KINERJA USAHATANI PADI DAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI DI SENTRA PRODUKSI PADI KABUPATEN KUBU RAYA Performance of Rice Farming and Farmer’s Welfare Indicators in Rice Production Center of Kubu Raya Regency Rusli Burhansyah dan Melia P. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat Jl.Budi Utomo No.45 Siantan Hulu. Pontianak
ABSTRACT Agricultural sector, especially food crops (rice) in West Kalimantan economic structure is still the mainstay of farmer income source, although the agricultural sectoral role has been declining. Along with that the income level and welfare of farmer’s also tends to decline. Data and information regarding indikators of rural economic development that are directly and using related to the welfare of farmers are important to be investigated. The research objective is to analyze performance of rice farming and identify and analyze indikators of economic well-being of farmers. The method used is a survey at the household level using a structured questionnaire in two villages of Kubu Raya having agroecosystem of swam land, that is the village of Sungai Itik and Juruju Besar. The results shows that rice farming in Sungai Itik is economically feasible to developed, but in Jeruju Barat it is not yet feasible. Due to its subsistence nature, from three indikators chosen to evaluate welfare of farmers, that is level of income, household expenditure, and farmer terms of trade, the research concluded that rice farmers in the research location were still deprived to improve the welfare of rice farmers, agricultural utilization and rural industrialization need to be accelerated. . Key words: farmers' welfare, income, expenditure, farmers terms of trade ABSTRAK Sektor pertanian terutama tanaman pangan (padi) dalam struktur perekonomian Kalimantan Barat masih merupakan sumber andalan pendapatan petani, meskipun diikuti oleh kecenderungan penurunan peranan pertanian secara sektoral. Seiring dengan hal tersebut, maka tingkat kesejahteraan dan pendapatan petani pun cenderung menurun. Data dan informasi mengenai indikator-indikator pembangunan ekonomi perdesaan yang berkaitan langsung dengan kesejahteraan petani menjadi penting untuk diteliti/dikaji. Tujuan makalah adalah menganalisa kinerja usahatani padi dan mengidentifikasi dan menganalisis indikator kesejahteraan ekonomipetani. Metode pendekatan yang digunakan adalah survai di tingkat rumah tangga dengan memakai kuesioner terstruktur di dua desa Kabupaten Kubu Raya yang memiliki agroekosistem lahan rawa yaitu di Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar. Dari hasil analisis diketahui usahatani padi di desa Sungai Itik layak untuk dikembangkan, sedangan di desa Jeruju Besar usahatani padi belum layak, karena usahataninya hanya memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Dari ketiga indikator kesejahteraan petani, yakni tingkat pendapatan, pengeluaran rumah tangga dan nilai tukar petani yang dianalisis disimpulkan bahwa petani padi di daerah penelitian belum sejahtera secara ekonomi. Kata kunci: kesejahteraan petani, pendapatan, pengeluaran, nilai tukar petani
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
PENDAHULUAN
Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kalimantan Barat. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada triwulan I/2009 sebesar 28,00 persen yang diikuti oleh sektor perdagangan-hotel-restoran 23,8 persen dan sektor industri pengolahan 17,86 persen (BPS, 2009). Padi merupakan komoditas unggulan provinsi Kalimantan Barat. Produksi padi sebesar 1.251.574 ton GKG berdasarkan Angka Ramalan (Aram) I tahun 2009. Produksi ini mengalami penurunan 2,76 persen dibandingkan dengan Angka Sementara (Asem) tahun 2008 yang sebesar 1.287.150 GKG. Penurunan tersebut diperkirakan adanya penurunan luas panen, dari luas panen 412.158 ha menjadi 397.924 ha. Sedangkan produktivitas diperikirakan mengalami kenaikan sebesar 0,7 persen dari 3,12 ton/ha menjadi 3,14 ton/ha (BPS, 2009). Banyak indikator ekonomi yang berkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat/petani telah meningkat, tetapi ada pula yang menurun. Dinamika tingkat kesejahteraan ekonomi di Kalimantan Barat, diindikasikan terus menurun sejak 10 tahun yang lalu. Indikator penurunan tersebut terlihat sepert pada kinerja indeks pembangunan manusia (IPM-tanpa seutuhnya), tingkat pendapatan, daya beli dan nilai tukar petani (NTP). Pada bulan Februari 2009, kinerja NTP Kalimantan Barat mencapai 98,20 sebagai peringkat 21 secara nasional (posisi 1, 2 dan 3 adalah Maluku, DI Yogjakarta, dan Lampung dengan nilai NTP 109,46, 105,42, dan 105,29 (BPS Kalimantan Barat, 2009). Disisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Kalimantan Barat pada tahun 2002 mencapai Rp 472.843/kap/tahun, kemudian naik menjadi Rp 570.397/kap/ tahun atau naik sekitar 20,6 persen/(3,4%/tahun). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalimantan Barat pada tahun 2006 sebesar 67,08 naik sekitar 1,3 persen menjai 67,53 pada tahun 2007 (BPS Kalimantan Barat, 2005). Kinerja tanaman padi Provinsi Kalimantan Barat (luas panen, produktivitas dan produksi) selama hampir 30 tahun (1969 s/d 2007) tumbuh positif. Luas panen dan produktivitas rata-rata pertumbuhannya 0,85 persen per tahun, sedangkan kinerja produksi rata-rata pertumbuhannya 0,72 persen. Dari data tersebut tampak bahwa kinerja tanaman padi belum optimal (Dinas Pertanian Provinsi Kalimantan Barat, 2007). Gambaran dinamika beberapa kinerja usahatani tanaman padi dan beberapa indikator kesejahteraan masyarakat ditingkat regional Provinsi Kalimantan Barat tersebut merupakan cerminan dari hasil kinerja usahatani padi ditingkat lokal 14 kabupaten/kota sampai ke daerah berbasis pertanian dan nonpertanian yang berjumlah 1.861 desa/kelurahan. Untuk menganalisis kinerja usahatani padi pada seluruh daerah yang beraneka ragam persoalan merupakan hal yang mustahil, sehingga perlu dibatasi pada ruang lingkup yang lebih sempit. Makalah ini dibatasi pada kinerja usahatani padi dan indikator kesejahteraan petani padi di dua desa Kabupaten Kubu Raya.
305
Rusli Burhansyah dan Melia P.
METODOLOGI Kerangka Pemikiran Sektor pertanian sampai saat ini kenyataannya masih mampu tumbuh positif sekalipun pada saat dilanda krisis ekonomi ketika sektor lainnya tumbuh negatif. Namun demikian, usaha pertanian di desa belum mampu mengangkat perekonomian ke tingkat yang lebih tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Banyak desa yang berbasis pertanian rakyat (tanaman pangan maupun perkebunan) masih jauh ketinggalan dalam perkembangan perekonomiannya dibandingkan dengan desa di perkotaan (Arifin, 2003). Pada era globalisasi ketimpangan pembangunan ini terus berlanjut. Terjadinya ketimpangan ini dipicu oleh perbedaan tingkat produktivitas yang cukup tajam, misalnya upah pekerja golongan lemah (miskin) tidak berketrampilan nilainya sangat rendah. Sementara itu, bagi pekerja profesional berketrampilan, nilainya cukup tinggi dengan kenaikan tingkat upah kerja sangat cepat (Soetrisno dan Faraz Umaya, 1995). Salah satu jalan untuk meningkatkan perekonomian di perdesaan adalah melalui inovasi teknologi khususnya teknologi pertanian. Perubahan sistem perekonomian perdesaan akibat inovasi teknologi juga akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem nilai, inovasi institusi, dan semuanya mengarah kepada perputaran ilmu pengetahuan (riset) ke tingkat yang lebih tinggi (Arifin, 2000). Pola dasar pembangunan Kalimantan Barat tertuang dalam visi dan misi pembangunan daerah tahun 2008-2028 adalah “Kalimantan Barat Bersatu dan Maju”, dimana yang menjadi tolok ukur keberhasilannya adalah tercapainya IPM sebesar 77,0 pada tahun 2013. Komponen IPM yang penting yakni aspek daya beli masyarakat disamping kualitas pembangunan aspek pendidikan dan kesehatan. Visi Pemda Kalimantan Barat 2013 yang kemudian menjadi tekad visi pengelolaan pemerintahan untuk kurun waktu 2008-2028 yang dijabarkan menjadi 9 misi pembangunan daerah, dimana salah satunya adalah terwujudnya perekonomian yang maju. Terwujudnya perekonomian yang maju melalui : (1) tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang diproyeksikan sekitar 5-9 persen, (2) terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan kompetensi daerah dan keunggulan kompetitif, (3) berkembangnya industri pengolahan yang berbasis hasil pertanian, perkebunan dan pertambangan. Informasi beberapa indikator ekonomi/pembangunan telah dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik seperti : data PDB/PDRB (produk domestik/regional bruto), penyerapan tenaga kerja, tingkat inflasi, struktur harga dan sebagainya. Indikator-indikator tersebut bersifat agregat dan makro, sehingga belum dapat menggambarkan pembangunan perdesaan yang spesifik lokasi dengan keanekaragaman agro-ekosistem dan basis komoditas pertanian unggulan utama. Oleh karena itu indikator pembangunan perdesaan masih diperlukan, misalnya tentang kinerja sistem usahatani padi dan indikator kesejahteraan petani padi.
306
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Indikator-indikator ini bersifat dinamis dan sangat beragam menurut aspek aksesibilitas, aspek kewilayahan, dan aspek agroekosistem. Untuk dapat mengetahui kinerja sistem usahatani padi dan hasil-hasil pembangunan ekonomi perdesaan diperlukan kegiatan untuk menghimpun dan menganalisis data/ informasi ekonomi yang menunjukan arah pembangunan kesejahteraan pada satuan rumah tangga IRT petani padi.
Pemilihan Lokasi dan Prosedur Penelitian Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran wilayah dari Kabupaten Pontianak yang terbentuk melalui Undang-undang No.35 tahun 2007. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kubu Raya berada di pesisir laut yang memiliki agroekosistem lahan rawa pasang surut. Kecamatan Kakap telah ditetapkan sebagai Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) pada tahun 2005 oleh pemerintah provinsi Kalimantan Barat. Kawasan KUAT KAKAP BANGKIT yang terletak sekitar 20 km dari Kota Pontianak ditetapkan sebagai sentra produksi padi untuk buffer stok kota Pontianak. Komoditas padi merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Kubu Raya dengan rincian luas panen mencapai 40.32 ha (19,3 persen dari total Kalimantan Barat), produksi 132.410 ton ha (21,6% dari total Kalimantan Barat), dan produktivtas 34,14 ku/ha dibandingkan produktivtas provinsi mencapai 30,54 ku/ha (BPS, 2008). Potensi alamiah yang besar maka kebijakan pengembangan perekonomian daerah Kabupaten Kubu Raya diarahkan pada upaya pemanfaatan kekayaan alam sebagai daya tarik daerah (comparative advantage) serta peningkatan kemampuan dalam mengembangkan potensi alam menjadi komoditas yang berdaya saing (competitive advantage). Kombinasi antara kedua keunggulan tersebut dapat dijadikan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan otonomi daerah maupun keunggulan dalam menghadapi era globalisasi perdagangan bebas. Kabupaten Kubu Raya ditetapkan sebagai lokasi penelitian karena merupakan sentra produksi (yang ditanam di agroekosistem lahan rawa), langkah selanjutnya adalah memilih kecamatan, kemudian desa dengan mempertimbangkan aspek aspek tingkat aksesibilitas (akses baik, Non Remote Area/NRA), dan kurang baik (Remote Area/RA) sehingga terpilih Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, sebagai lokasi contoh yang masing-masing mewakili NRA dan RA. Di setiap desa lokasi contoh selanjutnya ditentukan dan dipilih dua atau lebih blok dusun/ kampung sentra padi sebagai tempat tinggal petani responden. Contoh responden dipilih dengan cara penarikan contoh berlapis dengan menggunakan pemilihan lahan sebagai stratifikasi: petani lahan luas (diatas 1 ha), petani lahan sedang (0,5 – 1 ha), dan petani lahan sempit (dibawah 0,5 ha). Di setiap strata pemilikan lahan dipilih lima orang petani responden, sehingga secara keseluruhan (dua desa) terpilih 30 orang petani yang kemudian diagregasi untuk menggambarkan keragaman rumah tangga petani perdesaan di tingkat kabupaten.
307
Rusli Burhansyah dan Melia P.
Data yang dikumpulkan dalam kajian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung kajian ini dikumpulkan dari kantor BPS, dinas terkait, instansi tingkat kecamatan dan desa. Sedangkan data primer, dikumpulkan melalui wawancara kepada responden (petani, pedagang, pemilik kios, atau kelompok tani). Data primer yang dikumpulkan adalah peubahpeubah yang tercakup dalam Indikator Produksi dan Indikator Kesejahteraan, yaitu sebagai berikut : (1) data input-output usahatani komoditas padi di lokasi contoh, (2) data pendapatan seluruh anggota keluarga yang diterima selama satu tahun terakhir yang bersumber dari seluruh kegiatan sub-sektor ekonomi (data diambil dalam kurun waktu musim kering 2007 dan musim hujan 2007/2008), (3) data produksi dan penerimaan dari setiap cabang usahatani, (4) data pengeluaran/ konsumsi rumah tangga, (5) data harga sarana produksi dan hasil produksi yang berlaku di lokasi contoh, (6) data harga barang konsumsi utama dan strategis yang berlaku di pusat desa atau sekitar lokasi contoh, (7) data harga upah tenaga kerja pertanian dan nonpertanian yang berlaku di lokasi desa contoh. Data sekunder mencakup delapan indikator, yaitu (a) tingkat pendapatan masyarakat (PDRB), (b) kontribusi sektor pertanian terhadap sektor perekonomian, (c) aspek ketenagakerjaan/penyerapan tenaga kerja, (d) Nilai Tukar Petani, (e) aspek kecukupan/ ketahanan pangan (produksi komoditas tanaman pangan/perkebunan/ternak strategis), (f) penggunaan/pemilikan (luas) lahan, (g) harga saprodi dan produksi hasil pertanian, dan (h) harga barang konsumsi strategis. Semua jenis data primer tersebut dikumpulkan melalui kuesioner,yaitu kuesioner Modul A (upah dan harga), kuesioner Modul B (input-output usahatani, struktur pendapatan dan pengeluaran), dan kuesioner Modul C [(Focus Group Discussion-terhadap informan kunci pejabat lembaga dinas terkait, lembaga pemasaran, penggilingan padi, aparat desa, tokoh masyarakat, kelompok tani, dll)]. Kuesioner modul A yang mencatat data poin (5) sampai (7) dilakukan secara berkala dua mingguan oleh petugas khusus yang menetap di lokasi contoh dan diberikan pelatihan oleh tim peneliti. Analisis data dilakukan secara deskriptif (tabulasi grafis) dengan membangun/mengidentifikasi peubah-peubah indikator ekonomi spesifik yang biasa dipakai untuk menjawab tujuan dan keterkaitan antar tujuan penelitian. Data input-output usahatani diolah dengan analisis finansial untuk melihat profitabilitas usahatani, efisiensi usahatani, struktut biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja berdasarkan sumber tenaga kerja luar keluarga dan jenis kelamin, nilai imbalannya terhadap tenaga keluarga serta menganalisis tingkat teknologi usahatani yang sedang dilakukan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara tabulasi, untuk melihat jumlah dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta sumbangan masing-masing sumber pendapatan keluarga terhadap total pendapatan. Sedikitnya ada lima aspek yang dapat menunjukkan indikator (penciri atau penanda) kesejahteraan petani, (Sudana et al., 2008) yaitu : (1) perkembangan struktur pendapatan, (2) perkembangan pengeluaran untuk pangan, (3) perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP), (4) perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5) daya beli rumah tangga petani. Namun demikian, makalah ini hanya melakukan analisis untuk tiga indikator, yang pertama
308
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
yakni perkembangan struktur pendapatan, perkembangan pengeluaran untuk pangan, dan perkembangan Nilai Tukar Petani.
Perkembangan Struktur Pendapatan Pendapatan rumah tangga petani padi di lokasi perdesaan Kabupaten Kubu Raya yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, diperoleh dari banyak sumber, yang dikelompokkan ke dalam tiga sumber, yaitu:(1) pendapatan yang berasal dari kegiatan usahatani (on-farm), (2) pendapatan dari kegiatan pertanian di luar usahatani (off-farm), dan (3) pendapatan dari kegiatan di luar pertanian (non-farm). Pendapatan on-farm mencakup hasil dari usahatani tanaman padi, palawija, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pendapatan off-farm meliputi hasil dari buruh tani dan menyewakan lahan/ternak/alat mesin pertanian. Sedangkan pendapatan non-farm berasal dari kegiatan perdagangan, industri, jasa upah karyawan, dan subsidi/bantuan/kiriman dari pihak dalam dan luar keluarga, termasuk dari pemerintah. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapat ditentukan sebagai berikut :
TPSP PPSP x100% .....................................................................(1) TP Keterangan: PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%) TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th) TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)
Perkembangan Pengeluaran untuk Pangan Pangsa pengeluaran pangan dapat dipakai salah satu indikator keberhasilan ekonomi perdesaan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Demikian sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (nonpangan), mengindikasikan telah terjadi pengeseran posisi petani dari subsisten ke komersial. Artinya kebutuhan primer telah terpenuhi, kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan lain misal pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluraran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut :
PE PEP x100% TE
...........................................................................(2)
keterangan PEP = Pangsa pengeluaran untuk pangan (%)
309
Rusli Burhansyah dan Melia P.
PE TE
= Pengeluaran untuk pangan (Rp/th) = Total pengeluaran rumah tangga petani (Rp/th)
Perkembangan Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani didefinisikan sebagai rasio antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indikator relatif tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relatif semakin sejahtera tingkat kehidupan petani (BPS Kalimantan Barat, 2008). Nilai Tukar Petani merupakan ukuran kemampuan daya tukar barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi. Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan kondisi ini akan meningkatkan gariah petani dalam berproduksi. Konsep Nilai Tukar Petani ada lima konsep (Rachmat et al., 1999), yaitu (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, dan (5) Nilai Tukar Petani. Dalam analisis kinerja indikator kesejahteraan petani padi disini akan menggunakan konsep Nilai Tukar Petani (NTP).
NTP HT/ HBaiPT bxPBx …………………………………….(3) i / Keterangan : HT HB Pti PBx ai bx
= harga yang diterima petani = harga yang dibayar petani = harga komoditas i yang diproduksi petani = harga produk yang dibeli petani = pembobot komoditas i = pembobot produk x
Untuk menggambarkan dinamika nilai tukar petani antar waktu, harga yang diterima dan harga yang dibayar petani diukur dalam nilai Indeks sebagai berikut :
IN T P
=
IH T IH B
..............................................................................(4)
dimana: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani IHT = Indeks harga yang diterima petani IHB = Indeks harga yang dibayar petani
Sementara indeks harga yang diterima (IHT) dan yang dibayar petani (IHB) dihitung dengan menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut :
310
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya m
P ni
åP
i=r (n-1)i m
ln=
P oi (n-1)Q
åPoiQoi
..............................................................................................(5)
i=l
Keterangan:
ln Pni P(n-1)i Pni/P(n-1)i Poi Qoi m
= Indeks harga bulan ke n (IT atau IB) = Harga bulan ke n untuk jenis produk i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i = Harga relative bulan ke n untuk jenis produk i = Harga produk tahun dasar untuk jenis produk i = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis prodk i = Banyaknya jenis produk
IHT adalah harga yang diterma petani padi (IHT) adalah harga produksi padi GKP. Indeks harga yang dibayar petani (IHB) merupakan indeks harga tertimbang dari harga-harga IHBp dan IHBk. IHBp merupakan indeks faktor produksi yang dibayar petani meliputi benih padi, pupuk kimia, dan tenaga kerja (upah traktor dan upah buruh pertanian). Faktor non produksi (IHBk) merupakan indeks harga barang konsumen strategis yang dibayar petani meliputi beras, gula, pasir, telur/daging ayam, minyak sayur, minyak tanah). Dengan demikian NTP merupakan ukuran kemampuan daya tukar pendapatan (total on farm, of farm , non farm) yang dihasilkan keluarga terhadap faktor produksi (input usaha pertanian) dan pengeluaran konsumsi rumah tangga petani responden. µ = np σ = √ npq z = x- µ σ
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisitik Anggota Rumah Tangga Petani Rata-rata umur suami/KK atau istri di desa contoh adalah relatif sama, termasuk usia produktif yaitu dibawah 50 tahun. Tingkat pendidikan suami/KK atau istri relatif sama, yaitu tamat SD. Dibandingkan dengan tingkat pendidikan suami/KK atau istri, tingkat pendidikan anak baik anak laki-laki atau anak perempuan relatif lebih tinggi, yaitu sedang duduk di bangku SLTP. Artinya, suami/KK sedang membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah, dan umur anak-anaknya khususnya anak pertama telah berusia diatas 15 tahun (Tabel 1).
311
Rusli Burhansyah dan Melia P.
Tabel 1.Karakteristik Anggota Rumah Tangga Petani Contoh di Kubu Raya 2007 Kubu Raya Variabel
Sungai Itik
Jeruju Besar
RA
NRA
1. Umur KK (thn)
48
48
2. Pendididkan KK (thn)
7
6
3. Umur istri (thn)
45
42
4. Pendididkan istri (thn)
5
4
5. Pendididkan anak laki2 (thn)
8
7
6. Pendidikan anak wanita (thn)
10
7
7. Anggota RT produktif
3
4
8. Anggota RT non produktif
1
1
Sumber : data primer
Rata-rata jumlah anggota keluarga per keluarga adalah 4 jiwa terdiri dari bapak, ibu dan dua orang anak. Berdasarkan jumlah anggota keluarga yang masuk usia produktif (diatas 15 tahun dan dibawah 65 tahun) rata-rata 3 orang per keluarga. Artinya anak pertamanya berumur lebih dari 15 orang, sedangkan anak kedua berumur kurang dari 15 tahun, bahkan mungkin ada yang belum sekolah. Hal ini ditunjukkan oleh rata-rata jumlah anggota keluarga yang masuk usia non produktif hanya satu orang. Walaupun rata-rata jumlah anggota keluarga yang termasuk usia produktif sebanyak 3 orang, tenaga yang tersedia secara penuh untuk kegiatan usahataninya hanya dua orang yaitu suami/KK dan istri. Sedangkan satu orang lagi adalah anaknya yang sedang sekolah, sehingga tidak bisa secara penuh membantu bekerja di usahatani.
Pekerjaan Kepala Keluarga Petani Pekerjaan utama KK di desa Sungai Itik 100 persen adalah dari subsektor pertanian, tetapi di desa Jeruju Besar ada 13 persen jumlah KK pekerjaan utamanya bukan dari subsektor pertanian. Walaupun pekerjaan utama adalah di subsektor pertanian, sebagian KK juga bekerja sebagai buruh pertanian atau bekerja diluar sektor pertanian. Rata-rata jumlah KK yang bekerja sebagai buruh pertanian adalah 26 persen dari seluruh contoh responden. Untuk menambah penghasilan keluarga, KK bekerja selain sebagai petani dan buruh pertanian, sebagian juga bekerja di subsektor nonpertanian, diantaranya sebagai buruh atau kuli bangunan, jasa angkutan misalnya ojeg, perdagangan dan jasa lainnya. Ratarata jumlah KK yang bekerja di subsektor nonpertanian adalah 18 persen dari seluruh contoh responden.
312
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Tabel 2. Pekerjaan Utama dan Sampingan KK Petani di Kabupaten Kubu Raya , 2007 Kubu Raya (%) Jenis 1. Pertanian 2. Buruh Pertanian 3. Nonpertanian
Sungai Itik RA
Jeruju Besar NRA
100 26 27
87 13 20
Sumber : data primer
Penguasaan Lahan Pertanian Rata-rata penguasaan lahan pertanian petani contoh di desa contoh Kabupaten Kubu Raya adalah 0,84 ha/KK, sama dengan penguasaan lahan basah secara umum di Provinsi Kalimantan Barat per KK yang kurang dari satu hektar. Karena lahan yang diusahakan oleh setiap KK petani itu relatif sempit, maka tidak ditemukan lahan yang digarapkan kepada orang lain. Artinya dengan luasan lahan pertanian yang dikuasai oleh setiap KK saat ini, tenaga kerja keluarga saja mampu mengusahakan lahan tersebut ditambah bantuan tenaga alsintan (traktor) yang dapat disewa dari pengusaha (Tabel 3) Tabel 3. Penguasahaan Lahan Pertanian Petani Contoh di Kabupaten Kubu Raya, 2007 Pontianak (ha) Jenis
1. Digarap sendiri 2. Digarap orang lain
Sungai Itik
Jeruju Besar
RA
NRA
0,87
0,82
-
-
Sumber : data primer
Usahatani Padi Padi ditanam dua kali setahun, yakni musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan varietas yang digunakan masih varietas lokal dengan umur panen 4 – 5 bulan. Waktu tanam biasanya bulan September s/d Oktober panen pada bulan Pebruari s/d Maret. Padi ditanam musim kemarau pada bulan April s/d Mei dan dipanen dari bulan Juli s/d Agustus. Varietas yang digunakan pada musim kemarau sudah unggul (varietas Ciherang). Sebenarnya varietas Ciherang merupakan varietas untuk padi lahan pasang surut. Penggunaan sarana produksi benih sudah menggunakan benih berlabel, tetapi pupuk belum memenuhi dosis anjuran terutama pupuk SP36 yang seharusnya 100 kg/ha. Penggunaan tenaga kerja sudah optimal, tetapi ada perbedaan penggunaan tenaga kerja antar musim hujan dan kemarau pada persiapan tanam dan penyiangan. Pada musim hujan penggunaan tenaga kerja
313
Rusli Burhansyah dan Melia P.
untuk kedua kegiatan tersebut cukup banyak. Dari hasil perhitungan usahatani padi skala 1 ha, menunjukkan bahwa pada musim kemarau keuntungan petani lebih baik dari musim hujan (Tabel 4). Tabel 4. Analisis Usahatani Padi Skala 1 ha di Desa Sungai Itik, Kab. Kubu Raya, 2008 Musim Hujan 2007/2008 Uraian
Kuantitas
Harga Satuan (Rp)
Nilai (Rp)
Musim Kemarau 2008 Kuantitas
Harga Satuan
Nilai (Rp)
A
Sarana produksi
1
Benih
50
4,000
200,000
75
2,500
187,500
2
Pupuk Urea
150
1,300
195,000
150
1,300
195,000
3
Pupuk SP-36
50
2,600
130,000
50
2,600
130,000
25
3,600
90,000
25
3,600
90,000
42
25,000
1,050,000
30
25,000
750,000
4
Pupuk KCL
B
Tenaga Kerja (HOK)
1
Persiapan tanam
2
Pengolahan tanah
3
Tanam
42
25,000
1,050,000
42
25,000
1,050,000
4
Pemupukan
7
25,000
175,000
7
25,000
175,000
5 6
Penyiangan Pengendalian hama & penyakit
60
25,000
1,500,000
50
25,000
1,250,000
8
25,000
200,000
8
25,000
200,000
7
Panen
40
15,000
600,000
40
15,000
600,000
8
Angkut
20
25,000
500,000
20
25,000
500,000
C
Total Biaya
D
Penerimaan
E
Keuntungan
F R/C Analisis Data Primer, 2008
-
5,690,000 3000
2,000
6,000,000 310,000 1.05
5,127,500 3000
2,200
6,600,000 1,472,500 1.29
Kalau analisis dilakukan berdasarkan waktu setahun, usahatani padi memberi penerimaan Rp 12.600.000 dengan biaya sarana produksi Rp 1.217.000, tenaga kerja Rp 9.600.000, maka keuntungan Rp 1.782.5000. Salah satu keberhasilan produksi usahatani di suatu wilayah ditentukan dari kualitas benih yang digunakan. Desa Jeruju Besar merupakan desa berbasis perkebunan kelapa. Tanaman padi diusahakan pada musim hujan (tanam 1 kali setahun) pada lahan-lahan kosong diantara kelapa. Varietas padi yang ditanam pada musim hujan masih lokal yang berumur 4-5 bulan. Dari Tabel 5 terlihat penggunaan jenis pupuk belum mengikuti anjuran dari pemerintah. Pupuk SP-36 tidak digunakan sehingga produktivitasnya rendah (1 ton/ha).
314
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Tabel 5. Analisis Usahatani Padi di Desa Jeruju Besar, Kab.Kubu Raya, 2008 (per ha)
Kegiatan
A 1 2 3 4
Sarana produksi Benih Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL
1 2 3 4 5 6 7 8
Tenaga Kerja (HOK) Persiapan tanam Pengolahan tanah Tanam Pemupukan Penyiangan Pengendalian hama & penyakit Panen Angkut
B
C
Total Biaya
D
Penerimaan
E
Keuntungan
F
R/C
Musim Hujan 2007/2008 Harga Kuantitas Satuan Nilai (Rp) (Rp) 30 100
5,000 1,300
150,000 130,000
50
3,600
180,000
5 20 20 1 10 6 30 25
25,000 20,000 20,000 25,000 20,000 20,000 20,000 20,000
125,000 400,000 400,000 25,000 200,000 120,000 600,000 500,000 2,830,000
1000
2,500
2,500,000 (330,000) 0.88
Di lokasi ini, usahatani padi memberi penrimaan Rp 2.500.000, sementara biaya produksinya Rp 2.830.000. Penggunaan tenaga kerja untuk tanaman padi di desa Jeruju Besar sebesar 111 (terdiri atas biaya tenaga kerja) Rp 2.245.000. Kegiatan yang banyak membutuhkan tenaga kerja antara lain : pengolahan tanah, panen dan pengangkutan hasil panen.
Indikator Kesejahteraan Dalam kajian ini kinerja indikator kesejahteraan (ekonomi) petani akan digambarkan melalui tiga aspek yang bisa menunjukkan penciri atau penanda kesejahteraan petani, yaitu: (1) struktur pendapatan rumah tangga (on farm, offfarm, dan non-farm), (2) struktur pengeluaran rumah tangga, dan (3) perkembangan nilai tukar petani (NTP).
Indikator Pendapatan Rumah Tangga Produktivitas padi di Desa Sungai Itik lebih tinggi dari pada produktivitas padi di desa Jeruju Besar (Tabel 5). Hal ini masuk akal, karena Desa Sungai Itik memiliki aksesibilitas ekonomi lebih baik dibanding dengan Desa Jeruju Besar. Apalagi pada saat penelitian dilakukan ada petani yang sangat intensif yang
315
Rusli Burhansyah dan Melia P.
dilakukan Badan Litbang dengan Dinas Pertanian Kabupaten Kubu Raya dan lembaga pemerintah terkait lainnya program/kegiatan Prima Tani yang ditangani oleh Badan Penelitian dan Pengembangan yang didalamnya ada kegiatan pembinaan pertanian. Sumber-sumber pendapatan RT petani di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Dari sisi pendapatan relatif antar sumber selama tahun 2007 -2008 nampak bahwa pendapatan dari usahatani padi tadah hujan di desa Sungai Itik lebih baik dari Desa Jeruju Besar. Secara agregat usahatani padi merupakan penyumbang pendapatan rumah tangga dalam sektor pertanian terbesar setelah dari perkebunan yang mencapai Rp 4 juta/tahun pada tahun 2007 dan Rp 6,5 juta pada tahun 2008 (Tabel 6). Sektor pertanian masih tetap menjadi tulang punggung sumber pendapatan rumah tangga di lokasi contoh Kabupaten Kubu Raya, sekitar 70,47 persen pada tahun 2007. Namun tahun 2008 terjadi penurunan menjadi 58,49 persen dari total seluruh sumber pendapatan keluarga, yaitu masing-masing Rp 16,23 juta/tahun (2007) dan Rp 16,14 juta (2008). Penurunan ini disebabkan karena serangan hama dan intrusi air laut. Tabel 6. Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Berdasarkan Sumber di Dua Desa Kabupaten Kubu Raya, 2007-2008 No
Sumber Pendapatan
Sungai Itik 2007 2008 (Rp000) (Rp000)
Jeruju Besar 2007 2008 (Rp000) (Rp000)
Agregat 2008 (Rp000)
2007 (Rp000)
(%)
(%)
A
On Farm
1
Padi/Palawija
2
Hortikultura
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Perkebunan
6.607
6.846
10.461
12.263
8.534
37,04
9.555
34,61
4
Ternak/Ikan
72
72
6.200
20
3.136
13,61
46
0,17
B
Off Farm
1.111
2.856
2.483
6.725
1.797
7,80
4.791
17,35
1
Buruh pertanian
811
1.216
1.150
2.926
981
4,26
2.071
7,50
2
Menyewakan asset
300
1.640
1.333
3.799
817
3,54
2.720
9,85
C
Non Farm
4.144
4.144
5.869
9.194
5.007
21,73
6.669
24,16
1
Perdagangan
1.250
1.250
1.376
1.930
1.313
5,70
1.590
5,76
2
Usaha angkutan
-
-
-
-
-
-
-
-
3
Jasa
45
45
155
709
100
0,43
377
1,37
4
Usaha industri
930
930
1.831
2.385
1.381
5,99
1.658
6,00
5
Buruh non pertanian
6
Kiriman/bantuan
7
10.749
14.583
21.726
17.707
16.238
70,47
16.145
58,49
4.070
7.665
5.065
5.424
4.568
19,82
6.545
23,71
814
814
950
1.504
882
3,83
1.159
4,20
1.175
1.175
884
1.438
1.030
4,47
1.307
4,73
80
80
673
1.227
377
1,63
654
2,37
27.605
100
Lainnya Total Pendapatan
16.004
Sumber: Data primer (2007,2008)
316
30.078
23.041
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Namun, tingkat pendapatan petani padi di desa Sungai Itik ternyata masih dibawah upah minimum regional (UMR) Kalimantan Barat sebesar Rp 558.080/ bulan (2007) dan Rp 600.300/bulan (2008). Pendapatan rata-rata petani padi di desa Sungai Itik dengan rata-rata anggota keluarga produktif 4 orang sekitar Rp 333.417/orang/bulan (2007) dan Rp 449.646/orang/bulan (2008). Pendapatan petani padi di desa Jeruju Besar lebih tinggi dari UMR. Pendapatan petani sekitar Rp 626.625/orang/bulan (2007) dan Rp 700.542/orang/bulan . Secara umum pendapatan petani tahun 2008 terjadi peningkatan dibandingkan tahun 2007. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pendapatan keluarga petani padi di desa contoh belum baik, sehingga tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Kubu Raya dapat dikatakan belum baik. Artinya daerah perdesaan Kabupaten Kubu Raya masih memerlukan upaya perbaikan pendapatan dan kesejahteraan petani. Untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga pertanian di perdesaan, kebijakan pemerintah yang dapat ditempuh adalah: (i) meningkatkan kualitas sumber daya manusia, (ii) mengembangkan infrastruktur di perdesaan, (iii) meningkatkan aksesibilitas modal bagi petani, dan (iv) mengembangkan industri perdesaan/agro-industri. Kebijakan-kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan (tidak hanya nominal, tetapi juga riil) rumah tangga pertanian di perdesaan (Erna dan Supena, 2007). Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani Perkembangan struktur pengeluaran rumah tangga petani padi di Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar mulai dari tahun 2007 sampai tahun 2008 ditampilkan pada Tabel 7. Secara agregat presentase pengeluaran untuk pangan dari tahun 2007 sampai 2008 berkisar 62,00 persen sampai 64,61 persen lebih besar dari pengeluaran nonpangan. Kinerja pengeluaran pangan antara desa di lokasi kajian masih lebih besar dari pengeluaran nonpangan. Kondisi dapat dimengerti, karena masyarakat di kedua desa tersebut masih menghadapi masalah dalam kebutuhan primer (pangan). Jenis pengeluaran rumah tangga responden di kedua desa lumbung padi ini cukup beragam. Ilustrasi tersebut menggambarkan bahwa pengeluaran terbesar ditujukkan untuk kebutuhan pangan pokok beras (Tabel 9). Seperti halnya dengan daerah perdesaan lain di Indonesia, dimana bagian pengeluaran untuk konsumsi beras cukup besar. Begitu juga di kedua lokasi kajian. Karena beras masih merupakan konsumsi pokok rumah tangga petani, maka berimplikasi terhadap pengeluaran untuk komoditas tersebut mencapai 23,72 sampai 32,25 persen dari total pengeluaran pangan. Tabel 7 memperlihatkan adanya peningkatan pangsa pengeluaran rumah tangga dari 2 tahun terakhir (2007-2008). Peningkatan pengeluaran nonpangan di desa Sungai Itik terbesar dari kesehatan (59,64%), pendidikan (51,37%) dan transportasi (34,55%). Di desa Jeruju Besar peningkatan pengeluaran pada listrik, air dan telpon (81,50%), pakaian (39,23%) dan kesehatan (22,84%). Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi lauk pauk mendapat porsi yang cukup layak di kedua lokasi kajian berkisar 5,05 sampai 22,43 persen. Hal ini menginsyaratkan bahwa dalam pengeluaran konsumsi
317
Rusli Burhansyah dan Melia P.
pangan petani padi di perdesaan Kubu Raya mulai memperhatikan gizi keluarganya secara lebih baik, meskipun kurang konsisten dengan masih besarnya pengeluaran untuk rokok, khususnya di Desa Jeruju Besar. Pengeluaran untuk bahan minuman seperti gula, kopi, teh mencapai 7,59 sampai 14,52 persen. Tabel 7.
Struktur Pengeluaran Rumah Tangga Petani Berdasarkan Sumber di Kabupaten Kubu Raya, 2007-2008 Sungai Itik Jenis Pengeluaran
Jeruju Besar
Agregat
2007 Rp(000)
2008 Rp(000)
2007 Rp(000)
2008 Rp(000)
2007 Rp(000)
(%)
2008 Rp(000)
(%)
Pangan
9.495
10.044
8.472
7.237
8.984
62,0
8.641
64,61
1
Beras
2.252
2.689
2.493
2.334
2.373
16,4
2.512
18,78
2
Non Beras
941
1.144
480
170
711
4,9
657
4,91
3
Lauk-pauk
2.045
2.022
428
1.623
1.237
8,5
1.823
13,63
4
Sayuran dan buah
432
50
752
322
592
4,1
186
1,39
5
Minuman
904
762
1.218
1.051
1.061
7,3
907
6,78
6
Rokok
1.469
1.586
1.508
472
1.489
10,3
1.029
7,69
7
Minyak goreng
528
564
718
543
623
4,3
554
4,14
8
Bumbu
309
267
398
538
354
2,4
403
3,01
9
Lainnya
A
B
Nonpangan
615
960
477
184
546
3,8
572
4,28
6.243
4.500
4.755
4.967
5.499
38,0
4.734
35,39
576
564
591
823
584
4,0
694
5,19
1
Pakaian
2
Pendidikan
1.454
358
443
313
949
6,5
336
2,51
3
Kesehatan
153
570
516
302
335
2,3
436
3,26
4
Listrik, air, telepon
691
496
516
448
604
4,2
472
3,53
5
Bahan bakar masak
523
581
295
1.026
409
2,8
804
6,01
6
Sabun mandi dan kosmetik
505
116
487
424
496
3,4
270
2,02
7
Rehab rumah
20
398
24
80
22
0,2
239
1,79
8
Kegiatan sosial
478
27
422
243
450
3,1
135
1,01
9
Bantu keluarga
266
-
196
-
231
1,6
-
0,00
1.292
846
1.114
1.068
1.203
8,3
957
7,16
166
103
85
132
126
0,9
118
0,88
53
388
46
72
50
0,3
230
1,72
10
Transportasi
11
Pajak
12
Rekreasi
13
Iuran lainnya Total Pengeluaran
Sumber:Data primer (2007,2008)
318
66
53
20
36
43
0,3
45
15.738
14.544
13.227
12.204
14.483
100
13.374
0,33 100
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Pengeluaran pangan dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan pangan. Ketahanan pangan mempunyai hubungan negatif dengan pangsa pengeluaran yaitu semakin besar pangsa pengeluaran rumah tangga, maka semakin rendah ketahanan pangan rumah tangga yang bersangkutan (Pakpahan et al., 1993). Dari uraian di atas disimpulkan, bahwa karena kinerja indikator proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petani di kedua desa yang dikaji cukup baik, maka tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Kubu Raya juga bertambah baik. Tabel 8. Pangsa Pengeluaran Pangan Rumah Tangga Petani di Perdesaan Kubu Raya, 2007-2008. Sungai Itik Jenis Pengeluaran
2007
Jeruju Besar 2008
2007
2008
Rp(000)
Proporsi (%)
Rp(000)
Proporsi (%)
Rp(000)
Proporsi (%)
Rp(000)
Proporsi (%)
A
Pangan
9.495
100,00
10.044
100,00
8.472
100,00
7.237
100
1
Beras
2.252
23,72
2.689
26,77
2.493
29,43
2.334
32,25
2
Non Beras
941
9,91
1.144
11,39
480
5,67
170
2,35
3
Lauk-pauk
2.045
21,54
2.022
20,13
428
5,05
1.623
22,43
4
Sayuran dan buah
432
4,55
50
0,50
752
8,88
322
4,45
5
Minuman
904
9,52
762
7,59
1.218
14,38
1.051
14,52
6
Rokok
1.469
15,47
1.586
15,79
1.508
17,80
472
6,52
7
Minyak goreng
528
5,56
564
5,62
718
8,47
543
7,50
8
Bumbu
309
3,25
267
2,66
398
4,70
538
7,43
615
6,48
960
9,56
477
5,63
184
2,54
9 Lainnya Sumber:Data primer (2007-2008).
Peningkatan pembangunan ekonomi dibidang pertanian terbukti memberi dampak positif terhadap pendapatan rumah tangga, sehingga berpengaruh positif terhadap proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga melalui peningkatan pengeluaran konsumsi nonpangan.
Nilai Tukar Petani Tabel 9 menunjukkan bahwa indeks INTP di Desa Sungai Itik lebih tinggi dari desa Jeruju Besar. Begitu juga rataan indeks INTP selama kurun waktu 2008 adalah terbukti cukup baik, yaitu mencapai 106,79, meskipun berfluktuatif selama setahun diatas 100 persen kecuali di bulan Desember 2008. Sedangkan di desa Jeruju Besar, INTP berfluktatif, pada minggu ke 4 Januari dan minggu I Pebruai INTP dibawah 100. Selanjutnya relatif stabil sampai Juni minggu ke 2. Sampai bulan Desember 2008 hanya bulan September minggu ke 4 INTP diatas 100.
319
Rusli Burhansyah dan Melia P.
Tabel 9. Nilai Tukar Petani Padi di Dua Desa Lokasi Penelitian Kabupaten Kubu Raya 2008. Desa Sungai Itik
Desa Jeruju Besar
IHBTK
IHBBenih
IHBPupuk
IHTProd
IHTKon
IHBTK
IHBBenih
INTP
IHBPupuk
IHTProd
IHTKon
INTP
Jan-II
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Jan-IV
100.00
100.00
100.00
100.24
100.25
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.19
100.00
100.00
100.00
100.00
101.84
99.63
Feb-II
100.00
100.00
100.00
102.45
Feb-IV
100.00
100.00
100.00
101.22
100.25
102.40
100.00
100.00
100.00
100.00
100.82
99.84
98.13
101.60
91.60
100.00
100.00
100.15
102.66
103.06
Mar-II
100.00
100.00
100.00
Mar-IV
100.00
100.00
100.00
103.79
101.53
103.48
91.60
100.00
100.00
98.09
101.74
101.14
102.57
100.59
102.45
91.60
100.00
100.00
95.88
101.74
Apr-II
96.11
100.00
98.86
80.77
105.02
107.38
109.31
91.60
100.00
91.07
97.06
98.87
102.57
Apr-IV
98.89
Mei-II
98.89
100.00
80.77
105.75
105.51
109.24
91.60
100.00
91.07
97.06
98.87
102.57
100.00
80.77
104.28
97.03
109.64
91.60
100.00
91.07
105.00
105.74
Mei-IV
109.37
98.89
100.00
80.77
105.02
98.30
110.12
91.60
100.88
92.86
105.29
110.04
108.11
Jun-II
98.89
100.00
81.54
105.51
97.37
110.67
91.60
100.88
92.86
105.29
109.94
108.13
Jun-IV
98.89
100.00
80.77
105.88
98.39
111.00
114.71
100.88
92.86
105.29
109.94
98.76
Jul-II
98.89
100.00
81.54
101.84
98.90
106.48
114.71
100.88
92.86
105.29
109.94
98.76
Jul-IV
98.89
100.00
80.77
110.16
98.81
115.38
114.71
100.88
92.86
104.41
107.38
98.40
Agu-II
98.89
100.00
80.77
111.14
101.19
115.83
114.71
100.88
92.86
97.65
93.55
94.49
Agu-IV
98.89
100.00
80.77
110.40
101.10
115.09
131.93
100.88
92.86
97.65
90.37
89.10
Sep-II
98.89
100.00
80.77
112.85
103.10
117.15
131.93
100.88
92.86
97.65
90.37
89.10
Sep-IV
98.89
100.00
80.77
111.14
104.50
115.04
131.93
100.88
92.86
113.97
108.81
100.61
Okt-II
123.11
100.00
82.31
111.14
104.83
104.19
131.93
100.88
92.86
99.12
92.83
90.04
Okt-IV
123.11
100.00
81.54
113.59
102.37
107.13
131.93
100.88
92.86
97.94
91.80
89.13
Nov-II
123.11
100.00
81.54
114.32
104.50
107.39
131.93
100.88
92.86
98.24
90.27
89.65
Nov-IV
123.11
100.00
139.23
114.32
102.12
97.28
131.93
100.88
92.86
100.44
92.11
91.36
Des-II
123.11
100.00
140.77
114.08
107.55
95.94
131.93
100.88
92.86
108.53
92.11
98.72
Des-IV 123.11 100.00 Rata105.11 100.00 rata Sumber:Data Primer (2008)
140.77
114.32
108.57
95.98
131.93
100.88
92.86
108.53
91.09
98.90
93.21
107.54
101.76
106.79
111.62
100.55
94.42
101.61
99.70
98.35
Periode
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kinerja teknologi produksi usahatani utama padi di dua desa Sungai Itik dan Jeruju Besar masih belum optimal. Hal ini terjadi karena belum optimalnya penggunaan dosis pupuk SP 36, KCl dan benih berlabel ditingkat petani masih rendah, kendala serangan hama dan penyakit, tanam yang tidak serempak (pola tanam), serta sarana irigasi yang tidak berfungsi dengan baik. 2. Sektor pertanian masih merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan total rumah petani di kedua lokasi perdesaan, Kabupaten Kubu Raya. Sumbangan sektor pertanian berkisar 58,49 persen - 72,2 persen dari total
320
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
pendapatan rumah tangga tani. Produksi padi MH 2007/2008 mencapai 3,0 ton/ha dan MK 2008 antara 1-3 ton/ha. Pendapatan total rumah tangga petani mencapai Rp 16 juta sampai Rp 30 juta per tahun; yang memberikan pendapatan antara Rp 338.917/orang/bulan sampai dengan Rp 700.592/ orang/bulan. Sekitar 0,09 – 0,40 persen dari tingkat upah minimum regional tahun 2007 yakni Rp 560.000/bulan dan tahun 2008 yakni Rp 645.000/bulan. 3. Berdasarkan kinerja indikator pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petani di kedua desa lokasi kajian belum baik, dimana proporsi pengeluaran pangan masih mencapai 59,30 - 69,06 persen dari nilai total pengeluaran rumah tangga. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan petani padi di perdesaan kabupaten Kubu Raya kurang baik. 4. Indeks Nilai Tukar Petani masyarakat desa Sungai Jeruju Besar mencapai 89,13 sampai 117,15, maka tingkat kesejahteraan petani padi di kedua lokasi kajian relatif kurang baik/rendah. Saran Kebijakan 1.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pupuk dapat ditempuh dengan melalui; (a) Gapoktan bekerja sama dengan kios sarana produksi dalam pengadaan pupuk bersubsidi (b) kelembagan petani (GAPOKTAN) membentuk kios sarana produksi, (c) penggunaan pupuk alternatif antara lain; pupuk kandang, pupuk hijau, dsb. Kelangkaan benih unggul padi dapat ditempuh melalui; (c) Gapoktan bekerja sama dengan penangkar benih kabupaten/kecamatan dalam pengadaan benih unggul.
2.
Untuk meningkatkan pendapatan petani padi, maka kesempatan kerja di luar usahatani perlu diciptakan melalui peningkatan industri di perdesaan yg berbasis sumber daya lokal yakni ketersediaan sumber daya lahan, manusia, tanaman dan hewan serta memperbaiki akses petani terhadap sumbersumber pembiayaan untuk investasi, serta memperbaiki prasarana dan sarana pertanian dan perdesaan.
3.
Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, program akselerasi revitalisasi pertanian perlu dipertegas dan diarahkan, terutama ke perbaikan struktur pemilikan luas lahan (reforma agraria) dan pentingnya pemerataan pembagian keuntungan bagi pelaku agribisnis pertanian berdasarkan profesi dan proporsional sesuai dengan korbanan waktu. Nilai/daya tukar petani perlu ditingkatkan dari yang dicapai sekarang, melalui terobosan kebijakan Pemerintah dengan menjamin harga hasil-hasil pertanian (yang diterima petani) lebih cepat, minimal sejalan dengan percepatan kenaikan harga-harga barang lain (yang dibayar atau diperlukan petani). DAFTAR PUSTAKA
Arifin, B. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 14 November 2003. Bogor
321
Rusli Burhansyah dan Melia P.
Arifin, Bustanul. 2000. Pembangunan Pertanian: Paradigma, Kinerja dan Opsi Kebijakan. Pustaka Indef. Jakarta Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. 2008. Kalimantan Barat dalam Angka 2008. BPS Kalimantan Barat.Pontianak. Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. 2008. Perkembangan Nilai Tukar Petani, Harga Produsen Gabah dan Upah Buruh. BPS Kalimantan Barat.Pontianak Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Padi dan Jagung. Angka Sementara Tahun 2008 dan Angka Ramalan I Tahun 2009. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Kalimantan Barat. No.18/04/61/Th.XII. 1 April 2009. Irawan, B et al. 2007. Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Perdesaan. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertnain. Bogor. Irawan,B. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Dalam Edi Basuno.dkk (penyunting).Aspek Kelembagaan dan Aplikasi Dalam Pembangunan Pertanian. Monograph Series No. 25. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Kadariah. Kartina, dan C.Cray.1978. Pengantar Evaluasi Proyek. Program Perencanaan Nasional. (LPEM.UI). Jakarta. Mulyana. B. S. 1987. Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi. Dalam Hendra Esmara (penyunting). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. Kumpulan Esei Untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Nurmanaf, A.R. 2005. Peningkatan Pendapatan Masyarakat Perdesaan dalam Hubungannya dengan Distribusi Antar Rumah Tangga. Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian. SOCA Vol.5.No.3. November 2005. Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Bali. p.253-260. Pakpahan, A. Dan E. Pasandaran. 1990. Keamanan Pangan : Tantangan dan Peluangnya. Prisma3. Jakarta. Pakpahan, Agus, H.P.Saliem dan S.H. Suhartini. 1993. Penelitian Tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan Rendah. Monograph Series No.14. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditi Pertanian Pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Pranadji, T., Ilham, N., Basuki, R., Hadi, U.P., Sugiarto, Hendiarto, Winarso, B., Harnyoto, D. Dan Setiawan, I. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Di Indonesia : Perilaku, Dampak Perubahan Harga-Harga dan Relevansi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Disertasi Ilmu Ekonomi Pertanian. IPB Bogor. Sadikin, I dan K.Subagyono. 2008. Kinerja Beberapa Indikator Kesejahteraan Petani Padi Di Perdesaan Kabupaten Karawang 2008. Prosiding Seminar Nasional “Dinamika Pembangunan Pertanian dan Perdesaan: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani 2009. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
322
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya
Simatupang. P. 1991. The Conception of Domestic Resource Cost and Net Economic Benefit for Comaparative Advantage Analysis Agribusiness Divission Working Paper No.2/91, Center for Agro-Sosioeconomic Research. Bogor. Simatupang. P. 1992. Pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar barter sektor pertanian. Jurnal Agroekonomi Vol 11 (1) : 37-50. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Simatupang. P. 2005. Prima Tani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Paper disampaikan pada Seminar Nasional BPTP NTT. 13-15 Juni.2005. Ende. Simatupang. P. dan Isdijoso. 1992. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap nilai tukar sektor pertanian : landasan teoritis dan bukti empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XL (1):33-48. Simatupang. P. 2002. Pedoman Manajemen Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta. Soetrisno. L. dan Faraz Umaya. 1995. Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan dan Kemiskinan. Penerbit kerja sama P3PK. Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta. Sudana W., MH. Togatorop, I.S. Anugrah dan Maesti M. 2007. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Perdesaan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Sudaryanto, T dan P.Simatupang. 1993. Arah Pengembangan Agribisnis:Suatu Catatan Kerangka Analisis dalam Prosiding Perpektif Pengembangan Agribisnis di Indonesia. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Sumodinigrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial. Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Penerbit Buku KOMPAS. Supriyati, M.Rachmat, K.Suci, T.Nurasa, R.E.Manurung dan R.Sajuti. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat :Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Zulaha, Aida R. 1997. Efisiensi Finansial Ekonomi dan Pengaruh Kebijakan Pemerintah pada penggunaan Teh Hijau di Jawa Barat dengan Pendekatan Policy Analysis Matrix. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institur Pertanian Bogor. Bogor.
323