-2 terdiri dari 41 anak dengan rincian 19 anak laki-laki dan 22 anak perempuan. Sedangkan kelas X-1 terdiri atas 36 anak, terdiri dari 11 anak laki-laki dan 25 anak perempuan.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian (i) Variabel Bebas 1) Pendekatan pembelajaran a) Definisi operasional : pendekatan pembelajaran adalah suatu konsep atau cara yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai
50
tujuan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran dalam penelitian ini adalah pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung. (i) Pembelajaran
dengan
pendekatan
Kontekstual
(Contextual
Teaching and Learning) adalah pembelajaran yang dimulai dengan mengambil (mensimulasikan, menceritakan) kejadian pada dunia nyata kemudian diangkat ke dalam konsep matematika yang dibahas. (ii) Pembelajaran langsung adalah pembelajaran terpusat pada guru yang disampaikan dalam bentuk penjelasan atau penuturan lisan dan siswa dipandang sebagai obyek yang menerima apa saja yang diberikan oleh guru. b) Skala pengukuran : skala nominal c) Kategori : Pendekatan Kontekstual sebagai kelompok eksperimen dan pembelajaran langsung sebagai kelompok kontrol. d) Simbol : B1 = Pembelajaran kontekstual B2 = Pembelajaran langsung 2) Gaya Belajar a) Definisi operasional variabel : gaya belajar adalah cara yang cenderung dipilih seseorang untuk menerima informasi dari lingkungan dan memproses informasi tersebut. b) Skala : Nominal c) Kategori : Skor angket gaya belajar siswa d) Simbol : A1 = Gaya belajar visual
51
A2 = Gaya belajar auditori A3 = Gaya belajar kinestetik (ii) Variabel Terikat Variabel terikat dalam penelitian ini adalah prestasi belajar matematika. a) Definisi operasional variabel : prestasi belajar matematika dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai siswa berupa penguasaan pengetahuan dan ketrampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran matematika. Prestasi belajar dibedakan menjadi 2, yaitu kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan kemampuan menyelesaikan soal cerita. b) Skala Pengukuran : skala interval c) Kategori : nilai tes prestasi belajar matematika pada pokok bahasan Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat d) Simbol : Y 2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah : a. Metode dokumentasi; digunakan untuk data awal yaitu nama dan Nilai Ujian Nasional (NUN) siswa kelas X pada mata pelajaran matematika. Pengumpulan data ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan awal tentang prestasi belajar matematika dari sampel yang terpilih, sebelum dikenai perlakuan. b. Metode angket; digunakan untuk mengetahui gaya belajar siswa.
52
c. Metode tes; digunakan untuk mengumpulkan data prestasi belajar siswa pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Tes berbentuk pilihan ganda dengan 5 alternatif jawaban. Jawaban benar diberi skor 1 dan jawaban salah atau tidak menjawab diberi skor 0. 3. Instrumen penelitian Instrumen dalam penelitian ini adalah tes untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat, dan angket untuk mengetahui gaya belajar siswa. Sebelum instrumen digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen untuk mengetahui validitas dan reliabilitas instrumen. Setelah uji coba, dilakukan beberapa uji instrumen yaitu : a. Tes 1) Uji validitas isi Validitas menunjukkan ketepatan dan kecermatan suatu instrumen pengukur
(tes)
dalam
melakukan
fungsi
ukurnya.
Validitas
isi
menunjukkan sejauh mana butir-butir dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi yang hendak diukur. Pengertian mencakup keseluruhan kawasan isi tidak saja berarti tes itu harus komprehensif, tetapi isinya harus tetap relevan dan tidak keluar dari batasan tujuan pengukuran. Adapun langkah-langkah untuk mempertinggi validitas isi adalah : a) Mengidentifikasi bahan-bahan yang telah diberikan beserta standar kompetensinya. b) Membuat kisi-kisi dari soal tes yang akan ditulis
53
c) Menyusun soal tes beserta kuncinya d) Menelaah soal tes sebelum dicetak. Uji validitas isi dapat dilakukan oleh pakar atau validator 2) Uji reliabilitas Reliabilitas menunjuk kepada keajegan hasil pengukuran. Dalam tes awal maupun tes prestasi belajar matematika, setiap jawaban yang benar diberi skor 1 dan jawaban yang salah diberi skor 0. Sehingga untuk menghitung tingkat reliabilitas tes, digunakan rumus Kuder-Richardson dengan KR-20, yaitu : r11 =
n st2 − pi q i n−1 st2
Dengan : r11
= koefisien reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir instrumen
pi
= proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar pada butir ke-i
qi
= 1 – pi
st 2
= variansi total
Koefisien reliabilitas dianggap baik jika 𝑟11 ≥ 0,70 (Budiyono, 2003: 72) 3) Daya Pembeda Daya pembeda adalah kemampuan butir dalam membedakan antara siswa yang mempunyai kemampuan tinggi (dalam hal ini diwakili oleh mereka yang termasuk kelompok tinggi) dan siswa yang mempunyai kemampuan rendah (diwakili oleh mereka yang termasuk kelompok
54
rendah). Suatu butir soal mempunyai daya pembeda baik jika kelompok siswa pandai menjawab benar butir soal lebih banyak daripada kelompok siswa tidak pandai. Daya pembeda masing-masing butir tes dilihat dari korelasi antara skor butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Rumus yang digunakan adalah rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson berikut: rxy =
n n
XY −
X2 −
X
2
X
Y
n
Y2 −
Y
2
Dengan : rxy = indeks daya pembeda n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen) X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba) Y = total skor (dari subjek uji coba) Butir soal mempunyai daya pembeda baik jika rxy ≥ 0,30. (Budiyono, 2003: 65) 4) Tingkat kesukaran Tingkat kesukaran merupakan rasio antara penjawab butir dengan benar dan banyaknya penjawab butir. Sebuah butir mempunyai tingkat kesukaran baik, dalam arti dapat memberikan distribusi yang menyebar, jika tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Formulasi tingkat kesukaran adalah sebagai berikut : P=
ni N
55
Keterangan : P
= indeks kesukaran
ni
= banyaknya siswa yang menjawab butir dengan benar
N
= banyaknya siswa yang menjawab butir
Pada umumnya, P yang berada di sekitar 0,50 dianggap yang terbaik. Kriteria yang dipakai dalam penelitian ini adalah 0,3 ≤ P ≤ 0,7 (Syaifudin Azwar, 2007: 135). b. Angket 1) Validitas isi. Untuk menilai validitas isi angket, penilaian dilakukan oleh pakar atau validator. 2) Konsistensi internal; menunjukkan adanya korelasi positif antara skor masing-masing butir angket. Artinya, butir-butir tersebut harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama. Untuk menghitungnya dapat digunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson sebagai berikut : rxy =
n n
X2 −
XY − X
2
X
Y
n
Y2 −
Y
2
Dengan : rxy = indeks konsistensi internal n = cacah subjek yang dikenai tes X = skor butir ke-i Y = total skor Butir soal angket dipakai jika rxy ≥ 0,3
(Budiyono, 2003: 65)
56
3) Uji reliabilitas. Rumus yang digunakan adalah rumus Alpha, sebagai berikut: 𝑟11 =
n n−1
1−
s 2i s 2t
Dengan : r11 = indeks reliabilitas instrumen n = banyaknya butir instrumen si2 = variansi butir st2 = variansi total Angket dikatakan reliabel jika r11 > 0,7 (Budiyono, 2003: 70) E. Teknik Analisis Data 1. Uji keseimbangan Uji keseimbangan dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol) dalam keadaan seimbang atau tidak, sebelum dikenai perlakuan. Statistik uji yang digunakan adalah uji-t, yaitu: a. Hipotesis H0 : μ1 = μ2 (kedua kelompok berasal dari populasi dengan kemampuan awal sama) H1 : μ1 ≠ μ2 (kedua kelompok tidak berasal dari populasi dengan kemampuan awal sama) b. Taraf signifikansi : α = 0,05 c. Statistik uji
57
t=
X1 − X 2 − d0 s12
~t v
s22
n1 + n2
v=
s12 s22 n1 + n2 2
2
2
s12 s22 n1 n2 + n1 − 1 n2 − 1
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka d0 = 0), dengan : X1 = rata-rata nilai Ujian Nasional kelas X mata pelajaran matematika pada kelompok eksperimen X 2 = rata-rata nilai Ujian Nasional kelas X mata pelajaran matematika pada kelompok kontrol s12 = variansi kelompok eksperimen s22 = variansi kelompok kontrol n1 = jumlah siswa kelompok eksperimen n2 = jumlah siswa kelompok kontrol d. Daerah kritik DK = t t < −t
α ;v 2
atau t > t
α ;v 2
e. Keputusan Uji H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik dan H0 ditolak jika nilai statistik uji amatan berada pada daerah kritik. (Budiyono, 2004: 151)
58
2. Uji Prasyarat a. Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan metode Lilliefors, sebagai berikut : 1. Hipotesis H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2. Taraf signifikansi : α = 0,05 3. Statistik Uji L = Maks F zi − S zi Dengan : zi =
X i −X s
, (s = standar deviasi)
F zi = P(z ≤ zi ) zi = skor terstandar untuk Xi z ~ N(0,1) S zi = proporsi cacah z ≤ zi terhadap banyaknya zi 4. Daerah kritik DK = L L > L α,n 5. Keputusan uji H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik dan H0 ditolak jika nilai statistik berada di daerah kritik. (Budiyono, 2004: 170)
59
b. Uji homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk menguji apakah k sampel mempunyai variansi yang sama. Uji homogenitas menggunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi Kuadrat sebagai berikut : 1. Hipotesis H0 : σ12 = σ22 = ⋯ = σ2k (variansi populasi homogen) k = 2 untuk metode pembelajaran k = 3 untuk gaya belajar siswa H1 : tidak semua variansi sama (variansi populasi tidak homogen) 2. Taraf signifikansi : 𝛼 = 0,05 3. Statistik Uji χ2 =
2,303
f. log RKG −
c
fj . log sj2 dengan χ2 ~ χ2 (k-1)
Dengan : k = banyaknya sampel f = derajat kebebasan untuk RKG = N-k =
k j=1 fj
fj = nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2 = nj − 1, dengan j = 1,2,…, k N = banyaknya seluruh nilai (ukuran) nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j c=1+3 SSj =
1
1
k−1
fj
Xj2
−
Xj nj
−
1 f
; RKG =
2
= nj − 1 sj2
SS j fj
;
60
4. Daerah kritik DK = χ2 χ2 > χ2
α,k−1
5. Keputusan uji H0 diterima jika nilai statistik uji amatan tidak berada di daerah kritik dan H0 ditolak jika nilai statistik berada di daerah kritik. (Budiyono, 2004: 176) 3. Uji Hipotesis (1) Model Hipotesis penelitian diuji dengan teknik Multivariate Analysis of Variance (Manova) dua jalan dengan sel tak sama (Timm H, Neil, 1975: 394) yijk = μ + αi + βj + γij + εijk εijk ~IN 0, σ2 Dengan : yijk , μ, αi , βj , γij , εijk adalah vektor-vektor berukuran p x l. yijk = vektor ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j µ = vektor rerata dari seluruh data amatan αi = vektor efek baris/faktor A (gaya belajar) kategori ke-i βj = vektor efek kolom/faktor B (pendekatan pembelajaran) kategori ke-j γij = vektor kombinasi efek baris dan kolom (faktor A dan B) pada kategori ke-i dan ke-j εijk = vektor random berdistribusi IN 0, σ2
61
i = 1,2,3 dengan 1 = gaya belajar visual 2 = gaya belajar auditori 3 = gaya belajar kinestetik j = 1,2 dengan
1 = pembelajaran dengan pendekatan kontekstual 2 = pembelajaran langsung
k = 1,2,…,nij = banyaknya data amatan pada sel ij
(2) Rancangan Penelitian Gaya Belajar (A)
Pendekatan Pembelajaran (B) Pendekatan Kontekstual
Pembelajaran langsung
(B1)
(B2)
Aljabar
Soal Cerita
Aljabar
Soal Cerita
(B11)
(B12)
(B21)
(B22)
Visual (A1)
AB111
AB112
AB121
AB122
Auditori (A2)
AB211
AB212
AB221
AB222
Kinestetik (A3)
AB311
AB312
AB321
AB322
Keterangan: AB111: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar visual pada pendekatan kontekstual AB112: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar visual pada pendekatan kontekstual AB121: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar visual pada pembelajaran langsung AB122: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar visual pada pembelajaran langsung
62
AB211: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar auditori pada pendekatan kontekstual AB212: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar auditori pada pendekatan kontekstual AB221: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar auditori pada pembelajaran langsung AB222: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar auditori pada pembelajaran langsung AB311: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pendekatan kontekstual AB312: kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pendekatan kontekstual AB321: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar kinestetik pada ppembelajaran langsung AB322: kemampuan menyelesaikan soal aljabar siswa dengan gaya belajar kinestetik pada pembelajaran langsung (3) Prosedur a. Hipotesis 1) H0A
:
μvisual −aljabar μvisual −soal cerita
μauditori −aljabar = μ auditori −soal cerita
μkinestetik −aljabar = μ kinestetik −soal cerita H1A
:
μvisual −aljabar μvisual −soal cerita
μauditori −aljabar ≠ μ auditori −soal cerita
atau
63
μvisual −aljabar μvisual −soal cerita μauditori μauditori
μkinestetik −aljabar ≠ μ kinestetik −soal cerita
−aljabar
−soal cerita
atau
μkinestetik −aljabar ≠ μ kinestetik −soal cerita
μkontekstual −aljabar 2) H0B : μ kontekstual −soal cerita
μlangsung −aljabar = μ langsung −soal cerita
μkontekstual −aljabar H1B : μ kontekstual −soal cerita
μlangsung −aljabar ≠ μ langsung −soal cerita
3) H0AB : tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita H1AB : ada interaksi antara metode pembelajaran dan gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita b. 𝛂 = 𝟎, 𝟎𝟓 c. Statistik Uji Statistik uji menggunakan uji multivariat dua jalan yaitu dengan mengggunakan uji Wilks’ Lambda, kemudian uji univariat dua jalan. Uji multivariat dua jalan yang digunakan adalah: (i)
Untuk hipotesis efek gaya belajar adalah: FA =
1 − A A
ab n − 1 − p + 1 /2 ~F v1 , v2 a − 1 − p + 1 /2
Dengan: A = v1 =
SSCPG SSCPA + SSCPG
a − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
64
(ii)
Untuk hipotesis efek pendekatan pembelajaran adalah: FB =
1 − B B
ab n − 1 − p + 1 /2 ~F v1 , v2 b − 1 − p + 1 /2
Dengan: SSCPG SSCPB + SSCPG
B =
v1 = (iii)
b − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
Untuk hipotesis efek interaksi: FAB =
1 − AB AB
ab n − 1 − p + 1 /2 ~F v1 , v2 a − 1 b − 1 − p + 1 /2
Dengan: A =
v1 =
SSCPG SSCPAB + SSCPG
a − 1 b − 1 − p + 1 dan v2 = ab n − 1 − p + 1
Uji Univariat dua jalan, statistik yang digunakan adalah: 1) Untuk hipotesis efek gaya belajar adalah: JK A a − 1 ~F a − 1, ab n − 1 FA = JK G ab n − 1 2) Untuk hipotesis efek pendekatan pembelajaran adalah: JK B b − 1 ~F b − 1, ab n − 1 FB = JK G ab n − 1 3) Untuk hipotesis efek interaksi adalah:
FAB
JK AB a − 1 (b − 1) = ~F a − 1 (b − 1), ab n − 1 JK G ab n − 1
65
d. Komputasi 1) Komputasi untuk uji multivariat Sumber Variasi Faktor A (Gaya belajar) Faktor B (pendekatan pembelajaran) Interaksi
Matriks SSCP
Derajad kebebasan a-1
a
SSCPA =
nb Xi∙ − X ′ Xi∙ − X i=1 b
SSCPB =
b-1 na X∙j − X ′ X∙j − X
j=1 a
(a-1)(b-1)
b
SSCPAB =
n Xij − Xi∙ − X∙j + X ′ i=1 j=1
Xij − Xi∙ − X∙j + X a
Galat
b
n
ab(n-1)
SSCPG = Total
Xijk − Xij ′ Xijk − Xij i=1 j=1 k=1 a b n
abn-1
SSCPT =
Xijk − X ′ Xijk − X i=1 j=1 k=1
2) Komputasi untuk uji univariat Sumber Variasi Faktor A (Gaya belajar) Faktor B (pendekatan pembelajaran) Interaksi
Jumlah kuadrat (Sum of Square)
Derajad kebebasan a-1
a
JK A = SSA =
nb Xi∙ − X
2
i=1 b
JK B = SSB =
na X∙j − X
b-1
2
i=1 a
b
JK AB = SSAB =
n Xij − X i∙ − X∙k + X
2
(a-1)(b-1)
i=1 j=1 a
Galat
b
n
JK G = SSres = Total
Xijk − Xij
2
i=1 j=1 k=1 a b n
JK tot = SStot =
Xijk − X i=1 j=1 k=1
2
ab(n-1)
abn-1
66
e. Daerah kritik Daerah kritik multivariat: 1) DK = FA FA < Fv 1 ,v 2 α 2) DK = FB FB < Fv 1 ,v 2 α 3) DK = FAB FAB < Fv 1 ,v 2 α
Daerah kritik univariat: 1) DK = F1 F1 < Fv 1 ,v 2 α 2) DK = F2 F2 < Fv 1 ,v 2 α 3) DK = F3 F3 < Fv 1 ,v 2 α
f. Keputusan Uji H0 ditolak jika Fhit ∈ DK atau tolak H0 jika p < α, dengan p adalah tingkat signifikansi amatan.
67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Uji Coba Instrumen Instrumen yang diujicobakan meliputi: 1. Tes kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita Tes terdiri dari 30 soal berbentuk pilihan ganda dengan 5 pilihan jawaban yaitu a, b, c, d dan e, dengan rincian 15 soal tes kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan 15 soal tes kemampuan menyelesaikan soal cerita. Uji coba tes dilaksanakan di kelas X-8 MAN 1 Bojonegoro pada tanggal 4 November 2009. Soal tes dapat dilihat pada Lampiran 4. Soal tes diujicobakan untuk mengetahui validitas isi, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran. Validitas isi meliputi aspek materi, aspek konstruksi dan aspek bahasa. Penilaian dilakukan dengan menggunakan daftar cek lis oleh ketua MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran) matematika Dinas Pendidikan Kabupaten Bojonegoro dan oleh Dekan FPMIPA IKIP PGRI Bojonegoro. Penilaian dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah pelaksanaan tes uji coba. Data hasil penilaian validitas isi dapat dilihat pada Lampiran 5. Hasil perhitungan tingkat kesukaran terhadap 15 butir tes untuk mengukur kemampuan menyelesaikan soal aljabar menunjukkan bahwa tingkat kesukaran butir tes tergolong sedang karena berkisar
68
antara 0,53 sampai dengan 0,73. Berdasarkan kriteria tingkat kesukaran butir tes, maka semua butir tes memenuhi konstruk tes yang akan digunakan untuk mengambil data. Akan tetapi berdasarkan daya pembeda butir tes, terdapat dua nomor yang gugur yaitu soal nomor 5 dan nomor 13 karena daya pembedanya masing-masing 0,2045 dan 0,2675 (kurang dari 0,3). Hasil perhitungan indeks reliabilitas, diperoleh indeks reliabilitas sebesar 0,7288, berarti tes layak digunakan untuk mengambil data. Dari ke-13 butir soal yang dapat dipakai, dipilih 10 soal yang akan digunakan sebagai soal tes, yaitu soal nomor 1, 3, 4, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 14. Butir yang tidak dipakai adalah butir soal yang mempunyai tingkat kesukaran mudah atau terlalu sukar. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 6. Analisis tingkat kesukaran soal tes kemampuan penyelesaian soal cerita menunjukkan bahwa butir 30 termasuk kategori mudah karena tingkat kesukarannya 0,8049. Sedangkan butir 16 sampai dengan 29 termasuk kategori sedang karena berkisar antara 0,63 sampai 0,7. Sedangkan analisis daya pembeda menunjukkan bahwa butir 17, 18 dan 20 tidak dapat dipakai karena daya pembedanya masing-masing 0,2014; 0,27953 dan 0,21648 (kurang dari 0,3). Adapun indeks reliabilitas tes sebesar 0,7219. Dengan demikian 12 butir tes layak digunakan untuk mengambil data. Dari ke-12 butir soal dipilih 10 soal yang akan digunakan untuk mengambil data yaitu soal nomor 19, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28 dan 29. Butir yang tidak dipakai adalah butir
69
soal yang mempunyai tingkat kesukaran mudah atau terlalu sukar Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 7.
2. Angket untuk mengetahui gaya belajar siswa Angket untuk mengetahui gaya belajar siswa diujicobakan pada kelas yang sama dengan kelas uji coba tes. Angket terdiri dari 60 butir pertanyaan yang dibagi menjadi tiga bagian, yaitu masing-masing 20 pertanyaan untuk gaya belajar visual (nomor 1 sampai 20), auditori (nomor 21 sampai 40) dan kinestetik (nomor 41 sampai 60). Angket gaya belajar siswa dapat dilihat pada Lampiran 12. Uji coba angket untuk mengetahui validitas isi, konsistensi internal dan reliabilitas. Validitas isi dilakukan oleh ketua MGMP Bimbingan Konseling Departemen Agama Kabupaten Bojonegoro. Hasil validitas isi menunjukkan bahwa semua butir angket dapat digunakan untuk mengungkap gaya belajar siswa. Hasil validitas isi dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya belajar visual menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur karena indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 8, 13 dan 18. Sedangkan uji reliabilitas menunjukkan angka 0,744. Berarti ada 17 butir angket yang layak digunakan untuk mengungkap gaya belajar visual. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir yang akan dipakai yaitu butir 1, 2, 3, 4, 6, 7, 9, 10, 11, 12, 14, 15, 17, 19 dan 20. Butir yang
70
tidak dipakai adalah butir angket yang mempunyai koefisien konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 14. Hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya belajar auditori menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur karena indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 30, 34 dan 35. Sedangkan indeks konsistensi internal butir yang lain berkisar antara 0,31 sampai 0,69. Adapun indeks reliabilitas menunjukkan angka 0,727, berarti ada 17 butir angket yang layak digunakan untuk mengungkap gaya belajar auditori. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir yang akan dipakai yaitu butir 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 31, 33, 36, 37, 38, 39 dan 40. Butir yang tidak dipakai adalah butir angket yang mempunyai koefisien konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 15. Adapun hasil perhitungan konsistensi internal pada angket gaya belajar kinestetik menunjukkan bahwa ada 3 butir angket yang gugur karena indeks konsistensi internalnya kurang dari 0,3 yaitu butir 46, 47 dan 60. Sedangkan indeks konsistensi internal butir yang lain berkisar antara 0,32 sampai 0,75. Indeks reliabilitas menunjukkan angka 0,742, berarti ada 17 butir angket yang layak digunakan untuk mengungkap gaya belajar kinestetik. Dari 17 butir angket dipilih 15 butir yang akan dipakai yaitu butir 41, 43, 44, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 57, 58 dan 59. Butir yang tidak dipakai adalah butir angket yang mempunyai
71
koefisien konsistensi internal lebih dari 0,7. Hasil analisis dapat dilihat pada Lampiran 16.
B. Deskripsi Data 1. Data kemampuan menyelesaikan soal aljabar Data skor kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Lampiran 19. Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal berbentuk aljabar disajikan dalam Tabel 4.1 berikut: Tabel 4.1: Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal aljabar Pende Ga n S S R S katan ya Belajar kor kor erata tandar pembelajaran teren terdeviasi dah tinggi Konte Vis 6 3 1 7 1 kstual ual 2 0 00 1,1290 9,3420 Au 2 3 1 6 2 ditori 3 0 00 6,9565 0,5145 Ki 1 3 1 6 1 nestetik 6 0 00 2,5 9,1485 Tot 1 3 1 6 1 al 01 0 00 8,81 9,763 Ceram Vis 6 3 1 6 1 ah ual 4 0 00 7,1875 9,5561 Au 2 3 1 6 1 ditori 3 0 00 2,1739 9,2959 Ki 1 3 9 6 1 nestetik 4 0 0 2,1429 6,0357 Tot 1 3 1 6 1 al 01 0 00 5,35 9,056 Total Vis 1 3 1 6 1 ual 26 0 00 9,127 9,4739 Au 4 3 1 6 2 ditori 6 0 00 4,565 0,0783 Ki 3 3 1 6 1 nestetik 0 0 00 2,333 7,5545
72
2. Data kemampuan menyelesaikan soal cerita Data skor kemampuan menyelesaikan soal cerita pada kelompok eksperimen dan kontrol dapat dilihat pada Lampiran 19. Statistik deskriptif data kemampuan menyelesaikan soal cerita disajikan dalam Tabel 4.2 berikut: Tabel 4.2: Statistik deskriptif data kemampuan cerita Pende Ga n S katan ya Belajar kor kor pembelajaran teren terdah tinggi Konte Vis 6 2 kstual ual 2 0 00 Au 2 3 ditori 3 0 00 Ki 1 2 nestetik 6 0 0 Tot 1 2 al 01 0 00 Ceram Vis 6 1 ah ual 4 0 0 Au 2 1 ditori 3 0 0 Ki 1 1 nestetik 4 0 0 Tot 1 1 al 01 0 0 Total Vis 1 1 ual 26 0 00 Au 4 1 ditori 6 0 0 Ki 3 1 nestetik 0 0 0
C. Analisa Data 1. Uji Keseimbangan
menyelesaikan soal S erata
R
1
5 7,7419
1
S tandar deviasi 2 0,4394
5 0
8
1 6,5145
5 2,5
1
1 6,9312
5 5,15
8
1 9,2153
5 3,125
8
1 8,5913
4 6,5217
6
2 0,1379
3 5,7143
8
1 6,0357
4 9,21
1
1 9,426
5 5,3968
8
1 9,5817
4 8,2609
8
1 8,2944
4 4,6667
1 8,3328
73
Uji keseimbangan digunakan untuk melihat apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol merupakan kelas yang seimbang atau mempunyai kemampuan awal sama. Data yang akan diuji adalah nilai Ujian Nasional SMP/MTs mata pelajaran matematika. Berdasarkan hasil komputasi diperoleh thitung = 0,4149617 dan ttabel = 1,96 dengan daerah kritik DK = t t < −1,96 atau t > 1,96 . Dengan demikian thitung DK, maka keputusan uji, H0 diterima. Berarti kesimpulannya kedua sampel kelas mempunyai kemampuan awal yang sama atau kedua kelas dalam keadaan seimbang. Perhitungan uji keseimbangan dapat dilihat pada Lampiran 18.
2. Uji Prasyarat a. Uji normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan pada kedua data variabel terikat, yaitu data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Uji normalitas data menggunakan metode Lilliefors. Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar maupun soal cerita dilakukan terhadap masing-masing kelompok data yaitu kelompok eksperimen, kelompok kontrol, kelompok gaya belajar visual, auditori maupun kinestetik.
74
1) Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar Perhitungan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar dapat dilihat pada Lampiran 26 - 30. Rangkuman hasil uji normalitas data tersebut disajikan pada Tabel 4.3 berikut: Tabel 4.3: Rangkuman hasil uji normalitas data menyelesaikan soal aljabar N Kelompok L L o maks 0,05;n 1 Eksperimen 0 0 ,07903 ,08816 2 Kontrol 0 0 ,08227 ,08816 3 Gaya belajar 0 0 visual ,07341 ,07893 4 Gaya belajar 0 0 auditori ,09339 ,13063 5 Gaya belajar 0 0 kinestetik ,11837 ,16176
kemampuan Kep utusan Uji H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Berdasarkan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar yang terangkum pada Tabel 4.3 di atas tampak bahwa Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal. 2) Uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita
75
Perhitungan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita dapat dilihat pada Lampiran 31 - 35. Rangkuman hasil uji normalitas data tersebut disajikan pada Tabel 4.4 berikut: Tabel 4.4: Rangkuman hasil uji normalitas data menyelesaikan soal cerita N Kelompok L L o maks 0,05;n 1 Eksperimen 0 0 ,08227 ,08816 2 Kontrol 0 0 ,07416 ,08816 3 Gaya belajar 0 0 visual ,07549 ,07893 4 Gaya belajar 0 0 auditori ,08719 ,13063 5 Gaya belajar 0 0 kinestetik ,0859 ,16176
kemampuan Kep utusan Uji H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima H0 diterima
Berdasarkan uji normalitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita yang terangkum pada Tabel 4.4 di atas tampak bahwa Lmaks untuk setiap kelompok kurang dari L0,05;n. Hal ini berarti pada taraf signifikansi 5% hipotesis nol untuk setiap kelompok diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa data pada setiap kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
b. Uji homogenitas
76
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian mempunyai variansi yang sama. Uji homogenitas menggunakan metode Barlett dengan statistik uji Chi Kuadrat. 1) Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal aljabar Penghitungan
uji
homogenitas
data
kemampuan
menyelesaikan soal aljabar dapat dilihat pada Lampiran 36. Rangkuman hasil uji homogenitas disajikan dalam Tabel 4.5 berikut: Tabel 4.5: Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data kemampuan menyelesaikan soal aljabar N Pasangan Kep 2hit 2(0,05;k−1) o Kelompok utusan Uji 1 Eksperimen 0 3, H0 vs kontrol ,16283 841 diterima 2 Gaya belajar 0 5, H0 visual vs auditori vs ,6134 991 diterima kinestetik
Dari
tabel
di
atas
tampak
bahwa
2hit lebih kecil daripada 2(0,05;k−1), dengan keputusan uji H0 diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa variansi kedua populasi sama untuk setiap pasangan kelompok data. Dengan kata lain, setiap pasangan kelompok adalah homogen. 2) Uji homogenitas data kemampuan menyelesaikan soal cerita Penghitungan
uji
homogenitas
data
kemampuan
menyelesaikan soal cerita dapat dilihat pada Lampiran 37.
77
Rangkuman hasil uji homogenitas disajikan dalam Tabel 4.6 berikut: Tabel 4.6: Rangkuman hasil uji homogenitas variansi data kemampuan menyelesaikan soal cerita N Pasangan Kep 2hit 2(0,05;k−1) o Kelompok utusan Uji 1 Eksperimen 0 3, H0 vs kontrol ,04365 841 diterima 2 Gaya belajar 0 5, H0 visual vs auditori vs ,84291 991 diterima kinestetik
Dari
tabel
di
atas
tampak
bahwa
2hit lebih kecil daripada 2(0,05;k−1), dengan keputusan uji H0 diterima. Berarti dapat disimpulkan bahwa variansi kedua populasi sama untuk setiap pasangan kelompok data. Dengan kata lain, setiap pasangan kelompok adalah homogen.
3. Uji Hipotesis Prosedur uji hipotesis dalam penelitian ini menggunakan Analisis Variansi Multivariat dua jalan (Two-way Multivariate Analysis of Variance atau two-way MANOVA). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 15. Tampilan hasil pengolahan data dapat dilihat pada Lampiran 39. Rangkuman hasil uji multivariat disajikan pada Tabel 4.7 berikut: Tabel 4.7: Rangkuman hasil uji multivariat Efek
Fob s
p
Keputusa n Uji
78
Pendekatan
4,1
pembelajaran
04
Gaya belajar
0 ,018
2,7 81
Pendekatan 45
ditolak 0
,027 1,9
pembelajaran x gaya belajar
H0
H0 ditolak
0 ,102
H0 diterima
Berdasarkan Tabel di atas tampak bahwa untuk pendekatan pembelajaran diperoleh p = 0,018 < = 0,05 dan gaya belajar diperoleh nilai p = 0,027 < = 0,05. Berarti keputusan uji untuk pendekatan pembelajaran dan gaya belajar, hipotesis nol ditolak. Sedangkan untuk interaksi pendekatan pembelajaran dan gaya belajar diperoleh p = 0,102 > = 0,05, sehingga keputusan uji hipotesis nol diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan sebagai berikut: M1: terdapat
perbedaan efek pendekatan
pembelajaran pada
kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Dengan kata lain, secara bersama-sama kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita yang dihasilkan dari pembelajaran dengan pendekatan kontekstual berbeda dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita yang dihasilkan dari pembelajaran langsung (direct teaching). M2: Terdapat perbedaan efek gaya belajar pada kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Dengan kata lain,
secara
bersama-sama
kemampuan
siswa
dalam
79
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita siswa dengan gaya belajar visual berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita siswa dengan gaya belajar auditori serta berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita siswa dengan gaya belajar kinestetik. M3: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya
belajar
siswa
terhadap
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan soal aljabar dan soal cerita. Artinya karakteristik perbedaan
gaya
belajar
siswa
pada
setiap
pendekatan
pembelajaran sama. Kesimpulan pembandingan rataan antar sel mengacu kepada kesimpulan pembandingan rataan marginalnya.
Analisis uji univariat dapat dilihat pada Lampiran 40. Adapun rangkuman hasil uji univariat disajikan pada Tabel 4.8 berikut. Tabel 4.8: Rangkuman hasil uji univariat Efek
Varia bel terikat Pendekatan Aljab pembelajaran ar Soal cerita Gaya belajar Aljab ar Soal cerita Pendekatan Aljab pembelajaran x gaya ar belajar Soal cerita
F
p
obs
0 ,868
,353 6
,878
,009 2
.009
,137 5
,594
,004 0
,131
,878 1
,405
Kep utusan Uji 0 H0 diterima 0 H0 ditolak 0 H0 diterima 0 H0 ditolak 0 H0 diterima 0
,248
H0 diterima
80
Berdasarkan rangkuman hasil uji univariat pada Tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pada taraf signifikansi 5%: U1: Tidak terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (F = 0,868; p = 0,353 > = 0,05). U2: Terdapat perbedaan efek antara pembelajaraan dengan pendekatan kontekstual dan pembelajaran langsung terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita (F = 6,878; p = 0,009 < = 0,05) U3: Tidak terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori dan kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (F = 2,009; p = 0,137 > = 0,05) U4: Terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori dan kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita (F = 5,594; p = 0,004 < = 0,05). Untuk melihat manakah di antara ketiga gaya belajar tersebut yang secara signifikan memberikan efek paling besar, dilakukan uji post hoc dengan Metode Scheffe (Lampiran 40). U5: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (F = 0,131; p = 0,878 > = 0,05)
81
U6: Tidak terdapat interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita (F = 0,868; p = 0,353 > = 0,05).
D. Pembahasan Berdasarkan hasil uji hipotesis statistik dapat dijelaskan keenam hipotesis penelitian pada Bab II sebagai berikut: 1) Hipotesis pertama Tidak terdapatnya perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan kemampuan
kontekstual siswa
dan
dalam
pembelajaran menyelesaikan
langsung soal
terhadap
aljabar
(U1)
menunjukkan bahwa secara umum kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual sama dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung. Dengan demikian hipotesis pertama, yaitu kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan
soal
aljabar
pada
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung tidak terbukti kebenarannya. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sama dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung adalah:
82
(1) Kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual mutlak harus dikuasai oleh siswa karena merupakan pembelajaran
dasar
dalam
dengan
penyelesaian
pendekatan
soal
kontekstual,
cerita.
Pada
pembahasan
dititikberatkan pada penyelesaian permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berbentuk soal cerita, sehingga tidak ada pembahasaan secara mendalam tentang variasi soal-soal aljabar sebagaimana yang dibahas pada pembelajaran langsung. Sebagai contoh: soal menentukan nilai x, y, z pada sistem persamaan 1
𝑥 3 𝑥
1
1
+ 𝑦 + 𝑧 = 10
𝑥 2
1
1
4
2
+𝑦 −𝑧 =2
tidak
dibahas
pada
pembelajaran
dengan
−𝑦 +𝑧 =4
pendekatan
kontekstual,
tetapi
dibahas
pada
pembelajaran
langsung. Hal ini mengakibatkan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran langsung tidak berbeda dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran kontekstual. (2) Alokasi waktu untuk membahas penyelesaian soal-soal aljabar lebih sedikit dibandingkan dengan pembelajaran langsung karena pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, siswa telah menguasai konsep penyelesaian soal-soal aljabar sebagai dasar menyelesaikan soal cerita. Sedangkan pada pembelajaran langsung, pembahasan mengenai penyelesaian soal-soal aljabar dibahas
83
mulai dari awal, sehingga pemahaman siswa dalam menyelesaikan soal aljabar tidak berbeda dengan kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
2) Hipotesis ke-dua Terdapat perbedaan efek antara pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
dan
pembelajaran
langsung
terhadap
kemampuan
menyelesaikan soal cerita (U2), serta melihat rerata skor kemampuan menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran dengan pendekatan kontekstual sebesar 55,15 dan dalam pembelajaran langsung 49,21 (Tabel 4,2). Ini berarti secara umum kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual
lebih
baik
daripada
kemampuan
siswa
dalam
menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran langsung. Tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar pada kemampuan menyelesaikan soal cerita (U6) berarti jika dilihat dari masing-masing gaya belajar, kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual lebih baik daripada pembelajaran langsung. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis ke-dua, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada kemampuan siswa dalam
84
menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar, terbukti kebenarannya.
3) Hipotesis ke-tiga dan ke-empat Tidak terdapat perbedaan efek antara gaya belajar visual, auditori dan kinestetik terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar (U3). Ini berarti, secara umum kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar visual sama dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar kinestetik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) hipotesis ke-tiga, yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual; dan (2) hipotesis ke-empat yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran langsung; tidak terbukti kebenarannya. Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan tidak adanya perbedaan kemampuan menyelesaikan soal pada siswa dengan gaya
85
belajar visual, auditori dan kinestetik, baik pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual maupun pembelajaran langsung adalah: (1) Pada umumnya, seluruh siswa (baik dalam kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol) mempunyai kemampuan yang sama dalam menyelesaikan soal aljabar. Hal ini dikarenakan materi Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel (SPLDV) telah dipelajari sebelumnya waktu di SMP/MTs. Penyelesaian soal-soal SPLDV dapat dilakukan dengan menggunakan metode grafik, metode subtitusi, metode eleminasi atau metode gabungan antara substitusi dan eleminasi. Adapun cara penyelesaian Sistem Persamaan Linear dengan Tiga Variabel (SPLTV) adalah dengan menggunakan metode gabungan antara substitusi dan eleminasi. Sedangkan cara penyelesaian materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat (SPLK)
dan
Sistem
Persamaan
Kuadrat
adalah
dengan
menggunakan metode substitusi. Kenyataan bahwa cara-cara yang digunakan unntuk menyelesaikan semua soal aljabar pada materi Sistem Persamaan Linear dan
Kuadrat
adalah sama, menyebabkan
adanya
keseragaman pemahaman siswa. Artinya, meskipun siswa memiliki gaya belajar yang berbeda (visual, auditori maupun kinestetik), namun mereka memiliki kemampuan yang sama dalam menyelesaikan soal aljabar.
86
(2) Dalam menyelesaikan soal-soal aljabar, para siswa pada umumnya melihat contoh soal yang telah diberikan sebelumnya. Pola berpikir mereka masih mekanistik dan strukturalis, bahkan pada kelompok siswa yang proses pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan kontekstual. Kenyataan
ini
mengakibatkan
tidak
adanya
perbedaan
kemampuan menyelesaikan soal aljabar pada siswa dengan gaya belajar berbeda (visual, auditori dan kinestetik), baik pada siswa pembelajaran dengan pendekatan kontekstual maupun pembelajaran langsung.
4) Hipotesis ke-lima dan ke-enam Terdapat perbedaan efek antara gaya belajar terhadap kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita (U4). Untuk melihat manakah di antara ketiga gaya belajar tersebut yang secara signifikan memberikan efek paling besar, maka dilakukan uji post hoc dengan metode Scheffe. Hasil uji post hoc dengan metode Scheffe dapat dilihat pada Lampiran 40. Berdasarkan hasil uji post hoc dengan metode Scheffe, dapat dilihat bahwa yang secara signifikan berbeda hanyalah gaya belajar visual dengan kinestetik (p = 0,022 < = 0,05). Dengan melihat rerata kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa pada gaya belajar visual 55,3968 dan siswa dengan gaya belajar kinestetik 44,6667 (Tabel 4.2),
87
maka dapat dikatakan bahwa kemampuan menyelesaikan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. Adapun
faktor
yang
mungkin
dapat
menyebabkan
tidak
terdapatnya perbedaan kemampuan menyelesaikan soal cerita pada gaya belajar auditori diantaranya adalah karakteristiknya. Siswa dengan gaya belajar auditori adalah lebih mudah memahami materi melalui indera pendengaran, sedangkan pada soal cerita, dibutuhkan membaca soal lebih dari satu kali agar dapat memahami maksud soal, sehingga respon siswa dalam menangkap maksud soal kurang tepat. Tidak adanya interaksi antara pendekatan pembelajaran dengan gaya belajar terhadap kemampuan menyelesaikan soal cerita (U6) berarti jika dilihat dari masing-masing pendekatan pembelajaran, kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa: (1) Hipotesis ke-lima yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran dengan pendekatan kontekstual; dan (2) Hipotesis ke-enam yaitu kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita pada siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar auditori dan kinestetik pada pembelajaran langsung; tidak sepenuhnya terbukti kebenarannya,
88
karena yang berbeda secara signifikan hanya gaya belajar visual dan kinestetik. Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat dua hal, yaitu: (1) Hipotesis
yang
berkaitan
dengan
perbedaan
kemampuan
menyelesaikan soal aljabar, baik berdasarkan pendekatan pembelajaran maupun ditinjau dari gaya belajar, tidak terbukti kebenarannya; (2) Hipotesis
yang
berkaitan
dengan
perbedaan
kemampuan
menyelesaikan soal cerita, baik berdasarkan pendekatan pembelajaran maupun ditinjau dari gaya belajar, tidak sepenuhnya terbukti kebenarannya.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
pembelajaran dengan pendekatan kontekstual lebih efektif untuk meningkatkan
kemampuan
menyelesaikan
soal
cerita
jika
dibandingkan dengan pembelajaran langsung, pada siswa dengan gaya belajar visual dan kinestetik, pada siswa kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro Tahun Pelajaran 2009-2010, khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Meskipun dalam pelaksanaan penelitian telah diupayakan untuk mengeleminir kelemahan yang mungkin muncul, namun akibat dari keterbatasan yang ada, maka dapat diidentifikasi kemungkinan kelemahan penelitian sebagai berikut: (1) Data menunjukkan bahwa rerata skor kemampuan menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran dengan kontekstual masih rendah.
89
Hal
ini
kemungkinan
disebabkan
singkatnya
pelaksanaan
eksperimen. (2) Data gaya belajar siswa diambil bersamaan dengan pelaksanaan tes yaitu di akhir pelaksanaan penelitian, sehingga tidak dapat diamati pola belajar siswa dengan gaya belajar visual, auditori maupun kinestetik.
90
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa pada siswa kelas X (Sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupeten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur Tahun Pelajaran 2009-2010, khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat: 1) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar, pembelajaran pendekatan kontekstual memberikan hasil yang sama dengan pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar. 2) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita, pembelajaran dengan pendekatan kontekstual memberikan hasil yang lebih baik daripada pembelajaran langsung, baik secara umum maupun jika ditinjau dari gaya belajar. 3) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik. 4) Pada kemampuan menyelesaikan soal aljabar dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual sama dengan siswa dengan gaya belajar auditori, sama dengan siswa dengan gaya belajar kinestetik.
91
5) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pendekatan kontekstual, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik. 6) Pada kemampuan menyelesaikan soal cerita dengan pembelajaran langsung, hasil belajar siswa dengan gaya belajar visual lebih baik daripada siswa dengan gaya belajar kinestetik.
B. Implikasi Berdasarkan kesimpulan di atas dapat dikemukakan bahwa pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat, untuk meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita siswa kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur dapat dilakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, maka dapat dikemukakan saran sebagai berikut: 1) Kepada Kantor Departemen Agama Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Timur, agar memberikan pelatihan kepada guru-guru Madrasah Aliyah
tentang
pembelajaran
matematika
dengan
pendekatan
kontekstual. 2) Kepada para Kepala Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro agar memotivasi para guru untuk melakukan inovasi pembelajaran,
92
diantaranya adalah melakukan pembelajaran dengan pendekatan kontekstual. 3) Kepada para guru-guru kelas X (sepuluh) Madrasah Aliyah di Kabupaten Bojonegoro (termasuk bagi penulis), agar melakukan inovasi pembelajaran melalui pembelajaran dengan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan menyelesaikan soal cerita khususnya pada materi Sistem Persamaan Linear dan Kuadrat. Selain itu, dalam pelaksanaan pembelajaran, sebaiknya guru memperhatikan perbedaan gaya belajar siswa, sehingga dapat diupayakan penanganan pada permasalahan atau kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal-soal cerita matematika. 4) Kepada para peneliti agar melakukan kajian lebih mendalam tentang efek pembelajaran dengan pendekatan kontekstual terhadap prestasi belajar matematika di Madrasah Aliyah, khususnya di Kabupaten Bojonegoro.
93
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Budiyono. (2004). Statistika untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Carraher, W. David. (2006). Arithmetic and Algebra in Early Mathematics Education. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 37, No. 2, 87-115. Departemen Pendidikan Nasional. (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Dina Maulida. (2008). Pengaruh Gaya Belajar (Visual, Auditorial & Kinestetik) terhadap Prestasi Belajar. http://www.infoskripsi.com tanggal 6 Mei 2009. Dwi Harliyani. (2005). Pengaruh Pendekatan Kontekstual terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa di Sekolah Dasar. Skripsi. Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. www.digilib.unnes.ac.id tanggal 30 Oktober 2008. Frenky Suseno Manik. Pendidikan di Indonesia: Masalah dan Solusinya. http://mii.fmipa.ugm.ac.id tanggal 6 Mei 2009. Goos, Merrrilyn. (2004). Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 35, No. 4, 258-291. Herman Hudoyo. (1988). Strategi Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPLPTK. Herman Hudoyo. (2005). Kapita Selekta Pembelajaran Matematika. Malang: Magelang Sebelas. Johnson, E. B. (2009). Contextual Teaching & Learning (Edisi terjemahan, penerjemah: Ibnu Setiawan). Bandung: MLC.
94
Kirsher, David dan Awtry, Thomas. (2004). Visual Salience of Algebraic Transformations. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 35 No. 4, 224-257. Marpaung, Y. (2008). Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Makalah (tidak dipublikasikan). Nana Syaodih Sukmadinata. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Nunuk Suryani. (2007) Pengaruh Penerapan Pendekatan Kontekstual bermedia VCD Terhadap Pencapaian Kompetensi Belajar Sejarah (Studi Eksperimen di SMA Negeri I Karanganyar dan SMA Negeri Karangpandan Tahun Pelajaran 2006/2007). www.pasca.uns.ac.id tanggal 30 Oktober 2008. Pape, J. Stephen. (2004). Middle school Children’s Problem-Solving Behaviour: a Cognitive Analysis from a Reading Comprehension Perspective. Journal for Research in Mathematics Education, Vol. 35, No. 3, 187-219. Pentatito Gunowibowo. (2008). Efektifitas Pendekatan Realistik dalam Meningkatkan Kemampuan Menyelesaikan Soal Cerita dan Sikap terhadap Matematika ditinjau dari Kemampuan Awal Siswa Kelas IV SD di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo. Tesis. Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Rose, C. & Nicholl, M.J. (2002). Accelerated Learning for the 21st Century (Cara Belajar Cepat Abad XXI). Bandung : Nuansa. Syaifudin Azwar. (2000). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Syaifudin Azwar. (2007). Tes Prestasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Syaiful Sagala. (2008). Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar. Bandung : Alfabeta. Timm, H. Neil. (1975). Multivariate Analysis with Aplications in Education and Psychology. Brooks/Cole Publishing Company, Monterey, California. A Division of Wadsworth Publishing Company. Inc. Wahyudin & Sudrajat (2003). Ensiklopedia Matematika & Peradaban Manusia. Jakarta: CV. Tarity Samudra Berlian.
95
Wahyudin Nur Nasution (2004). Pengaruh Strategi Pembelajarn dan Konsep Diri terhadap Hasil Belajar IPA, Eksperimen pada Siswa kelas V SDN di Kecamatan Matraman Jakarta Timur. www.analytica-pps.com tanggal 30 Oktober 2008. Wina Sanjaya. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana Media Group. Winkel, W.S. (1984). Psikologi Pengajaran. Jakarta : Gramedia. Yerushalmy M. (2006). Slower Algebra Students Meet faster Tools: Solving Algebra Word Problems With Graphing Software. Journal for Reseacrch in Mathematics Education, Vol. 37, No. 5, 356-387.