ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)
SKRIPSI
PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
RINGKASAN PUSPA HERAWATI. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan NARNI FARMAYANTI). Meningkatnya permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai dengan 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia, 2008) belum dapat dipenuhi oleh petani. Prospek pasar yang tinggi tersebut akan menambah semangat petani termasuk didalamnya adalah para petani yang tergabung dalam Kelompok Petani Jamur Ikhlas (KPJI) untuk terus melakukan usaha budidaya jamur tiram putih. Namun demikian produktivitas yang dihasilkan oleh petani di Komunitas Petani Jamur Ikhlas ini belum maksimal serta keterbatasan modal. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, (2) Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dan (3) Menganalisis efisiensi usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Penelitian dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas (meliputi dua kelompok petani yang terdiri dari enam orang petani jamur tiram putih) di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian di lapang dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan bulan September tahun 2009. Penelitian ini menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya dan pendapatan serta efisiensi. Diketahui bahwa aktivitas usahatani jamur tiram putih kelompok petani meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama pengaturan suhu ruangan dan panen, sedangkan pihak Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) sebagai pihak manajemen yang membeli baglog untuk dirawat oleh kelompok petani dimana hasil akhir produk adalah jamur tiram putih segar dijual ke pedagang. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI yaitu baglog, plastik, nutrisi, ATK, upah pengangkutan baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, listrik, gaji (manajemen, sekretaris dan bendahara), sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan bangunan dan peralatan serta upah petani. Biaya tunai yang dikeluarkan oleh kelompok petani per musim tanan sebesar Rp 69.732.000,00 dan biaya total sebesar Rp71.626.000,00 sedangkan biaya atas biaya tunai yang dikeluarkan oleh pihak KPJI sebesar Rp 75.177.456,00 dan biaya total Rp 76.067.011,30. Penerimaan dari hasil penjualan jamur tiram putih oleh kelompok petani sebesar Rp 114.660.000,00 dan pihak KPJI sebesar Rp 192.582.000,00. Total penerimaan pihak KPJI diperoleh dari hasil penjualan jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani, 20 % dari hasil produksi petani dan pengembalian pinjaman baglog dari petani. Pendapatan usahatani jamur tiram putih per musim untuk kelompok petani sebesar Rp 43.398.000,00 dan Komunitas Petani Jamur Ikhlas Rp 116.514.989,00. Pendapatan petani per musim sebesar Rp 7.233.000,00 atau Rp 1.808.250,00 per orang per bulan.
Berdasarkan analisis usaha jamur tiram putih KPJI, diperoleh nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,63 sedangkan nilai R/C atas biaya total adalah 1,58. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dapat dikatakan efisien dan layak untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C > 1, dengan kata lain kegiatan usahatani jamur tiram putih ini dapat memberikan penerimaan yang lebih besar daripada satu satuan biaya yang dikeluarkan.
ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupeten Bogor)
PUSPA HERAWATI NASUTION H 34076122
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
Judul Skripsi
: Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor).
Nama
: Puspa Herawati Nasution
NRP
: H 34076122
Disetujui, Pembimbing
Ir. Narni Farmayanti M. Sc NIP. 19630228 199003 2 001
Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor)“ adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2010
Puspa Herawati Nasution H 34076122
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Siraisan, Padangsidimpuan, Sumatera Utara pada tanggal 8 November 1985. Penulis adalah anak kelima dari delapan bersaudara dari pasangan Bapak Almr H. Solehuddin Nasution dan Hj. Rosmawan Hasibuan. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Siraisan pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di MTSN Sibuhuan. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 3 Padangsidimpuan diselesaikan pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Diploma III Manajemen Usaha Boga, Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat Dan Bakat) pada tahun 2003. Fakultas Pertanian. Penulis menyelesaikan progran Diploma III pada tahun 2007. Penulis melanjutkan ke Program Sarjana Agribisnis, Departemen Agribinis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007.
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor). Penyajian skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Upaya memberikan yang terbaik telah dilakukan secara optimal dalam penyusunan skripsi ini, namun kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi berbagai pihak yang terkait dan bagi pembaca pada umumnya.
Bogor, Februari 2010
Puspa Herawati Nasution
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1.
Ir. Narni Farmayanti, M. Sc sebagai dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Tintin Sarianti, Sp, MM sebagai dosen evaluator dalam seminar proposal penelitian
yang
telah
memberikan
saran
dan
masukan
dalam
menyempurnakan skripsi ini. 3.
Ir. Dwi Rachmina M. Si sebagai dosen penguji dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.
4.
Etriya, SP, MM sebagai dosen penguji dari Komisi Pendidikan dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.
5.
Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik.
6.
Seluruh staf sekretariat Program Sarjana Agribisnis.
7.
Otto Djuarsa sebagai pembahas dalam seminar skripsi.
8.
Pihak Komunitas Petani Jamur Ikhlas atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan.
9.
Teman-teman
seperjuangan
dan
teman-teman
Ekstensi
Agribisnis
angkatan tiga atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, Februari 2010
Puspa Herawati Nasution
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... x DAFTAR GAMBAR....................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... xii I.
PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang.................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................ 1.4. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
1 5 8 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9 2.1. Karakteristik Jamur Tiram Putih ........................................................ 2.2. Tahapan Usahatani Jamur Tiram Putih............................................... 2.3. Sarana Produksi Jamur Tiram Putih .................................................. 2.4. Kajian Penelitian Terdahulu ..............................................................
9 10 14 18
III. KERANGKA PEMIKIRAN ................................................................. 22 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 3.1.1. Konsep Ekonomi...................................................................... 3.1.1.1 Fungsi Produksi ........................................................... 3.1.2. Pengertian Usahatani ............................................................... 3.1.3. Analisis Usahatani ................................................................... 3.1.3.1. Biaya ........................................................................... 3.1.3.2. Penerimaan.................................................................. 3.1.3.3. Pendapatan .................................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional .....................................................
22 22 22 23 26 26 28 28 31
IV. METODE PENELITIAN ..................................................................... 33 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 4.2. Metode Pengumpulan Data............................................................... 4.3. Metode Pengolahan Data .................................................................. 4.3.1. Analisis Keragaan Usahatani .................................................. 4.3.2. Analisis Usahatani .................................................................. 4.3.2.1. Analisis Pendapatan ................................................... 4.3.2.2. Analisis Efisiensi ....................................................... 4.4. Batasan dan Pengukuran ...................................................................
33 33 33 34 34 34 35 36
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN................................. 38 5.1. Sejarah KPJI ..................................................................................... 5.2. Kegiatan Usaha KPJI ........................................................................ 5.3. Struktur Organisasi ........................................................................... 5.4. Hubungan KPJI dengan Kelompok Petani ....................................... 5.5. Karakteristik Petani di KPJI .............................................................
38 40 40 41 41
VI. ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KPJI .......... 45 6.1. Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih ........................................... 6.1.1. Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI .................................... 6.2. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih ............................................. 6.2.1. Struktur Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI ............ 6.2.2. Penerimaan Usahatani............................................................. 6.2.3. Pendapatan Usahatani ............................................................. 6.2.4. Efisiensi Usahatani .................................................................
45 46 51 51 55 56 58
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 59 7.1. Kesimpulan ....................................................................................... 59 7.2. Saran ................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................... 62
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur Indonesia Tahun 2003 -2007 ...................................................................
2
2. Harga Jamur Unggulan Di Indonesia Tahun 2008 ....................................
3
3. Nilai Gizi Jamur dan Sayuran Dalam 100 Gram Bahan .............................
4
4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Pulau jawa Tahun 2006 ..........................................................................
5
5. Produksi Jamur Tiram Putih di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007 .............................................................
5
6. Kebutuhan Faktor Produksi Dalam Budidaya Jamur Tiram Putih ......................................................................................
12
7. Studi Terdahulu Yang Berkaitan Dengan Penelitian ..................................
21
8. Usia dan Jenis Kelamin Responden di Komunitas Petani Jamur Ikhlas.....................................................................................
42
9. Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Responden di Komunitas Petani Jamur Ikhlas ..............................................................
43
10. Arus Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih Petani dan KPJI........................
52
11. Gaji Pengurus Komunitas Petani Jamur Ikhlas Per Bulan (Rp) ............................................................................................
53
12. Biaya Penyusutan Bangunan dan Peralatan di KPJI...................................
54
13. Penerimaan Usahatani Jamur Tiram Putih Petani dan KPJI per Satu Kali Siklus Produksi (4 Bulan) .....................................................
55
14. Pendapatan Petani dan KPJI per Satu Kali Siklus Produksi (4 bulan) ......................................................................................................
56
15. R/C Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu Kali Produksi (4 bulan) ......................................................................................................
58
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Foto Usahatani Jamur Tiram Putih .............................................................
63
2. Biaya Penyusutan Bangunan dan Peralatan di KPJI...................................
64
3. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu Kali Produksi (4 bulan) ......................................................................................................
65
4. Arus Uang Tunai Petani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu Kali Produksi (4 bulan).......................................................................................
66
5. Arus uang Tunai KPJI Jamur Tiram Putih di KPJI Satu Kali Produksi (4 bulan)................................................................................
67
6. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih Kelompok Petani di KPJI Satu Kali Produksi ......................................................................................
68
7. Kuisioner Penelitian....................................................................................
69
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Kurva Produksi ........................................................................................... 22 2. Kurva Hubungan Biaya Dengan Tingkat Produksi .................................... 27 3. Kerangka Pemikiran Operasional ...............................................................
32
4. Struktur Organisasi Komunitas Petani Jamur Ikhlas .................................. 40
LAMPIRAN
I. 1.1.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Pembangunan pertanian di bidang pangan khususnya hortikultura pada
saat ini ditujukan untuk lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan masyarakat, memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Secara umum, Indonesia sebagai salah satu negara yang beriklim tropis mempunyai potensi yang cukup besar untuk mengembangkan produk-produk pertanian khususnya produk-produk pangan dimana didalamnya terdapat produk hortikultura yaitu buah-buahan dan sayuran. Salah satu jenis produk hortikultura adalah jamur tiram putih yang dapat dikembangkan dan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan memperbaiki keadaan gizi melalui penganekaragaman jenis bahan makanan. Indonesia
merupakan
negara
yang
memiliki
potensi
untuk
mengembangkan produksi jamur. Hal tersebut dikarenakan sumber daya alam yang dimiliki dan dapat dijadikan sebagai bahan produksi jamur. Bahan tersebut tersedia dalam jumlah banyak dan tersedia sepanjang tahun. Sebagai contoh adalah serbuk gergaji yang berasal dari sisa-sisa penggergajian kayu yang menjadi limbah dan belum termanfaatkan. Serbuk gergaji tersebut dapat digunakan sebagai bahan baku bagi media pertumbuhan jamur kayu seperti jamur tiram putih. Jamur dapat memberikan kontribusi yang besar sebagai penyumbang devisa negara. Pemasaran jamur tidak hanya dilakukan untuk pasar domestik melainkan juga pasar luar negeri atau ekspor. Negara tujuan ekspor jamur adalah Asia, Eropa, Amerika Serikat, Australia dan Uni Emirat Arab (Direktorat Jenderal Hortikultura 2006). Perbandingan volume ekspor dan impor jamur di Indonesia pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 1. Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa ekspor jamur lebih tinggi apabila dibandingkan dengan impor jamur. Kondisi tersebut diduga disebabkan oleh meningkatnya konsumsi dunia akan jamur. Konsumsi jamur dunia yang mengalami peningkatan dapat dijadikan sebagai peluang yang dapat dimanfaatkan para petani untuk terus meningkatkan produksinya. Secara tidak langsung hal tersebut akan meningkatkan pendapatan petani dan devisa negara.
Tabel 1. Perbandingan Volume Ekspor dan Impor Jamur Indonesia Tahun 2003 2007 NO Tahun Volume Ekspor Perubahan Volume Impor Perubahan (Kg) (%) (Kg) (%) 1 2003 16.113.207 1.524.872 2 2004 3.333.723 -79,3 194.010 -87,2 3
2005
22.558.977
576,6
2.913.432
1,40
4
2006
18.351.038
-18,6
3.594.073
23,3
5
2007
20.571.404
12,0
3.370.435
-6,22
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura 2008 Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat bahwa perkembangan ekspor dan impor jamur pada tahun 2003 - 2007 sangat berfluktuasi. Perubahan volume ekspor dan impor tertinggi secara berurutan pada tahun 2005 dan 2006, yaitu sebesar 576.7 persen dan 23,3 persen. Tahun 2004 baik ekspor maupun impor jamur mengalami penurunan volume yang sangat drastis, yaitu ekspor sebesar 79,3 persen dan impor 87,2 persen. Penurunan volume jamur yang cukup tinggi disebabkan oleh kegagalan panen dan kondisi perekonomian yang tidak stabil sehingga mempengaruhi ekspor dan impor (Direktorat Jenderal Hortikultura 2007). Minat masyarakat untuk mengkonsumsi jamur terus meningkat dalam tiga tahun terakhir sehingga berpengaruh positif terhadap permintaan jamur. Permintaan jamur terus meningkat, berapapun jumlah jamur yang diproduksi petani selalu habis terserap oleh pasar. Kenaikannya sekitar 20 persen sampai dengan 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008). Pasar jamur masih terpusat di kota-kota besar, mengingat harga jamur yang relatif lebih mahal apabila dibandingkan dengan sayuran lain. Harga jamur dapat dikatakan lebih stabil bila dibandingkan dengan sayuran lainnya, seperti cabai dan bawang merah (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008). Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa jenis jamur terdiri dari jamur merang, jamur tiram, jamur kuping dan jamur shitake. Harga jamur tersebut bervariasi baik dalam bentuk segar maupun olahan. Jamur shitake merupakan jamur yang paling mahal harganya bila dijual dalam bentuk segar. Jamur tiram putih dalam bentuk kering harganya paling mahal. Keterangan lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 2. 2
Tabel 2. Harga Jamur Unggulan di Indonesia Tahun 2008 Jenis Jamur Harga Jamur (Rp/Kg)
Jamur merang
Segar 9.000-10.000
Kering -
Jamur tiram
6.000-8.000
250.000
Jamur kuping
7.000-8.000
21.000-35.000
23.000-35.000
130.000
Jamur shiitake
Keterangan: (-) Tidak ada data Sumber : Masyarakat Agrobisnis Jamur Indonesia (MAJI) 2008
Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) Jamur tiram memiliki beberapa jenis yaitu jamur tiram putih, jamur tiram abu-abu, jamur tiram coklat, dan jamur tiram merah. Jenis yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia adalah jamur tiram putih, selain rasanya yang lebih lezat masyarakat juga lebih menyukai dan mengenal jamur tiram putih dibandingkan dengan jenis jamur tiram yang lain. Jamur tiram putih dapat diproduksi sepanjang tahun dalam areal yang relatif sempit, sehingga merupakan alternatif yang cukup baik dalam rangka memanfaatkan lahan pekarangan. Selain itu, budidaya jamur tiram tidak menggunakan bahan kimia atau pupuk anorganik sehingga tidak merusak lingkungan. Dilihat dari segi teknik budidayanya, jamur tiram dapat dibudidayakan dengan mudah karena Indonesia memiliki potensi wilayah yang menunjang perkembangannya. Jamur tiram putih memiliki kandungan gizi yang baik bagi tubuh. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3 dimana, jamur tiram memiliki kandungan protein yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan jamur dan sayuran lainnya. Kandungan lemak jamur tiram relatif lebih rendah dibandingkan jamur shiitake dan tauge. Kandungan serat paling tinggi adalah jamur kuping. Jamur tiram yang kandungan seratnya cukup tinggi dibandingkan jamur shitake dan jamur merang baik untuk proses pencernaan. Oleh sebab itu mengkonsumsi jamur tiram sangat baik untuk kesehatan, karena kandungan gizinya memiliki kandungan protein tinggi, kadar lemak cukup rendah serta kandungan serat cukup tinggi.
3
Tabel 3. Nilai Gizi Jamur dan Sayuran dalam 100 gram Bahan Protein Lemak KH Serat Vit C Kalori No Bahan (%) (%) (%) (%) (mg) (Kgcak) 1 J.Kuping 7.7 0.8 87.6 14.6 347
Ca (mg) 287
2
J. Shitake
17.7
8.0
67.5
8.0
-
387
98
3
J. Tiram
30.4
2.2
57.6
8.7
0
345
33
4
J. Merang
16.0
0.9
64.5
4.0
0
274
51
5
Bayam
3.5
0.5
6.5
-
80.0
36
257
6
Kc. Panjang
2.7
0.3
7.8
-
21.0
44
49
7
Kangkung
3.0
0.3
5.4
-
32.0
29
73
8
Sawi
2.3
0.3
4.0
-
102.0
22
220
9
Tauge
9.0
2.6
6.4
-
-
67
-
10
Wortel
1.2
0.3
9.3
-
60
42
39
Keterangan: (-) Tidak ada data Sumber : Departemen Pertanian, 1982
Pulau Jawa merupakan salah satu sentra produksi jamur tiram putih di Indonesia. Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat empat provinsi di Pulau Jawa yang menghasilkan jamur tiram putih. Jawa Barat merupakan provinsi di Pulau Jawa yang memiliki luas panen terbesar, tetapi memiliki tingkat produktivitas yang paling rendah. Kondisi tersebut diduga dikarenakan para petani dalam melakukan usahatani jamur tiram putih pada umumnya masih bersifat tradisional dan tergolong usahatani kecil. Luas panen, produksi dan produktivitas jamur tiram putih di pulau jawa pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jamur Tiram Putih di Pulau Jawa Tahun 2006 Luas Panen Produksi Produktivitas No Propinsi (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 1
Jawa Barat
2
Jawa Tengah
3
D.I. Yogyakarta
4
Jawa Timur
194,91
10.173,80
52,20
15,98
2.285,10
143,00
6,09
777,30
127,60
80,19
10.231,61
127,60
Sumber : Ditjen Bina Produksi Hortikultura, 2007
4
Salah satu penghasil jamur tiram putih di Jawa Barat adalah di Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui bahwa Kecamatan Cisarua merupakan penghasil jamur tiram putih terbesar di Kabupaten Bogor dengan produksi 173.250 kg pada tahun 2007. Selanjutnya disusul oleh Kecamatan Tamansari dengan produksi 38.300 kg dan Kecamatan Pamijahan dengan produksi 8.638 Kg pada tahun 2007. Produksi jamur tiram putih di beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor tahun 2007 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Produksi Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor Tahun 2007 No. Kecamatan Produksi (kg) 1 Cisarua 173.250 2
Tamansari
38.300
3
Pamijahan
8.638
4
Rancabungur
4.420
5
Leuwi Sadeng
3.000
6
Cijeruk
2.040 Jumlah
229.648
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2007
Berdasarkan data sentra produksi jamur tiram putih tersebut maka penulis mengambil tempat penelitian di Komunitas Petani Jamur Ikhlas yang terletak di Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
1.2.
Perumusan Masalah Komunitas Petani Jamur Ikhlas yang berada di Desa Cibening, Kecamatan
Pamijahan, merupakan salah satu usaha produksi yang menghasilkan jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Komunitas Petani Jamur Ikhlas dipelopori oleh Bapak Zainal Abidin selaku ketua dan Bapak Rahmat Budiman selaku Sekretaris. Modal yang dimiliki Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) modal sendiri sebesar Rp 8.000.000,00 dan tambahan dana pinjaman dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor sebesar Rp 42.000.000,00 dengan masa kontrak selama tiga tahun. Dana tersebut dipergunakan Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) untuk pembelian baglog. 5
Menurut informasi yang diperoleh dari ketua Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI), terdiri dari sepuluh kelompok petani, dimana dalam satu kelompok terdiri dari tiga anggota. Saat ini yang aktif hanya dua kelompok yang terdiri dari enam anggota petani yang saling kerjasama dalam budidaya jamur tiram putih, yang lainnya, satu kelompok sudah mandiri dalam arti sudah tidak dibiayai oleh Komunitas Petani Jamur Ikhlas dalam bentuk baglog, dan sisanya menunggu giliran karena Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki keterbatasan modal anggaran untuk memenuhi kebutuhan baglog. Setiap anggota kelompok tani diberikan keluasan untuk menjadi anggota. Kelompok tani Komunitas Petani Jamur Ikhlas merupakan petani yang melakukan kegiatan usahataninya diorganisir oleh KPJI meliputi modal, budidaya, pengawasan dan pemasaran. Kendala yang dialami oleh kelompok tani jamur tiram di Komunitas Petani Jamur Ikhlas adalah Produktivitas jamur tiram putih segar di Komunitas Petani Jamur Ikhlas masih rendah yaitu hanya 0,63 kg/log untuk satu kali siklus produksi. Kondisi tersebut dikarenakan kapasitas pembelian baglog masih terbatas. Selain itu rendahnya produktivitas jamur tiram putih di KPJI dikarenakan teknik budidaya jamur tiram putih masih bersifat tradisional sehingga sulit untuk mengembangkan usahatani tersebut. Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2006) apabila jamur tiram putih dibudidayakan secara optimal dapat menghasilkan produktivitas sebesar 1,2 kg/log untuk satu kali siklus produksi. Produksi jamur tiram putih akan optimal jika petani mengikuti langkah-langkah yang dilakukan oleh Dirjen Hortikultura yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu dimulai dari pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen. Namun pada kenyataannya dalam pengendalian hama para petani di KPJI masih belum memenuhi langkah-langkah Standar Operasional Prosedur (SOP) yang disarankan oleh Dirjen Hortikultura, dimana mereka masih menggunakan tangan sedangkan Dirjen Hortikultura menyarankan untuk menggunakan perangkap serangga. Kurangnya modal juga memjadi salah satu alasan KPJI belum mampu memproduksi media tanam sendiri.
6
Adanya kesulitan dalam hal teknik budidaya jamur tiram serta kesulitan dalam memperoleh baglog yang berkualitas turut menjadi faktor penghambat usahatani jamur tiram putih di Desa Cibening. Saat ini baglog jamur tiram putih dibeli dengan harga Rp 1.800,00 per log dari Yayasan Pakuyuban Ikhlas. Kenaikan permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai dengan 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008) belum dapat dipenuhi oleh petani. Kondisi tersebut mengakibatkan berapapun jumlah jamur tiram putih yang dibawa ke pasar selalu habis terjual. Prospek pasar yang tinggi tersebut akan menambah semangat petani untuk terus melakukan usahatani jamur tiram putih termasuk para petani jamur tiram putih yang tergabung dalam Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pedagang pengecer jamur tiram putih di Pasar Leuwiliang diketahui bahwa permintaan jamur tiram putih di Pasar leuwiliang setiap harinya mencapai 300 kg, sedangkan penawaran yang tersedia saat ini masih berkisar 162,18 Kg setiap hari. Terbukanya peluang pasar tersebut menyebabkan pemilik usaha budidaya jamur tiram putih termasuk para petani jamur tiram putih yang tergabung dalam Komunitas Petani Jamur Ikhlas terus bersemangat untuk melakukan pengembangan usaha dengan skala yang lebih besar. Namun demikian posisi tawar petani jamur tiram putih yang lemah menyebabkan petani harus menerima harga jual jamur tiram putih lebih rendah apabila dibandingkan dengan jamur lainnya yang hanya berkisar antara Rp 7.000,00 per Kg. Berdasarkan
uraian
tersebut
maka
dapat
dirumuskan
beberapa
permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1.
Bagaimana usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
2.
Bagaimana biaya dan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
3.
Bagaimana efisiensi usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor.
7
1.3.
Tujuan Penelitian
1.
Mendeskripsikan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas.
2.
Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas.
3.
Menganalisis efisiensi usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi banyak pihak terutama pihak-
pihak yang memerlukan informasi dalam hal usahatani jamur tiram putih, antara lain : 1.
Bahan pertimbangan dan masukan bagi petani jamur tiram putih dalam mengelola usahanya.
2.
Sebagai masukan bagi pengambil kebijakan agar dapat menuangkan kebijakan yang tepat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
3.
Memberikan tambahan informasi dan bahan pertimbangan untuk peneliti selanjutnya.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada usahatani jamur tiram putih di Komunitas
Petani Jamur Ikhlas dengan menggunakan baglog yang sudah jadi.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Karakteristik Jamur Tiram Putih Jamur merupakan tumbuhan yang mudah dijumpai dan banyak terdapat di
alam bebas, misalnya di hutan atau kebun. Jamur dapat tumbuh dimana-mana terutama pada musim hujan. Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil, sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makan yang sudah jadi yang
dihasilkan
organisme
lain
untuk
kebutuhan
hidupnya.
Karena
ketergantungan terhadap organisme lain inilah maka jamur digolongkan sebagai tanaman heterotrofik. Jamur tiram merupakan salah satu jenis jamur kayu. Masyarakat biasa menyebut jamur tiram sebagai jamur kayu karena jamur ini banyak tumbuh pada media kayu yang sudah lapuk. Disebut jamur tiram karena bentuk tudungnya agak membulat, lonjong, dan melengkung seperti cangkang tiram. Batang atau tangkai tanaman ini tidak tepat berada pada tengah tudung tetapi agak ke pinggir (Parjimo dan Andoko 2007). Jamur tiram memiliki berbagai nama, di Jepang jamur tiram dikenal dengan nama shimeji, sedangkan di Eropa dan Amerika dikenal dengan nama abalone mushromm atau ayster mushrom, di Indonesia dikenal dengan nama jamur tiram. Menurut Suriawiria (2002), jamur tiram yang banyak dibudidayakan antara lain : 1) Jamur tiram putih (pleurotus ostreatus), dikenal pula dengan nama shimeji white (varietas florida), warna tudungnya putih susu sampai putih kekuningan dengan lebar 3-14 cm. 2) Jamur tiram abu-abu, dikenal dengan nama shimeji grey (varietas sajor salju), warna tudungnya abu kecoklatan sampai kuning kehitaman dengan lebar 6-14 cm. 3) Jamur tiram coklat, dikenal pula dengan nama jamur abalone (varietas cystidious), warna tudungnya keputihan atau sedikit keabu-abuan sampai abuabu kecoklatan dengan lebar 5-12 cm.
4) Jamur tiram merah/pink, dikenal pula dengan nama shakura (varietas flabellatus), tudungnya berwarna kemerahan. Jamur tiram putih biasa tumbuh dengan baik pada media serbuk kayu albasia (albazia procera) dengan tingkat kelembaban tinggi. Jamur tiram putih tumbuh dengan membentuk rumpun dalam satu media dan setiap rumpun mempunyai percabangan yang cukup banyak. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan sirkulasi udara sangat berpengaruh pada pertumbuhan jamur tiram putih. Suhu pada saat inkubasi lebih tinggi dibandingkan suhu pada saat pertumbuhan. Suhu inkubasi jamur tiram berkisar antara 220C-280C dengan kelembaban 60-80 persen. Sedangkan suhu pada pembentukan tubuh buah (fruiting body) berkisar antara 160C-220C dengan kelembaban 80-90 persen. Pengaturan suhu dan kelembaban tersebut di dalam ruangan dapat dilakukan dengan menyemprotkan air bersih ke dalam ruangan. Apabila suhu terlalu tinggi sedangkan kelembaban terlalu rendah maka primordia (bakal jamur) akan kering dan mati. Sirkulasi udara pada saat inkubasi dan pertumbuhan jamur tiram putih harus cukup, sehingga sirkulasi udara harus dijaga tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil.
2.2.
Tahapan Usahatani Jamur Tiram Putih Menurut Direktorat Jenderal Hortikultura (2007) tahapan dalam usahatani
jamur tiram putih meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, produksi, penyiraman, pengendalian hama penyakit, pengaturan suhu ruangan dan panen. Berikut adalah tahapan dalam usahatani jamur tiram putih : 1.
Pemilihan Lokasi Memilih dan menentukan lokasi tanam yang sesuai dengan persyaratan
tumbuh jamur tiram putih. Adapun lokasi yang baik untuk tumbuh jamur tiram putih adalah : a.
Ketinggian tempat 600-1200 m diatas permukaan laut.
b.
Suhu udara 20-30ºC.
c.
Lahan produksi diusahakan dekat dengan sumber bahan baku media tanam. 10
d.
Terdapat sarana jalan untuk mempermudah transportasi.
e.
Terdapat sumber air dan selalu tersedia.
2.
Pembuatan Kumbung Kumbung adalah bangunan tempat menyimpan baglog sebagai media
tumbuhnya jamur tiram putih yang terbuat dari bilik bambu atau tembok permanen. Ukuran kumbung bervariasi tergantung dari luas lahan yang dimiliki. Adapun tujuannya untuk menyimpan baglog yang tersusun di dalam rak-rak tempat media tumbuh jamur tiram putih. Rak dalam kumbung disusun sedemikian rupa sehingga memudahkan dalam pemeliharan dan sirkulasi udara terjaga. 3.
Pembuatan Media Tanam
a.
Pengayakan Pengayakan adalah kegiatan memisahkan serbuk kayu gergaji yang besar
dan kecil sehingga didapatkan serbuk kayu gergaji yang halus dan seragan. Tujuannya untuk mendapatkan media tanam yang memiliki kepadatan tertentu dan mendapatkan tingkat pertumbuhan miselia yang merata. Serbuk gergaji yang dipilih berasal dari pohon berdaun lebar yang tidak bergetah seperti albasia, akasia dan kaliandra. b.
Pencampuran Pencampuran serbuk gergaji, dedak, kapur dan gips sebagai bahan utama
untuk mendapatkan komposisi media yang merata. Tujuannya menyediakan sumber hara atau nutrisi yang cukup bagi pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram sampai siap dipanen. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999), bahan-bahan yang digunakan adalah serbuk gergaji 100 kg sebagai media tanam, kapur 3 kg dan gips 1 kg serta bekatul 12 kg serta bahan lainnya tepung jagung 3 kg dan air secukupnya. Bahan-bahan tersebut telah ditimbang sesuai dengan kebutuhan dicampur dengan serbuk gergaji selanjutnya disiram dengan air sekitar 50 – 60 persen atau bila kita kepal serbuk tersebut menggumpal tapi tidak keluar air. Hal ini menandakan kadar air sudah cukup. Serbuk kayu, bekatul, kapur, gips, dan TSP disiapkan sesuai dengan kebutuhan. Perbandingan kebutuhan faktor-faktor produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. 11
Table 6. Kebutuhan Faktor Produksi dalam Budidaya Jamur Tiram Putih No.
Formulasi
Serbuk Kayu (kg)
Bekatul (kg)
Kapur (kg)
1 I 100.00 15.00 2 II 100.00 5.00 3 III 100.00 10.00 4 IV 100.00 10.00 Sumber : Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) c.
5.00 2.50 2.50 5.00
Gips (kg) 1.00 0.50 0.50 1.00
TSP (kg) 0.50 0.50 0.50
Pemeraman Kegiatan menimbun campuran serbuk gergaji kemudian menutupnya
secara rapat dengan menggunakan plastik selama satu malam. Tujuannya untuk menguraikan senyawa-senyawa kompleks dengan bantuan mikroba agar diperoleh senyawa-senyawa yang lebih sederhana, sehingga lebih mudah dicerna oleh jamur dan memungkinkan pertumbuhan jamur yang lebih baik. d.
Pengisian Media ke Kantung Plastik (Baglog) Kegiatan memasukan campuran media ke dalam plastik polipropilen (PP)
dengan kepadatan tertentu agar miselia jamur dapat tumbuh maksimal dan menghasilkan panen yang optimal. Adapun tujuannya adalah untuk menyediakan media tanam bagi bibit jamur. e.
Sterilisasi Strerilisasi adalah suatu proses yang dilakukan untuk menonaktifkan
mikroba yang dapat menggangu pertumbuhan jamur yang ditanam. Tujuannya untuk mendapatkan serbuk kayu yang steril bebas dari mikroba dan jamur lain yang tidak dikehendaki. Menurut Cahyanan Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) sterilisasi dilakukan dengan mempergunakan alat sterilizer yang bertujuan menginaktifkan mikroba, bakteri, kapang, maupun khamir yang dapat mengganggu pertumbuhan jamur yang ditanam. Sterilisasi dilakukan pada suhu 90 – 100OC selama 12 jam. f.
Pendinginan Proses pendinginan merupakan upaya menurunkan suhu media taman
setelah disterilkan agar bibit yang akan dimasukan ke dalam bag log tidak mati. Pendinginan dilakukan selama 8-12 jam sebelum inokulasi. 12
4.
Inokulasi Bibit Kegiatan proses pemindahan sejumlah kecil miselia jamur dari biakan
induk ke dalam media tanam yang telah disediakan. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan miselia jamur pada media tanam sehingga menghasilkan jamur siap panen. Inokulasi bibit dilakukan pada ruangan yang bersih oleh petugas yang terjaga kebersihannya serta pelaksanaannya harus cepat agar tidak terkontaminasi. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) Inokulasi adalah kegiatan memasukan bibit jamur ke dalam media jamur yang telah disterilisasi. Baglog ditiriskan selama 1 malam setelah sterilisasi, kemudian ambil dan ditanami bibit di atasnya dengan menggunakan sendok makan/sendok bibit sekitar ±3 sendok makan kemudian diikat dengan karet dan ditutup dengan kapas. Bibit yang baik yaitu: Varitas unggul, umur bibit optimal 45–60 hari, warna bibit merata dan tidak terkontaminasi. 5.
Inkubasi Proses penyimpanan atau penempatan media tanam yang telah diinokulasi
pada kondisi ruang tertentu agar miselia jamur tumbuh. Tujuannya adalah untuk mendapatkan pertumbuhan miselia serempak. Inkubasi dilakukan dalam suhu ruangan antara 28-30°C dengan kelembaban 50-60%. Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam bag log berwarna putih merata. 6.
Produksi Kegiatan menstimulasi media tanam yang telah maksimal pertumbuhan
miselianya agar terjadi pertumbuhan badan jamur. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan perubahan pertumbuhan miselia kearah pembentukan primordia badan buah jamur. Hal ini dapat dilakukan dengan membuka tutup bag log agar terjadi proses aerasi. 7.
Penyiraman Kegiatan penyemprotan dengan menggunakan air bersih yang ditujukan
pada ruang kubung dan media tumbuh jamur. Adapun tujuannya adalah untuk menjaga kelembaban kubung. Penyiraman dilakukan dengan cara pengkabutan atau disemprot dengan butiran air lembut.
13
8.
Pengendalian Hama dan Penyakit Kegiatan yang dilakukan untuk mengkondisikan media tumbuh dan tubuh
buah yang bebas dari organisme pengganggu. Tujuannya untuk menghindari kegagalan panen yang diakibatkan oleh serangan hama, penyakit dan cendawan pengganggu. Umumnya hama dan penyakit utama pada jamur tiram adalah tikus dan jamur Neurospora sp (cendawan oncom), Trichoderma sp (cendawam hijau) dan Aspergillus sp (cendawan jelaga). Dalam pengendalian hama pada jamur tiram tidak menggunakan pestisida tetapi menggunakan perangkap serangga. 9.
Pengaturan Suhu Ruangan Kegiatan membuka dan menutup pintu dan jendela (ventilasi) kubung dan
untuk mengatur suhu dan kelembaban agar sesuai dengan kebutuhan yang ditentukan. Tujuannya mendapatkan pertumbuhan jamur yang optimal. 10.
Panen Kegiatan memetik badan buah jamur tiram yang telah cukup umur, yaitu
30 hari sejak inokulasi atau seminggu setelah bag log dibuka atau 2-3 hari setelah munculnya primordia. Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999) pertumbuhan jamur mencapai tingkat yang optimal, pada umur 5 hari setelah tumbuh calon jamur. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada pagi hari untuk mempertahankan kesegaran dan mempermudah pemasarannya.
2.3.
Sarana Produksi Usahatani Jamur Tiram Putih Menurut Cahyana Y. A, Muchrodji M dan Bakrun (1999), sarana produksi
yang diperlukan dalam usahatani jamur tiram putih antara lain bangunan kumbung, peralatan, dan bahan-bahan untuk membuat media tanam jamur tiram putih. 1. Bangunan Kumbung Bangunan jamur sederhana dapat dibuat dari kerangka kayu (bambu) beratap daun rumbia, anyaman bambu atau anyaman jerami padi. Ukuran kumbung yang ideal adalah 84 m2 (panjang 12m dan lebar 7m) dan tinggi 3,5 m. Bentuk kumbung sederhana. Pada umumnya kumbung atau bangunan jamur terdiri atas beberapa ruangan, yaitu:
14
a. Ruang persiapan Ruang persiapan adalah digunakan untuk persiapan pembuatan media tanam. Kegiatan yang dilakukan pada ruang persiapan antara lain kegiatan pengayakan, pencampuran, pewadahan, dan sterilisasi. Ruang persiapan dapat digunakan pula sebagai tempat untuk menyimpan bahan-bahan seperti bekatul dan kapur apabila skala produksi sudah besar maka bahan-bahan itu sebaiknya ditempatkan pada ruang terpisah (gudang bahan). b. Ruang Inokulasi Ruang Inokulasi adalah ruangan yang berfungsi untuk menanam bibit pada media tanam, ruang ini harus mudah dibersihkan, tidak banyak ventilasi untuk menghindari kontaminasi (adanya mikroba lain). Pada ruang inokulasi diusahakan tidak banyak terdapat ventilasi yang terbuka lebar. Ventilasi sebaiknya dipasangi saringan dari kawat kassa atau kassa plastik. Hal ini untuk menghindari serangga dab debu yang terlalu banyak yang dapat meningkatkan kontaminan atau adanya mikroba lain. Sterilisasi ruang inokulasi dapat dilakukan dengan menyemprotkan larutan formalin dua persen dalam ruangan. c. Ruang Inkubasi Ruangan ini memiliki fungsi untuk menumbuhkan miselium jamur pada media tanam yang sudah di inokulasi (Spawning). Ruang ini tidak boleh terlalu lembab kondisi ruangan diatur pada suhu 28 – 30OC dengan kelembaban 50 – 60 persen. Inkubasi dilakukan hingga seluruh permukaan media tumbuh dalam bag log berwarna putih merata setelah 20-30 hari. Apabila setelah satu minggu tidak terdapat pertumbuhan miselia jamur, atau kemungkinan besar jamur tersebut tidak tumbuh lebih baik dimusnahkan. Ruangan ini dilengkapi dengan rak-rak bambu untuk menempatkan media tanam dalam kantong plastic (baglog) yang sudah di inokulasi. d. Ruang Penanaman Ruang penanaman (growing) digunakan untuk menumbuhkan tubuh buah jamur. Ruangan ini dilengkapi juga dengan rak-rak penanaman dan alat penyemprot/pengabutan. Pengabutan berfungsi untuk menyiram dan mengatur suhu udara pada kondisi optimal 16 – 22OC dengan kelembaban 80 – 90 persen.
15
2. Peralatan Usahatani jamur tiram putih secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang mudah diperoleh seperti cangkul, sekop, botol atau kayu (untuk memadatkan media tanam), alat pensteril, dan lampu spiritus, keranjang pengangkutan dibuat dari anyaman bambu atau keranjang plastik. Sprayer penyemporotan (pengabut) untuk penyiraman yang paling sederhana dapat dibuat dari plastic mirip dengan semprotan nyamuk. Sprayer yang cukup efektif untuk penyiraman pada kubung besar adalah sprayer tabung yang dilengkapi pompa tangan atau tangkai nozzle yang dihubungkan dengan pipa dari tower atau pompa. 3. Bahan-Bahan Untuk Membuat Media tanam Semua bahan yang digunakan dalam budidaya jamur tiram adalah habis pakai. Bahan yang perlu disediakan dalam pembuatan subrat jamur adalah serbuk kayu, bekatul, gips (CaSO4, kapur (CaCO3). Adapun bahan yang perlu disediakan dalam pemeliharaan jamur tiram adalah bibit jamur (F3). Kapur, air bersih, lembaran plastik, kawat kasa, daun rumbia, paku, tali dan lain-lainnya. Serbuk kayu dapat diperoleh dari tempat-tempat atau perusahaan penggerajin kayu, dedek halus dapat dibeli dari perusahaan penggilingan padi (rice mill), sedangkan kapur, gips dapat dibeli ditoko bahan bangunan. Formalin, alkohol, bahan-bahan kimia, cincin bambu, paralon, kayu, dan spirtus dapat dibeli di apotik, toko obat, toko bahan kimia atau alat kedokteran, dan toko kelontong atau toko material (bahan bangunan). Di pedesaan yang masih dikelilingi oleh berbagai tanaman keras atau bambu tidak perlu membeli bahan-bahan kayu. a. Serbuk kayu Serbuk kayu yang digunakan sebagai tempat tumbuh jamur mengandung karbohidrat, seratliknin, dan lain-lain. Dari kandungan kayu tersebut ada yang berguna dan membantu pertumbuhan jamur, tetapi ada pula yang menghambat. Kandungan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan jamur tiram putih antara lain karbohidrat, lignin, dan serat. Sedangkan faktor yang menghambat antara lain adalah getah dan zat ekstraktif (zat pengawet alami tang terdapat pada kayu). Oleh karena itu serbuk kayu yang digunakan untuk budidaya jamur tiram putih sebaiknya berasal dari jenis kayu yang tidak banyak mengandung zat pengawet 16
alami. Beberapa contoh kayu seperti itu antara lain kayu albasia, randu, dan meranti. Serbuk kayu dapat diperoleh dari pabrik-pabrik penggergajian kayu. Serbuk kayu hasil penggerajian dapat digunakan sebagai bahan baku papan partikel dapat pula digunakan sebagai bahan bakar. Namun, hingga saat ini masih banyak pabrik penggergajian kayu yang hanya membuang serbuk kayu tersebut. Pemilihan serbuk kayu sebagai bahan baku media penanaman jamur tiram putih perlu memperhatikan kebersihan dan kekeringan. Selain itu serbuk kayu yang digunakan tidak busuk dan ditumbuhi oleh jamur atau kapang lain. Serbuk kayu yang terbaik adalah serbuk yang terdiri kayu keras dan tidak mengandung minyak maupun getah. Namun demikian, serbuk kayu yang banyak mengandung minyak maupun getah dapat pula digunakan sebagai media dengan cara merendam dengan air lebih lama sebelum proses lebih lanjut. Serbuk kayu yang terkena bahan bakar minyak tidak dapat digunakan sebagai media. Hal ini disebabkan minyak bersifat menghambat bahkan dapat mematikan pertumbuhan jamur tiram putih. b. Kapur Kapur merupakan bahan yang ditambahkan sebagai sumber kalsium (Ca). Disamping itu, kapur juga digunakan untuk mengatur pH media. Kapur yang digunakan adalah kapur pertanian yaitu kalsium karbonat (CaCo3). Unsur kalsium dan karbon digunakan untuk meningkatkan mineral yang dibutuhkan jamur tiram putih bagi pertumbuhannya. Demikian juga dengan adanya unsur karbon. c. Bekatul Bekatul ditambahkan untuk meningkatkan nutrisi media tanam sebagai sumber karbohidrat, karbon (C), dan nitrogen (N). Bekatul yang digunakan dapat berasal dari berbagai jenis padi, misalnya padi jenis IR, pandan wangi, rojo lele, ataupun jenis lainnya. Bekatul sebaiknya dipilih yang masih baru, belum tengik dan tidak rusak. d. Gips Gips (CaSO4) digunakan sebagai sumber kalsium dan sebagai bahan untuk memperkokoh media. Dengan kondisi yang kokoh, maka diharapkan media tidak cepat rusak.
17
2.4.
Kajian Penelitian Terdahulu Usahatani jamur tiram putih sudah banyak diusahakan, sehingga
penelitian-penelitian mengenai jamur tiram putih sudah banyak dilakukan, baik dari segi budidaya maupun ekonominya. Penelitian-penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya terdiri dari : analisis tataniaga dan pendapatan jamur tiram putih, dan analisis kelayakan usahatani jamur tiram putih. Juanto (2008) dalam penelitiannya menganalisis ”Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Pleurotus Ostreatus) di Kecamatan Tamansari, Bogor. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya R/C atas biaya tunai sebesar 1,63, sedangkan berdasarkan pendekatan Return to Family Labor yaitu sebesar Rp 61,418 per HOK dan Return to Total Capital sebesar 36,91 persen. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Adapun saluran tataniaga jamur tiram putih yang terjadi terdiri dari tiga saluran. Pada saluran I dan saluran II jamur yang dihasilkan petani dijual di sekitar wilayah Bogor. Sedangkan pada saluran III jamur di jual ke luar wilayah Bogor, dari ketiga saluran tersebut pola saluran I lebih efisien, hal ini dilihat dari alokasi penjualan per hari di wilayah Bogor sebesar 65,51 persen. Maharani (2007) melakukan penelitian yang berjudul ”Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih (Studi Kasus : Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung) bertujuan untuk menganalisis efisiensi usahatani dan sistem pemasaran jamur tiram putih di Desa Kertawangi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa besarnya R/C atas biaya tunai adalah 2,69 dan besarnya R/C atas biaya total adalah 2,20. Berdasarkan kedua perhitungan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih ini menguntungkan dan sudah efisien. Bibit jamur tiram putih, serbuk kayu dan minyak tanah merupakan variabel yang berpengaruh nyata pada peningkatan produksi jamur tiram putih. Oleh karena itu dengan memperhatikan penggunaan ketiga variabel tersebut, maka efisiensi usahatani jamur tiram putih dapat dipertahankan. Berdasarkan hasil analisis tataniaga, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan tidak ada saluran tataniaga yang efisien. Hal ini dikarenakan
18
keuntungan yang dioeroleh petani hampir sama, bahkan lebih kecil dari keuntungan yang diperoleh lembaga tataniaga. Penelitian Ruillah (2006), Analisis Usahatani jamur Tiram Putih (Kasus Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat), diketahui bahwa 3 skala usahatani yang digunakan untuk melakukan analisis perbandingan pendapatan. Pendapatan usahatani jamur tiram putih lebih ditentukan oleh jumlah log dibandingkan luas kumbung. Hal ini ditunjukkan dari pendapatan skala I yang mempunyai luas kumbung paling sempit lebih tinggi dibandingkan skala II dan skala III. Usahatani jamur tiram putih di desa Kartawangi masih menguntungkan akan tetapi produksi masih belum dapat memenuhi permintaan pasar. Hal ini dikarenakan petani masih kekurangan modal untuk menambah produksi. Penyebab lain dikarenakan meningkatnya harga faktor produksi jamur tiram putih diikuti pula oleh meningkatnya harga jamur tiram putih.. Hasil analisis faktor produksi menunjukkan bahwa faktor produksi bibit, serbuk kayu, kapur, bekatul dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi. Elastisitas produksi yang terbesar bibit yaitu sebesar 0,22 persen. Novita (2004), Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jamur Tiram (kasus di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi), diketahui bahwa terdapat 3 pola usahatani yang dilakukan yaitu usahatani pembibitan dan pembudidayaan jamur tiram, usahatani pembudidayaan jamur tiram dengan 2 skala usaha serta usahatani pembudidayaan jamur tiram pemeliharaan bag log. Hasil analisis kelayakan finansial yang dilakukan pada semua pola usahatani
yang dilakukan layak untuk diusahakan. Pada pola 1 nilai
NPV sebesar Rp 26.783.397, NPV pada pola 2A1 dan 2A2 masing-masing sebesar Rp 11.191.770 dan Rp 8.133.275. nilai NPV pada pola 2B1 dan 2B2 masing-masing sebesar Rp 36.495.436 dan Rp 45.748.183 sedangkan pada pola 3 sebesar Rp 3.378.776. IRR yang dihasilkan berkisar antara 20-41 persen dengan Net B/C >1 serta Payback period untuk semua pola usahatani kurang dari umur ekonomis kubung. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pola usahatani yang dijalankan layak dan menguntungkan untuk diusahakan.
19
Perbedaan penelitian terdahulu, menunjukkan pentingnya mengetahui pendapatan usahatani dan efisiensi. Suatu usahatani layak atau tidak layak untuk diusahakan dapat dilihat dari besarnya keuntungan usaha tersebut dan tingkat efisiensi usahatani. Penelitian yang telah dilakukan memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah pada analisis usahataninya yaitu mengenai analisis pendapatan yang terdiri dari penerimaan, pengeluaran (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan) dan R/C rasio. Perbedaannya adalah penelitian Juanto dan Maharani yaitu menambahkan dengan sistim saluran Tataniaga Jamur Tiram Putih. Penelitian Ruillah (2006) membagi atas tiga skala, sedangkan Novita (2004) meneliti tentang Analisis Kelayakan Finansial rencana usaha budidaya jamur tiram putih. Perbedaan lainnya yaitu pada lokasi penelitian yang dilakukan di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Perbedaan berat baglog penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yakni secara berurut 1,5 kg dengan 1,2 kg. Hal ini mengakibatkan produktifitas penelitian ini (0,07 kg per baglog) lebih tinggi dibanding penelitian terdahulu (0,04 dan 0,05 kg per baglog), serta penelitian ini melakukan kerjasama yaitu bermitra dengan KPJI dan kelompok petani yang terdiri dari enam orang petani yaitu dua kelompok petani dengan melakukan sistem bagi hasil. Studi terdahulu yang berkaitan dengan penelitian dapat dilihat Tabel 7.
20
Tabel 7. Studi Terdahulu yang Berkaitan dengan Penelitian. Nama Tahun Judul Lokasi Penelitian Juanto
2008
Maharani
2007
Ruillah
2006
Novita
2004
Analisis Usahatani dan Tataniaga jamur Tiram Putih. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih.
Kecamatan Tamansari, Bogor Desa Kartawangi, Kecamatan Cisarua Kabupaten Bandung. Usahatani Jamur Tiram Kecamatan Putih Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat Analisis Kelayakan Kecamatan Finansial Usahatani Jamur Parungkuda Tiram Putih. dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi
Metode Analisis Pendapatan, R-C rasio Pendapatan, R-C rasio
Pendapatan, R-C rasio
NPV, Net B/C, IRR, PP
21
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Ekonomi 3.1.1.1 Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dengan output. Di samping itu dalam menghasilkan suatu produk dapat pula dipengaruhi oleh produk yang lain, bahkan untuk produk tertentu dapat digunkan input yang satu maupun input yang lain (Suratiyah 2008). Dalam
suatu
kegiatan
usahatani
keberadaan
fungsi
produksi
memperlihatkan jumlah output yang maksimal yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi input dan tenaga kerja (Nicholson W 2001). Kegiatan produksi adalah kegiatan proses tranformasi antara dua input atau lebih untuk menjadi satu atau lebih produk. Keberlangsungan produksi dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain komoditi, luas lahan, tenaga kerja, modal, manajemen, iklim dan faktor sosial ekonomi produsen (Soekartawi 2005). Faktor-faktor produksi tersebut yang kemudian akan dijadikan sebagai imbangan yang diberikan agar fungsi produksi mampu menghasilkan dengan baik. Berikut ini dapat dilihat kurva fungsi produksi pada Gambar 1. Y Y=F(X)
Y2 Y1
X1
X2
Gambar 1. Kurva Produksi Sumber : Suratiah (2008)
X
3.1.2
Pengertian Usahatani Menurut Soekartawi (1986), ilmu usahatani merupakan ilmu yang
mempelajari bagaimana cara-cara petani memperoleh dan mengkombinasikan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu dan pengelolaan) yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut pengertian tersebut maka dapat diketahui bahwa usahatani merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh petani mulai dari penentuan
sumberdaya
yang
akan
digunakan
serta
bagaimana
cara
mengkombinasikannya. Kegiatan tersebut dilakukan untuk mencapai tujuannya yaitu memperoleh keuntungan semaksimal mungkin. Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yng mempelajari bagai mana seseorang menglokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu.dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat menglokasikan sumberdaya yang dimiliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya;dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input) (Suratiyah 2008). Sukartawi (2005) menyebutkan suatu usaha tani dapat digambarkan lebih rinci sebagai berikut: 1.
Pada setiap usahatani kita akan selalu dapat menjumpai lahan dalam luasan dan bentuk yang tertentu, unsur ini dalam usahatani mempunyai fungsi sebagai tempat diselenggarakan usaha bercocok tanam, pemeliharaan hewan ternak, dan tempat keluarga tani bermukim.
2.
Pada usahatani juga akan dijumpai, bangunan-bangunan, seperti: rumah tempat tinggal keluarga tani, kandang ternak, gudang dan lumbung, sumur atau pompa air dan pagar. Alat-alat pertanian, seperti : bajak, cangkul, garpu, parang, sprayer, dan mungkin juga traktor. Sarana produksi (input), seperti: benih atau bibit tanaman, pupuk pabrik atau pupuk kandang, obat-obatan pemberantas hama penyakit tanaman serta hewan ternak dan makanan ternak.
3.
Pada usahatani ini terdapat keluarga tani, yang terdiri dari petani, istri, dan anak-anak, serta mertua, adik, ipar, keponakan, menantu, dan pembantu. Semua merupakan sumber tenaga kerja usahatani bersangkutan.
23
4.
Petani sendiri,selain menjadi tenaga kerja juga berfungsi sebagai pengelola atau manager, yaitu orang yang berwenang memutuskan segala sesuatu yang berhubugan dengan kegiatan usahatani. Usahatani
menurut
Soeharjo
dan
Patong
(1973)
adalah
proses
pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang diusahakan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Usahatani dapat pula disimpulkan sebagai ilmu yang mempelajari mengamati teknis pemanfaatan faktor-faktor produksi berupa sumberdaya alam, tenaga kerja, modal dan manajemen hasil produksi oleh seseorang atau sekelompok orang sehingga memperoleh manfaat secara maksimal. Adapun tujuan dari dilakukannya kegiatan usahatani adalah memaksimumkan keuntungan atau meminimumkan biaya. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana cara mengalokasikan sumberdaya yang tersedia dengan jumlah tertentu agar dapat seefisien mungkin untuk
mendapatkan
keuntungan
maksimum.
Sedangkan
untuk
konsep
meminimumkan biaya adalah bagaimana agar dapat menekan biaya yang sekecilkecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu (Soekartawi 1986). Adapun ciri-ciri usahatani yang ada di Indonesia adalah : (1) Kecilnya luas lahan yang dimiliki oleh para petani, (2) Modal yang dimiliki para petani terbatas, (3) Rendahnya ketrampilan dan pengetahuan manajemen yang dimiliki oleh para petani, (4) Produktivitas dan efisiensi rendah, (5) Petani dalam kondisi sebagai penerima harga karena bargaining position lemah dan (6) Rendahnya tingkat pendapatan petani. Menurut Hermanto (1989) dalam Dalmunthe, untuk melakukan usahatani ada empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi, yaitu : 1.
Tanah Tanah usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Status kepemilikan dari tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemeberian negara, warisan atau wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur maupun polikultur atu tumpangsari.
24
2.
Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani dapat berupa tenaga kerja manusia, ternak dan alat-alat mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi oleh umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga ini dapat berasal dari dalam dan luar keluarga (biasanya dengan cara upahan).
3.
Modal Modal merupakan salah satu faktor produksi yang dapat mendukung lancarnya suatu kegiatan usahatani. Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi serta untuk pengeluaran selama kegiatan berlangsung. Modal tersebut dapat diperoleh dari beberapa sumber, yaitu : milik pribadi, pinjaman atau kredit, warisan dan sebagainya.
4.
Pengelolaan atau manajemen Manajemen usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya sehingga memberikan produksi pertanian seperti yang diharapkan. Pengenalan pemahaman terhadap prinsip teknik dan ekonomis perlu dilakukan untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil. Prinsip teknis tersebut meliputi: (a) perilaku cabang usaha yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) tingkat teknologi yang dikuasai dan (d) cara budidaya dan alternatif cara lain berdasar penglaman orang lain. Prinsip ekonomis antara lain: (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) pemsaran hasil; (d) pembiayaan usahatani; (e) penggolongan modal dan pendapatan serta tercermin dari keputusan yang diambil agar resiko tidak menjadi tanggungan pengelola. Kesediaan menerima resiko sangat tergantung kepada: (a) perubahan sosial serta (b) pendidikan dan pengalaman petani.
25
3.1.3
Analisis Usahatani Usahatani dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi kewajiban
membayar bunga modal, upah tenaga kerja, alat dan sarana produksi yang digunakan serta kewajiban pada pihak ketiga. Untuk menilai keberhasilan usahatani diperlukan analisis terutama dari sudut pandang ekonomi. Menurut Suratiyah (2008), analisis usahatani antara lain dapat dilihat melalui biaya dan pendapatan serta efisiensi.
3.1.3.1 Biaya Menurut Soekartawi (1986), biaya adalah sejumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi kegiatan usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang maksimal. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan dalam bentuk uang oleh petani sendiri. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan petani bukan dalam bentuk uang tunai, tetapi diperhitungkan dalam perhitungan usahatani. Menurut Suratiyah (2008) biaya produksi dalam usahatani dapat dibedakan atas: (a) Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, penyusutan alat-alat pertanian dan bunga pinjaman. (b) Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya pengeluaranpengeluaran untuk biaya sarana produksi seperti biaya bibit dan tenaga kerja. Biaya yang langsung dikeluarkan dan diperhitungkan, terdiri dari: (a) Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap, misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel, misalnya pengeluaran untuk bibit dan tenaga kerja untuk keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki oleh petani. (b) Biaya tidak tunai adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel).
26
Soekartawi (1986) menyatakan bahwa biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua yaitu: (a) Biaya tetap (fixed cost) dan (b) Biaya tidak tetap (Variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Artinya besarnya biaya tetap tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya tetap antara lain sewa tanah, pajak, alat pertanian dan iuran irigasi. Biaya tidak tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya untuk sarana produksi. Jika menginginkan produksi yang tinggi maka faktor-faktor produksi (tenaga kerja, pupuk, dan sebagainya) perlu ditambah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa biaya ini sifatnya berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang akan dicapai. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang dibebankan kepada usahatani untuk menggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat-alat pertanian dan biaya imbangan sewa lahan. Biaya ini digunakan untuk menghitung berapa sebesarnya pendapatan kerja petani jika sewa lahan dan nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan. Berikut ini dapat dilihat Kurva Hubungan Biaya dengan Produksi pada Gambar 2.
C TC C=F(Y) VC FC
Y Gambar 2. Kurva Hubungan Biaya dengan Tingkat Produksi Sumber : Suratiah (2008)
27
3.1.3.2 Penerimaan Soekartawi (1986) penerimaan adalah total nilai produk yang dijalankan yang merupakan hasil perkalian antara jumlah fisik output dengan harga atau nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani tersebut (P x Q). Istilah lain untuk penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani yang terbagi menjadi pendapatan kotor tunai dan pendapatan kotor tidak tunai. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani jamur tiram putih, sedangkan pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen jamur tiram putih yang dikonsumsi. Penerimaan usahatani yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil dan nilai penggunaan rumah serta barang yang dikonsumsi.
3.1.3.3 Pendapatan Soekartawi (1986) pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan, untuk mengukur imbalan yang diperoleh petani akibat penggunaan faktor-faktor produksi. Untuk menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan. Pendapatan memerlukan dua komponen pokok yaitu penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Menurut Suratiyah (2006) analisis pendapatan usahatani pada umumnya digunakan untuk mengevaluasi kegiatan suatu usaha pertanian dalam satu tahun. Tujuannya adalah membantu perbikan pengolahan usaha pertanian yang digunakan adalah harga berlaku, kemudian penyusutan diperhitungkan pada tahun tersebut untuk investasi modal yang umur penggunaannya cukup lama. Penggunaan barang yang bukan tunai seperti produksi yang dikonsumsi sendiri di rumah dan pengeluaran di luar usaha pertanian dikeluarkan oleh karena analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui hanya perkembangan usaha pertanian saja. Analisis tersebut memerlukan suatu perkiraan pengembalian modal investasi dan
28
tenaga petani, dan kemudian dibandingkan dengan pengambilan pola pilihan tanaman lain atau pilihan diluar usaha pertanian. Menurut Suratiyah (2008), pendapatan adalah jumlah yang tersisa setelah biaya, yaitu semu nilai input untuk produksi, baik yang benar-benar di biayai maupun yang hanya diperhitungkan, telah dikurangkan penerimaan. Pendapatan terdiri dari dua unsur, yaitu: (1) imbalan jasa manajemen, “upah” atau honorarium petani sebagai pengelola (2) dan sisanya atau laba, yaitu net profit, merupakan imbalan bagi risiko usaha. Inilah yang sebenarnya merupakan keuntungan atau laba, dalam artian ekonomi perusahaan. Pendapatan usahatani dapat didefenisikan sebagai sisa (beda) dari pada pengurangan nilai penerimaan-penerimaan usahatani dengan biaya-biaya yang dikeluarkannya. Dari jumlah pendapatan tersebut kemudian dapat dinyatakan besarnya balas-jasa atas penggunaan tenaga kerja petani dan keluarga, modal sendiri dan keahlian pengelolaan petani. Menurut Seokartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani. Hal ini dapat dilihat sebagai sebagai berikut : 1.
Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumber daya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitug untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani.
2.
Pendapatan kotor tunai didefenisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang terbentuk benda yang dikonsumsi.
3.
Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.
4.
Pengeluaran total usahatani didefenisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk
29
tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. 5.
Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.
6.
Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.
7.
Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.
8.
Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.
3.1.3.4 Efisiensi Menurut Suratiyah (2008), efisiensi usaha dapat dilihat melalui nilai R/C. R/C dapat diketahui dari hasil perbandingan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu kali periode produksi usahatani. Indikator keberhasilan usahatani dapat dilihat dari nilai R/C atau analisis imbangan penerimaan dan biaya. R/C melihat seberapa besar pengeluaran memberikan manfaat (penerimaan) semakin tinggi nilai R/C menunjukkan semakin menguntungkan usahatani tersebut dilakukan. Nilai R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan efisien, karena kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak efisien, karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena
30
penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani.
3.2
Kerangka Pemikiran Operasional Komunitas Petani Jamur Ikhlas yang berada di Desa Cibening, Kecamatan
Pamijahan, merupakan salah satu usaha produksi yang menghasilkan jamur tiram putih di Kabupaten Bogor. Meningkatnya permintaan jamur tiram putih sekitar 20 sampai dengan 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008) seharusnya dapat memberikan motivasi kepada Komunitas Petani Jamur Ikhlas untuk terus melakukan usahatani tersebut sehingga lebih produktif. Namun demikian produktivitas yang dihasilkan oleh kelompok petani tersebut selama ini belum maksimal, karena teknik budidaya yang dilakukan masih tergolong manual dan belum memenuhi standar operasional budidaya jamur, misalkan proses penyiraman belum kontinu dilakukan dan pengendalian hama masih dilakukan dengan langsung menggunakan tangan. Berdasarkan kondisi tersebut maka muncul pertanyaan apakah usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas masih menguntungkan dan efisien untuk terus dilaksanakan. Salah satu cara untuk dapat menjawab pertanyaan tersebut adalah dengan melakukan penelitian mengenai analisis usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Kerangka pemikiran operasional penelitian tersebut dapat diringkas seperti yang terlihat pada Gambar 3.
31
Usahatani Komunitas Petani Jamur Ikhlas
1. Permintaan Jamur Tiram Putih Meningkat 2. Produktivitas Masih Rendah 3. Keterbatasan Modal
Analisis Sistem Usahatani Jamur Tiram Putih
Analisis Pendapatan 1. Biaya 2. Penerimaan 3. Pendapatan
Rugi
Untung
Analisis Efisiensi R-C rasio
Efisien
Tidak Efisien
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional di KPJI
32
IV 4.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Cibening, Kecamatan Pemijahan,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Pertimbangan memilih lokasi Komunitas Petani Jamur Ikhlas karena terjadi penurunan kelompok petani serta menggunakan sistim bagi hasil antara kelompok petani dengan Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Penelitian ini diawali dengan survei dan dilanjutkan dengan pengambilan data yang dilaksanakan pada bulan Juli – September tahun 2009.
4.2.
Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kegiatan usahatani dan wawancara langsung kepada petani anggota kelompok (6 orang) dan pihak KPJI (ketua dan sekretaris). Data sekunder sebagai data pelengkap dan penunjang diperoleh dari literatur yang relevan baik dari buku, majalah, maupun hasil-hasil penelitian terdahulu, selain itu, data sekunder juga berasal dari berbagai instansi, antara lain
Dinas
Pertanian
dan Kehutanan Kabupaten Bogor,
Departemen Pertanian, Masyarakat Agrobisnis Jamur Indonesia dan Ditjen Bina Produksi Hortikultura.
4.3.
Metode Pengolahan Data Data yang diperoleh diolah dan dianalisis secara kuantitatif dan kualitatif.
Data kuantitatif yang diperoleh selama satu kali periode musim tanam jamur tiram putih diolah dengan menggunakan Microsoft Excel dan disajikan dalam bentuk tabulasi. Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan analisis usahatani yang terdiri dari biaya dan pendapatan serta efisiensi. Analisis kualitatif digunakan untuk menguraikan hasil analisis kuantitatif yang diperoleh. Selain itu analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan analisis sistem usahatani jamur tiram putih di Kelompok Petani Jamur Ikhlas yang terdiri dari dua kelompok.
4.3.1. Analisis Keragaan Usahatani Analisis sistem usahatani melihat keterkaitan antar subsistem dari subsistem hulu hingga sub sistem penunjang dalam usahatani. Menurut Suratiyah (2008), sistem usahatani merupakan subsistem dari sistem agribisnis yang melakukan proses produksi. Sistem usahatani jamur tiram putih tersebut meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen, sedangkan penelitian ini meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan penen.
4.3.2. Analisis Usahatani Usahatani dikatakan berhasil apabila mampu memenuhi kewajiban membayar bunga modal, upah tenaga kerja, alat dan sarana produksi yang digunakan serta kewajiban pada pihak ketiga. Untuk menilai keberhasilan usahatani diperlukan analisis terutama dari sudut pandang ekonomi. Menurut Suratiyah (2008), analisis usahatani antara lain dapat dilihat melalui biaya dan pendapatan serta analisis efisiensi.
4.3.2.1. Analisis Pendapatan Menurut Suratiyah (2008), pendapatan petani adalah selisih antara penerimaan dengan total biaya per usahatani dengan satuan rupiah. Rumus pendapatan petani adalah sebagai berikut : I
=
R–C
Keterangan : I
: Pendapatan petani (Rp)
R
: Penerimaan (Rp)
C
: Total biaya (Rp) Penerimaan atau nilai produksi merupakan jumlah produksi dikalikan
harga produksi dengan satuan rupiah. Rumus penerimaan adalah sebagai berikut :
R
=
PxY
34
Keterangan : R
: Penerimaan atau nilai produksi (Rp)
P
: Harga produk (Rp/Kg)
Y
: Produksi Total (Kg) Total biaya merupakan jumlah biaya variable dan biaya tetap per usahatani
dengan satuan rupiah. Rumus Total biaya adalah sebagai berikut : C
=
FC + VC
Keterangan : C
: Total biaya (Rp)
VC
: Biaya variabel, yaitu biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya, pengeluaran-pengeluaran untuk sarana produksi seperti baglog dan tenaga kerja (Rp).
FC
: Biaya tetap, yaitu biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi (Rp) Biaya penyusutan investasi yang terdiri dari bangunan dan peralatan
dihitung dengan menggunakan Metode Garis Lurus. Biaya tersebut diperoleh melalui perhitungan dengan membagi nilai pembelian yang dikalikan dengan jumlah dengan umur ekonomis pemakaian. Asumsi yang digunakan dalam Metode Garis Lurus ini adalah nilai sisa dianggap nol. Rumus biaya penyusutan adalah sebagai berikut : Biaya Penyusutan = (Nb – Ns) n Keterangan : Nb
: Nilai pembelian (Rp)
Ns
: Nilai sisa
n
: Umur ekonomis (Tahun)
4.3.2.2.Analisis Efisiensi Menurut Suratiyah (2008), efisiensi usaha dapat dilihat melalui nilai R/C. R/C dapat diketahui dari hasil perbandingan antara penerimaan (R) dengan total biaya (C) dalam satu kali periode produksi usahatani. Rumus R/C adalah sebagai berikut :
35
R/C
= TP / TB
Keterangan : TP
: Penerimaan usahatani (Rp)
TB
: Total biaya usahatani (Rp) Nilai R/C > 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan
efisien karena kegiatan usahatani yang dilakukan dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C < 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak efisien karena kegiatan usahatani yang dilakukan tidak dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya. Nilai R/C = 1 maka kegiatan usahatani yang dilakukan dapat dikatakan tidak memberikan keuntungan maupun kerugian (impas) karena penerimaan yang diterima oleh petani akan sama dengan pengeluaran yang dikeluarkan oleh petani.
4.4.
Batasan dan Pengukuran Untuk melakukan analisis usahatani jamur tiram putih dalam penelitian
ini, digunakan beberapa batasan dan pengukuran yaitu : 1.
Pendapatan pengurangan
tunai
adalah
antara
pendapatan
penerimaan
yang
dengan
diperoleh
biaya
yang
dari
hasil
benar-benar
dikeluarkan dengan satuan rupiah. 2.
Pendapatan total adalah pendapatan hasil pengurangan antara penerimaan total dengan biaya keseluruhan dengan satuan rupiah.
3.
Penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan harga produk dengan satuan rupiah.
4.
Total biaya adalah jumlah biaya variabel dan biaya tetap per usahatani dengan satuan rupiah.
5.
Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah produksi, misalnya, pengeluaran-pengueluaran untuk sarana produksi seperti baglog dan tenaga kerja.
6.
Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan untuk usahatani yang tidak bergantung kepada besarnya produksi.
36
7.
Metode perhitungan penyusutan investasi menggunakan metode garis lurus dengan asumsi nilai sisa adalah nol.
8.
Harga yang berlaku untuk input dan output usahatani jamur tiram putih pada penelitian ini disesuaikan dengan harga saat penelitian JuniSeptember tahun 2009.
37
V. GAMBARAN UMUM KPJI 5.1 Sejarah KPJI Usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas (KPJI) merupakan sebuah usaha kelompok yang terdiri dari beberapa petani, yang dipimpin oleh Pak Jainal. KPJI berdiri di Desa Cibening Kecamatan Pamijahan Bogor tahun 2007. Komunitas Petani Jamur Ikhlas bekerja sama dengan Yayasan Paguyuban Ikhlas untuk memberdayakan masyarakat pedesaan khususnya di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan. Komunitas Petani Jamur Ikhlas membangun industri pangan dengan pendekatan terhadap petani yang ramah lingkungan, murah, dan efisien melalui pengelolaan bisnis secara profesional yang direncanakan KPJI dengan harapan akan membantu petani dalam meningkatkan kualitas produk jamur tiram putih. Pendirian KPJI didasarkan pada pola pikir wirausaha yang dibangun melalui pelatihan yang diikuti pimpinan usaha ini di Institut Pertanian Bogor (IPB) tentang budidaya jamur tiram. Bisnis jamur tiram memiliki prospek yang cerah, dilihat dari data permintaan masyarakat terhadap jamur tiram putih dari tahun ke tahun cenderung meningkat yaitu sebesar 20 persen sampai 25 persen per tahun (Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia 2008). KPJI terinspirasi untuk membuat komunitas usaha yang bergerak dalam budidaya jamur tiram putih, yang terdiri dari 10 kelompok petani, dalam satu kelompok tani terdiri dari tiga orang petani. Saat ini yang aktif hanya dua kelompok yang terdiri dari enam orang petani, satu kelompok sudah mandiri dalam arti sudah tidak dibiayai oleh KPJI dalam bentuk baglog, selain itu juga produksinya tidak kontinu dan sisanya menunggu giliran karena KPJI memiliki keterbatasan modal anggaran untuk memenuhi kebutuhan baglog. KPJI membina kelompok tani dalam hal membudidayakan jamur tiram putih, dibantu dari segi modal, pengawasan, pemasaran dan melakukan kerjasama. Petani jamur tiram putih menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai usaha sampingan terutama petani yang berjenis kelamin perempuan karena mudah dalam hal pembudidayaannya, sedangkan petani yang bejenis kelamin laki-laki menganggap usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencarian pokok karena dapat menghasilkan pendapatan yang cukup memuaskan dibandingkan dengan usaha lain. Usaha lain petani adalah usahatani padi dan kakao.
Petani yang menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai mata pencarian pokok lebih serius dalam mengelola usahataninya dibandingkan dengan petani jamur tiram putih yang menjadikan usahatani jamur tiram putih sebagai usaha sampingan. Pola usaha jamur pada KPJI diimplementasikan dalam bentuk kemitraan dengan petani, petani diberikan kredit modal kerja berupa baglog jamur siap panen dengan jumlah 32.500 baglog atau setara dengan Rp 58.500.000,00 per musim tanam oleh KPJI sebagai sentra produksi dengan pengembalian pinjaman selama tiga bulan dibayar dengan hasil panen dan hasil panen pemasarannya langsung kepada pengelola KPJI dengan harga Rp 7.000,00 per kg. kemudian KPJI menjual ke pedagang Rp 7.500,00 per kg. Tujuan utama KPJI memberdayakan masyarakat sehingga akan terbangun pola-pola pencerdasan masyarakat yang berbasis pada potensi ekonomi dan sumber daya lokal melalui kemitraan masyarakat dengan sistem kelompok petani, dengan harapan akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat serta bisa mengurangi
tingkat pengangguran, serta meningkatkan daya beli dan
pendapatan petani, dan menjadi sumber pertumbuhan baru dalam rangka otonomi daerah di daerah Kabupaten Bogor. KPJI bergerak dalam bidang agribisnis jamur tiram putih yang berorientasi pada pengembangan industri kecil dan menengah. Visi perusahaan mencerminkan tujuan pendirian perusahaan yang diaplikasikan melalui misi untuk memperkuat keberadaannya di dalam masyarakat atau pasar.
Visi Usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas adalah: 1. Meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menjadikan jamur tiram putih sebagai salah satu ikon Kecamatan Pamijahan. 2. Mengembangkan industri pertanian yang berwawasan bioteknologi yang mantap.
Misi Usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas adalah: 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas menjadi jamur tiram putih super. 2. Peningkatan kerjasama dengan lembaga atau instalasi yang terkait. 3. Membantu pemerintah daerah dengan membuka lapangan kerja atau mengurangi angka pengangguran.
39
5.2 Kegiatan Usaha KPJI Dalam kegiatan sehari-hari unit pelaksana teknis dibantu oleh pelaksana administrasi dalam memantau hasil produksi. Pemantauan ini dilakukan agar petani terus menjaga kondisi mutu hasil yang tetap optimal. Bagian dari organisasi usaha juga aktif dalam melakukan temu lapang dengan para kelompok petani yang menjadi mitra KPJI. Temu lapang dilakukan satu kali dalam sebulan untuk membahas perkembangan dan permasalahan petani dalam produksi jamur, serta untuk menjaga kontinuitas usaha dalam jangka panjang. KPJI juga wajib memberikan laporan hasil produksi ke Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor setiap tahun selama tiga tahun, dan jika laporan hasil produksinya kontinu selama tiga tahun, KPJI masih berhak menerima pinjaman dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.
5.3 Struktur Organisasi Menurut Soeharjo dan Patong (1973) pengertian organisasi usahatani adalah sebagai organisasi harus ada yang diorganisir dan ada yang mengorganisir, ada yang memimpin dan ada yang dipimpin. Mengorganisir usahatani adalah Komunitas Petani Jamur Ikhlas dan kelompok tani, yang diorganisir adalah faktor-faktor produksi yang dikuasai atau dapat dikuasai. Makin maju usahatani makin sulit bentuk dan cara pengorganisasinya. Struktur organisasi usaha Komunitas Petani Jamur Ikhlas terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara, seperti pada Gambar 4.
Ketua
Sekretaris
Bendahara
Gambar 4. Struktur Organisasi Komunitas Petani Jamur Ikhlas.
40
Penyusunan deskripsi kerja dimulai dengan mengidentifikasikan jenisjenis pekerjaan yang diperlukan dalam suatu kegiatan usaha. Uraian yang dibuat dalam deskripsi jabatan, berdasarkan tanggung jawab yang dibebankan, dan tugas yang dilaksanakan. Pembagian tugas dan wewenang harus jelas, mudah dimengerti dan tidak tumpang tindih. Rincian tugas di Komunitas Petani Jamur Ikhlas adalah : 1. Ketua. Ketua merupakan penanggung jawab atas kegiatan pengorganisasian, pelaksanan, dan jalannya seluruh aktivitas Usaha Jamur Tiram Putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. 2. Sekretaris Sekretaris merupakan pelaksana kegiatan dalam menangani segala hal yang berhubungan dalam pencatatan data-data produksi di lapang. 3. Bendahara Bendahara merupakan pelaksana kegiatan dalam menangani keluar masuknya uang.
5.4 Hubungan KPJI dan Kelompok Petani Hubungan KPJI dan kelompok petani dalam struktur organisasi adalah melakukan kerjasama dalam membudidayakan usahatani jamur tiram putih, dimana KPJI berperan dalam memberikan modal berupa baglog ke KPJI dan kelompok petani yang merawat sampai panen dengan sistim bagi hasil. Sistim bagi hasil antara petani dan KPJI adalah hasil penjualan produksi petani setelah dikurangi biaya pinjaman baglog ke KPJI, yaitu sebesar 20 persen (1/5) bagian untuk KPJI dan 80 persen (4/5) untuk petani.
5.5. Karakteristik Petani di KPJI Komunitas Petani Jamur Ikhlas terdiri dari dua kelompok petani, dalam satu kelompok terdiri dari tiga orang. Jumlah petani tersebut sebanyak enam orang. Masing-masing kelompok memiliki lahan sendiri yang terletak di pekarangan rumah petani. Kelompok petani bekerja sama dalam proses perawatan sampai panen dan hasil panen dijual ke KPJI. Karakterisrik berbeda baik dari segi
41
usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani jamur tiram putih maupun status kepemilikan lahan. Karakteristik tersebut dianggap penting karena akan mempengaruhi pelaksanaan usahatani jamur tiram putih yang nantinya akan berpengaruh terhadap produksi serta pendapatan usahatani jamur tiram putih. Usia para petani yang menjadi responden dalam penelitian ini berkisar antara 19 – 43 tahun. Berdasarkan informasi tersebut dapat diketahui bahwa usia petani masih produktif. Usia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut masih muda dalam mengadopsi teknologi baru dan lebih cepat mengambil keputusan. Jenis kelamin pada responden adalah perempuan dan laki-laki, dimana perempuan atau ibu-ibu yang sudah menikah sebesar 66,6 persen dan laki-laki (sudah menikah) sebesar 33,4 persen. Hal ini disebabkan karena pekerjaan ibu-ibu sebagai pekerjaan rumah, sehingga mampu menyempatkan waktu melakukan usahatani jamur tiram putih, selain itu, lokasi tersebut terletak dipekarangan rumah salah satu petani. Usia dan jenis kelamin petani di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dapat dilihat Tabel 8. Tabel 8. Karakteristik Petani Responden KPJI Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin. Petani
Usia (Tahun)
Jenis Kelamin
1
19
Perempuan
2
20
Perempuan
3
22
Perempuan
4
31
Perempuan
5
38
Laki-laki
6
43
Laki-laki
42
Berdasarkan hasil wawancara kepada seluruh responden diketahui bahwa seluruh responden pernah menempuh pendidikan formal, seperti SD, SMP, SMA. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Petani tertinggi adalah SMA sebesar 83.3 persen sedangkan SMP sebesar 16,7 persen. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh pengetahuan budidaya jamur tiram putih yaitu dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh instansi terkait. Petani responden belum pernah mengikuti pelatihan budidaya jamur tiram putih, kecuali wakil dari KPJI yang dilakukan di Institut Pertanian Bogor. Pengetahuan petani diperoleh dengan cara melihat atau pihak KPJI memberikan arahan budidaya jamur tiram putih. Sebaran tingkat pendidikan petani responden di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dapat dilihat Tabel 9.
Tabel 9. Sebaran Tingkat Pendidikan Petani Responden di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (Orang)
(%)
SD
-
-
SMP
1
16,7
SMA
5
83.3
Jumlah
6
100
Berdasarkan pengamatan di lapang, keahlian teknik budidaya usahatani jamur tiram putih cukup menentukan dalam pelaksanaan usahatani jamur tiram putih. Pada umumnya petani yang sudah ahli dalam teknik budidaya dalam usahatani jamur tiram putih, jika input produksinya mendukung maka akan lebih mampu untuk meningkatkan produksi dibandingkan dengan petani yang kurang ahli dalam usahatani jamur tiram putih. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa sebagian besar petani responden pengalaman bertani jamur tiram putih mulai sejak Komunitas Petani Jamur Ikhlas berdiri pada tahun 2007 (tiga tahun). Keuntungan yang ditawarkan dari hasil budidaya cukup memuaskan, cara
43
pembudidayanya pun relatif tidak sulit terutama dalam hal pengalokasian waktu yang digunakan sehingga budidaya jamur tiram putih dijadikan sebagai penghasil tambahan dan modal yang dibutuhkan tidak terlalu besar tergantung dari skala usaha yang diinginkan. Faktor alam pun sangat mendukung perkembangan jamur tiram putih seperti suhu. Dilihat dari banyaknya faktor-faktor yang mendukung, maka kelompok petani di Desa Cibening yang mulai mengusahakan budidaya jamur tiram putih, dan ada satu petani pengalaman bertaninya selama lima tahun, karena petani sudah pernah kerja usahatani jamur tiram putih sebelum KPJI berdiri. Kelompok Petani dalam penelitian ini menggunakan lahan milik sendiri untuk dijadikan tempat dalam usahatani jamur tiram putih. Status kepemilikan lahan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang akan diperoleh petani. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada kelompok petani diketahui bahwa lahan yang digunakan petani adalah lahan yang berada disekitar halaman rumah mereka. Hal tersebut dilakukan karena petani dapat menghemat biaya pengeluaran untuk menyewa lahan serta dapat melakukan pengawasan terhadap usahatani jamur tiram putih setiap saat.
44
VI. ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH DI KPJI 6.1.
Keragaan Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa
Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat dilakukan sejak tahun 2007. Pada tahun 2007-2009 Komunitas Petani Jamur Ikhlas bekerja sama dengan Yayasan Paguyuban Ikhlas, dalam segi modal dibiayai oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas. Namun saat ini, Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah mandiri dalam arti tidak dibiayai oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas tetapi masih melakukan kerja sama. Kerja sama tersebut yaitu Komunitas Petani Jamur Ikhlas membeli baglog dari Yayasan Peguyuban Ikhlas. Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki dua kelompok petani yang aktif, dalam satu kelompok terdiri dari tiga orang, jadi jumlah petani tersebut enam orang. Sistem usahatani yang dilakukan petani KPJI adalah dengan cara pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu, dan penen. Pola usaha jamur pada Komunitas Petani Jamur Ikhlas diimplementasikan dalam bentuk kemitraan dengan petani, petani diberikan kredit modal kerja berupa Baglog jamur siap panen dengan jumlah 32.500 baglog atau setara dengan Rp 58.500.000,00 per musim tanam oleh Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebagai sentra produksi, dengan pengembalian pinjaman selama tiga bulan dibayar dengan hasil panen, dan hasil panen pemasarannya langsung kepada pengelola KPJI dengan harga sebesar Rp 7.000,00 per Kg, kemudian KPJI menjual ke pedagang dengan harga sebesar Rp 7.500,00 per Kg. Komunitas Petani Jamur Ikhlas sudah bekerja sama dengan pedagang sehingga biaya transfortasi tidak dikeluarkan, karena pedagang langsung ke tempat usaha tersebut. Faktor produksi yang terdiri dari baglog, nutrisi, upah pengangkutan baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog dan tenaga kerja keluarga. Baglog yang sudah dibeli harus disimpan ditempat yang menunjang pertumbuhan miselium dan tubuh buah. Suhu yang diperlukan untuk pertumbuhan miselium adalah 220C- 280C. Apabila suhu terlalu rendah atau terlalu tinggi, maka ruangan tempat kumbung tersebut harus diatur. Baglog ini hingga seluruh media tanam berwarna putih merata sekitar sepuluh hari sejak dilakukan pembelian 45
baglog. pembelian baglog sebanyak tiga kali dalam setahun, karena proses produksi selama dalam setahun dilakukan tiga kali proses produksi. Satu kali proses produksi membutuhkan waktu selama empat bulan.
6.1.1 Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Usahatani dimulai dari pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen. Sistem usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas yang dilakukan meliputi pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembelian baglog, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen. Kapasitas produksi yang dimiliki oleh kelompok Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebesar 32.500,00 baglog dengan luas kumbung 110 m2 yang terdiri dari 60 m2 (10 m x 6 m) dan 50 m2 (10 m x 5 m). Berikut ini adalah usahatani jamur tiram putih kelompok petani di Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebagai berikut: 1.
Pemilihan Lokasi Lokasi usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas
berada di Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor yang merupakan wilayah dataran di atas ketinggian 500 meter dari permukaan laut. Berdasarkan wawancara diketahui bahwa Lokasi tersebut didukung dengan kondisi iklim yang cocok untuk usahatani jamur tiram putih serta dekat dengan sumber bahan baku dan pasar. Pabrik penggergajian kayu, penggilingan padi, dan hutan untuk pengambilan kayu bakar, yang merupakan sumber-sumber bahan baku produksi yang dekat dengan lokasi usaha sehingga tidak memerlukan biaya tambahan dalam pengadaan bahan baku tersebut. Pasar tradisional Leuwiliang sebagai pasar sasaran utama produksi berada sekitar 12 km dari lokasi budidaya, akan tetapi KPJI sudah bekerja sama dengan pedagang sehingga biaya transportasi tidak dikeluarkan, karena pedagang langsung ke tempat usaha tersebut. Berdasarkan hal tersebut, maka usaha jamur tiram putih di KPJI layak untuk diusahakan karena dekat dengan sumber-sumber bahan baku dan pasar.
46
Tenaga kerja dalam pemilihan lokasi adalah tersedianya tenaga kerja dengan upah yang terjangkau. Usaha jamur tiram putih KPJI memiliki lima orang tenaga kerja tidak tetap dengan upah setiap harinya yaitu Rp 15.000,00 per orang pada saat baglog baru dibeli, dengan cara mengangkut baglog ke kumbung dan upah pada saat proses pemanen. 2.
Pembuatan Kumbung Kumbung yang digunakan dalam usahatani jamur tiram putih merupakan
kumbung yang terbuat dari bilik bambu, dalam kumbung terdapat rak-rak bertingkat yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan baglog pada saat pertumbuhan. Kumbung dilengkapi dengan ventilasi udara yang berfungsi untuk mengatur suhu dan kelembaban didalam kumbung agar tetap terjaga. Usahatani jamur tiram putih di lokasi penelitian memiliki dua buah kumbung dengan ukuran 60 m2 (10 m x 6 m) dan 50 m2 (10 m x 5 m. Kapasitas bangunan kumbung harus sesuai dengan target produksi yang dicapai, sehingga dapat menghemat biaya. masing-masing kumbung tersebut adalah 15.000,00 log dan 11.000,00 log. Usahatani jamur tiram putih di KPJI secara sederhana dapat dilakukan dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti sprayer, keranjang panen, pisau, ember, masker mulut dan timbangan. Kumbung terbuat dari dinding bambu dan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.
Penyiraman Penyiraman diawali oleh pembukaan cincin baglog yang diikat dengan
karet. Setelah cincin dibuka, 2-3 hari kemudian akan tumbuh jamur dan pada hari ke sepuluh jamur sudah dapat dipanen. Selama proses pemeliharaan, baglog disiram dengan air bersih dengan frekuensi yang berbeda pada musim hujan dan kemarau. Pada musim hujan, penyiraman dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari, sedangkan pada musim kemarau penyiraman dilakukan sebanyak 3 kali dalam sehari dengan menggunakan sprayer. Tujuan penyiraman adalah untuk menjaga kelembaban media sehingga miselium dapat tumbuh dengan baik. Berdasarkan hasil wawancara Pemberian Nutrisi pada saat tunas jamur sudah tumbuh. Pemberian nutrisi sebanyak dua kali seminggu. Tujuannya untuk menyuburkan media tanam jamur tiram putih. Nutrisi dalam bentuk cair (Herba
47
Farm Bio Organik) dengan harga sebesar Rp 15.000,00 per botol/liter. Pada satu kali siklus produksi (4 bulan) pemakaian nutrisi sebanyak dua botol/liter. 4.
Pengendalian Hama Pengendalian hama pada jamur tiram yang dilakukan sama sekali tidak
menggunakan pestisida. Kegiatan yang dilakukan secara manual yaitu dengan membuang hama yang ada agar tidak memakan baglog dan tubuh buah jamur tiram putih. Hama yang menyerang baglog antara lain adalah tikus dan jamur oncom, sedangkan yang menyerang tubuh buah jamur tiram putih antara lain adalah kumbang dan semut. 5.
Pengaturan Suhu Ruangan Pengaturan suhu ruangan dilakukan dengan cara membuka dan atau
menutup ventilasi kumbung agar suhu dan kelembaban kumbung tetap terjaga. 6.
Panen Pemanenan dilakukan setelah jamur tiram putih cukup umur dan sekitar
sepuluh hari setelah pembukaan cincin baglog. Setiap baglog jamur tiram putih dapat dipanen sembilan kali. Jamur yang dipanen adalah jamur tiram yang memiliki diameter tudung antara 5-10 cm dan bagian daun terasa tipis bila dipegang. Masa produksi jamur dari setiap baglog adalah selama sekitar 101 hari dan dapat dipanen setiap hari. Total hari yang dihabiskan setelah pembersihan kumbung dan waktu istirahat produksi yang terhitung sekitar sembilan hari dari proses pemanenan. Proses pemanenan, semua jamur yang sudah siap dipanen seluruhnya karena jika ada yang tertinggal akan meyebabkan pembusukan serta akan mengurangi produktivitas baglog. Setiap baglog dapat menghasilkan 0,07 kg jamur tiram putih segar per musim. (Jainal 2009). Kegiatan pemanen jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dilakukan pada pagi dan atau sore hari dengan tujuan untuk menjaga kesegaran jamur. Pemanenan pada pagi hari berlangsung sekitar pukul 07.00 WIB, sedangkan pemanenan pada sore hari dilakukan pada sekitar pukul 17.00 WIB. Setelah dipanen, kemudian dilakukan proses pembersihan kotoran yang menempel pada bagian tubuh jamur serta dilakukan pemotongan pada bagian pangkal batang jamur. Kegiatan selanjutnya yaitu melakukan penyortiran untuk memilah jamur yang baik kondisinya dengan jamur yang sudah cacat.
48
Jamur tiram putih yang tergolong baik selain dilihat dari keutuhan batang dan tudungnya juga dilihat dari ada atau tidaknya hama ulat yang menempel di sela-sela bagian bawah permukaan tudung, jamur tiram putih yang terlalu tua dan dihinggapi ulat akan dipisahkan dan kemudian dibuang. Tingkat keberhasilan panen produksi diperkirakan 80 % berdasarkan tingkat pengalaman dalam melakukan usaha tersebut. Pengemasan merupakan suatu cara untuk melindungi produk. Syarat-syarat yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan kemasan yang akan digunakan diantaranya harus melindungi komoditas yang dikemas dan tidak mengandung zat yang dapat mengandung kesehatan manusia. Pengemasan yang baik, maka akan dapat memperoleh beberapa keuntungan, yaitu produk yang dikemas dapat terhindar dari kerusakan mekanis dan fisiologi, selain itu mutu produk dapat dipertahankan sampai ke tangan pedagang dan konsumen akhir sehingga tidak menurunkan nilai jual dan memudahkan dalam pemasarannya. Pengemasan hasil panen yang akan dipasarkan menggunakan plastik kemasan 5 Kg. Plastik yang dibutuhkan sehari kurang lebih 32 buah plastik. Jamur tiram putih yang dihasilkan oleh petani responden di KPJI dalam bentuk segar. Untuk mempertahankan kesegaran jamur hingga ke tangan konsumen maka pemasarannya harus dilakukan sesegera mungkin. Dalam memasarkan produknya, petani menjualnya ke KPJI kemudian KPJI menjual lagi ke pedagang yang mendatangi tempat lokasi budidaya jamur tiram putih di KPJI tiap hari pada masa panen dengan harga Rp 7.500,00 per kg ke KPJI dan KPJI ke petani Rp 7.000,00 per kg. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada para petani diketahui bahwa satu kali siklus produksi yang dibutuhkan dalam sistem usahatani jamur tiram putih kelompok petani di Komunitas Petani Jamur Ikhlas membutuhkan waktu selama empat bulan. Produk akhir yang dihasilkan yaitu berupa jamur tiram putih segar, dengan produktifitas rata-rata 0,63 kg per baglog. Menurut Dirjen Hortikultura (2006) bila jamur tiram putih dibudidayakan secara optimal dapat menghasilkan
produktifitas
1,2
kg/log,
sedangkan
KPJI
menghasilkan
produktivitas sebesar 0,63 Kg/log sehingga KPJI baru mampu memproduksi setengah dari hasil produktifitas menurut Dirjen Hortikultura.
49
Produksi jamur tiram putih akan optimal jika petani mengikuti langkahlangkah yang dilakukan oleh Dirjen Hortikultura yang sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yaitu dimulai dari pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, pembuatan media tanam, inokulasi bibit, inkubasi, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen. Namun pada kenyataannya dalam pengendalian hama para petani di KPJI masih belum memenuhi langkah-langkah Standar Operasional Prosedur (SOP) yang disarankan oleh Dirjen Hortikultura, dimana mereka masih menggunakan tangan sedangkan Dirjen Hortikultura menyarankan untuk menggunakan perangkap serangga. Kurangnya modal juga memjadi salah satu alasan KPJI belum mampu memproduksi media tanam sendiri. Penawaran hasil panen jamur tiram putih diperoleh dari petani yang melakukan sistem kontrak dengan pedagang sesuai tenggang waktu yang telah disepakati bersama. Sehingga pihak KPJI tidak perlu mencari pasar setiap kali melakukan kegiatan pemanenan. Hasil produksi jamur oleh petani dijual ke KPJI dengan harga Rp 7.000,00 per kg, kemudian KPJI menjual ke pedagang Rp 7.500,00 per kg. Berdasarkan wawancara dengan beberapa pedagang pengecer, Pasar Leuwiliang dapat menyerap jamur tiram putih setiap hari 300 kg, sedangkan penawaran yang tersedia di KPJI saat ini masih berkisar 162,18 kg setiap hari. Selain penawaran di KPJI untuk memenuhi permintaan jamur tiram putih di Pasar Leuwiliang berasal dari petani-petani di luar lokasi penelitian seperti daerah Gunung Menyan Gunung Picung dan pedagang besar. Selisih penawaran dan permintaan yang tinggi tersebut menyebabkan jamur tiram putih selalu terjual habis di pasar. Pedagang pengumpul memilih pasar sasaran Pasar Leuwiliang karena jarak dari lokasi budidaya lebih dekat, sehingga dapat menghemat biaya transportasi, selain itu harga yang ditawarkan ke konsumen akhir juga lebih tinggi yaitu Rp 9.500,00/kg bila dibandingkan dengan Pasar Bogor dengan harga Rp 8.500,00/kg. Daerah yang menjadi tujuan pemasaran jamur tiram putih segar oleh pedagang pengumpul adalah Pasar Leuwiliang, Pasar Bogor, Pasar Ciampea dan lain-lain. Kantor sekretariat Komunitas Petani Jamur Ikhlas berfungsi sebagai pusat segala kegiatan administrasi, serta tempat pertemuan antara pihak Komunitas
50
Petani Jamur Ikhlas dengan kelompok petani. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan seperti temu lapang dilakukan satu kali dalam sebulan untuk membahas perkembangan dan permasalahan petani dalam usaha jamur tiram putih, serta untuk menjaga kontinuitas usaha dalam jangka panjang. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan mempererat sistim kekeluargaan antara petani dengan pihak KPJI.
6.2.
Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih Usahatani merupakan suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup keluarga, dengan demikian maka tujuan utama dilakukannya usahatani tidak terlepas dari pemerolehan keuntungan, begitu pula dengan kegiatan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Usahatani yang dilakukan yaitu dalam rangka memelihara baglog, pengontrolan kelembaban dan sirkulasi udara, serta sampai dengan menghasilkan produk jamur tiram putih dalam bentuk segar yang pada akhirnya akan dinilai besarnya biaya yang dikeluarkan serta penerimaan yang diperoleh. Selisih antara penerimaan dan biaya tersebut akan menghasilkan pendapatan yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga.
6.2.1. Struktur Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Biaya yang dikeluarkan terdiri atas biaya tunai dan biaya tidak tunai. Informasi selengkapnya dapat di lihat pada Tabel 10. 1.
Biaya Tunai Komponen biaya tunai terdiri atas:
a.
Baglog KPJI memberikan pinjaman berupa baglog kepada petani dengan nilai
sebesar Rp 58.500.000,00 atau 76,91 persen dari total pembiayaan usahatani jamur tiram putih. Berat baglog per satuan adalah 1,5 Kg. Pembayaran kembali oleh petani dilakukan setelah hasil panen diperoleh. KPJI memberikan pinjaman bukan dalam bentuk uang, namun dalam bentuk baglog yang dibeli oleh Yayasan Paguyuban Ikhlas.
51
Tabel 10. Arus Biaya Usahatani Jamur Tiram Putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Uraian KPJI Unit
Satuan
Harga/Unit
Total
%
(Rp) Struktur Biaya Biaya Tunai Baglog Nutrisi Plastik ATK Ongkos Pembelian Baglog Upah Pengangkutan Baglog Upah Pada Saat Panen Listrik Gaji - Manejer - Bendahara - Sekretaris
32.500
unit
1.800
58.500.000
76,91
2
liter
15.000
30.000
0,04
32
unit
233
7.456
0,01
4
bulan
200.000
200.000
32.500
unit
250.000
250.000
5
orang
15.000
75.000
5
orang
15.000
75.000
4
bulan
10.000
40.000
1
bulan
1.700.000
6.800.000
1
bulan
1.000.000
4.000.000
1
bulan
1.300.000
5.200.000
Total Biaya Tunai
0.27 0.32 0.09 0.09 0.05 8.94 5.26
75.177.456
6.83 98.83
889.555,3
1.17
1.530.000
1.98
2.419.555,3
3.13
77.141.011,3
100
Biaya Tidak Tunai Penyusutan 102
HOK
HOK
Total Biaya Tidak Tunai Total Biaya
b.
15.000
Nutrisi, biaya yang dikeluarkan oleh KPJI untuk pembelian nutrisi sebesar Rp
30.000,00 atau sebesar 0,39 persen dari total biaya. c.
Plastik yang digunakan sebagai tempat hasil produksi jamur berukuran lima
kilogram, dengan harga Rp 233 per unit, dimana satu pack plastik (30 plastik) seharga Rp. 7000,00. Biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi (4 bulan)
52
dibutuhkan plastik sebanyak 32 kantong plastik. Biaya ini dikeluarkan oleh KPJI sebesar Rp 7.456 atau sebesar 0,01 persen. d.
ATK, biaya yang dikeluarkan untuk ATK sebesar Rp 200.000,00 atau sebesar
0,63 persen yang sepenuhnya dikeluarkan oleh KPJI. ATK yang dimaksud antara lain alat tulis ataupun peralatan kantor lainnya. e.
Ongkos Pembelian Baglog, biaya yang dikeluarkan oleh KPJI untuk
pembelian baglog sebesar Rp 250.000,00 atau sebesar 3,29 persen. Biaya yang dikeluarkan dalam satu kali produksi (4 bulan) relatif sama untuk tiap kali produksi (4 bulan) karena menggunakan sistem borongan. f.
Upah Pengangkutan baglog besarannya sama dengan biaya yang digunakan
untuk upah memanen jamur tiram putih yaitu sebesar Rp 75.000,00 atau sebesar 0,09 persen. Tenaga kerja yang digunakan sebanyak lima orang dengan sistem borongan yaitu sebesar Rp 15.000,00 per orang. g.
Listrik, biaya listrik yang dikeluarkan oleh KPJI sebesar Rp 40.00,00 atau
sebesar 0.05 persen per satu kali produksi (4 bulan). Biaya listrik per bulannya sebesar Rp 10.000,00 per bulan. h.
Gaji, Biaya yang dikeluarkan oleh KPJI untuk membayar tiga orang
karyawannya adalah Rp 16.000.000,00 per satu kali produksi (4 bulan ) atau sebesar 21,04 persen. Gaji yang diberlakukan dalam Komunitas Jamur Tiram Ikhlas ini disesuaikan dengan upah minimum regional (UMR), yakni lebih besar dari UMR Kabupaten Bogor 2009 sebesar Rp. 991.714,00 Gaji yang diberikan kepada tiap bagian kepengurusan KPJI dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Gaji Pengurus Komunitas Petani Jamur Ikhlas Per Bulan (Rp) No. Uraian Gaji per bulan (Rp) 1
Ketua
1.700.000,00
2
Sekretaris
1.300.000,00
3
Bendahara
1.000.000,00
Total
4.000.000,00
53
2.
Biaya Tidak Tunai, komponen biaya tidak tunai terdiri dari:
a.
Penyusutan, biaya yang dikeluarkan oleh KPJI untuk penyusutan bangunan
dan peralatan sebesar Rp 889.555.3 atau sebesar 1,17 persen. informasi biaya penyusutan bangunan dan peralatan dapat dilihat pada Tabel 12. Metode perhitungan dengan menggunakan metode penyusutan garis lurus.
Tabel 12. Biaya Penyusutan Bangunan dan Peralatan di KPJI satu Kali Siklus Produksi (4 bulan), Tahun 2009. Uraian Penyusutan (Rp/ Musim) Kumbung - 10 x 6 M 433.333,3 10 x 5 M 333.333,3 Timbangan 16.666,6 Sprayer 33.333,3 Keranjang Panen 55.555,5 Pisau 8.333,3 Ember 5.000 Masker Mulut 4.000 Total Biaya Penyusutan 889.555,3 b.
Biaya Tenaga Kerja, biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja sebesar
Rp 1.530.000,00 atau sebesar 1,98 persen. biaya tenaga kerja sebanyak enam orang yang terdiri dari empat orang perempuan dan dua orang laki-laki. Biaya tenaga kerja yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani jamur tiram putih antara lain penyiraman, pengendalian hama, pembersihan kumbung, dan panen menggunakan per kegiatan masing-masing selama dua jam. Penyiraman, pengendalian hama dan panen dilakukan selama proses produksi yaitu 101 hari, sedangkan proses pembersihan kumbung dilakukan tiga hari setelah pergantian baglog. Waktu tenaga kerja yang dilakukan petani selama enam jam per hari, kecuali pembersihan kumbung dilakukan dua jam per hari selama tiga hari. Perhitungan tersebut diperoleh dari kegiatan penyiraman, pengendalian hama, dan panen yaitu waktu tenaga kerja per hari (enam jam) dikali dengan kegiatan produksi (101 hari) sehingga diperoleh sebesar 606 jam dan ditambah pembersihan kumbung dilakukan selama dua jam selama tiga hari (6 jam). Total waktu tersebut sebesar 612 jam dibagi dengan jumlah petani yaitu enam orang, maka HOK tersebut sebesar 102. HOK 102 dikali dengan upah petani per hari sebesar Rp 15.000,00 maka hasilnya sebesar Rp 1,530.000,00 atau 1,98 persen.
54
6.2.2 Penerimaan Usahatani Penerimaan usahatani jamur tiram putih kelompok petani dan Komunitas Petani Jamur Ikhlas diperoleh dari hasil penjualan jamur tiram putih segar yang dihasilkan selama satu kali siklus produksi (4 bulan). Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa produksi total jamur tiram putih segar sebesar
16.380 kg selama satu kali siklus produksi (4 bulan) yang diperoleh petani dan KPJI dalam usahatani jamur tiram putih. Penerimaan petani dan KPJI dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Penerimaan Petani dan KPJI Per Satu Kali Siklus Produksi Dalam Rupiah (4 bulan). Uraian Petani KPJI Jumlah Harga Total Jumlah Harga Total Penjualan Jamur 20 % dari hasil Produksi Pengembalian Pinjaman Baglog Total Penerimaan
16.380
7.000
114.666.000
16.380
7.500
122.850.000
-
-
-
-
-
11.232.000
-
-
-
32.500
1800
58.500.000
-
-
114.666.000
-
-
192.582.000
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa jumlah penerimaan Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki tiga jenis penerimaan yang menjadi sumber pemasukan pada kas KPJI: Pertama, nilai jual jamur ke pedagang sebesar Rp 122.850.000,00 dengan harga Rp 7.500,00 per Kg. Kedua, 20 % dari hasil penjualan petani sebesar Rp 11.232.000,00 setelah dikurangi dengan uang pengembalian pinjaman baglog. Ketiga, pengembalian pinjaman petani atas pembelian baglog sebesar Rp 58.500.000,00 diberikan kepada KPJI. Total penerimaan Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebesar Rp 192.582.000,00. Penerimaan tersebut merupakan penerimaan usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas pada tahun 2009. Sedangkan penerimaan petani
55
yaitu dari nilai jual jamur ke KPJI sebesar Rp 114.660.000,00 dengan harga Rp 7.000,00 per Kg.
6.2.3 Pendapatan Usahatani Selisih antara penerimaan dengan total biaya disebut dengan pendapatan petani dan Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Pendapatan yang diperoleh dalam usahatani jamur tiram putih per satu kali siklus produksi (4 bulan) di Komunitas Petani Jamur Ikhlas dapat dilihat dalam Tabel 14.
Tabel 14. Pendapatan Petani dan KPJI di KPJI Per Satu Kali Siklus Produksi (4 Bulan) NO Uraian Petani KPJI 1
Penerimaan
114.660.000,00
192.582.000,00
2
Biaya Tunai
69.732.000,00
75.177.456,00
3
Biaya Total
71.262.000,00
76.067.011,30
4
Pendapatan Tunai
44.928.000,00
117.404.544,00
5
Pendapatan Total
43.398.000,00
116.514.988.7,00
Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan antara penerimaan usahatani dengan total biaya tunai, sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan usahatani dengan biaya total ( biaya tunai dan biaya diperhitungkan). Penerimaan tunai dan biaya tunai kelompok petani sebesar 114.660.000,00 dan Rp 69.732.000,00. Sehingga dengan mengurangi penerimaan tunai dengan biaya tunai pada petani, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada petani sebesar Rp 44.928.000,00, sedangkan dengan penerimaan total sebesar Rp 114.660.000,00 dengan biaya total sebesar Rp 71.262.000,00 pada petani maka diperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 43.398.000,00. Pendapatan atas biaya total dibagi enam orang petani sebesar Rp 7.233.000,00 atau pendapatan per bulan sebesar Rp 1.808.250,00 per orang. Apabila petani memiliki modal untuk biaya tunai dan menjual ke pedagang sebesar Rp 7.500,00 maka penerimaan petani sebesar Rp 122.850.000,00 dan tidak dikenakan biaya operasional.
56
Pendapatan petani atas biaya tunai sebesar Rp 63.912.544,00 dan pendapatan atas biaya
total
sebesar
Rp
61.492.988.7,00
dibagi
enam
orang
sebesar
Rp10.244.831.45,00 atau pendapatan per bulan sebesar Rp 2.562.207.863,00 per orang. Berdasarkan perbandingan nilai pendapatan petani di KPJI per bulan sebesar Rp 1.808.250,00, sedangkan pendapatan petani jika memiliki modal sendiri sebesar Rp 2.562.207.863,00. Perbandingan tersebut dikatakan lebih menguntungkan dengan usaha jamur sendiri dengan menggunakan modal sendiri, akan tetapi petani memiliki keterbatasan dana dan masih tergantung kepada KPJI. Pendapatan analisis usahatani memiliki modal sendiri dapat dilihat pada Lampiran 6. Pendapatan Komunitas Petani Jamur Ikhlas diperoleh dari penerimaan tunai dan biaya tunai KPJI sebesar 192.582.000,00 dan Rp 75.177.456,00. Sehingga dengan mengurangi penerimaan tunai dengan biaya tunai pada KPJI, maka diperoleh pendapatan atas biaya tunai pada KPJI sebesar Rp117.404.544,00 sedangkan dengan penerimaan total sebesar Rp 192.582.000,00 dengan biaya total sebesar Rp 76.067.011.3,00 pada KPJI maka diperoleh pendapatan atas biaya total sebesar Rp 116.514.988.7,00. Berdasarkan nilai tersebut maka dapat diketahui pendapatan per satu kali siklus produksi (4 bulan) di Komunitas Petani Jamur Ikhlas digunakan untuk pembelian baglog untuk kelompok petani yang menunggu giliran karena keterbatasan dana yang dimiliki KPJI. Komunitas Petani Jamur Ikhlas dalam waktu jangka panjang akan memproduksi jamur tiram sendiri. Berdasarkan hasil analisis biaya dan pendapatan petani dan KPJI yang dilakukan dalam penelitian sama-sama dikatakan menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan pendapatan yang diperoleh bernilai positif. Namun demikian usahatani jamur tiram putih Komunitas Petani Jamur Ikhlas memiliki nilai pendapatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan usahatani jamur tiram putih kelompok petani, dimana Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebagai pengelola manajemen usahatani kelompok petani serta memberikan modal dalam bentuk baglog.
57
6.2.4
Efisiensi Usahatani Analisis efisiensi usaha dapat dilihat melalui nilai R/C. R/C dapat
diketahui dari hasil perbandingan antara penerimaan (R) dengan total biaya (C) dalam satu kali periode produksi usahatani. Nilai R/C rata-rata yang diperoleh dalam usahatani jamur tiram putih per satu kali siklus produksi (4 bulan) di Komunitas Petani Jamur Ikhlas pada tahun 2009 dapat dilihat dalam Tabel 15.
Tabel 15. Efisiensi Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu Kali Produksi (4 bulan) Tahun 2009 NO Uraian Jumlah (Rp) 1
Penerimaan
122.850.000,00
2
Biaya Tunai
75.177.456,00
3
Biaya Total
77.141.011.3,00
4
R/C Atas Biaya Tunai
1,63
5
R/C Atas Biaya Total
1,58
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa nilai R/C biaya tunai dan R/C biaya total untuk usahatani jamur tiram putih di KPJI satu kali produksi (4 bulan). R/C atas biaya tunai sebesar 1,63 dan R/C atas biaya total sebesar Rp 1,58. R/C atas biaya tunai sebesar Rp 1,63, ini berarti setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan oleh KPJI akan memberikan penerimaan kepada KPJI sebesar Rp 1,63. R/C atas biaya total sebesar Rp 1,58, ini berarti setiap satu rupiah atas biaya total yang dikeluarkan oleh KPJI akan memberikan penerimaan kepada KPJI sebesar Rp 1,58. Dari kedua nilai R/C atas biaya tunai dan atas biaya total tersebut, dapat disimpulkan bahwa usahatani jamur tiram putih yang dilakukan KPJI menguntungkan. Usahatani Jamur Tiram Putih KPJI dapat dikatakan efisien karena memiliki nilai R/C > 1 atau kegiatan usahatani jamur tiram dapat memberikan penerimaan yang lebih besar dari pada pengeluarannya.
58
VII 7.1.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian analisis usahatani jamur tiram putih di
Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, maka dapat disimpulkan: Sistem usahatani jamur tiram putih yang dilaksanakan di Komunitas Petani Jamur Ikhlas tersebut dimulai pada tahapan pemilihan lokasi, pembuatan kumbung, penyiraman, pengendalian hama, pengaturan suhu ruangan dan panen, kemudian dijual ke Komunitas Petani Jamur Ikhlas. Kapasitas produksi yang dimiliki oleh kelompok Komunitas Petani Jamur Ikhlas sebesar 32.500,00 baglog dengan luas kumbung adalah 60 m2 (10 m x 6 m) dan 50 m2 (10 m x 5 m). Berdasarkan hasil perhitungan analisis usahatani jamur tiram putih mengeluarkan biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Komponen biaya tunai usaha jamur tiram putih di KPJI yaitu baglog, plastik, nutrisi, ATK, upah pengangkutan baglog, upah pada saat panen, ongkos pengangkutan baglog, listrik, gaji manajemen, sekretaris dan bendahara, sedangkan komponen biaya yang diperhitungkan yaitu penyusutan bangunan dan peralatan serta upah petani. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai pada petani sebesar Rp 44.928.000,00 dan pendapatan biaya total Rp 43.398.000,00 sedangkan pendapatan tunai pada KPJI Rp sebesar 117.404.544,00 dan pendapatan biaya total Rp 116.514.988.7,00. Berdasarkan hasil analisis usahatani jamur tiram putih di Komunitas Petani Jamur Ikhlas adalah efisien, dengan memiliki nilai R/C > 1, yaitu R/C atas biaya tunai adalah 1,63 dan R/C atas biaya total sebesar Rp 1,58.
7.2. 1.
Saran Komunitas Petani Jamur Ikhlas diharapkan dapat meningkatkan kapasitas produksi serta produktivitas, sehingga dapat memenuhi permintaan pasar akan jamur tiram putih yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
2.
Kumbung yang ada yang penggunaannya belum optimal diharapkan ada penelitian lanjutan, bahwa ini perlu dikembangkan dan diperlukan pinjaman modal juga dari lembaga formal (perbankan).
60
DAFTAR PUSTAKA Cahyana Y. A, Muchrodji M. dan Bakrun. 1999. Jamur Tiram (Pembibitan, Pembudidayaan, Analisis Usaha). Jakarta: Penebar Swadaya. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2007a. Produksi Beberapa Tanaman Sayuran di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. 2007b. Luas Panen, Produktivitas, Dan Produksi Jamur Tiram Putih Jakarta: Departemen Pertanian. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2007. Jumlah, Produksi dan Produktifitas Jamur Tiram Putih di Kabupaten Bogor. Departemen Pertanian. Bogor. Dalimunthe, SF. 2008. Analisis Usahatani Nenas Dengan Standar Prosedur Operasional (SPO) (Kasus : Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor) [Skripsi] Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jainal. 2008. Komunitas Petani Jamur Tiram. Prosedur Operational Standar Jamur Tiram. Bogor. Juanto. 2008. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih Kecamatan Tamansari, Bogor [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Masyarakat Agribisnis Jamur Indonesia. 2008. Jamur Tiram. Bandung. Maji. Maharani. 2007. Analisis Usahatani dan Tataniaga Jamur Tiram Putih di Kartawangi Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Nicholson W. 2001. Teori Ekonomi Mikro Prinsip Dasar dan Pengembangannya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Novita I. 2004. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jamur Tiram Putih di Kecamatan Parungkuda dan Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian Bogor. Parjimo A. 2007. Budi Daya Jamur Tiram. Jakarta. Agromedia Pustaka. Rachmina D, Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Ruillah. 2006. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) di Desa Kartawangi, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Rahayu. 2003. Analisis Kelayakan Finansial Rencana Usaha Budidaya Jamur Kuping, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Seoharjo dan Patong.1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Boger: Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta: Universitas Indonesia- Press. Soekartawi. 2005. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Suratiyah K. 2008. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Suriawiria H. U. 2002. Budidaya Jamur Tiram. Yogyakarta : Kanisius.
Lampiran 1 . Foto Usaha Jamur Tiram Putih di KPJI.
Kumbung.
Pengangkutan Baglog
Pertumbuhan Miselium.
Pertumbuhan Jamur
Penyiraman Jamur.
Jamur Segar
63
Lampiran 2. Biaya Penyusutan Bangunan dan Peralatan di KPJI Per Tahun 2009. No
1
Uraian
Kumbung - 10x6 M
2
10x5 M
Jumlah
Harga Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
Umur Ekonomis (Tahun)
Penyusutan (Rp/Tahun)
1
6.500.000
6.500.000
5
1.300.000
1
5.000.000
5.000.000
5
1.000.000
3
Timbangan
1
250.000
250.000
5
50.000
4
Sprayer
2
250.000
500.000
5
100.000
5
Keranjang Panen
10
50.000
500.000
3
166,666
7
Pisau
5
10.000
50.000
2
25.000
8
Ember
2
15.000
30.000
2
15.000
9
Masker Mulut
12
1.000
12.000
1 12.000 2.668.666
Total Biaya Penyusutan
64
Lampiran 3. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu kali Produksi (4 bulan) Komponen
Unit
Satuan
Harga/ unit (Rp)
Nilai (Rp)
A. Penerimaan :
a. Penjualan Jamur
16.380
Kg
7.500
Penerimaan Total
122.850.000 122.850.000
B. Biaya Tunai : a. Baglog
32500
unit
1800
58.500.000
b. Nutrisi
2
botol
15.000
30.000
c. Plastik
32
unit
233
7.456
4
bulan
200.000
200.000
e. Upah Pengangkutan Baglog
5
orang
15.000
75.000
f.
5
orang
15.000
75.000
32500
unit
250.000
250.000
h. Listrik
4
bulan
10.000
40.000
i.
Gaji - Manajemen
1
bulan
1.700.000
6.800.000
- Bendahara
1
bulan
1.000.000
4.000.000
- Sekretaris
1
bulan
1.300.000
5.200.000
d.
ATK
Upah pada saat panen
g. Ongkos pengangkutan baglog
Total Biaya Tunai
75.177.456
C. Biaya yang diperhitungkan a. Penyusutan b. Upah Petani Total biaya yang diperhitungkan D. Biaya Total
889.555,3 102
HOK
15.000
1.530.000 2.419.555,3
77.597.011,3
E. Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
47.672.544
F. Pendapatan atas biaya total (A-D)
45.252.988,7
G. R/C atas biaya tunai (A/B)
1,63
H. R/C atas biaya total (A/D)
1,58
65
Lampiran 4. Arus Uang Tunai Petani Jamur Tiram Putih di KPJI Satu kali Produksi (4 bulan) Komponen
Unit
Satuan
Harga/ unit (Rp)
Nilai (Rp)
A. Penerimaan : a. Penjualan Jamur
16.380
Kg
7.000
Penerimaan Total
114.660.000 114.660.000
B. Biaya Tunai : a.
Baglog
32500
unit
1800
b. 20 % Penjualan Jamur
58.500.000 11.232.000
Total Biaya Tunai
69.732.000
C. Biaya yang diperhitungkan a. Tenaga Kerja Petani Total biaya yang diperhitungkan D. Biaya Total
102
HOK
15.000
1.530.000 1.530.000
71.262.000
E. Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
44.928.000
F. Pendapatan atas biaya total (A-D)
43.398.000
66
Lampiran 5. Arus Uang Tunai KPJI Jamur Tiram Putih di KPJI 1 kali Produksi (4 bulan). Komponen
Unit
Satuan
Harga/ unit (Rp)
Nilai (Rp)
A. Penerimaan :
a. Penjualan Jamur
16.380
Kg
7.500
122.850.000
b. 20 % dari hasil Produksi
-
-
-
11.232.000
c. Pengembalian Pinjaman
32.500 Unit
1800
58.500.000
Penerimaan Total
192.582.000
B. Biaya Tunai : a. Baglog
32500
unit
1800
58.500.000
b. Nutrisi
2
botol
15.000
30.000
c. Plastik
32
unit
233
7.456
d. ATK
4
bulan
200.000
200.000
e. Upah Pengangkutan Baglog
5
orang
15.000
75.000
f. Upah pada saat panen
5
orang
15.000
75.000
32500
unit
250.000
250.000
h. Listrik
4
bulan
10.000
40.000
i. Gaji - Manajemen
1
bulan
1.700.000
6.800.000
- Bendahara
1
bulan
1.000.000
4.000.000
- Sekretaris
1
bulan
1.300.000
5.200.000
g. Ongkos pengangkutan baglog
Total Biaya Tunai
75.177.456
C. Biaya yang diperhitungkan c. Penyusutan
889.555,3
Total biaya yang diperhitungkan
889.555,3
D. Biaya Total
76.067.011,3
E. Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
117.404.544
F. Pendapatan atas biaya total (A-D)
116.514.988,7
67
Lampiran 6. Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih Kelompok Petani di KPJI 1 kali Produksi Komponen
Unit
Satuan
Harga/ unit (Rp)
Nilai (Rp)
A. Penerimaan :
a.
Penjualan Jamur
16.380
Kg
7.500
Penerimaan Total
122.850.000 122.850.000
B. Biaya Tunai : a. Baglog
32500
unit
1800
58.500.000
b. Nutrisi
2
botol
15.000
30.000
c. Plastik
32
unit
233
7.456
d. Upah Pengangkutan Baglog
5
orang
15.000
75.000
e. Upah pada saat panen
5
orang
15.000
75.000
32500
unit
250.000
250.000
f. Ongkos pengangkutan baglog
58.937.456
Total Biaya Tunai C. Biaya yang diperhitungkan
889.555,3
a. Penyusutan b. Upah Petani Total biaya yang diperhitungkan D. Biaya Total
102
HOK
15.000
1.530.000 2.419.555,3 61.357.011,3
E. Pendapatan atas biaya tunai (A-B)
63.912.544
F. Pendapatan atas biaya total (A-D)
61.492.988,7
G. R/C atas biaya tunai (A/B)
2,08
H. R/C atas biaya total (A/D)
2,00
68
Lampiran 7. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
ANALISIS USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH (Kasus Komunitas Petani Jamur Ikhlas Desa Cibening, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor) Kuesioner ini digunakan sebagai sumber data primer dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Jamur Tiram Putih (Kasus
Komunitas Petani Jamur Ikhlas, Desa Cibening, Kecamatan
Pamijahan, Kabupaten Bogor) oleh Puspa Herawati Nasution H 34076122. Semua informasi bersifat rahasia dan hanya akan digunakan untuk kepentingan akademis.
Hari / Tanggal : Waktu : A. IDENTITAS PETANI 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. Umur 4. Alamat 5. Nomer Telepon 6. Pendidikan Terakhir 7. Pengalaman bertani jamur 8. Alasan bertani jamur 9. Jumlah bag log jamur 10. Kendala yang dihadapi 11. Status kepemilikan lahan 12. Luas kubung 13. Sumber modal
: : : : : : : : : : : : :
69
B. INVESTASI Bangunan dan Alat Produksi Jamur Bangunan Jumlah Harga Atau (Buah) Satuan Alat (Rp) - Kumbung - Ember - Timbangan - Pisau - Sprayer - Keranjang Panen - Masker Mulut
Nilai (Rp)
Umur Biaya Ekonomis Penyusutan per periode
Jumlah
C.
TAHAPAN USAHATANI JAMUR TIRAM PUTIH
1. Pemilihan Lokasi Alasan pemilihan lokasi
Kondisi lokasi
2. Pembuatan Kumbung Nomor Kubung
Kondisi Kubung
3. Penyiraman Bahan atau Alat
Cara
70
4. Pengendalian Hama Jenis Hama
Cara Pengendalian
5. Pengaturan Suhu Ruangan Bahan atau Alat
Cara
6. Panen Bahan atau Alat
Cara
71
D.
PENGGUNAAN TENAGA KERJA Kegiatan
Upah (Rp)
Jumlah (Rp)
Keterangan
Jumlah
E.
PENERIMAAN USAHATANI
Jumlah penjualan
Harga jual (Rp)
Penerimaan (Rp)
Keterangan
72
F.
PENGELUARAN USAHATANI Uraian
Harga per Satuan (Rp/satuan)
Jumlah
Total Biaya
1. Biaya Tetap - Penyusustan - Listrik - Gaji Karyawan - ATK 2. Biaya Variabel - Baglog - Nutrisi - Plastik - Upah Pengangkutan Baglog - Upah pada saat Panen - Onggos Pengangkutan Baglog Total Total Biaya
73