MODEL KELEMBAGAAN SUBSISTEM HILIR AGRIBISNIS PADI ORGANIK DI KABUPATEN SRAGEN Kusnandar1, Wiwit Rahayu2 dan Dwiningtyas Padmaningrum3 1,2,3 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
[email protected] [email protected] [email protected] ABSRTACT Pengembangan agribisnis padi organik akan membantu pemenuhan kebutuhan beras dengan menyediakan beras dalam jumlah yang cukup dan aman dikonsumsi. Usaha agribisnis memerlukan lembaga-lembaga yang dapat mendukung pelaksanaan kegiatan agribisnis mulai dari pengadaan sarana sampai pemasaran hasil. Subsitem hilir agribisnis meliputi industri pengolahan produk pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya. Kelembagaan pengolahan hasil dan pemasaran menempati posisi penting karena melalui lembaga ini akan diperoleh nilai tambah bagi produk pertanian dan produk tersebut akan disalurkan dari produsen kepada konsumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi kelembagaan dan merancang model kelembagaan pengolahan hasil dan pemasaran pada agribisnis padi organik di Kabupaen Sragen. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Analisis data dilakukan dengan analisis interaktif yang meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaku utama pada kelembagaan pengolahan hasil dan pemasaran pada agribisnis padi organik di Kabupaten Sragen adalah Asosiasi Padi Organik, perusahaan beras organik swasta (PD Padi Mulya) dan perusahaan beras organik pemerintah daerah (PD PAL). Kelembagaan pengolahan hasil dan pemasaran padi organik di Kabupaten Sragen menggunakan manajemen modern yang dibakukan dalam menjalankan segala aktivitas melalui penjaminan mutu produknya. Kelembagaan pemasaran bertujuan untuk memastikan produk dapat diterima konsumen dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Model kelembagaan yang dirancang memenuhi empat dimensi kelembagaan yaitu kondisi lingkungan eksternal, motivasi kelembagaan, kapasitas kelembagaan, dan kinerja kelembagaan. Dengan terpenuhinya keempat dimensi tersebut diharapkan efektifitas dan keberlanjutan kelembagaan dapat terjamin. Kata kunci: agribisnis, kelembagaan, model, padi organik, Sragen
PENDAHULUAN
Pembangunan ekonomi yang tepat perlu didasarkan pada keunggulan komparatif yang dimiliki. Melalui proses pembangunan yang bertahap dan konsisten, keunggulan komparatif ini dikembangkan menjadi keunggulan kompetitif. Pengembangan agribisnis merupakan upaya yang stratetegis untuk memperoleh keunggulan kompetitif tersebut. (Saragih, 2000). Sistem agribisnis meliputi empat subsistem yaitu: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), subsistem usahatani (on farm agribusiness), subsistem hilir (downstream agribusiness), subsistem jasa penunjang (supporting system agribusiness) (Davis dan Golberg dalam Saptana et al, 2003). Salah satu konsekuensi yang harus dilakukan dalam pembangunan pertanian adalah mendorong inovasi kelembagaan dengan keahlian yang meliputu pengetahuan pasar, agribisnis dan keuangan pedesaan (Adekunle et al, 2012). Untuk melakukan
perubahan kelembagaan maka harus melakukan pemetaan dan analisis keterkaitannya, sehingga perlu mengidentifikasi pelaku, mekanisme kelembagaan dan peluang dan tantangan yang dihadapi petani kecil (Hounkonnou, 2012). Keberlanjutan sebuah inovasi melampaui tahap ide tergantung pada bagaimana para pelaku mengubah norma-norma dan pola interaksi melalui inovasi kelembagaan (Prasad, 2007). Kelembagaan memiliki peran strategis, namun menurut Soekartawi (2001), aspek kelembagaan, baik kelembagaan formal maupun kelembagaan non formal seringkali merupakan aspek menonjol yang dapat menghambat jalannya pembangunan pertanian di negara-negara yang sedang berkembang. Oleh karena itu pengembangan kelembagaan harus mempertimbangkan aspek ekonomi. Kelembagaan ekonomi berasumsi bahwa pilihan rasional individu harus mengarah pada efisiensi sebagai pengaturan kelembagaan yang paling sedikit mempunyai biaya transaksi (Lieberherr, 2009). Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi kelembagaan ditinjau dari segi superstruktur, profil komunitas (community profile) dan profil kelembagaan (organizational profile) serta merancang model kelembagaan subsistem hilir (pengolahan hasil dan pemasaran) agribisnis padi organik di Kabupaen Sragen. Kabupaten Sragen merupakan salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki komitmen tinggi dalam pengembangan padi organik.. Areal pengembangan padi organik mencakup seluruh kecamatan (20 kecamatan) dengan luas panen 9.244 Hektar (BAPELUH Kabupaten Sragen, 2010). Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan padi organik di Kabupaten Sragen adalah berkaitan dengan pasca panen dan pemasaran hasil. Pada awal pengembangan padi organik, petani mengalami kesulitan dalam memasarkan hasil yang menyebabkan petani lain kurang tertarik untuk mengembangkan padi organik. METODE PENELITIAN Metode dasar penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif. Penelitian dilakukan di Kabupaten Sragen pada tahun 2010-2011. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan Focus Group Discussion. Analisis data dilakukan dengan analisis interaktif yang meliputi reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Rancang bangun model kelembagaansubsistem hilir agribisnis padi organik di Kabupaten Sragen dilakukan dengan metode Focus Group Discussion (FGD), yang melibatkan semua stakeholder dalam agribisnis padi organik. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis kelembagaan dilakukan pada 3 level: level superstruktur, level komunitas melalui “community profile” dan level internal kelembagaan melalui “organizational profile” (Syahyuti ,2005)
Superstruktur Kelembagaan Subsistem Hilir Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Sragen Superstruktur adalah kondisi lingkungan yang menyediakan sekaligus membatasi berkembangnya sebuah kelembagaan. Dalam konteks ini perlu dipahami seluruh kebijakan pemerintah nasional dan kebijakan lokal yang berperan kuat dalam menentukan aktifitas sosial ekonomi di desa, dan yang relevan dengan kelembagaan yang dipelajari.
Superstruktur yang mempunyai peranan penting dalam pengembangan kelembagaan padi organik adalah adanya kebijakan pemerintah baik pusat maupun daearah yang berkaitan dengan sistem agribisnis padi organik. Kebijakan pemerintah pusat yang mendukung pengembangan pertanian organik termasuk di dalamnya padi organik antara lain pada tahun 2001 Departemen Pertanian mencanangkan program Go Organik 2010. Berbagai program dan kegiatan dilaksanakan untuk mencapai Go Organik 2010 antara lain dibentuk Otoritas Kompeten Pertanian Organik melalui SK Menteri Pertanian Nomor:432/Kpts/OT.130/9/2003 dan pembentukan Task Force Organic. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam mendukung pengembangan padi organik sangat dibutuhkan mengingat kebijakan secara nasional yang secara operasional dan spesifik belum banyak dikeluarkan dalam mendukung pengembangan padi organik. Salah satu kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen terkait dengan subsistem agribisnis hilir padi organik yang sangat penting adalah Pada tahun 2001 Pemerintah Kabupaten Sragen mendirikan Badan Pemberdayaan Usaha Milik Daerah (BPUMD) PD Pelopor Alam Lestari (PD PAL) melalui SK Bupati No 15 Tahun 2002, sebagai pilot project perusahaan dagang. Pendirian PD PAL bertujuan untuk menyangga harga gabah petani dan menampung padi organik dari kelompok tani untuk diolah dan dipasarkan dengan label Beras Organik “Pelopor”. Pada Tahun 2009 status PD PAL ditingkatkan menjadi Perusahaan Daerah Pelopor Alam Lestari dengan Perda No 5 Tahun 2009. Kebijakan ini juga didukung dengan upaya pihak swasta yang mendirikan perusahaan yang menampung hasil padi organik sehingga jaminan pasar dan harga padi organik akan dapat terjaga dengan baik. Salah satu perusahaan dagang padi organik swasta di Sragen adalah PD Padi Mulya. Profil Komunitas (Community Profile) Kelembagaan Subsistem Hilir Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Sragen Komunitas yang bertanggungjawab dalam mengolah produk padi organik adalah pihak-pihak yang dipercaya untuk menampung hasil panen padi organik dari petani dan mengirim padi tersebut ke pengusaha beras organik. Komunitas ini merupakan individu, yang menampung hasil panen untuk wilayah produksi padi organik yang sekaligus merupakan ketua Gapoktan. Pihak lainnya adalah : Asosiasi Petani Organik (APO), yang membeli padi organik dari petani serta menjualnya kepada pengusaha beras organik. Dalam agribisnis padi organik ini, secara umum relative tidak ada perlakukan pasca panen maupun pengolahan produk dalam bentuk lain, jadi petani hanya menjual produk dalam bentuk gabah panen sawah. Proses pengeringan dan pengolahan produk dilakukan oleh pengusaha, yang sekaligus berperan sebagai pedagang beras organik, seperti PD PAL, PD Padi Mulya, ataupun Asosiasi Petani Organik.
Profil Kelembagaan (organizational profile) Kelembagaan Subsistem Hilir Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Sragen Peran sub sistem agribisnis hilir adalah melakukan proses pengolahan komoditas pertanian primer yang dihasilkan pada sub sistem usahatani. Kelembagaan pada sub sistem agribisnis hilir bertujuan untuk menghasilkan produk agroindustri yang
mempunyai nilai tambah dibanding dengan komoditas primernya. Pada kelembagaan ini produk agroindustri yang dihasilkan adalah beras organik. Pelaku utama pada sub sistem agribisnis hilir adalah asosiasi padi organik (APO), perusahaan beras organik swasta (PD Padi Mulya) dan perusahaan beras organik milik pemda (PD PAL). Panen padi organik dilakukan oleh petani, kemudian dikumpulkan di pengepul di tingkat kelompok tani. Dari kelompok tani ini, padi kemudian dibawa ke pengusaha beras untuk dilakukan proses pasca panen, seperti pengeringan, penyortiran, pengemasan dan penyimpanan. Selanjutnya oleh pedagang atau pengusaha, beras organik dijual ke konsumen akhir. Kelembagaan pada subsistem agribisnis hilir padi organik menggunakan manajemen modern yang dibakukan dalam menjalankan segala aktifitas melalui penjaminan mutu produknya. Manajemen mutu diterapkan dengan baik untuk menjamin produk beras organik yang berkualitas. Sertifikasi produk oleh pihak luar dilakukan dalam menjamin kualitas produk agar dapat dipercaya oleh konsumen. Melalui sertifikasi maka kontrol supervisi menjadi bagian dalam kelembagaan sub sistem agribisnis hilir. Model Kelembagaan Subsistem Hilir Agribisnis Padi Organik Di Kabupaten Sragen Secara skematis kelembagaan subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness) padi organik dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Model Kelembagaan Subsistem Hilir (downstream agribusiness) Agribisnis Padi Organik Model kelembagaan sub sistem agribisnis hilir padi organik yang didesain mengacu pada empat dimensi sebagaimana dikemukakan Mackay et al dalam Syahyuti (2004) yaitu kondisi lingkungan eksternal (the external environment), motivasi kelembagaan (institutional mativation), kapasitas kelembagaan (institutional capacity) dan kinerja kelembagaan (institutional performance). Kelembagaan yang didesain
diharapkan dapat memenuhi keempat dimensi tersebut sehingga efektifitas dan kebelanjutan kelembagaan dapat terjamin. Berdasarkan tinjauan kondisi eksternal yang meliputi : politik pemerintahan, sosiokultural, teknologi, kondisi perekonomian, kelompok yang berkepentingan dan kebijakan pengelolan sumberdaya alam, mendukung dalam implementai kelembagaan tersebut. Faktor sosiokultural misalnya organisasi asosiasi padi organik, perusahaan agroindustri beras mempunyai kultur yang relatif sama sehingga hal ini tidak menjadi hambatan dalam operasional kelembagaan ini. Teknologi pengolahan beras organik pada dasarnya tidak memerlukan teknologi yang rumit sehingga teknologi yang tersedia memadai untuk mendukung kinerja kelembagaan ini. Tinjauan dimensi motivasi kelembagaan meliputi : sejarah, misi yang diemban, kultur dan pola penghargaan. Sejarah pembentukan asosiasi padi organik, pendirian perusahaan beras organik menjadi faktor penting dalam motivasi kelembagaan agribisnis hilir. Asosisasi padi organik sebagai salah satu pelaku dalam sub sistem mempunyai peranan sentral dalam menghubungkan antara petani dengan pengusaha beras organik. Misi yang diemban pada kelembagaan sub sistem agribisnis hilir adalah menghasilkan produk agroindustri yang berupa beras organik yang dibutuhkan oleh konsumen. Nilai tambah beras organik ini akan memberikan motivasi dalam menjalankan kegiatan padi organik berupa prifit pelaku pada subsistem agribisnis hilir. Kelembagaan agribisnis hilir menerapkan manajemen modern melalui penjaminan mutu proses produksi sehingga kultur manajemen modern menjadi bagian dari perilaku organisasi agribisnis padi organik. Dimensi kapasitas kelembagaan ditinjau dari lima aspek yaitu strategi kepemimpinan, perencanaan program, manajemen pelaksanaan, alokasi sumberdaya dan hubungan dengan pihak luar. Kelembagaan ini telah menggunakan pengelolaan manajemen mutu sehingga kapasitas kelembagaan dapat dijamin dengan baik.Dimensi yang lain adalah kinerja dari kelembagaan sub sistem agribisnis hilir yang tercermin dari kemampuan kelembagaan untuk menghasilkan beras organik yang dibutuhkan oleh konsumen. Kinerja yang lebih penting adalah bagaimana kelembagaan dapat menjamin profit yang dihasilkan oleh pelaku kelembagaan yaitu perusahaan KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 1. Komunitas yang berperan pada kelembagaan subsistem hilir agribisnis padi organik di Kabupaten Sragen adalah Asosiasi Padi Organik, perusahaan beras organik swasta (PD Padi Mulya) dan perusahaan beras organik pemerintah daerah (PD PAL). 2. Kelembagaan subsistem hilir padi organik di Kabupaten Sragen menggunakan manajemen modern yang dibakukan dalam menjalankan segala aktivitas melalui penjaminan mutu produknya. 3. Model kelembagaan yang dirancang memenuhi empat dimensi kelembagaan yaitu kondisi lingkungan eksternal, motivasi kelembagaan, kapasitas kelembagaan, dan kinerja kelembagaan. Dengan terpenuhinya keempat dimensi tersebut diharapkan efektifitas dan keberlanjutan kelembagaan dapat terjamin. Implikasi kebijakan yang dapat disarankan antara lain bahwa dalam rangka pengembangan agribisnis padi organik diperlukan dukungan kelembagaan subsistem hilir yang menjamin padi yang dihasilkan petani dapat diolah dan dipasarkan dengan
memenuhi kualitas yang diharapkan konsumen. pemerintah yang kuat dalam kelembagaan ini.
Untuk itu diperlukan dukungan
UCAPAN TERIMA KASIH Tulisan ini merupakan sebagian hasil penelitian yang berjudul “Rancang Bangun Model Kelembagaan Agribisnis Padi Organik dalam Mendukung Ketahanan Pangan di Kabupaten Sragen” yang didanai oleh DIPA BLU LPPM UNS Tahun Anggaran 2011. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya atas dukungan tersebut. Referensi Adekunle AA, Ellis-Jones J, Ajibefun I, Nyikal RA, Bangali S, Fatunbi O and Ange A. 2012. Agricultural innovation in sub-Saharan Africa: experiences from multiplestakeholder approaches. Forum for Agricultural Research in Africa (FARA), Accra, Ghana. BAPELUH KABUPATEN Sragen, 2010. Pertanian Organik Kabupaten Sragen. Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen, Sragen. Hounkonnou D, Kossou d D, Kuyper TW, Leeuwis C, Nederlof ES, Roling N, SakyiDawson O, Traoré M, Huis AV, 2012. An innovation systems approach to institutional change: Smallholder developmentin West Africa. Agricultural Systems Journal 108 (2012) 74–83 Lieberherr E, 2009. Policy Relevance of New Institutional Economics: Assessing Efficiency, Legitimacy and Effectiveness. Discussion paper series on the Coherence between institutions and technologies in infrastructures. Ecole Polytechnique Fédérale de Lausanne, Switzerlan and Delft University of Technology, The Netherlands Prasad CS, 2007. Rethinking innovation and development: Insights from the System of Rice Intensification (SRI) in India. The Innovation Journal: The Public Sector Innovation Journal, Volume 12(2), 2007 Saragih, Bungaran, 2000. Agribisnis Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Indonesia Dalam Era Millenium Baru. Jurnal Studi Pembangunan, Kemasyarakatan & Lingkungan, Vol 2, No.1/Feb. 2000, 1-9 Saptana, Susmono, Suwarto dan M. Nur. 2004. Kinerja Kelembagaan Agribisnis Beras di Jawa Barat: Aspek Kelembagaan dan aplikasinya dalam Pembangunan Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Soekartawi. 2001. Agribisnis Teori dan Aplikasinya. PT Raja Grafindo. Jakarta. Syahyuti. 2004. Model Kelembagaan Penunjang Pengembangan Pertanian di Lahan Lebak: Aspek Kelembagaan dan aplikasinya dalam Pembangunan Pertanian. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. . 2005. Analisis Kelembagaan dalam Kegiatan Pengkajian dan Strategi Pengembangan Kelembagaan Pedesaan. Pelatihan Analisa Finansial dan Ekonomi bagi Pengembangan Sistem dan Usahatani Agribisnis. Bp2tp.litbang.deptan.go.id. diakses tanggal 5 Mei 2007.