perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Efektivitas Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together ( NHT) Dan Student Team Achievement Division (STAD) pada Prestasi Belajar Matematika Ditinjau dari Motivasi Berprestasi
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Pendidikan Matematika
Oleh Dita Yuzianah NIM. S850809006
PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user
2011 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah klasik yang selalu dihadapi dan terus diupayakan pemecahannya dalam pendidikan matematika adalah rendahnya prestasi belajar matematika. Hanya sebagian kecil saja siswa yang berhasil mencapai prestasi belajar yang memuaskan, selebihnya siswa memiliki prestasi belajar yang masih jauh dari harapan. Kenyataan di lapangan menunjukan prestasi belajar matematika lebih rendah jika dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Dengan kata lain, prestasi matematika pada umumnya menempati urutan paling bawah. Terbukti dari hasil nilai UAN untuk pelajaran matematika yang cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pelajaran yang lain. Berdasarkan data UAN 2008/2009 SDN di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat: nilai pelajaran IPA nilai tertinggi 8,25 dan terendah 4,25, untuk nilai pelajaran IPS nilai tertinggi 8,00 dan terendah 6,16, dan nilai matematika nilai tertinggi 7,50 dan terendah 2,25 (sumber data: Departemen pendidikan kec.Belitang, Kab. Sekadau, Kalimantan Barat). Hal ini menunjukkan, peringkat matematika di Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat masih rendah. Hampir semua siswa beranggapan bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit untuk dipahami. Hal ini tidak mengherankan karena matematika yang konsepnya tersusun secara hierarkhis dari yang mudah atau sederhana meningkat ke yang sulit atau rumit. Dengan demikian jika siswa belum dapat menguasai konsep yang mendasar maka siswa akan mengalami kesulitan commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
menguasai konsep yang lebih lanjut. Umumnya, dalam mempelajari pelajaran yang dianggap sulit, siswa cenderung menunjukkan minat belajar dan motivasi yang rendah untuk berprestasi. Hal ini didukung oleh pendapat Dienes dalam Herman Hudoyo (1979:108) bahwa belajar matematika melibatkan suatu struktur hirarki dari konsep-konsep tingkat lebih tinggi yang dibentuk atas dasar apa yang telah terbentuk sebelumnya. Jadi, asumsi ini berarti bahwa belajar konsep-konsep matematika tingkat lebih tinggi tidak mungkin dapat berhasil baik bila prasyarat yang mendahului konsep-konsep itu belum dipelajari. Padahal dengan karakteristiknya yang khas, matematika seharusnya menjadi pelajaran yang manantang sehingga menarik minat belajar dan rasa ingin tahu yang besar. Sedangkan motivasi yang kuat untuk berprestasi menyebabkan siswa tidak cepat marasa puas dengan apa yang telah diraihnya. Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pembelajaran ditambah dengan semakin menguatnya isu demokrasi pendidikan, maka dipandang perlu adanya perubahan pendekatan pembelajaran yang semula teacher centered menjadi student centered approach, yang biasanya pembelajaran secara klasikal berubah menjadi pembelajaran kooperatif yang memaksimalkan kerjasama antar siswa dengan latar belakang kemampuan yang heterogen dalam kelompok-kelompok kecil. Sudah saatnya guru mengurangi dominasi dan determinasi di dalam kelas, siswalah yang harus aktif berpartisipasi menemukan dan membentuk sendiri pengetahuannya. Guru bukanlah orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan orang yang seharusnya memegang peranan penting sebagai fasilitator belajar. Tugas fasilitator adalah menciptakan commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
situasi dan kondisi yang memungkinkan siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Hal ini didukung oleh pendapat Slavin. 2008:4 yang menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Ironisnya, pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam pendidikan, walaupun orang Indonesia mengembangkan sifat gotong-ronyong dan bekerjasama dalam menjalankan kehidupan bermasyrakat. Keengganan guru dalam menerapkan sistem kerjasama kelompok dalam pembelajaran kooperatif karena berbagai alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di dalam kelas dan siswa tidak akan belajar secara maksimal jika ditempatkan dalam kelompok. Alasan lainnya adalah timbulnya kesan negatif mengenai kerjasama dalam kelompok belajar. Beberapa siswa menolak bekerjasama dengan temannya disebabkan oleh perasaan khawatir akan hilangnya keunikan pribadi masing-masing siswa karena menyesuaikan diri dengan kelompok. Siswa yang pandai merasa harus bekerja melebihi siswa lainya dalam kelompok, sedangkan siswa yang kurang pandai dipandang hanya menumpang saja pada hasil jerih payah siswa yang pandai. Sebenarnya hal ini tidak perlu commit to user
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terjadi jika guru benar-benar melaksanakan pembelajaran kooperatif yang sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung. Selain itu terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai kategori motivasi belajar yang berbedabeda (Dwi Atmojo Heri: 2002). Oleh karena itu, lebih lanjut penulis tertarik ingin mengkaji pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Student Team Achievement Division (STAD), karena pada model pembelajaran ini siswa menempati posisi sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerjasama dalam kelompok. Hal tersebut didukung oleh pendapat Widaningsih,
(2008:2)
yang
mengemukakan
bahwa
penerapan
model
pembelajaran kooperatif tipe NHT ini, keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan guru sebagai pembimbingnya dengan ciri utamanya penomoran dengan adanya penomoran maka siswa akan merasa bertanggung jawab atas anggota kelompoknya. Dan menurut pendapat Slavin (2008:143) yang menyatakan bahwa pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku. Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam tim mereka memastikan bahwa seluruh anggota tim telah mengusai pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh commit to user
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa diberikan tes tentang materi tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu, dengan demikian setiap siswa merasa bertanggungjawab terhadap anggota kelompoknya. Keberhasilan pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan individu yang dimiliki siswa, menurut Gino dkk (2000:21) unsur-unsur dinamis yang terkait dalam proses belajar mengajar adalah: (1) Motivasi dan upaya memotivasi siswa yang berprestasi yaitu faktor internal, (2) bahan belajar dan upaya penyediaannya, (3) alat bantu belajar dan upaya penyediaannya, (4) suasana belajar dan upaya pengembangannya, (5) kondisi subjek yang belajar dan upaya penyiapan serta peneguhannya. Salah satu faktor-faktor yang mempengaruhi faktor belajar adalah motivasi belajar matematika siswa. Faktor ini menjadi sangat penting dalam pembelajaran matematika, karena tanpa adanya motivasi, siswa dalam belajar tidak mempunyai arah dan tujuan untuk berprestasi sehingga pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi mereka. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut: 1. Anggapan bahwa matematika adalah pembelajaran yang sulit telah menyebabkan siswa belajar matematika dengan minat yang rendah dan kurangnya motivasi untuk berprestasi. Apakah siswa yang mempunyai minat belajar dan motivasi berprestasi yang tinggi dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik? Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
membandingkan prestasi belajar yang dihasilkan dari berbagai macam kategori minat dan motivasi berprestasi. 2. Guru bukanlah orang yang bertugas mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan orang yang seharusnya memegang peranan penting sebagai fasilitator belajar. Tugas fasilitator adalah menciptakan situasi dan kondisi yang
memungkinkan
siswa
dapat
belajar
dalam
suasana
yang
menyenangkan dan beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Untuk menjawab masalah ini dapat dilakukan penelitian bagaimana merancang suatu model pembelajaran sehingga guru sebagai fasilitator bukan hanya mentransfer ilmu untuk berbagai karakteristik siswa. 3. Banyak guru enggan menerapkan model pembelajaran kooperatif di kelas dengan alasan akan membuat kelas gaduh dan siswa tidak akan belajar dengan maksimal jika ditempatkan dalam kelompok. Siswa yang lebih pandai merasa dirugikan, sementara siswa yang kurang pandai merasa diuntungkan dengan adanya kelompok belajar kooperatif. Penelitian yang dapat
dilakukan
untuk
mengatasi
masalah
ini
adalah
dengan
membandingkan beberapa teknik dalam pembelajaran kooperatif dan melihat tipe manakah yang dapat mengurangi kekhawatiran guru dari sistem belajar kelompok secara kooperatif. 4. Adanya sikap individualisme siswa dalam belajar, yaitu siswa yang berkemampuan
tinggi
lebih
mendominasi
kelas
dalam
belajar,
menyebabkan pencapaian keberhasilan belajar tidak merata bagi seluruh commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
siswa. Penelitian yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan bagaimana merancang suatu model pembelajaran sehingga memungkinkan semua siswa dapat mencapai keberhasilan. 5. Penelitian sebelumnya yang terkait dengan pembelajaran kooperatif menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung. Penelitian yang dapat dilakukan adalah dengan membandingkan dua pembelajaran kooperatif yaitu NHT dan STAD. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas dan adanya keterbatasan waktu, sarana dan prasarana yang tersedia serta agar penelitian lebih terarah, maka penelitian ini dibatasi pada: 1. Model pembelajaran yang dibandingkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Berdasarkan penelitian
sebelumnya
terkait
dengan
pembelajaran
kooperatif
menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif dari pada pembelajaran tradisional/pembelajaran langsung. 2. Karakteristik siswa yang dilihat adalah motivasi berprestasi yang dikelompokkan dalam tiga macam kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. 3. Prestasi belajar matematika dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kedua model pembelajaran tersebut.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Materi matematika yang diambil pada penelitian ini adalah pokok bahasan bilangan yang merupakan salah satu pokok bahasan di SDN Kelas IV Semester I. D. Rumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif daripada tipe STAD? 2. Apakah siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mencapai prestasi belajar matematika lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang?.
Apakah siswa dengan motivasi berprestasi sedang mencapai
prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah?. Apakah siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah? 3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT, manakah
yang
memberikan prestasi yang lebih baik, siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah? 4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, manakah yang memberikan prestasi yang lebih baik, siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah?
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Pada siswa dengan motivasi berpestasi tinggi, sedang dan rendah manakah yang memberikan prestasi belajar yang baik, model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau model pembelajaran kooperatif tipe STAD? E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD berpengaruh terhadap prestasi belajar matematika. Tujuan khusus penelitian adalah untuk mengetahui: 1. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah. 3. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah. 4. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada siswa dengan motivasi tinggi, sedang atau rendah. 5. Efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD untuk setiap kategori motivasi. F. Manfaat Penelitian Penelitian dibidang pendidikan diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis terhadap pembelajaran matematika di sekolah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
1. Manfaat teoritis Secara tidak langsung, hasil penelitian ini dapat menguji kebenaran teori belajar dan hasil penelitian sejenis yang sudah ada sebelumnya. Selain itu, dapat pula digunakan sebagai acuan pelaksanaan penelitian selanjutnya. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara langsung bagi siswa, guru dan sekolah. a. Bagi siswa Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD dalam pembelajaran matematika memungkinkan siswa untuk belajar dengan aktivitas yang tinggi baik secara fisik, mental, emosi maupun sosialnya. b. Bagi guru Pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD ini pada kenyataanya belum banyak dilaksanakan oleh para guru matematika di sekolah. Oleh karena itu, temuan dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan guru matematika agar mau dan mampu menerapkan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan tipe STAD dalam rangka memperbaiki kualitas pembelajaran matematika di kelas. c. Bagi sekolah Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD diharapkan dapat berimplikasi positif terhadap kualitas pembelajaran dan pada commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
gilirannya akan dapat meningkatkan prestasi belajar matematika sehingga mampu memperbaiki mutu lulusan sekolah. Pada akhirnya kinerja sekolah akan mendapat penilaian yang baik dalam pandangan masyarakat.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS A. Kajian Teori 1. Prestasi Belajar Matematika a. Hakekat matematika Herman
Hudoyo
(1979:3),
menyatakan
bahwa,
matematika
berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik, sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Matematika adalah: ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan kepada observasi
(induktif)
tetapi
generalisasi
yang
didasarkan
kepada
pembuktian deduktif, ilmu tentang pola keteraturan, ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa matematika adalah pengetahuan yang tersusun secara hierarkhis terdiri dari ide-ide abstrak, jumlah dan ruang yang timbul karena fikiran-fikiran manusia berdasarkan penalaran yang deduktif. b. Belajar Matematika Belajar mempunyai tujuan, yaitu untuk mendapatkan hasil yang diharapkan. seperti yang diungkapkan Herman Hudoyo (1979:5), bahwa seseorang dikatakan belajar matematika, bila dapat diasumsikan dalam diri orang tersebut terjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, dimana commit to user
12
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tingkah laku itu dapat diamati yang diperoleh dengan adanya usaha orang tersebut. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seseorang dikatakan belajar matematika, jika pada diri orang tersebut terjadi perubahan tingkah laku yang berkaitan dengan matematika, seperti dari tidak tahu menjadi tahu matematika menjadi tahu tentang matematika, dan ditandai perubahan tingkah laku, yaitu mampu menerapkan pengetahuan matematika dalam menyelesaikan permasalahan matematika, pada mata pelajaran lain dan dalam kehidupan sehari-hari. c.
Prestasi Belajar Matematika Setiap individu yang melakukan proses belajar mengajar sudah pasti mempunyai tujuan ingin memperoleh hasil belajar yang optimal. Salah satu hasil belajar tersebut adalah prestasi belajar. Prestasi belajar yang optimal sangat penting bagi keberhasilan pendidikan dan pengajaran. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia (1989:700), prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru. Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah (1994:19) mengatakan bahwa, prestasi adalah hasil dari suatu usaha yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual maupun kelompok yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja. Menurut Saifuddin Azwar (2000:9) prestasi belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa dalam belajar. commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Prestasi belajar merupakan suatu alat untuk mengevaluasi kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut kemudian dapat dilakukan perbaikan terhadap metode pembelajaran, sarana dan prasarana maupun bahan yang akan disampaikan. Prestasi belajar merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan penilaian. Dari pengertian mengenai prestasi belajar dalam hubunganya dengan belajar matematika, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika adalah proses untuk menilai tingkat penguasaan yang dicapai siswa dalam mengikuti prooses pembelajaran matematika sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah dirumuskan sebelumnya. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Matematika Menurut Slameto (2003:54), prestasi belajar seseorang dapat dipengaruhi oleh faktor
internal, meliputi: (1) faktor jasmaniah
(kesehatan, cacat tubuh), (2) faktor psikologis (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan, kesiapan), (3) faktor kelelahan dan faktor eksternal, meliputi: (1) keluarga, (2) sekolah, (3) masyarakat. Sedangkan menurut dimyati dan mudjiyono (1999:238) faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dari dalam (intern), meliputi: 1) sikap siswa terhadap belajar, 2) kreativitas, 3) konsentrasi belajar, 4) kemampuan mengolah bahan ajar, 5) kemampuan menyimpan perolehan hasil belajar, 6) kemampuan menggali hasil belajar yang telah tersimpan, 7) kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, 8) rasa percaya diri siswa, 9) intelegensi, 10) kebiasaan belajar. Faktor-faktor ekstern yang commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
15 digilib.uns.ac.id
mempengaruhi prestasi belajar adalah: 1) guru sebagai pembimbing belajar siswa, 2) sarana dan prasarana belajar, 3) kondisi dan situasi pembelajaran, 4) kebijakan penilaian, 5) kurikulum yang diterapkan, dan 6) lingkungan sosial siswa. Dari uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar di atas jelas bahwa motivasi berprestasi akan mempengaruhi prestasi belajar siswa, baik motivasi yang berasal dari dalam diri siswa (intrinsik), maupun motivasi yang berasal dari luar siswa (ekstrinsik). Motivasi berprestasi yang tinggi akan menyebabkan siswa belajar dengan semangat dan tekun, serta penuh konsentrasi, hal ini akan mengakibatkan hasil belajar yang tinggi pula. Sebaliknya motivasi berprestasi yang rendah, menyebabkan siswa belajar tidak sungguh-sungguh, malas, dan ogahogahan yang akan menghasilkan prestasi belajar yang rendah. 2. Belajar dan Pembelajaran a. Belajar Pemahaman guru terhadap pengertian belajar mengajar akan mempengaruhi perencanaan dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar, untuk itu perlu dikemukakan definisi tentang pengertian belajar tersebut. Diharapkan akan muncul berbagai bentuk kegiatan yang mungkin dapat dilakukan baik oleh siswa maupun oleh guru. Menurut Fosnot dalam Paul Suparno (1996:61) belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, melainkan lebih suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pemikiran yang baru. Belajar bukanlah suatu commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perkembangan, melainkan merupakan perkembangan itu sendiri, suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang Sedangkan menurut Olivier dalam Haris Mudjiman (2006: 25) menyatakan bahwa menurut paradigma konstruktivisme, belajar adalah proses, memasukkan pengetahuan, membentuk kembali, atau membentuk pengetahuan
baru.
Pembentukan
mengunakan
pengetahuan
yang
pengetahuan telah
baru
dimiliki.
ini
dengan
Pengetahuan
dan
pengalaman yang lama digunakan untuk mengambarkan informasi dan fakta baru dari luar, sehingga tercipta pengetahuan baru. Fakta yang sama sangat mungkin digambarkan secara berbeda oleh dua orang dengan latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang berbeda. Pengetahuan dan pengalaman menjadi semacam kacamata untuk melihat sesuatu fakta baru. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari deengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertianya berkembang. b. Faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar Pada dasarnya proses belajar dan hasil belajar dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (internal) dan faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal). Menurut Sutrisno (2007), faktor-faktor internal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar antara lain: pemahaman siswa terhadap hasil belajar, commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
motivasi siswa terhadap hasil belajar, kesehatan siswa, kecakapan siswa dalam pelajaran, kebiasaan belajar, intelegensi, bakat dan penguasaan bahasa. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah faktor yang bersumber dari: sekolah, keluarga dan masyarakat. c. Pembelajaran Pembelajaran merupakan istilah baru yang digunakan untuk menunjukan kegiatan guru dan siswa. Sebelumnya, digunakan istilah proses belajar mengajar atau pengajaran. Udin Saripudin Winataputra (2007:19) menyatakan istilah pembelajaran lebih dipilih daripada pengajaran karena pembelajaran mengacu kepada segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses belajar siswa. Istilah pengajaran hanya terbatas pada konteks tatap muka guru dan siswa di dalam kelas, sehingga interaksi siswa terbatas oleh kehadiran guru secara fisik. Konsep dasar pembelajaran sebenarnya telah dirumuskan dalam pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas yaitu pembelajaran adalah pola interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada satu lingkungan belajar. Sedangkan menurut Cunningham dan Duffy dalam (Udin Saripudin Winataputra, 2007), pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme adalah proses mentransfer struktur berpikir dan pengetahuan bukan proses untuk mengubah pengetahuan. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pendidikan melibatkan bekerjasama dengan orang lain dan terus menerus berubah berkaitan sistem-sistem yang rumit dan berlatih keahlian sebagai “pembangunan dalam penggunaan”. Seperti yang dikatakan Fullan (2001) dalam allen dave (2003) : Education involves working with and through others in constantly changing, interrelated complex systems to practice our craft as “development in use.”
Slameto (2003:12) mengemukakan hal-hal yang perlu diperhatikan guru dalam mengelola pembelajaran, antara lain: mengusahakan agar setiap siswa dapat berpartisipasai secara aktif, menganalisis struktur materi yang diajarkan, menganalisis sequence pembelajaran dan memberikan penguatan dan umpan balik. Udin Saripudin Winataputra (2007:135) menyatakan bahwa ada tiga aspek yang sangat ditekankan untuk menjadi perhatian dalam menyelenggarakan pembelajaran yaitu pentingnya struktur mata pelajaran, kesiapan untuk belajar, intuisi dan motivasi. Struktur mata pelajaran berisi ide-ide, konsep dasar, hubungan antar konsep dan contoh-contoh. Kesiapan belajar dapat berisi penguasaan kemampuan dan keterampilan sederhana yang memungkinkan siswa untuk mencapai keterampilan yang lebih tinggi. Intuisi adalah teknik-teknik intelektual analisis untuk mengetahui kesahihan penarikan kesimpulan. Motivasi adalah kondisi khusus yang dapat mempengaruhi kemauan untuk belajar. Dari
pengertian
tersebut,
dapat
dipahami
bahwa
dalam
pembelajaran harus terdapat interaksi antara guru dengan siswa dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
sumber belajar pada lingkungan belajar tertentu yang dirancang untuk menciptakan kondisi belajar pada diri siswa. 3. Motivasi Berprestasi a. Pengertian Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental itu berupa keinginan, perhatian, kemauan, atau cita-cita. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli pendidikan yang menyebutkan kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi berprestasi. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang mengerakan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan sikap dan perilaku individu berprestasi. (Koeswara dalam Dimyati dan Mudjiono:80) Menurut Bomia et al (1997) dalam Md. Yunus Aida Suraya dan Ali Wan Zah Wan (2009) motivasi mengacu pada: “a student's willingness, need, desire and compulsion to participate in, and besuccessful in the learning process”. Keinginan siswa, kebutuhan dan keharusan untuk berpartisipasi dan berhasil dalam proses belajar. Menurut Echols dan Shadily dalam Gino.dkk (2000:81) motivasi dapat disamakan dengan motif. Keduanya termasuk jenis kata benda yang berarti alasan, sebab, daya batin, dorongan. Sedangkan Marriam Webster dalam Gino.dkk (2000:81) berpendapat bahwa kata motif berasal dari bahasa latin, yaitu matus yang dapat diartikan sebagai sesuatu yang dapat commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyebabkan seseorang bertindak. Motivasi diartikan sebagai tindakan seseorang atau proses memberikan dorongan. Bruno dalam Gino.dkk (2000:81) berpendapat bahwa motif dapat disamakan dengan dorongan, yaitu dorongan yang terdapat dalam diri seseorang atau organisme untuk menentukan suatu pilihan-pilihanya dan perilaku yang berorientasi pada tujuan. b. Hubungan dengan Motivasi Berprestasi Motivasi dianggap prasyarat mutlak dalam berprestasi. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:239) mengemukakan bahwa motivasi berprestasi merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya proses belajar. Motivasi berprestasi pada diri siswa dapat menjadi lemah. Lemahnya motivasi, atau tindakan motivasi berprestasi akan melemahkan kegiatan belajar mengajar. Selanjutnya, mutu hasil belajar akan menjadi rendah. Oleh karena itu, motivasi berprestasi pada siswa perlu diperkuat terus menerus. Motivasi dibedakan menjadi dua bentuk yaitu motivasi instrinsik dan motivasi ekstrinsik. 1) Motivasi intrinsik Siswa yang mempunyai motivasi intrinsik memulai dan melanjutkan kegiatan belajar berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang mutlak berkaitan dengan kegiatan belajar itu. Siswa tersebut meyakini bahwa keberhasilan belajar dan suskses dimasa depan dapat dicapai dengan satu cara yaitu belajar yang giat. Kegiatan commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
belajar disertai minat dan perasaan senang, karena siswa menyadari bahwa belajar bukan lagi kewajiban melainkan sudah menjadi kebutuhan pokok yang harus terpenuhi. 2) Motivasi ekstrinsik Siswa yang menpunyai motivasi ekstrinsik memulai dan melanjutkan kegiatan belajar berdasarkan penghayatan suatu kebutuhan dan dorongan yang tidak secara mutlak berkaitan dengan kegiatan belajar sendiri. Yang termasuk dalam motivasi ekstrinsik antara lain: belajar demi memenuhi kewajiban, belajar demi menghindari hukuman yang akan diberikan, belajar demi hadiah yang dijanjikan, belajar demi meningkatkan gengsi sosial dan belajar demi pujian dari orang lain. Pada prinsipnya, motivasi intrinsik lebih baik karena terdapat hubungan yang esensial antara kegiatan belajar dan kebutuhan yang akan dipenuhi. Motivasi intrinsik juga akan bertahan lebih lama daripada motivasi ekstrinsik karena didasari oleh perasaan senang dan minat yang besar. Motivasi berprestasi dapat dimasukkan kedalam motivasi instrisik. Menurut Dimyati (1999:84) kebutuhan untuk berprestasi adalah motivasi intrinsik untuk mencapai prestasi dalam hal tertentu. Sedangkan Winkel 1996 dalam Dimyati (1999:84) menyatakan bahwa motivasi berprestasi dalam rangka belajar di sekolah, merupakan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, motivasi commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berprestasi merupakan motivasi tertinggi dalam belajar dan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. c. Komponen motivasi berprestasi Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:91), didalam pengertian motivasi berprestasi terkandung beberapa komponen antara lain: 1) Kebutuhan Kebutuhan dapat muncul bila terdapat ketidak seimbangan antara apa yang dimiliki dan apa yang diharapkan. Mc. Clellend dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:91) membagi kebutuhan menjadi tiga kebutuhan mendasar, yaitu: a) Kebutuhan akan kekuasaan, yang tampak dalam perilaku untuk mempengaruhi orang lain dan menyebabkan seseorang tidak atau kurang memperhatikan perasaan orang lain. b) Kebutuhan untuk berafiliasi, yang tercermin dalam situasi persahabatan dengan orang lain dan mengarahkan tingkah laku untuk mengadakan hubungan dengan orang lain. c) Kebutuhan untuk berprestasi, yang dapat dilihat dari keberhasilan menyelesaikan tugas-tugas yang dibebankan dan merupakan kebutuhan untuk mencapai sukses yang diukur berdasarkan standar kesempurnaan dalam diri seseorang. 2) Tujuan Tujuan adalah sasaran akhir yang ingin dicapai oleh seseorang melalui serangkaian proses yang telah dilaluinya. Tujuan yang hendak commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diwujudkan dalam motivasi berprestasi adalah untuk mengejar kesuksesan dan menghindari kegagalan. 3) Ciri-ciri motivasi berprestasi Motivasi berprestasi dalam diri siswa dapat diamati dari kecenderungan berperilaku yang tampak dari aktivitas belajarnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006:239) menjelaskan bahwa motivasi berprestasi seseorang dapat diketahui dari dua komponen antara lain: a) Intrinsik. b) Ekstrinsik Menurut Wyner dalam Asri Laksmi Riani (2005:44), ciri-ciri siswa yang memiliki motivasi berprestasi adalah siswa yang: a) Menunjukan aktivitas yang berprestasi. b) Menunjukan ketekunan dan tidak putus asa dalam menghadapi kegagalan. c) Memilih tugas-tugas tingkat kesulitan yang sedang-sedang. Menurut McClelland dalam Asri Laksmi Riani (2005:45), dalam risetnya menggambarkan bahwa orang-orang yang berprestasi tinggi dalam masyarakat adalah: a) Mereka yang memiliki berprestasi tinggi lebih suka menetapkan sendiri tujuan prestasinya.
commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Lebih suka menghindari tujuan prestasi yang mudah dan sukar karena mereka lebih menyukai tujuan yang sesuai dengan kemampuan mereka. c) Lebih menyukai balikan yang cepat dan efisian mengenai prestasi mereka. d) Senang dan bertanggungjawab memecahkan setiap masalah. Sedangkan menurut Skinner dan Belmont (1991) dalam Md. Yunus Aida Suraya dan Ali Wan Zah Wan (2009) menyebutkan ciriciri siswa mempunyai motivasi berprestasi tinggi: “select tasks at the border of their competencies, initiate action when given the opportunity, and exert intense effort and concentration in the implementation of learning tasks; they show generally positive emotions during ongoing action, including enthusiasm, optimism, curiosity, and interest”. Pilihan tugas sesuai dengan batas kompetensi mereka. memulai tindakan ketika diberi kesempatan, dan mengerahkan upaya intens dan konsentrasi dalam pelaksanaan tugas-tugas belajar, mereka pada umumnya menunjukkan emosi positif selama pemberian tindakan, termasuk, antusiasme, rasa ingin tau optimisme, dan ketertarikan. Dalam penelitian ini untuk mengetahui motivasi berprestasi mengunakan pendapat Dimyati dan Mudjiono (2006:239) menjelaskan bahwa motivasi berprestasi seseorang dapat diketahui dari dua faktor yaitu: intrinsik dan ekstrinsik. Yang kemudian dikembangkan sebagai berikut: 1. Faktor intrinsik terdiri dari: a. Perasaan: Tertarikcommit pada pelajaran to user matematika
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kemauan siswa: a) Terdorong untuk belajar terlebih dahulu sebelum diterangkan oleh guru b) Menyelesaikan tugas/PR dengan sebaik-baiknya c) Tidak mudah putus asa c. Rasa ingin tahu: a) Senang melakukan hal-hal baru (bereksperimen dan membaca buku-buku/sumber baru) untuk mendapatkan pengetahuan baru. b) Bertanya tentang hal yang belum dipahami d. Berusaha untuk mandiri: a) Mencoba untuk memecahkan masalah sendiri b) Mempunyai rasa percaya diri e. Perhatian siswa: Memperhatikan pada saat guru menyampaikan pelajaran. 2. Faktor ekstrinsik terdiri dari: a. Faktor lingkungan: Senang bila hasil ulanganya memuaskan dan mendapat pujian/ hadiah. 4. Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dan Student Team Achievement Division a. Pembelajaran kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang di dalamnya mengkondisikan siswa bekerja bersama-sama di dalam commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok-kelompok kecil untuk membantu siswa satu sama lainnya dalam belajar. Pembelajaran kooperatif ini mengutamakan kerjasama antar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Okamoto dan Inaba (1997) dalam Lafifi Yacine dan Bensebaa Tahar (2007) Collaborative learning is a learning strategy where several learners interact with each other in order to achieve their common goals. Its impact on learner’s level is ensured; it is obvious that it is necessary to be interested in learning group environments instead of individual learning environments.
Belajar kelompok adalah satu strategi belajar di mana beberapa pelajar bekerja sama satu sama lain dalam masalah untuk mencapai tujuan umum. Dampaknya pada level pelajar dipastikan; ia nyata akan tertarik pada pembelajaran lingkungan-lingkungan grup/kelompok daripada pembelajaran perseorangan lingkungan-lingkungan. Melalui pembelajaran kooperatif, peran guru sebagai pusat dan sumber belajar berubah ke peran guru sebagai pengelola aktivitas siswa dalam kolompok-kelompok kecil. Sehingga peran guru yang selama ini monoton akan berkurang dan siswa akan semakin terlatih untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, bahkan permasalahan yang dianggap sulit sekalipun. Sedangkan menurut Johnson, Johnson and Holubec (1994) dalam Zakaria Effandi dan Ikhsan Zanaton (2006), bahwa ada lima unsur utama dalam pembelajaran kooperatif: (1) Positive interdependence, (2) Promotive interaction, (3) ndividual accountability, (4) Interpersonal and smallgroup skills. (5) group processing commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Model
pembelajaran
kooperatif
ini
merupakan
upaya
pemberdayaan teman sejawat, meningkatkan interaksi antar siswa, serta hubungan yang saling menguntungkan antar mereka. Siswa dalam kelompok akan belajar mendengar ide atau gagasan orang lain, berdiskusi, menawarkan, atau menerima kritikan yang membangun, dan siswa merasa tidak terbebani ketika ternyata pekerjaannya salah. b. Numbered Heads Together (NHT) Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pembelajaran kooperatif tipe NHT adalah suatu tipe pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk lebih aktif dan bertanggung jawab penuh dalam memahami materi pelajaran baik secara kelompok maupun individual. Sesuai dengan pendapat Lie, Anita (2008:59) yang mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagi ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Penerapan
model
pembelajaran
kooperatif
tipe
NHT
ini,
keterlibatan guru dalam proses belajar mengajar berkurang, guru berperan hanya sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri, serta siswa akan merasa senang berdiskusi dengan kelompoknya, juga berinteraksi dengan teman sebaya dan dengan guru sebagai pembimbingnya. (Widaningsih, 2008:2) commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
28 digilib.uns.ac.id
Beberapa kelebihan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini adalah: b. Siswa terlibat secara aktif dalam proses belajarnya. c. Setiap siswa memiliki kebebasan untuk mengemukakan pendapat tanpa harus takut jika pendapatnya salah. d. Semua siswa berbaur menjadi satu di dalam kelompoknya, jadi tidak tampak lagi mana siswa yang berkemampuan tinggi, sedang maupun kurang. Ibrahim, et.al. (2000) dalam Widaningsih (2008:1-2) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT guru menggunakan struktur empat langkah sebagai berikut: (1) Penomoran, (2) Mengajukan pertanyaan, (3) Berpikir bersama, (4) Menjawab. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan Kelompok Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu: a. Siswa tetap berada di dalam kelas. b. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru. c. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok. d. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya. Langkah 3. Diskusi masalah Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS. Langkah 4. Memanggil nomor anggota kelompok Dalam tahap ini, guru mengecek pemahaman siswa dengan memanggil salah satu nomor siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan mempersiapkan jawaban untuk siswa di kelas. Jawaban tersebut merupakan wakil jawaban dari kelompok. Langkah 5. Memberi kesimpulan Guru
mengarahkan
siswa
dalam
membuat
rangkuman,
memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang commit to user
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berhubungan
dengan
materi
yang
disajikan.
Selanjutnya,
guru
memberikan tes kepada siswa secara individual. Langkah 6. Memberikan penghargaan Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik. Langkah-langkah penentuan nilai penghargaan kepada kelompok adalah sebagai berikut: a. Menentukan nilai dasar (awal) masing-masing siswa. Nilai dasar (awal) dapat berupa tes/kuis awal atau menggunakan nilai ulangan sebelumnya. b. Menentukan nilai tes/kuis yang telah dilaksanakan setelah siswa bekerja dalam kelompok, misal nilai kuis I, nilai kuis II, atau rata-rata nilai kuis I dan kuis II kepada setiap siswa yang kita sebut nilai kuis terkini. c. Menentukan nilai peningkatan hasil belajar yang besarnya ditentukan berdasarkan selisih nilai kuis terkini dengan nilai dasar (awal) masingmasing siswa dengan menggunakan kriteria berikut ini:
commit to user
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2.1 Kriteria Menentukan Nilai Peningkatan Hasil Belajar Kriteria
Nilai Peningkatan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di
5
bawah nilai awal Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin
10
di bawah nilai awal Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai
20
dengan 10 di atas nilai awal Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal
30
Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan rata-rata nilai peningkatan
yang
diperoleh
masing-masing
kelompok
dengan
memberikan predikat cukup, baik, sangat baik dan sempurna. Kriteria untuk status kelompok yaitu: a. Cukup, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok kurang dari 15 b. Baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 15 dan 20 c. Sangat baik, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok antara 20 dan 25 d. Sempurna, bila rata-rata nilai peningkatan kelompok lebih dari sama dengan 25 Penomoran yang merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif tipe NHT ini akan menyebabkan setiap siswa harus selalu siap, dalam arti setiap siswa harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan commit karena to user jawabannya pada saat presentasi
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Hal tersebut akan membuat tanggung jawab siswa untuk mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih besar. Tabel 2.2 Sintaks pembelajaran NHT Fase 1. Penomoran
Peran guru · Guru membagi siswa kedalam kelompok beranggota 3 – 5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 – 5.
2. Mengajukan pertanyaan
· Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya atau berbentuk arahan.
3. Berpikir bersana
· Siswa
menyatukan
pendapatnya
terhadap
pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam kelompoknya mengetahui jawaban itu. 4. Menjawab pertanyaan
· Guru
memanggil
kemudian
siswa
suatu yang
nomor nomornya
tertentu, sesuai
mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.
c.
Student Team Achievement Division (STAD) Model pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe dari pembelajaran commit kooperatif to useryang paling sederhana. Dalam
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembelajaran ini peserta didik akan belajar bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat sampai lima orang untuk menguasai materi yang disampaikan oleh guru. Menurut Slavin (2008: 12) gagasan utama dari model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah untuk memotivasi peserta didik supaya dapat saling mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru. Adapun
komponen-komponen
dalam
model
pembelajaran
kooperatif tipe STAD menurut Slavin (2008: 143-160) dirangkum sebagai berikut: (1) Presentasi kelas, merupakan pengajaran langsung seperti yang sering dilakukan atau diskusi yang dipimpin oleh guru, atau pengajaran dengan presentasi audiovisual. Sehingga peserta didik akan menyadari bahwa mereka harus benar-benar memberi perhatian penuh selama presentasi kerena hal ini akan sangat membantu mereka dalam mengerjakan kuis dan skor kuis mereka menentukan skor tim mereka. (2) Tim, terdiri atas empat atau lima orang yang heterogen. Fungsi utama dari tim adalah untuk memastikan bahwa semua aggota tim benarbenar belajar, sehingga setiap anggota tim akan siap mengerjakan kuis dengan baik. Setelah guru menyampaikan materi, tim berkumpul untuk mempelajari lembar kegiatan, yang berupa pembahasan masalah, membandingkan jawaban, dan mengoreksi kesalahan pemahaman antar anggota tim. commit to user
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(3) Kuis, dilakukan setelah satu atau dua periode penyampaian materi dan satu atau dua
periode praktikum tim. Peserta didik tidak
diperkenankan untuk saling membantu dalam mengerjakan kuis, sehingga tiap peserta didik bertanggungjawab secara individual untuk memahami materinya. Tabel 2.3 Kriteria Menentukan Nilai Peningkatan Hasil Belajar Kriteria
Nilai Peningkatan
Nilai kuis/tes terkini turun lebih dari 10 poin di
5
bawah nilai awal Nilai kuis/tes terkini turun 1 sampai dengan 10 poin
10
di bawah nilai awal Nilai kuis/tes terkini sama dengan nilai awal sampai
20
dengan 10 di atas nilai awal Nilai kuis/tes terkini lebih dari 10 di atas nilai awal
30
(4) Skor kemajuan individual. Tiap peserta didik dapat memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada kelompoknya dalam sistem skor,
sehingga
tiap-tiap
anggota
kelompok
harus
berusaha
memperoleh nilai yang maksimal dari skor kuisnya. Selanjutnya peserta didik akan mengumpulkan poin untuk tim mereka berdasarkan tingkat kenaikan skor kuis dibandingkan dengan skor awal mereka. commit to user
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(5) Rekognisi Tim. Tujuan dari pemberian skor adalah untuk memberi penghargaan pada tiap-tiap kelompok. Kelompok dengan skor tertinggi mendapatkan penghargaan superteam, kelompok dengan skor menengah mendapatkan penghargaan greatteam dan kelompok dengan skor terendah sebagai kelompok goodteam (Slavin, 2008: 160). Untuk
menjadi
kelompok
dengan
predikat/penghargaan
superteam maka sebagian besar anggota kelompok harus memiliki skor di atas skor awal mereka. Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Langkah 1. Persiapan Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Langkah 2. Menyampaikan Tujuan dan Memotivasi Siswa Dalam tahap ini guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Langkah 3. Menyajikan/menyampaikan informasi Dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran. Langkah 4. Mengorganisasikan siswa dalam kelompok-kelompok belajar Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Guru membagi siswa menjadi commit to user
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
beberapa kelompok yang beranggotakan 4 sampai 5 siswa. Kelompok yang dibentuk merupakan perpaduan yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Sebelum proses belajar mengajar dimulai, guru memperkenalkan keterampilan kooperatif dan menjelaskan aturan dasarnya, yaitu: e. Siswa tetap berada di dalam kelas. f. Mengajukan pertanyaan kepada kelompok sebelum mengajukan pertanyaan kepada guru. g. Menghindari saling mengkritik sesama siswa dalam satu kelompok. h. Bekerja sama dan bertanggung jawab dalam kelompoknya. Langkah 5. Membimbing kelompok bekerja dan belajar Guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok, setiap siswa berpikir bersama untuk meyakinkan bahwa setiap orang dalam kelompoknya mengetahui dan memahami jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS. Langkah 6. Evaluasi Perwakilan dari masing-masing kelompok maju ke depan untuk mempresentasikan hasil dari diskusi mereka atau hasil dari tugas di LKS. kemudianGuru
mengarahkan
siswa
dalam
membuat
rangkuman,
memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan
dengan
materi
yang
disajikan.
memberikan tes kepada siswa secara individual. Langkah 7. Memberikan penghargaan commit to user
Selanjutnya,
guru
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada tahap ini, guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor tes berikutnya (terkini). Atau dengan kata lain, guru memberi nilai yang lebih tinggi kepada kelompok yang hasil diskusi masalahnya/hasil belajarnya lebih baik. Tabel 2.4 Sintaks pembelajaran kooperatif tipe STAD Fase
Kegiatan Guru
Fase 1
Menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin
Menyampaikan tujuan
dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi
dan memotivasi siswa
siswa belajar.
Fase 2
Menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan
Menyajikan atau
mendemonstrasikan atau lewat bahan bacaan.
menyampaikan informasi Fase 3
Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya
Mengorganisasikan siswa
membentuk kelompok belajar dan membantu setiap
dalam kelompok-
kelompok agar melakukan transisi secara efisien
kelompok belajar. Fase 4
Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat
Membimbing kelompok
mereka mengerjakan tugas mereka.
bekerja dan belajar Fase 5
Mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah
Evaluasi
diajarkan atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Fase 6
Mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya
Memberikan
maupun hasil belajar individu maupun kelompok.
penghargaan
B. Hasil-Hasil Penelitian yang Relevan 1) Dwi Atmojo Heri (2002) dalam penelitianya yang berjudul " Pengaruh Pembelajaran kooperatif dan Motivasi Belajar terhadap Prestasi Belajar" hasil studi menyimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif lebih efektif daripada pembelajaran tradisional. Selain itu, terdapat perbedaan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi belajar berbeda-beda kategorinya. Ditemukan pula bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar terhadap prestasi belajar. 2) Rofiq Setyawan (2008) dalam penelitian yang berjudul "Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together pada pokok bahasan Operasi Hitung Campur ditinjau dari motivasi belajar siswa". Hasil penelitian menunjukan bahwa: model pembelajaran Numbered Head Together lebih baik dibandingkan dengan model ceramah. Kesamaan antara penelitian ini adalah sama-sama mengunakan model pembelajaran tipe Numbered Head Together dan ditinjau dari motivasi belajar siswa. Sedangkan perbedaan penelitian ini model pembelajarannya yakni model pembelajaran NHT dan STAD sedangkan pada penelitian Rofiq dengan model pembelajaran tipe Numbered Head Together dan model ceramah. commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Aloysius
Sutomo
(2008)
dalam
penelitian
yang
yang
berjudul"eksperimentasi model pembelejaran kooperatif tipe STAD pada pokok bahasan fungsi ditinjau dari motivasi belajar siswa kelas VIII SMP Negeri kota Surakarta". Hasil penelitian menunjukan bahwa: model pembelajaran STAD menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada pokok bahasan fungsi. Kesamaan antara penelitian ini adalah sama-sama mengunakan model pembelajaran tipe STAD dan ditinjau dari motivasi belajar siswa. Sedangkan perbedaan penelitian ini model pembelajarannya yakni model pembelajaran NHT dan STAD sedangkan pada penelitian Aloysius Sutomo dengan model pembelajaran tipe STAD dan model pembelajaran konvensional. C. Kerangka Berpikir Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan STAD terhadap prestasi belajar siswa. Pembelajaran kooperatif sangat sesuai untuk diterapkan dalam pembelajaran matematika karena kegiatan belajar matematika lebih diarahkan pada kegiatan yang mendorong siswa aktif. Pembelajaran matematika mengunakan model pembelajaran yang sama yaitu kooperatif tetapi melalui dua tipe yang berbeda yaitu NHT dan STAD. Dalam pembelajaran kooperatif tipe NHT, penomoran yang merupakan inti dari model pembelajaran kooperatif commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tipe NHT ini akan menyebabkan setiap siswa harus selalu siap, dalam arti setiap siswa harus mengerti dan memahami pemecahan dari masalah yang diberikan karena jawabannya pada saat presentasi akan mempengaruhi nilai kelompoknya. Hal tersebut juga akan membuat tanggung jawab siswa untuk mengerti dan memahami pemecahan masalah yang diberikan menjadi lebih besar. Sedangkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, dalam model pembelajaran ini, siswa dibagi menjadi beberapa kelompok heterogen dengan kemampuan akademik yang bervariasi. Hal ini dilakukan supaya siswa yang berkemampuan kurang dapat terbantu oleh siswa yang berkemampuan tinggi. Kemudian setiap kelompok diberi tanggung jawab untuk memecahkan masalah atau soal yang telah diberikan oleh guru. Ketika memecahkan masalah, setiap siswa diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat tanpa harus takut jika pendapatnya salah. Penggunaan metode pengajaran yang berbeda akan memberikan para siswa cara pembelajaran matematika yang berbeda untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang telah ditetapkan. Jika cara untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran
matematika
tersebut
berbeda
dimungkinkan adanya perbedaan tingkat tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Kedua tipe pembelajaran yang diterapkan dengan pembelajaran kooperatif tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. 2. Pengaruh perbedaan tingkat motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar. Berdasarkan tinjauan pustaka, bahwa motivasi berprestasi dalam rangka belajar di sekolah, merupakan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, motivasi berprestasi merupakan motivasi tertinggi dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
41 digilib.uns.ac.id
belajar dan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dalam belajar tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang dicapainya. Proses belajarpun dilalui oleh siswa dengan suasana yang menyenangkan karena siswa beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Sedangkan bagi siswa yang rendah motivasi berprestasinya tidak demikian halnya. Dengan demikian prestasi belajar matematika yang dicapai oleh siswa yang tinggi motivasi berprestasinya lebih baik dibanding siswa yang sedang dan rendah motivasi berprestasinya dan siswa dengan motivasi berprestasi sedang akan lebih baik dari siswa yang rendah motivasi berprestasinya. 3. Perbandingan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT ditinjau dari motivasi berprestasi Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai sifat: tekun, rajin ulet, ingin mendalami materi dan ingin mencapai prestasi yang lebih baik dan pada pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan setiap siswa diberi nomor agar mempunyai sifat tanggungjawab maka siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah. 4. Perbandingan prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD ditinjau dari motivasi berprestasi Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai sifat: tekun, rajin ulet, ingin mendalami materi dan ingin mencapai prestasi yang lebih baik commit to user
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan pada pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa maka siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah. 5. Perbandingan prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi, sedang dan rendah pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Karena model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan sedang akan lebih aktif untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya juga akan lebih baik. Untuk motivasi berprestasi rendah karena model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah akan terpengaruh oleh teman yang lain untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama baiknya. D. Pengajuan Hipotesis Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir di atas, hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif dibanding model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan
motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan
motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan
motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan
motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. 3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan
motivasi berprestasi sedang
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. 4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa denga
motivasi berprestasi sedang
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Pada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi dan sedang, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang lebih baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD, sedangkan pada siswa dengan motivasi berprestasi rendah, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang sama baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODE PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri (SDN) dalam wilayah Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 pada semester I tahun pelajaran 2010/2011 B. Jenis Penelitian Jenis penelitian di bidang pendidikan ini adalah penelitian eksperimental semu, karena penelitian tidak mungkin untuk mengontrol semua variabel yang relevan. Dalam penelitian ini ada dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Variabel bebas yang pertama adalah penerapan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sebagai kelompok eksperimen I dan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD) sebagai kelompok eksperimen II. Variabel bebas yang kedua adalah motivasi berprestasi yang dibedakan menjadi tiga yaitu tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel 1. Populasi Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IV seKecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat tahun ajaran 2010/2011. Dengan mengelompokkan sekolah menjadi tiga kelompok yaitu commit to user
44
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kelompok tinggi, sedang dan rendah. Dasar pengelompokan ini adalah nilai rata-rata UAS SDN Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Tabel 3.1 Data Nilai Rata-Rata UAS Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat No NAMA SEKOLAH
STATUS
NILAI
KEL
1
SDN NO.10 TRANS SP.VI NANGA ANSAR
N
7, 82
T
2
SDN NO.13 TRANS SP.XII SETUNTUNG
N
7,50
T
3
SDN NO.8 TRANS SP.IV SETUNTUNG
N
6,73
T
4
SDN NO.9 TRANS SP.V PADAK
N
6,70
T
5
SDN NO.2 DESA BELITANG II
N
6, 62
S
6
SDN NO.12 TRANS SP.IX MUNTIK
N
6,51
S
7
SDN NO.4 DESA PADAK
N
6, 44
S
8
SDN NO.1 BELITANG I
N
6, 03
S
9
SDN NO.11 TRANS SP.I BELITANG
N
5, 84
R
10
SDN NO.7 TRANS SP.II SUNGAI MABOH
N
5,78
R
11
SDN NO.3 DESA NANGA ANSAR
N
5, 65
R
12
SDN NO.6 DUKUH SUNGAI MABOH DESA
N
5,52
R
PADAK Sumber data di atas diperoleh dari Dinas Pendidikan dan olahraga Kecamatan Belitang, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat.
Keterangan: T : Tinggi, S : Sedang, R : Rendah, N: Negeri commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Teknik Pengambilan Sampel Teknik sampling yang digunakan adalah stratified and clustered random sampling. Berdasarkan jumlah nilai ujian nasional tahun 2009, sekolah dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu kelas atas (peringkat 1-4), peringkat sedang (peringkat 5-8) dan kelompok bawah (peringkat 9-12). Dari tiap kelompok tersebut diambil secara acak dua sekolah. Selanjutnya diambil satu kelas secara acak dari masing-masing sekolah terpilih. Secara acak ditentukan satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen I dan satu kelas lagi sebagai kelas eksperimen II. Dari hasil pengundian terpilih enam sekolah yaitu: 1. SDN No.10 Trans SP VI Desa Nanga Angsar kategori tinggi sebagai kelas eksperimen II. 2. SDN No.13 Trans SP XII Setunung kategori tinggi sebagai kelas eksperimen I. 3. SDN No.02 Belitang kategori sedang sebagai kelas eksperimen I 4. SDN No.04 Padak kategori sedang sebagai kelas eksperimen II. 5. SDN No.06 Sungai Maboh kategori rendah sebagai kelas eksperimen I 6. SDN No.07 Trans SP II Sungai Maboh kategori rendah sebagai kelas eksperimen II.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel Penelitian Data-data yang ingin dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data dari variabel-variabel sebagai berikut. a. Variabel Bebas 1) Model pembelajaran a) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman
perancang
pembelajaran
dan
pembelajar
dalam
melaksanakan aktivitas pembelajaran. b) Indikator yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada kelas eksperimen I dan pembelajaran kooperatif tipe STAD pada kelas eksperimen II. c) Skala pengukuran mengunakan skala nominal. d) Symbol: V
2) Motivasi berprestasi siswa a) Motivasi berprestasi adalah dorongan dalam diri siswa untuk mencapai prestasi setinggi mungkin demi penghargaan pada diri sendiri dengan berkompetensi dengan siswa lain atau melebihi apa yang telah diraih sebelumnya.
commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Indikator yang digunakan adalah skor angket motivasi berprestasi. Skala pengukuran mengunakan skala interval yang diubah ke dalam skala ordinal yang terdiri dari tiga kategori. · Rendah jika skor angket
≤ skor angket ≤ V +
· Tinggi jika skor angket >V +
.
.
Dengan V adalah rata-rata dan s adalah simpangan baku.
c) Symbol: V b. Variable terikat
1) Prestasi belajar matematika adalah nilai tes hasil belajar siswa kelas IV Semester I pada pokok bahasan bilangan. 2) Indikator yang digunakan adalah skor tes prestasi belajar matematika. 3) Skala pengukuran mengunakan skala interval. 4) Symbol: Y 2. Metode ngumpulan Data Pengumpulan data kuantitatif dalam penelitian ini mengunakan teknik tes, angket, dan dokumentasi. a. Tes Dalam teknik ini digunakan butir-butir soal untuk mengumpulkan data mengenai prestasi belajar matematika. Soal tes yang digunakan berbentuk pilihan ganda. Setiap butir soal mempunyai empat alternatif jawaban. Jawaban commityang to user yang benar diberi skor 1 dan jawaban salah memperoleh skor 0.
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Angket Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai motivasi berprestasi. Jenis angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis angket langsung, tertutup dan berbentuk rating scale yang mengunakan skala Likert dengan item pernyataan yang mempunyai lima alternatif jawaban. Pernyataan dalam angket terdiri dari item positif dan negatif. Pemberian skor untuk butir positif adalah jika menjawab SS diberi skor 5, S diberi skor 4, R diberi skor 3, TS diberi skor 2 dan STS diberi skor 1 serta tidak menjawab diberi skor 0, sedang untuk butir negatif berlaku sebaliknya. c. Dokumentasi Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data yang lengkap, cepat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. Data yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi adalah nilai ulangan umum semester II tahun ajaran 2009/2010 yang digunakan untuk menguji keseimbangan rata-rata kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. 3. Analisis Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes dalam bentuk tes obyektif dengan empat alternatif jawaban untuk memperoleh data tentang prestasi belajar matematika dan angket motivasi berprestasi untuk memperoleh data tentang motivasi berprestasi yang dimiliki siswa.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Tahap Penyusunan Instrumen 1) Menyususn kisi-kisi instrumen yaitu kisi-kisi pada materi pokok bahasan bilangan untuk instrumen tes dan kisi-kisi motivasi berprestasi untuk instrumen angket motivasi berprestasi. 2) Menyusun butir-butir soal instrumen tes yang berupa tes obyektif dengan empat alternatif jawaban dan butir-butir soal motivasi berprestasi dengan lima alternatif jawaban. b. Tahap Uji Coba Instrumen Sebelum dikenakan pada sampel penelitian, instrumen yang telah disusun diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah instrumen tes yang telah disusun memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik. Syarat-syarat tersebut antara lain sebagai berikut. 1) Instrumen Tes a) Analisis Instrumen (1) Uji Validitas Isi Validitas instrumen tes dalam penelitian ini mengunakan validitas isi. Dengan demikian, instrumen tes dikatakan valid apabila
telah
merupakan
sampel
yang
representatif
keseluruhan isi dari hal yang hendak diukur.
dari
Validitas isi
instrumen tes dapat diketahui melalui penilaian yang dilakukan oleh pakar dibidangnya (experts judgment). Subject matter experts akan melihat apakah kisi-kisi yang telah disusun oleh pengembang tes telah mewakili substansi yang akan diukur. Selanjutnya commit to user
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dilakukan relevance ratings, yaitu penilaian terhadap relevansi atau kesesuaian antara masing-masing butir tes dengan klasifikasi kisikisi yang telah ditentukan. Empat langkah yang bisa dilakukan dalam menentukan validitas isi antara lain: 1) Mendefinisikan domain kerja yang akan diukur, dapat berupa tujuan pembelajaran yang dikembangkan melalui kisi-kisi. 2) Membentuk panel-panel yang qualified dalam domain-domain tersebut. 3) Menyediakan kerangka struktur untuk proses pencocokan butirbutir soal dengan domain performance yang terkait. 4) Menganalisa dan menarik kesimpulan data yang diperoleh dari proses pencocokan. (Budiyono, 2003:60) Butir soal tes dinyatakan valid menurut validitas isi jika telah memenuhi semua kriteria yang tersedia dalam lembar telaah validitas yang mencakup materi, konstruksi dan bahasa. (2) Uji Reliabilitas Instrumen dikatakan reliabel berarti dapat memberikan hasil yang relatif sama pada saat dilakukan pengukuran lagi pada responden yang sama pada waktu yang berlainan. Reliabel tes hasil belajar diuji dengan rumus KR-20 yaitu: 11 =
−1
commit to user
2
−∑ 2
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan:
r11
: indeks reliabilitas instrumen
pi
: proporsi cacah subyek yang menjawab benar pada butir
qi
: 1– pi, i:1,2,....n
n
: banyaknya butir instrumen
ke-i
st 2
: variansi total (Budiyono, 2003: 69)
Dalam penelitian ini instrumen dikatakan reliabel jika r11 ≥ 0.70.
b) Analisis Butir Soal
(1) Daya Pembeda Sebuah instrumen terdiri dari sejumlah butir-butir instrumen. Kesemua butir tersebut harus mengukur hal yang sama dan menunjukkan kecenderungan yang sama pula. Ini berarti harus ada korelasi positif antara skor masing butir-butir tersebut dengan skor totalnya. Biasanya untuk menghitung daya pembeda butir ke-i, rumus yang digunakan adalah rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson berikut. = dengan:
rxy n
∑V − ∑V ∑
∑ V2 − ∑ V
2
∑
2
− ∑
2
: indeks daya pembeda untuk butir ke-i : banyaknyacommit subyektoyang userdikenai tes (instrumen)
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
X
: skor butir ke-i (dari subjek uji coba)
Y
: skor total (dari subjek uji coba)
Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jika rxy ³ 0.3
(Budiyono, 2003: 65)
Dalam penelitian ini jika indeks daya pembeda untuk butir ke-i kurang dari 0.3 maka butir tersebut harus dibuang. (2) Tingkat Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang mempunyai tingkat kesukaran yang memadai, artinya tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Untuk menghitung tingkat kesukaran setiap butir soal digunakan rumus sebagai berikut.
dengan:
P
JB JS
P
= indeks kesukaran
JS
= banyaknya seluruh subjek.
JB
= banyaknya subjek yang menjawab benar
Butir soal yang digunakan untuk menghimpun data penelitian ini mempunyai interval tingkat kesukaran 0,3 ≤ P ≤ 0,7.
2) Instrumen Angket motivasi berprestasi
Angket tipe kecerdasan majemuk digunakan untuk mengetahui motivasi berprestasi yang dimiliki siswa. Angket motivasi berprestasi dikatakan baik jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Analisis Instrumen (1) Uji Validitas Isi Supaya angket motivasi berprestasi mempunyai validitas isi, maka harus diperhatikan syarat-syarat sebagai berikut. (a) Butir-butir angket sudah sesuai dengan kisi-kisi angket. (b) Kesesuain kalimat dengan Ejaan Yang Disempurnakan. (c) Kalimat pada butir-butir angket mudah dipahami siswa sebagai responden. (d) Ketetapan dan kejelasan perumusan petunjuk pengisian angket. Untuk menilai apakah instrumen angket motivasi berprestasi tersebut mempunyai validitas isi, penilaian ini dilakukan oleh para pakar atau validator (experts judgment) dan semua kriteria disetujui. Jika ada salah satu yang tidak disetujui maka instrumen tersebut belum valid, artinya butir yang tidak disetujui tersebut harus direvisi atau dibuang. (2) Uji Reliabilitas Dalam penelitian ini untuk uji reliabilitas digunakan rumus Alpha, sebab skor butir angket bukan 0 dan 1. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharsimi Arikunto (2002: 192) yang menyatakan bahwa, “Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya angket atau soal bentuk uraian”. Adapun rumus Alpha yang dimaksud adalah sebagai berikut. ∑ s2i n 1– 2 n–1 st commit to user
r11 =
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan:
r11
= indeks reliabilitas instrumen
si2
= variansi butir ke-i, i = 1,2,...,n
n
= banyaknya butir instrumen
st2
= variansi skor total yang diperoleh subyek uji coba (Budiyono, 2003: 72) Interpretasi indeks reliabilitas instrumen angket sama dengan
interpretasi indeks reliabilitas instrumen tes, instrumen angket dikatakan reliabel jika indeks reliabilitasnya lebih dari 0.7 atau r11 Ģ 0.7.
b) Analisis Butir Instrumen (1) Konsistensi Internal
Untuk mengetahui konsistensi internal butir soal angket digunakan rumus korelasi produk momen Karl Pearson sebagai berikut.
rxy = dengan:
n ∑ XY– ∑ X ∑ Y
n ∑ X2 – ∑ X
2
n ∑ Y2– ∑ Y
rxy
: indeks konsistensi internal untuk butir ke-i
X
: skor butir ke-i (dari subjek uji coba)
2
n
: banyaknya subyek yang dikenai tes (instrumen)
Y
: skor total (dari subjek uji coba)
Butir soal disebut mempunyai daya pembeda baik jika rxy ³ 0.3
(Budiyono, 2003: 65)
commit to user
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam penelitian ini jika indeks konsistensi internal untuk butir ke-i kurang dari 0.3 maka butir tersebut harus dibuang. c. Tahap Penetapan Instrumen Butir-butir instrumen yang memenuhi syarat-syarat instrumen yang baik ditetapkan sebagai instrumen penelitian. Sedangkan yang tidak memenuhi syarat, tidak digunakan. E. Teknik Analisis Data 1. Uji Keseimbangan Uji keseimbangan digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian ini memiliki kemampuan awal yang sama. Data yang digunakan untuk menguji keseimbangan diambil dari dokumentasi nilai ujian semester 2 kelas IV SDN dalam wilayah kecamatan belitang tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran matematika yang terdiri dari kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II. Di dalam uji keseimbangan membutuhkan asumsi normalitas dan homogenitas. Karena itu dalam bagian ini akan dituliskan masing-masing uji prasyarat analisis yang dibutuhkan untuk uji t, yaitu: a. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur. 1) Hipotesis H : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal commit to user
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Taraf Signifikansi α = 0.05 3) Statistik Uji = max |
−
zi =
dengan: =
≤
untuk ~
Xi – X s
0,1
S zi = proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi Xi
= skor responden
4) Daerah Kritik DK L L Ģ Lα;n ; n adalah ukuran sampel 5) Keputusan Uji
H diterima jika Lhitung tidak terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. (Budiyono, 2009: 170) b. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur sebagai berikut. 1) Hipotesis H : σ21 = σ22 (populasi-populasi homogen) H1 : σ21 ≠ σ22 (populasi-populasi tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi α = 0.05 commit to user
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Statistik Uji 2
dengan:
=
2,303
( log ) −
log
2
)
χ2 ∼ χ2 k – 1 k
= banyaknya sampel
nj
= banyaknya niai (ukuran) sampel ke-j
f
= N – k = ∑kj=1 fj = derajat kebebasan untuk RKG
N
= banyaknya seluruh nilai (ukuran)
fj
= nj – 1 = derajat kebebasan untuk sj2 ; j = 1, 2, 3, …, k
RKG SSj =
∑ SSj ∑ fj
Xj2 –
;
∑ Xj
nj
2
nj – 1
sj2
SSj fj
; c 1: 3
1 k–1
1
∑ – f j
1 f
4) Daerah Kritik DK χ2 | χ2 Ģ χ2α,k–1 5) Keputusan uji
H diterima jika χ2 hitung tidak terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan Populasi-populasi homogen. (Budiyono, 2009: 174)
commit to user
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jika populasi normal dan variansi populasi homogen maka menggunakan uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Hipotesis H : µ1 = µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama) H : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal berbeda) 2) Taraf Signifikansi α = 0.05 3) Statistik uji yang digunakan:
=
V − V 1
+
1
~
+
− 2 untuk
=
− 1
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka d = 0)
dengan:
X1 : mean dari sampel kelompok eksperimen I
X2 : mean dari sampel kelompok eksperimen II : variansi dari kelompok eksperimen I : variansi dari kelompok eksperimen II n1 : ukuran kelompok eksperimen I n2 : ukuran kelompok eksperimen II 4) Daerah kritik DK = t | t < – tα⁄2; 5) Keputusan uji
n1 + n2 –2
atau t > tα⁄2;
a. H diterima jika thitung tidakcommit terletaktodiuser daerah kritik
n1 +n2 –2
+
+
− 1 − 2
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. H ditolak jika thitung terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan a. Kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama jika H diterima. b. Kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal berbeda jika H ditolak. (Budiyono, 2009: 151) Jika populasi normal dan variansi populasi tidak homogen maka menggunakan uji t dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Hipotesis H : µ1 = µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama) H : µ1 ≠ µ2 (kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal berbeda) 2) Taraf Signifikansi α = 0.05 3) Statistik uji yang digunakan:
=
V − V +
~
untuk
(karena selisih rata-rata tidak dibicarakan maka dengan: X1 : mean dari sampel kelompok eksperimen I commit to user
=
+ − 1+
= 0)
− 1
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
X2 : mean dari sampel kelompok eksperimen II s s
: variansi dari kelompok eksperimen I : variansi dari kelompok eksperimen II
n1 : ukuran kelompok eksperimen I n2 : ukuran kelompok eksperimen II 4) Daerah kritik DK = t | t < –
,
atau t >
,
5) Keputusan uji
a. H diterima jika thitung tidak terletak di daerah kritik b. H ditolak jika thitung terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan a. Kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal sama jika H diterima. b. Kedua kelompok berasal dari populasi yang memiliki kemampuan awal berbeda jika H ditolak. (Budiyono, 2009: 151) 2. Uji Prasyarat Analisis Uji prasyarat yang dipakai dalam penelitian ini adalah uji normalitas dan uji homogenitas. a. Uji Normalitas Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak. Untuk menguji normalitas ini digunakan metode Lilliefors dengan prosedur:
commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Hipotesis H0 : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1 : Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal 2) Taraf Signifikansi α = 0.05 3) Statistik Uji = max |
−
|
zi =
dengan: =
≤
untuk ~
Xi – X s
0,1
S zi = proporsi cacah Z ≤ zi terhadap seluruh cacah zi Xi
= skor responden
4) Daerah Kritik DK = L | L > Lα;n ; n adalah ukuran sampel 5) Keputusan Uji
H ditolak jika Lhitung terletak di daerah kritik 6) Kesimpulan a. Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H diterima. b. Sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal jika H ditolak. (Budiyono, 2009: 170) b. Uji Homogenitas Variansi Populasi Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah populasi penelitian mempunyai variansi yang sama atau tidak. Untuk menguji homogenitas ini digunakan commit to user
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
metode Bartlett dengan statistik uji Chi kuadrat dengan prosedur sebagai berikut. 1) Hipotesis H : σ21 = σ22 (populasi-populasi homogen) H1 : σ21 ≠ σ22 (populasi-populasi tidak homogen) 2) Taraf Signifikansi α = 0.05 3) Statistik Uji 2
dengan:
=
2,303
( log ) −
log
2
)
χ2 ∼ χ2 k – 1 k
= banyaknya sampel
N
= banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj
= banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j
fj
= nj – 1 = derajat kebebasan untuk s2j ; j = 1, 2, 3, …, k = N – k = ∑kj=1 fj = derajat kebebasan untuk RKG
f
RKG SSj =
∑ SSj ∑ fj Xj2
–
∑ Xj
nj
2
; Sj2
nj – 1
sj2
SSj fj
; c 1 : 3
4) Daerah Kritik DK χ2 | χ2 Ģ χ2α,k–1 5) Keputusan uji
H ditolak jika χ2 hitung terletak di daerah kritik commit to user
1 k–1
1
∑ – f j
1 f
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Kesimpulan a. Populasi-populasi homogen jika H diterima b. Populasi-populasi tidak homogen jika H ditolak (Budiyono, 2009: 174) 3. Pengujian Hipotesis Untuk pengujian hipotesis digunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, dengan model data sebagai berikut: Xijk = µ + αi + βj + αβ
ij
+ εijk
dengan : Xijk
: data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j
µ
: rataan dari seluruh data (rataan besar, grand mean)
αi
: efek baris ke-i pada variabel terikat
βj
: efek kolom ke-j pada variabel terikat
αβ εijk
ij
: kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j pada variabel terikat : deviasi data Xijk terhadap rataan populasinya µij yang berdistribusi normal dengan rataan 0 (disebut rataan galat atau eror)
i : 1,2; 1 : model pembelajaran kooperatif tipe NHT 2 : model pembelajaran kooperatif tipe STAD j : 1,2,3; 1 : Motivasi berprestasi tinggi 2 : motivasi berprestasi sedang commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3 : motivasi berprestasi rendah k : 1,2,...., nij ; nij : cacah data amatan pada setiap sel ij Tabel 3.2 Tata Letak Data Motivasi berprestasi (B)
Model Pembelajaran Kooperatif (A)
Tinggi (b1)
Sedang (b2)
Rendah (b3)
NHT (a1)
ab11
ab12
ab13
STAD (a2)
ab21
ab22
ab23
Sel abij memuat : Xij1 ;Xij2 ;…; Xijnij nij : cacah observasi pada sel abij
b1 : motivasi tinggi
a1 : pembelajaran kooperatif tipe NHT
b2 : motivasi sedang
a2 : pembelajaran kooperatif tipe STAD
b3 : motivasi rendah
Prosedur dalam pengujian dengan menggunakan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama, yaitu: a. Hipotesis 1) H0A : αi = 0, untuk setiap i (tidak ada perbedaan efek antara baris terhadap variabel terikat) dengan i = 1,2 H1A : αi ≠ 0, paling sedikit ada satu αi yang tidak nol (ada perbedaan efek antar baris terhadap variabel terikat) 2) H0B : βj = 0, untuk setiap j (tidak ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) j = 1,2,3 H1B : βj ≠ 0, paling sedikit ada satu βj yang tidak nol (ada perbedaan efek antar kolom terhadap variabel terikat) commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) H0AB : αβ
ij
= 0, untuk setiap pasang (i,j) (tidak terdapat interaksi baris dan
kolom terhadap variabel terikat) H1AB : αβ
ij
≠ 0, paling sedikit ada satu αβ
ij
yang tidak nol (terdapat
interaksi baris dan kolom terhadap variabel terikat) b. Taraf Siginifikansi α = 0.05 c. Komputasi Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama didefinisikan notasi-notasi sebagai berikut: nij = ukuran sel ij ( sel pada baris ke-i dan kolom ke-j ) = cacah data amatan pada sel ij = frekuensi sel ij nh = rataan harmonik frekuensi seluruh sel
nh N ABij
i,j
pq 1 ∑i,j nij
SSij =
nij
k
2 Xijk
–
: rataan pada sel ij
N
: cacah seluruh data amatan
SSij
: jumlah kuadrat deviasi data amatan pada sel ij
Ai = ∑j ABij : jumlah rataan pada baris ke-i
Bj = ∑i ABij : jumlah rataan pada kolom ke-j G = ∑i,j ABij : jumlah rataan semua sel
commit to user
∑k Xijk
nij
2
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk memudahkan perhitungan, didefinisikan besar-besaran (1),(2),(3),(4),(5), sebagai berikut: G2
3 ∑i
1 pq
2 ∑ij SSij
4 ∑j
A2i q
5 ∑i,j ABij2
Bj2 p
Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama terdapat lima jumlah kuadrat, yaitu: Ė =
3 − 1
ú =
Ėú =
4 − 1
JKG = 2 JKT
1 + 5 − 3 − 4
= JKA + JKB + JKAB + JKG
dengan: JKA
= jumlah kuadrat baris
JKB
= jumlah kuadrat kolom
JKAB = jumlah kuadrat interaksi antara baris dan kolom JKG = Jumlah kuadrat galat JKT
= Jumlah kuadrat total Derajat kebebasan untuk masing-masing jumlah kuadrat tersebut adalah:
dkA = p – 1 dkB = q – 1
dkAB = p – 1 q – 1
dkT = N – 1
dkG = N – pq
Berdasarkan jumlah kuadrat dan derajat kebebasan masing-masing commit to user diperoleh rataan kuadrat berikut:
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ė =
ú =
Ė Ė
Ėú =
ú ú
) =
d. Statistik Uji
RKA RKG RKAB Fab = RKG
Ėú Ėú
) )
RKB RKG
Fb =
Fa =
e. Daerah Kritik 1. Daerah kritik Fa adalah DK a F | F Ģ Fα;p
1,N pq
2. Daerah kritik Fb adalah DK b F | F Ģ Fα;q
3. Daerah kritik Fab adalah DK ab F | F Ģ Fα; p
1,N pq
f. Keputusan Uji
1
q 1 ,N pq
H0 ditolak jika Fhitung terletak di daerah kritik g. Rangkuman Analisis Variansi Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan dengan Sel Tak Sama Sumber Baris (A) Kolom (B) Interaksi (AB) Galat (G) Total
JK
JKA JKB
JKAB JKG JKT
dk
p –1 q –1
p –1
RK
Fhitung
RKB
Fb
RKA q – 1)
N – pq N–1
commit to user
Fa
Ftabel 齨
, ,
, ,
RKAB
Fab
, ,
-
-
-
RKG
-
-
( Budiyono, 2009: 229)
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Uji Komparasi Ganda Apabila H0 ditolak maka perlu dilakukan uji lanjut pasaca anava. Metode yang digunakan untuk uji lanjut pasca anava adalah metode Scheffe’. Uji lanjut pasca anava hanya dilakukan pada variabel bebas yang memiliki lebih dari dua kategori, sedangkan untuk variabel bebas yang hanya memiliki dua kategori tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava, kesimpulan dapat ditunjukkan melalui rataan marginal. Selain itu, jika interaksi pada variabel bebas tidak ada, maka tidak perlu dilakukan uji lanjut antar sel pada kolom atau baris yang sama, kesimpulan
perbandingan
rataan
antar
sel
mengacu
pada
kesimpulan
perbandingan rataan marginalnya. Langkah-langkah uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’ adalah sebagai berikut. a. Mengidentifikasikan semua pasangan komparasi rataan yang ada. b. Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut. c. Menentukan taraf signifikansi α = 0.05 d. Mencari nilai statistik uji F dengan rumus sebagai berikut. 1) Komparasi rataan antar baris Karena dalam penelitian ini hanya terdapat 2 variabel model pembelajaran kooperatif maka jika H0A ditolak tidak perlu dilakukan komparasi pasca anava antar baris. Untuk mengetahui model pembelajaran kooperatif manakah yang lebih baik cukup dengan membandingkan besarnya rataan marginal dari masing-masing model pembelajaran kooperatif. Jika rataan marginal untuk model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih besar dari rataan marginal untuk model pembelajaran commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kooperatif tipe STAD berarti model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikatakan lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD atau sebaliknya. 2) Komparasi rataan antar kolom Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar kolom sebagai berikut.
. −.
=
dengan:
2
V. − V. 1 1 ) + .
.
F.i-.j = nilai Fhitung pada pembandingan kolom ke-i dan kolom ke-j X.i
= rataan pada kolom ke- i
X.j
= rataan pada kolom ke- j
RKG = rataan kuadrat galat, yang diperoleh dari perhitungan analisis variansi
n.i
= ukuran sampel kolom ke-i
n.j
= ukuran sampel kolom ke-j
daerah kritik untuk uji t ialah:
DK F | F Ģ q – 1 Fα;q–1, N–pq
3) Komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada kolom yang sama adalah sebagai berikut.
−
=
2
V −V 1 1 ) +
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan:
Fij-kj
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan
X ij
= rataan pada sel ij
RKG
= rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis
pada sel kj
X kj
= rataan pada sel kj
nij
variansi = ukuran sel ij
nkj
= ukuran sel kj
Daerah kritik untuk uji itu ialah:
DK F F Ģ pq – 1 Fα;pq–1, N–pq
4) Komparasi rataan antar sel pada baris yang sama Uji Sceffe’ untuk komparasi rataan antar sel pada baris yang sama adalah sebagai berikut.
−
dengan: Fij-ik
=
2
V −V 1 1 ) +
= nilai Fobs pada pembandingan rataan pada sel ij dan rataan pada sel kj
X ij
= rataan pada sel ij
RKG
= rataan kuadrat galat yang diperoleh dari perhitungan analisis commit to user
X ik
= rataan pada sel ik
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
variansi
nij
nik
= ukuran sel ij = ukuran sel ik
Daerah kritik untuk uji itu ialah:
DK F F Ģ pq – 1 Fα;pq–1, N–pq
e. Menentukan keputusan uji untuk masing komparasi ganda. f. Menentukan kesimpulan dari keputusan uji yang sudah ada. (Budiyono, 2009: 215-217)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pada bab IV ini dipaparkan hasil uji coba dan penelitian yang telah dilaksanakan pada pertengahan bulan Agustus sampai bulan Oktober 2010 di SDN No.10 SP VI Nanga Ansar, SDN No.13 SP XII Setuntung, SDN No.02 Belitang, SDN No.04 Padak, SDN No.07 SP II Sungai Maboh, SDN No.06 Sungai Maboh, dimana pada setiap sekolah diambil 1 kelas sebagai kelas eksperimen I atau eksperimen II. Uji coba dilaksanakan di SDN No.01 Belitang pada kelas IV. Adapun hasil penelitian ini adalah deskripsi data, pengujian persyaratan analisis, pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian. A. Deskripsi Data Data dalam penelitian ini meliputi data hasil uji coba instrumen, data prestasi belajar matematika, dan motivasi berprestasi. Berikut ini diberikan uraian tentang data-data tersebut: 1. Data Hasil Uji Coba Instrumen Instrumen yang diujicobakan dalam penelitian ini berupa angket untuk mengungkapkan data mengenai motivasi berprestasi siswa dan tes prestasi belajar matematika siswa pada pokok bahasan Bilangan. a. Hasil Uji Coba Tes Prestasi Belajar 1) Analisis Instrumen a) Uji Validitas isi Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Banyak butir yang diuji cobakan 25 butir dikenakan pada 25 responden pada siswa yang setara dengan kelas yang dipakai untuk commit to user
73
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian. Setelah dilakukan validitas oleh validator maka semua butir soal digunakan untuk penelitian guna mengetahui data tentang prestasi belajar matematika siswa. Data selengkapnya tentang validitas butir soal tes prestasi belajar siswa terdapat pada Lampiran 4. b) Uji Reliabilitas Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Pada uji realibilitas instrumen tes prestasi belajar ini mengunakan rumus KR-20 atau Kuder Richardson. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh indeks realibilitas tes yaitu 0,7092, sehingga dapat disimpulkan bahwa tes reliabel. Data selengkapnya tentang perhitungan reliabilitas uji coba tes terdapat pada Lampiran 7 . 2) Analisis butir soal a) Daya Pembeda Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Adapun perhitungan daya pembeda instrumen tes prestasi belajar mengunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Setelah dilakukan perhitungan ternyata dari 25 butir soal yang diuji cobakan ada 5 butir soal yang tidak dapat digunakan sebagai instrumen penelitian karena daya beda < 0,3. Butir soal yang gugur itu adalah soal no 6, 15, 19, 23, 24 data selengkapnya tentang perhitungan daya beda uji coba tes terdapat pada Lampiran 7. b) Tingkat Kesukaran Instrumen Tes Prestasi Belajar Matematika Setelah dilakukan perhitungan tingkat kesukaran tes, dapat diketahui bahwa 3 butir soal yang tidak baik, yaitu soal nomor 15, 23, commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
75 digilib.uns.ac.id
24. Data selengkapnya tentang perhitungan tingkat kesukaran uji coba tes terdapat pada Lampiran 7. Dari uji validitas isi, uji reliabilitas, daya pembeda dan tingkat kesukaran serta pertimbangan bahwa pada setiap indikator mempunyai beberapa soal yang sama dan agar memudahkan dalam penentuan skor tiap butir soal maka diputuskan butir soal yang digunakan dalam penelitian sebanyak 20 soal, sedangkan yang tidak digunakan dalam penelitian sebanyak 5 butir soal, yaitu butir soal nomor 6, 15, 19, 23, 24. b. Data Uji Coba Angket Motivasi Berprestasi Matematika 1) Analisis instrumen a) Uji Validitas Angket Motivasi Berprestasi Matematika Butir angket motivasi berprestasi matematika siswa diuji cobakan pada kelas yang digunakan untuk uji tes belajar matematika. Adapun jumlah butir angket yang diuji cobakan sebanyak 40 butir. Setelah dilakukan uji validitas isi oleh validator maka semua butir angket digunakan untuk penelitian guna mengetahui data tentang motivasi belajar matematika siswa. Data selengkapnya mengenai validitas angket motivasi belajar siswa terdapat pada Lampiran 9. b) Uji Konsistensi Internal Adapun perhitungan uji konsistensi internal angket mengunakan rumus korelasi produk momen dari Karl Pearson. Setelah dilakukan perhitungan ternyata dari 40 butir soal yang diuji cobakan diketahui ada 10 butir angket yang tidak dapat digunakan sebagai instrumen commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penelitian karena konsistensi internalnya < 0,30. Butir soal yang gugur adalah soal nomor 1, 3, 4, 15, 22, 26, 29, 33, 37, 40. Data selengkapnya tentang perhitungan konsistensi internal uji coba angket terdapat pada Lampiran 12. 2) Analisis butir soal a) Uji Reliabilitas Untuk menghitung uji reliabilitas uji coba angket mengunakan rumus Alpha dari Cronbach, dari hasil perhitungan diperoleh 0,8159514 sehingga indeks reliabilitas butir angket motivasi berprestasi siswa dapat dikategorikan
tinggi.
Data
selengkapnya
mengenai
perhitungan
konsistensi internal uji coba angket terdapat pada Lampiran 12. Dengan memperhatikan hasil uji validitas isi, uji konsistensi internal, uji realibilitas dan setiap indikator sudah terwakili maka butir angket yang digunakan sebanyak 30 butir angket, sedangkan yang tidak digunakan dalam penelitian sebanyak 10 butir angket, yaitu butir angket nomor 1, 3, 4, 15, 22, 26, 29, 33, 37, 40. 2. Data Prestasi Belajar Matematika Siswa Data prestasi belajar siswa untuk kelompok eksperimen I maupun eksperimen II dapat dilihat pada Lampiran 17 dan 18. Berdasarkan data penelitian yang dikumpulkan diketahui bahwa skor tertinggi kelompok eksperimen I adalah 10 dan nilai terendah adalah 3 sedangkan untuk kelompok eksperimen II, nilai tertinggi 9 dan terendah 3. commit to user
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.1 Diskripsi Data Prestasi Belajar Siswa Kelas
Ukuran Tendensi Sentral ²
Mo
Me
Ukuran Penyebaran Data Min
Maks
S
Eksperimen I
6,2381
6,5
6,5
3
10
1,8077
Eksperimen II
6,0200
6
6
3
9
1,4153
3. Data Motivasi Siswa Data tentang motivasi berprestasi siswa dapat diperoleh dari angket tentang motivasi berprestasi siswa khususnya mata pelajaran matematika yang diberikan kepada siswa kelas IV pada masing-masing kelompok eksperimen I dan eksperimen II pada enam sekolah yang digunakan untuk penelitian. Setelah angket
disebarkan
dan
dihitung
skornya
selanjutnya
data
tersebut
dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu tinggi, sedang dan rendah. Tabel 4.2 Diskripsi Data motivasi berprestasi Siswa Kelas
Ukuran Tendensi Sentral ²
Mo
Me
Ukuran Penyebaran Data Min Maks
S
Motivasi tinggi
6,7768
6
6,5
3
9,5
1,6402
Motivasi sedang
6,1984
6,5
6,5
3
10
1,5594
Motivasi rendah
5,1905
5
5
3
8
1,2781
commit to user
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.3 Data Motivasi Berprestasi Siswa No
Motivasi Belajar
Jumlah Siswa
Jumlah
Eksperimen 1
Eksperimen 2
1
Tinggi
35
21
56
2
Sedang
26
35
61
3
Rendah
23
19
42
Jumlah
84
75
159
Data motivasi berprestasi siswa selengkapnya dapat dilihat di Lampiran 18 dan 19 B. Hasil Analisis Data 1.
Uji Prasyarat uji keseimbangan Sebelum eksperimen dilakukan harus dilakukan uji keseimbangan antara kelompok eksperimen I dan kelompok eksperimen II. Uji keseimbangan dilakukan dengan uji t dengan menggunakan nilai kelas III semester 2. Sebelum uji t, dilakukan uji prasyarat bagi t, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. a.
Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Ada 2 uji normalitas dengan mengunakan uji Lilliefors yang dilakukan yaitu: a) Uji normalitas pada data yang terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads commitTogether to user (NHT)
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Uji normalitas pada data yang terkait dengan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divison (STAD). Hasil uji normalitas disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.4 Hasil Uji Normalitas Prasyarat Uji Keseimbangan Populasi
N
NHT
84
0,0437
0,0967
STAD
75
0,0548
0,1023
)
Keputusan
6 4
0 diterima 0 diterima
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sampel penelitian berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14 dan 15. b. Uji Homogenitas Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel penelitian 2
mempunyai variansi sama. Dari perhitungan diperoleh dan . =
|
χ2 tabel = 3,8410. > 3,841 ;
Dengan
daerah
= 3,3938 ∉ . sehingga
perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16. c.
hitung = 3,3938
0 diterima.
kritik
Untuk
Uji Keseimbangan Dari hasil uji keseimbangan dengan uji t dengan taraf signifikan 0,05
diperoleh
6ℎ 6 = 0,1210
sedangkan
. = 6|6 < − 1,96 6 6 > 1,96
maka 6ℎ 6 ∉ . sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa kedua
kelompok mempunyai kemampuan yang sama tidak ditolak. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen commit to user
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2 sebelum dilakukan penelitian dalam keadaan seimbang atau kedua kelompok
mempunyai
kemampuan
awal
yang
sama.
Perhitungan
selengkapnya ada pada Lampiran 17. 2.
Prasyarat Uji Anava a. Uji Normalitas prasyarat uji anava Berikut ini adalah tabel Uji normalitas dari prestasi belajar siswa Tabel 4.5 Hasil uji normalitas prestasi belajar matematika L observasi
L tabel
Keputusan uji
Eksperimen I
0,0938
0,0967
diterima
Eksperimen II
0,1002
0,1023
diterima
Motivasi Tinggi
0,1094
0,1184
diterima
Motivasi Sedang
0,0804
0,1133
diterima
Motivasi Rendah
0,1310
0,1367
diterima
Perhitungan selengkapnya terdapat pada Lampiran
20. Berdasarkan
keputusan uji dalam tabel di atas dapat disimpulkan bahwa pengambilan sampel berasal dari populasi berdistribusi normal baik untuk kelompok eksperimen I, kelompok eksperimen II, kelompok motivasi tinggi, kelompok motivasi sedang dan kelompok motivasi rendah. b. Uji Homogenitas prasyarat uji anava Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah sampel-sampel dalam penelitian ini berasal dari populasi yang mempunyai variansi sama atau populasi yang homogen. Perhitungannya mengunakan metode Bartlett. commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil perhitungan untuk model pembelajaran diperoleh . = ÷ | ÷ > 3,8410 ; ÷
= 3,3938 ∉ . maka diketahui bahwa
0
diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang variansinya sama atau populasinya homogen. Data selengkapnya terdapat dalam Lampiran 19. Untuk motivasi berprestasi siswa diperoleh . =
|
> 5,9910 ;
= 2,9000 ∉ .
maka
0
diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal dari populasi yang mempunyai variansi sama. Data selengkapnya terdapat pada Lampiran 21 dan 22. 3.
Hasil uji anava Hasil perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama dan taraf signifikansi 0,05 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan
0,1574
Fobs
0,1024
Fα
3,8400
>0,05
2
32,2317
20,9751
3,0000
<0,05
8,3564
2
4,1782
2,7190
3,0000
>0,05
Galat
235,1101
153
1,5367
-
-
-
Total
308,0872
158 commit to user
-
-
-
Sumber Model
JK
0,1574
dK 1
64,4633
.
P
(A) Motivasi (B) Interaksi (AB)
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas nampak bahwa: a. Pada efek utama A (model pembelajaran), diperoleh harga statistik uji yaitu 0,1024 < 3,8400, maka
6 4
0
<
diterima. Hal ini berati tidak terdapat
perbedaan prestasi belajar siswa antara kelas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan kelas model pembelajaran kooperatif tipe STAD. b. Pada efek utama B (motivasi berprestasi siswa) diperoleh harga statistik uji 4
>
6 4 ,
yaitu 20,9751 > 3,0000, maka
0
ditolak. Hal ini berarti terdapat
perbedaan prestasi belajar matematika siswa antar kelompok motivasi tinggi, sedang dan rendah. c. Pada efek interaksi AB (antara baris dan kolom) diperoleh harga statistik uji 4
<
6 4
yaitu 2,7190 < 3,0000, maka
0
diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi belajar siswa terhadap prestasi belajar matematika. Data tentang perhitungan analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama selengkapnya terdapat dalam Lampiran 23. 4.
Hasil Uji Komparasi Ganda Pada efek utama B (motivasi berprestasi siswa) ada tiga tingkatan yaitu tinggi, sedang dan rendah maka perlu dilakukan uji lanjut pasca anava. Dari hasil pengujian hipotesis kedua tentang motivasi berprestasi siswa diperoleh kesimpulan bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa ditinjau dari motivasi berprestasi siswa yang tinggi, sedang dan rendah. Ini berarti ada perbedaan rerata setiap pasangan kolom. Sehingga untuk mengetahui perbedaan rerata prestasi belajar matematika antara yang mempunyai motivasi tinggi, sedang commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan rendah maka dilakukan uji lanjut pasca anava yaitu dengan uji komparasi ganda dengan metode Scheffe’. Uji komparasi ganda pada pasangan kategori motivasi berprestasi diperoleh hasil sebagai berikut: a. Antara motivasi berprestasi siswa yang tinggi dengan sedang diperoleh . =
sehingga
| >
4
>
− 1
6 4
,
ú;Êú
maka
=
0
| > 6,00
dan
.1− .2
= 6,3569
ditolak. Hal ini berarti dengan taraf
signifikan 0,05 terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan sedang. b. Antar motivasi berprestasi siswa yang tinggi dan rendah diperoleh − 1 0,05;153 =
6 4
maka
| > 6,00 dan
.1− .3
= 39,3014 sehingga
| > 4
>
ditolak. Hal ini berarti dengan taraf signifikan 0,05 terdapat
perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan rendah. c. Antar motivasi berprestasi siswa yang sedang dan rendah diperoleh −1
6 4
0,05;153
maka
=
| > 6,00
dan
.2− .3
= 16,4431 sehingga
| > 4
>
ditolak. Hal ini berarti dengan taraf signifikansi 0,05 terdapat
perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan randah. Data selengkapnya mengenai perhitungan anava dan komparasi ada di Lampiran 24.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan hasil penelitian pada sub bab ini adalah pembahasan hipotesis penelitian yang terdapat pada BAB II dan hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Hipotesis Pertama Dari analisis dua jalan dengan sel tak sama diperoleh 0,1024 < 3,8400, maka
0
<
6 4
yaitu
diterima. Hal ini berati tidak terdapat perbedaan
prestasi belajar siswa antara kelas model pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan kelas model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Jika ditinjau dari rata-rata prestasi belajar siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe NHT memperoleh rata-rata 6,2391 sedangkan yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe STAD memperoleh rata-rata 6,0200. Dengan demikian hipotesis pertama, yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif dibanding pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak terbukti kebenarannya. Hal ini juga tidak sesuai dengan kajian teori yang menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih efektif dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD, hal ini dikarenakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga rasa tanggungjawab setiap siswa akan lebih besar dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang tidak mengunakan penomoran. Adapun faktor yang menyebabkan pembelajarn kooperatif tipe NHT sama dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah: commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Pada
umumnya
kedua
model
sama-sama
merupakan
model
pembelajaran kooperatif yang lebih berpusat pada siswa dengan mengelompokkan siswa secara heterogen yang terdiri dari tiga sampai lima orang sehingga setiap siswa mempunyai tanggung jawab terhadap kelompoknya dan kemampuan awal siswa yang sama atau seimbang pada materi bilangan, karena materi bilangan sudah diajarkan pada kelas tiga. Adapun cara penyelesaian materi bilangan juga sebagian besar sudah diajarkan di kelas 3. Kenyataan bahwa cara-cara yang digunakan untuk menyelesaikan soal bilangan adalah sama menyebabkan adanya keseragaman siswa. Artinya, meskipun siswa diberikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT atau pembelajaran kooperatif tipe STAD mereka mempunyai kemampuan yang sama dalam menyelesaikan soal bilangan. b. Dalam menyelesaikan soal-soal, para siswa pada umumnya melihat contoh soal yang diberikan sebelumnya. Pola berpikir mereka masih mekanistik dan strukturalis. Kenyataan ini mengakibatkan tidak adanya perbedaan
siswa
yang
diberikan
pembelajaran
pembelajaran kooperatif tipe NHT
dengan
model
dengan siswa yang diberikan
pembelajaran kooperatif tipe STAD. 2. Hipotesis Kedua Dari hasil perhitungan anava dua jalan dengan sel tak sama diperoleh 4
>
6 4
yaitu 20,9751 > 3,0000, maka commit to user
0
ditolak. Hal ini berarti terdapat
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perbedaan prestasi belajar matematika siswa antar kelompok motivasi tinggi, sedang dan rendah. maka harus dilanjutkan dengan uji komparasi
Dengan ditolaknya
ganda dengan metode Schefee’. Dari hasil uji komparasi ganda diperoleh 6 4
a.
= 6,00 sehingga
.2− .3
= 16,4431 >
.1− .2
6 4 .
= 6,3569 >
6 4,
.1− .3
= 39,3014 >
Dari hasil ini maka keputusan uji adalah:
6 4 ,
Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan sedang. Dari perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi berprestasi tinggi adalah 6,7768, rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi berprestasi sedang adalah 6,1984. Kesimpulannya adalah prestasi belajar kelompok siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding
kelompok siswa dengan motivasi
berprestasi sedang. b.
Terdapat perbedaan rerata yang signifikan antara siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dan rendah. Dari perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi berprestasi tinggi adalah 6,7768, rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi rendah adalah 5,1905. Kesimpulannya adalah prestasi belajar kelompok siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding kelompok siswa dengan motivasi berprestasi rendah. commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c.
Terdapat perbedaan
rerata yang signifikan antara siswa yang
mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah. Dari perhitungan diperoleh bahwa rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi berprestasi sedang adalah 6,1984, rata-rata nilai tes prestasi siswa kelompok motivasi berprestasi rendah adalah 5,1905. Kesimpulannya adalah prestasi belajar kelompok siswa dengan motivasi berprestasi sedang lebih baik daripada kelompok siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Hal ini berarti sesuai dengan tinjauan pustaka yang menyatakan bahwa motivasi berprestasi dalam rangka belajar di sekolah, merupakan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Dengan demikian, motivasi berprestasi merupakan motivasi tertinggi dalam belajar dan bentuk peningkatan dari motivasi intrinsik. Siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi dalam belajar tidak akan cepat merasa puas dengan apa yang dicapainya. Proses belajarpun dilalui oleh siswa dengan suasana yang menyenangkan karena siswa beraktivitas dengan tinggi baik mental, fisik, sosial maupun emosinya. Sedangkan bagi siswa yang rendah motivasi berprestasinya tidak demikian halnya. Didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Maryono yang menyatakan siswa dengan motivasi belajar tinggi akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan prestasi belajar sedang dan rendah, dan siswa dengan motivasi belajar sedang akan mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan motivasi belajar rendah. commit to user
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Hipotesis Ketiga Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh <
6 4
yaitu 2,7190 < 3,0000, maka
0
diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi siswa pada prestasi belajar matematika, sehingga perbandingan sel antar baris dalam satu kolom maupun perbandingan antar kolom dalam satu baris mengikuti perlakuan yang ada pada induknya yaitu efek utama A (model pembelajaran) maupun efek utama B (motivasi berprestasi siswa) Dengan mengikuti kesimpulan pada hipotesis 1 dan hipotesis 2 maka keputusan uji yang dapat diambil adalah sebagai berikut: a. Prestasi berprestasi kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT b. Prestasi belajar kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT c. Prestasi belajar kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi sedang lebih baik daripada prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT . commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hal ini sesuai dengan kajian teori siswa dengan motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai sifat: tekun, rajin ulet, ingin mendalami materi dan ingin mencapai prestasi yang lebih baik dan pada pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan setiap siswa diberi nomor agar mempunyai sifat tanggungjawab maka siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi akan mempunyai prestasi yang lebih baik daripada anak yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dan rendah. 4. Hipotesis Keempat Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh <
6 4
yaitu 2,7190 < 3,0000, maka
0
diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi siswa pada prestasi belajar matematika, sehingga perbandingan sel antar baris dalam satu kolom maupun perbandingan antar kolom dalam satu baris mengikuti perlakuan yang ada pada induknya yaitu efek utama A (model pembelajaran) maupun efek utma B (motivasi berprestasi siswa) Dengan mengikuti kesimpulan pada hipotesis 1 dan hipotesis 2 maka keputusan uji yang dapat diambil adalah sebagai berikut: a. Prestasi belajar kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi sedang dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Prestasi belajar kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. c. Prestasi belajar kelompok siswa yang mempunyai motivasi berprestasi sedang lebih baik dibanding prestasi belajar siswa yang mempunyai motivasi berprestasi rendah dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wasriah yang menyatakan bahwa dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dengan motivasi belajar tinggi mempunyai prestasi belajar yang lebih baik prestasi belajarnyadibanding dengan siswa dengan motivasi belajar tinggi dan sedang, serta siswa dengan motivasi belajar sedang mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan prestasi belajar rendah. 5. Hipotesis Kelima Dari analisis variansi dua jalan dengan sel tak sama diperoleh 4
<
6 4
yaitu 2,7190 < 3,0000, maka
0
diterima. Hal ini berarti tidak
terdapat interaksi antara model pembelajaran dan motivasi berprestasi siswa pada prestasi belajar matematika, sehingga perbandingan sel antar baris dalam satu kolom maupun perbandingan antar kolom dalam satu baris mengikuti perlakuan yang ada pada induknya yaitu efek utama A (model pembelajaran) maupun efek utama B (motivasi berprestasi siswa) commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dengan mengikuti kesimpulan pada hipotesis 1 dan hipotesis 2 maka keputusan uji yang dapat diambil adalah: pada kelompok siswa yang mempunyai motivasi pembelajaran
berprestasi tinggi dan sedang penggunaan model
kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar sama
baiknya dibandingkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dengan demikian hipotesis kelima yaitu pada kelompok siswa yang mempunyai motivasi
belajar tinggi dan sedang penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar lebih baik dibandingkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD tidak terbukti kebenarannya. Adapun faktor yang menyebabkan pembelajaran kooperatif tipe NHT sama baik dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe STAD telah dipaparkan pada hipotesis pertama, Sedangkan untuk motivasi berprestasi rendah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi belajar sama baik dibandingkan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD terbukti kebenarannya. Hal ini berarti juga tidak sesuai dengan kajian teori yang menyatakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang mempunyai motivasi belajar tinggi dan sedang akan lebih aktif untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya juga akan lebih baik, sedangkan untuk motivasi berprestasi rendah sesuai dengan kajian teori karena model pembelajaran kooperatif tipe NHT mengunakan penomoran sehingga setiap siswa mempunyai tanggungjawab terhadap kelompoknya sehingga siswa yang commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempunyai motivasi berprestasi rendah akan terpengaruh oleh teman yang lain untuk memahami materi sehingga prestasi belajarnya mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD sama baiknya. D. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan pada penelitian ini dapat diungkap sebagai berikut: 1. Data prestasi belajar yang digunakan untuk membahas prestasi belajar matematika bagi siswa yang diberi pengajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD hanya terbatas pada pokok bahasan bilangan untuk penyempurnaan lebih lanjut penelitian ini perlu diujicobakan pada pokok bahasan yang lain. 2. Pada uji keseimbangan peneliti hanya mengambil data dari nilai ujian akhir semester. Sebaiknya, untuk menyempurnakan lebih lanjut pada penelitian ini perlu dikembangkan instrumen tersendiri agar data yang diperoleh untuk mengetahui keseimbangan kemampuan kedua kelompok sebelum eksperimen dilakukan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan landasan teori dan didukung adanya analisis serta mengacu pada perumusan masalah yang diuraikan di depan, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) sama dengan prestasi belajar siswa dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD). 2. Prestasi belajar matematika siswa dengan motivasi berprestasi tinggi lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan
motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar
matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan berprestasi rendah. Siswa dengan
motivasi
motivasi berprestasi tinggi
mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. 3. Pada model pembelajaran kooperatif tipe NHT Prestasi belajar matematika siswa dengan
motivasi berprestasi tinggi lebih baik
dibanding siswa dengan motivasi berprestasi sedang. Siswa dengan motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. commit to user
93
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. 4. Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD Prestasi belajar matematika siswa dengan dibanding siswa dengan
motivasi berprestasi tinggi lebih baik motivasi berprestasi sedang. Siswa denga
motivasi berprestasi sedang mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi mempunyai prestasi belajar matematika yang lebih baik dibanding siswa dengan motivasi berprestasi rendah. 5. Pada siswa dengan motivasi berprestasi tinggi, sedang dan rendah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT memberikan prestasi yang sama baik dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. B. Implikasi 1. Implikasi Teoritis Implikasi teoritis dari kesimpulan penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untuk mengembangkan pembelajaran yang lebih menarik dan inovatif serta untuk memperluas pengetahuan mengenai factor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa, khususnya yang berkaitan dengan pengunaan model-model pembelajaran kooperatif yang tepat untuk dapat diterapkan di kelas. commit to user
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Faktor yang menentukan prestasi belajar siswa salah satunya adalah motivasi siswa. Penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa motivasi siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa sehingga dapat dijadikan pedoman dalam memahami karakteristik siswa khususnya motivasi berprestasi. 2. Implikasi praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan khusus bagi pendidik dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran. Guru dapat memilih model pembelajaran yang lebih efektif dan efisien yang sesuai dengan pokok bahasan pembelajaran kooperatif dengan memperhatikan faktor-faktor
yang
mungkin
ikut
berpengaruh
terhadap
proses
pembelajaran sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa. Misalnya memahami karakteristik siswa yang bermacam-macam. C. Saran Dalam
rangka
turut
mengembangkan
pemikiran
tentang
peningkatan prestasi belajar matematika siswa dan berdasarkan implikasi hasil penelitian di atas maka disarankan: 1. Bagi pemegang kebijakan dalam pendidikan Seorang pemegang kebijakan dalam bidang pendidikan, diharapkan dapat lebih intensif dalam memantau dan mengarahkan unsur-unsur yang terkait dalam bidang pendidikan, terutama para guru sebagai ujung tombak keberhasilan pendidikan. Seorang guru perlu dipacu untuk senantiasa meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan proses pembelajaran, commit to user
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal ini dapat dicapai jika pemegang kebijakan pendidikan sering mengajak guru mengenal lebih luas tentang model pembelajaran yang tepat dan dapat
digunakan
melalui
pelatihan-pelatihan
secara
rutin
dan
berkesinambungan. 2. Bagi siswa: a. Sebaiknya siswa melakukan persiapan belajar lebih baik dalam mengikuti pelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT maupun STAD. b. Sebaiknya siswa selalu aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelajaran. c. Sebaiknya siswa selalu kompak dan bisa bekerja sama serta tidak sungkan bertanya jika ada kesukaran materi. 3. Bagi Guru a. Seorang guru diharapkan dapat meningkatkan pemahamannya tentang model pembelajaran yang semakin berkembang, sehingga guru dapat memilih
model
pembelajaran
yang
tepat
dalam
proses
pembelajarannya. b. Seorang guru hendaknya memperhatikan aspek-aspek yang dapat meningkatkan keberhasilan siswa dalam belajar salah satunya aspek motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa. Ada baiknya seorang guru mengetahui motivasi berprestasi yang dimiliki siswa sebelum pembelajaran sehingga dapat mengoptimalkan kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
commit to user
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Seorang guru hendaknya dapat membuat rencana pelaksanaan pembelajaran dengan baik sebelum pelaksanaan pembelajaran, sehingga pembelajaran yang berlangsung akan lebih terarah dan mencapai tujuan yang ditetapkan. 4. Saran bagi peneliti/calon peneliti Diharapkan dapat mengembangkan hasil penelitian ini dalam lingkup yang lebih luas. Penulis berharap, para peneliti/calon peneliti dapat meneruskan atau mengembangkan penelitian ini untuk variabelvariabel lain yang sejenis atau model pembelajaran yang lebih inovatif, sehingga dapat menambah wawasan dan dapat lebih meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umumnya.
commit to user