KAJIAN RESISTENSI LIMA JENIS BERAS VARIETAS LOKAL TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch.
SKRIPSI
ZULFAHNUR F24060265
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
THE STUDY OF RELATIVE RESISTANCE OF LOCAL RICE TO Sitophilus zeamais MOTSCH. Zulfahnur1 , Yadi Haryadi 1 1
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus Bogor 16002
ABSTRACT
The present study was conducted to evaluate resistance of local rice varieties i.e. Batutegi, Silugonggo, Ciherang, Mamberamo and Indragiri from the attack of post harvest pest Sitophilus zeamais Motsch. The research was divided into two stages, the preparation and the experiments. In the preparation, S. zeamais culture was cultured to get adult S. zeamais aged 7-14 days. In the first experiment, 10 adult insects aged 7-14 days were infested for 7 days. The adults were then removed and discarded. The infested grains were incubated to allow the emergence of progenies. The emerged progenies were counted daily till there was no emergence for 5 days consecutively. From this experiment, the parameters were number of progenies (Nt), development period (D), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm) and weekly multiplication capacity ( λ). In the second experiment, 100 gram of rice was infested with 25 adults of S. zeamais for 5 weeks. From this experiment, the parameters used were percentage of weight loss and percentage of holed grain. Based on number of progenies (Nt), development index (ID), intrinsic rate of increase (Rm), weekly multiplication capacity (λ), percentage of weight loss and percentage of holed grain, sh owed that Silugonggo variety was the most resistance among other tested rice vari eties. The values are 57, 12.5239, 0.3781, 1.4596, 10.94%, and 12.45% respectively.
Keywords: rice, Sitophilus zeamais, resistance
ZULFA HNUR. F24060265. Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lokal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. Di bawah b imbingan Yad i Haryadi. 2010.
RINGKASAN
Beras merupakan makanan poko k bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Konsumsi beras dari tahun ke tahun meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Tingginya permintaan akan beras tidak diiringi dengan peningkatan produktivitas lahan pertanian dikarenakan penyusutan lahan pertanian, perubahan fungsi lahan, dan sebagainya. Hal ini diperparah oleh keh ilangan pada tahap pascapanen. Kehilangan pascapanen dipengaruhi faktor fisik, kimia, dan biologis. Faktor biologis merupakan faktor yang paling do minan khususnya akibat serangan serangga. Serangga utama yang ditemukan menyerang beras adalah Sitophilus zeamais. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan lima varietas beras unggul lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais. Dengan mengetahui tingkat ketahanannya, diharapkan dapat memberikan gambaran selama penyimpanan dan menjadi pedo man dalam pengembangan beras pada tahap pra maupun pascapanen. Lima varietas beras yang digunakan dalam penelitian ini adalah Batutegi, Ciherang, Silugonggo, Indragiri, dan Mamberamo. Penelit ian ini terd iri atas dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk mempero leh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Tahap pelaksanaan terdiri dari dua seri. Seri pertama bertujuan untuk mengetahui laju pertu mbuhan populasi Sitophilus zeamais dan seri kedua untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus zeamais. Parameter yang diamat i pada seri pertama diantaranya adalah karakteristik d inamika populasi Sitophilus zeamais yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas mu ltiplikasi mingguan (λ). Pada seri kedua, parameter yang digunakan adalah persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari lima varietas yang dikaji dalam penelitian ini, varietas Silugonggo merupakan varietas yang paling resisten terhadap serangan Sitophilus zeamais. Hal tersebut ditunjukkan oleh parameter- parameter perkembangan serangga yaitu jumlah populasi (Nt), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas mult iplikasi mingguan (λ) dengan nilai berturut-turut adalah 57, 12,53, 0,3781, dan 1,4596. Hasil penelit ian seri pertama diperkuat oleh hasil penelitian seri kedua. Persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot beras varietas Silugonggo berturut-turut 10,94% dan 12,45% lebih kecil dibandingkan dengan persen bobot biji berlubang dan persen kehilangan bobot beras varietas lainnya. Berdasarkan u ji korelasi didapatkan hasil bahwa kadar amilosa berkorelasi sangat signifikan terhadap total populasi dan periode perkembangan. Walaupun demikian, amilosa bukanlah satu -satunya faktor yang mempengaruhi resistensi beras terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais. Beberapa faktor lainnya yang kemungkinan mempengaruhi adalah kekerasan, kelembaban, kerapatan biji, dan butir mengapur.
Judul Skripsi
:
Nama NIM
: :
Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lo kal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. Zulfahnur F24060265
Menyutujui,
Dosen Pemb imbing,
(Dr. Ir. Yad i Haryadi, M. Sc.) NIP 19490612 197603.1.003
Mengetahui : Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahru l Syah, M. Sc.) NIP 19680505 199203.2.002
Tanggal lulus : 3 November 2010
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Resistensi Li ma Jenis Beras Varietas Lok al Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan Dosen Pemb imb ing Akademik, dan belu m diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Su mber in formasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterb itkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi in i.
Bogor, November 2010 Yang membuat pernyataan
Zulfahnur F24060265
BIODATA PENULIS
Zulfahnur. Lahir di Jakarta, 18 September 1987 dari ayah Sarijaya Sarmili dan ibu Zuraidah, sebagai putra kedua dari dua bersaudara. Penulis menamat kan SMA pada tahun 2006 dari SMA Negeri 47, Jakarta dan pada tahun yang sama diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Teknologi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis akt if dalam berbagai kegiatan termasu k menjad i asisten praktiku m Mata Kuliah Praktiku m Analisis Pangan dan presiden Food Chat Club (FCC) Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan IPB. Pada tahun 2010 mengikuti lo mba Developing Solutions for Developing Countries (DSDC) IFTSA dan memperoleh juara II.. Penulis melaku kan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Kajian Resistensi Lima Jenis Beras Varietas Lo kal Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. di bawah bimb ingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, M. Sc.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rah mat dan hidayah yang telah diberikan sehingga penyusunan skripsi in i dapat diselesaikan. Skripsi ini tersusun berdasarkan hasil penelit ian penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih sedalam-dalamnya kepada: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8.
Dr. Ir. Yad i Haryadi, M. Sc. selaku dosen pembimb ing yang telah banyak memberikan bimb ingan, dukungan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief Sjaifu l Nazli, DESS selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan serta inspirasi selama ujian. Ir. Sutisno Koswara, M. Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang mendetail selama u jian berlangsung. Papi, Mami, Kakakku, dan Henni R. S. yang telah memberikan dorongan, semangat, pengertian, dan doanya. Mirna, Krista dan Umam. Sahabatku yang mewarnai hidup in i. Teman-teman wisma The Village (Rah mat, Pram, Ade, Cha-cha, Radit, Yoce dan lainnya) atas gelak tawa, kehangatan, canda dan masa-masa indah selama t inggal bersama. Berce, Tito, Fah mi, Jali, Widi, Widya, Henni dan teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas kebers amaan dan kehangatan selama ini. W alaupun singkat tetapi sangat menyenangkan. Seluruh staf, karyawan dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih atas bantuannya dalam penelit ian dan penyusunan skripsi.
Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang teknologi pangan khususnya teknologi penyimpanan pangan.
Bogor, November 2010
Zulfahnur
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................................................................iii DAFTAR ISI .................................................................................................................................................... iv DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................................................................vii I.
PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 1 A. LATAR BELAKA NG.................................................................................................................... 1 B. TUJUAN........................................................................................................................................... 2 C. MANFAAT ...................................................................................................................................... 2
II.
TINJA UAN PUSTAKA ........................................................................................................................ 3 A. BERAS.............................................................................................................................................. 3 B. KERUSAKAN AKIBAT SERANGA N HAMA GUDA NG .................................................. 4 C. KUM BANG JA GUNG (Sitophilus zeamais)............................................................................. 6
III. BAHAN DA N M ETODE...................................................................................................................... 8 A. BAHAN DA N A LAT .................................................................................................................... 8 B. METODE PENELITIA N .............................................................................................................. 8 1.
Tahap Persiapan ...................................................................................................................... 8
2.
Tahap Pelaksanaan.................................................................................................................. 9
3.
Metode Analisis....................................................................................................................... 9
C. RANCANGAN PERCOBAAN.................................................................................................. 10 IV. HASIL DA N PEM BAHASA N .......................................................................................................... 11 A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULA SI SERANGGA ............................................... 12 1.
Jumlah Total Populasi (Nt).................................................................................................. 12
2.
Periode Perkembangan (D).................................................................................................. 14
3.
Indeks Perkembangan (ID) .................................................................................................. 16
4.
Laju Perkembangan Intrinsik (Rm).................................................................................... 17
iv
5.
Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) ................................................................................ 18
B. KARAKTERISTIK KEHILANGAN BOBOT.................................................. ................ 19 1.
Persen Biji Berlubang........................................................................................................... 19
2.
Persen Kehilangan Bobot..................................................................................................... 21
C. KORELA SI PARAM ETER-PARAM ETER RESISTENSI............................................. 22 V.
KESIMPULAN DAN SARA N .......................................................................................................... 25 A. KESIMPULAN ............................................................................................................................. 25 B. SARAN ........................................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTA KA .................................................................................................................................... 26 LAMPIRA N .................................................................................................................................................... 30
v
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel
1.
Ko mposisi beras pecah kulit dan beras giling .................................................................... 3
Tabel
2.
Serangga utama pada penyimpanan ..................................................................................... 5
Tabel
3.
Kandungan amilosa pada lima varietas beras................................................................... 12
Tabel
4.
Nilai rata-rata total populasi S. zeamais pada media beras ............................................ 12
Tabel
5.
Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media beras............................ 15
Tabel
6.
Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada med ia beras ............................. 16
Tabel
7.
Nilai rata-rata perkembangan intrinsik S. zeamais pada media beras .......................... 18
Tabel
8.
Nilai rata-rata kapasitas mu ltip likasi mingguan S. zeamais pada med ia beras........... 19
Tabel
9.
Nilai rata-rata persentase biji berlubang............................................................................ 20
Tabel 10.
Nilai rata-rata persentase kehilangan bobot...................................................................... 21
Tabel 11.
Hasil u ji korelasi parametr-parameter daya resistensi dengan kadar amilosa ............ 22
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lamp iran
1.
Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus zeamais pada lima varietas beras ........................................................................................................................... 30
Lamp iran
2.
Analisis sidik ragam kadar amilosa pada lima varietas beras ........................... 33
Lamp iran
3.
Uji Duncan kadar amilosa pada lima varietas beras ........................................... 33
Lamp iran
4.
Analisis sidik ragam ju mlah total populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras ............................................................................................................................ 33
Lamp iran
5.
Uji Duncan ju mlah populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras.............. 34
Lamp iran
6.
Analisis sidik ragam periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji... ............................................................................................................................ 34
Lamp iran
7.
Uji Duncan periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji beras........... ................................................................................................................ 34
Lamp iran
8.
Analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras ............................................................................................................................ 35
Lamp iran
9.
Uji Duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras......... .................................................................................................................. 35
Lamp iran
10.
Analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik (RM ) Sitophilus zeamais pada biji beras............................................................................................................ 35
Lamp iran
11.
Uji Duncan laju perkembangan intrinsik (RM) Sitophilus zeamais pada biji beras ............................................................................................................................ 36
Lamp iran
12.
Analisis sidik ragam kapasitas mult iplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras............................................................................................................ 36
Lamp iran
13.
Uji Duncan mu ltiplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras.......... ................................................................................................................. 36
Lamp iran
14.
Analisis sidik ragam persen biji berlubang pada biji beras ............................... 37
vii
Lamp iran
15.
Uji Duncan persen biji berlubang pada biji beras ............................................... 37
Lamp iran
16.
Analisis sidik ragam persen kehilangan bobot pada biji beras ......................... 37
Lamp iran
17.
Uji Duncan persen kehilangan bobot pada biji beras ......................................... 38
Lamp iran
18.
Hasil u ji korelasi parameter-parameter daya resistensi beras ........................... 39
Lamp iran
19.
Deskripsi beras varietas Mamberamo ................................................................... 41
Lamp iran
20.
Desripsi beras varietas Indragiri............................................................................. 42
Lamp iran
21.
Deskripsi beras varietas Ciherang .......................................................................... 43
Lamp iran
22.
Deskripsi beras varietas Batutegi ........................................................................... 44
Lamp iran
23.
Deskripsi beras varietas Silugonggo...................................................................... 45
viii
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara ag raris dengan mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Pertanian sektor pangan memegang peranan penting dalam pemenuhan konsumsi dalam negeri. Konsumsi pangan terus mengalami kecend erungan kenaikan dari tahun ke tahun seiring dengan pertambahan ju mlah penduduk. Namun ju mlah konsumsi pangan tidak disertai dengan peningkatan produktivitas produk pertanian sektor pangan khususnya beras. Produksi beras dalam negeri sempat mencapai puncaknya pada periode 1984/1985 dengan ditandai oleh swasembada beras nasional. Tetapi selepas periode tersebut, produksi beras Indonesia justru jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk Indonesia. Hal in i d isebabkan oleh penciutan lahan pertanian yang beralih fungsi ke sektor non pertanian. Produksi padi nasional pada tahun 2009 adalah sebesar 62.561.100 ton dengan produktivitas 49,38 kuintal/ha. Sementara itu pada periode 1990-2009, ju mlah penduduk Indonesia hingga tahun 2009 diperkirakan sebesar 231.369.500 jiwa dengan rata-rata laju pertambahan penduduk sebesar 1,40% (BPS, 2009). Berdasarkan data tersebut dapat diperkirakan bahwa total populasi penduduk Indonesia akan menjad i 300 juta jiwa selama kurang leb ih 16 tahun kedepan. Peningkatan ju mlah konsumsi beras tidak disertai peningkatan produksi padi yang seimbang dan diperparah dengan permasalahan susut bahan. Susut bahan disebabkan oleh banyak faktor baik kimia, fisik, maupun biologis. Dari ket iga faktor tersebut, susut bahan secara biologis merupakan faktor do minan yang berkontribusi pada susut bahan. Susut bahan dapat terjadi akibat serangan hama. Hama yang sering ditemukan adalah serangga, tungau, tikus, kapang, dan burung. Hama serangga sering disebut serangga hama gudang atau hama pascapanen. Menurut Sunjaya dan Widayanti (2006) penyebab kerusakan pada biji-bijian atau bahan pangan yang disimpan di daerah tropika adalah serangga. Serangga yang banyak merusak terutama dari jenis ku mbang (Co leoptera). Sitophilus zeamais merupakan serangga yang paling penting dan paling banyak menimbu lkan kerusakan pada bahan pangan di dunia. Selain menyerang jagung dalam tempat penyimpanan, ku mbang ini juga d iketahui banyak menyerang beras (Nawangsih, 1999). Oleh karena itu, perlu diadakan suatu kajian resistensi berbagai jenis beras untuk mengetahui ketahanan suatu jenis beras terhadap serangan hama gudang pascapanen khususnya Sitophilus zeamais yang merupakan serangga hama gudang yang umum d iju mpai pada penyimpanan beras di Indonesia. Dengan mengetahui tingkat ketahanan beras dari varietas padi unggul terhadap serangan Sitophilus zeamais, maka diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman pengembangan tanaman padi unggul baik ditingkat prapanen maupun pascapanen.
1
B. TUJUAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketahanan lima jenis varietas beras unggul lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais Motsch. Resistensi atau ketahanan diukur dari karakteristik d inamika populasi Sitophilus zeamais, karakteristik kehilangan bobot dan persen biji berlubang.
C. MANFAAT Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran tentang tingkat resistensi atau ketahanan beras varieatas lokal terhadap serangan Sitophilus zeamais Motsch. selama penyimpanan sehingga dapat memberikan pedoman pengembangan beras pada tahap pra panen maupun pasca panen.
2
II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. BERAS Beras merupakan daging biji dari buah padi yang tersusun dalam mayang setangkai padi. Sedangkan padi sendiri adalah tanaman yang berasal dari famili Gramineae, subfamili Ory zydae, dan genus Oryzae. Pad i merupakan tanaman semi aquatis yang cocok ditanam di lahan tergenang. Padi juga cocok ditanam di lahan kering asalkan kebutuhan airnya tercukupi (Manurung dan Ismunadji, 1991). Beras dala m pengertian sehari-hari merupakan gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara digiling dan disosoh dengan menggunakan alat pengupas dan penggiling (Huller) serta alat penyosoh (polisher). Gabah yang terkelupas bagian luar (sekam)nya saja disebut beras pecah kulit. Sedangkan gabah yang seluruh atau sebagian kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penggilingan, umu mnya berhubungan dengan proses penyosohan, disebut beras giling (Hubeis, 1984). Menurut Luh (1980), penggilingan gabah merupakan keseluruhan proses pengolahan padi menjad i beras yaitu meliputi proses pembersihan, penghilangan sekam, kulit ari dan proses pemisahan beras yang dihasilkan menurut ukurannya. Beras merupakan salah satu pangan yang mempunyai susunan makanan yang agak lengkap. Selain mengandung karbohidrat yang tinggi, kadar protein beras juga tinggi. Ko mposisi kimia beras berbeda-beda tergantung jenis varietas dan cara pengolahan yang dilakukan. Ko mposisi kimia beras pecah kulit dan beras giling dapat dilihat pada Tabel 1. Beras yang banyak beredar di Indonesia umumnya dikategorikan atas sub -familia Indica, Japonica, dan Javanica. Beras sub-familia Indica memiliki ciri-ciri berbentuk panjang hingga pendek dan agak pipih. Beras sub-familia Japonica berbentuk pendek dan agak bulat. Sedangkan beras sub-familia Javanica me miliki bentuk panjang, lebar,dan tebal (Manurung dan Ismunadji, 1991). Ko mponen terbesar yang terkandung dalam beras adalah karbohidrat terutama pati. Pati merupakan polimer glu kosa dengan ikatan glu kosida. Po limer g lukosa pembentuk pati ada dua macam yaitu amilosa dan amilopekt in. Amilosa merupakan polimer berantai lu rus deng an ikatan 1,4 α -glikosida yang bersifat larut air. A milopekt in adalah polimer berantai cabang dengan ikatan lu rus 1,4α- g lukosida dan ikatan cabang 1,6α-glu kosida serta tidak larut dalam air (Bemiller dan Whistler, 1996). Tabel 1. Ko mposisi beras pecah kulit dan beras giling Ko mponen
Beras pecah kulit
Beras giling
Energ i (kal)
360
339
Protein (gr/ 100gr)
6,8
7,7
Lemak (gr/100gr)
0,7
4,4
Karbohidrat (gr/ 100gr)
78,9
73,0
Kalsiu m (mg)
6,0
22,0
140,0
272,0
0,8
3,7
Fosfor (mg) Besi (mg)
3
Sumber: Kementan (2010) Amilosa berpengaruh terhadap mutu masak beras. Kandungan amilosa berkorelasi positif pengembangan dan penyerapan air selama pemasakan dan berkorelasi negatif dengan kelengketan, kelunakan, kepulenan, dan nilai rasa nasi. Antara tekstur nasi de ngan amilosa terdapat hubungan nyata. Beras dengan kadar amilosa rendah akan menghasilkan nasi yang pulen, empuk, dan mengkilat. Beras beramilosa sedang akan menghasilkan nasi yang masih bersifat empuk walaupun jika dib iarkan beberapa jam nasi akan pera da n berberai (Damard jati dan Purwani, 1991). Kadar protein beras giling sekitar 6,8-7,0%. Protein merupakan ko mponen utama kedua setelah pati dalam susunan gizi beras. Kadar protein bila diu kur dengan Kjeldahl menggunakan faktor pengali 5,95. Faktor ini berdasarkan kandungan nitrogen dalam fraksi protein beras utama (glutelin) sebesar 70,1% (Ju liano, 1972). Sebagai bahan makanan pokok d i Indonesia, beras dalam menu makanan masyarakat menyu mbang sekurang -kurangnya 45% protein (Damardjat i, 1983). Kadar protein mempengaruhi kekerasan biji dan warna beras. Beras yang mengandung kadar protein yang tinggi cenderung lebih bening, warnanya lebih kecoklatan, dan memiliki kekerasan biji lebih t inggi (Ju liano et al., 1965). Kadar protein memiliki korelasi positif terhadap rendemen beras kepala dan berbanding negatif dengan derajat putih biji beras. Dalam biji, protein mengikat dan mengepak granula pati. Oleh karena itu, semakin t inggi kadar protein beras semakin keras dan tahan gesekan selama penyosohan. Sehingga endosperma yang tersosoh men jadi leb ih rendah. Dengan demikian, peningkatan kadar protein beras menurunkan derajat putih biji dan menaikkan rendemen beras kepala (Damard jati dan Purwani, 1991). Penampakan butir beras ditentukan oleh kapasitas endosperma, banyaknya pengapuran sisi dorsal, dan banyaknya pengapuran pada bagian tengah butir beras. Granula pati yang mengapur kurang padat dibandingkan pada bagian bening sehingga terdapat rongga udara diantara granula pati. Dengan demikian bagian yang mengapur tidak sekeras bagian bening beras sehingga butir mengapur lebih mudah rusak selama proses penggilingan (Khush et al., 1979). Kekerasan biji memiliki korelasi nyata terhadap kadar air. Sifat kekerasan mempunyai hubungan dengan tingkat kematangan dan variet as yang lebih dipengaruhi oleh keko mpakan dan ikatan antar granula pati dalam endosperma beras. Rendemen beras memiliki korelasi dengan indeks kekerasan biji (Damardjat i dan Purwani, 1991).
B. KERUSAKAN AKIBAT SERANGGA HAMA GUDANG Susut bahan disebabkan oleh banyak faktor baik kimia, fisik, maupun biologis. Dari ketiga faktor tersebut, susut bahan secara biologis merupakan faktor do minan yang berkontribusi pada susut bahan. Susut bahan dapat terjadi akibat serangan hama gudang atau hama pascapanen. Hama yang sering ditemukan adalah serangga, tungau, tikus, kapang, dan burung. Kerusakan pada biji-bijian serealia dapat diakibatkan oleh bermacam-macam sebab sejak biji-bijian tersebut berada di lapangan sampai pada tempat pengolahan. Tingkat kerusakan yang terbesar terjad i pada tempat penyimpanan dan penyebab utama di tempat penyimpanan adalah serangga hama gudang (Ileleji et al., 2007). Serangga yang merupakan hama utama pada penyimpanan serealia dan biji-bijian dapat dilihat pada Tabel 2.
4
Di daerah tropis, hama serangga merupakan hama do minan yang sering men imbulkan kerusakan pada padi dan beras. Menurut Morallo -Rejesus(1984), kerusakan akibat serangga mencapai 5-10% dari bahan yang disimpan. Pada penelitian yang dilaku kan di daerah Karawang, Soemard i dan Thahir (1991) menyebutkan susut beras gabah yang ditimbulkan oleh hama pada penyimpanan mencapai 6%. Cotton dan Wilbur (1974) membagi kerusakan akibat serangga menjadi dua bagian yaitu kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat dis ebabkan kontaminasi serangga, pupa, larva, telur, dan bagian tubuh serangga. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolis me serangga yang disebut hot spot yaitu suatu area dimana serangga menginfeksi pangan dalam ju mlah yang sangat besar. Hot spot dapat menyebabkan migrasi air pada penyimpanan pangan. Hal in i dapat mengakibatkan naiknya kadar air, timbu l bau apek, tu mbuhnya kapang, dan menurunkan mutu beras itu sendiri. Sedangkan menurut Suyono dan Sukarna (1991), serangan hama dapat meny ebabkan kerugian kuantitatif, kualitatif, mutu benih, turunnya reputasi, dan kerugian akibat peraturan dan perundang -undangan. Kerusakan yang disebabkan oleh serangga hama gudang dapat dilihat dari gejala dengan adanya lubang gesekan, lubang keluar, garukan, webbing, dust powder dan feses (Pranata, 1982). Serangga memakan bagian kaya g izi dari beras sehingga yang tertinggal merupakan beras miskin protein, vitamin, dan lemak (Winarno dan Haryadi, 1982). Menurut Suyono dan Sukarna (1991), dalam menyerang biji-bijian, serangga melakukan pemilihan. Larva Lepidoptera dan tungau menyukai embrio biji yang kaya akan mineral, protein, vitamin, dan lemak sedangkan S. oryzae dan S. zeamais menyukai karbohidrat sehingga serangga tersebut banyak menyerang endosperma. Tabel 2. Serangga utama pada penyimpanan Familia Cucujidae
Spesies Oryzaephilus surinamensis Oryzaephilus mercator Cryptolestes pusillus Cryptolestes ferrugineus
Curculionidae
Sitophilus oryzae Sitophilus zeamais Sitophilus granarius
Dermestidae
Trogoderma spp.
Trogositidae
Tenebroides mauritanicus
Gelechiidae
Sitotroga cerealella
Pyralidae
Plodia interpunctella Anagasta kuehniella
Terebrionidae
Tribolium confusum Tribolium castaneum
Sumber : Borror et al., 1992 Serangga juga dapat menyebabkan peningkatan asam lemak bebas yaitu dengan terbukanya permu kaan bahan, lemak dio ksidasi menjadi asam lemak dan gliserol (Grist dan Lever, 1969).
5
C. KUMBANG JAGUNG (Sitophilus zeamais) Menurut Atkins (1980), Sitophilus zeamais tergolong Ordo : Coleoptera Sub Ordo : Po lyphaga Super Famili : Curuculionoidea Famili : Curculionidae Sitophilus zeamais berwarna kecoklatan dan memiliki moncong (snout) yang khas sehingga dikenal dengan sebutan ku mbang moncong (Borror et al., 1992). Serangga ini memiliki dua pasang sayap. Sayap pertama merupakan sayap dengan lapisan kuat menutupi dorsal abdomen. Sayap yang kedua berupa selaput yang berfungsi untuk terbang. Pada saat beristirahat, sayap belakang terlipat di bawah sayap pertama (Ross, 1982). Antenanya siku dan menggada, pada elitra terdapat empat buah bercak bulat berwarna merah. Tipe alat mulutnya menggigit mengunyah (Kalshoven, 1981). Sitophilus zeamais merupakan hama yang utama (primer) pada biji-b ijian. S. zeamais merupakan serangga yang sangat merugikan karena luasnya jangkauan serangan dan beragamnya bahan pangan yang diserang. Serangga ini dapat menyebabkan penurunan daya kecambah biji-b ijian, peningkatan bulir patah pada beras giling serta penurunan berat biji-b ijian (Pranata, 1982). Menurut Kalshoven (1981) ku mbang in i adalah serangga penyimpanan yang paling penting dan banyak menimbu lkan kerusakan pada bahan pangan. Serangga ini bersifat polifag, selain menyerang jagung juga menyerang beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan jambu mente. Sitophilus zeamais lebih banyak ditemu kan pada jagung dan beras sedangkan Sitophilus oryzae lebih dominan menyerang gandum. Sitophilus zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat men yerang tongkol yang ada di pertamanan. Baik imago maupun larva memakan butir -butiran dan larva berkembang dalam butiran (Bo rror et al., 1992). Sitophilus zeamais diketahui lebih resisten terhadap dingin dibandingkan Sitophilus oryzae. Pada suhu -100 C, S. zea mais dewasa dapat bertahan hidup hingga 13 hari sedangkan S. oryzae hanya dapat bertahan selama 15 jam. Tahap larva dan pupa merupakan tahap yang paling resisten terhadap dingin dibandingkan tahap telur dan dewasa (Macejski dan Korunic, 1973) Seekor betina maksimu m dapat bertelur hingga 575 butir (Soekarna, 1977). Telur diletakkan satu per satu dengan jumlah mencapai 100-150 butir dalam kurun waktu kurang lebih tiga minggu. Peletakkan telur dapat disemua bagian biji tetapi kebanyakan dibagian dekat lembaga (Pranata, 1979). Telur berwarna putih, panjang 0,5 mm, dan berada di dalam beras 5-7 hari (Cahyana,1982). Setelah telur menetas, larva akan tetap berada di dalam beras. Larva tidak bertungkai, tidak berkaki, berwarna putih kusam atau kuning muda dengan kepala berwarna coklat. Selama periode larva, terjad i tiga kali ganti ku lit dan berlangsung selama 13 -16 hari (Soekarna, 1977). Menurut Kranz et al. (1980), S. zeamais adalah serangga yang rakus terutama larvanya. Larva dapat memakan seluruh endosperma dan lembaga. Sehingga hanya men inggalkan kulitnya saja.
6
Setelah selesai masa larva, larva akan menjad i pupa. Selama menjadi pupa, S. zeamais tidak makan (Cahyana, 1982). Pupa berwarna putih, panjang 3,0 -4,0 mm, dan lama stadia 3-9 hari (Soekarna, 1977). Sehari atau dua hari setelah menjadi dewasa, S. zeamais tetap berada di dalam biji. Serangga ini keluar dengan membuat jalan membulat dengan tepi tidak merata untuk melakukan perkawinan di malam hari. Serangga ini dapat hidup selama 3-4 bulan dan selama h idupnya dapat menghasilkan telur sebanyak 300-400 butir (Cahyana, 1982). Penelit ian yang dilaku kan oleh Sidik (1979) menyimpulkan bahwa beras yang diinfestasikan Sitophilus zeamais mengalami kehilangan berat sebesar 22% selama 6 bulan penyimpanan.
7
III.
BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah beras varietas Mamberamo, Silugonggo, Batutegi, Ciherang, dan Indragiri yang diperoleh dari Balai Penelit ian Tanaman Padi Inlitpa Muara, Bogor. Serangga Sitophilus zeamais sebagai serangga uji d idapatkan dari SEAMEO BIOTROP, Bogor dan jagung pipil gigi kuda sebagai media infestasi awal d iperoleh dari SEA FAST center, Bogor. Alat-alat yang digunakan antara lain stoples, gelas plas tik, kain penutup, gunting, pinset, neraca analitik, cawan alu muniu m, oven, desikator, alat-alat gelas, dan alat-alat lainnya.
B. METODE PENELITIAN Penelit ian in i terd iri atas dua tahap yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan Tahap persiapan terdiri atas pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Pemb iakan Sitophilus zeamais dilakukan dengan cara sebagai berikut: sebanyak 150 ekor Sitophilus zeamais dewasa yang diperoleh dari SEAMEO BIOTROP d iinfestasikan ke dalam 500 gram med ia jagung pipil dalam wadah stoples yang ditutup oleh kain penutup dan diikat dengan karet gelang. Selajutnya dilakukan inkubasi selama lima minggu pada suhu dan kelembaban ruang. Untuk men jamin bahwa med ia jagung bebas serangga lainnya, media jagung pipil sebelumnya dipanaskan dalam oven pada suhu 60 o C selama 2 jam. Pengovenan bertujuan mematikan serangga yang mungkin hidup pada med ia jagung pipil. Setelah lima minggu masa in festasi, dilakukan pengayakan untuk memisahkan serangga dewasa yang keluar. Media jagung pipil kemud ian diinkubasikan kembali. Pada hari esoknya dilakukan pengayakan kembali. Serangga Sitophilus zeamais yang keluar dianggap berumur satu hari. Serangga tersebut kemudian d isimpan pada media jagung pipil baru dan ditunggu hingga berumur 7-15 hari. Hal in i dilakukan secara berulang hingga didapatkan ju mlah serangga Sitophilus zeamais yang diingin kan dengan umur yang diketahui. Penentuan umur Sitophilus zeamais pada percobaan sangat penting. Menurut Haryadi (1991) diacu dalam Tarmudji (2008), pada umur 7-15 hari serangga Sitophilus zeamais telah mencapai kedewasaan kawin dan dapat memp roduksi telur secara maksimal.
8
Untuk menghindarkan penelit ian dari gangguan hama yang kemu ngkinan berada di beras maka dilaku kan tahap sub freezing pada beras. Beras yang telah dipilih dimasukkan ke dalam freezer bersuhu -20o C selama 1 minggu. Setelah 1 minggu, beras diangkat dan di thawing pada suhu rendah di refrigerator secara bertahap untu k menghindarkan terbentuknya embun yang dapat mempengaruhi karakteristik beras.
2. Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan percobaan dibagi menjadi dua seri percobaan yaitu Seri I untuk mengetahui laju pertumbuhan populasi Sitophilus zeamais dan Seri II untuk mengetahui kerusakan dan susut bobot yang disebabkan oleh serangga Sitophilus zeamais.
a. Seri I Pada seri I, sepuluh ekor serangga Sitophilus zeamais yang diambil secara acak diinfestasikan ke dalam 200 butir beras kepala masing-masing varietas yang ditempatkan pada gelas plastik. Setelah tujuh hari masa infestasi, serangga Sitophilus zeamais dikeluarkan dan dibuang. Beras kemudian d ibiarkan selama ± 21 hari. Setelah ±21 hari, d ilakukan pengamatan untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama (F1). Serangga turunan pertama (F1) yang keluar kemud ian dihitung dan dibuang. Pengamatan dilaku kan setiap hari h ingga tidak ada serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut.
b. Seri II Percobaan seri II, dilakukan dengan cara: sebanyak 25 ekor Sitophilus zeamais dipilih secara acak kemudian diinfestasikan ke dalam 100 gram beras masing-masing varietas yang ditempatkan di dalam gelas plastik. Beras diinkubasi selama lima minggu. Setelah 5 minggu, serangga Sitophilus zeamais dihitung dan dibuang. Setiap seri dilaku kan dengan tiga kali ulangan untuk masing -masing varietas beras.
3. Metode Analisis a. Analisis kadar air ( AOAC, 1999) Analisis kadar air dilakukan pada saat sebelum masa infestasi dan setelah masa infestasi serangga. Cawan alu muniu m d ikeringkan dalam oven selama 15 men it dan did inginkan dalam desikator (selama 10 menit untuk cawan alu muniu m dan 20 menit untk cawan porselin). Cawan kering ditimbang. Sebanyak 2 g sampel d itimbang dengan cepat kedalam cawan kering. Sampel dikeringkan dalam oven suhu 100-102o C selama 6 jam. Cawan diletakkan secara seksama agar tidak menyentuh dinding oven. Cawan sampel dipindahkan ke dalam desikator kemud ian did inginkan lalu d itimbang kembali. Cawan dimasukkan kembali ke dalam oven sampai diperoleh berat konstan. b.
Karakteristik dinamika populasi serangga
9
Hasil pengamatan dihitung dengan parameter sebagai berikut: a. b. c. d.
Jumlah total populasi (Nt) dengan menghitung semua serangga yang keluar ditambah dengan serangga awal yang diin festasikan. Periode perkembangan (D) yaitu lamanya waktu dari tengah waktu infestasi hingga tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus zeamais. Indeks perkembangan (ID) yang dihitung daru nilai Nt dan D dengan formu la: ID = (ln Nt / D) x 100 Laju perkembangan intrinsik (Rm) dih itung dengan formula: d imana R= No = Ju mlah serangga yang diinfestasikan
e.
Dm= Periode perkembangan dalam satu minggu Kapasitas multip likasi mingguan (λ) dengan formu la: λ
c. Karakteristik kehilangan bobot a.
Persen biji berlubang Diketahui dengan menghitung jumlah biji berlubang setelah masa infestasi dan dibandingkan dengan ju mlah b iji utuh, dihitung dengan formu la
b.
Persen kehilangan bobot Dih itung dengan menggunakan formula Adam, yaitu
Dimana: U = Bobot Biji Utuh Nu = Ju mlah Biji Utuh D Nd
= Bobot Biji berlubang = Ju mlah Biji Berlubang
C. RANCANGAN PERCOBAAN Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian in i adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan tiga kali ulangan untuk t iap varietas beras. Model matematikanya sebagai berikut: Yij = µ + Ai + Σ ij Dimana : Yij = Nilai pengamatan µ = Nilai rata-rata u mu m Aij = Pengaruh varietas beras ke-i Σij = Galat percobaan Analisis statistik d ilakukan dengan menggunakan program ko mputer SPSS seri 17.0. Setelah uji sidik ragam (Analysis of Variance) dilakukan uji Duncan. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi.
10
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Beras merupakan bahan pangan utama sebagai sumber karbohidrat bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kementan (2010) menyebutkan bahwa tingkat konsumsi beras tahun 2009 di Indonesia sangat tinggi yaitu sebesar 139,5 kg/kapita,jauh diatas tingkat konsumsi rata -rata dunia sebesar 60 kg/kapita. Berbagai varietas beras terus dikembangkan untuk memperoleh beras unggul dalam potensi hasil, ketahanan terhadap hama dan penyakit maupun mutu/ kualitas beras. Dalam usaha pemuliaan padi, penentuan mutu beras dikelo mpokkan menjadi rendemen giling, penampakan bentuk dan ukuran biji, dan sifat -sifat tanak dan rasa nasi (Damard jati dan Purwan i, 1991). Menurut Haryadi (2008), secara u mu m mutu beras dapat dikelo mpokkan menjad i empat yaitu mutu giling, mutu rasa dan mutu tanak, mutu g izi, dan mutu penampakan dan kemu rnian beras. Mutu-mutu tersebut merupakan parameter yang sering dijad ikan acuan dalam pemilihan beras oleh konsumen. Dengan adanya serangan serangga Sitophilus zeamais bukan hanya dapat menyebabkan kehilangan bobot tetapi juga menyebabkan penurunan mutu dari beras. Serangan serangga dalam ju mlah besar dapat menyebabkan kenaikan temperatur dan kelembaban pada beras sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan kapang dan mikroorganis me lainnya. Selain itu, bagian serangga yang tertinggal seperti eksoskeleton serangga akan menyebabkan beras menjadi kotor (filthy). Jika beras ini masuk dalam perdagangan antar negara maka kemungkinan besar akan ditolak dan merugikan produsen beras. Sehingga kerugian yang diderita bukan hanya kerugian material tetapi juga kerugian secara moriil dimana nama baik dari produsen/ negara asal dipertaruhkan. Penelit ian in i merupakan kajian resistensi beras sosoh dari lima varietas padi unggul terhadap intensitas serangan serangga Sitophilus zeamais Motschulsky. Lima varietas padi tersebut adalah varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, Mamberamo , dan Silugonggo. Masing-masing varietas memiliki keunggulan diantaranya Batutegi memiliki rataan hasil 3,0 ton/ha gabah kering giling, u mur tanam 116 hari dan tahan terhadap blas daun leher, bercak daun coklat, dan keracunan Al. Ciherang memiliki u mu r tanam 116-125 hari dengan rataan hasil 5-7 ton/ha serta tahan terhadap hama wereng coklat dan bakteri hawar daun. Indragiri memiliki karakteristik u mur tanaman 117 hari, rataan hasil 4,5-5,5 ton/ha, dan tahan terhadap wereng coklat dan penyakit blas. Silugonggo memiliki rataan hasil 3,5-4,5 ton/ha dengan umur tanaman 85-90 hari dan tahan terhadap hama kecuali hama penggerek batang dan penyakit blas d iferensial. Mamberamo memiliki karakteristik u mur tanaman 115-120 hari, rataan hasil 6,5 ton /ha, dan tahan hama wereng coklat, hawar daun bakteri strain III dan ag ak tahan terhadap virus tungro (Puslitbang Pangan, 2010). Perkembangan serangga hama gudang sangat dipengaruhi oleh faktor fisik lingkungan dan ko moditas dimana serangga itu hidup. Faktor in i termasuk suhu, kelembaban relatif, kadar air, kekerasan, dan komposisi dari ko moditas pangan yang disimpan (Syarief dan Halid, 1992). Menurut Pranata (1982), kondisi biji dan lingkungan sangat mempengaruhi tingkat pertumbuhan dan perkembangan serangga, Keadaan yang dimaksud adalah suhu, cahaya, kelembaban, dan angin. Pengujian mengenai pengaruh lima macam varietas beras terhadap serangan serangga hama gudang Sitophilus zeamais didasarkan berdasarkan pada karakteristik resistensi yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm) dan kapasitas multip likasi mingguan (λ) serta karakteistik kehilangan bobot yaitu persen biji berlubang
11
dan persen kehilangan boot. Selain itu, diuji ko relasi parameter-parameter resistensi terhadap kadar amilosa masing-masing varietas. Kadar amilosa masing-masing varietas dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan amilosa pada lima varietas beras Varietas
Kadar amilosa (%)
Batutegi
22,30 a
Mamberamo
19,00 b
Indagiri
23,50 c
Silungonggo
24,11 d
Ciherang
23,00 e
Puslitbang Pangan (2010) Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa beras varietas Silugonggo memiliki kadar amilosa tertinggi diikuti oleh beras varietas Indragiri, Ciherang, Batutegi, dan Mamberamo.
A. KARAKTERISTIK DINAMIKA POPULASI SERANGGA 1. Jumlah Total Populasi (Nt) Jumlah total populasi merupakan ju mlah dari serangga awal yang diinfestasikan (No ) d itambah dengan jumlah seluruh turunan pertama (F1) yang keluar. Ju mlah populasi serangga turunan pertama dih itung setiap hari sejak keluarnya serangga turunan pertama sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari beras lima hari berturut -turut. Ju mlah serangga yang keluar setiap hari dih itung secara kumu latif sehingga diperoleh data jumlah serangga turunan pertama untuk setiap perlakuan dari setiap ulangan. Nilai rata -rata ju mlah turunan pertama dari Sitophilus zeamais pada media lima varietas beras dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai rata-rata total populasi S.zeamais pada media beras Varietas
Total Populasi
Batutegi
134 a
±5
Mamberamo
121 b
±4
Indragiri
87 c
±9
Silugonggo
57 d
±3
100 e
±7
Ciherang
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05)
12
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa ju mlah total populasi serangga Sitophilus zeamais pada masing-masing varietas beras berbeda dan menyebar merata. Total populasi tertinggi terdapat pada varietas Batutegi dengan total populasi 134 dan teren dah pada varietas Silugonggo denga total populasi 57. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lamp iran 4, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlah turunan pertama yang dihasilkan. Hasil analisis lanjutan dengan uji Duncan menguatkan bahwa varietas berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan turunan pertama Sitophilus zeamais. Masing-masing varietas dari varietas Batutegi, Mamberamo, Indragiri, Silugonggo, dan Ciherang berbeda nyata terhadap total populasi serangga hama gudang Sitophilus zeamais. Total populasi serangga Sitophilus zeamais turunan pertama erat kaitannya dengan perilaku oviposisi dari induk betina. Perilaku oviposisi telah banyak dipelajari untuk mengetahui tingkah laku serangga betina dalam peletakan telur. Penelitian terhadap oviposisi mencakup hubungan oviposisi terhadap u mur substrat, umur serangga betina, kepadatan serangga dan lain sebagainya. Menurut Fava dan Burlando (1995) pola oviposisi sangat dipengaruhi oleh u mur dari serangga betina dan ketersediaan dari substrat. Periode puncak serangga betina memp roduksi telur berkisar pada 10-20 hari semen jak serangga dewasa terbentuk. Periode puncak ini dipengaruhi oleh kematangan organ seksualitas serangga betina dan pengaruh faktor b iologis serangga seperti hormon. Umu r serangga dewasa yang digunakan pada percobaan ini berumur antara 11-13 hari. Walaupun terdapat variasi pada umur serangga induk tetapi t idak berbeda nyata dalam hal kesuburan. Penelitian yang dilakukan Fava dan Burlando (1995) membukt ikan hal tersebut. Serangga dewasa yang digunakan meliputi serangga dewasa berumur 1-30 hari dan ditemu kan bahwa infestasi mencapai puncak pada umur 10-20 hari. Menurut Haryadi (1991) diacu dalam Tarmudji (2008) kedewasaan kawin dan produksi telur maksimal serangga Sitophilis zeamais terjadi pada umur 7-14 hari. Selain itu, ketersediaan makanan juga sangat mempengaruhi oviposisi. Semakin banyak ketersediaan makanan maka semakin banyak serangga turunan pertama yang muncul. Hal ini kemungkinan d isebabkan oleh kan ibalisme pada tahap larva. Danho et al. (2001) menyebutkan bahwa kuantitas biji-bijian mempengaruhi distribusi telu r serangga. Kemungkinan in festasi telur lebih dari satu per biji jagung semakin menurun seiring dengan peningkatan ju mlah b iji jagung. Hal yang menarik adalah rata-rata hanya satu serangga dewasa keluar per biji jagung. Padahal dalam penelitian sebelumnya d itemukan banyak ditemu kan infestasi telur lebih dari satu di biji jagung yang sama. Sehingga kemungkinan besar terjadi proses kompetisi pada tahap larva sehingga mengakibatkan kemat ian larva lain. Arakaki dan Takashi (1982) menyebutkan bahwa oviposisi Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh ko mponen volatil dari beras. Ko mponen volatil in i berfungsi sebagai stimulan oviposisi serangga betina. Lebih lanjut, penelitian in i mengungkap bahwa serangga betina lebih memilih melakukan infestasi pada beras pecah kulit dibandingkan beras sosoh. Komponen volatil stimulan oviposisi diidentifikasi banyak ditemu kan pada lapisan aleuron dan emb rio biji beras. Maeshima et al. (1984) menyatakan bahwa ko mponen stimulan ini terdiri atas campuran asam feru lat, digliserida, dan sterol. Sebagai tambahan, proses infestasi Sitophilus zeamais membutuhkan bentuk padat dari bij-b ijian. Bentuk padat ini berperan penting dalam oviposisi tetapi tidak terlalu penting dalam makan. Subyek penelit ian yang digunakan merupakan beras sosoh berbeda varietas yaitu varietas Mamberamo, Indragiri, Silugonggo, Batutegi, dan Ciherang. Perbedaan ju mlah total populasi disebabkan oleh distribusi oviposisi serangga betina Sitophilus zeamais. Perbedaan
13
ini kemungkinan disebabkan berbagai faktor yang saling berhubungan seperti stimulan oviposisi yang mempengaruhi peletakan telur dan kualitas biji beras. Stimu lan do minan berasal dari emb rio b iji beras sosoh. Sifat fisiologis dan ko mposisi kimia erat kaitannya terhadap tahap perkembangan serangga khususnya pada saat tahap larva. Menurut Vowotor et al. (1994) sifat fisio logis dan kimiawi suatu biji-bijian mempengaruhi perkembangan larva Sitophilus zeamais. Pada biji jagung yang telah dibuang kulit dan endospermanya, pertu mbuhan larva cenderung lebih lama dan tingkat kematian larva lebih t inggi dibandingkan larva pada jagung utuh. Hal ini disebabkan kandungan gizi yang tidak seimbang dimana pada perlakuan pertama ko mposisi karbohidrat sangat dominan. M iskinnya kandungan gizi membuat kebutuhan gizi larva tidak terpenuhi dan mengganggu proses perkembangannya. Perbedaan total populasi Sitophilus zeamais diduga karena perbedaan sifat-sifat fisiologis dan kimiawi dari masing-masing varietas beras. Komposisi kimia seperti kandungan amilosa dan protein dan fisiologis seperti kekerasan dan kerapatan biji-bijian menjad i faktor yang mempengaruhi pertu mbuhan larva dan serangga Sitophilus zeamais. Laju pertu mbuhan populasi turunan pertama Sitophilus zeamais pada beras dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar 1 menujukkan grafik laju pertambahan populasi F1 Sitophilus zeamais.
Jumlah serangga turunan pertama (F1) kumulatif
140
120 100 Ciherang
80
Indragiri
60
Mamberamo
40
Silugonggo Batutegi
20 0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 Hari Gambar 1. Grafik laju pertambahan populasi turunan pertama (F1) S. zeamais pada lima varietas beras.
2. Periode Perke mbangan (D) Periode perkembangan (D) merupakan waktu yang diperlukan oleh serangga untuk perkembangan dari imago men jadi imago lagi. Periode perkembangan ini dapat juga disebut sebagai periode siklus hidup. Dengan semakin pendeknya periode perkembangan maka siklus hidup serangga tersebut semakin cepat dan serangga juga makin cepat berkembang. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai periode perkembangan dapat dilihat pada Tabel 5.
14
Tabel 5. Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media beras Varietas
Periode Perkembangan (hari)
Batutegi
31,0 a
± 1,0
Silugonggo
32,3 a
± 0,6
Indragiri
31,3 a
± 1,2
Mamberamo
35,3 b
± 1,5
Ciherang
31,0 a
± 1,0
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa secara absolut beras varietas Batutegi dan Ciherang memiliki nilai periode perkembangan terkecil dibandingkan jen is beras lainnya, disusul oleh beras varietas Indragiri, Silugonggo, dan Mamberamo. Dari hasil tersebut diketahui bahwa periode perkembangan serangga Sitophilus zeamais dari telur hingga dewasa terlama terdapat pada beras varietas Batutegi dan Ciherang sedangkan periode perkembangan terlama pada beras varietas Mamberamo. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 6, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais. Beras varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, dan Silugonggo berbeda nyata terhadap beras varietas Mamberamo. Periode perkembangan dipengaruhi oleh ko mposisi kimia dan karakteristik fisik dari masing-masing substrat serangga. Hasil penelitian yang dilakukan Tarmudji (2008) didapatkan hasil periode perkembangan Sitophilus zeamais pada lima jenis varietas sorgum sebesar 53-57 hari. Pada penelit ian yang lain didapatkan bahwa periode perkembangan beras serangga pada enam jen is varietas beras pecah kulit sebesar 32-33 hari (Ro juddin, 1998). Dan menurut Kusumaningru m (1997) lama penyimpanan gabah berpengaruh terhadap periode perkembangan serangga dimana periode perkembangan serangga semakin cepat seiring dengan lama penyimpanan gabah. Terlihat bahwa terdapat keragaman periode perkembangan Sitophilus zeamais. Hal in i disebabkan oleh faktor intrinsik seperti ko mposisi kimia substrat dan faktor ekstrinsik seperti pengaruh lingkungan. Periode perkembangan Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh media perkembangbiakannya. Serangga sebelum memakan media akan melaku kan pengenalan dan orientasi terhadap bahan makanannya. Demikian juga pada proses peletakan telur, serangga akan melakukan identifikasi terhadap media peletakan telur. Jika media t idak sesuai maka serangga dewasa akan menahan proses bertelur bahkan pada kondisi ekstrim telur tersebut dapat diserap kembali (Atkins, 1980). Menurut Vowotor (1992) kandungan nutrisi media penting dalam perkembangan Sitophilus zeamais. Periode perkembangan Sitophilus zeamais lebih lama pada biji jagung yang lapisan embrionya dibuang dibandingkan pada biji jagu ng utuh.
15
Menurut Vowotor et al. (1994) terdapat hubungan antara waktu penetasan telur Sitophilus zeamais dengan suhu. Waktu inkubasi telur semakin meningkat seiring dengan penurunan suhu. Tetapi, suhu bukan merupakan satu -satunya yang menyebabkan perbedaan waktu in kubasi. Perbedaan waktu in kubasi ini dipercaya terkait dengan mikroiklim pada biji jagung. Sehingga terdapat suatu sistem ko mp leks di dalam biji-bijian yang dapat mempengaruhi waktu penetasan telur Sitophilus zeamais. Oviposisi induk Sitophilus zeamais memiliki peranan dalam periode perkembangan serangga. Perkembangan larva Sitophilus zeamais sangat dipengaruhi oleh makanannya. Larva dari telur yang diletakkan jauh dari embrio biji akan memiliki periode perkembangan yang lebih lama dibandingkan larva dari telur yang diletakkan pada atau dekat emb rio biji. Larva dari telur yang diletakkan jauh dari emb rio b iji hanya akan mendapatkan sumber nutrisi berasal dari endosperma sedangkan larva dari telur yang diletakkan pada atau dekat embrio biji akan memiliki akses nutrisi pada embrio dan endosperma (Kossou et al. 1992).
3. Indeks Perkembangan (ID) Indeks perkembangan (ID) merupakan parameter yang dapat dipakai untuk melihat tingkat efekt ifitas bahan terhadap perkembangan serangga. Indeks perkembang an disebut juga indeks kepekaan (Index of Susceptibility). Semakin t inggi indeks perkembangan serangga maka semakin peka beras tersebut terhadap serangan serangga. Nilai rata -rata hasil pengujian terhadap nilai indeks perkembangan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada med ia beras Varietas
Indeks Perkembangan
Batutegi
15,8140 a
± 0,4
Mamberamo
13,5878 b
± 0,6
Indragiri
14,2574 bc
± 0,2
Silugonggo
12,5239 d
± 0,4
Ciherang 14,8835 c ± 0,6 Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki indeks kepekaan tert inggi d ibandingkan beras lainnya, disusul oleh beras varieta s Ciherang, Mamberamo, Indragiri, dan Silugonggo. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa beras varietas Batutegi sangat peka (susceptible) terhadap serangan Sitophilus zeamais dan Silugonggo merupakan varietas beras yang lebih resisten terhadap seranga Sitophilus zeamais. Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa perbedaan varietas memiliki pengaruh yang nyata terhadap indeks perkembangan Sitophilus zeamais. Menurut Haryadi (2008) ketahanan gabah beras terhadap serangan serangga hama selama penyimpanan diduga dipengaruhi oleh kekerasan endosperma, kandungan protein, amilosa, lemak dan ukuran granula pati serta ukuran serangga penyerangnya. Selain itu,
16
kerapatan kulit dan kekerasan biji-b ijian berkaitan dengan ketahanan biji-b ijian terhadap serangan hama selama masa penyimpanan. Kerusakan karena serangan hama leb ih banyak terjadi pada gabah yang memiliki sekam yang ikatannya longgar. Sifat mekanis sekam seperti kekerasan, kerapuhan, dan kemudahan terpotong diduga juga berkaitan dengan kemudahan diserang oleh serangga. Kerentanan ini kemungkinan dipengaruhi oleh kandungan amilosa yang tinggi pada beras varietas Silugonggo sehingga berpengaruh terhadap sifat antifeedant, dimana sifat ini mempengaruhi selera makan bagi induk pada masa infestasi atau saat stadium larva. Daya antifeedant tidak bersifat membunuh, menangkis atau menjerat tetapi leb ih bersifat menghalangi kegiatan makan serangga (Boror, 1992). Dobie (1974) menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara indeks kepekaan terhadap kandungan amilosa pada jagung. Semakin tinggi kandungan amilosa semakin rendah tingkat kepekaan biji-bijian terhadap serangan Sitophilus zeamais. Tetapi kandungan amilosa tidak dapat dijadikan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat kepekaan bijibijian. Hal ini d ikarenakan amilosa dapat mempengaruhi ko mponen atau atribut lain pada biji-b ijian seperti kekerasan biji. Ko mponen utama pada beras sosoh adalah 75% karbohidrat dan 8% protein pada kadar air 14%. Sebagian besar karbohidrat disusun atas pati dan hanya sebagian kecil pentosa, selulosa, hemiselulosa, dan gula. Pati beras terdiri atas rangkaian α -D-glukosa yang terdiri atas fraksi berantai lurus yaitu amilosa dan fraksi berantai cabang yaitu amilopektin (Haryadi, 2008). Menurut Baker (1982) amilosa merupakan feeding deterrent, sedangkan amilopektin merupakan feeding stimulant bagi Sitophilus zeamais. Sifat ini terkait dengan kemampuan Sitophilus zeamais dalam mencerna makanannya yang dominan karbohidrat. Sitophilus zeamais memiliki α -amilase yang dapat memecah baik amilosa maupun amilo pektin. Pada awal pemecahan amilosa, maltodekstrin terbentuk akibat akt ivitas enzimatik pada proses pencernaan. Rantai maltodekstrin jauh lebih lambat dih idrolisis menjad i g lukosa sehingga proses pencernaan Sitophilus zeamais akan men jadi lebih lambat dan pada akhirnya mengganggu pertumbuhannya.
4. Laju Perkembangan Intrinsik (Rm) Laju pertu mbuhan intrinsik (Rm) adalah konstanta yang menggambarkan dinamika perkembangan sebuah populasi. Laju perkembangan intrinsik dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui sesuai atau tidaknya suatu habitat dan makanan bagi pertumbuhan serangga. Laju perkembangan intrinsik memiliki korelasi positif terhadap kesesuaian habitat atau makanan serangga dimana semakin tinggi n ilai Rm maka semakin sesuai habitat atau makanan tersebut bagi perkembangan serangga. Nilai rata-rata pengujian terhadap nilai laju perkembangan intrinsik dapat dilihat pada Tabel 7.
17
Tabel 7. Nilai rata-rata perkembangan intrinsik S. zeamais pada media beras Varietas
Laju Perkembangan Intrinsik
Batutegi
0,5867 a
± 0,01
0,4944 bc
± 0,02
Indragiri
0,4831 c
± 0,01
Silugonggo
0,3781 d
± 0,02
Mamberamo
Ciherang 0,5216 b ± 0,12 Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelit ian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki n ilai laju perkembangen intrinsik tertinggi dibandingkan beras varieats lainnya, disusul oleh beras varietas Mamberamo , Ciherang, Indragiri, dan Silugonggo. Dari hasil penelitian diketahui bahwa varietas beras yang sesuai sebagai habitat dan makanan Sitophilus zeamais adalah beras varietas Batutegi dan yang kurang sesuai sebagai habitat dan makanan adalah beras varietas Silugonggo. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 10 d iketahui bahwa perbedaan varietas beras memiliki perbedaan yang nyata terhadap nilai perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais. Kesesuaian habitat dan makanan bagi Sitophilus zeamais terkait dengan ko mposisi amilosa dan amilopektin pada beras. Beras varietas Silugonggo memiliki kandungan amilosa tertinggi dibandingkan beras varietas lainnya. Tingginya kadar amilosa pada beras akan mempengaruhi pertumbuhan Sitophilus zeamais khususnya pada tahap larva dimana membutuhkan asupan nutrisi yang cukup untuk perkemb angan ke tahap pupa. Baker dan Woo (1992) menunjukkan bahwa larva Sitophilus sp. tidak dapat hidup jika hanya mengkonsumsi amilosa sebagai sumber karbohidrat terkait dengan kemampuan sistem enzim di dalam tubuh serangga.
5. Kapasitas Multiplikasi Mingguan (λ) Nilai Multip likasi mingguan (λ) menunjukkan kemampuan dari seekor induk untuk menggandakan populasi dalam waktu satu minggu. Dengan semakin tinggi nilai mult iplikasi mingguan maka kemampuan seekor induk untuk menggandakan populasi semakin t inggi sehingga populasi akan semakin banyak. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai kapasitas multip likasi mingguan dapat dilihat pada Tabel 8.
18
Tabel 8. Nilai rata-rata kapasitas mu ltip likasi mingguan S. zeamais padamedia beras Laju Perkembangan Intrinsik Varietas Batutegi
1,7981 a
± 0,02
1,6398 bc
± 0,03
Indragiri
1,6211 c
± 0,01
Silugonggo
1,4596 d
± 0,02
Ciherang
1,6851 b
± 0,05
Mamberamo
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelit ian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki nilai kapasitas multip likasi tertinggi d ibandingkan beras varietas lainnya, disusul oleh Mamberamo, Ciherang, Indragiri, dan Silugonggo. Berdasarkan hasil analisis sid ik raga m pada La mpiran 12 diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap nilai kapasitas multip likasi mingguan Sitophilus zeamais. Nilai kapasitas mingguan Sitophilus zeamais pada media beras berkorelasi negatif terhadap kandungan amilosa dimana secara u mu m makin tinggi kandungan amilosa maka semakin rendah nilai kapasitas multip likasi mingguan. Penelitian yang dilakukan oleh Baker (1987) pada lima bahan pangan sumber karbohidrat menunjukkan bahwa terdapat perbedaan perkembangan Sitophilus zeamais yang diyakini disebabkan oleh perbedaan komposisi amilosa-amilopektin dan bentuk struktur pada pati. Dengan mengetahui nilai Rm dan λ maka dapat diperkirakan serangga yang terbentuk dalam jangka waktu tertentu (minggu). Selanjutnya jumlah serangga yang terbentuk tersebut dapat digunakan untuk menduga ju mlah kerusakan yang akan terjadi. Sebagai contoh dari hasil penelitian yang dilaku kan dipero leh bahwa beras varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo memiliki nilai Rm berturut-turut sebesar 0,5867, 0,5216, 0,4831, 0,4944 dan 0,3781 dan nilai λ berturut-turut sebesar 1,7901, 1,6851, 1,6212, 1,6398 dan 1,4596. Misalnya ju mlah serangga yang diinfestasikan adalah 5 pasang (10 ekor) maka setelah tiga bulan (12 minggu) penyimpanan, ju mlah serangga yang terbentuk pada media beras dari varietas Batutegi, Ciherang, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo berturut-turut adalah 11.494, 5.455, 3.306, 3849 dan 948 eko r serangga.
B. KARAKTERISTIK KEHILANGAN BOBOT 1.
Persen Biji Berlubang Persen biji berlubang merupakan salah satu parameter dalam melihat tingkat kerusakan dalam bahan pangan biji-bijian. Walaupun demikian parameter in i tidak menunjukkan tingkat kerusakan spesifik karena adanya hidden infestation. Hidden infestation merupakan serangan hama pascapanen yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Lubang
19
yang dibuat oleh induk Sitophilus zeamais untuk meletakkan telur akan ditutupi oleh cairan seksresi yang dihasilkan o leh kelen jar mu lut. Secara kasat mata lubang tersebut tidak akan terlihat. Pada saat penghitungan biji berlubang, biji yang dihitung merupakan b iji yang secara kasat mata dapat terlihat. Lubang ini pada u mu mnya adalah lubang tempat keluarnya serangga Sitophilus zeamais dewasa. Sehingga kemungkinan biji rusak akibat infestasi telur, larva maupun pupa tidak terhitung. Hidden infestation dapat dideteksi dengan menggunakan metode tertentu. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai persen biji berlubang dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai rata-rata persen biji berlubang Varietas
% Biji Berlubang
Batutegi
21,93 a
± 3,5
Mamberamo
12,27 bc
± 3,5
Indragiri
14,49 b
± 4,9
Silugonggo
10,94 c
± 3,0
Ciherang
13,80 bc
± 3,1
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelit ian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki persen biji berlubang tertinggi dibandingkan beras varietas lainnya, disusul oleh Indragiri, Ciherang, Mamberamo, dan Silugonggo. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam pada Lamp iran 14, diketahui bahwa perbedaan varietas memiliki pengaruh nyata terhadap persen biji berlubang akibat serangan serangga Sitophilus zeamais. Infestasi telur o leh induk betina Sitophilus zeamais dipengaruhi oleh kuantitas biji dan kepadatan populasi. Semakin t inggi kuantitas biji maka kemungkinan infestasi telur leb ih dari satu per biji semakin kecil. Infestasi lebih dari satu telur pada biji dapat mengakibatkan kanibalis me antara larva yang akan mengakibatkan berkurangnya jumlah Sitophilus zeamais yang keluar (Danho et al., 2001). Selain itu, faktor yang mempengaruhi perkembangan Sitophilus zeamais khususnya pada tahap larva adalah kandungan amilosa. Penelit ian yang dilakukan o leh Rhine dan Staple (1968) tentang pengaruh amilosa terhadap pertumbuhan larva dan ju mlah dewasa Sitophilus oryzae yang terbentuk menyimpu lkan bahwa terdapat korelasi negatif antara pertu mbuhan serangga dengan kandungan amilosa. Semakin tinggi kadar amilosa pada biji-b ijian maka semakin t inggi larva yang mati dan semakin rendah serangga dewasa yang selamat. Tetapi hal in i bukan faktor tunggal yang mempengaruhi kepekaan bi ji-bijian terhadap serangan hama serangga. Terdapat beberapa faktor lain yang saling terhubung yang menyebabkan kerentanan biji-bijian seperti kekerasan, bentuk, kelembaban, dan lain sebagainya.
20
2.
Persen Kehilangan Bobot Kehilangan bahan pangan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam bahan pangan, perkembangan mikroorganisme, serangga, rodenta, kesalahan penangan manusia, penggunaan wadah penyimpanan yang tidak baik, dan kondisi penyimpanan yang tidak baik. Jenis -jen is kehilangan selama penyimpanan diantaranya kehilangan bobot, kehilangan nilai pangan, kehilangan mutu dan keamanan pangan serta kehilangan benih. Persen kehilangan bobot merupakan salah satu parameter dalam melihat tingkat kerusakan bahan pangan walaupun tidak menunjukkan t ingkat kerusakan spesifik karena potensi adanya hidden infestation. Persen kehilangan bobot dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya formu la Krisnamurty, Adam, de Luca, Haryadi, dan sebagainya. Masing masing formula digunakan untuk kepentingan dan keadaan yang berbeda. Dalam penelit ian ini, d igunakan formula Adam untuk menghitung persen kehilangan bobot. Nilai rata-rata kehilangan bobot berdasarkan metode Adam dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai rata-rata persen kehilangan bobot Varietas
% Kehilangan Bobot
Batutegi
16,00 a
± 5,4
Mamberamo
13,13 bc
± 1,6
Indragiri
14,01 c
± 3,3
Silugonggo
12,45 c
± 3,5
Ciherang
15,87 a
± 1,8
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p=0,05) Hasil penelit ian menunjukkan bahwa beras varietas Batutegi memiliki persentase terbesar dibandingkan beras varietas lainnya, disusul oleh Ciherang, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 16, perbedaan varietas berbeda nyata terhadap tingkat ketahanan beras terhadap serangan Sitophilus zeamais. Hasil ini kemungkinan d isebabkan oleh ko mposisi gizi pada beras. Beras yang digunakan merupakan beras sosoh yang lapisan aleuronnya telah dibuang melalui proses penyosohan. Kandungan gizi pada beras mempengaruhi pertu mbuhan serangga. Serangga membutuhkan ko mposisi gizi yang mencukupi untuk tu mbuh dan berkembang. Pada beras, lapisan aleuron merupakan lapisan yang kaya gizi, serat, lemak dan protein (Haryadi, 2008). Ko mponen gizi ini d iperlu kan untuk pertumbuhan optimal larva serangga. Kehilangan bobot dipengaruhi oleh kepadatan infestasi telur per satuan biji. Biji yang diinfestasikan leb ih dari satu telur akan memiliki kehilangan bobot yang lebih besar dibandingkan biji dengan infestasi satu telur Sitophilus zeamais. Walaupun secara umum berat dari larva dan serangga dewasa yang terbentuk dari telur yang diinfestasikan pada satu biji leb ih besar dibandingkan larva dan serangga yang berasal dari in festas i dua atau lebih telur dalam satu biji (Adams, 1976).
21
Selain itu, besar biji juga mempengaruhi in festasi dari Sitophilus sp. Induk betina melakukan in festasi pada biji-bijian yang berukuran besar lebih cepat dibandingkan bijibijian yang berukuran kecil. Seh ingga oviposisi pada biji-b ijian berukuran besar lebih t inggi dibandingkan biji-b ijian beru kuran kecil. Kemungkinan infestasi lebih dari satu pun lebih tinggi pada biji-bujian berukuran besar (Campbel, 2001). Menurut Dobie (1974) faktor yang mempengaruhi in festasi Sitophilus zeamais pada biji-b ijian salah satunya adalah kekerasan biji-b ijian. A milosa lebih berperan terhadap tahap larva serangga dimana akan mempengaruhi t ingkah laku dan perkembangan larva.
C. KORELASI PARAMETER-PARAMETER RESISTENSI Berdasarkan data kadar amilosa, karakteristik d inamika populasi Sitophilus zeamais, persen biji berlubang dan kehilangan bobot, dapat diuji tongkat signifikansi hubungannya dengan uji statistik. Hasil uji korelasi parameter-parameter tersebut tersaji pada Tabel 11. Amilosa merupakan polimer berantai lurus dengan ikatan 1,4 -α-glikosida yang bersifat larut air. Kandungan amilosa telah lama dihubungkan dengan mutu tanak beras. Adanya amilosa berpengaruh positif terhadap pengembangan dan penyerapan air selama pemasakan. Selain itu, amilosa berkorelasi negatif terhadap kelengketa n, kelunakan, kepulenan, dan nilai rasa nasi (Damardjat i dan Purwan i, 1991). Kandungan amilosa pada beras berbeda-beda antar beras. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi lima golongan yaitu ketan, sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi dengan kandungan amilosa berturut-turut berkisar antara 0-2%, 2-9 %, 9-20%, 20-25%, dan 25-33% (Hubeis, 1984). Beras varietas Ciherang, Batutegi, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo masingmasing memiliki kadar amilosa sebesar 23%, 22,3%, 23,50%, 19,00%, dan 24,11%. Sehingga beras yang digunakan pada percobaan termasuk beras dalam kategori amilosa rendah-sedang. Pasaribu (2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar amilosa dan kehilangan bobot akibat serangan Sitophilus zeamais selama penyimpanan. Kehilangan bobot beras ketan selama penyimpanan jauh lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan jenis beras lainnya. Beras dengan kadar amilosa tertinggi memiliki keh ilangan bobot terkecil dibandingkan beras lainnya. Tabel 11. Hasil uji kore lasi parameter-parameter daya resistensi dengan kadar amilosa Kadar amilosa Total populasi (Nt)
-0,658**
Periode perkembangan (D)
-0,715**
Indeks perkembangan (ID)
-0,045
Laju Perkembangan intrinsik (Rm)
-0,483
Kapasitas multip likasi mingguan (λ)
-0,441
Persen biji berlubang
0,008
Persen kehilangan bobot
0,047
Keterangan : ** korelasi sangat signifikan
korelasi signifikan
22
Amilosa merupakan polimer berantai lurus dengan ikatan 1,4 -α-glikosida yang bersifat larut air. Kandungan amilosa telah lama dihubungkan dengan mutu tanak beras. Adanya amilosa berpengaruh positif terhadap pengembangan dan penyerapan air selama pemasakan. Selain itu, amilosa berkorelasi negatif terhadap kelengketan, kelunakan, kepulenan, dan nilai rasa nasi (Damardjat i dan Purwan i, 1991). Kandungan amilosa pada beras berbeda-beda antar beras. Berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi menjadi lima golongan yaitu ketan, sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi dengan kandungan amilosa berturut-turut berkisar antara 0-2%, 2-9 %, 9-20%, 20-25%, dan 25-33% (Hubeis, 1984). Beras varietas Ciherang, Batutegi, Indragiri, Mamberamo, dan Silugonggo masingmasing memiliki kadar amilosa sebesar 23%, 22,3%, 23,50%, 19,00%, dan 24,11%. Sehingga beras yang digunakan pada percobaan termasuk beras dalam kategori amilosa rendah-sedang. Pasaribu (2009) mengatakan bahwa terdapat hubungan positif antara kadar amilosa dan kehilangan bobot akibat serangan Sitophilus zeamais selama penyimpanan. Kehilangan bobot beras ketan selama penyimpanan jauh lebih besar dan berbeda nyata dibandingkan jenis beras lainnya. Beras dengan kadar amilosa tertinggi memiliki keh ilangan bobot terkecil dibandingkan beras lainnya. Dari hasil u ji korelasi tersebut, dapat diketahui bahwa kadara amilosa memiliki korelasi yang sangat signifikan atau berpengaruh sangat nyata terhadap total populasi dan periode perkembangan dari Sitophilus zeamais. Kadar amilosa memiliki korelasi negatif terhadap total populasi serangga. Hal tersebut berarti semakin tinggi kadar amilosa maka semakin rendah total populasi Sitophilus zeamais. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dobie (1974) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara resistensi jagung dan kadar amilosa. Walaupun lebih lanjut dalam penelitiannya menyebutkan bahwa korelasi ini bukan menjadi satu -satunya faktor yang mempengaruhi resistensi. Beberapa faktor yang dipengaruhi oleh kadar amilosa pada bahan seperti kekerasan juga ikut mempengaruhi resistensi biji jagung. Menurut Baker (1982) kemampuan mencerna amilosa terkait dengan kemampuan enzim α-amilase dalam proses pencernaan karbohidrat. Rantai maltodekstrin yang terbentuk akibat hasil pencernaan amilosa oleh α-amilase leb ih sulit untuk dicerna men jadi gula sederhana. Hal ini dapat menyebabkan proses pencernaan berjalan lambat atau dapat menghambat pencernaan yang mengakibatkan kemat ian jika dalam keadaan ekstrim. Lebih lanjut dari hasil uji korelasi diketahut bahwa kadar amilosa memiliki korelasi negatif yang sangat signifikan terhadap periode perkembangan Sitophilus zeamais. Semakin tinggi kandungan amilosa semakin singkat periode perkembangan Sitophilus zeamais. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya seperti Dobie (1974) dan Tarmud ji ( 2008) pada jagung dan sorgum. Penelit ian sebelumnya mengungkapkan bahwa terdapat korelasi positif terhadap periode perkembangan dan faktor resistensi seperti kadar tannin pada sorgum dan kekerasan pada jagung. Perbedaan hasil kemungkinan terjad i karena perbedaan terhadap bahan penelitian yang digunakan. Periode perkembangan Sitophilus zeamais tertinggi diperoleh dari beras varietas Mamberamo. Beras varietas Mamberamo memiliki kadar amilosa terendah dibandingkan beras varietas lainnya. Jika kadar amilosa merupakan satu -satunya penentu dari resistensi beras terhadap serangan Sitophilus zeamais maka seharusnya parameter-parameter resistensi menunjukkan bahwa beras varietas Mamberamo merupakan varietas beras terentan dibandingkan beras lainnya. Tetapi hasil penelitian menunjukkan hal yang berlainan. Beras
23
varietas Batutegi merupakan beras yang paling rentan terhadap serangan Sitophilus zeamais. Oleh karena itu, kadar amilosa bukanlah satu-satunya faktor yang mempengaruhi resistensi beras uji. Terdapat faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi ketahanan beras terhadap serangan Sitophilus zeamais. Pasaribu (2009) mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara mutu beras dan ketahanan terhadap serangan serangga. Selain ko mponen kimia pada beras seperti amilosa dan protein, butir mengapur dipercaya mempengaruhi keta hanan terhadap serangan hama pascapanen. Butir mengapur merupakan bagian yang berwarna putih pada sisi dorsal, ventral, dan tengah biji. Pembentukan butir mengapur d ipengaruhi oleh sifat genetika, u mur panen, dan kondisi prapanen. Damard jati (1983) menyebu tkan bahwa pengepakan granula pati dalam bagian endosperma yang keruh, tampak kurang padat/ ko mpak d ibandingkan bagian biji bening. Dengan demikian kekerasan bagian mengapur lebih rendah dibandingkan bagian yang bening.
24
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Dari kelima varietas beras sosoh yang diuji, secara u mu m beras varietas Silugonggo relatif leb ih resisten terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais dibandingkan dengan beras lainnya. Hal in i d itunjukkan oleh parameter- parameter perkembangan serangga yaitu ju mlah populasi (Nt), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), kapasitas multip likasi mingguan (λ), persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot. Sedangkan beras rentan terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais adalah beras varietas Batutegi. Hal ini ditunjukkan oleh parameter- parameter perkembangan serangga yaitu ju mlah total populasi (Nt ), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), kapasitas multiplikasi mingguan (λ), persen biji berlubang, dan pers en kehilangan bobot. Nilai-nilai tersebut pada beras varietas Silugonggo berturut-turut adalah 57, 12,53, 0,3781, 1,4596, 10,94%dan 12,45% . Sementara pada beras varietas Batutegi berturut-turut adalah 134, 15,81, 0,5867, 1,7981, 21.93% dan 16,00%. Resistensi dan kerentanan varietas beras terkait dengan ko mposisi kimiawi dan faktor fisiologis dari biji beras. Salah satu faktor yang terlihat memiliki peranan dalam resistensi adalah amilosa. Beras varietas Silugonggo relatif me miliki kandungan amilosa yang tinggi. Sedangkan beras Batutegi relatif memiliki kandungan amilosa yang rendah. Namun demikian, kandungan amilosa bukan merupakan faktor tunggal yang mempengaruhi resistensi dan kerentanan beras terhadap serangan Sitophilus zeamais. Beberapa faktor lainnya yang dipercaya ikut menyumbangkan resistensi terhadap beras adalah kekerasan, kerapatan, zat volat il, kandungan nutrisi lapisan embrio, beras mengapur dan sebagainya.
B. SARAN Penelit ian lanjutan perlu dilaku kan untuk menguji pengaruh komponen-ko mponen lainnya pada beras seperti protein, kekerasan, densitas, dan lapisan embrio terhadap resistensi beras. Selain itu, perlu juga d ikaji resistensi beras varietas lainnya terhadap serangan Sitophilus zeamais dan cara pra-pengolahan yang efektif dalam menangkal serangan serangga Sitophilus zeamais.
25
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J. M. 1976. Weight loss caused by development of Sitophilus zeamais Motsch. in maize. J. Stored Prod. Res. 12: 269-272. [AOAC] The Association of Official Analytical Chemistry. 1999. Method of Analysis of The Association of Official Analytical Chemistry, AOA C Int., Washington D. C. Arakaki, N. dan F. Takashi. 1982. Ov iposition preference of rice weev il, Sitophilus zeamais Motschulsky (Curculionidae) for unpolished and polished rice. J. Appl. Entomo l. Zool. 26: 161-171. Atkins, M. D. 1980. Introduction to Insects. MacMillan, New York. Baker, J. E. 1982. Properties of amy lases from midguts of larvae of Sitophilus zeamais and Sitophilus granarius. Insect Biochem. 13: 421-428. Baker, J. E. 1987. Dietary modulat ion of α -amy lase activity in eight geographical strains of Sitophilus oryzae and Sitophilus zeamais. Entomo l. Exp. Appl. 46: 47-54. Baker, J. E. dan S. M. Woo. 1992. Digestion of starch granules by α-amy lases from the rice weevil, Sitophilus oryzae: effect of starch type, fat extraction, granule size, mechanical damage, and detergent treatment. Insect Biochem. Mo lec. Biol. 22: 529-537. Bemiller, J. N., dan R. L. Whistler. 1996. Carbohydrates. Didalam: O. R. Fennema. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York., 157-224. Borro r, D. J., C. A. Triplehorn, dan N. F. Johnson. 1992. An Introduction to the Study of Insects. Harcourt Brace, New Yo rk. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Statistik Indonesia 2009. BPS, Jakarta. Cahyana, Y. 1982. Pengetahuan Umu m Serangga Gudang. Makalah Pelatihan Instruktur Pascapanen Bulog. Bu log, Bekasi. Campbell. 2001. Influence of seed size on explo itation by rice weevil, Sitophilus zeamais. J. Insect Behavior 15 (3) :429-445. Cotton, R. T. dan D. A. Wilbur. 1974. The insect. Di dalam: C. M. Christensen (ed). Stored of Cereal Grains and Their Product. A merican Association of Cereal Chemist, Inc, M innesota., pp 193231. Damard jati, D. S. 1983. Physical and Chemical Properties and Protein Characteristics of Some Indonesia Rice Varieties. Ph. D. Thesis. Bogor Agricu ltural Un iversity, Bogor.
26
Damard jati, D. S. dan E. Y. Pu rwani. 1991. Mutu beras. Di dalam : E. Sunardjo, D. S. Damard jati, M. Syams (eds.). Pad i: Bu ku III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor., pp 875-914. Danho, M., C. Gaspar, E. Haubruge. 2001. The impact of grain quantity on the biology of Sitophilus zeamais Motschulsky (Coleoptera : Curculionidae): oviposition, distribution of eggs, adult emergence, body weight and sex rat io. J. Stored Prod. Res. 38: 259-266. Dobie, P. 1974. The laboratory assessment of the inherent susceptibility of maize varieties to postharvest infestation by Sitophilus zeamais Motsch. (Co leoptera, Curculionidae). J. Stored Prod. Res. 10: 183-197. Fava, A. dan B. Burlando. 1995. Influence of female age and grain availability on the ovipositional pattern of the wheat weevil Sitophilus granarius (Co leoptera : Curculionidae). Eu r. J. Ento mol. 92: 421-426. Grist, D. H. dan J. A. W. Lever. 1969. Pest of Rice. Loongman Green Co Ltd, London. Haryadi, Y. 1991. Sensibilitité Varietale du Riz au x Attaques de Sitophilus zeamais ( L) et de Sitotroga cerealella (Oliver). Analyse d’Une Résistance Potentielle. Thèse Ecole Nationale Superieure Agronomique de Montpellier, France. Haryadi. 2008. Teknologi Pengolahan Beras. Gad jah Mada University Press, Yogyakarta. Hubeis, M. 1984. Su mber Tepung Serealia dan Biji-bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Ileleji, K. E., D. E. Maier, dan C. P. Woloshuk. 2007. Evaluation of d ifferent temperature management strategies for suppression of Sitophilus zeamais (Motschulsky) in stored maize. J. Stored Prod. Res. 43: 480-488. Juliano, B. O. 1972. Rice caryopsis and its composition. Di dalam: D. F. Houston (ed.). Rice, Chemistry and Technology. AACC Inc, M innesota., pp 16-74. Juliano, B. O., L. U. Onate dan A. M. del Mundo.1965. Relationof starch composition, protein content, and gelatinization temperature on cooking and eating quality of milled rice. Food Tech. 19 : 116-125. Kalshoven,L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia.Rev ised and translated by D. A. van Der Laan. PT Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2010. Daftar Ko mposisi Bahan Makanan. database.deptan.go.id/ sains-indonesia Teknologi/The%20list%20of%20foodstuff% 20co mposition.XLS. [3 November 2010]
27
[Kementan]
Kementrian
Pertanian.
2010.
Konferensi
Pers
Diversifikasi.
http://www.deptan.go.id/news/detail.php?id=783. [19 September 2010]. Khush, G. S., C. M. Paule dan N. M. De La Cruz.1979. Rice grain quality and improvement at IRRI. Di dalam: Proc. of Chemical Aspects of Rice Grain Quality. International Rice Institute., pp 21-31. Kossou, D. K., J. H. Mareck, dan N. A. Bosque-Perez. 1992. Effects of shelling maize cobs on the oviposition and development of Sitophilus zeamais Motschulsky. J. Stored Prod. Res. 28: 187-192. Kran z, J., H. Sch mutterer dan W. Koch.1980. Disease, Pests and Weeds in Tropical Crops. John Willey and Sons, New York. Kusumaningru m, I. 1997. Mempelajari Pengaruh Lama Penyimpanan Gabah IR 64 Terhadap Intensitas Serangan Serangga Sitophilus zeamais pada Beras yang Dihasilkan. Skripsi: Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Luh, S. B. 1980. Rice Production and Utilization. A VI Publishing Co mpany Inc, Connecticut. Maceljski, M. dan Z. Korunic. 1973. Contribution to morphology and ecology of Sitophilus zeamais Motsch. in Yugoslavia. J. Stored Prod. Res. 9: 225-234. Maeshima, K., N. Hayashi, T. Murakami, F. Takahashi, dan H. Ko mae. 1984. Identification of Chemical Ov iposition Stimu lants fro m Rice Grain for Sitophilus zeamais Motschulsky (Co leoptera, Curculionidae). J. Chem. Ecol. 11(1): 1-9. Manurung, S. O., dan M. Is munadji. 1991. Morfologi dan fisiologi padi. Di dalam : E. Sunardjo, D. S. Damard jati, M. Syams(eds.). Padi: Bu ku I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor., pp 55-102. Morallo-Rejesus, B. 1984. So me Factor Responsible in Varietal Resistance of Milled Rice to Triboliu m sp. and Sitophilus sp. Paper of Grain Post Harvest Workshop, Kuala Lu mpur. Nawangsih, A. 1999. Menyimpan Bahan Pangan. Penebar Swadaya, Jakarta. Pasaribu, M. J. 2009. Pertu mbuhan Populasi Sitophilus zeamais Motsch. (Co leoptera : Curcu lionidae) Pada Empat Kult ivar Beras. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor. Pranata, R. I. 1979. Pengantar Ilmu Hama Gudang. SEAM EO BIOTROP, Bogor. Pranata, R. I. 1982. Pengendalian Hama Gudang. SEAM EO BIOTROP, Bogor. [Puslitbang
Pangan]
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan
Tanaman
Pangan.
2010.
http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?k=301&n=&t =&sv=.[20 Mei 2010].
28
Rhine, J. J. dan R. Staple. 1968. Effect of high amy lose field corn on larval gro wth and survival of five species of stored-grain insects. J. Econ. Ento mol. 61: 280-282. Rojuddin, R. M. 1998. Kajian Resistensi Beras Pecah Ku lit dari Enam Varietas Padi Unggul Terhadap Serangan Serangga Sitophilus zeamais. Skripsi: Faku ltas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Ross, J. W. 1982. A Text Book of Entomology. John Wiley and Sons Inc., New Yo rk. Sid ik, M. 1979. Extent of Damage to Stored M illed Rice by Insect Infestation. Thesis. Dept. Grain Sc. Kansas University. Kansas. Soekarna, P. 1977. Hama -hama Gudang Penting dan Cara Penanggulangannya. Kumpulan Kuliah Penataran Petugas Pembenihan. Dir. Bina Produksi Tanaman Pangan, Jakarta. Soemardji dan R. Thahir. 1991. Penanganan pascapanen padi. Di dalam : E. Sunardjo, D. S. Damard jati, M. Syams(eds.). Pad i: Buku III. Pusat Penelit ian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor., 915-942. Sunjaya dan S. Widayanti. 2006. Pengenalan serangga hama gudang. Di dalam : D. Prijono, O. S. Darmaputra, W idayanti (eds.). Pengelo laan Hama Gudang Terpadu. SEAM EO BIOTROP, Bogor., pp 44-45. Suyono dan D. Su karna. 1991. Hama pascapanen dan pengendaliannya. Di dalam : E. Sunardjo, D. S. Damard jati, M. Syams(eds.). Pad i: Buku III. Pusat Penelit ian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor., pp 801-814. Syarief R., dan H. Halid. 1992. Teknologi Penyimpanan Pangan. Arcan, Jakarta. Tarmudji, W. M. 2008. Kajian Resistensi Biji Sorghu m dari Lima Varietas Terhadap Serangan Sitophilus zeamais. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor. Vo wotor, K. A. 1992. Effect of Maize Variety and Storage form on Oviposition and Development of the Maize Weevil Sitophilus zeamais Motsculsky (Coleoptera:Cu rculionidae). M. Phil. Thesis, University of Ghana, Legon. Vo wotor, K. A., N. A. Bosque-Perez dan J. N. Ayertey. 1994. Effect of Maize Variety and Storage Form on the Develop ment of the Maize Weevil, Sitophilus zeamais Motschulsky. J. Stored Prod. 31: 29-36. Winarno, F. G. dan Y. Haryadi. 1982. Penanganan Lepas Hasil Tanaman Pangan. Diskusi Penanganan Pascapanen dalam Rangka Hari Pangan Sedunia di Bina Graha, 16 Oktober 1982. Jakarta.
29
LAMPIRAN
Lamp iran 1. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus zeamais pada lima varietas beras CIHERANG
BATUTEGI
Ulangan Hari ke-
I
II
Ulangan III
Ratarata
1
30
INDRA GIRI
MAMBERAMO
Ulangan
SILUGONGGO
Ulangan
Ulangan
I
II
III
Ratarata
1
0
0
0,3
2
0
1
1
0
1
3
1,3
I
II
III
Ratarata
I
II
III
Ratarata
I
II
III
Ratarata
2
4
1
0
1,7
6
0
7
4,7
3
4
1
3,7
4
0
0
2,7
0
2
0
0,7
3
8
6
3
7,3
7
8
6
11,7
3
3
7
8
4
2
5
6,3
1
3
0
2
4
7
6
2
12,3
9
11
7
20,7
4
5
6
13
3
3
7
10,7
2
1
2
3,7
5
10
5
3
18,3
12
9
12
31,7
4
8
4
18,3
4
3
8
15,7
1
2
3
5,7
6
13
9
5
27,3
8
17
13
44,3
5
11
9
26,7
4
4
9
21,3
2
2
2
7,7
7
9
10
9
36,7
13
10
8
54,7
4
9
4
32,3
7
5
9
28,3
1
2
1
9
8
7
5
9
43,7
5
8
7
61,3
2
5
5
36,3
8
3
13
36,3
3
3
3
12
9
7
5
7
50
14
7
8
71
2
4
8
41
14
11
15
49,7
5
5
5
17
10
10
13
15
62,7
12
19
19
87,7
4
12
11
50
13
14
18
64,7
3
7
8
23
11
8
8
7
70,3
13
9
16
100
1
7
9
55,7
13
8
13
76
2
2
0
24,3
CIHERANG Ulangan II III
Ratarata
Ulangan I II III
1
74,3
2
4
5
3
79
5
4
4
1
82
15
3
2
1
16
2
1
17
0
18
Hari ke-
I
12
6
5
13
6
14
31
BATUTEGI
INDRA GIRI Ulangan II III
Ratarata
I
5
104
0
4
2
5
108
3
2
3
4
111
84
2
4
3
1
85,3
1
2
2
0
86
4
0
0
2
86,7
19
0
0
2
20
0
0
21
1
2
MAMBERAMO Ulangan II III
Ratarata
I
7
59,3
9
4
4
6
63,7
6
1
2
3
65,7
114
1
1
2
2
116
2
1
2
1
118
1
1
0
2
119
87,3
0
0
1
1
87,7
1
1
0
88,7
0
0
SILUGONGGO Ulangan II III
Ratarata
I
Ratarata
10
83,7
2
3
3
27
3
9
89,7
1
3
4
29,7
2
2
7
93,3
2
2
1
31,3
67
4
4
6
98
2
1
3
33,3
1
68,3
5
5
4
102,7
3
1
3
35,7
5
1`
70,3
2
3
1
104,7
4
3
0
38
0
0
1
70,7
1
0
0
105
0
1
0
38,3
119
0
0
2
71,3
1
0
2
106
0
1
1
39
2
121
2
1
3
73,3
1
1
1
107
3
2
2
41,3
0
121
0
1
2
74,3
0
1
0
107,3
0
1
2
42,3
CIHERANG
BATUTEGI
Ulangan Hari ke-
I
II
22
0
23
Ulangan III
Ratarata
I
II
0
0
88,7
0
0
1
0
89
24
1
1
1
25
0
0
26
0
27
MAMBERAMO
Ulangan III
Ratarata
I
II
0
1
121
0
1
1
1
122
90
0
2
1
0
90
0
0
0
1
90,3
1
0
0
0
90,3
28
0
0
0
29
0
0
III
I
II
0
1
74,7
0
0
2
0
75,3
123
1
1
1
0
123
0
0
0
0
123
0
0
0
0
123
90,3
0
0
0
0
90,3
1
1
0
30
1
90,7
0
1
31
0
90,7
0
32
0
90,7
33
0
34 35
37
SILUGONGGO
Ulangan Ratarata
36
32
INDRA GIRI
Ulangan III
Ratarata
I
II
III
Ratarata
1
0
107,7
0
1
0
42,7
2
0
0
108,3
3
1
1
44,3
76,3
1
0
1
109
0
0
2
45
0
76,3
0
0
0
109
0
0
0
45
0
2
77
1
1
1
110
1
0
1
45,7
0
0
0
77
0
0
0
110
1
0
0
46
123
0
0
1
77,3
0
0
0
110
0
0
0
46
124
0
0
0
77,3
0
1
0
110,3
1
1
0
46,7
124
2
77,7
0
0
0
110,3
1
0
1
47,3
0
124
0
77,7
1
0
0
110,7
0
0
0
47,3
0
0
124
0
77,7
0
1
111
0
0
0
47,3
90,7
0
0
124
0
77,7
0
0
111
0
0
0
47,3
0
90,7
0
0
124
0
77,7
0
0
111
0
0
0
47,3
0
90,7
0
124
0
77,7
0
0
111
0
0
47,3
0
0
111
0
111
Lampiran 2. Analisis sidik ragam kadar amilosa pada lima varietas beras Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
7562.496a
5
1512.499
4321.180
.000
7562.496
5
1512.499
4321.180
.000
Error
3.500
10
.350
Total
7565.997
15
Model Jenis_Beras
Lampiran 3. Uji Duncan kadar amilosa pada lima varietas beras Subset Jenis_Beras
N
Mamberamo
3
Batutegi
3
Ciherang
3
Indragiri
3
Silugonggo
3
Sig.
1
2
3
4
5
19.0000 22.3000 23.0000 23.5000 24.1100 1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Lampiran 4. Analisis sidik ragam ju mlah total populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras
Source
Su m of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
161203.333a
5
32240.667
781.276
.000
161203.333
5
32240.667
781.276
.000
Error
412.667
10
41.267
Total
161616.000
15
Model Jenis_Beras
33
Lampiran 5. Uji Duncan jumlah total populasi (Nt) Sitophilus zeamais pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
1
2
Silugonggo
3
57.333
Indagiri
3
Ciherang
3
Mamberamo
3
Batutegi
3
3
4
5
87.333 100.667 121.000 134.333
Sig.
1.000
1.000
1.000
1.000
1.000
Lampiran 6. Analisis sidik ragam periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji beras
Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
15593.000a
5
3118.600
2598.833
.000
15593.000
5
3118.600
2598.833
.000
Error
12.000
10
1.200
Total
15605.000
15
Model Jenis_Beras
Lampiran 7. Uji Duncan periode perkembangan (D) Sitophilus zeamais pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
Batutegi
3
31.000
Ciherang
3
31.000
Indagiri
3
31.333
Silugonggo
3
32.333
Mamberamo
3
Sig.
1
2
35.333 .195
1.000
34
Lampiran 8. Analisis sidik ragam indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras
Source
Su m of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3049.053a
5
609.811
2832.112
.000
3049.053
5
609.811
2832.112
.000
Error
2.153
10
.215
Total
3051.206
15
Model Jenis_Beras
Lampiran 9. Uji Duncan indeks perkembangan (ID) Sitophilus zeamais pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
1
2
3
Silugonggo
3
Mamberamo
3
13.587837
Indagiri
3
14.257377
Ciherang
3
Batutegi
3
4
12.523847
14.257377 14.883547 15.813990
Sig.
1.000
.108
.129
1.000
Lampiran 10. Analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada biji beras
Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3.711a
5
.742
2029.128
.000
3.711
5
.742
2029.128
.000
Error
.004
10
.000
Total
3.715
15
Model Jenis_Beras
35
Lampiran 11. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik (Rm) Sitophilus zeamais pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
1
2
3
Silugonggo
3
.378067
Indragiri
3
.483133
Mamberamo
3
.494414
Ciherang
3
Batutegi
3
4
.494414 .521549 .586680
Sig.
1.000
.487
.113
1.000
Lampiran 12. Analisis sidik ragam kapasitas mult iplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras
Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
40.561a
5
8.112
8177.882
.000
40.561
5
8.112
8177.882
.000
Error
.010
10
.001
Total
40.571
15
Model Jenis_Beras
Lampiran 13. Uji Duncan kapasitas mult iplikasi mingguan (λ) Sitophilus zeamais pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
Silugonggo
3
Indragiri
3
1.621183
Mamberamo
3
1.639779
Ciherang
3
Batutegi
3
Sig.
1
2
3
4
1.459617
1.639779 1.685116 1.798093
1.000
.486
.108
1.000
36
Lampiran 14. Analisis sidik ragam persen biji berlubang pada biji beras Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3455.135a
5
691.027
247.852
.000
3455.135
5
691.027
247.852
.000
Error
27.881
10
2.788
Total
3483.016
15
Model Jenis_Beras
Lampiran 15. Uji Duncan persen biji berlubang pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
1
2
3
Silugonggo
3
10.9433
Mamberamo
3
12.2733
12.2733
Ciherang
3
13.8033
13.8033
Indragiri
3
Batutegi
3
14.4867 21.9300
Sig.
.073
.152
1.000
Lampiran 16. Analisis sidik ragam persen kehilangan bobot pada biji beras Source
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
3096.530a
5
619.306
1505.484
.000
3096.530
5
619.306
1505.484
.000
Error
4.114
10
.411
Total
3100.644
15
Model Jenis_Beras
37
Lampiran 17. Uji Duncan persen kehilangan bobot pada biji beras Subset Jenis_Beras
N
Silugonggo
3
12.4767
Mamberamo
3
13.2033
Indragiri
3
Ciherang
3
15.8667
Batutegi
3
16.0033
Sig.
1
2
3
13.2033 13.9400
.195
.190
.799
38
Lampiran 18. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi beras Nt Nt
Pearson Correlation
D 1
Biji_ Berlubang
Kehilangan_Bobot
Kadar_amilosa
.894**
.891**
.541*
.324
-.658**
.611
.003
.000
.000
.037
.238
.008
15
15
15
15
15
15
15
15
Pearson Correlation
.143
1
-.586*
-.300
-.313
-.329
-.092
-.715**
Sig. (2-tailed)
.611
.022
.277
.257
.231
.744
.003
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
39
Multiplikasi
.711**
N
ID
Rm
.143
Sig. (2-tailed)
D
ID
15
15
15
15
15
15
15
15
.711**
-.586*
1
.949**
.952**
.645**
.304
-.045
.003
.022
.000
.000
.009
.271
.875
15
15
15
15
15
15
15
15
Nt Rm
Pearson Correlation
Kadar_amilosa
.999**
.641**
.335
-.328
.000
.010
.223
.232
.000
15
15
15
15
15
15
15
15
.891**
-.313
.952**
.999**
1
.655**
.336
-.315
.000
.257
.000
.000
.008
.221
.253
15
15
15
15
15
15
15
15
Pearson Correlation
.541*
-.329
.645**
.641**
.655**
1
.448
.008
Sig. (2-tailed)
.037
.231
.009
.010
.008
.094
.979
15
15
15
15
15
15
15
15
Pearson Correlation
.324
-.092
.304
.335
.336
.448
1
.047
Sig. (2-tailed)
.238
.744
.271
.223
.221
.094
15
15
15
15
15
15
15
15
-.658**
-.715**
-.045
-.328
-.315
.008
.047
1
.008
.003
.875
.232
.253
.979
.869
15
15
15
15
15
15
15
N
N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlat ion is significant at the 0.05 level (2-tailed).
40
Kehilangan_Bobot
.277
N
Kadar_amilosa
Biji_ Berlubang
.000
Pearson Correlation
1
Multiplikasi
.949**
Sig. (2-tailed)
Kehilangan_Bobot
Rm
-.300
N
Biji_ Berlubang
ID
.894**
Sig. (2-tailed)
Multiplikasi
D
.869
15
Lampiran 19. Deskripsi beras varietas Mamberamo (Puslitbang Pangan, 2010)
Kategori
:Varietas unggul nasional (released variety)
SK
:584/Kpts/TP.240/ 9/95 tanggal 4 September 1995
Tahun
:1995
Tetua
:Persilangan B6555b-199-40/Baru mun
Rataan Hasil
:Kl. 6,5 ton/ha gabah kering giling
Pemulia
:T. Soewito, B. Kustianto, Adijono Pa.,Allidawati, Susanto Tw.,dan Z. Harahap
No mor Pedigree
:B7830f-Mr-1-2-3-2
Go longan
:Cere
Umur tanaman
:115-120 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:Kl. 105 cm
Anakan produktif
:15 - 20 malai
Gabah isi per malai :Kl.145 biji Bentuk gabah
:ramp ing
Warna gabah
:Kuning
Kerontokan
:Mudah
Kerebahan
:Sedang
Rasa/tekstur nasi
:Pu len
Bobot 1000 butir
:Kl.27 gram
Kadar amilosa
:Kl. 19 %
Potensi hasil
:Kl. 6,5 ton/ha gabah kering giling
Ketahanan
:Tahan terhadap wereng coklat biotipe 1, 2 dan 3, tahan hawar daun bakteri strain III dan agak tahan terhadap virus tungro
Anjuran tanam
:Sawah irigasi dataran rendah (< 500 m dpl)
Warna daun telinga :Tidak berwarna
41
Lampiran 20. Deskripsi beras varietas Indragiri (Puslitbang Pangan, 2010)
Tahun
:2000
Tetua
:B6256-MR-3-5P/ Baru mun/Rojo lele/ IR68
Rataan Hasil
:4,5-5,5 t/ha
Pemulia
:B. Kustianto, Suwarno, Soewito Tj.
No mor pedigri
:B7952F-KN-18-2
Go longan
:Cere
Umur tanaman
:117 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:100 cm
Anakan produktif
:15-20 batang
Muka daun
:Kasar
Posisi daun
:Tegak
Daun bendera
:Miring
Bentuk gabah
:Sedang
Warna gabah
:Kuning bersih
Kerontokan
:Sedang
Kerebahan
:Tahan
Tekstur nasi
:Sedang
Kadar amilosa
:23,5 %
Bobot 1000 butir
:24-25 gram
Ketahanan
:Toleran terhadap keracunan Fe dan A l, tahan terhadap wereng coklat populasi IR42 (b iotipe 2)
Penyakit
:Tahan terhadap penyakit blas, tahan terhadap hawar daun strain III
Anjuran tanam
:Baik d itanam pada lahan potensial , gambut dan sulfat masam
42
Lampiran 21. Deskripsi beras varietas Ciherang (Puslitbang Pangan, 2010)
Tahun
:2000
Tetua
:IR 18349-53-1-3-1-3/IRI 19661-131-3-1///IR 64////IR 64
Rataan Hasil
:5-7 t/ha
Pemulia
:Tarjat T., Z. A. Simanulang, E. Su madi, Aan A. Daradjat
No mor pedigri
:S3383-1d-Pn -41-3-1
Go longan
:Cere
Umur tanaman
:116-125 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:107-115 cm
Anakan produktif
:14-17 batang
Warna daun telinga :Putih Muka daun
:Kasar pada sebelah bawah
Posisi daun
:Tegak
Daun bendera
:Tegak
Bentuk gabah
:Panjang ramp ing
Warna gabah
:Kuning bersih
Kerontokan
:Sedang
Kerebahan
:Sedang
Tekstur nasi
:Pu len
Bobot 1000 butir
:27-28 gram
Kadar amilosa
:23 %
Ketahanan
:Tahan terhadap wereng co klat biotipe 2 dan 3, tahan terhadap bakteri hawar daun (HDB) strain III dan IV
Anjuran tanam
:Cocok di tanam pada musim hujan dan kemarau dengan ketinggian dibawah 500 m dpl
43
Lampiran 22. Deskripsi beras varietas Batutegi (Puslitbang Pangan, 2010)
Kategori
:Varietas unggul nasional (released variety)
SK
:636/Kpts/TP.240/ 12/ 2001 tanggal 13 Desember tahun 2001
Tahun
:2001
Tetua
:B6876B-MR-10/ B6128B-TB-15
Rataan Hasil
:3.0 ton/ha gabah kering giling
Pemulia
:E.Lubis, M.Diredja,W.S.Ard jasa, B.Kustianto Tusrimin,Sularjo,Gusnimar dan Ade Santika
No mor pedigri
:TB154E-TB-2
Go longan
:Cere
Umur tanaman
:116 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:124 cm
Anakan produktif
:Sedikit
Bentuk gabah
:Bulat sedang
Warna gabah
:Kuning bersih
Kerontokan
:Sedang
Kerebahan
:Tahan
Tekstur nasi
:Pu len
Bobot 1000 butir
:25 gram
Kadar amilosa
:22,3 %
Hasil
:3,0 t/ha gabah kering giling
Ketahanan
:Tahan terhadap blas daun, blas leher, bercak daun coklat, agal toleran terhadap keracunan Al dan bereaksi moderat terhadap kekeringan
Keterangan
:Baik d ibudidayakan pada lahan kering subur dan lahan kering Pod zolik Merah Kuning (PM K) dengan tingkat keracunan alu muniu m sedang, dari dataran
dan
Suwarno, Teknisi
:
rendah sampai ket inggian 500 m.dpl
44
Lampiran 23. Deskripsi beras varietas Silugonggo (Puslitbang Pangan, 2010)
Kategori
:Varietas unggul nasional (released variety)
SK
:639/Kpts/TP.240/ 12/ 2001 tanggal 13 Desember tahun 2001
Tahun
:2001
Tetua
:IR28/ IR2053//IR2042/CR94///IR8339/IR36//IR8470/IR747////IR8/PPMAS//H501//IR833/IR2040///1561/IR1737//PTB21/ 18/IR8
Rataan Hasil
:3,5-4,5 ton/ha
Pemulia
:Is mail BP, B.Suprihatno,ZASimanullang, Yamin S.Atito DS,Hadis S.,Ending S,AA Darad jat, Poniman Taryat T,D.Suard i,Rasyid M,A.Ichwan H.Toha,M.A mir,H.Pane dan Irsal L.
No mor pedigri
:IR39357-71-1-1-2-2
Go longan
:Cere
Umur tanaman
:85-90 hari
Bentuk tanaman
:Tegak
Tinggi tanaman
:80-85 cm
Muka daun
:Bagian atas kasar, bawah permu kaan halus
Daun bendera
:Menyudut 30-40 derajat terhadap batang
Bentuk gabah
:Ramping
Kerontokan
:Sedang
Kerebahan
:Sedang
Tekstur nasi
:Agak pulen
Bobot 1000 butir
:25,05-25,55 gram
Kadar amilosa
:23,88-24,11 %
Ketahanan
:Tidak tahan penggerek batang, tahan terhadap penyakit blas diferensial, t idak tahan BLB
Keterangan
:Mampu dikembangkan sebagai padi sawah atau gogo, beradaptasi baik untuk lingkungan tumbuh rawan kekeringan, dapat tumbuh baik pada tanah regosol, med iteran dengan kahat Kaliu m dan Fostat cocok ditanam pada daerah dibawah 500 m,dpl
45