SKRIPSI
KAJIAN RESISTENSI BIJI SORGUM DARI LIMA VARIETAS TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch.
Oleh:
Wachyu Maslecha Tarmudji F24104128
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
i
KAJIAN RESISTENSI BIJI SORGUM DARI LIMA VARIETAS TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Wachyu Maslecha Tarmudji F24104128
2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ii
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
KAJIAN RESISTENSI BIJI SORGUM DARI LIMA VARIETAS TERHADAP SERANGAN Sitophilus zeamais Motsch.
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : Wachyu Maslecha Tarmudji F24104128
Dilahirkan pada tanggal 04 November 1986 di Jakarta Tanggal Lulus : 21 Mei 2008
Menyetujui, Bogor, 28 Mei 2008
Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc Dosen Pembimbing Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
iii
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 04 November 1986. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Tarmudji dan Kiki. Penulis telah menempuh pendidikan Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Umum di SMAN 28 Jakarta (1992-2004). Penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004, melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan akademis dan nonakademis. Dalam kegiatan non akademis, penulis aktif dalam beberapa keorganisasian dan kepanitiaan antara lain: Panitia Olimpiade TPB IPB, Pengurus Badan Pengawas HIMITEPA (2005-2006), Panitia 5th National Student Paper Competition (2006), Panitia HACCP Seminar and Training IV (2006), Panitia BAUR (2006), Wakil Ketua Food Processing Club (2007-2008). Penulis juga memiliki pengalaman kerja selama masa perkuliahan sebagai Asisten Praktikum Fisika IPB (2005). Semasa perkuliahan, penulis mendapatkan beasiswa dari Tanoto Foundation (2006-2008). Penulis melakukan penelitian sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian dengan judul Kajian Resistensi Biji Sorgum dari Lima Varietas Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch., di bawah bimbingan Dr. Ir.Yadi Haryadi, MSc.
iv
Wachyu Maslecha Tarmudji. F24104128. Kajian Resistensi Biji Sorgum dari Lima Varietas Terhadap Serangan Sitophilus zeamais Motsch. Di bawah bimbingan Yadi Haryadi, 2008. RINGKASAN Sorgum (Sorghum bicolor) mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya, pengolahan maupun teknologi penyimpanannya. Selain memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan dan genangan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah (Laimeheriwa, 1990). Pengembangan varietas sorgum untuk mendapatkan sorgum unggul telah dihasilkan. Sifat unggul tersebut antara lain daya produksi tinggi, tanggap terhadap pemupukkan, masa berbunga cepat, berbuah tidak dipengaruhi musim, umur pendek (genjah), dan tahan terhadap hama dan penyakit. Akan tetapi, sorgum yang unggul secara agronomi belum tentu tahan terhadap hama selama penyimpanan. Dengan mengetahui tingkat ketahanan biji sorgum dari berbagai varietas terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais, maka diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman pengembangan sorgum unggul baik di tingkat pra panen maupun pasca panen. Lima varietas sorgum yang digunakan dalam penelitian ini adalah UPCA S1, Gadam Human, Badik, Mandau, dan Hegari Genjah. Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap persiapan meliputi pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Tahap pelaksanaan dilakukan dengan menginfestasikan serangga uji ke dalam media lima varietas sorgum. Parameter-parameter yang diamati diantaranya adalah karakteristik dinamika populasi Sitophilus zeamais yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan
v
intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ); karakteristik kehilangan bobot; dan persentase biji berlubang. Dari hasil perhitungan parameter-parameter S. zeamais dapat disimpulkan bahwa biji sorgum varietas Mandau paling resisten terhadap serangan hama S. zeamais. Hal tersebut terbukti karena varietas Mandau memiliki nilai Nt, ID, Rm, λ, persen biji berlubang, dan persen kehilangan bobot yang paling rendah dan nilai D yang paling tinggi dibandingkan keempat varietas lainnya. Nilai Nt, D, ID, Rm, λ, persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot untuk varietas Mandau berturut-turut adalah 69.00, 56.7500, 7.4583, 0.2380, 1.2688, 33.3%, dan 8.2261%. Berdasarkan hasil uji korelasi didapatkan hasil bahwa kadar tanin sorgum memiliki korelasi yang sangat signifikan atau berpengaruh sangat nyata terhadap periode perkembangan dari S. zeamais dan berpengaruh nyata terhadap indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, dan kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais. Kekerasan biji sorgum memiliki pengaruh yang sama dengan kadar tanin, sedangkan kadar air sorgum memiliki pengaruh yang berlawanan dengan kadar tanin, walaupun secara statistik korelasinya dinyatakan tidak nyata. Berdasarkan uji korelasi juga diketahui bahwa kadar karbohidrat, protein, dan lemak, serta C : N ratio tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya resistensi sorgum terhadap serangan hama S. zeamais.
vi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan pertolongan yang telah diberikan sehingga penusunan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini tersusun berdasarkan hasil penelitian penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: 1. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Sedarnawati Yasni, MAgr. selaku dosen penguji 3. Dr. Nugraha E. S. STP, DEA. selaku dosen penguji 4. Mama, Ayah, dan adikku (Laela Rochdiana). Terima kasih atas dukungan, semangat, dan doanya selama ini. 5. Mas-ku, terima kasih atas dorongan, semangat, pengertian, dan doanya. 6. Deni, Le Rodiah, Mba Dewi, Tika, Hilma, serta seluruh keluarga yang tak dapat disebutkan satu-persatu yang telah memberikan dukungan baik moril dan materiil selama penulis kuliah di IPB. 7. Rhais, Mpus, dan Hans. Terima kasih atas masa-masa indah saat kuliah, canda, dan gelak tawa. 8. Auu, Yuke, Himarsis (Riska, Tika, dan Verawaty) . Terima kasih atas seluruh bantuan dan semangat yang telah diberikan. 9. Teman-teman kelas R, kelompok D, dan seluruh teman-teman ITP 41 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan hidupku. 10. Inna, Dewul, dan seluruh teman-teman wisma Az-Zukhruf yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terimakasih atas bantuannya dan masa-masa indah yang telah dilalui bersama.
vii
11. Teman-teman satu bimbingan (Tenni dan Mayland), terima kasih untuk bantuan, dukungan dan semangatnya. 12. Seluruh staf, karyawan, dan laboran Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Terimakasih atas seluruh bantuannya dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 13. Ibu Ros, staf BALITRO dan BALITBIO. Terimakasih atas seluruh bantuannya dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
Bogor, 2008
Penulis
DAFTAR ISI
viii
Halaman KATA PENGANTAR..........................................................................
i
DAFTAR ISI.........................................................................................
iii
DAFTAR TABEL................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR............................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................
vii
I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG..................................................................
1
B. TUJUAN.......................................................................................
3
II. TINJAUAN PUSTAKA A. TANAMAN SORGUM 1. Klasifikasi tanaman sorgum....................................................
4
2. Sifat-sifat biji sorgum.............................................................
4
3. Ekologi....................................................................................
7
4. Perkecambahan......................................................................
9
5. Perbanyakan Tanaman...........................................................
9
B. KERUSAKAN AKIBAT HAMA PASCA PANEN.................
9
C. SERANGGA HAMA GUDANG (Sitophilus zeamais).............
11
III. BAHAN DAN METODE A. BAHAN DAN ALAT...............................................................
14
B. PROSEDUR PENELITIAN 1. Tahap Persiapan.....................................................................
15
2. Tahap Pelaksanaan.................................................................
15
C. ANALISIS KIMIA SORGUM 1. Analisis Kadar Air................................................................. DAFTAR TABEL 2. Analisis Kadar Tanin.............................................................
16
D. ANALISIS FISIK SORGUM...................................................
17
16
E. PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN 1. Karakteristik Resistensi........................................................
17
2. Karakteristik Kehilangan Bobot...........................................
18
F. RANCANGAN PERCOBAAN................................................
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
ix
A. JUMLAH TOTAL POPULASI (Nt).........................................
22
DAFTAR TABEL Halaman
x
7
11
Tabel 1. Kandungan nutrisi biji sorgum dibanding sumber pangan/pakan lain..................................................................... Tabel 2. Serangga yang dapat menyerang biji sorgum selama penyimpanan........................................................................... Tabel 3. Hasil analisis kadar tanin biji sorgum dari lima varietas....... Tabel 4. Hasil analisis kadar air biji sorgum dari lima varietas............ Tabel 5. Hasil analisis kekerasan biji sorgum dari lima varietas......... Tabel 6. Kandungan gizi utama dan C : N Ratio biji sorgum dari lima varietas.................................................................................... Tabel 7. Nilai rata-rata total populasi S. zeamais pada media biji sorgum..................................................................................... Tabel 8. Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media biji sorgum……..…………………………………..... Tabel 9. Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada media biji sorgum.............................................................................. Tabel 10. Nilai rata-rata laju perkembangan intrinsik S. zeamais pada media biji sorgum................................................................. Tabel 11. Nilai rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais pada media biji sorgum......................................................... Tabel 12. Nilai rata-rata persentase biji berlubang............................... Tabel 13. Nilai rata-rata persentase kehilangan bobot.......................... Tabel 14. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan kadar tanin, kadar air, dan kekerasan biji sorgum.................................................................................. Tabel 15. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan kandungan gizi utama biji sorgum dan C : N ratio..
DAFTAR GAMBAR Halaman 5 xi
12 13
Gambar 1. Penampang membujur biji sorgum. ..................................... Gambar 2. Stuktur tubuh Sitophilus zeamais.......................................... Gambar 3. Siklus hidup Sitophilus zeamais........................................... Gambar 4. Lima varietas sorgum uji...................................................... Gambar 5. Grafik laju pertambahan populasi turunan pertama (F1) S. zeamais pada lima varietas sorgum......................................
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
xii
44 47
Lampiran 1. Nilai rata rata-rata pertambahan populasi Sitophilus zeamais pada lima varietas biji sorgum............................. Lampiran 2. Analisis sidik ragam kadar air biji sorgum......................... Lampiran 3. Uji Duncan kadar air biji sorgum....................................... Lampiran 4. Analisis sidik ragam kadar tanin biji sorgum..................... Lampiran 5. Uji Duncan kadar tanin biji sorgum................................... Lampiran 6. Analisis sidik ragam kekerasan biji biji sorgum................ Lampiran 7. Uji Duncan kekerasan biji biji sorgum............................... Lampiran 8. Analisis sidik ragam % kehilangan bobot biji sorgum....... Lampiran 9. Uji Duncan % kehilangan bobot biji sorgum..................... Lampiran 10. Analisis sidik ragam % biji berlubang............................. Lampiran 11. Uji Duncan % biji berlubang............................................ Lampiran 12. Analisis sidik ragam total populasi Sitophilus zeamais pada biji sorgum............................................................... Lampiran 13. Uji Duncan total populasi Sitophilus zeamais pada biji sorgum.............................................................................. Lampiran 14. Analisis sidik ragam periode perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum................................................. Lampiran 15. Uji Duncan periode perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum............................................................... Lampiran 16. Analisis sidik ragam indeks perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum................................................. Lampiran 17. Uji Duncan indeks perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum............................................................... Lampiran 18. Analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais pada biji sorgum. .............................. Lampiran 19. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais pada biji sorgum.................................................. Lampiran 20. Analisis sidik ragam nilai multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais pada biji sorgum. ...................................................
51
Lampiran 21. Analisis sidik ragam nilai multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais pada biji sorgum........................................................
51
Lampiran 22. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi biji xiii sorgum....................................................................................
52
Lampiran 23. Deskripsi lima varietas biji biji sorgum uji (Somantri, 2004).
55
I.
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan menyatakan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Sedangkan ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Beras merupakan bahan pangan pokok mayoritas penduduk Indonesia. Meskipun beras telah menduduki posisi yang utama dalam swasembada karbohidrat, namun masalah pangan dan kebijaksanaan pangan perlu didukung oleh jenis komoditi non beras lainnya. Suplai beras sering menjadi permasalahan di negara kita karena kebutuhannya masih terus meningkat setiap tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras akan menimbulkan bahaya yang besar terhadap sistem ketahanan pangan di Indonesia. Sebagai alternatif agar kebutuhan pangan masyarakat akan sumber karbohidrat tetap tercukupi, maka diperlukan diversifikasi pangan. Komoditi sorgum merupakan salah satu alternatif sumber karbohidrat, yang cukup baik sebagai bahan pangan. Sorgum (Sorghum bicolor) mempunyai potensi penting sebagai sumber karbohidrat bahan pangan, pakan dan komoditi ekspor. Namun potensi tersebut belum dapat dimanfaatkan sepenuhnya karena adanya berbagai hambatan baik dari segi pemahaman akan manfaat sorgum maupun dari segi penerapan teknologi pembudidayaannya, pengolahan maupun teknologi penyimpanannya. Selain memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat, tanaman sorgum, mempunyai keistimewaan lebih tahan terhadap kekeringan dan genangan bila dibandingkan dengan tanaman palawija lainnya serta dapat tumbuh hampir disetiap jenis tanah (Laimeheriwa, 1990). Mengingat potensi serta keistimewaannya itu, sorgum sebenarnya layak dikembangkan terutama untuk menunjang upaya-upaya pelestarian
swasembada beras.pengembangan sorgum masih mengalami hambatan di industri hilir, akibatnya luas kebun sorgum terus turun. Pada tahun 1981, areal tanam sorgum mencapai 60.000 hektare namun pada tahun 1989 turun menjadi 25000 (Anonim, 2008). Pada tahun 1999, produksi sorgum kering di Indonesia mencapai 3-4 ton/ha (Anonimb, 2007). Departemen pertanian menargetkan produksi sorgum Indonesia tahun 2009 mencapai 75000 ton. Telah banyak dilakukan pengembangan varietas sorgum untuk mendapatkan sorgum unggul. Sejumlah galur mutan tanaman sorgum dengan sifat-sifat agronomi unggul seperti tahan rebah, genjah, produksi tinggi, kualitas biji baik, dan lebih tahan terhadap kekeringan telah dihasilkan. Akan tetapi, sorgum yang unggul secara agronomi belum tentu tahan terhadap hama selama penyimpanan. Di daerah tropis seperti Indonesia, serangga merupakan penyebab utama terjadinya susut dan kerusakan selama penyimpanan. Selain itu, serangga juga dapat mengotori berbagai komoditi bahan pangan dengan ekskresi tubuhnya (hidup atau mati), eksuvia (kulit luar yang ditinggalkan pada stadia pra dewasa), dan berbagai sekresi yang dapat menimbulkan berbagai bahaya baik bagi kesehatan maupun berkurangnya daya terima konsumen. Salah satu spesies serangga hama pasca panen yang menyebabkan kerusakan pada biji-bijian adalah Sitophilus zeamais. Serangga yang tergolong primary pest ini mampu berkembang biak dan menimbulkan kerusakan pada berbagai jenis serealia biji utuh. Dengan mengetahui tingkat ketahanan dari berbagai varietas sorgum terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais, maka diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman pengembangan sorgum unggul baik di tingkat pra panen maupun pasca panen.
B. TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui resistensi biji sorgum dari lima varietas terhadap serangan serangga Sitophilus zeamais selama masa penyimpanan. Resistensi atau ketahanan tersebut diukur melalui karakteristik dinamika populasi Sitophilus zeamais, karakteristik kehilangan bobot, dan persentase biji berlubang.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TANAMAN SORGUM
1. Klasifikasi tanaman sorgum Tanaman sorgum termasuk famili Graminae atau rerumputan. Tanaman lain yang termasuk dalam famili Graminae diantaranya adalah tanaman padi, jagung, tebu. Data botani tanaman sorgum: Sorgum atau Sorghum bicolor (L), termasuk dalam: Kelas
: Monocotyledon
Keluarga
: Gramineae
Suku
: Sorghum
Jenis
: Sorghum bicolor (L) Holchus Sorghum (L) Andropogan sorghum (L) Sorghum Vulgare (L)
Selain itu disetiap daerah pengembangannya sorgum dikenal dengan nama: Great Millet, guinea Cora (Afrika Barat); Kafir Corn (Afrika Selatan); Milo Sorgo (Amerika Serikat); Kaoliang (Cina); Durra (Sudan); Mtama (Afrika Barat); cantel (Jawa Tengah dan Jawa Timur); Chotam (India); jagung cantrik (Jawa Barat) (Suprapto dan Mujidisono, 1987).
2. Sifat-sifat biji sorgum a. Sifat Ikatan Kulit Biji Pada biji sorgum, diantara kulit biji dan daging biji dilapisi oleh lapisan testa dan aleuron, Lapisan testa termasuk pada bagian kulit biji, dan lapisan aleuron termasuk pada bagian dari daging biji, jaringan kulit biji terikat erat oleh daging biji, melalui lapisan tipis yang disebut lapisan semen. Pada proses penggilingan, ikatan kulit biji dengan daging biji ini sulit dipisahkan. Komposisi bagian biji sorgum terdiri dari kulit luar 8%, lembaga 10% dan daging biji 82% .
Gambar 1. Penampang membujur biji sorgum
b. Sifat fisik Umumnya biji sorgum berbentuk bulat dengan ukuran biji kira kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat biji bervariasi antara 8 mg - 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya sorgum dibagi atas: - sorgum biji kecil (8 - 10 mg) - sorgum biji sedang ( 12 - 24 mg) - sorgum biji besar (25-35 mg) Kulit biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum kafir dan yang berwarna merah atau cokelat biasanya termasuk varietas Feterita. Warna biji ini merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya. Sedangkan varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar pembuatan minuman. (Laimeheriwa, 1990). Biasanya warna biji sorgum terkait dengan kadar tanin dalam biji sorgum yang sebagian besar terdapat pada lapisan testa. Sorgum yang mengandung kadar tanin tinggi biasanya bijinya berwarna cokelat gelap atau cokelat kemerah-merahan. Selama
proses penepungan komersial, tanin berada dalam tepung, dan dengan penyaringan tidak dapat dihilangkan. Selama pengulitan, dengan perlakuan perendaman tanin akan larut dan diusahakan untuk dapat dihilangkan dari kulit bijinya. Kehilangan tanin ini akibat terkelupasnya kulit biji dan hilangnya lapisan testa selama perlakuan. Dengan hilangnya senyawa tanin ini, warna tepung menjadi lebih putih, dapat menghilangkan rasa pahit, dan yang terpenting dapat menghilangkan zat anti nutrisi tanin dalam biji sorgum (Suprapto dan Mujidisono, 1987).
c. Sifat-kimia dan gizi. Biji sorgum mengandung gizi yang tidak lebih rendah dari kandungan tanaman serealia lainnya. Menurut Laimeheriwa (1990), kandungan kimia, biji sorgum (utuh): - protein 9,01 % - lemak 3,6 % - abu 1,49 % - serat 2,5 % Penggilingan sorgum dengan menggunakan alat penyosoh beras mengakibatkan masih banyak lembaga yang tertinggal pada endosperm. Hal ini ditandai oleh kandungan lemak dalam biji sorgum giling yang masih relatif tinggi yaitu sekitar 1-2.7 %. Oleh karena itu dalam proses penggilingan harus diusahakan agar lemak dalam biji sorgum yang telah dikuliti menjadi rendah yaitu dibawah 1 % dengan demikian tepung sorgum yang dihasilkan akan lebih tahan lama. Lemak dalam biji sorgum sangat berguna bagi hewan dan manusia, akan tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan tengik dalam produk bahan pangan (Laimeheriwa, 1990). Sebagai bahan pangan dan pakan ternak alternatif sorgum memiliki kandungan nutrisi yang baik, bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi daripada beras. Kandungan nutrisi sorgum dibanding sumber pangan/pakan lain disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1. Kandungan
nutrisi biji sorgum dibanding sumber
pangan/pakan lain (Laimeheriwa, 1990).
Kandungan/100 g
Unsur Nutrisi Beras
Jagung
Singkong
Sorgum
Kedele
Kalori (cal)
360
361
146
332
286
Protein (g)
6.8
8.7
1.2
11.0
30.2
Lemak (g)
0.7
4.5
0.3
3.3
15.6
Karbohidrat (g)
78.9
72.4
34.7
73.0
30.1
Kalsium (mg)
6.0
9.0
33.0
28.0
196.0
Besi (mg)
0.8
4.6
0.7
4.4
6.9
Posfor (mg)
140
380
40
287
506
Vitamin B1 (mg)
0.12
0.27
0.06
0.38
0.93
3. Ekologi Sorgum relatif lebih dapat beradaptasi pada kisaran kondisi ekologi yang luas dan dapat berproduksi pada kondisi yang kurang sesuai bila dibandingkan dengan tanaman sereal yang lainnya, terutama sorgum sangat sesuai di negeri-negeri yang panas dan hangat. Sorgum dapat bertoleransi pada keadaan yang panas dan kering, tetapi juga dapat tumbuh pada daerah yang bercurah hujan tinggi atau tempat-tempat yang bergenang. Keadaan lingkungan yang optimum untuk pertumbuhan sorgum adalah sebagai berikut: dengan penyebaran hari hujan yang teratur terutama pada saat tanaman berumur 4-5 minggu yaitu pada saat perkembangan perakaran sampai pada akhir per tumbuhan vegetatifnya, namun bila dibandingkan dengan tanaman sereal lainnya, sorgum tergolong tahan terhadap kekeringan karena:
•
Bagian tanaman di atas permukaan tanah tumbuh lambat sampai sistem perakaran sudah kokoh.
•
Sorgum membentuk akar-akar sekunder dua kali sebagaimana halnya jagung.
•
Penimbunan silika pada endodermis akan mencegah terjadi kolaps tanaman selama adanya tekanan kekurangan air.
•
Liras permukaan daun tanaman sorgum hanya setengah dari daun tanaman jagung.
•
Permukaan daunnya dilapisi oleh lapisan lilin dan dapat menggulung bila mengalami kekeringan.
•
Proses evapotranspirasi pada sorgum kira-kira setengah dari jagung.
•
Sorgum membutuhkan kira-kira 20% air kurang dari jagung untuk menghasilkan sejumlah ekivalen bahan kering.
•
Tanaman Sorgum dapat bersaing dengan gulma sesaat setelah tanaman tumbuh kokoh.
•
Tanaman sorgum dapat berada dalam keadaan istirahat (dorma) selama masa kekeringan dan memulihkan pertumbuhannya kembali setelah kondisi menjadi sesuai/baik. Sifat tanaman sorgum inilah yang paling istimewa, yang memungkinkan berproduksinya tanaman pada kondisi yang terbatas, ataupun dalam curah hujan yang tak menentu (Laimeheriwa, 1990).
a. Iklim Suhu optimum untuk pertumbuhan sorgum berkisar antara 23° C - 30° C, dengan kelembaban relatif 20 - 40 %. Pada daerah-daerah dengan ketinggian 800 m dari permukaan laut dimana suhunya kurang dari 20° C, pertumbuhan tanaman akan terhambat. Selama pertumbuhan tanaman, curah hujan yang diperlukan adalah berkisar antara 375 - 425 mm (Laimeheriwa, 1990).
b. Tanah
Sorgum dapat bertoleransi pada kisaran kondisi tanah yang luas. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada tanah-tanah berat yang sering kali tergenang. Sorgum juga dapat tumbuh pada tanah-tanah berpasir. la dapat tumbuh pada pH tanah berkisar 5,0 - 5,5 dan lebih bertoleransi terhadap salin (garam) tanah dari pada jagung. Tanaman sorgum dapat berproduksi pada tanah yang terlalu kritis bagi tanaman lainnya (Laimeheriwa, 1990).
4. Perkecambahan Beberapa kultivar menunjukkan masa dormami benih pada bulan pertama setelah panen. Benin masih dapat hidup selama periode tertentu, asalkan
disimpan
dengan
semestinya.
Daya
perkecambahan
di
laboratorium sebesar 900, dapat memberikan kemungkinan 50% daya kecambah di lapangan. Akar yang keluar pada perkecambahan kemudian digantikan oleh akar-akar camping yang muncul dari buku terbawah pada batang, kecambah muncul dari dalam tanah kira-kira 7 hari (Laimeheriwa, 1990).
5. Perbanyakan Tanaman Sorgum biasanya ditanam melalui biji. Akan tetapi juga dapat diperbanyak dengan stek batang, yang dilakukan dengan memunculkan premordia akar pada buku (Laimeheriwa, 1990).
B. KERUSAKAN AKIBAT HAMA PASCA PANEN
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan selama penyimpanan antara lain dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, fisiologis, serta biologis. Kelembaban dan suhu lingkungan termasuk dalam faktor fisik; komposisi kimia bahan pangan, kadar air dan enzim merupakan faktor kimia; kegiatan respirasi bahan pangan merupakan faktor fisiologis; sedangkan yang termasuk faktor biologis adalah tikus, serangga, dan kapang (Chikubu, 1974).
Cuperus dan Krischik (1995) melaporkan kehilangan biji-bijian selama penyimpanan
karena serangga dan masalah penyimpanan lainnya
mencapai lebih dari 30 milyar dolar Amerika per tahunnya, dan sekitar 30 % lebih besar pada negara-negara berkembang. Cotton dan Wilbur (1974) membagi kerusakan akibat serangan serangga menjadi dua bagian, yaitu kerusakan langsung dan kerusakan tidak langsung. Kerusakan langsung dapat disebabkan kontaminasi serangga dewasa, pupa, larva, telur, kulit telur, dan bagian-bagian tubuhnya, serta kerusakan wadah bahan yang disimpan. Kerusakan tidak langsung berupa kenaikan suhu akibat metabolisme serangga yang disebut sebagai hot spot yaitu suatu area dimana serangga yang menginfeksi bahan pangan dalam jumlah yang sangat besar. Pada area tersebut suhu dapat mencapai 42.2ºC, naiknya kadar air sehingga lembab dan lengket, timbulnya kapang, bau apek pada bahan apabila kadar air bahan rendah karena terjadinya perpindahan uap air, timbulnya mikroba lain, ditularkannya penyakit lain seperti diare, disentri, tipus, serta berkurangnya nilai estetik produk. Menurut Pranata (1982), kerusakan yang diakibatkan oleh serangga dapat dilihat gejalanya dengan adanya lubang gesekan, lubang keluar (exit holes), garukan, webbing, dust powder, dan feces. Serangga memakan bagian kaya gizi sehingga bagian yang tertinggal menjadi miskin protein, vitamin, dan lemak (Winarno dan Haryadi, 1982). Grist dan Lever (1979) mengemukakan bahwa setiap spesies serangga mempunyai kesukaan makanan tersendiri. Beberapa spesies menyukai embrio dan spesies lain menyukai endosperm. Embrio merupakan bagian yang kaya akan gizi karena kandungan lemak, mineral, protein, vitamin yang terkonsentrasi pada bagian tersebut, sehingga serangan serangga akan menyebabkan penurunan nilai gizi (Pranata, 1982). Serangan serangga terhadap sorgum terjadi baik di lapangan maupun selama penyimpanan. Contarinia sorghiola merupakan yang paling merusak biji sorgum di lapangan, di seluruh dunia. Sedangkan serangga yang biasa menyerang sorgum selama penyimpanan disajikan pada pada Tabel 2.
Tabel 2. Serangga yang dapat menyerang biji sorgum selama penyimpanan (Wall dan Ross, 1970). Ordo Lepidoptera
Spesies Sitotroga cerealella (Olivier) Stathmopoda auriferella (Wlk.) Corcyra cephalonica Staint Cadra (Ephestia) cautella (Walk.) Plodia interpunctella (Hub.)
Coleoptera
Sitophilus oryzae (L.) Sitophilus zeamais Motsch. Rhyzopertha dominica (F.) Tribolium castaneum (Herbst.) Tribolium confusum J. Du V. Trogoderma granarium Everts. Oryzaephilus mercator (Fauvel) Oryzaephilus surinamensis (L.) Cryptolestes ugandae Steel & Howe Laetheticus sp. Lasioderma serricorne (F.)
C. SERANGGA HAMA GUDANG (Sitophilus zeamais)
Kumbang bubuk Sitophilus zeamais merupakan hama gudang utama di Indonesia. Hama ini tersebar di daerah tropis dan subtropis dan menyerang biji-bijian yang disimpan, seperti padi, beras, jagung dan sorgum. Infestasi pada penyimpanan seringkali terjadi
pada transportasi dari lapangan ke
tempat penyimpanan dan pada infestasi tingkat tinggi pada penyimpanan memicu migrasi kembali ke lapangan siap panen ( Longstaff, 1981). Sitophilus zeamais termasuk ke dalam ordo Coleoptera (kumbang), sub ordo Polypaga, kelas Rhyncopphora, famili Curculionidae, sub famili Calandrae, dan genus Sitophilus. Serangga ini mengalami metamorfosis
sempurna dari stadium telur sampai menjadi imago (kumbang dewasa). Larva tidak bertungkai, berwarna putih jernih. Ketika bergerak, larva agak mengkerut, sedangkan kepompongnya tampak seolah telah dewasa. Imago mempunyai kepala yang memanjang membentuk moncong (snout). Sayap mempunyai
dua bercak yang berwarna agak pucat. Sayapnya dapat
berkembang sempurna, sayap belakang berfungsi untuk terbang, panjang tubuhnya 3.5-5 mm (Kartasapoetra, 1987).
Gambar 2. Stuktur tubuh Sitophilus zeamais (Anonima, 2007).
Sitophilus zeamais menyebabkan biji berlubang, cepat pecah, dan hancur menjadi tepung. Hal ini ditandai dengan adanya tepung pada butiran yang terserang. Biji dan tepung dipersatukan oleh air liur larva sehingga kualitas biji menurun atau rusak sama sekali. Perkembangbiakan, aktivitas, dan kopulasi dilakukan pada siang hari dan berlangsung lebih lama dibandingkan masa kopulasi hama gudang lainnya.Lama hidup induk hama ini berlangsung 3-5 bulan. Setiap induk mampu meghasilkan 300-400 butir telur (Kartasapoetra, 1987). Menurut Kalshoven (1981), telur yang dihasilkan dapat mencapai 575 butir. Perbedaan jumlah telur disebabkan oleh beragamnya kualitas makanan. Menurut Ryoo dan Clio (1992), jenis makanan atau varietas sangat berpengaruh terhadap perilaku serangga dalam meletakkan telur. Telur diletakkan pada biji yang telah dilubangi, tiap lubang diisi satu butir telur. Masing-masing lubang selanjutnya ditutup dengan sisa gerekan. Lubang gerekan berdiameter ± 1mm. Stadium telur berlangsung sekitar 7 hari. Larva yang terdapat dalam biji akan terus menggerek biji. Larva tidak berkaki, dan
terus akan berada di dalam lubang gerekan. Demikian pula imago barunya akan tetapberada di dalam lubang sekitar 5 hari (Kartasapoetra, 1987).
Gambar 3. Siklus hidup Sitophilus zeamais (Kartasapoetra, 1987).
Siklus hidup hama ini berlangsung 28-90 hari, tetapi umumnya sekitar 31 hari. Siklus hidup hama ini bergantung pada temperatur ruang penyimpanan, kelembaban atau kandungan air produk yang disimpan, dan jenis produk yang diserang. Pada kelembaban udara (Rh) 70% dan temperatur 18°C, siklus hidup S. zeamais dari telur menjadi dewasa atau imago mencapai 91 hari, namun pada Rh 80% dengan temperatur yang sama, siklus hidup S. zeamais hanya 79 hari (Kartasapoetra, 1987).
III.
A. BAHAN DAN ALAT
BAHAN DAN METODE
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sorgum varietas UPCA S1, Gadam Human, Badik, Mandau, dan Hegari Genjah, yang diperoleh dari BALITBIO. Serangga Sitophilus zeamais sebagai serangga uji yang diperoleh dari BIOTROP Bogor, jagung sebagai media infestasi awal. Bahan-bahan kimia yang digunakan pereaksi Folin Denis, larutan standar asam tanat, Na2CO3 jenuh, dan aquades. Gambar lima varietas biji sorgum tersebut dapat dilihat pada Gambar 4. Alat-alat yang digunakan antara lain stoples, gelas plastik, plastik penutup, gunting, pinset, karet, neraca analitik, cawan alumunium, oven, desikator, spektrofotometer, dan alat-alat gelas.
Gambar 4. Lima varietas biji sorgum uji.
B. PROSEDUR PENELITIAN
Uji Resitensi Sorgum
Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan tediri dari pembiakan serangga Sitophilus zeamais untuk memperoleh serangga dewasa yang berumur 7-15 hari sebagai serangga uji. Pembiakan Sitophilus zeamais dilakukan dengan cara sebagai berikut: serangga Sitophilus zeamais yang diperoleh dari BIOTROP diinfestasikan pada media jagung dalam wadah plastik dan diinkubasi selama empat minggu pada suhu dan kelembaban ruang. Sebelumnya, jagung yang digunakan sebagai media, dipanaskan dalam oven pada suhu 60ºC selama 2 jam. Pengovenan dilakukan dengan tujuan untuk memastikan tidak ada seranggga yang hidup pada jagung. Setelah empat minggu masa infestasi, dilakukan pengayakan untuk memisahkan serangga yang keluar. Media jagung kemudian diinkubasi lagi dan sehari kemudian serangga yang keluar dianggap berumur 1 hari. Serangga yang berumur 1 hari tersebut diinfestasikan pada media jagung baru dan ditunggu sampai dengan serangga tersebut berumur 7-15 hari. Penentuan umur serangga ini penting karena pada umur 7-15 hari, serangga tersebut mencapai kedewasaan kawin dan dapat memproduksi telur secara maksimal (Haryadi, 1991).
2. Tahap Pelaksanaan Lima pasang ekor serangga
yang diambil
secara acak
diinfestasikan pada 200 butir biji sorgum masing-masing varietas yang telah ditempatkan dalam gelas plastik. Setelah 7 hari masa infestasi, serangga yang diinfestasikan dikeluarkan dan dibuang. Setelah kurang lebih tiga minggu masa inkubasi, dilakukan pengamatan untuk mengetahui keluarnya serangga turunan pertama (F1). Serangga turunan pertama yang keluar, dihitung dan dibuang. Pengamatan dilakukan setiap hari sampai tidak ada lagi serangga turunan pertama yang keluar selama lima hari berturut-turut.
C. ANALISIS KIMIA SORGUM
1. Analisis Kadar Air (AOAC, 1999) Cawan aluminium dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit lalu ditimbang. Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam cawan. Cawan beserta isi dikeringkan dalam oven 100oC selama 6 jam. Cawan dipindahkan ke dalam desikator, kemudian didinginkan dan ditimbang. Cawan beserta isinya dikeringkan kembali sampai diperoleh berat konstan. Perhitunganpersen kadar air adalah sebagai berikut: KA (% berat basah) =
[W 2 − (W 3 − W 1)] x 100 % W 3 −W1
Keterangan: W1 = berat cawan (gram) W2 = berat sampel (gram) W3 = berat cawan dan sampel setelah dikeringkan (gram)
2. Analisis Kadar Tanin (AOAC, 1984) a. Pembuatan Kurva Standar Sebanyak 2 ml pereaksi Folin-Denis ditambahkan ke dalam labu takar 100 ml yang telah diisi dengan 50-70 ml air suling, kemudian dipipet sejumlah 0.3, 0.6, 0.9, 1.2, dan 1.5 ml larutan standar asam tanat dan ditambahkan 5 ml larutan Na2CO3 jenuh ke dalam masing-masing labu, selanjutnya volume ditepatkan hingga 100 ml dengan air suling. Setelah itu dikocok dan dibiarkan selama 40 menit, kemudian dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 725 nm dan dibuat kurva standar.
b. Analisis Sampel
Contoh yang telah dihaluskan sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam labu didih 500 ml, kemudian ditambahkan 350 ml air suling, direfluks selama 3 jam dan didinginkan. Setelah itu dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu takar 500 ml dan volumenya ditepatkan dengan air suling. Setelah disaring, kemudian sebanyak 2 ml filtrat jernih dipipet dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian ditambahkan 2 ml pereaksi Folin Denis dan 5 ml Na2CO3 jenuh, lalu ditepatkan sampai 100 ml dengan aquades. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 45 menit, kemudian diukur absorbansinya pada λ = 725 nm.
D. ANALISIS FISIK SORGUM Analisis kekerasan biji Kekerasan biji sorgum dianalisis menggunakan alat Hardness Tester.
E. PERHITUNGAN HASIL PENGAMATAN
1. Karakteristik Resistensi Hasil pengamatan dihitung dengan parameter sebagai berikut: a. Jumlah total populasi (Nt), dengan menghitung semua serangga yang ke luar ditambah dengan serangga awal yang diinfestasikan. b. Periode perkembangan (D), yaitu lamanya waktu dari tengah-tengah waktu infestasi sampai tercapai 50% dari total populasi F1 Sitophilus zeamais. c. Indeks perkembangan (ID), yang dihitung dari nilai Nt dan D, dengan formula:
ID = (ln Nt / D) x 100
d. Laju perkembangan intrinsik (Rm), dihitung dengan formula: R
Rm = Log e
Dm
Dimana: R = Nt/No No = Jumlah serangga yang diinfestasikan
Dm = Periode perkembangan dalam satuan minggu
e. Kepastian multipikasi mingguan (λ), dengan formula:
λ =e
Rm
2. Karakteristik Kehilangan Bobot a. Persen Biji Berlubang Diketahui dengan menghitung jumlah biji berlubang setelah masa infestasi dan dibandingkan dengan jumlah biji awal yang utuh, dihitung dengan formula:
Persen Biji Berlubang
= Jumlah biji berlubang x !00% Jumlah biji utuh awal
b. Persen Kehilangan Bobot Dihitung menggunakan formula Adam, yaitu:
Persen kehilangan bobot =
U. Nd – D. Nu x 100% U.N
Dimana: U
= Bobot Biji Utuh
Nu
= Jumlah Biji Utuh
D
= Bobot Biji Berlubang
Nd
= Jumlah Biji Berlubang
N
= Nu + Nd
F. RANCANGAN PERCOBAAN
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap sederhana dengan tiga kali ulangan untuk tiap varietas sorgum. Model matematikanya sebagai berikut:
Yij = µ + Ai + ∑ ij Dimana: Yij
= Nilai pengamatan
µ
= Nilai rata-rata umum
Aij
= Pengaruh varietas sorgum ke-i
∑ij
= Galat percobaan
Analisa statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS 11.5. Setelah uji sidik ragam (Analysis of Variance), dilakukan uji Duncan. Selain itu, dilakukan juga uji korelasi.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berbagai varietas sorgum terus dikembangkan melalui seleksi galur untuk mendapatkan varietas yang unggul. Seleksi galur tersebut ditekankan untuk mendapatkan varietas dengan sifat-sifat menguntungkan seperti warna biji yang kuning atau putih, daya produksi tinggi, tanggap terhadap pemupukkan, masa berbunga dan berbuah yang tidak dipengaruhi musim, umur pendek (genjah), tahan terhadap hama dan penyakit, cara pengolahan mudah, dan tentu saja memiliki rasa yang enak. Peningkatan produksi sorgum harus disertai dengan usaha penyelamatan dan penanganan hasil untuk menghindari kerusakan dan penyusutan hasil, baik susut kualitas maupun susut kuantitas. Penelitian ini merupakan kajian resistensi dari lima varietas sorgum unggul terhadap intensitas serangan hama gudang Sitophilus zeamais. Lima varietas sorgum tersebut adalah UPCA S1, Gadam Human, Badik, Mandau, dan Hegari Genjah. Masing-masing varietas tersebut memiliki keunggulan diantaranya UPCA S1 memiliki umur berbunga yang pendek (50-60 hari), daya produksi tinggi, dan warna biji putih. Varietas Gadam Human memiliki umur berbunga yang pendek, sangat cepat masak (< 80 hari), dan warna biji putih. Varietas Badik memiliki keunggulan umur berbunga yang pendek, cepat masak (81-90 hari), dan warna biji putih. Varietas Mandau memiliki umur masak sedang (90-100 hari)dan daya produksi yang tinggi. Sedangkan varietas Hegari Genjah memiliki warna biji yang putih (Rais et al., 2004). Daya simpan dan mutu sorgum selama penyimpanan dapat dipengaruhi oleh kondisi awal biji sebelum dan lingkungan ruang penyimpanan. Kondisi awal biji dipengaruhi oleh kadar air, kandungan nutrisi biji, keberadaan komponen fenolik (misalnya tanin), kekerasan biji, persentase biji rusak atau pecah, dan kegiatan respirasi bahan (Chikubu, 1974, Chandrasekar dan Satyanarayana, 2006). Dalam penelitian ini diuji beberapa parameter yang berpengaruh terhadap daya resistensi sorgum. Kadar tanin dari kelima varietas sorgum tersebut dapat dilihat pada Tabel 3, sedangkan kadar air sorgum pada Tabel 4.
Tabel 3. Hasil analisis kadar tanin dari lima varietas biji sorgum
Varietas
Kadar tanin (ppm)
UPCA S1
932.48 ± 88 a
Gadam Human
864.56 ± 75 a
Badik
1234.44 ± 93 b
Mandau
1394.67 ± 27 b
Hegari Genjah
964.68± 15 a
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Tabel 4. Hasil analisis kadar air dari lima varietas biji sorgum Varietas
Kadar air (%)
UPCA S1
11.07± 0.04 a
Gadam Human
11.76 ± 0.11 c
Badik
11.49 ± 0.10 b
Mandau
10.99 ± 0.03 a
Hegari Genjah
11.37 ± 0.30 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Dari Tabel 3 dan 4 dapat diketahui bahwa sorgum varietas Mandau memiliki kadar tanin yang paling tinggi dan kadar air yang paling rendah.sedangkan hasil pengujian terhadap faktor fisik sorgum yaitu kekerasan biji dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Hasil analisis kekerasan biji dari lima varietas biji sorgum
Varietas
Kekerasan biji (Kg)
UPCA S1
5.7 ± 0.1 c
Gadam Human
5.2 ± 0.1 b
Badik
4.8 ± 0.1 a
Mandau
7.2 ± 0.1 d
Hegari Genjah
5.1 ± 0.1 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Dari Tabel 5 dapat diketahui bahwa sorgum varietas Mandau juga memiliki nilai kekerasan biji yang paling besar diikuti oleh UPCA S1, Gadam Human, Hegari Genjah, dan Badik. Data mengenai kandungan gizi utama dan C : N ratio biji sorgum dari kelima varietas yang diuji dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Kandungan gizi utama dan C : N Ratio lima varietas biji sorgum. Varietas Karbohidrat Protein Lemak C:N (%)*
(%)*
(%)*
Ratio
UPCA S1
25.4
9.25
3.6
23.10
Gadam Human
26.0
9.33
4.2
23.73
Badik
26.1
9.25
4.0
23.84
Mandau
76.0
12.0
3.0
44.65
Hegari Genjah
24.3
9.44
4.9
22.83
* (Somantri, 2004)
Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa sorgum varietas Mandau memiliki kadar protein dan karbohidrat paling tinggi diantara keempat varietas lainny, sedangkan sorgum varietas Hegari Genjah memiliki kadar lemak yang paling tinggi. Dari data tersebut juga dapat diketahui bahwa sorgum varietas Mandau memiliki ratio karbon terhadap nitrogen yang paling besar, sedangkan yang paling kecil adalah varietas Hegari Genjah. Pengujian mengenai pengaruh lima varietas sorgum terhadap intensitas serangan serangga Sitophilus zeamais didasarkan pada karakteristik dinamika
populasi Sitophilus zeamais yaitu total populasi (Nt), periode perkembangan (D), indeks perkembangan (ID), laju perkembangan intrinsik (Rm), dan kapasitas multiplikasi mingguan (λ); karakteristik kehilangan bobot; dan persentase biji berlubang.
A. JUMLAH TOTAL POPULASI (Nt)
Total populasi merupakan jumlah dari serangga awal yang diinfestasikan (N0) ditambah dengan jumlah seluruh turunan pertama (F1) yang keluar. Jumlah populasi serangga turunan pertama dihitung setiap hari sejak keluarnya serangga turunan pertama sampai tidak ada lagi serangga yang keluar dari sorgum selama 5 hari berturut-turut. Jumlah serangga yang keluar setiap hari dihitung secara kumulatif sehingga diperoleh data jumlah serangga turunan pertama untuk setiap perlakuan dan setiap ulangan. Nilai rata-rata jumlah total populasi dari Sitophilus zeamais pada lima varietas sorgum dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Nilai rata-rata total populasi S. zeamais pada media biji sorgum Varietas
Total Populasi
UPCA S1
100 ± 5 a
Gadam Human
107 ± 3 a
Badik
76 ± 6 b
Mandau
69 ± 6 b
Hegari Genjah
76 ± 6 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Dari Tabel 7 diketahui bahwa jumlah total populasi S. zeamais pada sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human berbeda nyata dengan jumlah total populasi S. zeamais pada sorgum varietas Badik, Mandau, dan Hegari Genjah. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 12, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap jumlan turunan pertama yang dihasilkan.
Sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human memiliki jumlah total populasi S. zeamais lebih banyak dibandingkan dengan total populasi ketiga varietas lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa sorgum varietas Badik, Mandau, dan Hegari Genjah lebih tahan atau resisten terhadap serangan S. zeamais dibandingkan dengan varietas UPCA S1 dan Gadam Human. Menurut Chandrashekar dan Satyanarayana (2006), daya resiatensi sorgum terhadap hama dan patogen dipengaruhi komposisi kimia dan fisik dari biji. Struktur fisik dari biji seperti ketebalan komposisi lapisan p-erikarp, tekstur endosperm,
dan
bermacam-macam
komponen
kimia
seperti
asam
hidroksinamat, asam ferulat, dan bermacam-macam protein endosperm memiliki daya antagonis terhadap hama dan patogen, sehingga berperan sebagai pertahanan biji. Komponen fenolik dalam biji sorgum dibagi menjadi tiga kategori utama yaitu asam fenolat, flavonoid, dan tanin (Dicko et al., 2006). Komponenkomponen tersebut ditemukan paling banyak pada lapisa perikarp, testa, dan aleuron. Sorgum varietas Badik, Mandau, dan Hegari Genjah lebih tahan atau resisten terhadap serangan S. zeamais dibandingkan dengan varietas UPCA S1 dan Gadam Human diduga karena tingginya kadar tanin pada sorgum varietas Badik, Mandau, dan Hegari Genjah. Menurut Atkins (1980), sebelum memakan media serangga akan melakukan proses pengenalan dan orientasi terhadap bahan makanannya. Demikian juga bila serangga dewasa akan meletakkan telur pada kondisi media yang sekaligus sebagai bahan makanannya tidak sesuai, maka serangga akan menahan proses bertelur bahkan pada kondisi yang ekstrim, telur tersebut dapat diserap kembali. Kadar tanin dapat mempengaruhi proses bertelur dari induk serangga, dimana pada kadar tanin yang tinggi induk serangga akan menahan proses bertelur atau bahkan menyerap telurnya kembali. Hal tersebut akhirnya berpengaruh terhadap total turunan pertama yang dihasilkan. Kelembaban
merupakan
faktor
penting
yang
mempengaruhi
kemampuan reproduksi dan bertelur serangga baik di lapangan maupun kondisi penyimpanan (Atkins, 1980). Pengaruh kelembaban dicerminkan dengan RH
lingkungan dan kandungan air bahan pangan (Perttumen dan Killstrom, 1971). Victor dan Organor (1987) melaporkan pada kisaran RH 10-30 % dan 80100 %, pertumbuhan dan keberhasilan reproduksi S. zeamais terganggu. Selain dipengaruhi oleh kadar tanin, daya resistensi sorgum dapat juga dipengaruhi oleh kadar air sorgum. Hal tersebut dapat disebabkan kadar air yang tinggi pada sorgum menyebabkan tekstur sorgum tersebut lebih lunak, sehingga serangga lebih mudah melubangi biji-bijian dan meletakkan telurnya pada biji tersebut. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, daya resistensi serangga juga dipengaruhi oleh faktor fisik seperti kekerasan biji. Classen et al. (1998) mengatakan bahwa morfologi biji-bijian berpengaruh terhadap daya resistensi dari biji-bijian. Sorgum varietas Mandau memiliki biji yang paling keras diantara empat lainnya. Hal tersebut juga berkontribusi terhadap daya resistensi sorgum varietas tersebut, dimana menurut Throne dan Mary (2002), biji yang keras dapat berperan sebagai repellent bagi serangga dalam meletakkan telurnya sehingga akhirnya berpengaruh terhadap jumlah turunan pertama yang dihasilkan. Laju pertumbuhan populasi turunan pertama S. zeamais pada media sorgum dapat dilihat pada Lampiran 1. Gambar 5 menunjukkan grafik laju pertambahan populasi F1 S. zeamais.
120
UPCA S1 N ila i R a ta - r a ta F 1
90
Gadam Human Badik
60
Mandau 30
Hegari Genjah 0 0
10
20
30
40
Hari Hari
Gambar 5. Grafik laju pertambahan populasi turunan pertama (F1) S. zeamais pada lima varietas biji sorgum.
B. PERIODE PERKEMBANGAN (D)
Periode perkembangan (D) merupakan waktu yang diperlukan oleh serangga untuk perkembangan dari imago menjadi imago lagi. Periode perkembangan ini dapat juga disebut sebagai periode siklus hidup. Dengan semakin pendeknya periode perkembangan maka siklus hidup serangga tersebut semakin cepat dan serangga juga makin cepat berkembang. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai periode perkembangan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai rata-rata periode perkembangan S. zeamais pada media biji sorgum Varietas
Periode Perkembangan (hari)
UPCA S1
53.0 ± 1.3 a
Gadam Human
52.1 ± 1.0 a
Badik
55.7 ± 2.0 bc
Mandau
56.7 ± 0.6 c
Hegari Genjah
53.7 ± 1.3 ab
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human memiliki nilai periode perkembangan yang lebih kecil berbeda nyata dibandingkan varietas lainnya, disusul oleh varietas Hegari Genjah, Badik, dan yang memiliki nilai periode perkembangan paling besar adalah Mandau. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 14, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap periode perkembangan S. zeamais. Hal tersebut terkait dengan tingginya kadar tanin pada varietas Mandau. Dari Tabel 8 diketahui bahwa periode perkembangan serangga memiliki korelasi positif yang sangat nyata dengan kadar tanin sorgum. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada kondisi media yang tidak sesuai, serangga akan menahan proses bertelur bahkan pada kondisi yang ekstrim, telur tersebut dapat diserap kembali. Kadar tanin yang lebih tinggi pada varietas Mandau diduga dapat menghambat proses orientasi serangga terhadap bahan makanannya dan menahan proses bertelur serangga sehingga memperlama siklus hidup serangga dan menaikkan nilai periode perkembangan serangga. Selain itu, tanin merupakan senyawa yang dapat berikatan dengan protein, sehingga serangga yang memakan tanin akan terhambat penyerapan zat-zat gizinya. Hal tersebut menyebabkan pertumbuhan serangga tersebut menjadi terganggu (Nursal dan Siregar, 2005). Adanya daya hambat yang disebabkan oleh keberadaan tanin menyebabkan bertambah lamanya stadium larva. Aktivitas makan larva terhambat, padahal stadium larva merupakan
stadium yang paling banyak membutuhkan makanan sehingga disebut stadium makan (Matthews dan Matthews, 1978). Selain itu, berdasarkan uji korelasi diketahui bahwa kadar air sorgum dapat memiliki pengaruh dengan periode perkembangan serangga. Cotton dan Wilbur (1974) menyatakan bahwa kadar air bahan merupakan faktor yang penting untuk kelangsungan hidup serangga. Kadar air yang rendah dapat menghambat pertumbuhan serangga hingga akhirnya mempengaruhi periode perkembangannya. Kekerasan
biji
sorgum
juga
berpengaruh
terhadap
periode
perkembangan S. zeamais. Bueso et al. (2000) menyatakan bahwa kombinasi ketebalan dari dinding sel dan kekerasan biji berkontribusi terhadap daya resistensi. Sorgum varietas Mandau memiliki kekerasan biji yang cukup tinggi sehingga menghambat aktifitas makan dari serangga dan memperlama periode perkembangan.
C. INDEKS PERKEMBANGAN (ID)
Indeks perkembangan (ID) merupakan parameter yang dapat dipakai untuk melihat tingkat efektifitas bahan terhadap perkembangan serangga. Indeks perkembangan disebut juga indeks kepekaan (Index of Susceptibility). Semakin tinggi indeks perkembangan serangga, maka semakin peka sorgum tersebut terhadap serangan serangga. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai indeks perkembangan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Nilai rata-rata indeks perkembangan S. zeamais pada media biji sorgum Varietas
Indeks Perkembangan
UPCA S1
8.6993 ± 0.2 a
Gadam Human
8.9656 ± 0.2a
Badik
7.7824 ± 0.4 bc
Mandau
7.4583 ± 0.2 c
Hegari Genjah
8.0753 ± 0.3 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human memiliki nilai indeks perkembangan yang lebih tinggi berbeda nyata jika dibandingkan varietas lainnya, disusul oleh varietas Hegari Genjah, Badik, dan Mandau. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 16, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap indeks perkembangan S. zeamais. Hal tersebut disebabkan tingginya kadar tanin pada varietas Mandau. Tanin memiliki sifat antifeedant, dimana sifat ini mempengaruhi selera makan bagi induk serangga saat masa infestasi atau saat stadium larva. Daya antifeedant bersifat tidak membunuh, menangkis, atau menjerat, tetapi bersifat mencegah atau menghalangi kegiatan makan dari serangga. Kadar tanin yang tinggi pada varietas Mandau menghalangi kegiatan makan dari serangga sehingga menurunkan efektifitas bahan terhadap
perkembangan
serangga
dan
menurunkan
nilai
indeks
perkembangannya. Kadar air juga berpengaruh terhadap indeks perkembangan serangga. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa kadar air yang tinggi menyebabkan biji-bijian menjadi lebih lunak dan lebih mudah untuk dilubangi atau dimakan oleh serangga. Hal tersebut dapat meningkatkan efektifitas bahan terhadap perkembangan serangga. Selain itu, morfologi dasar sorgum varietas Mandau yang keras juga menyebabkan sorgum tersebut menjadi lebih sulit dilubangi dan menurunkan efektivitasnya terhadap perkembangan serangga.
D. LAJU PERKEMBANGAN INTRINSIK (RM)
Laju
perkembangan
menggambarkan
dinamika
intrinsik
(Rm)
perkembangan
adalah
konstanta
yang
sebuah
populasi.
Laju
perkembangan intrinsik dapat digunakan sebagai parameter untuk mengetahui sesuai atau tidaknya suatu habitat dan makanan bagi pertumbuhan serangga, semakin tinggi nilai Rm, maka semakin sesuai habitat atau makanan tersebut bagi perkembangan serangga. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai laju perkembangan intrinsik dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Nilai rata-rata laju perkembangan intrinsik S. zeamais pada media biji sorgum Varietas
Laju Perkembangan Intrinsik
UPCA S1
0. 3046 ± 0.008 a
Gadam Human
0. 3183 ± 0.007a
Badik
0. 2551 ± 0.019 bc
Mandau
0.2380 ± 0.013 c
Hegari Genjah
0.2652 ± 0.014 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human memiliki nilai laju perkembangan intrinsik yang lebih tinggi berbeda nyata jika dibandingkan varietas lainnya, disusul oleh varietas Hegari Genjah, Badik, dan Mandau. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa sorgum varietas Mandau paling tidak sesuai untuk pertumbuhan serangga uji. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 18, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap laju perkembangan intrinsik S. zeamais. Hal tersebut juga terkait dengan tingginya kadar tanin pada sorgum varietas Mandau. Daya antifeedant dari tanin dapat mempengaruhi kesukaan serangga terhadap habitatnya, dimana pada habitat dengan kadar tanin yang tinggi, serangga akan tidak menyukai makanannya dan habitatnya. Kubo dan Kloche (1986), menyatakan kebanyaka komponen antifeedant yang telah diiolasi memiliki sistem yang unik untuk menahan serangga, sehingga dapat dinyatakan juga sebagai komponen bioaktif. Laju perkembangan intrinsik serangga juga dipengaruhi oleh kadar air dan kekerasan biji sorgum. Semakin tinggi kadar air bahan atau semakin keras biji sorgum, maka semakin tinggi pula nilai Rm-nya.
E. KAPASITAS MULTIPLIKASI MINGGUAN (λ)
Nilai multiplikasi mingguan (λ) menunjukkan kemampuan dari seekor induk untuk menggandakan populasi dalam waktu satu minggu. Dengan semakin tinggi nilai multiplikasi mingguan, maka kemampuan seekor induk untuk menggandakan populasi semakin tinggi sehingga populasi akan semakin banyak. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai kapasitas multiplikasi mingguan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai rata-rata kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais pada media biji sorgum Varietas
Nilai Multiplikasi Mingguan
UPCA S1
1.3561 ± 0.01 a
Gadam Human
1.3748 ± 0.01 a
Badik
1.2907 ± 0.02 bc
Mandau
1.2688 ± 0.02 c
Hegari Genjah
1.3038 ± 0.02 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Hasil penelitian menunjukkan bahwa sorgum varietas UPCA S1 dan Gadam Human memiliki nilai multiplikasi mingguan yang lebih tinggi dan berbeda nyata jika dibandingkan dengan nilai multiplikasi mingguan varietas lainnya, disusul oleh varietas Hegari Genjah, Badik, dan Mandau. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 20, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais. Hal tersebut juga diduga karena pengaruh kadar tanin. Kadar tanin yang tinggi dapat menahan proses bertelur serangga sehingga menghambat proses penggandaan diri seekor induk serangga. Nilai multiplikasi mingguan serangga juga dipengaruhi olehkekerasan biji dan kadar air sorgum. Penghambatan sorgum berkadar air rendah terhadap kemampuan serangga untuk melubangi biji-bijian dan meletakkan telur di
dalam biji, menurunkan kemampuan serangga untuk menggandakan populasinya. Berdasarkan nilai multiplikasi serangga tersebut, dapat diperkirakan jumlah populasi serangga yang timbul selama penyimpanan. Berdasarkan perhitungan, dapat diperkirakan jumlah populasi serangga setelah tiga bulan penyimpanan, yaitu sebanyak 387 untuk sorgum varietas UPCA S1, 455 untuk varietas Gadam Human, 213 untuk varietas Badik, 174 untuk varietas Mandau, dan 241 varietas Hegari Genjah.
F. PERSEN BIJI BERLUBANG
Biji berlubang merupakan salah satu parameter dalam melihat tingkat kerusakan dalam bahan pangan biji-bijian. Walaupun demikian parameter ini tidak menunjukkan tingkat kerusakan yang spesifik karena adanya hidden infestation. Hidden infestation merupakan serangan serangga hama pasca panen yang tidak dapat dilihat secara kasat mata. Hidden infestation baru dapat diketahui keberadaannya setelah dilakukan deteksi dengan metode tertentu. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai persentase biji berlubang dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai rata-rata persentase biji berlubang Varietas
% Biji Berlubang
UPCA S1
44.5 ± 5.4 ab
Gadam Human
55.0 ± 5.6 a
Badik
36.3 ± 6.3 b
Mandau
33.3 ± 1.9 b
Hegari Genjah
38.5 ± 15.4 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Dari Tabel 12 diketahui bahwa persentase biji berlubang pada sorgum varietas Gadam Human lebih banyak dan berbeda nyata dengan persentase biji berlubang pada sorgum varietas UPCA S1, Badik, Mandau, dan Hegari
Genjah. Hal tersebut juga terkait dengan kadar tanin. Sorgum dengan kadar tanin yang tinggi akan menghalangi serangga induk untuk melubangi biji dan meletakkan telurnya di dalam biji. Akan tetapi berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 10, diketahui bahwa perbedaan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap persentase biji berlubang sorgum. Kadar air dan kekerasan biji sorgum juga mempengaruhi kemampuan serangga untuk melubangi biji. Seperti telah dibahas sebelumnya, biji dengan kadar air yang lebih tinggi akan lebih lunak dan lebih mudah untuk dilubangi, begitu juga pada biji yang pada dasarnya memiliki morfologi biji yang lunak. G. PERSEN KEHILANGAN BOBOT
Kehilangan bahan pangan selama penyimpanan dapat disebabkan oleh perubahan kimiawi dalam bahan pangan, perkembangan mikroorganisme, serangga, rodenta, kesalahan penanganan oleh manusia, penggunaan wadah penyimpanan yang tidak baik, dan kondisi lingkungan penyimpanan yang tidak
baik.
Jenis-jenis
kehilangan
selama
penyimpanan
diantaranya
kehilangan bobot (kuantitatif), kehilangan nilai pangan, kehilangan mutu dan keamanan pangan, serta kehilangan benih. Kehilangan bobot merupakan salah satu parameter dalam melihat tingkat kerusakan dalam bahan pangan biji-bijian, walaupun demikian parameter ini tidak menunjukkan tingkat kerusakan yang spesifik karena adanya hidden infestation. Hidden infestation memungkinkan bertambahnya bobot biji yang rusak karena adanya stadia telur, larva, dan pupa didalam biji. Persentase kehilangan bobot dapat dihitung dengan beberapa metode, diantaranya adalah formula Krisnamurthy, Adam, de Luca, Adam modifikasi, INRA bordeaux, Haryadi, dan perhitungan Actual Loss. Masing-masing formula digunakan untuk kepentingan dan keadaan yang berbeda. Pada percobaan ini digunakan formula Adam untuk menghitung persentase kehilangan bobot. Nilai rata-rata hasil pengujian terhadap nilai persentase kehilangan bobot berdasarkan metode Adam dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Nilai rata-rata persentase kehilangan bobot Varietas
% Kehilangan Bobot
UPCA S1
10.40 ± 3.2 b
Gadam Human
22.04 ± 2.7 a
Badik
8.98 ± 4.8 b
Mandau
8.23 ± 2.0b
Hegari Genjah
10.52 ± 7.1 b
Keterangan : Angka-angka dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata satu sama lain (Uji Duncan pada p = 0.05) Dari Tabel 13 diketahui bahwa persentase kehilangan bobot pada sorgum varietas Gadam Human lebih banyak berbeda nyata dengan persentase kehilangan bobot pada sorgum varietas UPCA S1, Badik, Mandau, dan Hegari Genjah. Berdasarkan analisis sidik ragam pada Lampiran 8, diketahui bahwa perbedaan varietas berpengaruh nyata terhadap persentase kehilangan bobot biji sorgum. Hal tersebut juga terkait dengan kadar tanin. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa kadar tanin memiliki korelasi negatif terhadap
persen
kehilangan
bobot.
Keberadaan
tanin
akan
menghambat aktivitas makan dari serangga. Sehingga sorgum dengan kadar tanin yang rendah akan mendapatkan serangan yang lebih besar dari serangga dan mengakibatkan semakin banyak kehilangan bobotnya. Selain kadar tanin, kadar air juga berpengaruh terhadap persen kehilangan bobot. Berdasarkan hasil uji korelasi diketahui bahwa kadar air memiliki korelasi positif terhadap persen kehilangan bobot. Biji yang memiliki kadar air tinggi akan semakin mudah dilubangi dan dimakan oleh serangga, dan mengakibatkan kehilangan bobot yang lebih besar.
H. KORELASI PARAMETER-PERAMETER RESISTENSI
Berdasarkan data kadar tanin, kadar air, karakteristik dinamika populasi S. zeamais, persentase biji berlubang dan kehilangan bobot, dapat
diuji tingkat signifikansi hubungannya dengan uji statistik. Hasil uji korelasi parameter-parameter tersebut tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan kadar tanin, kadar air, dan kekerasan biji sorgum. Kadar Kadar Kekerasan tanin
air
biji
-0.813
0.436
-0.307
Periode perkembangan (D)
0.988**
-0.514
0.512
Indeks perkembangan (ID)
-0.920*
0.488
-0.419
Laju perkembangan intrinsik (Rm)
-0.889*
0.472
-0.388
Kapasitas multiplikasi mingguan (λ)
-0.886*
0.472
-0.382
Persen biji berlubang
-0.823
0.641
-0.367
Persen kehilangan bobot
-0.664
0.771
-0.316
Total populasi (Nt)
Keterangan: ** korelasi sangat signifikan (p=0.01) * korelasi signifikan (p=0.05)
Tanin merupakan senyawa kimia yang termasuk golongan senyawa polifenol. Adanya tanin dalam biji sorgum telah lama diketahui dapat mempengaruhi fungsi asam-asam amino dan kegunaan dari protein. Kadar tanin dalam biji sorgum berkisar antara 0.4-3.6 % yang biasanya terdapat dalam lapisan testa. Biasanya biji sorgum yang mengandung kadar tanin tinggi dapat dikaitkan dengan warna bijinya yang cokelat gelap atau cokelat kemerah-merahan. Senyawa polifenol dan hasil okidasinya dapat bereaksi dengan protein, menghasilkan: (1) iakatan hidrogen antara gugus OH dalam tanin dan gugus reseptornya, misalnya NH, SH, dan OH dalam protein; (2) ikatan ion antara gugusan anion dalam tanin dan gugus kation dalam protein; (3) ikatan cabang kovalen antara kuinon dan bermacam-macam gugusan reaktif dalam protein (Suprapto dan Mudjisihono, 1987). Dari hasil uji korelasi tersebut, dapat diketahui bahwa kadar tanin sorgum memiliki korelasi yang sangat signifikan atau berpengaruh sangat nyata terhadap periode perkembangan dari S. zeamais dan berpengaruh
signifikan terhadap indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, dan kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais. Kadar tanin sorgum memiliki korelasi negatif terhadap nilai total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, dan kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais, serta terhadap persentase biji berlubang dan kehilangan bobot. Hal tersebut berarti semakin tinggi nilai kadar tanin sorgum, semakin rendah nilai parameter-parameter tersebut, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, dimana Ramputh et al. (1999) menyatakan terdapat korelasi negatif antara julah serangan Sitophillus sp. dengan jumlah komponen fenolik pada sorgum. Sedangkan periode perkembangan S. zeamais memiliki korelasi positif dengan kadar tanin sorgum, yang berarti semakin tinggi kadar tanin sorgum, maka semakin tinggi pula nilai periode perkembangannya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan tanin merupakan komponen bioaktif dalam mencegah biji sorgum dari serangan hama. Kadar air bahan merupakan faktor penting dalam penyimpanan bahan pangan. Semua aktivitas biologis hanya dimungkinkan jika ada air. Akan tetapi, berdasarkan hasil percobaan kadar air ternyata tidak memiliki korelasi yang signifikan terhadap parameter-parameter yang diuji. Hal tersebut dapat disebabkan secara umum karena kadar air yang terkandung dalam sorgum yang diuji cukup rendah (antara 10-11 %). Kadar air bahan sangat erat kaitannya dengan kelembaban relatif (RH) lingkungan. Biji-bijian merupakan bahan yang higroskopis. Dengan keadaan ini biji-bijian dapat menyerap atau kehilangan air tergantung kadar air, kelembaban, dan suhu udara awal. Kadar air akan berubah menuju kadar air kesetimbangan yang dipengaruhi oleh kelembaban dan suhu sekitar (Grist, 1975). Kadar air kesetimbangan sorgum pada suhu 25°C dan RH 70 adalah 13.8% (Hall, 1989). Oleh karena itu, kadar air yang cukup rendah pada sorgum yang diuji dapat mempercepat terjadinya kesetimbangan, hingga akhirnya kadar air akhir antar varietas tidak jauh berbeda dengan kadar air kesetimbangan. Akan tetapi dapat diketahui bahwa kadar air memiliki pengaruh yang berlawanan dengan kadar tanin dimana semakin tinggi kadar air sorgum, maka semakin tinggi pula nilai total
populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais, persentase biji berlubang dan persentase kehilangan bobot. Sedangkan nilai periode perkembangan S. zeamais akan semakin kecil dengan meningkatnya kadar air bahan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa mekanisme resistensi sorgum terhadap serangga dioengaruhi sifat fisik dan komposisi kimia penyusunnya. Kekerasan biji termasuk sifat fisik biji sorgum. Leuscher et.al. (2000) menyatakan bahwa jumlah serangan Sitophillus sp. pada biji yang keras dan kecil lebih rendah dari biji yang lunak dan besar. Akan tetapi, dari uji korelasi dapat dilihat bahwa kekerasan biji tidak memiliki korelasi yang nyata terhadap S. zeamais. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan hasil penelitian dari Chandrasekar Satyanarayana (2006) yang menyatakan bahwa sorgum yang tidak memiliki testa dan tanin akan turun daya resistensinya walaupun memiliki endosperm yang keras. Selain terhadap parameter kadar air, kadar tanin, dan kekerasan biji, dilakukan juga pengujian korelasi antar parameter resintensi dengan kandungan gizi utama biji sorgum dan C : N ratio. Hasil uji korelasi parameter-parameter terebut tersaji pada Tabel 15. Tabel 15. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi dengan kandungan gizi utama biji sorgum dan C : N ratio. Parameter
Kadar
Kadar
Kadar
C:N
Karbohidrat
Protein
Lemak
Ratio
Nt
-0.542
-0.567
0.134
-0.546
D
0.729
0.714
-0.531
0.733
ID
-0.652
-0.660
0.328
-0.656
Rm
-0.623
-0.637
0.265
-0.627
λ
-0.617
-0.631
0.259
-0.620
% biji berlubang
-0.525
-0.535
0.288
-0.525
% kehilangan bobot
-0.364
-0.365
0.318
-0.359
Keterangan: ** korelasi sangat signifikan (p=0.01) * korelasi signifikan (p=0.05)
Berdasarkan uji korelasi, dapat diketahui bahwa kadar karbohidrat, protein, dan lemak, serta C : N ratio tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya resistensi sorgum terhadap serangan hama S. zeamais. Hal tersebut dapat disebabkan kuatnya pengaruh tanin terhadap penyerapan zatzat gizi sorgum terutama protein. Pada sorgum yang memiliki kadar tanin tinggi akan terhambat penyerapan proteinnya, padahal protein merupakan zat pengatur dan pembangun bagi makhluk hidup. Protein merupakan komponen utama bagi enzim yang mengatur semua metabolisme dalam tubuh serangga. Dengan terhambatnya penyerapan protein, maka metabolisme karbohidrat dan lemak juga akan terganggu.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil perhitungan parameter-parameter S. zeamais dapat disimpulkan bahwa sorgum varietas Mandau paling resisten terhadap serangan hama S. zeamais. Hal tersebut terbukti karena varietas Mandau memiliki nilai Nt, ID, Rm, λ, persen biji berlubang, dan persen kehilangan bobot yang paling rendah dan nilai D yang paling tinggi dibandingkan keempat varietas lainnya. Nilai Nt, D, ID, Rm, λ, persen biji berlubang dan persen kehilangan bobot untuk varietas Mandau berturut-turut adalah 69.00, 56.7500, 7.4583, 0.2380, 1.2688, 33.3%, dan 8.2261%. Berdasarkan nilai multiplikasi serangga dapat diperkirakan jumlah populasi serangga setelah tiga bulan penyimpanan, yaitu sebanyak 387 untuk sorgum varietas UPCA S1, 455 untuk varietas Gadam Human, 213 untuk varietas Badik, 174 untuk varietas Mandau, dan 241 varietas Hegari Genjah.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa kadar tanin sorgum memiliki korelasi yang sangat kuat terhadap daya resistensi suatu varietas seperti periode perkembangan, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, dan kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais. Sorgum yang memiliki kadar tanin tinggi, akan lebih resisten terhadap serangan hama S. zeamais dibandingkan yang kadar taninnya lebih rendah. Hal tersebut disebabkan tanin memiliki daya antifeedant yang bersifat mencegah atau menghalangi kegiatan makan dari serangga, sehingga dapat menggangu pertumbuhan dan perkembangan serangga. Berdasarkan hasil uji korelasi juga diketahui bahwa kadar air pada kondisi percobaan memiliki pengaruh yang berlawanan dengan kadar tanin yaitu semakin tinggi kadar air sorgum, maka semakin tinggi pula nilai total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais, persentase biji berlubang dan persentase kehilangan bobot. Sementara itu, nilai periode perkembangan S. zeamais akan semakin kecil dengan meningkatnya kadar air bahan. Kekerasan biji sorgum memiliki pengaruh yang sama dengan kadar tanin, dimana semakin keras suatu biji maka
semakin rendah nilai total populasi, indeks perkembangan, laju perkembangan intrinsik, kapasitas multiplikasi mingguan S. zeamais, persentase biji berlubang dan persentase kehilangan bobot, sedangkan nilai periode perkembangannya semakin besar. Berdasarkan uji korelasi juga diketahui bahwa kadar karbohidrat, protein, dan lemak, serta C : N ratio tidak memiliki pengaruh yang nyata terhadap daya resistensi sorgum terhadap serangan hama S. zeamais.
B. SARAN Perlu dilakukan penelitian lanjutan mjengenai teknologi pengolahan pasca panen sorgum agar biji sorgum dengankadar tanintinggi tetap memiliki nilai tambah fungsi sebagai sumber bahan pangan. Diharapkan penelitian lanjutan disertai dengan produk spesifik yang sesuai terhadap masing-masing varietas dan analisis biaya terhadap faktor pengolahan dan penyimpanan, sehingga dapat dijadikan dasar yang lebih kuat bagi produsen dalam memilih sorgum yang akan diproduksi.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007a. Sitophilus zeamais. http://images.google.co.id/images.htm. [27 Maret 2008]. Anonim, 2007b. Dulu Sekadar Pemanis, Kini Jadi Sumber Energi Alternatif. http://www.indobiofuel.com/gratis%201.php. [25 April2008]. Anonim, 2008. Sorghum, Pangan Masa Depan Bangsa Kita. http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=vie w&id=3443&Itemid=1528. [25 April 2008]. Atkins, M. D. 1980. Infroduction to Insects. Macmillan, New York. Bueso, F.J., R. D. Waniska, W. L. Rooney, dan F. P. Bejosano. 2000. Activity of Antifungal Proteins Against Mold in Sorghum Caryopses in the Field. Journal of Agricultural and Food Chemistry 48, 810–816. Chandrashekar, A. dan K. V. Satyanarayana. 2006. Disease and Pest Resistance in Grains of Sorghum and Millets. Journal of Cereal Science 44 , 287–304. Chikubu, S. 1974. Characteristics of Japanese Rice and Storage Principle of Brown Rice. National Food Research Instite, Ministry of Agricultural and Forestry. Classen, D., J. T. Arnason, J. A. Serratos, J. D. H. Lambert, C. Nozzolillo, dan B. J. R. Philogene. 1990. Correlation of Phenolic Acid Content of Maize to Resistance to Sitophilus zeamais, the Maize Weevil, n CIMMYT’s Collections. Journal of Chemical Ecology 16, 301–315. Cotton, R. T. 1963. Pest of Stored Grain and Grain Product. Burgess Publishing Company, Minneapolis. Cuperus, G., dan V. Krischik. 1995. Why stored product integrated pest management is needed. In: Krischik, V., Cuperus, G., Galliart, D. (Eds.), Stored Product Management. Oklahoma State University Cooperative Extension Service Circular E-912, Oklahoma Cooperative Extension Service, Stillwater, OK, p. 199. Dicko, M. H., H. Gruppen, H Traore´ , G. J. AlphonsVoragen, dan J. W. H. van Berkel. 2006. Phenolic Compounds and Related Enzymes as Determinants of Sorghum for Food Use. Biotechnology and Molecular Biology Review 1, 21–38.
Grist, D. H. dan R. J. A. W. Lever. 1969. Pest of Rice. Longman, Green and Co., Ltd, London. Grist, D. H. 1975. Rice. Longman Group Ltd, London. Hall, C. W. 1989. Drying and Storage of Agricultural Crops. AVI Publishing Co. Inc. Haryadi, Y. 1991. Sensibilititéè Variétale du Riz aux Attaques de Sitophilus zeamais (L.) et de Sitotroga cerealella (Olivier). Analyse de Sapevieure d’Une Résistance Potentièlle. Thèse Ecole Nationale Superiure Agronomique de Montpellier, France. Kalshoven, L. G. E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised and translated by D.A. van Der Laan. PT. Ichtiar Baru van Hoeve, Jakarta. Kartasapoetra. A. G. 1987. Hama Hasil Tanaman dalam Gudang. Bina Aksara, Jakarta. Kubo, I., dan J. A. Klocke. 1986. Some Terpenoid Insect Antifeedants from Tropical Sources. Advances in Pesticide Science 2, 284–291. Laimeheriwa, L. 1990. Teknalogi Budidaya Sorgum. Balai Informasi Pertanian, Departemen Pertanian, Irian Jaya. Leuschner, K., E. S. Monyo, E. Chinhema, E. Tembo, dan D. Martin. 2000. Pearl Millet grain size and hardness in relation to resistance to Sitophilus oryzae (L.) (Coolepttera; Curculionidae). African Crop Science Journal 8, 77–83. Longstaff, B. C. 1981. Biology of the grain pest species of the genus Sitophillus (Coleoptera: Curculionidae): A critical review. Pro. Ecol. 2, 83-130. Matthews, R. W dan J.R. Matthews. 1978. Insect Behavior. A Wiley Interscience Publication John Wiley and Sons, New York. Nursal dan E. S. Siregar. 2005. Kandungan Senyawa Kimia Ekstrak Daun Lengkuas (Lactuca indica L.), Toksisitas dan Pengaruh Subletalnya terhadap Mortalitas Larva Nyamuk Aedes aegypti L. Laporan Hasil Penelitian Dosen Muda. Universitas Sumatera Utara, Medan. Perttunen, V. dan K. M. Killstrom. 1971. Effect of desiccation on the light reactions of Calandra granaria L. and Calandra oryzae L. (Col; Curculionidae). Ann. Entornul. Fenn. 38, 147-154.
Pranata, R. I. 1982. Pengantar Biologi Hama Pasca Panen. BIOTROP, Bogor. Ramputh, A., A. Teshome , D. J. Bergvinson, C. Nozzolillo, dan J. T. Arnason. 1999. Soluble Phenolic Content as an Indicator of Sorghum Grain Resistance to Sitophilus oryzae (Coleoptera, Curculionidae). Journal of Stored Products Research 35, 57–64. Ryoo, M. I. dan H. V. Clio. 1992. Feeding and Oviposition Preferences and Demography of Rice Weevil (Coleoptera: Curculinonidae) Reared on Mixtures of Brown Polished and Rough Rice. Environ. Entomol. 21 (3): 549-555. Schmutterer, H. 1992. Control of Diamondback Moth by Application of Neem Extracts. In: Talekar, N.S. (Ed.), Diamondback Moth and Other Crucifer Pests. Proceedings, Second International workshop, Asian Vegetable Research and Development Center, Taipei, Taiwan, pp. 325–332. Somantri, I. H. 2004. Katalog Varietas Tanaman Pertanian, Volume 1: Tanaman Pangan. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor. Suprapto dan R. Mudjisihono. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. PT. Penebar Swadaya, Jakarta. Throne, J. E. dan W. E. Mary. 2002. Resistance of Tripsacorn to Sitophilus zeamais and Oryzaephilus surinamensis. Journal of Stored Products Research 38, 239–245. Victor, J. R. dan P. S. Ogonor. 1987. Humidity Reactions in Two Species of Tenebrionid Beetles Infesting Poultry Food Storage Houses in Nigeria. Rev. Zool. Ajk 101, 423430. Wall, J. S. dan W. M. Ross. 1970. Sorghum Production and Utilization. The Avi Publishing Company, Inc. West Port Connecticut. Winarno, F. G. dan Y. Haryadi. 1982. Penanganan Lepas Panen Hasil Tanaman Pangan. Diskusi Penanganan Pasca Panen dalam Rangka Hari Pangan Sedunia di Bina Graha, 16 Oktober 1982, Jakarta.
Lampiran 1. Nilai rata-rata pertambahan populasi Sitophilus zeamais pada lima varietas biji sorgum. UPCA S1 Ulangan Hari ke
1
2
1 2
Gadam Human
rata3 rata
Ulangan 1
1
0.3
1
0
0.7
1
2
3
Badik
rata-
Ulangan
rata
1
2
Mandau rata-
3
rata
Ulangan
Hegari Genjah rata-
3
rata
1
2
1
1
0.7
Ulangan
rata-
1
2
3 rata
0.3
3
1
0
0
1.0
0
1
3
3.0
4
0
0
0
1.0
0
0
0
3.0
1
0.3
1
0
1.0
1
1
2
1.3
5
0
1
1
1.7
2
1
1
4.0
1
0.7
0
0
1.0
0
0
0
1.3
6
3
1
2
3.7
5
1
4
8.0
1
2
1.7
0
2
1.7
0
2
1
2.3
7
4
1
5
7.0
1
2
3
11.0
1
2
1
3.0
1
0
2.0
0
1
1
3.0
8
3
2
2
9.3
7
2
6
17.0
2
2
1
4.7
0
0
2.0
1
1
0
3.7
9
1
3
3
11.7
5
3
2
19.0
1
1
1
5.7
1
0
1
2.7
1
0
1
4.3
10
4
3
6
16.0
0
2
5
24.0
1
3
1
7.3
4
0
3
5.0
3
1
1
6.0
11
3
3
1
18.3
5
6
3
27.0
2
0
1
8.3
1
0
1
5.7
0
3
0
7.0
12
4
2
0
20.3
4
3
2
29.0
1
2
2
10.0
2
0
0
6.3
0
1
1
7.7
13
4
4
7
25.3
1
2
1
30.0
3
3
1
12.3
0
1
1
7.0
6
0
2
10.3
14
1
5
7
29.7
5
0
3
33.0
1
3
0
13.7
0
3
2
8.7
1
2
2
12.0
15
0
5
2
32.0
6
4
3
36.0
1
1
1
14.7
3
1
3
11.0
5
4
2
15.7
16
1
2
2
33.7
2
2
4
40.0
1
4
2
17.0
2
2
1
12.7
1
2
6
18.7
17
4
4
2
37.0
4
8
1
41.0
2
3
2
19.3
4
2
2
15.3
1
5
2
21.3
18
9
1
2
41.0
4
2
2
43.0
2
3
3
22.0
4
3
5
19.3
3
1
5
24.3
19
2
3
3
43.7
6
9
8
51.0
1
1
1
23.0
0
2
4
21.3
10
2
2
29.0
20
2
3
4
46.7
3
5
1
52.0
5
0
2
25.3
1
2
2
23.0
1
2
4
31.3
21
7
3
1
50.3
6
8
5
57.0
2
4
5
29.0
3
4
1
25.7
2
1
5
34.0
22
8
6
8
57.7
5
6
3
60.0
3
6
4
33.3
3
1
0
27.0
1
4
3
36.7
23
4
2
2
60.3
1
4
3
63.0
3
4
7
38.0
3
4
4
30.7
1
5
5
40.3
24
3
4
4
64.0
2
4
4
67.0
3
2
4
41.0
5
3
4
34.7
2
1
0
41.3
25
4
4
5
68.3
2
2
2
69.0
3
8
5
46.3
6
5
3
39.3
7
3
5
46.3
26
3
4
0
70.7
2
6
4
73.0
4
5
6
51.3
1
2
3
41.3
1
1
4
48.3
27
1
2
0
71.7
2
4
3
76.0
2
4
4
54.7
4
3
2
44.3
2
2
0
49.7
28
1
3
3
74.0
3
1
1
77.0
5
0
5
58.0
4
2
3
47.3
1
2
3
51.7
29
1
0
3
75.3
1
0
3
80.0
5
1
2
60.7
3
4
2
50.3
1
3
7
55.3
30
2
2
2
77.3
4
2
2
82.0
2
3
2
63.0
1
3
1
52.0
3
2
0
57.0
31
0
4
6
80.7
1
2
2
84.0
1
0
2
64.0
2
3
1
54.0
0
2
3
58.7
32
2
0
0
81.3
0
2
2
86.0
1
1
0
64.7
1
2
1
55.3
0
3
1
60.0
33
4
2
1
83.7
2
2
2
88.0
0
0
1
65.0
2
3
3
58.0
1
0
3
61.3
34
4
3
1
86.3
3
2
1
89.0
0
0
2
65.7
2
1
0
59.0
2
2
1
63.0
35
3
1
2
88.3
1
1
1
90.0
0
0
1
66.0
0
0
0
59.0
1
1
1
64.0
36
2
1
2
90.0
2
0
1
91.0
0
0
0
66.0
0
0
0
59.0
1
1
0
64.7
37
0
0
1
90.3
1
0
1
92.0
0
0
0
66.0
0
0
0
59.0
1
0
0
65.0
38
0
0
0
90.3
0
0
1
93.0
0
66.0
0
0
0
59.0
1
0
0
65.3
39
0
0
0
90.3
0
0
0
93.0
0
66.0
0
0
2
0
0
66.0
40
0
0
0
90.3
0
0
0
93.0
0
66.0
1
0
0
66.3
41
0
0
0
90.3
0
0
93.0
1
0
0
90.3
0
0
93.0
0
66.7
0
93.0
0
66.7
0
66.7
0
66.7
0
66.7
42 43 44
66.7
Lampiran 2. Analisis sidik ragam kadar air biij sorgum Sum of Squares Between Groups .794 Within Groups .028 Total .822
df Mean Square F Sig. 4 .198 35.165 .001 5 .006 9
Lampiran 3. Uji Duncan kadar air biji sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
2 2 2 2 2
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 3 10.991100 11.074850 11.372700 11.490050 11.765650 .316 .179 1.000
Lampiran 4. Analisis sidik ragam kadar tanin biji sorgum Sum of Squares Between Groups 408654.200 Within Groups 23285.460 Total 431939.660
df Mean Square F Sig. 4 102163.550 21.937 .002 5 4657.092 9
Lampiran 5. Uji Duncan kadar tanin biji sorgum
N Gadam Human UPCA S1 Hegari Genjah Badik Mandau Sig.
2 2 2 2 2
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 864.5650 932.4750 964.6850 1234.4450 1394.6700 .213 .066
Lampiran 6. Analisis sidik ragam kekerasan biji sorgum Sum of Squares df Mean Square F Between Groups 18.730
4
4.682
Within Groups
.184
20 .009
Total
18.914
24
Sig.
508.957 .000
Lampiran 7. Uji Duncan kekerasan biji sorgum N Badik Hegari Genjah Gadam Human UPCA S1 Mandau Sig.
5 5 5 5 5
1 4.780
2
Subset for alpha = .05 3
4
5.080 5.180 5.660 1.000
.115
1.000
7.220 1.000
Lampiran 8. Analisis sidik ragam % kehilangan bobot biji sorgum Sum of Squares Between Groups 386.485 Within Groups 191.322 Total 577.807
df Mean Square F Sig. 4 96.621 5.050 .017 10 19.132 14
Lampiran 9. Uji Duncan % kehilangan bobot biji sorgum
N Mandau Badik UPCA S1 Hegari Genjah Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 8.226109 8.984145 10.400828 10.515641 22.036706 .563 1.000
Lampiran 10. Analisis sidik ragam % biji berlubang biji sorgum Sum of Squares df Mean Square F Sig. Between Groups 880.900 4 220.225 3.232 .060 Within Groups 681.333 10 68.133 Total 1562.233 14
Lampiran11. Uji Duncan % biji berlubang biji sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 33.3333 36.3333 38.5000 44.5000 44.5000 55.0000 .153 .150
Lampiran 12. Analisis sidik ragam jumlah turunan pertama Sitophilus zeamais pada biji sorgum Sum of Squares Between Groups 3367.067 Within Groups 293.333 Total 3660.400
df Mean Square F Sig. 4 841.767 28.697 .000 10 29.333 14
Lampiran 13. Uji Duncan total populasi Sitophilus zeamais pada bici sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 69.00 76.00 76.67 100.33 107.00 .129 .163
Lampiran 14. Analisis sidik ragam periode perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum Sum of Squares Between Groups 44.050 Within Groups 17.961 Total 62.011
df Mean Square F Sig. 4 11.012 6.131 .009 10 1.796 14
Lampiran 15. Uji Duncan periode perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum
N Gadam Human UPCA S1 Hegari Genjah Badik Mandau Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 3 52.129167 52.984133 53.741667 53.741667 55.690467 55.690467 56.750000 .190 .105 .356
Lampiran 16. Analisis sidik ragam indeks perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum Sum of Squares Between Groups 4.726 Within Groups .788 Total 5.514
df Mean Square F Sig. 4 1.182 15.002 .000 10 .079 14
Lampiran 17. Uji Duncan indeks perkembangan Sitophilus zeamais pada biji sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 3 7.458325 7.782386 7.782386 8.075291 8.699264 8.965598 .188 .230 .272
Lampiran 18. Analisis sidik ragam laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais pada biji sorgum Sum of Squares Between Groups .014 Within Groups .002 Total .016
df Mean Square F Sig. 4 .003 19.858 .000 10 .000 14
Lampiran 19. Uji Duncan laju perkembangan intrinsik Sitophilus zeamais pada biji sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 3 .238038 .255095 .255095 .265232 .304618 .318315 .144 .369 .232
Lampiran 20. Analisis sidik ragam nilai multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais pada biji sorgum Sum of Squares Between Groups .024 Within Groups .003 Total .027
df Mean Square F Sig. 4 .006 20.605 .000 10 .000 14
Lampiran 21. Analisis sidik ragam nilai multiplikasi mingguan Sitophilus zeamais pada biji sorgum
N Mandau Badik Hegari Genjah UPCA S1 Gadam Human Sig.
3 3 3 3 3
Pengelompokan pada alpha = 0.05 1 2 3 1.268833 1.290738 1.290738 1.303825 1.356137 1.374835 .148 .371 .210
Lampiran 22. Hasil uji korelasi parameter-parameter daya resistensi biji sorgum
Korelasi
TANIN
KA
HARDNESS
KH
PROTEIN
LEMAK
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation
HARD NESS
KA
PROT EIN
KH
LEMA K
Korelasi
TANIN
1
.416
-.090
.103
.334
.401
.314
.
.486
.886
.870
.583
.503
5
5
5
5
5
.416
1
-.502
.583
.486
.
.389
5
5
-.090
CN
NT
D
ID
RM
LAMDA
BB
WL
.338
-.813
.506
-.694
-.741
-.743
-.621
-.378
.607
.578
.094
.384
.193
.152
.151
.263
.530
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.788
.765
-.632
.794
-.813
.988(**)
-.920(*)
-.889(*)
-.886(*)
-.823
-.664
.303
.113
.132
.253
.109
.094
.002
.027
.044
.045
.087
.221
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.502
1
-.743
-.606
-.605
.640
-.594
.436
-.514
.488
.472
.472
.642
.771
.886
.389
.
.150
.278
.280
.245
.291
.463
.376
.405
.422
.422
.243
.127
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.103
.583
-.743
1
.931(*)
.926(*)
-.821
.925(*)
-.307
.512
-.419
-.388
-.382
-.367
-.316
.870
.303
.150
.
.021
.024
.088
.024
.615
.378
.482
.519
.526
.543
.604
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.334
.788
-.606
.931(*)
1
.996(**)
-.758
1.0 (**)
-.542
.729
-.652
-.623
-.617
-.525
-.364
.583
.113
.278
.021
.
.000
.137
.000
.345
.162
.233
.262
.268
.363
.547
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.401
.765
-.605
.926(*)
.996(**)
1
-.702
.995(**)
-.567
.714
-.660
-.637
-.631
-.535
-.365
.503
.132
.280
.024
.000
.
.186
.000
.318
.175
.226
.248
.254
.353
.546
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.314
-.632
.640
-.821
-.758
-.702
1
-.755
.134
-.531
.328
.265
.259
.288
.318
Sig. (2tailed) N CN
NT
D
ID
RM
LAMDA
BB
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-
.607
.253
.245
.088
.137
.186
.
.140
.830
.357
.590
.667
.674
.638
.602
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.338
.794
-.594
.925(*)
1.0(**)
.995(**)
-.755
1
-.546
.733
-.656
-.627
-.620
-.525
-.359
.578
.109
.291
.024
.000
.000
.140
.
.341
.158
.229
.258
.264
.364
.553
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.813
-.813
.436
-.307
-.542
-.567
.134
-.546
1
-.887(*)
.976(**)
.989(**)
.990(**)
.948(*)
.777
.094
.094
.463
.615
.345
.318
.830
.341
.
.045
.005
.001
.001
.014
.122
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
.506
.988(**)
-.514
.512
.729
.714
-.531
.733
-.887(*)
1
5 .966(**)
-.944(*)
-.942(*)
-.895(*)
-.742
.384
.002
.376
.378
.162
.175
.357
.158
.045
.
.007
.016
.016
.040
.151
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.694
-.920(*)
.488
-.419
-.652
-.660
.328
-.656
.976(**)
5 .966(**)
1
.997(**)
.997(**)
.950(*)
.781
.193
.027
.405
.482
.233
.226
.590
.229
.005
.007
.
.000
.000
.013
.119
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.741
-.889(*)
.472
-.388
-.623
-.637
.265
-.627
.989(**)
-.944(*)
.997(**)
1
1.000(**)
.952(*)
.781
.152
.044
.422
.519
.262
.248
.667
.258
.001
.016
.000
.
.000
.012
.119
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.743
-.886(*)
.472
-.382
-.617
-.631
.259
-.620
.990(**)
-.942(*)
.997(**)
5 1.000(* *)
1
.954(*)
.784
.151
.045
.422
.526
.268
.254
.674
.264
.001
.016
.000
.000
.
.012
.116
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.621
-.823
.642
-.367
-.525
-.535
.288
-.525
.948(*)
-.895(*)
.950(*)
.952(*)
.954(*)
1
.933(*)
.263
.087
.243
.543
.363
.353
.638
.364
.014
.040
.013
.012
.012
.
.020
tailed) N WL
Pearson Correlation Sig. (2tailed) N
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
-.378
-.664
.771
-.316
-.364
-.365
.318
-.359
.777
-.742
.781
.781
.784
.933(*)
1
.530
.221
.127
.604
.547
.546
.602
.553
.122
.151
.119
.119
.116
.020
.
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
5
** korelasi signifikan pada P= 0.01 * korelasi signifikan pada P= 0.05
Lampiran 23. Deskripsi lima varietas biji sorgum uji (Somantri, 2004) UPCA SI
Gadam Human
Badik
Mandau
Hegari Genjah
Daerah asal tetua
Filipina
-
-
IRRI Filipina
Nebraska Amerika
Hasil rata-rata
3.5 ton/ ha
3-4 ton/ha
3-3.5 ton/ ha
4-5 ton/ ha
Serikat
Umur panen
90 hari
70-80 hari
80-85 hari
91 hari
3-4 ton/ ha
Sifat tanaman
tidak beranak
beranak dan
tidak beranak
beranak dan
81 hari
bercabang
tidak beranak
bercabang Warna sekam
hitam
hitam
hitam
cokelat kehitaman
hitam
Warna biji
putih
putih
putih kapur
cokelat muda
putih kapur
Bobot 1000 butir biji
22 gram
24.5 gram
28.1 gram
25-30 gram
26.7 gram
Jumlah biji per malai
2500 butir
1500 butir
1100 butir
2900 butir
1150 butir
Sifat biji
mudah dirontok dan
mudah dirontok dan
mudah dirontok dan
mudah dirontok dan
mudah dirontok dan
disosoh
disosoh
disosoh
disosoh
disosoh
Kerebahan
tahan
tahan
tahan
tahan
agak mudah rebah
Rasa nasi
enak
enak
enak
sedang
enak
Kadar protein
9.25 %
9.33 %
9.25 %
12 %
9.44 %
Kadar lemak
3.6 %
4.2 %
4.0 %
3%
4.9 %
Kadar karbohidrat
25.4 %
26.0 %
26.1 %
76 %
24.3 %