PREFERENSI RISIKO PETANI PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN
RETNO BUDI RAHAYU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: PREFERENSI RISIKO PETANI PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN Merupakan hasil penelitian tesis saya sendiri dengan bimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan sumbernya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor,
Maret 2011
Retno Budi Rahayu NRP H 353080111
ABSTRACT RETNO BUDI RAHAYU. Farmer Risk Preference on Organic Paddy Farming in Sragen (NUNUNG KUSNADI as a Chairman and ANNA FARIYANTI as a Member of the Advisory Committee). Organic paddy farming has more production risk than non organic paddy farming. Greater production risk is shown in productivity variance in organic farming than non organic farming. The purposes of this study are : (1) to determine inputs effect on risk production, (2) determine farmer risk preference and analyze relationship between socio economic factors and farmer risk preference, and (3) analyze effect of risk preference on farmer decision in organic paddy farming implementation. In this study we use Just-Pope production function model. Just Pope model construct the production function as the sum of two components, that are mean production function and variance function (as a risk function). Probit model is used to analyze the relation between socio-economic factors and probability farmer implement organic paddy farming, and Arrow-Pratt absolute risk averson (AR) is used to estimate farmer risk preference. The result shows that most farmers are risk averse. Organic paddy farmer tend to risk taker than non organic paddy farmer. Pesticides and labor are inputs that have a risk reducing effect in organic paddy farming. Seeds and manure inputs have a risk increasing effect. Farmer’s off-farm income and land owner status are have significant effect to farmer’s risk preference. Probability of farmer to adopt organic paddy farming have a positive relations with off-farm income, land owner status, experiences in paddy farming and have negative relation with age, and risk preference. Organic paddy farming have more production risk than non organic farming. Key words : Organic paddy farming, Just-Pope production function model, expected utility, risk preference
RINGKASAN RETNO BUDI RAHAYU. Preferensi Risiko Petani pada Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen (NUNUNG KUSNADI sebagai Ketua dan ANNA FARIYANTI sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Pada saat ini isu pelestarian lingkungan merupakan hal yang perlu dipertimbangan dalam melakukan usaha ekplorasi sumber daya alam. Sustainabilitas atau berkelanjutan yang terabaikan selama ini menjadi isu dalam pembangunan pertanian seluruh dunia, bahkan FAO mendorong agar diterapkan suatu sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Di Indonesia pembangunan pertanian berwawasan lingkungan merupakan konsep pembangunan pertanian yang berkelanjutan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat tani secara luas. Hal tersebut bisa dicapai melalui peningkatan produksi pertanian baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Salah satu bentuk dari sistem pertanian berkelanjutan di Indonesia adalah dengan diterapkannya pertanian organik. Daerah Kabupaten Sragen merupakan salah satu daerah yang mengembangkan usaha padi organik. Selama 10 tahun mencanangkan program pertanian organik, kurang dari 1% petani padi yang menerapkan usaha padi organik secara murni. Padahal beberapa hasil penelitian menyatakan bahwa pertanian organik merupakan usahatani yang mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani dan layak untuk diusahakan, karena mempunyai harga produksi premium dan memiliki viabilitas tinggi secara ekonomi dibanding dengan usahatani konvensional. Tetapi petani memberikan respon yang sangat lambat terhadap upaya pengembangan pertanian organik. Rendahnya respon petani dalam penerapan inovasi usaha padi organik kemungkinan besar disebabkan karena risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi organik lebih besar dari pada risiko yang dihadapi oleh petani padi non organik. Keberadaan risiko produksi akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan alokasi input usahatani. Keputusan petani dalam alokasi dan penggunaan input dipengaruhi oleh preferensi risiko petani, yang akhirnya akan mempengaruhi produktivitas usahatani. Berdasarkan hal tersebut, tujuan peneitian ini adalah : (1) menentukan input-input yang mempengaruhi risiko produksi, (2) menentukan preferensi risiko dan faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh, dan (3) menganalisis pengaruh preferensi risiko petani terhadap keputusan melakukan usaha padi organik. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sragen, dengan 60 petani sampel terdiri dari petani padi organik dan non organik. Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi Just Pope dan fungsi probit. Fungsi produksi Just Pope digunakan untuk menganalisis pengaruh input terhadap risiko produksi yang dihadapi petani. Sedangkan fungsi probit digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan petani melakukan atau menerapkan usaha padi organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Rata-rata nilai risk averse petani organik adalah 0.2298 dan rata-rata nilai risk averse petani non organik adalah 1.0813. Pada usahatani organik, input pestisida dan tenaga kerja merupakan input pengurang risiko,
sedangkan input benih dan pupuk merupakan input yang bersifat meningkatkan risiko produksi. Preferensi risiko petani dipengaruhi oleh faktor pendapatan di luar usahatani padi dan status kepemilikan lahan. Pendapatan di luar usahatani padi, status lahan dan pengalaman usahatani padi berpengaruh positif pada kemungkinan petani menerapkan usahatani padi organik. Umur petani, luas lahan dan tingkat risk averse petani berpengaruh negatif pada penerapan usahatani organik. Kata kunci : Usahatani padi organik, model Just Pope, expected utility, preferensi risiko petani
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PREFERENSI RISIKO PETANI PADA USAHATANI PADI ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN
RETNO BUDI RAHAYU
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Penguji Wakil Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian dan Pimpinan Sidang: Dr. Ir. Ratna Winandi, MS (Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor)
Judul Tesis
: Preferensi Risiko Petani pada Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen
Nama Mahasiswa
: Retno Budi Rahayu
NRP
: H 353080111
Mayor
: Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS Ketua
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi Anggota
Mengetahui, 2. Koordinator Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian Tesis : 8 Februari 2011
Tanggal Lulus:
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. xv DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………… xvii DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………… xviii I.
II.
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
1
1.1.
Latar Belakang …………………………………………………………….
1
1.2.
Rumusan Masalah …………………………………………………………. 8
1.3.
Tujuan Penelitian ………………………………………………………….. 11
1.4.
Manfaat Penelitian ………………………………………………………….11
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ………………………………..12
TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………………..
13
2.1.
Pertanian Organik …………………………………………………………. 13
2.2.
Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petani ……………………………………………………… 16
2.3.
Penelitian Mengenai Usahatani Organik ……………..…………...……… 18
2.4.
Tinjauan Studi Menggunakan Model Fungsi Just Pope …………………………… 20
2.5.
Model Probabilitas Penerapan Usahatani Padi Organik yang Dipengaruhi Preferensi Risiko Petani ……………………………….…………………………… 22
III. KERANGKA TEORITIS ……..………………………………………………… 25 3.1.
Teori Produksi …………………………..…………………………………. 25
3.2.
Konsep Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petani ……...…………….. 29
3.3.
Faktor Penentu Penerapan Usahatani Organik ……………………………….………………. 41
3.4.
Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………….………………. 44
IV. METODE PENELITIAN ……………………………………………………...... 47 4.1.
Lokasi Penelitian ………………………………………………………….. 47
4.2.
Metode Pengambilan Sampel ………………………………………………48
4.3.
Jenis dan Sumber Data …………………………………………………….. 49
4.4.
Metode Analisis Data ……………………………………………………… 50 4.4.1 Analisis Pengaruh Input Terhadap Risiko Produksi ………………….50 4.4.2 Analisis Preferensi Risiko Petani Serta Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Preferensi Risiko Petani …………………… 53 4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Melakukan Usahatani Padi Organik ……………………………………………. 55
Halaman
V.
4.5.
Hipotesis ……………………………….………………………………….. 56
4.6.
Definisi Operasional ………………………………………………………..57
GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN …………..……………….
59
5.1.
Gambaran Umum Kabupaten Sragen …………………………………..
59
5.2.
Karakteristik Petani Sampel ……………………….………………………… 61
5.3.
Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen ……………………………. 66
5.4.
Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani …………………………….71
5.5.
Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Oranik ……………… 75
VI. PREFERENSI RISIKO PETANI PADA PENERAPAN USAHATANI PADI ORGANIK …………………………………………………………………………… 77 6.1.
Pengaruh Penggunaan Input Terhadap Produktivitas dan Risiko Produksi ……………………..…………………………………………..
6.2.
Hubungan Preferensi Risiko Petani dengan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani ……………………………………………...…………………… 87
6.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Usahatani Padi Organik …………………………………....…………………………… 93
77
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………….. 99 7.1.
Kesimpulan ………………………………………………………………. 99
7.2.
Saran ………………………………………………………………………100
7.3.
Saran Penelitian Lanjutan ……………………………………………………………………… 101
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 103 LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 107
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Rata-Rata Konsumsi kalori per Kapita Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan tahun 2003 - 2009 …………………………………..
2
2. Rata-Rata Laju Produktivitas Padi di Indonesia Tahun 2000 - 2009 …………
3
3. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2007 dan Rata-Rata Produktivitas Usahatani Padi Non Organik di Kabupaten Klaten Tahun 2007 …………………………… 7 4. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Ketersediaan Sarana Irigasi di Kabupaten Sragen Tahun 2008 ……………………………………………………. 60 5. Keragaan Umur Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………………………………………... ……
62
6. Distribusi Pendidikan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen tahun 2010 …………………………………………..………… 63 7. Keragaman Pengalaman Petani dalam Melakukan Usahatani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………………………………………
63
8. Sebaran Luas Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………………………………………………………… 64 9. Sebaran Status Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik Di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………………………………… 65 10. Data Petani yang Mempunyai Penghasilan dari Luar Usahatani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………………………………………
66
11. Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ……………………………….. 72 12. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ……………………………………………………… 75 13. Perbandingan Pendapatan Rata-Rata per Hektar Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………….…………….. 75 14. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas dan Fungsi Risiko Produksi Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………….. 78 15. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas dan Fungsi Risiko Produksi Usahatani Padi Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………….. 84 16. Rekapitulasi Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………………………………………………
87
17. Rata-Rata Nilai Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………….………………… 88 18. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion dengan Pendapatan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………………… 89
Nomor
Halaman
19. Hasil Estimasi Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh pada Preferensi Risiko Petani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ………….
90
20. Data Statistik Diskriptif Aset yang Dimiliki Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………….……………
91
21. Data Statistik Pengalaman Usahatani Padi yang Dimiliki Petani Organik dan Petani Padi Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 …………………….………….. 92 22
Hasil Estimasi Fungsi Probabilitas Petani Menerapkan Usahatani Padi Organik atau Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 ……………….
93
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Tiga Tahap Kurva Produksi, Kurva Marginal dan Kurva Rata-Rata Produksi ………………………………………………………………..
27
2.
Respon Ketidakpastian Produksi Y Karena Penggunaan Input X dan Kondisi Curah Hujan yang Berbeda …………………………………….
32
3.
Kurva Indifference yang Menghubungkan Varians Income dengan Income yang Diharapkan …………………………………………………
35
4
Teori Utilitas dan Pilihan-Pilihan yang Mengandung Risiko …………….
36
5.
Kerangka Pemikiran Penelitian ……………………………………….
43
6.
Tahapan Operasional Penelitian ……………………………………….
46
7.
Bagan Penentuan Lokasi Penelitian ………………………………………………. 48
8.
Pola Tanam dalam Satu Tahun di Kabupaten Sragen …………………………………… 70
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Nilai AR per Input dari Petani Padi Organik ………………………………. 109 2. Nilai AR per Input dari Petani Padi Non Organik ………………………………. 110 3. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Organik ………………………………. 111 4. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Non Organik ………………………………. 112 5. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Usahatani Organik ………………………………. 113 6. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Usahatani Non Organik ………………………………. 114 7. Hasil Estimasi Parameter Untuk Pembobotan Organik ………………………. 115 8. Hasil Estimasi Parameter Untuk Pembobotan Non Organik ………………………. 116 9. Hasil Estimasi Parameter Setelah Dilakukan Pembobotan Organik ………………………. 117 10. Hasil Estimasi Parameter Setelah Dilakukan Pembobotan Non Organik ………………………. 118 11. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Organik Menggunakan SAS 9.1 dengan LIML …………………………………………………………………………119 12. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Non Organik Menggunakan SAS 9.1 dengan LIML ………………………………………………………………………… 120 13. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Organik Menggunakan Frontier 4.1. ………….121 14. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Non Organik Menggunakan Frontier 4.1. …………. 122 15. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Pendapatan Petani Organik ……………………………………………………………. 123 16. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Pendapatan Petani Non Organik ……………………………………………………………. 124 17. Hasil Estimasi Fungsi Probit ……………………………………………… 125 18. Uji-t Perbedaan Aset Petani Organik dan Non Organik ……………………………. 127 19. Uji-t Perbedaan Nilai Absolute Risk Aversion Petani Organik dan Non Organik …………………………………………………………………128 20. Uji-t Perbedaan Keuntungan Usahatani Organik dan Non Organik ……………………………. 129 21. Uji-t Perbedaan PengalamanPetani Organik dan Non Organik ……………………………. 130 22. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Faktor Sosial Ekonomi Petani ……………………………………………………. 131 23. Uji-t Perbedaan Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Organik dan Non Organik ………………………………………………..…………. 132 24. Uji-t Perbedaan Luas Lahan Usahatani Organik dan Non Organik ……………… 133
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pertanian merupakan sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor
pertanian yang didalamnya terdapat sub sektor tanaman pangan, perkebunan, perikanan, kehutanan dan peternakan mempunyai kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional, diantaranya adalah kontribusi produk (product contribution), kontribusi pasar (market contribution), kontribusi pangan (food contribution), kontribusi tenaga kerja (employment contribution) dan kontribusi devisa (export earning contribution). Ditinjau dari kontribusi sektor pertanian dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat Indonesia, maka pertanian berperan penting dalam kelangsungan ketahanan pangan nasional. Sektor pertanian juga menghadapi tantangan yang semakin besar di masa yang akan datang. Kebutuhan pangan yang semakin meningkat dengan kendala konversi lahan subur yang terus berjalan, perubahan iklim global yang sedang terjadi, teknologi pertanian yang mengalami stagnasi sampai dengan kendala kebijakan pemerintah pada saat ini yang kurang berpihak pada sektor pertanian. Kontribusi mendasar dari sektor pertanian adalah peran pertanian dalam pemenuhan pangan. Konsumsi pangan yang memerlukan pemenuhan dalam jumlah besar dan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat adalah kebutuhan beras. Hampir semua penduduk Indonesia pada saat ini menjadikan beras sebagai sumber karbohidrat sehari-hari, walaupun ada sebagian penduduk
Indonesia yang
memanfaatkan umbi-umbian sebagai sumber karbohidrat, sebagaimana digambarkan pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Kalori per Kapita Penduduk Indonesia Menurut Kelompok Makanan Tahun 2003 – 2009 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Komoditi Padi-Padian Umbi-Umbian Ikan Daging Telur dan Susu Sayur-Sayuran Buah-Buahan Minyak/Lemak
2003 1035.07 55.62 46.91 41.71 37.83 40.95 42.75 241.70
2004 1024.08 66.91 45.05 39.73 40.47 38.80 41.61 236.67
2005 1009.13 56.01 47.59 41.45 47.17 38.72 39.85 241.87
Tahun 2006 992.93 51.08 44.56 31.27 43.35 40.20 36.95 234.50
2007 953.16 52.49 46.71 41.89 56.96 46.39 49.08 246.34
2008 968.48 52.75 47.64 38.60 53.60 45.46 48.01 239.30
2009 939.99 39.97 43.52 35.72 51.59 38.95 39.04 228.35
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009 Tabel 1 dapat diketahui bahwa kebutuhan bahan makanan berasal dari padipadian (beras) menempati urutan teratas dari kebutuhan pangan sehari-hari. Hal ini yang mengakibatkan kebutuhan beras terus meningkat mengikuti peningkatan jumlah penduduk. Dengan jumlah penduduk sebesar 230 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan sebesar 1.4% per tahun berarti kebutuhan penyediaan pangan nasional terus meningkat
mengikuti pertumbuhan penduduk. Dari data Badan Pusat Statistik
diketahui bahwa rata-rata konsumsi beras per tahun untuk penduduk Indonesia adalah 125.8 kg per kapita. Sedangkan FAO menyebutkan bahwa kebutuhan beras rata-rata yang digunakan untuk kelangsungan peningkatan kualitas hidup sebesar 133 kg per kapita per tahun. Ini berarti kebutuhan beras untuk memenuhi konsumsi bagi penduduk di Indonesia sebesar 30.59 juta ton per tahun. Data laju produktivitas padi rata-rata yang dicapai oleh petani di Indonesia selama sepuluh tahun terahir, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa selama kurun waktu sepuluh tahun (yaitu tahun 2000-2009) laju kenaikan produktivitas rata-rata 1.2% berada dibawah laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1.4% per tahun. Konsekuensi yang ditimbulkan adalah jika Indonesia tidak ingin menjadi negara yang bergantung pada impor beras,
3
maka produksi padi Indonesia harus terus dingkatkan untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk yang ada. Dari The World Food Summit FAO di Roma pada tahun 1997 juga memprediksikan bahwa produksi pangan di negara berkembang harus meningkat 3 kali lipat pada tahun 2050 untuk memenuhi tuntutan pangan dalam mencapai standar hidup yang lebih tinggi bagi populasi manusia yang diperkirakan meningkat 2 kali lipat. Tabel 2. Rata-Rata Laju Produktivitas Padi di Indonesia Tahun 2000 – 2009
Tahun
Luas Panen (Hektar) 2000 11 793 2001 11 499 2002 11 521 2003 11 488 2004 11 923 2005 11 839 2006 11 787 2007 12 148 2008 12 327 2009 12 843 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009
Produksi (Ribu Ton) 51 899 50 461 51 490 52 138 54 088 54 151 54 455 57 157 60 326 63 840
Produktivitas (Ton/Hektar) 44.01 43.88 44.69 45.38 45.36 45.74 46.2 47.05 48.94 49.71
Revolusi hijau telah berhasil mencukupi kebutuhan pangan pada era tahun 60-an sampai dengan 80-an. Tetapi dampak negatif terhadap lingkungan yang tidak dipertimbangkan pada saat revolusi hijau digulirkan baru dapat dirasakan dalam dasawarsa terahir. Revolusi hijau yang telah terjadi, dengan menggunakan benih varietas unggul yang memerlukan pemupukan yang lebih intensif serta menggunakan pestisida yang berlebihan telah menyebabkan lahan-lahan padi berada pada kondisi levelling off, yaitu kondisi dimana tanah tidak mampu ditingkatkan lagi produktivitasnya meskipun diberi banyak pupuk. Selain itu tanah kehilangan sifat porusnya sehingga kurang mampu menahan pupuk dan pengairan yang diberikan (Sulaeman, 2009).
4
Pada saat ini semua potensi dari empat komponen dasar teknologi produksi padi yang dikembangkan mulai tahun 1960-an sudah dimanfaatkan. Keempat komponen tersebut adalah (1) introduksi varietas unggul menggantikan padi tradisional yang telah ada, dimana varietas unggul mempunyai daya hasil yang tinggi dan responsif terhadap pupuk Nitrogen, (2) peningkatan penggunaan pupuk mineral terutama pupuk Nitrogen, (3) penggunaan bahan kimia untuk perlindungan hama tanaman, dan (4) pembangunan dan rehabilitasi sarana irigasi, karena varietas unggul dapat beradaptasi dengan baik pada lahan sawah irigasi atau sawah tadah hujan dengan drainase yang baik. Namun para petani, terutama di Jawa masih berusaha terus meningkatkan produktivitas tanaman padi dengan jalan peningkatan penggunaan pupuk Nitrogen dengan takaran yang tidak sesuai lagi dosis yang dianjurkan oleh pemerintah. Penggunaan pupuk Nitrogen dengan takaran 2 sampai 5 kali takaran wajar dengan maksud agar mampu meningkatkan produktivitas per luas lahan tetap tidak mampu menaikkan produktivitas sesuai dengan yang diharapkan (Sulaeman, 2009). Sustainabilitas atau keberkelanjutan yang terabaikan selama ini menjadi isu dalam pembangunan pertanian seluruh dunia. Bahkan FAO mendorong agar diterapkan suatu sistem pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Di Indonesia pembangunan pertanian berwawasan lingkungan merupakan suatu konsep pembangunan pertanian berkelanjutan dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat petani secara luas. Hal tersebut bisa dicapai melalui peningkatan produksi pertanian baik dari segi kuantitas maupun kualitas, dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam
dan lingkungan (Salikin dalam
Sulaeman, 2009). Menurut Hong (1994), komponen utama dari pertanian berkelanjutan meliputi budaya dan perilaku, pengelolaan tanah dan air, pemakaian
5
obat-obatan non-kimia, produksi tanaman dan ternak yang terintegrasi dan melakukan daur ulang terhadap limbah pertanian. Pertanian berkelanjutan diwujudkan dalam
bentuk pertanian dengan
penggunaan input dari luar lingkup usahatani yang rendah (low external input sustainable agriculture atau LEISA) dan salah satu bentuk penerapannya di Indonesia yaitu dengan pertanian organik. Petani dalam mengelola usahataninya menurunkan penggunaan input yang tidak bisa diperbaharui (pupuk dan pestisida kimia) digantikan dengan input yang telah tersedia di lingkungan usahatani, misalnya penggunaan pupuk yang berasal dari limbah pertanian (pupuk organik kompos atau pupuk kandang). Hal ini perlu mendapatkan perhatian sebagai alternatif lain dari pola pikir yang telah terbentuk atas keberhasilan swasembada beras yang tercapai pada masa lalu. Keberhasilan petani-petani Sragen dan Padang dalam memproduksi padi dengan menggunakan pupuk kimia yang dikurangi dan digantikan dengan pupuk organik membuktikan bahwa LEISA maupun pertanian organik mampu mempertahankan bahkan meningkatkan swasembada pangan (Sulaeman, 2009). Kabupaten Sragen merupakan salah satu daerah yang mengembangkan usahatani padi organik maupun semi organik.
Selama 10 tahun mencanangkan
program pertanian organik, data menunjukkan bahwa dari 39 759 hektar lahan sawah yang ada, 4 508 hektar menerapkan usahatani padi semi organik (Data Profil Kabupaten Sragen, 2008 dan Data Badan Pelaksana Penyuluhan/Bappeluh Kabupaten Sragen, 2008). Dari jumlah total lahan sawah yang terdapat di Kabupaten Sragen tersebut, sekitar 180 hektar (kurang dari 1% dari total lahan sawah) yang menerapkan usahatani padi organik secara murni atau telah memiliki sertifikasi organik 1. Dilihat dari data tersebut maka dapat dikatakan bahwa petani padi di Kabupaten Sragen 1
Berdasar data di lapangan.
6
memberikan respon yang sangat lambat terhadap upaya pengembangan usahatani padi organik yang digalakkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen. Padahal beberapa penelitian yang dilakukan Rubinos et al. (2007), Pazek dan Rozman (2007), Medina dan Iglesias (2008)
menyatakan bahwa pertanian organik merupakan
usahatani yang mampu memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani dan layak untuk diusahakan, karena mempunyai harga produksi premium dan memiliki viabilitas tinggi secara ekonomi dibanding dengan usahatani konvensional. Berbagai usaha dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen untuk mengembangkan usahatani padi organik, diantaranya melakukan gerakan peningkatan pembinaan,
sosialisasi/penyuluhan
mengenai
usahatani
padi
organik,
mengembangkan pemasaran hasil usahatani padi organik, dan peningkatan pengawasan terhadap petani. Juga diadakan pelatihan dan studi banding mengenai pertanian padi organik ke daerah lain yang diikuti oleh beberapa anggota dan ketua kelompok tani. Dinas Pertanian Kabupaten Sragen juga menjalin kerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Organik Inofice dalam rangka mengembangkan pertanian padi organik. Disamping itu juga diadakan pertemuan/sarasehan kelompok tani dengan pakar pertanian organik pada Sragen Expo 2010 dan diselenggarakan beberapa seminar mengenai sistem pertanian organik. Data perbandingan produktivitas usahatani padi organik dan non oranik di tingkat nasional tidak tersedia, maka untuk mengetahui perbandingan variasi prodktivitas usahatani organik dan non organik digunakan data usahatani padi organik di Kabupaten Sragen tahun 2007 dengan produktivitas usahatani padi non organik pada tahun yang sama di Kabupaten Klaten. Dari kedua kelompok data tersebut menunjukkan bahwa usahatani padi organik mempunyai variasi produktivitas yang lebih besar bila dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Hal ini
7
menunjukkan bahwa risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan risiko produksi yang dihadapi oleh petani non organik. Data statistik perbandingan tersebut disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Rata-Rata Produktivitas Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2007 dan Rata-Rata Produktivitas Usahatani Padi Non Organik di Kabupaten Klaten Tahun 2007 (Kuintal/Hektar)
Produktivitas
Usahatani Padi Non Organik Organik Maksimum 59.61 76.81 Minimum 46.14 44.07 Rata-rata 55.64 59.21 Varians 10.90 93.84 Std. Deviasi 3.30 9.69 Sumber : Data Bappeluh Kabupaten Sragen Tahun 2007 dan Dinas Pertanian Kabupaten Klaten Tahun 2007 (Diolah)
Data Tabel 3 menunjukkan bahwa hasil paling rendah yang dicapai oleh petani padi organik adalah 44.07 kuintal per hektar dan hasil tertinggi 76.81 kuintal per hektar, sedang produktivitas maksimum yang dapat dicapai oleh usahatani padi non organik adalah 59.6 kuintal per hektar dan produktvitas minimumnya adalah 46.1 kuintal per hektar. Tabel 3 juga menunjukkan bahwa variasi produktivitas usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan variasi produktivitas usahatani non organik, dari data tersebut dapat dikatakan bahwa risiko produksi pada usahatani padi organik lebih besar dari pada risiko produksi usahatani padi non organik. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa sikap petani sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan suatu teknologi dalam bidang pertanian. Seperti penelitian yang dilakukan Lawal dan Oluyole (2008), Ogada et al. (2010), Sauer dan Zilberman (2009) dan Villano et al. (2005). juga menyebutkan bahwa pada penerapan teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, tidak semua petani menerapkan teknologi tersebut. Bahkan sedikit demi
8
sedikit petani meninggalkan teknologi yang dianjurkan, dan kembali menggunakan teknologi yang telah mereka gunakan sebelumnya. Sauer dan Zilberman (2009) yang mengadakan penelitian perilaku persepsi risiko petani terhadap penerapan teknologi baru menyatakan bahwa persepsi risiko petani terhadap rendahnya hasil yang dicapai menyebabkan menurunnya penggunaan teknologi tersebut. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sikap petani sangat berpengaruh pada penerapan suatu teknologi baru. Villano et al. (2005) juga menyatakan bahwa preferensi risiko petani mempunyai pengaruh penting pada keputusan petani dalam mengalokasikan input usahataninya. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa preferensi risiko petani dalam menghadapi perubahan teknologi input yang berbeda, akan sangat menentukan keberhasilan penerapan teknologi tersebut. Sehingga tentang
perlu dilakukan
bagaimana pengaruh preferensi risiko petani terhadap
penelitian
penerapan suatu
teknologi baru. 1.2.
Rumusan Masalah Pertanian padi organik di Indonesia belum dapat diterapkan secara murni
mengingat terdapat cukup banyak kendala yang dihadapi. Pada tahap awal penerapan usahatani padi organik, masih perlu dilengkapi dengan penggunaan pupuk kimia, terutama pada kondisi tanah yang miskin unsur hara. Secara berangsur penggunaan pupuk kimia dikurangi penggunaannya sejalan dengan pemulihan kembali tingkat kesuburan tanah dan digantikan dengan penggunaan pupuk organik. Seperti yang dilakukan petani di Kabupaten Sragen, bahwa pada saat pertama kali petani mencoba melakukan usahatani padi organik,
pada tahap awal penerapannya masih perlu
tambahan pupuk kimia. Produktivitas rata-rata yang dicapai pada saat pertama kali
9
melakukan usahatani padi organik adalah 54 kuintal per hektar, setelah melewati masa tanam tahun ketiga produktivitasnya akan terus meningkat hingga rata-rata mencapai 64.8 kuintal per hektar (Bappeluh Kabupaten Sragen, 2009). Dalam melakukan usahatani padi organik, variasi hasil yang dicapai petani organik diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah penggunaan input pestisida organik. Pestisida organik yang digunakan adalah pestisida hewani (pestisida berbahan dasar urine sapi) atau pestisida nabati berasal dari bahan nabati yang ada lingkungan petani, misalnya daun mimba (Azadirachta indica). Pengendalian hama secara organik ini mempunyai efek mematikan/mengusir lebih lambat dibandingkan dengan penggunaan pestisida kimia. Keberhasilan petani organik dalam mengendalikan serangan
hama dan
penyakit
akan sangat
mempengaruhi produktivitas yang dicapai. Seperti dinyatakan oleh Robison dan Barry (1987), bahwa input pestisida merupakan input yang bersifat pengurang risiko, sehingga keberhasilan pengendalian hama dan penyakit akan berpengaruh terhadap penurunan risiko produksi. Jumlah dan jenis input yang digunakan petani akan mempengaruhi risiko produksi yang dihadapi oleh petani, karena input usahatani bisa bersifat pengurang risiko atau memperbesar risiko produksi. Input yang bersifat pengurang risiko diantaranya : pestisida, pupuk dan sarana irigasi. Menurut Villano et al. (2005) risiko produksi timbul sebagai akibat dari keputusan dalam mengalokasikan input. Fariyanti et al.(2007) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa input luas lahan, benih dan obat-obatan merupakan input yang bersifat mengurangi risiko produksi, sedangkan input pupuk urea, TSP, KCl dan tenaga kerja merupakan input yang menimbulkan risiko produksi pada usahatani kentang di Pengalengan. Guan dan Wu (2009) juga menyatakan bahwa input lahan bersifat meningkatkan risiko produksi dan
10
input pupuk dapat mengurangi risiko produksi. Dari uraian tersebut maka perlu untuk dikaji apakah input yang digunakan pada usahatani padi organik berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi organik ? Dan bagaimanakah pengaruh masing-masing input terhadap risiko produksi tersebut ? Kumbhakar (2002) menyatakan bahwa keputusan alokasi input usahatani berada dibawah kontrol petani dan dipengaruhi oleh sikap petani terhadap risiko/preferensi risiko. Sedangkan preferensi risiko petani dipengaruhi oleh faktorfaktor sosial ekonomi yang melekat pada diri petani. Seperti yang diungkapkan Guan dan Wu (2009) dalam hasil uji hubungan antara preferensi risiko dengan faktor sosial ekonomi petani menunjukkan bahwa umur dan pendidikan petani tidak berpengaruh pada preferensi risiko petani, sedangkan jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani dan besarnya subsidi berpengaruh pada preferensi risiko petani. Sehingga masalah yang akan dikaji berikutnya adalah faktor-faktor sosial ekonomi apa saja yang mempengaruhi preferensi risiko petani ? Dari data variasi produktivitas usahatani menunjukkan bahwa usahatani padi organik diduga mempunyai risiko produksi lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Keberhasilan penerapan usahatani padi organik akan berhubungan dengan preferensi risiko petani. Keputusan petani untuk melakukan usahatani padi organik yang mempunyai risiko produksi lebih tinggi atau memutuskan untuk melakukan usahatani padi non organik dengan risiko yang lebih rendah, akan dipengaruhi oleh preferensi risiko petani. Sebagaimana hasil penelitian Frisvold et al. (2009) menyimpulkan bahwa pada penerapan terhadap sepuluh langkah manajemen pengelolaan usahatani Best Management Practices (BMPs) dipengaruhi oleh faktor sosial ekonomi, pendidikan, hasil yang diharapkan dan risiko hasil. Dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji selanjutnya adalah apakah preferensi risiko
11
petani berpengaruh terhadap keputusan
melakukan usahatani padi organik ?
Bagaimanakah pengaruhnya terhadap penerapan usahatani organik tersebut ? Apakah ada faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap penerapan usahatani padi organik ? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan tersebut di
atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi. 2. Menentukan preferensi risiko dan faktor-faktor sosial ekonomi yang berpengaruh. 3. Menganalisis pengaruh preferensi risiko petani terhadap keputusan petani melakukan usahatani padi organik. 1.4.
Manfaat Penelitian Diharapan penelitian ini nantinya akan bermanfaat :
1.
Dengan mengetahui pengaruh input usahatani terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani padi organik, diharapkan akan membantu dalam menentukan
sifat
input
yang
digunakan,
sehingga
diharapkan
akan
meminimalkan risiko produksi yang disebabkan karena penggunaan input. 2.
Bagi pihak yang berkepentingan dalam memajukan pertanian padi organik, penelitian ini akan membantu untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam menerapkan atau melakukan usahatani padi organik.
3.
Dengan mengetahui preferensi risiko petani, diharapkan akan memudahkan dalam mencari solusi permasalahan penerapan usahatani padi organik.
4.
Memajukan usahatani padi organik demi kelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan petani padi organik ataupun petani padi berwawasan lingkungan.
12
5.
Salah satu bentuk apresiasi dalam gerakan Go Organik Indonesia, pelestarian lingkungan, hemat energi dan mengurangi pemanasan global (global warming).
1.5.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan pada usahatani padi sawah organik di daerah
Kabupaten Sragen, provinsi Jawa Tengah yang memenuhi kriteria : 1. Usahatani padi sawah dengan menggunakan pupuk organik baik berasal dari pupuk limbah pertanian berupa kotoran ternak maupun pupuk kompos, tanpa menggunakan pupuk kimia. 2. Pestisida yang digunakan adalah pestisida organik, baik berupa pestisida hewani (berasal dari hewan) dan pestisida nabati (berasal dari tumbuhan). 3. Petani padi organik objek penelitian adalah petani organik yang telah melakukan usahataninya lebih dari 3 kali musim tanam, dengan pertimbangan bahwa petani telah melewati masa fluktuasi produktivitas selama 3 kali masa panen dan lahan sawah relatif terbebas residu pupuk dan pestisida kimia. 4. Kondisi di lapangan menunjukkan bahwa tidak semua petani organik mendapatkan sertifikasi pertanian organik, sehingga penentuan usahatani padi organik dalam penelitian ini bukan hanya berdasarkan pada sertifikat pertanian padi organik yang dimiliki oleh petani, tetapi berdasar pada kondisi usahatani di lapangan serta berdasar pada wawacara yang dilakukan langsung dengan petani, PPL atau ketua kelompok tani setempat. 5. Risiko produksi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah risiko produksi yang ditimbulkan karena penggunaan input usahatani. Risiko produksi yang timbul karena cuaca belum tercakup dalam penelitian ini, karena adanya keterbatasan waktu dan biaya penelitian.
13
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pertanian Organik Produksi pangan dunia meningkat secara drastis karena ditunjang dengan
adanya revolusi hijau, sehingga mampu mengatasi masalah rawan pangan di negaranegara berbagai belahan dunia termasuk Asia. Peningkatan produksi pangan tersebut sangat erat kaitannya dari penggunaan benih unggul, pupuk kimia atau pupuk anorganik, pestisida kimia, herbisida dan zat pengatur tumbuh. Akan tetapi program revolusi hijau tersebut hanya dapat berhasil pada wilayah dengan sumberdaya tanah dan air yang baik, serta infrastruktur yang mendukung (Sutanto, 2002) Menurut pengamat dan ahli dalam bidang ekologi, teknologi pertanian modern pada saat ini (yaitu pertanian yang bergantung dengan bahan kimia) berdasarkan fisik dan ekonomi dianggap telah berhasil mengatasi bahaya rawan pangan, tetapi ternyata harus ditukar dengan biaya yang mahal karena semakin meningkatnya kerusakan atau degradasi yang terjadi di lingkungan pertanian, seperti desertifikasi, kerusakan hutan, penurunan keragaman hayati, penurunan kesuburan tanah, akumulasi senyawa kimia dalam tanah maupun perairan, erosi tanah. Sampai saat ini masih menjadikan dilema berkepanjangan antara usaha meningkatkan produksi pangan dengan menggunakan pupuk kimia dan usaha pelestarian lingkungan yang berusaha mengendalikan ataupun membatasi penggunaan bahan-bahan tersebut dengan menggantikannya dengan bahan-bahan organik (Sutanto, 2002). Di Indonesia, produksi pangan terutama beras meningkat sejak revolusi hijau (green revolution), ini terbukti pada tahun 1985 Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras. Namun di sisi lain, dosis penggunaan pupuk dan pestisida sintetik yang bertujuan untuk memacu peningkatan produksi cenderung semakin tinggi. Menurut
14
Martodirekso dan Suriyatna (2001), bahwa dosis rekomendasi pupuk untuk padi adalah Urea 100 - 200 kg per hektar, TSP 50-75 kg per hektar. Pada saat ini dosis rekomendasi pupuk mencapai 200-250 kg per hektar Urea, 100-150 kg per hektar TSP, 50 kg per hektar ZA dan KCL 50-100 kg per hektar. Bahkan dilaporkan bahwa di Jawa, Lampung, dan Sulawesi Selatan tingkat penggunaan pupuk oleh petani telah melampaui dosis yaitu untuk Urea secara berturut-turut 112% dan 128% dan 189%, TSP 116%, 130%, 370% dan KCL 150%, 106% dan 116% dari dosis rekomendasi (Rukka et al. 2006).
Penerapan sistem pertanian intensif dan penggunaan input bahan kimia yang terus menerus menyebabkan kerusakan sifat fisik tanah, meningkatkan daya ketahanan (imunitas) hama dan patogen terhadap bahan kimia tertentu, serta berbagai masalah pencemaran lingkungan. Untuk itu, sistem pertanian dengan menggunakan bahan-bahan kimia dengan dosis tinggi seharusnya disesuaikan secara bertahap menjadi sistem pertanian yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan (hingga akhirnya sampai pada tahap pertanian organik), yang mengacu pada kelestarian sumberdaya alam pertanian dan kesehatan yang menggunakan bioteknologi pupuk hayati, pupuk organik dan pestisida organik. Menurut Sutanto (2002) tujuan utama pertanian organik berdasar atas ide yang berkembang pada kalangan masyarakat organik, diantaranya pada kalangan produsen, konsumen, peneliti, pecinta lingkungan dan pemerintah. Tujuan tersebut adalah : 1.
Menghasilkan pangan dengan kualitas gizi yang baik dan dalam jumlah yang cukup.
2.
Melaksanakan interaksi secara konstruktif dan meningkatkan taraf hidup dengan memperhatikan kondisi lingkungan.
3.
Mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah.
4.
Membantu dan melaksanakan usaha konservasi tanah dan air.
15
5.
Sedapat mungkin bekerja dengan bahan dan senyawa yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali.
6.
Menekan semua bentuk polusi yang diakibatkan oleh kegiatan pertanian.
7.
Mempertahankan keanekaragaman genetika siste pertanian dan sekelilingnya termasuk perlindungan pada habitat tanaman dan hewan. Pertania organik akan banyak memberikan keuntungan jika ditinjau dari aspek
peningkatan produksi tanaman maupun ternak, peningkatan kesuburan tanah serta dari aspek pelestarian lingkungan, pertanian organik mampu mempertahankan ekosistem. Dari segi ekonomi pertanian organik akan menghemat devisa negara untuk mengimpor pupuk, bahan kimia pertanian dan memberikan kesempatan lapangan kerja baru dan meningkatkan pendapatan petani. Pada prinsipnya pertanian organik sejalan dengan prinsip pengembangan pertanian dengan penggunaan input luar yang rendah (low external input sustainable agriculture atau LEISA). Secara umum prinsip LEISA adalah mengupayakan keanekaragaman hayati, memperbaiki kualitas hayati, memperbaiki kualitas tanah dan air serta pola aliran siklik dalam pengelolaan nutrien. Hong (1994) pada pertemuan FFTC (Food and Fertilizer Technology Center for the Asian and Pacific Region) menyatakan ada dua definisi mengenai pertanian organik, yaitu pertanian organik dalam definisi sempit dan pertanian organik dalam definisi luas. Dalam pengertian yang sempit, pertanian organik adalah pertanian tidak menggunakan pupuk kimia ataupun pestisida kimia, yang digunakan yang adalah pupuk organik, mineral dan material alami. Sedangkan pertanian organik dalam arti luas adalah usaha pertanian yang menggunakan pupuk kimia dan obat-obatan kimia pada tingkat minimum yang dikombinasikan dengan penggunaan pupuk organik dan bahan-bahan alami. Definisi sempit diperlukan sebagai alat legalitas terhadap
16
pemasaran
hasil pertanian yang diproduksi secara organik, diharapkan mampu
melindungi konsumen produk pertanian organik. Hal ini terkait dengan label sertifikasi organik yang memberikan jaminan kepada konsumen bahwa produk yang mereka beli adalah benar-benar merupakan hasil dari proses produksi secara organik. Definisi luas dari pertanian organik mencerminkan sebuah pendekatan praktis terhadap isu pertanian yang berkelanjutan (sustainability agriculture). 2.2.
Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petani Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa penggunaan input usahatani
juga berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Input-input yang bersifat risk reducing atau yang bersifat mengurangi risiko, diantaranya adalah input pupuk, pestisida, penggunaan tenaga kerja dan sarana irigasi. Penggunaan jenis dan jumlah input yang digunakan dalam usahatani, berada di bawah keputusan petani. Petani akan menentukan jumlah penggunaan input pupuk, pestisida dan tenaga kerja sesuai dengan pengetahuan, pengalaman dan informasi yang dimiliki petani. Menurut Villano et al. (2005) keberadaan risiko produksi akan mempengaruhi petani dalam mengambil keputusan dalam alokasi input usahatani. Beberapa studi
yang melakukan analisis estimasi fungsi produksi, fungsi
risiko dan juga melakukan estimasi sikap petani terhadap risiko yang dihadapi, antara lain Kumbhakar (2002), Villano et al. (2005), Fariyanti et al. (2007), Guan dan Wu (2009), dan Serra et al, (2009). Kumbhakar (2002) melakukan analisis fungsi produksi dengan memasukkan unsur risiko dan inefisiensi teknis terhadap petani salmon. Input yang diduga berpengaruh terhadap produksi dan risiko yang dihadapi petani adalah curahan tenaga kerja, jumlah pakan dan besarnya modal. Sedangkan Villano et al. (2005) melakukan studi mengenai risiko produksi, preferensi risiko dan
17
efisiensi teknis terhadap petani dengan menggunakan model yang dikembangkan oleh Kumbhakar (2002). Fungsi produksi rata-rata dan fungsi risiko yang dibangun Villano et al. (2005) dipengaruhi oleh faktor produksi luas lahan, pupuk, tenaga kerja, herbisida dan tahun dimana observasi dilakukan. Data yang digunakan adalah data panel dari 46 petani padi dari tahun 1990 sampai tahun 1997. Nilai preferensi risiko petani diestimasi dengan menggunakan Arrow Pratt absolute risk aversion (AR). Fungsi AR dalam analisisnya, dimodelkan mempunyai hubunagn linier dengan kesejahteraan petani dan keuntungan yang diperoleh petani dalam melakukan usahatani. Dalam mengukur kesejahteraan petani, Villano et al. (2005) menggunakan proxy income di luar usahatani padi dan aset yang dimiliki petani. Fariyanti et al. (2007) meneliti mengenai pengaruh risiko produksi dan risiko harga terhadap perilaku ekonomi rumah tangga petani. Dalam menganalisis risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis, digunakan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity (GARCH). Dimodelkan bahwa risiko produksi pada usahatani kentang dan kubis dipengaruhi oleh penggunaan input lahan, benih, pupuk, pestisida dan tenaga kerja. Serra et al. (2009) mengkaji mengenai perbedaan risiko dan preferensi risiko yang dihadapi oleh petani COP (Cereal, Oilsheed and Protein). Input yang digunakan dalam menganalisis fungsi produksi dan fungsi risiko adalah benih, pupuk, pestisida, air dan tenaga kerja. Guan dan Wu (2009) melakukan estimasi risiko produksi dan preferensi risiko petani dengan menggunakan model fungsi produksi Just Pope. Dimodelkan bahwa fungsi produksi dan fungsi risiko dibangun oleh faktor produksi lahan, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida dan benih. Nilai AR petani oleh Guan dan Wu (2009) diasumsikan mempunyai hubungan linier dengan tingkat kesejahteraan petani (didekati dengan nilai kekayaan petani), umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi dan jumlah
18
subsidi yang diterima petani. Disimpulkan bahwa preferensi risiko petani dipengaruhi oleh status kesejahteraan, tingkat pendidikan, umur petani, subsidi yang diterima petani dan jumlah keluarga petani yang terlibat dalam usahatani. Diantara studi yang menganalisis nilai preferensi risiko petani, Serra et al. (2009) menyatakan bahwa secara statistik, tidak ada perbedaan antara preferensi risiko petani COP organik dan konvensional, karena kedua kelompok petani tersebut sama-sama bersifat risk averse. Dengan menggunakan nilai absolute risk aversion yang dikembangkan Arrow-Pratt,
Kumbhakar (2002) juga menyimpulkan bahwa
semua petani salmon bersifat risk averse. Tingkat risk averse petani dapat disusun berdasarkan nilai AR yang dimiliki, sehingga semakin tinggi nilai AR petani berarti semakin tinggi sifat risk averse yang dimiliki petani tersebut dibandingkan dengan petani yang memiliki nilai AR yang rendah. Kumbhakar (2002) juga menyatakan bahwa hasil analisis Love dan Buccola menunjukkan bahwa preferensi risiko produser (dalam hal ini petani) sangat penting dalam pengambilan keputusan dalam alokasi input yang digunakan dan juga output yang dihasilkan, karena input dan output merupakan variabel yang dapat ditentukan atau dipilih oleh petani. 2.3.
Penelitian Mengenai Usahatani Organik Banyak penelitian atau studi yang telah dilakukan
terkait dengan pertanian
organik. Ada yang melakukan studi kelayakan ekonomi terhadap usaha pertanian organik, seperti Pazek dan Rozman (2007) dan Medina (2008). Sedangkan Rubinos et al. (2007), Serra et al. (2009) dan Madau (2005) melakukan studi komparatif antara usaha pertanian organik dan non organik. Edera et al. (2009) dan Ruka et al. (2006) menganalisis dari sisi perilaku petani terhadap usahatani organik. Pazek dan Rozman (2007) menganalisis kelayakan usahatani organik pada petani apel, plum dan domba di Slovenia menggunakan model simulasi Cost Benefit Analysis
19
(CBA). Usahatani organik layak untuk diusahakan, dengan asumsi bahwa harga hasil pertanian sesuai dengan harga yang diharapkan oleh petani. Studi yang dikaukan Medina (2008) adalah melakukan analisis kelayakan ekonomi dan strategi manajemen risiko pada usaha cereal, sayuran dan buah organik di Spanyol. Disimpulkan bahwa produksi yang dicapai pada usahatani organik cenderung lebih rendah dibandingkan usaha non organik. Tetapi usaha organik dan non organik mempunyai keberlangsungan ekonomi (economic viability) yang setara karena produk organik mempunyai harga yang lebih tinggi dari pada non organik. Studi komparatif yang dilakukan Rubinos et al. (2007) terhadap usaha padi organik dan non organik di Philipina menyatakan bahwa produksi usaha padi non organik 23% lebih besar dari usaha padi organik, tetapi usaha padi non organik mempunyai biaya input yang tinggi. Karena harga jual padi organik lebih tinggi maka penerimaan (return) usaha padi non organik lebih rendah bila dibandingkan dengan penerimaan usaha padi organik. Sedangkan Mandau (2005) melakukan komparasi estimasi efisiensi teknik antara pertanian cereal organik dan non organik di Italia, menyimpulkan bahwa efisiensi teknik pada pertanian cereal organik sedikit berada di bawah usaha cereal konvensional relatif terhadap masing-masing frontier-nya. Tetapi bukan berarti usahatani cereal konvensional lebih efisien dari pada usahatani cereal organik, karena kedua usahatani tersebut berada pada kondisi teknologi frontier yang berbeda. Studi yang dilakukan Serra et al. (2009) adalah membandingkan perbedaan risiko dan preferensi risiko petani . Dari hasil analisisnya diketahui bahwa usahatani organik mempunyai hasil per hektar yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional dan usahatani organik mempunyai keuntungan yang lebih tinggi, walaupun biaya yang dikeluarkan pada usahatani organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional. Usahatani organik mempunyai nilai koefisien variasi hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani konvensional.
20
Edera et al. (2009) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi daya tarik petani padi dalam melakukan usaha padi organik, menunjukkan bahwa daya tarik melakukan usaha padi organik dipengaruhi oleh luas lahan garapan, harga jual gabah organik, harga jual gabah non organik dan faktor kesuburan tanah. Disimpulkan bahwa usaha padi organik menguntungkan dari segi ekonomi. Sedangkan Rukka et al. (2006) meneliti hubungan antara karakteristik petani dengan respon petani dalam menggunakan pupuk organik pada usaha padi sawah menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan pupuk organik adalah luas lahan garapan dan pengalaman usahatani. Pendidikan formal tidak berpengaruh
pada respon petani dalam penggunaan pupuk
organik. Berbeda dengan dari penelitian diatas, Lien et al. (2002) melakukan analisis perbandingan risiko produksi, risiko harga dan risiko kebijakan antara usahatani organik dan konvensional di Norwegia. Disimpulkan bahwa risiko pendapatan yang paling tinggi terdapat pada usahatani organik. Sejalan dengan hasil penelitian Medina (2008), Lien et al. (2002) juga menyatakan bahwa usahatani organik merupakan usaha yang memiliki viabilitas atau keberlanjutan yang paling tinggi secara ekonomi dibanding dengan usahatani konvensional. Guan dan Wu (2009) melakukan analisis preferensi risiko menyatakan bahwa tingkat AR petani tidak dipengaruhi oleh umur dan pendidikan, tetapi dipengaruhi oleh jumah anggota keluarga yang berpartisipasi dalam proses produksi dan subsidi dari pemerintah yang diterima oleh petani.
2.4.
Tinjauan Studi Menggunakan Model Fungsi Just Pope Model fungsi produksi yang dikembangkan Just Pope banyak digunakan
sebagai model dalam penelitian ekonomi produksi dengan mempertimbangkan atau memasukkan unsur risiko di dalamnya. Beberapa peneliti yang telah mengembangkan model Just Pope sebagai alat analisis adalah Koundouri dan Nauges (2005), Eggert
21
dan Tveteras (2004), Fufa dan Hassan (2005), Guan dan Wu (2009), Serra et al. (2008), Kim dan Pang (2009). Kondouri dan Nauges (2005) mengestimasi fungsi produksi dan fungsi risiko produksi terhadap dua kelompok petani yang berhubungan dengan pengambilan keputusan petani untuk memilih mengusahakan salah satu diantara dua jenis usahatani sayuran dan sereal, dengan menggunakan data cross section terhadap 239 petani di Cyprus. Fungsi produksi dimodelkan dalam bentuk linear kuadratik sedangkan fungsi risiko dimodelkan berbentuk fungsi Cobb Douglas. Sedangkan besarnya variabilitas output dipengaruhi oleh kondisi alam (curah hujan, irigasi, tipe tanah) dan sosial ekonomi petani (jarak dari kota atau pelabuhan, pengalaman usahatani). Model fungsi produksi Just Pope digunakan oleh Kim dan Pang (2009) untuk meneliti dampak cuaca terhadap produksi padi dan risiko produksi padi. Variabel cuaca yang digunakan adalah variabel suhu, wilayah atau regional dan curah hujan diduga berpengaruh terhadap probabilitas sebaran hasil padi. Menggunakan panel data di 8 wilayah di Korea dari tahun 1977 sampai tahun 2008. Eggart dan Tveteras (2004) menggunakan model fungsi Just Pope untuk menganalisis hubungan antara penggunaan jenis gear dengan variasi hasil tangkapan yang diperoleh nelayan di Swedia. Baik fungsi produksi dan fungsi risiko dimodelkan dalam bentuk linear kuadratik. Menggunakan data 40 kapal penangkap ikan besar ditambah dengan data dari 61 kapal nelayan Norwegia yang diambil dari penelitian sebelumnya. Fufa dan Hasan (2007) mengaplikasikan model fungsi produksi Just Pope untuk menganalisis reaksi atau respon penawaran petani terkait dengan risiko produksi yang dihadapi petani.
Fungsi produksi rata-rata maupun fungsi risiko
dimodelkan berbentuk fungsi Cobb Douglas. Aplikasi model fungsi Just Pope juga diadopsi oleh Guan dan Wu (2009) untuk menganalisis preferensi risiko petani, risiko harga dan risiko produksi yang dihadapi petani dengan menggunakan 1 709 data
22
panel usahatani dari tahun 1990 sampai tahun 1999. Fungsi produksi dimodelkan dalam bentuk linear kuadratik dan fungsi risiko berbentuk fungsi Cobb Douglas. Serra et al. (2008) menggunakan model fungsi Just Pope untuk menganalisis perbedaan perilaku risiko antara petani organik dan konvensional. Pada fungsi produksi rata-rata dimodelkan berupa fungsi kuadratik dan pada fungsi risiko, Serra et al. (2008) menggunakan berbentuk fungsi Cobb Douglas. 2.5.
Model Probabilitas Penerapan Usahatani Dipengaruhi oleh Preferensi Risiko Petani
Padi
Organik
yang
Pengaruh preferensi risiko pada penerapan usaha padi organik dalam penelitian ini menggunakan pendekatan parametrik. Model fungsi yang digunakan adalah model fungsi produksi Just Pope. Model fungsi yang dikembangkan oleh Just Pope mempunyai konsep dasar bahwa fungsi produksi dibangun oleh dua buah komponen, yaitu fungsi produksi rata-rata dan fungsi varians atau fungsi risiko. Dari analisis fungsi produksi rata-rata dapat diketahui pengaruh input terhadap produksi. Dari fungsi risiko akan diketahui pengaruh penggunaan input terhadap risiko produksi yang dihadapi petani. Estimasi fungsi risiko tanpa dilakukan restriksi sehingga dapat diketahui sifat input yang digunakan merupakan input penambah risiko (risk increasing) atau input pengurang risiko (risk decreasing). Model fungsi produksi yang sering diaplikasikan sebagai alat analisis terhadap data kerat lintang (cross section) dengan memasukkan unsur risiko didalamnya adalah model fungsi produksi yang dikembangkan oleh Just Pope (1978) dan Kumbhakar (2002). Model fungsi Kumbhakar (2002) merupakan model fungsi produksi yang memasukkan komponen risiko dan inefisiensi teknik didalamnya. Tingkat inefisiensi teknis yang dicapai adalah merupakan pengukuran inefisiensi yang relatif terhadap suatu kelompok yang mempunyai teknologi yang sama. Sehingga tidak bisa dilakukan
23
perbandingan tingkat inefisiensi yang dicapai antar petani pada penggunaan teknologi yang berbeda. Sedangkan model Just Pope yang dibangun oleh fungsi rata-rata dan fungsi risiko bisa digunakan untuk menganalisis perbedaan risiko yang dihadapi antara dua kelompok petani padi, dimana kedua kelompok petani tersebut mempunyai perbedaan dalam penggunaan teknologi, yaitu petani padi organik dan petani padi non organik. Model fungsi Just Pope yang digunakan dalam penelitian ini telah di gunakan oleh oleh banyak peneliti sebelumnya seperti Koundouri dan Nauges (2005), Eggert dan Tveteras (2004), Fufa dan Hassan (2005), Guan dan Wu (2009) dan Serra et al. (2008). Sedangkan model fungsi probabilitas digunakan Frisvold et al. (2009) digunakan untuk mengetahui kemungkinan petani melakukan teknologi BMPs di Amerika. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adopsi BMPs dipengaruhi oleh pendidikan petani, pengalaman usahatani yang masih sedikit (usia lebih muda), harapan hasil relatif terhadap rata-rata dalam satu daerah dan variasi produksi dalam satu daerah (risiko produksi). Koundouri dan Nauges (2005) menggunakan model fungsi probabilitas untuk menganalisis kemungkinan petani memilih melakukan usahatani sayuran atau sereal. Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, dalam penelitian ini preferensi risiko petani digunakan sebagai salah satu faktor yang diduga mempengaruhi terhadap kemungkinan petani menerapkan usahatani organik, dimana didalamnya terdapat unsur risiko yang lebih besar dibanding dengan usahatani padi non organik. Penggunaan fungsi probabilitas dalam penelitian ini, akan dapat menjelaskan apakah preferensi risiko petani mempengaruhi keputusan petani dalam penerapan usahatani padi organik yang diduga berisiko lebih tinggi.
24
III. KERANGKA TEORITIS
Bab ini menjelaskan beberapa teori yang terkait dengan penelitian, yaitu teori produksi, risiko produksi dan preferensi risiko petani. Kerangka pemikiran disajikan dalam Sub Bab III ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas hubungan yang terjadi antar variabel, sedangkan tahapan operasional ditampilkan untuk memaparkan tahapan pemikiran yang penulis lakukan dalam penelitian ini. 3.1.
Teori Produksi Untuk menjelaskan mengenai risiko produksi yang terdapat dalam suatu
proses produksi, perlu dipelajari mengenai dasar teori produksi. Input-input yang digunakan dalam proses produksi bukan hanya berengaruh pada produktivitas yang dicapai, tetapi juga berpengaruh pada risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Menurut Beattie dan Taylor (1985) produksi merupakan kombinasi dan koordinasi beberapa material dan beberapa kekuatan (berupa input, faktor, sumber daya atau jasa produksi) untuk menciptakan suatu barang atau jasa (output atau produk). Sedangkan fungsi produksi adalah merupakan gambaran secara matematis dari berbagai kemungkinan produksi segara teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan. Sedangkan Debertin (1986) mendiskripsikan fungsi produksi sebagai hubungan teknik yang menggambarkan perubahan dari input atau sumberdaya, menjadi output atau komoditi. Beattie dan Taylor (1995) mendefinisikan fungsi produksi sebagai hubungan teknis antara variabel faktor produksi dengan output. Bentuk umum fungsi produksi secara matematik dinotasikan sebagai: y = f(x) y = f (x 1 , x 2 , x 3 ,…,x n )
25
Debertin (1986) menyebutkan bahwa model fungsi Cobb Douglas pada saat pertama kali diperkenalkan, dinotasikan sebagai : y = Ax 1 αx 2 1-α dimana : y = produksi x 1 = tenaga kerja x 2 = kapital Fungsi produksi Cobb Douglass dengan bentuk eksponen dapat diubah dalam bentuk fungsi persamaan linier berganda dengan melogaritmakan persamaan eksponensial tersebut kedalam logaritma dengan bilangan dasar 10 atau menggunakan natural logaritma dengan bilangan dasar e = 2.71828, sehingga dari bentuk eksponen : y = Ax 1 αx 2 1-α diubah menjadi bentuk logaritma : log y = log [Ax 1 αx 2 1-α]
log y = A + α log x 1 + (1-α) log x 2 Nilai α dan (1-α) menunjukkan nilai elastisitas variabel x 1 dan x 2 terhadap y. karena : Elastisitas produksi
y
=
=
=
= MPP •
=
= Ax 1
α
x 2 1-α
= αAx 1 =α
α-1
x 2 1-α =
•
26
α
=
=
•
α
= (α-1)Ax 1 x 2
(1-α)-1
= elastisitas variabel x 1
=
= (α-1)
(α-1) =
•
=
= elastisitas variabel x 2
Grafik fungsi produksi jangka pendek diiliustrasikan pada Gambar 1.
Sumber : Beattie dan Taylor (1985) Gambar 1. Tiga Tahap Kurva Produksi, Kurva Marginal dan Kurva Rata-Rata Produksi Keterangan : TPP : Total Produksi Fisik (Total Physical Product) APP : Rata-Rata Produktivitas Fisik (Average Physical Productivity) MPP : Produktivitas Marginal (Marginal Physical Productivity)
27
Daerah produksi dibagi menjadi tiga tahap daerah produksi. Tahap I pada fungsi produksi merupakan tahap dimana produktivitas dari input bersifat increasing terhadap pertambahan input x 1 . Fungsi produksi terus mengalami peningkatan yang terus bertambah sampai titik infleksi (titik belok). Setelah melewati titik belok, tingkat increasing yang dialami oleh fungsi produksi semakin menurun. Pada titik infleksi menunjukkan batas nilai produksi marginal yang semakin meningkat (increasing marginal return) dan mulai memasuki nilai marginal produksi yang semakin menurun (decreasing marginal return). Selanjutnya fungsi produksi mencapai titik maksimum dan setelah itu mulai mengalami penurunan produksi pada saat dilakukan penambahan input produksi x 1 . Hal ini akan terjadi misalnya pada saat dimana petani menggunakan input pupuk yang terlalu banyak yang sebenarnya hal tersebut akan menyebabkan kerugian atau penurunan terhadap hasil produksinya (Debertin,1986). Model fungsi produksi yang sering diaplikasikan dalam berbagai penelitian diantaranya model fungsi stokastik frontier. Coelli et al. (1998) menyatakan bahwa Aigner, Lovell dan Schmidt telah melakukan estimasi adanya fungsi produksi stokastik frontier dalam fungsi Cobb Douglas, dimana model dinotasikan : ln(y) = x i β + v i - u i dimana : ln(y) xi vi ui
= logaritma dari output = logaritma input yang digunakan = faktor eksternal yang mempengaruhi produksi = error term
Model tersebut kemudian dikembangkan oleh Kumbhakar (2002) yang menambahkan unsur risiko produksi ke dalam model fungsi produksi, yang dinotasikan : y
= f(x,z) + g(x,z)ε – q(x,z)u
28
dimana : y f(x,z) g(x,z) q(x,z)
= output = fungsi produksi rata-rata = fungsi risiko produksi = fungsi inefisiensi teknis
Robison dan Barry (1987) menyebutkan, model yang dikembangkan oleh Just Pope menunjukkan bahwa input yang digunakan berpengaruh terhadap fungsi produksi rata-rata dan fungsi varians, sehingga dapat dilakukan evaluasi mengenai input-input yang bersifat risk reducing atau risk increasing. Model fungsi Just Pope dinotasikan : y
= f(x,z) + g(x,z)ε
dimana : y = output f(x,z) = fungsi rata-rata g(x,z) = fungsi risiko 3.2.
Konsep Risiko Produksi dan Preferensi Risiko Petani Setelah mengetahui mengenai teori produksi, maka perlu untuk dijelaskan
lebih lanjut mengenai bagaimana risiko produksi terjadi dalam suatu proses produksi usahatani. Debertin (1986) menyebutkan bahwa Frank Knight membedakan definisi antara risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty). Risiko dapat didefinisikan sebagai situasi dimana pembuat keputusan mengetahui alternatif hasil dan kemungkinan dengan setiap hasilnya. (Bachus et al. 1997) juga menyatakan bahwa keadaan alam yang dihadapi petani, bisa dikatakan sebuah risiko apabila dapat diketahui kemungkinan terjadinya serta kemungkinan hasil yang diperoleh. Menurut Ellis (1988), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Menurut Debertin (1986) risiko adalah suatu kejadian yang kemungkinan
29
muncul dan menyebabkan fluktuasi hasil dimana kemungkinan/probabilitas hasil yang diterima dapat diestimasi. Sedangkan apabila pelaku usaha tidak memiliki data yang bisa dikembangkan untuk menyusun distribusi probabilitas akan timbulnya suatu kejadian, disebut ketidakpastian (uncertainty). McConell dan Dillon (1997) mengidentifikasi sumber risiko yang dihadapi petani dalam sistem usahatani berasal dari dua hal, yaitu : 1. Eksternal sistem usahatani, antara lain keadaan alam, ekonomi, keadaan sosial, kebijakan pemerintah dan kondisi politik. Usaha pertanian sangat tergantung dengan keadaan cuaca dengan segala ketidakpastiannya seperti musim kering yang berkepanjangan, banjir, badai atau dalam jangka panjang berupa terjadinya perubahan iklim (climate change). Risiko bersumber dari kondisi ekonomi adalah risiko pasar yang berhubungan dengan besarnya permintaan dan penawaran (akan mempengaruhi harga output dan input produksi), tingkat inflasi atau suku bunga dan risiko produktivitas yang disebabkan karena penerapan suatu teknologi baru. Kondisi sosial pada umumnya bukan merupakan suber risiko utama dalam sistem usahatani. Kontribusi kondisi sosial terhadap risiko usahatani adalah perubahan tingkat pendidikan dan gaya hidup, yang akan mempengaruhi pasokan tenaga kerja di bidang pertanian. 2. Internal sistem usahatani, terutama disebabkan karena faktor kesehatan, hubungan inter personal (dipengaruhi oleh personality, kebiasaan/attitudes dan aspirasi), serta faktor pendekatan yang dilakukan petani sebagai manager terhadap (a) konservasi dan degradasi sumber daya pertanian (resource and ecological risk), (b) penggunaan kredit pertanian (financial risk), dan (c) transfer usahatani antar generasi (succession risk).
30
Pada penggunaan input produksi pengurang risiko, misalnya penggunaan sistim irigasi, penggunaan pestisida, biaya yang dikeluarkan untuk memprediksi kondisi pasar yang akan datang, menyewa jasa konsultan profesional dan pemakaian peralatan/mesin baru merupakan beberapa cara dalam merespon adanya risiko yang dihadapi oleh pelaku produksi (Robison dan Barry, 1987). Dengan kata lain bahwa risiko yang dihadapi petani akan berpengaruh pada pemilihan jenis input yang digunakan. Jika petani bersifat risk averter, maka input yang menyebabkan variasi hasil akan dihindari oleh petani dan petani akan memilih input lain yang diperkirakan tidak menimbulkan variasi hasil yang besar. Variasi hasil akan berakibat pada variasi pendapatan petani. Risiko yang dihadapi petani bisa berupa risiko hasil atau risiko produksi, risiko penggunaan input dan risiko harga jual produksi. Risiko hasil ditimbulkan antara lain karena adanya serangan hama dan penyakit, kondisi cuaca/alam, pasokan air yang bermasalah dan variasi input yang digunakan. Serangan hama dan penyakit yang diatasi secara organik mempunyai dampak terhadap variasi produksi yang lebih tinggi dari pada jika serangan hama penyakit diatasi secara kimia. Kondisi alam juga berpengaruh terhadap variasi hasil misalnya dengan kondisi curah hujan yang sangat besar ataupun curah hujan yang sangat kecil bisa menimbulkan gagal panen, seperti diilustrasikan pada Gambar 2. Dari Gambar 2 dapat dijelaskan mengenai pengaruh curah ujan terhadap risiko produktivitas yang dihadapi oleh petani. Dalam pemakaian input X yang sama, yaitu sebesar 50 kg per hektar, akan memberikan hasil yang berbeda karena dipengaruhi oleh tingkat curah hujan yang berbeda, yaitu kondisi curah hujan yang bagus yang mendukung tingginya produktivitas dan curah hujan yang menyebabkan turunnya produktivitas.
31
Sumber : McConell, 1997 Gambar 2.
Respon Ketidakpastian Produksi Y Karena Penggunaan Input X dan Kondisi Curah Hujan yang Berbeda
Just Pope telah mempelajari banyak mengenai isu penting yang menyertakan input penurun risiko. Model fungsi produksi dengan memasukkan unsur risiko didalamnya : q = f(x) + g(x)ε x merupakan faktor produksi yang digunakan, ε mengikuti distribusi ε~(0,σ2 e ), q adalah besarnya produksi yang dicapai, f(x) adalah fungsi produksi rata-rata sedangkan g(x) adalah fungsi varians atau fungsi risiko (Robison dan Barry, 1987). Apabila hasil yang dicapai dalam suatu proses produksi sebesar q dan input yang digunakan adalah x i , ( i = 1,2, …, n) maka ada 7 asumsi yang harus dipenuhi oleh suatu input sebagai input yang bersifat pengurang risiko, yaitu (Robison dan Barry, 1987) : 6.
E(q) > 0 ; harapan hasil untuk q berniali positif.
7.
∂E(q)/∂x i > 0 ; input mempunyai kontribusi positif terhadap proses produksi.
32
8.
∂2E(q)/∂x i 2 < 0 ; produktivitas marginal dari input harus bersifat deminishing pada beberapa titik.
9.
∂E(q)/∂σ2 e = 0 ; output yang diharapkan bisa bernilai konstan , walaupun mengurangi varians dari komponen random error.
10.
∂σ2(q)/∂x i
0 ; perubahan dalam varians berhubungan dengan perubahan
dalam penurunan risiko terhadap input, mempunyai tanda yang tidak konstan. 11.
∂σ2(∂q/∂x i )/∂x i
0 ; Perubahan dalam varians dari produksi marginal bisa
bernilai positif, negatif atau nol. 12.
f(θ x ) = θf(x) ; bersifat konstan stochastik return to scale. Debertin (1986) menjelaskan, dalam melakukan usahatani petani memilih
menggunakan
input
x
dengan
jumlah
tertentu
dengan
harapan
mampu
memaksimalkan utilitas (dalam hal ini utilitas petani didekati dengan besarnya penerimaan). Dengan asumsi bahwa fungsi utilitas merupakan fungsi yang memaksimalkan utilitas yang diharapkan (EU/expected utility) maka : EU [π(x;p,w)] dapat ditulis sebagai : U = U [E(π(.)), var(π(.))] dimana Eπ(.) adalah fungsi keuntungan dan var π(.) adalah variansnya Jadi fungsi U merupakan suatu fungsi utilitas yang terdiri dari keuntungan dan varians dari keuntungan tersebut, Eπ = p.g(x) – w’x = p. Ey – w’x
dan
var π = p2. var y ∂U/∂Eπ(.) neutral.
0 maka petani bisa bersifat risk averse, risk taker dan risk
33
Dengan penggunaan model fungsi Just Pope, maksimisasi terhadap utilitas yang diharapkan adalah sama dengan memaksimalkan rata-rata standar deviasi, atau EU (π(x; p, w)) = max V(μ, σ) dimana : μ = Eπ = p.g(x) – w’x σ = p.h(x)σ ε Ada tiga macam tipe seorang pengambil keputusan sehubungan dengan preferensi terhadap risiko yang dihadapinya. Ketiga tipe tersebut adalah (1) risk taker, (2) risk neutral, dan (3) risk averse. Preferensi terhadap suatu risiko dapat diidentifikasi dengan menggunakan fungsi utilitas yang diasumsikan sebagai fungsi kuadratik : U = z + bz2 Variabel z merupakan variabel tingkat utilitas yang dicapai (didekati dengan besarnya income) sehingga, apabila z diganti dengan harapan income atau E(z) maka utilitas yang diharapkan adalah E(U) = E(z) + bE(z2) dimana E(z2) = σ2 + [E(x)]2 sehingga ; E(U) = E(x) + b[E(x)]2 + bσ2 Jadi, fungsi utilitas bukan hanya fungsi dari harapan income, tetapi juga merupakan fungsi dari variansnya, seperti digambarkan dalam Gambar 3. Gambar 3 menunjukkan perbedaan perilaku petani terhadap risiko income yang dihadapi. Petani risk averse mengharapkan income yang lebih tinggi dengan bertambahnya risiko income yang dihadapi, artinya apabila petani risk averse akan mengambil suatu peluang dengan risiko yang lebih besar akan mengharapkan income yang semakin besar pula. Sedangkan perilaku petani risk taker akan mengambil suatu
34
kesempatan walaupun hasil yang diperoleh rendah tetapi mempunyai peluang mendapatkan keuntungan lebih besar atau mengalami kerugian yang lebih besar pula. Petani risk neutral menunjukkan perilaku akan mempunyai harapan income yang sama, tidak dipengaruhi oleh besarnya risiko yang dihadapi.
Sumber : Debertin, 1986 Gambar 3. Kurva Indiffenence yang Menghubungkan Varians Income dengan Income yang Diharapkan Kurva indifference yang menunjukkan hubungan kombinasi dari income dan variansnya yang menghasilkan jumlah utilitas yang sama, kemungkinan didapatkan dengan berasumsi bahwa U sama dengan Uo ∂Uo = 0 = (1 + 2b) ∂E(x) + b∂(σ2) dimana, ∂E/∂σ2 = -b/[1 + 2bE(x)] Nilai [1 + 2bE(x)] selalu bertanda positif. Kemiringan dari kurva indiferen tergantung pada nilai b. Jika b = 0 menunjukkan bahwa petani bersifat risk neutral. Jika b > 0 menunjukkan bahwa petani tersebut risk taker, kurva indiferen mempunyai kemiringan/slope negatif dan apabila b < 0 menunjukkan bahwa perani tersebut risk
35
averse dan kurva indiferen mempunyai kemiringan positif. Hubungan antara tingkat utilitas dengan income petani pada preferensi risiko petani diilustrasikan pada Gambar 4.
Sumber : Ellis, 1988 Gambar 4. Teori Utilitas dari Pilihan-Pilihan yang Mengandung Risiko Pada Gambar 4 dapat dijelaskan bahwa Garis DC merupakan garis linier yang mengambarkan
hubungan
antara
utilitas
dan
income
dan
mempunyai
kemiringan/slope positif, yang berarti semakin banyak income, semakin besar kepuasan atau utilitas seseorang. I 1 dan I 2 merupakan income dengan tingkat risiko yang berbeda dengan kemungkinan kejadian p 1 dan p 2 dimana p 1 + p 2 = 1. Apabila seseorang mempunyai income sebesar I A dimana I A mempunyai utilitas yang sama dengan I E dan orang tersebut akan menolak untuk mendapatkan income yang lebih besar dari I A (yaitu I E ) dengan tujuan untuk mencari kepastian income, maka orang
36
tersebut dikatakan bersifat risk averse, seperti yang ditunjukkan dalam fungsi utilitas DAC yang bersifat decreasing marginal utility. Apabila seseorang yang utilitasnya sama antara income yang pasti diperoleh (I E ) dan dengan income yang beresiko (I A dan I B ) dan dia memilih untuk mendapatkan income sebesar I E , maka orang tersebut dikatakan bersifat risk neutral, seperti ditunjukkan dalam garis fungsi utilitas DC. Sedangkan apabila seseorang lebih suka untuk memilih income yang lebih tinggi lagi untuk mencapai utilitasnya, dan orang tersebut tidak memilih untuk income sebesar I A ataupun I E , tetapi akan memilih untuk mencapai income sebesar I B , maka orang tersebut bersifat risk taker, dengan kurva utilitas DBC yang bersifat increasing marginal utility (Elis, 1988). Menurut Ellis (1988), beberapa persoalan utama yang banyak menjadi topik perhatian penelitian dimana di dalamnya mencakup aspek perilaku risiko petani dan menyangkut mata pencaharian atau sumber pendapatan yang diperoleh petani kecil dan keluarganya antara lain : 1. Petani kecil pada umumnya bersifat risk averse. Sifat ini diindikasikan mengakibatkan ketidakefisienan dalam penggunaan sumber daya pada tingkat petani. 2. Petani kecil dengan sifat risk averse akan menyebabkan pola tanam atau pola pengelolaan usahatani, akan lebih ditujukan pada kecukupan kebutuhan pangan keluarga, dibandingkan dengan usaha memaksimalkan hasil ataupun memaksimalkan keuntungan. 3.
Petani kecil yang bersifat risk averse akan lebih terhambat dalam proses adopsi terhadap inovasi yang mampu meningkatkan hasil dan juga income petani. Hal ini sangat erat kaitannya dengan konsep risiko terhadap ketidakmampuan atau keterbatasan informasi. Petani merasa tidak percaya
37
dan ragu-ragu terhadap suatu inovasi, karena adanya
keterbatasan
pengetahuan dan pengalaman yang terkait dengan inovasi tersebut. Hal penting yang juga menghambat petani kecil dalam proses adopsi teknologi adalah dibutuhkan biaya tinggi dalam mengaplikasikan teknologi yang ditawarkan, di sisi lain petani kecil tidak mempunyai akses terhadap kredit perbankan. 4. Sifat risk averse petani akan menurun atau berkurang sejalan dengan peningkatan income atau kesejahteraan. Kesejahteraan yang lebih tinggi yang dicapai petani akan akan berpengaruh pada kemampuan petani dalam menutup kerugian yang mungkin disebabkan karena pengambilan keputusan yang berisiko. Sehingga dapat dikatakan bahwa semakin tinggi income petani, diharapkan akan lebih efisien dalam pengelolaan usahataninya, sehingga lebih mempunyai keinginan untuk melakukan suatu inovasi baru dan lebih besar akses yang dimiliki petani terhadap kredit perbankan. Dalam melakukan usahatani padi, petani akan selalu menghadapi risiko produksi. Seperti yang telah dijelaskan dalam Bab II, ada indikasi bahwa risiko yang dihadapi oleh petani padi organik lebih besar jika dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Petani yang bersifat risk averse akan cenderung memilih untuk melakukan usahatani padi non organik yang mempunyai variasi produktivitas lebih kecil. Sedangkan untuk petani yang bersifat risk taker kemungkinan cenderung memilih melakukan usahatani padi organik yang mempunyai peluang hasil yang tinggi, tetapi ada kemungkinan akan mengalami gagal panen. Robison dan Barry (1987) menyatakan bahwa preferensi risiko petani dapat diukur dengan menggunakan fungsi Arrow-Pratt absolute risk aversion yang menggambarkan suatu hubungan fungsional antara tingkat risk aversion petani
38
dengan kekayaan atau tingkat kesejahteraan sebagai fungsi utilitas individu petani tersebut. Disebutkan bahwa fungsi absolute risk aversion R(y) merupakan suatu cara pengukuran risiko yang unik, yang dihubungkan dengan fungsi utilitas yang dimiliki seseorang U(π). R(y) = – dimana : U(π) π
= fungsi utilitas dari individu = penghasilan/pendapatan individu
Pengambil keputusan dikatakan bersifat : (a) risk averse apabila nilai R(y) > 0, (b) risk neutral apabila R(y) = 0, dan (c) risk taker apabila R(y) < 0. Preferensi risiko akan berubah seiring dengan perubahan penghasilan seseorang. Apabila : R'(y) < 0
pengambil keputusan dikatakan sebagai decreasing absolute risk aversion (DARA), preferensi risiko seseorang akan lebih bersifat risk taker dengan meningkatnya penghasilan atau kesejahteraan.
R'(y) = 0
pengambil keputusan dikatakan sebagai constant absolute risk aversion (CARA), artinya preferensi risiko seseorang yang tidak berubah apabila terjadi perubahan kesejahteraan.
R'(y) > 0
pengambil keputusan dikatakan sebagai increasing absolute risk aversion (IARA), berarti preferensi risiko seseorang yang semakin bersifat risk averse apabila penghasilannya atau kesejahteraannya semakin meningkat.
39
Dalam menghadapi berbagai risiko yang timbul pada saat mengelola usahatani, petani mempunyai beberapa strategi yang dilakukan untuk meminimalkan kerugian yang ditimbulkan dari risiko tersebut. Setiap strategi tersebut akan mengurangi kerugian yang ditimbulkan pada saat kondisi alam tidak menguntungkan atau kondisi pasar yang tidak berpihak kepada petani. Tetapi strategi yang dilakukan petani tersebut juga bisa menurunkan potensial keuntungan apabila kondisi alam ataupun pasar berada pada posisi yang menguntungkan bagi petani. Beberapa strategi yang dilakukan petani dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian, menurut Debertin (1986) : 1. Asuransi Asuransi biasanya digunakan petani pada situasi dimana kemungkinan peluang kejadiannya rendah dan menimbulkan potensi kerugian yang besar. 2. Kontrak penjualan Kontrak penjualan dilakukan terhadap komoditi yang telah ditentukan, pada tingkat harga tertentu dan jangka waktu pengiriman yang telah ditentukan pada awal kontrak. Sehingga terbentuk future market yang merupakan mekanisme untuk mengatasi risiko ketidakpastian harga dengan menentukan harga yang disepakati antara petani dan pembeli, dimana pembayarannya dilakukan setelah panen. Namun kontrak ini juga akan membatasi keuntungan potensial bagi petani apabila harga pasar berpihak pada petani. 3. Peralatan dan fasilitas yang fleksibel Dalam kondisi fluktuasi harga yang tajam, akan lebih baik apabila petani memilih untuk menggunakan peralatan yang fleksibel . Sedangkan bagi petani yang menghadapi kondisi dimana fluktuasi harga tidak begitu besar, maka akan lebih baik jika menggunakan peralatan atau fasilitas yang spesifik.
40
4. Diversifikasi Merupakan strategi yang digunakan petani dalam menghadapi ketidakpastian harga dan ketidakpastian hasil yang dicapai. Agar lebih efektif, dalam menghadapi fluktuasi harga dan income, maka usaha diversifikasi yang dilakukan harus mempunyai harga dan hasil yang saling berlawanan antara usaha yang satu dengan yang lainnya. 5. Kebijakan pemerintah Kebijakan pemerintah pada umumnya bertujuan untuk mengurangi ketidakpastian harga pasar dibanding dengan ketidakpastian hasil yang dicapai. Kebijakan harga dasar dari pemerintah terhadap komoditi tertentu biasanya mempunyai tujuan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Kebijakan dari pemerintah yang lain
misalnya adanya subsidi yang diberikan kepada petani. 3.3.
Faktor Penentu Penerapan Usahatani Padi Organik Pada Sub Bab terdahulu telah dijelaskan mengenai teori produksi, risiko
produksi dan preferensi risiko petani. Hubungan antara input yang digunakan, risiko produksi yang dihadapi petani serta preferensi risiko petani dalam penerapan usahatani padi organik, dijelaskan dalam Sub Bab ini. Tingkat produktivitas yang dicapai petani dalam berusahatani tidak terlepas dengan
risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Input yang digunakan akan
mempengaruhi tingkat risiko produksi, karena input yang digunakan dalam melakukan usahatani bisa bersifat risk decreasing yang mampu menurunkan tingkat risiko produksi atau input bersifat risk increasing yang menyebabkan meningkatnya risiko produksi. Penggunaan berbagai input ditentukan oleh petani sebagai pengelola usahatani. Kumbhakar (2002) menyebutkan bahwa petani memutuskan untuk memilih
41
jenis dan jumlah input yang dipakai, dipengaruhi oleh preferensi risiko. Petani padi di Kabupaten Sragen dihadapkan pada dua pilihan usahatani padi dengan teknologi yang berbeda. Pilihan pertama adalah usahatani padi non organik yang bersifat capital intensive, dan mempunyai kemungkinan rata-rata hasil lebih rendah dan tingkat risiko yang lebih rendah. Sedang pilihan kedua adalah usahatani padi organik, yang bersifat labour intensive dengan input luar yang rendah dan mempunyai kemungkinan rata-rata hasil lebih tinggi dan diikuti dengan risiko lebih tinggi seperti yang telah ditunjukkan pada data Tabel 3. Banyak faktor yang diduga mempengaruhi petani dalam memilih melakukan usahatani padi organik yang di dalamnya terdapat risiko lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Faktor tersebut di antaranya adalah umur, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani padi, luas lahan, status lahan, pengalaman berusahatani padi dan preferensi risiko petani. Umur petani mencerminkan kekuatan fisik petani, dan kekuatan fisik petani akan berhubungan dengan usahatani padi organik yang bersifat labour intensive. Sehingga umur petani diduga merupakan faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan usahatani organik. Tingkat pendidikan formal dan non formal petani akan mempengaruhi pengetahuan dan penguasaan teknologi. Pengalaman berusahatani pada umumnya akan berpengaruh pada tingkat penguasaan usahatani yang lebih baik dan akan mempunyai keinginan untuk mencoba melakukan cara usahatani yang baru. Adanya pendapatan lain yang diperoleh di luar usahatani padi juga mempengaruhi keputusan melakukan usahatani padi organik karena apabila petani mempunyai penghasilan di luar usahatani padi, diperkirakan petani akan lebih berani menghadapi risiko kegagalan produksi. Sedangkan preferensi risiko petani berpengaruh pada keberanian petani
42
dalam mengambil keputusan berisiko. Untuk lebih memperjelas, maka ditampilkan Gambar 5 mengenai kerangka pemikiran dalam penelitian ini.
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Penelitian. Preferensi risiko mempengaruhi petani dalam menentukan jumlah dan jenis input usahatani (Kumbhakar, 2002). Keputusan petani melakukan usahatani padi organik yang bersifat padat tenaga kerja dan berisiko lebih tinggi atau memilih melakukan usahatani padi non organik yang bersifat padat modal yang didalamnya mempunyai risiko produksi lebih rendah, dipengaruhi oleh preferensi risiko petani. Sedangkan preferensi risiko petani dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi yang melekat pada diri petani. Sebagaimana dikemukakan dalam hasil penelitian Guan dan Wu (2009), bahwa
preferensi risiko petani dipengaruhi oleh status
kesejahteraan, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam proses produksi dalam usahatani, umur dan subsidi yang diterima oleh petani. Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang berpengaruh pada preferensi risiko petani adalah aset
43
petani, pendapatan di luar usahatani, pengalaman usahatani dan status lahan garapan. Keempat faktor tersebut merupakan hal yang diduga berpengaruh terhadap preferensi risiko petani di lokasi penelitian. Dalam penelitian ini data aset yang dimiliki petani tidak dapat diperoleh, maka untuk mendekati data aset petani digunakan proxy luas lahan yang dimiliki petani. Lahan yang dimiliki petani meliputi luas lahan rumah, pekarangan, kebun, sawah dan tegalan. Tingkat kesejahteraan petani tidak diukur dari pendapatan usahatani, karena pendapatan dari usahatani padi yang diterima petani berfluktuasi di setiap musim panen. Faktor pendapatan di luar usahatani akan berpengaruh pada penerapan usahatani padi organik. Petani yang mempunyai pendapatan di luar usahatani padi akan cenderung lebih berani menghadapi risiko gagal panen. Faktor pengalaman usahatani padi akan berpengaruh pada penerapan usahatani padi organik, karena petani dengan pengalaman lebih lama akan cenderung lebih cakap dalam mengatasi permasalahan dalam proses produksi. Petani pada awalnya akan melihat, lalu mencoba melakukan usahatani padi dengan menggunakan pupuk organik yang masih ditambah dengan pupuk kimia, kemudian akan menerapkan usahatani organik secara murni. Sehingga pengalaman usahatani mempengaruhi penerapan usahatani padi organik. Faktor status lahan garapan kemungkinan besar berpengaruh pada penerapan usahatani organik karena petani dengan lahan sewa atau bagi hasil ada kecenderungan tidak akan berani menghadapi risiko produksi gagal panen. 3.4.
Kerangka Pemikiran Operasional Sub Bab ini menjelaskan tahapan operasional dalam suatu penelitian. Tahapan
operasional yang merupakan gambaran secara garis besar mengenai langkah penelitian, sehinga pada penelitian yang berbeda bisa mempunyai tahapan penelitian
44
yang berbeda pula. Setiap tahap penelitian mempunyai karakteristik dan aktivitas pekerjaan yang berbeda. Tahapan yang dilakukan sebelumnya merupakan persiapan untuk melangkah pada tahap selanjutnya (Graziano dan Raulin, 1989). Tahapan pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ide untuk meneliti mengenai penerapan usahatani padi organik yang mendapat respon sangat lambat dari petani. Selama sepuluh tahun usahatani organik digalakkan, kurang dari 1% petani yang melakukan usahatani organik secara murni. Data sekunder mengenai produktivitas yang dicapai petani organik menunjukkan bahwa pada usahatani padi organik mempunyai risiko lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Tahap kedua adalah menyusun pertanyaan riset, yaitu permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian. Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada risiko produksi usahatani organik, bagaimana sikap petani terhadap risiko dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi sikap petani terhadap risiko. Tahap ketiga adalah menentukan alat analisis data yang akan digunakan dalam menjawab pertanyaan pada tahap kedua. Diikuti dengan tahap menentukan data-data yang digunakan dalam penelitian dan langkah selanjutnya adalah menentukan metode dalam pengambilan sampel. Tahap berikutnya adalah melakukan pengambilan data di lokasi penelitian berdasar pada metode yang telah dirancang pada tahap sebelumnya. Setelah data terkumpul, tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data berdasar pada alat analisis yang telah dirancang sebelumnya. Tahap selanjutnya adalah interpretasi hasil analisis, juga merupakan jawaban dari pertanyaan riset. Tahap terahir adalah menyimpulkan dari hasil interpretasi. Tahapan pemikiran operasional penelitian selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 6.
45
Gambar 6. Tahapan Operasional Penelitian
46
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sragen, propinsi Jawa Tengah dengan
pertimbangan bahwa Kabupaten Sragen merupakan salah satu daerah penghasil padi potensial di Jawa Tengah yang tengah mengembangkan usahatani padi organik. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Bappeluh Kabupaten Sragen, pada tahun 2009 terdapat sekitar 19% lahan sawah semi organik dan organik yaitu seluas 8 007 hektar dari jumlah keseluruhan lahan sawah yang ada di Kabupaten Sragen yaitu 42 399 hektar (Bappeluh Kabupaten Sragen, 2009). Dari 20 kecamatan yang ada di Kabupaten Sragen dipilih secara sengaja (purposive) 2 kecamatan yang mempunyai kriteria : 13.
Mempunyai jumlah petani organik yang besar.
14.
Mempunyai keragaman luas lahan yang diusahakan oleh petani.
15.
Keberagaman status kepemilikan lahan.
16.
Kondisi lahan pertanian yang relatif tidak jauh berbeda antara lahan yang digunakan pada usahatani padi organik dan usahatani padi non organik, yaitu lahan dengan ketersediaan air yang cukup atau tersedianya sarana irigasi yang baik.
Kriteria tersebut dimaksudkan agar dapat menangkap keragaman informasi mengenai luas lahan dan status kepemilikan lahan yang terdapat di lokasi
penelitian dan
menghindari perbedaan produktivitas yang yang disebabkan karena adanya perbedaan tingkat kesuburan lahan pertanian. Setelah dilakukan pengkajian dan diskusi bersama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, maka kecamatan yang memenuhi kriteria
47
tersebut diatas adalah Kecamatan Gondang dan Kecamatan Sambirejo. Mekanisme penentuan lokasi penelitian seperti digambarkan dalam Gambar 7.
Gambar 7. Bagan Penentuan Lokasi Penelitian 4.2.
Metode Pengambilan Sampel Konsep penting dalam metode pengambilan sampel (sampling) adalah bahwa
sampel harus bersifat mampu mewakili populasi (representativeness), hal ini nantinya akan berhubungan dengan kemampuan sampel untuk dilakukan generalisasi (generalizability) (Graziano dan Raulin, 1989). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 60 sampel, terdiri dari dua kelompok sampel petani, yaitu kelompok petani padi organik berjumlah 30 sampel dan kelompok petani padi non organik berjumlah 30 sampel. Pengambilan sampel petani dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Langkah dalam pengambilan sampel petani non organik : 1.
Di lokasi Kecamatan Gondang, dipilih secara acak sederhana dua kelurahan, didapatkan Kelurahan Tunggul dan Kelurahan Bumiaji. Kecamatan Sambirejo dipilih satu kelurahan secara acak sederhana, diperoleh Kelurahan Jetis.
48
2.
Kelurahan Tunggul terdapat 12 kelompok tani, kemudian dipilih secara acak sederhana tuga kelompok tani, diperoleh kelompok tani : (1) Rukun Tani, (2) Tani Maju, dan (3) Sumber Tani.
3.
Kelurahan Bumiaji terdapat 7 kelompok tani, dipilih secara acak sederhana tiga kelompok tani, yang terpilih adalah kelompok tani : (1) Sri Makmur, (2) Sido Makmur, dan (3) Ngudi Lestari.
4.
Kelurahan Jetis terdapat 6 kelompok tani, dipilih secara acak sederhana 3 kelompok tani, yang terpilih adalah kelompok tani : (1) Tani Lestari, (2) Tani Makmur, dan (3) Tani Lestari 2.
5.
Masing-masing kelompok tani, dipilih secara acak sederhana empat orang anggotanya, untuk dijadikan responden petani padi non organik.
Langkah pengambilan sampel petani organik : 1.
Populasi petani organik sebanyak 5 kelompok tani yang berada di Desa Sukorejo, Kecamatan Sambirejo, yaitu kelompok tani : (1) Sri Makmur, (2) Gemah Ripah, (3) Sri Rejeki, (4) Margo Rukun I, dan (5) Margo Rukun II.
2.
Setiap kelompok tani organik diambil enam sampel petani secara acak sederhana, yang akan dijadikan sebagai petani responden. Data nama kelompok tani dalam satu kelurahan, diperoleh dari koordinator
penyuluh pertanian lapangan kelurahan. Sedangkan data anggota kelompok tani, diperoleh dari ketua kelompok tani. 4.3.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Data primer antara lain adalah data tentang karakteristik petani (umur, pendidikan, pengalaman usahatani, pekerjaan sampingan), penguasaan lahan
49
pertanian, penggunaan jumlah dan jenis input, dan jumlah output usahataninya. Selain itu juga digali mengenai data kualitatif mengenai sikap dan pendapat petani terkait pada usahatani padi organik, sikap terhadap risiko yang dihadapi dalam melakukan usahatani padi organik dan kendala petani dalam melakukan usahatani padi organik. Data usahatani yang dipakai dalam penelitian ini adalah data usahatani padi pada musim tanam I, dimulai pada bulan November 2009 sampai bulan Februari 2010. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan petani responden berdasarkan pada kuesioner yang telah disiapkan. Data sekunder berasal dari instansi Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Sragen dan Badan Pelaksana Penyuluhan (Bappeluh) Kabupaten Sragen dan Badan Penyuluh Pertanian (BPP) Kecamatan Gondang dan Kecamatan Sambirejo. 4.4.
Metode Analisis Data Alat analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah model fungsi
Just Pope dan fungsi probit. Model fungsi Just Pope digunakan untuk menganalisis pengaruh input terhadap risiko produksi yang dihadapi petani. Sedangkan fungsi probit digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kemungkinan petani melakukan atau menerapkan usahatani padi organik. Dalam penelitian ini fungsi produksi dan fungsi risiko dalam model fungsi Just Pope dimodelkan berbentuk fungsi Cobb Douglas. 4.4.1. Analisis Pengaruh Input Terhadap Risiko Produksi Untuk menganalisa risiko produksi yang dihadapi oleh petani, menggunakan model fungsi Just Pope yang bisa menjelaskan bahwa produksi yang dihasilkan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor produksi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor risiko.
50 y = f(x,β) + u = f(x,β) + g(x,α)ε dimana : y f(x) g(x) x β α ε
= hasil yang dicapai = fungsi produksi rata-rata = fungsi risiko atau fungsi varians = input yang digunakan = parameter fungsi produksi yang diestimasi = parameter fungsi risiko yang diestimasi = error term dengan E(ε) = 0 dan var(ε) = σ ε 2
Model fungsi Just Pope mensyaratkan bahwa tidak ada restriksi yang dilakukan pada efek risiko dengan menggunakan syarat bahwa
∂[var(y)]/∂x k =
∂h(x)/∂x k yang mempunyai kemungkinan bernilai ≤ 0, atau ≥ 0 yang menunjukkan bahwa input tersebut bersifat risk increasing atau risk decreasing terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani. Fungsi produksi dan fungsi risiko diasumsikan berbentuk fungsi produksi Cobb Douglas sebagai berikut : f(x) = β 0 .
eεi
g(x) = α 0 .
eεi …………………..………………..………………..(2)
……………….……………..…………………….. (1)
y org = f(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 ) + g(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 )ε i ……….…….…………………. (3)
Nilai parameter yang diharapkan adalah : β 0 , β 1 , β 2 , β 3 , β 4 > 0 ; sedangkan α 1 , α 4 < 0 dan α 2 , α 3 > 0 dimana : y org f(x i ) g(x i ) x1 x2 x3
= produktivitas padi organik (kuintal/ha) = fungsi produksi = fungsi risiko = jumlah benih yang digunakan (kg/ha) = jumlah pupuk organik yang digunakan (kuintal/ha) = jumlah pestisida organik yang digunakan (liter/ha)
51
x4 = jumlah tenaga kerja yang digunakan (HKP/ha) εi = error term dari fungsi risiko produksi Fungsi produktivitas usahatani padi non organik diformulasikan : f(x)
= β0.
eεi
g(x)
= α0.
eεi ……...…………...……….……………..……… (5)
……...………………….………………..………
(4)
y non = f(x 1 , x 2 , x 3 , x 4, x 5 , x 6 , x 7 ) + g(x 1 , x 2 , x 3 , x 4, x 5 , x 6 , x 7 )ε ………..…. (6) Nilai parameter fungsi rata-rata yang diharapkan adalah : β 0 , β 1 , β 2 , β 3 , β 4, β 5 , β 6 , β 7 > 0 ; Nilai parameter fungsi risiko yang diharapkan : α 1 , α 2 , α 3 , α 4, α 5 , α 6 , α 7 < 0 dimana : y non f(x i ) g(x i ) x1 x2 x3 x4 x5 x6 x7 ε
= produktivitas padi non organik (kuintal/ha) = fungsi produksi = fungsi risiko = jumlah benih yang digunakan (kg/ha) = pupuk urea yang digunakan (kg/ha) = jumlah pupuk kimia lain (SP 36, KCl) yang digunakan (kg/ha) = jumlah pupuk NPK yang digunakan (kg/ha) = jumlah pupuk organik yang digunakan (kg/ha) = pestisida organik yang digunakan (Rp/ha) = tenaga kerja yang digunakan (JKP/ha) = error term dari fungsi risiko produksi
Estimasi fungsi risiko produksi yang dihadapi petani dilakukan melalui tahap-tahap : 1. Meregresikan nilai y terhadap x sehingga diperoleh nilai residual ε. 2. Melakukan tahapan MNLS (Multi Stage Non-Linear Least Square) untuk menghindari terjadinya hubungan heteroskedastik nilai error term dengan variabel input sehingga diperoleh estimasi fungsi resiko yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimation) (Fufa, 2002) dengan cara:
52 Meregresikan nilai mutlak residual, |ε| yang dihasilkan dari langkah (1)
(a).
terhadap ln f(x) sehingga diperoleh parameter γ yang digunakan sebagai pembobot untuk fungsi mean f(x). Nilai produktivitas y dan nilai f(x) dibobot dengan ln f(x,γ), sehingga
(b).
diperoleh nilai y* =
dan f(x)* =
Meregresikan nilai y* terhadap f(x)* dan diperoleh nilai residual ε* yang
(c).
digunakan untuk mengestimasi fungsi risiko produksi. 3. Mengestimasi parameter fungsi risiko dengan meregresikan nilai ε* terhadap x menggunakan metode maximum likelihood menggunakan program Frontier 4.1. atau SAS 9.1 prosedur LIML. 4.4.2. Analisis Preferensi Risiko Petani Serta Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Mempengaruhi Preferensi Risiko Petani Diasumsikan bahwa petani dalam melakukan usahataninya berusaha untuk memaksimalkan utilitas dan maksimisasi utilitas didekati dengan maksimisasi pendapatan dalam berusahatani, dan
petani mendapatkan hasil produksi y pada
tingkat harga p, maka maksimisasi utilitas petani adalah utilitas U dari keuntungan π (Robison dan Barry, 1987), maka : Max U(π) π = p.y – r.x – C ……………………….……….…………………………. (7) dimana : π = keuntungan usahatani r = harga input x = jumlah input yang digunakan C = biaya tetap usahatani p = harga output y = output
53
Output usahatani adalah : y = f(x) + g(x) …………………………..………………....…………….. (8) dengan mensubstitusikan persamaan (8) ke dalam persamaan (7), maka diperoleh : U(π) = p.f(x) + p.g(x) – r.x – C ………..…………….…………………… (9) Fungsi utilitas untuk petani padi organik [U(π o )] adalah : U(π o ) = p.f(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 ) + p.g(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 ) – r i (x 1 , x 2 , x 3 , x 4 ) – C ….…. (10) dimana : U(π o ) f(x) g(x) p ri xi C
= utilitas petani organik = fungsi produksi = fungsi risiko = harga output (rupiah) = harga input ke-i (rupiah) = jumlah input ke-i = biaya tetap usahatani
Fungsi utilitas untuk petani padi non organik [U(π n )] adalah : U(π n ) = p.f(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 , x 5 , x 6 , x 7 ) + p.g(x 1 , x 2 , x 3 , x 4 , x 5 , x 6 , x 7 ) – r i (x 1 , x 2 , x 3 , x 4 , x 5 , x 6 , x 7 ) – C
..………….…………..…………..
(11) dimana : U(π n ) f(x) g(x) p ri xi C
= utilitas petani non organik = fungsi produksi = fungsi risiko = harga output (rupiah) = harga input ke-i (rupiah) = jumlah input ke-i = biaya tetap usahatani
Untuk menganalisis nilai preferensi risiko petani dengan mengadopsi ArrowPratt absolute risk averson (AR), sebagai berikut :
54
AR = –
…………………………...….………..……….……….. (12)
Petani dapat dikatakan bersifat : (1) risk averse apabila AR > 0, (2) risk taker apabila AR < 0, dan (3) risk neutral apabila AR = 0 (Kumbhakar, 2002). Untuk menganalisis hubungan faktor-faktor sosial ekonomi petani dengan preferensi risiko petani, digunakan model fungsi yang dinotasikan sebagai berikut : AR = θ 0 + θ 1 x 1 + θ 2 x 2 + θ 3 x 3 + θ 4 x 4 + ε i
………………..……………….
(13) dimana : AR x1 x2
x3 x4 εi θi
= nilai absolute risk averse petani = aset lahan yang dimiliki petani (m2) = dummy pendapatan diluar usahatani (nilai 1 = petani memiliki pendapatan di luar usahatani padi, 0 yang tidak memiliki pendapatan di luar usahatani padi) = pengalaman usahatani padi (tahun) = dummy status lahan garapan (1 adalah status lahan milik sendiri, 0 adalah untuk selain lahan milik sendiri) = error term = parameter yang diestimasi
Nilai parameter yang diharapkan : θ1 , θ2 , θ3 , θ4 < 0 Sehubungan dengan data mengenai besarnya total aset yang dimiliki petani sulit didapatkan, maka variabel besarnya aset yang dimiliki petani didekati dengan luas lahan yang dimiliki petani yaitu jumlah lahan pekarangan, sawah, tegalan dan kebun yang dimiliki petani. 4.4.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani Melakukan Usahatani Padi Organik Dalam
menganalisa faktor-faktor
yang mempengaruhi
petani
dalam
melakukan usahatani padi organik, digunakan fungsi probit. Diasumsikan bahwa P i
55
merupakan probabilitas petani melakukan atau tidak melakukan usahatani padi organik,
mempunyai hubungan linier terhadap parameter β, sehingga dapat
dinotasikan : P = ξ 0 + ξ 1 x 1 + ξ 2 x 2 + ξ 3 x 3 + ξ 4 x 4 + ξ 5 x 5 + ξ 6 x 6 + ξ 7 x 7 + ε i ….……...….. (14) dimana : P
x1 x2 x3
x4 x5 x6 x7 εi ξi
= kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik (nilai 0 untuk usahatani padi organik, nilai 1 untuk usahatani padi non organik) = umur petani (tahun) = pendidikan formal dan non formal petani (bulan) = dummy pendapatan dari luar usahatani padi (nilai 1 untuk petani yang memiliki penghasilan di luar usahatani padi, nilai 0 untuk yang lain) = luas lahan garapan (hektar) = dummy status lahan (nilai 1 untuk lahan garapan milik sendiri, nilai 0 untuk yang lainnya) = pengalaman usahatani padi (tahun) = nilai absolute risk averse (AR) petani = error term = parameter yang diestimasi
Nilai parameter yang diharapkan : ξ 2 , ξ 3 , ξ 4 , ξ 5 , ξ 6 > 0 dan ξ 1 , ξ 7 < 0 Dari model diatas dapat diketahui pengaruh faktor sosial ekonomi petani dan preferensi risiko petani terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik. 4.5.
Hipotesis Hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada teori yang terkait, studi empiris
dan fakta yang terdapat di lokasi penelitian. Hipotesis pertama, input pupuk organik dan pestisida organik yang digunakan petani padi organik bersifat memperbesar risiko
56
produksi, karena kedua input tersebut belum ada kepastian kandungan hara dan belum ada standar dalam pemakaian seperti yang terdapat dalam pupuk dan pestisida kimia. Pestisida organik mempunyai daya mengendalikan hama yang kurang efektif dibandingkan dengan pestisida kimia. Disamping itu tidak ada dosis, ukuran pemakaian dan standar penggunaan pestisida organik. Sedangkan tenaga kerja pada usahatani organik bersifat memperkecil risiko produksi, karena semakin intensif penanganan usahatani, akan semakin kecil risiko produksi yang dihadapi petani. Faktor sosial ekonomi petani yang terdiri dari aset petani, pendapatan di luar usahatani padi, pengalaman petani dalam melakukan usahatani padi dan status lahan garapan berpengaruh positif pada nilai preferensi risiko petani. Hipotesis kedua ini didasarkan pada studi empiris yang dilakukan oleh Sauer dan Zilberman (2009), Guan dan Wu (2009), dan Ogada et al. (2010). Penerapan usahatani padi organik mendapat respon sangat lambat dari petani, menunjukkan bahwa sebagian besar petani padi di lokasi penelitian bersifat menghindari risiko produksi yang lebih besar. Kondisi di daerah penelitian ini menjadi dasar hipotesis ketiga, bahwa mayoritas petani di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. 4.6. 1.
Definisi Operasional Usahatani padi organik adalah usahatani pertanian padi dengan menggunakan pestisida organik baik yang berasal dari hewani ataupun nabati dan menggunakan pupuk dasar organik yang berasal dari kotoran hewan, kompos atau pupuk organik buatan pabrik, tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia.
57
2.
Usahatani padi non organik adalah usahatani padi dengan menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk utama dan menggunakan pestisida kimia sebagai pengendali hama dan penyakit tanaman.
3.
Data produktivitas yang dicapai dalam usahatani padi dalam satuan
kuintal
gabah kering panen per hektar. 4.
Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi berasal dari tiga sumber tenaga kerja yaitu tenaga kerja pria dalam satuan jam kerja pria (JKP), tenaga kerja wanita dalam satuan jam kerja wanita dan tenaga kerja traktor dalam satuan jam kerja traktor. Dari ketiga jenis tenaga kerja tersebut dikonfersikan menjadi JKP dengan nilai konfersi :
5.
(a).
1 Jam kerja wanita = 0.8 jam kerja pria.
(b).
1 Jam kerja traktor = 19 jam kerja pria.
Pendidikan petani diukur dari lamamya petani menjalani pendidikan formal dan pendidikan non formal. Pendidikan non formal dapat berupa kursus-kursus pertanian baik, pelatihan yang diberikan oleh penyuluh pertanian setempat atau pelatihan-pelatihan yang diadakan dalam kelompok tani. Diukur dalam satuan bulan.
6.
Pendapatan dari luar usahatani padi merupakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk petani yang memiliki sumber pendapatan lain berasal dari luar usahatani padi dan nilai 0 jika petani tidak mempunyai sumber pendapatan lain selain usahatani padi.
7.
Status kepemilikan lahan merupakan variabel dummy, nilai 1 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi di lahan milik sendiri dan nilai 0 untuk petani yang melakukan usahatani padi di lahan bukan milik sendiri, yaitu dengan sistim sewa atau bagi hasil.
58
8.
Pengalaman usahatani padi adalah lamanya petani melakukan usahatani padi dari pertama kali petani mengelola usahatani padi sampai saat dilakukan wawancara.
9.
Preferensi risiko petani adalah nilai preferensi risiko masing-masing petani yang diperoleh dari analisis nilai AR absolute risk averse.
10. Probabilitas petani melakukan usahatani padi organik adalah kemungkinan petani melakukan/menerapkan usahatani padi organik. Nilai 0 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi organik dan nilai 1 diberikan untuk petani yang melakukan usahatani padi non organik.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1.
Gambaran Umum Kabupaten Sragen Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah
dan terletak pada 110o15’ sampai 111o45’ Bujur Timur dan 7o15’ Lintang Selatan sampai 7o30’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 941.55 km2 . Secara administratif di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi Provinsi Jawa Timur, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali. Wilayah Kabupaten Sragen mempunyai ketinggian antara 84 meter sampai dengan 190 meter di atas permukaan laut (Bappeda Kabupaten Sragen, 2008) . Keadaan iklim di Kabupaten Sragen termasuk tipe iklim C, yaitu dengan sifat mempunyai iklim 9 bulan basah dan 1 sampai 4 bulan kering. Suhu udara rata-rata berkisar antara 24oC sampai 29oC. Tempat-tempat yang berdekatan dengan gunung Lawu yaitu Kabupaten Sragen bagian selatan mempunyai suhu udara rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan wilayah sebelah utara. Kelembaban udara bervariasi
59
antara 75% sampai 92% dengan curah hujan rata-rata 286 mm dan hari hujan rata-rata 150 hari per tahun (Bappeda Kabupaten Sragen, 2008). Jumlah penduduk di Kabupaten Sragen sebesar 877 402 jiwa yang terdiri dari 49.46% laki-laki dan 50.54% perempuan, dengan kepadatan penduduk rata-rata 932 jiwa per kilo meter persegi. Jumlah rumah tangga sebesar 268 467, dengan jumlah anggota keluarga rata-rata 3 orang per keluarga. Di dalam wilayah administrasi Kabupaten Sragen terdapat 20 kecamatan, 196 desa dan 12 kelurahan (BPS Kabupaten Sragen, 2009). Wilayah Kabupaten Sragen terdiri dari lahan persawahan seluas 40 399 hektar atau 42.84% dari luas wilayah Kabupaten Sragen. Ditinjau dari kondisi kesuburan tanahnya Kabupaten Sragen terbagi menjadi dua wilayah, pertama daerah yang berada di sebelah selatan Bengawan Solo yang reatif subur dengan tersedianya sarana irigasi teknis dan kedua adalah daerah utara Bengawan Solo dengan kondisi alam berbukit dan kondisi tanah mempunyai kandungan kapur tinggi.
Luas lahan sawah
berdasarkan kondisi sarana irigasi digambarkan pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Lahan Sawah Berdasarkan Ketersediaan Sarana Irigasi di Kabupaten Sragen Tahun 2008 No Sarana Irigasi Luas Lahan Sawah Persentase (%) (Ha) 1 Irigasi Teknis 18 779 46.55 2 Irigasi Setengah Teknis 3 865 9.58 3 Irigasi Non Teknis 2 194 5.44 4 Tadah Hujan 13 842 34.31 5 Lain-lain 1 659 4.11 Jumlah 42 339 100.00 Sumber : Bappeda Kabupaten Sragen, 2008 Tabel 4 menunjukkan sarana irigasi yang tersedia di Kabupaten Sragen cukup baik dengan hampir setengah dari lahan sawah mempunyai sistim irigasi teknis. Kondisi ini memungkinkan petani untuk mengembangkan berbagai komoditi tanaman pertanian. Hasil komoditi pertanian unggulan daerah Kabupaten Sragen adalah padi
60
dengan areal produksi sebesar 80 204 hektar, kemudian disusul dengan jagung dengan luas areal sebesar 11 533 hektar dan kedelai sebesar 2 573 hektar. Disamping itu hasil pertanian hortikultura yang dihasilkan adalah cabai dihasilkan di Kecamatan Sidoharjo, Plupuh, Tanon, Kedawung dan Gesi. Buah semangka dan melon dihasilkan di Kecamatan Sambungmacan, Tanon, Gondang dan Masaran. Buah durian dan rambutan dihasilkan di Kecamatan Sambirejo (Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, 2009). Beberapa petani di Kabupaten Sragen mempunyai usaha sampingan sebagai produsen pestisida organik. Jenis pestisida organik yang diproduksi untuk digunakan dalam kelompok tani atau dipasarkan baik di dalam maupun ke luar wilayah Kabupaten Sragen. Jenis pestisida organik yang diusahakan tersebut antara lain urinsa (dengan bahan dasar urine sapi) dan mimba (dengan bahan utama daun mimba/Azadirachta indica). Usaha sampingan petani selain melakukan usahatani padi adalah memelihara hewan ternak.
Usaha peternakan yang potensial adalah sapi
potong, kerbau, kambing, domba, ayam ras/buras dan itik yang umumnya diusahakan dalam sekala kecil di rumah tangga. Kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Sragen pada pembangunan sektor pertanian mencakup pengembangan sarana dan prasarana pertanian untuk optimalisasi manfaat sumberdaya alam, antara lain pengembangan untuk pembuatan pupuk organik
dan
pemanfaatan
lahan
pekarangan
dengan
tanaman
hortikultura,
meningkatkan produksi dan produktivitas dengan memberikan dukungan sarana produksi, teknologi dan kelembagaan penyuluhan (BPP Kecamatan Gondang, 2010). 5.2.
Karakteristik Petani Sampel
61
Karakteristik petani sampel yang akan diuraikan dalam Sub Bab ini meliputi data : (a) umur petani, (b) pendidikan petani, (c) pengalaman usahatani, (d) luas lahan garapan, (e) status lahan garapan, dan (f) data petani yang memiliki pendapatan di luar usahatani padi. Dari hasil wawancara terhadap 30 sampel petani padi organik dan 30 sampel petani non organik, diperoleh karakteristik petani sampel di Kabupaten Sragen yang menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani. Data keragaman umur sampel petani yang terdiri dari petani padi organik dan non organik selengkapnya disajikan dalam Tabel 5. Tabel 5. Keragaman Umur Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Umur Petani (Tahun) ≤ 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 61 - 70 ≥ 70
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 0 0.0 4 13.3 10 33.3 7 23.3 7 23.3 2 6.7
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 1 3.3 3 10.0 6 20.0 11 36.7 5 16.7 4 13.3
Tabel 5 dapat diketahui bahwa bahwa 60% petani padi di Kabupaten Sragen berumur lebih dari 50 tahun, merupakan masa menjelang umur non produktif. Kekuatan fisik dan produktivitas kerja akan semakin menurun seiring dengan bertambahnya umur. Jika ditinjau dari masing-masing kelompok petani, 53.3% sampel petani padi organik berumur lebih dari 50 tahun dan 66.7% sampel petani non organik berumur lebih dari 50 tahun. Petani padi organik banyak diusahakan petani dengan rata-rata umur lebih muda dibandingkan dengan petani non organik. Sifat usahatani padi organik yang lebih banyak memerlukan curahan tenaga kerja dibandingkan dengan usahatani non organik, merupakan salah satu penyebab jumlah petani organik lebih banyak diusahakan oleh kelompok umur di bawah 50 tahun.
62
Umur seseorabg berpengaruh pada pola pikir yang lebih terbuka dan bisa menerima sesuatu yang baru. Petani muda akan lebih bersifat lebih suka pada sesuatu tantangan baru yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan melakukan usahatani yang sama sepanjang tahun. Lawal dan Oluyole (2008) mengatakan bahwa umur petani dapat dihubungkan dengan kemampuan dalam mengaplikasikan teknik-teknik usahatani yang baru. Petani muda lebih bisa menerima sesuatu yang baru dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Gambaran tingkat pendidikan petani dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Distribusi Pendidikan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Pendidikan Tidak tamat SD SD SLTP SLTA D3 S1
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 3 10.0 16 53.3 9 30.0 1 3.3 1 3.3 0 0.0
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 5 16.7 14 46.7 5 16.7 2 6.7 2 6.7 2 6.7
Usahatani padi di Kabupaten Sragen 63.3% dilakukan oleh petani dengan tingkat pendidikan maksimum SD. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas petani padi di Kabupaten Sragen rata-rata memiliki pendidikan formal yang masih rendah. Tingkat pendidikan berpengaruh dalam pengelolaan usahatani, terutama dalam menentukan pilihan dan pengambilan keputusan dari berbagai alternatif pilihan teknologi yang dihadapi. Ogada et al. (2010) menyatakan bahwa peningkatan tingkat pendidikan
akan
mempengaruhi
meningkatnya
kemungkinan
petani
dalam
mengadopsi suatu teknologi. Petani dengan pendidikan lebih tinggi akan lebih cakap
63
atau lebih mampu dalam mencari dan mengolah akses informasi dan teknologi. Gambaran pengalaman usahatani padi yang dimiliki petani, disajikan dalam Tabel 7. Tabel 7.
Keragaman Pengalaman Petani dalam Melakukan Usahatani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Pengalaman Usahatani Padi (Tahun) 0 - 10 11 - 20. 21 - 30 31 - 40 > 40
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 3 10.0 7 23.3 5 16.7 4 13.3 11 36.7
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 3 10.0 4 13.3 7 23.3 8 26.7 8 26.7
Pengalaman dalam berusahatani padi sawah pada daerah penelitian sangat beragam. Tabel 7 menunjukkan bahwa dari keseluruhan sampel petani padi, 71.7% petani padi memiliki pengalaman lebih dari 20 tahun. Mayoritas petani padi organik dan non organik mempunyai pengalaman usahatani padi di atas 20 tahun. Pengalaman dalam melakukan usahatani akan mempengaruhi pada keterampilan dan kecakapan petani dalam mengatasi permasalahan. Semakin lama pengalaman usahatani akan semakin banyak ilmu usahatani padi praktis yang dimiliki, karena sesama petani akan terjadi pertukaran informasi, pengetahuan, pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki. Petani juga mendapatkan penyuluhan secara berkala dari Petugas Penyuluh Lapangan. Menurut Sauer dan Zilberman (2009), pengalaman petani berpengaruh positif terhadap adopsi suatu teknologi. Pada tahap awal, petani akan melihat dan pada tahap berikutnya sedikit demi sedikit petani
akan mencoba sambil terus
mempelajari teknologi yang baru tersebut. Data keragaman luas lahan garapan disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8.
Sebaran Luas Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
64
Luas Lahan Garapan (Hektar) < 0.25 0.25 - 0.50 0.51 - 0.75 0.76 - 1.00 >1
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 12 40.0 9 30.0 3 10.0 4 13.3 2 6.7
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 3 10.0 9 30.0 6 20.0 6 20.0 6 20.0
Data luas lahan garapan di Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas petani padi merupakan petani kecil dengan luas lahan garapan kurang dari 0.5 hektar. Luas lahan yang dikuasai menggambarkan kemampuan modal finansial petani dalam melakukan usahatani. Lahan besar akan memberikan penerimaan yang besar pula dan luas lahan yang diusahakan dapat digunakan sebagai cermin tingkat kesejahteraan petani. Tetapi petani lahan sempit akan lebih intensif dalam mengelola usahataninya dibandingkan dengan petani dengan lahan luas. Ada beberapa peneliti yang menyatakan bahwa ada hubungan terbalik antara ukuran luas usahatani dengan produktivitas yang dicapai. Penelitian yang dilakukan Carter (1984) disimpulkan bahwa pada usahatani dengan lahan kecil menggunakan lebih banyak input per hektar dibandingkan dengan usahatani skala besar. Tenaga kerja per hektar yang digunakan pada petani kecil 36% diatas tingkat optimum penggunaan tenaga kerja pada kondisi maksimum keuntungan. Ellis (2008) menjelaskan bahwa pemakaian tenaga kerja yang lebih banyak pada petani berlahan sempit disebabkan karena petani lahan sempit umumnya melakukan usaha tumpang sari (melakukan usahatani lebih dari satu macam komoditi). Untuk data status lahan garapan petani disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Sebaran Status Lahan Garapan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
65
Status Kepemilikan Lahan Milik Sendiri Sewa Bagi Hasil
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 28 93.3 1 3.3 1 3.3
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 22 73.3 5 16.7 3 10.0
Tabel 9 menunjukkan bahwa secara keseluruhan, 83% petani di Kabupaten Sragen merupakan petani pemilik penggarap. Status kepemilikan lahan akan berpengaruh pada usaha konservasi lahan dalam jangka panjang. Petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil cenderung tidak mau melakukan usaha-usaha yang berhubungan dengan konservasi lahan dalam jangka panjang, misalnya usaha pemakaian tambahan pupuk organik untuk pengembalian kesuburan tanah. Petani bukan pemilik lahan akan fokus pada pencapaian hasil produksi dalam jangka pendek. Petani dengan status pemilik penggarap akan memperhitungkan faktor kesuburan tanah dalam jangka panjang. Hasil studi yang dilakukan Ogada et al. (2010) menyebutkan bahwa status kepemilikan lahan berpengaruh pada adopsi teknologi yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan dalam jangka panjang. Informasi mengenai data petani yang mempunyai penghasilan dari luar usahatani padi disajikan dalam Tabel 10. Tabel 10. Data Petani yang Mempunyai Penghasilan dari Luar Usahatani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Penghasilan dari Luar Usahatani Padi Mempunyai Tidak Mempunyai
Petani Padi Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 12 40 18 60
Petani Padi Non Organik Jumlah Persentase (Orang) (%) 9 30 21 70
Tabel 10 menunjukkan bahwa 65% petani padi di Kabupaten Sragen tidak mempunyai penghasilan dari luar usahatani padi. Hal ini berarti 65% petani padi hanya mengandalkan hasil usahatani padi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari.
66
Kondisi ketergantungan terhadap hasil usahatani padi mempengaruhi sikap petani akan berusaha menghindari gagal panen atau penurunan hasil yang tinggi. Karena apabila mengalami penurunan produksi ataupun gagal panen, tidak ada lagi sumber penghasilan yang bisa digunakan untuk biaya modal usahatani musim tanam berikutnya dan biaya untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Sehingga sumber penghasilan di luar usahatani padi akan mempengaruhi sikap keberanian petani dalam mengambil risiko. 5.3.
Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen Berdasarkan penggunaan input organik, ada tiga macam cara pengelolaan
usahatani padi di Kabupaten Sragen, yaitu : (1) usahatani padi non organik, (2) usahatani semi organik, dan (3) usahatani organik.
Petani dikatakan melakukan
usahatani padi non organik apabila semua input pupuk dan pestisida berasal dari bahan kimia (non organik).
Petani semi organik adalah petani yang menggunakan
pupuk dan pestisida organik sebagai tambahan dari input pupuk dan pestisida kimia. Petani organik adalah petani yang hanya menggunakan pupuk organik dan pestisida organik. Luas tanam usahatani padi semi organik yang ada di Kabupaten Sragen terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 luas tanam padi semi organik di Kabupaten Sragen seluas 675 hektar dan terus meningkat sampai dengan tahun 2009 mencapai 8 007 hektar dengan luas yang berhasil dipanen tahun 2009 adalah 7 413 hektar. Produktivitas usahatani padi semi organik di Kabupaten Sragen juga mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001 produktivitas rata-rata yang dicapai petani adalah 54.11 kuintal per hektar dengan dengan peningkatan produktivitas per tahun sekitar 2.7% hingga pada tahun 2009 produktivitas padi ratarata sebesar 64.88 kuintal per hektar (Bappeluh Kabupaten Sragen, 2009).
67
Usahatani padi organik di Kabupaten Sragen telah dilakukan di Kelurahan Sukorejo, Kecamatan Sambirejo yang telah memperoleh sertifikat organik dari lembaga sertifikasi organik
independen Inofice (Indonesia Organic Farming
Infection and Certification). Dalam menjalankan usahataninya, pada umumnya petani padi organik menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk utamanya. Pupuk kandang berasal dari ternak yang dimiliki oleh petani. Limbah pertanian padi yang berupa jerami dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Petani juga memanfaatkan daerah
pematang sawah sebagai lahan untuk menanam rumput yang digunakan sebagai pakan ternak. Disamping menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk utama, beberapa petani padi organik juga sedang mengembangkan pupuk hayati berupa tanaman Azolla yang mampu mengikat unsur Nitrogen dari udara.
Azolla merupakan
tumbuhan air yang banyak tumbuh pada lahan sawah yang tergenang, dan relatif mudah untuk dikembangkan bersama-sama dengan tanaman padi tanpa memerlukan perlakuan tertentu. Menurut Sutanto (2002) Azolla sebanyak 5 ton per hektar setara dengan 30 kg unsur Nitrogen per hektar. Sehingga kebutuhan unsur Nitrogen tanaman padi sebagian dapat diperoleh dengan memanfaatkan tanaman Azolla. Perbedaan utama antara usahatani organik dan non organik terdapat pada perlakuan pada pemupukan dan pemberantasan hama. Pada usahatani padi organik, pupuk yang digunakan merupakan pupuk yang berasal dari bahan-bahan organik yang berasal dari lungkungan sekitar usahatani, yaitu pupuk kandang ataupun pupuk kompos. Pestisida yang digunakan berasal dari bahan-bahan alami hewani dan nabati. Sedangkan pada usahatani padi non organik di Kabupaten Sragen, petani menggunakan pupuk kimia sebagai pupuk utama, ada yang menggunakan pupuk organik sebagai tambahan. Pestisida yang digunakan adalah pestisida kimia. Untuk
68
kegiatan perawatan tanaman, seperti penyulaman dan penyiangan, tidak ada perbedaan perlakuan antara usahatani padi organik dan non organik. Pestisida organik dan obat-obatan organik yang digunakan petani bervariasi, tergantung pada jenis hama atau penyakit yang menyerang dan juga tergantung pada ketersediaan bahan baku. Ada dua jenis pestisida organik yang digunakan, yaitu pestisida nabati yang berasal dari tumbuhan dan pestisida hewani yang berasal dari hewan. Tumbuhan yang bisa dimanfaatkan sebagai pestisida antara lain daun mimba (Azadirachta indica), daun mindi (Melia azedarach), daun sirsak (Anona muricata), tembakau (Nicotiana tabacum), sere (Cymbopogon nardus) dan kunyit (Curcuma domestica). Sedangkan bahan pestisida yang berasal dari hewan antara lain urine sapi yang digunakan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan karena virus dan jamur. Pestisida nabati yang digunakan petani organik beragam, misalnya penggunaan pestisida yang terbuat dari 1 kg tembakau yang sudah rusak, sehingga harganya lebih murah, direndam dalam 2 liter air, kemudian dibiarkan selama 1 hari. Pada umumnya larutan ini digunakan untuk mengatasi apabila terjadi serangan hama wereng atau hama penggerek batang. Setiap 250 mili liter larutan tembakau yang diencerkan dengan 12 liter air bisa digunakan dalam areal sawah seluas 1 hektar. Untuk ZPT organik, beberapa petani melakukan penyemprotan campuran yang terdiri dari madu, susu kental manis, gula, telur dan buah-buahan yang sudah rusak atau busuk, seperti : buah mangga, pisang atau rambutan, kemudian dihaluskan dan difermentasikan. Larutan hasi fermentasi diencerkan dan disemprotkan pada saat tanaman padi berada pada fase generatif. Faktor kepemilikan ternak merupakan hal yang menunjang dalam usahatani padi organik. Ternak yang dimaksud adalah ternak besar misalnya : sapi, kerbau, atau ternak sedang, misalnya : kambing dan domba, berfungsi sebagai pasokan pupuk
69
organik. Pupuk kandang yang digunakan petani pada umumnya diambil dari kumpulan kotoran ternak yang ditimbun dan diambil sebagai pupuk setiap masa taman padi dimulai. Sehingga setiap empat bulan, petani melakukan pembongkaran pupuk kandang untuk diaplikasikan di lahan sawah. Tetapi ada beberapa petani yang melakukan fermentasi terlebih dahulu terhadap kotoran ternaknya dengan menambahkan bonggol pisang, ragi tape, tetes tebu dan gula pasir. Setelah difermentasi selama dua minggu, pupuk kandang diaplikasikan pada lahan sawah. Bagi petani yang tidak memiliki ternak, biasanya menggunakan limbah pertanian, jerami atau sekam yang digunakan sebagai bahan dasar pembuatan pupuk kompos, ditambahkan cairan EM-4 kemudian ditimbun di dalam tanah selama kurang lebih 20 hari. Gambaran pola tanam yang ada di Kabupaten Sragen dapat dilihat pada Gambar 8.
Padi
Padi
Padi
Padi
Padi
Palawija
Padi
Palawija
Bera
Gambar 8. Pola Tanam dalam Satu Tahun di Kabupaten Sragen Gambar 8 menunjukkan bahwa di Kabupaten Sragen terdapat tiga macam pola tanam. Pola tanam padi-padi-padi dan padi-padi-palawija diusahakan oleh petani yang berada di daerah selatan Bengawan Solo, karena merupakan kawasan lahan basah. Untuk daerah yang berada di sebelah utara Bengawan Solo pola tanam yang diterapkan oleh petani adalah padi-padi-palawija dan padi-padi-bera, karena merupakan lahan kering (Dinas Pertanian Kabupaten Sragen, 2010).
70
Pola tanam yang diterapkan oleh petani padi organik adalah padi-padi-padi. Pola tanam ini terkait dengan irigasi yang tersedia sepanjang tahun. Alasan utama mengapa petani melakukan pola tanam yang sama karena kondisi tanah yang selalu basah, sehingga petani mengalami kesulitan dalam mengeringkan lahan. Alasan lain dari beberapa petani yang pernah mencoba mengusahakan hortikultura (seperti : cabe, kacang panjang atau melon), kendala yang dihadapi adalah keterbatasan modal dan harga jual hasil panen yang tidak stabil. Petani padi organik memasarkan hasil panen dengan menjual dalam bentuk gabah kering panen kepada badan usaha penampung hasil padi organik di Kabupaten Sragen pada saat ini diantaranya PB. Padi Mulya yang merupakan badan usaha milik swasta dan PD. Pelopor Alam Lestari (PAL) yang merupakan BUMD Kabupaten Sragen. Dengan menjual hasil panen kepada badan usaha tersebut, petani padi organik akan memperoleh harga jual gabah yang lebih tinggi dibandingkan apabila petani menjual hasil panennya kepada tengkulak. Harga jual gabah kering panen pada saat penelitian ini dilakukan bervariasi, tergantung pada kualitas dan varietas. Untuk gabah padi non organik pada kisaran Rp 2 200 per kilogram sampai dengan Rp 2 500 per kilogram gabah kering panen. Sedangkan untuk harga gabah hasil panen usahatani padi organik dihargai pada kisaran Rp 2 900 per kilogram sampai Rp 3 200 per kilogram gabah kering panen (Data Primer, 2010). Beberapa anggota kelompok tani padi organik pernah mencoba memasarkan hasil panen mereka dalam bentuk kemasan beras organik berlabel sertifikasi, yang dipasok ke pasar swalayan di sekitar daerah Kabupaten Sragen. Tetapi hal ini tidak berjalan dengan baik karena turn over (perputaran barang) yang lambat. Sehingga pada saat ini petani padi organik bergantung pada kedua badan usaha tersebut di atas dalam memasarkan hasil usahataninya, karena apabila hasil panen gabah organik
71
dijual pada pedagang pengumpul atau tengkulak, akan dihargai dengan harga yang sama dengan harga gabah non organik. 5.4.
Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani Analisis penggunaan input usahatani dan produktivitas yang dicapai oleh dua
kelompok usahatani yaitu usahatani padi organik dan usahatani padi non organik disajikan dalam Tabel 11. Untuk membandingkan tingkat produktivitas dan penggunaan input produksi antara usahatani padi organik dan non organik dilakukan uji-t. Tabel 11 menunjukkan bahwa standard deviasi dan koefisien variasi produktivitas usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Data ini menunjukkan bahwa pada usahatani padi organik mempunyai tingkat variasi nilai produktivitas yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan usahatani non organik. Hal ini berarti pada usahatani padi organik lebih besar risikonya dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Tabel 11. Produktivitas dan Penggunaan Input Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Variabel Rata-Rata Std. Deviasi Coef. Var. Maksimum Minimum Usahatani Padi Organik Produktivitas (kuintal/ha) 54.03 23.37 43.25 125.00 15.00 Lahan (ha) 0.53 0.42 78.85 2.00 0.12 Benih (kg/ha) 46.31 17.55 37.90 88.20 20.00 Pupuk Organik (kg/ha) 6792.33 3867.36 56.94 18604.70 2292.30 Pestisida (ml/ha) 4934.41 5027.49 101.89 20000.00 0.00 Tenaga Kerja (HKP/ha) 171.54 98.92 57.67 517.30 47.30 Usahatani Padi Non Organik Produktivitas (kuintal/ha) 68.94 13.06 18.94 92.31 40.00 Lahan (ha) 0.79 0.48 61.07 2.00 0.07 Benih (kg/ha) 42.16 11.48 27.24 76.92 16.22 Pupuk Urea (kg/ha) 325.13 120.18 36.96 769.23 150.00 Pupuk NPK (kg/ha) 197.07 212.93 108.04 900.00 0.00 Pupuk Kimia lain (kg/ha) 253.92 169.26 66.66 608.11 0.00 Pupuk Organik (kg/ha) 1160.91 1351.09 116.38 4587.38 0.00 Tenaga Kerja (HKP/ha) 126.70 56.27 44.41 341.92 64.70
72
Produktivitas rata-rata untuk usahatani padi organik sebesar 54.03 kuintal per hektar dan untuk usahatani non organik sebesar 68.94 kuintal per hektar. Produktivitas paling rendah sebesar 1.5 ton per hektar dialami oleh petani padi organik. Gagal panen yang dialami petani padi organik tersebut disebabkan karena adanya serangan hama tikus yang tidak bisa diatasi. Diantara beberapa serangan hama yang dihadapi petani di Kabupaten Sragen, hama tikus (Rattus argentiventer) merupakan hama yang sulit diberantas. Tikus mempunyai kemampuan berkembang biak yang sangat cepat. Dalam satu tahun, satu pasang tikus mampu berkembang biak menjadi 1 270 ekor. Tikus juga menyerang tanaman padi mulai masa vegetatif sampai masa masa pembentukan biji (Andoko, 2007). Sehingga hama tikus bisa menyerang tanaman padi mulai masa awal tanam sampai panen. Untuk mengatasi hama tikus, beberapa petani di Kabupaten Sragen melakukan usaha pemberantasan secara manual atau memberikan umpan racun nabati. Tetapi upaya tersebut tidak mampu mengatasi serangan hama tikus. Produktivitas tertinggi dicapai petani sebesar 12.5 ton per hektar dicapai oleh petani padi organik yang menguasai lahan seluas 0.12 hektar. Produktivitas yang tinggi disebabkan karena pengelolaan usahatani yang lebih intensif dilakukan oleh petani berlahan sempit dibandingkan dengan petani yang mengelola pada lahan yang luas. Hasil penelitian Carter (1984), yang menganalisis mengenai hubungan terbalik antara luas lahan (farm size) dengan produktivitas menyatakan bahwa pada pada peningkatan 1% luas lahan pertanian akan mengurangi produktivitas usahatani sebesar 0.4%. Mayoritas petani yang ada di Kabupaten Sragen merupakan petani kecil dengan luas lahan rata-rata 0.5 hektar untuk petani padi organik dan 0.8 ha untuk petani padi non organik. Dari uji-t terhadap data rata-rata luas lahan kedua kelompok
73
usahatani tersebut dapat disimpulkan bahwa penguasaan lahan petani padi organik lebih kecil dibandingkan dengan lahan yang dikuasai oleh petani non organik pada tingkat α < 0.1. Hasil uji perbandingan luas lahan petani organik dan non organik dapat dilihat pada Lampiran 24. Input benih rata-rata yang digunakan pada usahatani padi organik sebesar 46.3 kg per hektar, melebihi perhitungan yang diperkirakan oleh BPP Kabupaten Sragen yaitu sebesar 30 kg per hektar. Dengan membandingkan pemakaian benih antara usahatani padi organik dan non organik, dapat diketahui bahwa pada usahatani padi non organik menggunakan input benih lebih rendah dibandingkan dengan penggunaan benih pada usahatani padi organik. Benih yang digunakan petani padi organik mayoritas berasal dari hasil pembenihan yang dilakukan sendiri. Dengan kemudahan dalam mendapatkan input benih tersebut, maka petani menggunakan benih secara berlebihan. Sedangkan untuk petani padi non organik, pada umumnya input benih diperoleh dari koperasi atau toko sarana produksi. Hal ini yang menyebabkan rata-rata petani padi non organik lebih sedikit menggunakan input benih per hektar lahan sawah didandingkan dengan petani padi organik. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani padi organik 35% lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Hal ini dapat dijelaskan bahwa usahatani padi organik merupakan usahatani bersifat labour intensive. Curahan tenaga kerja pada usahatani padi organik yang besar terjadi pada saat pengolahan tanah dan pemupukan dengan menggunakan pupuk organik kompos atau pupuk kandang. Pupuk organik yang diaplikasikan rata-rata sebanyak 6.79 ton per hektar pada saat pengolahan tanah. Selain itu penanggulangan hama dan penyakit yang dilakukan petani cenderung bersifat pencegahan (preventive), sehingga petani melakukan penyemprotan pestisida organik lebih sering walaupun belum terjadi
74
serangan hama. Berbeda dengan cara pemupukan dan penanggulangan hama yang dilakukan oleh petani non organik. Petani padi non organik melakukan pemupukan dengan disebarkan pada lahan sawah rata-rata 600 kg per hektar pupuk yang umumnya terdiri dari pupuk Urea, SP36, NPK atau Phonska dan KCl. Sehingga tenaga kerja yang digunakan pada kegiatan pemupukan dengan pupuk kimia tidak sebesar jika menggunakan pupuk organik. Penggunaan pupuk pada usahatani padi organik menunjukkan bahwa rata-rata petani mengaplikasikan 6.79 ton pupuk organik untuk setiap hektar sawah. Penggunaan input pupuk ini melebihi takaran yang dianjurkan yaitu sebesar 5 ton per hektar. Demikian juga dengan penggunaan input benih dan pupuk kimia yang dilakukan oleh petani padi non organik, telah jauh melebihi anjuran dinas pertanian yaitu untuk setiap 1 hektar lahan sawah memerlukan100 kg pupuk urea, 150 kg pupuk phonska atau NPK dan 1.5 ton pupuk kompos atau kandang (BPP Kecamatan Gondang, 2010). 5.5.
Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Non Organik Petani padi di Kabupaten Sragen pada umumnya merupakan petani kecil. Hal
ini dapat dilihat dari ciri utamanya yaitu kecilnya kepemilikan dan penguasaan sumber daya serta kecilnya pendapatan yang diterima dalam usahataninya. Analisis pendapatan usahatani padi organik dan usahatani padi non organik disajikan dalam Tabel 12. Tabel 12. Analisis Pendapatan Rata-Rata Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Rata-Rata Penerimaan Biaya Pendapatan
Usahatani (Rp) Organik Non Organik 14 370 738 17 043 626 4 532 909 5 728 550 9 837 828 11 315 075
75
Dalam menganalisis pendapatan usahatani, tenaga kerja keluarga tidak diperhitungkan. Hanya biaya tenaga kerja yang dibayarkan
oleh petani yang
dimasukkan dalam komponen biaya produksi. Hal ini dilakukan dengan alasan apabila tenaga kerja keluarga diperhitungkan dalam komponen biaya, maka keuntungan usahatani banyak yang bernilai negatif. Hasil uji statistik untuk melihat perbedaan pendapatan antara usahatani organik dan non organik ditampilkan dalam Tabel 13. Tabel 13 menggambarkan bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh pada usahatani padi organik lebih kecil dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Hasil analisis pendapatan usahatani ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rubinos et al. (2007), menyatakan bahwa pendapatan per hektar usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi non organik karena biaya produksi yang dikeluarkan pada usahatani padi organik lebih rendah dibandingkan dengan biaya pada usahatani padi non organik. Tabel 13 juga menunjukkan bahwa dari keseluruhan usahatani padi, pendapatan tertinggi yaitu Rp 21 704 000 per hektar per musim tanam dicapai oleh petani padi organik dam pendapatan terendah adalah Rp 1 819 000 per musim tanam per hektar dicapai oleh petani padi non organik. Petani padi non organik yang mempunyai pendapatan paling rendah adalah petani dengan status lahan sewa, sehingga petani mengeluarkan biaya bagi hasil yang dibayarkan kepada pemilik lahan. Pendapatan Usahatani terendah pada usahatani organik, disebabkan karena petani mengalami gagal panen karena serangan hama. Tabel 13. Perbandingan Pendapatan Rata-Rata per Hektar Usahatani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
76
Pendapatan (Rp) Rata-Rata Maksimum Minimum Std. Deviasi Koef. Variasi t-Hitung Pr > |t|
Usahatani Organik Non Organik 9 837 828 11 315 075 21 704 166 17 150 000 2 340 000 1 819 000 4 510 126 4 352 411 45.48 38.46 -1.3100 0.2002
Hasil analisis usahatani menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan uaha padi non organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi organik. Variasi pendapatan usahatani organik juga lebih tinggi dibandingkan dengan variasi pendapatan usahatani non organik. Besarnya variasi pendapatan yang dialami oleh petani padi organik merupakan salah satu jawaban mengapa penerapan usahatani padi organik sangat lambat mendapatkan respon dari petani. Ada kemungkinan petani organik mendapatkan pendapatan yang sangat tinggi, tetapi tidak menutup kemungkinan petani organik mengalami penurunan pendapatan dan mempunyai ratarata pendapatan tiap bulan yang lebih rendah dibanding petani non organik.
VI. PREFERENSI RISIKO PETANI PADA PENERAPAN USAHATANI PADI ORGANIK
Ada dua pokok bahasan yang akan dibahas dalam Bab ini, yaitu : (1) bahasan mengenai risiko produksi yang ada pada usahatani padi organik, (2) bahasan mengenai preferensi risiko petani yang berhubungan dengan penerapan usahatani padi organik. Pokok bahasan pertama dijelaskan dari hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko pada usahatani padi organik dan non organik. Risiko produksi yang dihadapi petani disebabkan karena penggunaan input usahatani dapat diketahui sifatsifat input yang digunakan dalam usahatani,
termasuk input yang bersifat risk
increasing atau risk reducing/risk decreasing. Pokok bahasan kedua dijelaskan dari
77
hasil estimasi
preferensi risiko masing-masing petani dan faktor-faktor sosial
ekonomi petani yang mempengaruhi sikap petani dalam menghadapi suatu risiko tersebut. Setelah diketahui preferensi risiko petani dan faktor sosial ekonomi yang mempengaruhinya, selanjutnya dibahas mengenai pengaruh preferensi risiko petani terhadap penerapan usahatani padi organik berdasar hasil estimasi fungsi probabilitas. 6.1.
Pengaruh Penggunaan Input terhadap Produktivitas dan Risiko Produksi Ada perbedaan teknologi yang digunakan antara usahatani padi organik dan
usahatani padi non organik. Teknologi tersebut merupakan jenis input yang digunakan. Ciri utama yang membedakan antara usahatani organik dan non organik adalah pada penggunaan input pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan usahatani padi organik adalah pupuk organik (berupa pupuk kompos, pupuk kandang atau pupuk organik yang diproduksi pabrik pupuk). Petani organik di Kabupaten Sragen pada umumnya memanfaatkan kotoran ternak yang dimiliki atau memanfaatkan limbah tanaman pertanian untuk diolah menjadi pupuk organik. Input pestisida yang digunakan pada usahatani padi organik adalah pestisida alami, dibuat dengan bahan dasar hewani atau nabati. Dua input tersebut yang mencirikan perbedaan antara usahatani organik dan non organik. Hasil estimasi fungsi produksi dan fungsi risiko usahatani padi organik disajikan dalam Tabel 14. Tabel 14. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas dan Fungsi Risiko Produksi Usahatani Padi Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
78
Variabel Fungsi Produktivitas Konstanta Benih Pupuk Pestisida Tenaga Kerja
Koefisien
Std. Error
T Hitung
Prob > |t|
1.6115 0.0701 -0.0006 0.0578 0.4149
0.784 0.222 0.148 0.047 0.184
2.060 0.320 0.000 1.220 2.250
0.050 0.754 0.997 0.234 0.033
18.9455 0.9481 0.6278 -0.2311 -2.3687
1.164 0.200 0.130 0.015 0.166
16.272 4.732 4.843 -15.733 -14.270
< 0.001 0.003 0.003 < 0.001 < 0.001
R² = 0.3090
Fungsi Risiko Konstanta Benih Pupuk Pestisida Tenaga Kerja R² = 0.9329
Berdasarkan Tabel 14 diketahui nilai R2 yang rendah, hal ini tidak menjadi masalah karena dari hasil analisis data menunjukkan nilai standard error yang kecil. Koutsoyiannis (1977) menyebutkan bahwa nilai standard error merupakan kriteria yang lebih diutamakan apabila suatu penelitian mempunyai tujuan untuk menjelaskan suatu fenomena ekonomi. Input benih yang digunakan dalam usahatani padi organik berpengaruh positif terhadap produktivitas walaupun tidak signifikan. Jumlah benih rata-rata yang digunakan petani organik adalah 46.3 kg per hektar, sudah melebihi jumlah anjuran yang diberikan oleh Dinas Pertanian melalui BPP yaitu 30 kg per hektar. Kebutuhan benih per hektar ini berdasar pada penghitungan jarak tanam yang digunakan petani. Dengan asumsi jarak tanam rata-rata 25 cm x 25 cm, setiap hektar sawah terdapat 160 000 rumpun bibit padi. Apabila setiap rumpun rata-rata terdapat 4 bibit padi, maka dalam satu hektar diperlukan 640 000 butir gabah atau setara dengan 20 kg sampai 25 kg gabah bernas. Dengan asumsi daya tumbuh benih tersebut 90%, maka jumlah benih yang dibutuhkan petani maksimal hanya 30 kg per hektar (Andoko, 2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemakaian input benih usahatani padi organik sudah melebihi tingkat optimumnya. Pemakaian input benih yang berlebih disebabkan karena petani organik pada umumnya melakukan pembenihan
79
sendiri. Memiliki input benih yang berasal dari hasil panen sebelumnya membuat petani mengaplikasikan benih berlebih. Input pupuk pada fungsi produktivitas usahatani padi organik berpengaruh negatif terhadap produktivitas walaupun pada nilai yang sangat kecil yaitu -0.0006, tetapi tidak signifikan. Dapat dijelaskan juga berdasar Tabel 6, bahwa penggunaan pupuk organik rata-rata adalah rekomendasi
6.79 ton per hektar, hingga melewati batas
yang seharusnya diaplikasikan yaitu sebesar 5 ton pupuk organik
kandang atau kompos per hektar lahan sawah. Terkait juga dengan sikap petani yang bersifat risk averse, yaitu menghindari risiko gagal panen, sehingga petani melakukan pemupukan secara berlebihan. Respon kesuburan tanaman padi terhadap pemupukan dengan pupuk kandang atau kompos bersifat lebih lambat dibandingkan apabila dilakukan pemupukan dengan pupuk kimia, tetapi pupuk organik mempunyai efek menyuburkan dalam jangka waktu lebih lama. Kondisi ini mendorong petani melakukan pemupukan secara berlebihan dengan harapan akan mencapai tingkat kesuburan tanaman yang cepat dan setara dengan pemupukan menggunakan pupuk kimia. Karena pupuk organik adalah pupuk yang mempunyai sifat efek menyuburkan dalam jangka waktu lama, seharusnya penggunaan pupuk organik kompos atau kandang semakin lama semakin dikurangi dosisnya, karena struktur tanah yang semakin membaik. Andoko (2007) menyatakan pada tahap awal penanaman dengan menggunakan pupuk organik dibutuhkan sekitar 5 ton per hektar, untuk masa tiga tahun berikutnya dosis yang dibutuhkan menurun sebesar 3 ton per hektar. Input pestisida organik pada usahatani padi organik mempunyai elasisitas yang relatif rendah, yaitu 0.059. Penambahan input pestisida organik masih mampu menambah produktivitas usahatani padi organik, walaupun dalam jumlah yang rendah. Kondisi ini dapat dijelaskan karena pada pelaksanaannya, pengendalian hama
80
dan penyakit dilakukan dengan beberapa cara. Selain menggunakan pestisida organik, petani juga melakukan pengendalian hama dengan cara-cara biologi dan fisik yaitu dengan perangkap atau menggunakan umpan. Efek yang ditimbulkan dalam pemakaian pestisida organik relatif lebih lambat dibandingkan dengan pestisida kimia. Apabila hama belum bisa dikendalikan, petani akan melakukan penyemprotan ulang sampai hama dan penyakit bisa dikendalikan.
Ini dapat menjelaskan mengapa
pestisida organik mempunyai elastisitas rendah dibandingkan dengan input
lain.
Hampir sama dengan hasil penelitian Rubinos et al. (2007), bahwa input pestisida pada usahatani padi organik di Filipina mempunyai elastisitas sangat kecil yaitu 0.015. Input tenaga kerja yang digunakan pada usahatani padi organik berpengaruh positif terhadap produktivitas padi dengan elastisitas 0.415. Ini berarti petani padi organik masih bisa meningkatkan produktivitasnya melalui penambahan penggunaan input tenaga kerja. Elasitistas input tenaga kerja mempunyai nilai paling besar dibandingkan dengan elastisitas input lain. Berarti pada usahatani padi organik, produktivitas yang dicapai sangat responsif terhadap penggunaan input tenaga kerja. Besar kecilnya tenaga kerja yang digunakan, akan sangat mempengaruhi produktivitas usahatani organik. Hal ini terkait juga dengan usahatani padi organik yang bersifat labour intensive. Semakin intensif pengelolaan yang dilakukan pada usahatani padi organik, akan berpengaruh pada semakin menigkatnya hasil yang diperoleh. Apabila curahan tenaga kerja ditingkatkan 1% akan meningkatkan produktivitas sebesar 0.415%. Sama dengan hasil analisis Villano et al.(2005) dan Ogada et al. (2010) yang menyatakan bahwa input tenaga kerja berpengaruh positif pada produktivitas. Tetapi berbeda dengan hasil penelitian Rubinos et al. (2007) menyatakan bahwa tenaga kerja
pada
usahatani
padi
organik
mempunyai
elastisitas
negatif,
yang
81
mengindikasikan bahwa pemakaian input tenaga kerja pada usahatani padi organik di Magsaysay Filipina sudah melebihi tingkat optimumnya. Pada fungsi risiko, input benih risk increasing yang berarti apabila input tersebut ditambah atau dinaikkan penggunaanya akan memperbesar risiko produksi atau sebaliknya jika dikurangi, akan memperkecil variasi terhadap produksi. Data petani didapatkan bahwa 73.3% petani menggunakan benih berasal dari pembibitan yang dilakukan sendiri dan 26.7% petani menggunakan benih dari koperasi atau toko sarana produksi pertanian. Dimungkinkan hal ini yang menyebabkan mengapa benih merupakan salah satu input bersifat penambah risiko prouduksi. Benih yang bermutu akan menghasilkan produktivitas yang tinggi. Sebaliknya, apabila kualitas benih tidak diketahui dengan baik, maka berakibat pada produktivitas yang lebih rendah. Penggunaan pupuk organik juga bersifat risk increasing, artinya pupuk organik berperan dalam meningkatkan risiko produksi yang dialami oleh petani. Pupuk organik merupakan salah satu sumber risiko dari usahatani padi organik. Pupuk organik yang umumnya digunakan petani yaitu pupuk kandang atau pupuk kompos, mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki oleh pupuk organik, menurut Andoko (2007) adalah : (1) memperbaiki struktur tanah, (2) memperbaiki daya ikat air pada tanah, (3) memperbaiki daya ikat tanah terhadap zat hara (4) mengandung unsur hara lengkap, tetapi dalam jumlah sedikit, tergantung bahan penyusunnya. Pupuk organik juga mempunyai kelemahan. Menurut Sutanto (2002), kelemahan yang dimiliki pupuk organik adalah : (1) kandungan unsur hara yang rendah, (2) menyediakan unsur hara dalam jumlah yang terbatas, (3) penyediaan hara terjadi sangat lambat. kandungan unsur hara yang lengkap tetapi dalam jumlah sedikit.
Beberapa kekurangan/kelemahan yang dimiliki oleh pupuk organik
merupakan penyebab timbulnya risiko produksi. Unsur hara tanah merupakan unsur
82
yang diperlukan dalam kesuburan dan pertumbuhan tanaman. Variasi hasil akan terjadi karena kandungan unsur hara antara pupuk organik yang satu dengan yang lainnya juga bervariasi, tergantung dari bahan penyusunnya. Input pestisida organik juga bersifat risk decreasing atau bersifat pengurang risiko. Penggunaan pestisida organik mampu menekan risiko produksi yang disebabkan karena serangan hama dan penyakit. Jika pemakaian pestisida ditambah, akan berdampak pada
penurunan risiko produksi. Robison dan Barry (1987)
menerangkan bahwa input pestisida merupakan salah satu input yang bersifat risk reducing atau input yang bersifat pengurang risiko. Risiko gagal panen yang dihadapi petani organik pada umumnya disebabkan karena serangan hama dan penyakit. Sebagai contoh, hama tikus menyerang tanaman padi baik pada masa vegetatif maupun generatif. Hama tikus
biasanya diatasi dengan cara fisik, yaitu dengan
memasang perangkap, membongkar sarang, atau menggunakan pestisida organik misalnya dengan memberi umpan dengan bahan dasar gadung racun. Cara ini perlu ditingkatkan atau perlu dicari cara lain yang lebih efektif,
karena selama ini
penanggulangan hama tikus dengan menggunakan cara-cara tersebut belum mampu memperkecil risiko gagal panen yang dihadapi oleh petani. Kemampuan petani dalam usaha untuk mengontrol serangan hama dan penyakit sangat mempengaruhi tingkat produktivitas yang dicapai. Input tenaga kerja bersifat risk decreasing atau risk reducing, artinya penggunaan input tenaga kerja mampu menurunkan risiko atau variasi hasil yang dicapai. Jika petani menambah curahan tenaga kerja, berarti penanganan usahatani akan semakin intensif mulai dari proses pembibitan, pemupukan, penanggulangan hama penyakit sampai masa panen. Variasi produksi yang dicapai bisa berkurang apabila dilakukan pembenihan dilakukan dengan baik, melakukan penyulaman
83
terhadap bibit padi yang tidak tumbuh, melakukan pengolahan tanah ringan pada saat bibit berumur
20 hari untuk memperlancar pertukaran oksigen dalam tanah,
melakukan penyiangan gulma dan tanaman pengganggu. Penanggulangan hama dan penyakit yang dilakukan oleh petani organik pada umumnya bersifat preventif dan terpadu. Pada umumnya petani melakukan penyemprotan pestisida organik, walaupun belum terjadi serangan. Petani melakukan pengendalian hama secara fisik dan organik. Secara fisik yaitu dengan melakukan penangkapan atau dengan umpan. Secara organik yaitu dengan menggunakan pestisida hewani atau nabati yang dibuat sendiri atau dibuat secara kelompok. Sehingga curahan tenaga kerja merupakan salah satu faktor pengurang risiko. Sejalan dengan hasil penelitian Koundouri (2005) juga menyebutkan bahwa tenaga kerja bersifat menurunkan risiko produksi pada tingkat signifikansi yang tinggi. Hasil estimasi fungsi produktivitas dan fungsi risiko usahatani padi non organik disajikan dalam Tabel 15. Pada fungsi produktivitas usahatani padi non organik menunjukkan bahwa input pupuk organik mempunyai elastisitas sebesar 0.0263. Penambahan pupuk organik akan mengakibatkan penurunan produktivitas. Hal ini terkait dengan jumlah pemakaian input pupuk kimia yang dipakai oleh petani padi non organik telah berlebih atau melebihi dosis pemakaian, sebagaimana telah ditampilkan dalam Tabel 11 pada Bab V. Akibat dari pemakaian pupuk kimia Urea, SP36, NPK/Phonska serta pupuk kimia lain yang berlebih tersebut, maka penambahan pupuk organik tidak mampu lagi meningkatkan produktivitas. Hal lain yang bisa menjelaskan hubungan negatif antara produktivitas dengan pupuk organik adalah petani padi non organik tidak menggunakan pupuk organik secara terus menerus pada setiap musim tanam, sehingga efek menyuburkan terhadap tanaman belum berpengaruh karena terkait dengan sifat pupuk organik, dimana pengaruh terhadap
84
kesuburan tanah terjadi dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pupuk kimia dan diperlukan dalam jumlah besar. Tabel 15.
Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas dan Fungsi Risiko Produksi pada Usahatani Padi Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Variabel Fungsi Produktivitas Konstanta Benih Pupuk Urea Pupuk Kimia lain Pupuk NPK Pupuk Organik Pestisida Tenaga Kerja
Koefisien
Std. Error
T Hitung
Prob > |t|
4.9787 0.1325 0.0255 -0.0508 0.0445 -0.0263 0.0907 -0.3286
1.004 0.127 0.138 0.060 0.049 0.023 0.057 0.138
4.960 1.040 0.180 -0.850 0.910 -1.160 1.590 -2.370
< 0.001 0.309 0.856 0.404 0.371 0.257 0.127 0.027
1.4364 0.0204 0.0218 0.0153 0.0019 0.0114 -0.0182 -0.0296
1.646 0.112 0.104 0.026 0.018 0.012 0.059 0.098
0.950 0.140 0.170 0.460 0.080 0.770 -0.240 -0.240
0.352 0.887 0.869 0.648 0.934 0.450 0.811 0.815
R² = 0.3848
Fungsi Risiko Konstanta Benih Pupuk Urea Pupuk Kimia lain Pupuk NPK Pupuk Organik Pestisida Tenaga Kerja R² = 0.1181
Input pestisida berpengaruh positif terhadap produktivitas usahatani padi non organik. Penggunaan pestisida masih mampu menekan serangan hama dan penyakit, sehingga peningkatan penggunaan pestisida pada petani non organik di Kabupaten Sragen akan berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas. Hasil analisis ini sejalan dengan hasil penelitian yang telah dilakukan Rubinos et al. (2007), menyatakan bahwa input pestisida berpengaruh positif terhadap produktivitas padi non organik, sehingga untuk meningkatkan produktivitas, bisa dilakukan dengan menambahkan penggunaan pestisida. Villano et al. (2005) yang menyatakan bahwa peningkatan pemakaian pestisida pada usahatani padi di Filippina akan meningkatkan produksi. Berbeda dengan hasil analisis Hartoyo et al. (2004) yang menyatakan bahwa input pestisida yang digunakan petani di Cisarua mempunyai pengaruh negatif
85
terhadap produksi padi. Hartoyo et al. (2004) menjelaskan bahwa koefisien bertanda negatif bukan berarti pemakaian pestisida sudah berlebihan, tetapi hal tersebut disebabkan karena pola pemberantasan hama yang dilakukan petani bersifat kuratif, yaitu petani melakukan tindakan penanggulangan hama setelah terjadi serangan. Kondisi ini berlawanan dengan pola penanggulangan hama penyakit yang dilakukan oleh petani padi non organik di Kabupaten Sragen yang bersifat preventif atau melakukan pencegahan sebelum terjadi serangan hama dan penyakit. Input tenaga kerja berpengaruh negatif terhadap produktivitas sekaligus mempunyai elastisitas yang paling tinggi dibanding dengan input yang lain. Tanda negatif dari parameter input tenaga kerja tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penambahan tenaga kerja pada usahatani non organik akan menurunkan produktivitas. Ini terjadi karena tingkat pemakaian tenaga kerja pada usahatani non organik di Kabupaten Sragen sudah berlebih. Data penggunaan input usahatani pada Tabel 11 diketahui bahwa penggunaan input tenaga kerja rata-rata petani non organik 126.7 HKP per hektar, lebih rendah jika dibandingkan dengan tenaga kerja yang dipakai pada petani organik, yaitu 171.5 HKP per hektar. Batas optimum penggunaan tenaga kerja usahatani padi non organik lebih kecil dibandingkan dengan usahatani organik. Usahatani non organik yang bersifat padat modal, lebih sedikit memerlukan curahan tenaga kerja dibandingkan dengan usahatani organik. Pada usahatani padi non organik, sebagian besar tenaga kerja dicurahkan pada saat olah tanah dan panen. Hasil analisis ini berlawanan analisis yang dilakukan Rubinos et al. (2007) dan Hartoyo et al. (2004). Dalam hasil penelitiannya, Rubinos et al. (2007) menyatakan bahwa penggunaan input tenaga kerja pada usahatani padi di Magsaysay berpengaruh positif terhadap produksi. Penambahan tenaga kerja akan diikuti dengan meningkatnya output. Hartoyo et al. (2004) menyatakan bahwa input tenaga kerja
86
mempunyai pengaruh positif terhadap produksi padi dan mempunyai elastisitas yang paling tinggi. Hal ini menurutnya terjadi karena upah buruh yang relatif tinggi terutama pada saat terjadinya kesulitan dalam mencari tenaga buruh tani di desa. Disamping itu kesulitan dalam mencari tenaga buruh tani menurutnya disebabkan karena para pemuda di desa lebih tertarik bekerja sebagai buruh di sektor non pertanian. Pada fungsi risiko, secara keseluruhan input yang digunakan pada usahatani non organik tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani non organik. Ini berarti input yang digunakan dalam usahatani padi non organik tidak lebih berisiko dari usahatani padi organik. Pada usahatani non organik semua input yang digunakan tidak berpengaruh pada risiko produksi. Sebagai bahan perbandingan, dari hasil estimasi fungsi risiko antara usahatani padi organik di Tabel 13 dan usahatani padi non organik di Tabel 14, dapat dikatakan bahwa usahatani padi organik mempunyai risiko lebih besar bila dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Pada usahatani padi organik ada dua input penyebab timbulnya risiko produksi yaitu input benih dan pupuk organik, sedangkan pada usahatani padi non organik input yang digunakan tidak ada berpengaruh nyata pada risiko produksi. Hal ini dapat dijelaskan karena pada usahatani padi non organik, input pupuk Urea, NPK/Phonska, KCl, SP36, ZA dan pestisida kimia mempunyai jenis dan kandungan mineral yang dapat ditentukan jumlahnya dengan tepat sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman. Berbeda dengan
input pupuk organik yang
mempunyai kandungan mineral berbeda antara satu dengan yang lainnya, tergantung dari bahan penyusun utamanya. Apupuk organik merupakan salah satu ciri dari teknologi usahatani padi organik merupakan input yang menyebabkan timbulnya
87
risiko produksi. Tetapi input pestisida organik dan tenaga kerja merupakan input yang bersifat memperkecil adanya risiko produksi yang dihadapi petani padi organik. 6.2.
Hubungan Preferensi Risiko Petani Dengan Faktor-Faktor Sosial Ekonomi Petani Setelah diketahui tentang risko produksi yang dihadapi oleh dua kelompok
petani, yaitu kelompok petani padi organik dan non organik, maka perlu untuk mengetahui bagaimana sikap petani dalam menghadapi risiko. Dalam melakukan estimasi terhadap nilai preferensi risiko petani atau nilai AR (absolute risk averse), petani dapat dikatakan risk averse, risk neutral dan risk taker apabila secara berturutturut mempunyai nilai AR>0, AR=0 dan AR<0. Data rekapitulasi preferensi risiko petani disajikan dalam Tabel 16, sedangkan data AR per petani untuk masing-masing input usahatani, disajikan dalam Lampiran 1 dan Lampiran 2. Tabel 16. Rekapitulasi Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Petani Organik Petani Non Organik Preferensi Risiko Jumlah Persentase Jumlah Persentase (Orang) (%) (Orang) (%) Risk Averse 24 80 27 90 Risk Taker 6 20 3 10 Hasil analisis terhadap nilai AR (absolute risk aversion), petani dapat dikatakan risk averse, risk neutral dan risk taker apabila secara berturut-turut mempunyai nilai AR>0, AR=0 dan AR<0 (Arrow Pratt dalam Kumbhakar, 2002). Hasil estimasi nilai preferensi risiko petani secara keseluruhan menunjukkan bahwa 85% petani padi yang ada di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Jika ditinjau dari masing-masing kelompok petani, maka dapat diketahui bahwa 20% petani padi organik bersifat risk taker, sedangkan pada kelompok petani padi non organik ada 10% petani bersifat risk taker. Petani padi non organik bersifat risk averse dengan tingkat nilai yang lebih tinggi dibandingkan petani organik. Nilai rata-rata AR pada
88
kelompok petani organik adalah 0.22985, sedangkan pada kelompok petani padi non organik menunjukkan nilai rata-rata AR adalah 1.081335. Dari hasil uji-t yang ditampilkan pada Tabel 17 menunjukkan bahwa petani padi organik mempunyai tingkat risk averse yang lebih rendah dibandingkan dengan petani padi organik. Sesuai dengan hasil analisis risiko produksi, bahwa pada usahatani organik mempunyai risiko yang lebih tinggi, sehingga petani yang melakukannya adalah petani-petani yang lebih berani menghadapi risiko. Tabel 17. Rata-Rata Nilai Preferensi Risiko Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Preferensi Risiko Petani Rata-Rata Std. Deviasi Minimum Maksimum t Hitung Prob > |t|
Organik 0.229850 0.528691 -0.253830 2.267550
Non Organik 1.081335 2.387690 -0.298140 10.641680 -1.880 0.071
Hasil pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa usahatani padi organik mempunyai risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi non organik. Konsekuensi dari kondisi tersebut adalah bahwa petani yang melakukan usahatani padi organik akan lebih banyak bersifat risk taker dibandingkan petani padi non oganik. Dari tingkat keberanian dalam menghadapi risiko, menunjukkan bahwa kelompok petani padi organik mempunyai level atau tingkat keberanian menghadapi risiko yang lebih tinggi dibandingkan petani non organik. Uji-t untuk perbandingan nilai preferensi risiko antara kelompok petani organik dan non organik disajikan pada Tabel 17. Data ini memperkuat hasil analisis sebelumnya bahwa pada usahatani padi organik terdapat risiko produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non organik. Sehingga hanya petani yang lebih berani terhadap risiko gagal panen yang berani melakukan usahatani padi non organik. Seperti yang diungkapkan Kumbhakar
89
(2002) bahwa sifat risk averse petani dapat dibuat peringkat berdasar nilai dari AR tanpa memandang dari unit mana keuntungan usahatani tersebut diukur. Sedangkan Villano et al. (2005) menyatakan bahwa semakin besar nilai AR seseorang, semakin kuat sifat risk averse yang dimiliki. Perubahan pendapatan akan mempengaruhi sikap petani terhadap risiko. Hasil estimasi fungsi AR yang akan menjelaskan
bagaimana perubahan sikap petani
terhadap risiko apabila terjadi peningkatan pendapatan, disajikan dalam Tabel 18. Tabel 18. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion dengan Pendapatan Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Hasil Estimasi Koefisien Standard Error t Hitung Prob > |t| R-Square Adj R-Square
Usahatani Organik Intersep Pendapatan 1.2528 0.5586 2.2400 0.0337
-7.88709E-08 5.26186E-08 -1.5000 0.1459 0.0795 0.0441
Usahatani Non Organik Intersep Pendapatan 6.3807 1.8259 3.4900 0.0017
-2.75547E-07 1.52453E-07 -1.8100 0.0823 0.1116 0.0775
Tabel 18 menunjukkan bahwa bahwa baik pada petani padi organik maupun petani padi non organik bersifat decreasing absolute risk aversion. Hal ini berarti bahwa sikap risk averse petani akan berkurang seiring dengan bertambahnya pendapatan petani. Semakin sejahtera kondisi ekonomi petani, akan semakin berani dalam menghadapi risiko. Seperti hasil penelitian Villano et al. (2005) dan Guan dan Wu (2009). Villano et al. (2005) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa petani padi di Magsaysay menunjukkan decreasing absolute risk aversion. Guan dan Wu (2009) menyatakan bahwa tingkat risk aversion petani di Belanda menurun dengan meningkatnya income atau kekayaan, sesuai dengan logika ilmu ekonomi. Ini menunjukkan petani bersifat decreasing absolute risk aversion.
90
Hasil analisis hubungan antara preferensi risiko petani terhadap aspek sosial ekonomi ditampilkan dalam Tabel 19. Tabel 19.
Hasil Estimasi Faktor-Faktor Sosial Ekonomi yang Berpengaruh pada Preferensi Risiko Petani Padi di Kabupaten Sragen Tahun 2010 Variabel
Konstanta Aset petani Pendapatan di luar usahatani padi Pengalaman usahatani padi Status lahan garapan
Koefisien 0.79942 -0.00001 -0.21407 0.00034 -0.41162
Std. Error 0.22019 0.00001 0.13225 0.00425 0.16777
T Hitung 3.63 -0.65 -1.62 0.08 -2.45
Prob > |t| 0.001 0.520 0.112 0.937 0.018
Hasil analisis nilai AR terhadap aspek sosial ekonomi petani di Tabel 18 menunjukkan bahwa variabel luas lahan yang dimiliki petani yang berupa lahan sawah, tegalan, kebun dan pekarangan sebagai proxy dari aset yang dimiliki petani tidak berpengaruh nyata pada nilai preferensi risiko petani.
Pendapatan di luar
usahatani padi dan status lahan garapan berpengaruh terhadap peningkatan nilai AR. Sebelum membahas lebih lanjut, perlu diketahui mengenai distribusi statistik besarnya aset dimiliki antara kelompok petani padi organik dan petani padi non organik dan perbandingan antara keduanya yang disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 dapat diketahui bahwa antara petani padi organik dan non organik mempunyai rata-rata aset yang hampir sama, dan setelah dilakukan uji-t ternyata antara kedua kelompok tersebut tidak berbeda nyata. Hasil analisis nilai AR terhadap aset petani menunjukkan bahwa aset yang dimiliki petani tidak berpengaruh nyata pada preferensi risiko petani. Tabel 20.
Data Statistik Diskriptif Aset yang Dimiliki Petani Padi Organik dan Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
91
Aset Petani Rata-Rata Std. Deviasi Minimum Maksimum t Hitung Prob > |t|
Organik 10 295 7 859 2 510 35 250
Non Organik 9 142 5 355 1 100 21 500 0.6800 0.5028
Pada aspek pendapatan di luar usahatani padi menunjukkan bahwa petani yang mempunyai pendapatan dari luar usahatani padi cenderung bersifat risk taker dibandingkan dengan petani yang tidak memiliki pendapatan di luar usahatani padi. Kemampuan finansial yang lebih tinggi akan berpengaruh pada keberanian petani dalam menghadapi kegagalan produksi atau risiko produksi. Apabila petani dengan pendapatan di luar usahatani padi mengalami gagal panen, masih ada sumber penghasilan cadangan yang bisa digunakan sebagai back up pendapatan. Sejalan dengan Ghuan dan Wu (2009) yang mengkaitkan nilai preferensi risiko AR dengan subsidi yang diterima petani sebagai tambahan masukan finansal dari luar usahatani yang dilakukan, menyatakan bahwa semakin besar subsidi yang diterima oleh petani berpengaruh pada sikap petani yang cenderung akan lebih berani dalam menghadapi risiko. Pengalaman usahatani tidak berpengaruh nyata pada preferensi risiko petani. Rata-rata pengalaman yang dimiliki antara petani padi organik dan petani padi non organik tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Antara kelompok petani organik dan petani non organik rata-rata mempunyai pengalaman usahatani yang sama yaitu 31 tahun. Hasil uji-t dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Data Statistik Pengalaman Usahatani Padi yang Dimiliki Petani Organik dan Petani Padi Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
92
Pengalaman Usahatani Rata-Rata Std. Deviasi Minimum Maksimum t Hitung Prob > |t|
Organik 31.37 14.87 8.00 56.00
Non Organik 31.50 14.87 2.00 54.00 -0.030 0.9728
Dari hasil uji-t menunjukkan bahwa pengalaman usahatani yang dimiliki antara petani organik dan non organik tidak berbeda nyata. Kedua kelompok tani mempunyai ratarata pengalaman usahatani yang hampir sama. Aspek status lahan garapan berpengaruh negatif pada nilai AR petani. Untuk petani dengan status lahan milik sendiri akan lebih bersifat risk taker dibandingkan dengan petani yang menggarap lahan milik orang lain dengan sistim sewa atau bagi hasil. Bagi petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil, akan sangat memperhitungkan kepastian produksi/hasil yang diperoleh agar bisa menutup biaya produksi serta biaya sewa lahan atau biaya bagi hasil yang harus dibayarkan. Sehingga petani yang menguasai lahan garapan yang
bukan milik sendiri akan
berusaha untuk menghindari risiko produksi atau risiko gagal panen. Bila ditinjau dari status kepemilikan lahan masing-masing usahatani yang telah disajikan di Tabel 9 Bab V, 93.3% petani padi organik merupakan petani pemilik penggarap. Sedangkan pada usahatani non organik, 73.3% petani merupakan petani pemilik penggarap, sisanya merupakan petani dengan lahan sewa dan bagi hasil. Karena usahatani padi organik mempunyai risiko produksi yang lebih besar, maka petani yang bersifat risk taker akan lebih berani melakukan usahatani organik. Petani dengan status pemilik penggarap akan lebih berani menghadapi risiko. Hal ini dapat menjelaskan Tabel 9 pada Bab V yang menunjukkan bahwa usahatani padi organik lebih banyak diusahakan oleh petani dengan status pemilik penggarap.
93
6.3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemungkinan Petani Melakukan Usahatani Padi Organik Hasil analisis terhadap fungsi probabilitas petani dalam melakukan usahatani
padi organik disajikan pada Tabel 22. Tabel 22.
Hasil Estimasi Fungsi Probabilitas Petani Menerapkan Usahatani Padi Organik atau Non Organik di Kabupaten Sragen Tahun 2010
Variabel Konstanta Umur Pendidikan Income Lain Luas Lahan Status Lahan Pengalaman Usahatani Padi Preferensi Risiko
Koefisien 2.082 -0.060 -0.003 0.455 -0.401 0.603 0.042 -0.150
Std. Error 1.750 0.041 0.006 0.414 0.482 0.586 0.031 0.073
Prob > Chi Sq 0.234 0.141 0.615 0.271 0.406 0.304 0.171 0.040
Dari hasil analisa fungsi probabilitas pada Tabel 22 menunjukkan bahwa umur petani berpengaruh negatif terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik. Semakin tinggi usia petani, akan semakin mengurangi kemungkinan petani menjalankan usahatani padi organik. Dapat dijelaskan bahwa semakin tua umur maka kekuatan fisik akan semakin menurun. Kondisi tersebut tidak mendukung usahatani padi organik yang bersifat labour intensive atau memerlukan curahan tenaga kerja yang lebih banyak dibandingkan dengan usahatani padi non organik yang bersifat capital intensive. Dari data keragaman umur petani pada
Tabel 5 pada Bab V
menunjukkan bahwa petani padi berada pada kisaran umur 30 sampai 70 tahun, 62% petani berumur diatas 50 sampai 75 tahun dan mayoritas kegiatan yang berkenaan dengan proses produksi dilakukan sendiri oleh petani. Petani menggunakan tenaga kerja luar keluarga hanya pada saat proses pengolahan tanah dan panen. Jadi pada saat mengolah pupuk, mengaplikasikan pupuk organik kandang atau kompos dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan sendiri oleh petani. Sehingga kekuatan fisik sangat diperlukan dalam pengelolaan usahatani padi oganik. Disamping itu umur
94
juga
mempengaruhi
tentang
kecakapan
dan
keterbukaan
petani
dalam
mengaplikasikan suatu teknologi baru. Petani muda akan lebih tanggap terhadap suatu teknologi baru dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Lawal dan Oluyole (2008) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa umur petani
berhubungan
dengan kemampuan dalam mengaplikasikan teknik-teknik usahatani yang baru. Petani muda lebih menerima suatu teknologi yang baru dibandingkan dengan petani yang sudah tua. Sejalan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman (2009) terhadap peternak di Denmark menyebutkan bahwa umur petani berpengaruh negatif terhadap adopsi teknologi. Variabel income di luar usahatani padi berpengaruh positif terhadap probabilitas petani melakukan usahatani padi organik. Hal ini dapat dijelaskan pula dari hasil analisis preferensi risiko terhadap aspek sosial ekonomi pada Tabel 19, menunjukkan bahwa petani akan lebih bersifat risk taker apabila memiliki penghasilan lain di luar usahatani padi. Dengan memiliki penghasilan yang berasal dari luar usahatani, misalnya dengan berdagang, warung, guru atau sebagai perangkat desa, maka petani akan tetap bisa memenuhi kebutuhan finansial keluarga apabila mengalami kerugian karena gagal panen dalam usahataninya. Mayoritas petani di Kabupaten Sragen tidak memiliki penghasilan sampingan. Data Tabel 10 pada Bab V menunjukkan 65% petani padi tidak mempunyai penghasilan sampingan. Sehingga hal ini mampu menjawab mengapa usahatani padi organik mendapatkan respon yang lambat dari petani, karena sebagian petani padi di Kabupaten Sragen tidak mempunyai pekerjaan sampingan atau penghasilan lain selain sebagai petani padi. Hasil analisis ini berlawanan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman (2009) menyatakan bahwa off-farm income mempunyai pengaruh negatif terhadap kemungkinan petani mengadopsi teknologi, tetapi dari sisi lain ditunjukkan bahwa
95
besarnya konsumsi keluarga petani mempunyai pengaruh positif terhadap kemungkinan petani mengadopsi suatu teknologi. Status lahan petani berpengaruh terhadap kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik pada taraf α = 30%. Usahatani padi organik merupakan usahatani yang mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani non organik. Disamping itu petani dengan lahan sewa atau bagi hasil tidak akan begitu memperhatikan pada kelestarian dan kesuburan tanah dalam jangka panjang karena tidak akan memiliki sense of belongings terhadap lahan yang sedang digarap. Fokus dari usahatani yang dilakukan oleh petani dengan status lahan sewa atau bagi hasil adalah keuntungan yang diperoleh dalam jangka pendek, selama waktu sewa atau bagi hasil berlangsung. Ogada et al. (2010) juga menyatakan bahwa status kepemilikan lahan berpengaruh positif terhadap petani mengadopsi suatu teknologi baru berupa pembuatan terasering pada lahan miring, karena pembuatan terasering memerlukan investasi yang tinggi dan mempunyai pengaruh terhadap produktivitas lahan dalam jangka waktu yang sangat panjang. Sehingga hanya petani dengan status lahan milik sendiri yang melakukan terasering. Untuk
variabel
luas
lahan
mempunyai
pengaruh
negatif
terhadap
kemungkinan petani melakukan usahatani organik dengan tingkat kepercayaan α = 40%. Ini berarti semakin luas lahan yang digarap oleh petani, akan memperkecil probabilitas petani dalam menjalankan usahatani padi organik. Semakin luas lahan usahatani, akan semakin sulit dalam pengelolaan lahan tersebut. Dengan kondisi usahatani mengandalkan tenaga kerja dari dalam rumah tangga, maka semakin luas lahan yang dimiliki petani akan semakin besar tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pengelolaan usahatani padi organik dibandingkan dengan tenaga kerja yang dikeluarkan pada usahatani padi non organik. Hal ini didukung dengan data rata-rata
96
luas lahan untuk usahatani padi organik adalah 0.53 hektar,
lebih rendah
dibandingkan dengan rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani padi non organik yaitu 0.79 hektar. Semakin besar lahan akan semakin besar curahan tenaga kerja yang diperlukan dalam proses produksi usahatani padi organik. Dengan hanya mengandalkan tenaga kerja keluarga, petani berlahan luas akan mengalami hambatan dalam mengelola usahatani padi organik yang lebih bersifat labour intensif. Hasil analisis ini didukung oleh penelitian Edhera et al. (2009) yang menyatakan bahwa daya tarik petani di Kecamatan Gadingrejo, Jogjakarta dalam melakukan usahatani padi organik dipengaruhi oleh luas lahan yang usahakan oleh petani. Variabel pengalaman dalam melakukan usahatani padi berpengaruh positif terhadap probabilitas petani dalam menjalankan usahatani padi organik. Seperti yang dikemukakan Sauer dan Zilberman (2009), bahwa semakin lama atau semakin banyak pengalaman dalam usahatani padi akan semakin besar
kemungkinan petani
menerapkan usahatani padi organik. Petani pada awalnya akan melihat, kemudian sedikit demi sedikit akan mencoba untuk mengurangi penggunaan pestisida atau pupuk kimia dengan menggantikannya dengan pupuk dan pestisida organik, dan ahirnya memutuskan melakukan usahatani padi organik. Jadi pengalaman melakukan usahatani padi merupakan faktor yang juga berpengaruh terhadap petani melakukan usahatani padi organik. Sesuai dengan hasil analisis fungsi AR terhadap faktor sosial ekonomi pada Tabel 19, bahwa semakin lama petani berpengalaman dalam usahatani akan semakin bersifat risk taker. Dalam proses penerapan suatu teknologi, keberanian petani dalam mengambil risiko merupakan faktor pendorong terhadap keberhasilan penerapan suatu teknologi baru. Dari hasil analisis fungsi probabilitas menunjukkan bahwa nilai AR petani berpengaruh negatif terhadap kemungkinan petani dalam melakukan usahatani padi
97
organik. Sehingga semakin tinggi nilai absolute risk averse, berarti petani lebih cenderung menghindari dari risiko, akan makin kecil kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik dibandingkan dengan non organik. Sejalan dengan hasil penelitian Sauer dan Zilberman (2009) yang menyatakan bahwa sikap petani terhadap risiko berpengaruh terhadap adopsi suatu teknologi. Ellis (1988) juga menjelaskan bahwa sikap risk averse petani menghambat proses difusi dan adopsi inovasi untuk meningkatkan hasil dan income petani. Hasil analisis hubungan antara nilai absolute risk aversion dengan kemungkinan petani melakukan usahatani padi organik juga menunjukkan bahwa mayoritas petani padi di Kabupaten Sragen bersifat risk averse. Hal ini dapat disimpulkan dari jumlah petani yang berani melakukan usahatani padi organik hanya sebagian kecil dari total petani padi yang ada di Kabupaten Sragen.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.
Kesimpulan
98
Setelah melakukan analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan : 1. Hasil analisis fungsi risiko pada usahatani padi organik dan non organik menunjukkan bahwa usahatani padi organik relatif lebih berisiko dibandingkan dengan usahatani padi
non organik. Faktor penentu risiko produksi pada
usahatani padi organik adalah input benih, pupuk orgaik, pestisida organik dan tenaga kerja. Input benih dan pupuk organik bersifat risk increasing, sedangkan input pestisida organik dan tenaga kerja bersifat risk decreasing.
Keputusan
petani dalam menggunakan input pupuk organik mengakibatkan risiko produksi lebih besar. Input pupuk organik merupakan salah satu input pembeda antara teknologi usahatani padi organik dan non organik, ternyata merupakan salah satu input yang menyebabkan timbulnya risiko produksi. Hal ini terjadi karena dosis penggunaan input pupuk organik yang belum dikuasai dengan baik. 2. Input tenaga kerja pada usahatani padi organik bersifat risk reducing/pengurang risiko. Semakin intensif pengelolaan yang dilakukan akan menurunkan tingkat risiko yang dihadapi oleh petani padi organik. 3. Preferensi petani di Kabupaten Sragen dalam menghadapi risiko, mayoritas bersifat risk averse.
Faktor-faktor yang menentukan preferensi risiko petani
adalah status kepemilikan lahan dan off-farm income . Petani yang memiliki pendapatan dari luar usahatani padi akan bersifat risk taker dan petani dengan status lahan milik sendiri akan lebih berani dalam menghadapi risiko produksi. 4. Preferensi risiko petani mempengaruhi keputusan petani melakukan usahatani padi organik. Semakin besar tingkat risk taker petani, semakin besar kemungkinan petani memutuskan untuk melakukan usahatani organik. Disamping faktor preferensi risiko petani, faktor lain yang menentukan penerapan usahatani padi
99
organik yaitu umur petani, pendapatan di luar usahatani padi, luas lahan garapan, status lahan, dan pengalaman petani dalam usahatani padi. 7.2.
Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka untuk keberhasilan penerapan usahatani
padi organik perlu beberapa dukungan penting yang ditujukan kepada petani padi organik, antara lain : 1. Dilakukan penelitian mengenai kepastian kandungan mineral dan hara pada pupuk organik kompos dan pupuk kandang yang digunakan oleh petani organik, karena selama ini pupuk organik yang digunakan berasal pupuk kandang mempunyai kandungan hara yang tidak dapat dipastikan. 2. Perlu meningkatkang mutu benih yang digunakan petani padi organik. Bila benih yang digunakan kurang baik, akan menghasilkan produksi yang rendah walaupun dilakukan perawatan dan pemberantasan hama penyakit secara intensif. Benih yang bermutu akan menghasilkan tanaman padi yang sehat, pertumbuhannya seragam dan rumpun yang kokoh. 3. Petani perlu mendapatkan bantuan modal untuk membuka usaha sampingan sebagai sumber penghasilan lain (misalnya bantuan modal untuk usaha ternak kecil), karena petani memerlukan back up pendapatan sebagai antisipasi apabila terjadi gagal panen. 4. Penataan status kepemilikan lahan, sehingga semua petani memiliki akses pada lahan pertanian.
Dengan
status
lahan
hak
milik,
kemungkinan
petani
menerapkan usahatani organik makin besar. Penataan kembali status kepemilikan lahan juga akan meningkatkan kesejahteraan petani kecil di pedesaan.
100
5. Perlu adanya asuransi pertanian untuk menunjang keberhasilan penerapan usahatani padi organik yang di dalamnya mengandung risiko lebih besar. 7.3.
Saran Penelitian Lanjutan Dalam penelitian ini, risiko produksi yang dianalisis adalah risiko produksi
yang ditimbulkan karena penggunaan input usahatani. Untuk lebih memperluas cakupan penelitian, alangkah baiknya apabila : 1. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai risiko produksi yang bukan hanya disebabkan karena penggunaan input usahatani, tetapi juga menganalisis risiko produksi yang ditimbulkan karena kondisi cuaca/iklim. 2. Mengangkat permasalahan mengenai risiko harga hasil komoditi usahatani padi organik yang dihadapi oleh petani, karena petani padi organik juga menghadapi risiko harga beras organik.
101
DAFTAR PUSTAKA
Andoko, A. 2007. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta. Bachus, G.B.C., V.R. Eidman and A.A. Dijkhuizen. 1997. Farm Decision Making Under Risk and Uncertainty. Neitherlands Journal of Agricultural Science, 45 (1997): 307-328. Beattie, B.R. and C.R. Taylor. 1985. The Economics Production. Montana State University. John Wiley & Sons, Inc, Motana. Cacek, T. and L. Linda. 1986. The Economic Implication of Organic Farming. American Journal of Alternative Agriculture, 1 (1): 25-29. Carter, M.R. 1984. Identification of the Inverse Relationship between Farm Size and Productivity : An Empirical Analysis of Peasant Agricultural Production. Oxford Economic Papers, 36(1): 131-145. Coelli, T., D.S.P. Rao and G.E. Battese. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher, Boston. Debertin, D.L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York. Eggert, H. and R. Tveteras. 2004. Stochastic Production and Heterogeneous Risk Preferencec : Commercial Fishers’ Gear Choices. Amer. J. Agr. Econ, 86 (1): 199-212 Ellis, F. 1988. Peasant Economics : Farm Households and Agrarian Development. Cambridge University Press, Cambridge. Fariyanti, A., Kuntjoro, S. Hartoyo dan A. Daryanto. 2007. Perilaku Rumah Tangga Petani Sayuran Pada Kondisi Risiko Produksi dan Harga di Kecamatan Pengalengan Kabupaten Bandung. Jurnal Agro Ekonomi, 25 (2) : 178-206. Frisvold, G., T.M. Hurley dan P.D. Mitchell. 2009. Adoption of Best Management Practices to Control Weed Resistance by Cotton, Corn ang Soybean Growers. Selected Paper Prepared for Presentation at the Agricultural and Applied Economic Association 2009 AAEA & ACCI Joint Annual Meeting, Milwaukee, Wisconsin, July 26-29, 2009. Fufa, B. and R.M. Hassan. 2002. Stochastic Technology and Crop Production Risk : The Case of Small-Scale Farmers in East Hararghe Zone of Oromiya Regional State in Ethiopia. Departement of Agricultural Economics Alemaya Unversity, Dire Dawa.
102 Guan, Z. and F. Wu. 2009. Specification and Estimation of Heterogeneous Risk Preference. Contributed Paper Prepared for Presentation at the 27th International Conference of Agricultural Economists (IAAE 2009). Beijing. Graziano, A.M. and M.L. Raulin. 1989. Research Methods : A Process of Inquiry. Harper Collins Publishers, New York. Hartoyo, S., K. Mizuno and S.S.M. Mugniesyah. 2004. Comparatif Analysis of Farm Management Risk : Case Study in Two Upland Village, West Java. In : Hayashi, Y., S. Manuwoto and S. Hartono. Sustainable Agriculture in Rural Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hong, C.W. 1994. Organic farming and The Sustainability Of Agriculture in Korea. Papers Delivered at 12th Meeting of The Technical Advisory Committee of the Food and Fertilizer Technology Center for The Asian and Pacific Region, Taiwan. Kim, M.K. and A. Pang. 2009. Climate Change Impact on Rice Yield and Production Risk. Journal of Rural Development, 32 (2): 17-19. Koundouri, P. and C. Nauges. 2005. On Production Function Estimation with Selectivity and Risk Considerations. Journal of Agriculture and Resource Economics, 30 (3): 597-608. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory of Econometrics : An Introductory of Econometric Methods. Second Edition. Harper & Row Publishers, Inc., New York. Kumbhakar, S.C. 2002. Specification of Production Risk, Risk Preferences and Technical Efficiency. American Journal of Agricultural Economics. 84 (1): 8-22. Lawal, J.O. and K.A. Oluyole. 2008. Factors Influencing Adoption of Research Result and Agricultural Technologies Among Cocoa farming Households in Oyo State, Nigeria. International Journal Sustainable Crop Production. 3(5): 1012. Lien, G., O. Flaten, A. Koraeth, K.D. Schumann, J.W. Richardson and R. Eltun. Are Organic Crop Farming More Risky than Integrated and Gonventional Crop Farming? Norwegian Agricultural Economics Research Institute (NILF), Oslo. Madau, F.A. 2005. Technical Efficiency in Organic Farming : An Application on Italian Cereal Farms Using a Parametric Approach. Paper Prepared for Presentation at the XIth Congress of the Eroupean Association of Agricultural Economists. The Future of Rural Europe I the Global AgriFood System, Copenhagen.
103 McConnell, D.J. and J.L. Dillon. 1997. Farm Management for Asia : A System Approach. Food and Agriculture Organization of United Nations, Rome. Medina, F. and A. Inglesias. 2008. Economic Feasibility of Organic Farms an Risk Management Atrategies. 12th Congress of the European Association of Agriculture Economists-EAAE, Madrid. Ogada, M., W. Nyangena and M. Yusuf. 2010. Production Risk and Farm Technology Adoption In The Rain-Fed Semi-Arid Lands of Kenya. AfJARE, 4(2010) : 159-174. Pažek, K. and Č. Rozman. 2007. The Simulation Model For Cost-Benefit Analysis on Organic Farms. Agronomski Glasnik, 3(2007): 209-222. Robison, L.J. and P.J. Barry. 1987. The Competitive Firm’s Response To Risk. Macmillan Publishing Company, New York. Rubinos, R., A. Theresa and P. Bayacag. 2007. Comparative Economic Study of Organic and Conventional Rice Farming in Magsaysay, Davao Del Sur. 10th National Convention on Statistics (NCS), EDSA Shangri-La Hotel, Manila. Rukka, H., Buhaerah dan Sunaryo. 2006. Hubungan Karakteristik Petani Dengan Respon Petani Terhadap Penggunaan Pupuk Organik Pada Padi Sawah (Oryza sativa L.). Jurnal Agrisistem, 2(2006): 23-31. Sauer, J dan D. Zilberman. 2009. Innovation Behaviour at Farm Level-Selection and Identification. Gewisola. University of California and Giannini Foundation, Berkely. Serra, T., D. Zilberman and J.M. Gil. 2008. Differential Uncertainties and Risk Attitudes Between Conventional and Organic Producers : The Case of Spanish Arable Corp Farmers. Centre de Recerca en Economia I Desenvolupament Agroalimentaris (CREDA), Barkeley. Soekartawi, J.L. Dillon, J.B. Hardaker dan A. Soeharjo. 1985. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Perkembangan Petani Kecil, Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sulaeman, A. 2009. Konsep dan Pemikiran untuk Menyongsong Revolusi Hijau Kedua. Di dalam: Sumardjo, Ari Purbayanto, Surjono Hadi Sutjahjo. Arief B Boediono. Toto T. Harini M. Tineke M. Alex H. Bonar MS. 2009. Peran Ipteks dalam Pengelolaan Pangan, Energi, SDM dan Lingkungan Yang Berkelanjutan. Buku II, IPB Press, Bogor. Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik : Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kanisius, Yogyakarta.
104 Villano, A.R., C.J. O’Donnell and G.E. Battese. 2005.An Investigation of Production Risk Preferences and Technical Efficiency : Evidence from Rainfed Lowland Rice Farm in the Philippines. Working Paper Series in Agriculture and Resource Economics. University of New England Australia, 2005 (1): 1-24.
109
Lampiran 1. Nilai AR per Input dari Petani Padi Organik
Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
AR (x1) 0.04230 0.05032 0.05778 0.05070 0.05224 0.03360 0.04089 0.04270 0.02600 0.03116 0.03801 0.03400 0.04571 0.04110 -1.01388 0.05167 0.03448 0.02397 -4.42072 0.03751 0.14497 0.09349 0.01129 0.05065 0.05353 0.06687 0.03443 0.03398 0.03011 0.04546
AR (x2) 0.00007 -0.00081 -0.02130 -0.00006 0.00017 0.00010 -0.00043 0.00010 0.00062 0.00004 -0.03780 -0.00002 -0.00162 -0.00021 0.00006 0.00044 0.00005 0.00005 -0.16981 -0.00012 0.00001 0.00003 0.06893 0.00000 -0.00103 0.00031 -0.00016 -0.00002 0.00010 -0.00001
AR (x3) 0.00048 0.00015 4.63070 0.00027 0.00032 0.00016 0.00024 0.00050 0.00010 0.00026 9.07059 0.00011 4.64651 0.00018 0.00046 0.00041 0.00011 0.00021 6.87292 1.60711 1.12954 1.60071 3.70030 0.00022 0.00081 0.00030 0.00019 0.00015 0.00013 0.00031
AR (x4) -0.01015 -1.05268 -0.00224 -0.01666 -0.01606 -0.00631 0.19212 -0.00747 -0.00745 -0.00202 -0.00060 -0.04124 -0.00213 -0.01847 -0.00197 -0.01724 -0.03277 -0.00802 -0.00125 -0.00117 -0.00037 -0.00023 0.03080 -0.00900 -0.13416 -0.02058 -0.11284 -0.04214 -0.02848 -0.01381
AR Rata-Rata 0.00817 -0.25075 1.16624 0.00856 0.00917 0.00689 0.05821 0.00896 0.00482 0.00736 2.26755 -0.00179 1.17212 0.00565 -0.25383 0.00882 0.00046 0.00405 0.57029 0.41083 0.31854 0.42350 0.95283 0.01047 -0.02021 0.01173 -0.01959 -0.00201 0.00046 0.00799
Std Deviasi 0.02327 1.10814 2.30989 0.02918 0.02972 0.01806 0.09134 0.02279 0.01459 0.01590 4.53546 0.03079 2.31637 0.02518 0.50670 0.02975 0.02746 0.01382 4.67289 0.79772 0.54498 0.78604 1.83180 0.02713 0.08007 0.03806 0.06424 0.03116 0.02392 0.02583
Lampiran 2. Nilai AR per Input dari Petani Padi Non Organik Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
AR (x1) -0.00948 -0.02701 -0.00366 -0.01031 -0.00306 -0.04668 -0.04267 -0.01503 -0.02272 -0.01393 -0.02694 -0.00371 -0.01562 -0.01179 -0.01797 0.33229 -0.00075 -0.01239 -0.01544 -0.02080 -0.01591 -0.01634 -0.01133 -0.02480 -0.01267 -0.00756 -0.01072 -0.01044 -0.15106 -0.01049
AR (x2) -1.06937 -1.06668 -1.04501 -1.07387 -1.04126 -1.06526 -1.07133 -1.07651 -1.05859 -1.07543 -1.08748 -1.02911 -1.11088 -1.05876 -1.08387 -1.07240 -1.02445 -1.04729 -1.07520 -1.04258 -1.04316 -1.05034 -1.04294 -1.08496 -1.03996 -1.06377 -1.13168 -1.08865 -1.04835 -1.06210
AR (x3) -0.00243 -0.00614 -0.00647 -0.00526 -0.00248 -0.04953 -0.02300 -0.00566 -0.01202 -0.00089 -3.83630 -0.00172 -0.02758 -0.00081 -0.00802 -0.00288 -0.32102 -0.00122 -0.00053 -0.00888 -0.00050 -0.00092 -0.00075 -7.83804 -0.00096 -0.00103 -0.00615 -0.00604 -0.00115 -0.00187
AR (x4) -0.00076 19.41809 -2.98173 0.00393 -0.04594 -0.00001 0.01670 -0.00037 -0.00019 -0.00029 -0.00002 -0.35346 0.00028 11.50638 -0.00002 -0.00002 0.00000 -0.00002 -0.00002 0.00000 -0.00002 -0.00001 0.00000 0.00000 -0.00003 -0.07640 0.00000 -0.00026 -0.00001 0.00000
AR (x5) 0.00006 1.56040 0.00000 0.00002 0.00046 0.00021 0.00001 0.00125 0.00035 0.01030 0.00034 0.00100 0.00935 1.02629 0.00031 0.00002 0.00027 0.00023 72.37625 0.00034 1.91688 1.02421 1.34602 0.00002 0.00002 0.00078 1.02579 0.00004 0.69611 0.00007
AR (x6) 2.70471 40.17986 3.57533 3.15388 12.85629 3.30046 1.46102 8.14803 6.98348 4.45085 2.86339 3.08399 3.33914 1.75695 3.03966 11.03242 0.47087 6.37854 3.20670 3.13160 3.81426 1.70572 5.03299 11.28368 1.67124 3.27745 4.47797 1.78841 1.64860 3.14972
AR (x7) 0.00002 0.00002 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000 0.00001 0.00001 0.00001 0.00002 0.00001 0.00001 0.00001 0.00002 0.00003 0.00001 0.00000 0.00001 0.00002 0.00001 0.00001 0.00002 0.00001 0.00001 0.00001 0.00001 0.00000 0.00002 0.00001 0.00001
AR Rata-rata 0.23182 8.57979 -0.06593 0.29549 1.68057 0.30560 0.04868 1.00739 0.84147 0.48152 -0.29814 0.24243 0.31353 1.88833 0.27573 1.46992 -0.12501 0.75970 10.64168 0.29424 0.66737 0.23748 0.76057 0.33370 0.08824 0.30421 0.62217 0.09758 0.16345 0.29648
Std. Deviasi 1.16067 15.70439 1.94659 1.32219 4.94301 1.37712 0.73806 3.17400 2.73660 1.79555 1.97810 1.30917 1.39624 4.33393 1.28339 4.23969 0.45914 2.50808 27.25510 1.30948 1.64285 0.88197 2.00754 5.61478 0.79794 1.36817 1.81088 0.84824 0.83039 1.31869
111
Lampiran 3. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Organik
Fungsi Produksi Ustan Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LY Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
Sum of Squares
Mean Square
12.96688 3.39931 16.36619
2.59338 0.14164
DF
Model Error Corrected Total
5 24 29
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.37635 3.00694 12.51598
F Value
Pr > F
18.31
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.7923 0.7490
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
Intercept LX1 LX2 LX3 LX4 LX5
1 1 1 1 1 1
0.65839 0.39491 0.12403 0.13436 0.09029 0.49535
0.96913 0.19904 0.21794 0.16662 0.05029 0.18586
0.68 1.98 0.57 0.81 1.80 2.67
0.5034 0.0588 0.5746 0.4280 0.0852 0.0135
0 3.82423 3.97806 1.77488 1.18522 2.63973
112
Lampiran 4. Hasil Estimasi Fungsi Produksi Usahatani Non Organik
Fungsi Produksi Ustan Non Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LY Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
8 21 29
17.07627 0.78742 17.86368
2.13453 0.03750
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.19364 3.76123 5.14828
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
56.93
<.0001
0.9559 0.9391
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Intercept LX1 LX2 LX3 LX4 LX5 LX6 LX7 LX8
1 1 1 1 1 1 1 1 1
5.55666 1.13500 0.12222 0.03534 -0.05001 0.05350 -0.03129 0.07137 -0.38902
Standard Error t Value 1.43070 0.15066 0.13044 0.14161 0.06064 0.05188 0.02455 0.06711 0.17545
3.88 7.53 0.94 0.25 -0.82 1.03 -1.27 1.06 -2.22
Pr > |t| 0.0009 <.0001 0.3594 0.8054 0.4188 0.3142 0.2163 0.2997 0.0378
Variance Inflation 0 9.25887 5.29197 8.97843 3.54323 2.40668 1.11486 1.97627 7.04246
113
Lampiran 5. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Usahatani Organik
Fungsi Produktivitas Ustan Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LPY Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 25 29
1.67977 3.75629 5.43606
0.41994 0.15025
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.38762 3.88578 9.97542
F Value
Pr > F
2.79
0.0479
R-Square Adj R-Sq
0.3090 0.1984
Parameter Estimates Variable Intercept LPX2 LPX3 LPX4 LPX5
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
1 1.61145 1 0.07013 1 -0.00063796 1 0.05776 1 0.41491
0.78360 0.22173 0.14759 0.04731 0.18418
2.06 0.32 -0.00 1.22 2.25
0.0503 0.7544 0.9966 0.2335 0.0333
0 1.65222 1.27169 1.02853 1.70341
DF
114
Lampiran 6. Hasil Estimasi Fungsi Produktivitas Usahatani Non Organik
Fungsi Produktivitas Ustan Non Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LPY1 Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 22 29
0.50026 0.79984 1.30010
0.07147 0.03636
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.19067 4.21485 4.52384
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
1.97
0.1068
0.3848 0.1890
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
Intercept LPX2 LPX3 LPX4 LPX5 LPX6 LPX7 LPX8
1 1 1 1 1 1 1 1
4.97874 0.13248 0.02545 -0.05080 0.04450 -0.02632 0.09074 -0.32858
1.00362 0.12723 0.13841 0.05970 0.04871 0.02263 0.05718 0.13841
4.96 1.04 0.18 -0.85 0.91 -1.16 1.59 -2.37
<.0001 0.3091 0.8558 0.4040 0.3709 0.2572 0.1268 0.0267
0 1.74147 1.71192 1.63822 1.52672 1.35757 1.43623 1.99453
115
Lampiran 7. Hasil Estimasi Parameter Untuk Pembobotan Organik
Estimasi Untuk Pembobotan Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 25 29
0.12993 2.67673 2.80666
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.32721 0.38200 85.65730
F Value
Pr > F
0.03248 0.10707
0.30
0.8729
R-Square Adj R-Sq
0.0463 -0.1063
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error t Value
Intercept X1 X2 X3 X4
1 1 1 1 1
0.06576 -0.04637 -0.03220 0.01158 0.11752
0.70752 0.18820 0.12456 0.01402 0.15558
0.09 -0.25 -0.26 0.83 0.76
Pr > |t|
Variance Inflation
0.9267 0.8074 0.7982 0.4166 0.4571
0 1.67034 1.27115 1.09139 1.70563
116
Lampiran 8. Hasil Estimasi Parameter Untuk Pembobotan Non Organik
Estimasi Untuk Pembobotan Non Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 22 29
0.08678 0.35752 0.44430
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.12748 0.14543 87.65637
F Value
Pr > F
0.01240 0.01625
0.76
0.6237
R-Square Adj R-Sq
0.1953 -0.0607
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
Intercept X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
1 1 1 1 1 1 1 1
0.35935 -0.06715 -0.08308 -0.02630 -0.01259 -0.00926 0.03682 0.04601
0.68168 0.08737 0.08412 0.01841 0.01386 0.00745 0.03993 0.08544
0.53 -0.77 -0.99 -1.43 -0.91 -1.24 0.92 0.54
0.6034 0.4503 0.3341 0.1673 0.3737 0.2272 0.3665 0.5957
0 1.83728 1.41447 1.33096 1.38777 1.28901 1.56702 1.70043
117
Lampiran 9. Hasil Estimasi Parameter Setelah Dilakukan Pembobotan Organik
MNLS Setelah Dibobot Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 25 29
103.23562 30.79103 134.02665
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.10979 10.47501 10.59467
F Value
Pr > F
25.80891 1.23164
20.95
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.7703 0.7335
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
Intercept X1 X2 X3 X4
1 1 1 1 1
20.30321 1.02787 0.64285 -0.21039 -1.93698
13.12366 0.53236 0.40048 0.15631 1.59447
1.55 1.93 1.61 -1.35 -1.21
0.1344 0.0649 0.1210 0.1904 0.2358
0 51.20309 35.51988 84.62010 381.28364
118
Lampiran 10. Hasil Estimasi Parameter Setelah Dilakukan Pembobotan Non Organik
MNLS Setelah Dibobot Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: Y Number of Observations Read Number of Observations Used
30 30
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 25 29
103.23562 30.79103 134.02665
25.80891 1.23164
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.10979 10.47501 10.59467
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
20.95
<.0001
0.7703 0.7335
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
Intercept X1 X2 X3 X4
1 1 1 1 1
20.30321 1.02787 0.64285 -0.21039 -1.93698
13.12366 0.53236 0.40048 0.15631 1.59447
1.55 1.93 1.61 -1.35 -1.21
0.1344 0.0649 0.1210 0.1904 0.2358
0 51.20309 35.51988 84.62010 381.28364
119
Lampiran 11. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Organik Menggunakan SAS 9.1 dengan LIML
Fungsi Risiko Organik Setelah Dibobot The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable
Y Y
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 25 29
52.11051 3.747797 55.85831
13.02763 0.149912
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.38718 12.54974 3.08520
F Value
Pr > F
86.90
<.0001
R-Square Adj R-Sq
0.93291 0.92217
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept X1 X2 X3 X4
1 1 1 1 1
18.94447 0.948097 0.627791 -0.23105 -2.36875
0.837184 0.222689 0.147389 0.016593 0.184092
22.63 4.26 4.26 -13.92 -12.87
<.0001 0.0003 0.0003 <.0001 <.0001
120
Lampiran 12. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Non Organik Menggunakan SAS 9.1 dengan LIML
Fungsi Risiko Non Organik Setelah Dibobot The SYSLIN Procedure Limited-Information Maximum Likelihood Estimation Model Dependent Variable
Y Y
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 22 29
1.499604 11.19276 12.69236
0.214229 0.508762
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.71328 0.93634 76.17669
F Value
Pr > F
0.42
0.8787
R-Square Adj R-Sq
0.11815 -0.16244
Parameter Estimates Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
1 1 1 1 1 1 1 1
1.434506 0.020367 0.021832 0.015297 0.001915 0.011383 -0.01818 -0.02962
1.507583 0.141482 0.130308 0.033044 0.022697 0.014796 0.075228 0.125170
0.95 0.14 0.17 0.46 0.08 0.77 -0.24 -0.24
0.3517 0.8868 0.8685 0.6480 0.9335 0.4498 0.8113 0.8152
121
Lampiran 13. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Organik Menggunakan Frontier 4.1
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = RisMNLS.txt
the final mle estimates are : coefficient
standard-error
beta 0 0.18945488E+02 beta 1 0.94809444E+00 beta 2 0.62780051E+00 beta 3 -0.23105132E+00 beta 4 -0.23687477E+01 sigma-squared 0.12492628E+00 gamma 0.14314831E-04 mu is restricted to be zero eta is restricted to be zero log likelihood function =
t-ratio
0.11642754E+01 0.16272342E+02 0.20034264E+00 0.47323648E+01 0.12962917E+00 0.48430497E+01 0.14685316E-01 -0.15733493E+02 0.16598914E+00 -0.14270498E+02 0.30078855E-01 0.41532924E+01 0.23050464E-01 0.62102138E-03
-0.11367699E+02
the likelihood value is less than that obtained using ols! - try again using different starting values number of iterations =
43
(maximum number of iterations set at : number of cross-sections = number of time periods =
30 1
total number of observations = thus there are:
0
100)
30
obsns not in the panel
122
Lampiran 14. Hasil Estimasi Fungsi Risiko Non Organik Menggunakan Frontier 4.1
Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = MnlsNon.txt
the final mle estimates are : coefficient
standard-error
beta 0 0.14364362E+01 beta 1 0.20366563E-01 beta 2 0.21831185E-01 beta 3 0.15297439E-01 beta 4 0.19148807E-02 beta 5 0.11383381E-01 beta 6 -0.18180292E-01 beta 7 -0.29615288E-01 sigma-squared 0.37309557E+00 gamma 0.15672816E-04 mu is restricted to be zero eta is restricted to be zero log likelihood function =
t-ratio
0.16468317E+01 0.87224225E+00 0.11194378E+00 0.18193563E+00 0.10425395E+00 0.20940390E+00 0.25958032E-01 0.58931427E+00 0.17829988E-01 0.10739663E+00 0.11511858E-01 0.98883959E+00 0.58741222E-01 -0.30949802E+00 0.98318867E-01 -0.30121674E+00 0.93001075E-01 0.40117340E+01 0.19457310E-01 0.80549758E-03
-0.27779198E+02
the likelihood value is less than that obtained using ols! - try again using different starting values number of iterations =
65
(maximum number of iterations set at : number of cross-sections = number of time periods =
30 1
total number of observations = thus there are:
0
100)
30
obsns not in the panel
123
Lampiran 15. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Pendapatan Petani Organik
Fungsi AR thd Pendapatan Usahatani Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: AR Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
1 26 27
3.49806 40.48042 43.97849
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.24777 0.49369 252.74602
F Value
Pr > F
3.49806 1.55694
2.25
0.1459
R-Square Adj R-Sq
0.0795 0.0441
Parameter Estimates Variable Intercept Pendapatan
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
1 1
1.25278 -7.88709E-8
0.55864 5.261856E-8
2.24 -1.50
0.0337 0.1459
0 1.00000
124
Lampiran 16. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Pendapatan Petani Non Organik
Fungsi AR thd Pendapatan Usahatani Organik The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: AR Number of Observations Read Number of Observations Used
28 28
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
1 26 27
3.49806 40.48042 43.97849
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
1.24777 0.49369 252.74602
F Value
Pr > F
3.49806 1.55694
2.25
0.1459
R-Square Adj R-Sq
0.0795 0.0441
Parameter Estimates Variable Intercept Pendapatan
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
1 1.25278 1 -7.88709E-8
0.55864 5.261856E-8
2.24 -1.50
0.0337 0.1459
0 1.00000
DF
125
Lampiran 17. Hasil Estimasi Fungsi Probit
Fungsi Probit Ustan Organik dan NonOrganik The LOGISTIC Procedure Model Information Data Set Response Variable Number of Response Levels Model Optimization Technique
WORK.USAHATANI Y 2 binary probit Fisher's scoring
Number of Observations Read Number of Observations Used
60 60
Response Profile Ordered Value
Y
Total Frequency
1 2
0 1
30 30
Probability modeled is Y=0. Model Convergence Status Convergence criterion (GCONV=1E-8) satisfied. Model Fit Statistics
Criterion AIC SC -2 Log L
Intercept Only
Intercept and Covariates
85.178 87.272 83.178
80.935 97.690 64.935
126
Lampiran 17. Lanjutan
Fungsi Probit Ustan Organik dan NonOrganik The LOGISTIC Procedure Testing Global Null Hypothesis: BETA=0 Test
Chi-Square
DF
Pr > ChiSq
18.2422 12.3801 11.9083
7 7 7
0.0109 0.0887 0.1036
Likelihood Ratio Score Wald
Analysis of Maximum Likelihood Estimates Parameter Intercept Umur Pddkan IncLain LuasLhn StatusLhn PnglmnUstan Risk
DF
Estimate
Standard Error
Wald Chi-Square
Pr > ChiSq
1 1 1 1 1 1 1 1
2.0818 -0.0601 -0.00281 0.4553 -0.4007 0.6026 0.0421 -0.1502
1.7498 0.0409 0.00560 0.4139 0.4822 0.5863 0.0308 0.0730
1.4154 2.1640 0.2525 1.2100 0.6906 1.0566 1.8719 4.2294
0.2342 0.1413 0.6153 0.2713 0.4060 0.3040 0.1713 0.0397
Association of Predicted Probabilities and Observed Responses Percent Concordant Percent Discordant Percent Tied Pairs
80.2 19.6 0.2 900
Somers' D Gamma Tau-a c
0.607 0.608 0.308 0.803
127
Lampiran 18. Uji-t Perbedaan Aset Petani Organik dan Non Organik
Test Statistik Aset Petani The TTEST Procedure Statistics
Difference
N
Org - Non
30
Lower CL Mean
Upper CL Lower CL Mean Mean Std Dev
-2323 1153.2
4629.1
Upper CL Std Dev Std Dev
7413.4
9308.6
12514
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
AsetOrg - AsetNon
29
0.68
0.5028
Std Err 1699.5
128
Lampiran 19. Uji-t Perbedaan Nilai Absolute Risk Aversion Petani Organik dan Non Organik
Test Statistik Nilai AR Petani The TTEST Procedure Statistics Difference
N
Lower CL Mean
AROrg - ARNon 30 -1.779
Mean
Upper CL Mean
-0.851
Lower CL Upper CL Std Dev Std Dev Std Dev Std Err
0.0762
1.9785
2.4843
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
AROrg - ARNon
29
-1.88
0.0706
3.3397
0.4536
129
Lampiran 20. Uji-t Perbedaan Keuntungan Usahatani Organik dan Non Organik
Test Statistik Keuntungan Usahatani The TTEST Procedure Statistics Difference
N
Org - Non
30
Lower CL Mean
Upper CL Mean Mean
-378E4 -148E4
Lower CL Upper CL Std Dev Std Dev Std Dev
827583
Difference
Minimum
Maximum
Org - Non
-888E4
1.32E7
4.92E6
6.17E6
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
Org - Non
29
-1.31
0.2002
8.3E6
Std Err 1.13E6
130
Lampiran 21. Uji-t Perbedaan Pengalaman Usahatani Petani Organik dan Non Organik
Test Statistik Pengalaman Petani The TTEST Procedure Statistics
Difference
N
POrg - PNon
30
Difference POrg - PNon
Lower CL Mean
Mean
-8.069 -0.133
Upper CL Mean 7.8022
Minimum
Maximum
-46
35
Lower CL Std Dev
StdDev
16.925
21.252
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
POrg - PNon
29
-0.03
0.9728
Upper CL Std Dev Std Err 28.569
3.88
131
Lampiran 22. Hasil Estimasi Fungsi Absolute Risk Aversion terhadap Faktor Sosial Ekonomi Petani
Fungsi AR thd Aset, off-farm income, Pengalaman, StatusLhn The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: AR Number of Observations Read Number of Observations Used
55 55
Analysis of Variance Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
4 50 54
1.68296 10.10935 11.79231
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.44965 0.33452 134.41786
F Value
Pr > F
0.42074 0.20219
2.08
0.0972
R-Square Adj R-Sq
0.1427 0.0741
Parameter Estimates Variable Intercept Aset IncLain Pengalaman StatLhn
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Variance Inflation
1 1 1 1 1
0.79942 -0.00000587 -0.21407 0.00034002 -0.41162
0.22019 0.00000908 0.13225 0.00425 0.16777
3.63 -0.65 -1.62 0.08 -2.45
0.0007 0.5204 0.1118 0.9366 0.0177
0 1.03676 1.07584 1.11676 1.04791
132
Lampiran 23. Uji-t Perbedaan Penggunaan Tenaga Kerja Usahatani Organik dan Non Organik
Uji-t Perbandingan Tenaga Kerja Usahatani The TTEST Procedure Statistics Difference
N
Lower CL Mean
Mean
Upper CL Mean
Lower CL Std Dev
Std Dev
Upper CL Std Dev
OX4 - NX4
30
-103.5
-84.54
-65.56
40.485
50.835
68.338
Difference
Std Err
Minimum
Maximum
OX4 - NX4
9.2811
-265
-29.65
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
OX4 - NX4
29
-9.11
<.0001
133
Lampiran 24. Uji-t Perbedaan Luas Lahan Usahatani Organik dan Non Organik
Uji t Perbedaan Luas Lahan Petani The TTEST Procedure Statistics Difference
N
Org – Non
30
Lower CL Mean
Upper CL Mean Mean
-5289 -2580
Lower CL Std Dev Std Dev
129.08
5778
7255
Upper CL Std Dev
Std Err
9753.1
1324.6
T-Tests Difference
DF
t Value
Pr > |t|
LhnOrg - LhnNon
29
-1.95
0.0612