PENGKAJIAN KOMPONEN TEKNOLOGI PERTANIAN MENUNJANG SISTEM USAHATANI KOPI ARABIKA ORGANIK DALAM PERSPEKTIF AGRIBISNIS ABSTRAK Di Sulawesi Selatan, pengembangan kopi terutama jenis Arabika diarahkan pada kawasan MADUTORA (Mamasa, Duri ,dan Tana Toraja). Luas areal kopi di daerah ini tercatat 85.580 ha, 49 % diantaranya merupakan pertanaman kopiarabika dengan produksi 12.524.17 ton. Masalah yang dihadapi adalah produktivitas dan mutu hasilnya lebih rendah. Produktivitas kopi Arabika di Sulawesi Selatan masih berkisar 500 – 900 kg/ha/tahun. Sedangkan potensi diatas 1.500 kg/ha/tahun. Dengan pendapatan petani juga masih rendah. Upaya pendapatan dapat dilakukan melalui dua cra yaitu : peningkatan produktifitas dan peningkatan mutu hasil dengan mengembangkan kopi arabika organic. Kegiatan Pengkajian tahun, 2006 merupakan lanjutan ddari kegiatan tahun anggaran 2005. Yang meliputi : 1). Pengkajian teknik-teknik penyambungan dan pembuatan kebun entries pada kopi arabika, dan 2). Kajian pengembangan paket teknologi mendukung system usahatani kopi arabika. Pengkajian teknik penyambungan dan pembuatan kebun entres telah dilaksanakan di desa Banteng Alla, Kabupaten Enrekang. Berlangsung mulai bulan januari sampai dengan bulan Desember 2006, bertujuan untuk memperoleh klon yang dapat digunakan sebagai sumber entis guna mendukung usaha peremajaan dan pengembangan kopi arabika. Digunakan ancangan acak kelompok tersarang, terdiri dari dua cara penyambungan, yaitui:penyambungan pada tanaman muda dan penyambungan pada tanaman tua; dua varietas kopi arabika,tiap varietas terdiri daraitiga klon, masing-masing dengan tiga ulangan. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa berdasarkan criteria produksi kopi beras/pohon terpilih masing-masing tiga klon dari lini S795, yaitu : BA/4/S/6 :BA/4/S/10 dan B/2S/01 dan klon dari kartika yaitu : BA/1/K/5, BA/3/K/1 dan BA/3/K/2 kompatabilitas Lini S795 lebih tinggi bila penyambungan pada vtanaman mudadipolybag. Sedangkan untuk kartika kompatabilitas sama baik penyambungan tanaman muda maupun pada penyambungan pada tanaman tua, pembuiatan kebun entries dengan memanfaatkan tanaman tua cukup prospektif guna mendukung usaha peremajaan dan pengembangan kopi arabika dan menjamin validitas data, pemeliharaan kebun entries dan pengamatan sifat-sifat penting perlu diteruskan hingga umur produktif. Kajian pengembangan paket teknologi mendukung system usahatani kopi arabika dilakukan didesa Benteng Alla dan desa benteng Alla Utara, kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang pada januari sampai Desember 2006. Kajian bertujuan untuk mengetahui tanggapan petani terhadap paket teknologi system usahatani kopi arabika organic yang berwawasan lingkungan dan mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kualitas kopi arabika. Paket teknologi yang dikaji adalah : pembuatan dan pemanfaatan pupuk organic dari bahan baku campuran limbah kopi dengan kotoran ternak, dosis 5 kg/pohon dengan dua kali aplikasi, pengendalian hama PBK menggunakan agens bio-kontrol Beauvaria bassina konsentrasi 0,2 gram formulasi/l air denga aplikasi 1 kali perbulan, teknologi pem angkasan, pembuatan rorak dan sanitasi tanaman, serta panen dan pasca panen. Paket teknologi ini kemudian dibandingkan dengan paket teknologi yang eksis di tingkat petani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Hasil pengkajian menunjukkan bahwa aplikasi paket teknologi system usahatani kopi arabika organic mampu memperbaiki komponen pertumbuhan, komponen hasil dan produktivitas tanaman kopi arabika. Pendapatan petani setelah pengkajian, jika dijual dalam bentuk kopi tanduk meningkat menjadi Rp. 3.323.500/ha atau meningkat 147 % lebih baik jika dibandingkan dengan pendapatan sebelum pengkajian (Rp. 2.511.500/ha) sedangkan dijual secara berkelompok dalam bentuk kopi berasperolehan pendapatan meningkat antara Rp. 10.884.502 – Rp. 12.117.087/ha atau meningkat antara 398 – 454 % lebih baik dibandingkan dengan pendapatan sebelum pengkajian yang hanya mencapai Rp. 3.217.358 – Rp. 3.277.178. Kata Kunci : Teknik penyambungan, kebun Entres, produktivitas, pendapatan, kopi arabika. 1. LATAR BELAKANG Komoditas kopi di Indonesia memgang peranan penting, baik sebagai sumber devisa maupun peranannya terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani. Sampai saat ini Indonesia dikenal sebagai Negara penghasil kopi terbesar ketiga di dunia setelah brasil, dan kolombia (Anonim 1995; Mawardi, 1992). Areal kopi Indonesia pada tahun 1996 mencapai 1.178.363 ha dengan tolak produksi mencapai 478,851 ton. Dari luasan tersebut 95% merupakan perkebunan rakyat, sisanya diusahakan oleh perkebunan besar swasta, dan perkebunan Negara (Ditjenbun, 1997). Jenis kopi Robusta merupakan pertanaman yang lebih dominan, namun dalam perdagangan kopi dunia jenis Arabika menempati proporsi terbesar yaitu mencapai 70%.dari perolehan devis komoditas perkebunan Indonesia, Kopi menduduki urutan keempat setelah kayu, karet, dan kelap sawit. Pada tahun 1995 volume ekspor kopi sebesar 230.201 ton dengan nilai US $ 606.364.000 (AEKI, 1996; Ditjenbun,1996). Di Sulawesi Selatan, pengembangan kopi terutama jenis arabika diarahkan pada kawasan MADUTORA (Mamasa, Duri, dan Tana Toraja ). Hingga tahun 1998, areal kopi didaerah ini tercatat 85.580 ha, 49% diantaranya merupakan pertanaman kopi arabika dengan produksi 12.524,17 ton. Masalah yang dihadapi adalah produktivitas dan mutu hasilnya masih rendah. Produktivitas kopiArabika di Sulawesi Selatan masih berkisar 500 – 900 kg/ha/tahun (Disbun Sulsel,1999). Dibandingkan dengan propinsi diatas 1.500kg/ha/tahun (Nur dan Soenarjo, 1990). Dengan demikian pendapatan petani juga masih rendah. Upaya peningkatan pendapatan dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu : peningkatan produktivitas dan peningkatan mutu hasil dengan mengembangkan kopi Arabika Organik. Permintaan kopi Organik dunia akhir-akhir ini meningkat karena meningkatnya permintaan komoditas yang bebas Residu pestisida dan teknologi ramah lingkungan. Permintaan produk organik berkembang pesat, suatu ketika produk non organik akan sulit dipasarkan. Kondisi seperti ini akan merupakan komoditas yang tidak dibudidayakan secara organik karena tidak di jual di pasar dunia. Budidaya kopi organik berbeda dengan budidya kopi non organik. Kopi organik merupakan kopi yang diproduksi dengan berlandaskan pada pertanian yang berkelanjutan. Sistem usahatani organik dibudidayakan pada lingkungan yang bebas bahan kimia, dan dibudidayakan secara organik. Pupuk yang digunakan adalah oleh pupuk organik dan pestisida yang digunakan juga organik atau Nabati. Penanganan pasca panen kopi organik memerlukan kecermatan agar memenuhi standart mutu yang diinginkan (Puslit Koka,2004).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Langkah-langkah yang ditempuh dalam mengembangkan system usahatani kopi organik adalah: peenyediaan teknologi budidaya organik, penyiapan hamparan atau wilayah pengembangan yang bebas dari kontaminasi bahan kimia, terdapat mitra kerja yang handal dari sektor swasta dan bank, serta adanya sertivikasi usahatani organik dari lembaga sertifikasi internasional. Beberapa komponen teknologi usahatani kopi. Organik secara fersial sudah tersedia, seperti : penggunaan pupuk organik dan teknologi budidaya lainnya. Hal pengkajian menunjukkan penggunaan pupuk organik pada kopi cukup prospektif. Penggunaan kopi organic 10 kg/phm maupunmeningkatkan pembentukan buah hingga 39% (Kadir, 2003; Nappu et al.,2000). Selanjutnya pemangkasan yang baik meningkatkan pembentukan luas tiap cabang meningkat hingga 100% (Kadir, 2003). Menurut (Wiryadiputra,1996) pengendalian hama bubuk buah kopi menggunakan jamur Beauvaria cukup evektif di Sulawesi selatan. Namun demikian komponen teknologi tersebut belum sepenuhnya dapat dirakit menjadi paket teknologi kopi organik. Pengelolaan hama terpadu (PHT) belum sepenuhnya tersedia, seperti efektivitas penggunaan pestisida nabati, serta penggunaan mikro organisme lainnya. Untuk itu masih perlu dilakukan penelitian yang mendalam. Selain peningkatan produktivitas dan mutu hasil, sustainability suatu sistem usahatani merupakan aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Sampai saat ini komposisi tanaman berumur lanjut dan kurang produktif cukup luas. Di Kabupaten Tana Toraja saja, tercatat sekitar 2610 ha dari total areal 15,010 ha merupakan tanaman berumur lanjut yang siap untuk diremajakan. Ini berarti bahwa tanpa usaha peremajaan Kabupaten Tana Toraja akan kehilangan pertanaman kopiArabika sekitar 2610 ha (Disbun Tana Toraja, 2003), setara dengan produksi tidak kurang dari 1827 t atau kehilangan penerimaan sebesar US $ 2,03 juta/tahun. Di Kabupaten enrekang tercatat sekitar 1480 ha dari total area 10.444 ha merupakan tanaman berumur lanjut yang perlu untuk diremajakan. Tanpa usaha peremajaan Kabupaten Enrekang akan kehilangan pertanaman kopi arabika sekitar 1480 ha (Disbun Enrekang, 2003). Setara dengan produksi tidak kurang dari 1.036 t atau kehilangan penerimaan sebesar US $ 1,15 juta/tahun. Teknologi rehabilitasi tanaman sudah tersedia dan sudah banyak dikembangkan pada komoditas lain. Teknologi samping pada kakao sudah berkembang ditingkat petani. Teknologi ini delain mudah dilaksanakan dengan tingkat keberhasilan yang tinggi, juga sangat efektif dalam merehabilitasi tanaman tua. Kakao yang direhabilitasi dengan teknologi sambung samping sudah terbuat pada umur 8 bulan. Bila teknologi ini juga ternyata efektif dalam merehabilitasi tanaman kopi, maka kegiatan rehabilitasi kopi dengan mudah dilaksanakan untuk itu perlu pengkajian rehabiitasi tanaman kopi dengan menggunakan teknologi sambung samping. Sebagai upaya untuk mendukung terlaksananya rehabilitasi dengan baik, maka penyediaan kebun sumber entres perlu segera dilakukan. Kebun sumber entres sebagai kebun penyediaan batang atas bagi tanaman tanaman yang akan direhabilitasi, baik untuk tanaman peremajaan maupun penanaman baru. Untuk membuat kebun sumber entres dari pioritas unggul sebaiknya dipilih dari-dari piorotas unggul yang telah berkmbang diwilayah tersebut yang telah beradaptasi baik. Pada tahun 2005 diinfentarisir sumber-sumber entres yang potensial didesa benteng Alla, benteng Alla Utara dan Tongko, Kabupaten Enrekang dari kegiatan ini telah ditemukan 3 klon sumber entres dari jenis LINI $ 795 dan 3 klon dari jenis kartika. Klon-klon tersebut perlu diuji lanjut pada teknologi pemeliharaan dikebun entres guna melihat pertumbuhannya dilapangan. Ternak juga memegang peranan penting dalam pertanian kopi organik untuk menjamin sistem usahatani yang berkelanjutan. Limbah ternak dapat diolah menjadi pupuk organik dan sebaliknya dan www.sulsel.litbang.deptan.go.id
rumput pada pertanaman kopi dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak. Oleh karena itu pengkajian integrasi kopi Arabika dengan ternak kerbau perlu pula pengkajian. Kelembagaan kopi organic sangat spesifik berbeda dengan kelembagaan kopi anorganik. Dalam kelembagaan kopi organic di butuhkan keterlibatan badan sertifikasi Internasonal kopi organic hanya dapat dijual beli memperoleh sertifikat kopi organic. Selain itu diperlukan pula kehadiran swasta atau institusi pemerintah sebagai pemegang lisensi ekspor. Dengan demikian kajian kelembagaan kopi arabika oganik perlu pula dilakukan. Kegiatan dalam RPTP ini dilaksanakan secara bertahap selama jangka waktu 5 tahun. Pada tahun anggaran 2005 telah dilaksanakan 2 judul kegiatan, yaitu : 1) kajian rehabilitasi kopi berumur tua dengan klon unggul kopi Arabika yang terdiri satu judul Sub kegiatan yaitu : inventarisasi tanaman tua dan sumber-sumber entries; dan 2) kajian sistem usaha tani kopi Arabika organic dengan dua Sub kegiatan, Yaitu : kajain pengelolaan hama terpadu pada kopi Arabika dan kajian pengelolaan dan pemanfaatan pupuk organic pada kopi arabika. Sedangkan untuk tahun anggaran 2006 yang merupakan lanjutan dari kegiatan tahun anggaran 2005 akan dilaksanakan dua judul kegiatan, yaitu: 1) kajian Rehabilitasi kopi beumur tua dengan klon unggul kopi arabika yang terdiri dari satu judul Sub kegiatan, yaitu : Pengkajian teknik-teknik penyambungan pada kopi Arabika, dan 2) pengkajian system usahatani kopi Arabika organic yang terdiri dari satu sub kegiatan, yaitu: Kajian paket teknologi mendukung system usahatani kopi arabika. 2. TUJUAN a. Tujuan Umum Memperoleh satu model pengembangan system usahatani kopi Arabika organik dalam perspektif agribisnis. b. Tujuan Tahunan • Memperoleh teknologi model penyambungan dan kebun entries kopi arabika mendukung rehabilitas tanaman kopi arabika berumur tua. • Memperoleh klon yang mempunyai tingkat keberhasilan tinggi dengan penerapan sambung pucuk, baik untuk tanaman muda maupun untuk tanaman tua atau tidak produktif. • Memperoleh kebun entres kopi arabika yang mampu mendukung ketersediaan entres kopi Arabika untuk rahabilitasi dan pengembangan kopi arabika di Enrekang. • untuk mengetahui tanggapan petani terhadap paket teknologi system usahatani kopi Arabika Organik yang berkawaan lingkungan dan mampu meningkatkan produktivitas dan memperbaiki kualitas hasil kopi arabika. 3. KELUARAN YANG DIHARAPKAN a. Keluaran Akhir Model sistem usahatani kopi arabika organic yang efisien dan berkelanjutan. b. Keluaran Tahunan Tersedianya teknologi model penyambungan dan kebun entries yang mendukung rehabilitas tanaman kopi arabika berumur tua. Diperolehnya salah satu dar 2 varietas yang dikembangkan petani yang cocok untuk disambung pucuk, baik untuk tanaman muda maupun untuk tanaman tua atau tidak produktif.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Diperolehnya klon yang mempunyai tingkat keberhasilan yang tinggi dengan penerapan sambung pucuk, baik untuk tanaman muda maupun untuk tanaman tua atau tidak produktif. Tersedia kebun entres kopi arabika yang mampu mendukung ketersediaan entres kopi arabika untuk pengembangan kopi arabika di Enrekang. Tersedianya satu paket teknologi system usahatani kopi arabika organik yang berwawasan lingkungan, berkelanjutan dan mampu meningkatkan produktivitas serta memperbaiki kualitas hasil. 4. PRAKIRAAN MANFAAT DAN DAMPAK a. Manfaat Model yang diperoleh menjadi dapat acuan dalam pengembangan system usahatani kopi arabika Organik dalam perpektif agribisnis. b. Dampak Peluang peningkatan perluasan pertanian organik kopi Arabika Organik, Peluang membangun industri bahan tanam (1-2), Peluang bagi Industri pengolahan pupuk organic, Penyediaan lapangan kerja, Peluang pengembangan ternak kerbau. 5. HASIL TAHUN SEBELUMNYA Hasil tahun 2005 telah diperoleh luas tanaman kopi arabika yang telah berumur tua di Enrekang yang perlu diremajakan atau direhabilitasi telah mencapai 1.480 ha. Dari hasil kegiatan juga diperoleh rata-rata produktivitas biji beras klon calon sumber entres yang yang diidentifikasi di Banteng Alla, Benteng Alla Utara, dan Tongko untuk varietas Kartika masimng-masing yaitu 2,06 kg/ha/th; 1,20 kg/ha/th; dan 1,77 kg/ha/th. Sedangkan untuk varietas lini S-795 masing-masing 3,52 kg/ha/th; 1,96 kg/ha/th; dan 2,01 kg/ha/th. Klon terseleksi untuk calon sumber entres varietas Kartika dengan produktivitas biji beras tertinggi di Banteng Alla, Benteng Alla Utara, dan Tongko yaitu klon dengan nomor BA/1/K/05;BAU/1/K/06; DAN T/5/K/01, dengan produktivitas masing-masing adalah 5,99 kg/ha/th; 3,14 kg/ha/th; dan 5,19 kg/ha/th. Sedangkan untuk varietas Lini S-795 dengan produktivitas biji beras tertinggi yaitu klon nomor BA/4/S/06; BAU/1/S/01; dan T/3/S/10, dengan produktivitas masing-masing adalah 12,54 kg/ha/th; 5,37 kg/ha/th; dan 5,30 kg/ha/th. Klon terseleksi yang berpotensi sebagai sumber entres untuk varietas Kartika di Benteng Alla, yaitu klon dengan nomor BA/1/K/05; BA/3/K/01; dan BA/3/K/02; di Benteng Alla Utara yaitu dengan nomor BUA/10/K/06; BAU/4/K/10; Dan BAU/2/K/09; sedangkan di Tongko yaitu nomor T/5/K/01; T/1/K/3; dan T/5/K/2. Sedangkan Klon terseleksi yang berpotensi sebagai sumber entres untuk varietas Lini S-795 di Benteng Alla yaitu klondengan nomor BA/4/S/06; BA/4/S/10; dan BA/2/S/01. Di Benteng Alla Utara yaitu BAU/1/S/01; BAU/3/S/02; dan BAU/1/S/04. Pemberian pupuk organik dari bahan baku limbah kopi dan kotoran kambing pada tanaman kopi arabika, berpengaruh terhadap perbaikan komponen hasil dan komponen produksi kopi. Pupuk organic (bokasyi) bahan baku campuran kulit buah kopi,kulit tanduk kopi dengan kotoran kambing (1: 1) member pengaruh terbaik terhadap jumlah cabang, jumlah dompolan dan jumlah buah.dompolan. pengendalian dengan menggunakan B. basisana dan azadirachtin 1% efektif menekan perkembangan intensitas serangan penggerek buah kopi. Tingkat efektivitas dari B. bassiana masih lebih tinggi dari www.sulsel.litbang.deptan.go.id
pada azadirachtin 1% dalam mengendalikan penggerek buah kopi. Pengendalian penggerek buah kopi dengan menyemprotkan B. bassiana dan azadirachtin 1% menghasilkan bobot kopi yang tinggi, tetapi bobot kopi pada tanaman yang dfisemprot B.bassiana lebih tinggi dari pada tanaman yang disemprot dengan azadirachtin 1%. 6. METODOLOGI 6.1. Teknik-Teknik Penyambungan Dan Teknik Pembuatan Kebun Entries Tanaman Kopi Arabika Kegiatan dilaksanakan mulai bulan januari sampai Desember 2006 yang meliputi persiapan, pelaksanaan kegiatan sampai tahap pelaporan hasil. Kabupaten Enrekang merupakan salah satu sentra pengambangan kopi Arabika di Sulawesi Selatan. 6.1.1. Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan ini akan dilaksanakan dengan menggunakan rancangan perlakuan, yaitu dengan menggunakan rancangan acak kelompok tersarang Terdiri dari dua cara penyambungan, dua varietas, tiap varietas terdiri dari tiga klon, masing-masing dengan tiga ulangan. Cara penyambungan yang diuji adalah : penyambungan pada tanaman muda (polybag) dan penyambungan pada tanaman tua (di lapang). Klon dari masing-masing varietas yang tertpilih adalah : Lini S 795 : SK 1 = BA/4/S/6 SK 2 = BA/4/S/10 SK 3 = B/2/S/01. Kartika : KK 1 = BA/1/K/5 KK 2 = BA/3/K/1 KK 3 = BA/3/K/2. Jumlah tanaman setiap unit masing-masing 15 tanaman untuk penyambungan pada tanaman muda sedangkan pada tanaman berumur tua sebanyak 10 tanaman setiap unit perlakuan.
6.1.2. Kebun Entres Untuk membangun kebun entres yang baik, beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, dioantaranya adalah : 1. Lahan cukup landai, tanah subur denga system drainase cukup baik, tidak mengandung nematoda dan cendawan akar. 2. Dekat sumber air ataupun pembibitan. 3. Bahan tanaman berasal dari entres yang diambil dari sumber yang jelas. Kebun entries kopi arabika telah dibangun terdiri dari enam klon, masing-masing tiga klon dari Lini S 785, yaitu BA/4/S/6; BA/4/S/10; dan B/2/S/01, serta tiga klon dari kartika yaitu : BA/1/K/5 ; BA/3/K/1; dan BA /3/K/2. Tanaman yang sudah di sambung dalam polybag dipindahkan kekenung. Bibit di taman dalam lubang berukuran 40X40X40 cm3, jarak tanam yang digunakan 2X2 m2, menggunakan naungan dari dadap atau lantoro. Penetaan tanaman dilapang meliputi pola rancangan kelompok, terdiri dari dua varietasi, tiap varietasi terdiri dari tiga klon, masing-masing dengan tiga ulangan . 6.1.3.
Pengumpulan data dan analisis Data yang akan dikumpulkan meliputi: Data jumlah sambungan jadi pada sambungan bibit muda dan pada tanaman berumur dua setelah 21 hari, jumlah daun, jumlah ruas,panjang tunas, periode pengamatan 30 hari. Data yang telah www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dikumpulkan ditabulasi kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis sidik ragam (Anova) serta analisis dekripsi sederhana. 6.2. pengkajian Paket Teknologi Mendukung Sistem Usahatani Kopi Arabika Organik Pengkajian dilaksanakan di Kecamatan Desa Benteng Alla dan desa Benteng Alla Utara, kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. wilayah ini merupakan lokasi pengembangan kopi Arabika yang cukup potensial dio Sulawesi Selatan. Lokasi pengkajian memiliki tipe agroekologi yang sesuai untuk pengembangan kopi arabika. Kegiatan dilaksanakan mulai bulan januari sampai Desember 2006. Paket teknologi yang dikaji meliputi : penbuatan dan pemanfaatan pupuk organic dari bahan baku campuran limbah kopi dengan kotoran ternak, dosis 5 kg/pohon dengan dua kali aplikasi; pengedalian hama BPKo menggunakan agensbio-kontrol Beauvaria bassiana konsentrasi 0,2 gr formulasi/1 air dengan aplikasi 1 kali per bula; teknologi pemengkasan, pembuatan rorak, dan sanitasi tanaman. Serta panen dan pascapanen. Paket teknologi ini kemudian dibandingkan dengan paket teknologi yang eksis di tingkat petani. Kegiatan pengkajian melibatkan 4 (empat) Kelompok Tani dengan 82 petani koperator pada hamparan 41,5 ha. Sebagai pembanding juga dilibatkan ± 20 petani non-koperator pada hamparan 10 ha. Data yang meliputi : a. Data tanaman : jumlah cabang produktif, jumlah dompolan per cabang, jumlah buah per dompolan, kompunen kualitas hasil, dan estimasi produktivitas kopi kering tanduk. b. Data sosial ekonomi: karakteristik usahatani dan petani, tanggapan petani terhadap paket teknologi yang diintroduksikan, analisa usahatani dan kelembagaaqn keuangan pedesaan. Pengambilan data tanaman dilakukan pada 4 kelompok hamparan pertanaman petani 5 blok pengamatan dan diamati 10 tanaman setipa blok. Sehingga terdapat 200 tanaman contoh. Penepatan tanaman contoh dilakukan secara acak. Disamping itu diamati pula masing-masing 10 tanaman pada setiap desa mewakili setiap 2 kelompok Yang berada diluar blok pengkajian. Tanaman tersebut merupakan milik petani non koperator untuk digunakan sebagai pembanding. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan sebelum dan sesudah pengkajian. Data tanaman dianalisis dengan t, sedangkan data social ekonomi dianalisis menggunakan analisis deskripsi. 7. HASIL DAN PEMBAHASAN. 7.1. Teknik-Teknik Penyambungan Dan Teknik Pembuatan Kebun Entries Tanaman Kopi Arabika 7.1.1. karakterisasi Klon Terpilih Berdasarkan hasil inventarisasi telah diperoleh beberapa klon yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai pohan sumber entres. Klon-klon dimaksud adalah : Nomor BA/1/K/5; Nomor BA/3/K/1; Nomor BA/3/K/2; Nomor BA/4/S/6; Nomor BA/4/S/10; Nomor BA/2/S/01. Deskripsi sifat-sifat penting klon-klon tersebut diperlihatkan pada Tabel 1. Jumlah cabang pada tanaman kopi adalah hasil modifikasi, tidak sepenuhnya merupakan karakter bawaan dari klon. Jumlah cabang yang dipertahankan merupakan pilihan petani dalam praktek budidaya. Keragaan jumlah cabang pada Tabel 1 bukan penciri genetic tetapi lebih merupakan penciri budidaya. Sifat-sifat lainnya, seperti jumlah buah, bobot gelondong,bobot biji, jumlah gelondong, merupakan sifat yang di kendalikan oleh faktor genetik atau interaksi faktor genetic dan factor lingkungan. Sifat-sifat yang kendali genetiknya cukup besar akan lebih stabil pada lingkungan yang variatif atau pada relasi yang sangat dekat. Pada Tabel 3 tampak bahwa bobot biji kopi tanduk/bongkol hampir seragam pada tiga klon kartika, yaitu : 5,30 g/bongkol pada BA/1/K/5; 5,80 g/bongkol pada BA/3/K/1; dan 5,60g/ BA/3/K/2. Tampaknya kendali factor genetic terhadap sifat yang sangat besar, ini diperlihatkan oleh bobot biji kopi tanduk yang relative sama oleh tiga klon yang berasal dari kultivar yang sama. Tabel 1. Karakteristik Klon Calon Sumber entres Terseleksi di Lokasi Benteng Alla, Enrekang 2006 Varietas Kartika Varietas Lini S-795 Uraian Komponen www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Cabang produktif Bongkol buah/cabang Jumlah buah gelondong/bongkol Bobot biji gelondong/bongkol (g) Bobot biji tanduk/bongkol (g) Bobot biji beras/bongkol Bobot biji gelondong/biji (g) Bobot biji tanduk/biji (g) Bobot biji beras/biji (g) Produksi gelondong/pohon (kg) Produksi biji tanduk/pohon (kg) Produksi biji beras/pohon (kg)
Nomor Nomor Nomor BA/1/K/5 BA/3/K/1 ba/3/k/2
Nomor Nomor Nomor BA/4/S/6 BA/4/S/10 BA/2/S/01
12 59.00 25.00 24.30 5,30 4,40 1,87 0,41 0,34 33,09 7,22 5,99
12 120,67 21,33 30,30 9,00 6,90 1,78 0,53 0,41 35,06 7,85 6,54
9 94,00 12,33 23,30 5,80 4,80 2,33 0,58 0,48 24,31 6,05 5,01
11 124,00 11,33 18,30 5,60 3,70 1,41 0,43 0,28 21,76 5,66 4,40
6 198,33 19,67 36,20 10,80 8,70 1,81 0,54 0,44 32,36 7,64 6,18
10 79,67 23,33 39,230 10,50 8,40 2,31 0,62 0,49 31,97 8.11 6,69
Berdasarkan kriterai produksi kopi beras/pohon telah terpilih masing-masing tiga klon sumber entries dari varietas kartika dan Lini S-795 di Benteng Alla. Nomor-nomor yang terpilih untuk kartika adalah klon dengan nomor seleksi BA/1/K/5 mempinyai produksi tertinggi yaitu 5,99 kg/pohon/ tahun, kemudian diikuti berturut-turut oleh kon dengan nomor seleksi BA/3/K/1 dan BA/3/K/2 dengan produksi masing-masing 5,01 dan 4,40 kg/pohon/tahun. Sedangkan untuk varietas Lini S-795,klon yang memiliki produksi tertinggi yaitu nomor seleksi BAA/4/S/6 kemudian nomor BA/4/S/10,dan B/2/S/01, dengan produksivitas masing-masing 6,54; 6,18; dan 6,69 kg/pohon/tahun. Ketiga klon dari kartika dan Lini S 96 ini menjadi pilihan utama dalam pemilihan sumber entries yang akan dikembangkan dalam kebun entis. 7.1.4. Penyambungan Penyambungan dilakukan dengan dua car, yaitu : penyambungan pada tanaman muda (polybag) dan penyambungan pada tanaman tua di lapangan. Analisis statistic menunjukkan bahwa interaksi cara penyambungan dengan kultivar berpengaruh nyata terhadap persentase smbungan jadi, jumlah daun dan jumlah ruas yang terbentuk. Demikian pula cara penyambungan berpengaruh nyata terhadap persentase sambungan jadi,jumlah daun dan jumlah ruas. Rata-rata persentase sambungan jadi, jumlah daun dan jumlah ruas menurut intreksi cara sambungan dengan kultivar disajikan pada tabel 2. Tabel 2. Rata-rata persentase sambungan jadi, jumlah daun dan jumlah ruas, Enrekang 2006. Komponen Cara penyambungan Lini S795 Kartika Pengamatan Persentase Tan.Muda (polybag) 0.861 a 0.933 a Sambungan-jadi Tan.Tua 0.777 b 0.988 a (%) Jumlah daun Tan. Muda (polybag) 1.944 a 2.589 a Tan.Tua 1.858 a 2.466 a Jumlah ruas Tan. Muda (polybag) 1.222 b 1.262 a Tan.Tua 1.858 a 1,233 a Pada tabel 2 tampak bahwa peresentase sambungan-jadi untuk lini S795 nyata lebih tinggi pada cara penyambungan dengan menggunakan tanaman muda atau penyambungan dalam polybag, sedangkan pada untuk Kartika persentase sambungan jadi cenderung lebih besar pada penyambungan tanaman tua. Pada Lini S795 persentase sambungan-jadi, menurun pada penyambungan tanaman tua menjadi 77,7 % dari penyambungan tanaman muda 86,1 % rendahnya sambungan jadi pada tanaman
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tua untuk Lini S795 kemungkinan disebabkan tingkat ketuaan jaringan antara batang bawah dan entries yang digunakan berbeda. Jumlah ruas yang berbentuk nyata meningkat pada penyambungan tanaman tua dengan menggunakan Lini S 795 sebagai entries pada umur satu bulan sambungan, sementara pada Kartika cenderung menurun. Perbedaan yang timbul dari pengamatan ini masih merupakan perbedaan sementara, kondisi ini kemungkinan akan berubah setelah beberapa bulan pengamatan. Untuk memperoleh data yang actual pengamatan dari variabel uyang digunakan masih perlu dilakukan tiap bulan selama enam bulan. 7.1.3. kebun entries Analisis statistic menunjukkan bahwa hanya intyeraksi cara penyambungan dengan kultiver yang berpengaruh nyata terhadap panjang tunas,jumlah daun pada umur satu bulan di lapangan. Rata-rata panjang tunas jumlah daun can jumlah cabang umur satu bulan di lapangan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Rata-rata jumlah daun, jumlah tunas, dan panjang tunas umur satu bulan di lapangan,Enrekang, 2006 Komponen Cara penyambungan Lini S 795 Kartika Pengamatan Panjang tunas (cm) Tanaman muda (Polybag) 8.04 b 9.179 b Tanaman Tua (Lapangan) 12.99 a 16.66 a Jumlah daun
Tanaman muda (Polybag) Tanaman Tua (Lapangan)
7.33 b 10.0 a
7.72 b 9.8 a
Jumlah cabang
Tanaman muda (Polybag) 0.764 b 0.828 b Tanaman Tua (Lapangan) 1.219 a 1.326 a Pada Tabel 3 tampak bahwa setelah bertambah umur sambungan satu satu bulan sudah mula tampak bahwa pertumbuhan sambungan pada tanaman tua nyata lebih baik dibandingkan pertumbuhan sambungan pada tanaman muda, walaupun sudah satu bulan setelah penanaman dilapangan. Panjang tunas nyata lebih panjang, jumlah daun dan jumlah cabang nyata lebih banyak pada penyambungan tanaman tua, baik pada lini S795 maupun Kartika. Pada lini S795, panjang tunas luas daun, dan jumlah cabang untuk penyambungan pada tanaman tua meningkat masing-masing 0.615; 0.36; dan 59.55 % dibandingkan penyambunan pada tanaman muda. Demikian pula Kartika peningkatan panjang tunas, jumlah daun, jumlah daun, dan jumlah cabang masing-masing adalah 81,5; 26,94; dan 60,14 % dibandingkan dengan penyambungan pada tanaman muda . kondisi ini mudah dipahami karena pada tanaman tua kapasitas sumbernya lebih besar dibandingkan kapasitas sumber tanaman muda. Fotosintat yang dapat dimanfaatkan oleh tunas baru lebih banyak pada tanaman tua dibandingkan tanaman baru. Agaknya sementara kelihatan bahwa pembuatan kebun entries menggunakan tanaman tua cukup prospektif. 7.2. Pengkajian Pengembangan Paket Teknologi Sistem Usahatani Kopi Arabika Organik 7.2.1. Karakteristik Petani Ciri petani diketahui melalui wawancara terhadap petani mempunyai yang pertanaman kopi arabika masing-masing 20 petani di desa Benteng Alla dan 20 petani di desa Benteng Alla Utara. Karakteristik responden petani kopi dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 4. Karakteristik petani di desa Benteng Alla dan Benteng Alla Utara, Kecamatan Alla, Kabupaten Enrekang. 2006. Desa No Uraian www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Umur (tahun) Pendidikan (tahun) Pengalaman berusahatani kopi (tahun) Jumlah anggota keluarga (jiwa) - Pria - Wanita Partisipasi anggota keluarga dalam UT (jiwa) Luas pemilikan Lahan(ha) Luas pertanaman kopi arabika (ha) Populasi tanaman kopi (pohon) Alasan berusahatani kopi (%) - Menguntungkan - Turun-temurun - Ikut-ikutan
Br. Alla (N = 20) 42 11 16
Bt. Alla Utara (N = 20) 39 12 14
3 2 2 1,25 0,25-1,00 666-1200
3 2 2 1,50 0,25-1,00 600-1200
55 40 5
60 40 -
Sumber : data primer dianalisis, 2006.
Identitas petani dibedakan menurut umur , pendidikan, pengalaman berusahatani, jumlah anggota keluarga dan luas pemilikan lahan. Di Desa Benteng Al;la, rata-rata umur petani 42 tahun dengan pengalaman berusahatani kopi 16 tahun. Kondisi ini tergolong usia yang produktif dan pengalaman yang cukup untuk mendukung penge,mbanmgan usahatani kopi atau usaha pertanian. Tingkat pendidikan petani res[ponden rata-rata 11 tahun atau setingkat dengan Sekolah Menengah Umum. Setiap keluarga tani memiliki jumlah anggota keluarga rata-rata 5 orang, namun Cuma 2 orqang yang mampu berpartisipasi dalam kegiatan usahatani kopi arabika. Pemilikan lahan luas yakni 1,25 ha, akan tetapi luaslahan yang ditanami kopi hanya 0,5 ha dengan populasi 600-800 pohon. Usahatani kopi dilakukan secara turun-temurun (40 %), dengan alasan berusahatani menguntungkan (55 %), dan ada petani yang beralasan ikut-ikutan (5 %). Selanjutnya pada Tabel 1 nampak kisaran umur petani di desa Benteng Alla Utara rata-rata 39 tahun dengan tingkat pendidikan 12 tahun atau setara dengan Sekolah Menengah Umum (SMA). Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani sudah cukup lama menanam kopi arabika, yakni 14 tahun. Melalui bimbingan danpenyuluhan diharapkan dapat mendukung upaya penerapan teknologi produksi sampai ke tingkat petani. Pada tabel 1 nampak juga bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga tani 5 orang, akan tetapi yang aktif bekerja dalam uasahatani kopi Cuma 2 orang. Hal ini disebabkan luas lahan garapan cukup besar yakni rata-rata 1,5 ha, sehingga sebagian tenaga produktif dalam keluarga dimanfaatkan dalam usahatani lainnya seperti : sayuran,palawija. Hal ini menggambarkan bahwa angkatan kerja dalam setiap keluarga masih belum berimbang dengan luas lahan garapan. Pada kondisi demikian dibutuhkan curahan tenaga kerja yang cukup besar untuk mengelola usahatani dengan baik. Namun pada kenyataannya angkatan kerja yang tersedia sangat terbatas. Kelangkaan tenaga kerja berakibat pada kurangnya pemeliharaan tanaman, sehingga berdampak pada sulitnya mencapai produktivitas maksimum. Nappu, dkk (1999) menyatakan bahwa, idealnya curahan tenaga kerja untuk mengelola satu hektar pertanaman kopi Arabika adalah 4-5 orang.
7.2.2. Potensi dan Kondisi Biofisik Lahan Desa Benteng Alla merupakan salah satu desa yang mempunyai kondisi wilayah berbukit. Jarak desa Benteng Alla ke ibu kota Kecamatan 8,0km. dan ibu kota Kabupaten 46,0 km, sedangkan dari ibu www.sulsel.litbang.deptan.go.id
kota propinsi 286 km. luas wilayahnya mencapai 11,13 km 2 dengan perincian : lahan kebun 234 ha, lading 1.599 ha, pekarangan 25 ha dan lainnya 1.112 ha. Desa benteng Alla berada pada ketinggian 500–1.500 m dari permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 1.366 mm pertahun. Berdasarkan data tahun 2003, desa benteng Alla Utara berpenduduk 2.078 jiwa, meliputi 503 keluarga dengan luas wilayah 10,12 km2 sehingga kepadatan penduduk berkisar 187 jiwa per km2. Desa ini mempunyai batas-batas sebagai beikut: sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten tana Toraja (desa Benteng Ambeso), sebelah barat dan sebelah selatan berbatasan dengan desa Benteng Alla. Desa ini terletak ± 48 km dari ibu kota Kabupaten Enrekang atau berjarak ± 289 km dari ibu kota propinsi Sulawesi Selatan (Makassar).topografi umumnya bergunung dan berbukit dengan ketinggian tempat berfariasi antara 500 – 1.750 m dpl. Pemanfaatan lahan di desa ini meliputi sawahtadah hujan 213 ha, sawah irigasi 147 ha, tegalan 120 ha, perkebunan 364 ha (kopi 307 ha,kakao 15 ha,cengkeh 32 ha, dan vanili 10 ha), hujan 92 ha, padang rumput 116 ha, pekarangan 27 ha, lain-lain 34 ha. Suhu udara ratarata 23° C dengan suhu tertinggi 30° C dan terendah 17° C, dengan kelembaban udara mencapai 88,15%. Jenis tanah didominasioleh mediteran,fodsolik merah kuning, dan regosol. Tanaman kopi arabika merupakan jenis tanaman perkebunan yang memerlukan karekteristik lingkungan tumbuh tertentu terutama dalam hal iklim, tanah dan topografi. Agar dapat tumbuh dengan baik, maka tanaman kopi menghendaki lingkungan dengan suhu 15 - 25° C dan sebaran curah hujan 1.500 – 2.500 mm/tahun dengan periode kering 1-3 bulan (willson,1985; dan Mitchell,1989). Ditambahkan oleh Maestri dan Barros (1977) bahwa suhu optimum yang lebih rendah 18 – 21° C. suhu di atas 25° C mulai menghambat pertumbuhan karena laju fotosintetis bersih menurun. Berdasrkan criteria lingkungan tumbuh, tampaknya lokasi pengkajian yakni: desa benteng Alla dan desa benteng Alla Utara cukup sesuai untuk pegembangan kopi Arabika. 7.2.3. Kelembagaan Pendukung Di desa Benteng Alla terdapat 8 (delapan) kelompok tani kopi, dengan jumlah anggota 235 petani kopi Arabika. Akan tetapi hanya dua kelompok tani yang berfungsi dengan baik yakni Kelompok Tani “Taruna Tani” dan Kelompok Tani “Remaja Bakti” dengan jumlah anggota masing-masing 27 dan 25 petani kopi. Sedangkan di Desa Benteng Alla Utara setelah terbentuk 6 kelompok tani, namun yang aktif hanya 2 (dua) kelompok yakni Kelompok Tani “tongka Situru” dengan jumlah anggota 18 orang dan Kelompok tani “To Beang” dengan jumlah anggota 12 petani kopi Arabika. Di desa benteng Alla, pembagian tugas dalam struktur organisasi lembaga kelompok tani dalam bentuk seksi-seksi Nampak belum berfungsi dengan baik. Kegiatan kelompok tani hanya sebatas pada pengelolahan tenaga kerja, terutama pada kegiatan yang sifatnya gotong royong. Di desa ini juga terdapat satu koperasi tani (Koperasi Tani Lumbaja), namun belum berfungsi maksimal. Lembaga pemasaran untuk usahatani kopi di desa ini masih bersifat tradisional. Penjualan hasil masih dilakukan secara sendiri-sendiri. Masing-masing petani menjual produknya secara sendiri-sendiri kepada pedagang pengumpul dalam kopi tanduk. Umumnya pedagang yang datang ke rumah petani, dan transaksi dilakukan berdasarkan volume kopi petani (liter) bukan berdasarkan berat (kg). Sebaiknya di desa Benteng Alla Utara tugas masing-masing penanggung jawab dalam setiap bagian dalam sruktur organisasi sudah mulai berfungsi dengan baik, terutama fungsi yang berhubungan dengan control mutu hasil dan pemasaran. Terdapat satu lembaga koperasi tani (Koperasi Tani Benteng Alla Utara) dengan fungsi cukup baik. Disamping itu di Desa ini terdapat satu unit msin pengupas kulit tanduk kopi. Untuk peningkatan kualitas panen kopi, seksiproduksi dalam struktur organisasi kelompok tani di desa Benteng Alla Utara berperan mengelola seleksi hasil panen petani. Hanya buah matang (warna merah)yang bole dipanen. Setelah melalui proses pengupasan kulit buah dan proses pengeringan yang dilakukan masing-masing petani, produksi dalam bentuk kopi tanduk diserahkan ke bagian pabrik untuk proses pemisahan kulit tanduk kopi menjadi kopi beras. Pengelolaan hasil olahan dalam bentuk kopi tanduk daripetani ke pabrik pemisah kulit tanduk di koordinir oleh seksi produksi dari lembaga kelompok tani. Selanjutnya hasil olahan dalam bentuk kopi beras pengelolaannya menjadi www.sulsel.litbang.deptan.go.id
tanggung jawab pengurus koperasi tani untuk proses pemasaran. Penjualan hasil dalam bentuk kopi beras akan memberi nilai tambah/keuntungan terhadap anggota dan koperasi. Sebagai gambaran : harga yang diterima petani dari hasil panen dalam bentuk kopi tanduk berkisar Rp.9000,-/kg (pada awal panen dimana produksi masih kurang), sedangkan saat panen raya/produksi melimpah, harga akan turun hingga Rp. 6.000,-/kg kopi taduk. Sebaliknya nilai jualkopi beras (biji kopi tanpa kulit tanduk/siap di konsumsi)yang sudah melalui proses seleksi dapat mencapai Rp. 28.000,-/kg. berdasrkan hasil observasi 1 kg kopi beras setara dengan 1,6 kg kopi tanduk, artinya jika petani menjual dalam bentuk kopi tanduk maka nilai nominal yang diterima untuk 1,6 kg kopi tanduk berkisar Rp.15.000,-. Namun jika dikelola secara bersama-sama melalui alat pengupas kulit tanduk nilai jualnya bisa mencapai Rp.28.000/kg. hanya saja masih dibutuhkan biaya prosesing (Rp.1000/kg) biaya tenaga kerja untuk seleksi (Rp. 500/kg), biaya transportasi (Rp.1000 kg), dan biaya lain-lain (Rp. 1000,-). Total biaya yang dibutuhkan = Rp.3.500/kg. dengan demikian nilai tambah yang diperoleh petani jika dijual secara bersama dalam bentuk kopi beras adalah Rp. 28.000 – Rp. 15.000 – Rp.3500 = Rp.9.500. disamping itu limbah yang diperoleh dari proses pengupasan kulit tanduk dapat dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan pupuk organik. 7.2.4. Keragaan Teknologi Petani Keragaan teknologi budidaya kopi arabika di tingkat petani meliputi : pola tanam, jarak tanam, pemeliharaan tanaman, penen dan pasca panen, dapat dilihat pada tabel 2. Dari hasil pengamatan dan wawancara terhadap 20 petani kopi diketahui bahwa di Desa Benteng Alla Utara 90% pertanaman petani ditata dalam pola mono kultur kopi dan selebihnya 10% dalam pola campuran terutama dengan vanili dan kakao. Terdapat dua jenis tanaman pelindung yang dominan yakni: gamal dan lamtoro yang ditanam tiak berturan. Tindakan konservasi berupa pembuatan rorak dan terasering sudah dilakukan oleh 70% petani. Pemupukan 1-2 kali setahun sudah cukup baik dan dilaksanakan oleh 65% petani, selebihnya 35% hanya dilakukan 1 kali dalam 2 tahun atau lebih, penggunaan pupuk kandang tanpa pengelolaan terlebih dahul sudah sering dilakukan oleh sebagian besar petani (80%).
Tabel 5. Keragaan Teknologi budidaya kopi Arabika di desa Benteng Alla Utara, dan Benteng Alla, Kecamatan Alla, kabupaten Enrekang,2006. No. Komponen Teknnologi Persentase petani www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1.
Benteng Alla 70 30
Benteng Alla Utara 90 10
Pola tanam: - monokultur - Tumpang sari/polikultur Pemeliharaan tanaman: a. Konservasi lahan dan tanaman: - Terasering 30 30 - Rorak 40 - Tanpa konservasi 70 30 b. Pemupukan : - Frekuensi pemberian a. Dipupuk sekali 6 bulan 15 45 b. Dipupuk sekali setahun 15 20 c. Jarang dipupuk 70 35 - Jenis pupuk : a. Pupuk kimia 5 b. Pupuk kandang 25 80 c. Kombinasi pupuk kimia dan ppk. 70 20 Kandang c. Penangkasan : - Dipangkas rutin 15 40 - Jarang dipangkas 55 45 - Tidak dipangkas 30 15 d. Pengendalian hama/penyakit : - Kimia 5 - Senitasi 30 50 - Tanpa pengendalian 65 50 e. Penyiangan : - Sering 45 55 - Sekali-kali 55 45 Panen dan pasca panen : a. Pemetikan buah : - panen kecil (lelesan) 100 100 • panen raya (pertengahan) 100 100 • panen hijau (racutan) 100 100 b. Pengumpulan buah: - dipisah 70 95 - di gabung 30 5 c. pengolahan buah: - cara kering 100 100 d. produksi (kg/ha) 400-600 75 53 >600 25 47 Namun masih terdapat 20% petani yang melakukan pemupukan dengan mengunakan pupuk anorganik. Secara umum petani kopi di desa benteng Alla utara sudah mempraktekkan pemangkasan dengan baik. Walapun masih terdapat 15% petani yang belum berani memangkas tanamannya dengan alasan belum tau cara memangkas atau takut melakukan karena hasil akan menurun. Seleksi buah yang akan dipanen Nampak pada praktek panen kecil, panen raya, dan panen hijau sudah dilakukan oleh seluruh petani (100%). Cuma 5% petani respondent yang menggabung hasil panennya untuk diolah dengan menggunakan cara pengelolahan kering. Dengan praktek budidaya, terdapat 40% petani yang www.sulsel.litbang.deptan.go.id
emncapai tingkat produktivitas antara 400-600 Kg kopi tanduk/ha. Selebihnya 60% sudah berproduksi cukup baik >600kg kopi tanduk/ha. Selanjutnya di desa Benteng Alla jenis kopi arabika yang diusahakan umumnya varietas Lini S795, dengan jarak tanam berfariasi 2,75 m X 3,0 m atau 2,5 m X 2,5 m. kegiatan konservasi lahan dan tanaman masih jarang dilakukan petani. Hanya 30% petani yang membuat teras, padahal tingkat kemiringan lahan cukup besar sekitar 30-45%. Belum ditemui petani yang membuat pertanian membuat Rorak sebagai tempat penampungan hasil pangkasan tanaman hasil pangkas langsung ditumpuk sekitar daerah perakaran, yang dimaksudkan untuk mengurangi aliran permukaan dan berfungsi sebagai pupuk organi. Di samping itu ditumpukkan hasil-hasil pangkasan juga bermanfaat sebagai teras tunggal. Terdapat 30% petani yang memupuk secara rutin 6 bulan 12 bulan sekali dan selebihnya jarang memupuk. Petani sudah manfaatkan hijauan hasil pangkasan tanaman dan kotoran ternak sebagai pupuk organik. Walaupun pupuk organic yang dimasukkan adalah hasil pangkasan tanaman kopi/tanaman penaung dan kotoran kambing yang diberikan langsung kepertanaman. Praktek pemupukan demikia dapat berakibat kurang baik terhadap pertumbuhan dan perkmbangan tanaman karena bahan organic yang diberikan belum matang dan belum siap untuk dimanfaatkan oleh tanaman. Pemangkasan yang bertujuan untuk pemeliharaan dan pemangkasan produksi sangat jarang dilakukan oleh petani. Diketahui hanya 15 orang petani yang melakukan pemangkasan secara rutin,55% memangkas tidak sesuai anjuran, bahkan terdapat 30% yang tidak melakukan aktivitas pemangkasan. Akibatnya, dilapang sering ditemui tanaman mati karena adanya kasus over bearing die back yaitu: matinya tanaman setelah mengalami pembuahan lebat tanpa diikuti pemeliharaan yang tepat, misalnya: pemupukan. Selanjutnya pada tabel 2 nampak bahwa penggunaan insektisida kimia di desa Benteng Alla dalam upaya pengendalian hama dan penyakit sudah cukup rendah yaitu sekitar 5% petani dengan lahan mahalnya harga insektisida. Sanitasi lingkungan merupakan salah satu upaya yang dilakukan sekitar 30% petani dala hal pengelolahan hama. Selebihnya 70% tidak pernah melakukan tindakan pengendalian hama. Kondisi tersebut menyebabkan banyak buah yang rusak terserang hama penggerek buah kopi yang sangat berpengaruh terhadap kualitas produksi kopi petani. Semua petani melakukan buah pada panen pendahuluan (lelesan), akan tetapi biasanya petani menunggu sampai banyak buah yang berwarna merah (matang panen) untuk langsung panen raya. Umumnya panen berlangsung 4 kali setiap 1-2 sudah di praktekkan oleh 70% petani penggabungan buah biasanya terjadi pada buah hasl panen terakhir (recutan ). Hal ini terpaksa dilakuka agar cabang-cabang produksi bersih dari buah lama, untuk kemudian masuk ke stadion pembungaan selanjutnya. Seluruh petani seluruh petani lokasi pengkajian melakukan pengelolaan buah dengan cara kering. Pengolahan dilakukan menggunakan alat prosessing hasil rakitan pusat penelitian kopi dan kakao jember atau hasil modifikasi petani setempat. Dengan cara budidaya dan penanganan pasca panen yang dilakukan petani kopi di desa Benteng Alla Nampak sudah terdapat 25% petani yang mampu menghasilkan kopi tanduk >60 kg/ha dan selebihnya (75%) berproduksi antara 400-600 kg/ha. 7.2.5. Tanggap petani Terhadapteknologi Anjuran Paket teknologi yang di kaji meliputi : pembuatan dan pemanfaatan pupuk organic dari bahan baku campur limbah kopi dengan kotoran ternak, dosis 5 kg/pohon dengan dua kali aplikasi; pengendalian hama PBKo menggunakan agens bio-kontrol Beauvaria bassiana konsentrasi 0,2 gr formulasi/1 air dengan aplikasi satu kali per bulan; teknologi pemangkasan, pembuatan Rorak, dan semitasi tanaman. Serta panen dan pasca panen. Paket tknologi ini kemudian di bandingkan dengan peket teknologi yang eksis di tingkat petani.
Tabel 6. Respon Petani Terhadap paket teknologi anjuran, Enrekang,2006. Respon Petani
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
No
Paket Teknologi
Pupuk organik Pembuatan pupuk organik - Cara pemupukan: - Sebar dalam alur lingkaran pohon - Tidak sesuai Pembuatan Rorak: - Ukuran (50 X 50 X 50)cm - Tidak sesuai anjuran - Tidak membuat rorak Pemangkasan produksi - Pemangkasan sesuai anjuran - Hanya melakukan pangkasan ringan - Tidak memangkas Sanitasi linkungan - Penyiangan dan pembersihan sekitar kebun - Tidak melakukan Pengendalian hama - Beauvaria bassiana - Kimia - Tidak ada pengandalian Panen dan pascapanen a. a. pemetikan buah: - panen kecil (lelesan) - panen raya (pertegahan) - panen hijau (racutan) b. pengumpulan buah: - dipisah - digabung
Benteng Alla
Benteng Alla Utara
100
100
75 25
100 -
70 20 10
100 -
60 35 5
85 10 5
75 25
90 10
25 5 70
40 60
100 100 100
100 100 100
100 -
100 -
1.
Pada tabel 3 terlihat bahwa tanggap petani terhadap komponen teknologi anjuran sudah cukup tinggi. Di desa bantang Alla, pembuatan dan penggunaan pupuk organic sudah direspon oleh semua petani koperator. Namun masih terdapat 25% petani koperator di desa benteng Alla yang memupuk tidan sesuai anjuran yakni dihambur disekitar daerah perakaran tanaman tanpa ditimbun atau tanpa dicampur dengan tanah sekitarnya. Pembuatan rorak sudah diterapkan oleh 90% petani koperator di desa benteng Alla, walaupun masih ada 20 % diantaranya yang membuat tidak sesuai anjuran. Selanjutnya pemangkasan produksi sesuai dengan anjuran sudah diikuti oleh 60% petani koperator(pemangkasan berat dan diikuti minimal dua kali pemangkasan berat), terdapat juga 35% petani yang melakukan pemangkasan namun tidak sesuai anjuran, yaitu hanya melakukan pemangkasan ringansatu kali, dan 5% petani yang belum mau melakukan pemangkasan. Selain terbatasnya pengetahuan petani mengenai Teknologi pemangkasan, petani belum terbiasa/ berpengalaman dalam teknologi pemangkasan yang dianjurkan. Nampaknya petani yang belum melakukan pemangkasan atau yang hanya melakukan pemangkasan ringan masih ingin melihat/mempelajari hasil pemangkasan yang dilakukan. Enurut Supriadji (1996), pemangkasan berat di anjurkan segera setelah panen agar memasuki awal musim hujan tunas-tunas baru dapat segera terbentuk dan tumbuh besar untuk kemudian dilakukan pemangkasan seleksi. Pembersihan lingkungan kebun yang dilakukan petani dengan gotong royong pengendalian hama terutama penggerek buah kopi www.sulsel.litbang.deptan.go.id
dengan menggunakan agensia bio control Beauvaria bassiana konsentrasi 0,2 gr/1 air belum dilakuka oleh semua petani koperator hanya 25% petani yang melakukan secara benar, selebihnya masih menggunakan insektisida yang ada di pasaran bahkan terdapat 70% petani yang tidak melakukan pengendalian. Hal ini karena petani masih terkenal pembuatan biakan murni Beauvaria bessiana. Model pendampingan yang dilakukan selama pengkajian berlangsung, Nampak cukup berhasil memperbaiki upaya peningkatan kulitas produksi. Terlihat bahwa seluruh petani koperator (100%) sudah menyeleksi buah-buah yang akan di panen . panen dilakukan pada buah yang berwarna merah saja. Jika terdapat buah yang masih hijau, maka akan di poisahkan dari buah merah sebelum di olah. Selanjutnya pada Tabel 3 nampak bahwa tanggappetani di desa Benteng Alla Utara terhadap teknologi introduksi sudah lebih tinggi jika di bandingkan dengan desa Benteng Alla. Hal ini terutama terlihat pada komponen teknologi cara pemupukan dan pembuatan Rorak. Aplikasi pupuk organic yang sesuai anjuran (ditebar± 1 meter dalam alur lingkaran akar kemudian di timbun) sudah diterapkan oleh 100% petani koperator demikian halnya dengan pembuatan Rorak. Komponen teknologi pemangkasan sesuai anjuran mampuditerapkan oleh 85% petani dan hanya 5% yang belum melakukan pemangkasan. Aktivitas petani di desa Benteng Alla Utara untuk membersihkan kebun Nampak lebih tinggi (90%) dibandingkan dengan desa Benteng Alla. Selanjutnya pemanfaatan Beauvaria bassiana untuk pegendalian hama bubuk buah kopi sudah dilakukan oleh 40% petani, dan tidak terdapat petani yang mengunakan insektisida buatan yang mengandung bahan kimia. Seleksi buah yang akan di panen sudah dilakukan dengan baik oleh seluruh petani koperator. 7.2.6.
Keragaan pertumbuhan, komponen produksi, dan estimasi hasil Komponen pertumbuhan yang diamati adalah : lebar tajuk, diameter batang, dan jumlah cabang produksi. Pengamatan dilakukan sebelum dan sesudah pengkajian. Keragaan komponen pertumbuhan tanaman kopi petani koperator (kelompok 1 sampai 4)dan petani non koperator disajikan pada tabel 4 dan 5. Tabel 7. Keragaan komponen pertumbuhan tanaman kopi sebelum dan sesudah pengkajia pada petani koperator dan Non-koperator, Enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 1 Kelompok 2 Non-Koperator sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah Lebar Tajuk (cm) 169,3 180,5 161,4 179,5 172,4 177,6 Diameter Btg (mm) 93,2 94,4 92,9 93,6 93,1 93,4 Jumlah cab. Produksi 38,3 47,2 35,7 45,1 62,4 65,3 Tabel 8. Keragaan komponen pertumbuhan tanaman kopi sebelum dan sesudah pengkajia pada petani koperator dan Non-koperator, Enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 3 Kelompok 4 Non-Koperator sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah Lebar Tajuk (cm) 170,9 183,1 172,4 182,8 174,6 178,3 Diameter Btg (mm) 94,1 94,9 93,9 94,7 93,3 93,8 Jumlah cab. Produksi 38,6 43,4 31,6 41,1 63,3 65,7 Hasil analisis terhadap komponen lebar tajuk, diameter batang, dan jumlah cabang produksi sebelum dan sesudah pengkajian pada Tabel 4 dan 5 menunjukkan bahwa, secara umum terhadap kualitas komponen pertumbuhan setelah pengkajian dilakukan. Selanjutnya rata-rata perbaikan pertumbuhan tanaman kopi pada petani koperator Nampak lebih baik jika di bandingkan pada pertanaman petani non-koperator di duga, perbaikan pertumbuhan yang lebih baik pada pertanaman petani koperator di sebabkan oleh besarnya respon petani untuk menerapkan paket teknologi budidaya anjuran. Paket teknologi dimaksud adalah : pemberian pupuk organik, penggunaan agens bio control. www.sulsel.litbang.deptan.go.id
B. Bassiana dalam pengendalian hama, pemangkasan teratur, dan sanitasi lingkungan. Kanro,dkk, (2005) menyatakan bahwa pengembangan pupuk organic dari campuran limbah kopi dengan kotoran ternak mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman kopi. Akan tetapi penggunaan pupuk organic saja tidak akan mampu memperbaiki pertumbuhan tani tanpa di dukung oleh komponen teknologi budidaya lainnya. Setiap komponen teknologi dalam paket teknologi budidaya kopi Arabika mempunyai peranan yang sama dan upaya perbaikan pertumbuhan. Komponen produksi diamati adalah jumlah buku (dompolan) bercabang produksi dan jumlah buah per dompolan. Komponen produksi dan produksi sebelum pengkajian serta komponen produksi sesudah pengkajian merupakan nilai actual. Sedangkan produksi setelah pengkajian merupakan estimasi produksa berdasarkan hasil pengamatan komponen produksi. Produksi merupakan fungsi dari cabang, jumlah buku, jumlah buah, bobot buah, dan populasi tanaman, sehingga produksi estimasi berdasarkan komponen-komponen tersebut. Hasil analisis komponen produksi dan estimasi hasil dapat dilihat pada Tabel 6 dan 7. Data pada Tabel 6 dan 7 menunjukkan bahwa, kecenderungan peningkatan komponen produksi pada petani koperator lebih berarti dibandingkan dengan peningkatan komponen produksi pada petani non koperator. Hal ini menggambarkan bahwa, aplikasi paket teknologi budidaya kopi arabika pada petani koperator cukup berpengaruh terhadap perbaikan pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebaliknya peningkatan kuantitas komponen produksi pada petani non koperator Nampak belum berarti, malah jumlah buku bercabang produksi cenderung berkurang setelah pengkajian. Tabel 9. Keragaan komponen produksi tanaman kopi sebelum dan sesudah pengkajian pada Petani koperator dan non koperator, enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 1 Kelompok 2 Non-Koperator sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah Jumlah buku/cab. prod 6,2 8,3 6,8 8,9 7,0 6,8 Jumalh bh/buku 8,8 11,7 8,9 11,2 8,8 9,0 Estimasi produksi 0,4832 1,058 0,498 1,038 0,89 0,92 Tabel 10. Keragaan komponen produksi tanaman kopi sebelum dan sesudah pengkajian pada Petani koperator dan non koperator, enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 3 Kelompok 4 Non-Koperator sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah Jumlah buku/cab. prod 7,1 9,4 8,7 10,3 7,1 6,7 Jumalh bh/buku 9,1 12,0 9,2 12,5 8,6 8,9 Estimasi produksi 0,576 1,131 0,584 1,222 0,89 0,90 7.2.7. Komponen Kualitas Hasil Komponen kualitas hasil yang diamati dan di analisis adalah; bobot buah, bobot biji tanduk, bobot biji beras, dan rendamen hasil. Analisis komponen kualitas hasil sebelum dan sesudah pengkajian disajikan pada Tabel 8 dan 9. Pada Tabel 8 dan 9 nampak bahwa, introduksi paket teknologi budidaya kopi organic pada petani koperator mampu memperbaiki kualitas hasil kopi lebih baik di bandingkan kualitas hasil pada petani non-koperator. Tabel 11. Keragaan komponen kualitas hasil sebelum dan sesudah pengkajian pada petani koperator dan non koperator, Enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 1 Kelompok 2 Non-Koperator www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Bobot buah (g) Bobot biji tanduk (g) Bobot biji beras (g) Rendamen (%)
sebelum 1,52 0,38 0,31 0,20
sesudah 1,62 0,42 0,35 0,22
sebelum 1,49 0,39 0,32 0,21
sesudah 1,58 0,42 0,36 0,23
sebelum 1,49 0,37 0,29 0,20
sesudah 1,52 0,38 0,31 0,21
Sebelum pengkajian, rata-rata persentase bobot biji tanduk dari bopbot buah berkisar 26,66 %, dan persentase bobot biji beras (biji kopi tanpa kulit tanduk) dari bobot buah adalah 21,52 %. Setelah pengkajian ratio tersebut nyata meningkat menjadi masing-masing : 28,46 % dan 23,69 %. Tabel 12. Keragaan komponen kualitas hasil sebelum dan sesudah pengkajian pada petani koperator dan non koperator, Enrekang 2006. PARAMETER Kelompok 1 Kelompok 2 Non-Koperator sebelum sesudah sebelum sesudah sebelum sesudah Bobot buah (g) 1,51 1,64 1,52 1,66 1,51 1,56 Bobot biji tanduk (g) 0,40 0,50 0,44 0,51 0,38 0,39 Bobot biji beras (g) 0,32 0,40 0,35 0,43 0,30 0,32 Rendamen (%) 0,21 0,24 0,23 0,26 0,20 0,20 Sebaliknya pada petani non-koperator, terlihat bahwa komponen kualitas hasil tidak mengalami perubahan. Hal ini menggambarkan bahwa, penggunaan pupuk organik, pemeliharaan yang baik, pemanfaatan B.Bassiana untuk pengendalian hama, dan seleksi buah yang akan di panen secara bersama-sama mampu memberi pengaruh terhadap perbaikan kualitas hasil tanaman kopi arabika. 7.2.8.
Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan petani dari usahatani kopi arabika di hitung dari selisih nilai produksi dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan nilai produksi merupakan hasil perkalian antara produksi dengan harga yang berlaku saat pengkajian berlangsung. Rincian pendapatan petani pada setiap kelompok dapat dilihat pada tabel 10. Produksi rata-rata pada kelompok 1 adalah 482 kg/ha, kelompok 3 rata-rata produksi 576 kg/ha, dan kelompok 4 dengan rata-rata produksi 584 kg/ha. Jika harga jual kopi tanduk rata-rata Rp. 2.500./kg. maka keuntungan yang diperoleh petani pada kelompok 1,3, dan 4 berturut-turut Rp. 2.511.500; Rp 3.217.358; dan Rp. 3.277.178. keuntungan tersebut diperoleh dari penerimaan masing-masing kelompok dikurangi biaya produksi rata-rata Rp. 1.100.000/ha
Tabel 13. Rata-rata pendapatan Petani kopi arabika menurut kelompok Tani koperator, Enrekang 2006. SEBELUM PENGKAJIAN
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KELOMPOK 1 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
NILAI PRODUKSI (Rp.) 3.611.500 4.317.358 4.377.178
KELOMPOK 1 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4
7.935.000 20.160.360 21.770.100
BIAYA (Rp.) 1.100.000 1.100.000 1.100.000 SESUDAH PENGKAJIAN 2.100.000 6.058.500 6.375.835 PENINGKATAN KEUNTUNGAN 147% 454% 398%
KELOMPOK 1 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4 Keterangan : - Harga jual kopi tanduk Kelompok 1 = Rp. 7500/kg - Harga jual Kopi beras Kelompok 3 dan 4 = Rp. 22.000./kg
KEUNTUNGAN (Rp.) 2.511.500 3.217.358 3.277.178 5.835.000 14.101.860 15.394.266 SELISIH KEUNTUNGAN 3.323.500 10.884.502 12.117.087
Selanjutnya setelah pengkajian, dengan menerapkan teknologi anjuran pada usahatani kopi arabika, terlihat bahwa keuntungan yang diperoleh petani nyata semakin meningkat. Pada kelompok 1 nampak terjadi peningkatan biaya menjadi Rp. 2.100.000/ha. Hal tersebut karena adanya aktivitas pembuatan pupuk organic. Setiap patani harus mengeluarkan biaya tambahan sebesar Rp. 1.000.000/ha atau setara dengan 133,3 kg kopi tanduk. Penambahan biaya digunakan untuk pembelian bahan pencampur pupuk organik (dedak, EM4, dan gula) , dan beban tenaga kerja (pembuatan pupuk organik, pemangkasan, pembuatan Rorak, dan penyiangan manual). Pada tabel 10nampak pula bahwa, keuntungan yang diperoleh pada kelompok 3 dan 4 lebih besar di bandingkan dengan keuntungan kelompok 1. Walaupun biaya produksi juga lebih besar, masing-masing Rp. 6.058.500 dan Rp. 6.375. 835. Pengelolaan hasil panen kopi pada kelompok 3 dan 4 dilakukan sampai kopi beras. Pada kelompok 3 dan 4 terdapat unit pengelolaan kopi tanduk menjadi kopi beras. Dalam proses pengelolahan tersebut dibutuhkan tambahan biaya yang meliputi : biaya prosessing, biaya transportasi, fee untuk koperasi dan sebagainya. Penjualan kopi berasdilakukan secara berkelompok langsung ke eksportir di Makassar dengan harga jual Rata-rata Rp. 22.000/kg. dengan demikian jika rata-rata produktivitas kelompok 3 dan kelompok 4 masing – masing setara dengan 904 dan 1.002 kg kopi beras/ha, maka penerimaan patani adalah Rp. 19.905.600 dan Rp. 22.044.880. dan keuntungan yang diperoleh adalah Rp. 14.101.860 (kelompok 3) dan Rp. 15.394.266 (kelompok 4).
KESIMPULAN
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1. Berdasarkan criteria produksi kopi beras/pohon terpilih masing-masing tiga klon dari Lini S795, yaitu : BA/4/S/6 ; BA/4/S/10, dan B/2/S/01, dan klon dari kartika, yaitu : BA/1/K/5; BA/3/K/2. 2. Kompatabilitas Lini S795 lebih tinggi bila penyambungan dilakukan pada tanaman muda di polybag. Sedangkan untuk Kartika kompatabilitas sama baik penyambungan tanaman muda maupun pada penyambungan pada tanaman tua. 3. Pembuatan kebun entries dengan memanfaatkan tanaman tua cukup prospektif. 4. Guna mendukung usaha peremajaan dan pengembangan kopi arabika dan menjamin validitas data, pemeliharaan kebun entries dan pengamatan sifat-sifat penting perlu diteruskan hingga umur produktif. 5. Aplikasi paket teknologi system usahatani kopi arabika organic mampu memperbaiki komponen pertumbuhan, komponen hasil, dan produktivitas tanaman kopi Arabika. 6. Pendapatan petani setelah pengkajian, jika dijual dalam bentuk kopi tanduk meningkat menjadi Rp. 3.323.500/ha atau meningkat 147% lebih baik jika dibandingkan dengan pendapatan sebelum pengkajian (Rp. 2.511.500/ha); sedangkan jika dijual secara berkelompok dalam bentuk kopi beras perolehan pendapatan meningkat antara Rp. 10.884.502 – Rp. 12.117.087/ha atau meningkat antara 398-454% lebih dibandingkan dengan pendapatan sebelum pengkajian yang hanya mencapai Rp. 3.217.358 – Rp. 3.277.178.-
DAFTAR PUSTAKA AEKI,1996. Realisasi ekspor kopi Indonesia, Tahun kopi : 1980/81-1994/1995. Warta AEKI, Jakarta, No. 47, hal 13. Anonim, 1995. Budidaya tanaman kopi. Aksi Agraris Kanisius, Yogyakarta, hal 120. Disbun Sul-Sel, 1999. Statistik perkebunan tahun 1998. Dinas Perkebunan Propinsi Dati I Sulawesi Selatan 63 hal. Disbun, Enrekang, 2003. Laporan Tahunan. Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekan. Toraja. Dinas Perkebunan Kabupaten Enrekang. Disbun, Tana Toraja, 2003. Laporan Tahunan. Pemerintah Daerah Kabupaten Tana Toraja. Dinas Perkebunan RI, Jakarta, 89 hal. Ditjebun, 1996. Program pengembangan Indonesia 1995-1997. Kopi. Direktorat jendral Perkebunan RI, Jakarta,89 hal. -----------, 1997. Program pengembangan kopi arabika. Pertemuan teknis dan Kemitraan Kopi Arabika 1997/1998 di Ujung Pandang, tanggal 23-25 juli 1997, 12 hal. Mawardi, s., 1992. Botani kopi. Bahan pelatihan teknik budidaya dan pengelohan kopi. Buku I, Pusat Penelitian PerkebunanJember. 61 hal. Nappu, M.B., B.A. Darmawidan, A., J. Biri dan G. Aldar, 2000. Pengkajian system usahatani kopi organik. Laporan Hasil Pengkajian T.A. 1999/2000 (belum diterbitkan). Balai Pengkajian Teknologi Pertanian,Kendari, 41 hal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Nur, AM., dan Soenarjo, 1990. Usaha peningkatan produksi dan mutu kopi. Dalam : Darwis, S.N. dkk. (ed). Prosiding Temu Tugas Perkebunan dan TanamanIndustri Lingkup Prop. Sumatera Barat, Riau, dan Jambi. Peter, I.,S. Kadir, B. Aliem, dan A. Darmawidam. 2003. Kajian pemanfaatan Pupuk Organik pada Tanaman Kopi Arabika. Laporan Hasil Pengkajian, BPTP Sulawesi Selatan. Pusnt koka, 2004. Penelitian kopi. Kunjungan ke 34, sejak 18 Maret 2004.w w w. Ipart. Com/Penelitian_kopi.asp-25k. 19 Agustus 2004. Wibawa, A., 1996. Pengelolaan bahan organic diperkebunan kopi dan kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 12 (2). Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Assosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Jember, 147 hal. Wiryadipura, 1996. Uji terap pengendalian hama bubuk buah kopi menggunakan jamur Beauvaria di Sulawesi Selatan. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol 12 (2). Pusat Penelitian Kopi Kakao. Assosiasi Penelitian Perkebunan Indonesia, Jember, 147 hal.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
Daftar Petani Koperator Kajian Pengembangan Paket Teknologi Mendukung Sut Kopi Organik Menurut Kelompok Dan Produktivitas Sebelum Dan Sesudah Pengkajian Enrekang 2006. KELOMPOK TANI I : TARUNA TANI LUMBAJA LOKASI : DESA BENTENG ALLA, KEC. ALLA, KAB. ENREKANG NO NAMA LUAS SEBELUM (ha) TON TON/HA 1 2 3 4 5 1 ABD. HAKIM 0.45 0.17 0.375 2 M. AMIR 0.35 0.20 0.584 3 SAHBAR 0.35 0.24 0.679 4 RUSLAN 0.40 0.16 0.392 5 RAHMAN 0.60 0.20 0.330 6 PAJAR 0.50 0.20 0.409 7 MUHAJIR 0.45 0.19 0.421 8 IQBAL 0.60 0.20 0.326 9 ADAM.B. 0.50 0.25 0.499 10 AMMAR 0.35 0.27 0.770 11 NURMAN 0.70 0.46 0.655 12 MARSUKI 0.50 0.25 0.500 13 TAWAKKAL 0.50 0.29 0.579 14 JAPAR 0.40 0.18 0.444 15 JUMADI 0.45 0.23 0.518 16 KUNNI 0.50 0.16 0.320 17 KAMARUDDIN 0.35 0.14 0.411 18 LIU SUMAILA 0.60 0.22 0.370 19 RAFIUDDIN 0.50 0.16 0.313 20 BAHARUDDIN 0.45 0.27 0.600 21 RIDA 0.50 0.25 0.509 22 RIMBA 0.70 0.42 0.606 23 HUSAIN.L. 0.50 0.21 0.419 24 SITEN 0.70 0.43 0.619 25 ANWAR.B. 0.60 0.24 0.393 JUMLAH 12.50 5.99 12.04 RATA-RATA 0.50 0.24 0.482
ESTIMINASI SESUDAH 6 0.81 1.23 2.49 0.84 0.95 0.74 0.73 1.24 0.92 1.15 1.16 1.34 1.71 0.84 1.27 0.87 0.91 0.78 0.85 1.18 1.03 1.72 0.92 1.02 0.75 26.45 1.058
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KELOMPOK TANI 2 : REMAJA BAKTI LOKASI : BENTENG ALLA, KEC. ALLA, KAB. ENREKANG NO NAMA LUAS SEBELUM (ha) TON TON/HA 1 2 3 4 5 1 SULEMAN R. 0.45 0.156 0.347 2 KAMARUDDIN 0.50 0.192 0.384 3 DAHLAN 0.30 0.213 0.708 4 HUSAIN, L. 0.50 0.144 0.289 5 ABD.HASYIM 0.50 0.186 0.371 6 NURMAN 0.40 0.192 0.480 7 RIMPA 0.45 0.177 0.393 8 RAHMAN 0.25 0.183 0.733 9 SUTI 0.60 0.237 0.395 10 AMIRUDDIN 0.50 0.257 0.514 11 BASRI 0.50 0. 321 0.643 12 BOBI 0.60 0.238 0.396 13 BANCONG 0.35 0.239 0.684 14 KUNNU 0.30 0.165 0.550 15 SAINAL 0.50 0. 221 0.441 16 AMRUL 0.65 0.148 0.227 17 BASIR MINA 0.40 0.131 0.328 18 PISAL 0.40 0.209 0.523 19 MARTONO 0.50 0.144 0.288 20 P. AMRAN 0.30 0.258 0.858 21 PASANG 0.65 0.242 0.372 22 BASIRAK 0.25 0.268 0.070 23 KADIR 0.40 0.197 0.492 24 NATSIR 0.50 0.327 0.654 25 BACOK 0.50 0.223 0.446 26 P. SATRI 0.35 0.136 0.388 27 P.HANA. 0.40 0.191 0.477 JUMLAH 12.00 5.99 13.45 RATA-RATA 0.44 0.21 0.498
ESTIMINASI SESUDAH 6 0.821 1.219 1.470 0.820 0.930 1.235 0.710 1.220 0.900 1.130 1.140 1.320 1.593 0.820 1.250 0.850 0.872 0.760 0.756 1.154 1.010 1.624 1.025 1.216 0.730 0.605 0.844 28.02 1.038
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
KELOMPOK TANI 3 : TO’BEANG LOKASI : DESA BT.ALLA UTARA, KEC. ALLA, KAB. ENREKANG NO NAMA LUAS SEBELUM (ha) TON TON/HA 1 2 3 4 5 1 UDI 0.40 0.264 0.659 2 BENI 0.50 0.338 0.676 3 MARTEN 0.50 0.251 0.503 4 HUSEIN 0.30 0.256 0.854 5 BAKRI 0.25 0.238 0.950 6 BAKKAN 0.80 0.226 0.283 7 SALIM 0.60 0.256 0.426 8 SUMANG 0.70 0.265 0.379 9 M.TAPPI 0.50 0.266 0.531 10 HAKIM 0.50 0.214 0.428 11 RIMPUN 0.45 0.340 0.756 12 RAJO 0.50 0.232 0.464 JUMLAH : 6.00 3.15 6.91 0.500 0.262 0.576 KELOMPOK TANI 4 : TONGKO SITURU LOKASI : DESA BT.ALLA UTARA, KEC. ALLA, KAB. ENREKANG NO NAMA LUAS SEBELUM (ha) TON TON/HA 1 2 3 4 5 1 YUSUF 0.75 0.301 0.401 2 ABD.KADIR 0.45 0.279 0.621 3 SAFAR 0.50 0.294 0.589 4 AHMAD LIGUS 0.60 0.268 0.446 5 LAMMA 0.40 0.271 0.678 6 SABTOR 0.50 0.274 0.548 7 RUDDING 0.70 0.333 0.475 8 MUKTAR 0.35 0.265 0.757 9 NULI 0.50 0.319 0.638 10 RAHMAN 0.50 0.339 0.678 11 ISMAIL SONI 0.50 0.403 0.806 12 MULIONO 0.45 0.319 0.710 13 RAMANG 0.60 0.321 0.535 14 DANGGOLO 0.50 0.247 0.494 15 SURADI 0.50 0.303 0.605 16 AMIR, S. 0.50 0.241 0.481 17 PATOLA 0.50 0.314 0.629 18 LUKMAN 0.70 0.291 0.416 JUMLAH : 9.50 5.38 10.51 RATA-RATA : 0.528 0.299 0.584
SESUDAH
1.210 1.174 1.240 1.113 1.205 1.159 1.065 1.072 1.094 1.026 0.993 1.225 13.58 1.131
SESUDAH TON/HA 1.32 1.43 1.14 1.15 1.33 1.01 1.24 1.25 1.15 1.80 1.12 1.36 0.96 1.14 1.07 1.13 1.27 1.12 21.99 1.222
www.sulsel.litbang.deptan.go.id