KAJIAN RESISTENSI BERAS PECAH KULIT DAN BERAS SOSOH DARI LIMA VARIETAS PADI UNGGUL TERHADAP SERANGAN HAMA BERAS Sitophilus oryzae (L.)
SKRIPSI
DEWI ASKANOVI F24070039
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
THE RELATIVE RESISTANCE OF BROWN RICE AND MILLED RICE FROM FIVE RICE VARIETIES OF SUPERIOR PADDY FROM THE ATTACK OF RICE WEEVIL Sitophilus oryzae (L.) Dewi Askanovi, Sutrisno Koswara and Yadi Haryadi Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX 220, Bogor, Indonesia. Phone: +62 8567058231, E-mail:
[email protected] ABSTRACT In the storage stage, weight loss of grains such as paddy and rice was caused by storage pests such asSitophilusoryzae. This reseacrh was conducted to evaluate theresistance of rice of the so called superior paddy from the attack of post harvest pest, Sitophilusoryzae. The five varieties evaluated were Sintanur, Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, and Ciherang. In the present study both brown rice and milled rice are subjected to S. oryzae infestation. In the first experiment,10 adults insect aged 7 – 15 days were infested to 200 grains for 7 days. At the end of the infestation period the insects are removed and discarded. The infested grains are incubated for 14 days before observation of the emergence of progenies was conducted. The emerged progenies were counted daily until there is no emergence for 5 days consecutively. The parameters from this experiment are total population (Nt), development period (D), development index (ID), interinsic rate of increase (Rm) and weekly multiplication capacity (λ). In the second experiment, 100 gram of rice of both type was infested with 25 adults of S.oryzaefor 4 weeks. The parameters used in this experiment are total population (Nt), percentage of weight loss and percentage of holed grain.Parameters in first experiment and second experiment were subjected to correlation test with each paddy varieties intrinsic factor i.e. water content, protein content, and fat content. The result of the research show that variety affect significantly (p<0.01) all of the parameters in first experiment and second experiment. The experiment showed that inform of brown rice, Inpari 13 with the values of Nt, D, ID, Rm, λ, percentage of weight loss, and percentage of holed grains of 43.67, 28.11, 13.09, 0.34, 1.42, 4.05, and 9.05 respectively was among the most resistance variety. On the other hand, in the form of milled rice, Mamberamo with the values of Nt, D, ID, Rm, λ, percentage of weight loss, and percentage of holed grains of 22.0, 39.0, 7.95, 0.14, 1.15, 7.2, and 7.37 respectively was among the most resistance variety. However based on the statistical analysis, the parameters of Inpari 13 variety in the form of milled rice were not significantly different from that of parameters of Mamberamo variety.The Inpari 13 variety was found to be the most promising variety to be establish as “unggul variety” as between the five varieties tested it is among the most resistance to the attack of Sitophilus poryzae both in the form of brown rice as well as milled rice. Keywords: brown rice, milled rice, weigth loss of grains, relative resistances of rice, Sitophilusoryzae
Dewi Askanovi. F24070039. Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari Lima Varietas Padi Unggul terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus oryzae(L.).Di bawah bimbingan Sutrisno Koswara dan Yadi Haryadi. 2011.
RINGKASAN Beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk Indonesia. Total produksi padi di Indonesia pada tahun 2010 adalah sebesar 66,411,469,000kg (BPS, 2010). Produksi padi tersebut, secara teori mencukupi kebutuhan bagi 237,641,326 juta jiwa masyarakat Indonesia. Namun ternyata, laju pertambahan produksi beras nasional (0.3% kuintal per hektar) per tahunnya, belum bisa mencukupi kebutuhan masyarakat Indonesia dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.40%. Selain itu, pada lahan pasca panen, ketersediaan beras nasional pun mengalami penurunan akibat kerusakan dan kehilangan pasca panen.Susut bahan pangan pada tahap pascapanen dapat diakibatkan oleh banyak faktor, antara lain perubahan fisiologis bahan pangan, kehilangan dalam bentuk fisik pada kegiatan panen dan pengangkutan hasil, serangan hama dan agen-agen perusak selama penyimpanan, dan sebagainya. Beberapa penelitian membuktikan bahwa,susut bahan yang terbesar pada tahap pasca panen terjadi pada saat penyimpanan. Salah satu faktor penyebab susut bahan selama penyimpanan yaitu serangan serangga hama gudang. Salah satu jenis hama gudang dalam penyimpanan biji-bijian adalah Sitophilus oryzae. Serangan Sitophilus oryzae dapat mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas biji-bijian. Penelitian ini dilakukan guna mengkaji resistensi beras dari lima varietas padi unggul terhadap serangan Sitophilus oryzae, baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun beras sosoh. Lima varietas padi yang dievaluasi adalah Mamberamo, Ciherang, Sintanur, Inpari 10, dan Inpari 13 yang diperoleh dari Balai Padi Muara, Bogor. Penelitian ini, terdiri atas dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan pertama dilakukan untuk menyiapkan serangga hama gudang Sitophilus oryzae yang berumur 7-15 hari, sehingga diperoleh serangga dengan kemampuan reproduksi telur yang optimal. Tahap persiapan kedua dilakukan untuk menyiapkan sampel penelitian berupa beras pecah (BPK) kulit dan beras sosoh (BS) dari lima varietas padi tersebut di atas dengan menggunakan Rice Huller dan Rice Polisher. Tahap pelaksanaan penelitian, dibagi menjadi dua seri, yaitu seri I untuk mengetahui dinamika populasi Sitophilus oryzae dan seri II untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus oryzae. Pada seri I,sepuluh S.oryzaeberumur 7-15 hari diinfestasikan kedalam 200 butir beras kepala, pada masing-masing perlakuan kelima varietas beras. Infestasi dilakukan selama tujuh hari. Setelah tujuh hari masa infestasi serangga dikeluarkan dan dibuang. Selanjutnya beras diinkubasikan pada suhu ruang. Setelah 14 hari inkubasi dilakukan pengamatan adanya serangga turunan pertama (F1) yang ke luar. Bila ada serangga F1 yang ke luar, serangga tersebut diambil dan dihitung kemudian dibuang. Pengamatan dan penghitungan dilakukan setiap hari hingga tidak ada lagi serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pengulangan (replication) pada percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali. Pada seri II, sebanyak 25 S. oryzae diinfestasikan ke dalam 100 gr beras. Setelah empat minggu masa inkubasi, serangga S. oryzae dihitung dan dibuang. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga dewasa, persen biji berlubang, dan persen kehilangan bobot. Pada percobaan ini dilakukan ulangan (replication)sebanyak tiga kali. Terhadap parameter-parameter resistensi pada seri I dan seri II dilakukan uji korelasi dengan faktor intrinsik masing-masing varietas beras, yaitu kadar air, kadar protein, dan kadar lemak.
Dari hasil penelitian, diperoleh hasil bahwa faktor varietas padi berpengaruh nyata (p<0.01) terhadap parameter-parameter resistensi beras pada Seri I dan Seri II pada masing-masing perlakuan (beras pecah kulit dan beras sosoh). Dalam bentuk beras pecah kulit, varietas Inpari 13 termasuk varietas dengan daya resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan λ berturut-turut sebesar 43.67, 28.11, 13.09, 0.34, dan 1.42, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 4.05 % dan 9.05 %. Sementara itu dalam bentuk beras sosoh, varietas Mamberamo termasuk varietas dengan daya resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan λ berturut-turut sebesar 22.0, 39.0, 7.95, 0.14, dan 1.15, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 3.25 % dan 7.37 %. Dalam bentuk beras sosoh, parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, λ, persen kehilangan bobot, dan persen biji berlubang, varietas Inpari 13 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, λ, persen kehilangan bobot, dan persen biji berlubang varietas Mamberamo. Dengan demikian, varietas Inpari 13 dalam bentuk beras sosoh juga termasuk varietas dengan daya resistensi tinggi terhadap serangan Sitophilus oryzae. Penyosohan beras pecah kulit menjadi beras sosoh, merubah peringkat ketahanan resistensi beras. Beras varietas Ciherang, sangat peka terhadap serangan S.oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit (BPK) maupun dalam bentuk beras sosoh (BS). Beras varietas Mamberamo, lebih baik disimpan dalam keadaan beras sosoh karena lebih resisten dibandingkan dalam keadaan beras pecah kulit. Selain itu, perbandingan secara absolut antara beras pecah kulit dan beras sosoh, menunjukkan hasil bahwa S.oryzae lebih menyukai beras pecah kulit yang kaya nutrisi dibandingkan dengan beras sosoh yang nutrisinya sudah tereduksi. Sebagai dasar dalam pengembangan pemuliaan tanaman padi, hasil penelitian memperlihatkan bahwa varietas Inpari 13 merupakan varietas yang secara konsisten menunjukkan resistensi terhadap serangan Sitophilus oryzae baik dalam bentuk beras pecah kulit maupun dalam bentuk beras sosoh. Uji korelasi parameter-parameter resistensi beras (Nt , D, ID, Rm, λ, % kehilangan bobot dan % biji berlubang) dengan kadar air, kadar protein dan kadar lemak menunjukkan bahwa kadar air memiliki korelasi dengan semua parameter resistensi. Nilai korelasi kadar air dengan parameter-parameter resistensi Nt , D, ID, Rm, λ, % kehilangan bobot dan % biji berlubang berturut-turut 0.879, -0.763, 0.879, 0.890, 0.885, 0.921, 0.880. Protein memiliki korelasi dengan parameter Nt, Rm, λ, dan % biji berlubang dengan nilai berturut-turut 0.776, 0.723, 0.731, dan 0.736. Protein tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen susut bobot. Lemak memiliki korelasi positive dengan Nt , ID, Rm, λ, %susut bobot dan % biji berlubang dengan nilai berturut-turut 0.841, 0.799, 0.837, 0.841, 0.728 dan 0.809. Lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan. Dalam penelitian ini belum terungkap faktor yang berperan dalam resistensi beras terhadap serangan Sitophilus oryzae. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat mengungkap faktor yang berperan dalam resistensi beras terhadap serangan Sitophilus oryzae.
KAJIAN RESISTENSI BERAS PECAH KULIT DAN BERAS SOSOH DARI LIMA VARIETAS PADI UNGGUL TERHADAP SERANGAN HAMA BERAS Sitophilus oryzae (L.)
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
DEWI ASKANOVI F24070039
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari Lima Varietas Padi Unggul terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus oryzae (L.) adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkandari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan
Dewi Askanovi F24070039
©Hak cipta milik Dewi Askanovi, tahun 2011 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya.
BIODATA PENULIS
Dewi Askanovi. Lahir di Tangerang, 02 November 1989 dari Bapak Asduloh dan Ibu Maisuri, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Penulis menamatkan SMA pada tahun 2007 dari SMAN 47 Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian di IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan diantaranya yaitu menjadi asisten mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan (2010-2011), aktif menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA), anggota pengembangan daerah Bina Desa BEM KM, serta menjadi Kepala Divisi Community Dedication di PAGUYUBAN KSE IPB. Selain itu, Penulis juga aktif dalam acara kepanitiaan nasional diantaranya yaitu menjadi Kepala Divisi Sponsorship pada acara Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) VII, menjadi anggota Sponshorship pada acara Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (PLASMA) dan TETRANOLOGI, serta menjadi anggota Steering Commitee Rumah Sahabat (RUSA) Bank Mandiri dan I Love Science (ILS) Bank OCBC NISP, KSE IPB. Untuk menambah kemampuan softskill, pada tahun 2011 penulis juga mengikuti beberapa pelatihan diantaranya Pelatihan Sistem Manajemen Pangan Halal (PLASMA) dan Pelatihan ISO Manajemen Mutu, Food Safety, K3, dan Laboratory Assesment. Penulis juga pernah tercatat sebagai penerima beasiswa Honda Best Student dan beasiswa Karya Salemba Empat. Karya tulis yang pernah dihasilkan bersama rekan-rekan IPB, diantaranya adalah “Pembuatan Yoghurt dari Ubi Jalar Pelangi” dan “Peningkatan Keawetan pada Inovasi Pangan Fungsional Berbasis Jajanan Tradisional Khas Jakarta Ketan Uli dengan Aplikasi Water Binding Substances”. Prestasi yang pernah diraih oleh penulis diantaranya adalah sebagai “Best Student of Leadership and Entrepreneurship School (LES) dan Best Winner Official Event in HACCP VII” serta menjadi finalis tingkat Nasional dalam lomba Food Innovation yang diselenggarakan oleh Universitas Pelita Harapan. Sebagai syarat memperoleh gelar sarjana penulis melakukan kegiatan penelitian. Hasil kegiatan tersebut telah disusun dalam bentuk skripsi dengan judul “Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari Lima Varietas Padi Unggul terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus oryzae (L.)” dengan bimbingan Ir. Sutrisno Koswara M.Si danDr. Ir. H. Yadi Haryadi, MSc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur dipanjatkan ke hadapan Allah SWT atas karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian dengan judul “Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dan Beras Sosoh dari Lima Varietas Padi Unggul terhadap Serangan Hama Beras Sitophilus oryzae (L.)” dilaksanakan di Bogor sejak bulan Maret sampai Agustus 2011. Dengan telah selesainya penelitian hingga tersusunnya skripsi ini, penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Keluargaku, Bapak Asduloh, Ibu Maisuri, adik-adiku tercinta Nurul Kamal dan Muhammad Ikbal, beserta keluarga besar lainnya, atas curahan kasih sayang dan dukungan serta doa untuk penulis. 2. Ir. Sutrisno Koswara, M.Si sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan saran dan masukan serta dukungan moril pada penelitian ini maupun pada Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) yang telah diikuti penulis selama kuliah di IPB. 3. Dr. Ir. Yadi Haryadi, M.Sc atas bimbingan, saran, dan kritikan yang diberikan selaku dosen pembimbing pendamping yang telah bersedia memberi ilmu dengan diskusi-diskusi mengenai penyimpanan dan serangga yang sangat diperlukan penulis dalam melakukan penelitian ini 4. Dr. Ir. Joko Hermanianto sebagai dosen penguji. Terimakasih atas kesediaanya menguji serta segala saran dan kritik yang membangun penulis. 5. Aulia Miftakhur Rahman, yang telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran memberikan waktu luangnya untuk mensupport dan memberi masukan, doa serta semangat kepada penulis. 6. Tiara, Daniel, Ichad, Chandra, sebagai teman satu bimbingan yang selalu ada untuk berbagi informasi kepada penulis. Terimakasih karena kebersamaan kalian untuk selalu berjuang bersama penulis. 7. Seluruh teman-teman ITP 44, khususnya Lailya, Nadiah, Indri, Indrawan, Ichang, Phidud, dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena selalu ada dalam memberi penulis semangat dan motivasi untuk menjalani kehidupan sebagai “anak ITP”. Terimakasih atas pertemanan dan persahabatan teman-teman semua. Kalian tidak akan pernah terlupakan. 8. Kak Ipan, Kak Risma, Kak Hadi, Kak Riza, Kak Rina, dan kakak-kakak lainnya yang telah menjadi mentor yang baik bagi penulis dalam hal keilmuan maupun organisasi. 9. Sahabat-sahabat terbaik, Fikrin, Nandya, Vika, Putri,Sumisih,Rithoh, Mar’ah, Abas, Mbak Nita, Jokki (Unand),Zulhariansyah (Ari ITB), yang telah berjuang bersama-sama penulis pada saat masa-masa di Asrama Putri TPB, Paguyuban KSE IPB, E-Campdan BISMA (Beasiswa Indofood Sukses Makmur). Kalian sahabat-sahabat yang tidak tergantikan. Terimakasih atas kebersamaan dan momen berharga yang telah kalian berikan. 10. Seluruh jajaran unit Pelayanan Terpadu Fakultas Teknologi Pertanian, khususnya Ibu Novi dan Mbak Anie. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pembangunan pertanian umumnya dan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penyimpanan pangan khususnya. Bogor, September 2011 Dewi Askanovi
i
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR............................................................................................................. DAFTAR ISI........................................................................................................................... DAFTAR TABEL................................................................................................................... DAFTAR GAMBAR.............................................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................................... I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG....................................................................................... B. TUJUAN............................................................................................................ II TINJAUAN PUSTAKA A. PADI.................................................................................................................. B. BERAS PECAH KULIT................................................................................... C. BERAS SOSOH................................................................................................ D. HAMA BERAS (Sitophilus oryzae (L.))........................................................... E. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMAGUDANG............................ III METODE PENELITIAN A. ALAT DANBAHAN........................................................................................ B. METODE PENELITIAN.................................................................................. 1. Tahap persiapan.................................................................................. 2. Tahap pelaksanaan.............................................................................. C. METODE ANALISIS....................................................................................... 1. Analisis Kadar Air Beras.................................................................... 2. Analisis Lemak Kasar......................................................................... 3. Analisis Protein Kasar......................................................................... 4. Perhitungan Dinamika Populasi Serangga.......................................... 5. Perhitungan Karakteristik Kehilangan Bobot..................................... D. RANCANGAN PERCOBAAN........................................................................ IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA........................... 1. Total Populasi Serangga (Nt).............................................................. 2. Periode Perkembangan (D)................................................................. 3. Indeks Perkembangan (ID)................................................................. 4. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm)..................................................... 5. Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ).................................................. B. KARAKTERISTIK KEHILANGAN PASCA PANEN BERAS...................... 1. Persen Kehilangan Bobot.................................................................... 2. Persen Biji Berlubang......................................................................... C. KAJIAN RESISTENSI BERAS....................................................................... D. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI............................. V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN.................................................................................................. B. SARAN.............................................................................................................. DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. LAMPIRAN............................................................................................................................
ii
i ii iii iv v 1 2 3 4 5 6 8 11 11 11 12 13 13 13 14 14 15 16 16 18 19 19 20 22 22 23 24 28 31 31 33 39
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Tabel
7.
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
8. 9. 10. 11. 12.
Komposisi kimiaberas pecah kulit (PK) dan beras sosoh (BS).................... Total populasi serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh..................................................................................................... Penggolongan mutu beras berdasarkan jumlah serangga (SNI 6128:2008).. Periode perkembangan serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh...................................................................................... Indeks perkembangan serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh...................................................................................... Laju perkembangan intrinsik serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh............................................................................ Kapasitas multiplikasi mingguan serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh.................................................................. Perhitungan teoritis jumlah S.oryzae selama masa simpan Perhitungan teoritis lama penyimpanan beras............................................... Persen kehilangan bobotpada beras pecah kulit dan beras sosoh................. Persen biji berlubangpada beras pecah kulit dan beras sosoh...................... Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resisteni dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan Sitophilus oryzae..................................
iii
Halaman 5 17 17 18 19 20 21 21 22 22 23 28
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1. 2. 3. 4. 5.
Struktur gabah berdasarkan diagram potongan longitudinal biji............... Rice weevil................................................................................................. Siklus hidup Sitophilus sp.......................................................................... Grafik laju pertumbuhan populasi turunan pertama (F1) S.oryzae pada lima varietas beras pecah kulit................................................................... Grafik laju pertumbuhan populasi turunan pertama (F1) Sitophilus oryzae pada lima varietas beras sosoh.......................................................
iv
3 6 7 16 16
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran
1a.
Lampiran
1b.
Lampiran
2a.
Lampiran Lampiran
2b. 2c.
Lampiran
2d.
Lampiran
2e.
Lampiran
3a.
Lampiran Lampiran Lampiran
3b. 3c. 3d.
Lampiran
3e.
Lampiran
4a.
Lampiran
4b.
Lampiran
4c.
Lampiran
4d.
Lampiran Lampiran
4e. 5a.
Lampiran
5b.
Lampiran
5c.
Lampiran
5d.
Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras pecah kulit (BPK) Seri I..................................................................... Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras sosoh (BPK) Seri I............................................................................. Total populasi serangga (Nt) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras............................................................................................... Analisis sidik ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)................................................................ Uji duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)............................................................................... Analisis sidik ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)............................................................................ Uji duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS).......................................................................................... Periode perkembangan serangga (D) beras pecah kulit (BPK) dan beras sosoh (BS) pada lima varietas beras............................................................ Analisis sidik ragam periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)........................................ Uji duncan periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)............................................................... Analisis sidik ragam periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas Beras Sosoh (BS).................................................... Uji duncan periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)............................................................................. Indeks perkembangan serangga (ID) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras............................................................................... Analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).......................................... Uji duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap limavarietas beras pecah kulit (BPK)................................................................. Analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)...................................................... Uji duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)............................................................................. Laju perkembangan intrinsik serangga (Rm) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras..................................................................... Analisis sidik laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).......................................... Uji duncan laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)......................................................... Analisis sidik laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas Beras Sosoh (BS)....................................................
v
40 42 44 44 44 45 45 45 46 46 46 47 47 47
48 48 48 49 49 49 50
Lampiran Lampiran
5e. 6a.
Lampiran
6b.
Lampiran
6c.
Lampiran
6d.
Lampiran Lampiran
6e. 7a.
Lampiran
7b.
Lampiran
7c.
Lampiran
7d.
Lampiran
7e.
Lampiran Lampiran
8. 9.
Lampiran
10a.
Lampiran Lampiran
10b. 10c.
Lampiran Lampiran Lampiran
10d. 10e. 11a.
Lampiran
11b.
Lampiran Lampiran
11c. 11d.
Lampiran
11e.
Lampiran
12a
Uji duncan laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)..................................................................... Kapasitas multiplikasi mingguan serangga (λ) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras........................................................... Analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)............................... Uji duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).......................................... Analisis sidik ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS).......................................... Uji duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)...................................................... Total populasi serangga (Nt) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras Seri II.................................................................................... Analisis sidik ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)................................................................. Uji duncan total populasi serangga (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)................................................................. Analisis sidik ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)............................................................................. Uji duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS).......................................................................................... Bobot biji sehat dan bobot biji rusak selama masa penyimpanan pada beras pecah kulit dan beras sosoh................................................................ Jumlah biji sehat dan biji rusak beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras....................................................................................... Persen kehilangan bobot beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras............................................................................................... Analisis sidik ragam persen kehilangan bobot beras pecah kulit (BPK).... Uji duncan persen kehilangan bobot lima varietas beras pecah kulit (BPK)........................................................................................................... Analisis sidik ragam persen kehilangan bobot beras sosoh (BS)................ Uji duncan persen kehilangan bobot lima verietas beras sosoh (BS).......... Persen biji berlubang beras pecah kulit dan beras sosoh dari lima varietas beras............................................................................................................. Analisis sidik ragam persen biji berlubang terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)........................................................................................ Uji duncan persen biji berlubang terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK)........................................................................................................... Analisis sidik ragam persen biji berlubang terhadap lima varietas beras sosoh (BS).................................................................................................... Uji duncan persen biji berlubang terhadap lima varietas beras sosoh (BS).............................................................................................................. Kadar air sebelum infestasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh............................................................................................................
vi
50 50 51 51 51 52 52 52 53 53 53 54 55 56 59 59 59 59 60 61 61 61 61 62
Lampiran Lampiran
12b 12c
Lampiran
12d
Lampiran
12e
Lampiran
13
Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran Lampiran
14. 15a. 15b. 15c. 15d. 15e. 16a. 16b. 16c. 16d. 16e. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29.
Analisis sidik ragam kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzae beras pecah kulit (BPK)........................................................................................ Uji duncan kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras pecah kulit (BPK)................................................................. Analisis sidik ragam kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzaeberas sosoh (BS).................................................................................................... Uji duncan kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras sosoh (BS)............................................................................. Kadar air setelah Infestasi Sitophilus oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh................................................................................................... Kadar amilosa lima varietas beras............................................................... Kadar protein lima varietas Beras............................................................... Analisis sidik ragam kadar protein lima varietas beras pecah kulit (BPK)........................................................................................................... Uji duncan kadar protein lima varietas beras pecah kulit (BPK)................ Analisis sidik ragam kadar protein lima varietas beras sosoh (BS)............ Uji duncan kadar protein lima varietas beras sosoh (BS)............................ Kadar lemak lima varietas beras.................................................................. Analisis sidik ragam kadar lemak lima varietas beras pecah kulit (BPK)... Uji duncan kadar lemak lima varietas beras pecah kulit (BPK).................. Analisis sidik ragam kadar lemak lima varietas beras Sosoh (BS)............. Uji duncan kadar lemak lima varietas beras sosoh (BS)............................. Deskripsi beras varietas Ciherang............................................................... Deskripsi beras varietas Sintanur................................................................ Deskripsi beras varietas Inpari 13............................................................... Deskripsi beras varietas Inpari 10............................................................... Deskripsi beras varietas Mamberamo.......................................................... Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi beras...................... Bagan persiapan Sitophilus oryzae.............................................................. Bagan persiapan beras pecah kulit (BPK) dan beras sosoh (BS)................ Bagan pelaksanaan penelitian tahap I.......................................................... Bagan pelaksanaan penelitian tahap II........................................................ Dokumentasi penyimpanan beras tahap I yang telah diinfestasi S.oryzae.. Dokumentasi penyimpanan beras tahap II yang telah diinfestasi S.oryzae. SNI Beras (6128:2008)................................................................................
vii
63 63 63 63 64 64 65 65 65 65 66 66 66 67 67 67 68 69 70 71 72 73 81 81 82 82 83 83 83
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Beras merupakan komoditas pangan pokok yang dikonsumsi oleh 95% penduduk Indonesia selain jagung, sagu dan ubi jalar (Rahmat, 2010). Data statistik yang diperoleh dari survei BPS (2011), menyebutkan bahwa konsumsi beras mencapai 139.15 kg per kapita per tahun, jauh melebihi konsumsi rata-rata dunia sebesar 60 kg per kapita pertahun. Namun, tingginya konsumsi beras tersebut, tidak diiringi oleh peningkatan produktivitas padi yang signifikan pertahunnya. Tahun 2009-2010, data statistik menunjukkan bahwa peningkatan luas lahan pertanian sebesar 2.80%, hanya meningkatkan produktivitas padi sebesar 0.3% kuintal per hektar per tahunnya, yaitu menjadi 5,014 kg per hektar dengan total produksi 66,411,469,000kg di tahun 2010 (BPS, 2010). BPS (2005), menyebutkan bahwa angka total produksi padi tersebut, dikonversi menjadi beras dengan nilai 0.63menjadi 41,839,225,470 kg per tahun. Namun, angka tersebut tidak hanya untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga saja yang mencapai 79.6% (33,304,023,470kg), tetapi juga untuk penggunaan beras diluar rumah sebesar 10.8% (4,518,636,351kg) danpenggunaan beras untuk industri sebesar 9.6% (4,016,565,645kg) (DEPTAN, 2002). Peningkatan produktivitas padi yang masih rendah tersebut, belum bisa mengimbangi konsumsi beras rumah tangga 237,641,326 juta jiwa masyarakat Indonesia sebesar 33,067,790,510 kg per tahunnya (BPS, 2010). Jumlah kebutuhan konsumsi beras tersebut pun akan terus meningkat seiring dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.40% (BPS, 2009). Selain masalah di atas, jumlah ketersediaan beras nasional pun akan mengalami susut bahan sebagai masalah utama pascapanen sejak panen hingga siap dipasarkan. Susut bahan hasil pascapanen dapat diakibatkan oleh banyak faktor baik kimia, fisik maupun biologis. Diantaranya, perubahan fisiologis pasca panen, penyakit yang merusak atau mengubah sifat hasil tanaman, kehilangan dalam bentuk fisik pada kegiatan panen dan pengangkutan hasil, berkembangnya hama selama penyimpanan, dan lain sebagainya. Bulog memperkirakan susut bobot beras sekitar 25%, terdiri dari 8% waktu panen, 5% waktu pengangkutan, 2% waktu pengeringan, 5% waktu penggilingan, dan 5% waktu penyimpanan (Widjono et al.,, 1982). Menurut Soekarna (1982),susut bahan yang terbesar setelah pasca panen terjadi pada saat penyimpanan. Faktor dominan penyebab susut bahan selama penyimpanan diantaranya adalah serangan serangga hama gudang Sitophilus oryzae(Sunjaya dan Widayanti, 2006). Sitophilus oryzaedari jenis Coleoptera merupakan serangga yang paling penting dan paling banyak menimbulkan kerusakan pada bahan pangan di dunia (Rees, 1995). Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, berbagai varietas beras terus dikembangkan untuk memperoleh beras unggul dalam potensi hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit maupun mutu beras. Namun, dengan adanya serangan serangga Sitophilus oryzae, dapat menurunkan kuantitas serta kualitas mutu yang dihasilkan(Mohale et al., 2010). Berdasarkan informasi di atas, perlu diadakan suatu kajian resistensi berbagai jenis beras untuk mengetahui ketahanan suatu jenis beras terhadap serangan hama gudang pascapanen khusunya Sitophilus oryzae yang merupakan serangan hama gudang yang umum dijumpai pada penyimpanan beras di Indonesia. Kajian resitensi ini, tidak hanya dilakukan pada beras sosoh saja, namun juga terhadap beras pecah kulit tinggi nutrisi, yang pada saat ini menjadi tren konsumsi gaya hidup sehat (Mohan et al., 2010). Dengan mengetahui faktor utama yang mempengaruhi ketahanan beras dari
1
varietas padi terhadap serangan Sitophilus oryzae, maka diharapkan hasil penelitian ini, dapat digunakan sebagai pedoman pengembangan tanaman padi unggul baik ditingkat prapanen maupun pascapanen.
B.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum penelitian, yaitu : Mengetahui tingkat resistensi pada lima varietas beras pecah kulit dan beras sosoh terhadap serangan Sitpohilus oryzae selama masa penyimpanan. Tujuan khusus penelitian, yaitu : 1. Mengetahui perbedaan tingkat ketahanan lima varietas padi unggul terhadap serangan Sitophilus oryzae. 2. Mengetahui perbedaan tingkat ketahanan beras pecah kulit dan beras sosoh terhadap Sitophilus oryzaedari lima varietas padi unggul. 3. Mengetahui korelasi antara kandungan air, kandungan lemak dan kandungan proteinpada beras pecah kulit dan beras sosoh dari kelima varietas padi unggul dengan preferensi pemilihan makanan oleh Sitophilus oryzae.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. PADI Padi (Oryza sativa L.) termasuk dalam tumbuhan Gramineae yang merupakan tumbuhan dengan batang yang terdiri atas ruas-ruas dan mempunyai bendera yang menempel pada pelepah daun (Damardjati, 1981). Sistematika tumbuhan padi diklasifikasikan ke dalam divisio Spermatophyta, dengan sub divisio Angiospermae, termasuk ke dalam kelas Monocotyledoneae, ordo Poales, famili Graminae, genus Oryza Linn, dan SpeciesOryza sativa L. (Luh, 1991). Padi merupakan tanaman semi akuatis, oleh karena itu tanaman ini dapat tumbuh dilahan yang tergenang dan dapat pula tumbuh dilahan kering yang cukup kebutuhan airnya (Manurung dan Ismunadji, 1991). Tanaman ini, dapat tumbuh pada lahan hingga mencapai ketinggian 3,000 meterdi atas permukaan laut (Luh, 1991). Pertumbuhan tanaman padi ini dipengaruhi oleh keadaan tanah, pH tanah, suhu daerah penanaman, salinitas tanah, lamanya daerah tersebut terkena sinar matahari, dan kandungan sulfite pada tanah. Tanaman padi biasanya tumbuh dengan baik pada daerah tropis sampai subtropis pada 450LU-450 LS dengan cuaca panas pada suhu sekitar 20-37.80C dan kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan. Rata-rata curah hujan yang baik adalah 200 mm/bulan atau 1,500-2,000 mm/tahun (KEMENRISTEK, 2008). Padi dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18 – 22 cm dengan pH 4.0 – 7.0 (KEMENRISTEK, 2008). Masa tanam padi berlangsung sekitar 90-260 hari, tergantung lingkungan dan kondisi iklim (Grist, 1959).
Gambar 1. Struktur gabah berdasarkan diagram potongan longitudinal biji (Juliano, 1972) Biji padi terdiri atas, sekam, pericarp, aleuron(termasuk di dalamnya, nucellus dan seed coat), embrio dan endosperm, seperti terlihat pada Gambar 1 (Juliano, 1972). Pada Gambar 1, dapat dijelaskan bahwa padi tersusun dari zat pati (endosperm) 89-94%, kulit luar yang disebut sekam
3
(hull atau husk) 16-28%, lapisan aleuron (termasuk di dalamnya, nucellus dan seed coat) 4-6%, kulit ari (pericarp) 1-2% dan lembaga (embryo atau germ) 2-3% dari berat gabah (Juliano, 1972). Sekam merupakan kulit dari butiran padi yang banyak mengandung silika. Kadar silika yang tinggi, maka sekam dapat menahan panas maupun serangan kapang yang mengakibatkan kerusakan. Endosperm merupakan bagian utama dari butir beras, berbentuk lonjong, berisi padat oleh granula pati yang bersifat tidak larut dalam air tetapi akan terdispersi oleh pemanasan serta terdiri atas parenkima yang berdinding tipis (Juliano, 1972). Selain mengandung pati, endosperm juga mengandung vitamin, protein mineral dan selulosa dalam jumlah kecil (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Lembaga atau embrio mengandung kadar protein, lemak dan thiamin yang tinggi, sehingga dalam proses penggilingan bagian ini dibuang agar beras tahan lama (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Pericarp mengandung selulosa, protein, fosfor, besi, vitamin B1, vitamin B2, dan niacin (Soedarmo dan Sediaoetama, 1977). Perikarp merupakan lapisan yang sangat tipis dan berserat serat (silver skin) (Juliano, 1972).Aleuron terdiri dari sel-sel kubik yang menutupi endosperm dan embrio, mengandung banyak lemak, vitamin B1, protein, vitamin B2 dan niacin. Lapisan ini paling banyak mengandung thiamin (Esmay et al., 1979). Dalam usaha meningkatan produksi padi, pemerintah berupaya untuk mendapatkan jenis-jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik. Jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik itu disebut dengan “padi jenis unggul” atau disebut “varietas unggul”. Cara untuk mendapatkan padi jenis unggul tersebut antara lain yaitu dengan mengadakan perkawinan-perkawinan silang antara jenis padi yang mempunyai sifat-sifat baik dengan jenis padi lain yang juga mempunyai salah satu sifat baik pula, sehingga akan didapat satu jenis padi yang mempunyai sifat yang paling baik atau unggul.Sifat-sifat baik yang harus dimiliki oleh padi jenis unggul antara lain yaitu produktivitas tinggi, umur tanam pendek, tahan terhadap hama dan penyakit, tahan rebah dan tidak mudah rontok, mutu beras baik, rasanya enak, daya tanggap (respon) terhadap pemupukan nitrogen, dan adaptasi luas(tahan terhadap lahan bermasalah)(Sugeng, 2001).
B. BERAS PECAH KULIT Beras pecah kulit merupakangabah yang sudah dikupas kulitnya (sekam) namun masih terdapat lapisan pericarp, aleuron, embrio dan endosperm (Juliano, 1972). Beras pecah kulit mengandung 1.9% lemak. Sekitar 80% lemak diantaranya berada didalam dedak dan bekatul, dimana sepertiga dari bagian tersebut berada dalam embrio (Juliano, 1972). Kadar lemak dipengaruhi oleh varietas, derajat kematangan biji, kondisi pertamanan dan metode ekstraksi lemak (Fujino, 1978). Selain lemak, beras pecah kulit juga mengandung hemiselulosa, selulosa dan gula. Kandungan hemiselulosa pada dedak (bran), katul (polish), dan embrio mengandung lebih banyak hemiselulosa dibanding beras sosoh (Juliano, 1972). Beras pecah kulit mengandung pentosan sebesar 1.42-2.08 jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan pentosanberas sosoh. Kandungan pentosan tertinggi terdapat pada dedak 8.59-10.9%, embrio 4.8-7.4%, dan katul 3.15-6.01%. Kandungan gula pada beras pecah kulit, lebih tinggi dari kandungan beras sosoh, yaitu 0.83-1.39% dengan total gula pereduksi 0.09-0.13%. Beras pecah kulit mengandung sebanyak 8% protein (Juliano, 1972).
C. BERAS SOSOH
4
Menurut Juliano (1972), beras sosoh merupakan hasil proses penggilingan dan penyosohan dari tanaman padi (Oryza sativa L.) sehingga akan memisahkan seluruh atau sebagian lapisan-lapisan (pericarp, seed-coat, aleurone layer dan embrio) dari endospermnya. Endosperm merupakan bagian utama butir beras. Komposisi utamanya adalah pati. Pati merupakan polimer glukosa dengan ikatan glikosida. Polimer pembentuk glukosa ada dua macam yaitu amilosa dan amilopektin. Kandungan hemiselulosa (pentosan) pada beras sosoh adalah sebesar 0.61-1.09%. Beras sosoh mengandung 0.37-0.53% gula total dengan gula pereduksi 0.05-0.08%. Selain itu, beras sosoh juga mengandung selulosa sebesar 27% dari total selulosa yang ada pada padi dan protein sebesar 7% (Juliano, 1972). Pada endosperm, banyak terjadi pengapuran pada sisi dorsal dan pada bagian tengah butir beras. Hal tersebut, akan mempengaruhi penampakan butir beras karena granula pati yang mengapur, bersifat kurang padat dibandingkan pada bagian bening sehingga terdapat rongga udara diantara granula pati. Oleh karena itu, bagian yang mengapur tidak sekeras bagian bening beras sehingga butir mengapur lebih mudah rusak selama proses penggilingan (Kush et al., 1979). Kandungan amilosa yang terdapat pada beras, berkorelasi negatif dengan tekstur nasi. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, lengket, enak, dan mengkilat. Beras dengan kadar amilosa sedang akan menghasilkan nasi yang bersifat empuk walaupun dibiarkan beberapa jam, sedangkan beras yang berkadar amilosa tinggi akan pera dan berberai. Protein yang terkandung dalam beras sebagai makanan pokok di Indonesia, sedikitnya mencukupi kebutuhan 45% protein tubuh (Damardjati, 1983). Kadar protein mempengaruhi kekerasan biji dan warna beras. Menurut Juliano et al., (1965), beras yang proteinnya tinggi, memiliki warna yang lebih kecoklatan dan cenderung lebih bening serta memiliki kekerasan yang lebih tinggi. Protein juga memiliki korelasi negatif dengan derajat putih biji dan berkorelasi positif dengan rendemen beras kepala (Damardjati dan Hadisrihono, 1982). Protein mengikat dan mengepak granula pati. Sehingga makin tinggi kadar proteinnya, beras akan semakin keras dan tahan gesekan selama proses pengolahan, sehingga endosperm yang tersosoh lebih rendah. Oleh karena itu, kadar protein yang tinggi akan menurunkan derajat putih dan menaikkan rendemen beras kepala. Tabel 1. Komposisi kimia beras pecah kulit (PK) dan beras sosoh (BS) Komposisi Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Gula (g) Abu (g) Kalsium (mg) Magnesium(mg) Phosphorus (mg) Iron (mg) Thiamin (mg) Niacin (mg) Asam pantotenat(mg) Lemak Sumber: USDA ( 2010)
Beras PK 7.50 2.68 76.17 1.90 1.27 33.00 143.00 264.00 1.80 0.41 4.30 1.49 4.91
Beras Sosoh 6.61 0.58 79.34 0.20 0.58 9.00 35.00 108.00 0.80 0.07 1.60 1.34 0.98
5
Namun, karena keragaman varietas dan cara pengolahan yang berbeda, menyebabkan komposisi kimia beras yang berbeda pula.Tinggi-rendahnya tingkat penyosohan juga menentukan tingkat kehilangan nutrisi. Makin tinggi derajat penyosohan yang dilakukan, makin putih warna beras giling yang dihasilkan, namun makin miskin nutrisinya. Komposisi beras berdasarkan cara pengolahan dapat dilihat pada Tabel 1.
D. HAMA BERAS (Sitophilus oryzae (L.)) Serangga hama gudang merupakan faktor biologis yang dapat menyebabkan kerusakan bahan pangan selama penyimpanan (Ileleji et al., 2007). Serangga hama gudang memiliki ciri spesifik pada tubuhnya diantaranya yaitu, memiliki tiga bagian tubuh: kepala, dada dan perut. Tubuhnya tertutup kulit luar (eksternal skeletons). Kakinya terdiri atas tiga pasang kaki (Syarief dan Halid, 1993). Siklus hidup serangga melalui beberapa tahapan perubahan bentuk baik secara sempurna maupun tidak sempurna. Proses perubahan bentuk (metamorfosis) sempurna melalui tahapan: telur menetas menjadi ulat (larva) kemudian menjadi kepompong (pupa) dan serangga dewasa (imago). Proses perubahan bentuk (metamorfosis) tidak sempurna terjadi jika telur menetas menyerupai bentuk serangga dewasa dan tumbuh tanpa melalui tahap pupa (kepompong) (Suparjo, 2010).Pada umumnya, serangga hama gudang yang penting tergolong dalam dua ordo yaitu, Coleoptera (kumbang)dan Lepidoptera (ngengat). Salah satu spesies serangga ordo Coleoptera yang banyak menimbulkan kerusakan terhadap hasil pertanian adalah Sitophilus oryzae. Menurut Rees (2004), biologi hama ini termasuk kingdom Animalia, phylum Arthropoda, Class Insecta, ordo Coleoptera, family Curculionidae, genus Sitophilus, spesies Sitophilus oryzaeLinnaeus.Sitophilus sp., terdiri atas dua jenis spesies yaitu S. oryzae dan S. zeamais yang secara morfologi sangat sulit dibedakan(Gallo et al., 2002). Kedua serangga hama gudang tersebut hanya dapat dibedakan dengan membuka bagian abdomen dan memeriksa permukaan alat genetalia serangga jantan dibawah mikroskop. Pada S.zeamais permukaannya agak bergelombang sedangkan pada S. oryzae rata dan licin (Syarief dan Halid, 1993). Kumbang beras (Gambar 2), Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) merupakan serangga hama gudang yang berasal dari India dan tersebar luas keseluruh dunia dan menyebabkan kerusakan bahan pangan secara kualitatif dan kuantitatif (Lucas dan Riudavets, (2002) dan Park et al., (2003)).
Gambar 2.Rice weevil (Canadian Grain Commission, 2009).
6
Karakteristik fisik Sitophilus sp, dapat dilihat dari mulutnya yang seperti pipa (snout) yang khas sehingga dikenal dengan sebutan kumbang moncong (Borror et al., 1992). Pada bagian pronotumnya terdapat enam pasang gerigi yang menyerupai gigi gergaji. Tipe mulut tersebut digunakan untuk menggigit dan mengunyah. Serangga dewasa berwarna coklat tua, dengan tubuh yang langsing dan agak pipih. Serangga ini dilengkapi dengan dua pasang sayap. Sayap depannya keras, tebal dan merupakan penutup sayap belakang. Sayap depan disebut elytra (Rees, 2004). Ketika terbang sayap depan kumbang tidak berfungsi hanya sayap belakang yang digunakan untuk terbang. Sayap belakang berupa selaput dan pada waktu istirahat dilipat dibawah elytra (Ross, 1982). Pada sayap depannya terdapat garis-garis membujur yang jelas. Terdapat empat bercak berwarna kuning agak kemerahan pada sayap bagian depan, dua bercak pada sayap sebelah kiri, dan dua bercak pada sayap sebelah kanan. Sayap tersebut berfungsi sebagai pelindung dorsal abdomen dan digunakan sewaktu-waktu untuk terbang. Bentuk kepala menyerupai pada ujungnya meruncing dan melengkung agak ke bawah. Panjang tubuh serangga dewasa yaitu 2.5-4 mm(Canadian Grain Commission, 2008). Sitophilus oryzae dikenal sebagai kumbang beras (rice weevil). Serangga hama gudang ini merupakan hama utama (primer) pada beras yang sangat merugikan karena luasnya jangkauan serangan dan beragamnya bahan pangan yang diserang (polifag) (Belmain and Stevenson, 2001). Serangga ini dapat menyebabkan penurunan kecambah biji-bijian, peningkatan bulir patah pada beras sosoh serta penurunan berat biji-bijian (Pranata, 1982). Hama beras ini lebih banyak ditemukan di negara-negara yang beriklim panas atau tropis. Kondisi optimum pertumbuhan hama beras ini yaitu 18-38oC, kadar air biji 13-15% dan kelembaban 60-80% (Rees, 2004). Populasi naik hingga 10 kali lipat pada suhu optimum 25-33oC.
Gambar 3. Siklus hidup Sitophilus sp. (Fleurat-Lessard, 1982) Serangga S.oryzae mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) dengan stadia yang terdiri dari telur, larva, pupa, dan imago (Rees, 2004). Siklus hidup S.oryzae(Gambar 3) diawali dengan terlebih dahulu membuat lubang dalam butiran biji beras dengan rostumnya. Lubang tersebut digunakan untuk meletakkan telurnya yang kemudian ditutup dengan cairan pekat saliva gelatinous (Arbogast, 1991). Stadium telur berlangsung sekitar 6 hari pada suhu 25oC (Rees, 2004). Telur berwarna putih bening, berbentuk oval, lunak, dan bentuk ujungnya agak bulat dengan ukuran 0.7 mm x 0.3 mm (Pracaya, 1991). Seekor betina S.oryzae dapat bertelur sampai 25 butir dengan
7
rata-rata 4 butir telur perharinya. Banyaknya telur yang diletakkan tiap ekor betina maksimum 150 butir selama masa hidupnya (Rees, 2004). Setelah telur menetas menjadi larva, siklus hidupnya masih berada didalam beras dengan merusak dan memakan isi biji beras sehingga meninggalkan kulitnya saja. Larva berwarna putih dan panjang tubuh berkisar 4-5 mm serta mengalami 3-4 instar (ganti kulit). Larva mempunyai tipe mulut menggigit dan tidak mempunyai kaki. Selain itu, larva dapat mengkonsumsi 25% bagian biji dan merupakan tahap stadia penyebab kerusakan terbesar selama penyimpanan biji-bijian. Stadia larva 3-4 minggu (Marbun dan Yuswani, 1991). Dalam kondisi yang ekstrim, larva dapat bertahan dalam kondisi’suspended animation’atau diapus. Aktivitas biologi dikurangi, dan toleransi terhadap suhu dingin ditingkatkan. Suhu matinya hewan ini yaitu 50-60oC(Rees, 2004). Tahap larva instar akhir, biasanya akan membentuk kokon dengan mengeluarkan ekskresi cairan kedinding endosperm agar dindingnya licin dan membentuk tekstur yang kuat (Pracaya, 1991). Stadia ini disebut pupa. Stadia pupa berkisar antara 5-8 hari. Pupa dapat berubah warna tergantung pada umur pupa, dari coklat kemerah-merahan menjadi kehitaman dan bagian kepala berwarna hitam. Panjang pupa biasanya 2.5 mm dan masa pupa berlangsung enam hari (Koehler, 1994). Setelah stadia pupa berakhir, pupa akan menjadi kumbang muda. Namun, kumbang muda ini tidak langsung keluar, dan berada 2-5 hari, sebelum membuat lubang keluar yang relatif besar dengan moncongnya (Tandiabang et al., 2009). Imago (serangga dewasa) dapat hidup cukup lama, tanpa makan selama 36 hari, dengan makan umurnya mencapai 3-5 bulan bahkan 1 tahun (Sitepuet al., 2004). Untuk mengadakan perkawinan imago betina bergerak di sekitar bahan makanan dengan membebaskan seks feromon untuk menarik perhatian imago jantan. Imago jantan memiliki moncong yang pendek, dengan gerakan lebih lambat daripada betina (Bennet, 2003). Imago muda mati pada RH dibawah 13%. Dan telurnya tidak menetas pada RH dibawah 10%. RH optimum pada 1416%(Rees, 1995).Waktu yang diperlukan dari telur sampai dewasa pada kondisi yang optimum adalah 35 hari pada kondisi optimum dan 110 hari pada kondisi sub optimum (Gwinneret al., 1996).
E. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG Kerusakan bahan pangan beras dapat terjadi selama proses pasca panen sejak padi dipanen. Tahapan pasca panen tanaman padi meliputi, proses pemanenan, perontokan, perawatan, pengeringan, penggilingan, pengolahan, transportasi, penyimpanan (penggudangan), standardisasi mutu dan penanganan limbah (UNILA, 2010). Penyebab kerusakan beras selama proses pasca panen padi dapat digolongkan menjadi tiga faktor utama, yaitu faktor fisik (kelembaban, suhu), faktor kimia (kadar air, komposisi kimia dari enzim), faktor fisiologis (respirasi) serta faktor biologis seperti hama tikus, serangga dan kapang (Syarief dan Halid, 1993). Diantara ketiga faktor tersebut, faktor biologislah yang menjadi faktor dominan yang menimbulkan kerusakan beras terutama pada saat penyimpanan (Ileleji et al., 2007). Faktor biologis yang menyebabkan kerusakan diantaranya yaitu, berkembangnya penyakit dan serangga hama gudang selama penyimpanan sehingga menurunkan kuantitas dan kualitas bahan yang disimpan (Mohale et al., 2010). Contohnya, susut bahan, biji berlubang, penurunan nilai nutrisi, dan lain sebagainya (Gwinner, 1996).Namun, kerusakan yang paling sering ditemui yaitu susut bahan pangan oleh Sitophilus oryzae, bisa mencapai 20% selama empat bulan penyimpanan (Subedi et al., 2009). Pada umumnya, kerusakan susut bahan akibat serangan serangga hama gudang mencapai 5-10% (Morallo-Rejesus, 1984).
8
Tingginya tingkat kerusakan beras pada tahap penyimpanan tersebut, didukung juga oleh kondisi Indonesia yang beriklim tropis. Suhu dan kelembaban yang tinggi, menjadi lingkungan yang mendukung pertumbuhan serangga hama gudang dan jamur yang memakan bahan pangan sehingga menurunkan kuantitas serta kualitas beras yang disimpan. Penurunan mutu kuantitas dan kualitas beras yang disebabkan oleh Sitophilus oryzae diantaranya yaitu, rendemen giling, penampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat-sifat tanak dan rasa nasi (Damardjati dan Purwani, 1991). Pada umumnya, serangga hama gudang yang sering menyerang daerah tropis, yaitu golongan hama Coleoptera (Sunjaya dan Widayanti, 2006). Serangga hama gudang memakan zat makanan atau nutrisi dari dalam bahan pangan dengan cara merusak dan menggerek dengan cakarnya. Serangga ini tidak hanya merusak bahan pangan secara fisik seperti timbulnya penyusutan bobot bahan, namun juga dapat menurunkan kualitas bahan pangan seperti, menurunkan nilai nutrisi dan keamanan terhadap kesehatan manusia karena serangga tersebut sebagai perantara timbulnya jamur dan mikotoksin (Syarief dan Halid, 1993). Selain itu serangga juga menyebabkan meningkatnya kandungan air dan suhu secara lokal yang dapat mengundang terjadinya kerusakan oleh faktor-faktor lain (Winarno dan Haryadi, 1982). Setiap spesies serangga hama gudang, mempunyai jenis makananya sendiri. Secara alami kecenderungan serangga hama gudang dalam memilih makanan, banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain, jenis dan kerusakan bahan simpan, nilai nutrisi, kadar air, warna dan tingkat kekerasan kulit bahan (Saenong dan Hipi, 2005). Pemilihan serangga terhadap makanannya dipengaruhi juga oleh stimuli zat kimia chemotropisme yang terutama menentukan bau dan rasa, mutu nutrisi dan adaptasi struktur (Sitepu et al., 2004). Faktor yang menentukan derajat kerusakan beras oleh serangga hama gudang dalam masa penyimpanan antara lain oleh pengaruh populasi, kadar air beras, kelembaban, kondisi fisik gudang, suhu, varietas asal beras, serta lama penyimpanan beras (Soekarna, 1982).Kadar air merupakan parameter terpenting dalam penyimpanan biji-bijian. Kadar air biji-bijian yang aman untuk disimpan umumnya sekitar 13.5-14%, sedangkan kadar air yang aman dari gangguan kerusakan adalah 11-12% (Syarief dan Halid, 1993). Berdasarkan suksesi serangan, serangga hama gudang dibedakan menjadi dua golongan utama yaitu, hama primer dan hama sekunder. Hama primer yaitu hama yang mampu merusak biji-bijian dalam keadaan utuh. Contoh dari hama primer diantaranya yaitu, Sitophilus oryzae Linnaeus, Sitotroga cerelella Oliver dan Sitophilus zeamais Motschulsky. Hama sekunder adalah hama yang mampu menyerang biji-bijian yang telah dirusak oleh hama primer atau bahan yang telah mengalami pengolahan atau penggilingan. Contoh dari hama sekunder diantaranya yaitu, Oryzaephilus surinamensis Linnaeus, Corcyra cephalonica Stainton dan Tribolium castaneum Herbst (Syarief dan Halid, 1993). Akibat serangan serangga hama gudang diatas, kerusakan bahan pangan dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat ditandai dengan adanya lubang gerek, garukan, webbing, lubang keluar (exit holes), feses dan dust powder, serangga, bahkan bagian tubuh serangga serta kerusakan wadah tempat penyimpan (Rees, 1995). Kerusakan tidak langsung dapat ditandai dengan adanya kenaikan suhu akibat metabolisme serangga yang disebut hot spot. Hot spot merupakan suatu daerah dimana serangga yang menginfeksi bahan pangan dalam jumlah yang sangat besar sehingga mempunyai temperatur dan kadar air yang lebih tinggi dari lingkungan sekitarnya. Hot spot dapat menyebabkan migrasi air pada penyimpanan bahan pangan sehingga makin mendukung perkembangan dan pertumbuhan serangga (Rashid et al., 2009). Hal tersebut terjadi karena kenaikan suhu yang mencapai 42.2oC sehingga menyebabkan naiknya kadar air, daerah menjadi lembab, lengket, timbulnya kapang, bau apek, dan
9
menurunkan kualitas mutu beras itu sendiri. Selain itu, kerusakan hama dapat menimbulkan kehilangan bobot, komponen pangan(nilai nutrisi), sifat fungsional bahan pangan, mutu, benih, nilai uang, kepercayaan dan kesempatan (Haryadi, 2010). Sitophilus oryzae dapat mengkonsumsi beras sampai 0.49 mg per hari (Shivakoti and Manandhar, 2000). Hilangnya nilai nutrisi dan sifat fungsional dari bahan pangan pun, akan minghilangkan tingkat kepercayaan konsumen dari segi ekonomis. Terlebih lagi, beras merupakan bahan baku utama dalam beberapa pengolahan produk pangan seperti, bihun, craker beras, dll. Jika kualitas dan kuantitas beras yang diperjualbelikan oleh produsen, termasuk kualitas bawah, maka produk yang akan dihasilkan juga akan menurun kualitasnya. Secara ekonomi, kerugian akibat serangan hama adalah turunnya harga jual komoditas bahan pangan (biji-bijian). Kerugian akibat serangan hama dari segi ekologi atau lingkungan adalah adanya ledakan populasi serangga yang tidak terkontrol (Syarief dan Halid, 1993).
10
III. METODE PENELITIAN
A. ALAT DAN BAHAN Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi unggul dari varietas Mamberamo (tahan hama dan penyakit), Ciherang (adaptif), Inpari 10 (toleran lahan kering), Inpari 13 (produktivitas tinggi), Sintanur (aromatik). Serangga Sitophilus oryzae didapatkan dari SEAMEO BIOTROP, Bogor. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain stoples, gelas pelastik, kain penutup, gunting, kuas, dan alat-alat uji lainnya.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu, tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. 1. Tahap Persiapan a. Persiapan Serangga Hama Gudang Sitophilus oryzae Tujuan dari tahap persiapan ini, yaitu memperoleh serangga Sitophilus oryzae dewasa yang berumur 7-15 hari. Media jagung grits dipanaskan dalam oven pada suhu 60oC selama 2 jam. Pengovenan ini bertujuan mematikan serangga hidup yang mungkin ada pada media jagung grits. Tahap selanjutnya, sebanyak 500 ekor Sitophilus oryzae imago yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP diinfestasikan ke dalam 1500 gram media jagung grits dalam wadah stoples yang ditutup oleh kain blacu dan diikat dengan karet gelang (agar serangga tidak kabur). Tahap infestasi dilakukan selama empat minggu sesuai dengan siklus hidup serangga Sitophilus oryzae dari peletakkan telur hingga keluarnya kumbang generasi pertama (F1). Selanjutnya, setelah masa infestasi selesai, dilakukan pengayakan untuk memisahkan seluruh serangga dewasa. Media jagung grits kemudian diinkubasikan kembali selama satu hari. Serangga-serangga tersebut kemudian disimpan pada media jagung grits yang baru dan ditunggu hingga berumur 7-15 hari. Pengayakan dilakukan secara berulang setiap hari hingga didapatkan jumlah serangga Sitophilus oryzae yang diinginkan dengan umur yang diketahui. Penentuan umur Sitophilus oryzae pada percobaan sangat penting. Karena, pada umur 7-15 hari tersebut, serangga Sitophilus oryzae telah mencapai kedewasaan kawin dan dapat memproduksi telur secara maksimal (Haryadi (1991) dalam Tarmudji (2008)). Bagan alir metode persiapan Sitophilus oryzae dapat dilihat pada Lampiran 23. b. Persiapan Beras Sampel beras yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas dua jenis yaitu beras pecah kulit (BPK) yang diperoleh melalui proses penggilingan dan beras sosoh (BS) yang diperoleh melalui proses penyosohan. Pada tahap ini, 2 kg sampel gabah masing-masing varietas dimasukkan ke dalam mesin pemecah kulit (rice huller) dan kemudian sekam dikelupas dari gabah. Beras yang keluar dari huller, dimasukan kembali untuk digiling
11
sampai tiga kali penggilingan. Tujuannya yaitu, agar sekam terkelupas merata diseluruh beras. Tahap selanjutnya yaitu, screening dilakukan secara manual, sehingga tidak ada lagi sekam yang dapat ditemukan. Setelah beras pecah kulit bersih, pada penelitian seri I segera dipisahkan masing-masing varietas sebanyak 200 butir beras kepala pecah kulit. Pada penelitian seri II, segera dipisahkan masing-masing varietas sebanyak 100 gr butir beras pecah kulit. Masing-masing varietas disetiap seri penelitian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Sebagian beras pecah kulit yang belum terpakai, dilanjutkan ke proses penyosohan. Menurut BSN(SNI 0835:2008), derajat sosoh dapat ditentukan dengan cara visual yaitu membandingkan beras sosoh hasil penyosohan dengan standar derajat sosoh untuk varietas yang sama atau dengan metheline blue atau milling degree meter. Namun, dalam penelitian ini, penentuan derajat sosoh mengacu pada penelitian oleh Nur (2003), yaitu derajat sosoh beras didapatkan dengan penyosohan beras selama 25 detik. Namun, karena hasil penelitiannya menunjukkan, masih tersisa sedikit aleuron, maka pada penelitian ini lama penyosohan beras menjadi 30 detik. Asumsinya, dalam waktu 30 detik, proses pembuangan aleuron, berlangsung sempurna (aleuron terbuang 100%). Sebanyak 100gr beras pecah kulit, disosoh sebanyak 2 kali, masing-masing dalam waktu 15 detik. Setelah beras sosoh bersih, pada penelitian seri I segera dipisahkan masing-masing varietas sebanyak 200 butir beras kepala sosoh. Pada penelitian seri II, segera dipisahkan masing-masing varietas sebanyak 100 gr butir beras sosoh. Masing-masing varietas disetiap seri penelitian dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Bagan alir metode persiapan beras pecah kulit dan beras sosoh dapat dilihat pada Lampiran 24. 2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelakasanaan penelitian dibagi menjadi dua seri, yaitu seri I untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi Sitophilus oryzae dan seri II untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus oryzae. Untuk menghindari penelitian dari gangguan hama yang kemungkinan berada di beras, dilakukan tahap sub freezing pada beras. Beras yang telah dipilih dimasukan kedalam freezer bersuhu -20oC selama satu minggu. Setelah satu minggu, beras diangkat dan di thawing pada suhu ruang.Selama thawing, beras tetap berada di dalam kantong tertutup untuk menghindarkan terbentuknya embun yang dapat mempengaruhi karakteristik beras. a. Seri I Pada seri I sepuluh ekor serangga Sitophilus oryzae yang diambil secara acak diinfestasikan kedalam 200 butir beras kepala masing-masing varietas yang ditempatkan dalam gelas plastik yang ditutup kain blacu dan diikat dengan karet gelang (Lampiran 25). Setelah tujuh hari masa infestasi, serangga Sitophilus oryzaedikeluarkan dan dibuang. Beras kemudian dibiarkan selama 14 hari. Setelah 14 hari, dilakukan pengamatan setiap hari untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama(F1). Serangga dewasa yang keluar diangkat, dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari hingga tidak ada lagi serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ). Pengulangan (replication) pada percobaan ini dilakukan sebanyak tiga kali.
12
b. Seri II Pada seri II, 25 ekor Sitophilus oryzae yang dipilih secara acak kemudian diinfestasikan kedalam 100 gram beras masing-masing varietas yang ditempatkan kedalam gelas plastik yang ditutup dengan kain blacu dan diikat dengan karet gepang (Lampiran 26). Setelah empat minggu masa inkubasi, serangga Sitophilus oryzae dihitung dan dibuang. Parameter yang diamati adalah total populasi serangga dewasa, kadar air, persen biji berlubang, dan kehilangan bobot. Pada percobaan ini dilakukan ulangan (replication)sebanyak tiga kali.
C. METODE ANALISIS 1. Analisis kadar air (AOAC, 1999) Kadar air ditentukan dengan pengeringan dalam oven. Sampel beras ditimbang sebanyak 2.0 gram dalam wadah aluminium yang sudah diketahui beratnya, kemudian dipanaskan dalam oven bersuhu 100o-102oC selama 6 jam atau sampai berat sampel konstan. Analisis kadar air ini dilakukan sebelum dan sesudah masa infestasi serangga. Kadar air ditentukan dengan rumus : Keterangan: A B
= Bobot bahan awal (g) = Bobot bahan kering (g)
2. Analisis kadar lemak kasar Sebanyak 2 gram sampel, diatas kapas yang beralas kertas saring dan di gulung, lalu dimasukkan ke dalam labu soxhlet. Kemudian dilakukan ekstraksi selama 6 jam, dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 ml. Lemak yang terekstrak, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100oC selama 1 jam hingga semua pelarutnya menguap.
3. Analisis protein kasar Sebanyak 0.25 gram sampel, dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan tambahkan selenium 0.25 gram dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Kemudian dekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Setelah dingin tambahkan 50 ml aquades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 3 2% dan 2 tetes indicator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan, destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCL 0.1 N sampai berwarna merah muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus :
13
Keterangan : S : volume titran sampel (ml) B : volume titran blanko (ml) w : bobot sampel kering (mg) Kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor perkalian untuk bahan pangan biji-bijian 5.38.
4. Perhitungan Dinamika Populasi Serangga (Haryadi, 1991) Hasil pengamatan pada seri I, digunakan untuk menghitung parameter lima karakteristik dinamika populasi serangga, sebagai berikut: a. Jumlah total populasi (Nt) Nt merupakan total populasi serangga hama gudang pada sampel beras. Caranya yaitu, menghitung semua serangga yang keluar ditambah dengan serangga awal yang diinfestasikan. b. Periode perkembangan (D) D merupakan periode perkembangan atau lamanya waktu dari waktu tengah-tengah infestasi hingga tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus oryzae. c. Indeks Perkembangan (ID) ID merupakan indeks perkembangan yang dihitung dari nilai Nt dan D dengan rumus: ID
x 100 Keterangan : Nt = No + N(F1) Nt = Jumlah akhir serangga Jumlah awal serangga yang diinfestasikan d. Perkembangan intrinsik (Rm) Laju perkembangan intrinsik (Rm) dihitung dengan rumus: Rm= LogeR , dimana R = Nt/No DM
Keterangan: No = Jumlah serangga yang diinfestasikan Dm =Periode perkembangan dalam satu minggu (D/7) e. Kapasitas multiplikasi mingguan(λ) (Howe, 1953) Rumus : λ =℮ Rm 5. Perhitungan Karakteristik Kehilangan Bobot a. Persen Kehilangan Bobot Persen kehilangan bobot beras selama penyimpanan, dihitung menggunakan formula Adamss (Adamss, 1976), yaitu dengan rumus:
14
U.Nd-D.Nu x 100 Ux N
% Kehilangan bobot =
Keterangan: U = bobot fraksi biji sehat D = bobot fraksi biji rusak N = jumlah total biji dalam sampel
Nu = jumlah biji sehat Nd = jumlah biji rusak
b. Persen biji berlubang Biji berlubang, akan didapatkan setelah masa infestasi. Jumlahnya dihitung dan dibandingkan dengan jumlah total biji, rumusnya yaitu : % biji berlubang = Jumlah biji berlubang x 100% Jumlah total biji
6. Perhitungan Jumlah Teoritis Sitophilus oryzae Selama Masa Penyimpanan Y=[(λ(∑minggu penyimpanan)) x ∑ pasang Sitophilus oryzae] Keterangan : Y = Jumlah teoritis S.oryzae Jika λ = eRm, maka perhitungan jumlah teoritis S.oryzae bisa juga menggunakan nilai laju perkembangan intrinsik (Rm). Y=[((eRm)(∑minggu penyimpanan)) x ∑ pasang Sitophilus oryzae] Ln Y=[(∑ minggu penyimpanan x Rm) x Ln ∑ pasang Sitophilus oryzae]
D. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian inimenggunakan Rancangan Acak Lengkap(RAL) dengan tiga kali ulangan tiap varietas dan dilakukan secara terpisah pada masingmasing perlakuan beras pecah kulit dan beras sosoh.Model matematikarancangan acak lengkap sederhana adalah: Yij = μ + Ai + εij Dimana: Yij = Nilai perlakuan ke-i dan ulangan ke-j μ = Nilai tengah perlakuan Ai = Pengaruh perlakuan varietas ke-i Εij = Galat percobaan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j Analisis statistik hasil penelitian diuji dengan sidik ragam (Analysis of Variance) yang dilanjutkan dengan uji Duncan. Selain itu, uji korelasi juga dilakukan untuk mengetahui keterkaitan antara variable yang mempengaruhi hasil penelitian. Uji analisis statistik tersebut menggunakan program SPSS seri 17.0.
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA 1. Total Populasi Serangga (Nt)
Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Kumulatif
Jumlah total populasi(Nt) Sitophilus oryzae, dihitung dengan cara menjumlahkan serangga yang diinfestasikan diawal percobaan dengan jumlah serangga turunan pertama (F1) yang keluar,sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari beras selama lima hari berturut-turut. Parameter pengamatan ini dilakukan untuk setiap perlakuan yaitu beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas padi unggul yang diujikan yaitu Mamberamo, Ciherang, Inpari 13, Inpari 10, dan Sintanur. Laju pertumbuhan populasi turunan pertama(F1) Sitophilus oryzae pada beras pecah kulit (BPK) dan beras sosoh (BS), berturut-turut dapat dilihat pada Gambar 4 dan Gambar 5. 140,00 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 1
3
Ciherang
5
7
Mamberamo
9
11
13
Hari Sintanur
15
17
19
Inpari 13
21
23
25
Inpari 10
Gambar 4. Grafik laju pertumbuhan populasi turunan pertama (F1) S.oryzae pada lima varietas beras pecah kulit.
Jumlah Serangga Turunan Pertama (F1) Kumulatif
60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 1 Ciherang
3
5
7
9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Mamberamo
Hari Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
Gambar 5. Grafik laju pertumbuhan populasi turunan pertama (F1) Sitophilus oryzae pada lima varietas beras sosoh.
16
Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietasberpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap jumlah serangga turunan pertama (F1) pada beras pecah kulit (Lampiran 2b) dan beras sosoh (Lampiran 2d). Hasil uji lanjut Duncanterhadap total populasi pada beras pecah kulit (Lampiran 2c)menunjukkan bahwajumlah serangga turunan pertama (F1) terbanyak terdapat pada varietas Mamberamo yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan jumlah serangga turunan pertama pada varietas Inpari 13, seperti ditunjukkan pada Tabel 2. Sementara itu, jumlah serangga turunan pertama pada beras pecah kulit varietas Ciherang, Inpari 10 dan Sintanur secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada beras sosoh (Lampiran 2e), jumlah serangga turunan pertama terbanyak terjadi pada beras Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan jumlah serangga turunan pertama pada varietas lainnya (Tabel 2). Tabel 2.Total populasi serangga hama gudang S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13 Rata-rata Populasi
Total Populasi BPK
BS
132.67c
22.00a
112.33bc
64.00b
abc
24.33a
59.33ab
28.67a
a
43.67
24.00a
87.27
32.60
88.33
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05). Berdasarkan Tabel 2, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata total populasi S.oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh, jauh berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata total populasi yang didapat sebesar 87.27 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata total populasi yang didapat sebesar 32.60. Hal ini menunjukkan adanya preferensi pemilihan makanan oleh S.oryzaeyang cenderung lebih menyukaiberas pecah kulit (BPK) dibandingkan beras sosoh (BS) sehingga mempengaruhi jumlah total populasi S.oryzae selama hidup. Sementara itu, berdasarkan SNI 6128 (BSN, 2008) (Lampiran 29), beras memiliki persyaratan jumlah serangga minimal (benda asing) yang diperbolehkan ada dalam beras sesuai dengan golongan mutunya. Namun, keberadaan serangga ini tidak diperbolehkan dalam kondisi hidup. Melainkan terhitung sebagai serangga mati. Berikut merupakan penggolongan mutu beras berdasarkan jumlah minimal serangga mati yang diperbolehkan dalam beras (Tabel 3) : Tabel 3. Penggolongan mutu beras berdasarkan jumlah minimal serangga mati Golongan mutu beras Jumlah serangga minimal per 100 gr Mutu I 0 Mutu II 0.02 gr atau 2 ekor S.oryzae mati Mutu III 0.02 gr atau 2 ekor S.oryzae mati Mutu IV 0.05 gr atau 5 ekor S.oryzae mati Mutu V 0.20 gr atau 21 ekor S.oryzae mati Keterangan: Berat rata-rata satu ekor S.oryzae(0.0093gr)
17
Sehingga dari Tabel 3 tersebut, dapat dilihat bahwa keberadaan satu ekor S.oryzae hidup selama masa penyimpanan tidak diperbolehkan sebagai syarat di setiap golongan mutu beras. Karena, S.oryzae hidup akan berkembang sangat cepat secara eksponensial sehingga potensi S.oryzae merusak beras secara kualitas dan kualitas, akan semakin besar. 2. Periode Perkembangan (D) Periode perkembangan atau periode siklus hidup adalah waktu yang dibutuhkan serangga untuk berkembang dari telur menjadi imago (serangga dewasa). Parameter ini dihitung dengan menghitung lamanya waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai tercapai 50% total populasi turunan pertama (F1). Nilai D yang semakin kecil menunjukkan periode perkembangan yang semakin cepat pada Sitophilus oryzae. Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap periode perkembangan pada beras pecah kulit (Lampiran 3b) dan beras sosoh (Lampiran 3d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap periode perkembangan pada beras pecah kulit (Lampiran 3c) menunjukkan bahwa periode perkembangan tersingkat terdapat pada beras varietas Sintanur yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan periode perkembangan pada beras varietas Inpari 13, seperti ditunjukkan pada Tabel 4. Sementara itu, periode perkembangan pada beras pecah kulit varietas Ciherang, Inpari 10 dan Mamberamo secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada beras sosoh (Lampiran 3e), periode perkembangan tercepat terjadi pada beras varietas Sintanur yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan periode perkembangan pada kelompok beras varietas Mamberamo dan Inpari 13, serta berbeda juga secara sangat nyata (p<0.01) dengan periode perkembangan pada kelompok beras Inpari 10 dan Ciherang (Tabel 4). Hal ini menunjukkan, bahwa baik dalam keadaan minim nutrisi (BS) maupun kaya nutrisi (BPK), varietas Sintanur mendukung perkembangan S.oryzae dengan periode perkembangan yang lebih singkat. Selain itu, varietas beras Inpari 13, memiliki periode perkembangan terlama, sehingga kurang mendukung perkembangan S.oryzae. Tabel 4. Periode perkembangan serangga hama gudang S.oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras
Periode Perkembangan BPK BS
Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13
27.1200ab
40.7500c
ab
27.0800
36.5767b
27.7433ab
36.6667b
26.7567a
32.7933a
b
28.1100
41.6250c
Rata-rata D
27.36
37.68
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05). Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata periode perkembangan Sitophilus oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata periode perkembangan yang didapat sebesar 27.36hari atau setara dengan empat minggu dan pada beras sosoh (BS) rata-rata periode perkembangan yang didapat sebesar 37.68hari atau setara dengan lima minggu.
18
3. Indeks Perkembangan (ID) Indeks perkembangan atau indeks kepekaan (Index Susceptibility) merupakan parameter yang biasa digunakan untuk mengukur tingkat efektifitas bahan terhadap perkembangan serangga. Semakin tinggi nilai indeks perkembangan(ID) serangga, maka semakin peka beras tersebut terhadap infestasi serangga. Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap indeks perkembangan pada beras pecah kulit (Lampiran 4b) dan beras sosoh (Lampiran 4d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap indeks perkembangan pada beras pecah kulit (Lampiran 4c) menunjukkan bahwa indeks perkembangan terbesar terdapat pada beras varietas Mamberamo dan beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan indeks perkembangan pada beras varietas Inpari 13, seperti ditunjukkan pada Tabel 5. Sementara itu, indeks perkembangan pada beras pecah kulitvarietas Sintanur dan Inpari 10 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada beras sosoh (Lampiran 4e), indeks perkembangan terbesar terdapat pada beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan indeks perkembangan pada beras varietas Mamberamo (Tabel 5). Sementara itu, indeks perkembangan pada beras sosoh varietas Inpari 10, Sintanur, dan Inpari 13 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 5. Indeks perkembangan serangga hama gudang S.oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13 Rata-rata ID
Indeks Perkembangan BPK BS 18.0167b 7.9533a 17.4233b 11.2767c ab 15.5667 8.6933ab 14.9733ab 9.9733bc 13.0900a 8.3267ab 15.81
9.24
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05). Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai rata-rata indeks perkembangan Sitophilus oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata indeks perkembangan yang didapat sebesar 15.81 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata indeks perkembangan yang didapat sebesar 9.24. Hal itu menunjukkan bahwa S.oryzae lebih sesuai dengan biji beras yang masih kaya nutrisi seperti yang terkandung dalam beras pecah kulit jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan. 4. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Laju perkembangan intrinsik merupakan parameter yang menunjukkan laju perkembangan serangga dalam suatu bahan sehingga dapat menunjukkan kesesuaian suatu bahan sebagai media perkembangan serangga.Nilai Rm berbanding lurus dengan kesesuaian serangga terhadap makanan atau habitat. Semakin tinggi nilai Rm, maka semakin sesuai habitat atau makanannya
19
bagi perkembangan serangga. Kesesuaian tersebut meliputi kualitas atau tipe bahan makanan bagi serangga, kondisi habitat hidupnya yang meliputi suhu dan kadar air (Dobie et al., 1984). Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap laju perkembangan intrinsik pada beras pecah kulit (Lampiran 5b) dan beras sosoh (Lampiran 5d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap laju perkembangan intrinsik pada beras pecah kulit (Lampiran 5c) menunjukkan bahwa laju perkembangan intrinsik terbesar terdapat pada beras varietas Mamberamo dan beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan laju perkembangan intrinsik pada beras varietas Inpari 13, seperti ditunjukkan pada Tabel 6. Sementara itu, laju perkembangan intrinsik pada beras pecah kulit varietas Sintanur dan Inpari 10 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada beras sosoh (Lampiran 5e), laju perkembangan intrinsik terbesar terdapat pada beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan laju perkembangan intrinsik pada beras varietas lainnya (Tabel 6). Tabel 6.Laju perkembangan intrinsik serangga hama gudang S.oryzaepada beras pecah kulitdan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13 Rata-rata Rm
Laju perkembangan intrinsik BPK BS b 0.6667 0.1433a b 0.6200 0.3500b 0.5067ab 0.1700a 0.4433ab 0.2067a a 0.3433 0.1467a 0.52
0.20
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05). Berdasarkan tabel di atas, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata laju perkembangan intrinsik Sitophilus oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata laju perkembangan intrinsik yang didapat sebesar 0.52 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata laju perkembangan intrinsik yang didapat sebesar 0.20. Hal itu menunjukkan bahwa kecepatan menggandakan diri S.oryzaelebih tinggi pada beras pecah kulit karena masih kaya nutrisi pada bagian embrio dan aleuronnya jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan. 5. Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Kapasitas multiplikasi mingguan merupakan parameter yang menunjukkan kemampuan suatu serangga untuk menggandakan diri dalam satu minggu. Menurut Howe (1953), nilai λ digunakan untuk menduga nilai populasi teoritis dalam satuan waktu tertentu. Semakin tinggi nilai λ, maka semakintinggi jumlah populasinya. Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap kapasitas multiplikasi mingguan pada beras pecah kulit (Lampiran 6b) dan beras sosoh (Lampiran 6d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap kapasitas multiplikasi mingguan pada beras pecah kulit (Lampiran 6c) menunjukkan bahwa kapasitas multiplikasi mingguan terbesar terdapat pada beras varietas Mamberamo dan beras varietas Ciherang yang secara sangat
20
nyata (p<0.01) berbeda dengan kapasitas multiplikasi mingguan pada beras varietas Inpari 13, seperti ditunjukkan pada Tabel 7. Sementara itu, kapasitas multiplikasi mingguan pada beras pecah kulit varietas Sintanur dan Inpari 10 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Pada beras sosoh (Lampiran 6e), kapasitas multiplikasi mingguan terbesar terdapat pada beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan kapasitas multiplikasi mingguan pada beras varietas lainnya (Tabel 7). Tabel 7.Kapasitas multiplikasi mingguan serangga hama gudang S.oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13 Rata-rata λ
Kapasitas multiplikasi mingguan BPK BS 1.9500b 1.1533a 1.8667b 1.4167b ab 1.6867 1.1833a 1.5700ab 1.2333a 1.4200a 1.1600a 1.70
1.23
Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05). Berdasarkan tabel di atas, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan S.oryzaepada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan yang didapat sebesar 1.70 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan yang didapat sebesar 1.23. Hal itu menunjukkan bahwa kemampuan menggandakan diri S.oryzae lebih tinggi pada beras pecah kulit karena masih kaya nutrisi pada bagian embrio dan aleuronnya jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan. Hasil penelitian di atas, dapat dijadikan acuan perhitungan teoritis, perkiraan jumlah Sitophilus oryzae yang akan terbentuk selama periode tertentu. Misalnya, beras pecah kulit dan beras sosoh Mamberamo, Ciherang, Inpari 10, Sintanur, dan Inpari 13 dengan masing-masing nilai λ (Tabel 7), diinfestasikan dengan 10 ekor (5pasang) S.oryzae selama 3 bulan (12 minggu), maka serangga yang akan terbentuk dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8.Perhitungan teoritis jumlah S.oryzae selama masa simpan Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13
Jumlah S.oryzae (3 bulan) BPK BS 15,114 8,951 2,651 1,121 336
28 327 38 62 30
Sementara itu, perhitungan teoritis juga dapat dilakukan untuk menghitung lama penyimpanan pada masing-masing varietas beras dengan jumlah minimum S.oryzae yang akan terbentuk. Sebagai contoh, beras sosoh Mamberamo memiliki 28 ekor S.oryzae yang terbentuk
21
selama tiga bulan penyimpanan. Dengan jumlah S.oryzae yang akan terbentuk sama (28 ekor), masing-masing varietas beras lainnya memiliki lamanya masa simpan seperti pada Tabel 9.
Tabel 9.Perhitungan teoritis lama penyimpanan beras Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13
Lama penyimpanan (dalam minggu) BPK BS 2.580 / (18 hari) 12.080 / (84 hari) 2.761 / (19 hari) 4.946 / (35 hari) 3.297 / (23 hari) 10.240 / (72 hari) 3.820 / (27 hari) 8.215 / (58 hari) 4.915 / (34 hari) 11.610 / (81 hari)
B. KARAKTERISTIK KEHILANGAN PASCA PANEN BERAS 1. Persen Kehilangan Bobot Kehilangan bobot, dapat disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam bahan pangan, aktivitas mikroorganisme, kehilangan air, serangan serangga, serangan tikus dan burung, serta tercecer akibat penanganan yang kurang baik oleh manusia. Persen kehilangan bobot yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Adams (1976). Perhitungan persen kehilangan bobot tidak dapat menunjukkan kehilangan bobot secara spesifik karena adanya hidden infestation. Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap susut bobot pada beras pecah kulit (Lampiran 10b) dan beras sosoh (Lampiran 10d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap susut bobot pada beras pecah kulit (Lampiran 10c) menunjukkan bahwa susut bobot terbesar terdapat pada beras varietas Mamberamo yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan susut bobot pada beras varietas Inpari 13 dan juga berbeda secara sangat nyata dengan beras varietasCiherang, Inpari 10, dan Sintanur, seperti ditunjukkan pada Tabel 10. Pada beras sosoh (Lampiran 10e), susut bobot terbesar terdapat pada beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan susut bobot pada beras varietas Mamberamo dan Inpari 13 (Tabel 10). Sementara itu, pada beras sosoh varietas Inpari 10 dan Sintanur, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 10. Persen kehilangan bobotpada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13
Persen kehilangan bobot (%) BPK BS 8.7933c 3.2467a 6.3967b 5.4667b b 6.5567 4.6767ab 5.7233b 4.7933ab a 4.0500 3.7900a
6.30 4.39 Rata-rata persen kehilangan bobot Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05).
22
Berdasarkan tabel di atas, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata susut bobot pada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata susut bobot yang didapat sebesar 6.30 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata susut bobot yang didapat sebesar 4.39. Hal itu menunjukkan bahwa susut bobot beras akibat infestasi S.oryzae lebih tinggi pada beras pecah kulit karena masih kaya nutrisi jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan. Widjono et al.(1982), menyatakan bahwa susut bobot akibat penyimpanan sebesar 5%. Hal ini, sejalan juga dengan hasil penelitianMorallo-Rejesus(1984), yang menyatakan kerusakan susut bahan akibat serangan serangga hama gudang pada umumnya mencapai 5-10%. Namun, nilai susut bahan tersebut dapat meningkat hingga 20% selama empat bulan penyimpanan (Subedi et al., 2009). 2. Persen biji berlubang Persen biji berlubang, merupakan parameter yang digunakan untuk melihat tingkat kerusakan dalam biji-bijian yang disimpan. Pengukuran biji berlubang ini hanya dilakukan pada biji berlubang yang dapat dilihat oleh mata, karena parameter ini tidak dapat mengukur kerusakan yang disebabkan oleh Hidden Infestation. Hidden infestation merupakan telur, larva, dan pupa yang pada awalnya diinfestasi oleh induk Sitophilus oryzae dengan meletakkan telur dan menutupnya dengan cairan sekresi oleh kelenjar mulutnya. Menurut Pranata (1979), serangan serangga menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang gejalanya dapat terlihat antara lain dengan adanya lubang gerek, lubang keluar (exit holes), garukan pada butir beras serta timbulnya gumpalan (webbing), bubuk (dust powder) dan adanya kotoran (feces). Berdasarkan analisis ragam dapat diketahui bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap persen biji berlubang pada beras pecah kulit (Lampiran 11b) dan beras sosoh (Lampiran 11d). Hasil uji lanjut Duncan terhadap persen biji berlubang pada beras pecah kulit (Lampiran 11c) menunjukkan bahwa persen biji berlubang terbesar terdapat pada beras varietas Mamberamo yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan persen biji berlubang pada beras varietas Inpari 13 dan Sintanur, serta berbeda juga secara sangat nyata (p<0.01) dengan beras varietas Ciherang dan Inpari 10, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 11. Pada beras sosoh (Lampiran 11e), persen biji berlubang terbesar terdapat pada beras varietas Ciherang yang secara sangat nyata (p<0.01) berbeda dengan persen biji berlubang pada beras varietas Mamberamo dan berbeda juga secara sangat nyata (p<0.01) dengan beras varietas Sintanur (Tabel 11). Sementara itu, pada beras sosoh varietas Inpari 10 dan Inpari 13, secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Tabel 11. Persen biji berlubangpada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas Beras Mamberamo Ciherang Inpari 10 Sintanur Inpari 13
Persen biji berlubang (%) BPK BS 29.7567c 7.3700a 22.8967b 15.6900c b 18.7500 10.2600ab 12.5667a 11.5033b a 9.0467 8.2333ab
18.60 10.61 Rata-rata persen biji berlubang Keterangan: Angka-angka dengan huruf yang sama dalam satu kolom tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0.05).
23
Berdasarkan tabel di atas, dapat dibandingkan bahwa nilai rata-rata persen biji berlubang pada beras pecah kulit dan beras sosoh, berbeda secara absolut. Pada beras pecah kulit (BPK), rata-rata persen biji berlubang yang didapat sebesar 18.60 dan pada beras sosoh (BS) rata-rata susut bobot yang didapat sebesar 10.61. Hal tersebut menunjukkan bahwa persen biji berlubang beras akibat infestasi S.oryzae lebih tinggi pada beras pecah kulit karena masih kaya nutrisi jika dibandingkan dengan beras sosoh yang komponen nutrisinya telah menurun akibat proses penyosohan.
C. KAJIAN RESISTENSI BERAS Berdasarkan karakteristik dinamika populasi dan karakteristik kehilangan bobot, didapatkan hasil bahwa, pengujian pengaruh varietas beras baik pada beras pecah kulit maupun beras sosoh terhadap seluruh parameter resistensi beras dari serangan S.oryzae, menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada tingkat kepercayaan 95%. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Ryoo dan Cho (1992), yang menyimpulkan bahwa jenis makanan atau jenis varietas sangat berpengaruh terhadap perilaku serangga dalam milih makanan dan meletakkan telur (oviposisi). Urutan peringkat resistensi beras pada beras pecah kulit memiliki pola yang sama pada parameter total populasi (Nt), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), kapasitas multiplikasi mingguan (λ), dan persen biji berlubang. Secara absolut, urutan peringkat resistensi beras pecah kulit dari yang paling resisten sampai yang paling peka terhadap serangan S.oryzae berturut-turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, dan Mamberamo. Hal yang sama juga terjadi pada urutan peringkat beras sosoh pada parameter yang sama. Berdasarkan parameter (Nt, ID, Rm, λ dan persen biji berlubang), secara absolut urutan peringkat resistensi beras sosoh dari yang paling resisten sampai yang paling peka terhadap serangan S.oryzae berturut-turut yaitu Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, Sintanur dan Ciherang. Dari hasil tersebut, secara absolut dapat disimpulkan bahwa, pada keadaan beras pecah kulit yang kaya nutrisi, beras yang paling tahan terhadap serangan S.oryzae adalah varietas Inpari 13 dan yang paling peka terhadap serangan S.oryzae adalah Mamberamo. Namun, dalam bentuk beras sosoh yang minim nutrisi, justru Mamberamo menjadi varietas beras yang paling tahan terhadap serangan S.oryzae dan varietas yang paling resisten pada beras sosoh yaitu Ciherang. Dalam bentuk beras sosoh varietas Inpari 13 masih tetap menempati urutan peringkat atas resisten terhadap serangan S.oryzae yaitu urutan kedua setelah varietas Mamberamo. Dari hal diatas, dapat disimpulkan bahwa, selama penyimpanan, beras varietas Mamberamo lebih baik disimpan dalam keadaan beras sosoh dibanding dalam keadaan beras pecah kulit. Sementara itu, beras varietas Ciherang baik dalam keadaan beras sosoh maupun beras pecah kulit, tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama, karena akan memperbesar kerusakan akibat serangan S.oryzae. Beras varietas yang stabil disimpan dalam keadaan beras pecah kulit maupun beras sosoh, yaitu Inpari 13. Menurut Vowotor et al., (1994) menyatakan jumlah total populasi serangga dipengaruhi oleh kualitas beras. Menurut Masmawati (2007), kualitas beras tersebut meliputi sifat-sifat fisiologis dan kimiawi biji-bijian yang dapat mempengaruhi perkembangan larva, seperti kekerasan kulit, amilosa, kadar air biji, warna, dan komposisi nutrisi. Menurut Atkins (1980), sebelum memakan makanannya, serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terlebih dahulu. Dengan demikian, dapat disimpulkan varietas beras Inpari 13, memiliki sifat-sifat fisiologis dan kimiawi yang kurang disukai oleh S.oryzae. Sehingga, dalam pengembangan varietas padi unggul,
24
karaktristik eksternal dan internal yang ada pada beras Inpari 13 dapat dijadikan acuan dalam pengembangan (pemuliaan) padi unggul selanjutnya yang tahan terhadap S.oryzae selama masa simpan. Faktor yang berpengaruhterhadap jumlah populasi S.oryzaeadalah daya repellent. Daya repellent menyebabkan serangga tidak mau bertelur atau dapat menghambat peletakkan telur oleh induk betina pada media. Daya repellent dapat dilihat dari waktu munculnya serangga turunan pertama. Semakin lama serangga turunan pertama (F1) emergence maka daya repellent dari suatu bahan semakin kuat pengaruhnya. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1b, yang memperlihatkan bahwa kemunculan serangga turunan pertama (F1) pada beras sosoh varietas Mamberamo membutuhkan waktu yang paling lama (29 hari) dibandingkan kemunculan serangga turunan pertama (F1) pada keempat varietas beras lainnya.Dalam bentuk beras pecah kulit, waktu yang dibutuhkan sampai serangga pertama (F1) keluar adalah 19-20 hari. Urutan peringkat resistensi beras pada kelima varietas, memiliki pola yang berbeda pada parameter resistensi persen susut bobot beras pecah kulit. Varietas beras yang paling kecil susut bobotnya terhadap serangan S.oryzae tetap Inpari 13 seperti pada parameter Nt, ID, Rm, λ, dan persen biji berlubang. Namun, pada parameter susut bobot tersebut, pola urutan peringkat beras pecah kulit tidak sama dengan penjelasan pada paragraf di atas. Hal tersebut dapat saja terjadi dan diduga karena kesalahan pengambilan sampel yang belum homogen, karena jika diamati secara mendetail, perbedaan rata-rata susut bobot beras pecah kulit, hanya sedikit antara Ciherang dan Inpari 10. Hal tersebut dibuktikan pada analisis varian persen susut bobot pada beras sosoh (BS), yang menunjukkan pola peringkat yang sama dengan parameter jumlah total populasi (Nt).Tingginya susut bobot pada biji-bijian sebanding lurus dengan total populasi serangga. Aktivitas serangga dalam memakan bahan pangan dapat menimbulkan kehilangan bobot. Makin tinggi kadar abu, lemak dan protein, makin tingggi juga susut bobotnya (Barney et al., 1991). Persen biji berlubang dipengaruhi oleh kekerasan endosperma, kandungan protein, amilosa, lemak, ukuran granula, kerapatan kulit, dan kadar air. Biji beras yang memiliki kandungan nutrisi yang tinggi, kadar air yang tinggi dan tidak keras, akan mendukung pertumbuhan Sitophilus oryzae. Selain itu, hal yang dapat mempengaruhi tingginya biji berlubang adalah adanya infestasi telur lebih dari satu dalam satu biji (Campbel, 2001). Hal itu terjadi jika ukuran bijinya besar sehingga memungkinkan adanya peletakkan dua telur sekaligus. Banyaknya infestasi telur dalam satu biji, menyebabkan ukuran serangganya tidak sebesar serangga yang berkembang sendiri dalam satu biji (Adams, 1976). Pada parameter periode perkembangan, nilai yang lebih kecil menunjukkan kepekaan biji yang lebih tinggi terhadap serangan (Mebarkia, 2010). Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa varietas Sintanur, menduduki peringkat teratas periode perkembangan S.oryzae tercepatdari telur hingga menjadi imago, baik pada keadaan beras pecah kulit maupun beras sosoh. Sementara itu, periode perkembangan serangga terlama terjadi pada beras varietas Inpari 13. Periode perkembangan (D) dipengaruhi oleh faktor intrinsik seperti komposisi kimia substrat dan faktor ekstrinsik seperti pengaruh lingkungan. Periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae, juga sangat dipengaruhi oleh komponen kimia dan karakteristik fisik dari biji yang diserang. Komponen kimia yang mempengaruhi periode perkembangan S.oryzaeantara lain adalah amilosa. Menurut Baker (1982), amilosa merupakan feeding detterent, sedangkan amilopektin sebagai feeding stimulan bagi S.oryzae. Dengan demikian secara teoritis, beras dengan kandungan amilosa tinggi akan bersifat lebih resisten terhadap serangan serangga S.oryzae dibandingkan dengan beras yang kandungan amilosanya lebih rendah. Hal ini terkait dengan sifat S.oryzae yang memiliki α-amilase yang dapat
25
memecah baik amilosa maupun amilopektin. Pada awal pemecahan amilosa, maltodekstrin terbentuk akibat aktivitas enzimatik pada proses pencernaan. Rantai maltodekstrin jauh lebih lambat dihidrolisis menjadi glukosa sehingga proses pencernaan S.oryzaee akan menjadi lebih lambat dan akhirnya mengganggu perkembangannya. Pada beras sosoh, amilosa berperan sebagai antifeedant, yaitu sebagai zat yang menyebabkan serangga tidak mau makan, sehingga serangga tidak mempunyai energi untuk perkembangannya.Borror (1996),menyatakan bahwa daya antifeedant bersifat tidak membunuh, menangkis, atau menjerat tetapi lebih bersifat menghalangi kegiatan makan serangga. Selain itu kegiatan metabolismenya akan terhambat yang mengakibatkan periode perkembangan menjadi lebih lama sehingga munculnya turunan pertama dari Sitophilus oryzae menjadi lambat. Kandungan amilosa pada masing-masing varietas beras dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari Tabel Lampiran 14, dapat diketahui bahwa beras dengan kandungan amilosa terendah hingga tertinggi berturut-turut adalah Sintanur, Mamberamo, Inpari 10, Inpari 13, dan Ciherang. Jika dibandingkan secara absolut dengan hasil pengamatan periode perkembangan, didapatkan hasil bahwa periode perkembangan S.oryzae baik pada kondisi BPK maupun BS, tidak dipengaruhi oleh kandungan amilosanya. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Baker (1982), yang menyatakan bahwa amilosa merupakan komponen feeding deterrent (antifeedant), yang memperlama proses pencernaan dalam tubuh serangga. Sehingga S.oryzae lebih mudah makan makanan yang sedikit komponen antifeedantnya. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Ciherang yang kandungan amilosanya tinggi, karena periode perkembangannya memiliki nilai tercepat kedua setelah Sintanur. Hal tersebut bisa saja terjadi karena amilosa bukanlah satu-satunya faktor penentu resistensi beras.Hasil penelitian Kossou (1992), menyatakan bahwa oviposisi S.oryzae di aleuron dan embrio, akan mempercepat periode perkembangannya. Hal ini dikarenakan, kecukupan nutrisi yang akan diperoleh larva saat telur menetas. Selain itu, kecukupan nutrisi akan mempengaruhi lamanya siklus hidup larva. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat (Soekarna, 1977). Sitophilus oryzae merupakan tipe serangga yang membutuhkan nutrisi disepanjang siklus hidupnya. Walaupun, kandungan amilosanya sedikit namun jika tidak didukung oleh kandungan nutrisi yang cukup, maka perkembangan S.oryzae tidak akan bertahan lama. Periode perkembangan tidak selalu berbanding lurus dengan jumlah total populasi. Hal ini terbukti, pada total populasi beras varietas Sintanur tidak tinggi padahal memiliki periode perkembangan yang tersingkat dibandingkan dengan keempat varietas beras lainnya baik pada beras pecah kulit maupun beras sosoh. Hal tersebut dapat terjadi, karena komponen nutrisi pertumbuhan pada beras varietas Sintanur tidak mencukupi kebutuhan S.oryzae walaupun, kandungan amilosanya (antifeedant) rendah. Pada awal infestasi, kandungan amilosa yang rendah, disukai oleh S.oryzae, namun setelah beberapa hari, pengaruh tersebut terhambat oleh kandungan protein dan lemak yang tidak mencukupi kebutuhan perkembangan S.oryzae. Selain itu, komponen lainnya yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae yaitu, varietas, kadar air, komponen nutrisi, tingkat kekerasan dan komponen volatil (Saenong dan Hipi, 2005). Pada parameter indeks perkembangan, semakin kecil nilai ID, maka semakin tinggi daya hambatnya terhadap perkembangan S.oryzae. Hal ini berkaitan dengan daya repellent dan antifeedant yang juga mempengaruhi total populasi dan periode perkembangan S.oryzae. Pada kondisi makanan yang baik dengan jumlah nutrisi yang cukup dan cocok bagi sistem pencernaan S.oryzae, akan menunjang perkembangan populasi. Sebaliknya, makanan dengan nutrisi yang kurang dan tidak cocok akan menekan perkembangan populasi serangga (Andrewartha dan Birch,
26
1954).Mebarkia (2010), yang menyebutkan bahwa kemampuan bertelur, indeks perkembangan, susut bobot biji, berkorelasi negatif dengan amilosa. Hal tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini, karena pada varietas beras Ciherang yang memiliki kadar amilosa tertinggi justru memiliki nilai ID yang tinggi. Hal tersebut terjadi karena varietas beras Ciherang, memiliki komponen nutrisi yang sangat disukai oleh S.oryzae, sehingga kadar amilosa yang sangat tinggi dibanding varietas beras lainnya, tidak mempengaruhi preferensi pemilihan makanan S.oryzae. Sitophilus oryzae tidak dapat hidup jika hanya mengkonsumsi amilosa sebagai sumber karbohidrat (Baker dan Woo, 1992). Hal di atas juga terjadi pada parameter laju perkembangan intrinsik (Rm), jika beras diinfestasi sesuai dengan S.oryzae, maka laju perkembangan intrinsiknya akan semakin besar dan total populasinya pun akan bertambah dengan pesat. Menurut Heines (1991), tiga faktor yang mempengaruhi laju perkembangan intrinsik adalah kualitas atau tipe bahan makanan serangga, kondisi habitat hidupnya dan spesies. Dobie (1974), menyatakan bahwa terdapat kepekaan dan korelasi negatif antara kandungan amilosa dengan Rm. Sejalan dengan penjelasan pada paragraf di atas, bahwa, amilosa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi pertumbuhan S.oryzae sehingga, beras yang memiliki kadar amilosa yang tinggi namun dengan nutrisi yang mendukung pertumbuhan S.oryzae, dapat menjadikan beras tersebut peka terhadap serangan S.oryzae. Menurut Bekon dan Fleurat-Lessard (1992), nilai rata-rata F1 yang keluar, berkorelasi positif dengan kapasitas multiplikasi S.oryzae. Dengan mengetahui nilai λ, maka dapat diperkirakan serangga yang terbentuk dalam jangka waktu tertentu (minggu). Selanjutnya, jumlah serangga yang terbentuk, dapat digunakan untuk menduga jumlah kerusakan yang akan terjadi. Aplikasi dari perhitungan populasi teoritis tersebut dapat diterapkan pada pendugaan tingkat kerusakan biji-bijian selama penyimpanan. Berdasarkan penjelasan seluruh parameter di atas, didapatkan hasil bahwa disetiap parameter resistensi S.oryzae lebih menyukai beras pecah kulit dibandingkan dengan beras sosoh. Selain itu, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Singh (1981), yang menyatakan bahwa periode perkembangan pada beras sosoh lebih lama dibandingkan beras pecah kulit. Hal tersebut berhubungan dengan kecukupan nutrisi pada kandungan beras yang akan mempengaruhi lamanya siklus hidup larva (Matthews dan Matthews, 1978). Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat (Soekarna, 1977). Menurut Rojuddin (1998), periode perkembangan S.oryzae pada enam varietas beras pecah kulit adalah sebesar 32-33 hari. Kandungan nilai nutrisi dan mineral yang tinggi seperti protein, lemak, abu, lebih tinggi pada beras pecah kulit dibandingkan dengan beras sosoh (Nitta dan Matsuda, 2006). Tingginya nutrisi dalam beras pecah kulit, sangat dibutuhkan pada masa perkembangan larva (Marbun dan Yuswani, 1991). Dengan demikian, beras yangpericarp, aleuron, dan lembaganya telah dibuang (pada beras sosoh), total populasinya lebih sedikit karena kandungan nutrisi dan mineralnya tidak mencukupi kebutuhan serangga.Menurut penelitian Mc. Gaughey (1974), derajat sosoh berpengaruh secara nyata terhadap populasi turunan Sitophilus sp. Pada tingkat derajat sosoh rendah populasi turunan Sitophilus sp. lebih besar dibandingkan dengan beras pada tingkat derajat sosoh tinggi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ryoo dan Cho (1992), yang menunjukkan hasil bahwa serangga hama beras lebih suka makan dan oviposisi pada beras pecah kulit.
27
D. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI Kesesuaian makanan erat kaitannya dengan dinamika serangga memilih sumber makanan yang cocok untuk pertumbuhan populasinya (Yayuk et al., 1990). Kriteria makanan yang biasa dipilih S.oryzaesebagai bahan makanan dipengaruhi oleh kekerasan endosprema, kandungan protein, amilosa, lemak, ukuran granula, kerapatan kulit, dan kekerasan biji-bijian.Kadar air juga mempengaruhi ketahanan hidup dari Sitophilus oryzae (Harahap, 2011). Oleh karena itu, uji korelasi ini akan menguji secara statistik hubungan parameter-parameter resistensi beras dengan kandungan protein, kandungan lemak, dan kadar air awal beras. Hasil uji korelasi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae. Parameter
Protein **
Nt
0.744
D
-0.272
ID
0.583 *
Lemak **
0.841
Kadar Air 0.879** -0.763*
-0.602 0.799**
0.879**
**
Rm
0.673
0.837
0.890**
Kapasitas Multiplikasi
0.681*
0.841**
0.885**
Persen Kehilangan Bobot
0.630
0.728*
0.921**
Persen Biji Berlubang
0.731*
0.809**
0.880**
Keterangan : *) korelasi signifikan**)korelasi sangat signifikan Berdasarkan analisis ragam pada Lampiran 15b dan 15e, faktor varietas beras berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap kandungan protein dimasing-masing varietas beras pecah kulit dan beras sosoh. Pada lampiran 15a, juga didapatkan informasi bahwa penyosohan pada pada beras pecah kulit, menurunkan kandungan protein beras sosoh. Dari tabel tersebut, diketahui bahwa kandungan protein beras pecah kulit pada semua varietas, rata-rata 6.86%. Sedangkan setelah mengalami proses penyosohan menjadi beras sosoh, kandungan proteinnya menurun menjadi 6.22%. Kandungan protein dari terendah ke tertinggi berturut-turut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, danMamberamo. Kandungan protein tertinggi dimiliki oleh beras varietas Mamberamo dan kandungan protein terendah dimiliki oleh beras varietas Inpari 13. Tingginya kandungan protein tersebut memiliki korelasi positif dengan total populasi, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Artinya, semakin tinggi kandungan protein, akan semakin mendukung perkembangan S.oryzae dari segi ketersediaan nutrisi. Masson et al., (1997), menyatakan bahwa kandungan protein, lemak, vitamin dan mineral yang tinggi, dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan S.oryzae. Jika nutrisinya dapat terpenuhi maksimal, maka periode perkembangannya juga akan lebih singkat (Sukarna, 1977). Sementara itu, dari hasil penelitian ini tidak didapatkan adanya hubungan antara kadar protein lima varietas beras dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen kehilangan bobot. Hal tersebut dapat terjadi karena bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga kondisi lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta karakteristik fisik beras.Jika dibandingkan dengan penelitian Bekon dan Fleurat-Lessard (1992) serta Mebarkia (2010), penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda, karena pada penelitian sebelumnya
28
tersebut, jumlah F1 yang keluar, berkorelasi positif dengan kapasitas multiplikasi dan persen susut bobot. Hal ini didukung oleh penelitian Barney et al.,(1991) yang menyatakan bahwa, makin tinggi kadar abu, lemak dan protein, akan menyebabkan loss grain yang tinggi pula. Sedangkan pada kadar lemak, analisis ragam pada Lampiran 16b dan 16d, juga menunjukkan hasil bahwa faktor varietas berpengaruh sangat nyata (p<0.01) terhadap perbedaan kadar lemak pada lima varietas beras. Pada Lampiran 16a, diketahui bahwa kadar lemak pada beras pecah kulit sebesar sebesar 4.49 %, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan dengan beras sosoh yang hanya sebesar 1.77 %. Menurut Soedarmono dan Sedaoetama (1977), lembaga mengandung kadar lemak, protein, dan thiamin yang tinggi. Selain itu, pada embrio, pericarp, dan aleuron juga terdapat komponen lain yang dapat memacu perkembangan S.oryzae, yaitu vitamin B1, B2, fosfor dan zat besi sehingga dalam memilih makanannya, S.oryzae cenderung memilih beras pecah kulit dibandingkan beras sosoh (Esmay et al., 1979). Pada biji-bijian yang mengandung banyak lemak, seiring dengan lamanya masa simpan, lemak akan teroksidasi dan menyebabkan lepasnya komponen volatil yang dapat mengundang atau mengusir serangga hama gudang (Nawrot et al., 1995 dan Trematerraet al., 1998). Lemak, asam lemak dan sterol dibutuhkan serangga untuk persediaan energi dan perkembangan sayap. Beberapa jenis serangga menggunakan lemak murni seperti asam linoleik dan asam linolenik. Namun, karena proses penyosohan, menyebabkan hilangnya bagian embrio tersebut, maka kadar lemaknya pun munurun drastis. Kandungan lemak dari terendah ke tertinggi berturutturut yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Mamberamo dan Ciherang. Tingginya kandungan lemak tersebut berkorelasi positif dengan persen kehilangan bobot, total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, dan persen biji berlubang. Namun, lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan.Sama seperti halnya protein, bukan hanya kandungan nutrisi yang mempengaruhi perkembangan S.oryzae, namun juga, kondisi lingkungan, komponen antifeedant dan repellent serta karakteristik fisik beras. Kadar air, memiliki korelasi sangat signifikan dengan total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan, persen kehilangan bobot dan biji berlubang. Namun, kadar air memiliki korelasi negatif yang signifikan dengan periode perkembangan. Kadar air bahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kesesuaian S.oryzae terhadap biji beras yang diinfestasi. Menurut Masmawati (2007), menyatakan bahwa kadar air bahan produk pertanian sangat berpengaruh pada intensitas kerusakan yang sangat tinggi. Kadar air yang tinggi pada beras, menyebabkan tekstur dari beras tersebut lebih lunak, sehingga seranggi lebih mudah memakan biji-bijian tersebut. Pada Lampiran 12a, dapat dilihat kandungan air beras pecah kulit dan beras sosoh sebelum diinfestasi S.oryzae. Pada beras pecah kulit, kandungan air bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Inpari 13, Sintanur, Inpari 10, Ciherang, dan Mamberamo.Sedangkan pada beras sosoh, kandungan air bahan berturut-turut dari yang terendah hingga yang tertinggi yaitu Mamberamo, Inpari 13, Inpari 10, Sintanur dan Ciherang. Semakin tinggi kadar air beras, maka makin sesuai S.oryzae pada beras yang diinfestasi. Semakin tinggi kadar air beras, juga akan mempercepat periode perkembangan serangga. Hal ini sejalan dengan penelitian Kalshoven (1981), yang menyatakan bahwa laju pertumbuhan S.oryzae lebih cepat bila kadar airnya lebih dari 15%. Penelitian selanjutnya oleh John et al.,(1991), bahwa tingkat mortalitas Sitophilus sp., tinggi mencapai 75%, pada kadar air 9,7%, sedangkan menurut Mas’ud et al.,(1996) laju perkembangan Sitophilus sp., dapat dihambat pada kadar air dibawah 10%. Proses penyosohan yang membuang komponen nutrisi seperti protein dan lemak termasuk air pada aleuron dan embrio. Semakin tinggi kadar air pada beras, maka akan semakin mendukung perkembangan S.oryzae. Pada Lampiran 12a, dapat diketahui bahwa kadar air awal beras, sebanding dengan banyaknya total populasi hama. Hal ini menunjukkan bahwa, penyimpanan beras sebaiknya pada
29
kondisi kadar air yang dibawah 14%. Seperti pada Lampiran 12e. Kadar air beras sosoh yang dibawah 14 %, menunjukkan jumlah populasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan beras pecah kulit yang memiki kadar air diatas 14%. Selanjutnya, kadar air akhir beras setelah penyimpanan, akan mengalami peningkatan sebanding dengan jumlah total populasi Sitophilus oryzae yang menginfestasi masing-masing varietas beras.Kusumaningrum (1997), serangga dapat mengakibatkan meningkatnya kadar air bahan yang disimpan dan juga dapat meningkatkan suhu secara lokal yang dapat mengakibatkan kerusakan. Meningkatnya kadar air bahan setelah infestasi disebabkan adanya proses respirasi oleh serangga, yang mengurai karbohidrat dengan bantuan oksigen, menjadi karbon dioksida, air dan energi. Sementara itu Hall (1970) menyebutkan bahwa kenaikan kadar air pada bahan pangan yang disimpan dapat disebabkan oleh infestasi serangga, tungau dan kapang, metabolisme dari biji-bijian yang disimpan, serta migrasi air dari lingkungan. Hal yang serupa juga disampaikan oleh Bedjo (1992), bahwa kadar air awal, suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap tingkat serangan kumbang bubuk. Kalshoven (1981) menyatakan bahwa perkembangan populasi hama beras sangat cepat jika kadar air bahan simpan lebih dari 15%. John (1991) mencatat bahwa tingkat mortalitas Sitophilus zeamais Motsch mencapai 75% pada kadar air 9.7%. Sementara itu, Mas`ud et al. (1996) mencatat kadar air 6.8% dan 10% dapat menghambat laju perkembangan populasi Sitophilus zeamais Motsch. Kadar air akhir beras, dapat dilihat pada Lampiran 13.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN 30
A. KESIMPULAN Perbedaan varietas berpengaruh nyata (p<0.05)terhadap parameter-parameter resistensi beras pada Seri I dan Seri II pada masing-masing perlakuan (beras pecah kulit dan beras sosoh). Dalam bentuk beras pecah kulit, yaitu Inpari 13 termasuk varietas dengan daya resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan λ berturut-turut sebesar 43.67, 28.11, 13.09, 0.34, dan 1.42, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 4.05 % dan 9.05 %. Sementara itu dalam bentuk beras sosoh, varietas Mamberamo termasuk carietas dengan daya resistansi tinggi dengan nilai Nt, D, ID, Rm, dan λ berturut-turut sebesar 22.0, 39.0, 7.95, 0.14, dan 1.15, dan nilai persen kehilangan bobot dan persen biji berlubang berturut-turut sebesar 3.25 % dan 7.37 %. Dalam bentuk beras sosoh, parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, λ, persen kehilangan bobot, dan persen biji berlubang, varietas Inpari 13 secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan parameter-parameter Nt, D, ID, Rm, λ, persen kehilangan bobot, dan persen biji berlubang varietas Mamberamo. Dengan demikian, varietas Inpari 13 dalam bentuk beras sosoh juga termasuk varietas dengan daya resistensi tinggi terhadap serangan Sitophilus oryzae. Selain itu, Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyosohan beras pecah kulit menjadi beras sosoh, merubah peringkat ketahanan resistensi beras. Uji korelasi parameter-parameter resistensi beras (Nt , D, ID, Rm, λ, %kehilangan bobot dan %biji berlubang) dengan kadar air, kadar protein dan kadar lemakmenunjukkan bahwa kadar air memiliki korelasi dengan semua parameter resistensi. Nilai korelasi kadar air dengan parameterparameter resistensi Nt , D, ID, Rm, λ, % kehilangan bobot dan % biji berlubang berturut-turut 0.879, -0.763, 0.879, 0.890, 0.885, 0.921, 0.880. Protein memiliki korelasi dengan parameter Nt, Rm, λ, dan % biji berlubang dengan nilai berturut-turut 0.776, 0.723, 0.731, dan 0.736. Protein tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan, indeks perkembangan dan persen kehilangan bobot. Lemak memiliki korelasi positife dengan Nt , ID, Rm, λ, %susut bobot dan % biji berlubang dengan nilai berturut-turut 0.841, 0.799, 0.837, 0.841, 0.728 dan 0.809. Lemak tidak memiliki korelasi dengan periode perkembangan.
B.
SARAN Saran yang disampaikan untuk penelitian lebih lanjut, diantaranya yaitu : 1. Dalam penelitian ini belum terungkap faktor yang berperan dalam resistensi beras terhadap serangan Sitophilus oryzae.Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian lanjutan yang dapat mengungkap faktor yang berperan dalam resistensi beras terhadap serangan Sitophilus oryzae bukan hanya dari faktor komponen nutrisi, namun juga faktor fisik biji-bijian (kekerasan endosperma, ukuran granula, kerapatan kulit, tingkat keputihan biji, dan komponen volatil). 2. Pada penelitian selanjutnya, disarankan menggunakan jumlah S.oryzae jantan dan betina yang sama jumlahnya di setiap sampel beras yang akan diteliti. 3. Secara statistik, beras varietas Inpari 13merupakan beras yang paling resisten terhadap serangan S.oryzae baik dalam keadaan beras pecah kulit maupun beras sosoh. Sehingga perlu dilakukan kajian mendalam serta kerjasama dengan Balai Besar Padi mengenai pemuliaan beras yang tahan terhadap serangan hama gudang tersebut.
31
4. Pada masa yang akan datang, peneliti-peneliti yang melakukan penelitian terhadap serangan hama gudang pada masing-masing varietas beras, seharusnya bekerjasama dengan Balai Besar Padi, untuk menambahkan substansi dari deskripsi varietas beras yang sudah ada dengan ketahanan masing-masing varietas beras terhadap serangan hama beras selama penyimpanan. 5. Berdasarkan tren konsumsi brown rice (beras pecah kulit) sekarang ini, sebaiknya masyarakat tidak melakukan pembelian brown rice dalam jumlah yang banyak (untuk penyimpanan jangka panjang). Karena brown rice sangat rentan oleh kerusakan fisik dan kimia, baik dari pengaruh lingkungan maupun serangan serangga hama gudang. 6. Untuk kalangan industri beras, sebaiknya tidak menjual produk beras Mamberamo dalam keadaan beras pecah kulit, karena tingkat kerusakannya selama masa penyimpanan, jauh lebih besar dibandingkan saat disimpan dalam keadaan beras sosoh.
DAFTAR PUSTAKA
32
Adams. 1976. Weight loss caused by development of Sitophilus zeamais Motsch in maize. J. Stored Prode. Res. 12:269-272. Andrewartha HG dan Birch LC. 1954. The Distribution and Abundance of Animals. Chicago: The University of Chicago Press. [AOAC] The Association of Official Analytical Chemistry. 1999. Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry.Washington DC : AOAC Int. Arbogast RT. 1991. Beetles: Coleoptera. In: JR Goham (ed). Ecology and Management of Food Industry Pests. Arlington: USA Press.pp: 131-176. Atkins MD. 1980. Introduction to Insects.New York: MacMillan. Baker JE. 1982. Properties of amylases from midguts of larvae of S.zeamais and S.granarius. Insect Biochem. 13:421-428. Baker JE dan Woo SM. 1992. Digestion of starch granules by a-amylasesfrom the rice weevil, Sitophilus oryzae:effect of starch type, fat extraction, granule size, mechanical damage, and detergent treatment. Insect Biochem. Molec. Biol. 22:529-537. Barney RJ, Sedlacek JD, Siddiqui M dan Price BD. 1991. Quality of stored corn (maize) as influence by Sitophilus zeamais (Motch.) and several management practices. J. Stor. Prod. Res. 27: 225-237. Bedjo.1992. Pengaruh kadar air awal biji jagung terhadap laju infestasi kumbang bubuk.In: Astanto K, Hendroatmodjo KH, Dahlan M, Sunardi, dan Winarto A (eds). Risalah Hasil Penelitian Tanaman Pangan Malang Tahun 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang.pp:294-298. Bekon KA dan Fleurat-Lessard F . 1992. Assessment of dry matter loss and frass production in cereal grain due to successive attack by Sitophilus oryzae (L.) and Tribolium castaneum (Herbst.). Insect. Sci. Applic. 13:129-136. Belmain SR dan Stevenson PC. 2001. Ethnobotanicals in Ghana: reviving and modernising age-old farmer practice. Pesticide Outlook 12: 233–238. Bennet SM. 2003. LifeCycle Sitophilus sp. and Life Cycle Tribolium sp. Florida: U.S. Department of Agriculture, University of Florida. [BPS]Badan Pusat Statistik. 2005. Statistik Indonesia 2005. BPS. Jakarta [BPS]Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. BPS. Jakarta [BPS]Badan Pusat Statistik. 2010. Statistik Indonesia 2010. BPS. Jakarta. [BPS]Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2011. BPS. Jakarta. Borror DJ, Triplehorn CA, dan Johnson NF. 1992. An Introduction to the Study of Insects. New York. Borror DJ, Tripelhorn CA, dan Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga. Edisi VI. Yogyakarta: UGM Press. [BSN]Badan Standardisasi Nasional. 2008. Mesin Penyosoh Beras SNI 0835:2008. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional. Campbell. 2001. Influence of seed size on exploitation by rice weevil, Sitophilus zeamais. J. Insect Behavior 15(3):429-445. Canadian Grain Commission. Rice weevil Sitophilus oryzae (L.).http://www.grainscanada.gc.ca/ storageentrepose/pipirp/rw-er-eng.html. [3 Maret 2011].
33
Damardjati DS. 1981. Kadar dan Mutu Protein Beras serta Permasalahannya. Makalah yang disampaikan pada Simposium Nasional Pangan dan Nutrisi. Yogyakarta: 26-28 November. Damardjati DS. dan Hadisrihono. 1982. Evaluasi Mutu Beras dalam Hubungannya dengan Varietas, Sifat fisiko Kimia dan Tingkat Kematangan. Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman, Departemen Pertanian. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Damardjati DS. 1983. Physical and chemical properties and protein characteristics of some Indonesia rice varieties[Thesis]. Bogor: Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Damardjati DS. dan Purwani EY. 1991. Mutu beras. In: E. Sunardjo, D. S. Damardjati, M. Syams(eds.). Padi :Buku III. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. pp:875-914. Damardjati DS. 1993. Physical and chemical properties and protein characterization of some Indonesian rice varieties [Disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [DEPTAN]Departemen Pertanian. 2002. Analisis Permintaan dan Produksi Beras di Indonesia, 20012004.http://www.deptan.go.id/pesantren/bkp/PSP/analisis_permintaan_dan_produksi.html. [ 2 Maret 2011] Dobie P, Haines CP, Hodges RJ dan Prevett PF. 1984. Insect and Aracnids of Tropical Stored Product, Their Biology and Identification (A Training Manual). London : TDRI. Esmay M, Soemangat, Eriyatno dan Philips A. 1979. Rice Post Production Technology in The Tropics. Honolulu: University Press of Hawaii. Fleurat-Lessard, F. 1982. Insect. In: Multon JL (ed). Preservation and Storage of Grains, Seeds and Their Products. Paris : Lavoisier Publishing. Vol (1) : 394-396. Fujino Y. 1978. Rice lipids. Cereal Chem. 55:559-571. Gallo D, Nakano O, Silveira NS, Carvalho RPL, Baptista GC de, Berti FE, Parra JRP, Zucci RA, Alves SB, dan Vendramin JD. 2002. Entomologia Agricola (Agricultural Entomology). Piracicaba: Fealq. Grist DH. 1959. Rice. Great Britain: Longmans, Green and Co. Ltd. Gwinner J, Harnisch R, dan Mück O. 1996. Manual of the Prevention of Post-Harvest Grain Losses. Eschborn: Post-Harvest Project Deutsche Gesellschaft für TechnischeZusammenarbeit. Haines CP. 1991. Insect and Arachnids of Tropical Stored Products: Their Biology and Identification. A Training Manual. Second Edition Revised. UK : Natural Resources Institute. pp: 246. Hall DW. 1970. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and Subtropical Areas. Rome: FAO. Haryadi Y. 1991. Sensibilité variétale du Riz Aux Attaques De Sitophilus oryzae (L.) et de Sitotroga cerealella (oliver):Analyse de l’origine d’une Résistance Potentielle. France: Thèse Ecole Nationale Superieure Agronomique de Montpellier. Haryadi Y. 2010. Penyimpanan Pangan. Bogor: PAU Bogor Agriculture University. Howe RW. 1953. The rapid determination of the intrinsic rate of increase of an insect population. Ann. Appl. Biol. 40:134-151. Ileleji KE, Maier DE, dan Woloshuk CP. 2007. Evaluation of different temperature management strategies for suppression of Sitophilus zeamais (Motschulsky) in stored maize. J. Stored Prod. Res. 43: 480-488.
34
Juliano BO, Onate LU, dan del Mundo AM. 1965. Relation starch composition, protein content and gelatinization temperature on cooking and eating quality of milled rice. Food Tech. 19:116125. Juliano BO. 1972. The rice caryopsis and its composition. In: Houston DF(ed.). Rice, Chemistry and Technology. Minnesota: AACC, Inc. pp: 16-74. John P, Sed Lack, Robert J, Bryan, Price D, dan Siddiqui M. 1991. Effect of several management tactics of adult mortality and progeny production of Sitophilus zeamais (Coleptera:Curculionidae) on stored corn in the laboratory. Journal of Econ Entomol.84(3): 1042-1046. Kalshoven LGE. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Jakarta: PT Ichtiar Baru van Hoeve. [KEMENRISTEK]. Kementrian Riset dan Teknologi RI. 2008. www.warintek.ristek.go.id/pertanian/padi.pdf. [24 April 2011].
Padi
(Oryza
sativa).
Koehler PG. 1994. Rice weevil: Sitophilusoryzae (Coleoptera: Curculionidae). Gainesville :The Entomology and Nematology Department, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. Kossou DK, Mareck JH dan Bosque-Perez. 1992. Effects of shelling maize cobs on the oviposition and development of Sitophilus zeamais Motschulsky. J. Stored Prod. Res. 28:187-192. Kush GS, Paule CM, dan De La Cruz NM. 1979. Rice grain quality and improvement at RRI. In: Proceeding pf The Workshop on Chemical Aspects of Rice Grain Quality. International Rice Institute. Kusumaningrum, I. 1997. Mempelajari Pengaruh Lama Penyimpanan Gabah IR 64 terhadap Intensitas Serangan Serangga Sitophilus zeamais pada Beras yang Dihasilkan [skripsi]: Program Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Lucas E dan Riudavets J. 2002. Biological and mechanical control of Sitophilus oryzae L. (Coleoptera:Curculionidae) in rice. Journal of Stored Products Research 38 (3): 293-309. Luh SB. 1991. Rice Production. New York: University of California. Manurung SO, dan Ismunadji M. 1991. Morfologi dan fisiologi padi. In: Sunardjo E, Damardjati DS, Syams M(eds.). Padi :Buku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. pp: 55-102. Marbun CU dan Yuswani. 1991. Ketahanan Beberapa Jenis Beras Simpan Terhadap Bubuk Beras, Sitophilus oryzae(Coleoptera, Curculionidae) di Gudang Pertanian. Medan: Universitas Sumatera Utara. Masmawati. 2007. Infestasi Serangga Hama pada Perbedaan Struktur Fisik dan Komposisi Kimia Bahan. Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI dan PFI XVIII Komda Sul-Sel.Maros : Balai Penelitian Tanaman Sereal. Masson LJ, Rulon RA dan Maier DE. 1997. Chilled versus ambient aeration and fumigation of stored popcorn. Part 2: Pest management. J. Stored. Prod. Res.33: 51-58. Mas`ud S, Yasin M, Baco D, Saenong S. 1996. Pengaruh Kadar Air Awal Biji Sorgum Terhadap Perkembangan Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais. Maros: Badan Litbang Pertanian, Balitjas. Matthews RW dan Matthews JR. 1978.Insect Beahviour. New York : A Willey Interscience Publication, John Wiley and Sons.
35
Mc Gaughey WH. 1974. Insect development in milled rice, effect of variety, degree of milling, parboiling and broken kernels. J. Stored Prod. Res 8:271-274. Mebarkia, Rahbe, Guechi, Bouras dan Makhlouf. 2010. Susceptibility of twelve soft wheat varieties (Triticum aestivum) to Sitophilus granarius (L.) (Coleoptera: Curculionidae). Agriculture and Biology Journal of North America. 2151-7517. Mohale S, Allotey J, dan Siame BA. 2010. Control of Tribolium confusum J. du val by diatomaceous earth (protect - ittm) on stored groundnut (Arachishypogaea) and Aspergillus flavus link sporedispersal. African Journal of Food AgricultureNutrition and Development, 10 (6): 2678 2694. Mohan BH, Malleshi NG, dan Koseki T. 2010. Physico-chemical characteristics and non-starch polysaccharide contents of Indica and Japonica brown rice and their malts. Food Science and Technology 43: 784–791. Morallo-Rejesus B. 1984. Some Factor Responsible in Varietal Resistence of Milled Rice to Tribolium sp. and Sitophilus sp. Kualalumpur: Peper of Grain Post Harvest Workshop. Nawrot J, Winiecki Z, Szafranek J, Malinski E, Harmatha J. 1995. Search for natural antifeedant and attractants for stored product pests. In: Proceedings of International Forum on Stored Product Protection and Post-harvest Treatment of Plant Products: Strasbourg, France. pp: 149-164. Nitta Y, Matsuda T. 2006. Japan Has Chosen High-Palatability and Quality Rice Production Than HighYielding: Some Characteristics of High-Palatability and Quality Rice. In :Challenges for Agricultural Sciences on Environmental Problems under Global Changes. Bogor:IPB press. pp:56-61. Nur RNN. 2003. Pengembangan Metode Analisa Derajat Sosoh Beras dengan Pengolahan Citra dan Jaringan Saraf Tiruan[skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut pertanian Bogor Park IK, Lee SG, Choib DH, Park JD dan Ahna YJ. 2003. Insecticidal activities of constituents identified in the essential oil from lease of Chamaecyparis obtusa against Callosobruchus chinensis(L.).Journal of Stored Product Research 39: 375-384. Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta:Penebar Swadaya. Pranata RI. 1982. Pengendalian Hama Gudang.Bogor: BIOTROP Tropical Pest Biology. Rahmat R. 2010. Stabilitas Mutu Beras Pecah Kulit melalui Penerapan Teknologi Kemasan Hermetik.http://www.majalahpangan.com/2010/04/stabilisasi-mutu-beras-pecah-kulit-melaluipenerapan-teknologi-penyimpanan-hermetik/. [25 April 2011] Rashid MH, Haque MA, Huda MS, Rahman MMdan Ahsan AFMS. 2009. Study onresistance of differentrice varieties against Rice Weevil, Sitophilus oryzae (L.). Int. J. Sustain. Crop Prod. 4(1):35-40. Rees D. 1995. Coleoptera. In: Subbramanyam B dan Hagstrum DW (eds). Integrated Management of Insects in Stored Products. New York : Marcel Dekker, Inc. pp: 1-37. Rees D. 2004. Insects of stored products. Australia: CSIRO Publishing. Rojjudin RM. 1998. Kajian Resistensi Beras Pecah Kulit dari Enam Varietas Padi Unggul terhadap Serangan Serangga S.zeamais [skripsi]: Program Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
36
Ross J W. 1982. A Text Book of Entomology. New York: John Wiley and Sons Inc. Ryoo MI dan Cho HW. 1992. Feeding and oviposition prefernces and demography of rice weevil (Coleoptera: Curculionidae) reared on mixtures of brown, polish and rough rice. Environ. Entomol. 21: 549-555. Saenong MS dan Hipi A. 2005. Hasil-hasil Teknologi Pengelolaan Hama Kumbang Bubuk Sitophilus zeamais Motch(Coleoptera: Curculionidae) pada Tanaman Jagung. http://ntb.litbang.deptan.go.id/2005/TPH/hasilhasil.doc. [9 Maret 2011] Shivakoti GP dan Manandhar DN. 2000. An overview of post harvest losses in maize in Nepal. In: Manandhar DN, Ransom JK and Rajbhandari NP (eds). Proceeding of Developing and Dissemination Technology to Reduce Post Harvest Losses in Maize. Khumaltar, Nepal : Hill Maize Research Project, NARC.pp:6-8. Singh K. 1981. Influence of milled rice on insect Infestation II: developmental period and productivity of Sitophilus oryzae Linn and Tribolium castaneum Herbst in milled rice. Zeitschrift fuÈr angewandte Entomologie 92: 472-477. Sitepu SF, Zulnayati dan Yuswani P. 2004. Patologi Benih dan Hama Pasca Panen. Medan: Fakultas Pertanian USU. Soedarmo P dan Sediaoetama. 1977. Ilmu Nutrisi. Jakarta: Dian Rakyat. Soekarna. 1977. Hama-hama Gudang Penting dan Cara Penanggulangannya. Kumpulan Kuliah Penataran Petugas Pembenihan. Jakarta: Dir. Bina Produksi Tanaman Pangan. Soekarna D. 1982. Masalah Hama Gudang dan Pengendaliannya. Bogor:Balai Penelitian Tanaman Pangan. Subedi S, Thapa RB, dan Rijal JP. 2009. Rice weevil (Sitophilus oryzae L.) host preferences of selected stored grains in Chitwan, Nepal. J.Inst. Agric. Anim. Sci. 30:151-158. Sugeng HR. 2001. Bercocok Tanam Padi. Semarang : Aneka Ilmu. Sunjaya dan Widayanti. 2006. Pengenalan serangga hama gudang. In: Sunardjo E, Damardjati DS, Syams M(eds.). Padi: Buku III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. pp: 915-942. Suparjo. 2010. Teknik Penyimpanan Pangan:Kerusakan Bahan Pakan Selama Penyimpanan. Laboratorium Makanan Ternak. Jambi: Fakultas Peternakan Universitas Jambi.http://www.fapet.unja.ac.id/files/PENYIMPANAN2010.pdf[ 9 Maret 2011] Syarief R dan Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta: ARCAN. Tandiabang J, Tenrirawe A, dan Surtikanti. 2009. Pengelolaan Hama Pasca anen Jagung. Balai Penelitian Tanaman Serealia, http://balitsereal.litbang.deptan.go.id/leaflet/opt.pdf.[ 9 Maret 2011] Tarmudji WM. 2008. Kajian Resistensi Biji Sorghum dari Lima Varietas terhadap Serangan Sitophilus zeamais [skripsi]. Bogor : Program Sarjana, Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Trematerra P, Fontana F, Mancini M, Sciarretta A. 1998. Influence of Intact and Damaged Cereal Kernels on the Behaviour of Rice Weevil, Sitophilus oryzae (L.) (Coleoptera: Curculionidae). Campobasso : Department of Animal, Plant and Environmental Science, University of Molise, Edificio Facolta di Agraria.
37
[UNILA]Universitas Lampung. 2010. Pengolahan Pasca Panen Padi. Lampung: Fakultas pertanian UNILA. [USDA]United State Departement of Agriculture. 2010. Rice. USDA National Nutrient Database for Standard Reference.http://www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/cgibin/ list_nut_edit.pl. [ 20 Mei 2011] Vowotor KA, Bosque-Perez dan Ayertey JN. 1994. Effect of maize variety and storage form on the development of the maize weevil, Sitophilus zeamais Motschulsky. J. Stored Prod. 31:29-36. WidjonoA, Thahir R, Damardjati DS dan Syam M. 1982. Risalah Lokakarya Pasca Panen Tanaman Pangan. Bogor: Cibogo. Winarno FG dan Haryadi Y. 1982. Penanganan Lepas Hasil Tanaman Pangan. Diskusi penanganan pascapanen dalam rangka hari pangan sedunia di Bina Graha, 16 Oktober 1982. Jakarta. Yayuk AB, Ispandi A dan Sudayono. 1990. Sorgum Monograf. Malang : Bulletin Malang no.5 Balittan.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1a. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras pecah kulitSeri I. CIHERANG Hari
MAMBERAMO Rata-
Ulangan
ke-
Ulangan
rata
1
2
3
1
0
2
2
2
7
4
3
9
4
SINTANUR Rata-
Ulangan
rata
1
2
3
1.33
3
2
2
12
9.00
11
15
11
26
24.33
16
20
23
37
51.00
5
34
40
56
6
46
55
7
57
8
INPARI 13 Rata-
Ulangan
rata
1
2
3
2.33
0
0
3
5
12.67
2
0
27
13
31.33
4
38
45
22
66.33
94.33
58
62
31
70
151.33
71
77
70
85
222.00
83
67
82
96
303.67
9
74
87
102
10
79
91
11
85
12
INPARI 10 Ratarata
1
2
3
1.00
0
0
0
8
4.33
3
3
2
17
12.00
5
9
6
27
26.00
116.67
18
12
34
52
183.33
30
14
91
66
263.33
35
93
99
76
352.67
391.33
104
109
86
106
483.33
113
120
97
110
580.67
118
87
100
113
680.67
13
87
102
115
14
87
102
115
Rata-
Ulangan
rata
1
2
3
0.00
0
0
4
1.33
1
2.33
1
0
12
5.67
6
1
6.33
3
1
27
16.00
7
15
2
14.33
5
1
49
34.33
47.33
12
21
4
26.67
11
6
62
60.67
45
77.00
15
29
4
42.67
23
9
80
98.00
17
53
112.00
18
39
5
63.33
38
16
102
150.00
44
18
59
152.33
23
45
6
88.00
52
19
113
211.33
452.33
46
19
62
194.67
26
47
7
114.67
57
21
123
278.33
96
562.00
47
20
64
238.33
28
48
8
142.67
61
23
129
349.33
126
102
677.33
48
20
66
283.00
29
51
8
172.00
63
23
135
423.00
120
127
106
795.00
49
21
69
329.33
30
53
9
202.67
64
24
138
498.33
782.00
123
129
107
914.67
50
21
71
376.67
31
55
9
234.33
64
24
139
574.00
883.33
124
131
107
1035.33
51
21
72
424.67
32
56
11
267.33
65
24
142
651.00
40 40
Lampiran 1a.Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras pecah kulit Seri I (lanjutan). CIHERANG Hari
Ulangan
ke1
Ulangan
rata
2
3
1
SINTANUR Rata-
Ulangan
rata
2
3
INPARI 13 Rata-
Ulangan
rata
1
2
3
INPARI 10 Ratarata
1
2
3
Rata-
Ulangan 1
2
rata 3
15
88
103
115
985.33
125
133
107
1157.00
52
22
72
473.33
32
57
11
300.67
65
25
143
728.67
16
88
104
115
1087.67
125
134
107
1279.00
53
22
73
522.67
32
58
11
334.33
66
25
144
807.00
17
88
104
115
1190.00
125
134
107
1401.00
53
22
73
572.00
32
58
11
368.00
66
25
144
885.33
18
88
104
115
1292.33
125
135
107
1523.33
53
22
73
621.33
32
58
11
401.67
66
25
144
963.67
19
88
104
1356.33
125
136
1610.33
53
22
73
670.67
32
58
11
435.33
66
25
144
1042.00
20
88
104
1420.33
125
136
1697.33
53
22
73
720.00
58
454.67
66
25
144
1120.33
104
1455.00
136
1742.67
53
73
762.00
58
474.00
66
144
1190.33
22
1455.00
136
1788.00
762.00
474.00
1190.33
23
1455.00
136
1833.33
762.00
474.00
1190.33
24
1455.00
136
1878.67
762.00
474.00
1190.33
25
1455.00
1878.67
762.00
474.00
1190.33
21
41
MAMBERAMO Rata-
41
Lampiran 1b. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas beras sosoh Seri I. CIHERANG Hari ke-
MAMBERAMO Ratarata
Ulangan
SINTANUR Ratarata
Ulangan
INPARI 13 Ratarata
Ulangan
INPARI 10 Ratarata
Ulangan
Ulangan 1
2
3
Ratarata
0.00
0
0
0
0
0
0.00
0
0
0
0
0
0
0.00
0
0
0
0
0
0
0
0.00
0
0
0
0
0.33
0
0
0
0.00
0
0
0
0
1
1.33
0
0
1
0.33
0
0
0
2
0
1
3.67
0
0
2
1.00
0
0
0
3
9
1
1
7.33
0
1
2
2.00
0
1
0
5
0.00
11
2
1
12.00
0
1
3
3.33
0
3
1
7
0
0.33
16
3
2
19.00
1
2
3
5.33
1
5
1
8
1
1
1.33
20
5
2
28.00
2
3
3
8.00
3
5
2
12
1
2
2
3.00
23
6
6
39.67
2
4
3
11.00
4
6
3
17
65.00
2
3
3
5.67
28
6
7
53.33
2
4
4
14.33
5
7
3
18
13
88.00
2
4
5
9.33
31
8
8
69.00
3
5
4
18.33
6
9
3
20
39
18
114.67
3
4
6
13.67
32
9
8
85.33
3
6
5
23.00
6
10
5
23
44
23
146.00
4
5
6
18.67
33
9
9
102.33
3
7
5
28.00
6
11
6
27
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
2
3
1
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
0
0
2
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
0
3
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
0
4
0
1
0
0.33
0
0
0
0.00
0
0
0
0.00
5
0
1
0
0.67
0
0
0
0.00
1
0
0
6
2
2
0
2.00
0
0
0
0.00
2
0
7
3
4
1
4.67
0
0
0
0.00
6
8
5
6
1
8.67
0
0
0
0.00
9
7
7
2
14.00
0
0
0
10
8
10
3
21.00
0
1
11
12
14
4
31.00
1
12
17
21
7
46.00
13
18
29
10
14
20
36
15
23
16
27
42 42
Lampiran 1b. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus oryzae pada lima varietas Beras Sosoh Seri I (lanjutan). Hari ke--
Ulangan 1
2
3
Ratarata
MAMBERAMO Ulangan 1
2
3
Ratarata
SINTANUR
Ratarata
Ulangan 1
2
3
INPARI 13
Ratarata
Ulangan 1
2
3
INPARI 10 Ulangan 1
2
Ratarata
3
17
30
51
24
181.00
4
6
7
24.33
34
9
9
119.67
4
7
5
33.33
8
12
6
17
18
34
56
25
219.33
5
7
7
30.67
34
10
9
137.33
4
9
5
39.33
9
14
7
18
19
36
57
27
259.33
6
8
8
38.00
34
10
9
155.00
5
10
5
46.00
10
15
8
19
5
20
38
60
28
301.33
6
9
8
45.67
35
10
9
173.00
6
12
53.67
10
16
9
20
21
38
64
30
345.33
7
10
9
54.33
35
10
9
191.00
8
13
60.67
10
16
10
21
22
41
66
31
391.33
8
10
9
63.33
35
10
206.00
9
15
68.67
10
16
11
22
23
42
67
33
438.67
9
11
9
73.00
36
10
221.33
10
16
77.33
10
17
11
23
24
43
68
34
487.00
10
12
9
83.33
36
233.33
10
17
86.33
10
17
11
24
25
43
69
35
536.00
10
13
9
94.00
37
245.67
12
17
96.00
18
11
25
26
44
74
36
587.33
11
13
10
105.33
37
258.00
13
19
106.67
18
12
26
27
45
75
36
639.33
13
13
10
117.33
37
270.33
13
20
117.67
19
12
27
28
45
76
36
691.67
13
13
10
129.33
37
282.67
14
20
129.00
19
13
28
29
46
78
37
745.33
13
13
10
141.33
37
295.00
15
21
141.00
19
14
29
30
46
78
37
799.00
13
13
10
153.33
37
307.33
16
21
153.33
19
14
30
31
47
78
37
853.00
13
10
161.00
307.33
16
21
165.67
19
14
31
32
47
78
37
907.00
13
165.33
307.33
16
21
178.00
19
14
32
33
47
78
37
961.00
165.33
307.00
16
21
190.33
14
33
34
47
78
37
1015.00
165.33
307.33
16
21
202.67
14
34
35
47
1030.67
165.33
307.33
16
36
47
37
43
CIHERANG
208.00
35
1046.33
165.33
307.33
208.00
36
1046.33
165.33
307.33
208.00
37
43
Lampiran2a. Total populasi serangga (Nt) beras pecah kulitdan beras sosoh. Varietas
Ciherang
Mamberamo
Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
Nt
Ulangan
Rata-Rata
BPK
BS
1
98
57
2
114
88
3
125
47
1
135
23
2
146
23
3
117
20
1
63
47
2
32
20
3
83
19
1
42
26
2
68
31
3
21
15
1
76
20
2
35
29
3
154
24
BPK
BS
112.33
64.00
132.67
22.00
59.33
28.67
43.67
24.00
88.33
24.33
Lampiran 2b. Analisis ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).
DB
Kuadrat Tengah
Model
a
130347.667
5
26069.533
24.745
.000
Varietas
130347.667
5
26069.533
24.745
.000
Galat
10535.333
10
1053.533
Total
140883.000
15
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
F
Sig.
Lampiran 2c. Uji Duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Lima Varietas Beras
Subset N
1
Inpari 13
3
43.67
Sintanur
3
59.33
59.33
Inpari 10
3
88.33
88.33
88.33
Ciherang
3
112.33
112.33
Mamberamo
3
Sig.
2
3
132.67 .138
.085
.141
44
Lampiran 2d. Analisis ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS).
DB
Kuadrat Tengah
Model
a
19709.667
5
3941.933
24.647
.000
Varietas
19709.667
5
3941.933
24.647
.000
Galat
1599.333
10
159.933
Total
21309.000
15
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
F
Sig.
Lampiran 2e. Uji Duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras sosoh (BS). Subset Lima Varietas Beras N
1
Mamberamo
3
22.00
Inpari 13
3
24.00
Inpari 10
3
24.33
Sintanur
3
28.67
Ciherang
3
2
64.00
Sig.
.560
1.000
Lampiran 3a. Periode perkembangan serangga (D) beras pecah kulit (BPK)dan beras sosoh(BS) pada lima varietas beras. Varietas
Ciherang
Mamberamo
Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
D
Ulangan
Rata-Rata BS 36.63
BPK
BS
1
BPK 27.33
2
27.30
36.50
27.08
36.58
3 1
26.61 26.85
36.60 42.50
2
26.90
39.00
27.12
39.00
3 1
27.61 27.21
35.50 32.13
2
26.33
32.50
26.76
32.79
3 1
26.73 27.83
33.75 42.50
2
27.50
40.75
28.11
37.92
3 1
29.00 28.17
30.50 34.50
2
28.00
36.00
27.74
36.67
3
27.06
39.50
45
Lampiran 3b. Analisis ragam periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Kuadrat Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Tengah
F
Sig.
Model
11233.814a
5
2246.763 7393.261
.000
Varietas
11233.814
5
2246.763 7393.261
.000
Galat
3.039
10
Total
11236.853
15
.304
Lampiran 3c. Uji Duncan periode perkembangan (D) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Sintanur
3
26.7567
Ciherang
3
27.0800
27.0800
Mamberamo
3
27.1200
27.1200
Inpari 10
3
27.7433
27.7433
Inpari 13
3
28.1100
Sig.
.068
.058
Lampiran 3d. Analisis ragam periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas Beras Sosoh (BS).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
18059.505a
5
3611.901 1297.294
.000
Varietas
18059.505
5
3611.901 1297.294
.000
Galat
22.273
8
Total
18081.779
13
2.784
46
Lampiran 3e. Uji Duncan periode perkembangan (D) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Lima Varietas Beras
N
Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Inpari 13 Sig.
3 3 3 2 2
Subset 1
2
3
32.7933 36.6667 36.5767
1.000
40.7500 41.6250 .574
.953
Lampiran 4a.Indeks perkembangan serangga (ID) beras pecah kulit dan beras sosohpada lima varietas beras Varietas
Ciherang
Mamberamo
Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
Ulangan
Log e Nt
ID
Rata-Rata
BPK
BS
ID BPK
ID BS
1
4.5850
4.0431
16.77
11.04
2
4.7362
4.4773
17.35
12.27
3
4.8283
3.8501
18.15
10.52
1
4.9053
3.1355
18.27
7.38
2
4.9836
3.1355
18.53
8.04
3
4.7622
2.9957
17.25
8.44
1
4.1431
3.8501
15.23
11.98
2
3.4657
2.9957
13.16
9.22
3
4.4188
2.9444
16.53
8.72
1
3.7377
3.2581
13.43
7.67
2
4.2195
3.4340
15.34
8.43
3
3.0445
2.7081
10.50
8.88
1
4.3307
2.9957
15.38
8.68
2
3.5553
3.3673
12.70
9.35
3
5.0370
3.1781
18.62
8.05
BPK
BS
17.42
11.28
18.02
7.95
14.97
9.98
13.09
8.32
15.56
8.69
Lampiran 4b. Analisis ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
3798.128a
5
759.626
204.670
.000
Varietas
3798.128
5
759.626
204.670
.000
Galat
37.115
10
3.711
Total
3835.243
15
47
Lampiran 4c. Uji Duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Inpari 13
3
13.0900
Sintanur
3
14.9733
14.9733
Inpari 10
3
15.5667
15.5667
Ciherang
3
17.4233
Mamberamo
3
18.0167
Sig.
.163
.101
Lampiran 4d. Analisis ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS). Tipe III Jumlah Sumber
Kuadrat
Kuadrat DB
Tengah
F
Sig.
Model
1304.381a
5
260.876
262.273
.000
Varietas
1304.381
5
260.876
262.273
.000
Galat
9.947
10
.995
Total
1314.327
15
Lampiran 4e. Uji Duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS). Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Mamberamo
3
7.9533
Inpari 13
3
8.3267
8.3267
Inpari 10
3
8.6933
8.6933
Sintanur
3
Ciherang
3
Sig.
9.9733
3
9.9733 11.2767
.406
.082
.141
48
Lampiran 5a. Laju perkembangan intrinsik serangga (Rm) beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras. Varietas
Ul
Mamberamo
Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
Log e R
Dm
Rm
Rata-rata
BPK
BS
BPK
BS
BPK
BS
BPK
BS
BPK
BS
2
9.8 11.4
5.7 8.8
2.2824 2.4336
1.7405 2.1748
3.9048 3.9000
5.2321 5.2143
0.58 0.62
0.33 0.42
0.62
0.35
3
12.5
4.7
2.5257
1.5476
3.8010
5.2286
0.66
0.30
1 2
13.5 14.6
2.3 2.3
2.6027 2.6810
0.8329 0.8329
3.8352 3.8429
6.0714 5.5714
0.68 0.70
0.14 0.15
0.67
0.14
3
11.7
2.0
2.4596
0.6931
3.9439
5.0714
0.62
0.14
1 2
6.3 3.2
4.7 2.0
1.8405 1.1632
1.5476 0.6931
3.8869 3.7619
4.5893 4.6429
0.47 0.31
0.34 0.15
0.45
0.21
3
8.3
1.9
2.1163
0.6419
3.8182
4.8214
0.55
0.13
1 2
4.2 6.8
2.6 3.1
1.4351 1.9169
0.9555 1.1314
3.9762 3.9286
6.0714 5.8214
0.36 0.49
0.16 0.19
0.34
0.15
3
2.1
1.5
0.7419
0.4055
4.1429
4.3571
0.18
0.09
1 2
7.6 3.5
2.0 2.9
2.0281 1.2528
0.6931 1.0647
4.0238 4.0000
4.9286 5.1429
0.50 0.31
0.14 0.21
0.51
0.17
3
15.4
2.4
2.7344
0.8755
3.8651
5.6429
0.71
0.16
1 Ciherang
R
Lampiran 5b. Analisis sidik laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
4.200a
5
.840
50.888
.000
Varietas
4.200
5
.840
50.888
.000
Galat
.165
10
.017
Total
4.365
15
Lampiran 5c. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Lima Varietas Beras Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
N 3 3 3 3 3
Subset 1 .3433 .4433 .5067
.168
2 .4433 .5067 .6200 .6667 .075
49
Lampiran 5d. Analisis sidik laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat .709a .709 .043 .751
Model Varietas Galat Total
Kuadrat Tengah
DB 5 5 10 15
.142 .142 .004
F
Sig.
33.263 33.263
.000 .000
Lampiran 5e. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Lima Varietas Beras
Subset
N
Mamberamo Inpari 13 Inpari 10 Sintanur Ciherang Sig.
1
3 3 3 3 3
2
.1433 .1467 .1700 .2067 .3500 1.000
.293
Lampiran 6a.Kapasitas multiplikasi mingguanserangga (λ) beras pecah kulitdan beras sosohpada lima varietas beras. Varietas
Ul 1
Ciherang
Mamberamo
Sintanur
Inpari 13
Inpari 10
e Rm(λ)
Rm BPK
BS
BPK
Rata-Rata
BS
2
0.5845 0.6240
0.3326 0.4171
1.79 1.87
1.39 1.52
3
0.6645
0.2960
1.94
1.34
1 2
0.6786 0.6977
0.1372 0.1495
1.97 2.01
1.15 1.16
3
0.6236
0.1367
1.87
1.15
1 2
0.4735 0.3092
0.3372 0.1493
1.61 1.36
1.40 1.16
3
0.5543
0.1331
1.74
1.14
1 2
0.3609 0.4879
0.1574 0.1944
1.43 1.63
1.17 1.21
3
0.1791
0.0931
1.20
1.10
1 2
0.5040 0.3132
0.1406 0.2070
1.66 1.37
1.15 1.23
3
0.7075
0.1551
2.03
1.17
BPK
BS
1.87
1.42
1.95
1.15
1.57
1.23
1.42
1.16
1.68
1.18
50
Lampiran6b. Analisis ragamkapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Sumber
Tipe III Jumlah
Kuadrat
DB
Kuadrat
Tengah
F
Sig.
Model
43.839a
5
8.768
215.039
.000
Varietas
43.839
5
8.768
215.039
.000
Galat
.408
10
.041
Total
44.247
15
Lampiran6c. Uji Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Inpari 13
3
1.4200
Sintanur
3
1.5700
1.5700
Inpari 10
3
1.6867
1.6867
Ciherang
3
1.8667
Mamberamo
3
1.9500
Sig.
.153
.057
Lampiran6d. Analisis ragam kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
22.812a
5
4.562
662.507
.000
Varietas
22.812
5
4.562
662.507
.000
Galat
.069
10
.007
Total
22.881
15
51
Lampiran6e. Uji Duncan kapasitas multiplikasi mingguan (λ) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Lima Varietas Beras Mamberamo Inpari 13 Inpari 10 Sintanur Ciherang Sig.
Subset
N
1
3 3 3 3 3
2
1.1533 1.1600 1.1833 1.2333 .296
1.4167 1.000
Lampiran7a.Total populasi serangga (Nt)beras pecah kulitdan beras sosoh pada lima varietas beras Seri II. Nt (Total Populasi) Varietas
Ulangan
Ciherang
Sintanur
Inpari 10
Inpari 13
Mamberamo
Rata-rata BPK
BS
1
433
150
2
491
114
3
516
122
1
94
75
2
66
82
3
85
79
1
226
89
2
279
65
3
187
76
1
61
63
2
68
71
3
73
58
1
561
46
2
486
61
3
522
67
BPK
BS
480.00
128.67
81.67
78.67
230.67
76.67
67.33
64.00
523.00
58.00
Lampiran 7b. Analisis ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Sumber Model
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
1.705E6
5
341003.600
304.849
.000
1705018.000
5
341003.600
304.849
.000
Galat
11186.000
10
1118.600
Total
1716204.000
15
Varietas
52
Lampiran7c. Uji Duncantotal populasi serangga (Nt) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Lima Varietas Beras
N
Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1
2
3
67.33 81.67 230.67
.611
1.000
480.00 523.00 .146
Lampiran 7d. Analisis ragam total populasi (Nt) Sitophilus oryzae terhadap lima varietas beras sosoh (BS)
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
108244.000a
5
21648.800
160.599
.000
Varietas
108244.000
5
21648.800
160.599
.000
Galat
1348.000
10
134.800
Total
109592.000
15
Lampiran 7e. Uji Duncan total populasi (Nt) Sitophilus oryzaeterhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Lima Varietas Beras
N
Mamberamo Inpari 13 Inpari 10 Sintanur Ciherang Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1
2
58.00 64.00 76.67 78.67 .069
128.67 1.000
53
Lampiran 8.Bobot biji sehat dan bobot biji rusak selama masa penyimpanan pada beras pecah kulit dan beras sosoh.
Sampel Beras
Derajat Sosoh
BPK Mamberamo BS
BPK Ciherang BS
BPK Inpari 10 BS BPK
Inpari 13
BS
BPK
Sintanur
BS
Bobot fraksi biji sehat
Bobot fraksi biji rusak
Persen
Ul 1
2
1
2
1
2
Rata-rata Duplo
1
5.8314
5.7089
0.9296
0.8310
15.94
14.56
15.25
2
5.1343
4.5716
0.8863
1.0065
17.26
22.02
19.64
3
4.1805
5.5891
0.9248
1.0101
22.12
18.07
20.10
1
5.1756
4.5590
0.1979
0.1630
3.82
3.58
3.70
2
3.9717
5.2142
0.2030
0.2269
5.11
4.35
4.73
3
4.4266
5.0939
0.1465
0.1578
3.31
3.10
3.20
1
4.1498
4.3003
0.5758
0.5072
13.87
11.79
12.83
2
4.5230
4.9880
0.8529
0.8970
18.86
17.98
18.42
3
4.2849
4.7777
0.5232
0.7378
12.21
15.44
13.83
1
3.7135
4.9050
0.2886
0.4156
7.77
8.47
8.12
2
3.9715
4.1616
0.4385
0.4148
11.04
9.97
10.50
3
3.6875
5.0750
0.3231
0.5096
8.76
10.04
9.40
1
5.1946
5.0278
0.4419
0.5356
8.51
10.65
9.58
2
5.6458
4.5493
0.6199
0.5097
10.98
11.20
11.09
3
5.0146
4.2027
0.6280
0.4996
12.52
11.89
12.21
1
3.5885
3.8772
0.2114
0.1669
5.89
4.31
5.10
2
4.3339
3.6259
0.2263
0.1851
5.22
5.11
5.16
3
5.4956
4.2908
0.2818
0.2113
5.13
4.92
5.03
1
5.4968
4.2455
0.2572
0.1637
4.68
3.86
4.27
2
5.7538
4.4728
0.2240
0.1991
3.89
4.45
4.17
3
6.0656
7.0637
0.3295
0.3766
5.43
5.33
5.38
1
5.2590
3.8772
0.2448
0.1558
4.66
4.02
4.34
2
4.5914
5.3423
0.1954
0.3189
4.26
5.97
5.11
3
4.6924
4.3753
0.1711
0.0906
3.65
2.07
2.86
1
5.0163
4.2773
0.2572
0.2237
5.13
5.23
5.18
2
4.4732
3.9988
0.2068
0.2612
4.62
6.53
5.58
3
4.0108
4.0553
0.3296
0.2765
8.22
6.82
7.52
1
4.8761
5.2929
0.2968
0.2858
6.09
5.40
5.74
2
3.8859
4.1575
0.2702
0.2139
6.95
5.15
6.05
3
5.3233
5.1394
0.3710
0.3260
6.97
6.34
6.66
Ratarata Ulangan 18.33
3.88
15.03
9.34
10.96
5.10 4.61
4.10
6.09
6.15
54
Lampiran 9. Jumlah biji sehat dan biji rusak beras pecah kulitdan beras sosohpada lima varietas beras.
Sampel Beras
Derajat Sosoh
BPK Mamberamo BS
BPK Ciherang BS
BPK Inpari 10 BS BPK
Inpari 13
BS
BPK
Sintanur BS
Ul
Jumlah biji sehat 1
2
Jumlah biji rusak 1
2
1
2
RataRata Duplo
Persen
1
238
233
66
59
27.73
25.32
26.53
2
219
195
59
67
26.94
34.36
30.65
3
184
246
65
71
35.33
28.86
32.09
1
235
207
17
14
7.23
6.76
7.00
2
179
235
17
19
9.50
8.09
8.79
3
199
229
13
14
6.53
6.11
6.32
1
193
200
42
37
21.76
18.50
20.13
2
214
236
58
61
27.10
25.85
26.48
3
200
223
39
55
19.50
24.66
22.08
1
187
247
25
36
13.37
14.57
13.97
2
188
197
37
35
19.68
17.77
18.72
3
194
267
26
41
13.40
15.36
14.38
1
218
211
33
40
15.14
18.96
17.05
2
242
195
45
37
18.60
18.97
18.78
3
210
176
44
35
20.95
19.89
20.42
1
174
188
19
15
10.92
7.98
9.45
2
202
169
22
18
10.89
10.65
10.77
3
260
203
28
21
10.77
10.34
10.56
1
190
22
14
8.94
7.37
8.16
2
246 265
206
18
16
6.79
7.77
7.28
3
237
276
28
32
11.81
11.59
11.70
1
255
188
22
14
8.63
7.45
8.04
2
214
249
19
31
8.88
12.45
10.66
3
222
207
17
9
7.66
4.35
6.00
1
224
191
23
20
10.27
10.47
10.37
2
198
177
19
24
9.60
13.56
11.58
3
180
182
31
26
17.22
14.29
15.75
1
234
254
27
26
11.54
10.24
10.89
2
186
199
24
19
12.90
9.55
11.23
3
254
246
33
29
12.99
11.79
12.39
RataRata Ulangan 29.76
7.37
22.90
15.69
18.75
10.26
9.05
8.23
12.57
11.50
55
Lampiran10a. Persen kehilangan bobotberas pecah kulitdan beras sosoh pada lima varietas beras. Sampel Beras
Derajat Sosoh BPK
Mamberamo BS
BPK Ciherang BS
BPK Inpari 10 BS
Inpari 13
BPK BS
Ul
U
D
Nu
Nd
N
U.Nd
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
2
1
5.8314
5.7089
0.9296
0.8310
238
233
66
59
304
292
384.87
336.83
2
5.1343
4.5716
0.8863
1.0065
219
195
59
67
278
262
302.92
306.30
3
4.1805
5.5891
0.9248
1.0101
184
246
65
71
249
317
271.73
396.83
1
5.1756
4.5590
0.1979
0.1630
235
207
17
14
252
221
87.99
63.83
2
3.9717
5.2142
0.2030
0.2269
179
235
17
19
196
254
67.52
99.07
3
4.4266
5.0939
0.1465
0.1578
199
229
13
14
212
243
57.55
71.31
1
4.1498
4.3003
0.5758
0.5072
193
200
42
37
235
237
174.29
159.11
2
4.5230
4.9880
0.8529
0.8970
214
236
58
61
272
297
262.34
304.27
3
4.2849
4.7777
0.5232
0.7378
200
223
39
55
239
278
167.11
262.77
1
3.7135
4.9050
0.2886
0.4156
187
247
25
36
212
283
92.84
176.58
2
3.9715
4.1616
0.4385
0.4148
188
197
37
35
225
232
146.95
145.66
3
3.6875
5.0750
0.3231
0.5096
194
267
26
41
220
308
95.87
208.08
1
5.1946
5.0278
0.4419
0.5356
218
211
33
40
251
251
171.42
201.11
2
5.6458
4.5493
0.6199
0.5097
242
195
45
37
287
232
254.06
168.33
3
5.0146
4.2027
0.6280
0.4996
210
176
44
35
254
211
220.64
147.09
1
3.5885
3.8772
0.2114
0.1669
174
188
19
15
193
203
68.18
58.16
2
4.3339
3.6259
0.2263
0.1851
202
169
22
18
224
187
95.35
65.27
3
5.4956
4.2908
0.2818
0.2113
260
203
28
21
288
224
153.88
90.11
1
5.4968
4.2455
0.2572
0.1637
246
190
22
14
268
204
120.93
59.44
2
5.7538
4.4728
0.2240
0.1991
265
206
18
16
283
222
103.57
71.56
3
6.0656
7.0637
0.3295
0.3766
237
276
28
32
265
308
169.84
226.04
1
5.2590
3.8772
0.2448
0.1558
255
188
22
14
277
202
115.70
54.28
56 56
Lampiran 10a. Persen kehilangan bobot beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras (lanjutan). Sampel Beras
Derajat Sosoh
U
Ul
BPK Sintanur BS
D
1
2
Nu
1
2
1
Nd 2
1
N 2
1
U.Nd 2
1
2
2
4.5914
5.3423
0.1954
0.3189
214
249
19
31
233
280
87.24
165.61
3
4.6924
4.3753
0.1711
0.0906
222
207
17
9
239
216
79.77
39.38
1
5.0163
4.2773
0.2572
0.2237
224
191
23
20
247
211
115.37
85.55
2
4.4732
3.9988
0.2068
0.2612
198
177
19
24
217
201
84.99
95.97
3
4.0108
4.0553
0.3296
0.2765
180
182
31
26
211
208
124.33
105.44
1
4.8761
5.2929
0.2968
0.2858
234
254
27
26
261
280
131.65
137.61
2
3.8859
4.1575
0.2702
0.2139
186
199
24
19
210
218
93.26
78.99
3
5.3233
5.1394
0.3710
0.3260
254
246
33
29
287
275
175.67
149.04
Lampiran10a. Persen kehilangan bobot beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras (lanjutan). Sampel Beras
Derajat Sosoh
BPK Mamberamo BS
Ciherang
BPK
D.Nu
Ul
U.Nd-D.Nu
(U.NdD.Nu)/U*N
U*N
1
2
1
2
1
1
221.24
193.62
163.63
143.21
1772.76
2
194.10
196.26
108.83
110.04
3
170.16
248.49
101.57
148.33
1
46.51
33.74
41.47
2
36.34
53.32
2
%Kehilangan bobot
Ratarata Duplo
1
2
1
2
1667.01
0.09
0.09
9.23
8.59
8.91
1427.33
1197.76
0.08
0.09
7.62
9.19
8.41
1040.94
1771.75
0.10
0.08
9.76
8.37
9.06
30.08
1304.26
1007.53
0.03
0.03
3.18
2.99
3.08
31.18
45.74
778.44
1324.40
0.04
0.03
4.00
3.45
3.73
3
29.16
36.14
28.39
35.18
938.43
1237.81
0.03
0.03
3.02
2.84
2.93
1
111.12
101.44
63.17
57.67
975.21
1019.18
0.06
0.06
6.48
5.66
6.07
2
182.53
211.70
79.81
92.57
1230.26
1481.44
0.06
0.06
6.49
6.25
6.37
3
104.63
164.53
62.48
98.24
1024.09
1328.19
0.06
0.07
6.10
7.40
6.75
Ratarata ulangan 8.79
3.25
6.39
57 57
Lampiran 10a. Persen kehilangan bobot beras pecah kulit dan beras sosoh pada lima varietas beras (lanjutan). Sampel Beras
Derajat Sosoh
BS
BPK Inpari 10 BS
BPK Inpari 13 BS
BPK Sintanur BS
D.Nu
Ul 1
U.Nd-D.Nu 2
1
2
(U.NdD.Nu)/U*N
U*N 1
2
%Kehilangan bobot
1
2
1
2
Ratarata Duplo
1
53.98
102.66
38.86
73.92
787.27
1388.13
0.05
0.05
4.94
5.33
5.13
2
82.43
81.71
64.52
63.95
893.59
965.50
0.07
0.07
7.22
6.62
6.92
3
62.69
136.06
33.18
72.02
811.24
1563.10
0.04
0.05
4.09
4.61
4.35
1
96.33
113.02
75.09
88.09
1303.85
1261.98
0.06
0.07
5.76
6.98
6.37
2
150.02
99.39
104.04
68.93
1620.36
1055.44
0.06
0.07
6.42
6.53
6.48
3
131.89
87.92
88.76
59.17
1273.71
886.77
0.07
0.07
6.97
6.67
6.82
1
36.79
31.38
31.39
26.78
692.58
787.08
0.05
0.03
4.53
3.40
3.97
2
45.71
31.29
49.64
33.98
970.80
678.04
0.05
0.05
5.11
5.01
5.06
3
73.26
42.90
80.62
47.21
1582.73
961.14
0.05
0.05
5.09
4.91
5.00
1
63.27
31.10
57.66
28.34
1473.14
866.08
0.04
0.03
3.91
3.27
3.59
2
59.37
41.02
44.20
30.54
1628.33
992.95
0.03
0.03
2.71
3.08
2.90
3
78.10
103.94
91.74
122.10
1607.38
2175.63
0.06
0.06
5.71
5.61
5.66
1
62.43
29.29
53.27
24.99
1456.75
783.20
0.04
0.03
3.66
3.19
3.42
2
41.82
79.40
45.41
86.22
1069.79
1495.85
0.04
0.06
4.25
5.76
5.00
3
37.98
18.75
41.79
20.63
1121.48
945.07
0.04
0.02
3.73
2.18
2.95
1
57.62
42.72
57.76
42.82
1239.02
902.50
0.05
0.05
4.66
4.75
4.70
2
40.94
46.23
44.05
49.74
970.69
803.76
0.05
0.06
4.54
6.19
5.36
3
59.33
50.32
65.00
55.12
846.27
843.51
0.08
0.07
7.68
6.53
7.11
1
69.45
72.59
62.21
65.03
1272.66
1482.00
0.05
0.04
4.89
4.39
4.64
2
50.26
42.57
43.00
36.42
816.04
906.34
0.05
0.04
5.27
4.02
4.64
3
94.23
80.20
81.44
68.85
1527.80
1413.34
0.05
0.05
5.33
4.87
5.10
Ratarata ulangan 5.47
6.56
4.68
4.05
3.79
5.72
4.79
58 58
Lampiran 10b. Analisis ragam persen kehilangan bobotberas pecah kulit (BPK). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
DB
F
Sig.
Model
631.167a
5
126.233
161.791
.000
Varietas
631.167
5
126.233
161.791
.000
Galat
7.802
10
.780
Total
638.969
15
Lampiran 10c. Uji Duncanpersen kehilangan bobot lima varietas beras pecah kulit(BPK).
Lima Varietas Beras
N
Inpari 13 Sintanur Ciherang Inpari 10 Mamberamo Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1
2
3
4.0500 5.7233 6.3967 6.5567 1.000
8.7933 1.000
.296
Lampiran 10d.Analisis ragam persen kehilangan bobot beras sosoh (BS). Sumber Tipe III Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
DB
F
Sig.
Model
298.910a
5
59.782
85.006
.000
Varietas
298.910
5
59.782
85.006
.000
Galat
7.033
10
.703
Total
305.943
15
Lampiran 10e. Uji Duncan persen kehilangan bobot lima verietas beras sosoh (BS). Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Mamberamo
3
3.2467
Inpari 13
3
3.7900
Inpari 10
3
4.6767
4.6767
Sintanur
3
4.7933
4.7933
Ciherang
3
Sig.
5.4667 .061
.297
59
Lampiran11a. Persen biji berlubang beras pecah kulitdan beras pecah kulitdari lima varietas beras. Sampel Beras
Derajat Sosoh
BPK Mamberamo BS
BPK Ciherang BS
BPK Inpari 10 BS
BPK Inpari 13 BS
BPK
BS
Ul
Jumlah biji berlubang 1 2
Jumlah biji utuh 1 2
% biji berlubang 1 2
Ratarata Duplo
1
66
59
238
233
27.73
25.32
26.53
2
59
67
219
195
26.94
34.36
30.65
3
65
71
184
246
35.33
28.86
32.09
1
17
14
235
207
7.23
6.76
7.00
2
17
19
179
235
9.50
8.09
8.79
3
13
14
199
229
6.53
6.11
6.32
1
42
37
193
200
21.76
18.50
20.13
2
58
61
214
236
27.10
25.85
26.48
3
39
55
200
223
19.50
24.66
22.08
1
25
36
187
247
13.37
14.57
13.97
2
37
35
188
197
19.68
17.77
18.72
3
26
41
194
267
13.40
15.36
14.38
1
33
40
218
211
15.14
18.96
17.05
2
45
37
242
195
18.60
18.97
18.78
3
44
35
210
176
20.95
19.89
20.42
1
19
15
174
188
10.92
7.98
9.45
2
22
18
202
169
10.89
10.65
10.77
3
28
21
260
203
10.77
10.34
10.56
1
22
14
246
190
8.94
7.37
8.16
2
18
16
265
206
6.79
7.77
7.28
3
28
32
237
276
11.81
11.59
11.70
1
22
14
255
188
8.63
7.45
8.04
2
19
31
214
249
8.88
12.45
10.66
3
17
9
222
207
7.66
4.35
6.00
1
23
20
224
191
10.27
10.47
10.37
2
19
24
198
177
9.60
13.56
11.58
3
31
26
180
182
17.22
14.29
15.75
1
27
26
234
254
11.54
10.24
10.89
2
24
19
186
199
12.90
9.55
11.23
3
33
29
254
246
12.99
11.79
12.39
Ratarata Ulangan 29.76
7.37
22.90
15.69
18.75
10.26
9.05
8.23
12.57
11.50
60
Lampiran 11b.Analisis ragam persen biji berlubang terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
6003.127a
5
1200.625
170.603
.000
Varietas
6003.127
5
1200.625
170.603
.000
Galat
70.375
10
7.038
Total
6073.502
15
Lampiran 11c. Uji Duncan persen biji berlubang terhadap lima varietas beras pecah kulit (BPK). Lima Varietas Beras
Subset
N
Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
1
3 3 3 3 3
2
3
9.0467 12.5667 18.7500 22.8967 .135
29.7567 1.000
.085
Lampiran 11d. Analisis ragam persen biji berlubang terhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
1817.625a 1817.625 30.268 1847.894
Model Varietas Galat Total
Kuadrat Tengah
5 5 10 15
363.525 363.525 3.027
F
Sig.
120.101 120.101
.000 .000
Lampiran 11e. Uji Duncan persen biji berlubang terhadap lima varietas beras sosoh (BS).
Lima Varietas Beras
N
Mamberamo Inpari 13 Inpari 10 Sintanur Ciherang Sig.
3 3 3 3 3
Subset 1 7.3700 8.2333 10.2600
.080
2
3
8.2333 10.2600 11.5033 .052
15.6900 1.000
Lampiran 12a.Kadar air sebelum Infestasi S.oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh.
61
Varietas Beras
Perlakuan
BPK Ciherang BS
BPK Membramo BS
Sintanur
BPK
BS
BPK Inpari 13 BS
BPK Inpari 10 BS
ul
cawan kosong
sampel
sebelum oven
setelah oven
Ka
1
5.0452
2.3850
7.4302
7.0893
14.29
2
4.5974
2.2065
6.8039
6.4960
13.95
3
5.1518
2.2959
7.4477
7.1224
14.17
1
4.5481
2.1998
6.7479
6.4334
14.30
2
4.5273
2.3340
6.8613
6.5390
13.81
3
4.3032
2.3493
6.6525
6.3240
13.98
1
5.1330
2.2971
7.4301
7.0881
14.89
2
4.8741
2.1636
7.0377
6.7131
15.00
3
4.2974
2.3457
6.6431
6.3180
13.86
1
4.4073
2.3689
6.7762
6.4635
13.20
2
4.6648
2.2857
6.9505
6.6448
13.37
3
4.7723
2.2568
7.0291
6.7173
13.82
1
4.7851
2.2974
7.0825
6.7573
14.16
2
4.4558
2.4278
6.8836
6.5468
13.87
3
4.6806
2.2314
6.9120
6.5988
14.04
1
4.1232
2.4268
6.5500
6.2189
13.64
2
4.6440
2.3677
7.0117
6.6853
13.79
3
4.7015
2.3299
7.0314
6.7027
14.11
1
4.8657
2.4595
7.3252
6.9766
14.17
2
5.0280
2.3321
7.3601
7.0319
14.07
3
5.2069
2.3900
7.5969
7.2672
13.79
1
4.7529
2.8218
7.5747
7.1996
13.29
2
4.6640
2.4132
7.0772
6.7558
13.32
3
4.5299
2.6214
7.1513
6.7885
13.84
1
5.1110
2.4217
7.5327
7.1932
14.02
2
4.6573
2.2149
6.8722
6.5631
13.96
3
5.0022
2.5253
7.5275
7.1667
14.29
1
5.0212
2.5084
7.5296
7.1734
14.20
2
4.6964
2.8766
7.5730
7.1810
13.63
3
4.3177
2.2829
6.6006
6.2885
13.67
Rata-rata
14.14
14.03
14.58
13.46
14.02
13.85
14.01
13.48
14.09
13.83
Lampiran 12b.Analisis ragam kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzaeberas pecah kulit (BPK).
62
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
DB
F
Sig.
Model
3011.943a
5
602.389 5835.968
.000
Varietas
3011.943
5
602.389 5835.968
.000
Galat
1.032
10
Total
3012.975
15
.103
Lampiran 12c. Uji Duncankadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzaepada lima varietas beras pecah kulit (BPK). Lima Varietas Beras Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
Subset
N
1
3 3 3 3 3
14.0100 14.0233 14.0900 14.1367 14.5833 .072
Lampiran 12d. Analisis ragam kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzaeberas sosoh (BS). Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat 2828.981a 2828.981 .838 2829.819
Model Varietas Galat Total
DB 5 5 10 15
Kuadrat Tengah
F
Sig.
565.796 6751.209 565.796 6751.209 .084
.000 .000
Lampiran 12e. Uji Duncan kadar air sebelum infestasi Sitophilus oryzaepada lima varietas beras sosoh (BS) Lima Varietas Beras Mamberamo Inpari 13 Inpari 10 Sintanur Ciherang Sig.
Subset
N
1
3 3 3 3 3
13.4633 13.4833 13.8333 13.8467 14.0300 .052
Lampiran 13. Kadar air setelah Infestasi Sitophilus oryzae pada beras pecah kulit dan beras sosoh. Varietas
Perlakuan
ul
cawan
sampel
sebelum
setelah
Ka
Rata-rata
63
Beras
kosong BPK
Inpari 10 BS
BPK Inpari 13 BS
BPK Sintanur BS
BPK Ciherang BS
BPK Mamberamo BS
oven
oven
1
2.1448
2.0203
4.1651
3.8693
14.64
2
2.1067
2.3265
4.4332
4.1062
14.06
3
2.1154
2.1916
4.3070
4.0018
13.93
1
2.1420
2.0586
4.2006
3.9189
13.68
2
4.6309
2.0249
6.6558
6.3721
14.01
3
2.1185
2.1770
4.2955
3.9900
14.03
1
2.1240
2.0929
4.2169
3.9174
14.31
2
2.2290
1.9829
4.2119
3.9380
13.81
3
2.0770
2.2520
4.3290
4.0142
13.98
1
3.1164
2.3180
5.4344
5.1155
13.76
2
2.1653
2.0034
4.1687
3.9017
13.33
3
2.1543
2.0003
4.1546
3.8771
13.87
1
4.6995
2.0273
6.7268
6.4409
14.10
2
2.1150
2.1851
4.3001
4.0002
13.72
3
2.8481
2.1565
5.0046
4.6952
14.35
1
3.3450
2.5695
5.9145
5.5545
14.01
2
3.1078
2.1283
5.2361
4.9398
13.92
3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
2.1149 3.0811 3.0766 3.4823 3.3884 3.8072 3.8117 4.6009 2.5269 2.4567 2.1507 2.1114 3.8179
2.1851 2.2938 2.2870 2.4461 2.4066 2.0287 2.0324 2.0236 1.9903 1.9438 2.0378 2.0362 2.1508
4.3000 5.3749 5.3636 5.9284 5.7950 5.8359 5.8441 6.6245 4.5172 4.4005 4.1885 4.1476 5.9687
3.9920 5.0261 5.0295 5.5905 5.4416 5.5439 5.5611 6.3206 4.2189 4.1131 3.9221 3.8801 5.6573
14.10 15.21 14.61 13.81 14.68 14.39 13.92 15.02 14.99 14.79 13.07 13.14 14.48
14.21
13.91
14.03
13.65
14.06
14.01
14.54
14.33
14.93
13.56
Lampiran14. Kadar amilosa lima varietas beras. Varietas
Amilosa
Sintanur
18%
Membramo
19%
inpari 10
22%
Inpari 13
22.40%
Ciherang
23%
(Puslitbang Pangan. 2010) Lampiran 15a. Kadar protein lima varietas beras Varietas
Protein
Rata-rata
64
Ciherang Mamberamo Sintanur Inpari 13 Inpari 10
BPK
BS
7.65
7.12
7.78
7.04
8.05
7.33
7.61
7.36
6.53
5.70
6.49
5.76
6.08
5.37
5.58
5.12
7.07
5.67
6.69
5.69
BPK
BS
7.72
7.08
7.83
7.35
6.51
5.73
5.38
5.25
6.88
5.68
Lampiran 15b. Analisis ragam kadar protein lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat 489.067a 489.067 .303 489.370
Model Varietas Galat Total
Kuadrat Tengah
DB 5 5 5 10
F
97.813 97.813 .061
1612.752 1612.752
Sig. .000 .000
Lampiran 15c. Uji Duncan kadar protein lima varietas beras pecah kulit (BPK). Lima Varietas Beras
Subset
N
Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
1
2 2 2 2 2
2
3
5.8300 6.5100 6.8800
1.000
7.7150 7.8300 .660
.193
Lampiran 15d. Analisis ragam kadar protein lima varietas beras sosoh (BS).
Sumber
Tipe III Jumlah
Kuadrat
DB
Kuadrat
F
Tengah
Sig.
Model
393.361a
5
78.672
10660.203
.000
Varietas
393.362
5
78.672
10660.203
.000
.037
5
.007
Galat
Total 393.398 10 Lampiran 15e. Uji Duncan kadar protein lima varietas beras sosoh (BS).
65
Subset Lima Varietas Beras
N 1
2
Inpari 13
2
Inpari 10
2
5.6800
Sintanur
2
5.7300
Ciherang
2
Mamberamo
2
3
4
5.2450
7.0800 7.3450
Sig.
1.000
.586
1.000
1.000
Lampiran 16. Kadar lemak lima varietas beras Varietas
Ciherang Mamberamo Sintanur Inpari 13 Inpari 10
Kadar Lemak BPK
Rata-rata
BS
5.61
3.25
5.17
2.84
6.55
0.31
6.55
0.91
3.95
2.09
3.40
2.27
2.18
1.62
1.62
1.41
4.93
1.55
4.88
1.38
BPK
BS
5.39
3.05
6.55
0.61
3.68
2.18
1.90
1.52
4.91
1.47
Lampiran 16b. Analisis ragam kadar lemak lima varietas beras pecah kulit (BPK).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
45.252
557.150
.000
5
45.252
557.150
.000
.406
5
.081
226.665
10
Model
a
226.259
5
Varietas
226.258
Galat Total
Lampiran 16c. Uji Duncan kadar lemak lima varietas beras pecah kulit (BPK).
66
Lima Varietas Beras Inpari 13 Sintanur Inpari 10 Ciherang Mamberamo Sig.
Subset
N
1
2 2 2 2 2
2
3
4
1.9000 3.6750 4.9050 5.3900 1.000
1.000
6.5500 1.000
.150
Lampiran 16d. Analisis ragam kadar lemak lima varietas beras sosoh (BS).
Sumber
Tipe III Jumlah Kuadrat
DB
Kuadrat Tengah
F
Sig.
Model
37.676a
5
7.535
118.945
.000
Varietas
37.676
5
7.535
118.945
.000
Galat
.317
5
.063
Total
37.993
10
Lampiran 16e. Uji Duncankadar lemak lima varietas beras sosoh (BS). Lima Varietas Beras Mamberamo Inpari 10 Inpari 13 Sintanur Ciherang Sig.
N 2 2 2 2 2
Subset 1
2
3
4
.6100 1.4650 1.5150 2.1800 1.000
.850
1.000
3.0450 1.000
Lampiran 17. Deskripsi beras varietas Ciherang (Puslitbang Pangan. 2010)
67
Nomor Seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Indeks glikemik Bobot 1000 butir Rata-rata produksi Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama Ketahanan terhadap Penyakit Anjuran tanaman Pemulia Dilepas tahun
:SS3383-1D-PN-41-3-1 : IR18349-53-1-3-1-3/IR19661-131-3-1//IR19661-131-3-1///IR64 ////IR64 : Cere : 116 - 125 hari : Tegak : 107 - 115 cm : 14 - 17 batang : Hijau : Hijau : Putih : Tidak berwarna : Hijau : Kasar pada sebelah bawah : Tegak : Tegak : Panjang ramping : Kuning bersih : Sedang : Sedang : Pulen : 23 % : 54.9 :28 gram : 6.0 t/ha : 8.5 t/ha : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan biotipe 3 : Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV : Baik ditanam pada musim hujan dan kemarau di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 500 m dpl : Tarjat T, Z. A. Simanullang, E. Sumadi dan Aan A. Daradjat : 2000
Lampiran18. Deskripsi beras varietas Sintanur (Puslitbang Pangan, 2010)
68
Nomor Seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Indeks glikemik 2 acetyl-1-pyrroline Bobot 1000 butir Rata-rata produksi Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama Ketahanan terhadap Penyakit VIII. Sifat khusus Anjuran tanaman Pemulia Alasan utama dilepas Dilepas tahun
: B9645E-MR-89-1 : Lusi/B7136C-MR-22-1-5(Bengawan Solo) : Cere : 115 - 125 hari : Tegak : 115 - 125 cm : 16 - 20 batang : Hijau : Hijau : Tidak berwarna : Tidak berwarna : Hijau : Kasar : Tegak sampai miring : Tegak : sedang : Kuning bersih : Sedang : Agak tahan : Pulen : 18 % : 91 : 167 ppb :27 gram : 6.0 t/ha : 7.0 t/ha : Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2, rentan biotipe 3 : Tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III, Rentan strain IVdan : Wangi mulai dipertanaman : Baik ditanam di lahan sawah irigasi dataran rendah sampai 550 m dpl : Adijono P., Soewito T., Suwarno, B. Kustiarto, Alidawati B.S., Shagir Sama : Aromatik : 2001
Lampiran19. Deskripsi beras varietas Inpari 13 (Puslitbang Pangan, 2010)
69
Nomor Seleksi : OM1490 Asal persilangan : OM606/IR18348-36-3-3 Golongan : Cere Umur tanaman : 103 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 101 cm Anakan produktif : 17 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Hijau Warna daun : Hijau Permukaan daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Agak terkulai Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22.40 % Bobot 1000 butir : 25.2 g Rata-rata produksi : 6.59 t/ha Potensi hasil : 8.0 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Tahan terhadap wereng Batang coklat biotipe 1, 2 dan 3. Ketahanan terhadap Penyakit : Agak rentan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III, IV, dan VIII, tahan terhadap penyakit blas ras 033 dan agak tahan terhadap ras 133, 073 dan 173. Anjuran tanaman : Cocok ditanam di ekosistem sawah tadah hujan dataran rendah sampai ketinggian 600 m dpl Pemulia : Nafisah, Cucu Gunarsih, Bambang Suprihatno, Aan A. Daradjat, Trias Sitaresmi, M. Yamin Samaullah Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Alasan utama dilepas : Umur sangat genjah, produktivitas tinggi (leih baik dari dodokan), tekstur nasi pulen, tahan WBC biotipe 1,2, dan 3. Dilepas tahun : 2009
Lampiran 20. Deskripsi beras varietas Inpari 10 (Puslitbang Pangan, 2010)
70
Nomor Seleksi : S3382-2d-Pn-4-1 Asal persilangan : S487b=75/2*IR19661//2*IR64 Golongan : Cere Umur tanaman : 108-116 hari Bentuk tanaman : Tegak Tinggi tanaman : 100-120 cm Anakan produktif : 17-25 batang Warna kaki : Hijau Warna batang : Hijau Warna telinga daun : Putih Warna lidah daun : Putih Warna daun : Hijau Permukaan daun : Kasar Posisi daun : Tegak Daun bendera : Tegak Bentuk gabah : Panjang ramping Warna gabah : Kuning bersih Kerontokan : Sedang Kerebahan : Tahan Tekstur nasi : Pulen Kadar amilosa : 22 % Bobot 1000 butir : 27.7 ± 0.76 g Rata-rata produksi : 5.08 t/ha Potensi hasil : 7.00 t/ha Ketahanan terhadap Hama : Agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 1 dan 2. Ketahanan terhadap Penyakit : Agak tahan terhadap bakteri hawar daun strain III dan agak rentan strain IV dan rentan terdap virus tungro varian 013, 031, dan 131. Pemulia : Z.A. Simanullang, Nafisah, Atito D, Idris Hadade, Aan Andang Daradjat, Bambang Suprihatno, dan M. Yamin Samaullah. Peneliti : Triny SK., Didik Harmowo, Didiek Setiobudi. Pengusul : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan BPTP Sulawesi Tenggara Alasan utama dilepas : Potensi hasil tinggi dibanding IR 64, mutu beras baik, tahan HDB, toleran kekeringan Dilepas tahun : 2009
Lampiran 21. Deskripsi beras varietas Mamberamo (Puslitbang Pangan, 2010)
71
Nomor Seleksi Asal persilangan Golongan Umur tanaman Bentuk tanaman Tinggi tanaman Anakan produktif Gabah isi/malai Warna kaki Warna batang Warna telinga daun Warna lidah daun Warna daun Permukaan daun Posisi daun Daun bendera Bentuk gabah Warna gabah Kerontokan Kerebahan Tekstur nasi Kadar amilosa Bobot 1000 butir Rata-rata produksi Potensi hasil Ketahanan terhadap Hama Ketahanan terhadap Penyakit Anjuran tanaman Pemulia Pengusul Alasan utama dilepas Dilepas tahun
: B7830F-MR-1-2-3-2 : B6555B=199-40/Barumun : Cere : 115-120 hari : Tegak : 126-140 cm : 17-20 batang : ± 145 biji : Hijau : Hijau : Tidak berwarna : Tidak berwarna : Hijau : Kasar : Tegak : Tegak : Ramping : Kuning : Sedang : Sedang : Pulen : 19 % : 27g : 6.5 t/ha : 7.5 t/ha : Tahan wereng coklat bioti[e 1,2 dan agak tahan wereng coklat biotipe 3. : Tahan hawar daun bakteri strain III dan agak tahan tungro. : Baik ditanam di lahan irigasi berelevasi kurang dari 550 m dpl : Suwito T., B. Kustianto, Alidawati, Adijono P, Susanto T.W. dan Z. Harahap : Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan BPTP Sulawesi Tenggara : Padi sawah, hasil tinggi, tahan WBC 1, 2, dan 3, mutu beras baik : 1995.
72
Lampiran 22a. Analisis korelasi parameter-parameter resistensi terhadap faktor-faktor intrinsik lima varietas beras.
Nt
Pearson Correlation Nt
Pearson Correlation D
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
ID
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Rm
Sig. (2-tailed) N
λ
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
73
ID
Rm
λ
% Kehilangan
% Biji
Bobot
Berlubang
Protein
Lemak
KA
-.704*
.931**
.975**
.981**
.927**
.969**
.744*
.841**
.879**
.023
.000
.000
.000
.000
.000
.014
.002
.001
10
10
10
10
10
10
10
10
10
-.704*
1 -.908**
-.828**
-.821**
-.662*
-.599
-.272
-.602
-.763*
.023
.000
.003
.004
.037
.067
.447
.066
.010
1
Sig. (2-tailed) N
D
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.931**
-.908**
1
.987**
.983**
.853**
.846**
.583
.799**
.879**
.000
.000
.000
.000
.002
.002
.077
.006
.001
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.975**
-.828**
.987**
1
.999**
.892**
.906**
.673*
.837**
.890**
.000
.003
.000
.000
.001
.000
.033
.003
.001
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.981**
-.821**
.983**
.999**
1
.896**
.917**
.681*
.841**
.885**
.000
.004
.000
.000
.000
.000
.030
.002
.001
73
N Pearson Correlation
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.927**
-.662*
.853**
.892**
.896**
1
.962**
.630
.728*
.921**
.000
.037
.002
.001
.000
.000
.051
.017
.000
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.969**
-.599
.846**
.906**
.917**
.962**
1
.731*
.809**
.880**
.000
.067
.002
.000
.000
.000
.016
.005
.001
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.776**
-.353
.644*
.723*
.731*
.611
.736*
1
.748*
.539
.008
.317
.044
.018
.016
.061
.015
.013
.108
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.841**
-.602
.799**
.837**
.841**
.728*
.809**
.696*
1
.668*
.002
.066
.006
.003
.002
.017
.005
.025
10
10
10
10
10
10
10
10
10
10
.879**
-.763*
.879**
.890**
.885**
.921**
.880**
.509
.668*
1
.001
.010
.001
.001
.001
.000
.001
.133
.035
10
10
10
10
10
10
10
10
10
% Susut Sig. (2-tailed) Bobot N Pearson Correlation % Biji Sig. (2-tailed) Berlubang N Pearson Correlation Protein
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
Lemak
Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation
KA
Sig. (2-tailed) N
.035
10
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
74
74
Lampiran 22b. Analisis korelasi parameter-parameter resistensi terhadap faktor-faktor intrinsik lima varietas beras dengan grafik. 1.
Protein a. Korelasi protein dengan total populasi
b. Korelasi protein dengan laju perkembangan intrinsik
c. Korelasi protein dengan kapasitas multiplikasi mingguan
75
d. Korelasi protein dengan persen biji berlubang
2.
Lemak a.
Korelasi kadar lemak dengan total populasi (Nt)
b.
Korelasi kadar lemak dengan indeks perkembangan (ID)
76
c.
Korelasi kadar lemak dengan laju perkembangan intrinsik (Rm)
d.
Korelasi kadar lemak dengan kapasitas multiplikasi mingguan
e.
Korelasi kadar lemak dengan persen kehilangan bobot
77
f.
3.
Korelasi kadar lemak dengan persen biji berlubang
Kadar air a.
Korelasi kadar air dengan total populasi (Nt)
b.
Korelasi kadar air dengan periode perkembangan (D)
78
c.
Korelasi kadar air dengan indeks perkembangan (ID)
d.
Korelasi kadar air dengan laju perkembangan intrinsik (Rm)
e.
Korelasi kadar air dengan kapasitas multiplikasi mingguan
79
f.
Korelasi kadar air dengan persen kehilangan bobot
g.
Korelasi kadar air dengan persen biji berlubang
80
Lampiran 23. Bagan persiapan Sitophilus oryzae
Grits Jagung (1.5 Kg)
Oven 600C (2jam)
500 S.oryzae
U1
U2
Turunan pertama (F1)
Jagung (Inkubasi 1 hari)
Pengayakan
Simpan di Stoples (4minggu)
........ Imago S.oryzae
U15
Lampiran 24. Skema persiapan beras pecah kulit (BPK) dan beras sosoh (BS)
Padi 2 kg Rice Huller Sekam
Screening
Tahap I (600 butir BK). Tiga kali ulangan, @ 200 butir
BPK Tahap II (300 gr). Tiga kali ulangan, @ 100 gr Dedak dan Bekatul
Rice polisher Tahap I (600 butir BK). Tiga kali ulangan, @ 200 butir Beras Sosoh Tahap II (300 gr). Tiga kali ulangan, @ 100 gr
81
Lampiran 25. Skema pelaksanaan penelitian tahap I
10 Imago S.oryzae
Imago S.oryzae
Disimpan 7 hari (gelas pelastik)
Pengayakan
Beras
Inkubasi 14 -21 hari
Turunan pertama (F1)
Thawing suhu o
Pengamatan
ruang 25 C
BS dan BPK (@200btr) o
Feezer (-20 C) 1 minggu
Lampiran 26. Skema pelaksanaan penelitian tahap II
25 Imago S.oryzae Disimpan 4 minggu (gelas pelastik)
Pengayakan
Imago S.oryzae
Pengamatan
Thawing suhu o
ruang 25 C
BS dan BPK (@100gr) o
Feezer (-20 C) 1 Minggu
82
Lampiran 27. Dokumentasi penyimpanan beras tahap I yang telah diinfestasi S.oryzae
Lampiran 28. Dokumentasi penyimpanan beras tahap II yang telah diinfestasi S.oryzae
Lampiran 29.SNI Beras (6128:2008) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Komponen mutu Derajat sosoh (min) Kadar air (maks) Butir kepala (min) Butir patah (maks) Butir menir (maks) Butir merah (maks) Butir kuning/rusak (maks) Butir mengapur (maks) Benda asing (maks) Butir gabah (maks)
Satuan (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%)
Mutu I 100 14 95 5 0 0
Mutu II 100 14 89 10 1 1
Mutu III 95 14 78 20 2 2
Mutu IV 95 14 73 25 2 3
Mutu V 85 15 60 35 5 3
0
1
2
3
5
(%) (%) (%)
0 0 0
1 0.02 1
2 0.02 1
3 0.05 2
5 0.20 3
83
Lampiran 29.SNI Beras (6128:2008) (Lanjutan) Keterangan : 1. Derajat sosoh
: Tingkat terlepasnya lapisan pericarp, testa, aleuron, dan lembaga dari butir beras. 2. Kadar air : Jumlah kandungan air di dalam butir beras yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis). 3. Butir kepala : Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 0.75 bagian dari butir beras utuh. 4. Butir patah :Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar dari 0.25 sampai dengan lebih kecil dari 0.75 dari butir beras utuh. 5. Butir menir : Butir beras baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 0.25 bagian butir beras utuh. 6. Butir merah : Butir beras utuh, beras kepala, patah maupun menir yang berwarna merah akibat faktor genetis. 7. Butir kuning : Butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir yang berwarna kuning, kuning kecoklat-coklatan, dan kuning semu akibat proses fisik atau aktivitas mikroorganisme. 8. Butir mengapur : Butir beras yang separuh bagian atau lebih berwarna putih seperti kapur (chalky) dan bertekstur lunak yang disebabkan oleh faktor fisiologis. 9. Butir rusak : Butir beras utuh, beras kepala, beras patah dan menir berwarna putih/bening, putih mengapur, kuning dan berwarna merah yang mempunyai lebih dari satu bintik yang merupakan noktah disebabkan proses fisik, kimia, dan biologi. Beras yang berbintik kecil tunggal tidak termasuk butir rusak. 10. Benda asing : Benda-benda yang tidak tergolong beras, misalnya jerami, malai, batu kerikil,butir tanah, pasir, logam, potongan kayu, potongan kaca, biji-bijian lain, serangga mati, dan lain sebagaianya. 11. Butir gabah : Butir padi yang sekamnya belum terkelupas, atau hanya terkelupas sebagian.
84