KAJIAN TEKNOLOGI USAHATANI PADI MENDUKUNG AGRIBISNIS BERAS BERKUALITAS Abstrak Kajian teknologi usahatani padi mendukung agribisnis beras berkualitas telah dilaksanakan dengan tujuan untuk menemukan varietas unggul baru padi, merakit paket teknologi pengelolahan hara spesifik lokasi, menemukan teknologi pengelolahan hama dan penyakit serta untuk mendapatkan teknologi penanganan hasil spesifik lokasi yang dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras. Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan petani di kelurahan sompe, Kec. Sabbangparu, Kab. Wajo, dan khusus kajian varietas unggul baru padi dilaksanakan di kab. Soppeng,. Kajian ini dilaksanakan dengan melibatkan petani, penyuluh serta peneliti sebagai pelaksana mulai pada bulan januari sampai desember 2006. Kajian meliputi 4 (empat) kegiatan diantaranya; (a). kajian varietas unggul baru padi untuk mendapatkan beras berkualitas, (b). kajian pengelolahan hara padi mendukung agribisnis beras berkulaitas, (c0 kajian pengelolahan hama dan penyakit mendukung agribisnis beras berkulitas, dan (d). kajian penanganan hasil panen padi menjadi beras berkualitas. Hasil kajian menunjukkan bahwa; (1) hasil gabah kering giling varietas cigeulis labih tinggi 690 kg/ha disbanding dengan varietas ciapus dan 680 kg/ha disbanding jerami lebih tinggi 320 kg/ha disbanding dengan perlakuan pupuk kandang dan 1280 kg/ha bila disbanding dengan perlakuan rekomendasi dengan tingkat keuntungan yang diperoleh pada perlakuan jerami lebih tinggi, Rp. 1.290.384 dibanding dengan perlakuan rekomendasi. (3) hasil gabah kering panen yang diperoleh pada perlakuan PHT lebih tinggi 1.920 kg/ha disbanding dengan perlakuan non PHT dengan tingkat keuntungan yang diperoleh pada perlakuan PHt lebih tinggi Rp. 2.360.304 dibanding dengan perlakuan non PHT. Rendemen beras kepala dan nilai protein tertinggi diperoleh dengan perlakuan PHT dan termasuk disukai resoponden disbanding dengan perlakuan PHT. (4) hasil kajian dengan alat giling portable diperoleh kadar protein tertinggi disbanding dengan alat giling AM 1000 dan Satake. Rendemen beras kepala tertinggi diperoleh dengan alat giling AM 1000 dengan citarasa yang disenangi responden. Sedangkan hasil kajian dengan kemasan karung plastik memiliki kadar protein dan renpenden beras kepala lebih tinggi dibandingdengan kemasan hermetik. Kata kunci: Teknologi, Usahatani, Padi, beras berkualitas PENDAHULUAN 1. Latar belakang Hingga kini, sebagian besar masyarakat maish mengandalkan beras sebagai pangan utama keluarga. Bagi mereka beras mencerminkan symbol status social ekonomi disamping lebih mengenyangkan dari pada pangan lainnya. Karena itu permintaan terhadap untuk beras terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah produk. Di Negara-negara berkembang di asia, beras menyumbang 618 kalori dan 11 gram proten per kapita/hari, sehingga dengan mengkonsumsi nasi,sebagian kebutuhan gizi telah terpenuhi (Budianto 2002). Sulawesi selatan sebagai pemasok beras dikawasan timur Indonesia (KTI) dan salah satu lumbang panga nasional, mempunyai lahan sawah seluas 662.495 ha (Dinas Pertanian Sulsel, 2004). Dari potensi tersebut, setiap tahun Sulawesi Selatan kelebihan beras sebesar kurang lebih 1,5 juta ton dan umumnya kelebihan tersebut didistribusi ke KTI. Peran tersebut masih dapat ditingkatkan dimasa yang akan dating berdasarkan peluang peningkatan produksi yang masih cukup besar. Produktivitas padi rata-rata yang dicapai di Sulawesi Selatan baru mencapai 4,73 t/ha (Dinas Pertanian Sulsel, 2004). Sedangkan hasil kajian PTT di Sulawesi Selatan diperoleh antara 6,5 – 8,3 t/ha (arafah, et al 2001, arafah et al 2002 dan arafah et al 2003). Namun peran tersebut bukan mustahil berakhir apbila pendapatan dan kesejahteraan mereka tidak dapat ditingkatkan. Di Negara yang maju
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
seperti Taiwan, petani tetap memilih tanam padi karena pemerintah menyiapkan air gratis, kompensasi bencana alam, jaminan harga, dan mudah karena semua dengan mekanisasimeskipun keuntungan relative tidak tinggi (Meng-the Huang, 2004). Upaya meningkatkan padi menghadapi tantangan yang makin berat karena semakin menciutnya lahan sawah produktif, terbatasnya lahan subur dan dana untuk memperluas sawah irigasi baru, serta ancaman iklim dan hama penyakit yang dapat muncul sewaktu-waktu. Selain itu tantangan yang cukup serius adalah semakin rendahnya tingkat pendapatan petani akibat tingginya biaya produksi usahatani. Penyebab tingginya biaya produksi karena subsidi pupuk yang telah dicabut, harga sarana produksi seperti pestisida dan obat-obatan lainnya juga semakin tinggi, serta biaya pengolahan tanah dan tanam yang cukup tinggi akibat harga bahan bakar yang terus meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani adalah dengan memperbaiki kualitas. Tingkat mutu beras yang dihasilkan dari suatu gabah adalah dipengaruhi oleh tahap prapanen dan pascapanen yang baik. Tahap prapanen antara lain teknik budidaya yang baik dengan memperhatikan dan menerapkan 1). Kesehatan lahan, 2) pengelolahan air, 3). Penggunaan varietas unggul dengan benih bermutu/bersertifikat, 4). Engendalian hama dan penyakit tanaman dan 5). Pemupukan secara rasional dan tepat. Kualitas beras yang baik ditentukan oleh, a). Varietas, b). teknologi/budidaya, dan c). penanganan panen dan pasca panen (Djamaluddin, et al., 1999). Secara umum kualitas gabah dapat dikategorikan atas empat kelompok yaitu; 1) mutu giling, 2) mutu rasa dan mutu tanak, 3) mutu gizi dan 4) standart spesifik untuk penampakan dan kmurnian biji(webb, 1980). Di Sulawesi selatan kriteria kualitas beras yang dihasilkan oleh PT. Petani wilayah Sulawesi sejak 1988 terdiri atas beras kepala, super, special dan Kristal, sedangkan kualitas beras untuk dolog tipe medium. Standart kualitas atau mutu tersebut ditentukan oleh keadaan fisik dan kimia beras dari hasil olahan dan prosessing penggilingan dan varietas padi yang diusahakan (Djamaluddin et al, 1999). Penggunaan varietas unggul baru dengan potensi hasil tinggi menjadi dasar utama untuk memperbaiki produktivitas tanaman yang lebih baik. Penggunaan varietas unggul baru yang tepat sesuai dengan agroekologi setempat dapat efektif meningkatkan produktivitas tanaman, terhindar dari serangan hama, penyakit serta kekeringan atau kebanjiran. Selera konsumen untuk mendapatkan beras dengan berbagai mutu seperti rasa nasi yang enak, pulen, aromatic, pera, ketan, keras, dan berbagai bentuk beras dapat terkomodir dengan tersedianya varietas yang mempunyai karakter. Teknik pemupukan yang efisien dan efektif yang didukung pengairan mutlak diperlukan untuk mendapat pertanaman yang berkualitas. Kedua komponen teknologi tersedia terkait sangat erat dan saling bersinergi satu sama lain dalam mendukung pertumbuhan dan produktifitas tanaman yang optimal. System-sistem pemupukan yang tidak tepat akan menghasilkan pertanaman yang terus menerus beranak sehingga malai-malai terakhir terlambat masak dalam menghasilkan beberapa mengapur/butir hijau. Penggunaan pupuk KC1 dengan dosis terlalu tinggimelebihi dosis optimal akan menghasilkan gabah yang bersih penuh, namun beras yang dihasilkan mudah patah, sehingga mutu beras yang dihasilkan menjadi rendah (Setiono, 2004). Sania, et al, (2002), menunjukkan bahwa pemupukan dengan bahan organic dari jerami permentasi selain dapat meningkatkan rendemen dan persentase beras kepala, menurunkan persentase menir dan beras patah. Setyono (2004) menjelaskan bahwa pada tahap pasca panen ditentukan kepada penekanan kehilangan hasil, peningkatan mutu produkdan nilai tambah. Seluruh komponen mutu produk harus di analisis menurut sifat-sifat penyusun mutunya. Sifat-sifat pembawa mutu yang dapat mempengaruhi penilaian konsumen terhadap mutu produk dapat dikelompokkan sebagai berikut yaitu: 1). Dapat diamati dengan inderapenglihatan yaitu warna, kilap, (gloss), viskositas, ukuran dan bentuk. 2). Dapat diamati dengan inderaperasa yaitu; tekstur, rasa asin, manis, asam, 3). Dapat diamati dengan inderapanciuman yaitu bau atau aroma, lavor, dan 4). Hanya dapat diamati secara laboratorium yaitu nilai gizi, bahan-bahan pengisian membahayakan, mikroba, toxisitas dan bahan kimia lainnya. Komponen mutu beras yang telah ditetapkan dalam standart mutu beras adalah 1). Derajat sosoh, 2).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Kadar air, 3). Beras kepala dan butir utuh, 4). Butir patah 5). Menir, 6). Butir merah, 7). Butir kuning atau rusak, 8). Butir mengapur, 9). Benda asing, 10). Butir gabah, 11). Campuran varietas lain, satuan komponen mutu tersebut dinyatakan dalam prosen, kecuali butir gabahdinyatakan dalam butir/100 g beras. Persyaratan kualitas beras pengadaan dalam negeri tahun 2002 (SKB bulog dengan Ditjen Industri primer dan pemasaran hasil pertanian RI No: 60/SK/TP.240/12/2000, identik dengan mutu standart nasional Indonesia (SNI) KET -362/KA/12/2000, No: 01-6128-1999 memberikan persyaratan khusus yaitu: (a) Derajat sosoh (min) 100% (b) kadar air (max0 14% (c) beras kepala (min) 84% (d) Butir utuh (min) 40% (e) Butir patah (max) 15% (f) butir menir (max) 1%, (g) butir merah (max) 1%, (h) butir kuning (max) 1%, (i) butir mengapur (max) 1% (j) benda asing (max) 0,02%, (k) butir gabah (max) 1 (butir/100 g) dan 1 campuran varietas lain (max) 5%. Sedangkan setyono (2003) menjelaskan bahwa dalam standar Nasional Indonesia untuk beras giling ditetapkan beras bermutu harus mempunyai kadar air 14-15%, beras kepala 60-100% butir utuh 35-60% butir patah 0-35%, butir gabah 0-3 butir/100 g, dan campuran varietas lain 5-10%. Persyaratan umum lainnya yang harus dipenuhi adalah 1). Bebas hama dan penyakit yang hidup, 2). Bebas bau apek, asam atau bau-bau asing lainnya, 3). Besih dari campuran dedak atau bekatul, dan 4). Bebas dari tanda-tanda adanya bahan kimia. 2. Tujuan 2.1. Menemuka varietas unggul baru padi spesifk lokasi yang dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras. 2.2. Merakit paket teknologi pengelolaan hara spesifik lokasi yang dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras. 2.3. Menemukan teknologi pengelolaan hama dan penyakit yang dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras. 2.4. Mendapatkan teknologi penangananhasil spesifik lokasi yang dpat memperbaiki kualitas gabah dan beras. 3. Keluaran 3.1. Rekomendasi 1-2 varietas unggul padi spesifik lokasi yang mempunyai kualitas gabah dan beras yang baik. 3.2. Rekomendasi 1-2 paket teknologi pemupukan spesifik yang dapat meningkatkan hasil dan memperbaiki kualitas gabah dan beras. 3.3. Rekomendasi 1-2 paket teknologi pengelolaan hama/penyakit spesifik lokasi yang dapat meningkatkan hasil dan memperbaiki kualitas gabah dan beras. 3.4. Minimal 1-2 paket komponen teknologi penanganan hasil spesifik lokasi yang dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras. 4. Perkiraan manfaat dan dampak Hasil pengkajian ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani dan memenuhi kebutuhan akan permintaan beras kualitas yang semakin meningkat. Masing-masing sub kegiatan dapat memperbaiki kualitas gabah dan beras antara lain melalui penggunaan varietas baru padi sawah spesifik lokasi 5-10%, teknologi pengelolaan hara 5-10% teknologi pengelolaan hama/ penyakit 5-10% dan teknologi penanganan hasil panen 5-10%. Demikian juga dengan petani sekitar lokasi pengkajian dapat segera dapat mengadopsi teknologi tersebut. Dengan optimalisasi penerapan teknologi seperti dikemukakan diatas diharapkan akan berdampak kepada peningkatan produktivitas padi dan lahan, efisiensi usahatani, peningkatan kualitas dan daya saing, serta pemanfaatan lahan scara berkelanjutan dan ramah terhadap lingkungan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
METODOLOGI A. Kajian Varietas Unggul Baru Padi Untuk Mendapatkan Beras Berkualitas • Lokasi dan waktu Penelitian dilaksanakan di kabupaten soppeng Sulawesi Selatan pada tahun 2006. Waktu pelaksanaan mulai bulan januari sampai Desember 2006. • Metode Pelaksanaan Varietas yang digunakan adalah ciapus dan cimelati. Varietas cigeulis menjadi pembanding. Tanam pindah dilakukan setelah bibit mencapai umur 15 hari setelah semai, diatas lahan sawah irigasi seluas 1 ha, jarak tanam 25 cm x 25 cm sebanyak 1 tanaman/ rumpun. Tanaman dipupuk sebanyak 200 kg Urea + 75 kgSP-36 + 50 Kg KC1+ 50 kg ZA/ha. Gulma dikendalikan secara manual dan herbisida. Hama dan penyakit dikendalikan berdasarkan PHT. • Metode Analisis Parameter yang diamati adalah tinggi tanama, jumlah malai/m2, jumlah gabah isi/ malai, gabah hamapa/ malai, bobot 1000 butir gabah kering giling, hasil gabah kering giling kadar air 14% (t/ha) kehadiran hama/ penyakit penampilan tanaman, curah hujan, suhu dan kadar hara tanah sebelum penelitian. Pengamatan agronomi dan produksi dilakukan pada 3 titik pengamatan yang mewakili 1 hamparan kegiatan. Data dianalisis dengan menggunakan uji T. B. Kajian Pengelolaan Hara Padi Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas • Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di kabupaten wajo yang meriupakan daerah pengembangan padi sawah di Sulawesi Selatan Kegiatan ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai Desember 2006. • Metode Pelaksanaan Kegiatan ini meliputi luasan 1 ha. Petani yang dilibatkan sebagai koperator dan juga berfungsi sebagai ulangan. Adapun susunan perlakuan adalah seperti pada table berikut. Tabel 1. Susunan Perlakuan pada Kajian Pengelolaan Hara Padi Mendukung Agribisnis Dikelurahan sompe, kec. Sabbangparu, kab. Wajo, 2006. No. Uraian Perlakuan Pupuk kandang Kompos jerami Rekomendasi 1. Benih Berlabel Berlabel 200 (BWD) 2. Varietas Cigeulis Cigeulis 50 3. Cara tanam Tapin Tapin 50 4. Jarak tanaman (cm) 20 x 20 20 x 20 50 5. Jumlah. Bibit per Rumpun 1-2 1-2 200 (BWD) 6. Umur bibit (hari) 17 17 21 7. Pupuk organik (kg/ha) - Urea 200 (BWD) 200 (BWD) 200 - ZA 50 50 50 - SP-36 50 50 75 - KC1 50 50 75 Pupuk organik (kg/ha) - Pupuk kandang 2.000 -
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
- Jerami insitu 8. Pengendalian H/P PHT PHT Sesuai kondisi Data-data yang dikumpulkan adalah komponen pertumbuhan, hasil gabah serta data input dan output produksi. • Metode Analisis Data-data yang telah dikumpulkan dianalisis masing dengan metode perbandingan gross margin dari setiap perlakuan serta perhitungan statistik secara sederhana untuk komponen pertumbuhan dan komponen hasil. C. Kajian pengelolaan Hama dan Penyakit padi Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas • Lokasi dan waktu Pelaksanaan Pengkajian ini dilaksanakan pada lahan sawah irigasi teknis di Kabupaten wajo yang merupakan daerah pengembangan padi sawah di Sulawesi Selatan. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pada bulan Januari sampai bulan Desember 2006. • Metode. Kegiatan ini meliputi luasan satu h. petani yang dilibatkan sebagai koperator dan juga berfungsi sebagai ulangan. Adapun susunan perlakuan adalah sebagai berikut: 1. Pengelolaan hama dan penyakit berdasarkan petani 2. Pengelolaan hama dan penyakit berdasarkan Metode PHT Pengelolaan petani ada yang menanam tepat waktu dan ada yang menanam di luar jadwal dan menggunakan varietas yang tidak dianjurkan (memmbramo). Varietas yang digunakan adalah cigeulis yang ditanam dengan cara tanam pindah (tapin) 1. Tanaman perumpun dengan umur bibit 15 hari. Pengendalian bulma dilakukan dengan herbisida pratumbuh dan purna tumbuh serta dengan penyanggaan tangan. Data-data yang dikumpulkan adalah tingkat serangan hama dan penyakit, komponen pertumbuhan, hasil gabah serta data input dan output produksi. D. Kajian Penanganan Hasil Panen Padi Menjadi Beras Berkualitas • Waktu dan Tempat Kegiatan ini dilaksanakan pada musim panen bulan September hingga Desember 2006. Padi dipanen pada saat cerah, kematanagn seragam dengan kadar air 22-23%, Bulir gabah kuning dan kondisi tanah menjelang panen kering kegiatan panen dengan memotong batang padi menggunakan sabit bergerigi. Alat perontok gabah yang digunakan yaitu power threser (dross), kemudian gabah dikeringkan sampai kadar air 13-14%. Kegiatan dilaksanakan di Kabupeten Wajo ( kegiatan Lanjutan pemupukan, PHT dan alat giling) dan Kabupaten Maros ( kajian kemasan) • Metode Pelaksanaan 1. Pemupukan dengan perlakuan antara lain: a). pemupukan berdasarkan rekomendasi, b). Jerami permentasi+pupuk P dan K (Analisis tanah) + N (BWD) dan c). Kotoran ternak + pupuk P dan K (Analisis tanah) + N (BWD). 2. Pengelolaan hama dengan perlakuan antara lain: PHT dan non Pht 3. Jenis alat giling dengan perlakuan : a) portable, b) RMU merk AM 1000 dan c) RMU merk Satate 4. Jenis kemasan dengan perlakuan : a) karung plastik dan b) karung kedap udara (hermetic storage) Hasil beras setiap perlakuan diamati di laboratorium melipiti : mutu fisik, kimia,dan organoleptik.rendemen beras giling, persentase beras kepala, butir patah (pecah), butir menir, butir mengapur, benda asing , butir gabah. Sedangkan uji kimia meliputi kadar air, protein dan kadar amilosa. Uji citarasa meliputi: rasa, warna. Kepulenan dan aroma serta kelekatan dan kekerasan ( Damar jati dan Urwani E.Y, 1991). Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap yang diulang 2 kali. Sedangkan perlakuan kemasan disimpan selama 3 bulan data pengamatan meliputi: (a). mutu fisik, kimia dan citarasa beras, (b). tingkat kerusakan oleh hama dan (c). daya tumbuh.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kajian Varietas Unggul Baru Padi Untuk Mendapatkan Beras Berkualitas Aspek produktivitas dan keragaan hasil Pertumbuahn tanaman cukup baik untuk semua varietas. Ciapus dan cimelati menampilkan pertumbuhan yang lebih subur dan lebih tinggi dibandingkan dengan ciguelis (Tabel 2). Tabel 2. Hasil Rata-rata beberapa komponen pertumbuhan tanaman dan produksi gabah kering pada kajian varietas unggul baru padi untuk mendapatkan beras berkualitas di Kabupaten Soppeng, MH. 2006. Varietas No. Parameter Ciapus Cimelati Cigeulis 1. Tinggi tanaman (cm) 120 122 105 2. Panjang malai (cm) 25 28 22 3. Jumlah malai/rumpun (batang) 22 21 16 4. Jumlah gabah/ malai (biji) 169 181 131 5. Jumlah gabah isi/ malai (biji) 124 132 122 6. Jumlah gabah hampah/ malai (biji) 51 48 19 7. Prosentase gabah hampa/ malai (%) 30 26 13 8. Berat 1000 butir gabah (g) 30 26 28 9. Hasil kadar air 14% (kg/ha) 5.360 5.370 6.050
Kondissi iklim selama penelitian berlangsung cukup baik dalam mendukung pertumbuhan tanaman dengan suhu rata-rata pada pagi hari 24 0C (23-26 0C), siang hari 30 0C (28-32 0C), dan sore hari 29,5 0C (29-30 0C), curah hujan pada bulan april (kesemaian) 71 ML, bulan Mei (bulan pertama setelah tanam) 205 ML, bulan Juni 279 ML, bulan Juli 20 ML, tidak ada curah hujan selama bulan Agustus (Lampiran 1). Sehingga kegiatan panen proses penggilingan gabah berlangsung dengan baik. Petani banyak yang menyukai varietas Ciapus karena terlihat mempunyai pertumbuhan yang sangat baik yaitu tanaman lebih subur, bentuk tanaman yang kompak, ukuran daun lebih besar dan panjang, warna daun yang lebih hijau, ukuran malai yang lebih panjang, dan ukuran gabah yang lebih besar. Kegiatan Varietas mempunyai umur yang genjah terhitung sejak dipesemaikan yaitu dipanen pada umur 109 hari untuk varietas Ciapus dan Cimelati, sedangkan Cigeulis di panen pada umur 108 hari. Ada 4 komponen yang sangat berpengaruh pada tingkat produksi tanaman yaitu jumlah malai perumpun, jumlah gabah/ malai, jumlah gabah isi/ malai, dan bobot gabah kering 1000 butir. Tanaman banyak dapat menghasilkan gabah yang banyak isi/ malai, dan bobot kering 1000 butir gabah yang tinggi gabah yang bernas akan mempunyai bobot kering 1000 butir gabah yang tinggi. Karakter yang paling baik dan menonjol dari varietas ciapus adalah bobot gabah kering 1000 butir yang cukup mencapai 30 g yang lebih tinggi dibandingkan bobot yang lebih rendah sebanyak 23-28 kg gabah kebanyakan varietas yang ada saat ini (balitpa, 2004) sehingga ciapus mempunyai potensi hasil gabah kering giling yang tinggi yaitu sebanyak 8,7 t/ha gkg, umumnya varietas yang ada selama ini mempunyai bobot 1000 butir gabah kering 23-28 g. Komponen bobot 1000 butir gabah kering pada ciapus tidak menjadi efektif pada sisi lain mempunyai gabah hampah yang sangat tinggi sehingga secara kuantitas jumlah gabah isi menjadi sedikit yang tidak mampu mendukung produksi gabah menjadi lebih tinggi yaitu hanya sebanyak 5.360 kg/ha.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Varietas cimelati mempunyai hasil gabah kering sebanyak 5.370 kg/ha dan cigeulis sebanyak 6.050 kg/ha gkg. pada tahun 2005 dengan kajian yang sama varietas ciapus mempunyai hasil 5.620 kg/ha gkg dan bobot 1000 butir gabah kering 31 g. di Kabupaten Bantaeng, tetapi lebih rendah dibandingkan dengan hasil 7.450 t/ha gkg bobot 1000 butir gabah kering 32 g di Kabupaten Pinrang (Ali Imran, 2005). Varietas cimelati dan cigeulis mempunyai bobot 1000 butir gabah 26-28 g adalah sedang (Abdullah, 2005). Jumlah malai ciapus dan cimelati cukup banyak yaitu 21-22 batang sedangkan varietas cigeulis mempunyai jumlah malai yang sedikit sebanyak 16 batang (Abdullah, 2005). Komponen ini berpengaruh tingkat produksi tanaman sehingga perbaikan dalam system pemeliharaan sebaiknya diarahkan pada komponen ini. Jumlah gabah/ malai terbanyak berada pada varietas cimelati yaitu 181 biji disusul ciapus sebanyak 169 biji. Sedangkan cigeulis hanya 122 biji. Varietasciapus dan cimelati mempunyai komponen agronomi yang ideal dan menjadi potensi dasar yang sangat baik untuk menghasilkan gabah dalam jumlah yang tinggi. Varietas ciapus dan cimelati mempunyai potensi hasil gabah kering masing-masing sebanyak 13 t/ha dan 11 t/ha yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan varietas cigeulis sebanyak 8,7 t/ha. Rendemen beras yang dicapai ketiga varietas tersebut adalah relative sama yaitu untuk ciapus dan cimelati sebanyak 67% dan cigeulis 68%. Penempatan lokasi pengembangan yang tepat (spesifik lokasi) serta ditunjang dengan paket rekomendasi teknologi pemeliharaan yang tepat akan sangat mendukung varietas ciapus dan cimelati menghasilkan gabah dalam jumlah yang sangat tinggi. Pemupukan sebanyak 200 kg Urea + 100 kg SP36 + 50 kg KC1 + 50 kg ZA/ha diduga belum cukup untuk mendukung produksi maksimal dari kedua varietas tersebut. Kondisi lingkungan selama pertumbuhan dan produksi tanaman cukup baik dan normal, tidak ada gangguan hama dan penyakit yang berat, ketersediaan air cukup baik selama penelitian karena ada air irigasi dan curah hujan yang cukup. Dengan demikian dapat diduga bahwa selain takaran dan jenis pupuk yang perlu diperbaiki, factor kesesuaian lokasi/tanah diduga belum tepat untuk pertumbuhan sehingga menyebabkan tingkat produksi yang dicapai tidak optimal/rendah. Berbeda dengan varietas cigeulis yang mempunyai adaptasi yang lebih baik sehingga produksi gabah yang dihasilkan lebih tinggi dan mendekati potensi hasil yang ada. Aspek Kualitas Gabah Hasil pengamatan terhadap kualitas gabah untuk ketiga varietas menunjukkan kualitas yang baik berdasarkan standar kualitas bulog (Tabel 3). Tabel 3. Kualitas Gabah Untuk Varietas Ciapus, Cimelati Dan Cigeulis Pada Kajian Varietas Unggul Baru Padi Untuk Mendapatkan Beras Berkualitas Di Kabupaten Soppeng, Mh.2006 Ciapus Cimelati Cigeulis Gabah Gabah Gabah Gabah Gabah Gabah kering kering kering kering kering kering Komponen Kualitas giling (%) panen (%) giling (%) panen (%) giling (%) panen (%) Butir kuning/rusak 1,6 1,6 1,9 1,9 1,8 1,8 Butir hijau/mengapur 0 0 0 0 0 0 Butir merah 0 0 0 0 0 0 Gabah yang mengalami kerusakan berupa butir kuning/rusak mencapai 1,6 S/d 1,9 pada semua varietas. Jumlah butir kuning tersebut masih lebih rendah dibanding batas maxsimum yang ditoleransi oleh bulog. Artinya semua varietas menghasilkan gabah dengan kualitas yang tinggi. Semua varietas tidak dapat menghasilkan butir hijau/ mengapur dan butir merah. Factor iklim yang sangat baik yang diduga menjadi pendukung dihasilkannya penampilan gabah yang berkualitas tinggi yaitu kuning bersih dan bernas. Penerapan teknologi budidaya yang tepat taitu tanam tepat waktu dan serempak, pemupukan yang tepat cara dosis dan jenis (terutama pemupukan kalium) berdasarkan ketersediaan www.sulsel.litbang.deptan.go.id
hara dalam tahnah dan kebutuhan tanaman, system pengendalian hama dan penyakit berdasarkan PHT, dan pengairan yang efektif dan efisien serta panen tepat waktu sangat mnedukung dihasilkannya gabah yang berkualitas tinggi seperti uraian diatas. B. Pengelolaan Hara Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas Aspek Produktivitas dan Keragaan Hasil • Tinggi Tanaman Hasil rata-rata pengamatan tinggi tanaman (Tabel 4) secara statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan jerami, pupuk kandang dan rekomendasi. Hal ini menunjukkan bahwa dari ketiga perlakuan yang diberikan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dengan demikian perbedaan perlakuan antara pemberian kompos jerami, kompos pupuk kandang dan rekomendasi tidak berbeda nyata. • Jumlah Anakan Hasil analisis statistik terhadap hasil rata-rata pengamatan jumlah anakan produktif (Tabel 4) tidak berbeda nyata. Dengan demikian pertumbuhan atau pembentukan jumlah anakan tanaman padi pada kajian ini tidak berpengaruh oleh perbedaan perlakuan antara koimpos jerami, pupuk kandang dan rekomendasi. • Persentase Gabah Hampa Hasil analisis statistic terhadap hasil rata-rata pengamatan persentase gabah hampa (table 4) menunjukkan perbedaan yang nyata. Persentase gabah hampa yang paling rendah diperoleh pada perlakuan kompos jerami yaitu hanya 10,66% lebih rendah dan berbedah nyata dibanding dengan perlakuan pupuk kandang dan rekomendasi. Dengan demikian pengelolaan hara dan perlakuan kompos jerami dapat menekan terbentuknya butir gabah hampa. • Berat 1000 Butir Hasil analisis statistik terhadap hasil rata-rata pengamatan berat 1000 butir gabah (Tabel 4) menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata. Dengan demikian tidak ada pengaruh yang nyata terhadap pembentukan berat 1000 butir gabah antara perlakuan kompos jerami, pupuk kandang dan rekomendasi. • Hasil Hasil analisis statistik terhadap hasil rata-rata pengamatan hasil gabah kering panen (Tabel 4) menunjukkan perbedaan yang nyata diantara ketiga perlakuan. Perlakuan dengan kompos jerami memberikan hasil gabah kering panen (GKP) yaitu sebesar 8.960 kg/ha lebih tinggi dan berbeda nyata disbanding dengan perlakuan pupuk kandang dan rekomendasi. Dengan demikian perlakuan dengan kompos jerami mampu meningkatkan hasil yang lebih tinggi disbanding dengan perlakuan pupuk kandang dan rekomendasi. Tabel 4. Hasil Pengamatan Komponen Pertumbuhan dan Hasil Pada Kajian Pengelolahan Hara Padi Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas Di Kab, Wajo 2006. Parameter Perlakuan Jerami Pupuk kandang Rekomendasi a a a Tinggi tanaman (cm) 103.60 102.67 100.73 a
Jumlah anakan (btg)
17.87
Jumlah gabah/malai (butir)
145.87
Persentase gabah hampa (%)
10.66
Berat 1000 Butir (gr)
26.29
Hasil GKP (kg/ha)
b a a
17.37 a
a
137.65 12.85 26.69
a a b
17.60 b
a
126.79 13.64 26.42
8.960 8.640 7.680 Keterangan: angka pada garis yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata
c
a a c
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Analisis Usahatani • Biaya Produksi Biaya produksi dihitung berdasarkan keseluruhan biaya sarana produksi dan tenaga kerja yang digunakan. Biaya produksi (Tabel 5) yang peling tinggi diantara perlakuan adalah pada perlakuan adalah pada perlakuan pupuk kandang yaitu sebesar Rp. 8.263.632. tingginya biaya produksi pada perlakuan pupuk kandang adalah disebabkan karena tingginya biaya untuk pengadaan pupuk kandang sebanyak 2.000 kg/ha dengan nilai Rp. 1.000.000. sedangkan yang menyebabkan biaya produksi pada perlakuan jerami disebabkan karena tingginya hasil yang diperoleh sehingga menyebabkan tingginya hasil yang diperoleh sehingga menyebabkan tingginya bagi hasil (bawon). • Tingkat Keuntungan Perhitungan pendapatan usahatani (keuntungan) diperoleh dari tingkat produksi yang didapat dikalikan dengan gabah kering panen sebesar Rp. 1.800,-/kg dikurangi biaya tenaga kerja dan nilai sarana produksi yang digunakan. Tingkat keuntungan yang tertinggi diperoleh pada perlakuan jerami adalah sebesar Rp. 8.578.752/ha, sedangkan pada perlakuan pupuk kandang dan rekomendasi masingmasing hanya Rp. 7.288.368 dan Rp. 6.727.216/ha (Tabel 5). Selisih tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh antara perlakuan jerami dengan pupuk kandang adalah sebesar Rp. 1.290.384 dan perlakuan jerami dengan rekomendasi adalah sebesar Rp. 1.851.536/ha, sedangkan antara perlakuan pupuk kandang dengan perlakuan rekomendasi adalah sebesar Rp. 561.152. dengan demikian perlakuan jerami mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan pupuk kandang dan rekomendasi. Tabel 5. Rata-rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani Pada Kajian Pengelolahan Hara Padi Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas di Kabupaten Wajo, 2006. Perlakuan No. Uraian Jerami Pupuk kandang Rekomendasi 1. Hasil (kg/ha) 8.960 8.640 7.680 2. Nilai hasil (Rp/ha) 16.128.000 15.552.000 13.824.000 3. Biaya produksi (Rp/ha) 7.549.248 8.263.632 7.096.784 4. Pendapatan Usahatani (Rp/ha) 8.578.752 7.288.368 6.727.216 5. Biaya Produksi (Rp/kg gabah) 843 956 924 6. Nilai hasil (Rp/kg GKP) 1800 1.800 1.800 Aspek Kualitas Gabah Dan Beras • Karakteristik Fisikokimia Ukuran dan bentukbiji merupakan beriteria utama dalam penentuan kualitas beras. Berdasarkan ukuran, beras digolongkan atas criteria sangat panjang (>7 mm), panjang (6,0-6,9 mm), sedangkan (5,05,9 mm), dan pendek (<5 mm). berdasarkan bentuknya, beras dibagi atas tiga tipe yaitu lonjong, sedang, dan bulat (araullo et.al., 1976). Pada Tabel 6 terlibat bahwa tidak ada perbedaan nyata secara statistic antara perlakuan pemupukan jerami,rekomendasi dan pupuk kandang terhadap panjang, lebar nisbah P/L beras serta rasio beras nasi. Beras yang dihasilkan dari ketiga perlakuan beukuran pendek dengan bentuk sedang. Tabel 6. Karakteristik Fisik Beras dan Rasio Beras Nasi Menurut Perlakuan Perlakuan Panjang Lebar Nisbah Rasio beras Kadar air Kadar Protein (mm) (mm) P/L nasi (%) (g) Jerami 3.37 a 0.47 a 7.17 a 2,29 a 10.55 b 9,38 a Rekomendasi 3.33 a 0.47 a 7.09 a 2,11 a 9.75 c 7,56 b Pupuk kandang 3.20 a 0.53 a 6.04 a 2,26 a 11.35 a 7,98 b
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Keterangan: angka rata-rata dalam 1 kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada tara 5%.
Pada Tabel 6 diketahui bahwa kadar air paling rendah adalah beras dengan perlakuan pemupukan rekomendasi dan berbeda nyata dengan beras dengan perlakuan pemupukan jerami dan pupuk kandang. Sedangkan kadar protein beras yang paling tinggi adalah perlakuan jerami 9,38% dan berbada nyata perlakuan lainnya. Hal ini dapat dianjurkan penanaman padi dengan bahan organik pada daerahdaerah dimana penduduknya kekurangan gizi. • Rendemen (%) Perlakuan pemupukan jerami, rekomendasi dan pupk kandang secara statistic tidak berbeda nyata terhadap rendemen beras total, beras kepala, beras pecah maupun menir (Tabel 7). Hal ini diduga karena pengaruh bahan organik relative lambatdan tidak berpengaruh langsung terhadap rendemen. Berbeda dengan pengkajian tahun 2005 di Kabupaten Pinrang diman perlakuan pemupukan jerami nyata lebih tinggi dari pada perlakuan pemupukan lainnya (Maco D., 2005). Hal ini karena petani di Kabupaten Pinrang melakukan panen padi dengan cara potong atas dan jerami dibiarkan terfermentasi untuk selanjutnya menjadi pupuk organik padi. Sedangkan pada saat ini tahun 2006, petani dikabupaten Wajo melakukan panen padi dengan cara potong bawah dengan jeraminya dibakar, sehinga bahan organi dalam tanah berkuran dan diduga megakibatkan rendemen rendah. Menurut adiningsih dan rochaiati (1988), penambahan bahan organic kedalam tanah merupakan suatu tindakan perbaikan lingkungan tumbuh tanaman yang antara lain dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk organic. Penggunaan bahan organic seperti sisa-sisa tanaman yang melapuk, kompos, pupuk kandang atau pupuk cair organik menurut menunjukkan bahwa pupuk organic dapat meningkatkan produktivitas tanah dan efisiensi pemupukan. Arafah dan Sirappa (2003); dan Razak dan Sirappa (2003) melaporkan bahwa penggunaan pupuk organic yang mengkombinasikan dengan pupuk onorganik serta residunya memberikan pertumbuhan dan hasil tanaman padi yang lebih tinggi disbanding tanpa pemberian pupuk organik. Tabel 7. Rendemen dan Persentase Beras Dari Beberapa Perlakuan Pemupukan Perlakuan Beras total Beras Beras Menir Beras Beras kepala pecah gabah kapur Jerami 67.99 a 86.6 a 6.69 a 4.87 a 0.003 c 0.012 b Rekomendasi 71.23 a 85.6 a 6.04 a 6.67 a 0.000 a 0.12 a Pupuk kandang 66.63 a 85.88 a 5.57 a 5.57 a 0.001 b 0.02 b Keteranga : angka rata-rat dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. • Citarasa nasi Dari hasil uji citarasa diketahui bahwa kekerasan, kelekatan, rasa, warna, kepulenan dan aroma nasi, tidak berbeda nyata untuk semua perlakuan pemupukan jerami, rekomendasi maupun pupuk kandang (Tabel 8). Tabel 8. Citarasa Nasi Dari Beras Beberapa Perlakuan Pemupukan Perlakuan Kekerasan Kelekatan Rasa Warna Pulen Aroma Jerami 3.00 a 2.67 a 3.22 a 3.89 a 3.33 a 3.56 a Rekomendasi 3.44 a 3.00 a 3.56 a 3.78 a 3.56 a 3.44 a Pupuk kandang 3.22 a 2.78 a 3.44 a 3.67 a 3.56 a 3.67 a Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Keterangan: 1= sangat keras, 2= keras, 3= agak keras, 4= lembek, 5= sangat lembek; Keterangan: 1= tidak melekat, 2= agak melekat, 3= sedang, 4= melekat, 5= sangat lembek, Nilai taste: 1= rasa,warna, kepulenan, dan aroma sangat jelek,2= rasa,warna, kepulenan dan aroma jelek, 3= rasa,warna, kepulenan dan aroma sedang; 4= rasa,warna, kepulenan dan aroma baik; 5=rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat baik.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
C. Pengelolaan Hama Penyakit mendukung Agribisnis Beras Berkualitas Aspek Produktivitas dan Keragaan Hasil Pada table 9 hasil pengamatan rata-rata tinggi tanaman saat panen, jumlah anakan produktif, jumlah gabah/malai, beras 1000 butir, menunjukkan pada perlakuan PHT lebih tinggi dibanding dengan perlakuan non PHT (waktu tanaman dan varietas sama dengan PHT), sedangkan pada hasil pengamatan rata-rat persentase gabha hampa perlakuan PHT lebih rendah dibanding dengan perlakuan non PHT. Tingkat serangan hama putih palsu saat perimurdia pada petak PHt hanya 5 (lima) persen pada non PHT mencapai 10 %. Pada periode kurang dari 1 bulan tingkat serangan cukup rendah (hanya 5%) seharusnya tidak dikendalikan tetapi petani non PHT menyemprot dengan enseptisida. Selanjutnya pada pengamatan hasil gabah kering panen, perlakuan PHT lebih tinggi dan berbeda nyata disbanding dengan perlakuan non PHT. Hal ini terutama didukung oleh tingginya jumlah gabah/malai dan rendahnya persentase gabah hampa pada perlakuan PHT. Denagn demikian perlakuan PHT memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap komponen pertumbuhan dan hasil pada tanaman padi dibanding dengan perlakuan non PHT. Pada petak sawah petani non PHT yang tidak menanam varietas dan waktu tanaman tepat mendapat serangan tikus berfariasi 50-95% menyebabkan bukan saja hasil turun secara kuantitas tetapi kualitas juga menurun. Table 9. Hasil Pengamatan Komponen Pertumbuhan dan Hasil. Kajian Pengelolahan Hama bulan penyakit Padi mendukung Agribisnis Beras Berkualitas di Kab. Wajo, 2006 Parameter Perlakuan PHT Non PHT*) Tinggi tanaman (cm) 100,73 100,65 Jumlah anakan (btg) 17,60 16,53 Jumlah gabah/malai (butir) 126,79 121,34 Persentase gabah hampa (%) 13,64 14,32 Beras 1000 butir (gr) 26,42 25,95 Hasil GKP (kg/ha) 9.600 *) pertain menanam sesuai jadwal dan varietas Analisis Usahatani Biaya produksi Biaya produksi dihitung berdasarkan keseluruhan biaya sarana produksi dan tenaga kerja yang dikeluarkan. Pada table 10, menunjukkan bahwa biaya produksi pada perlakuan PHT lebih tinggi dibanding dengan perlakuan Non PHT. Hal ini disebabkan karena pada pelakuan PHT lebih tinggi dibanding dengan perlakuan Non PHT. Hal ini disebabkan pada perlakuan PHT diperoleh hasil yang lebih tinggi di banding dengan perlakuan Non PHT, sehingga biaya bagi hasil 9bawon) menjadi lebih besar pada perlakuan PHT yang mana biaya Bawon tersebut termasuk dalam komponen biaya produksi. • Tingkat Keuntungan Pada Tabel 10. Menunjukkan bahwa tingkat keuntungan (pendapatan uasahatani) pada perlakuan PHT lebih tinggi dibanding dengan perlakuan Non PHT. Hal ini disebabkan karena hasil dan nilai hasil yang diperoleh pada perlakuan PHT lebih tinggi dibanding dengan perlakuan Non PHT. Selisih tingkat pendapatan usahatani yang diperoleh antara perlakuan PHT dengan perlakuan Non PHT adalah sebesar Rp. 2.306.304. Dengan demikian perlakuan PHT mampu memberikan tingkat keuntungan yang lebih tinggi di banding perlakuan Non PHT.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Tabel 10. Rata-rata Biaya Produksi dan Pendapatan Usahatani pada Kajian Pengelolaan Hama Penyakit Padi Mendukung Agribisnis Beras Berkualitas di Kab. Wajo, 2006. No. Uraian Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. 6.
PHT 9.600 17.280.000 7.958.480 9.321.520 829 1.800
Hasil (kg/ha) Nilai Hasil (Rp/ha) Biaya produksi (Rp/ha) Pendapatan Usahatani (Rp/ha) Biaya produksi (Rp/kg gabah) Nilai hasil (Rp/kg GKP)
Aspek Kualitas Gabah dan Beras • Karakteristik Fisikokimia Perlakuan Panjang Lebar (mm) (mm) PHT 3.10 a 0.47 a Non PHT 3.33 a 0.50 a
Nisbah P/L 6,60 a 6,60 a
Rasio Beras Nasi 2,15 a 2,28 a
Non PHT 7.680 13.824.000 6.808.724 7.015.216 887 1.800
Kadar Air (%) 9,7 b 10,65 a
Kadar Protein (g) 8,15 a 8,12 a
Keterangan : angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.
Pada tabel 11 terlihat bahwa tidak ada perbedaan antara perlakuan PHT dan Non PHT pda ukuran panjang, lebar dan nisbah P/L beras. Demikian pula dengan rasio beras nasi dari perlakuan PHT dan Non PHT tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Oka (1990) mengemukakan bahwa PHT adalah teknologi pengendalian hama dengan pendekatan yang komprehensif berdasarkan ekologi yang dalam keadaan lingkungan tertentu, mengusahakan pengintegrasian berbagai taktik pengendalian yang kompatibel satu sama lain sedemikian rupa, sehingga populasi hama dapat dpertahankan pada tingkat yang secara ekonomis tidak merugikan tidak mencemari lingkungan dan menguntungkan petani. Hal ini dapat dikatakan bahwa tidak ada serangan hama yang nyata melewati ambang ekonomi selama dipertanaman hingga panen, sehingga beras yang dihasilkan pada perlakuan PHT dan non PHT tidak berbeda nyata, kecuali pada petak Non PHT yang tidak menanam varietas dan tidak tepat waktu yang tidak boleh dikatakan tidak ada yang dipanen arena mendapat serangan tikus yang berat. Pada Tabel 11. Menunjukkan bahwa kadar air beras berbeda nyata secara statistic antar beras perlakuan PHT (9,7 %) dan Non PHT (10,65%). Rendahnya kadar air beras perlakuan dapat menjaga beras awet disimpan lama tanpa ada perubahan warna, rasa dan aroma. Sedangkan kadar protein tidak berbeda nyata antara beras PHT dan Non PHT. Perbedaan tersebut belum diketahui penyebabnya tetapi mungkin ketinggian lokasi turut berpengaruh. Petak non PHT sedikit lebih rendah letaknya. • Rendemen Tabel 12. Rendemen dan Persentase beras dari berbagai perlakuan pengelolaan hama Perlakuan Beras total Beras Beras Menir (%) Beras Beras Batu (%) (%) kepala (%) pecah (%) gabah (%) kapur (%) PHT 67.25 a 86.28 a 9.32 a 4.15 b 0.06 a 0.001 a 0.21 a Non PHT 67.14 a 84.83 a 9.27 a 5.89 a 0.01 a 0.00 a 0.01 a Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5 %.
Pada table 12 tampak bahwa dengan menerapkan pola PHT cenderung menghasilkan rendemen beras giling dan persentase beras kepala lebih tinggi daripada perlakuan Non PHT, walaupun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal yang menarik dari pengkajian ini adalah prsentase beras menir non
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
PHT (5,89%) lebih tinggi dan secara statistikberbeda nyata dengan perlakuan PHT (4,15%). Penyebabnyapun perlu diteliti lebih jauh. • Citarasa Nasi Dari hasil uji organoleptik beras yang telah diolah menjadi nasi diketahui bahwa rasa nasi dan beras dengan PHT lebih disukai dan nyata berbeda dengan nasi dari beras Non PHT. Sedangkan kekerasan, kelekatan, warna, kepulenan dan aroma tidak berbeda nyata antara perlakuan PHT dan non PHT. Rasa merupakan salah satu parameter yang peka terhadap perubahan selama penyimpanan. Dengan kadar air yang rendah pada beras PHT (9,7%) dapat mempertahankan kekerasan, kelekatan,rasa,warna,kepulenan dan aroma selama penyimpanan. Sedangkan nasi dan beras non PHT dengan kadar air 10,65% dapat mengalami perubahan rasa selama penyimpanan. Tabel 13. Hasil uji citarasa dari berbagai perlakuan pengelolaan hama Perlakuan Kekerasan Kelekatan Rasa Warna PHT 3.11 a 2.67 a 3.67 a 3.78 a Non PHT 2.78 a 2.67 a 3.11 b 3.67 a
Pulen 3.33 a 3.22 a
Aroma 3.11 a 3.67 a
Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Keterangan 1: sangat keras; 2= keras, 3= agak keras, 4= lembek, 5= sangat lembek; Keterangan 1: idak melekat; 2= agak melekat, 3= sedang, 4= melekat, 5= sangat melekat; Nilai taste: 1= rasa, warna, kepulenan dan aroma sangat jelek, 2= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat jelek; 3= rasa,warna, kepulenan dan aroma sedang; 4= rasa,warna, kepulenan dan aroma bai; 5= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat baik.
D. Kajian Penanganan Hasil Panen Padi Menjadi Beras Berkualitas Alat giling padi Penggilingan padi merupakan proses pengolahan gabah kering dengan kadar air 13-14% menjadi beras. Pada garis besarnya kegiatan menggiling gabah terdiri dari dua tahap yaitu: 1) proses pengolahan gabah menjadi beras pecah kulit, dan 2) proses penyosohan, yaitu proses pengolahan beras pecah kulit menjadi beras sosoh (syarief dan Suroso, 1989). • Karakteristik Fisikokimia Dari hasil pengamatan fisik diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan portable, AM 1000 dan satake terhadap panjang, dan bentuk beras. Semua perlakuan mempunyai beras yang panjang dan bentuk beras lonjong,. Sedangkan pada kerakteristik rasio beras nasi terlihat yang paling tinggi adalah beras hasil gilingan merk satake yang berbeda nyata dengan beras hasil gilingan portable AM 1000 (Tabel 14). Hal ini berarti dengan jumlah beras yang sama, diperoleh nasi yang lebih banyak dengan menggunakan gilingan merek satake. Tabel 14. Karakteristik fisikomia beras hasil beberapa penggilingan padi Perlakuan Panjang (mm) Nisbah P/L Rasio beras nasi Kadara air(%) Kadar protein (g) Portable 3.37 a 7,17 a 2.10 b 10,55 a 8,28 a AM 1000 3.10 a 6,60 a 2,11 b 10,22 a 7,82 b Satake 3.10 a 6,20 a 2,12 a 11,35 a 7,96 b Keterangan : angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Kadar air beras tidak berbeda nyata pada semua perlakuan, karena gabah yang digiling rata-rata memiliki kadar air kurang dari 13% 9sudah disimpan dan dikeringkan lebih dulu). Pada penggilingan RMu komersial seperti Merk Satake dan AM 1000 dilengkapi fasilitas penjemuran. Operator mesin biasanya menjemur gabah sebelumdigiling agar kualitas hasil giling tinggi. Rendahnya kualitas hasil giling pada penggilingan RMU dimungkinkan dari tingginya kadar air gabah (Rachmat et.al 2004).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Pada table 14 menunjukkan bahwa kadar air beras mengalami penurunan pada proses penggilingan. Hal ini disebabkan selama proses berlangsung maka akumulasi panas pada beras akan semakin tinggi, sehingga air menguap dari beras dan menghasilka kadar air 10.22 -11.35%. • Rendemen Tabel 15. Perbandingan kualitas hasil giling beberapa penggilingan Perlakuan Beras total Beras Beras Menir Beras Beras Batu kepala patah gabah kapur Portable 70.45 a 87.80 a 6.31 b 5.47 a 0.18 a 0.27 a 0.00 a AM 1000 69.68 b 90.80 a 5.38 b 3.76 b 0.00 b 0.06 b 0.00 a Satake 68.19 c 87.64 a 8.28 a 4.10 b 0.00 b 0.00 c 0.00 a Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%.
Pada table 15 tampak bahwa rendemen beras giling dari jenis portable lebih tinggi dari jenis RMUkomersial merk satake dan AM 1000 dan berbeda nyata secara statistik. Hal ini karena gilingan portable untuk skala kecil (50g) dan bukan untuk tujuan komersial tetapi untuk laboratorium. Sedangkan tingkat beras kepala secara statistic tidak ada perbedaan nyata pada semua perlakuan. Jika dibandingkan dengan persyaratan mutu standart mutu beras SNI. No. 01-6128-1999, maka mutu beras ketiga sistemgilingan padi portable, AM 1000 dan satake memenuhi persyaratan untuk kelas mutu III dengan beras kepala minimal 84%. Beras patah adalah beras yang berukuran kurang dari 0,25-0,75 mm dari panjang rata-rata beras utuh dan mencapai 18-25% dari total beras giling (Damardjati, 1991). Hasil analisis beras patah menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara perlakuan penggilingan, pada gilingan satake cukup tinggi (8,28%) dan berbeda nyata dengan perlakuan gilingan portable (6,31%) dan AM 1000 (5,38%). Dari hasil penelitian Suismono dkk. (1999) diperoleh beras patah sebesar 33,95 %. Terjadinya beras patah ini tidak dapat dihindari karena adanya tekanan terhadap biji beras dalam proses penyosohan (Lubis dan Sudaryono 2005). Beras giling yang diterima konsumen adalah beras yang berkadar beras patah kurang dari 35% dan menir 5% (Damardjati,1999). Adanya butiran gabah dalam beras hasil giling yang dapat ditolerir adalah maksimal 1 butir gabah per 100 gram beras hasil giling untuk kelas mutu III SNI (Anonim, 1999). Sehingga dapat dikatakan yang diterima konsumen dari hasil pengkajian adalah beras giliran AM 1000 dan satake dengan beras kepala lebih dari 84%, dari beras patah kurang dari 35% dan menir kurang dari 5%, butir gabah, butir kapur dan bnda asing (batu) tidak ada. • Citarasa Pada tabel 16 menunjukkan bahwa berasyang paling disukai pada semua komponen mutu adalah beras dari hasil gilingan AM 1000 dan tidak berbeda nyata dengan beras gilingan satake dalam hal kelekatan, kekerasan, rasa dan warna. Sedangkan beras hasil portable mempunyai rasa lembek, tidak melekat, rasa jelek warna jelek kepulenan jelek dan aroma sedang. Menurut Sidik (1993), hasil beras giling ditentukan oleh 3 hal yaitu 1) mutu gbah yang digiling, 2) kesiapan alat giling untuk operasional, secara optimal dan 3) keterampilan operator untuk mengoperasikan alat penggiling. Tabel 16. Hasil uji Citarasa dari berbagai perlakuan jenis alat giling Perlakuan Citarasa Kelekatan Rasa Warna Pulen Aroma Portable 4.40 a 1.70 b 2.30 b 2.60 b 2.40 b 3.00 b AM 1000 3.30 a 2.70 a 3.30 a 3.60 a 3.50 a 3.70 a Satake 2.50 a 2.30 a 2.90 ab 3.30 a 2.80 a 3.20 b Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Kekerasan: 1= sangat keras, 2= keras, 3= agak keras, 4= lembek, 5= sangat lembek, Kelekatan: 1= tidak melekat, 2= agak melekat, 3= sedang, 4= melekat, 5= sangat melekat
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Nilai taste: 1= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat jelek, 2= rasa,warna, kepulenan dan aroma jelek, 3= rasa,warna, kepulenan dan aroma sedang, 4= rasa,warna, kepulenan dan aroma baik, 5= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat baik.
Kemasan • Karakteristik fisikokimia Pada tabel 17 menunjukkan bahwa pada saat penyimpanan awal (0 bulan), kadar air gabah pada saat dikemas adalah 10,35% baik karung plastic maupun karung kedap udara ( hermetic). Setelah 3 bulan penyimpanan, kadar air gabah pada karung plastic meningkat (12,55%), sedangkan kadar air gabah pada hermetic relative tetap (10,60%) dan secara statistic berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian lubis dkk. (2005) yang melaporkan bahwa penggunaan karung plastic menimbulkan perubahan kadar air gabah dari 11,51% menjadi 14,33%. Padahal menurut Sudaryono dan Suyoto (1980), wadah karung plastic yng digunkaan untuk menyimpan gabah pada kadar air awal simpang yang rendah 12-16% dapat mencegah serangan hama gudang. Hal ini berarti kemasan berpengaruh nyata untuk penyimpanan jangka waktu yang relative lama. Hermetic lama sedikit melakukan udara membuat perubahan yang lebih kecil disbanding dengan karung plastik yang melakukan udara lebih banyak (subarna dkk,2005) Penyimpanan gabah dengan menggunakan kemasan kedap udara (hermetic) dapat menekan oksigenn dalam ruang penyimpanan. Oksigen diperlukan untuk proses pernafasan mikroorganisme dan respirasi dari gabah dan dalam ruang penyimpanan. Sehingga jumlah oksigen dalm ruangan akan berkurang (Lubis dkk, 2005). Kerusakan yang dialami sebagian besar produk pangan diantaranya gabah disebabkan oleh uap air. Ketersediaan oksigen dan hama. Kehilangan hasil oleh hama diperkirakan 30% bila disimpan selama 6 bulan didaerah yang beriklim tropis (Belgvinson, 2002). Tabel 17. Karakteristik fisikokimia beras prlakuan beberapa kemasan Kadar air Kadar air Kadar air beras Kadar protein Rasio beras Perlakuan gabah awal gabah 3 bulan (%) (g) nasi (%) (%) Karung plastik 10.35 a 12.55 a 12.20 a 7.67 a 1.87 b Hermentic 10.35 a 10.60 b 11.05 b 6,63 a 2.26 a Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Kadar air gabah berpengaruh pula berharap kadar air beras hasil gilingn, dimana kadar air beras kemasan karung plastic lebih tinggi (12,20%) dari kadar air beras kemasan hermetic (11,65%). Rasional beras nasi pada kemasan hermetic lebih tinggi dari kemasan karung plastic dan secara statistic berbeda nyata. Ini berarti dengan jumlah beras yang sama diperoleh nasi yang lebih banyak pada beras yang dikemas hermetic. Kadar protein beras tidak menunjukkan beberapa yang nyata antara kemasan karung plastic dan kemasan hermetic. Kadar protein ini sesuai dengan beras beberapa varietas diindonesia yang berkisar 6-10%, yang dapat member sumbangan dalam perbaikan gizi masyrakat. • Rendemen Tabel 18. Perbandingan kualitas hasil giling beberapa kemasan setelah 3 bulan simpang (%) Perlakuan Beras Beras Beras Menir Beras Beras kapur Batu total kepala pecah gabah 71.10 a 76.31 a 11.47 b 11.89 b 0.00 a 0.29 a 0.10 a Karung plastik 71.30 a 68.41 a 16.03 a 15.41 a 0.00 a 0.13 b 0.00 b Hermentic Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Pada saat 0 bulan, tidak ada p[erbedaan yang nyata antara kemasan karung plastik dan kemasan hermetic pada kualitas hasil gilingan namun pada tabel 18 ditunjukkan kualitas hasil giling setelah disimpan 3 bulan yang relative sama adalah rendemen beras total dan tanpa butir gabah, sedangkan beras kepal, beras pecah, menir,
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
beras kapur dan benda asing (batu) berbeda nyata antara karung plastik dengan kemasan hermetic pada kemasan karung plastic, tinglat beras kepala tinggi (76,31%), beras kapur tinggi (0,29%), dan adanya batu (benda asing 0,10%). Sedangkan pada kemasan hermetic tingkat beras kepala rndah (68,41%), beras pecah tinggi, (16,03%), tingkat menir tinggi (15,41%) dan tidak ada batu (benda asing 0%) rendahnya beras kepala dan tingginya beras pecah dan menir pada kemasan hermetic digunakan karena kadar air gabah terlalu rendah (terlalu kering) sehingga beras yang dihasilkan lebih banyak beras pecah dari pada beras utuh dari hasil penelitian Lubis dkk, (2005) didapatkan hal yang sama yaitu gabah yang disimpan selama 3 bulan menghasilkan beras kepala 82,55% pada kemasan hermetic dan 84,32% pada kemasan karung plastic danberas pecah 17,45% pada kemasan hermetic dan 15,68% pada beras kemasan karung biasa. • Citarasa Tabel 19. Hasil uji citarasa dari berbagai kemasan Perlakuan Kekerasan Kelekatan Rasa Warna Pulen Aroma 3.20 a 1.8 a 2.3 b 2.60 b 2.40 b 2.00 a Karung plastik 2.90 a 2.3 a 3.2 a 3.30 a 3.00 a 2.00 a Hermentic Keterangan: angka rata-rata dalam satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji Duncan taraf 5%. Kekerasan: 1= sangat keras, 2= keras, 3= agak keras, 4= lembek, 5= sangat lembek, Kelekatan: 1= tidak melekat, 2= agak melekat, 3= sedang, 4= melekat, 5= sangat melekat Nilai taste: 1= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat jelek, 2= rasa,warna, kepulenan dan aroma jelek, 3= rasa,warna, kepulenan dan aroma sedang, 4= rasa,warna, kepulenan dan aroma baik, 5= rasa,warna, kepulenan dan aroma sangat baik.
Dari hasil uji citarasa diketahui bahwa tidak ada perbedaan yang nyata antara nasi dan gabah yang dikemasan karung plastik dan hermetic dalam hal kekerasan,kelekatan, dan aroma. Tetapi ada perbedaan yang nyata terhadap rasa warna dan kepulenan antara nasi dari beras yang dikemas dengan karung plastik dengan kemasan hermetic (tabel 19). Hal ini karena kemasan hermetic yang kedap udara dapat menjaga agar gabah terjami dari pengaruh lingkungan luar yang dapat merubah rasa, warna, dan kepulenan. • Daya tumbuh benih dan hama beras setelah 3 bulan penyimpanan Daya hasil percobaan diketahui bahwa setelah penyimpanan gabah selama 3 bulan daya tumbuh benih paling cepat adalah gabah yang disimpan pada kemasan hermetic dan berbeda nyata dengan gabah yang dikemas dengan karung plastic (Tabel 20). Hal ini berarti kualitas gabah tetap baik hingga masa tanam berikutnya walau dikemas dengan hermetic. Setelah disimpan 3 bulan gabah digiling menjadi beras dan dikemas kembali dengan kantong plastic hermetic, ternyata pada kemasan karung plastic telah ditemukan hama sedangkan pada kemasan hermetic tidak ditemukan hama. Penggunaan kemasan hermetic dapat menghambat kenaikan kadar air gabah selama penyimpanan, mengurangi kandungan oksigen, menekan kerusakan selama penyimpana 12 bulan. Sedangkan penggunaan karung plastic cenderung meningkatkan kadar air, tidak menghambat pengaruh lingkungan luar mudah berkembang mikroorganisme selama penyimpanan 12 bulan (Lubis dkk, 2005) Tabel 20. Daya tumbuh benih dan jumlah hama beras berbagai kemasan Perlakuan Daya tumbuh awal (%) Jumlah hama beras (%) Karung plastik 8.50 b 3.00 a Hermentic 24.00 a 0.00 b
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil kajian seperti tersebut diatas, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil gabah kering giling tertinggi diperoleh pada varietas cigeulis dengan hasil sebesar 6.050 kg/ha, sedangkan varietas ciapus dan cimelati memberikan hasil gabah kering giling sebesar 5.360 dan 5.370 kg/ha. 2. Hasil gabah tertinggi diperoleh pada perlakuan jerami dengan hasil sebesar 8.960 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan sebesar Rp.8.578.752/ha serta memiliki rendemen beras kepala 86,6%, kadar protein 9,38 gram dan disukai oleh responden dibanding dengan perlakuan pupuk kandang dan Rekomendasi. 3. Hasil gabah tertinggi diperoleh pada perlakuan PHT dengan hasil sebesar 9.600 kg/ha GKP dengan tingkat keuntungan sebesar Rp. 9.321.520/ha serta memiliki rendemen beras kepala 86,28% kadar protein 8,15 gram dan disukai oleh responden dibanding dengan perlakuan Non PHT.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id