Aktivitas Parasitoid Larva (Snellenius manilae) Ashmead (Hymenoptera : Braconidae) dan Eriborus Sp (Cameron) (Hymenoptera : Ichneumonidae) dalam Mengendalikan Hama Tanaman Nila Wardani Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung E-mail:
[email protected] Abstrak Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan strategi pengendalian hama yang didasarkan pada kaidah-kaidah ekologis yang sangat menekankan pada kegiatan faktor-faktor mortalitas alamiah. Inti dari PHT adalah pengendalian hayati yang menggunakan serangga bermanfaat seperti parasitoid dan predator. Ada berbagai jenis serangga yang berfungsi sebagai parasitoid, diantaranya yang potensial adalah Snellenius (Microplitis) Manilae Ashmead dan Eriborus sp (Hymenoptera : Braconidae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas parasitisasi dua parasitoid larva terhadap larva hama tanaman kubis. Metode penelitian dilakukan dengan cara choise metode dan non choise metode. Pada pengamatan aktivitas kedua parasitoid ini diketahui bahwa tingkat parasitisasi paling tinggi (76%), pada pemaparan terkecil yaitu jumlah 5 larva untuk sepasang parasiotid Snellenius (Microplitis). Dari 50 larva yang dibedah didapatkan persentasi parasitisasi adalah 40% atau hanya 20 telur parasitoid yang ditemukan pada 50 larva yang dipaparkan. Untuk parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae, tidak terjadi parasitisasi (superparasitisasi) pada larva Crocidolomia pavonana . Tingkat parasitisasi Eriborus sp, di lapangan cukup tinggi yaitu mencapai 35%. Jumlah larva inang yang sedikit, akan meningkatkan persentase parasitisasi oleh parasitoid. Jumlah telur yang mampu diletakkan oleh parasitoid dipengaruhi oleh kemampuan parasitoid dalam meletakkan telur, umur parasitoid, dan jenis pakan. Parasitoid meletakkan telur hanya pada inang tertentu, hal ini berkaitan dengan kesesuaian dan kespesifikan inang, Sedangkan superparsitisasi dapat terjadi pada suatu parasitoid jika parasitoid tersebut tidak mampu mengenali telur yang sudah terparasit. Pada tubuh larva sendiri dapat terjadi mekanisma pertahanan yang disebut enkapsulasi, yang akan mempengaruhi ketahanan inang terhadap parasitoid. Kata kunci: Eriborus sp, Parasitoid, Snellenius Manilae.
Pendahuluan Saat ini pengendalian serangga hama lebih ditekankan dengan menggunakan pendekatan Pengendalian Hama Terpadu (PHT). PHT adalah strategi pengendalian hama yang berdasarkan pada kaidah-kaidah ekologi yang sangat menekankan pada kegiatan faktor-faktor mortalitas alamiah serta menggunakan taktik pengendalian yang sedikit mungkin mengganggu faktor alamiah tersebut. Pengendalian hayati merupakan inti dari PHT, yaitu pemanfaatan musuh alami dalam mengendalikan hama yang merugikan.
Musuh alami yang cukup sering digunakan adalah
parasitoid, karena tingkat parasitisasi di lapangan secara alami cukup tinggi. Beberapa musuh alami parasitoid yang dikenal adalah Snellenius (Microplitis) Manilae Ashmead (Hymenoptera : Braconidae), Telenomus sp (Hymenoptera:Scelionidae), Campoplex sp (Hymenoptera Braconidae), Eriborus argenteopilosus (Cameron) (Hymenoptera : Ichneumonidae). Parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae Ashmead (Hymenoptera : Braconidae) merupakan endoparasit yang mengalami perkembangan hipermetamorfosis. Telur parasitoid bertipe hymenopteriform, larva terdiri dari empat instar yang berbeda bentuknya, pupa bertipe eksarata dan berada dalam kokon. Siklus hidup S. Manilae sekitar 12 hari, stadia telur kurang dari 2 hari, stadia larva sekitar 5 hari, stadia prapupa sekitar 2 hari, stadia pupa antara 3-4 hari dan
872
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
masa pre oviposisi imago betina kurang dari satu hari (Prabowo, 1996). S. Manilae merupakan endoparasitoid pada inang ulat grayak Spodoptera litura. Tingkat parasitisasi dilapangan dapat mencapai 70% (Pudjianto & Sartiami, 1996). Ulat grayak Spodoptera litura Fabricus (Lepidoptera:Noctuidae) merupakan hama penting pada tanaman, bersifat polipag dan merusak beberapa jenis tanaman budidaya. Salah satu musuh alami penting dari ulat grayak adalah Snellenius (Microplitis) Manilae, disamping itu juga terdapat Telenomus sp (Hymenoptera:Scelionidae), Campoplex sp (Hymenoptera Braconidae) (Kalshoven. 1981). Serangga parasitoid
Eriborus
argenteopilosus
(Cameron)
(Hymenoptera
:
Ichneumonidae) sebelumnya dikenal dengan nama Diadegma argenteopilosus (Kalshoven. 1981), Inareolata sp (Othman 1982), dan kemudian menjadi Eriborus argenteopilosus. Parasitoid ini telah dilaporkan sebagai musuh alami ulat penggerek tongkol jagung Helicoverpa armigera, ulat garayak, dan ulat krop kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Sin. Crocidolomia binotalis Zeller) (Lepidoptera : Pyralidae). Telur parasitoid ini berukuran mikroskopis yaitu 0,18 x 0,04 mm – 0,52 x 0,11 mm. Telur berwarna putih dengan bentuk yang menyerupai kacang buncis, diletakkan secara tunggal di dalam tubuh larva (Othman 1982). Larva berwarna keputihan dan dapat dibedakan antara kepala dengan ruas abdomen terakhir, rata-rata lama stadium larva 9,3 hari, pupa berwarna coklat tua dengan ukuran 7,0 x 2,0 mm sampai 9,0 x 3,0 mm (Othman 1982). Keperidian imago betina 317-453 butir telur (Hadi. 1985). C. pavonana termasuk dalam famili Pyralidae, ulat ini merupakan hama penting yang merusak tanaman dari jenis brassicaceae seperti kubis, brokoli, sawi, lobak, dll, dan dapat juga hidup pada sawi liar (Nasturtium sp). Larva C. Pavonana mempunyai kemampuan makan yang besar terutama pada instar II – IV pada daun muda dan daun tua serta krop yang terbentuk sehingga dapat mengakibatkan kehilangan hasil yang tinggi. Oleh karena itu adanya musuh alami di lapangan sangat membantu untuk dapat menekan tingkat populasi dari serangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tingkat parasitisasi parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae pada inang Spodoptera litura, dengan metode pilihan (choise) dan tanpa pilihan (non choise), mengetahui adanya superparasitisasi larva Crocidolomia pavonana (F.) (Sin. Crocidolomia binotalis Zeller) (Lepidoptera:Pyralidae) dengan parasitoid Eriborus sp dan Snellenius (Microplitis) Manilae dan mengetahui tingkat parasitisasi parasitoid Eriborus sp, pada larva Crocidolomia pavonana, di lapangan. Bahan dan Metode Penelitian dilakukan di laboratorium fisiologi serangga IPB, pada bulan Januari sampai April 2013. Bahan dan alat Daun talas, Caisin, kurungan plastik, cawan petri, larva Spodoptera litura, Crocidolomia pavonana , Snellenius (Microplitis) Manilae, Eriborus sp, kuas, gunting, kertas label, botol film, tabung kaca, pinset.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
873
Metodologi: Metode dengan pilihan (Choise metode) Sepasang parasitoid (jantan & betina) Snellenius (Microplitis) Manilae di paparkan pada larva Spodoptera litura, dengan perlakuan: 1. 5 larva Spodoptera litura, pada satu kurungan plastik. 2. 3.
10 larva Spodoptera litura, pada satu kurungan plastik 20 larva Spodoptera litura, pada satu kurungan plastik
Prosedur : Larva Spodoptera litura, dimasukan ke dalam kurungan plastik berbentuk silinder bertutupkan kain kasa diameter 10 cm dan tinggi 25 cm. Larva diberi makan daun talas yang diletakkan pada wadah botol film. Jumlah larva yang dimasukkan pada masing-masing wadah adalah 5, 10, 20 ekor larva instar 2-3. Kemudian kedalam masing-masing perlakuan dilepaskan sepasang parasitoid (jantan dan betina) Snellenius (Microplitis) Manilae yang telah dipuasakan terlebih dahulu. Semua perlakuan diulang sebanyak 5 kali. Semua perlakuan kemudian disimpan selama 2 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan dengan malakukan pembedahan pada larva Spodoptera litura, kemudian dihitung jumlah telur atau larva parasitoid yang ada di dalam larva Spodoptera litura. Persentase larva yang terparasit (persentase parasitisasi) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Σ larva terparasit Persentase parasitisasi = ---------------------------------- x 100% Σ larva yang dipaparkan
Metode dengan tanpa pilihan (Non Choise metode) Metode : Larva Spodoptera litura, instar 2-3 yang telah dipelihara dipaparkan dengan metode non choise (tanpa pilihan) yaitu dengan memasukkan beberapa larva Spodoptera litura, ke dalam tebung kaca yang telah dilepas 1 ekor parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae betina, kemudian larva yang telah diteluri (oviposisi) oleh parasitoid diambil dan dipisahkan ke dalam cawan petri. Jumlah larva yang di paparkan adalah 50 ekor untuk satu betina. Jumlah total larva yang paparkan adalah 100 larva yang ditempatkan pada dua cawan petri dan kemudian diberi makan dengan daun talas. Persentase larva yang terparasit (persentase parasitisasi) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Σ larva terparasit Persentase parasitisasi = ---------------------------------- x 100% Σ larva yang dipaparkan
Percobaan superparasitisasi larva Crocidolomia pavonana (F.) (Sin. Crocidolomia binotalis Zeller) (Lepidoptera:Pyralidae) dengan parasitoid Eriborus sp dan Snellenius (Microplitis) Manilae.
874
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Metode : Larva Crocidolomia pavonana, instar 2-3 yang telah dipelihara dipaparkan dengan metode non choise (tanpa pilihan) yaitu dengan memasukkan beberapa larva Crocidolomia pavonana, ke dalam tebung kaca yang telah dilepas 1 ekor parasitoid Eriborus sp betina, kemudian larva yang telah diteluri (oviposisi) oleh parasitoid diambil dan dipisahkan ke dalam cawan petri. Jumlah larva Crocidolomia pavonana, yang diekspos untuk satu betina parasitoid lebih kurang 80 ekor. Pada percobaan ini digunakan 2 ekor parasitoid betina dan 160 ekor larva Crocidolomia pavonana. Kemudian ke 160 larva Crocidolomia pavonana yang telah diparasiti oleh parasitoid Eriborus sp, dipaparkan pada parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae, dengan cara memasukkan larva-larva ini pada kurungan plastik silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 50 cm yang telah diisi dengan parasitoid Snellenius manilae dengan jumlah 10-20 ekor, untuk 80 ekor larva. Kemudian pemaparan ini dibiarkan selama 3 hari dan dilakukan pengamatan dengan membedah larva Crocidolomia pavonana, dan dilihat kejadian parasitisasi dan superparasitisasinya. Persentase larva yang terparasit (persentase superparasitisasi) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Σ larva terparasit lebih dari 1 telur Persentase superparasitisasi = -------------------------------------------------- x 100% Σ larva yang dipaparkan Tingkat parasitisasi parasitoid Eriborus sp, pada larva Crocidolomia pavonana, di lapangan. Larva yang telah terparasit diambil dari lapangan tanggal 19 Maret 2011 sebanyak 20 larva. Kemudian pembedahan dilakukan di laboratorium Fisiologi/toksikologi tanggal 21 Maret 2011-04-11. Persentase larva yang terparasit (persentase parasitisasi) dihitung dengan rumus sebagai berikut : Σ larva terparasit Persentase parasitisasi = ---------------------------------- x 100% Σ larva yang didapatkan
Hasil dan Pembahasan
Metode dengan pilihan (Choise metode) Dari hasil pengamatan diketahui persentase larva Spodoptera litura yang terparasit pada masing-masing jumlah larva yang dipaparkan pada parasiotid Snellenius (Microplitis) Manilae adalah seperti pada tabel 1 berikut:
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
875
Tabel 1. Tingkat parasitisasi larva Spodoptera litura pada masing-masing jumlah larva yang dipaparkan pada parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae. Perlakuan (pemaparan)
Parasitisasi (%)
Keterangan
5 larva 10 larva 20 larva
76,0 a 40,0 b 43,0 b
Sudah menjadi larva Sudah menjadi larva Sudah menjadi larva
Keterangan: Angka satu kolom yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji Tukey α = 0,05).
Dari data di atas terlihat bahwa tingkat parasitisasi pada pemaparan jumlah larva paling sedikit yaitu 5 larva untuk sepasang parasiotid, persentasenya jauh lebih besar dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (76%). Sedangkan untuk jumlah larva yang dipaparkan 10 dan 20 ekor tidak berbeda nyata. Semakin sedikit larva yang tersedia, semakin tinggi tingkat parasitisasi oleh parasitoid, hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Vinson ( 1985), bahwa meningkatnya oviposisi terjadi bila sediaan jumlah inang terbatas dalam jangka waktu yang relatif lama. Faktor Lain yang mungkin mempengaruhi tingkat parasitisasi adalah umur parasitoid yang digunakan, semakin muda umur induk parasitoid semakin banyak keturunan yang bisa dihasilkan, parasiotid muda lebih aktif mencari inang dibandingkan parasitoid yang lebih tua (Drost & Carde, 1992; Ratna, 2008). Bukan hanya itu semakin tua umur parasitoid, jumlah telur yang dihasilkan semakin menurun (Kumar et al, 1990). Metode dengan tanpa pilihan (Non choise metode) Dari 100 larva Spodoptera litura, yang dipaparkan hanya 50 larva yang diamati dengan pembedahan, 50 larva yang tersisa dibiarkan untuk dihitung parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae yang muncul. Namun 50 larva yang tidak dibedah tidak didapatkan datanya karena semua larva mati karena kekurangan makanan, sehingga diperkirakan parasiotid yang ada di dalamnya juga mengalami kematian karena kehabisan makanan. Dari 50 larva yang dibedah didapatkan persentasi parasitisasi adalah 40% atau hanya 20 telur parasitoid yang ditemukan pada 50 larva yang dipaparkan. Jumlah larva yang terparasit oleh parasitoid cukup besar, dan hampir mendekati rata-rata kemampuan imago betina parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae meletakkan telur yaitu 25 telur per hari. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah telur yang diletakkan seperti yang telah diungkapkan di atas yaitu umur parasitoid yang digunakan. Disamping itu jenis pakan juga dapat mempengaruhi kemampuan betina parasitoid dalam meletakkan telur, menurut Prabowo (1996) parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae, yang diberi pakan larutan madu mempunyai kemampuan meletakkan telur lebih tinggi.
Percobaan superparasitisasi larva Crocidolomia pavonana (F.) (Sin.Crocidolomia binotalis Zeller) (Lepidoptera:Pyralidae) dengan parasitoid Eriborus sp dan Snellenius (Microplitis) Manilae.
876
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Dari 160 larva Crocidolomia pavonana, yang telah dipaparkan pada parasiotid Eriborus sp dengan cara non choise (tanpa pilihan), dan setelah itu dipaparkan pada parasiotid Snellenius (Microplitis) Manilae, dengan metoda pilihan (choise), hanya ditemukan 120 larva Crocidolomia pavonana, setelah dibiarkan selama tiga hari. Kemungkinan 40 larva yang lain ada yang mati atau keluar dari kurungan. Dari 120 larva yang dibedah, setelah tiga hari pemaparan tidak ditemukan adanya superparasitisasi di dalam larva inang. Di dalam larva Crocidolomia pavonana, hanya ditemukan parasitoid Eriborus sp, yang telah berbentiuk larva instar 1 dengan tingkat parasitisasi mencapai 68,33% atau ditemukan 82 larva parasitoid dari 120 larva yang dibedah. Tingkat parasitisasi parsitoid Eriborus sp, pada larva Crocidolomia pavonana, tampak cukup tinggi, karena Crocidolomia pavonana, merupakan salah satu inang utama dari parasitoid ini, dan secara alami dapat mengendalikan larva ulat kubis Crocidolomia pavonana, ( Hadi, 1985). Untuk
parasitoid
Snellenius
(Microplitis)
Manilae,
tidak
terjadi
parasitisasi
(superparasitisasi) pada larva Crocidolomia pavonana , dari 120 larva yang dibedah tidak satupun ditemukan adanya telur atau larva parasiotid Snellenius. Sebagaimana diketahui bahwa S. Manilae, merupakan parasitoid yang tidak mampu untuk mengenali telur yang telah terparasit sehingga sering terjadi mekanisme superparasitisasi, dan superparasitisasi ini dapat mencapai 46% (Ratna,
2008). Ketiadaan superparasitisasi pada larva C. pavonana , lebih disebabkan karena
larva C. pavonana , bukanlah merupakan inang dari parasitoid S. Manilae, seperti yang dikatakan oleh Shepard et al, 1987), bahwa S. Manilae merupakan endoparasitoid dari ulat grayak Spodoptera litura (Lepidoptera:Noctuidae), hal ini berkaitan dengan penerimaan inang bagi parasitoid. Sebagai mana diketahui bahwa penerimaan inang adalah salah satu langkah dalam menentukan inang yang spesifik untuk parasiotid (Hariyanto, 2000). Dalam menentukan inang yang spesifik, parasitoid akan malakukan pemilihan inang. Menurut Vinson (1985) faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan inang yaitu dengan melihat inang, yaitu adanya faktor fisik seperti suara, gerakan, tekstur inang, dan ukuran inang, dan juga faktor kimiawi seperti feromon sex, bau, serta faktor fisiologis seperti waktu pencarian, perkawinan, dan ketersediaan makanan dalam suatu habitat. Tingkat parasitisasi oleh parasitoid Eriborus sp, pada larva Crocidolomia pavonana, di lapangan. Dari pembedahan larva C. Pavonana, didapatkan data jumlah telur terparasit, superparasitisasi dan engkapsulasi adalah sebagai berikut (Tabel 2). Tabel 2. Jumlah larva C. Pavonana, yang terparsit, superparastisasi oleh parasitoid Eriborus sp dan engkapsulasi.
1. 2. 3. 4. 5.
Pengamatan Jumlah larva C. Pavonana yang di kumpulkan Jumlah telur parasit pada larva C. Pavonana Jumlah larva C. Pavonana terparasit Persen parasiitisasi Persen enkapsulasi
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Jumlah 20 10 7 35% 50%
877
Dari Tabel 2, terlihat bahwa tingkat parasitisasi Eriborus sp, di lapangan cukup tinggi yaitu mencapai 35%, ini menandakan bahwa parasitoid betina menyukai larva C. Pavonana, sebagai inangnya. Menurut Hadi (1985), parasitoid betina menyukai larva C. Pavonana instar 1, II, dan II untuk meletakkan telurnya. Di lapangan parasitasi pada inang larva Spodoptera litura, dapat mencapai 20%, pada Heliotis armigera mencapai 42%.
Super parasitisasi dapat
terjadi pada larva inang, dari tabel di atas terlihat bahwa dalam satu larva inang jumlah telur parasitoid yang ditemukan dapat mencapai 3 buah, namun adanya kejadian superparsitisasi mengakibatkan ketidakefektifan parasitisasi karena dapat mengurangi tingkat keberhasilan hidup parasitoid yang berkembang dalam tubuh inang (Godfray, 1994). Di dalam tubuh larva yang dibedah juga ditemukan adanya enkapsulasi telur oleh hemolimp dari larva inang, menurut Hadi (1985), enkapsulasi sering terjadi pada larva instar II. Hal ini merupakan reaksi pertahanan inang terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh larva berupa telur parasitoid. Terlihat bahwa tingkat enkapsulasi dapat mencapai 50%, dapat dikatakan bahwa larva C. Pavonana, relatif tahan terhadap parasitoid Eriborus sp. Kesimpulan Jumlah larva inang yang sedikit, akan meningkatkan persentase parasitisasi oleh parasitoid. Jumlah telur yang mampu diletakkan oleh parasitoid dipengaruhi oleh kemampuan parasitoid dalam meletakkan telur, umur parasitoid, dan jenis pakan. Parasitoid meletakkan telur hanya pada inang tertentu, hal ini berkaitan dengan kesesuaian dan kespesifikan inang, Sedangkan superparsitisasi dapat terjadi pada suatu parasitoid jika parasitoid tersebut tidak mampu mengenali telur yang sudah terparasit. Pada tubuh larva sendiri dapat terjadi mekanisma pertahanan yang disebut enkapsulasi, yang akan mempengaruhi ketahanan inang terhadap parasitoid. Ucapan Terima Kasih Ucapan terimakasih disampaikan kepada Bapak Hachip Tusar dan Ibu Dr. Endang Sri Ratna yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian ini. Daftar Pustaka Drost Y.C. & R.T. Carde. 1992. Influence of host deprivation of egg load and oviposition behaviour of Brachimeria intermedia, a parasitoid of gypsy moth. Physiol. Entomol. 17(3): 230-234. Godfry H.C.J. 1994. Parasitoid Behavioral and Evolutionary. Princeton University Press, New Jersey. Hadi S. 1985. Biologi dan perilaku Inareolata sp (Hymenoptera:Ichneumonidae) parasitoid larva pada hama kubis Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera:Pyralidae) [Tesis]. Bogor: Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Hariyanto N. 2000. Perubahan strategi reproduksi Eriborus argentiopilosus Cameron (Hymenoptera:Ichneumonidae) sebagai tanggap terahadap ketiadaan inang Crocidolomia pavonana Zeller (Lepidoptera:Pyralidae) [Skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Kalshoven LGE. 1981. The pests of crops in Indonesia. Revised and translated by van der laan. Jakarta : Ichtiar Baru van Hoeve. 710p
878
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Kumar P., Kumar & P. Sengupta. 1990. Parasitoid of uzi fly, Exorista sorbillans Wiedemann (Diptera: Tachinidae) effect of host and parasitoid age on parasitization and progeny production of Nesolynx thymus. Indian J. Sericulture. 29(2):208-212. Othman N. 1982. Biology of Crocidolomia binotalis Zell. (Lepidoptera:Pyralidae) and its parasities from Cipanas Area, West Java (a report of training course research). Bogor: SEAMEO Regional Centre for Tropical Biology. Prabowo AH. 1996. Biologi parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae Ashmead (Hymenoptera:Braconidae) pada inang ulat grayak Sodoptera litura Fabr (Lepidoptera:Noctuidae). Laporan Masalah Khusus. Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Petanian Bogor. Pudjianto & D. Sartiami. 1996. Biologi parasitoid Snellenius (Microplitis) Manilae Ashmead (Hymenoptera : Braconidae), pada inang ulat gayak Sodoptera litura Fabricus. Makalah disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian, Institut Pertanian Bogor. 9 Desember 1996. Ratna, ES. 2008. Efisiensi parasitisasi inang Spodoptera litura (F) oleh endoparasitoid Snellenius manilae Ashmead di laboratorium. J. HPT Tropika. Vol.8, No.1 (8-16). Shepard B.M., A.T. Barion, & J.A. Litsinger. 1987. Helpful insects, speders, and pathogens. National Rice Research Institute. Manila. Philippines. Vinson SB. 1985. The behaviour of parasitoid. In Comprehensive Insect Physiology Biochemistry and Pharmacology. Vol. 9. Behaviour. Kerkurt GA, Gilbert LI. Ed Pergamon Press. Oxford.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
879