ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP (Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
INAYAH NURMALA SARI
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN INAYAH NURMALA SARI. Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor). Dibimbing Oleh RIZAL BAHTIAR. Sistem pertanian berkelanjutan sangat penting untuk direalisasikan agar tidak terjadi penurunan tingkat produksi hasil pertanian pada masa mendatang. Penurunan produksi tersebut bisa diakibatkan karena menurunnya tingkat kesuburan lahan dari penggunaan bahan-bahan kimia secara terus menerus dan tidak menyertai penambahan bahan organik pada lahan usahatani. Usahatani semi organik menerapkan inovasi pengurangan pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik, serta membebaskan lahan usahataninya dari pemakaian pestisida kimia. Pada masa mendatang diharapkan penggunaan pupuk kimia ini dapat dilepaskan seutuhnya. Penerapan sistem pertanian semi organik akan ditelaah dengan studi kasus petani Desa Ciburuy dan akan dibandingkan dengan petani anorganik yang beberapa respondennya juga berasal dari Desa Cisalada. Penelitian ini dilakukan untuk memberikan informasi perbedaan antara usahatani padi semi organik dan anorganik. Tujuan penelitian secara khusus adalah: 1) Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap 2) Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap 3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia. Hasil yang diperoleh dalam analisis kelayakan yaitu bahwa usahatani padi semi organik lebih layak dijalankan dibandingkan anorganik karena menghasilkan NPV dan gross B/C ratio yang lebih tinggi. Total biaya rata-rata per hektar dan per kilogram output per musim tanam usahatani padi semi organik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu bagi hasil. Pendapatan rata-rata dan R/C ratio yang dihasilkan menyimpulkan bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dijalankan. Hasil uji nilai tengah dengan SPSS 16 pada pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik menyatakan bahwa pendapatan kedua usahatani berbeda nyata secara statistik. Analisis regresi logistik mengenai faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia diperoleh hasil bahwa yang secara nyata mempengaruhi keputusan adalah informasi pada taraf nyata lima persen. Sedangkan, variabel yang tidak signifikan yaitu pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. Usahatani semi organik dan sistem usahatani lainnya yang ramah lingkungan lebih disarankan untuk dilakukan karena dapat mengkonservasi lahan pertanian dan akan berdampak pada perbaikan produktivitas pertanian. Koordinasi antara pihak terkait baik petani, pemerintah dan swasta sangat dibutuhkan untuk mempermudah pencapaian tujuan sistem pertanian yang berkelanjutan. Kata Kunci: Kelayakan, Pendapatan Usahatani, Padi Semi Organik dan Anorganik.
ANALISIS EKONOMI USAHATANI PADI SEMI ORGANIK DAN ANORGANIK PADA PETANI PENGGARAP (Studi Kasus Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)
INAYAH NURMALA SARI H44070056
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Judul Skripsi : Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor) Nama
: Inayah Nurmala Sari
NIM
: H44070056
Menyetujui Dosen Pembimbing,
Rizal Bahtiar S.Pi, M.Si NIP. 19800603 200912 1 006
Mengetahui Ketua Departemen,
Dr. Ir. Aceng Hidayat, MT NIP. 19660717 199203 1 003
Tanggal Lulus:
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap, Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, November 2011
Inayah Nurmala Sari H44070056
UCAPAN TERIMA KASIH Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya dan Rasulullah Muhammad SAW sebagai penuntun jejak dalam kehidupan ini. 2. Bapakku (Bpk. Djumilanto), Ibuku (Ibu Lailiah), kakakku (Mas Lutfi), adikku (Tia), dan seluruh keluargaku, titipan terindah dari Allah, atas semua kasih sayang, inspirasi hidup serta doa yang sangat tulus. 3. Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi, M.Si, sebagai dosen pembimbing skripsi yang selama ini telah meluangkan begitu banyak waktunya dan kebaikannya untuk memberikan bimbingan, ilmu yang bermanfaat, dan pengarahan kepada penulis. 4. Bapak Ir. Ujang Sehabudin dan Bapak Novindra S.P, M.Si sebagai dosen penguji dan Ibu Meti Ekayani S.Hut, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik atas semua saran dan pengarahan kepada penulis. 5. Bapak H. Zakaria, Bapak Sukri, Keluarga Bapak Suherman dan Bapak Puji, Bapak Bambang, dan Bapak Karsono dalam memberikan informasi, perizinan penelitian dan motivasi kepada penulis selama penelitian. 6. Seluruh staf pengajar, karyawan/wati, mahasiswa/i di Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, FEM IPB. 7. Sahabat-sahabatku Nanda, Icha, Hani, Tia, Ashna, Eny, Tyen, Pupil, Puty, Nurul, Hana, Ery, Emil, yang telah menjadi cahaya dalam kehidupan penulis. Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT memberikan pahala dan kebaikan yang berlipat. Amin.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayah-Nya. Salawat serta salam tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Ekonomi Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik pada Petani Penggarap (Studi Kasus: Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor)”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh usahatani padi semi organik dan anorganik terhadap kelayakan, struktur biaya dan pendapatan serta mengetahui faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membutuhkan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya. Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan karena keterbatasan yang dihadapi, sehingga penulis mengharapkan saran serta kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Bogor, November 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xiv
I.
PENDAHULUAN ....................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3. Tujuan Penelitian................................................................................ 1.4. Manfaat Penelitian .............................................................................. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................
1 6 9 10 10
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................
11
2.1. Pengertian Pertanian .......................................................................... 2.2. Usahatani .......................................................................................... 2.1.1. Usahatani Semi Organik............................................................. 2.1.2. Usahatani Anorganik................................................................... 2.3. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik........................................... 2.4. Usahatani Padi Sawah ........................................................................ 2.5. Hasil Penelitian Terdahulu.....................................................................
11 12 13 14 15 16 18
KERANGKA PEMIKIRAN ......................................................................
19
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 3.1.1. Analisis Kelayakan ................................................................... 3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani .............................................. 3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia ......................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional........................................................
19 19 20 20 22
IV. METODE PENELITIAN ..........................................................................
24
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 4.3. Metode Pengambilan Data .................................................................. 4.4. Metode Analisis Data ......................................................................... 4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik ................................................................................ 4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik .......................................................................... 4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia.........................................
24 24 25 26
31
GAMBARAN UMUM .............................................................................
35
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................... 5.1.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy ............................................... 5.1.2. Gambaran Umum Desa Cisalada ..............................................
35 35 37
II.
III.
V.
26 27
ix
5.2. Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Anorganik.......... 5.3. Karakteristik Responden ..................................................................... 5.2.1. Jenis Kelamin dan Usia ............................................................ 5.2.2. Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan dan Luas Lahan ......... 5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga .................................................. 5.2.4. Pengalaman Usahatani ..............................................................
40 49 50 51 52 53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................
54
6.1. Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap.................................................................................... 6.2. Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap ............................................................... 6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap ................................ 6.2.2. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap................................ 6.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia........................................................................
54 60 61 64 71
VII. SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
77
7.1. Simpulan ............................................................................................ 7.2. Saran ..................................................................................................
77 78
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
80
LAMPIRAN ......................................................................................................
82
x
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010 ................
2
2.
Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong Tahun 2008 .............
8
3.
Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik.................
16
4.
Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik dari Penelitian Terdahulu................................................................................
18
5.
Matrik Metode Analisis Data ......................................................................
26
6.
Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah .........................................................
28
7.
Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ciburuy Tahun 2010 ..............
36
8.
Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cisalada Tahun 2010 .............
38
9.
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Cisalada Tahun 2010 ............
39
10. Penduduk Menurut Pekerjaan Desa Cisalada Tahun 2010 ...........................
40
11. Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap...........................................................................
42
12. Perbandingan Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap............................................
47
13. Perbandingan Produksi, Produktivitas, dan Harga Jual Rata-Rata pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap..................
49
14. Responden Berdasarkan Tingkat Usia ........................................................
50
15. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..............................................
51
16. Luas Lahan yang Diusahakan Responden ..................................................
52
17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ..................................................
52
18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi ...............
53
19. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi Semi Organik .....................................................................................................
53
20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata ................
56
21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata .................
57
22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata....................................................
58
23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata ....................................................
59
xi
24. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam ...................................................
61
25. Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ...................................
63
26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam .......................
65
27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per MusimTanam............................
66
28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam .......
66
29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam........
67
30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar per Musim Tanam pada Tingkat Harga yang Sama..
71
31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia ............................................................................ 72
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional ........................................................
23
2.
Peta Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor ....................................
35
3.
Lahan Persemaian Benih Padi........................................................................
42
4.
Tahapan Proses Pengolahan Tanah yaitu Mengatur Jarak Tanam (Kiri) dan Perataan Permukaan Sawah atau Nyorongan (Kanan)...................................
44
Sistem Tanam Acak pada Usahatani Padi Anorganik (Kiri) dan Sistem Tanam Legowo pada Usahatani Padi Semi Organik (Kanan)........................
45
5.
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Halaman
Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % ...................................................
83
Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % ..............................................................
85
Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 % .................................................
87
Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 %.. ..........................................................
89
Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam .......................................................................................
91
Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam............................................................................................
92
7.
Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam .......................................................................... 93
8.
Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam ..........................................................................
94
Pendapatan Petani Penggarap Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar Lahan serta per Kilogram Output ..............................................
95
10. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar Per Musim Tanam.......................................................
96
11. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output Per Musim Tanam.......................................
97
12. Estimasi Hasil Output Regresi Logistik dengan Minitab Release 14...........
98
13. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011 ........................
99
9.
xiv
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus
dipenuhi agar bisa bertahan hidup. Perkembangan pertanian sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan menunjang berbagai aktivitas industri yang juga ditujukan untuk melengkapi kebutuhan sehari-hari manusia. Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama pada negara berkembang menjadikan penerapan berbagai teknologi dan inovasi pertanian menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang tinggi. Peningkatan produktivitas pertanian menjadi target kegiatan pertanian pada berbagai negara. Namun, penggunaan teknologi dan inovasi pada kegiatan pertanian terkadang sering mengenyampingkan aspek lingkungan. Lingkungan seharusnya menjadi kunci keberlanjutan pertanian agar peningkatan produktivitas pertanian masih dapat dirasakan pada generasi mendatang. Feder (1998) dalam Herry (2006), pertanian dunia abad 21 akan berlangsung dalam tekanan tantangan yang terus meningkat. Salah satu penyebab utamanya adalah pertumbuhan penduduk, yang pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 8,5 milyar. Sebagian besar dari jumlah tersebut berada di negaranegara berkembang. Pertumbuhan penduduk yang besar memerlukan produksi pangan dengan kenaikan yang sangat memadai. Hubungan tekanan penduduk dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan dibahas dalam teori Malthus, disebutkan bahwa pertumbuhan penduduk menyerupai sebuah deret ukur sementara peningkatan produksi menyerupai deret hitung
artinya
pertumbuhan
penduduk
jauh
lebih
cepat
dibandingkan 1
pertumbuhan produksi. Pada setiap tahunnya jumlah penduduk Indonesia juga mengalami peningkatan, hal ini sangat berpengaruh pada jumlah permintaan pangan yang semakin tinggi, terutama padi atau beras yang merupakan makanan pokok masyarakat. Tabel 1. Produksi Padi Sawah (Ton) di Pulau Jawa, Indonesia 2006-2010 Provinsi
Tahun 2006
DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
6.197 9.103.490 8.551.232 559.890 8.999.771 1.659.640
2007 8.002 9.562.990 8.443.250 570.991 9.029.176 1.727.047
2008 8.352 9.757.168 8.946.784 628.321 10.071.560 1.710.894
2009 11.013 10.924.508 9.380.495 662.368 10.758.398 1.740.951
2010* 11.760 11.192.812 9.828.016 653.696 10.864.321 1.916.231
Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2010 * : Angka Ramalan
Tabel di atas menunjukkan jumlah produksi padi sawah di Pulau Jawa. DKI Jakarta memiliki angka produksi yang paling kecil, hal ini dikarenakan lahan pertanian di Jakarta yang sempit. Jika dilihat pada tabel dari tahun 2006 hingga 2009 produksi padi sawah Provinsi DKI Jakarta mengalami peningkatan, selisih peningkatannya yaitu 4.816 ton (77,71 %) dan angka ramalan pada tahun 2010 juga menunjukkan peningkatan produksi padi yaitu 6,78 % dari produksi 2009. Produksi terbesar dihasilkan Provinsi Jawa Barat, tabel tersebut menunjukkan bahwa pada setiap tahunnya produksi padi sawah juga mengalami peningkatan, jumlah peningkatan dari tahun 2006 hingga 2009 yaitu 1.821.018 ton (20 %), sedangkan angka ramalan 2010 menunjukkan angka produksi 11.192.812 atau meningkat 2,46 % dari produksi 2009. Keseluruhan data produksi padi sawah di Pulau Jawa diatas mengalami peningkatan kecuali pada Provinsi Jawa Tengah yang mengalami penurunan produksi pada tahun 2007, Provinsi Banten di tahun 2008 dan angka ramalan 2
2010 pada Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan tahun 2010, keseluruhan produksi padi sawah di Indonesia mengalami peningkatan yaitu mencapai angka 61.171.223 ton pada tahun 2009 atau meningkat sekitar 18,44 % dari tahun 2006, dan angka ramalan 2010 menunjukkan produksi sebesar 62.576.347 ton atau meningkat sekitar 2,3 % dari tahun 2009. Namun, pertumbuhan produksi tersebut tentu saja juga diiringi dengan pertumbuhan penduduk Indonesia yang berdasarkan data Badan Pusat Statistik mencapai angka 237.641.326 jiwa (angka sementara) pada tahun 2010 atau meningkat sekitar 15,21 % dari jumlah penduduk tahun 2000. Dampak dari pertumbuhan penduduk tersebut adalah meningkatnya jumlah peningkatan permintaan pangan pada masyarakat, terutama padi atau beras yang masih menjadi makanan pokok sebagian masyarakat Indonesia. Berbagai tahapan kegiatan pertanian akan menentukan kualitas output yang akan dihasilkan. Oleh karena itu seharusnya penerapan teknologi dan inovasi diperhatikan agar setiap kegiatan yang dilakukan tidak akan menimbulkan dampak negatif baik pada lingkungan maupun kesehatan manusia. Tahapan yang tidak bisa ditinggalkan dari kegiatan pertanian yaitu proses pemupukan, kegiatan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Dewasa ini pertanian organik menjadi wacana yang mulai dikembangkan pada pertanian di Indonesia. Sumber bahan pembuatan pupuk pada pertanian organik yang terbuat dari limbah pertanian atau peternakan menjadikan keunggulan bagi penggunaan pupuk organik dibandingkan pupuk kimia karena dapat mengurangi dampak pencemaran limbah-limbah terhadap lingkungan. Selain itu menurut Sutanto (2002), tanah yang dibenahi dengan pupuk organik mempunyai struktur yang baik
3
dan tanah yang berkecukupan bahan organik mempunyai kemampuan mengikat air yang lebih besar daripada tanah yang kandungan bahan organiknya rendah. Limbah adalah bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu aktivitas manusia atau proses alam yang tidak atau belum mempunyai nilai ekonomi, tetapi justru memiliki dampak negatif. Dampak negatif yang dimaksud adalah proses pembuangan dan pembersihannya memerlukan biaya serta efeknya dapat mencemari lingkungan. Pengomposan berarti mengubah bahan organik yang kurang atau tidak bermanfaat menjadi lebih berguna. Salah satu keuntungannya adalah kompos yaitu bisa dikomersilkan. Alasan inilah yang menarik perhatian peternak, pengolah limbah, departemen teknis, dan ahli lingkungan dalam memanfaatkan kompos (Djaja, 2008). Output yang dihasikan dari kegiatan pertanian yang mengarah pada pertanian organik dipercaya memiliki kualitas yang lebih baik dari sisi kesehatan dibandingkan pertanian anorganik. Sedangkan pada tanaman, menurut Djuarnani, dkk, (2005), pupuk organik memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pupuk anorganik diantaranya adalah mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap walaupun jumlahnya sedikit, dapat memperbaiki struktur tanah, beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit, menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan. Penerapan kegiatan pertanian organik memerlukan adaptasi, baik terhadap perilaku petani yang telah terbiasa menggunakan pupuk atau bahan kimia lainnya pada kegiatan pertanian, maupun adaptasi pada kondisi lahan pertanian. Petani yang telah terbiasa menerapkan suatu sistem tertentu pada kegiatan pertanian biasanya akan sulit untuk mengubah pola perilakunya mereka, termasuk jika harus
4
mengubah kebiasaannya menggunakan bahan-bahan kimia untuk beralih menggunakan bahan organik secara utuh. Kondisi lahan yang telah terbiasa menggunakan pupuk kimia juga tidak secara langsung bisa beradaptasi menggunakan pupuk organik secara utuh. Menurut Sutanto (2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Berdasarkan teori diatas maka dapat dilihat nilai positif dari pemanfaatan pupuk organik dan bahan organik lainnya bagi kegiatan pertanian. Namun, harga output yang cenderung lebih tinggi dibandingkan output pertanian anorganik menjadikan output dari pertanian organik ini belum dapat diterima oleh seluruh lapisan masyarakat, hingga saat ini hasil pertanian organik hanya masih menarik minat sebagian masyarakat pada lapisan menengah ke atas. Pada beberapa daerah penerapan pertanian organik belum bisa dilakukan secara utuh dengan alasan daya adaptasi lahan yang masih harus disesuaikan jika harus menggunakan bahan organik sepenuhnya dan secara umum mayoritas status petani di beberapa daerah masih sebagai petani penggarap yang diharuskan untuk membagi hasil kepada pemilik lahan sehingga belum mampu mengarahkan pertaniannya pada sistem pertanian organik secara utuh karena takut mengalami kerugian akibat penurunan produksi hasil pertanian. Hal tersebut menjadikan pertanian organik belum dapat diterima secara menyeluruh oleh petani di Indonesia. Pada tahap awal banyak
5
petani yang mulai mencari jalan tengah dari persoalan tersebut yaitu menerapkan sistem pertanian yang mengurangi pemakaian pupuk kimia, kemudian mensubtitusikannya dengan menggunakan pupuk organik dan membebaskan lahan pertanian mereka dari pemakaian pestisida kimia. Harapannya bahwa di masa mendatang pemakaian pupuk kimia dapat dilepaskan seutuhnya dan terjadi peningkatan tingkat kesuburan tanah. Pendapatan merupakan unsur yang terpenting untuk dipertimbangkan dalam berbagai kegiatan termasuk pertanian. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba menelaah kelayakan dan besarnya nilai perbedaan pendapatan antara petani anorganik dengan petani semi organik atau petani yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimia dan mensubtitusikannya menggunakan pupuk organik. Penelitian ini juga akan melihat faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dan menggunakan pupuk organik tersebut. 1.2.
Perumusan Masalah Pertumbuhan permintaan pertanian organik dunia mencapai 15 - 20 %
pertahun, namun pangsa pasar yang mampu dipenuhi hanya berkisar 0,5 - 2 % dari keseluruhan produk pertanian. Meskipun di Eropa penambahan luas areal pertanian organik terus meningkat dari rata-rata dibawah 1 % (dari total lahan pertanian) pada tahun 1987 menjadi 2 - 7 % di tahun 1997, namun tetap saja belum mampu memenuhi pesatnya permintaan. Inilah kemudian yang memacu permintaan produk pertanian organik dari negara-negara berkembang (Suyono dan Hermawan, 2006). Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
6
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20 % per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.1 Perkembangan pertanian organik sedang mendapat perhatian yang besar dari masyarakat. Banyak masyarakat yang sengaja beralih untuk mengkonsumsi pangan yang diproduksi menggunakan sistem pertanian organik. Perkembangan informasi mengenai pertanian organik juga sedang ditingkatkan diantara para petani di Indonesia, agar pertanian Indonesia bisa menerapkan sistem pertanian yang berkelanjutan dan tetap menghasilkan produksi yang baik pada masa mendatang. Kecamatan Cigombong merupakan daerah di Kabupaten Bogor yang memiliki luas lahan pertanian cukup besar. Hasil komoditasnya berupa padi, palawija, sayur-sayuran dan buah-buahan. Pertanian yang mengarah kepada pertanian berkelanjutan mulai diterapkan pada Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong. Usahatani padi sawah pada desa ini masih ditunjang oleh pemakaian pupuk kimia, namun kadar pemakaiannya dalam proses produksi dikurangi secara bertahap dan memasukkan input pupuk organik pada usahatani tersebut untuk memperbaiki unsur hara dalam tanah, diharapkan kedepannya ketergantungan lahan pada pupuk kimia dapat dihilangkan sepenuhnya. Penggunaan berbagai pestisida yang membahayakan dilarang pada usahatani ini dan digantikan dengan penggunaan pestisida nabati. Komoditas padi di desa ini telah menghasilkan produk dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Jumlah komoditas padi sawah
1
Litbang Pertanian. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. Diakses 26 Mei 2011
7
yang dihasilkan pada Kecamatan Cigombong selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 2. Jumlah Produksi Padi Sawah Kecamatan Cigombong tahun 2008 No
Desa
Luas Panen (Ha)
Hasil per Hektar (Ton/Ha)
Produksi (Ton)
1. Tugu Jaya 2. Cigombong 3. Wates Jaya 4. Srogol 5. Ciburuy 6. Cisalada 7. Pasir Jaya 8. Ciburayut 9. Ciadeg Jumlah
190 27 13 37 88 197 86 146 324 1.108
5,20 5,10 5,00 5,00 4,90 5,10 4,50 4,50 4,00 5,88
1.244 183 92 247 555 1.256 468 798 1.667 6.510
Sumber: BPS Kabupaten Bogor, 2009
Tabel diatas menggambarkan jumlah produksi padi sawah yang dihasilkan Kecamatan Cigombong tahun 2008. Total kesuluruhan produksi dari seluruh desa pada tahun tersebut yaitu 6.510 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Desa Ciadeg dengan total produksi 1.667 ton dengan luas panen 324 ha dan produksi terendah yaitu 92 ton pada Desa Wates Jaya dengan luas panen 13 ha. Desa Ciburuy dengan luas panen sebesar 88 ha mampu menghasilkan produksi padi sawah sebesar 555 ton, sedangkan Desa Cisalada dengan luas panen sebesar 197 ha menghasilkan produksi padi sawah sebesar 1.256 ton. Peralihan sistem pertanian yang digunakan petani dari sistem anorganik menjadi semi organik juga mempengaruhi besaran pendapatan yang dihasilkan oleh petani. Berdasarkan hal tersebut, tujuan penelitian ini mengkaji apakah penerapan usahatani semi organik dapat meningkatkan keuntungan yang dilihat dari indikator pendapatan yang dihasilkan para petani. Menurut Sutanto (2002), sistem usahatani yang berkelanjutan dapat diukur berdasarkan keuntungan yang diperoleh dan resiko yang mungkin terjadi dapat ditekan seminimal mungkin.
8
Dalam sistem usahatani, tanah dapat ditingkatkan produktivitasnya melalui penggunaan bahan organik yang berasal dari tumbuhan maupun hewan, konservasi sumberdaya tanah dan air serta dihindarkan dari terjadinya pencemaran. Sistem usahatani harus direncanakan dan disusun sesuai dengan kebutuhan unsur hara dan selanjutnya akan membantu dalam mempertahankan produktivitas tanah. Berdasarkan penjelasan di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini adalah: 1) Apakah sistem usahatani padi semi organik atau anorganik petani penggarap yang lebih layak diusahakan petani? 2) Bagaimana tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap? 3) Apa faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan
penelitian ini adalah: 1) Menganalisis kelayakan sistem usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap. 2) Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap. 3) Mengestimasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.
9
1.4.
Manfaat penelitian Manfaat yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:
1.
Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.
2.
Bagi pembaca, sebagai informasi tambahan mengenai perbedaan sistem pertanian semi organik dan anorganik untuk bahan pembanding penelitian berikutnya.
3.
Bagi petani dan pemerintah, sebagai informasi perbandingan antara sistem usahatani semi organik dan anorganik.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani pada petani semi organik dan anorganik dengan komoditas padi sawah. Ruang lingkup penelitian yaitu: 1) Petani yang diwawancarai adalah petani yang
lahan usahataninya
menggunakan sistem usahatani semi organik dan anorganik. 2) Komoditas yang dianalisis terbatas yaitu hanya padi sawah. 3) Suku bunga yang digunakan adalah suku bunga pinjaman dan deposito ratarata. 4) Biaya yang diperhitungkan yaitu hanya biaya yang termasuk biaya tunai atau biaya yang dikeluarkan oleh petani.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Pengertian Pertanian Menurut Mubyarto (1995), pertanian dalam arti luas mencakup pertanian
rakyat atau pertanian dalam arti sempit disebut perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar), kehutanan, peternakan, dan perikanan (dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan darat dan perikanan laut). Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Kerisauan umat manusia mengenai ketersediaan bahan pangan dan ledakan jumlah penduduk dunia serta ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas melahirkan ajaran Malthusianisme dan Neomalthusianisme serta tumbuhnya kesadaran pada pelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam sehingga melahirkan pemikiran baru pembangunan berwawasan lingkungan dan konsep pembangunan berkelanjutan (Herry, 2006). Menurut Nasution (1995) dalam Salikin (2003), pertanian berkelanjutan merupakan kegiatan pertanian yang berupaya untuk memaksimalkan manfaat sosial dari pengelolaan sumberdaya biologis dengan syarat memelihara produktivitas dan efisiensi produksi komoditas pertanian, memelihara kualitas lingkungan hidup dan produktivitas sumberdaya sepanjang masa. Menurut Soekartawi (1995) dalam Salikin (2003), terdapat tiga alasan mengapa pembangunan pertanian Indonesia harus berkelanjutan yaitu: sebagai negara agraris, peranan sektor pertanian Indonesia dalam sistem perekonomian nasional
11
masih dominan. Kontibusi sektor pertanian terhadap produk domestik bruto adalah sekitar 20 % dan menyerap 50 % lebih tenaga kerja di pedesaan. Kedua, agrobisnis dan agroindustri memiliki peranan yang sangat vital dalam mendukung pembangunan sektor lainnya. Ketiga, pembangunan pertanian berkelanjutan menjadi keharusan agar sumberdaya alam yang ada sekarang ini dapat terus dimanfaatkan untuk waktu yang relatif lama. Sektor pertanian tetap menduduki peran vital yang mendukung kelangsungan kehidupan bangsa Indonesia. 2.2.
Usahatani Pertanian merupakan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada suatu
lahan tertentu, dalam hubungannya antara manusia dengan lahan yang disertai pertimbangan tertentu. Ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan kegiatan manusia dalam melakukan pertanian disebut ilmu usahatani (Suratiyah, 2006). Menurut Mubyarto (1995), dalam ilmu ekonomi dikatakan bahwa petani membandingkan antara hasil yang diharapkan diterima pada hasil panen (penerimaan/revenue) dengan biaya (cost) yang harus dikeluarkannya. Hasil yang diperoleh petani pada saat panen disebut produksi dan biaya yang dikeluarkan disebut biaya produksi. Usahatani yang baik biasa disebut sebagai usahatani yang produktif atau efisien. Usahatani yang produktif berarti memiliki produktivitas tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha (fisik) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input. Secara teknis produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah). Jika dua usahatani mempunyai produktivitas fisik yang sama,
12
maka usahatani yang lebih dekat dengan pasar mempunyai nilai lebih tinggi karena produktivitas ekonominya lebih besar. 2.2.1. Usahatani Semi Organik Von Uexkull (1984) dalam Sutanto (2002), memberikan istilah membangun kesuburan tanah. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda dengan pertanian anorganik yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Akhir-akhir ini isu pertanian organik mencuat ke permukaan. Sebagian orang mendukung gagasan pengembangan pertanian organik dan sebagian lainnya tidak setuju, masing-masing dengan argumentasi yang sama-sama rasional. Argumentasi kelompok pro pertanian organik bertitik tolak dari keprihatinannya terhadap keamanan pangan, kondisi lingkungan pertanian dan kesejahteraan petani secara mikro. Sementara kelompok yang kontra bertitik tolak dari kekhawatirannya terhadap keberlanjutan ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan petani secara menyeluruh2. Menurut Sutanto (2002), pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran
2
Litbang Pertanian. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr273052.pdf. Diakses 28 Mei 2011
13
pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya.
Sejalan
dengan
proses
pembangunan
kesuburan
tanah
menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Menurut Salikin (2003), sistem pertanian berkelanjutan dilakasanakan dengan beberapa model sistem, salah satu diantaranya yaitu dengan menggunakan sistem LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture), prinsipnya yaitu bahwa hasil produksi yang keluar dari sistem harus diimbangi dengan tambahan unsur hara yang dimasukkan kedalam sistem tersebut. Dengan model LEISA, kekhawatiran penurunan produktivitas secara drastis dapat dihindari, sebab penggunaan input luar masih diperkenankan dan masih menjaga toleransi keseimbangan antara pemakaian input internal dan eksternal, misalnya penggunaan pupuk organik diimbangi dengan pupuk TSP. Pertanian organik meliputi dua definisi, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian sempit, pertanian organik adalah pertanian yang tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia, yang digunakan adalah pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usahatani yang menggunakan pupuk kimia pada tingkat minimum, dan dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami (Hong, 1994). 2.2.2. Usahatani Anorganik Schaller (1993) dalam Winangun (2005), memberikan penjelasan mengenai beberapa dampak negatif dari sistem pertanian anorganik yaitu sebagai berikut:
14
1. Pencemaran air tanah dan air permukaan oleh bahan kimia sintesis dan sedimen. 2. Ancaman bahaya bagi kesehatan manusia dan hewan, baik karena pestisida maupun bahan aditif pakan. 3. Pengaruh negatif aditif senyawa kimia sintetis tersebut pada mutu dan kesehatan pangan. 4. Penurunan keanekaragaman hayati termasuk sumber genetik flora dan fauna yang merupakan modal utama pertanian berkelanjutan. 5. Perusakan dan pembunuhan satwa liar, lebah madu dan jasad berguna lainnya. 6. Peningkatan daya tahan organisme pengganggu terhadap pestisida. 7. Peningkatan
daya
produktivitas
lahan
erosi,
pemadatan
lahan
dan
berkurangnya bahan organik. 8. Ketergantungan yang semakin kuat terhadap sumberdaya alam tidak terbaruhi. 9. Munculnya resiko kesehatan dan keamanan manusia pelaku pekerjaan pertanian. 2.3.
Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik Nilai positif yang dapat diterima dari penggunaan pupuk organik sangat
banyak. Namun menurut Sutanto (2002), penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan diantaranya adalah: diperlukan dalam jumlah yang sangat banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam pengangkutan dan penggunaannya di lapangan dan kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang digunakan belum cukup matang. Apabila pemurnian dalam proses pembuatan pupuk organik tidak cukup baik, limbah cair, dan komponen padat yang berasal dari limbah perkotaan
15
dan bahan organik lainnya mempunyai potensi yang tinggi dalam meracuni kesehatan manusia. Pupuk organik atau kompos memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pupuk anorganik. Berikut ini merupakan beberapa perbedaan antara pupuk organik (kompos) dan pupuk anorganik (Djuarnani, dkk, 2005): Tabel 3. Perbedaan Sifat Pupuk Organik (Kompos) dan Pupuk Anorganik No. Sifat Pupuk Organik atau Kompos Sifat Pupuk Anorganik 1 Mengandung unsur hara makro Hanya mengandung satu atau dan mikro yang lengkap walaupun beberapa unsur hara tetapi dalam jumlahnya sedikit jumlah banyak 2
Dapat memperbaiki struktur tanah
Tidak dapat memperbaiki struktur tanah tetapi justru penggunaan dalam jangka waktu panjang dapat membuat tanah menjadi keras
3
Beberapa tanaman yang menggunakan kompos lebih tahan terhadap serangan penyakit dan menurunkan aktivitas mikroorganisme tanah yang merugikan
Sering membuat tanaman manja sehingga rentan terhadap penyakit
2.4.
Usahatani Padi Sawah Irawan (2004), secara nasional, sekitar 55 % konsumsi kalori dan 45 %
konsumsi protein di tingkat rumah tangga berasal dari beras. Hal tesebut menunjukkan peningkatan produksi beras berperan penting dalam pemenuhan kecukupan konsumsi gizi rumah tangga dan ketahanan pangan nasional. Sekitar 90 % produksi beras nasional dihasilkan dari sawah terutama di Jawa. Peningkatan
produktivitas
padi
terutama
disebabkan
oleh
peningkatan
produktivitas usahatani yang dilakukan melalui berbagai program intensifikasi. Sebagian besar petani mengusahakan padi, maka program intensifikasi tersebut tidak hanya bertujuan meningkatkan produksi padi tetapi juga pendapatan petani.
16
Akhir-akhir ini laju peningkatan produktivitas padi semakin lambat sehingga pertumbuhan produksi padi juga menurun, kondisi ini menyebabkan kekurangan beras di masa yang akan datang. Secara agronomis, peningkatan produktivitas padi disebabkan oleh dua faktor yaitu meningkatnya penggunaan varietas padi berdaya hasil hasil tinggi dan semakin membaiknya mutu usahatani yang dilakukan petani seperti cara pengolahan tanah, penanaman dan pemupukan. Menurut Prasetiyo (2002) bahwa proses pencapaian swasembada beras tidak lepas dari penerapan dan inovasi teknologi yang dikembangkan pemerintah, misalnya dalam penggunaan benih unggul, teknologi pemupukan, pengendalian organisme pengganggu, pengolahan tanah, dan lain sebagainya. Akhir-akhir ini proses produksi beras menghadapi berbagai kendala yang cukup serius, antara lain: 1. Cuaca atau iklim makin sulit diramal dengan tepat, misalnya mundurnya musim hujan, musim kemarau yang panjang, dan bencana kekeringan. 2. Eksplosi serangga hama akibat belum sepenuhnya diterapkan teknik budidaya yang baik, seperti tanam serempak. 3. Semakin langkanya budidaya tenaga kerja dalam budidaya padi sawah, misalnya tenaga pengolah lahan. 4. Sektor industri yang tumbuh pesat tampak lebih menarik untuk digeluti serta memberikan harapan lebih baik daripada menjadi buruh mencangkul. 5. Tenaga kerja sektor pertanian berpindah ke sektor industri atau sektor lainnya, sehingga ongkos tenaga kerja pengolah tanah semakin mahal dan biaya produksi meningkat.
17
6. Alternatif pengolahan tanah yang menggunakan traktor belum dapat dijangkau seluruh petani. 2.5.
Hasil Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Herdiansyah (2005) menunjukkan bahwa kegiatan
usahatani padi organik memiliki perbedaan dengan usahatani padi anorganik. Hasilnya perhitungannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4. Perbedaan Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Anorganik per Musim Tanam per Hektar dari Penelitian Terdahulu Uraian Petani Pemilik Petani Petani Penggarap Penyakap Penyewa (Rp) (Rp) (Rp) Usahatani Padi Organik - Pendapatan atas biaya tunai - Pendapatan atas biaya non tunai
1.542.665,8
1.740.738,5
1.796.242,8
-1.982.334,2
695.738,5
-68.757,2
4.441.071,4
-12.441,2
1.131.261,4
-83.928,6
-1.857.441,2
-968.738,6
Usahatani Padi Anorganik - Pendapatan atas biaya tunai - Pendapatan atas biaya non tunai
Pendapatan atas biaya tunai petani padi organik dengan petani pemilik penggarap Rp 1.542.665,8 dan pendapatan non tunai yaitu Rp -1.982.334,2. Pada petani padi anorganik pendapatan non tunai yang diperoleh Rp -83.928,6 dan pendapatan tunai yaitu Rp 4.441.071,4. Pendapatan atas biaya non tunai petani penyakap padi organik yaitu Rp 695.738,5, sedangkan pendapatan atas biaya tunai yaitu Rp 1.740.738,5. Pada padi anorganik pendapatan tunai sebesar Rp -12.441,2 dan pendapatan bersih atau atas biaya non tunai yaitu Rp -1.857.441,2. Pendapatan petani penyewa non tunai Rp -68.757,2 dan pendapatan tunai yaitu sebesar Rp 1.796.242,8. Sedangkan pendapatan bersih padi anorganik atas biaya non tunai yaitu Rp -968.738,6 dan pendapatan tunai yaitu sebesar Rp 1.131.261,4.
18
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Analisis Kelayakan Merret (1989) dalam Sutojo (2006), mengungkapkan bahwa NPV adalah jumlah present value seluruh net cash flows tahunan selama masa tertentu dan salvage value proyek, dikurangi jumlah investasi proyek. Dengan demikian, suatu proyek dikatakan layak atau bermanfaat untuk dilaksanakan jika NPV proyek tersebut sama atau lebih besar dari nol. NPV sama dengan nol, maka proyek akan mendapat modalnya kembali setelah diperhitungkan discount rate yang berlaku. Apabila NPV proyek tersebut lebih besar dari nol maka proyek dapat dilaksanakan dengan memperoleh keuntungan sebesar nilai NPV, sedangkan apabila NPV lebih kecil dari nol maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan dan mencari alternatif proyek lain yang pasti menguntungkan. Gray (1985), menyebutkan terdapat dua cara perhitungan yang digunakan untuk menentukan B/C ratio yaitu net benefit cost ratio (Net B/C) yang dihitung dengan membandingkan jumlah semua NPVB-C yang bernilai positif dengan jumlah semua NPVB-C yang bernilai negatif dan gross benefit cost ratio (Gross B/C ratio) dimana nilainya merupakan perbandingan NPV manfaat dan NPV biaya sepanjang umur proyek. Kegiatan investasi layak jika mempunyai nilai B/C ratio lebih besar atau sama dengan satu, sedangkan jika B/C ratio lebih kecil dari satu maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan.
19
3.1.2. Biaya dan Penerimaan Usahatani Menurut Lipsey (1995), biaya produksi merupakan semua pengeluaran yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh faktor-faktor produksi dan bahan-bahan mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-barang yang diproduksinya. Apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan selalu berubah-ubah, maka biaya produksi yang dikeluarkan juga berubah-ubah nilainya. Namun, apabila jumlah suatu faktor produksi yang digunakan adalah tetap, maka biaya produksi yang dikeluarkan untuk memperolehnya tidak berubah nilainya. Dengan demikian keseluruhan jumlah biaya produksi yang dikeluarkan produsen dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya yang berubah-ubah). Menurut Soekartawi (1995), penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi dan harga jual. Macam penerimaan usahatani bisa lebih dari satu tergantung tanaman yang diusahakan. Oleh karena itu, dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dengan analisis keseluruhan usahatani. 3.1.3. Inovasi Pengurangan Pemakaian Pupuk Kimia Perkembangan sistem usahatani baik dalam bentuk teknologi maupun inovasi sangat diperlukan untuk memajukan pertanian dalam hal peningkatan produktivitas nasional dan pendapatan pada petani. Tidak semua perkembangan pertanian dapat diterima dengan mudah oleh petani, mereka membutuhkan adaptasi atas sistem usahatani yang baru mereka terima karena kebiasaan mereka dalam menerapkan sistem pertanian yang telah terbiasa mereka lakukan. Pengurangan pupuk kimia dan menambahkan input pupuk organik kedalam
20
sistem usahatani sangat baik dilakukan untuk membangun tingkat kesuburan tanah. Namun, tidak semua petani bersedia melakukan kegiatan tersebut, meskipun dalam jangka panjang hal ini akan berdampak positif bagi lahan pertanian mereka dan diharapkan pupuk kimia dapat dikurangi penggunaanya secara bertahap hingga lahan bisa meninggalkan pemakaian pupuk kimia seutuhya. Pembuatan model dalam situasi adopsi dan difusi inovasi adalah beragam sekali tergantung dari permasalahan yang diteliti, perlu dilakukan identifikasi permasalahan yang ada dan tujuan akhir bagi petani dalam melakukan pengambilan keputusan adopsi dan difusi
inovasi
(Soekartawi,
2005).
Jones (1975) dalam Soekartawi (2005), lima kategori aspek penting yang perlu diperhatikan dalam identifikasi permasalahan yang ada yaitu aspek-aspek seperti situasi lokal (luas usahatani), personal (umur, tingkat pendidikan, pendapatan), psikologis (sikap, motivasi), sosiologis (norma, kepercayaan, status sosial), aspek makro (kebijaksanaan pemerintah tentang pertanian, situasi ekonomi). Y= Ln
𝑃𝑖 1−𝑃 𝑖
= 𝛽0 +𝛽1 𝑋1 +𝛽2 𝑋2 + ⋯ + 𝛽𝑘 𝑋𝑘
Faktor-faktor yang diduga berpengaruh akan diregresikan menggunakan regresi logit persamaan diatas merupakan persamaan logistik atau logit, dimana P merupakan kemungkinan bahwa Y=1. X1, X2 serta Xk adalah variabel independen dan β adalah koefisien regresi, metode estimasinya adalah Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan koefisien yang didapatkan konsisten.
21
3.2.
Kerangka Pemikiran Operasional Aktivitas pertanian pada petani sangat berpengaruh terhadap ketahanan
pangan masyarakat, maka pertanian berkelanjutan sangat perlu direalisasikan agar produktivitas pertanian mampu dipertahankan atau ditingkatkan mengingat semakin meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia dari tahun ke tahun. Penduduk yang meningkat akan menyebabkan permintaan pangan bertambah besar. Pertanian anorganik yang diterapkan pada petani di Indonesia menimbulkan keprihatinan karena dampak negatif jangka panjang yang ditimbulkan dari pemakaian zat-zat kimia pada lahan pertanian. Atas dasar keprihatinan tersebut pertanian organik mulai disosialisasikan pada petani di Indonesia, bahkan Kementerian Pertanian telah membuat program “Go Organic 2010”. Proses sosialisasi ini membutuhkan kesabaran mengingat sulitnya mengubah pola perilaku petani dalam menjalani kegiatan pertaniannya. Petani di Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor, telah mencoba menerapkan sistem pertanian yang mengarah pada pertanian organik pada komoditas padi sawahnya meskipun tidak secara penuh. Sistem usahatani padi yang dijalankan yaitu dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menambahkan input pupuk organik pada usahatani dan bebas pestisida kimia. Berdasarkan studi kasus tersebut maka penelitian ini mencoba menelaah perbedaan usahatani semi organik tersebut dengan anorganik, hasil kedua nilai pendapatan pada sistem pertanian semi organik dan anorganik akan dibandingkan dan ditelaah, jenis sistem pertanian apa yang bisa menghasilkan pendapatan lebih menguntungkan dan layak dilaksanakan.
22
Keputusan petani untuk
mengurangi pemakaian pupuk kimia dan
mengkonversinya dengan pemakaian pupuk organik akan dinalisis menggunakan regresi logistik. Sistem usahatani yang telah diterapkan pada beberapa wilayah di Indonesia ini dipercaya mampu mewujudkan pertanian yang sejalan dengan prinsip-prinsip konservasi lingkungan dan diharapkan dalam jangka mendatang pertanian organik bisa benar-benar diterapkan agar kondisi kesuburan lahan dapat dikonservasi lebih baik lagi.
Kecamatan Cigombong yang Memiliki Potensi Pertanian
Usahatani Padi Sawah Desa Ciburuy
Usahatani Padi Sawah Desa Cisalada
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap
Struktur Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pengurangan Penggunaan Pupuk Kimia
Implikasi Kebijakan Gambar 1. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
23
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, Kecamatan
Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dipilih secara tertuju (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa Desa Ciburuy merupakan daerah yang telah mencoba melakukan penerapan usahatani padi sawah dengan mengurangi pemakaian pupuk kimia, menggunakan pupuk organik dan bebas pestisida kimia. Petani di desa ini telah menghasilkan produk padi sawah dengan merk SAE (Sehat, Aman, Enak). Usahatani padi semi organik ini akan dibandingkan dengan beberapa petani padi anorganik di Desa Cisalada. Desa ini dipilih karena terdapat dalam satu wilayah serta memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Desa Ciburuy. Khusus untuk pengambilan data primer di lapang dilaksanakan di bulan Juni - Juli 2011. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian meliputi data time series dan
cross section. Sumber data yang digunakan dalam penelitian meliputi data primer dan sekunder. Data primer merupakan data yang didapat dari sumber pertama seperti hasil wawancara atau hasil pengisian kuesioner yang biasanya dilakukan oleh peneliti (Umar, 2005). Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden yang dilakukan pada petani, baik yang menerapkan sistem usahatani semi organik maupun anorganik. Wawancara dilakukan menggunakan kuesioner yang telah dipersiapkan meliputi berbagai pertanyaan mengenai pelaksanaan kegiatan (input dan output) pertanian sesuai dengan tujuan penelitian. Data
24
sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain misalnya dalam bentuk tabel-tabel atau diagram-diagram (Umar, 2005). Data sekunder diperoleh dari instansi dan literatur yang terkait dengan penelitian seperti Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian, Kantor Desa dan literatur lain yang terkait dengan penelitian. 4.3.
Metode Pengambilan Data Pengambilan responden dilakukan melalui teknik purposive sampling
(dilakukan secara tertuju). Banyaknya jumlah respoden atau petani yang akan diwawancarai untuk analisis pendapatan dan logit yaitu 30 orang, terdiri dari 15 petani semi organik dan 15 petani padi anorganik. Penentuan pengambilan responden berdasarkan jumlah standar minimal penelitian survei yaitu 30 orang pada populasi menyebar normal. Pengambilan beberapa responden usahatani anorganik diambil dari Desa Cisalada karena jumlah petani anorganik di Desa Ciburuy sangat sedikit dan tidak mencukupi jumlah responden yang diinginkan. Pengambilan responden untuk analisis kelayakan diwakili oleh satu orang petani baik semi organik dan anorganik. Pemilihannya didasarkan bahwa petani tersebut menanam varietas padi yang sama dan telah menjalani usahataninya dengan baik. Responden dipilih berdasarkan keterangan awal dari ketua kelompok tani mengenai jumlah petani yang terdapat dalam desa, selanjutnya dipilih secara tertuju (purposive) petani yang akan diwawancarai untuk mendapatkan informasi dalam penelitian.
25
4.4.
Metode Analisis Data Pada tabel 5 akan diuraikan matrik analisis data yang digunakan untuk
menjawab tujuan-tujuan dalam penelitian ini. Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif dan kuantitatif. Pengolahan data dilakukan secara manual dan komputer yaitu menggunakan software Microsoft office Excel 2007, SPSS 16 dan Minitab Release 14. Tabel 5. Matrik Metode Analisis Data No. Tujuan penelitian Sumber data 1 Menganalisis kelayakan Data primer atau sistem usahatani padi semi wawancara organik dan anorganik dengan petani petani penggarap.
Analisis data Analisis deskriptif dan kuantitatif dengan Microsoft Office Excel 2007
2
Mengkaji tingkat biaya dan pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik petani penggarap
Data primer atau Analisis deskriptif dan wawancara kuantitatif dengan dengan petani Microsoft Office Excel 2007 dan SPSS 16
3
Mengestimasi faktor-faktor yang mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia.
Data primer atau Metode regresi logistik wawancara dan analisis deskriptif dengan petani dengan Minitab Release 14
4.4.1. Analisis Kelayakan Usahatani Semi Organik dan Anorganik Analisis NPV, Gross B/C ratio dapat dituliskan untuk menjelaskan kriteria layak atau tidaknya suatu usahatani. Menurut Soeharto (2001), NPV didasarkan atas konsep pendiskontoan seluruh arus kas ke nilai sekarang, dengan mendiskontokan semua arus kas masuk dan keluar selama umur investasi ke nilai sekarang kemudian menghitung angka bersihnya dan akan diketahui selisihnya dengan memakai dasar yang sama. Berarti sekaligus dua hal telah diperhatikan yaitu faktor nilai waktu dari uang dan selisih besarnya arus kas masuk dan keluar. Suatu proyek dinyatakan layak jika NPV > 0, yang artinya proyek tidak rugi. Menurut Soekartawi (1995), secara matematis NPV dituliskan sebagai berikut:
26
n ( Bt Ct ) NPV t i1 (1 i)
Analisis Gross Benefit-cost ratio (B/C) yaitu perbandingan (nisbah) antara penerimaan dengan biaya. Gross B/C ratio dalam kegiatan investasi dikatakan layak apabila bernilai ≥ 1 dan tidak layak jika bernilai < 1. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: n Bt n Ct GrossB / C / t t i1 1 i i1 1 i
Keterangan : B
= manfaat usahatani pada tahun ke-t
C
= biaya usahatani pada tahun ke-t
i
= suku bunga (%)
t
= tahun kegiatan usahatani (t= 0,1,2,…,n)
n
= umur usahatani
4.4.2. Tingkat Biaya dan Pendapatan Usahatani Semi Organik dan Anorganik Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam usahatani, diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap yang didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit, jadi besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Biaya variabel yang didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya produksi, jika menginginkan produksi yang tinggi maka tenaga kerja perlu ditambah, pupuk juga perlu ditambah, dan lain sebagainya (Soekartawi, 1995).
27
Tabel 6. Struktur Biaya Usahatani Padi Sawah No. Biaya Rincian Biaya 1 Biaya Tetap Iuran pengairan/irigasi, alat pertanian, sewa traktor/kerbau. 2 Biaya Variabel Bibit/benih, pupuk, obat-obatan, biaya panen, tenaga kerja, bagi hasil. Total Biaya
Biaya (Rp)
Biaya total merupakan penjumlahan antara biaya tetap dan biaya variabel, maka berdasarkan pernyataan tersebut rumus total cost dapat dituliskan sebagai berikut: TC = TFC + TVC Keterangan: TC
= Total biaya (Rp)
TFC
= Total biaya tetap (Rp)
TVC = Total biaya variabel (Rp) Soekartawi (1995) mengatakan bahwa pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya, perumusuannya adalah sebagai berikut: Pd = TR – TC Keterangan: Pd = Pendapatan Usahatani (Rp) TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total biaya (Rp) Total penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Rumus penerimaan kegiatan pertanian adalah sebagai berikut: TR = P × Q
28
Keterangan: TR = Penerimaan usahatani (Rp) Q = Hasil produksi (kg) P
= Harga jual produk per unit (Rp/kg) Besarnya pendapatan yang diperoleh dalam perhitungan akan diuji
menggunakan statistika dengan menggunakan SPSS 16. Uji beda pendapatan dilakukan dengan uji nilai tengah rata-rata pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim tanam dan pendapatan per kilogram output per musim tanamnya. Asumsi yang digunakan pada pengujian ini adalah sampel menyebar secara normal. Hipotesis H0 akan ditolak apabila P value < α, sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hipotesis yang dirumuskan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: H0
: Pendapatan petani padi organik = Pendapatan petani padi anorganik
H1
: Pendapatan petani padi organik > Pendapatan petani padi anorganik Menurut Lipsey (1995), biaya total rata-rata adalah biaya total untuk
menghasilkan sejumlah output tertentu dibagi dengan jumlah output tersebut. Biaya total rata-rata dibagi menjadi dua, yaitu biaya tetap rata-rata dan biaya variabel rata-rata. Biaya tetap rata-rata sama dengan biaya total per satuan produk yang dapat diperoleh dengan cara membagi biaya tetap dengan kuantitas produksi, sedangkan biaya variabel rata-rata menggambarkan besarnya biaya variabel per satuan produk dan dapat diperoleh dengan membagi biaya variabel total dengan kuantitas produksinya. Biaya total rata-rata dapat dihitung dengan rumus: ATC = AFC + AVC
29
Keterangan: ATC
= Biaya total rata-rata (Rp/kg)
AFC
= Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)
AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg) Biaya rata-rata menggambarkan besarnya biaya per satuan produk. Biaya tetap rata-rata ini akan semakin menurun dengan semakin banyaknya output yang dihasilkan. Besarnya biaya tetap rata-rata per satuan produk (AFC) dapat dihitung dengan rumus: AFC = TFC / Q Keterangan: AFC
= Biaya tetap rata-rata (Rp/kg)
TFC
= Biaya tetap total (Rp)
Q
= Output yang dihasilkan (kg) Biaya variabel rata-rata yang akan semakin menurun nilainya dengan
semakin banyaknya output yang dihasilkan. Biaya variabel rata-rata adalah sebagai berikut: AVC = TVC / Q Keterangan: AVC = Biaya variabel rata-rata (Rp/kg) TVC = Biaya variabel total (Rp) Q
= Output yang dihasilkan (kg)
30
4.4.3. Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Faktor-faktor yang mendorong penerapan sistem usahatani organik akan ditentukan dalam penelitian ini. Tingkat pendidikan akan berpengaruh pada keputusan inovasi pertanian pengurangan pupuk kimia ini, dimungkinkan bahwa hubungannya berpengaruh positif artinya semakin tinggi pendidikan petani maka respon penerimaan informasi oleh petani akan manfaat pengurangan pupuk kimia juga semakin baik. Hal tersebut akan mendorong petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia. Luas usahatani dimungkinkan akan berpengaruh positif terhadap keputusan petani untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia, semakin besar luasan lahan yang dimiliki petani maka semakin mudah bagi petani untuk menerima inovasi ini. Semakin muda petani biasanya mempunyai semangat untuk mencari informasi apa yang belum mereka ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan adopsi inovasi, maka diharapkan umur memberikan pengaruh yang negatif. Pendapatan merupakan faktor yang penting untuk penerimaan inovasi baru bagi petani. Nilai pendapatan yang tinggi akan memudahkan petani untuk mengadopsi inovasi pertanian untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia karena ketersediaan modal yang mereka miliki, maka diharapkan faktor ini akan berpengaruh positif. Faktor berikutnya yaitu biaya pupuk, petani biasanya lebih mengarah pada usahatani yang memberikan nilai pupuk lebih efisien dari segi biaya. Oleh karena itu besaran biaya pupuk diduga akan mempengaruhi keputusan petani menerapkan pengurangan pemakaian pupuk kimia. Keberadaan informasi diperlukan untuk memberikan pengetahuan bagi petani akan manfaat pupuk organik dan
31
pengurangan pemakaian pupuk kimia sehingga memberikan peluang kepada mereka untuk mengadopsi sistem tersebut. Pemberian informasi diidentifikasi dari pernah atau tidak petani mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan bahan kimia termasuk pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam lahan pertanian. Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka model logit yang digunakan adalah sebagai berikut (Juanda, 2009): Z i ln
Pi 1 2 PDDKN 3 LLHN 4UMR 5 PDPT 6 BPK d1 IFRM 1 Pi
Keterangan: Pi
= peluang kesediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia
1-Pi
= peluang ketidaksediaan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia
Zi
= keputusan petani
β1
= intersep
βi
= parameter peubah Xi
PDDKN = lama pendidikan formal (tahun) LLHN
= luas lahan (ha)
UMR
= umur petani (tahun)
PDPT
= pendapatan petani (Rp/ha)
BPK
= biaya pupuk (Rp/ha)
IFRM
= variabel dummy yaitu ada informasi (1) dan tidak ada informasi (0)
ε
= galat/error Peubah
pi (1−p i )
dalam persamaan diatas disebut odds, yang sering
diistilahkan dengan resiko atau kemungkinan, yaitu rasio atau peluang terjadi
32
pilihan-1 (mengurangi pemakaian pupuk kimia) dan pilihan-0 (tidak mengurangi pemakaian pupuk kimia). 1.
Uji Likelihood Ratio Setelah dugaan model diperoleh, langkah selanjutnya adalah menguji
apakah model logit tersebut secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan kualitatif (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini adalah : H0: 2 3 ... k (model tidak dapat menjelaskan) H1: minimal ada j 0 , untuk j = 2, 3,…, k (model dapat menjelaskan) Statistik uji yang digunakan adalah dengan likelihood ratio, yaitu rasio fungsi kemungkinan modelUR (lengkap) terhadap fungsi kemungkinan modelR (H0 benar). Statistik uji-G dibawah ini menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat dengan derajat bebas (k-1). G = −2 ln
𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙UR 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑅 = 2 ln ≈ χ2 (k−1) 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑈𝑅 𝑙𝑖𝑘𝑒𝑙𝑖ℎ𝑜𝑜𝑑_𝑀𝑜𝑑𝑒𝑙𝑅
= 2 [ln(likelihood_ModelUR) – ln (likelihood_ModelR)] Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak (model signifikan), jika statistik G > χ2α,k-1. Jika H0 ditolak maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada j 0 . 2.
Uji Wald Untuk menguji faktor mana ( j 0 ) yang berpengaruh nyata terhadap
pilihannya, perlu uji statistik lanjut. Dalam hal ini kita dapat menguji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial dengan statistik uji wald (Juanda, 2009). Hipotesis statistik uji yang digunakan adalah:
33
H0: j 0 , untuk j = 2, 3,…, k (peubah Xj tidak berpengaruh nyata) H1: j 0 (peubah Xj berpengaruh nyata) Statistik uji yang digunakan adalah : W = 𝑠𝑒
βj 𝛽𝑗
Keterangan: 𝛽𝑗
= koefisien regresi
𝑠𝑒 𝛽𝑗
= standard error of β (galat kesalahan dari β)
3.
Odds Ratio Setelah diperoleh dugaan model logit yang dianggap cocok dan dugaan
koefisiennya (pengaruh peubahnya) signifikan secara statistik, maka kita dapat menarik kesimpulan-kesimpulan praktis dari koefisien dalam model. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odds ratio (Juanda, 2009). Secara matematis dapat dilihat seperti di bawah ini: 𝑝
𝑂𝑑𝑑𝑠 𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = (1−𝑝𝑖
𝑖
)
Keterangan: Pi
= peluang kejadian yang terjadi
1-Pi
= peluang kejadian yang tidak terjadi
34
V. 5.1.
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciburuy dan Desa Cisalada, kedua desa
tersebut merupakan desa yang terdapat di Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Potensi pertanian kedua desa cukup besar, hal ini dapat dilihat dari luas sawah yang mereka usahakan untuk usahatani padi dan menjadikan sektor tersebut sebagai mata pencaharian masyarakat.
Gambar 2. Peta Desa Ciburuy, Kecamatan Cigombong, Bogor Gambaran umum Desa Ciburuy dan Desa Cisalada akan dijelaskan meliputi topografi, kependudukan, mata pencaharian masyarakat dan fasilitasfasilitas penunjang kegiatan masyarakat. Gambaran umum lokasi penelitian di dua desa tersebut adalah sebagai berikut: 5.1.1. Gambaran Umum Desa Ciburuy Desa Ciburuy merupakan salah satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Cigombong dengan luas wilayah sebesar 200,67 ha. Batas wilayah Desa Ciburuy yaitu sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Desa Ciadeg, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cigombong, sebelah timur
35
berbatasan dengan Desa Srogol, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cisalada. Desa Ciburuy merupakan wilayah yang termasuk dataran rendah, berbukit-bukit dan terletak di daerah bantaran sungai. Tingkat kemiringan tanah di desa Ciburuy yaitu 16 derajat. Tabel berikut menjelaskan luas wilayah menurut penggunaannya: Tabel 7. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Ciburuy Tahun 2010 Peruntukan Lahan Luas wilayah (ha) Luas permukiman 50 Luas persawahan 75 Luas kuburan 0,08 Luas taman 0,03 Perkantoran 0,06 Luas prasarana umum lainnya 0,05 Tanah kering 55,7 Tanah perkebunan negara 13 Tanah fasilitas umum 6,75 Total luas 200,67 Sumber: Monografi Desa Ciburuy, 2010
Jumlah penduduk Desa Ciburuy secara keseluruhan yaitu berjumlah 12.005 jiwa. Penduduk di desa ini didominasi oleh penduduk berjenis kelamin laki-laki yaitu berjumlah 6.153 jiwa (51,25 %) sedangkan jumlah penduduk yang berjenis kelamin perempuan yaitu 5.852 jiwa (48,75 %) dari total penduduk. Jumlah kepala keluarga di Desa Ciburuy yaitu 2.480 kepala keluarga dengan kepadatan penduduk 75,03 per km. Penduduk di wilayah ini yang memiliki mata pencaharian pada sektor pertanian berjumlah total 415 jiwa yang terdiri dari 135 jiwa petani dan 280 jiwa sebagai buruh tani. Mayoritas mata pencaharian penduduk yaitu sebagai karyawan perusahaan swasta sebanyak 550 jiwa. Karyawan perusahaan pemerintah berjumlah berjumlah 48 jiwa, pegawai negeri sipil berjumlah 35 jiwa, peternak
36
sebanyak 47 jiwa dan sisanya sebagai pengrajin, pedagang, pensiunan, TNI, Polri, pertukangan, bidan dan dokter. Fasilitas dibangun untuk menunjang kegiatan masyarakat desa. Adapun salah satu fasilitas yang terdapat dalam desa ini yaitu ruang terbuka publik yang terdiri dari taman bermain seluas 2.000 m2, taman desa seluas 1.000 m2, taman kas desa seluas 2.000 m2. Prasarana kesehatan terdiri dari puskesmas pembantu sebanyak satu unit, poliklinik sebanyak empat unit, posyandu sebanyak 10 unit, rumah bersalin sebanyak sebanyak dua unit dan balai kesehatan ibu dan anak sebanyak satu unit. Prasarana terpenting di Desa Ciburuy yaitu sarana pendidikan yang terdiri dari gedung SLTA sebanyak dua buah, gedung SLTP sebanyak empat buah, gedung SD sebanyak delapan buah, gedung TK sebanyak tiga buah dengan status lahan sewa dan jumlah lembaga pendidikan agama sebanyak tujuh buah, dua buah sewa dan yang lainnya dalam status milik. Selain itu dalam desa ini juga terdapat sarana dan prasarana wisata, olahraga serta kebersihan. 5.1.2. Gambaran Umum Desa Cisalada Desa Cisalada merupakan desa yang terletak di Kecamatan Cigombong dan memiliki luas wilayah sebesar 168,75 ha. Adapun batas wilayah desa ini yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Pasir Jaya, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tugu Jaya, sebelah barat berbatasan dengan Desa Pasir Jaya, sebelah timur berbatasan dengan Desa Ciburuy. Wilayah administratif Desa Cisalada terdiri dari empat dusun, 10 rukun warga dan 26 rukun tetangga. Tabel luas wilayah menurut penggunaan dapat dilihat di bawah ini:
37
Tabel 8. Luas Wilayah Menurut Penggunaan di Desa Cisalada Tahun 2010 Peruntukan Lahan Luas wilayah (ha) Luas permukiman 32,25 Luas persawahan 105 Luas kuburan 5 Luas perkarangan 2,5 Perkantoran 0,25 Luas prasarana umum lainnya 15,25 Tanah fasilitas umum 8,5 Total luas 168,75 Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Jumlah penduduk Desa Cisalada secara keseluruhan berjumlah 7.019 jiwa, dengan penduduk terbanyak berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 3.586 jiwa atau sekitar 51,09 % dari total penduduk, sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan berjumlah 3.433 jiwa atau sekitar 48,91 % dari total penduduk Desa Cisalada. Mayoritas agama penduduk Desa Cisalada beragama islam, hanya dua jiwa penduduk yang berkeyakinan lain yaitu menganut agama protestan. Terdapat tiga jiwa yang berwarga negara asing, sedangkan sisanya yaitu 7.016 jiwa penduduk berwarga negara Indonesia. Jumlah penduduk yang produktif yaitu 4.126 jiwa, rata-rata kepadatan penduduk yaitu 300 jiwa/km2 dan rata-rata penyebaran penduduk yaitu 500 jiwa/km2. Tingkat pendidikan penduduk Desa Cisalada bervariasi yaitu mulai dari tingkat SD hingga S3, pada desa ini juga masih terdapat penduduk yang buta huruf. Tingkat pendidikan akhir penduduk didominasi oleh tamatan sekolah dasar yaitu berjumlah 3.168 jiwa atau sekitar 45,99 %. Pada Desa Cisalada terdapat penduduk dengan lulusan sarjana, yaitu 98 jiwa (1,42 %) lulusan S1, tiga jiwa (0,04 %) penduduk lulusan S2, dan satu jiwa (0,01 %) penduduk lulusan S3. Penduduk yang berpendidikan akhir diploma berjumlah 389 jiwa yaitu lulusan D1 sebanyak 163 jiwa (2,37 %), lulusan D2 sebanyak 139 jiwa (2,02 %) dan lulusan
38
D3 sebanyak 87 jiwa (1,26 %). Keterangan selengkapnya mengenai kategori penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 9. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan Desa Cisalada Tahun 2010 Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Buta huruf 116 1,68 Belum sekolah 587 8,52 Tidak tamat SD 102 1,48 Tamat SD 3.168 45,99 Tamat SLTP 1.319 19,15 Tamat SMU 1.106 16,05 Tamat D1 163 2,37 Tamat D2 139 2,02 Tamat D3 87 1,26 Tamat S1 98 1,42 Tamat S2 3 0,04 Tamat S3 1 0,01 Jumlah 6889 100 Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Mata pencaharian penduduk Desa Cisalada didominasi pada sektor pertanian, jumah penduduk yang bekerja sebagai petani yaitu sebanyak 3.462 jiwa (60,17 %) yang terdiri dari 2.150 jiwa petani pemilik, 285 jiwa petani penggarap, dan 1.027 jiwa buruh tani. Mayoritas mata pencaharian penduduk berikutnya yaitu buruh sejumlah 1.255 (21,81 %). Pekerjaan pada sektor tersebut sering menjadi pemicu kelangkaan generasi penerus pertanian karena kebanyakan remaja lebih memilih bekerja di pabrik-pabrik sebagai buruh daripada menjalani aktivitas sebagai petani. Sektor pertanian akan semakin sulit untuk mencari tenaga kerja di masa yang akan datang jika masalah ini tidak diperhatikan. Jenis mata pencaharian penduduk lainnya dapat dilihat pada tabel berikut:
39
Tabel 10. Penduduk Menurut Pekerjaan Desa Cisalada Tahun 2010 Jenis Pekerjaan Jumlah (Jiwa) Persentase(%) Petani 3.462 60,17 Pengusaha kecil menengah 47 0,82 Pengrajin 3 0,05 Buruh 1.255 21,81 Bengkel/pencucian mobil dan motor 7 0,12 Penjahit 8 0,14 Pedagang 161 2,79 Pengemudi 36 0,63 Tukang ojek 315 5,47 Pertukangan 284 4,94 Pegawai negeri 144 2,50 Dokter 2 0,03 Bidan 1 0,02 Dukun 6 0,10 TNI/POLRI 9 0,16 Pensiunan TNI/POLRI/PNS 13 0,23 Anggota DPRD Kabupaten 1 0,02 Jumlah 5.754 100 Sumber: Monografi Desa Cisalada, 2010
Fasilitas yang terdapat dalam Desa Cisalada terdiri dari beberapa sarana dan dibangun untuk memudahkan penduduk menjalani aktivitas keseharian mereka. Sarana terpenting dalam Desa Cisalada yaitu sarana pendidikan yang merupakan tempat penduduk usia pelajar untuk menuntut ilmu. Pertanian di Desa Cisalada ini didukung oleh keberadaan dua buah prasarana irigasi. Sarana lainnya yang terdapat di Desa Cisalada yaitu sarana keagamaan, sarana wilayah, sarana perekonomian, sarana perhubungan, sarana air bersih, sarana kesehatan dan sarana aparatur desa. 5.2.
Gambaran Umum Budidaya Padi Semi Organik dan Anorganik Pada dasarnya budidaya tanaman padi dilakukan dengan beberapa tahapan
yaitu antara lain: persiapan benih dan persemaian, persiapan lahan, penanaman, perawatan dan pemeliharaan, serta pemanenan. Budidaya padi semi organik membutuhkan tambahan pupuk kompos untuk meningkatkan tingkat kesuburan
40
lahan. Pengurangan dosis pemakaian pupuk kimia dilakukan secara bertahap, hal itu dilakukan untuk menghilangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dalam melakukan kegiatan usahatani mereka. Pemakaian pestisida kimia pada lahan pertanian padi semi organik sudah tidak diperkenankan lagi. Petani yang tergabung dalam keanggotaan Gapoktan Silih Asih di Desa Ciburuy diharuskan mematuhi aturan yang terdapat dalam SOP gapoktan seperti jenis varietas dan jumlah benih yang akan ditanam, cara pembuatan dan pemakaian pupuk organik serta pestisida nabati, aturan tanam, pemakaian pupuk kimia, serta penjualan dan pembinaan petani oleh Lembaga Pertanian Sehat, Dinas Pertanian dan Gapoktan itu sendiri. Adapun proses budidaya pada kedua usahatani baik semi organik maupun anorganik akan diuraikan sebagai berikut: 1.
Persiapan Benih dan Persemaian Pemilihan jenis varietas yang akan digunakan pada kedua usahatani padi
sangat diperhatikan. Pertimbangannya yaitu memilih varietas atas dasar ketahanan benih terhadap serangan hama dan penyakit tanaman padi. Varietas yang digunakan biasanya telah diuji mutu dan produksinya dari pemerintah. Mayoritas petani menggunakan benih berlabel biru yang tahan terahadap penyakit tungro, contohnya yaitu Ciherang, Bondoyudo, Situbagendit dan Inpari. Benih yang dipilih yang bersifat bernas, pemilihannya dengan menggunakan bahan desinfektan (larutan garam atau abu dapur). Benih yang ada direndam dalam larutan garam atau abu dan dilanjutkan proses pemeraman, dengan dosis setiap satu liter air harus dicampur dengan satu sendok garam atau tiga sendok abu. Benih yang dipilih adalah benih yang tenggelam. Setelah hal tersebut dilakukan maka perendaman dilakukan lagi dengan menggunakan air bersih. Perlakuan
41
tersebut bertujuan menekan penyakit dan merangsang pengecambahan benih secara merata pada tanaman padi. Setelah benih yang bernas telah terpilih, langkah selanjutnya yaitu membuat lahan persemaian.
Gambar 3. Lahan Persemaian Benih Padi Beberapa petani juga menyediakan benih sendiri dengan cara memilih benih yang bernas dari lahan pertanian mereka, hal ini dapat menghemat pengeluaran biaya produksi pertanian. Lahan yang dipilih untuk persemaian merupakan lahan yang aman dan mudah pemeliharaannya. Bibit yang akan ditanam merupakan bibit yang telah berumur 12-20 hari dan telah siap ditanam pada lahan yang telah melalui proses pengolahan lahan. Petani semi organik menambahkan pupuk kompos untuk melengkapi proses pembibitan benih padi. Tabel 11. No 1. 2.
Perbandingan Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Usahatani Padi Jumlah Benih (kg/ha) Semi Organik 40,86 Anorganik 49,79
Sumber : Data primer, 2011
Jumlah benih yang digunakan pada usahatani padi anorganik lebih besar yaitu sejumlah 49,79 kg/ha dibandingkan usahatani padi semi organik yang hanya berkisar 40,84 kg/ha, maka dalam usahatani padi semi organik terjadi penghematan penggunaan benih.
42
2.
Pengolahan Lahan Tujuan pengolahan lahan pada dasarnya agar gulma yang ada bisa mati
dan membusuk, menggemburkan tanah, memperbaiki aerasi tanah, memudahkan pengaturan air dan mengatur jarak tanam. Pengolahan lahan dibagi menjadi beberapa tahapan, diantaranya yaitu: -
Mopokan (perbaikan pematang), yaitu melakukan pembongkaran pematang sampai dasar lahan dengan menggunakan cangkul, kemudian dilakukan penimbunan kembali dengan tanah yang sudah diolah sehingga pematang kembali rapi. Hal tersebut mencegah kebocoran saluran air dan menutup lubang hama yang ada.
-
Ngongkolongan, yaitu mencangkul batas petakan yang berbatasan dengan petakan sebelah atas, posisi mencangkul membujur dengan petakan tanah dicangkul dan dipindahkan ke bagian tengah petakan. Hal tersebut dilakukan agar kegiatan membajak lebih mudah dilakukan.
-
Bajak, yaitu melakukan pembajakan sawah yang biasa dilakukan dengan bantuan traktor atau kerbau. Hal ini tergantung dimana posisi lahan petani, jika lahannya mudah dijangkau oleh traktor maka petani biasanya melakukan proses pembajakan ini dengan bantuan alat tersebut. Jika sulit dijangkau maka alternatif bantuannya yaitu menggunakan bantuan kerbau. Bajak akan mempercepat proses pembusukan sisa tanaman.
-
Nampingan dan mengaru, yaitu melakukan perapian pada pematang bagian dalam petakan untuk memperluas areal tanam, serta melakukan penghalusan tanah olahan agar sistem perakaran sempurna dan kedap air.
-
Nguyab, yaitu melakukan pembersihan sisa tanaman dan dibenamkan.
43
-
Nyorongan, yaitu melakukan perataan permukaan sawah agar sistem pengairan usahatani merata. Prosesnya dengan menggunakan bantuan alat pertanian berupa sorongan.
-
Pembuatan drainase, yaitu membuat parit pengaturan air dalam petakan agar memudahkan proses pengaturan air. Tahapan pengolahan tanah diatas diperoleh dari informasi standar
operasional prosedur budidaya padi sehat (semi organik) pada Gapoktan Desa Ciburuy. Pada dasarnya pengolahan lahan pada budidaya padi anorganik hampir sama dengan tahapan proses pengolahan lahan padi semi organik ini, perbedaannya hanya terletak pada pemberian pupuk kompos yang diberikan dengan dosis kurang lebih dua ton/ha, dan petani semi organik biasanya juga melakukan penyebaran jerami sebelum pengolahan lahan yang nantinya akan mengalami proses pembusukan dengan sendirinya di lahan.
Gambar 4. Tahapan Proses Pengolahan Tanah yaitu Mengatur Jarak Tanam (Kiri) dan Perataan Permukaan Sawah atau Nyorongan (Kanan) 3.
Penanaman Bibit yang akan ditanam dalam proses ini berumur sekitar 12-20 hari.
Langkah awal yang dilakukan adalah menyaplak, dengan bantuan alat yang disebut garokan. Jarak tanam pada usahatani semi organik umumnya berkisar antara 12,5 cm setiap tanaman dalam barisan, 25 cm antar tanaman di lain barisan
44
dan 50 cm pada setiap kelompok barisan. Sistem tanam seperti itu disebut legowo yang manfaatnya antara lain yaitu memudahkan dan mengefisienkan penggunaan pupuk pada lahan, serta mendapatkan jumlah anakan yang lebih banyak pada tanaman padi. Penggunaan sistem tanam dengan teknik legowo mulai di adopsi oleh petani anorganik, walaupun masih sangat sedikit petani anorganik yang mengunakan cara tanam ini. Bibit yang telah disemai sebelumnya akan dipindah tanamkan pada lahan yang telah melalui proses pengolahan lahan. Bibit padi ditanam secara dangkal dan tunggal pada setiap titik temu garis caplak. Jumlah bibit yang ditanam pada usahatani semi organik mayoritasnya berkisar antara dua hingga tiga rumpun, sedangkan usahatani anorganik umumnya berkisar antara tiga hingga lima rumpun padi.
Gambar 5. Sistem Tanam Acak Usahatani Padi Anorganik (Kiri) dan Sistem Tanam Legowo Usahatani Padi Semi Organik (Kanan) 4.
Perawatan dan Pemeliharaan Proses perawatan dan pemeliharaan tanaman padi terdiri dari penyiangan
dan penyulaman, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit tanaman, babad pematang dan pengaturan air atau irigasi. -
Penyiangan dan penyulaman, yaitu menyiangi rumput pengganggu disekitar tanaman padi, kemudian rumput tersebut dibenamkan kedalam tanah yang ada diantara barisan tanaman. Keadaan air pada saat penyiangan dalam
45
keadaan macak-macak dan saluran air dalam petakan sawah juga ditutup. Hal ini dilakukan untuk menekan pertumbuhan gulma,
laju kompetisi
pemanfaatan unsur hara tanaman, penyinaran matahari yang merata pada tanaman padi. Penyulaman merupakan penanaman kembali bibit dalam barisan tanaman yang hilang agar populasi tanaman tetap optimal. Adapun pada usahatani semi organik proses penyiangan dan penyulaman biasanya dilakukan dua kali yaitu saat padi berumur 20-25 HST dan 35-40 HST. -
Pemupukan tanaman padi pada usahatani semi organik dilakukan sebanyak tiga kali. Pemupukan dasar dilakukan dengan menggunakan pupuk kompos, dosisnya kurang lebih dua ton/ha. Petani menyediakan pupuk kompos dengan cara membelinya dari toko pertanian atau koperasi, atau petani juga bisa memproduksinya sendiri dengan menggunakan limbah peternakan dan pertanian yang melimpah di daerah pertanian mereka. Pemupukan selanjutnya yaitu dengan memberikan tunjangan unsur hara yang diperoleh dari kombinasi pemakaian pupuk kimia seperti TSP, Urea, NPK, KCL dan Ponska. Biasanya petani mengkombinasikan dua hingga tiga jenis pupuk tersebut atau hanya menggunakan pupuk NPK saja, hal itu tergantung kebutuhan dan kebiasaan petani dalam menjalani usahataninya. Pemupukan susulan pertama dilakukan pada saat umur padi sekitar 20-25 HST. Pemupukan susulan kedua dilakukan pada umur 45-50 HST atau pada waktu yang disebut masa pramoria (umur varietas padi dikurangi 65 hari). Pada usahatani anorganik pemupukan hanya dilakukan dua kali dengan menggunakan pupuk kimia saja, dosisnya lebih banyak dibandingkan dengan
46
usahatani semi organik. Adapun jumlah pemakaian pupuk kimia petani penggarap pada kedua usahatani dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 12. Perbandingan Penggunaan Rata-Rata Pupuk Kimia pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap No.
Jenis Pupuk
1
TSP
2
Urea
3
Ponska
Usahatani Padi Semi Organik Usahatani Padi Anorganik (Kg/Ha) (Kg/Ha) 75,79 194,13 99,64
253,57
0
25
Sumber : Data primer, 2011
Berdasarkan tabel di atas maka dapat terlihat penggunaan pupuk kimia pada usahatani padi semi organik lebih sedikit dibandingkan anorganik. Hal tersebut dikarenakan usahatani padi semi organik telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia pada usahataninya. -
Pengendalian hama dan penyakit pada usahatani semi organik meliputi empat kultur yaitu: kultur teknis merupakan pengendalian hama dan penyakit dengan cara perbaikan teknis dalam melakukan usahatani, seperti bertanam dengan teknik legowo. Hal tersebut memiliki banyak manfaat diantaranya mengefisienkan pemberian pupuk saat pemupukan, memudahkan petani melakukan kontrol tanpa menginjak-injak tanaman padi mereka, pergerakan hama seperti tikus dapat terlihat sehingga menciptakan lingkungan yang tidak cocok untuk perkembangan OPT (Organisme Pengganggu tanaman). Kultur yang kedua yaitu kultur mekanis, merupakan pengendalian hama dengan menggunanakan agency hayati. Kultur selanjutnya adalah kultur biologis, yaitu contohnya dengan menggunakan varietas padi yang tahan penyakit tungro. Terakhir yaitu kultur kimia dengan pestisida nabati, baik yang dibeli dari toko pertanian atau Koperasi, ataupun petani bisa membuatnya sendiri
47
dengan bahan alami yang bisa didapat dari alam seperti daun picung, daun mimba, kacang babi, daun tuba dan lain sebagainya. Hal ini berbeda dengan cara pengendalian hama yang dilakukan petani anorganik. Mereka cenderung memanfaatkan pestisida kimia seperti Decis, Furadan, Dusban, dan lainnya. Pada dasarnya pengendalian hama dan penyakit secara alami lebih diperkenankan
karena
tidak
menimbulkan
dampak
negatif
pada
penggunaannya. -
Babad pematang merupakan kegiatan pembersihan rumput yang terdapat di pinggir petakan sawah. Biasanya dilakukan bersamaan pada setiap penyiangan yaitu dua kali setiap satu musim tanam.
-
Pada dasarnya pengairan yang dilakukan kedua usahatani adalah sama. Tanaman padi membutuhkan pengaturan air pada saat tanam, penyiangan, pemupukan dan panen. Pada saat tanam, air tergenang di saluran tengah dan pinggir petakan. Kegiatan penyiangan dan pemupukan mengharuskan pengeringan air atau kondisi air dalam keadaan macak-macak, saluran masuk keluarnya air harus ditutup. Kapasitas air sebaiknya diperbanyak pada saat tanaman padi sedang dalam masa bunting. Terakhir yaitu panen, air diusahakan dalam keadaan kering terhitung dari masa 20 hari sebelum panen.
5.
Pemanenan Pemanenan padi pada kedua usahatani dapat dilakukan sebanyak lima kali
setiap dua tahun. Pemanenan dilakukan pada waktu yang tepat sesuai dengan umur masing-masing varietas beras agar kualitas beras yang dihasilkan baik. Panen dilakukan setelah padi menguning 90 persen. Biasanya menggunakan alat perontok dengan alas yang lebar agar gabah tidak berserakan dan menggunakan
48
karung yang baik agar tidak bocor saat memasukkan gabah hasil panen. Hal tersebut dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian saat panen, diakibatkan dari berat gabah yang berkurang karena terbuang saat proses ini dilakukan. Pada petani semi organik, penjemuran gabah hingga prosesnya menjadi padi dilakukan oleh Koperasi, bahkan proses packaging juga dilakukan dengan baik oleh Koperasi yang dikelola di Desa Ciburuy ini. Adapun produksi, produktivitas dan harga jual rata-rata yang dihasilkan kedua usahatani yaitu: Tabel 13. Perbandingan Produksi, Produktivitas dan Harga Jual Rata-Rata pada Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Usahatani Padi Produksi Produktivitas Harga Output Rata-Rata (kg) (kg/ha) (Rp) Semi Organik 2313,33 5960,84 2489,29 Anorganik 1876,67 5448,89 2220 Sumber : Data primer, 2011
Jumlah produksi atau produktivitas usahatani padi semi organik lebih tinggi dari anorganik. Nilai harga jual output pada usahatani padi semi organik juga sedikit lebih besar dari anorganik. Kedua hal tersebut nantinya akan mempengaruhi tingkat penerimaan usahatani padi ini. 5.2.
Karakteristik responden Karakteristik responden akan dijelaskan menurut usahatani yang mereka
usahakan yaitu usahatani padi semi organik dan anorganik. Jumlah keseluruhan responden yaitu 30 orang, yang terdiri dari 15 orang petani padi semi organik dan 15 orang petani anorganik. Karakteristik umum responden dijelaskan dari beberapa karakteristik yaitu: jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, status kepemilikan lahan yang digunakan untuk kegiatan usahataninya, luas lahan yang diusahakan, jumlah tanggungan keluarga dan lama pengalaman usahatani.
49
5.2.1. Jenis Kelamin dan Usia Responden petani padi semi organik dalam penelitian ini berasal dari Desa Ciburuy. Jumlah keseluruhan petani padi semi organik yaitu 15 responden. Responden didominasi oleh petani berjenis kelamin laki-laki yaitu 14 responden (93,33 %) dan perempuan sejumlah satu responden (6,67 %). Responden memiliki tingkat usia bervariasi, usia termuda responden yaitu 30 tahun dan usia tertua responden yaitu 64 tahun. Tingkat umur responden didominasi oleh petani yang memiliki rentang umur antara 43 - 55 tahun yaitu sejumlah 9 responden (60 %). Akibat keterbatasan jumlah petani padi anorganik di Desa tersebut maka pengambilan responden petani padi anorganik dilakukan pada Desa Cisalada, desa ini dipilih karena lokasi yang berdekatan dengan Desa Ciburuy sehingga memiliki karakteristik yang hampir sama dan mayoritas petani yang masih menerapkan sistem usahatani anorganik. Jumlah responden petani padi anorganik yaitu 15 orang, enam responden (40 %) dari Desa Ciburuy dan sembilan responden (60 %) berasal dari Desa Cisalada. Keseluruhan responden petani padi anorganik berjenis kelamin laki-laki. Usia termuda petani padi anorganik yaitu 40 tahun dan usia tertua yaitu 80 tahun. Usia mayoritas responden petani padi anorganik yaitu berkisar antara 56 - 68 tahun berjumlah delapan responden (53,33 %). Tabel 14. Responden Berdasarkan Tingkat Usia Rentang Umur Usahatani Padi Semi Organik (Tahun) Jumlah Persentase (Jiwa) (%) 30-42 2 13,33 43-55 9 60 56-68 4 26,67 69-81 0 0 Jumlah 15 100
Usahatani Padi Anorganik Jumlah Persentase (Jiwa) (%) 2 13,33 3 20,00 8 53,33 2 13,33 15 100
Sumber: Data Primer, 2011
50
5.2.2. Tingkat Pendidikan, Status Kepemilikan dan Luas Lahan Tingkat pendidikan responden dibedakan menjadi empat kategori. Tingkat pendidikan responden petani padi semi organik cukup beragam, secara umum responden petani semi organik lulusan sekolah dasar yaitu sebanyak 10 responden (66,67 %). Mayoritas responden petani padi anorganik juga masih berpendidikan rendah, jumlah petani yang memiliki tingkat pendidikan akhir sekolah dasar sama seperti petani semi organik yaitu berjumlah 10 responden (66,67 %). Responden berdasarkan tingkat pendidikan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 15. Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Usahatani Usahatani Padi Padi Semi Organik Anorganik Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) Tidak Sekolah 0 0 2 13,33 Tidak tamat SD 2 13,33 3 20 SD 10 66,67 10 66,67 SLTP 3 20 0 0 Jumlah 0 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
Seluruh petani yang diambil sebagai responden adalah petani penggarap, petani tersebut harus membagi hasil panen padi sawahnya kepada pemilik lahan, besarnya jumlah bagi hasil tersebut mayoritasnya berkisar yaitu antara 50 - 50 % atau 60 % petani dan 40 % pemilik lahan. Akibat pembagian hasil ini maka secara umum pendapatan petani penggarap di kedua desa menjadi kecil pada setiap musim tanamnya. Luas lahan yang diusahakan responden pada umumnya masih dalam skala yang kecil. Mayoritas luas lahan yang diusahakan kedua petani padi semi organik yaitu sejumlah 7 responden (46,67 %) pada luas lahan < 0,3 hektar dan rentang 0,3 - 0,6 hektar. Mayoritas petani padi anorganik menjalani usahataninya pada
51
rentang 0,3 - 0,6 hektar yaitu sejumlah 8 responden (53,33 %). Luas lahan yang diusahakan petani selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 16. Luas Lahan yang Diusahakan Responden Rentang Usahatani Usahatani Padi Luas Lahan Padi Semi Organik Anorganik (ha) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) < 0,3 7 46,67 5 33,33 0,3-0,6 7 46,67 8 53,33 > 0,6 1 6,67 2 13,33 Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
5.2.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Setiap
responden
menanggung
penghidupan
beberapa
anggota
keluarganya. Mayoritas jumlah tanggungan keluarga dari responden petani padi semi organik yaitu antara 5 - 7 jiwa yaitu tujuh responden (46,67 %). Anggota keluarga yang menjadi tanggungan petani biasanya terdiri dari keluarga inti dan tambahan yang menetap di rumah responden. Jumlah tanggungan yang dimiliki responden petani padi anorganik mayoritas berada pada rentang jumlah 2-4 jiwa tanggungan keluarga yaitu 10 responden (66,67 %). Jumlah tanggungan keluarga responden selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 17. Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Rentang Usahatani Usahatani Padi Tanggungan Padi Semi Organik Anorganik Keluarga Jumlah (Jiwa) Persentase (%) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) (Jiwa) 2-4 6 40 10 66,67 5-7 7 46,67 4 26,67 7-9 1 6,67 1 6,67 10-12 1 6,67 0 0 Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
52
5.2.4. Pengalaman Usahatani Padi Petani padi semi organik pada dasarnya telah cukup lama menekuni kegiatan pertaniannya. Namun, sebelumnya responden hanya menerapkan kegiatan pertanian anorganik pada lahan yang mereka usahakan. Kerjasama dengan Lembaga Pertanian Sehat membawa mereka kepada keputusan untuk mulai menerapkan sistem pertanian semi organik ini. Adapun pengalaman usahatani responden akan dijelaskan pada tabel berikut ini: Tabel 18. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi Pengalaman Usahatani Padi Usahatani Padi Usahatani (tahun) Semi Organik Anorganik Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Jiwa) (%) (Jiwa) (%) 3-16 9 60 8 53,33 17-30 4 26,67 3 20 31-44 2 13,33 2 13,33 45-58 0 0 2 13,33 Jumlah 15 100 15 100 Sumber: Data Primer, 2011
Mayoritas pengalaman usahatani responden kedua usahatani petani berkisar antara tiga hingga 16 tahun yaitu sejumlah sembilan responden (60 %) pada usahatani padi semi organik, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu sebanyak delapan responden (53,33 %). Mayoritas petani Desa Ciburuy mulai melakukan usahatani semi organik selama 7-8 tahun yaitu 12 responden (80 %). Adapun rinciannya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 19. Responden Berdasarkan Pengalaman Melakukan Usahatani Padi Semi Organik Pengalaman Usahatani (tahun) Jumlah (Jiwa) Persentase (%) 5-6 2 13,33 7-8 12 80 9-10 1 6,67 11-12 0 0 Jumlah 15 100 Sumber: Data Primer, 201
53
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha
adalah menganalisis aspek finansialnya. Terdapat dua kriteria yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu net present value (NPV) dan gross benefit cost ratio (gross B/C ratio). Dua arus kas yang diperhatikan dalam analisis yaitu penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan merupakan arus kas masuk bagi suatu usaha atau merupakan pendapatan dari suatu usaha. Komponen penerimaan yang dimasukkan dalam analisis yaitu penjualan hasil usahatani padi sawah dalam bentuk gabah basah yang dijual per tahunnya. Pengeluaran merupakan aliran kas yang dikeluarkan untuk kegiatan suatu usaha saat dijalankan. Pengeluaran yang dimaksud meliputi biaya tetap dan variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya tidak ditentukan oleh banyaknya output, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan banyaknya output, semakin banyak output maka akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya tetap terdiri dari pembelian alat pertanian, iuran irigasi dan sewa traktor. Pembelian alat pertanian akan mengalami reinvestasi sesuai dengan daya tahan masing-masing alat. Biaya berikutnya yaitu biaya variabel yang terdiri dari biaya benih, biaya panen, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan biaya bagi hasil. Varietas yang dipakai kedua usahatani adalah sama yaitu Ciherang. Petani padi semi organik yang dianalisis ini membutuhkan jumlah benih yang lebih sedikit yaitu sejumlah 33 kg/ha, sedangkan petani anorganik membutuhkan 60
54
kg/ha benih padi. Hal tersebut dikarenakan keperluan rumpun padi usahatani semi organik untuk satu lubang tanamnya lebih sedikit dibandingkan usahatani anorganik. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan kedua petani untuk melakukan proses pemanenan. Biaya yang dikeluarkan bukan berdasarkan perhitungan banyaknya tenaga kerja yang dipakai, namun berdasarkan jumlah output yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan biaya panen yaitu Rp 250 per kg output yang dihasilkan. Biaya tersebut sudah termasuk biaya pengangkutan gabah ke jalan besar, yang nantinya akan diangkut oleh pembeli yaitu Koperasi atau tengkulak. Perbedaan komponen biaya kedua usahatani yaitu bahwa petani semi organik harus mengeluarkan komponen biaya pemakaian pupuk organik yang total pemakaiannya sejumlah dua ton/ha. Proporsi biaya pupuk kimia usahatani anorganik lebih besar dibandingkan usahatani semi organik, karena petani semi organik telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia
pada
usahataninya. Petani anorganik juga memanfaatkan pestisida kimia yang dibeli dari toko pertanian, sedangkan petani semi organik membuat pestisida dengan meramunya dari bahan-bahan alami seperti daun picung, daun mimba, kacang babi, daun tuba dan lain sebagainya yang bisa didapatkan secara gratis dari alam. Biaya berikutnya yaitu biaya bagi hasil yang merupakan suatu kewajiban bagi petani penggarap kepada pemilik lahan untuk membagi hasil output usahatani mereka. Besarnya persentase bagi hasil masing-masing petani yaitu 60% untuk petani penggarap dan 40% untuk pemilik lahan. Adapun berdasarkan perhitungan present value dan B/C ratio kedua usahatani per tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
55
Tabel 20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Tahun
Usahatani Padi Semi Organik PV (Rp)
B/C Ratio
Usahatani Padi Konvesional PV (Rp)
B/C Ratio
1 2 3 4 5
1.345.439,31 11.528.604,27 1.237.763,31 8.870.886,63 952.418,68
1,049 1,436 1,059 1,436 1,059
-1.410.911,36 7.700.605,85 -883.159,02 5.925.366,15 -679.562,19
0,943 1,334 0,953 1,334 0,953
6 7 8 9 10
6.689.183,25 732.855,25 5.252.277,02 563.908,31 4.041.456,62
1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
4.422.700,88 -522.901,04 3.508.292,44 -402.355,37 2.699.517,11
1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 41.214.792,64 Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011
1,242
20.357.593,45
1,135
Tabel 20 menggambarkan present value dan B/C ratio usahatani padi pertahunnya dengan suku bunga pinjaman rata-rata. Nilai keduanya menunjukkan bahwa pada tahun ganjil hasil NPV dan B/C ratio lebih kecil dari tahun genap, hal ini dikarenakan usahatani padi pada keduanya hanya dapat memanen sebanyak lima kali setiap dua tahun. Pada tahun ganjil, padi dapat dipanen dua kali dengan perhitungan bahwa dalam tahun tersebut proses penanaman dilakukan tiga kali, sedangkan pada tahun genap padi dapat dipanen tiga kali dengan proses penanaman sebanyak dua kali. Selain itu perhitungan present value dan B/C ratio juga dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga deposito rata-rata yang hasilnya digambarkan pada tabel di bawah ini:
56
Tabel 21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Tahun
Usahatani Padi Semi Organik PV (Rp)
B/C Ratio
Usahatani Padi Konvesional PV (Rp)
B/C Ratio
1 2 3 4
1.436.815,75 13.147.726,68 1.507.469,41 11.537.584,63
1,049 1,436 1,059 1,436
-1.506.734,38 8.782.109,15 -1.075.597,57 7.706.604,34
0,943 1,334 0,953 1,334
5 6 7 8 9 10
1.322.856,52 9.921.901,23 1.160.852,32 8.884.712,21 1.018.688,04 7.796.642,08
1,059 1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
-943.874,05 6.560.083,60 -828.282,11 5.934.601,04 -726.846,18 5.207.817,55
0,953 1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 57.735.248,86 Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011
1,248
29.109.881,39
1,141
Kesimpulan tabel 20 dan 21 yaitu bahwa present value dan B/C ratio yang dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga pinjaman dan deposito rata-rata, nilainya menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dari anorganik. Pada tahun ganjil akan dihasilkan Present value dan B/C ratio yang lebih kecil dari tahun genap pada kedua usahatani karena panen hanya dilakukan dua kali dengan tiga kali proses penanaman, sedangkan pada tahun genap panen dilakukan tiga sebanyak kali dengan dua kali proses penanaman. Setiap tahunnya present value usahatani padi semi organik menghasilkan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu, maka menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak dijalankan. Pada usahatani padi anorganik di tahun ganjil, present value menghasilkan angka negatif dan B/C ratio menunjukkan angka yang lebih kecil dari satu, hal tersebut dikarenakan penghitungan didasarkan pada kegiatan yang dilakukan di tahun ganjil yaitu penghitungan penerimaan dilakukan sebanyak dua kali dengan biaya proses penanaman sebanyak tiga kali. Besarnya penerimaan yang dihasilkan di 57
tahun tersebut lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Namun, di tahun genap dihasilkan present value usahatani padi anorganik dengan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu. Present value pertahunnya menunjukkan nilai yang lebih besar pada usahatani padi semi organik yang disebabkan dari besarnya penerimaan karena total produksi dan harga penjualan output yang sedikit lebih tinggi dari usahatani padi anorganik. Nilai B/C ratio pertahunnya juga menggambarkan hal yang sama bahwa perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik menghasilkan rasio yang tinggi dibandingkan anorganik, hal ini menunjukkan usahatani padi semi organik lebih banyak menerima penerimaan dibandingkan anorganik dan artinya usahatani padi semi organik yang lebih layak untuk dilaksanakan. Tabel 22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Kriteria Kelayakan
Usahatani Padi Semi Organik Nilai
Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (B/C rasio)
Rp 41.214.792,64 1,242
Usahatani Padi Konvesional Nilai Rp 20.357.593,45 1,135
Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel tersebut, nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) maka hal ini menunjukkan kedua usahatani baik semi organik dan anorganik layak untuk dijalankan. NPV semi organik nominalnya yaitu sebesar Rp 41.214.792,64, usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku. NPV usahatani padi semi organik lebih besar dari anorganik yaitu hanya Rp 20.357.593,45, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan. Nilai NPV tersebut diperoleh dengan menjumlahkan selisih total penerimaan dan total biaya
58
usahatani padi yang telah didiskontokan dari tahun pertama hingga kesepuluh. Gross B/C ratio yang dihasilkan usahatani padi semi organik ≥ 1 yaitu sebesar 1,242 artinya setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1,242 selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Nilai tersebut menunjukkan nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu 1,135, namun juga dikatakan layak karena nilainya ≥ 1, artinya untuk setiap pengeluaran modal Rp 1 pada usahatani maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,135. Tabel 23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Kriteria Kelayakan
Usahatani Padi Semi Organik Nilai
Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (B/C rasio)
Rp 57.735.248,86 1,248
Usahatani Padi Konvesional Nilai Rp 29.109.881,39 1,141
Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 23 merupakan hasil perhitungan analisis kelayakan dengan suku bunga deposito rata-rata. Nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) yaitu usahatani padi semi organik sebesar Rp 57.735.248,86 dan usahatani padi anorganik Rp 29.109.881,39. Usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku, maka usahatani semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan karena nominal NPV nya menunjukkan angka yang lebih tinggi. Gross B/C ratio yang dihasilkan kedua usahatani ≥ 1 yaitu sebesar 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan 1,141 untuk usahatani padi anorganik, artinya jika selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku maka setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan Rp 1,141 pada usahatani padi anorganik.
59
Hasil analisis kelayakan pada tingkat suku bunga yang berbeda menunjukkan bahwa besarnya NPV dan gross B/C ratio dipengaruhi oleh tingginya diskon faktor yang dipakai, makin tinggi diskon faktor maka makin kecil nominal NPV dan gross B/C ratio yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah diskon faktor yang digunakan maka menyebabkan NPV dan gross B/C ratio yang semakin tinggi. 6.2.
Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Sistem pertanian yang dijalankan petani di Desa Ciburuy telah mengarah
pada sistem pertanian berkelanjutan, namun kebutuhan pupuk untuk lahan pertanian belum bisa terlepas dari pemakaian pupuk kimia, petani masih mengurangi pemakaiannya secara bertahap. Hal yang menjadi alasan petani tidak dapat langsung menerapkan sistem pertanian organik secara penuh karena kondisi lahan mereka belum mampu melepaskan pemakaian pupuk kimia seutuhnya. Hal ini seperti apa yang diterangkan Sutanto (2002), bahwa pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Keadaan ini memungkinkan lahan dapat beradaptasi lebih baik lagi terhadap perubahan input hara yang digunakan.
60
6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Total biaya merupakan penjumlahan secara keseluruhan biaya-biaya yang digunakan selama proses usahatani dijalankan pada setiap periode musim tanam. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang akan dianalisis pada pembahasan ini yaitu irigasi, sewa traktor atau kerbau dan pembelian alat pertanian, sedangkan biaya variabel yang akan dianalisis yaitu biaya benih, kompos, pestisida nabati, pupuk kimia, pestisida kimia, biaya tenaga kerja, biaya panen dan bagi hasil. Tabel 24.
Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam
Komponen Biaya 1) biaya tetap -irigasi -sewa traktor/kerbau -alat pertanian sub total 2) biaya variabel -benih -kompos -pestisida nabati -pupuk kimia -pestisida kimia -tenaga kerja -biaya panen -bagi hasil sub total total biaya Sumber : Data Primer, 2011
Usahatani Padi Semi Organik Nilai Persentase
Usahatani Padi Anorganik Nilai Persentase
138.000 600.000 137.000 875.000
1,21 5,28 1,20 7,70
138.000 600.000 137.000 875.000
1,37 5,97 1,36 8,70
156.333,33 568.737,37 36.040,40 388.749,16 0 983.989,23 1.501.321,55 6.859.594,81 10.494.765,86 11.369.765,86
1,37 5,00 0,32 3,42 0,00 8,65 13,20 60,33 92,30 100,00
222.977,78 0 0 1.054.960,32 21.186,03 1.130.028,57 1.362.222,222 5.392.133,333 9.183.508,25 10.058.508,25
2,22 0,00 0,00 10,49 0,21 11,23 13,54 53,61 91,30 100,00
Berdasarkan perhitungan dari data yang di dapat di lapang, biaya dari usahatani padi semi organik memiliki nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 11.369.765,86 dengan komponen biaya tetap Rp 875.000 (7,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 10.494.765,86 (92,30 %) dari total biaya usahatani semi organik. Biaya dari padi anorganik yaitu dengan nominal Rp 10.058.508,25, komponen biayanya adalah biaya tetap Rp 875.000 61
(8,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 9.183.508,25 (91,30 %) dari total biaya padi anorganik. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dalam komponen biaya kedua usahatani, biaya variabel memiki nilai yang besar dibandingkan biaya tetap. Persentase biaya terbesar yang dihasilkan oleh kedua usahatani yaitu bagi hasil sebesar 60,33 % untuk usahatani padi yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimianya atau semi organik dan 53,61 % untuk usahatani padi anorganik. Bagi hasil merupakan kewajiban bagi para petani penggarap untuk menyerahkan atau membagi hasil panen mereka kepada pemilik lahan yang mereka garap sebanyak kesepakatan bersama kedua belah pihak atau antara petani penggarap dan pemilik lahan, umumnya berkisar yaitu antara 50 % petani – 50 % pemilik dan 60 % petani – 40 % pemilik. Komponen terbesar kedua yaitu biaya panen dengan persentase 13,20 % bagi usahatani padi semi organik dan 13,54 % bagi usahatani padi anorganik. Komponen biaya terbesar berikutnya adalah biaya tenaga kerja. Usahatani padi semi organik mengeluarkan biaya 8,65 % dari total biaya usahataninya, sedangkan persentase untuk usahatani padi anorganik yaitu 11,23 % dari total biaya usahataninya. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menggebot padi yang telah dipanen hingga pengangkutan ke jalan besar yang nantinya diangkut oleh Koperasi atau tengkulak yang akan membeli padi dalam bentuk gabah basah dari petani-petani tersebut. Rincian biaya pada tabel diatas menggambarkan bahwa terdapat perbedaan dalam proporsi biaya pupuk kimia antara usahatani semi organik dan anorganik. Dalam usahatani semi organik persentase biaya yang digunakan untuk menyediakan input pupuk kimia yaitu sebesar Rp 388.749,16 (3,42 %), sedangkan
62
pada usahatani padi anorganik besarnya biaya pupuk kimia yaitu Rp. 1.054.960,32 (10,49 %). Biaya pupuk kimia usahatani semi organik lebih kecil dibandingkan anorganik. Pengurangan biaya pupuk kimia pada usahatani semi organik di konversikan dengan penggunaan pupuk kompos yang memerlukan biaya sebesar Rp 568.737,37 atau 5,00 % dari total biaya usahatani semi organik. Analisis struktur biaya usahatani padi baik semi organik maupun organik juga dapat dilihat dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan per kilogram outputnya. Berdasarkan hasil perhitungan, struktur biaya per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik adalah sebagai berikut: Tabel 25.
Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam
Komponen Biaya 1) biaya tetap -irigasi -sewa traktor/kerbau -alat pertanian sub total 2) biaya variabel -benih -kompos -pestisida nabati -pupuk kimia -pestisida kimia -tenaga kerja -biaya panen -bagi hasil sub total total biaya Sumber : Data Primer, 2011
Padi Semi Organik Nilai Persentase
Padi Anorganik Nilai Persentase
24,40 106,10 24,23 154,73
1,27 5,51 1,26 8,04
24,40 106,10 24,23 154,73
1,29 5,61 1,28 8,18
27,47 98,71 6,83 66,67 0 175,57 250 1.145,07 1.770,33 1.925,07
1,43 5,13 0,35 3,46 0,00 9,12 12,99 59,48 91,96 100,00
40,28 0 0 192,30 3,56 215,83 250 1.036 1.737,97 1.892,70
2,13 0,00 0,00 10,16 0,19 11,40 13,21 54,74 91,82 100,00
Biaya total per kilogram output pada usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 1.925,07, dengan komponen biaya tetap Rp 154,73 (8,04 %) dan biaya variabel sebesar Rp 1.770,33 (91,96 %). Usahatani padi anorganik mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.892,70 per kilogram outputnya, dengan komponen biaya tetap yaitu Rp 154,73 (8,18 %) dan biaya variabel yaitu sebesar Rp 1.737,97 (91,82 %).
63
Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa biaya usahatani padi semi organik per kilogram outputnya lebih besar dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Jika dilihat dari biaya per kilogram output, komponen biaya pupuk kimia usahatani padi semi organik sebesar Rp 66,67 (3,46 %). Biaya tersebut lebih kecil dibandingkan biaya pupuk kimia usahatani padi anorganik yaitu Rp 192,30 (10,16 %). Namun, usahatani padi semi organik harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 98,71 (5,13 %) untuk menyediakan pupuk kompos sebagai input yang memberikan unsur hara alami pada lahan pertaniannya, baik dengan cara memproduksinya sendiri dan bisa juga dengan membelinya di koperasi atau toko pertanian. 6.2.2. Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan dari penjualan output dan semua biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan usahatani. Pendapatan dikatakan mengalami keuntungan jika nominal penerimaan lebih besar dari biaya usahatani. Pendapatan juga biasa dijadikan sebagai indikator keberhasilan usahatani. Tabel 26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No.
Uraian
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
1 2 -
Penerimaan Biaya Biaya tetap
Rp 14.838.263,76
Rp 12.096.533,33
Rp 875.000,00
Rp 875.000,00
3
Biaya variabel Biaya total
Rp 10.494.765,86 Rp 11.369.765,86
Rp 9.183.508,25 Rp 10.058.508,25
4 5
Pendapatan R/C ratio
Rp 3.468.497,91 1,31
Rp 2.038.025,08 1,20
Sumber : Data Primer, 2011
64
Tabel di atas menggambarkan jumlah penerimaan dan pendapatan usahatani semi organik dan anorganik. Pendapatan biasanya dijadikan indikator keberhasilan dari suatu usahatani. Usahatani semi organik menghasilkan penerimaan sebesar Rp 14.838.263,76 dan usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp 12.096.533,33. Penerimaan usahatani padi anorganik menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan penerimaan pada usahatani padi semi organik. Penerimaan dipengaruhi oleh total produksi dan harga output dari usahatani, penerimaan semi organik lebih besar karena harga rata-rata produksi yang lebih besar yaitu sebesar Rp 2.489,29 dibandingkan harga rata-rata output padi anorganik yaitu sebesar Rp 2.220, rata-rata total produksi yang dihasilkan usahatani semi organik yaitu 5960,84 kg/ha yang sedikit lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu hanya 5448,89 kg/ha. Penerimaan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani semi organik dan anorganik. Besarnya pendapatan usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 3.468.497,91, sedangkan pada usahatani padi anorganik pendapatan yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 2.038.025,08. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dibandingkan anorganik. Berdasarkan analisis R/C ratio maka terlihat kedua usahatani merupakan kegiatan yang layak untuk dijalankan. Nilai R/C ratio atau perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik yaitu 1,31. Rasio tersebut lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yang hanya 1,20. Petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu dengan nominal Rp 1.310.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.200.000 untuk setiap biaya sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka.
65
Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan H0 yaitu pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim tanam dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Semi Organik 3.468.497,9053 Anorganik 2.038.025,0800 Sumber : Data Primer, 2011
Std. Deviation 1.570.395,81669 1.712.910,44680
Std. Error Mean 405.474,45633 442.271,57560
Sig. (2-tailed) .024 .024
Nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,024 dan 0,024, nilai sig. (2tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (𝛼) sebesar sepuluh persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik. Dalam hal ini berarti pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Tabel 28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No.
Uraian
1 2 3 4 5
Penerimaan Biaya Biaya tetap Biaya variabel Biaya total Pendapatan R/C ratio
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Rp 2.489,29
Rp 2.220
Rp 154,73 Rp 1.770,33 Rp 1.925,07 Rp 564,22 1,29
Rp 154,73 Rp 1.737,97 Rp 1.892,70 Rp 327,30 1,17
Sumber : Data Primer, 2011
66
Kesimpulan analisis pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram outputnya sama dengan analisis per hektar per musim tanam bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan dan R/C ratio yang lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Nilai pendapatan yang didapatkan usahatani padi semi organik yaitu sebesar Rp 564,22, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 327,30. R/C ratio dari usahatani padi semi organik yaitu 1,29 dan usahatani padi anorganik 1,17. Ratio tersebut mengartikan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi per kilogram outputnya, petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1.290.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.170.000 untuk setiap biaya yaitu sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram output juga akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan sama yaitu H0 bahwa pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik per kilogram outputnya, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani penggarap per Kilogram per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Semi Organik 564,22467 Anorganik 327,29867 Sumber : Data Primer, 2011
Std. Deviation 130,35577 147,78966
Std. Error Mean 33,65771 38,15913
Sig. (2-tailed) .000 .000
67
Dari hasil olahan data di atas terlihat bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,000 dan 0,000. Nilai sig. (2-tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (𝛼) yang digunakan yaitu lima persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik. Pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Berdasarkan wawancara di lapang, beberapa petani yang masih menggunakan sistem pertanian anorganik mengaku enggan untuk beralih menjadi sistem pertanian yang mengarah pada organik karena kerumitan proses yang harus dihadapi mereka nantinya, terutama saat proses pemupukan. Namun bagi petani semi organik, hal itu sudah menjadi rutinitas yang sudah menjadi hal biasa yang dilakukan mereka. Jika penyediaan pupuk organik diproduksi sendiri oleh petani, secara umum pengurangan pupuk kimia tersebut dan penambahan pupuk organik bisa menghemat proporsi biaya pupuk yang harus dikeluarkan petani untuk usahataninya. Berdasarkan teori, pada dasarnya penerapan sistem pertanian ke arah organik akan membutuhkan pengorbanan yang besar terutama pada tenaga kerja karena biasanya hal itu berpengaruh pada rentannya tumbuhan terhadap hama, sehingga perlu perlakuan yang menyita tenaga kerja yang lebih besar dari usahatani anorganik. Saat penggunaan sistem usahatani semi organik pada petani di Desa Ciburuy, lahan usahatani mereka tidak pernah terserang wabah hama dalam skala besar yang mungkin nantinya akan merugikan petani. Hama tikus menyerang Desa Ciburuy pada tahun 1958, 1985 dan 1991, hama wereng di tahun
68
1978 dan ulat garayak di tahun 1983. Namun, semenjak saat itu lahan usahatani di desa ini sudah tidak diserang lagi oleh hama tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja tidak terlalu tinggi atas perubahan sistem pertanian ini. Pengeluaran biaya usahatani sebenarnya sangat bisa untuk diminimalkan jika petani bisa mengeluarkan biaya dengan efektif serta efisien, dan keuntungan yang optimal pun bisa didapatkan. Harga hasil output semi organik di Desa Ciburuy mendapatkan harga jual yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Hal itu sangat beralasan mengingat padi semi organik ini sudah memiliki pemasaran yang cukup baik. Beras semi organik akan dibeli dari para petani dan dikumpulkan oleh Koperasi yang dikelola oleh desa, nantinya padi tersebut akan mengalami pengolahan pasca panen hingga menjadi beras yang siap dikonsumsi. Koperasi juga akan melakukan proses packaging hingga beras terlihat menarik untuk dijual nantinya. Pemasaran beras semi organik ini sudah mencapai target beberapa daerah perumahan, perkantoran bahkan rumah sakit. Oleh karena itu padi sawah semi organik ini dihargai sedikit lebih tinggi karena sistem pemasaran yang sudah cukup baik. Keunggulan yang didapat dari penerapan sistem pertanian semi organik yaitu akan mendapatkan bahan pangan yang lebih baik dari sisi kesehatan karena telah menghindari pemakaian pestisida berbahaya, bahkan beras produksi Desa Ciburuy ini telah dinyatakan bebas residu pestisida kimia oleh Departeman Kesehatan. Kondisi tanah perlahan juga mulai diperbaiki tingkat kesuburannya, pada jangka panjang diharapkan kondisi tanah berada pada tingkat kesuburan yang sudah tidak membutuhkan pemakaian pupuk kimia.
69
Berdasarkan teori, produksi pertanian dengan menggunakan input organik biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian anorganik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Departemen Agronomi di Filiphina tahun 2002, output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.253 kg/ha dan 1.489 kg/ha dengan anorganik. Output padi yang dihasilkan pada kawasan Baco Oriental, Mindoro dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.175 kg/ha dan 1.706 kg/ha dengan anorganik. Sedangkan, Output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian LEISA yaitu 1445 kg/ha dan kawasan Baco Oriental, Mindoro sebesar 1378 kg/ha. Jadi dapat disimpulkan output yang dihasilkan dari sistem pertanian organik lebih rendah dari anorganik dan LEISA (Department of Agronomy, College of Agriculture, 2002). Teori tersebut tidak terjadi pada sistem pertanian semi organik, perubahan sistem pertanian ini tidak menyebabkan penurunan hasil produksi mereka karena usahataninya masih tetap menggunakan tunjangan pupuk kimia, walaupun kadarnya dikurangi namun sepertinya hal itu tetap menjaga daya produktivitas lahan sehingga produksi tidak menurun. Penggunaan sistem pertanian semi organik ini juga telah berlangsung sekitar tujuh tahun yang lalu, sehingga kesuburan lahan secara perlahan mulai diperbaiki dengan penggunaan kompos pada lahan pertanian dan berpengaruh terhadap daya produktivitasnya.
70
Tabel 30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam dengan Harga Output yang Sama No.
Uraian
1 2 3 4
Penerimaan Biaya Biaya tetap Biaya variabel Biaya total Pendapatan
5
R/C ratio
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Rp 13.233.068,69
Rp 12.096.533,33
Rp 875.000,00 Rp 10.494.765,86 Rp 11.369.765,86 Rp 1.863.302,83
Rp 875.000,00 Rp 9.183.508,25 Rp 10.058.508,25 Rp 2.038.025,08
1,16
1,20
Sumber : Data Primer, 2011
Tidak semua produk dihasilkan usahatani yang mengarah pada sistem organik dapat diterima dengan harga yang baik oleh pasar. Pemasaran pada output produk beras semi organik Desa Ciburuy telah menerima harga yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Namun, jika perhitungan penerimaan menggunakan harga output yang sama maka usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1.863.302,83 dan usahatani padi anorganik menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2.038.025,08. Nilai pendapatan usahatani padi semi organik lebih kecil dari usahatani padi anorganik. Oleh karena itu pemasaran hasil pertanian sangat perlu diperhatikan agar kesejahteraan petani bisa ditingkatkan lagi dengan sistem penjualan output pertanian yang baik. 6.3.
Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabel-
variabel penjelas terhadap peluang petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia. Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut antara lain: lama pendidikan formal (PDDKN), luas lahan (LLHN), umur petani (UMR), pendapatan petani (PDPT), biaya pupuk (BPK), dan informasi (IFRM). Variabel dependen dalam model ini merupakan output pilihan kualitatif yaitu keputusan
71
petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (satu) dan keputusan petani untuk tidak mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (nol). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan Minitab Release 14. Adapun hasil estimasi regresi logistik dapat dilihat pada tabel 30 berikut ini: Tabel 31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Predictor Coef P Odss Ratio Constant -2,84352 0,504 Lama Pendidikan 0,457851 0,060 1,58 Luas Lahan 1,87424 0,315 6,52 Umur -0,0507959 0,396 0,95 Pendapatan 0,0000002 0,408 1,00 Biaya Pupuk -0,0000011 0,221 1,00 Informasi 3,41488 *0,004 30,41 Log-Likelihood = -8,837 Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001 Goodness-of-fit test Method Chi-Square DF P Pearson 12,7640 23 0,957 Deviance 17,6738 23 0,775 Hosmer-Lemeshow 6,6654 8 0,573 Measures of Association (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 214 95,1 Somers’D 0,90 Discordant 11 4,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,90 Ties 0 0,0 Kendall’s Tau-a 0,47 Total 225 100,0 Sumber : Data primer, 2011 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata (𝛼) 5 persen
Dari hasil uji ternyata hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi, variabel ini berpengaruh nyata dengan arah positif. Hasil pengolahan model regresi tersebut tertera dalam Lampiran 12, dengan taraf nyata (𝛼) yang digunakan dalam pengujian ini yaitu lima persen. Model regresi logit berdasarkan hasil pengolahan data yaitu:
72
𝑝
ln 1−𝑝𝑖 = 𝑍𝑖 = -2,84352 + 3,41488 IFRM+ 𝜀𝑖 𝑖
Pengujian keseluruhan model logit dilakukan dengan statistik uji G. Hasil output diatas menunjukkan nilai Log-Likelihood yaitu -8,837 dengan nilai G yaitu sebesar 23,915 dan P-Value yaitu 0,001. Nilai P berada dibawah taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat memprediksi keputusan responden atau petani dalam dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (𝑍𝑖 ) atau minimal terdapat 𝛽𝑗 ≠ 0. Uji kebaikan model pada regresi logit diatas dapat dilihat pada nilai P dari Goodness of fit test. Pearson menunjukkan nilai 0,957, Deviance menghasilkan nilai 0,775 dan nilai dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,573. Ketiganya menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga model dapat dikatakan layak untuk digunakan. Dalam output minitab diatas juga ditampilkan ukuran hubungan (asosiasi) antara nilai aktual peubah respon (Y) dengan dugaan peluangnya P(X). Hal tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant, dan Ties. Nilai Concordant sebesar 95,1 persen artinya bahwa 95,1 persen pengamatan pada data dengan kategori menerapkan pengurangan penggunaan pupuk kimia mempunyai peluang lebih besar pada data dengan kategori menerapkan inovasi tersebut. Nilai Discordant dan Ties yang kecil menandakan terjadinya hubungan yang kuat (daya prediksi model yang baik). Daya prediksi model juga dapat dikatakan cukup baik karena hasil regresi di atas menunjukkan nilai Somers’D sebesar 0,90, nilai Goodman-Kruskal Gamma sebesar 0,90 dan nilai Kendall’s Tau-a yaitu 0,47. Jika nilai tersebut semakin mendekati nilai satu maka akan semakin baik daya prediksi dari model dugaan yang diperoleh.
73
a.
Variabel yang Signifikan Uji untuk menentukan faktor (𝛽𝑗 ≠ 0) apa saja yang berpengaruh nyata
terhadap keputusan petani untuk menerapkan pengurangan pemakaian pupuk kimia dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial, dengan uji yang digunakan yaitu uji Wald. Hasil output olahan data menggunakan Minitab diatas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi. Informasi merupakan variabel yang signifikan secara statistik, informasi yang dimaksud dalam model ini yaitu pernah atau tidaknya petani dalam mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam pertanian yang diselenggarakan oleh dinas atau LSM terkait. Input data yang dimasukkan berbentuk variabel dummy yaitu satu untuk petani yang telah mengikuti penyuluhan dan nol untuk petani yang belum pernah sama sekali mengikuti penyuluhan. Penyuluhan dari dinas atau LSM dipilih sebagai syarat dari variabel informasi karena dari penyuluhan tersebut petani akan mendapatkan keterangan secara pasti mengenai informasi dan diduga akan memotivasi keputusan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada lahan mereka. Hasil output menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,004, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5 persen dan mengartikan bahwa variabel signifikan secara statistik. Variabel informasi bertanda positif artinya keikutsertaan petani dalam suatu penyuluhan untuk mendapatkan informasi akan memotivasi mereka dalam mengadopsi pengurangan pemakaian pupuk kimia, sehingga peluang menerapkan informasi tersebut menjadi besar. Nilai odds ratio variabel informasi yaitu 30,41
74
berarti peluang petani yang pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi 30,41 kali lebih besar untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dibandingkan petani yang belum pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi. Hal tersebut didukung pada data wawancara responden atau petani yang ada di lapang. Petani semi organik di Desa Ciburuy sudah sangat sering mengikuti penyuluhan mengenai manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan menambah input pupuk organik dalam pertanian, baik yang diselenggarakan oleh LSM seperti Lembaga Pertanian Sehat (LPS), Dinas Pertanian atau Instansi lainnya. b.
Variabel yang Tidak Signifikan Variabel lain yang diduga berpengaruh pada output keputusan petani
diantaranya lama pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel tersebut ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk menerapkan atau tidak menerapkan pengurangan pupuk kimia. Variabel lama pendidikan formal memiliki nilai p sebesar 0,060, artinya nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen dan diabaikan secara statistik. Hal tersebut beralasan karena data yang didapatkan dilapang menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan petani kedua sistem pertanian adalah tamatan sekolah dasar atau menjalani pendidikan formal selama enam tahun. Variabel luas lahan juga tidak signifikan secara statistik karena pada hasil output Minitab tersebut menghasilkan nilai p yang menunjukkan angka 0,315 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Pada keadaan di lapang, mayoritas luas lahan yang diusahakan petani padi semi organik dan anorganik berada pada luasan yang
75
relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 0,3 hektar hingga 0,6 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan bukan merupakan faktor yang menentukan keputusan petani. Variabel umur juga tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan petani dalam untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia karena menghasilkan output dengan nilai p sebesar 0,396 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Kenyataan yang ada di lapang bahwa mayoritas umur petani pada kedua usahatani berada pada rentang umur yang sama yaitu 40 hingga 60 tahun dan tidak ada kecendrungan umur petani dalam mempengaruhi keputusan petani. Variabel berikutnya yang tidak signifikan secara statistik yaitu pendapatan karena pada output olahan data diatas nilai p lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,408, sehingga diabaikan secara statistik. Nilai pendapatan kedua sistem usahatani tidak mempunyai kecenderungan terhadap keputusan petani dalam menerapkan pengurangan pupuk kimia. Nilai p pada biaya pupuk sebesar 0,221 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Biaya pupuk tidak mempunyai kecenderungan pada penerapan inovasi pengurangan pupuk kimia karena biaya pupuk pada usahatani semi organik umumnya juga besar pada sebagian petani. Sebagian petani semi organik tersebut mendapatkan pupuk organik
yang
mereka
gunakan
dengan
cara
membeli
bukan
dengan
mengkomposkannya sendiri, sehingga tidak terjadi penghematan biaya pupuk untuk petani yang telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia.
76
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Simpulan Adapun simpulan yang dapat diambil berdasarkan uraian hasil dan
pembahasan antara lain: 1.
Usahatani semi organik dan anorganik layak untuk dijalankan jika dilihat dari kriteria NPV dan gross B/C ratio yaitu menghasilkan NPV > 0 dan gross B/C ratio ≥ 1. Namun, usahatani padi semi organik lebih layak untuk dijalankan karena menghasilkan nilai NPV dan gross B/C ratio yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik, baik pada perhitungan yang menggunakan suku bunga pinjaman atau deposito rata-rata.
2.
Total biaya rata-rata per hektar dan per kilogram output per musim tanam usahatani padi semi organik lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik, biaya tertinggi untuk kedua usahatani yaitu bagi hasil. Tingginya nilai penerimaan akan mempengaruhi besaran R/C ratio, R/C ratio yang dihasilkan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Hal ini mengartikan bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari anorganik pada setiap pengeluaran biaya yang sama. Pendapatan rata-rata yang dihasilkan dari perhitungan baik per hektar lahan atau per kilogram output menyimpulkan bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan nilai pendapatan yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik.
3.
Faktor yang signifikan mempengaruhi petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia adalah informasi. Petani yang mendapatkan informasi akan semakin mempunyai peluang untuk menerapkan inovasi pengurangan pupuk
77
kimia dibandingkan petani yang tidak mendapatkan informasi secara pasti melalui lembaga pertanian. Faktor yang tidak signifikan mempengaruhi keputusan petani menerapkan inovasi pengurangan pupuk kimia yaitu pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. 7.2.
Saran Saran yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil pengamatan selama di
lapang serta uraian hasil dan pembahasan yaitu meliputi: 1.
Penerapan sistem pertanian berkelanjutan sebaiknya diterapkan pada petani, baik dengan menggunakan sistem pertanian organik atau melalui proses pengurangan pupuk kimia secara bertahap, menambahkan input pupuk organik, dan tetap membebaskan lahan pertaniannya dari pestisida kimia. Selain berdampak baik pada lingkungan, sistem pertanian ini juga dapat meningkatkan pendapatan petani jika sistem pemasaran output pertaniannya baik. Kerjasama dengan pihak swasta ataupun pemerintah mencari pangsa pasar yang baik untuk penjualan output pertanian sangat dibutuhkan agar tercipta harga yang menguntungkan petani. Kerjasama juga bisa dilakukan untuk memberikan pengarahan mengenai sistem pertanian yang berkelanjutan kepada petani melalui pembentukan lembaga pertanian di setiap desa.
2.
Kadar pemakaian pupuk kimia perlu dikontrol setiap musim tanamnya, jika produktivitas tanah sudah mulai pulih dengan pemakaian pupuk organik maka pengurangan pupuk kimia harus dilakukan dengan bertahap dan konsisten. Petani juga seharusnya dapat menyediakan kompos produksi mereka sendiri walaupun prosesnya sedikit rumit, namun hal itu dapat menghemat pengeluaran biaya pupuk.
78
3.
Kesejahteraan petani penggarap sebaiknya lebih diperhatikan oleh pemerintah mengingat tingkat pendapatan yang rendah akibat pembagian hasil yang besar dilakukan pada setiap musim tanamnya. Perlu adanya program pemberdayaan tersendiri bagi petani penggarap agar tercipta usahatani yang lebih mandiri diantara petani penggarap tersebut.
79
DAFTAR PUSTAKA Badan Litbang Pertanian. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. Diakses 26 Mei, 2011. . 2010. Sudah Perlukah Padi Organik. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr273052.pdf. Diakses 28 Mei, 2011. Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. 2010. Statistik Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Badan Pusat Statistik. 2009. Kecamatan Cigombong dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bogor, Bogor. Department of Agronomy, College of Agriculture. 2002. Comparative Produktivity, Profitability and Energy Use in Organic, LEISA and Conventional Rice Production in The Philippines, IFOAM Organic World Congress Held at Victoria 21-24, Canada. Djaja, W. 2008. Langkah Jitu Membuat Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Djuarnani, N. , dkk. 2005. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agro Media Pustaka, Jakarta. Gray, C. , et al. 1985. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Herdiansyah, I. 2005. Analisis Aspek Ekonomi dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Sistem Usahatani Padi Organik (Studi Kasus di Kelurahan Situgede, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Studi Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Herry, W. S. 2006. Swasembada Pangan dan Pertanian Berkelanjutan Tantangan Abad Dua Satu : Pendekatan Ilmu Tanah Tanaman dan Pemanfaatan IPTEK Nuklir. Badan Tenaga Nuklir Nasional, Tangerang. Hong, C. W. 1994. Organic Farming and The Sustainability of Agriculture in Korea. Papers Delivered at 12th Meeting of The Technical Advisory Committee of The Food and Fertilizer Technology Center for The Asian and Pacific Region, Taiwan. Irawan, B. 2004. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Juanda, B. 2009. Ekonometrika Pemodelan dan Pendugaan. IPB Press, Bogor.
80
Lipsey, et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Binarupa Aksara, Jakarta. Mubyarto. 1995. Pengantar Ekonomi Pertanian. PT. Pustaka LP3ES Indonesia, Jakarta. Prasetiyo, Y. T. 2002. Budi Daya Padi Sawah Tanpa Olah Tanah. Kanisius Media, Yogyakarta. Salikin, K. 2003. Sistem Pertanian Berkelanjutan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Soeharto, I. 2001. Studi Kelayakan Proyek Industri. Erlangga, Jakarta. Soekartawi. 1995. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press, Jakarta. . 2005. Prinsip Dasar Komunikasi Pertanian. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik : Pemasyarakatan dan Pengembangannya. Kanisius Media, Yogyakarta. Sutojo, S. 2006. Project Feasibility Study (Studi Kelayakan Proyek: Konsep, Teknik dan Kasus). Damar Mulia Pustaka, Jakarta. Suyono, A. dan Hermawan. 2006. Analisis Kelayakan Usahatani Padi pada Sistem Pertanian Organik di Kabupaten Bantul. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Jurusan Penyuluhan Pertanian. Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Yogyakarta. Umar, H. 2005. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Winangun, Y. W. 2005. Membangun Karakter Petani Organik dalam Era Globalisasi. Kanisius Media, Yogyakarta.
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % No. 1
penerimaan penjualan gabah basah
Harga satuan 2.489,29
Jumlah 6.610 kg
Frekuensi 1 musim tanam
TAHUN
Penerimaan (Rp/ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
16.454.206,90
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
TOTAL PENERIMAAN Pengeluaran
Harga
Frekuensi
satuan
Pengeluaran (Rp/ha)
Biaya Tetap 1
peralatan pertanian cangkul
50.000
5 buah
2 tahun
250.000
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
garokan
25.000
2 buah
2 tahun
50.000
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
parang
25.000
5 buah
2 tahun
125.000
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
garpu
35.000
1 buah
2 tahun
35.000
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
semprotan
300.000
1 buah
5 tahun
300.000
300.000
0
0
0
0
300.000
0
0
0
0
sorongan
25.000
2 buah
1 tahun
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
2
iuran irigasi
138.000
1 kali
1 musim tanam
138.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
3
sewa traktor
150.000
4 hari
1 musim tanam
600.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
Biaya Variabel 1
biaya benih
7.000
33 kg
1 musim tanam
231.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
2
biaya panen
250
6.610 kg
1 musim tanam
1.652.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3
biaya pupuk kompos
4
500
2.000 kg
1 musim tanam
1.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
TSP
2500
75,7878 kg
1 musim tanam
189.469,70
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
Urea
2000
99,6397 kg
1 musim tanam
199.279,46
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
25.000
22 HOK
1 musim tanam
550.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
alami dan penyemprotan
25.000
6 HOK
1 musim tanam
150.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
penanaman
17.000
33 HOK
1 musim tanam
561.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
tenaga kerja persiapan lahan persemaian+perataan lahan menyaplak+pengangkutan bibit pembuatan pestisida
83
pemupukan
25.000
8 HOK
1 musim tanam
200.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
penyulaman (2 kali)
17.000
28 HOK
1 musim tanam
476.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
pemeliharaan
25.000
12 HOK
1 musim tanam
300.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
2.489,29
2.644 kg
1 musim tanam
6.581.682,76
13.163.365,52 31.374.612,99
19.745.048,28 34.380.046,59
13.163.365,52 31.074.612,99
19.745.048,28 34.380.046,59
13.163.365,52 31.074.612,99
19.745.048,28 34.680.046,59
13.163.365,52 31.074.612,99
19.745.048,28 34.380.046,59
13.163.365,52 31.074.612,99
19.745.048,28 34.380.046,59
1.533.800,81 0,877
14.982.574,11 0,769
1.833.800,81 0,675
14.982.574,11 0,592
1.833.800,81 0,519
14.682.574,11 0,456
1.833.800,81 0,400
14.982.574,11 0,351
1.833.800,81 0,308
14.982.574,11 0,270
1.345.439,31
11.528.604,27
1.237.763,31
8.870.886,63
952.418,68
6.689.183,25
732.855,25
5.252.277,02
563.908,31
4.041.456,62
28.867.029,65
37.982.933,75
22.212.241,96
29.226.634,16
17.091.598,92
22.488.945,95
13.151.430,38
17.304.513,66
10.119.598,63
13.315.261,36
27.521.590,34 1,049 41.214.792,64 1,242
26.454.329,48 1,436
20.974.478,65 1,059
20.355.747,52 1,436
16.139.180,24 1,059
15.799.762,70 1,423
12.418.575,13 1,059
12.052.236,64 1,436
9.555.690,32 1,059
9.273.804,74 1,436
penyiangan dan
5
bagi hasil (40% penggarap - 60% pemilik lahan) Total Pengeluaran
Total Pendapatan DF 14% Total Pendapatan DF 14% Total Penerimaan DF 14% Total Pengeluaran DF 14% B/C NPV Gross B/C
84
Lampiran 2. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Sebesar 14 % No.
1
penerimaan
penjualan gabah basah
Harga satuan 2.220
Jumlah
6.000 kg
Frekuensi
1 musim tanam
TAHUN
Penerimaan (Rp/ha) 13.320.000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
TOTAL PENERIMAAN Pengeluaran
Harga
Daya Tahan
satuan
Pengeluaran (Rp/ha)
Biaya Tetap 1
peralatan pertanian cangkul
50.000
5 buah
2 tahun
250.000
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
garokan
25.000
2 buah
2 tahun
50.000
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
parang
25.000
5 buah
2 tahun
125.000
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
garpu
35.000
1 buah
2 tahun
35.000
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
semprotan
300.000
1 buah
5 tahun
300.000
300.000
0
0
0
0
300.000
0
0
0
0
sorongan
25.000
2 buah
1 tahun
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
2
iuran irigasi
138.000
1 kali
1 musim tanam
138.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
3
sewa traktor
150.000
4 hari
1 musim tanam
600.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
Biaya Variabel 1
biaya benih
7.000
60 kg
1 musim tanam
420.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
2
biaya panen
250
6.000 kg
1 musim tanam
1.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3
biaya pupuk TSP
2.500
194,13 kg
1 musim tanam
485.317,46
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
UREA
2.000
253,57 kg
1 musim tanam
507.142,86
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
KCL
2.500
25 kg
1 musim tanam
62.500
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
20.000
1,0593 kg
1 musim tanam
21.186
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
25.000
30 HOK
1 musim tanam
750.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
4
biaya pestisida
5
tenaga kerja persiapan lahan
85
persemaian+perataan lahan
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
bibit
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
penanaman
17.000
52 HOK
1 musim tanam
884.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
pemupukan
25.000
2 HOK
1 musim tanam
50.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
penyulaman
17.000
16 HOK
1 musim tanam
272.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
pemeliharaan
25.000
12 HOK
1 musim tanam
300.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
2.220
2.400 kg
1 musim tanam
5.328.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
28.248.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
30.252.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
-1.608.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
9.707.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
0,877
0,769
0,675
0,592
0,519
0,456
0,400
0,351
0,308
0,270
-1.410.911,36
7.700.605,85
-883.159,02
5.925.366,15
-679.562,19
4.422.700,88
-522.901,04
3.508.292,44
-402.355,37
2.699.517,11
23.368.421,05
30.747.922,44
17.981.241,19
23.659.527,88
13.835.981,22
18.205.238,45
10.646.338,27
14.008.339,83
8.192.011,60
10.778.962,63
24.779.332,41
23.047.316,59
18.864.400,22
17.734.161,73
14.515.543,41
13.782.537,56
11.169.239,31
10.500.047,40
8.594.366,97
8.079.445,52
B/C
0,943
1,334
0,953
1,334
0,953
1,321
0,953
1,334
0,953
1,334
NPV
20.357.593,45
menyaplak+pengangkutan
penyiangan dan
6
bagi hasil (40% penggarap - 60% pemilik lahan) Total Pengeluaran
Total Pendapatan DF Total Pendapatan DF 14% Total Penerimaan DF 14% Total Pengeluaran DF 14%
Gross B/C
1,135
86
Lampiran 3. Cashflow Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 % No. 1
penerimaan penjualan gabah basah
Harga satuan 2.489,29
Jumlah 6.610 kg
Frekuensi 1 musim tanam
TAHUN
Penerimaan (Rp/ha)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
16.454.206,90
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
32.908.413,80
49.362.620,70
TOTAL PENERIMAAN Pengeluaran
Harga
Frekuensi
satuan
Pengeluaran (Rp/ha)
Biaya Tetap 1
peralatan pertanian cangkul
50.000
5 buah
2 tahun
250.000
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
garokan
25.000
2 buah
2 tahun
50.000
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
parang
25.000
5 buah
2 tahun
125.000
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
garpu
35.000
1 buah
2 tahun
35.000
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
semprotan
300.000
1 buah
5 tahun
300.000
300.000
0
0
0
0
300.000
0
0
0
0
sorongan
25.000
2 buah
1 tahun
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
2
iuran irigasi
138.000
1 kali
1 musim tanam
138.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
3
sewa traktor
150.000
4 hari
1 musim tanam
600.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
Biaya Variabel 1
biaya benih
7.000
33 kg
1 musim tanam
231.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
693.000
462.000
2
biaya panen
250
6.610 kg
1 musim tanam
1.652.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3.305.000
4.957.500
3
biaya pupuk kompos
4
500
2.000 kg
1 musim tanam
1.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
3.000.000
2.000.000
TSP
2500
75,7878 kg
1 musim tanam
189.469,70
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
568.409,09
378.939,39
Urea
2000
99,6397 kg
1 musim tanam
199.279,46
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
597.838,38
398.558,92
25.000
22 HOK
1 musim tanam
550.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
1.650.000
1.100.000
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
alami dan penyemprotan
25.000
6 HOK
1 musim tanam
150.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
450.000
300.000
penanaman
17.000
33 HOK
1 musim tanam
561.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
1.683.000
1.122.000
tenaga kerja persiapan lahan persemaian+perataan lahan menyaplak+pengangkutan bibit pembuatan pestisida
87
pemupukan
25.000
8 HOK
1 musim tanam
200.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
600.000
400.000
penyulaman (2 kali)
17.000
28 HOK
1 musim tanam
476.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
1.428.000
952.000
pemeliharaan
25.000
12 HOK
1 musim tanam
300.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
2.489,29
2.644 kg
1 musim tanam
6.581.682,76
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
13.163.365,52
19.745.048,28
31.374.612,99
34.380.046,59
31.074.612,99
34.380.046,59
31.074.612,99
34.680.046,59
31.074.612,99
34.380.046,59
31.074.612,99
34.380.046,59
1.533.800,81
14.982.574,11
1.833.800,81
14.982.574,11
1.833.800,81
14.682.574,11
1.833.800,81
14.982.574,11
1.833.800,81
14.982.574,11
0,937
0,878
0,822
0,770
0,721
0,676
0,633
0,593
0,556
0,520
1.436.815,75
13.147.726,68
1.507.469,41
11.537.584,63
1.322.856,52
9.921.901,23
1.160.852,32
8.884.712,21
1.018.688,04
7.796.642,08
30.827.553,91
43.317.405,96
27.052.244,16
38.012.521,07
23.739.279,36
33.357.301,20
20.832.038,22
29.272.184,86
18.280.833,63
25.687.354,05
penyiangan dan
5
bagi hasil (40% penggarap - 60% pemilik lahan) Total Pengeluaran
Total Pendapatan DF 6,75% Total Pendapatan DF 6,75% Total Penerimaan DF 6,75% Total Pengeluaran DF 6,75%
29.390.738,16
30.169.679,29
25.544.774,75
26.474.936,44
22.416.422,84
23.435.399,98
19.671.185,90
20.387.472,65
17.262.145,60
17.890.711,97
B/C
1,049
1,436
1,059
1,436
1,059
1,423
1,059
1,436
1,059
1,436
NPV
57.735.248,86
Gross B/C
1,248
88
Lampiran 4. Cashflow Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Sebesar 6,75 % No.
1
penerimaan
penjualan gabah basah
Harga satuan 2.220
Jumlah
6.000 kg
Frekuensi
1 musim tanam
TAHUN
Penerimaan (Rp/ha) 13.320.000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
26.640.000
39.960.000
TOTAL PENERIMAAN Pengeluaran
Harga
Daya Tahan
satuan
Pengeluaran (Rp/ha)
Biaya Tetap 1
peralatan pertanian Cangkul
50.000
5 buah
2 tahun
250.000
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
250.000
0
Garokan
25.000
2 buah
2 tahun
50.000
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
50.000
0
Parang
25.000
5 buah
2 tahun
125.000
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
125.000
0
Garpu
35.000
1 buah
2 tahun
35.000
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
35.000
0
semprotan
300.000
1 buah
5 tahun
300.000
300.000
0
0
0
0
300.000
0
0
0
0
sorongan
25.000
2 buah
1 tahun
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
50.000
2
iuran irigasi
138.000
1 kali
1 musim tanam
138.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
276.000
414.000
3
sewa traktor
150.000
4 hari
1 musim tanam
600.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
1.800.000
1.200.000
Biaya Variabel 1
biaya benih
7.000
60 kg
1 musim tanam
420.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
1.260.000
840.000
2
biaya panen
250
6.000 kg
1 musim tanam
1.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3.000.000
4.500.000
3
biaya pupuk TSP
2.500
194,13 kg
1 musim tanam
485.317,46
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
1.455.952,38
970.634,92
UREA
2.000
253,57 kg
1 musim tanam
507.142,86
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
1.521.428,57
1.014.285,71
KCL
2.500
25 kg
1 musim tanam
62.500
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
187.500
125.000
20.000
1,0593 kg
1 musim tanam
21.186
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
63.558
42.372
25.000
30 HOK
1 musim tanam
750.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
2.250.000
1.500.000
4
biaya pestisida
5
tenaga kerja persiapan lahan
89
persemaian+perataan lahan
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
bibit
25.000
3 HOK
1 musim tanam
75.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
225.000
150.000
penanaman
17.000
52 HOK
1 musim tanam
884.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
2.652.000
1.768.000
pemupukan
25.000
2 HOK
1 musim tanam
50.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
150.000
100.000
penyulaman
17.000
16 HOK
1 musim tanam
272.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
816.000
544.000
pemeliharaan
25.000
12 HOK
1 musim tanam
300.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
900.000
600.000
2.220
2.400 kg
1 musim tanam
5.328.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
10.656.000
15.984.000
28.248.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
30.252.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
27.948.438,95
29.952.292,63
-1.608.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
9.707.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
-1.308.438,95
10.007.707,37
0,937
0,878
0,822
0,770
0,721
0,676
0,633
0,593
0,556
0,520
-1.506.734,38
8.782.109,15
-1.075.597,57
7.706.604,34
-943.874,05
6.560.083,60
-828.282,11
5.934.601,04
-726.846,18
5.207.817,55
24.955.503,51
35.066.281,28
21.899.316,96
30.771.873,95
19.217.407,62
27.003.383,07
16.863.939,47
23.696.402,06
14.798.689,81
20.794.411,91
26.462.237,89
26.284.172,14
22.974.914,53
23.065.269,61
20.161.281,67
20.443.299,47
17.692.221,57
17.761.801,02
15.525.535,99
15.586.594,36
B/C
0,943
1,334
0,953
1,334
0,953
1,321
0,953
1,334
0,953
1,334
NPV
29.109.881,39
menyaplak+pengangkutan
penyiangan dan
6
bagi hasil (40% penggarap - 60% pemilik lahan) Total Pengeluaran
Total Pendapatan DF 6,75% Total Pendapatan DF 6,75% Total Penerimaan DF 6,75% Total Pengeluaran DF 6,75%
Gross B/C
1,141
90
Lampiran 5. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 rata-rata Jumlah
Irigasi 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000 138.000
sewa traktor/kerbau 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 600.000 875.000
alat pertanian 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000 137.000
benih 0 280.000 280.000 0 0 350.000 350.000 175.000 0 0 175.000 175.000 0 350.000 210.000 156.333,33
kompos 225.000 600.000 1.272.727,27 283.333,33 180.000 1.500.000 1.500.000 1.000.000 100.000 180.000 225.000 225.000 150.000 1.000.000 90.000 568.737,37
pestisida nabati 0 60.000 27.272,73 75.000 60.000 75.000 0 0 33.333,33 60.000 75.000 0 0 75.000 0 36.040,40
pupuk kimia 512.500 425.000 368.181,82 541.666,67 310.000 387.500 383.333,33 400.000 88.888,89 360.000 450.000 275.000 366.666,67 612.500 350.000 388.749,16 10.494.765,86
tenaga kerja 635.000 354.000 832.727,27 578.333,33 1.248.000 1.305.000 1.040.000 657.000 751.111,11 1.698.000 1.175.000 925.000 1.626.666,67 1.180.000 754.000 983.989,23
biaya panen 2.125.000 1.400.000 1.704.545,45 1.666.666,67 1.300.000 1.416.666,67 1.416.666,67 1.650.000 1.277.777,78 1.200.000 1.125.000 1.875.000 1.500.000 1.312.500 1.550.000 1.501.321,55
bagi hasil 8.463.586 6.970.012 8.486.216 8.297.633,33 6.472.154 4.978.580 5.642.390,67 8.214.657 6.361.518,89 4.779.436,80 4.480.722 9.334.837,50 7.467.870 5.227.509 7.716.799 6.859.594,81
Jumlah 12.836.086 10.964.012 13.846.671 12.317.633 10.445.154 10.887.746,67 11.207.390,67 12.971.657 9.487.630 9.152.436,80 8.580.722 13.684.837,50 11.986.203,33 10.632.509 11.545.799 11.369.765,86
11.369.765,86
91
Lampiran 6. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No.
irigasi
sewa traktor/kerbau
alat pertanian
Benih
pupuk kimia
pestisida kimia
tenaga kerja
biaya panen
bagi hasil
Jumlah
1
138.000
600.000
137.000
0
1.016.666,67
0
396.666,67
1.166.666,67
3.108.000
6.563.000
2
138.000
600.000
137.000
175.000
800.000
40.000
1.487.000
1.375.000
6.105.000
10.857.000
3
138.000
600.000
137.000
168.000
650.000
0
908.000
1.100.000
4.884.000
8.585.000,00
4
138.000
600.000
137.000
140.000
1.100.000
21.600
644.000
1.500.000
6.660.000
10.940.600
5
138.000
600.000
137.000
163.333,33
750.000
13.333,33
846.666,67
833.333,33
3.700.000
7.181.666,67
6
138.000
600.000
137.000
583.333,33
1.083.333,33
0
733.333,33
1.000.000,00
4.440.000
8.715.000
7
138.000
600.000
137.000
0
900.000
66.666,67
2.920.000
1.166.666,67
4.144.000
10.072.333,33
8
138.000
600.000
137.000
400.000
1.928.571,43
142.857,14
971.428,57
2.500.000
8.880.000
15.697.857,14
9
138.000
600.000
137.000
210.000
487.500
0
510.000
1.250.000
5.550.000
8.882.500
10
138.000
600.000
137.000
466.666,67
2.333.333,33
0
1.813.333,33
1.666.666,67
5.920.000
13.075.000
11
138.000
600.000
137.000
560.000
1.100.000
0
1.190.000
1.750.000
6.216.000
11.691.000
12
138.000
600.000
137.000
0
558.333,33
33.333,33
793.333,33
833.333
3.700.000
6.793.333,33
13
138.000
600.000
137.000
245.000
600.000
0
425.000
1.250.000
5.550.000
8.945.000
14
138.000
600.000
137.000
233.333,33
1.291.666,67
0
1.916.666,67
1.666.666,67
5.920.000
11.903.333,33
15
138.000
600.000
137.000
0
1.225.000
0
1.395.000
1.375.000
6.105.000
10.975.000
rata-rata
138.000
137.000,00
222.977,78
1.054.960,32
21.186,03
1.130.028,57
1.362.222,22
5.392.133,33
jumlah
600.000 875.000,00
9.183.508,25
10.058.508,25
10.058.508,25
92
Lampiran 7. Rincian Biaya Usahatani Padi Semi Organik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 rata-rata jumlah
irigasi 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40 24,40
sewa traktor/kerbau 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 106,10 154,73
alat pertanian 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23 24,23
benih 0 50 41,067 0 0 70 61,765 26,515 0 0 38,889 23,333 0 66,667 33,871 27,47
Kompos 26,47 107,14 186,67 42,50 34,62 300 264,71 151,52 19,57 37,50 50 30 25 190,48 14,52 98,71
pestisida nabati 0 10,71 4,00 11,25 11,54 15 0 0 6,52 12,50 16,67 0 0 14,29 0 6,83
pupuk kimia tenaga kerja 60,29 74,71 75,89 63,21 54 122,13 81,25 86,75 59,62 240 77,50 261 67,65 183,53 60,61 99,55 17,39 146,96 75 353,75 100 261,11 36,67 123,33 61,11 271,11 116,67 224,76 56,45 121,61 66,67 175,57 1.770,33
biaya panen 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250 250
bagi hasil 995,72 1.244,64 1.244,64 1.244,64 1.244,64 995,72 995,72 1.244,64 1.244,64 995,72 995,72 1.244,64 1.244,64 995,72 1.244,64 1.145,07
Jumlah 1.561,92 1.956,34 2.057,25 1.871,13 1.995,15 2.123,95 1.978,10 1.987,56 1.839,81 1.879,20 1.867,12 1.862,71 2.006,60 2.013,31 1.875,83 1.925,07
1.925,07
93
Lampiran 8. Rincian Biaya Usahatani Padi Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No.
irigasi
sewa traktor/kerbau
alat pertanian
Benih
pupuk kimia
pestisida kimia
tenaga kerja
biaya panen
bagi hasil
jumlah
1
24,40
106,10
24,23
0
217,86
0
85
250
1.110
1.817,59
2
24,40
106,10
24,23
31,82
145,45
7,27
270,36
250
1.110
1.969,64
3
24,40
106,10
24,23
38,18
147,73
0
206,36
250
1.110
1.907,01
4
24,40
106,10
24,23
23,33
183,33
3,6
107,33
250
1.110
1.832,33
5
24,40
106,10
24,23
49
225
4
254
250
1.110
2.046,73
6
24,40
106,10
24,23
145,83
270,83
0
183,33
250
1.110
2.114,73
7
24,40
106,10
24,23
0
192,86
14,29
625,71
250
888
2.125,59
8
24,40
106,10
24,23
40
192,86
14,29
97,14
250
888
1.637,02
9
24,40
106,10
24,23
42
97,50
0
102
250
1.110
1.756,23
10
24,40
106,10
24,23
70
350
0
272
250
888
1.984,73
11
24,40
106,10
24,23
80
157,14
0
170
250
888
1.699,88
12
24,40
106,10
24,23
0
167,50
10
238
250
1.110
1.930,23
13
24,40
106,10
24,23
49
120
0
85
250
1.110
1.768,73
14
24,40
106,10
24,23
35
193,75
0
287,50
250
888
1.808,98
15
24,40
106,10
24,23
0
222,73
0
253,64
250
1.110
1.991,10
rata-rata
24,40
106,10
24,23
40,28
192,30
3,56
215,83
250
1.036
jumlah
154,73
1.892,70
1.737,97 1.892,70
94
Lampiran 9. Pendapatan Petani Penggarap Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar Lahan serta per Kilogram Output usahatani padi semi organik No.
per hektar lahan penerimaan
pengeluaran
usahatani padi anorganik per kilogram output
pendapatan
per hektar lahan
penerimaan
pengeluaran
Pendapatan
penerimaan
Pengeluaran
per kilogram output pendapatan
penerimaan
pengeluaran
pendapatan
1
21.158.965
12.836.086
8.322.879
2.489,29
1.561,92
927,37
10.360.000
6.563.000
3.797.000
2.220
1.817,59
402,41
2
13.940.024
10.964.012
2.976.012
2.489,29
1.956,34
532,95
12.210.000
10.857.000
1.353.000
2.220
1.969,64
250,36
3
16.972.431,82
13.846.670,55
3.125.761,27
2.489,29
2.057,25
432,04
9.768.000
8.585.000
1.183.000
2.220
1.907,01
312,99
4
16.595.266,67
12.317.633,33
4.277.633,33
2.489,29
1.871,13
618,16
13.320.000
10.940.600
2.379.400
2.220
1.832,33
387,67
5
12.944.308
10.445.154
2.499.154
2.489,29
1.995,15
494,14
7.400.000
7.181.666,67
218.333,33
2.220
2.046,73
173,27
6
12.446.450
10.887.747
1.558.703
2.489,29
2.123,95
365,34
8.880.000
8.715.000
165.000,00
2.220
2.114,73
105,27
7
14.105.976,67
11.207.390,67
2.898.586
2.489,29
1.978,10
511,19
10.360.000
10.072.333,33
287.666,67
2.220
2.125,59
94,41
8
16.429.314
12.971.657
3.457.657
2.489,29
1.987,56
501,73
22.200.000
15.697.857,14
6.502.142,86
2.220
1.637,02
582,98
9
12.723.037,78
9.487.630
3.235.407,78
2.489,29
1.839,81
649,48
11.100.000
8.882.500
2.217.500
2.220
1.756,23
463,77
10
11.948.592
9.152.436,80
2.796.155,20
2.489,29
1.879,20
610,09
14.800.000
13.075.000
1.725.000
2.220
1.984,73
235,27
11
11.201.805
8.580.722
2.621.083
2.489,29
1.867,12
622,17
15.540.000
11.691.000
3.849.000
2.220
1.699,88
520,12
12
18.669.675
13.684.837,50
4.984.837,50
2.489,29
1.862,71
626,58
7.400.000
6.793.333
606.667
2.220
1.930,23
289,77
13
14.935.740
11.986.203,33
2.949.536,67
2.489,29
2.006,60
482,69
11.100.000
8.945.000
2.155.000
2.220
1.768,73
451,27
14
13.068.772,50
10.632.509
2.436.263,50
2.489,29
2.013,31
475,98
14.800.000
11.903.333,33
2.896.666,67
2.220
1.808,98
411,02
15
15.433.598
11.545.799
3.887.799
2.489,29
1.875,83
613,46
12.210.000
10.975.000
1.235.000
2.220
1.991,10
228,90
rata-rata
14.838.263,76
11.369.765,86
3.468.497,91
2.489,29
1.925,07
564,22
12.096.533,33
10.058.508,25
2.038.025,08
2.220,00
1.892,70
327,30
95
Lampiran 10. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar Per Musim Tanam
Group Statistics JenisPertanian Pendapatan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
semi organik
15
3468497.9053
1570395.81669
405474.45633
Anorganik
15
2038025.0800
1712910.44680
442271.57560
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 90% Confidence Interval of the Sig.
F
Sig.
t
df
(2-tailed) Mean Difference
Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
Pendapatan Equal variances
.387
.539 2.384
28
.024 1430472.82533 600011.40099
409774.87019 2451170.78048
2.384 27.791
.024 1430472.82533 600011.40099
409512.70953 2451432.94114
assumed Equal variances not assumed
96
Lampiran 11. Uji Beda Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Kilogram Output Per Musim Tanam Group Statistics JenisPertanian Pendapatan
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
semi organik
15
564.22467
130.35577
33.65771
Anorganik
15
327.29867
147.78966
38.15913
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Sig.
F Pendapatan
Sig.
t
df
Mean
(2-tailed) Difference
Difference
Std. Error Difference
Lower
Upper
Equal variances
.936
.342
4.656
28
.000 236.92600
50.88183
132.69930
341.15270
4.656 27.570
.000 236.92600
50.88183
132.62603
341.22597
assumed Equal variances not assumed
97
Lampiran 12. Estimasi Hasil Output Regresi Logistik dengan Minitab Release 14 Binary Logistic Regression: Y versus PDDKN; LLHN; UMR; PDPT; BPK; IFRM Link Function: Logit Response Information Variable Y
Value 1 0 Total
Count 15 15 30
(Event)
Logistic Regression Table Predictor Constant PDDKN LLHN UMR PDPT BPK IFRM
Coef -2,84352 0,457851 1,87424 -0,0507959 0,0000002 -0,0000011 3,41488
SE Coef 4,25976 0,243392 1,86471 0,0598076 0,0000003 0,0000009 1,18527
Z -0,67 1,88 1,01 -0,85 0,83 -1,22 2,88
P 0,504 0,060 0,315 0,396 0,408 0,221 0,004
Odds Ratio 1,58 6,52 0,95 1,00 1,00 30,41
95% CI Lower Upper 0,98 0,17 0,85 1,00 1,00 2,98
2,55 251,91 1,07 1,00 1,00 310,45
Log-Likelihood = -8,837 Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001 Goodness-of-Fit Tests Method Pearson Deviance Hosmer-Lemeshow
Chi-Square 12,7640 17,6738 6,6654
DF 23 23 8
P 0,957 0,775 0,573
Table of Observed and Expected Frequencies: (See Hosmer-Lemeshow Test for the Pearson Chi-Square Statistic) Value 1 Obs Exp 0 Obs Exp Total
Group 5 6
1
2
3
4
0 0,0
0 0,1
0 0,4
0 0,9
3 1,7
3 3,0 3
3 2,9 3
3 2,6 3
3 2,1 3
0 1,3 3
7
8
9
10
Total
1 1,9
2 2,1
3 2,5
3 2,7
3 2,8
15
2 1,1 3
1 0,9 3
0 0,5 3
0 0,3 3
0 0,2 3
15 30
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 214 11 0 225
Percent 95,1 4,9 0,0 100,0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0,90 0,90 0,47
98
Lampiran 13. Dokumentasi Kegiatan Usahatani Padi Sawah Tahun 2011
Gambar 1. Pembuatan Pupuk Kompos yang Dilakukan Petani
Gambar 2. Usaha Pembuatan Pupuk Kompos yang Dilakukan Desa Ciburuy
Gambar 3. Padi Siap Panen dan Proses Pengeringan Padi
99
Gambar 4. Bahan Organik (Kanan) dan Bahan Kimia (Kiri) untuk Usahatani Padi
Gambar 5. Beras SAE dalam Kemasan dan Analisa Konsentrasi Residu
Gambar 6. Bagan Warna Daun (BWD) yang Digunakan Saat Pemupukan
100
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 9 November 1989 dari pasangan Bapak (Djumilanto) dan Ibu (Lailiah). Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di MI Darunnajah pada tahun 2001. Selanjutnya penulis meneruskan pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 48 Jakarta sampai tahun 2004. Pada tahun 2007, lulus dari SLTA Negeri 47 Jakarta dan pada tahun tersebut juga diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI), dan mendapatkan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya Lingkungan sebagai program studi yang dijalankan. Selama masa perkuliahan, penulis mencoba aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan seperti menjadi anggota Perisai Diri, anggota BEM Muda FEM, anggota BEM FEM divisi Soslingmas dan anggota Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) divisi CSR.