Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
PEMULIAAN TANAMAN TAHAN SERANGGA HAMA Danarsi Diptaningsari Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung ABSTRAK Pemuliaan tanaman tahan serangga hama bertujuan untuk memperoleh tanaman atau varietas baru yang unggul dan tahan hama sasaran. Metode yang digunakan dapat dilakukan secara konvensional maupun non-konvensional melalui bioteknologi. Gen tahan dalam pemuliaan konvensional umumnya berasal dari tanaman atau kerabat liar dan dilakukan melalui persilangan atau hibridisasi. Gen tahan dalam pemuliaan melalui bioteknologi dapat berasal dari tanaman, bakteri atau protein inhibitor melalui rekayasa genetik. Teknik transformasi gen dapat dilakukan secara langsung dengan penembakan partikel (particle bombardment) atau secara tidak langsung melalui media vektor Agrobacterium tumefaciens. Studi keamanan hayati tanaman transgenik harus terus dilakukan termasuk penelitian perkembangan resistensi hama sasaran. Kata kunci: pemuliaan, tanaman, serangga hama
ABSTRACT Pest insect-resistant plant breeding aimed at obtaining new varieties of plants or superior and pest-resistant targets. The method used can be either conventional or non-conventional through biotechnology. Resistant gene in conventional breeding are generally derived from plants or wild relatives and carried through crossbreeding or hybridization. Resistant genes in breeding through biotechnology can be derived from plants, bacteria or protein inhibitor through genetic engineering. Gene transformation techniques can be done directly by particle bombardment or indirectly through the medium of Agrobacterium tumefaciens vector. Biosafety studies of transgenic plants should continued including research of the development of targets pest resistance. Keywords: breeding, plant, insect pests
322
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
PENDAHULUAN Pemuliaan tanaman (plant breeding) didefinisikan sebagai suatu paduan antara seni (art) dan ilmu (science) dalam merakit keragaman genetik dari suatu populasi tanaman tertentu menjadi bentuk tanaman baru yang lebih baik atau unggul (untuk beberapa karakter penting tertentu) dari sebelumnya (Syukur et. al. 2009). Sebelum program pemuliaan dilakukan, perlu ditentukan tujuan program pemuliaan. Tujuan pemuliaan tanaman secara lebih luas adalah untuk memperoleh
atau
mengembangkan
varietas
agar
lebih
efisien
dalam
penggunaan unsur hara sehingga memberi hasil tertinggi per satuan luas dan menguntungkan bagi penanam serta pemakai. Varietas yang diperoleh diharapkan tahan pada lingkungan ekstrim seperti kekeringan, serangan hama dan penyakit, serta memiliki kualitas yang baik. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi
tanaman,
baik
pada
tanaman
pangan,
hortikultura,
maupun
perkebunan. OPT secara garis besar dibagi menjadi tiga, yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata dan moluska. Hama dapat mengganggu tanaman dengan menusuk, menggigit, mengerat dan sebagainya, dan dapat mengeluarkan zat racun (bersifat roksitogenik) ke dalam sel tanaman. Sedangkan
penyakit
menimbulkan
gangguan
fisiologis
pada
tanaman,
disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus dan nematode (PTTIPB 2008). Kerugian akibat hama dan penyakit diperkirakan mencapai 37% dari produksi pertanian di seluruh dunia, dan diakibatkan oleh serangga hama (Jellis 2009). Pengendalian hama pada tingkat petani sejauh ini masih tergantung pada penggunaan insektisida. Penggunaan pestisida sintetis berpotensi menimbulkan masalah seperti pencemaran lingkungan, residu yang berbahaya bagi manusia dan hewan, serta dapat mengakibatkan resistensi bagi hama dan patogen sasaran (Asikin dan Thamrin, 2006). Penggunaan varietas tahan merupakan cara pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan. Perbaikan sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan tanaman secara konvensional maupun melalui bioteknologi, khususnya teknologi rekayasa genetik. Pemulia tanaman secara konvensional melakukan persilangan dan atau seleksi, sedangkan perekayasa genetik mengembangkan secara terus-menerus dan memanfaatkan
323
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
teknik isolasi dan transfer gen dari sifat yang diinginkan. Melalui rekayasa genetik dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat baru seperti ketahanan terhadap serangga hama dan patogen, atau peningkatan kualitas hasil. PEMBAHASAN Pemuliaan tanaman tahan serangga hama secara konvensional Sebelum tanaman tahan dirakit, perlu dilakukan penentuan prioritas jenis atau spesies hama yang akan dikendalikan dengan tanaman tahan yang akan dirakit. Untuk keperluan ini umumnya akan dicari hama yang tidak mempunyai sumber gen tahan dari spesies tanaman inangnya, misalnya hama penggerek batang padi, penggerek batang jagung, kepik, dan hama penghisap polong. Setelah itu ditentukan kandidat gen tahan yang akan digunakan. Sumber gen tahan ini dapat berasal dari tanaman atau spesies kerabat liar. Dalam penentuan ini harus mempertimbangkan nilai ekonomi tanaman, luas pertanaman, dan frekuensi terjadinya epidemik. Pemuliaan tanaman secara konvensional dapat menggunakan gen tahan yang berasal dari tanaman, baik dari spesies yang sama atau kerabat liar. Metode pemuliaan yang digunakan umumnya menggunakan teknik persilangan (hibridisasi), kadang diperlukan pendekatan bioteknologi terutama bila sumber ketahanan berasal dari kerabat jauh. Penilaian ketahanan dapat berupa peniliaian level infestasi hama pada pertanaman (misalnya jumlah hama) dan penilaian tipe infeksi pada tanaman yang umumnya dibedakan menjadi R (resisten), MR (moderat resisten) dan S (susceptible
atau
rentan).
Dalam
metode
pengujian
ketahanan
harus
memperhatikan aplikasi serangga hama pada kondisi lapangan dan pada kondisi terkendali, bagian tanaman dan stadia perkembangan, serta seleksi in-vitro. Pada tahap seleksi perlu diperhatikan apabila gen ketahanan merupakan gen mayor dan monogenik, maka seleksi dapat dilakukan pada populasi F2. Untuk tanaman menyerbuk sendiri, metode back cross pada persilangan yang melibatkan kerabat liar dapat mengurangi atau menghilangkan gen-gen yang tidak dikehendaki. Untuk tanaman menyerbuk silang, seleksi daur ulang efektif untuk meningkatkan frekuensi alel yang dikehendaki. Seleksi terhadap gen mayor beresiko tekanan seleksi yang kuat terhadap hama yang mengakibatkan serangga hama akan mudah termutasi dan ketahanan mudah patah, sehingga pengembangan ketahanan umum (horizontal) yang berbasis gen-gen minor
324
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
poligenik menjadi alternatif yang lebih baik. Pada Tabel 1 disajikan beberapa contoh tanaman tahan serangga hama yang dirakit melalui pemuliaan secara konvensional. Tabel 1. Beberapa komoditas tanaman tahan hama melalui pemuliaan konvensional No. 1.
Tanaman Kedelai
Asal gen tahan Kedelai genotipe 100H Kedelai GM425 Si dan TGM 13-11-1-1B
Ketela M. esculenta (Afrika)
Hama target Ulat grayak Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae) Penghisap polong Riptortus linearis (F), Nezara viridula (L), Piezodorus rubrofasciatus
Referensi Adie et. al. (2003) Asadi (2009)
Kutu kebul Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) – vektor African Cassava Mosaic Virus (ACMV)
Morales (2001)
2.
Ketela (Manihot esculenta Crantz)
3.
Buncis Buncis genotipe (Phaseolu A 429 (Amerika s vulgaris Latin) L.)
Kutu kebul Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) – vektor begomovirus
Morales (2000 dan 2001); Singh et.al. (2000)
4.
Tomat (Lycopersi con esculentu m Mill.)
Kutu kebul Bemisia tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae) – vektor begomovirus
Morales (2001)
Tomat L. perivianum, L. hirsutum
Pemuliaan tanaman tahan serangga hama secara non-konvensional (bioteknologi) Perbaikan sifat tanaman melalui bioteknologi umumnya dilakukan dengan teknik rekayasa genetik. Teknologi ini merupakan solusi untuk memecahkan masalah pemuliaan secara konvensional, yaitu langkanya sumber gen ketahanan di dalam koleksi plasma nutfah (Herman 2002). Di Indonesia perakitan tanaman transgenik telah dilakukan di berbagai lembaga penelitian, antara lain di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian dan Unit Penelitian Bioteknologi Perkebunan yang berada di bawah Badan Penelitian dan Pengembangan
325
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Pertanian, serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan Pusat Penelitian Antar Universitas seperti di Institut Pertanian Bogor (IPB). Penentuan hama target dan gen tahan yang akan digunakan perlu dilakukan sebelum proses perakitan tanaman transgenik. Gen yang digunakan dalam rekayasa genetik ini bisa berasal dari tanaman atau dari spesies lain seperti bakteri (misalnya Bt-toksin), proteinase inhibitor (PI) atau gen tahan lainnya (Bahagiawati 2004). Jika pilihan jatuh pada Bt-toksin, kemudian ditentukan gen Bt atau gen cry yang akan digunakan. Sampai saat ini paling sedikit telah dikenal enam golongan gen cry dan masing-masing gen mempunyai hama target tertentu. Untuk PI harus ditentukan kelas PI yang akan digunakan. PI yang digunakan untuk pengendalian hama terdiri atas tiga kelas, yaitu serine PI, cysteine PI, dan aspartyl PI. Baik Bt-toksin maupun PI dapat menghambat pertumbuhan serangga dengan mengganggu proses pencernaannya. Untuk mengetahui insektisida protein yang mempunyai potensi untuk menghambat pertumbuhan hama target dapat dilakukan percobaan in vitro atau in vivo (Bahagiawati, 2004). Beberapa gen ketahanan terhadap serangga hama disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Gen ketahanan terhadap serangga hama No. 1.
Serangga hama Coleoptera
2. 3. 4.
Diptera Homoptera Lepidoptera
Gen1
Sumber gen
α-amylase inhibitor CryIII, CryV, CryVII proteinase inhibitor CryIV GNA CryI, CryII, CryV, CryIX, CryX cowpea trypsin inhibitor, proteinase inhibitor
Tanaman Bakteri Tanaman Bakteri Tanaman Bakteri Tanaman
1
Keterangan: Cry = protein kristal yang diisolasi dari B. thuringiensis; GNA = snow drop dari Galanthus nivalis agglutinin (Sumber: Herman 2002).
Contoh tanaman yang telah dikembangkan sebagai tanaman tahan hama adalah kapas. Kapas Bt merupakan tanaman kapas yang telah disisipi oleh gen Cry1Ac. Gen tersebut diisolasi dari bakteri Bacillus thuringiensis dan diintegrasi dalam genom tanaman kapas. Target dari kristal toksin dari kapas Bt adalah serangga Lepidoptera, khususnya Helicoverpa armigera yang merupakan hama utama pada tanaman kapas. Protein Kristal yang dihasilkan oleh B. thuringiensis (Bt) bersifat racun apabila terhidrolisis dalam usus serangga. Toksin kristal bekerja dengan mengganggu permeabilitas membran sel epitelium usus tengah
326
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
serangga, sehingga menyebabkan sel epitelium menggembung dan pecah (Spear, 1987). Gen cry dari Bt ini merupakan sumber keragaman genetik baru bagi program
pemuliaan tanaman.
Berbagai tanaman transgenik yang
mengandung gen cry telah dihasilkan dan menunjukkan tingkat ketahanan yang lebih baik terhadap hama sasaran. Transformasi gen Teknologi transfer gen dibedakan menjadi dua, yaitu langsung dan tidak langsung (Herman, 1996). Contoh transfer gen secara langsung adalah penembakan eksplan gen dengan gene gun atau divortex dengan silicon carbide (karbid silikon) dan perlakuan pada protoplas tanaman dengan elektroporasi atau dengan polyethylene glycol (PEG). Sedangkan transfer gen secara tidak langsung adalah melalui vektor Agrobacterium. Transfer gen secara langsung Teknik paling modern dalam transformasi tanaman adalah penggunaan metode penembakan partikel atau gene gun. Metode transfer gen ini dioperasikan secara fisik dengan menembakkan partikel DNA-coated langsung ke sel atau jaringan tanaman (Iida et al., 1990). Dengan cara demikian, partikel dan DNA yang ditambahkan menembus dinding sel dan membran, kemudian DNA
melarut
dan
tersebar
dalam
sel
secara
independen.
Telah
didemonstrasikan bahwa teknik ini efektif untuk mentransfer gen pada bermacam-macam eksplan. Penggunaan penembakan partikel membuka peluang dan kemungkinan lebih mudah dalam memproduksi tanaman transgenik dari
berbagai
spesies
yang
sebelumnya
sukar
ditransformasi
dengan
Agrobacterium, khususnya tanaman monokotil seperti padi, jagung, dan turfgrass (Herman, 2002). Transfer gen secara tidak langsung Dari banyak teknik transfer gen yang berkembang, teknik melalui media vektor
Agrobacterium
tumefaciens
paling
sering
digunakan
untuk
mentransformasi tanaman dikotil. A. tumefaciens mampu mentransfer gen ke dalam genom tanaman melalui eksplan baik yang berupa potongan daun (leaf discs) atau bagian lain dari jaringan tanaman yang mempunyai potensi beregenerasi tinggi (Li dan Gray, 2005). Gen yang ditransfer terletak pada plasmid Ti (tumor inducing). Segmen spesifik DNA plasmid Ti disebut DNA T
327
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
(transfer DNA) yang berpindah dari bakteri ke inti sel tanaman dan berintegrasi ke dalam genom tanaman. A. tumefaciens merupakan patogen tanaman maka Agrobacterium sebagai vektor yang digunakan untuk transformasi tanaman adalah bakteri dari jenis plasmid Ti yang dilucuti virulensinya (disarmed), sehingga sel tanaman yang ditransformasi oleh A. tumefaciens dan yang mampu beregenerasi akan membentuk suatu tanaman sehat hasil rekayasa genetik. Tanaman tersebut akan menurunkan DNA T yang disarmed dan gen asing (dari sifat yang diinginkan) ke keturunannya. Gambar 1 menunjukkan teknik transfer gen secara tidak langsung menggunakan A. tumefaciens.
Gambar 1. Teknik transfer gen secara langsung dengan particle bombardment dan secara tidak langsung menggunakan Agrobacterium tumefaciens (https://www.msu.edu/course/isb/202/ebertmay/2006/notes/inotes/02_ 23_06_evo3.htm). Setelah gen yang diintroduksi dapat terintegrasi dan terekspresi, selanjutnya proses ini memerlukan disiplin ilmu serangga (entomologi) dan pemuliaan tanaman untuk memastikan gen yang terekpresi pada tanaman transgenik dapat berfungsi sebagai insektisida dalam pengendalian hama
328
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
tertentu serta untuk mengetahui kestabilan transgen. Entomologi juga diperlukan kaitannya dengan studi keamanan hayati tanaman transgenik, dengan mempelajari perilaku serangga hama serta perkembangan resistensinya. Beberapa komoditas tanaman transgenik tahan serangga hama Tabel 3 dan Tabel 4 menyajikan beberapa komoditas tanaman transgenik tahan serangga hama yang dihasilkan melalui rekayasa genetik dan beberapa kegiatan penelitian tanaman tahan hama melalui rekayasa genetik di lembaga penelitian di Indonesia. Tabel 3. Beberapa komoditas tanaman tahan hama melalui rekayasa genetik Karakter Tahan hama putih palsu (Cnaphalocrocis medinalis Guenee) dan penggerek batang (Scirpophaga incertulas Walker). Tahan penggerek buah kapas Helicoverpa armigera Hubner Tahan penggerek umbi (Phthorimaea operculella Zeller)
Gen1 Cry1Ab dan Cry1Ac (Bacillus thuringiensis)
Referensi Tu et.al. (2000); Yong-bin et al. (2009)
Cry1Ac (Bacillus thuringiensis)
Khachataurians et al. 2005
Cry2A1 (Bacillus thuringiensis)
Douches et.al. (2008)
Tomat
Spodoptera littoralis (Boisd).
Kti3, C-II, PI-IV (kedelai)
Marchetti et al. (2000)
5.
Tembakau
Helicoverpa zea Boddie
De Cosa et al. (2001)
6.
Jagung
Penggerek batang Ostrinia nubilalis (Hubner)
Cry2Aa2 (Bacillus thuringiensis) Cry1Ab (Bacillus thuringiensis)
7.
Kedelai
Tahan penggerek polong
No. 1.
Tanaman Padi
2.
Kapas
3.
Kentang
4.
PI-II
1
Babu et al (2003); Scott dan Pollak (2005) Pardal et al. (2004)
Keterangan: Cry = protein kristal yang diisolasi dari B. thuringiensis; Kti3 = Kunitz trypsin inhibitor dari kedelai; C-II = Serine proteinase inhibitor dari kedelai; PI-II = proteinase inhibitor II; PI-IV = proteinase inhibitor II dari kedelai.
329
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Tabel 4. Kegiatan penelitian tanaman tahan hama melalui rekayasa genetik di lembaga penelitian di Indonesia No. 1.
Tanaman Jagung
2.
Kakao
3.
Kedelai
4.
Padi
5.
Tebu
6.
Ubi jalar
Karakter Tahan penggerek batang Tahan penggerek buah Tahan penggerek polong Tahan penggerek batang, wereng cokelat Tahan papaya ring spot virus Tahan hama boleng
Gen1 PI-II Bt PI-II Bt, GNA CP PI-II
Institusi2 BB Biogen Balit Perkebunan BB Biogen BB Biogen, P3B, LIPI BB Biogen, Balitsa, Balitbu BB Biogen
1
Keterangan: PI II = proteinase inhibitor II; CP = coat protein; Bt = Bacillus thuringiensis; 2 GNA = Galanthus nivalis. BB Biogen = Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian; Balitsa = Balai Penelitian Tanaman Sayuran; Balitbu = Balai Penelitian Tanaman Buah; Balittas = Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat; P3B LIPI = Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia; P3GI= Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia; Balit. Perkebunan = Balai Penelitian Perkebunan; IPB = Institut Pertanian Bogor (Sugiono 2002).
Rekayasa genetik memungkinkan dirakitnya tanaman transgenik dengan sifat yang diinginkan. Gen yang disisipkan merupakan gen yang telah dipilih mempunyai sifat yang spesifik terhadap hama sasaran. Namun demikian studi keamanan hayati maupun lingkungan termasuk perkembangan resistensi hama harus terus dilakukan. KESIMPULAN Pemuliaan tanaman tahan serangga hama bertujuan untuk memperoleh tanaman atau varietas baru yang unggul dan tahan hama sasaran. Pemuliaan tanaman dapat dilakukan secara konvensional maupun non-konvensional dengan bioteknologi. Gen tahan dalam pemuliaan konvensional umumnya berasal dari tanaman atau kerabat liar dan dilakukan melalui persilangan atau hibridisasi. Gen tahan dalam pemuliaan melalui bioteknologi dapat berasal dari tanaman, bakteri atau protein inhibitor melalui rekayasa genetik. Teknik transformasi gen dapat dilakukan secara langsung dengan penembakan partikel (particle bombardment) atau secara tidak langsung melalui media vektor A. tumefaciens. Studi keamanan hayati tanaman transgenik harus terus dilakukan termasuk penelitian perkembangan resistensi hama sasaran.
330
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
DAFTAR PUSTAKA Asikin, S. dan M. Thamrin. 2006. Pengendalian hama sayuran ramah lingkungan di lahan rawa pasang surut. Dalam Noor, M., I. Noor dan S.S. Antarlina (Ed) Sayuran di Lahan Rawa: Teknologi Budidaya dan Peluang Agribisnis. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor: 73-86. Bahagiawati, A. 2004. Perakitan tanaman transgenik tahan hama. Jurnal Litbang Pertanian 23(1): 1-7. Herman, M. 2002. Perakitan tanaman tahan serangga hama melalui teknik rekayasa genetik. Buletin Agrobio 5(1): 1-13. Hodges, TK, KK. Kamo et al. 1986. Genotype specificity of somatic embryogenesis and regeneration in maize. Bio/Technology 4: 219-223. Hoffmann, MP, FG. Zalom et al. 1992. Field evaluation of transgenic tobacco containing genes encoding Bacillus thuringiensis σ-endotoxin or cowpea trypsin inhibitor: efficacy against Helicoverpa zea (Lepidoptera: Noctuidae). J. Econ. Entomol. 85: 2516-2522. Iida, A, M. Seki et al. 1990. Gene delivery into cultured plant cells by DNA-coated gold particles accelerated by a pneumatic particle gun. Theor Appl Genet 80: 813-816. Jellis, GJ. 2009. Crop plant resistance to biotic and abiotic factors: combating the pressures on production systems in a changing world. Proceedings of the 3rd International Symposium on Plant Protection and Plant Health in Europe. Julus Kühn-Institut, Berlin-Dahlem, Germany, 14-16 May 2009: 15-22. Koziel, MG., GL. Beland et al. 1993. Field performance of elite transgenic maize plants expressing an insecticidal protein derived from Bacillus thuringiensis. Bio/Technology 11: 194−200. Li, ZT dan DJ. Gray. 2005. Genetic Engineering Technologies. In Trigiano RN, DJ. Gray (eds). Plant Development and Biotechnology: CRC Press. Hal 241-250. Listanto, E. 2010. Ekspresi gen RB pada tanaman kentang kultivar Granola untuk meningkatkan ketahanan terhadap penyakit hawar daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Bary). Disertasi. Fakultas Pertanian IPB. Bogor. McManus, MT dan PJ. Burgess. 1995. Effect of the soybean Kunitz trypsin inhibitor on growth and digestive protease of larvae of Spodoptera litura. J. Insect Physiol. 41: 731-738. Nandi, AK., D. Basu, et al. 1999. High level of soybean trypsin inhibitor gene in transgenic tobacco plants failed to confer resistance against damage caused by Helicoverpa armigera. J. Bio. Sci. 24: 445-452.
331
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Inovasi Teknologi Pertanian
Pilcher, CD, JJ. Obrycki et al. 1997. Preimaginal development, survival, and field abundance of insect predators on transgenic Bacillus thuringiensis corn. Environ. Entomol. 26: 446-454. Jellis, GJ. 2009. Crop plant resistance to biotic and abiotic factors: combating the pressures on production systems in a changing world. Proceedings of the 3rd International Symposium on Plant Protection and Plant Health in Europe. Julus Kühn-Institut, Berlin-Dahlem, Germany, 14-16 May 2009: 15-22. Song, J, JM. Bradeen., SK. Naess et. al. 2003. Gene RB cloned from Solanum bulbocastanum confers broad spectrum resistance to potato late blight. Proc Natl Acad Sci USA 100(16): 9128-9133. Spear, BB. 1987. Genetic Engineering of Bacterial Insecticides. In HM. Ie Baron et al (eds). Biotechnology in Agricultural Chemistry. Amer Chem Soc. Washington DC. Hal 204-214. Syukur, M, S. Sujiprihati dan R. Yunianti. 2009. Teknik Pemuliaan Tanaman. Bagian Genetika dan Pemuliaan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 300 hal. https://www.msu.edu/course/isb/202/ebertmay/2006/notes/inotes/02_23_ 06_evo3.htm. Diakses tanggal 10 Mei 2011 Pukul 19.20 WIB. [PTTIPB]. Pemuliaan Tanaman Terapan Institut Pertanian Bogor. 2008. Pengujian Stabilitas dan adaptabilitas genotipe (interaksi genotipe*lingkungan/G*E).http://pttipb.wordpress.com/category/09perakit an-kultivar-adaptif-bercekaman-dan-pemuliaan-partisipatif/ [1 Desember 2011]. Pardal, SJ, GA. Wattimena et al. 2004. Transfer gen proteinase inhibitor II pada kedelai melalui vektor Agrobacterium tumefaciens untuk ketahanan terhadap hama penggerek polong (Etiella zinkenella Tr.). Jurnal Bioteknologi Pertanian 24(1): 20-28. Yong-bin, Qi, Sheng-hai Ye et al. 2009. Development of marker-free transgenic Cry1Ab rice with Lepidopteran pest resistance by Agrobacterium mixturemediated co-transformation. Rice Science 16(3): 181-186.
332