LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 147
Bab 3 Subsistem Agribisnis Hulu: Menyediakan Sarana Produksi Berkualitas
o Segera Sesuaikan HET Pupuk . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .148 o Keberhasilan Deregulasi Pestisida . . . . . . . . . . . . . . . . . .150 o Industri Agro - Otomotif Dalam Pengembangan Sistem Agribisnis . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .152 o Kemarau Tidak Perlu Ditangisi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .154 o Agribisnis dan Pengairan Masa Depan . . . . . . . . . . . . . .156 o El Nino, Jangan Panik, Antisipatuf dan Proaktif . . . . . . . .158 o Pentingnya Membangun Lumbung Modern . . . . . . . . . .160
Suara Agribisnis
147
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 148
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
22 Maret – 4 April 2006
Segera Sesuaikan HET Pupuk “SERINGKALI PETANI KOMPLAIN PUPUK BERSUBSIDI TIDAK SAMPAI KEPADA MEREKA SAAT DIBUTUHKAN. Kalaupun tersedia, tidak cukup, sehingga harganya di atas harga eceran tertinggi (HET).Mereka bilang, kalau begini, maka produksi bisa turun dan swasembada tidak dapat dipertahankan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA. Apakah benar pupuk itu langka? Sebenarnya pupuk tidak langka, yang langka itu pupuk bersubsidi seperti dijanjikan pemerintah. Kebutuhan petani jauh lebih besar daripada pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah, hanya sekitar 80%. Itu pun belum menghitung kebutuhan para petambak sekitar 15% dari kebutuhan nasional. Kurangnya jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia menyebabkan harga naik di atas HET. Pupuk bersubsidi ini dimulai lagi pada 2003. Penetapan HET dan besarnya subsidi berdasarkan asumsi harga-harga kala itu, tapi asumsi tersebut sudah berubah saat ini. Misalnya, harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap GKP berubah dari Rp1.150,00/kg menjadi Rp1.700,00/kg. Kemudian harga BBM juga naik. Karena itu HET yang ditetapkan pada Januari 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. Saya duga, salah satu sumber gonjang-ganjing distribusi pupuk bersubsidi dikarenakan HET sudah terlalu rendah. Yang paling parah ini pupuk urea. Tahun 2003 HET pupuk urea Rp1.050,00/kg, harga tebusan distributor dari pabrik pupuk Rp980,00/kg, jadi margin antara HET dengan harga tebusan Rp70,00. Inilah yang menjadi biaya distribusi, dan keuntungan distributor dan pengecer. Supaya jangan terjadi kelangkaan, HET harus disesuaikan ke atas. Kalau HET disesuaikan ke atas, dengan jumlah dana subsidi dari APBN yang tetap akan bisa disubsidi pupuk dalam jumlah lebih banyak. Dengan demikian selisih antara jumlah yang dibutuhkan dan yang disediakan menjadi lebih kecil. Penyesuaian HET ke atas apakah tidak memberatkan petani? Dan mengapa menggunakan istilah penyesuaian? Sebenarnya memberatkan atau tidak itu relatif. Bila yang lain-lain tidak naik tapi HET naik, itu memberatkan. Tapi realitanya yang lain sudah lebih dulu naik, misalnya HPP sudah naik, maka kalau sekarang HET pupuk juga naik sepadan dengan itu tidak akan memberatkan petani. Sebenarnya, petani mengharapkan pupuk tersedia pada waktu ia butuhkan dengan jumlah cukup dan harganya masih terjangkau. Menurut saya, istilah penyesuaian lebih tepat untuk HET pupuk karena yang lainnya
148
Suara Agribisnis
sudah naik, HET hanya menyesuaikan. Beda halnya jika harga yang lain tidak naik, tapi HET pupuk dinaikkan, maka namanya menaikkan dan ini lebih sulit untuk dilakukan. Jika demikian halnya, langkah strategis bagaimana yang perlu segera ditempuh? Solusi yang paling benar dan paling strategis untuk memperlancar distribusi pupuk bersubsidi sebagai berikut. Pertama, sesuaikan HET pupuk. Batasnya sekitar 30% dari HET sekarang. Alasannya, inflasi yang berlangsung sejak 2003 juga sudah sebesar itu. Angka segitu acceptable buat semua orang. Kemudian harga tebus pada pabrik pupuk dan selisihnya dengan HET juga harus disesuaikan agar pabrik pupuk, distributor, dan pengecer dapat berperan lebih baik. Kedua, sediakan dana APBN yang lebih besar untuk mensubsidi pupuk sehingga tidak ada selisih antara jumlah yang dibutuhkan petani dan petambak dengan yang disediakan. Ketiga, perlancar distribusi. Distribusi akan lancar jika distributor dan penyalur mendapat margin yang menguntungkan. Keempat, akuntabilitas dari distribusi harus ditegakkan. Yang menyeleweng akan ditangkap. Ini sesuai Ketetapan Menteri Perdagangan bahwa pupuk adalah barang yang diawasi oleh pemerintah karena pupuk adalah barang strategis. Dan kelima, khusus urea, suplai gas untuk pabrik pupuk harus dijamin pemerintah. Kalau gas tidak ada, kelangkaan akan terus berjalan dan gonjang-ganjing terus berlangsung. Padahal kebutuhan pabrik pupuk akan gas hanya sekitar 7% dari produksi nasional. Bagaimana sejarah kembalinya subsidi pupuk ini? Pada 2001, Ibu Presiden minta kepada saya agar pada 2004 kita swasembada beras. Logikanya, kalau ingin swasembada beras, maka produksi dan produktivitas harus meningkat. Bagaimana caranya? Harga harus bagus, maka kita buatlah HPP. Tapi HPP pada saat itu sering nggak bisa kita topang karena beras impor tersedia dengan harga lebih murah. Lantas kita memilih melalui subsidi. Kita putuskan untuk mensubsidi pupuk, benih, dan bunga KKP (Kredit Ketahanan Pangan). Serta kita anggarkan dana untuk memperbaiki irigasi. Hal pokok inilah yang kita anggap paling strategis untuk dibantu agar bisa simultan. Agar pemupukan bisa berimbang, kita tidak hanya mensubsidi urea, tetapi juga SP-36, ZA, dan KCl, serta pupuk majemuk Phonska. Subsidi pupuk ini dulu pernah kita lakukan tapi belakangan dilarang WTO. Selanjutnya sejak IMF masuk semua subsidi dan tarif impor dipangkas habis. Akhirnya kita dobrak larangan itu dengan melawan IMF. Dua tahun kemudian, 1 Januari 2003, baru berhasil kita implementasikan rencana tersebut. Jadi tidak mudah bagi kita menggolkan kebijakan ini, perlu perjuangan panjang. Maka hati-hati untuk mengubah kebijakan subsidi tersebut. Gonjang-ganjing pupuk ini jangan disikapi dengan keinginan mengubah sistem yang ada tapi cukup diperbaiki saja. Perbaiki ketetapan HET pupuk, distribusi, dan tingkatkan akuntabilitasnya sehingga membuat sistem itu menjadi lancar. Paling sedikit sampai 2008 kebijakan ini dipertahankan dan diperbaiki terus. Dengan itu, saya yakin gonjangganjing masalah pupuk dapat kita atasi sehingga swasembada beras yang kita idamkan akan terwujud kembali. Selain itu, seluruh stakeholder memperoleh keuntungan.*** Suara Agribisnis
149
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 148
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
22 Maret – 4 April 2006
Segera Sesuaikan HET Pupuk “SERINGKALI PETANI KOMPLAIN PUPUK BERSUBSIDI TIDAK SAMPAI KEPADA MEREKA SAAT DIBUTUHKAN. Kalaupun tersedia, tidak cukup, sehingga harganya di atas harga eceran tertinggi (HET).Mereka bilang, kalau begini, maka produksi bisa turun dan swasembada tidak dapat dipertahankan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancarai AGRINA. Apakah benar pupuk itu langka? Sebenarnya pupuk tidak langka, yang langka itu pupuk bersubsidi seperti dijanjikan pemerintah. Kebutuhan petani jauh lebih besar daripada pupuk bersubsidi yang disediakan pemerintah, hanya sekitar 80%. Itu pun belum menghitung kebutuhan para petambak sekitar 15% dari kebutuhan nasional. Kurangnya jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia menyebabkan harga naik di atas HET. Pupuk bersubsidi ini dimulai lagi pada 2003. Penetapan HET dan besarnya subsidi berdasarkan asumsi harga-harga kala itu, tapi asumsi tersebut sudah berubah saat ini. Misalnya, harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap GKP berubah dari Rp1.150,00/kg menjadi Rp1.700,00/kg. Kemudian harga BBM juga naik. Karena itu HET yang ditetapkan pada Januari 2003 sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi sekarang. Saya duga, salah satu sumber gonjang-ganjing distribusi pupuk bersubsidi dikarenakan HET sudah terlalu rendah. Yang paling parah ini pupuk urea. Tahun 2003 HET pupuk urea Rp1.050,00/kg, harga tebusan distributor dari pabrik pupuk Rp980,00/kg, jadi margin antara HET dengan harga tebusan Rp70,00. Inilah yang menjadi biaya distribusi, dan keuntungan distributor dan pengecer. Supaya jangan terjadi kelangkaan, HET harus disesuaikan ke atas. Kalau HET disesuaikan ke atas, dengan jumlah dana subsidi dari APBN yang tetap akan bisa disubsidi pupuk dalam jumlah lebih banyak. Dengan demikian selisih antara jumlah yang dibutuhkan dan yang disediakan menjadi lebih kecil. Penyesuaian HET ke atas apakah tidak memberatkan petani? Dan mengapa menggunakan istilah penyesuaian? Sebenarnya memberatkan atau tidak itu relatif. Bila yang lain-lain tidak naik tapi HET naik, itu memberatkan. Tapi realitanya yang lain sudah lebih dulu naik, misalnya HPP sudah naik, maka kalau sekarang HET pupuk juga naik sepadan dengan itu tidak akan memberatkan petani. Sebenarnya, petani mengharapkan pupuk tersedia pada waktu ia butuhkan dengan jumlah cukup dan harganya masih terjangkau. Menurut saya, istilah penyesuaian lebih tepat untuk HET pupuk karena yang lainnya
148
Suara Agribisnis
sudah naik, HET hanya menyesuaikan. Beda halnya jika harga yang lain tidak naik, tapi HET pupuk dinaikkan, maka namanya menaikkan dan ini lebih sulit untuk dilakukan. Jika demikian halnya, langkah strategis bagaimana yang perlu segera ditempuh? Solusi yang paling benar dan paling strategis untuk memperlancar distribusi pupuk bersubsidi sebagai berikut. Pertama, sesuaikan HET pupuk. Batasnya sekitar 30% dari HET sekarang. Alasannya, inflasi yang berlangsung sejak 2003 juga sudah sebesar itu. Angka segitu acceptable buat semua orang. Kemudian harga tebus pada pabrik pupuk dan selisihnya dengan HET juga harus disesuaikan agar pabrik pupuk, distributor, dan pengecer dapat berperan lebih baik. Kedua, sediakan dana APBN yang lebih besar untuk mensubsidi pupuk sehingga tidak ada selisih antara jumlah yang dibutuhkan petani dan petambak dengan yang disediakan. Ketiga, perlancar distribusi. Distribusi akan lancar jika distributor dan penyalur mendapat margin yang menguntungkan. Keempat, akuntabilitas dari distribusi harus ditegakkan. Yang menyeleweng akan ditangkap. Ini sesuai Ketetapan Menteri Perdagangan bahwa pupuk adalah barang yang diawasi oleh pemerintah karena pupuk adalah barang strategis. Dan kelima, khusus urea, suplai gas untuk pabrik pupuk harus dijamin pemerintah. Kalau gas tidak ada, kelangkaan akan terus berjalan dan gonjang-ganjing terus berlangsung. Padahal kebutuhan pabrik pupuk akan gas hanya sekitar 7% dari produksi nasional. Bagaimana sejarah kembalinya subsidi pupuk ini? Pada 2001, Ibu Presiden minta kepada saya agar pada 2004 kita swasembada beras. Logikanya, kalau ingin swasembada beras, maka produksi dan produktivitas harus meningkat. Bagaimana caranya? Harga harus bagus, maka kita buatlah HPP. Tapi HPP pada saat itu sering nggak bisa kita topang karena beras impor tersedia dengan harga lebih murah. Lantas kita memilih melalui subsidi. Kita putuskan untuk mensubsidi pupuk, benih, dan bunga KKP (Kredit Ketahanan Pangan). Serta kita anggarkan dana untuk memperbaiki irigasi. Hal pokok inilah yang kita anggap paling strategis untuk dibantu agar bisa simultan. Agar pemupukan bisa berimbang, kita tidak hanya mensubsidi urea, tetapi juga SP-36, ZA, dan KCl, serta pupuk majemuk Phonska. Subsidi pupuk ini dulu pernah kita lakukan tapi belakangan dilarang WTO. Selanjutnya sejak IMF masuk semua subsidi dan tarif impor dipangkas habis. Akhirnya kita dobrak larangan itu dengan melawan IMF. Dua tahun kemudian, 1 Januari 2003, baru berhasil kita implementasikan rencana tersebut. Jadi tidak mudah bagi kita menggolkan kebijakan ini, perlu perjuangan panjang. Maka hati-hati untuk mengubah kebijakan subsidi tersebut. Gonjang-ganjing pupuk ini jangan disikapi dengan keinginan mengubah sistem yang ada tapi cukup diperbaiki saja. Perbaiki ketetapan HET pupuk, distribusi, dan tingkatkan akuntabilitasnya sehingga membuat sistem itu menjadi lancar. Paling sedikit sampai 2008 kebijakan ini dipertahankan dan diperbaiki terus. Dengan itu, saya yakin gonjangganjing masalah pupuk dapat kita atasi sehingga swasembada beras yang kita idamkan akan terwujud kembali. Selain itu, seluruh stakeholder memperoleh keuntungan.*** Suara Agribisnis
149
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 150
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
17 – 30 Mei 2006
Keberhasilan Deregulasi Pestisida “DEREGULASI PESTISIDA MEMPUNYAI PERANAN PENTING dalam upaya kita mencapai swasembada beras pada periode 2000—2004. Hasilnya pada 2004 kita berhasil swasembada beras,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000—2004 saat diwawancarai AGRINA. Apa tujuan deregulasi pestisida? Deregulasi pestisida berdasarkan Keputusan Menteri Per tanian No. 431.1/Kpts/TP.270/7/2001 tentang tatacara pendaftaran pestisida itu bertujuan menurunkan harga pestisida di tingkat petani dan menghilangkan monopoli dalam perdagangan pestisida. Bisnis pestisida pada waktu itu hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan multinasional dan sedikit sekali perusahaan lokal. Akibatnya harga jual pestisida kepada petani relatif tinggi. Mereka jadi sangat berhemat bahkan enggan menggunakan pestisida. sehingga menyebabkan penurunan produksi. Deregulasi itu intinya semua orang bebas untuk mendaftarkan semua produk pestisida apabila dia memenuhi persyaratan teknis yang dinilai oleh Komisi Pestisida. Sebelumnya izin untuk satu bahan aktif hanya oleh perusahaan tertentu. Sekalipun bahan aktif tersebut telah habis hak patennya, hanya dibatasi 3 merk dagang dan semuanya dikuasai oleh satu perusahaan. Oleh sebab itu terjadilah monopoli oleh suatu perusahaan terhadap bahan aktif tertentu. Dengan adanya kepmen ini, maka dimungkinkan bahan aktif yang sudah habis hak patennya, biasa disebut bahan aktif generik, bisa diimpor dan didaftarkan oleh perusahaan lain. Sekalipun produksi bahan aktifnya oleh perusahaan lain, kualitasnya harus tetap bagus. Bahan aktif generik yang kita izinkan hanya yang tidak berbahaya atau tingkat kebahayaannya bisa dikelola. Sedangkan yang berbahaya tidak diizinkan sama sekali. Selain itu, prinsip kehati-hatian tetap kita pelihara dan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan FAO dan WHO kita ikuti. Apakah hal itu tidak membuat petani menggunakan pestisida secara berlebihan? Kita berani mengambil langkah deregulasi karena sebelumnya sudah mengembangkan Integrated Pest Management (IPM). IPM yang kita kembangkan mendapat pujian dari FAO dan WHO. Model IPM tersebut juga sudah kita terapkan kepada petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan kelompok-kelompok pengamat hama. Jadi, sekalipun sekarang harga pestisida sudah turun tetap saja penggunaannya berdasarkan 3 Tepat, yaitu Tepat Waktu, Tepat Sasaran, dan Tepat Dosis. Bagaimana dengan keluhan bahwa kualitas pestisida generik kurang baik?
150
Suara Agribisnis
Tidak semua pestisida generik itu kurang baik, tapi ada sebagian yang kualitasnya kurang baik dibandingkan lainnya. Biarlah petani memilih. Jika tidak berguna atau tidak efektif, pasti tidak akan dibeli petani lagi. Dinilai berhasilkah deregulasi pestisida tersebut? Ya. Terbukti bermunculan banyak perusahaan formulator nasional dan bahkan mereka membuat satu asosiasi sendiri. Itu merupakan satu kemajuan. Deregulasi memunculkan banyak pestisida dengan bahan aktif sama sehingga harga pestisida menjadi kompetitif dan cenderung turun. Hal itu juga menyebabkan hilangnya hak monopoli bagi beberapa produsen tapi mereka tetap memperoleh keuntungan secara normal. Buktinya mereka tetap berbisnis pestisida di Indonesia sampai sekarang. Sedangkan keuntungan monopolinya ditransfer kepada petani dengan harga yang lebih rendah. Harga pestisida yang kompetitif membuat petani mampu membelinya. Tidak ada gunanya IPM bila petani tidak mampu membeli pestisida secara maksimal sesuai aturan IPM. Saya melihat ada hubungan erat sekali antara deregulasi pestisida dengan keberhasilan peningkatan produksi pertanian dari 2000—2004. Bahkan dalam swasembada beras 2004, deregulasi pestisida mempunyai peranan yang sangat penting. Selama periode ini kita tidak pernah mendapat outbreak hama dan penyakit secara berarti yang berdampak pada penurunan produksi. Memang bukan deregulasi sendiri yang berperan tapi deregulasi ditambah program IPM. Jika deregulasi tanpa IPM juga bisa menimbulkan masalah. Serta kombinasi dengan program lainnya, seperti penggunaan benih unggul, pupuk berimbang, dan perbaikan irigasi. Bagaimana perhatian dan harapan pada industri pestisida pada masa yang akan datang? Ada tiga hal dari deregulasi pestisida yang menjadi concern kita ke depan. Pertama, sekarang timbul berbagai produk baru yang lebih beragam dan diproduksi oleh lebih banyak perusahaan skala kecil sampai sedang. Dalam keadaan demikian perlu dijamin kualitas produk yang dihasilkan efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit serta tidak merusak lingkungan. Kedua, kontrol. Makin banyak produk dan pelaku makin sulit mengontrolnya maka harus ada usaha ekstra. Kontrol tidak cukup diserahkan kepada petugas pemerintah. Selama ini jika ada penipuan yang disalahkan adalah petugas pemerintah karena lalai mengontrol. Dari pengalaman petani dan organisasi petani akan jauh lebih efektif jika mereka terlibat dalam self control. Oleh karena itu petani dan kelompoknya harus ikut secara aktif membantu melakukan kontrol dengan melaporkan langsung kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau pihak kepolisian. Ketiga, mengembangkan industri petisida lokal. Ada kecenderungan perusahaan pestisida lokal, khususnya yang berbahan aktif generik, bertindak sebagai pedagang dari produk-produk luar negeri. Harapan kita pada tahap permulaan paling sedikit mereka menjadi formulator untuk menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Dan nantinya sebagai basis produsen bahan aktif dalam negeri seperti yang dilakukan China dan India.*** Suara Agribisnis
151
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 150
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
17 – 30 Mei 2006
Keberhasilan Deregulasi Pestisida “DEREGULASI PESTISIDA MEMPUNYAI PERANAN PENTING dalam upaya kita mencapai swasembada beras pada periode 2000—2004. Hasilnya pada 2004 kita berhasil swasembada beras,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000—2004 saat diwawancarai AGRINA. Apa tujuan deregulasi pestisida? Deregulasi pestisida berdasarkan Keputusan Menteri Per tanian No. 431.1/Kpts/TP.270/7/2001 tentang tatacara pendaftaran pestisida itu bertujuan menurunkan harga pestisida di tingkat petani dan menghilangkan monopoli dalam perdagangan pestisida. Bisnis pestisida pada waktu itu hanya dikuasai oleh beberapa perusahaan multinasional dan sedikit sekali perusahaan lokal. Akibatnya harga jual pestisida kepada petani relatif tinggi. Mereka jadi sangat berhemat bahkan enggan menggunakan pestisida. sehingga menyebabkan penurunan produksi. Deregulasi itu intinya semua orang bebas untuk mendaftarkan semua produk pestisida apabila dia memenuhi persyaratan teknis yang dinilai oleh Komisi Pestisida. Sebelumnya izin untuk satu bahan aktif hanya oleh perusahaan tertentu. Sekalipun bahan aktif tersebut telah habis hak patennya, hanya dibatasi 3 merk dagang dan semuanya dikuasai oleh satu perusahaan. Oleh sebab itu terjadilah monopoli oleh suatu perusahaan terhadap bahan aktif tertentu. Dengan adanya kepmen ini, maka dimungkinkan bahan aktif yang sudah habis hak patennya, biasa disebut bahan aktif generik, bisa diimpor dan didaftarkan oleh perusahaan lain. Sekalipun produksi bahan aktifnya oleh perusahaan lain, kualitasnya harus tetap bagus. Bahan aktif generik yang kita izinkan hanya yang tidak berbahaya atau tingkat kebahayaannya bisa dikelola. Sedangkan yang berbahaya tidak diizinkan sama sekali. Selain itu, prinsip kehati-hatian tetap kita pelihara dan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan FAO dan WHO kita ikuti. Apakah hal itu tidak membuat petani menggunakan pestisida secara berlebihan? Kita berani mengambil langkah deregulasi karena sebelumnya sudah mengembangkan Integrated Pest Management (IPM). IPM yang kita kembangkan mendapat pujian dari FAO dan WHO. Model IPM tersebut juga sudah kita terapkan kepada petani melalui Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) dan kelompok-kelompok pengamat hama. Jadi, sekalipun sekarang harga pestisida sudah turun tetap saja penggunaannya berdasarkan 3 Tepat, yaitu Tepat Waktu, Tepat Sasaran, dan Tepat Dosis. Bagaimana dengan keluhan bahwa kualitas pestisida generik kurang baik?
150
Suara Agribisnis
Tidak semua pestisida generik itu kurang baik, tapi ada sebagian yang kualitasnya kurang baik dibandingkan lainnya. Biarlah petani memilih. Jika tidak berguna atau tidak efektif, pasti tidak akan dibeli petani lagi. Dinilai berhasilkah deregulasi pestisida tersebut? Ya. Terbukti bermunculan banyak perusahaan formulator nasional dan bahkan mereka membuat satu asosiasi sendiri. Itu merupakan satu kemajuan. Deregulasi memunculkan banyak pestisida dengan bahan aktif sama sehingga harga pestisida menjadi kompetitif dan cenderung turun. Hal itu juga menyebabkan hilangnya hak monopoli bagi beberapa produsen tapi mereka tetap memperoleh keuntungan secara normal. Buktinya mereka tetap berbisnis pestisida di Indonesia sampai sekarang. Sedangkan keuntungan monopolinya ditransfer kepada petani dengan harga yang lebih rendah. Harga pestisida yang kompetitif membuat petani mampu membelinya. Tidak ada gunanya IPM bila petani tidak mampu membeli pestisida secara maksimal sesuai aturan IPM. Saya melihat ada hubungan erat sekali antara deregulasi pestisida dengan keberhasilan peningkatan produksi pertanian dari 2000—2004. Bahkan dalam swasembada beras 2004, deregulasi pestisida mempunyai peranan yang sangat penting. Selama periode ini kita tidak pernah mendapat outbreak hama dan penyakit secara berarti yang berdampak pada penurunan produksi. Memang bukan deregulasi sendiri yang berperan tapi deregulasi ditambah program IPM. Jika deregulasi tanpa IPM juga bisa menimbulkan masalah. Serta kombinasi dengan program lainnya, seperti penggunaan benih unggul, pupuk berimbang, dan perbaikan irigasi. Bagaimana perhatian dan harapan pada industri pestisida pada masa yang akan datang? Ada tiga hal dari deregulasi pestisida yang menjadi concern kita ke depan. Pertama, sekarang timbul berbagai produk baru yang lebih beragam dan diproduksi oleh lebih banyak perusahaan skala kecil sampai sedang. Dalam keadaan demikian perlu dijamin kualitas produk yang dihasilkan efektif untuk mengendalikan hama dan penyakit serta tidak merusak lingkungan. Kedua, kontrol. Makin banyak produk dan pelaku makin sulit mengontrolnya maka harus ada usaha ekstra. Kontrol tidak cukup diserahkan kepada petugas pemerintah. Selama ini jika ada penipuan yang disalahkan adalah petugas pemerintah karena lalai mengontrol. Dari pengalaman petani dan organisasi petani akan jauh lebih efektif jika mereka terlibat dalam self control. Oleh karena itu petani dan kelompoknya harus ikut secara aktif membantu melakukan kontrol dengan melaporkan langsung kepada penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) atau pihak kepolisian. Ketiga, mengembangkan industri petisida lokal. Ada kecenderungan perusahaan pestisida lokal, khususnya yang berbahan aktif generik, bertindak sebagai pedagang dari produk-produk luar negeri. Harapan kita pada tahap permulaan paling sedikit mereka menjadi formulator untuk menyerap tenaga kerja yang lebih besar. Dan nantinya sebagai basis produsen bahan aktif dalam negeri seperti yang dilakukan China dan India.*** Suara Agribisnis
151
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 152
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
14 – 27 Nopember 2007
Industri Agro-Otomotif dalam Pengembangan Sistem Agribisnis ”MOMENTUM MODERNISASI SISTEM AGRIBISNIS perlu dimanfaatkan dunia usaha, termasuk mereka yang bergerak pada bisnis mesin dan peralatan yang dibutuhkan agribisnis. Selain sebagai kegiatan bisnis yang prospektif, industri agro-otomotif ini sangat diperlukan untuk memodernisasi agribisnis daerah,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, kepada AGRINA.. Agro-otomotif seperti apa yang dibutuhkan sistem agribisnis terutama di daerah? Agribisnis daerah memerlukan banyak jenis dan ragam mesin dan peralatan yang dibutuhkan agribisnis (agro-otomotif) baik untuk kebutuhan subsistem on-farm agribisnis maupun pada subsistem off-farm. Berbagai tipe dan ukuran mesin perontok bijibijian (thresher), pengering biji-bijian (dryer), mesin pengiris (slicer), mesin penggiling (hammer), pengaduk (mixer), mesin pemotong (choper) dan lainnya sangat diperlukan di daerah. Alasannya, Indonesia yang sebagian besar daerah beriklim tropis-basah sangat memerlukan pengering buatan berupa mesin pengering. Daerah-daerah sentra agribisnis padi seperti jalur Pantura Jawa memerlukan mesin pengering gabah. Selama ini dalam penetapan harga gabah dari pemerintah didasarkan pada gabah kering giling dengan kadar air maksimum 14%. Padahal gabah yang dihasilkan petani umumnya gabah kering panen dengan kadar air rata-rata 20%. Tidak adanya mesin pengering di tingkat petani menyebabkan petani tidak mampu menghasilkan gabah kering giling, sehingga harga gabah yang diterima petani selalu di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Selain mesin pengering, mesin perontok, pengupas dan penggiling biji-bijian juga sangat dibutuhkan di sentra-sentra agribisnis. Mesin pengupas diperlukan pada sentra agribisnis singkong, kopi dan lainnya. Sementara mesin penggiling biji-bijian diperlukan pada sentra-sentra agribisnis jagung, kedelai, padi, dan kacang-kacangan lainnya. Dengan dukungan mesin-mesin tersebut di sentra-sentra agribisnis daerah akan dapat meningkatkan mutu komoditas yang dihasilkan petani. Selain itu, nilai tambah yang dinikmati petani juga makin besar sehingga mendukung upaya peningkatan pendapatan petani. Apakah yang dibutuhkan itu hanya agro-otomotif untuk pascapanen? Tidak hanya agro-otomotif untuk pascapanen yang dibutuhkan. Agro-otomotif dalam mendukung budidaya juga diperlukan. Kegiatan usahatani lain yang perlu diisi oleh
152
Suara Agribisnis
agro-otomotif adalah pemanenan tandan buah segar pada perkebunan kelapa sawit. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, sehingga permintaan akan mesin pemanenan kelapa sawit akan sangat besar. Peluang ini perlu ditangkap perusahaan agro-otomotif sekaligus mendukung upaya modernisasi agribisnis. Apakah agro-otomotif itu hanya untuk pertanian dan perkebunan? Pemintaan akan agro-otomotif yang cukup besar juga dari agribisnis perikanan laut. Indonesia memiliki lautan yang lebih luas daripada daratan. Pemanfaatan perikanan laut ini telah menjadi salah satu prioritas pemerintah. Untuk memanfaatkan kekayaan laut ini jelas memerlukan produk agro-otomotif seperti peralatan tangkap dan kapal penangkap ikan dalam jumlah besar. Pendek kata kebutuhan produk agro-otomotif cukup luas dan besar di Indonesia. Bukan hanya pada on-farm tapi juga pada off-farm seperti industri pengolahan hasil pertanian. Oleh karena itu kebijakan industri logam dasar dan mesin perlu diarahkan ke sana. Namun kenyataannya agro-otomotif masih terbatas penggunaannya? Sebetulnya di Indonesia sudah cukup berkembang industri agro-otomotif baik skala besar maupun skala kecil yang telah mampu menghasilkan alat dan mesin yang dibutuhkan agribisnis. Ironisnya, industri agro-otomotif yang ada sulit memasarkan produknya padahal kebutuhan petani cukup besar. Hal ini terjadi karena lemahnya jaringan pemasaran. Apakah bukan disebabkan oleh mahalnya produk agro-otomotif? Memang, untuk kondisi agribisnis Indonesia dimana skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki suatu produk agro-otomotif atau terlalu mahal untuk dijangkau petani. Oleh karena itu, untuk memasarkan produk-produk agro-otomotif, koperasi petani atau perusahaan agro-otomotif perlu mengembangkan usaha rental (sewa) teknologi agro-otomotif di pedesaan. Usaha rental agro-otomotif ini yang sesuai dikembangkan adalah yang bersifat portable, sehingga usaha jasa ini datang ke lokasi usahatani, sebagaimana jasa usaha traktor. Usaha jasa agro-otomotif ini jelas menguntungkan. Peluang bisnis ini perlu ditangkap oleh koperasi maupun swasta. Selain menguntungkan baik bagi petani maupun swasta, juga mempercepat modernisasi agribisnis.***
Suara Agribisnis
153
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 152
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
14 – 27 Nopember 2007
Industri Agro-Otomotif dalam Pengembangan Sistem Agribisnis ”MOMENTUM MODERNISASI SISTEM AGRIBISNIS perlu dimanfaatkan dunia usaha, termasuk mereka yang bergerak pada bisnis mesin dan peralatan yang dibutuhkan agribisnis. Selain sebagai kegiatan bisnis yang prospektif, industri agro-otomotif ini sangat diperlukan untuk memodernisasi agribisnis daerah,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, kepada AGRINA.. Agro-otomotif seperti apa yang dibutuhkan sistem agribisnis terutama di daerah? Agribisnis daerah memerlukan banyak jenis dan ragam mesin dan peralatan yang dibutuhkan agribisnis (agro-otomotif) baik untuk kebutuhan subsistem on-farm agribisnis maupun pada subsistem off-farm. Berbagai tipe dan ukuran mesin perontok bijibijian (thresher), pengering biji-bijian (dryer), mesin pengiris (slicer), mesin penggiling (hammer), pengaduk (mixer), mesin pemotong (choper) dan lainnya sangat diperlukan di daerah. Alasannya, Indonesia yang sebagian besar daerah beriklim tropis-basah sangat memerlukan pengering buatan berupa mesin pengering. Daerah-daerah sentra agribisnis padi seperti jalur Pantura Jawa memerlukan mesin pengering gabah. Selama ini dalam penetapan harga gabah dari pemerintah didasarkan pada gabah kering giling dengan kadar air maksimum 14%. Padahal gabah yang dihasilkan petani umumnya gabah kering panen dengan kadar air rata-rata 20%. Tidak adanya mesin pengering di tingkat petani menyebabkan petani tidak mampu menghasilkan gabah kering giling, sehingga harga gabah yang diterima petani selalu di bawah harga pembelian pemerintah (HPP). Selain mesin pengering, mesin perontok, pengupas dan penggiling biji-bijian juga sangat dibutuhkan di sentra-sentra agribisnis. Mesin pengupas diperlukan pada sentra agribisnis singkong, kopi dan lainnya. Sementara mesin penggiling biji-bijian diperlukan pada sentra-sentra agribisnis jagung, kedelai, padi, dan kacang-kacangan lainnya. Dengan dukungan mesin-mesin tersebut di sentra-sentra agribisnis daerah akan dapat meningkatkan mutu komoditas yang dihasilkan petani. Selain itu, nilai tambah yang dinikmati petani juga makin besar sehingga mendukung upaya peningkatan pendapatan petani. Apakah yang dibutuhkan itu hanya agro-otomotif untuk pascapanen? Tidak hanya agro-otomotif untuk pascapanen yang dibutuhkan. Agro-otomotif dalam mendukung budidaya juga diperlukan. Kegiatan usahatani lain yang perlu diisi oleh
152
Suara Agribisnis
agro-otomotif adalah pemanenan tandan buah segar pada perkebunan kelapa sawit. Indonesia memiliki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, sehingga permintaan akan mesin pemanenan kelapa sawit akan sangat besar. Peluang ini perlu ditangkap perusahaan agro-otomotif sekaligus mendukung upaya modernisasi agribisnis. Apakah agro-otomotif itu hanya untuk pertanian dan perkebunan? Pemintaan akan agro-otomotif yang cukup besar juga dari agribisnis perikanan laut. Indonesia memiliki lautan yang lebih luas daripada daratan. Pemanfaatan perikanan laut ini telah menjadi salah satu prioritas pemerintah. Untuk memanfaatkan kekayaan laut ini jelas memerlukan produk agro-otomotif seperti peralatan tangkap dan kapal penangkap ikan dalam jumlah besar. Pendek kata kebutuhan produk agro-otomotif cukup luas dan besar di Indonesia. Bukan hanya pada on-farm tapi juga pada off-farm seperti industri pengolahan hasil pertanian. Oleh karena itu kebijakan industri logam dasar dan mesin perlu diarahkan ke sana. Namun kenyataannya agro-otomotif masih terbatas penggunaannya? Sebetulnya di Indonesia sudah cukup berkembang industri agro-otomotif baik skala besar maupun skala kecil yang telah mampu menghasilkan alat dan mesin yang dibutuhkan agribisnis. Ironisnya, industri agro-otomotif yang ada sulit memasarkan produknya padahal kebutuhan petani cukup besar. Hal ini terjadi karena lemahnya jaringan pemasaran. Apakah bukan disebabkan oleh mahalnya produk agro-otomotif? Memang, untuk kondisi agribisnis Indonesia dimana skala pengusahaan yang relatif kecil, tidak ekonomis bila seorang petani memiliki suatu produk agro-otomotif atau terlalu mahal untuk dijangkau petani. Oleh karena itu, untuk memasarkan produk-produk agro-otomotif, koperasi petani atau perusahaan agro-otomotif perlu mengembangkan usaha rental (sewa) teknologi agro-otomotif di pedesaan. Usaha rental agro-otomotif ini yang sesuai dikembangkan adalah yang bersifat portable, sehingga usaha jasa ini datang ke lokasi usahatani, sebagaimana jasa usaha traktor. Usaha jasa agro-otomotif ini jelas menguntungkan. Peluang bisnis ini perlu ditangkap oleh koperasi maupun swasta. Selain menguntungkan baik bagi petani maupun swasta, juga mempercepat modernisasi agribisnis.***
Suara Agribisnis
153
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 154
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
9 – 22 Juli 2008
Kemarau Tidak Perlu Ditangisi ”SEKARANG KITA MULAI MASUK KE MUSIM KEMARAU. Secara tradisional di negeri kita ini musimnya dibagi dua, musim hujan dan musim kemarau. Musim kemarau memang lebih kering dibanding musim hujan tapi belum tentu kekeringan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancarai AGRINA. Bagaimana pola musim di Indonesia? Biasanya di Indonesia musim hujan (MH) berlangsung dari September–Maret dan musim kemarau (MK) April–Agustus, artinya 6 bulan MH dan 6 bulan MK. Sedang di negeri subtropis terdiri dari empat musim, yakni musim dingin, semi, panas, dan gugur. Walaupun mereka memiliki empat musim tapi dari segi kepentingan pertanian hanya dua musim, yakni akhir musim semi sampai awal musim gugur. Sebenarnya fenomena MH dan MK sudah dimengerti petani kita sejak dulu kala dan petani sudah menyesuaikan diri dengan musim itu. Petani tahu pada MK akan terjadi kekeringan. Oleh karena itu dalam banyak hal petani hanya memilih tanaman tertentu yang tahan kekeringan atau sama sekali tidak menggunakan lahan itu (bera). Namun sekarang orang sering mengasosiasikan MK dengan kekeringan? MK memang lebih kering daripada MH, tapi belum tentu kekeringan. Kekeringan mempunyai konotasi negatif atau tidak memungkinkan untuk bercocok tanam lagi. Tapi jika hanya kering, masih banyak tanaman yang cocok dengan kondisi itu. Misalnya, kacang hijau, jagung, bahkan tembakau dan tebu harus panen pada MK. MK bukanlah malapetaka karena MK belum tentu kekeringan. Kita hanya perlu lebih bijak dalam memilih jenis tanaman dan waktu yang tepat untuk bertanam pada MK. Jadi tidak boleh kita mengeluh terhadap MK, apalagi membuat MK sebagai alasan untuk produksi menjadi turun. Memang banyak kita lihat di media massa pernyataan pejabat yang mengkambinghitamkan MK sebagai penjelasan mengenai turunnya produksi. Bukankah dari tahun ke tahun kita mengalami masalah kekeringan yang lebih sering pada MK? Benar. Hal itu disebabkan pengelolaan pengairan kita yang semakin buruk karena sumberdaya air yang semakin mengecil akibat kerusakan daerah hulu aliran sungai, khususnya daerah hutan. Rusaknya hutan sering disebabkan oleh eksploitasi yang melebihi daya dukung lahan. Di samping itu, cara-cara bertani yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi lahan dan air di daerah hulu sungai. Selain itu, penyebab kerusakan hutan di daerah hulu sungai ini adalah pertambahan
154
Suara Agribisnis
penduduk cukup besar dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang tidak menggunakan lahan sehingga areal hutan semakin berkurang. Akibatnya, pada MH air tidak pernah lagi disimpan tapi langsung mengalir ke hilir dan mengakibatkan banjir. Jadi air tidak tersimpan dalam jumlah banyak untuk dialirkan secara perlahan-lahan pada MK. Ada persoalan lain lagi pada level global. Secara global telah terjadi global warming karena kerusakan lingkungan secara global. Hal itu terjadi sebagai akibat kerusakankerusakan hutan secara mikro yang awalnya hanya menyebabkan kesulitan pada level lokal, tetapi secara agregat berdampak pada level global. Dan global warming sangat mempengaruhi keadaan MH dan MK di daerah tropis, yaitu ketidakpastian mengenai waktu MH dan MK. Dampaknya membuat rencana pertanaman menjadi lebih sulit, sehingga prakiraan cuaca oleh Badan Meterorologi dan Geofisika (BMG) sangat membantu tetapi sering juga meleset dari prakiraan. Jadi MK adalah hal normal tetapi menjadi tidak normal karena manajemen irigasi yang sudah rusak, pengelolaan hulu aliran sungai khususnya hutan sudah rusak, dan lingkungan global yang sudah rusak. Bagaimana solusi agar MK tidak menjadi bencana kekeringan? Pemerintah melalui BMKG dapat berperan dalam memberikan informasi tentang prakiraan cuaca yang bersifat lokal. Informasi itu harus akurat dan terakses petani dengan mudah. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan penyuluhan tentang pilihan jenis tanaman dan waktu tanaman yang sesuai dengan MK, perbaikan irigasi, dan rehabilitasi wilayah hulu aliran sungai. Dan kita harus ikut berperan menanggulangi global warming bersama-sama dengan negera lain. Pada tingkat usaha tani, petani harus memilih tanaman yang cocok dan waktu tanam yang bijaksana untuk bertanam serta memperbaiki pengelolaan dan pemeliharaan sistem irigasi. Untuk itu dibutuhkan SDM petani yang lebih pintar untuk memilih tanaman dan waktu tanam yang cocok pada MK. Dan biasanya selama MK banyak petani menganggur. Oleh karena itu pemerintah perlu menyediakan dana work for food seperti masa yang lalu. Barangkali MK merupakan waktu yang tepat guna membuat program padat karya untuk memperbaiki infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi dan jalan-jalan penghubung antardesa, menyediakan lapangan pekerjaan, dan menanggulangi kemiskinan musiman. Kegiatan ini bertujuan agar pada MH seluruh infrastruktur sudah siap dengan baik. Jadi MK tidak perlu ditangisi karena kemarau juga berkat Tuhan, apalagi dijadikan alasan turunnya produksi pertanian. Tetapi pemerintah dan petani harus menyesuaikan diri dengan berkat MK.***
Suara Agribisnis
155
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 154
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
9 – 22 Juli 2008
Kemarau Tidak Perlu Ditangisi ”SEKARANG KITA MULAI MASUK KE MUSIM KEMARAU. Secara tradisional di negeri kita ini musimnya dibagi dua, musim hujan dan musim kemarau. Musim kemarau memang lebih kering dibanding musim hujan tapi belum tentu kekeringan,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancarai AGRINA. Bagaimana pola musim di Indonesia? Biasanya di Indonesia musim hujan (MH) berlangsung dari September–Maret dan musim kemarau (MK) April–Agustus, artinya 6 bulan MH dan 6 bulan MK. Sedang di negeri subtropis terdiri dari empat musim, yakni musim dingin, semi, panas, dan gugur. Walaupun mereka memiliki empat musim tapi dari segi kepentingan pertanian hanya dua musim, yakni akhir musim semi sampai awal musim gugur. Sebenarnya fenomena MH dan MK sudah dimengerti petani kita sejak dulu kala dan petani sudah menyesuaikan diri dengan musim itu. Petani tahu pada MK akan terjadi kekeringan. Oleh karena itu dalam banyak hal petani hanya memilih tanaman tertentu yang tahan kekeringan atau sama sekali tidak menggunakan lahan itu (bera). Namun sekarang orang sering mengasosiasikan MK dengan kekeringan? MK memang lebih kering daripada MH, tapi belum tentu kekeringan. Kekeringan mempunyai konotasi negatif atau tidak memungkinkan untuk bercocok tanam lagi. Tapi jika hanya kering, masih banyak tanaman yang cocok dengan kondisi itu. Misalnya, kacang hijau, jagung, bahkan tembakau dan tebu harus panen pada MK. MK bukanlah malapetaka karena MK belum tentu kekeringan. Kita hanya perlu lebih bijak dalam memilih jenis tanaman dan waktu yang tepat untuk bertanam pada MK. Jadi tidak boleh kita mengeluh terhadap MK, apalagi membuat MK sebagai alasan untuk produksi menjadi turun. Memang banyak kita lihat di media massa pernyataan pejabat yang mengkambinghitamkan MK sebagai penjelasan mengenai turunnya produksi. Bukankah dari tahun ke tahun kita mengalami masalah kekeringan yang lebih sering pada MK? Benar. Hal itu disebabkan pengelolaan pengairan kita yang semakin buruk karena sumberdaya air yang semakin mengecil akibat kerusakan daerah hulu aliran sungai, khususnya daerah hutan. Rusaknya hutan sering disebabkan oleh eksploitasi yang melebihi daya dukung lahan. Di samping itu, cara-cara bertani yang tidak mengikuti kaidah-kaidah konservasi lahan dan air di daerah hulu sungai. Selain itu, penyebab kerusakan hutan di daerah hulu sungai ini adalah pertambahan
154
Suara Agribisnis
penduduk cukup besar dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan yang tidak menggunakan lahan sehingga areal hutan semakin berkurang. Akibatnya, pada MH air tidak pernah lagi disimpan tapi langsung mengalir ke hilir dan mengakibatkan banjir. Jadi air tidak tersimpan dalam jumlah banyak untuk dialirkan secara perlahan-lahan pada MK. Ada persoalan lain lagi pada level global. Secara global telah terjadi global warming karena kerusakan lingkungan secara global. Hal itu terjadi sebagai akibat kerusakankerusakan hutan secara mikro yang awalnya hanya menyebabkan kesulitan pada level lokal, tetapi secara agregat berdampak pada level global. Dan global warming sangat mempengaruhi keadaan MH dan MK di daerah tropis, yaitu ketidakpastian mengenai waktu MH dan MK. Dampaknya membuat rencana pertanaman menjadi lebih sulit, sehingga prakiraan cuaca oleh Badan Meterorologi dan Geofisika (BMG) sangat membantu tetapi sering juga meleset dari prakiraan. Jadi MK adalah hal normal tetapi menjadi tidak normal karena manajemen irigasi yang sudah rusak, pengelolaan hulu aliran sungai khususnya hutan sudah rusak, dan lingkungan global yang sudah rusak. Bagaimana solusi agar MK tidak menjadi bencana kekeringan? Pemerintah melalui BMKG dapat berperan dalam memberikan informasi tentang prakiraan cuaca yang bersifat lokal. Informasi itu harus akurat dan terakses petani dengan mudah. Selain itu, pemerintah juga perlu memberikan penyuluhan tentang pilihan jenis tanaman dan waktu tanaman yang sesuai dengan MK, perbaikan irigasi, dan rehabilitasi wilayah hulu aliran sungai. Dan kita harus ikut berperan menanggulangi global warming bersama-sama dengan negera lain. Pada tingkat usaha tani, petani harus memilih tanaman yang cocok dan waktu tanam yang bijaksana untuk bertanam serta memperbaiki pengelolaan dan pemeliharaan sistem irigasi. Untuk itu dibutuhkan SDM petani yang lebih pintar untuk memilih tanaman dan waktu tanam yang cocok pada MK. Dan biasanya selama MK banyak petani menganggur. Oleh karena itu pemerintah perlu menyediakan dana work for food seperti masa yang lalu. Barangkali MK merupakan waktu yang tepat guna membuat program padat karya untuk memperbaiki infrastruktur pertanian seperti saluran irigasi dan jalan-jalan penghubung antardesa, menyediakan lapangan pekerjaan, dan menanggulangi kemiskinan musiman. Kegiatan ini bertujuan agar pada MH seluruh infrastruktur sudah siap dengan baik. Jadi MK tidak perlu ditangisi karena kemarau juga berkat Tuhan, apalagi dijadikan alasan turunnya produksi pertanian. Tetapi pemerintah dan petani harus menyesuaikan diri dengan berkat MK.***
Suara Agribisnis
155
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 156
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
20 Agustus – 2 September 2008
Agribisnis dan Pengairan Masa Depan ”BEBERAPA ASPEK TEKNIS MENUNJUKKAN tingginya peran air dalam kegiatan produksi agribisnis. Sebagai contoh, produk hortikultura, seperti buah dan sayuran, kandungan airnya lebih dari 60%. Jadi diperlukan teknologi pada on-farm yang hemat air,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000– 2004, saat diwawancarai AGRINA. Seberapa penting peran air pada agribisnis? Air memainkan peran vital pada proses produksi komoditas agribisnis, baik di on-farm maupun agribisnis hilirnya untuk keperluan pascapanen, seperti pembersihan produk. Dalam hal ini, sedemikian pentingnya posisi air dalam proses produksi agribisnis, maka daya saing agribisnis yang salah satunya dicerminkan oleh tinggi rendahnya biaya dan harga jual akan juga ditentukan dari tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan air. Bagi sektor pengairan sendiri, penempatan kebijakan pengembangannya sebagai bagian dari suatu strategi pembangunan yang lebih besar merupakan hal sangat penting. Hal ini mengingat sebagian dari pengertian pengairan adalah sumberdaya dan sarana produksi bagi kegiatan ekonomi. Pengembangan pengairan bukan merupakan tujuan akhir tetapi menjadi sarana bagi pengembangan kegiatan ekonomi tersebut sehingga keberhasilan pengairan akan dilihat dari keberhasilan kegiatan yang didukungnya. Seperti melihat keberhasilan dukungan irigasi terhadap peningkatan produksi padi. Dalam hal ini pengairan dan agribisnis mempunyai hubungan yang tak terpisahkan. Esensi dari agribisnis baik dalam pengertian sistem maupun perusahaan adalah bisnis. Dengan demikian, setiap input yang digunakan dan output yang dihasilkan harus dikelola secara bisnis. Hal tersebut juga berlaku bagi air sebagai sarana produksinya sehingga aspek efisiensi dan efektivitas menjadi faktor yang sangat menentukan. Hal apa yang perlu diperhatikan berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas pengairan tersebut? Pertama, efisiensi pemanfaatan. Selama ini pola pemanfaatan air cenderung dilakukan seolah air tidak terbatas dan costless. Diperlukan peningkatan kesadaran akan pentingnya penetapan biaya atas air dalam proses pemanfaatannya. Di lain pihak pola pemanfaatan air cenderung dipandang sebagai single-purpose, padahal seharusnya dapat dioptimalkan secara multi-purpose, seperti irigasi, rumahtangga, dan pariwisata. Memang, jika biaya air hanya dibebankan pada satu kegiatan, maka biayanya akan terlalu mahal sehingga menjadi beban. Kedua, efisiensi distribusi. Basis sistem pengairan di Indonesia didominasi sistem irigasi sawah melalui aliran permukaan. Sudah waktunya dikembangkan sistem distribu-
156
Suara Agribisnis
si air yang lebih efisien dan lebih meningkatkan ketersediaan air riil. Sistem saluran tertutup atau teknologi lain dalam penyaluran air, sudah waktunya untuk dikembangkan secara lebih serius. Ketiga, efisiensi pengadaan dan pelestarian. Ketersediaan air semakin lama, semakin menipis. Fluktuasi ketersediaan air antarwaktu merupakan gejala yang semakin lama membutuhkan perhatian serius. Oleh karena itu, sistem penyimpanan air perlu ditingkatkan efisiensinya. Demikian pula aspek-aspek pelestarian sumber-sumber air menjadi hal yang semakin vital. Keempat, produktivitas air. Sistem pengairan yang dibangun selama ini, terutama berdasarkan pada sistem irigasi sawah. Padahal banyak agribisnis lain yang mampu memberi nilai produktivitas yang lebih tinggi, seperti hortikultura, peternakan, dan perikanan. Pola pengairan yang dibutuhkan oleh agribisnis nonsawah tersebut berbeda. Jika diarahkan pada pilihan kegiatan agribisnis yang tepat dengan menggunakan pola dan teknologi distribusi yang tepat pula, produktivitas air akan meningkat. Singkatnya, kebijakan pengairan dalam agribisnis pada satu sisi untuk menciptakan efisiensi pemanfaatan, distribusi, pengadaan, dan pelestarian sesuai jenis agribisnis yang dilayani, dan di sisi lain untuk mendorong perkembangan agribisnis yang hemat air. Apa yang harus dilakukan untuk mendukung hal tersebut? Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan reformasi mendasar dalam pengelolaan dan pembangunan pengairan, yaitu dari kebijakan dengan pendekatan yang sentralistik menjadi desentralistik. Dari orientasi pada pemerintah menjadi partisipasi masyarakat lokal. Dari pola pengembangan yang berciri mega proyek menjadi proyek yang dikelola oleh sumberdaya lokal. Dan dari pembiayaan bersubsidi besar menjadi pembangunan dengan rasionalisasi biaya. Aspek-aspek ini harus menjadi wajah masa depan dari kebijakan pengairan, dan menjadi tantangan yang harus segera dijawab oleh siapapun pengelola dan penentu kebijakan pengairan kelak. Memang hal tersebut membutuhkan mandat lebih besar dari yang dimiliki lembaga yang sekarang ada. Untuk itu suatu lembaga koordinatif, apapun namanya, mungkin menjadi alternatif agar menghasilkan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan pengairan yang lebih sesuai dengan perkembangan dan tuntutan keadaan.***
Suara Agribisnis
157
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 156
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
20 Agustus – 2 September 2008
Agribisnis dan Pengairan Masa Depan ”BEBERAPA ASPEK TEKNIS MENUNJUKKAN tingginya peran air dalam kegiatan produksi agribisnis. Sebagai contoh, produk hortikultura, seperti buah dan sayuran, kandungan airnya lebih dari 60%. Jadi diperlukan teknologi pada on-farm yang hemat air,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000– 2004, saat diwawancarai AGRINA. Seberapa penting peran air pada agribisnis? Air memainkan peran vital pada proses produksi komoditas agribisnis, baik di on-farm maupun agribisnis hilirnya untuk keperluan pascapanen, seperti pembersihan produk. Dalam hal ini, sedemikian pentingnya posisi air dalam proses produksi agribisnis, maka daya saing agribisnis yang salah satunya dicerminkan oleh tinggi rendahnya biaya dan harga jual akan juga ditentukan dari tingkat efisiensi dan efektivitas penggunaan air. Bagi sektor pengairan sendiri, penempatan kebijakan pengembangannya sebagai bagian dari suatu strategi pembangunan yang lebih besar merupakan hal sangat penting. Hal ini mengingat sebagian dari pengertian pengairan adalah sumberdaya dan sarana produksi bagi kegiatan ekonomi. Pengembangan pengairan bukan merupakan tujuan akhir tetapi menjadi sarana bagi pengembangan kegiatan ekonomi tersebut sehingga keberhasilan pengairan akan dilihat dari keberhasilan kegiatan yang didukungnya. Seperti melihat keberhasilan dukungan irigasi terhadap peningkatan produksi padi. Dalam hal ini pengairan dan agribisnis mempunyai hubungan yang tak terpisahkan. Esensi dari agribisnis baik dalam pengertian sistem maupun perusahaan adalah bisnis. Dengan demikian, setiap input yang digunakan dan output yang dihasilkan harus dikelola secara bisnis. Hal tersebut juga berlaku bagi air sebagai sarana produksinya sehingga aspek efisiensi dan efektivitas menjadi faktor yang sangat menentukan. Hal apa yang perlu diperhatikan berkaitan dengan efisiensi dan efektivitas pengairan tersebut? Pertama, efisiensi pemanfaatan. Selama ini pola pemanfaatan air cenderung dilakukan seolah air tidak terbatas dan costless. Diperlukan peningkatan kesadaran akan pentingnya penetapan biaya atas air dalam proses pemanfaatannya. Di lain pihak pola pemanfaatan air cenderung dipandang sebagai single-purpose, padahal seharusnya dapat dioptimalkan secara multi-purpose, seperti irigasi, rumahtangga, dan pariwisata. Memang, jika biaya air hanya dibebankan pada satu kegiatan, maka biayanya akan terlalu mahal sehingga menjadi beban. Kedua, efisiensi distribusi. Basis sistem pengairan di Indonesia didominasi sistem irigasi sawah melalui aliran permukaan. Sudah waktunya dikembangkan sistem distribu-
156
Suara Agribisnis
si air yang lebih efisien dan lebih meningkatkan ketersediaan air riil. Sistem saluran tertutup atau teknologi lain dalam penyaluran air, sudah waktunya untuk dikembangkan secara lebih serius. Ketiga, efisiensi pengadaan dan pelestarian. Ketersediaan air semakin lama, semakin menipis. Fluktuasi ketersediaan air antarwaktu merupakan gejala yang semakin lama membutuhkan perhatian serius. Oleh karena itu, sistem penyimpanan air perlu ditingkatkan efisiensinya. Demikian pula aspek-aspek pelestarian sumber-sumber air menjadi hal yang semakin vital. Keempat, produktivitas air. Sistem pengairan yang dibangun selama ini, terutama berdasarkan pada sistem irigasi sawah. Padahal banyak agribisnis lain yang mampu memberi nilai produktivitas yang lebih tinggi, seperti hortikultura, peternakan, dan perikanan. Pola pengairan yang dibutuhkan oleh agribisnis nonsawah tersebut berbeda. Jika diarahkan pada pilihan kegiatan agribisnis yang tepat dengan menggunakan pola dan teknologi distribusi yang tepat pula, produktivitas air akan meningkat. Singkatnya, kebijakan pengairan dalam agribisnis pada satu sisi untuk menciptakan efisiensi pemanfaatan, distribusi, pengadaan, dan pelestarian sesuai jenis agribisnis yang dilayani, dan di sisi lain untuk mendorong perkembangan agribisnis yang hemat air. Apa yang harus dilakukan untuk mendukung hal tersebut? Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan reformasi mendasar dalam pengelolaan dan pembangunan pengairan, yaitu dari kebijakan dengan pendekatan yang sentralistik menjadi desentralistik. Dari orientasi pada pemerintah menjadi partisipasi masyarakat lokal. Dari pola pengembangan yang berciri mega proyek menjadi proyek yang dikelola oleh sumberdaya lokal. Dan dari pembiayaan bersubsidi besar menjadi pembangunan dengan rasionalisasi biaya. Aspek-aspek ini harus menjadi wajah masa depan dari kebijakan pengairan, dan menjadi tantangan yang harus segera dijawab oleh siapapun pengelola dan penentu kebijakan pengairan kelak. Memang hal tersebut membutuhkan mandat lebih besar dari yang dimiliki lembaga yang sekarang ada. Untuk itu suatu lembaga koordinatif, apapun namanya, mungkin menjadi alternatif agar menghasilkan kebijakan dan pelaksanaan pembangunan pengairan yang lebih sesuai dengan perkembangan dan tuntutan keadaan.***
Suara Agribisnis
157
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 158
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
5 – 18 Agustus 2009
El Nino Jangan Panik, Antisipatif dan Proaktif “El Nino bukanlah soal baru bagi kita. Jangan panik tapi hadapi secara antisipatif, proaktif, serta berpikir dan bertindak secara jangka panjang. Belajarlah dari pengalaman masa lalu,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancara AGRINA. Apa makna El Nino bagi Indonesia? El nino buat kita di Indonesia mempunyai makna musim kering yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau keduanya. Kekeringan pada musim kemarau bukanlah sesuatu yang baru buat kita karena rutin dialami setiap tahun. Cuma kadang-kadang musim kering itu menjadi lebih panjang dari biasanya karena dampak dari fenomena El Nino. Karena ini sudah hal yang rutin, maka sebenarnya kita jangan panik, tapi bertindaklah antisipatif dan proaktif. El Nino menyebabkan kekeringan. Kekeringan memudahkan terjadinya kebakaran di lahan pertanian, hutan, dan wilayah pemukiman sehingga berdampak buruk pada ketahanan pangan, lapangan kerja, pendapatan masyarakat, kesehatan khususnya masalah pernapasan, bahkan kehilangan nyawa penduduk. Kita beruntung 7 tahun belakangan ini tidak mengalami El Nino. Berbeda dengan 7 tahun sebelumnya, setiap tahun kita mengalami El Nino yang puncaknya terjadi pada 1997—1998. Sedangkan tanda-tanda El Nino ini sudah dimulai sejak 1995 dan berlanjut hingga 2001— 2002. Mungkin ini siklus 7 tahunan yang dialami Nabi Yusuf di Mesir, 7 tahun paceklik dan 7 tahun panen. Apa akibat langsung pada kejadian El Nino yang lalu? Dampak kekeringan pada tanaman pangan bisa sangat besar karena umur tanaman bahan makanan ini umumnya musiman. Dan masa tanamnya sering bersinggungan dengan musim kering. Karena itu El Nino dapat menimbulkan kegagalan panen dan keterlambatan tanam. Hal itu mengharuskan kita mengimpor sampai 6 juta ton beras pada 2000–2001 dan penurunan ekspor hasil-hasil perkebunan. Hal-hal seperti ini jika tidak diantisipasi dan ditanggulangi secara baik bisa terjadi lagi. Marilah kita belajar dari peristiwa-peristiwa masa lalu, tingkatkan hal-hal baik yang sudah dilakukan dan perbaiki hal-hal yang belum sempat dilakukan secara baik. Jangan lagi seperti masa yang lalu, banyak waktu dihabiskan untuk saling menyalahkan dan bertengkar satu sama lain antar-instansi pemerintah, instansi pemerintah dengan masyarakat, dan diperparah lagi oleh pemberitaan media massa yang kurang proporsional. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak El Nino ini barangkali sikap gagah-gagahan
158
Suara Agribisnis
ingin mengekspor beras pada 2009 untuk sementara diurungkan. Bahkan pemerintah tidak usah malu-malu melakukan persiapan impor pangan apabila nantinya informasi terakhir mengharuskan kita mengimpor bahan makanan khususnya beras. Bagaimana mengantisipasi dampak negatif kekeringan tersebut? Pertama, anjurkan kepada para petani agar lebih bijaksana memilih jenis tanaman dan waktu tanam. Tanaman yang cocok pada musim kering, seperti tembakau, jagung, sorgum, dan kacang-kacangan khususnya kacang hijau. Selain itu, berkurangnya areal tanam pada daerah beririgasi teknis, semi teknis, dan non-teknis dapat dikompensasi dengan memanfaatkan lahan rawa dan pasang surut yang cocok untuk ditanami justru pada musim kering yang relatif panjang. Kedua, kekeringan di beberapa tempat dapat menghilangkan pekerjaan bagi para petani dan penduduk pedesaan sehingga terjadi pengangguran yang lebih besar. Tenaga kerja yang menganggur dapat dimanfatkan secara produktif untuk memperbaiki infrastruktur pertanian dan pedesaan. Perbaikan infrastruktur kadangkala sulit dilakukan pada musim hujan karena tidak ada tenaga kerja dan secara teknis sulit dilakukan. Sudah barang tentu dana untuk hal tersebut perlu disiapkan secara dini dan berada di wilayah kecamatan dan desa. Ketiga, cegah kebakaran di lahan pertanian, kehutanan, dan pemukiman. Apalagi pencegahan lebih mudah daripada penanggulangan. Keempat, pemerintah pusat sampai daerah harus bersikap proaktif dan antisipatif. Pemerintah perlu memberikan informasi yang akurat dan membantu memecahkan masalah. Pemda harus mengambil peranan yang lebih besar karena ada kalanya secara nasional kekeringan tidak terlalu signifikan tetapi secara lokal bisa sangat parah dan fatal. Kerjasama antara pemerintah pusat dan pemda sangat vital dalam penanggulangan dampak negatif dan pemanfaatan dampak positif kekeringan yang berkepanjangan secara lokal. Dan kelima, berpikir jangka panjang. Sangat sering kita reaktif terhadap masalah-masalah jangka pendek saja tetapi lalai terhadap soal-soal yang berpengaruh dalam jangka panjang misalnya perbaikan lingkungan hutan dan daerah aliran sungai. Keadaan hutan dan daerah aliran sungai yang bisa memberikan dampak negatif yang lebih dahsyat dibandingkan kekeringan. Karena itu haruslah kita biasakan berpikir dan bertindak dalam penanggulangan bencana kekeringan sekaligus mengantisipasi bencana banjir pada musim hujan. ***
Suara Agribisnis
159
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 158
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
5 – 18 Agustus 2009
El Nino Jangan Panik, Antisipatif dan Proaktif “El Nino bukanlah soal baru bagi kita. Jangan panik tapi hadapi secara antisipatif, proaktif, serta berpikir dan bertindak secara jangka panjang. Belajarlah dari pengalaman masa lalu,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000–2004, saat diwawancara AGRINA. Apa makna El Nino bagi Indonesia? El nino buat kita di Indonesia mempunyai makna musim kering yang terlalu cepat, terlalu lambat, atau keduanya. Kekeringan pada musim kemarau bukanlah sesuatu yang baru buat kita karena rutin dialami setiap tahun. Cuma kadang-kadang musim kering itu menjadi lebih panjang dari biasanya karena dampak dari fenomena El Nino. Karena ini sudah hal yang rutin, maka sebenarnya kita jangan panik, tapi bertindaklah antisipatif dan proaktif. El Nino menyebabkan kekeringan. Kekeringan memudahkan terjadinya kebakaran di lahan pertanian, hutan, dan wilayah pemukiman sehingga berdampak buruk pada ketahanan pangan, lapangan kerja, pendapatan masyarakat, kesehatan khususnya masalah pernapasan, bahkan kehilangan nyawa penduduk. Kita beruntung 7 tahun belakangan ini tidak mengalami El Nino. Berbeda dengan 7 tahun sebelumnya, setiap tahun kita mengalami El Nino yang puncaknya terjadi pada 1997—1998. Sedangkan tanda-tanda El Nino ini sudah dimulai sejak 1995 dan berlanjut hingga 2001— 2002. Mungkin ini siklus 7 tahunan yang dialami Nabi Yusuf di Mesir, 7 tahun paceklik dan 7 tahun panen. Apa akibat langsung pada kejadian El Nino yang lalu? Dampak kekeringan pada tanaman pangan bisa sangat besar karena umur tanaman bahan makanan ini umumnya musiman. Dan masa tanamnya sering bersinggungan dengan musim kering. Karena itu El Nino dapat menimbulkan kegagalan panen dan keterlambatan tanam. Hal itu mengharuskan kita mengimpor sampai 6 juta ton beras pada 2000–2001 dan penurunan ekspor hasil-hasil perkebunan. Hal-hal seperti ini jika tidak diantisipasi dan ditanggulangi secara baik bisa terjadi lagi. Marilah kita belajar dari peristiwa-peristiwa masa lalu, tingkatkan hal-hal baik yang sudah dilakukan dan perbaiki hal-hal yang belum sempat dilakukan secara baik. Jangan lagi seperti masa yang lalu, banyak waktu dihabiskan untuk saling menyalahkan dan bertengkar satu sama lain antar-instansi pemerintah, instansi pemerintah dengan masyarakat, dan diperparah lagi oleh pemberitaan media massa yang kurang proporsional. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak El Nino ini barangkali sikap gagah-gagahan
158
Suara Agribisnis
ingin mengekspor beras pada 2009 untuk sementara diurungkan. Bahkan pemerintah tidak usah malu-malu melakukan persiapan impor pangan apabila nantinya informasi terakhir mengharuskan kita mengimpor bahan makanan khususnya beras. Bagaimana mengantisipasi dampak negatif kekeringan tersebut? Pertama, anjurkan kepada para petani agar lebih bijaksana memilih jenis tanaman dan waktu tanam. Tanaman yang cocok pada musim kering, seperti tembakau, jagung, sorgum, dan kacang-kacangan khususnya kacang hijau. Selain itu, berkurangnya areal tanam pada daerah beririgasi teknis, semi teknis, dan non-teknis dapat dikompensasi dengan memanfaatkan lahan rawa dan pasang surut yang cocok untuk ditanami justru pada musim kering yang relatif panjang. Kedua, kekeringan di beberapa tempat dapat menghilangkan pekerjaan bagi para petani dan penduduk pedesaan sehingga terjadi pengangguran yang lebih besar. Tenaga kerja yang menganggur dapat dimanfatkan secara produktif untuk memperbaiki infrastruktur pertanian dan pedesaan. Perbaikan infrastruktur kadangkala sulit dilakukan pada musim hujan karena tidak ada tenaga kerja dan secara teknis sulit dilakukan. Sudah barang tentu dana untuk hal tersebut perlu disiapkan secara dini dan berada di wilayah kecamatan dan desa. Ketiga, cegah kebakaran di lahan pertanian, kehutanan, dan pemukiman. Apalagi pencegahan lebih mudah daripada penanggulangan. Keempat, pemerintah pusat sampai daerah harus bersikap proaktif dan antisipatif. Pemerintah perlu memberikan informasi yang akurat dan membantu memecahkan masalah. Pemda harus mengambil peranan yang lebih besar karena ada kalanya secara nasional kekeringan tidak terlalu signifikan tetapi secara lokal bisa sangat parah dan fatal. Kerjasama antara pemerintah pusat dan pemda sangat vital dalam penanggulangan dampak negatif dan pemanfaatan dampak positif kekeringan yang berkepanjangan secara lokal. Dan kelima, berpikir jangka panjang. Sangat sering kita reaktif terhadap masalah-masalah jangka pendek saja tetapi lalai terhadap soal-soal yang berpengaruh dalam jangka panjang misalnya perbaikan lingkungan hutan dan daerah aliran sungai. Keadaan hutan dan daerah aliran sungai yang bisa memberikan dampak negatif yang lebih dahsyat dibandingkan kekeringan. Karena itu haruslah kita biasakan berpikir dan bertindak dalam penanggulangan bencana kekeringan sekaligus mengantisipasi bencana banjir pada musim hujan. ***
Suara Agribisnis
159
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 160
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
2 – 15 September 2009
Pentingnya Mambangun Lumbung Modern “LUMBUNG MODERN ADALAH BAGIAN YANG TAK TERPISAHKAN dari sistem perdagangan modern. Bagi Indonesia yang mengandalkan pengembangan sistem agribisnis untuk melepaskan diri dari tekanan krisis ekonomi, hal tersebut sangat penting,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA. Seberapa penting lumbung bagi petani kita? Lumbung sudah sangat dikenal terutama oleh petani padi. Lumbung adalah bagian dari ketahanan pangan pada waktu yang lalu. Istilah ini hampir tidak dikenal di kalangan petani yang mengusahakan tanaman yang mudah busuk, seperti sayur-sayuran, demikian juga di kalangan peternak dan nelayan. Namun bukan berarti petani sayuran dan buah-buahan, peternak, dan nelayan tidak memahami makna dari ketahanan pangan. Pembuatan dendeng, abon, ikan asin, atau tindakan-tindakan lain yang memperpanjang masa simpan sayur-sayuran, daging, dan ikan adalah indikasi pemahamannya tentang ketahanan pangan. Dengan diperkenalkannya BULOG beberapa dekade lalu, menyebabkan keberadaan dan fungsi lumbung hampir lenyap, terutama di Jawa. Dengan adanya krisis ekonomi yang lalu, kesadaran petani padi tentang pentingnya memiliki lumbung sendiri mulai bangkit kembali, dan dalam rangka ketahanan pangan dan meredam turunnya harga saat panen. Selain petani, pedagang juga menyadari sepenuhnya makna dari ketahanan pangan. Namun hal itu dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Tidak banyak pedagang yang senang kalau harga barang yang diperdagangkan gonjang-ganjing. Dengan harga yang relatif stabil, lebih mudah bagi mereka untuk memaksimumkan keuntungan jangka panjang dalam mempertahankan eksistensinya. Bagaimana kaitan lumbung dan ketahanan pangan? Di daerah Sumatera Selatan, peran penggilingan padi amat menonjol dalam menjalankan fungsi ketahanan pangan dan pengendalian harga. Dalam rangka mengendalikan stok, penggilingan padi menyediakan fasilitas pergudangan gratis bagi petani, tentu dengan beberapa kondisi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan adanya hubungan antara penggilingan padi dan petani seperti itu, maka penggilingan padi selalu dapat melayani permintaan pasar secara teratur baik pada musim panen maupun pada musim paceklik. Bagi petani, hal ini juga sangat menguntungkan karena padinya aman di gudang penggilingan padi dan padi itu selalu bisa dijadikan agunan untuk meminjam uang baik
160
Suara Agribisnis
kepada penggilingan padi maupun pedagang lain. Caranya, dengan menunjukkan surat bukti bahwa dia memiliki sejumlah gabah di salah satu penggilingan padi. Hubungan seperti itu sudah berjalan sejak lama dan satu-satunya perekat adalah adanya saling mempercayai. Memang, penggilingan padi harus betul-betul menjaga kredibilitasnya demi kelangsungan usahanya. Yang lebih penting, terjadi persaingan sehat antara sesama penggilingan padi turut menguntungkan petani. Hal itu menunjukkan bahwa di tengah masyarakat sudah ada embrio suatu sistem ketahanan pangan yang cukup canggih, walaupun tidak didukung oleh perangkat fisik yang canggih. Sistem tersebut selama ini kurang diketahui dan belum ditingkatkan menjadi suatu sistem yang lebih modern dengan berbagai dimensi ketahanan pangan yang lain. Sistem tersebut jauh lebih efisien dibandingkan cara kerja BULOG yang membiarkan gudang sebagai sumber biaya atau cost center. Apakah model hubungan tersebut juga ada di negara lain? Model hubungan petani dan penggilingan padi atau pedagang seperti itu juga terdapat di negara maju seperti Amerika Serikat yang dikenal dengan istilah warehouse receipt system. Sertifikat yang dikeluarkan oleh pemilik gudang atau silo, dapat dijadikan agunan untuk meminjam uang dari bank. Sistem yang ada di negara maju tersebut tidak hanya untuk melayani biji-bijian, seperti gandum, jagung, dan lainnya yang tidak lekas busuk tetapi juga sudah merambah pada komoditas yang mudah busuk, seperti daging dan ikan. Dengan teknologi pergudangan yang canggih, daging dapat disimpan bertahun-tahun tanpa merusak kualitas daging tersebut. Hal ini semua menyebabkan sistem ketahanan pangan di negara tersebut benar-benar dapat diandalkan. Yang menarik lagi adalah sistem tersebut dimiliki oleh koperasi milik petani. Apa yang dapat dikembangkan oleh petani kita terkait lumbung modern? Jadi lumbung modern tidak hanya bentuk fisiknya saja, tetapi yang lebih penting adalah sistem manajemennya. Itulah yang kita katakan sebagai warehouse receipt system. Dimensi lumbung modern adalah pengelolaan risiko, bursa komoditas, dan kepercayaan di antara partisipan. Lumbung modern bisa ditumbuhkan dari bawah (bottom up), tidak harus dari atas. Dengan begitu, petani bisa diajak secara bertahap memasuki sistem perdagangan modern yang barangkali bagi mereka hanya sekadar mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Dengan demikian petani tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan tetapi kini telah mempunyai nilai tawar yang baik.***
Suara Agribisnis
161
LO Buku Bs 3
4/6/10
10:47 AM
Page 160
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
Bab 3. Subsistem Agribisnis Hulu
2 – 15 September 2009
Pentingnya Mambangun Lumbung Modern “LUMBUNG MODERN ADALAH BAGIAN YANG TAK TERPISAHKAN dari sistem perdagangan modern. Bagi Indonesia yang mengandalkan pengembangan sistem agribisnis untuk melepaskan diri dari tekanan krisis ekonomi, hal tersebut sangat penting,” ungkap Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec., Menteri Pertanian periode 2000 – 2004, saat diwawancara AGRINA. Seberapa penting lumbung bagi petani kita? Lumbung sudah sangat dikenal terutama oleh petani padi. Lumbung adalah bagian dari ketahanan pangan pada waktu yang lalu. Istilah ini hampir tidak dikenal di kalangan petani yang mengusahakan tanaman yang mudah busuk, seperti sayur-sayuran, demikian juga di kalangan peternak dan nelayan. Namun bukan berarti petani sayuran dan buah-buahan, peternak, dan nelayan tidak memahami makna dari ketahanan pangan. Pembuatan dendeng, abon, ikan asin, atau tindakan-tindakan lain yang memperpanjang masa simpan sayur-sayuran, daging, dan ikan adalah indikasi pemahamannya tentang ketahanan pangan. Dengan diperkenalkannya BULOG beberapa dekade lalu, menyebabkan keberadaan dan fungsi lumbung hampir lenyap, terutama di Jawa. Dengan adanya krisis ekonomi yang lalu, kesadaran petani padi tentang pentingnya memiliki lumbung sendiri mulai bangkit kembali, dan dalam rangka ketahanan pangan dan meredam turunnya harga saat panen. Selain petani, pedagang juga menyadari sepenuhnya makna dari ketahanan pangan. Namun hal itu dikaitkan dengan kegiatan usahanya. Tidak banyak pedagang yang senang kalau harga barang yang diperdagangkan gonjang-ganjing. Dengan harga yang relatif stabil, lebih mudah bagi mereka untuk memaksimumkan keuntungan jangka panjang dalam mempertahankan eksistensinya. Bagaimana kaitan lumbung dan ketahanan pangan? Di daerah Sumatera Selatan, peran penggilingan padi amat menonjol dalam menjalankan fungsi ketahanan pangan dan pengendalian harga. Dalam rangka mengendalikan stok, penggilingan padi menyediakan fasilitas pergudangan gratis bagi petani, tentu dengan beberapa kondisi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dengan adanya hubungan antara penggilingan padi dan petani seperti itu, maka penggilingan padi selalu dapat melayani permintaan pasar secara teratur baik pada musim panen maupun pada musim paceklik. Bagi petani, hal ini juga sangat menguntungkan karena padinya aman di gudang penggilingan padi dan padi itu selalu bisa dijadikan agunan untuk meminjam uang baik
160
Suara Agribisnis
kepada penggilingan padi maupun pedagang lain. Caranya, dengan menunjukkan surat bukti bahwa dia memiliki sejumlah gabah di salah satu penggilingan padi. Hubungan seperti itu sudah berjalan sejak lama dan satu-satunya perekat adalah adanya saling mempercayai. Memang, penggilingan padi harus betul-betul menjaga kredibilitasnya demi kelangsungan usahanya. Yang lebih penting, terjadi persaingan sehat antara sesama penggilingan padi turut menguntungkan petani. Hal itu menunjukkan bahwa di tengah masyarakat sudah ada embrio suatu sistem ketahanan pangan yang cukup canggih, walaupun tidak didukung oleh perangkat fisik yang canggih. Sistem tersebut selama ini kurang diketahui dan belum ditingkatkan menjadi suatu sistem yang lebih modern dengan berbagai dimensi ketahanan pangan yang lain. Sistem tersebut jauh lebih efisien dibandingkan cara kerja BULOG yang membiarkan gudang sebagai sumber biaya atau cost center. Apakah model hubungan tersebut juga ada di negara lain? Model hubungan petani dan penggilingan padi atau pedagang seperti itu juga terdapat di negara maju seperti Amerika Serikat yang dikenal dengan istilah warehouse receipt system. Sertifikat yang dikeluarkan oleh pemilik gudang atau silo, dapat dijadikan agunan untuk meminjam uang dari bank. Sistem yang ada di negara maju tersebut tidak hanya untuk melayani biji-bijian, seperti gandum, jagung, dan lainnya yang tidak lekas busuk tetapi juga sudah merambah pada komoditas yang mudah busuk, seperti daging dan ikan. Dengan teknologi pergudangan yang canggih, daging dapat disimpan bertahun-tahun tanpa merusak kualitas daging tersebut. Hal ini semua menyebabkan sistem ketahanan pangan di negara tersebut benar-benar dapat diandalkan. Yang menarik lagi adalah sistem tersebut dimiliki oleh koperasi milik petani. Apa yang dapat dikembangkan oleh petani kita terkait lumbung modern? Jadi lumbung modern tidak hanya bentuk fisiknya saja, tetapi yang lebih penting adalah sistem manajemennya. Itulah yang kita katakan sebagai warehouse receipt system. Dimensi lumbung modern adalah pengelolaan risiko, bursa komoditas, dan kepercayaan di antara partisipan. Lumbung modern bisa ditumbuhkan dari bawah (bottom up), tidak harus dari atas. Dengan begitu, petani bisa diajak secara bertahap memasuki sistem perdagangan modern yang barangkali bagi mereka hanya sekadar mimpi yang tidak akan pernah terwujud. Dengan demikian petani tidak selalu menjadi pihak yang dirugikan tetapi kini telah mempunyai nilai tawar yang baik.***
Suara Agribisnis
161
LO Buku Bs 3
162
4/6/10
Suara Agribisnis
10:47 AM
Page 162
LO Buku Bs 3
162
4/6/10
Suara Agribisnis
10:47 AM
Page 162