ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE
Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011
ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian1
Pendahuluan 1.
Komoditas padi atau beras secara nasional merupakan komoditas strategis dengan jumlah rumahtangga petani padi paling dominan diantara komoditas pangan lain. Jumlah rumahtangga petani padi sekitar 65 persen dari total rumahtangga usahatani sehingga program dan kebijakan pembangunan pertanian dan perdesaan yang ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan petani padi juga berdampak terhadap rumahtangga perdesaan secara umum. Di samping upaya peningkatan produksi padi, dalam upaya meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani padi, petani perlu didorong pula untuk mengembangkan berbagai kemungkinan komoditi pangan lain seperti jagung dan kedele.
2.
Potensi kenaikan keuntungan usahatani dapat berasal dari pengadopsian teknologi baru, perbaikan dan pengembangan sistem irigasi, dan tersedianya pupuk dengan harga terjangkau. Kenaikan produktifitas merupakan kunci utama untuk meningkatkan produksi. Peningkatan efisiensi dengan penggunaan input produksi yang lebih rasional dan penanganan pasca panen yang baik merupakan hal yang sangat penting dilakukan untuk peningkatan produksi dan menekan biaya produksi dan pada akhirnya untuk meningkatkan pendapatan usahatani. Kebijakan harga produk yang menarik dan stabil juga sangat penting dalam memperbaiki posisi tawar petani padi yang umumnya lemah.
3.
Pengembangan pendapatan di luar usahatani juga akan sangat membantu peningkatan kesejahteraan petani karena terbatasnya potensi pengembangan usahatani. Peningkatan pendapatan sektor pertanian dan tambahan pendapatan dari luar sektor pertanian akan memberikan kemudahan bagi petani untuk keluar dari kondisi miskin.
4.
Berbagai program untuk menurunkan angka kemiskinan telah dilakukan, namun tingkat kemiskinan saat ini masih cukup tinggi. Angka kemiskinan tahun 2008 adalah sekitar 15.1 persen, dan angka untuk tahun 2009 sekitar 14.2 persen. Jika tidak ada terobosan khusus diperkirakan angka kemiskinan tahun 2015 masih akan mencapai sekitar 10.6 persen atau 26.3 juta orang dimana 18.1 juta diantaranya adalah penduduk pedesaan. Dengan tingkat kemiskinan tersebut, jumlah penduduk yang kurang mampu mengakses pangan masih sangat banyak. Pada tahun 2008, jumlah penduduk yang masih termasuk kategori sangat rawan pangan masih sekitar 25.1 juta orang atau sekitar 11.1 persen.
5.
Sumber penyebab utama kemiskinan penduduk perdesaan yang sebagian besar berpenghasilan utama sebagai petani adalah karena sebagian besar petani tergolong petani kecil dengan rata-rata luas penguasaan lahan kurang dari 0.5 hektar. Jumlah petani kecil secara nasional menurut Sensus Pertanian 2003 mencapai 56.4 persen.
6.
Faktor kunci untuk meningkatkan kesejahteraan petani agar keluar dari kemiskinan, dengan demikian adalah melalui peningkatan akses penguasaan lahan petani dan insentif berusahatani melalui jaminan harga produk yang layak, jaminan pasar, kemudahan akses sarana produksi dengan harga yang layak menurut imbangan harga
1
Naskah dipersiapkan oleh Sri Hery Susilowati dan Muhammad Maulana, Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian
1
produk, serta pengembangan kegiatan ekonomi non pertanian di perdesaan yang mendukung kegiatan usahatani. 7.
Agar kebijakan peningkatan kesejahteraan petani oleh pemerintah tepat sasaran, diperlukan data dan informasi di tingkat mikro yang dapat memotret kondisi terkini tingkat pendapatan rumahtangga petani di perdesaan baik yang bersumber dari kegiatan usahatani maupun kegiatan non pertanian sehingga dapat diketahui gambaran umum tingkat kesejahteraan petani sebagai komunitas perdesaan. Informasi pendapatan rumahtangga yang bersumber dari pertanian dan non pertanian tersebut penting mengingat rumahtangga petani pada umumnya tidak hanya bergantung dari sumber pendapatan usahatani saja, namun juga memiliki sumber pendapatan lain di luar usahatani.
8.
Untuk keperluan analisis, kajian ini menggunakan data yang bersumber dari penelitian Panel Petani Nasional (PATANAS) tahun 2010, oleh Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Pengusahaan dan Profitabilitas Usahatani Padi, Jagung dan Kedele untuk mencapai BEP dan Garis Batas Kemiskinan 9.
Berdasarkan hasil penelitian PATANAS tahun 2010 yang dilakukan di desa-desa di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sulawesi Selatan, diketahui bahwa usahatani padi sawah yang dilakukan oleh petani pemilik dan penggarap menguntungkan. Dengan memperhitungkan seluruh biaya riil yang dikeluarkan dan telah memperhitungkan sewa lahan, maka keuntungan usahatani padi sawah di desa-desa PATANAS rata-rata mencapai Rp. 7,4 juta rupiah/hektar per musim tanam (nilai Revenue/Cost atau R/C adalah 1.97) (Tabel 1). Luas lahan usahatani yang diperlukan untuk mencapai Break even point (BEP) usahatani padi secara rataan sebesar 0.51 hektar.
10. Usahatani jagung dan kedele juga menunjukkan keuntungan. Besar keuntungan usahatani jagung (tanpa mempertimbangkan jagung lokal dan hibrida) dengan memperhitungkan seluruh biaya riil yang dikeluarkan dan telah memperhitungkan sewa lahan, mencapai Rp. 4 juta/hektar/musim (nilai R/C = 2,46) (Tabel 2). Sementara untuk usahatani kedele, keuntungannya mencapai Rp. 3,6 juta/ha/musim (R/C = 2,18) (Tabel 3). Luas lahan usahatani yang diperlukan untuk mencapai BEP usahatani jagung dan kedele secara rataan masing-masing sebesar 0.41 hektar dan 0.46 hektar. 11. Analisis usahatani padi, jagung dan kedele diatas berdasar pada luasan lahan satu hektar, sementara rata-rata luas penguasaan lahan usahatani padi rata-rata 0,37 hektar, 0.32 untuk jagung, dan 0.23 untuk kedele. 12. Agar petani padi dapat dikatakan sejahtera, indikator yang digunakan adalah rumahtangga petani tidak tergolong sebagai rumahtangga miskin atau dengan kata lain pendapatan dari usahatani berada di atas garis batas kemiskinan. Garis Batas Kemiskinan (GK) di wilayah perdesaan yang telah dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik tahun 2010 berbeda-beda untuk setiap provinsi. Besar GK di provinsi desadesa Patanas berkisar Rp. 151.879 – Rp. 201.810,-/kapita/bulan atau Rp. 1,8 juta – Rp. 2,5 juta/kapita/tahun dengan nilai rataan Rp. 2,26 juta/kapita/tahun. 13. Dengan asumsi bahwa pendapatan total petani hanya dari usahatani padi sawah selama dua musim dalam setahun, maka agar petani dapat dikatakan sejahtera atau keluar dari kemiskinan atau dengan kata lain pendapatan mereka setara atau diatas Garis Batas Kemiskinan BPS, maka luasan lahan yang dibutuhkan per rumahtangga tani minimal seluas 0,65 hektar. 2
14. Hal yang sama bagi petani jagung dan kedele, dengan asumsi pendapatan rumahtangga hanya berasal dari usahatani jagung atau kedele dua musim dalam setahun maka agar petani dapat dikatakan sejahtera atau pendapatan mereka setara atau diatas garis kemiskinan, luasan lahan yang dibutuhkan per rumahtangga tani minimal seluas 1,12 hektar (jagung) dan 0.74 hektar (kedele), 15. Namun, kebutuhan luas lahan ini dapat berkurang karena pada kenyataannya rumahtangga petani tidak hanya menggantungkan pendapatan mereka dari sektor pertanian saja tetapi juga dari sektor non pertanian. Dari hasil penelitian PATANAS tahun 2010 yang dilakukan oleh PSEKP, diketahui bahwa kontribusi pendapatan rumahtangga dari sektor pertanian hanya 59.5 persen, selebihnya sebesar 40,5 persen adalah kontribusi dari sektor non pertanian. Sebagai ilustrasi, rumahtangga pemilik penggarap usahatani padi dengan rataan luas lahan 0.44 hektar, rata-rata pendapatan total dari pertanian dan non pertanian mencapai Rp. 35,2 juta per tahun, atau Rp. 8,84 juta/kapita/tahun. Dengan mengacu pada total pendapatan rumahtangga dari sektor pertanian dan non pertanian tersebut, maka kebutuhan lahan minimal agar petani mencapai atau melewati Garis Kemiskinan akan dapat ditekan. Efisiensi Usahatani Padi 16. Pendapatan usahatani padi dapat ditingkatkan apabila penggunaan input produksi dilakukan secara efisien sehingga untuk menghasilkan produksi tertentu biaya produksi dapat dikurangi. Hasil analisis menggunakan fungsi produksi model stochastic frontier Cobb-Douglas untuk melihat hubungan produksi dengan input produksi mengungkapkan bahwa variabel lahan paling responsif dibandingkan dengan variabel lain. Implikasinya adalah jika pemerintah hendak meningkatkan produksi, maka variabel lahan seharusnya menjadi perhatian utama. Input lain selain lahan, dalam hal ini adalah bibit, pupuk dan tenaga kerja hanya mampu meningkatkan produksi dalam jumlah yang kecil. 17. Nilai indeks efisiensi teknis dikategorikan efisien mendekati batas frontier (hasil maksimum dengan melalui pengelolaan terbaik) yaitu rata-rata sebesar 91,86 persen. Dengan mempertimbangakn tingkat efisiensi yang telah dicapai, untuk meningkatkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas lebih lanjut, cara yang tepat adalah melalui terobosan teknologi baru, khususnya berupa varietas unggul. Kebijakan Harga di Tingkat Usahatani Padi, Jagung dan Kedele dan Garis Batas Kemiskinan 18. Harga produk pertanian, khususnya komoditas pangan menjadi faktor yang sangat menentukan pendapatan petani dari usahatani. Dengan kondisi luasan lahan usahatani yang umumnya sempit dan given serta sulit untuk ditingkatkan skala usahanya, maka kebijakan penyesuaian harga produk untuk meningkatkan profitabilitas usahatani menjadi faktor penentu yang sangat penting guna meningkatkan pendapatan petani agar keluar dari kemiskinan. 19. Dengan rata-rata luas pengusahaan lahan usahatani padi, jagung dan kedele secara rataan hanya sekitar 0,3 ha per rumahtangga tani dan dengan asumsi pendapatan petani hanya mengandalkan dari sektor pertanian saja, mudah dipahami bahwa produksi pada luasan lahan tersebut dengan tingkat harga kini, tidak akan mampu menempatkan pendapatan petani diatas Garis Batas Kemiskinan. 20. Oleh sebab itu, dengan kondisi luas lahan yang diusahakan petani seperti sekarang (existing condition), yaitu rata-rata sebesar 0.37 hektar untuk padi, 0.32 untuk jagung dan 0.23 hektar untuk kedele, maka tingkat harga yang harus dicapai agar pendapatan petani mampu berada diatas Garis Batas Kemiskinan harus ditingkatkan dengan persentase peningkatan yang relatif tinggi dari tingkat harga kini. Harga Gabah Kering Panen (GKP) harus ditingkatkan dari rata-rata Rp. 2.716,-/kg (kondisi harga tahun 3
2010) menjadi Rp. 3695,-/kg, atau meningkat 36 persen. Harga jagung pipilan kering dan kedelai ose (kupas kering) masing-masing dari Rp. 2.500,-/kg menjadi Rp. 6.838,-/kg (atau naik 174 persen) dan dari Rp. 5.500,-/kg menjadi Rp. 16871,/kg (atau naik 207 persen) (Tabel 1, 2 dan 3). 21. Namun perlu diperhatikan bahwa peningkatan harga di atas adalah dengan memperhitungkan luasan lahan rataan petani seperti diuraikan, dan dengan mengasumsikan pendapatan petani hanya berasal dari usahatani dua musim setahun. Jika perlu dilakukan penyesuaian harga produk ditingkat usahatani dengan basis peningkatan pendapatan petani agar berada di atas garis kemiskinan, maka perlu memperhitungkan kontribusi pendapatan sektor non pertanian terhadap total pendapatan rumahtangga petani yang mencapai 40.5 persen, sehingga penyesuaian harga tentunya tidak akan setinggi itu. Dampak Penghapusan Tariff Impor Beras terhadap Harga Gabah di Tingkat Petani dan Pendapatan Usahatani 22. Kebijakan pembebasan bea masuk impor beras menjadi Rp 0 per kg hanya berlaku hingga akhir Maret 2010, dan setelah Maret tarif bea masuk beras akan berlaku kembali, yakni sebesar Rp 450 per kg. Kebijakan ini dimaksudkan terutama untuk mengerem laju inflasi. Meski kebijakan pembebasan bea masuk impor beras sifatnya hanya sementara, namun akan berdampak mengubah keseimbangan pasar. 23. Dampak penghapusan bea masuk impor beras terhadap usahatani padi terutama adalah terhadap harga gabah di tingkat produsen. Hasil analisis dengan menggunakan model keseimbangan parsial menunjukkan harga padi GKP akan mengalami penurunan sekitar 5.46%. Dengan harga gabah GKP rata-rata tahun 2010 sebesar Rp. 2761/kg, pembebasan bea masuk impor beras akan mengakibatkan harga padi GKP turun menjadi menjadi Rp. 2592 atau turun sebesar Rp. 151,-/kg 24. Penurunan harga gabah tersebut sudah barang tentu akan mempengaruhi keuntungan usahatani padi dan lebih lanjut berpengaruh terhadap pendapatan petani untuk dapat disebut sejahtera atau paling tidak berada diatas garis kemiskinan. Dengan menggunakan struktur ongkos usahatani dan asumsi yang sama dengan analisis sebelumnya, penurunan harga gabah di tingkat petani akan menurunkan keuntungan usahatani padi sebesar 9.3 persen atau sebesar Rp. 689 307/hektar per musim (Tabel 1) 25. BEP akan dicapai pada luasan usahatani 0.53 hektar dan agar pendapatan petani berada di atas garis kemiskinan, maka luas usahatani padi yang diusahakan minimal 0.71 hektar, lebih besar dibandingkan kondisi sebelum terjadi pembebasan bea masuk impor beras, yaitu sebesar 0.65 hektar. Usulan Kebijakan 26. Lahan menjadi faktor yang penting dan paling responsif dalam upaya peningkatan produksi. Kementerian Pertanian perlu melakukan upaya peningkatan akses rumahtangga petani terhadap pengusahaan lahan hingga mencapai skala luasan ekonomi tertentu yang dapat meningkatkan pendapatan petani diatas Garis Kemiskinan atau dapat dikatakan sejahtera. Langkah kongkret yang dapat dilakukan adalah melalui pembaruan agraria. Selain itu, perlu kebijakan pemerintah untuk mengelola/membenahi tanah absentee dan pemberian kesempatan serta fasilitas kepada petani untuk pembelian lahan. 27. Tingkat Efisiensi teknis usahatani padi sawah sudah mencapai relatif tinggi. Dengan teknologi yang ada sekarang, peluang untuk meningkatkan produktivitas semakin kecil 4
karena senjang antara tingkat produktivitas yang telah dicapai dengan tingkat produktivitas maksimum sudah relatif sempit. Guna meningkatkan lebih lanjut produktivitas dan produksi padi serta pendapatan petani, dibutuhkan terobosan teknologi khususnya dalam bentuk penemuan-penemuan varietas unggul baru dengan tingkat produktivitas yang lebih tinggi. 28. Kebijakan harga produk di tingkat petani untuk mencapai profitabilitas yang layak dan harga yang stabil perlu diupayakan dalam konteks peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani. 29. Sumber pendapatan dari sektor non pertanian berperan besar dalam menopang pendapatan petani. Perlu dukungan penuh dari Kementerian Pertanian untuk perluasan sumber pendapatan non pertanian melalui pengembangan industri perdesaan yang memanfaatkan bahan baku hasil pertanian, serta pengembangan perdagangan sarana produksi pertanian seperti perdagangan bibit, pupuk dan obat-obatan pembasmi hama penyakit tanaman.
5
Tabel 1. Profitabilitas Usahatani Padi Sawah, Luas rataan dan Harga GKP untuk mencapai BEP dan Garis Kemiskinan, Tahun 2010. No.
A B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C D E F G H I J
K
L
M
Uraian
Jawa Tengah Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
Rataan Luas Sawah Petani Sample PATANAS (ha) Usahatani per hektar Total Biaya (No. 1+...+10)
Nilai (Rp)
Jawa Timur Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg) 0.35
Nilai (Rp)
Sumatera Utara Harga Nilai (Rp/Kg) (Rp)
Jml (Kg)
0.33
Sulawesi Selatan Harga Nilai (Rp/Kg) (Rp)
Jml (Kg) 0.39
Rataan Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
0.39
-
Nilai (Rp)
-
0.37
-
-
8,055,506
-
-
7,504,151
-
-
7,401,463
-
-
5,691,664
-
-
7,712,344
Benih
53
5,653
299,295
119
4,326
516,763
66
4,691
307,980
62
4,272
265,446
65.58
5,193.57
318,041
Urea
262
1,600
419,340
313
1,600
501,029
205
1,600
328,376
308
1,600
493,168
258.11
1,600.00
412,970
SP-18
136
2,000
271,960
72
2,000
143,140
54
2,000
107,250
66
2,000
132,800
92.78
2,000.00
185,553
NPK
96
2,300
220,622
93
2,300
214,690
102
2,300
234,232
69
2,300
159,586
102.88
2,300.00
236,625
6 552 5,152
2,881 324 2,716
9 556 5,859
2,423 214 2,716
3,786 262 2,716
2,515 142 2,716
-
-
-
-
45,730 130,422 591,089 2,045,682 510,694 3,100,008 15,630,743 8,229,280 2.11
18 478 5,385
-
21,178 118,965 444,921 1,952,157 494,390 3,096,917 15,912,501 8,408,350 2.12
12 497 5,755
-
16,984 178,415 566,081 2,259,502 677,221 3,146,086 13,994,047 5,938,541 1.74
-
-
44,202 68,009 370,286 1,446,541 229,075 2,482,551 14,626,719 8,935,055 2.57
7.99 526.63 5,573 -
2,935.72 222.81 2,716.00 -
24,449 118,442 577,536 2,043,221 515,905 3,279,601 15,135,361 7,423,017 1.97
-
-
0.58
-
-
0.47
-
-
0.47
-
-
0.39
-
-
0.51
KCl Pupuk Lain Obat Sewa Lahan Biaya Lain Tenaga Kerja Produksi Keuntungan R/C BEP, Dicapai Pada Luasan Lahan (ha) : Garis Kemiskinan (GK) Desa 2010 (Rp/Kap/Th) Rataan Jumlah Aggota Rumahtangga (Jiwa) Pendapatan Usahatani (Rp/Kapita/Tahun) Luas Lahan Yang Diperlukan agar > GK (ha) Harga Gabah (GKP) Yang Harus diterima sesuai rataan Luas Lahan yang dimiliki agar > GK (Rp/kg) BEP jika Tarif impor beras = 0% dicapai pada luasan lahan (ha) Luas lahan diperlukan pendapatan > GK kondisi Tarif impor = 0% (ha)
yang agar pada beras
Sumber : Patanas 2010, PSEKP, diolah.
2,159,784
2,230,548
2,421,720
1,822,548
-
-
2,259,018
4.48
4.15
4.59
4.8
-
-
4.22
2,651,135
4,052,217
3,585,743
3,722,940
-
-
3,549,732
0.81
0.55
0.68
0.49
-
-
0.65
4,247
3,675
3,762
3,140 -
-
0.60
0.91
3,328
0.49
0.50
0.41
0.53
0.60
0.74
0.53
0.71
Tabel 2. Profitabilitas Usahatani Jagung, Luas rataan dan Harga Jagung untuk mencapai BEP dan Garis Kemiskinan, Tahun 2010. No. A B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C D E F G H I J K
Uraian Rataan Luas Penguasaan Sawah Petani Sample PATANAS (ha) Total Biaya (No. 1+...+10) Benih Urea SP-18 NPK KCl Pupuk Lain Obat Sewa Lahan Biaya Lain Tenaga Kerja Produksi Keuntungan R/C BEP, Dicapai Pada Luasan Lahan (ha) :
Jawa Barat Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
Nilai (Rp)
Jawa Tengah Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
0.12 18 240 107 86 15 3,123
34,998 1,600 2,000 2,300 3,000 2,500
-
-
3,843,581 646,939 384,232 214,280 197,800 44,640 538,550 238,120 22,070 1,556,950 7,806,500 3,962,919 2.03 0.49
Nilai (Rp)
Jawa Timur Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
0.28 4 122 44 21 2,342
27,271 1,600 2,000 2,300 2,500
-
-
2,213,031 118,630 195,232 87,800 47,909 11,070 238,120 17,070 1,497,200 5,855,000 3,641,969 2.65 0.38
Nilai (Rp)
Sumatera Utara Harga Nilai (Rp/Kg) (Rp)
Jml (Kg)
0.25 21 221 5 9 11 2,457
16,337 1,600 2,000 2,300 3,000 2,500
-
-
2,374,979 337,081 352,919 10,900 21,310 33,600 7,517 238,120 33,173 1,340,360 6,142,833 3,767,854 2.59 0.39
13 169 20 10 3,150
29,470 1,600 2,000
-
-
3,000
2,500
Rataan Harga (Rp/Kg)
Jml (Kg)
Nilai (Rp)
0.63
-
-
0.32
3,077,104 386,650 271,024 39,620 30,000 99,960 238,120 27,450 1,984,280 7,875,000 4,797,896 2.56 0.39
14 188 44 29 9 2,768
27,019 1,600 2,000 1,725 2,250 2,500
-
-
2,877,174 372,325 300,852 88,150 66,755 27,060 164,274 238,120 24,941 1,594,698 6,919,833 4,042,659 2.46 0.41
Garis Kemiskinan (GK) Desa 2010 (Rp/Kapita/Tahun)
2,224,020
2,159,784
2,230,548
1,822,548
-
-
2,109,225
Rataan Jumlah Aggota Rumahtangga (Jiwa) Pendapatan Usahatani (Rp/Kapita/Tahun) Luas Lahan Yang iperlukan agar > GK (ha) Harga Jagung (Pipilan Kering) agar pendapatan > GK pada luas yang ada (Rp/kg)
3.64 2,177,428 1.02
4.48 1,625,879 1.33
4.15 1,815,833 1.23
4.8 1,999,123 0.91
-
-
4.3 1,904,566 1.12
5,380
7,791
7,424
6,758
-
-
6,838
Sumber : Patanas 2010, PSEKP, diolah.
Tabel 3. Profitabilitas Usahatani Kedele, Luas Rataan dan Harga Kedele untuk mencapai BEP dan Garis Kemiskinan di Jawa Barat, Tahun 2010 NO A B 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 C D E F G H I J K
URAIAN Rataan Luas Penguasaan Sawah Petani Sample PATANAS (ha) Total Biaya (No. 1+...+10) Benih Urea SP-18 NPK KCl Pupuk Lain Obat Sewa Lahan Biaya Lain Tenaga Kerja Produksi Keuntungan R/C BEP, Dicapai Pada Luasan Lahan (ha) : Garis Kemiskinan (GK) Desa 2010 (Rp/Kapita/Tahun) Rataan Jumlah Aggota Rumahtangga (Jiwa) Pendapatan Usaatani (Rp/Kapita/Tahun) Luas Lahan Yang diperlukan (ha) Harga Kedelai (Bentuk Ose/kupas kering) Yang Harus Dicapai dengan Rataan Luas Lahan 0,3 ha (Rp/kg)
Jumlah (Kg)
Harga (Rp/Kg)
36 27 67 25 45
9,501 1,600 2,000 2,300 3,000
1,227
5,500
Nilai (Rp) 0.23 3,101,664 339,290 42,864 133,920 57,500 133,920 266,070 669,640 5,360 1,453,100 6,748,500 3,646,836 2.18 0.46 2,224,020 3.64 3,005,634 0.74 13,415
Sumber : Patanas 2010, PSEKP, diolah.
1