ANALISIS GENDER DAN KESETERAAN GENDER PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN PADI LADANG DI KABUPATEN KARAWANG
NURJAMAN
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Gender dan Kesetaraan Gender pada Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Nurjaman NIM H34090044
ABSTRAK NURJAMAN. Analisis Gender dan Kesetaraan Gender pada Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang. Dibimbing oleh SITI JAHROH Penelitian ini bertujuan untuk (1) menganalisis pembagian kerja antara lakilaki dan perempuan, peranan perempuan, dan indeks kesetaraan dan keadilan gender (IKKG), (2) menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang, (3) menganalisis hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. Penelitian ini dilakukan bulan April 2013 dengan 120 responden petani yang berlokasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Metode yang digunakan adalah analisis deskriptif, tabulasi silang, IKKG dan uji Spearman. Penelitian ini menunjukkan bahwa pembagian kerja dalam kegiatan usahatani untuk padi sawah masih didominasi oleh laki-laki sedangkan untuk padi ladang pembagian kerjanya seimbang. Selain itu, peranan perempuan dalam padi sawah dan padi ladang pada tahapan kegiatan penanaman, penyiangan dan penyulaman memiliki peranan yang sama karena ketiga tahapan kegiatan tersebut masih tergolong kegiatan ringan. IKKG menjelaskan tingkat pendidikan responden, jumlah tenaga kerja yang digunakan dan pola pengambilan keputusan dalam usahatani. Hasil uji Spearman untuk karakteristik individu padi sawah berhubungan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, tingkat kontrol lakilaki, manfaat laki-laki. Karakteristik individu padi ladang berhubungan signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, tingkat kontrol laki-laki dan perempuan, manfaat perempuan. Namun, karakteristik rumah tangga padi sawah dan padi ladang tidak berhubungan dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Kata Kunci: perempuan dan laki-laki, analisis deskriptif, IKKG, uji Spearman, bias gender
ABSTRACT NURJAMAN. Gender Analysis and Gender Equality in Irrigated Rice Farming and Rainfed Rice Farming in the District Karawang. Supervised by SITI JAHROH This study aims (1) to analyze the division of labor between men and women, the role of women and gender inequality and equivalent index (IKKG), (2) to analyze the relationship between individual characteristics and the level of access, control, participation and benefits of irrigated and rainfed rice farming, (3) to analyze the relationship between the household characteristics and the level of access, control, participation and benefits of irrigated and rainfed rice farming. This research was conducted in April 2013 with one hundred twenty respondents of farmers located in Karawang, West Java. The methods used are descriptive analysis, crosstab, IKKG and Spearman test. This research showed that labor division of irrigated rice farming was dominated by men; however, labor division of rainfed rice farming was equal. All women conducted planting, weeding and
replanting activities both irrigated and rainfed rice farming. IKKG explains the level of respondent educations, total labor and the decision-making in rice farming. The Spearman test showed that the individual characteristics were correlated significantly with the access level of men and women, control level of women and benefits of men in the case irrigated rice farming. In terms of rainfed rice farming, individual characteristics were correlated significantly with the access level of men and women, control level of men and women and benefits of women. However, the household characteristics were not correlated significantly with the level of access, control, participation and benefits in both irrigated and rainfed rice farming. Key words: women and men, descriptive analysis, IKKG, Spearman test, gender bias
ANALISIS GENDER DAN KESETERAAN GENDER PADA USAHATANI PADI SAWAH DAN PADI LADANG DI KABUPATEN KARAWANG
NURJAMAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Analisis Gender dan Keseteraan Gender pada Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang : Nurjaman Nama : H34090044 NIM
Disetujui oleh
. Pembimbing
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
0 4 SEP 2013 ·
Judul Skripsi : Analisis Gender dan Keseteraan Gender pada Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang Nama : Nurjaman NIM : H34090044
Disetujui oleh
Siti Jahroh, PhD Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah gender usahatani, dengan judul Analisis Gender dan Kesetaraan Gender pada Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang. Terima kasih penulis ucapkan kepada Siti Jahroh, PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing dalam proses penelitian ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Ir. Zainal M dari Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Karawang dan Ir Kadarisman selaku Badan Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kelautan, Ibu Encih beserta staf Badan Pelaksana Penyuluh Pertanian Perikanan dan Kelautan, serta Bapak Husen beserta staf penyuluh pertanian, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Nurjaman
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Penelitian Gender di Indonesia Tinjauan Empiris Penelitian Gender KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Pengertian Rumah Tangga Pertanian Gender dan Kesetaraan Gender Peranan Gender Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender Analisis Gender Teknik Penelitian Gender Pembagian Pekerjaan dalam Rumah Tangga Petani Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga Akses dan Kontrol terhadap Sumber Daya Manfaat Kerangka Pemikiran Operasional Hipotesis Penelitian Definisi Operasional METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Penelitian Data Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Kuantitatif Analisis Korelasi KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Pertanian Kabupaten Karawang Gambara Umum Usahatani Padi Usahatani Padi Sawah
viii x xi xi 1 1 3 6 6 6 7 7 8 10 10 10 10 11 12 13 14 14 15 16 17 19 19 21 21 21 21 22 22 22 23 24 25 26 26
Usahatani Padi Ladang HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Usia Tingkat Pendidikan Tingkat Pengalaman Bertani Motivasi Usaha Karakteristik Rumah Tangga Luas Lahan yang Digarap Status Kepemilikan Lahan Status Ekonomi Rumah Tangga Akses Kontrol Partisipasi dan Manfaat dari Pelaksanaan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Akses Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Kontrol Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Partisipasi Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Manfaat Petani padi Laki-laki dan Petani Perempuan Pembagian Kerja antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kegiatan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Peranan Perempuan dalam Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender Analisis Gender dalam Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keseteraan dan Keadilan Gender Padi Sawah Hubungan antara Karakteristik Individu dengan Keseteraan dan Keadilan Gender Padi Ladang Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga dengan Keseteraan dan Keadilan Gender Padi Sawah Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga dengan Keseteraan dan Keadilan Gender Padi Ladang Keberhasilan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
28 30 30 30 31 32 33 34 34 35 36 36 36 38 40 41 42 45 48 53 53 57 60 62 64 65 65 66 67 69 76
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6
Data luas lahan sawah dan ladang hasil metode cluster Mata pencaharian penduduk Kabupaten Karawang Penggunaan lahan di Kabupaten Karawang tahun 2012 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman bertani padi sawah dan padi ladang 7 Jumlah dan persentase responden menurut kombinasi motivasi usaha padi sawah dan padi ladang 8 Jumlah dan persentase responden menurut status ekonomi rumah tangga padi sawah dan padi ladang 9 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 10 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 15 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat menikmati manfaat terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 16 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat menikmati manfaat terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 17 Pembagian kerja usahatani padi sawah pada musim tanam pertama di Desa Tegalsari dan Desa Pagadungan tahun 2013 18 Pembagian kerja usahatani padi ladang pada musim pertama di Desa Mulyasejati dan Desa Tamanmekar tahun 2013 19 Pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan kegiatan produksi usahatani padi 20 Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan responden rumah tangga petani pada berbagai tahap pekerjaan 21 Besarnya IKKG tingkat pendidikan responden 22 Besarnya IKKG jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan responden pada berbagai jenis pekerjaan 23 Besarnya IKKG proses pengambilan keputusan dalam berbagai kegiatan usahatani 24 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat akses dan kontrol padi sawah tahun 2013 25 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat akses dan kontrol padi ladang tahun 2013 26 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat
22 25 26 31 30 33 33 36 37 38 38 39 40 40 41 41 43 44 48 49 51 52 52 54 57
akses dan kontrol padi sawah tahun 2013 27 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses dan kontrol padi ladang tahun 2013
61 63
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Kerangka pemikiran operasional Persentase tingkat pendidikan responden Persentase luas lahan rumah tangga petani padi sawah tahun 2013 Persentase luas lahan rumah tangga petani padi ladang tahun 2013 Persentase status kepemilikan lahan tahun 2013
18 32 34 34 35
DAFTAR LAMPIRAN 1 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi sawah tahun 2013 2 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi ladang tahun 2013 3 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi sawah tahun 2013 4 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi ladang tahun 2013 5 Perbandingan peranan wanita dalam tahapan usahatani rumah tangga padi sawah dan padi ladang tahun 2013 6 Hasil uji Spearman antara karakteristik individu padi sawah dengan keseteraan dan keadilan gender 7 Hasil uji Spearman antara karakteristik individu padi sawah dengan keseteraan dan keadilan gender 8 Hasil uji Spearman antara karakteristik individu padi ladang dengan keseteraan dan keadilan gender 9 Hasil uji Spearman antara karakteristik individu padi ladang dengan keseteraan dan keadilan gender 10 Hasil uji Spearman antara karakteristik rumah tangga padi sawah dengan keseteraan dan keadilan gender 11 Hasil uji Spearman antara karakteristik rumah tangga padi sawah dengan keseteraan dan keadilan gender 12 Hasil uji Spearman antara karakteristik rumah tangga padi ladang dengan keseteraan dan keadilan gender 13 Hasil uji Spearman antara karakteristik rumah tangga padi ladang dengan keseteraan dan keadilan gender 14 Gambar keadaan pesawahan padi di wilayah responden
69 69 70 70 71 71 72 72 73 73 74 74 75 75
69669169
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam perjalanan sejarah pembangunan pertanian di Indonesia, sumber daya manusia (SDM) laki-laki dan perempuan dinyatakan sebagai sumber daya insani pembangunan yang partisipasinya sangat diharapkan untuk mewujudkan kesejahteraan rumah tangga pertanian di pedesaan. Namun demikian, sejarah juga mencatat bahwa kebijakan pembangunan pertanian yang selama ini dinyatakan bersifat netral, tetapi dalam implementasinya sering terjadi ketimpangan gender yang selanjutnya mengarah kepada ketidakadilan gender. Ketimpangan gender mengacu pada keadaan di mana salah satu pihak antara laki-laki dan perempuan lebih baik kondisinya dibandingkan pihak lainnya. Ketidakadilan gender mengacu kepada situasi di mana salah satu pihak gender telah dirugikan. Sebagai contoh ialah kondisi tingkat pendidikan kepala rumah tangga yang berusaha di bidang pertanian rata-rata pendidikan mereka masih rendah, tetapi persentase tingkat pendidikan perempuan yang rendah lebih besar dibandingkan dengan laki-laki. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan para petani di daerah pedesaan. Perempuan jarang sekali dilibatkan dalam program pembangunan pertanian yang mengarah kepada pengurangan kemiskinan, perluasan kesempatan sosial, dan memberikan sumbangan kepada kinerja ekonomi. Selain itu, kondisi kehidupan petani di pedesaan mempunyai beberapa permasalahan seperti tingkat pendidikan rendah, tingkat keterampilan masih terbatas, tingkat pendapatan rendah, dan adanya sikap mental yang kurang mendukung dan masalah-masalah lainnya. Permasalahan tersebut meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat petani pedesaan yang satu sama lain saling terkait. Permasalahan kondisi di daerah pedesaan melibatkan partisipasi perempuan dalam pembangunan pertanian mutlak sangat diperlukan, karena sebagai modal dasar pembangunan. “Untuk mensejajarkan tenaga kerja perempuan dalam konsep-konsep kerja bukan semata-mata masalah mengejar kepentingan dari segi ekonomis atau peningkatan pendapatan, akan tetapi untuk bertujuan untuk meningkatkan partisipasi atau peranan perempuan dalam masyarakat” (Listiani 2002). Perempuan pada dasarnya dalam rumah tangga sering sekali berperan ganda. Hal itu dicerminkan oleh perannya sebagai ibu rumah tangga, yang melakukan pekerjaan rumah tangga, mengurus dan membimbing anak, mengurus suami, serta pekerjaan produktif yang tidak langsung mendapatkan pendapatan karena pekerjaan tersebut memungkinkan anggota keluarga lainnya untuk mendapatkan penghasilan secara langsung. Peranan kedua adalah sebagai pencari nafkah pokok atau tambahan untuk kebutuhan rumah tangga keluarga. Peranan ganda tersebut berlaku juga terhadap rumah tangga pada pelaksanaan usahatani padi. Untuk pengelolaan usahatani padi, tidak hanya laki-laki saja yang terlibat di dalamnya, tetapi semua anggota keluarga juga ikut berperan, baik istri maupun anak-anaknya. Perempuan di samping bekerja sebagai ibu rumah tangga juga harus bekerja sebagai tenaga kerja pada usahataninya. Fenomena perempuan bekerja telah menjadi hal yang menarik untuk dikaji, lebih-lebih perempuan yang tinggal di pedesaan. Keterlibatan perempuan bekerja sebagian besar disebabkan
2
karena tuntutan ekonomi seperti status ekonomi rumah tangga petani dan luas lahan yang digarap oleh rumah tangga petani sehingga menyebabkan penghasilan rumah tangga petani yang tidak sesuai dengan kebutuhan sehari-hari. Kondisi perekonomian keluarga yang lemah dan serba kekurangan memaksa perempuan ikut bekerja membantu suaminya dalam rangka mendapatkan penghasilan. “Mengingat mayoritas mata pencaharian penduduk desa adalah bertani maka kebanyakan perempuan yang ikut bekerja membantu suaminya pada akhirnya bekerja pula di bidang pertanian” (Komariyah 2003:1). Pelaksanaan usahatani padi yang melibatkan berbagai aktivitas dari persiapan lahan sampai dengan kegiatan pasca panen sangat berpotensi terjadinya bias gender. Pada berbagai kegiatan usahatani mungkin mengharuskan perempuan diberikan kesempatan khusus untuk menjamin kesamaan akses terhadap manfaat. Karena sebagian orang memiliki kesempatan yang lebih baik untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Maka harus mempertimbangkan berbagai hambatan yang ada agar mereka dapat berpartisipasi secara bersamaan. Mosse (2003) menyatakan bahwa memang saat ini masih terjadi diskriminasi terhadap fungsi perempuan dalam mengembangkan pertanian. Perempuan dianggap lemah dan kurang kompeten untuk bekerja di lapangan sehingga pada akhirnya standar upah yang diberikan pun jauh lebih kecil dibawah petani laki-laki padahal jam kerja dan fungsinya tidak jauh berbeda. Keterlibatan perempuan dalam usahatani padi dapat dipengaruhi oleh isu-isu gender dalam usahatani padi yakni nilai budaya setempat dan ketidakadilan dalam memperoleh informasi. Nilai-nilai budaya patriarki yang kuat pada masyarakat pedesaan membuat perempuan di pedesaan kurang berperan aktif dalam pelaksanaann usahatani. Budaya patriarki yang seluruh keputusannya diambil oleh pihak laki-laki (suami) dapat menghasilkan ketidakadilan dalam mendapatkan informasi terkait pelaksanaan usahatani padi. Sebagai contoh ketika tahapan pelaksanaan usahatani penanaman, penyiangan dan penyulaman yang biasa dikerjakan oleh perempuan. Akan tetapi, informasi yang terkait dalam ketiga tahapan tersebut malah diberikan kepada laki-laki (suami) dalam rumah tangga petani. Selain itu, keterlibatan perempuan juga dipengaruhi oleh pola pekerjaan laki-laki di luar usahatani. Laki-laki dalam rumah tangga lebih memilih bekerja di luar usahatani yakni sektor perdagangan dan industri karena penghasilan yang didapat lebih besar daripada di sektor pertanian. Hal ini membuat kesempatan atau peluang perempuan lebih besar untuk terlibat dalam pelaksanaan usahatani padi. “Memang pada kenyataannya, berdasarkan data lapangan usaha sebagian penduduk Karawang bekerja di sektor pertanian dan sektor perdagangan yang masing-masing menyerap pekerja sebanyak 29.19% dan 26.67%. Sektor lainnya juga relatif besar menyerap pekerja adalah sektor industri pengolahan 24.80%” (BPS 2009). Perbedaan gender berupa pemilahan sifat, peran, dan posisi dalam masyarakat tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketidakadilan. Namun pada kenyataannya perbedaan gender telah menciptakan berbagai ketidakadilan, bukan saja bagi kaum perempuan, tetapi juga bagi kaum laki-laki. Ketidakadilan gender dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi normatif atau kondisi yang diinginkan dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender salah satunya ialah marginalisasi. Subordinasi dapat diartikan sebagai peminggiran peran kaum
3
perempuan karena adanya anggapan perempuan adalah warga kelas dua. Perempuan dipinggirkan dari berbagai jenis kegiatan pertanian yang lebih memerlukan keterampilan yang biasanya lebih banyak dimiliki laki-laki. Selain itu, perkembangan teknologi telah menyebabkan apa yang semula dikerjakan secara manual oleh perempuan diambil alih oleh mesin seperti peran ani-ani dan sabit kini telah digantikan oleh mesin yang dikendalikan oleh laki-laki. Kenyataan ini diperkuat dengan pendapat Raharjo (1999) menyatakan bahwa perempuan tidak diberi kesempatan terhadap akses teknik-teknik pertanian modern, karena adanya semacam kepercayaan bahwa perempuan tidak dapat menangani mesinmesin modern. Hal ini ternyata berimplikasi jauh terhadap hal yang ditangani perempuan menjadi kurang canggih, kurang prestisius, dan juga menjadi kurang penting. Dari uraian isu-isu gender, isu terkait peranan laki-laki dan perempuan dalam usahatani padi menarik untuk dikaji lebih lanjut. Salah satu sentra usahatani padi yang mendapatkan program pengembangan pembangunan dalam pelaksanaan usahatani padi sawah maupun padi ladang ialah Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. (Deptan 2012). Kabupaten Karawang menjadi salah satu daerah pengembangan padi sawah dan padi ladang. Mata pencaharian utama penduduk di Kabupaten Karawang yaitu berusahatani padi. Menurut data yang peneliti dapatkan dari beberapa sumber terpercaya di lokasi penelitian, sebagian besar petani laki-laki bekerja pada komoditi padi, sedangkan perempuan sudah jarang yang membantu suami mereka pada pengelolaan komoditi pertanian secara langsung. Akan tetapi, peranan perempuan padi ladang lebih banyak terlibat dalam usahatani padi bila dibandingkan dengan peranan perempuan padi sawah.
Perumusan Masalah Semakin berkurangnya lahan pertanian di Kabupaten Karawang, terutama di daerah pinggiran perkotaan yang disebabkan oleh terjadinya konversi penggunaan lahan usahatani menjadi lahan di luar usahatani padi. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan pola kerja antara laki-laki ataupun perempuan terhadap usahatani padi maupun pekerjaan di luar usahatani yakni rumah tangga petani pemilik menjadi petani penggarap, sehingga akan menimbulkan tekanan ekonomi bagi rumah tangga petani. Petani laki-laki menggangap bahwa kegiatan usahatani padi sawah maupun padi ladang tidak menguntungkan lagi. Perubahan pola kerja dan konversi lahan terhadap laki-laki dan perempuan akan menimbulkan ketimpangan dan ketidakadilan gender dalam pelaksanaan kegiatan usahatani padi. Dalam pelaksanaan usahatani padi melibatkan beberapa aktivitas dari persiapan pengolahan lahan sampai dengan kegiatan pasca panen sangat berpotensi terjadinya bias gender. Pendekatan gender dalam pembangunan usahatani adalah pendekatan pembangunan yang mengintegrasikan kebijakan dan strategi program peningkatan peran perempuan ke dalam kebijakan dan strategi pembangunan di berbagai bidang dan sektor pertanian. Dengan demikian, “pembangunan pertanian yang didasarkan pada pendekatan gender diarahkan pada upaya mencegah terjadinya kesenjangan hak, kedudukan, kemampuan dan kesempatan berperan antara lain laki-laki dan perempuan serta menghindari
4
adanya upaya yang dapat merugikan pihak laki-laki dan perempuan” (Witjaksono 2002). Pada umumnya kegiatan fisik dalam usahatani produksi pertanian dibagi menurut garis gender, walaupun dalam berbagai kondisi terdapat keragaman yang berkaitan dengan norma-norma lokal. Misalnya Koentjaraningrat (1994) menyatakan bahwa “dikalangan masyarakat Jawa seorang suami adalah kepala keluarga, namun tidak berarti bahwa istri memiliki status lebih rendah karena ia bertanggung jawab kepada anak laki-laki. Berbeda dengan pengamatan etnis Sunda, sebagai masyarakat patrilineal dengan hierarki yang kuat”. Di daerah Bugis, ternyata terdapat norma yang cukup kuat bahwa perempuan sama sekali tidak diperbolehkan bekerja di sawah, kecuali mengawasi pada saat panen. Sedang di Sumatera Barat yang menganut budaya matrilineal di mana perempuan sebagai penguasa dan kepala atas keluarga, ternyata terdapat norma laki-laki sebagai kepala keluarga dan pengurus rumah tangga, sedang perempuan sebagai pelaksana. Kenyataannya secara fisik perempuan di daerah ini melakukan hampir semua kegiatan usahatani, bahkan banyak perempuan yang melakukan kegiatan mencangkul yang secara umum merupakan peran gender laki-laki. Berdasarkan lapangan usaha, pada tahun 2009 sebagian besar penduduk karawang bekerja di sektor pertanian dan sektor perdagangan yang masing-masing menyerap pekerja sebanyak 29.19% dan 26.67%. Sektor lainnya juga relatif besar menyerap pekerja adalah sektor industri pengolahan 19.80%, jasa-jasa 13.09% serta sektor bangunan yang menyerap sekitar 4.66% (BPS 2009). Pola usahatani masih merupakan kegiatan utama bagi masyarakat pedesaan di Kabupaten Karawang, akan tetapi sebagian besar petani yang terlibat dalam kegiatan masih dianggap sebagai produsen dari kegiatan usaha berskala kecil. Kegiatan pertanian melibatkan sebanyak 53.29% laki-laki dan 46.71% perempuan (BP4K 2012). Dibandingkan antar jenis kelamin, penduduk laki-laki mendominasi jenis pekerjaan di sektor pertanian dan sektor bangunan, peran perempuan relatif besar dibandingkan dengan penduduk laki-laki di sektor perdagangan, sedangkan di sektor industri peran laki-laki dan perempuan relatif seimbang. Data mengenai lapangan usaha tersebut menunjukkan bahwa perempuan memainkan peranan penting dalam proses produksi pertanian, baik dalam pertanian subsisten maupun komersil. Perempuan adalah pemain kunci dalam kelangsungan pembangunan ekonomi. Faktor perbedaan peran dan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan menyebabkan kurangnya pengetahuan perempuan dalam hal kegiatan produksi dan pemasaran karena tidak dilibatkan dalam aktivitas tersebut. Keterlibatan peran perempuan dalam usahatani terbatas pada kegiatan tanam dan panen serta pembagian kerja yang tidak teratur membuat pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang menjadi berkurang saat pelaksanaan usahatani. Pembagian kerja yang teratur akan berdampak terhadap pendapatan rumah tangga yang maksimum, perlu adanya pembagian peran dalam pekerjaan domestik dan pekerjaan di luar rumah dalam melakukan aktivitas ekonomi. Pembagian kerja antar anggota keluarga tidak saja ditentukan oleh investasi sumber insani dan produksi, tetapi juga oleh gender. Secara biologis, hakekat kaum perempuan tidak hanya berperan dalam fungsi reproduksi saja tetapi juga dalam produksi. Jika perempuan mempunyai keuntungan komparatif lebih besar dari laki-laki dalam pekerjaan rumah tangga dibandingkan dengan investasi serupa dalam
5
kapital sosial maka alokasi waktu digunakan untuk pekerjaan keluarga, sedangkan laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga. Jika substitusi waktu dalam keadaan sempurna, misalnya karena opportunity cost tidak sama dengan nol (positif) dan terdapat anggota lain yang mampu mengambil alih pekerjaan keluarga maka kaum perempuan berkontribusi secara langsung dalam pendapatan keluarga sebagai pencari nafkah (Sukarni 1999). Sajogyo (2003) menyatakan bahwa “perempuan pedesaan merupakan sumber daya manusia yang cukup nyata berpartisipasi, khususnya dalam memenuhi fungsi ekonomi keluarga dan rumah tangga bersama dengan laki-laki”. Perempuan di pedesaan sudah diketahui secara umum tidak hanya mengurusi rumah tangga sehari-hari saja, tetapi tenaga dan pikirannya juga terlibat dalam berbagai kegiatan usahatani dan non usahatani, baik yang sifatnya komersial maupun sosial. Akan tetapi, pada kenyataannya terjadi kesenjangan gender berupa perbedaan akses laki-laki dan perempuan dalam kegiatan usahatani padi sehingga hal tersebut berdampak pada lemahnya kontrol, manfaat, dan partisipasi perempuan dalam kegiatan usahatani secara keseluruhan. Selain itu, akses yang lebih baik terhadap sumber daya juga dapat memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berkontribusi dalam kegiatan ekonomi produktif maupun dalam pengambil keputusan dalam kegiatan usahatani padi. Hal ini disebabkan karena kondisi dan posisi yang kurang menguntungkan dibanding dengan laki-laki seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam mengakses dan mengontrol sumber daya. Hal yang menarik adalah ketika perempuan ikut serta dalam kegiatan usahatani guna meningkatkan produktifitas usahatani padi dalam rumah tangga. Analisis sosial yang memfokuskan perhatian pada relasi antara pria dan wanita dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat secara lebih luas, yaitu terkait peran dan fungsinya masing-masing. Dengan demikian nampak bahwa analisis seharusnya dilakukan secara seimbang terhadap kedua pihak tersebut. Dari analisis gender yang telah dilakukan beberapa peneliti nampak bahwa pembahasan lebih difokuskan pada perempuan saja. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa fenomena ketimpangan gender yang terjadi dalam rumah tangga dan masyarakat lebih banyak dialami kaum perempuan. Dalam penelitian ini, difokuskan untuk kedua pihak yaitu laki-laki dan perempuan secara seimbang dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pendapatan usahatani khususnya usahatani padi sawah. Atas dasar itu, maka perlu diadakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis gender dan kesetaraan gender pada usahatani padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan analisis gender dan kesetaraan gender yang dapat memperkecil ketimpangan gender sehingga memungkinkan peran perempuan untuk berpartisipasi dan diuntungkan oleh proses pembangunan pertanian. Rumusan masalah penelitian ini adalah analisis gender dan keseteraan gender pada usahatani padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Karawang karenanya secara rinci pertanyaan penelitian meliputi: 1. Sejauh mana pembagian kerja laki-laki dan perempuan, peranan perempuan, dan kesempatan perempuan pada pelaksanaan usahatani padi dalam indeks kesetaraan dan keadilan gender?
6
2. Bagaimana hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang? 3. Bagaimana hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang?
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan penelitian adalah: 1. Menganalisis pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan, peranan perempuan, dan kesempatan perempuan pada pelaksanaan usahatani dalam indeks kesetaraan dan keadilan gender. 2. Menganalisis hubungan antara karakteristik individu dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. 3. Menganalisis hubungan antara karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petani, kelompok tani, lembaga-lembaga terkait serta pembaca. Bagi kelompok tani maupun lembaga terkait, penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan serta menjadi bahan referensi dalam menganalisis gender dan kesetaraan gender dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. Kemudian bagi petani padi sawah dan padi ladang diharapkan dapat membantu menangani ketimpangan gender yang dihadapi serta dapat memberikan alternatif kesetaraan dan keadilan gender yang sesuai dengan kondisi petani. Kemudian bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu yang bermanfaat dan dapat digunakan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Dalam analisis gender dan kesetaraan gender usahatani padi terdapat kerangkan kerja analisis gender seperti profil kegiatan, profil akses, dan kontrol, analisis faktor-faktor kecenderungan, dan analisi daur program. Selain itu pembagian kerja meliputi kegiatan produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial kemasyarakatan. Namun dalam penelitian kali ini, analisis gender dan kesetaraan gender menggunakan kerangka kerja profil kegiatan dan profil akses dan kontrol dengan pembagian kerja hanya kegiatan produktif atau kegiatan usahatani padi.
7
TINJAUAN PUSTAKA
Studi mengenai analisis gender telah dilakukan sejak waktu yang lama, yakni sejak tahun 1980-an. Konsep gender biasanya melekat pada komoditi hortikultura seperti penelitian yang berjudul analisis gender dalam budidaya dan pengolahan hasil tanaman obat dan penelitian serta penelitian kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani bawang merah. Namun ada beberapa penelitian yang mengkaji analisis gender pada usahatani komoditi pangan yaitu padi. Dalam penelitian tersebut tidak ditemukan penjabaran secara mendalam mengenai analisis gender pada usahatani padi karena keterbatasan akses informasi.
Perkembangan Penelitian Gender di Indonesia Gender suatu keyakinan dan kontruksi sosial yang berkembang di dalam masyarakat melalui proses sosialisasi secara turun-temurun. Dalam perkembangannya konstruksi gender ini menghasilkan ketidakadilan gender yang dialami oleh perempuan. Penelitian gender awal nampak bahwa pembahasan lebih banyak difokuskan pada perempuan saja. Hal ini didasarkan pada alasan bahwa fenomena ketimpangan gender yang terjadi dalam rumah tangga dan masyarakat lebih banyak dialami oleh perempuan. Padahal secara teori analisis gender memfokuskan pada relasi antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan rumah tangga dan masyarakat secara luas. Relasi laki-laki dan perempuan yang dipayungi konstruksi sosial, nilai-nilai, dan adat istiadat secara faktual menghasilkan ketidakadilan. Meskipun kedudukan peranan laki-laki dan perempuan sama dalam hukum dan pemerintahan sudah dijamin dalam UndangUndang, namun dalam prakteknya masih mengalami hambatan. “Keberadaannya di dalam kehidupan keluarga perempuan tetap dianggap sebagai “menteri keuangan” sedang laki-laki sebagai “kepala rumah tangga” pengambil keputusan utama, dan wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga” (Harjanti 1991). Fokus penelitian gender akhir-akhir ini dilakukan secara seimbang, difokuskan untuk kedua belah pihak yaitu laki-laki dan perempuan secara seimbang dalam pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Peranan dan kedudukan yang masih timpang antara laki-laki dan perempuan ditanggapi oleh komitmen pemerintah yang semakin kuat untuk menjalankan upaya peningkatan status dan kedudukan perempuan dalam semua aspek kehidupan. Di samping arahan Garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1999 di dalam Undang-Undang No. 35/2000 tentang program pembangunan nasional, Pengarusutamaan gender ditujukan agar semua program pembangunan dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan kesempatan dan akses perempuan terhadap program pembangunan, dengan adanya kendali dan manfaat untuk perempuan. Peningkatan status dan kondisi perempuan dicantumkan sebagai isu lintas bidang pembangunan. Lebih lanjut pemerintah telah menerbitkan INPRES No. 9/200, tentang pengarusutamaan gender dalam pembangunan nasional yang merupakan salah satu upaya dalam rangka meningkatkan kondisi perempuan Indonesia.
8
Tinjauan Empiris Penelitian Gender Unggul (2005) melakukan penelitian tentang “Tingkat Kesetaraan Gender pada Usahatani Padi di Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peranan perempuan dalam melaksanaan usahatani, menentukan indeks kesetaraan gender tenaga kerja pada pelaksanaan usahatani dan mengetahui peran perempuan dalam memutuskan untuk melepaskan lahan pertanian dan mengganti pilihan di luar usahatani di Kecamatan Mlati. Hasil analisis pelaksanaan usahatani padi mulai tahapan pengolahan lahan hingga pemetikan hasil memungkinkan terserapnya tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Adanya kultur masyarakat menempatkan perempuan dengan perspektif tertentu mengakibatkan terjadinya bias gender. Keadaan ini menjadikan jenis pekerjaan tertentu hanya diperuntukkan untuk jenis kelamin tertentu atau sebagian porsi pekerjaan lebih baik untuk jenis kelamin tertentu. Pengolahan lahan pertanian didominasi hanya tenaga kerja laki-laki. Untuk menyiangi dan pemupukan melibatkan tenaga kerja laki-laki masing-masing 66.7% dan 71.3%, sedangkan perempuan hanya 33.3% dan 28.6%. Keadaan ini didasarkan pada pemahaman atas tenaga kerja laki-laki yang lebih kuat, sehingga sangat tepat untuk keperluan mencangkul ataupun mengoperasikan traktor. Demikian halnya untuk pekerjaan penyiangan dan pemupukan yang menggangap laki-laki lebih punya kecepatan dan kelincahan sehingga pekerjaan diduga akan lebih cepat diselesaikan. Sebaliknya kegiatan penanaman dan pemanenan didominasi tenaga kerja perempuan yang mencapai masing-masing 92.4% dan 86.67%, sedangkan tenaga kerja laki-laki hanya 7.6% dan 13.3%. Untuk pengambilan keputusan secara umum peranan laki-laki dalam pengambil keputusan lebih dominan dibandingkan perempuan dalam berbagai kegiatan usahatani. Hal ini berkaitan dengan proses pelaksanaan kegiatan, untuk pengolahan lahan termasuk jumlah tenaga kerja yang terlibat serta varietas yang ditanam keputusan didominasi oleh laki-laki (suami) yakni mencapai 90%. Peranan perempuan sangat dominan 90% dalam mengambil keputusan kegiatan penanaman yang mencakup pertimbangan waktu tanam dan jumlah tenaga kerja yang terlibat. Selain itu, sektor pertanian yang relatif tidak memerlukan tenaga kerja terdidik dan pendapatan yang diperoleh relatif tidak memberikan insentif bagi para petani, mengakibatkan banyak masyarakat kurang tertarik untuk menekuni usahatani padi. Kegiatan usahatani padi relatif banyak didominasi lakilaki berpendidikan rendah yang tidak dapat bekerja di luar sektor pertanian menekuni kegiatan usahatani padi. Hal ini menjadikan IKKG pada masing-masing strata pendidikan didominasi laki-laki, responden yang mempunyai latar belakang pendidikan SD besar IKKG 0.716 yang artinya bahwa peluang perempuan untuk tingkat pendidikan SD 0.716 kali dibandingkan laki-laki. Tingkat pendidikan SMP peluang perempuan 0.865 kali dibandingkan laki-laki, tingkat pendidikan SMU besar IKKG 0.659 dan tingkat pendidikan Diploma/Sarjana perempuan mempunyai peluang yang seimbang dengan laki-laki. Selanjutnya, proses konversi lahan menjadi lahan non pertanian yang terjadi di Kecamatan Mlati, dalam mengambil keputusan oleh para responden terdapat tiga kemungkinan yakni, laki-laki (suami) lebih dominan dari pada perempuan (istri) sebanyak 44.5%, suami dan istri mempunyai kewenangan yang setara 27% dan istri yang
9
berwenang hanya 18.5%. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi laki-laki dalam pengambilan keputusan untuk beralih usaha dari pertanian ke usaha non pertanian. Penelitian terkait “Analisis Pengambilan Keputusan dalam Perspektif Gender di Kabupaten Muna dan Buton Sulawesi Tenggara” oleh Julian (2002), bertujuan untuk mengembangkan lima variasi pola pengambilan keputusan yakni pengambilan keputusan hanya oleh istri saja, keputusan hanya oleh suami saja, keputusan oleh suami dan istri dengan dominan istri, keputusan oleh suami dan istri bersama dengan dominasi suami dan pengambian keputusan bersama setara. Penelitian ini menggunakan analisis distribusi dan alokasi kekuasaan di dalam dan diluar rumah tangga yang membantu untuk mengerti status sosial dalam keluarga dan masyarakat luas. Hasil analisisnya ialah aktivitas perempuan dalam subsistem usahatani tanaman pangan di lahan kering ternyata mempunyai peran yang cukup besar, khususnya dalam pemilihan bibit, kegiatan tanam, penyiangan, pemeliharaan, panen, dan pemasaran. Sedangkan dalam usahatani ternak perempuan sangat berperan dalam pemberian pakan dan mengkandangkan ternak. Untuk tanaman perkebunan yang umumnya kurang produktif perempuan memiliki kegiatan peran yang cukup besar mulai dari kegiatan panen, pasca panen dan pemasaran. Sebagai tenaga kerja, ternyata perempuan tani memiliki peran yang cukup besar dalam sistem usahatani, walaupun memiliki pengetahuan dan keterampilan yang terbatas bila dibandingkan dengan laki-laki dan dapat bersaing dengan tenaga kerja laki-laki. Alokasi waktu harian kegiatan produktif laki-laki lebih banyak dari pada perempuan disebabkan karena perempuan lebih banyak terlibat dalam kegiatan reproduktif yang menyita waktu seperti memasak, mengarnbil air dan merawat anak. Tingginya kegiatan produktif laki-laki sejalan dengan semakin luasnya lahan garapan. Laki-laki dan perempuan memiliki peran masing-masing dalam pembagian tugas. Keputusan dalam hal biaya produksi usahatani, penentuan jenis tanaman yang akan ditanam dan di panen diputuskan bersama oleh suami istri. Herien dan Sri (2009), melakukan penelitian “Mengenai Analisis Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik contoh dan keluarganya, mengetahui kondisi ekonomi keluarga contoh, mengetahui permasalahan umum keluarga, dan mengetahui pembagian peran gender dalam keluarga. Analisis data dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif (statistik) yaitu menggunakan Microsoft excel dan SPSS versi 13.0, dan data primer menggunakan analisis deskriptif. Hasil analisis dari penelitian ini adalah karakteristik keluarga petani yang menjadi contoh penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar mempunyai jumlah anggota keluarga yang cukup besar 5-7 orang, dengan tingkat pendidikan suami dan istri rata-rata tamat SD saja. Secara ekonomi, menunjukkan bahwa keluarga petani mempunyai pola pengeluaran yang lebih besar dari pendapatan yang diperoleh. Permasalahan umum yang paling sering dialami oleh keluarga petani contoh adalah masalah ekonomi terutama kesulitan keuangan keluarga, kesulitan biaya pengobatan dan masalah ketersediaan makanan keluarga. Permasalahan dalam usahatani yang paling banyak dialami adalah rendahnya produksi pertanian. Penelitian ini menemukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pembagian peran gender dalam keluarga adalah pendapatan per kapital bulan, frekuensi perencanaan, dan permasalahan umum keluarga.
10
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini disusun melalui kerangka pemikiran, yang berasal dari penelusuran teori-teori yang relevan dengan masalah penelitian. Berikut adalah kerangka pemikiran teoritis yang akan dijelaskan secara terperinci. Pengertian Rumah Tangga Pertanian Rumah tangga adalah seseorang atau sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik serta biasanya tinggal bersama dan mengkonsumsi makanan yang berasal dari satu dapur, di mana biasanya kebutuhan sehari-hari anggotanya dikelola menjadi satu. Adapun yang dimaksud dengan rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang sekurang-kurangnya satu anggota rumah tangga melakukan kegiatan bertani atau berkebun, menanam tanaman, beternak, dan lain-lain dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri. Dengan demikian, yang dimaksud dengan rumah tangga usahatani adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggotanya mengolah lahan pertanian, baik lahan sawah maupun lahan kering, membudidayakan tanaman pertanian, melakukan pengambilan hasil lahan pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya dimanfaatkan sendiri atau dijual untuk memperoleh pendapatan ataupun keuntungan atas resiko sendiri (Pratiwi 2007). Gender dan Kesetaraan Gender Secara mendasar, gender berbeda dari jenis kelamin biologis, konsep gender berbeda dengan jenis kelamin. Handayani dan Sugiarti (2008) menyatakan bahwa jenis kelamin (seks) adalah pembagian jenis kelamin yang ditentukan secara biologis melekat pada jenis kelamin tertentu. Lebih lanjut Handayani menjelaskan, seks berarti perbedaan laki-laki dan perempuan sebagai makhluk yang secara kodrati memiliki fungsi-fungsi organisme yang berbeda. Secara biologis alat-alat biologis tersebut melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya, fungsinya tidak dapat dipertukarkan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologi atau ketentuan Tuhan (kodrat). Karena itu, Handayani dan Sugiarti (2008) menyatakan bahwa konsep gender adalah sifat yang melekat pada kaum laki-laki dan perempuan yang dibentuk oleh faktor-faktor sosial maupun budaya, sehingga lahir beberapa angggapan tentang peran sosial dan budaya laki-laki dan perempuan. Begitu pula yang dikemukakan oleh Mugniesyah (2002) bahwa konsep gender adalah perbedaan sifat laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh sistem nilai budaya dan struktur sosial. Bentukan sosial atas laki-laki dan perempuan itu antara lain: kalau perempuan dikenal sebagai makhluk yang lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sedangkan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Sifat-sifat di atas dapat dipertukarkan dan berubah dari waktu ke waktu, sehingga dapat dikatakan bahwa gender dapat diartikan sebagai konsep sosial yang membedakan (dalam arti: memilih atau memisahkan) peran antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan fungsi dan peran antara laki-laki dan perempuan itu
11
tidak ditentukan antara keduanya terdapat perbedaan biologis atau kodrat, tetapi dibedakan atau dipilah-pilah menurut kedudukan, fungsi dan peranan masingmasing dalam berbagai bidang kehidupan dan pembangunan. Mugniesyah (2006) menambahkan bahwa perbedaan gender antara laki-laki dan perempuan ini terjadi melalui proses yang amat panjang. Melalui proses yang amat panjang inilah maka gender dianggap sebagai kodrat Tuhan yang tidak dapat diubah lagi. Perbedaan peran gender ini akan menimbulkan pembagian kerja yang berbeda pula antara laki-laki dan perempuan yang disebut dengan pembagian kerja gender. Pembagian kerja gender ini tercermin dalam tiga peran gender yaitu reproduktif, produktif, dan sosial. Peran reproduktif adalah kegiatan yang berkaitan dengan melahirkan dan mempersiapkan keperluan keluarga tiap harinya. Peran produktif adalah kegiatan yang menghasilkan produksi barang atau jasa, untuk dikonsumsi sendiri atau dijual. Sedangkan peran sosial adalah yang mencakup kegiatan sosial dan gotong royong dalam kehidupan masyarakat. Mugniesyah (2006) menyatakan bahwa pengertian tentang keadilan gender (gender equity) merupakan keadilan perlakuan bagi laki-laki dan perempuan berdasar pada kebutuhan-kebutuhan mereka, mencakup setara atau perlakuan yang berbeda akan tetapi dalam koridor pertimbangan kesamaan dalam hak-hak, kewajiban, kesempatan-kesempatan, dan manfaat. Kesetaraan gender (gender equality) adalah suatu konsep yang menyatakan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kebebasan untuk mengembangkan kemampuan personal mereka dan membuat pilihan-pilihan tanpa pembatasan oleh seperangkat stereotype, prasangka, dan peran gender yang kaku. Kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu kondisi di mana porsi dan siklus sosial perempuan dan laki-laki setara, serasi, seimbang dan harmonis. Kondisi ini dapat terwujud apabila terdapat perlakuan adil antara perempuan dan laki-laki. Penerapan kesetaraan dan keadilan gender harus memperhatikan masalah kontekstual dan situasional, bukan berdasarkan perhitungan secara matematis dan tidak bersifat universal. Wujud kesetaraan dan keadilan gender adalah: a. Akses: Kesempatan yang sama bagi perempuan dan laki-laki pada sumber daya pembangunan.. b. Partisipasi: Perempuan dan laki-laki berpartisipasi yang sama dalam proses pengambilan keputusan. c. Kontrol: Perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan yang sama pada sumber daya pembangunan. d. Manfaat: Pembangunan pertanian harus mempunyai manfaat yang sama bagi perempuan dan laki-laki. Peranan Gender Konsep gender dalam komunitas telah tertanam sebagai norma, sehingga konsep gender telah membeda-bedakan peranan laki-laki dan perempuan dalam pembagian kerja. Mugniesyah (2006) menjelaskan bahwa peranan gender merupakan suatu perilaku yang diajarkan pada setiap masyarakat, komunitas dan kelompok sosial tertentu yang menjadikan aktivitas-aktivitas, tugas-tugas dan tanggung jawab tertentu dipersepsikan oleh umur, kelas, ras, etnik, agama, lingkungan geografi, ekonomi dan sosial.
12
Peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender menurut Prasodjo et al. (2003) mencakup: 1. Peranan Produktif (Peranan yang dikerjakan perempuan dan laki-laki untuk memperoleh bayaran atau upah secara tunai atau sejenisnya. Termasuk produksi pasar dengan suatu nilai tukar, dan produksi rumah tangga atau subsisten dengan nilai guna, tetapi juga suatu nilai tukar potensial, misalnya bekerja di sektor formal dan informal 2. Peranan reproduktif yakni peranan yang berhubungan dengan tanggung jawab pengasuhan anak dan tugas-tugas domestik yang dibutuhkan untuk menjamin pemeliharan dan reproduksi tenaga kerja yang menyangkut kelangsungan keluarga. Contoh: melahirkan, memelihara dan mengasuh anak, mengambil air, memasak, mencuci, membersihkan rumah, memperbaiki baju, dan sebagainya. Bentuk-Bentuk Ketidakadilan Gender Perbedaan gender tidak akan menjadi masalah sepanjang tidak melahirkan ketimpangan gender. Pada kenyataannya perbedaan gender tersebut telah melahirkan berbagai ketidakadilan terutama pada perempuan. Ketimpangan gender (permasalahan atau isu gender) dapat diartikan sebagai suatu kesenjangan antara kondisi normatif atau kondisi gender sebagaimana yang dicita-citakan dengan kondisi objektif atau kondisi gender sebagaimana adanya. 1. Stereotype Stereotype adalah pelabelan terhadap suatu kelompok atau jenis pekerjaan tertentu. Stereotype adalah bentuk ketidakadilan, stereotype merupakan pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok tertentu, dan biasanya pelabelan ini selalu berakibat pada ketidakadilan, sehingga dinamakan pelabelan negatif. Hal ini disebabkan pelabelan yang sudah melekat pada laki-laki, misalnya laki-laki adalah manusia yang kuat, rasional, jantan, dan perkasa. Perempuan distrereotipkan sebagai makhluk yang lembut, cantik, emosional, atau keibuaan. Dengan adanya pelabelan tersebut tentu saja akan muncul banyak stereotype yang dikonstruksi oleh masyarakat sebagai hasil hubungan sosial tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Karena itu perempuan identik dengan pekerjaan-pekerjaan di rumah, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar rumah sangat terbatas, bahkan ada juga perempuan yang berpendidikan tidak pernah menerapkan pendidikannya untuk mengaktualisasikan diri. Akibat adanya stereotype (pelabelan) ini banyak tindakan-tindakan yang seolah-olah sudah merupakan kodrat. 2. Kekerasan gender Kekerasan dapat diartikan sebagai bentuk penyerangan fisik atau nonfisik yang dilkakukan seseorang terhadap orang lain. Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminim dan laki-laki maskulin. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan tersebut, namun ternyata pembedaan tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semenamena, berupa tindakan kekerasan.
13
3. Beban ganda Beban ganda ialah ketimpangan beban pekerjaan yang ditanggung oleh salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan dengan jenis kelamin lainnya. Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Adanya pandangan bahwa perempuan harus mengerjakan pekerjaan domestik rumah, namun di sisi lain semakin meningkatnya jumlah perempuan yang bekerja di masyarakat. Karena itu upaya maksimal yang dilakukan oleh perempuan adalah mensubstitusikan pekerjaan domestik kepada perempuan lain, seperti rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggungjawabnya masih berada di pundak perempuan, akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda. 4. Marginalisasi Suatu tahapan pemisahan akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan. Banyak cara yang dapat digunakan untuk menjauhi seseorang atau kelompok. Ketidakadilan ini bisa terjadi dari adanya kebijakan pemerintah, keyakinan, tafsiran agama, keyakinan tradisi dan kebiasaan atau asumsi ilmu pengetahuan. Seperti pada program swasembada pangan, banyak kaum perempuan yang termarginalisasi atau tersingkir karena tidak mendapatkan pekerjaan di sawah akibat masuknya teknologi baru yang tidak membutuhkan banyak tenaga perempuan. 5. Subordinasi Anggapan bahwa peran yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain. Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat telah memisahkan dan memilah-milah peran gender laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggungjawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan publik atau produksi. Sepanjang penghargaan sosial terhadap peran domestik dan reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung. Analisis Gender Suyatno (2010) menyatakan bahwa analisa gender adalah proses yang dibangun secara sistematis untuk mengidentifikasi dan memahami pembagian kerja atau peran laki-laki dan perempuan, akses dan kontrol terhadap sumber daya pembangunan, partisipasi dalam proses pembangunan dan manfaat yang mereka nikmati, pola hubungan antara laki-laki dan perempuan yang timpang, yang didalam pelaksanaannya memperhatikan faktor-faktor lainnya seperti kelas sosial, ras, dan suku bangsa. Menurut Yufita (2012) analisis gender merupakan bagian dari analisis sosial yang memberi pemahaman tentang saling hubungan antara laki-laki dan perempuan (hubungan gender) berkaitan dengan pengambilan keputusan, peran, alokasi sumber daya dan konflik serta memberi perhatian dan mempertimbangkan faktor yang membentuk atau mempengaruhinya seperti sejarah, agama, budaya, sosio-ekonomi dan budaya, kebijakan, situasi politik. Analisis ini umumya digunakan untuk menganalisis hal-hal yang bersumber pada struktur ketidakadilan yang ditimbulkan oleh perbedaan gender. Kemudian dari analisis tersebut akan menghasilkan kebutuhan strategis gender. Kerangka kerja analisis gender menurut Handayani (2001), dikategorikan menjadi empat tahap, yaitu:
14
a. Profil kegiatan Mengumpulkan data mengenai apa yang sebenarnya dikerjakan oleh laki-laki dan perempuan, siapa yang mengerjakan apa dalam rumah tangga dan masyarakat (pembagian kerja atau peranan gender). Hal tersebut meliputi pekerjaan produktif, reproduktif dan kemasyarakatan. b. Profil akses dan kontrol Mempertimbangkan akses yang dimiliki oleh laki-laki dan perempuan terhadap sumber daya produktif, kontrol apa yang mereka punya dan siapa yang memperoleh keuntungan dari penggunaan sumber daya tersebut. Akses adalah peluang atau kesempatan untuk melakukan sesuatu, sedangkan kontrol adalah kemampuan untuk menguasai dan menentukan berbagai hal termasuk menutup atau membuka akses seseorang terhadap keterlibatannya dalam pembangunan. c. Analisis faktor-faktor kecenderungan Menganalisis faktor dan kecenderungan yang menentukan pembagian kerja berdasarkan gender, hubungan gender serta akses dan kontrol terhadap sumber daya yang mungkin akan menentukan hasil dari suatu program. d. Analisis daur program Menggunakan semua data mengenai tiga poin diatas untuk setiap daur program. Teknik Penelitian Gender Teknik analisis gender adalah suatu rangkaian kegiatan yang dimulai dari usaha untuk mengetahui latar belakang dan sebab-sebab terjadinya kesenjangan dampak pada upaya pemecahan masalah dan menyampaikan cara untuk menghilangkan atau mengurangi adanya kesenjangan dan dalam rangka mencapai persamaan kedudukan dan peranan laki-laki dan perempuan. Handayani (2002) menyatakan bahwa teknik analisis gender adalah salah satu teknik yang digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan atau saling ketergantungan antara laki-laki dan perempuan dalam proses pembangunan. Mugniesyah (2002) mengelompokkan tiga tingkatan analisis berdasarkan level analisisnya, yaitu (1) tingkat keluarga atau rumah tangga yaitu dengan mempelajari pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif, reproduktif dan pengelolaan kelembagaan masyarakat serta curahan waktu dalam kegiatan tersebut, (2) tingkat masyarakat dengan melihat akses dan kontrol perempuan terhadap sumber daya yang mencakup informasi, kredit, teknologi, pendidikan, penyuluhan pertanian, sumber daya alam, peluang bekerja dan berusaha, dan (3) tingkat negara melalui kebijaksanaan yang melatar belakangi semua program atau intervensi pembangunan. Pembagian Pekerjaan dalam Rumah Tangga Petani Hampir pada sebagian besar masyarakat terdapat kenyataan bahwa dengan adanya pembedaan dan penentuan peranan individu dalam masyarakat berdasarkan jenis kelamin secara sadar atau tidak sadar menentukan perbedaan pembagian pekerjaan atau peran yang berbeda bagi laki-laki dan perempuan. Kerja perempuan seringkali tidak tampak dalam artian banyak terjadi di masyarakat keterlibatan perempuan seringkali tidak mendatangkan upah atau tidak dilakukan di luar rumah walaupun mendatangkan penghasilan. Perempuan tidak dianggap sebagai orang yang bekerja atau sebagai penghasil nafkah karena
15
dianggap tidak produktif. Hal ini justru disebabkan kerja rumah tangga bukan merupakan kerja upahan. Dengan demikian tidak diakui sebagai kerja. Berubahnya peranan perempuan tersebut mengakibatkan bertambahnya tanggungjawab sebagai pencari nafkah sekaligus ibu rumah tangga. Hal tersebut yang akhirnya dikenal dengan istilah peran ganda perempuan. Peran ganda perempuan tidak semata-mata mengubah pandangan masyarakat terhadap perempuan lebih baik, kenyataan yang ada adalah bahwa perempuan yang bekerja di sektor publik sebagian besar berada di bawah laki-laki. Pada sisi lain, perempuan yang bekerja pada sektor publik masih menyisakan tanggungjawab lain yaitu keluarganya. Profil pembagian kerja dalam kegiatan digunakan untuk melihat siapa melakukan kegiatan, berapa waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tersebut. Mosher (1993) menyatakan bahwa peranan gender adalah peranan yang dilakukan perempuan dan laki-laki sesuai status, lingkungan, budaya dan struktur masyarakatnya. Peranan gender mencakup: 1. Kegiatan produktif yaitu kegiatan yang menyumbang pendapatan keluarga dalam bentuk uang atau barang, misalnya bertani, kerajinan tangan, dan lain-lain. 2. Kegiatan reproduktif yaitu kegiatan yang menjamin keberlangsungan hidup manusia dan keluarga, misalnya pekerjaan rumah tangga. 3. Kegiatan soisial yakni kegiatan yang tidak terbatas pada peraturan rumah tangga Pola Pengambilan Keputusan dalam Rumah tangga Pengambilan keputusan merupakan permulaan dari aktifitas manusia yang sadar dan terarah, baik secara individu, kelompok atau institusional, sehingga pengambilan keputusan manjadi aspek yang penting dalam suatu pengelolaan atau manajemen. Pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga akan berpengaruh terhadap bagaimana terjadinya struktur dalam rumah tangga, lebih dalam lagi dapat melihat siapa yang paling berhak mengambil keputusan dalam rumah tangga atas dasar kekuasaanya. Kekuasaan dinyatakan sebagai kemampuan untuk mengambil keputusan yang dapat mempengaruhi kehidupan rumah tangga itu. Pengaruh lingkungan luar rumah masyarakat pada umumnya bisa memperkaya dan dapat menambah wawasan perempuan yang diperkirakan dapat mengembangkan potensinya dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang kehidupan dalam rumah tangga. Selain itu, faktor pendidikan perempuan serta kemampuan personal berupa pengalamannya bergaul dengan masyarakat luas menjadi hal yang menimbulkan potensi perempuan semakin besar dalam pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Olsson (1997) menyatakan bahwa terdapat tiga bidang yang berbeda dalam menganalisa konsep kekuasaan dalam keluarga: dasar kekuasaan, proses kekuasaan dalam keluarga, dan hasil kekuasaan dalam keluarga. Berdasarkan hal tersebut, pengambilan keputusan ada pada bidang kedua dan ketiga sehingga pengambilan keputusan dapat diartikan sebagai perwujudan proses yang terjadi dalam keluarga dan merupakan hasil dari interaksi anggota keluarga untuk saling mempengaruhi sehingga terbentuk pola pengambilan keputusan berdasarkan peran dan bidang keputusannya.
16
Perempuan sebagai pengambil keputusan dalam keluarga tidak lepas dari perannya dalam keluarga. Norma yang diakui menyatakan bahwa yang paling sering menentukan keputusan dalam keluarga adalah suami. Pada kenyatannya terdapat banyak variasi tentang pengambilan keputusan dalam keluarga. Terkadang memang perempuan tidak diikutsertakan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa perempuan juga ikut dalam menentukan keputusan baik sendiri maupun bersama suami. Sajogyo (1993) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dianggap mempengaruhi perempuan dalam pengambilan keputusan adalah: proses sosialisasi, pendidikan, latar belakang perkawinan, kedudukan dalam masyarakat, dan pengaruh luar lainnya. Akses dan Kontrol terhadap Sumber Daya Manfaat Akses adalah peluang yang bisa diperoleh perempuan dan laki-laki untuk melakukan sesuatu, memiliki sesuatu dan menikmati sesuatu (kegiatan barang, jasa dan sebagainnya). Sedangkan kontrol adalah sejauh mana perempuan dan laki-laki mempunyai kekuasaan atau kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dalam merencanakan, melakukan, memiliki atau menikmati sesuatu. Seseorang yang memiliki akses belum tentu memiliki kontrol. Sebaliknya kontrol mencirikan bahwa seseorang memiliki kekuasaan dalam menentukan sesuatu untuk diakses atau tidak. Handayani dan Sugiarti (2001) menambahkan bahwa perbedaan gender berhubungan dengan akses dan kontrol terhadap sumber daya dan dalam hal ini perempuan terpengaruh lebih besar. Di dalam akses dan kontrol terhadap sumber daya juga perlu dilihat siapa yang mendapat manfaat dari sumber-sumber daya tersebut. Akses dan kontrol tersebut berkaitan dengan: 1. Lahan, umumnya perempuan secara adat mempunyai akses ke pertanian namun perempuan jarang memiliki hak hukum. 2. Sumber daya alam lainnya, seringkali perempuan memiliki pengetahuan setempat dan keahlian yang luas, namun proyek-proyek untuk pembangunan sumber daya alam dan konservasi seringkali mengabaikan perempuan. 3. Kredit dan kapital, pinjaman untuk laki-laki seringkali lebih besar dan lebih berjangka panjang daripada yang diberikan untuk perempuan. Hal ini didasarkan pada asumsi tak tertulis bahwa pendapatan perempuan hanya sebagai tambahan dari hasil yang diperoleh dari kepala keluarga laki-laki. 4. Buruh, beban kerja, dan waktu, sebagian besar perempuan tidak memiliki waktu yang banyak atau bahkan tidak memiliki waktu luang karena pada umumnya perempuan memiliki jam kerja lebih panjang sehingga beban kerja mereka lebih berat dan seringkali mereka adalah buruh kerja yang tidak dibayar. 5. Pekerjaan formal, akses perempuan terhadap peluang bekerja di sektor formal seringkali menunjukkan ketidaksetaraan kesempatan kerja antara laki-laki dan perempuan. 6. Teknologi dan training, dengan mengenalkannya teknologi hemat buruh dan inovasi lainnya sebagai tugas laki-laki, tanpa memberi perhatian yang sama terhadap pekerjaan yang dilakukan perempuan akan menyebabkan terciptannya suatu kesenjangan teknologi antara laki-laki dan perempuan.
17
Kerangka Pemikiran Operasional Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, penelitian ini dilakukan untuk melihat analisis gender dan keseteraan gender pada usahatani padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Karawang, khususnya karena terdapat teknologi atau inovasi dalam perkembangan usahatani padi sawah dan padi ladang. Selain itu, Kabupaten Karawang melibatkan sebanyak 46.71% perempuan bekerja di lahan pertanian. Teknologi usahatani padi sawah dan padi ladang merupakan salah satu teknik dalam pertanian di Kabupaten Karawang, dengan adanya teknologi ini dapat mempengaruhi perilaku gender dalam struktur masyarakat petaninya. Pada masyarakat kebanyakan di Kabupaten Karawang, petani menerapkan pola sistem usahatani padi dengan padi sawah dan usahatani padi ladang. Di dalam pola ini sejumlah anggota rumah tangga usia kerja terlibat mencari nafkah pada usahatani padi padi sawah dan lahan usahatani padi ladang. Penggunaan padi sawah dan padi ladang untuk menanam padi dapat melahirkan permasalahan ketidakadilan yang ditimbulkan oleh peran gender dan perbedaan gender. Terkadang dengan adanya penggunan teknologi bukannya meningkatkan taraf kehidupan perempuan miskin, tetapi dapat menghasilkan gejala kemiskinan perempuan. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan rumah tangga petani usahatani padi berdasarkan keragaman nafkah yang dilakukan. Usahatani padi padi sawah maupun padi ladang dapat dikerjakan oleh laki-laki maupun perempuan. Pembagian kerja ini juga dipengaruhi oleh nilai feminitas perempuan yaitu berbagai hal yang berkaitan dengan karakteristik perempuan dalam bentuk yang ideal. Akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat tersebut berpengaruh terhadap potensi perempuan dalam usahatani rumah tangga padi sawah dan padi ladang. Potensi tersebut termasuk kapasitas diri perempuan (pendidikan, ketrampilan, dan pengalaman) dan kapasitas relasi gender. Sedangkan yang termasuk dalam peluang perempuan dalam usahatani rumah tangga petani adalah pasar dan program pengembangan tanaman padi yang pada akhirnya dapat meningkatkan status perempuan dalam usahatani rumah tangga padi. Penelitian mengenai analisis gender pada rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang, di Kabupaten karawang, Provinsi Jawa Barat. Didasarkan pada konsep analisis gender dalam pengelolaan usahatani padi dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran). Karakteristik individu dilihat dari usia (X1.1), motivasi usaha (X1.2), tingkat pendidikan (X1.3), tingkat pengalaman bertani (X1.4), dan karakteristik rumah tangga dlilihat dari luas lahan yang digarap (X2.1), Status kepemilikan lahan (X2.2), dan status ekonomi rumah tangga (X2.3) yang diduga memiliki hubungan dengan tingkat akses, kontrol, manfaat dan partisipasi antara laki-laki dan perempuan.
18
Konsep gender
Pembangunan pertanian
Teknologi/inovasi padi sawah dan padi ladang
1. Pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan 2. Peranan wanita dalam pelaksanaan usahatani padi 3. Menentukan indeks keseteraan dan keadilan gender
Gender dalam pelaksanaan usahatani padi terhadap keseteraan dan keadilan gender
Gender dalam usahatani padi sawah
Karakterisik individu terhadap kesetaraan dan keadilan gender Karakteristik rumah tangga terhadap keseteraan dan keadilan gender
Gender dalam usahatani padi ladang
Karakterisik individu terhadap kesetaraan dan keadilan gender Karakteristik rumah tangga terhadap keseteraan dan keadilan gender
Keberhasilan usahatani padi sawah dan padi ladang
Gambar 1. Kerangka pemikiran operasional
19
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut: 1. Pembagian kerja antara padi sawah dan padi ladang yang tidak merata, peranan perempuan berbeda antara padi sawah dan padi ladang dan indeks kesetaraan dan keadilan gender bernilai setara. 2. Terdapat hubungan nyata atau signifikan antara karakteristik individu dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi 3. Terdapat hubungan nyata atau signifikan antara karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat daari pelaksanaan usahatani padi. Definisi Operasional Definisi operasional merupakan unsur penelitian berupa petunjuk tentang bagaimana suatu variabel diukur. Singarimbun dan Effendi (2008). Untuk membantu penelitian menggunakan variabel dan mengetahui bagaimana cara pengukuran variabel dalam penelitian ini, maka dikembangkan beberapa definisi operasional sebagai berikut: 1. Tingkat akses petani terhadap sumber daya usahatani padi (Y1) adalah kemudahan akses yang diperoleh oleh petani (laki-laki dan perempuan) terhadap beragam kegiatan aktivitas atau sumber daya pembudidaya padi dalam pelaksanaan usahatani padi, dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu: rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut dengan total skor ≤ 22, 23-25 dan 26-28. Variabel ini diukur melalui 14 pertanyaan yang masing-masing dibedakan menjadi dua pilihan jawaban, yaitu ya (skor 2) dan tidak (skor 1). 2. Tingkat kontrol petani terhadap sumber daya usahatani padi (Y2) adalah jumlah total skor yang diperoleh petani (laki-laki dan perempuan) pada proses pengambilan keputusan berkenaan dengan beragam aktivitas atau sumber daya dalam pelaksanaan usahatani padi, dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut dengan total skor ≤ 18, 19-21 dan 22-24. Variabel ini diukur melalui 12 pertanyaan yang masing-masing dibedakan menjadi dua pilihan jawaban, yaitu ya (skor 2) dan tidak (skor 1). 3. Tingkat partisipasi petani terhadap pelaksanaan usahatani padi (Y3) adalah keikutsertaan petani dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. Pengukuran dikategorikan sebagai berikut; tidak pernah (skor 0) (keterlibatan atau keikutsertaan aktif dalam pelaksanaan usahatani sekali tidak terlibat), jarang (skor 1) (keterlibatan atau keikutsertaan aktif dalam pelaksanaan usahatani antara laki-laki dan perempuan 0-10 hari sekali dalam 1 kali musim tanam), sering (skor 2) (keterlibatan atau keikutsertaan aktif dalam pelaksanaan usahatani antara laki-laki dan perempuan 11-20 hari sekali dalam 1 kali musim tanam), selalu (skor 3) (keterlibatan atau keikutsertaan aktif dalam pelaksanaan usahatani antara laki-laki dan perempuan 21-30 hari sekali dalam 1 kali musim tanam). Kemudian jumlah skor yang diperoleh dikategorikan dengan menggunakan skala ordinal (1) rendah jika total skor kurang dari 30, (2) sedang jika total skor antara 31-33,
20
(3) tinggi jika total skor dari 34-36. Hal ini menunjukkan partisipasi responden terhadap kegiatan peaksanaan usahatani padi. 4. Tingkat manfaat petani terhadap sumber daya usahatani padi (Y4) adalah jumlah pendapatan dalam bentuk rupiah yang diperoleh petani laki-laki dan petani perempuan pada budidaya usahatani padi. Dibedakan dalam tiga kategori rendah, sedang, dan tinggi, yaitu: berturut-turut ≤ 12, 13-15 dan 1618. Variabel diukur melalui Sembilan pertanyaan yang masing-masing dibedakan menjadi dua pilihan jawaban yaitu ya (skor 2) dan tidak (skor 1). 5. Usia (X1) adalah umur seseorang yang dihitung dari tahun kelahirannya hingga penelitian ini dilakukan dalam satuan tahun. Pengklasifikasikan didasarkan konsep teori perkembangan. Data usia diukur dalam skala rasio, untuk kepentingan pengolahan data dan analisis data digunakan skala ordinal dengan pengkategorian sebagai berikut: (1) Muda (dewasa awal) : 18-40 tahun (2) Sedang (dewasa madya) : 40-61 tahun (3) Tua (usia lanjut) : > 61 tahun 6. Tingkat pendidikan formal (X3) adalah jenjang pendidikan formal terakhir atau sedang dijalani, diukur dengan menggunakan skala ordinal yang dibedakan menjadi: (a) Rendah, jika tidak sekolah atau tamat SD dan tamat SMP (b) Sedang, jika tamat SMA, dan (c) Tinggi, jika tamat diploma atau perguruan tinggi. 7. Tingkat pengalaman bertani (X4) adalah lamanya (tahun) dalam berbudidaya tanaman palawija (on farm) (dalam satu musim tanam) petani dihitung dari tahun responden mulai memutuskan dan melaksanakan bertani padi. Tingkat pengalaman tersebut diukur dengan skala ordinal yang dikategorikan menjadi rendah yaitu skornya < 17 tahun, sedang jika skornya berkisar antara ≥ 17 < 34 tahun dan tinggi jika skornya ≥ 34 ≤ 50 tahun. 8. Motivasi usaha (X7) adalah alasan yang mendorong petani dalam mengelola usahatani padi, di bedakan ke dalam tiga kategori yaitu: (a) rendah, survival stategi yaitu strategi bertahan hidup, (b) sedang, consolidation yang mencakup menyekolahkan anak, dan (c) tinggi, jika mencapai akumulasi, untuk perkembangan usaha. 9. Luas lahan yang digarap (X9) adalah besarnya lahan yang sedang dikelola oleh petani pada saat ini. Hal ini akan diukur sebagai berikut: 1. Sempit : jika lahan garapan berkisar kurang dari 0.5 Ha 2. Menengah: jika lahan garapan berkisar antara 0.5-1 Ha 3. Luas : jika lahan garapan berkisar lebih dari > 1 Ha 10. Status kepemilikan lahan (X10) adalah pemilikan atas dasar milik yang hanya terbatas pada akses terhadap lahan berupa lahan pemilik, pemilik dan penggarap, penggarap dan buruh tani. 11. Status ekonomi rumah tangga petani (X11) dilihat dari pendapatan rumah tangga (Rp) petani dalam penelitian ini, pengukuran dilakukan dengan menghitung pendapatan rumah tangga per bulan, oleh karenanya rentang pengukuran disesuaikan yaitu tergolong sangat miskin jika pendapatan rumah tangga perbulan < Rp 1 068 000, miskin jika pendapatan rumah tangga per bulan ≥ Rp 1 068 000 < Rp 2 136 000 dan tidak miskin jika pendapatan rumah tangga per bulan ≥ Rp 2 136 000 dengan mengasumsikan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak empat orang.
21
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani padi di Kabupaten karawang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) atas dasar pertimbangan bahwa Kabupaten Karawang merupakan salah satu sentra padi terbesar di Jawa barat. Produksi padi di Kabupaten karawang sebesar 1 470 870 ton atau 11% dari total produksi padi Jawa Barat 2012. Adapun waktu penelitian dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013.
Jenis dan Sumber Data Penelusuran dan pencarian informasi data penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder diperoleh dengan penelusuran bahan pustaka berupa buku, hasil penelitian, website serta lembaga pemerintahan. Data primer diperoleh melalui pengisian kuesioner yang dilakukan dengan wawancara responden yaitu petani padi sawah dan padi ladang. Kuesioner yang diberikan berupa pertanyaan terstruktur tertutup dan terbuka. Data primer juga diperoleh langsung di tempat penelitian dan wawancara dengan petugas penyuluh pertanian. Data primer merupakan data mentah sehingga masih diperlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum menggunakannya untuk tujuan-tujuan tertentuyang sesuai dengan kebutuhan.
Metode Penentuan Data Penentuan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap dengan metode judgement, cluster, simple random sampling, dan snowball sampling. Metode judgement digunakan untuk menentukan lokasi penelitian, yaitu Kabupaten Karawang berdasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Karawang adalah salah satu sentra padi di Jawa Barat. Metode cluster dan stratified digunakan untuk mengelompokan kecamatan-kecamatan yang merupakan sentra padi sawah dan ladang di Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang kemudian dikelompokkan menjadi beberapa kecamatan yang terdapat lahan sawah dan lahan padi ladang. Metode cluster juga digunakan untuk membagi wilayah Kabupaten Karawang menjadi 2 bagian, yaitu Karawang bagian utara ialah daerah persawahan yang mayoritas dilengkapi dengan irigasi teknis. Sedangkan Karawang bagian selatan adalah daerah yang didominasi oleh perbukitan sehingga budidaya padi di sana banyak yang berbasis padi ladang. Dengan menggunakan metode sampling nanti akan didapat empat kecamatan, masingmasing dua kecamatan untuk lahan sawah dan dua kecamatan untuk lahan ladang.
22
Tabel 1 Data luas lahan sawah dan ladang hasil metode cluster Kecamatan Luas lahan sawah (ha) Luas lahan ladang (ha) Tempuran 6 480 Cilamaya Wetan 5 218 Ciampel 852 215 Pangkalan 2 341 450 Sumber: Badan Pusat Statistik (2012).
Metode cluster juga digunakan untuk membagi wilayah Kabupaten Karawang menjadi 2 bagian, yaitu Karawang Bagian Utara dan Karawang Bagian Selatan. Karawang Utara adalah daerah persawahan yang mayoritas dilengkapi dengan sistem irigasi teknis. Sedangkan Karawang Selatan adalah daerah yang didominasi oleh perbukitan sehingga budidaya padi di sana banyak yang berbasis padi ladang. Dengan metode sampling tersebut didapat empat kecamatan, yaitu Kecamatan Cilamaya Wetan, Tempuran, Ciampel, dan Pangkalan. Kecamatan Tempuran dan Cilamaya Wetan adalah sentra padi sawah, sedangkan Kecamatan Pangkalan dan Ciampel adalah dua kecamatan dengan luas lahan padi ladang terbesar. Selanjutnya dari setiap kecamatan, dipilih satu desa dengan produksi dan produktivitas tertinggi. Dari desa tersebut masing-masing diambil secara acak 30 rumah tangga petani padi sawah dan 30 rumah tangga petani padi ladang. Sehingga jumlah total responden sebanyak 120 responden. Pemilihan sampel petani padi sawah dilakukan secara acak, sedangkan untuk padi ladang dilakukan secara snowball. Hal itu disebabkan karena data petani padi sawah telah tersedia di pemerintah desa maupun kelompok petani, sedangkan data mengenai petani padi ladang belum tersedia sehingga untuk padi ladang, penentuan sampel diambil berdasarkan informasi dari petani di daerah itu sendiri.
Analisis Data Analisis Deskriptif Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran pada fenomenafenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang akan dipecahkan (Nasir 2005). Analisis deskriptif biasanya disajikan dalam tabel, frekuensi, grafik, dan tabulasi silang. Analisis deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan usahatani padi sawah maupun padi ladang. Analisis deskriptif ini juga digunakan dalam menganalisis peranan perempuan dalam pelaksanaan usahatani padi sawah maupun padi ladang. Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan penilaian objektif yang ada pada aktivitas usahatani padi dari pra produksi (persiapan) hingga pasca panen (pemasaran). Analisis Kuantitatif Analisis kuantitatif menggunakan analisis indeks kesetaraan dan keadilan gender. IKKG adalah suatu indikator yang dapat dipakai untuk menilai keberhasilan program pemberdayaan perempuan pada berbagai bidang
23
pembangunan, khususnya untuk sementara ini diarahkan di beberapa bidang pembangunan yaitu ekonomi, tenaga kerja, pertanian, pendidikan, kesehatan, KB, hukum, HAM dan politik, di wilayah dan waktu tertentu. Selain itu, IKKG adalah peluang atau risiko perempuan untuk berada atau mencapai status atau kedudukan tertentu dibanding dengan laki-laki. IKKG ialah adalah suatu indikator yang dapat dipakai untuk menilai suatu keberhasilan program pemberdayaan perempuan pada berbagai bidang pembangunan. Selain itu, IKKG didefinisikan sebagai peluang atau risiko perempuan untuk berada atau mencapai status atau kedudukan dibanding dengan laki-laki. Penilaian IKKG ini berdasarkan nilai yang diperoleh dari hasil perolehan. Penilaian kriteria nilai IKKG sebagai berikut; jika nilai IKKG < 1 memperlihatkan bahwa masih adanya kesenjangan peran laki-laki dengan perempuan yang cukup signifikan, nilai IKKG = 1 mencerminkan bahwa kesetaraan dan keadilan gendernya penuh atau seimbang, nilai IKKG = 0 menunjukkan bahwa terdapat ketidaksetaraan atau kesenjangan penuh dan nilai IKKG > 1 menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan yang sangat signifikan (Unggul 2005). Untuk perhitungan IKKG dapat menggunakan rumus sebagai berikut: Formulasi perhitungan IKKJ adalah = Ppr (100–Plk ) / [Plk (100–Ppr)]. Keterangan: Ppr = persentase (Y=1) dalam kelompok perempuan Plk = persentase (Y=1) dalam kelompok laki-laki Syarat : 0 < P x < 100 Jika Pp = 0 atau Plk = 100 maka IKKJ = 0 Pp = 100 atau Plk = 0 maka IKKJ tidak mempunyai nilai. Analisis Korelasi Data yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis untuk memperoleh hasil dari masalah penelitian. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Teknik analisis data menggunakan teknis analisis korelasi. Data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan kuesioner. Pengolahan data dilakukan terlebih dahulu melakukan pengkodean. Kegiatan ini bertujuan untuk menyeragamkan data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis korelasi. Analisis korelasi menggunakan uji statistik yaitu uji korelsi crosstab dan uji rank Spearman melalui SPSS 13 for windows. Korelasi crosstab digunakan untuk menduga hubungan antara karakteristik individu dengan indikator keseteraan dan keadilan gender. Uji rank Spearman digunakan untuk mencari koefisien antara data ordinal atau interval dengan data ordinal lainnya. Dalam teknik ini setiap data dari variabel yang diteliti harus ditetapkan peringkatnya dari yang terkecil sampai yang terbesar, misalnya rendah, sedang dan tinggi. Peringkat terkecil diberi nilai 1. Korelasi dapat menghasilkan angka positif (+) dan negatif (-) korelasi yang menghasilkan angka positif berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, yang berarti jika variabel bebas besar berarti variabel terikat juga besar, korelasi yang menghasilkan angka negatif berarti hubungan kedua variabel tidak searah, yang berarti jika variabel bebas besar maka variabel terikat menjadi kecil. Rumus yang digunakan untuk mengetahui uji rank Spearman, yaitu: Kaidah keputusan tentang hubungan antar variabel dalam uji rank Spearman adalah dengan signifikasi atau probabilitas digunakan untuk mengatahui ada
24
tidaknya hubungan antara variabel yang diteliti. Signifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar α (0.05) maka artinya penelitian mempunyai kesempatan untuk benar atau tingkat kepercayaan sebesar 95 % dan tingkat kesalahan sebesar 5 %. Rho= 1- 6∑d2 N(N2-1) Keterangan: Rho: koefisien korelasi rank Spearman d : perbedaan antara pasangan jenjang ∑ : sigma atau jumlah N : jumlah individu dalam sampel
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Karawang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis wilayah Kabupaten Karawang berada di bagian utara Provinsi Jawa Barat yang terletak antara 107002 - 107040’ Bujur Timut dan 5056 6034’ Lintang Selatan. Dengan luas wilayah 1 735.27 km2 atau 3.73% dari luas Provinsi Jawa Barat, Karawang merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan subur di Jawa Barat, sehingga sebagian besar lahannya digunakan pertanian. Suhu rata-rata di Kabupaten Karawang adalah 270 C dengan kelembapan 80%. Kabupaten Karawang mempunyai batas wilayah secara administratif adalah sebagai berikut: 1. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa 2. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Subang 3. Sebelah tenggara berbatasan dengan Kabupaten Purwakarta 4. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Bogor 5. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Bekasi. Pada tahun 2012 jumlah penduduk Kabupaten Karawang mencapai 2 206 620 dengan kepadatan penduduk 1 250.36 per km2. Sebagian besar penduduk bekerja di sektor pertanian. Secara administratif Kabupaten Karawang terbagi menjadi 30 kecamatan dengan jumlah desa 297 dan kelurahan 12. Luas wilayah Kabupaten Karawang 1 753.27 km2 175 327 hektar dengan kepadatan penduduk 1 248 jiwa tiap km2. Jumlah rumah tangga di Kabupaten Karawang pada tahun 2012 mencapai 591 898 rumah tangga. Berdasarkan sensus pertanian tahun 2003, banyaknya rumah tangga pertanian di Kabupaten Karawang adalah 133 292 rumah tangga yang terbagi menjadi rumah tangga palawija, padi, hortikultura, dan perkebunan, untuk rumah tangga padi sebanyak 90 792 rumah tangga. Secara topogafi daerah Kabupaten Karawang termasuk daerah yang relatif datar dan rendah, wilayah ini termasuk daerah dataran yang relatif rendah di mana mempunyai variasi ketinggian wilayah antara 0 – 1279 m di atas permukaan laut dengan kemiringan wilayah 0 – 20, 2 – 150, 15 – 400, dan diatas 400. Karawang Utara dan Tengah didominasi oleh dataran rendah yang merupakan daerah
25
pemukiman dan persawahan yang telah dilengkapi dengan pengairan dan sistem irigasi teknis. Sedangkan bagian selatan merupakan daerah yang banyak dijumpai perbukitan dengan ketinggian 100-250 meter dpl. Karena itu, daerah karawang sebelah selatan merupakan daerah pengembangan komoditas perkebunan dan kehutanan. Keragaman kemiringan berkisar 0-40%, dengan tingkat kemiringan datar mendominasi sebagian besar wilayah Kabupaten karawang. Sekitar 94% memiliki tingkat kemiringan lereng maksimum 8% dan 83% berkisar pada kisaran lereng 0-3%. Kabupaten Karawang memiliki rata-rata hujan 163.35 mm/bulan dan jumlah hari hujan 6.97 per bulan.
Kondisi Pertanian Kabupaten Karawang Sebagai salah satu sentra beras nasional, mata pencaharian penduduk di Kabupaten Karawang bergerak dibidang pertanian, khususnya tanaman pangan yaitu padi. Sebesar 11% dari total keseluruhan mata pencaharian penduduk di Kabupaten Karawang adalah bercocok tanam. Mata pencaharian penduduk Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 2 dibawah ini: Tabel 2 Mata pencaharian penduduk Kabupaten Karawang Mata pencaharian Pertanian Perdagangan Industri Seluruh lapangan usaha Jumlah
Jumlah (jiwa) 174 520 291 092 186 023 880 087 1 531 902
Persentase (%) 11 19 12 58 100
Sumber: Badan Pusat Statistik, Kabupaten Karawang (2011).
Potensi suaatu daerah dapat dilihat dari pola penggunaan lahan yang didaerah penelitian. Pola pengggunaan lahan juga dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi dari masyarakatnya. Penggunaan lahan di Kabupaten Karawang dapat dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan kering, dimana lahan sawah dibedakan menjadi lahan berpengairan teknis, setengah teknis dan berpengairan sederhana. Sedangkan untuk lahan kering terdiri dari lahan untuk bangunan dan halaman sekitarnya, tegal/kebun/ladang/huma, padang rumput, tambak, kolam/tebet/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan, lahan untuk tanaman kayu-kayuan dan perkebunan negara/swasta. Luas seluruh lahan di Kabupaten Karawang adalah 175 327 ha dengan perincian sebagai berikut; lahan sawah seluas 97 529 ha dan lahan kering seluas 77 798 ha. Dari jumlah tersebut sebesar 28.33% digunakan untuk bangunan dan halaman sekitarnya. Penggunaan lahan di Kabupaten Karawang dapat dilihat pada Tabel 3.
26
Tabel 3 Penggunaan lahan di Kabupaten Karawang tahun 2012 Penggunaan lahan
Luas (ha)
Lahan sawah Irigasi teknis Irigasi ½ teknis Irigasi sederhana Tadah hujan Lahan bukan sawah Tegal/kebun Ladang/huma Sementara tidak diusahakan Hutan rakyat Tambak Kolam/empang/tebat Perkebunan Lain-lain Lahan bukan pertanian Pekarangan/lahan untuk bangunan Padang rumput Rawa-rawa Total
80 513 3 709 2 687 3 017 9 039 1 835 195 4 705 9 180 438 470 14 461 23 498 100 176 154 023
Dinas: Pertanian, Peternakan dan Kehutanan Kab. Karawang tahun 2012.
Tabel 3 menyajikan luas penggunaan lahan sesuai dengan fungsi lahan tahun 2011. Dapat dilihat bahwa luas lahan sawah masih mendominasi sehingga mayoritas lahan yang digunakan untuk pertanian. Karena itu, banyak penduduk di Kabupaten Karawang yang bekerja di bidang pertanian 60%. Sedangkan lahan untuk padi non sawah tidak terlalu luas, namun dari sisi pemberian teknologi, lahan sawah banyak mendapat teknologi atau inovasi daripada lahan non sawah.
Gambaran Umum Usahatani Padi Teknik cocok tanam yang dibahas adalah cocok tanam padi sawah karena padi merupakan tanaman pertanian utama pada lahan sawah di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan dalam budidaya tanaman padi sawah. Rangkaian kegiatan dimulai dari penyemaian, pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan dan penyulaman dan kegiatan akhir pemanenan. Secara umum, teknik budidaya padi sawah yang dilakukan oleh petani daerah responden adalah sama. Usahatani Padi Sawah 1. Penyemaian Penyemaian dilakukan selama 25 hari sebelum masa tanam. Penyemaian merupakan tindakan menebar benih padi untuk keperluan penanaman dilahan yang telah dipersiapkan. Tindakan ini dapat dilakukan petani sebelum mulai
27
mengolah sawah, dengan mengambil sebagian dari lahan yang sama atau berdekatan dengan petakan sawah yang akan ditanam, hal ini dilakukan agar memudahkan memindahan bibit dan tetap segar. Cara pengolahan tanah untuk keperluan penyemaian sama dengan pengolahan tanah sawah yang akan ditanami. Sebagai langkah awal, tanah diolah sampai keadaannya seperti lahan yang siap ditanami. Langkah selanjutnya benih disebar pada lahan yang telah disiapkan. 2. Pengolahan lahan Persiapan dan pengolahan lahan terdiri dari beberapa tahapan, antara lain: pembersihan, pencangkulan, pembajakan, dan perataan. Pada tahap pembersihan, pembersihan galengan sawah dan saluran air atau parit. Galengan sawah dibersihkan dari rerumputan, diperbaiki, dan dibuat agak tinggi. Saluran air atau parit yang menuju ke sawah dibersihkan agar dapat memperlancar arus air serta menekan jumlah biji gulma yang terbawa masuk ke dalam petakan. Setelah pembersihan selesai, dilanjutkan dengan pencangkulan, yaitu dengan memperbaiki pematang serta mencangkul sudut-sudut petak sawah yang sulit dikerjakan oleh bajak dan untuk memperlancar pekerjaan bajak atau traktor. Setelah pencangkulan selesai, maka dilanjutkan dengan pembajakan. Proses ini petani bisa menyewa traktor bagi yang belum mempunyai traktor untuk mempercepat pengerjaan. Tiap hektar lahan, petani membayar sewa antara Rp 500 000 - Rp 700 000. Setelah pembajakan selesai, maka tanah kemudian diratakan dan diberi tanda garis-garis untuk tempat menanam benih padi saat penanaman. 3. Penanaman Penanaman bisa dilakukan setelah benih disemai 20 - 30 hari. Proses penanaman biasa disebut tandur. Petani padi sawah di Kabupaten Karawang melakukan penanaman dengan sistem borongan, biaya tergantung jarak tanam yang diinginkan petani. Jika jarak tanam biasa, yakni 25 cm x 25 cm biaya yang dikeluarkan adalah Rp 500 000 - Rp 650 000, sedangkan jika jarak tanamnya menggunakan sistem legowo, maka biaya mencapai Rp 700 000 per hektar lahannya. Meskipun secara teori sistem tanam secara legowo dapat menghasilkan produksi lebih tinggi, tetapi petani di Kabupaten Karawang lebih sering menggunakan sistem dengan jarak tanam biasa. 4. Pemupukan Pemupukan dilakukan untuk menyediakan nutrisi untuk tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Secara umum, ada tiga jenis pupuk yang dipakai oleh petani yaitu pupuk urea, pupuk SP-36, dan pupuk majemuk (NPK). Pupuk jenis KCI sangat jarang diaplikasikan petani ke sawah mereka. 5. Penyiangan dan penyulaman Penyiangan bertujuan untuk membersihkan padi dari tanaman gulma, sedangkan penyulaman bertujuan untuk mengganti benih padi yang mati setelah ditanam. Petani umumnya tidak mengeluarkan biaya untuk melakukan peyiangan dan peyulaman. Hal itu dikarenakan buruh tani yang memanen padi tersebutlah yang akan melakukan penyiangan, dengan konsekuensi pemanenan tidak boleh dilakukan oleh buruh tani lain. Intensitas kegiatan penyulaman dilakukan sebanyak satu sampai duakali tergantung banyak sedikitnya gulma yang tumbuh. 6. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit dilakukan 6-10 kali. Hama yang sering menyerang yaitu wereng, penggerek batang, dan siput. Penyemprotan hama yang sering ditemukan menyerang tanaman padi sawah adalah penggerek batang padi,
28
walang sangit, wereng dan belalang. Pengendalian hama dan penyakit yang dilakukan para petani adalah dengan menggunakan pestisida untuk lahan seluas satu hektar petani hanya membutuhkan dua orang tenaga kerja dan dalam waktu satu hari pemyemprotan tersebut dapat diselesaikan 7. Panen Panen hasil padi yang berkualitas tidak hanya diperoleh dari penanganan budidaya yang baik saja, tetapi juga didukung oleh penanganan panennnya. Waktu yang tepat untuk memungut hasil ditetapkan oleh kadar air yang dikandung oleh butir-butir yang terdapat pada bulir. Kadar air yang dikandung oleh butir gabah yang terdapat pada bulir di waktu pemungutan hasil umumnya sekitar 26%. Untuk keperluan pengukuran tersebut petani tidak mempunyai alat atau kemampuan mengetahui secara pasti kapan waktu untuk memetik hasil produksinya. Usahatani Padi Ladang Usahatani padi ladang dilakukan sekali sampai dua kali dalam setahun. Kegiatan berusahatani padi ladang Kabupaten Karawang dilakukan mulai dari kegiatan persiapan lahan dengan mengolah lahan pada saat datangnya musim hujan antara bulan Oktober atau November tergantung perkiraan petani berdasarkan pengalamannya sampai dengan masa panen sekitar bulan Maret atau April. Kegiatan berusahatani padi ladang umumnya dilakukan dengan sistem tumpangsari atau monokultur. Varietas tanaman padi ladang yang digunakan petani adalah kebanyakan jenis situbageuntis dan kadang-kadang juga petani menggunakan jenis ciherang yang sebenarnya merupakan varietas padi sawah. Berdasarkan pengalaman petani, varietas jenis dapat menghasilkan produksi yang lebih tinggi jika ditanam di lahan kering daripada varietas lainnya. Dan jenis ciherang juga dianggap sesuai dengan kondisi tanah dan iklim di Kabupaten Karawang oleh petani. 1. Pengolahan lahan Penentuan waktu yang paling tepat untuk mengolah tanah dilakukan petani berdasarkan pengalaman dari masa tanam sebelumnya. Berdasarkan pengalaman tersebut jika petani memperkirakan bahwa musim hujan akan berlangsung secara merata pada bulan tertentu, maka sekitar dua minggu hingga satu bulan sebelum bulan tersebut merupakan saat yang paling tepat untuk melakukan pengolahan lahan. Pengolahan tanah dilakukan petani padi responden dengan cara mencangkul dan menggunakan hewan ternak. Selain itu, tidak ada petani responden padi ladang yang menggunakan traktor atau mesin pembajak karena biaya penggunaan mesin traktor yang sangat tinggi. Penggunaan hewan ternak dan mencangkul menggunakan tenaga kerja dalam dan luar keluarga. Pada pengolahan pertama mencangkul atau menggunakan hewan ternak sedemikian serupa sehingga tanahnya terbalik, yaitu yang semula bagian tanah diatas atau permukaan menjadi di bagian bawah dan sebaliknya yang semula tanah dibagian bawah menjadi berada dibagian atas. Pengolahan ini dimaksudkan untuk mematikan dan membusukkan rerumputan yang semula terdapat di permukaan tanah dan kemudian akan terbenam ke bagian bawah tanah. Pembalikan tanah bagian bawah ke atas bertujuan untuk menyejukkan tanah memberikan kesempatan bagi tanah untuk melepaskan racun-racun yang sangat mungkin terbentuk dalam tanah. Keadaan ini dibiarkan selama dua minggu rerumputan yang terbenam dianggap
29
sudah membusuk atau melapuk dan racun-racun yang ada sudah menguap ke udara. Pengolahan kedua merupakan penyisiran tanah yaitu mengusahakan agar tanah yang sebelumnya merupakan bongkahan atau gumpalan-gumpalan besar dipecahkan dan diremukkan hingga sekecil-kecilnya. Bagian atas tanah juga diolah dengan mengunakan garpu atau garu sehingga lahan yang akan ditanam padi akan menjadi datar. Kemudian sekitar dua minggu setelah pengolahan kedua, dilakukan pengolahan ketiga yaitu kegiatan mencangkul tanah yang sebelumnya telah diremukkan dan diratakan pada pengolahan pertama dan kedua. Pengolahan ketiga ini dilakukan sedemikian rupa sehingga arah dari pembajakan tanah pertama membentuk siku dengan arah dari pembajakan tanah kedua. Kemudian pada tahap pengolahan ini juga diusahakan sedimikian rupa sehingga bagian tengah dari lahan yang diolah sedikit lebih tinggi daripada bagian pinggir lahan dengan maksud agar bagian tengah lahan tidak tergenang air jika hujan turun secara berlebihan tetapi akan mengalir ke bagian pinggir lahan, sebab walaupun padi ladang sangat bergantung pada air hujan pada pertumbuhannya namun air yang berlebihan juga akan menyebabkan kerusakan pada pertumbuhan padi ladang. Untuk lahan yang permukaannya miring, terutama pada daerah berbukit, lahan dibuat terasering untuk mencegah pengendapan air dan membentuk parit-parit untuk mencegah erosi agar kesuburan tanah tetap terjaga. Biaya upah yang berlaku secara umum bagi para buruh tani untuk proses pengolahan lahan Rp 20 000 per hari dengan jam kerja selama 6 jam. 2. Penanaman Penanaman dilakukan dengan menggunakan alat tugal (aseuk) yang terbuat dari kayu untuk membuat lubang-lubang tanam pada kedalaman sekitar 2 - 5 cm pada lahan yang sebelumnya sudah diolah terlebih dahulu, kemudian ke dalam lubang dimasukkan sekitar 5 - 7 butir padi jenis Ciherang atau situbageuntis dengan jarak tanam pada umumnya kira-kira 20 cm x 20 cm hingga 30 cm x 30 cm. Setelah bulir ditugalkan ke dalam tiap-tiap lubang tanam kemudian ditutup kembali dengan maksud agar built yang ditugalkan tidak diganggu oleh burung atau binatang-binatang perusak atau pemakan bulir lainnya. Kebutuhan benih per hektar padi ladang yaitu 50-100 kg. 3. Pemupukan Ketersediaan pupuk bagi petani menyebabkan penggunaan pupuk yang tidak optinal karena tidak sesuai dengan dosis pupuk ideal, bahkan sebagian besar petani tidak menggunakan pupuk sama sekali. Petani hanya memupuk 50-100 kg per hektar lahannya. Pemupukan dilakukan dua kali, yaitu pada saat umur padi 15 hari dan 45 hari. 4. Pengendalian hama dan penyakit Pengendalian hama dan penyakit untuk padi ladang di Kabupaten Karawang hanya sebagai pencegahan. Hama yang biasa menyerang yaitu wereng dan keong, hal itu bisa diatasi dan dicegah dengan penyemprotan pestisida jenis insektisida, yang bisa dengan mudah didapatkan di kios tani terdekat. Hama keong yang sebenarnya sangat sulit untuk dihilangkan karena hama ini menyerang padi yang masih berusia muda dan menyerang pada saat malam hari. Pengendalian hama padi ladang yang menyita waktu dan biaya adalah untuk mengendalikan gulma (penyiangan). Petani harus melakukan sesering mungkin penyiangan terutama
30
awal masa penanaman, agar pertumbuhan gulma tidak menghambat pertumbuhan padi yang baru ditanam. 5. Panen Umur panen bervariasi tergantung dari varietas dan lingkungan tumbuh. Panen sebaiknya dilakukan pada fase masak panen yang dicirikan dengan warna gabah yang sudah menguning (33-36 hari setelah berbunga). Perontokan hasil panen biasanya petani disana masih tradisional yaitu perontokan menggunakan pengebotan (memukul-mukul batang padi pada papan). Cara ini sebenarnya akan mengakibatkan pengurangan hasil cukup besar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Individu Bab ini mendeskripsikan profil rumah tangga petani padi sawah dan rumah tangga petani padi ladang di kabupaten karawang yang disurvey dalam penelitian ini. Sebagaimana yang telah dikemukakan, responden terdiri dari 120 responden suami dan istri yang terdiri dari 30 rumah tangga petani padi sawah dan 30 rumah tangga petani padi ladang. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (4160) dan usia lanjut (>60). Sebaran responden berdasarkan usia dapat dilihat dari Tabel 4 berikut. Tabel ini menjelaskan usia responden dalam penelitian ini. Responden rumah tangga petani padi sawah paling muda berusia 37 tahun untuk responden laki-laki dan 34 tahun untuk responden perempuan, usia yang paling tua yaitu 73 tahun untuk responden laki-laki dan 68 tahun untuk responden perempuan. Sedangkan rumah tangga petani padi ladang paling muda berusia 33 tahun untuk responden laki-laki dan 30 tahun untuk reponden perempuan, usia paling tua yaitu 80 tahun untuk responden laki-laki dan 68 tahun untuk responden perempuan. Tabel 4 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia Kelompok Rumah tangga petani padi sawah Rumah tangga petani padi (umur) ladang Suami Istri Suami Istri n (%) n (%) n (%) n (%) 18-40 3 10 8 27 6 20 11 36 41-60 25 84 21 70 18 60 16 54 > 61 2 6 1 3 6 20 3 10 Total 30 100 30 100 30 100 30 100 Sumber: Data primer, diolah.
31
Persentase usia responden laki-laki dan perempuan terbanyak antara usia 41-60 tahun sebanyak 84% responden laki-laki dan 70% responden perempuan untuk rumahtanggga padi sawah. Sedangkan untuk padi ladang sebesar 60% responden laki-laki dan 54 responden perempuan yang terkelompok dalam ketegori dewasa madya. Tingginya partisipasi responden pada kategori ini sesuai dengan tugas salah satu perkembangan pada masa kini yaitu berusaha mencapai dan mempertahankan suatu tingkat kehidupan ekonomi, serta menstabilkan perekonomian rumah tangga melalui sektor usaha tersebut. Menurut ketentuan BPS (2009) ternyata persentase umur yang melebihi 61 tahun dalam rumah tangga petani padi sawah sebesar 6% dan 3% sedangkan dalam rumah tangga petani padi ladang sebesar 20% dan 10%. Keterlibatan kategori umur tersebut dikarenakan tidak memiliki keterampilan lainnya selain bertani. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan yaitu jenjang terakhir sekolah formal responden yang pernah ditamatkan atau tidak tamat. Berdasarkan tabel terlihat bahwa persentase terbesar rumah tangga petani padi sawah 24% untuk responden laki-laki (suami) berpendidikan SMP dan 47% untuk responden perempuan (istri) berpendidikan SD. Persentase terendah responden tidak pernah mengikuti bangku pendidikan masing-masing 3% untuk responden laki-laki (suami) dan 3% untuk responden perempuan (istri). Sedangkan persentase terbesar rumah tangga petani padi ladang 50% untuk responden laki-laki (suami) berpendidikan SD dan 47% untuk responden perempuan (istri) berpendidikan SD. Persentase terendah responden tidak pernah mengenyam bangku pendidikan masing-masing 14% untuk responden laki-laki (suami) dan 34% untuk responden perempuan (istri). Tabel 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat pendidikan Rumah tangga petani Rumah tangga petani padi sawah padi ladang Suami n Tidak sekolah Tidak tamat SD Tamat SD SMP SMA Diploma Perguruan Tinggi Total
(%)
1 3 4 14 6 20 10 34 5 17 2 6 2 6 30 100
Istri n
(%)
1 6 14 4 3 2 0 30
3 20 47 14 10 6 0 100
Suami n
(%) 4 14 5 17 15 50 4 14 2 5 0 0 0 0 30 100
Istri n
(%) 10 4 14 2 0 0 0 30
34 14 47 5 0 0 0 100
Sumber: Data primer, diolah.
Tingkat pendidikan dalam pengambilan sampel dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah untuk tidak sekolah atau tamat SD, sedang untuk tamat SMP atau sederajat, dan tinggi untuk tamat SMA atau sederajat dan perguruan tinggi. Berdasarkan Gambar 2 dapat terlihat bahwa persentase tingkat pendidikan petani padi sawah yang dikategorikan tinggi antara laki-laki (suami) dan perempuan
32
(istri) yakni masing-masing 26% dan 16%, sedangkan persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan rendah, laki-laki memiliki persentase lebih kecil daripada perempuan. Persentase tingkat pendidikan petani padi ladang yang dikategorikan tinggi antara laki-laki (suami) dan perempuan (istri) yakni masingmasing 15% dan 0%, sedangkan persentase tingkat pendidikan yang dikategorikan rendah laki-laki memiliki persentase lebih kecil daripada perempuan. Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan rumah tangga petani padi sawah baik suami maupun istri lebih baik daripada tingkat pendidikan rumah tangga petani padi ladang. Hal ini disebabkan karena daerah tempat tinggal petani padi sawah lebih mudah mendapatkan akses pendidikan dibandingkan dengan daerah tempat tinggal petani padi ladang. Selain itu dilihat dari gambar menunjukkan bahwa tingkat pendidikan perempuan rendah. Hal tersebut dikarenakan masih terdapat subordinasi yang memposisikan tingkat pendidikan formal perempuan lebih rendah dibanding laki-laki, terlihat dengan adanya pernyataan petani perempuan yang menegaskan bahwa perempuan tidak perlu menempuh pendidikan formal yang lebih tinggi karena tugas utama perempuan setelah menikah hanya mengurusi rumah tangga.
Gambar 2 Persentase tingkat pendidikan responden suami padi sawah (□) istri padi sawah (□) suami padi ladang (□) dan istri padi ladang (□) Tingkat Pengalaman Bertani Pada penelitian ini, tingkat pengalaman bertani yaitu banyaknya pengalaman bertani padi sawah maupun padi ladang dilihat dari lamanya (dalam tahun) mereka memulai memutuskan dan melaksanakan bertani. Tingkat pengalaman tersebut dikategorikan menjadi tiga yaitu rendah jika skornya < 17 tahun, sedang jika skornya berkisar antara ≥ 17 < 34 tahun dan tinggi jika skornya ≥ 34 ≤50 tahun. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden rumah tangga petani padi sawah menempati kategori tingkat pengalaman bertani rendah 50%. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden perempuan (istri) memiliki tingkat pengalaman bertani yang masih rendah yakni sebesar 80%, sedangkan sebagian responden laki-laki memiliki tingkat pengalaman bertani sedang yakni 47%. Hal ini menunjukkan bahwa responden perempuan untuk rumah tangga petani padi lahan sawah lebih rendah daripada responden laki-laki (suami).
33
Tabel 6 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengalaman bertani padi sawah dan padi ladang Tingkat pengalaman bertani Rendah Sedang Tinggi Total
n 6 14 10 30
Rumah tangga petani padi sawah Suami Istri (%) n (%) 20 24 80 47 5 17 33 1 3 100 30 100
n 4 16 10 30
Rumah tangga petani padi ladang Suami Istri (%) n (%) 14 3 10 54 19 63 3 8 27 100 30 100
Sumber: Data primer, diolah.
Selain itu, dapat terlihat juga bahwa sebagian besar responden rumah tangga petani padi ladang menempati kategori tingkat pengalaman bertani sedang 58%. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden perempuan (istri) memiliki tingkat pengalaman bertani sedang yakni sebesar 63%. Hal ini menunjukkan bahwa responden suami maupun istri dalam bertani padi ladang memiliki tingkat pengalaman bertani yang hamper sama yakni peran keduannya berpengaruh terhadap usahatani padi ladang. Motivasi Usaha Berdasarkan Tabel 7 dibawah ini menyajikan data mengenai motivasi petani padi sawah maupun padi ladang. Motivasi usaha dilihat dari alasan yang mendorong petani dalam mengelola usahatani padi, dibedakan kedalam tiga kategori yakni rendah survival strategi yaitu strategi bertahan hidup, sedang jika motivasinya mencakup menyekolahkan anak, tinggi jika mencapai akumulasi untuk perkembangan usaha. Tabel 7 Jumlah dan persentase responden menurut kombinasi motivasi usaha padi sawah dan padi ladang Kombinasi motivasi usaha
Pendapatan untuk bertahan hidup Menyekolahkan anak Mengembangkan usaha Total n
Rumah tangga petani padi sawah Suami Istri n (%) n (%) 10 34 8 27
n 18
Rumah tangga petani padi ladang Suami Istri (%) n (%) 59 16 34
7
24
9
30
8
27
12
20
13
44
13
43
4
14
2
6
30
100
30
100
30
100
30
100
Sumber: data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 7 memperlihatkan bahwa persentase mayoritas motivasi berusahatani yaitu untuk mengembangkan usaha bertaninya dengan membuka
34
atau membeli lahan sawah lainnya. Hal ini diduga sesuai dengan latar belakang usaha rumah tangga petani yakni usaha turun-temurun. Karena petani-petani sawah di daerah karawang orangtuanya memang sudah berdomisili lama dan berprofesi sebagai petani. Mayoritas persentase motivasi petani perempuan dan laki-laki yaitu mengembangkan usaha. Sedangkan untuk rumah tangga petani padi ladang terlihat bahwa persentase mayoritas motivasi berusahatani yaitu pendapatan untuk bertahan hidup dan pendapatan yang mencakup untuk kebutuhan. Hal ini diduga sesuai dengan latar belakang usaha rumah tangga petani tersebut yakni petani tergolong petani subsiten yang hanya mempunyai lahan sekitar < 0.5 ha. Lebih lanjut, mayoritas persentase motivasi petani perempuan dan laki-laki yaitu pendapatan untuk bertahan hidup.
Karakteristik Rumah Tangga Karakteristik rumah tangga adalah identitas dan sumber daya yang dimiliki rumah tangga yang hidup bersama seatap dan sedapur, menyatu karena ikatan perkawinan dan kekerabatan. Karakteristiknya terdiri dari luas lahan yang digarap, status kepemilikan lahan, dan status ekonomi rumah tangga. Luas Lahan yang Digarap Luasan lahan yang digarap ialah besarnya lahan yang sedang digarap oleh petani saat ini. Luas lahan yaitu luas lahan (ha) yang digunakan untuk menanam padi sawah dan padi ladang. Luas lahan pertanian akan mempengaruhi skala usaha. Taraf hidup masyarakat petani pada umumnya rendah dan tergolong pada masyarakat miskin. Lahan bagi masyarakat pedesaan sangatlah penting karena merupakan faktor produksi, sehingga lahan dapat menggambarkan keadaan sosial ekonomi penduduk desa. Peneliti mengkategorikan luas lahan menjadi tiga, yaitu menurut Sajogyo (1992) menyatakan bahwa dimana kategori luas lahan garapan sempit jika lahan yang dimilikinya < 0.5 ha (< 5 000 m2) sedangkan lahan sedang jika berada diantara 0.5 ha sampai 1 ha (5 000-10 000 m2) dan lahan luas jika memiliki >10 000 m2. Kepemilikan lahan menentukan status sosial seseorang. Petani dengan lahan garapan yang luas biasanya tingkat ekonominya lebih tinggi daripada petani yang berlahan sempit. Berikut persentase luasan lahan yang digarap oleh responden rumah tangga:
Gambar 3 Persentase luas lahan rumah tangga petani padi sawah tahun 2013
Gambar 4 Persentase luas lahan rumah tangga padi ladang tahun 2013
Berdasarkan Gambar 3 dan 4 diatas bahwa luas lahan dibagi menjadi dua yakni luas lahan petani untuk menanam padi sawah dan luas lahan petani untuk
35
menanam padi ladang. Luas lahan rumah tangga petani padi sawah yang digarap dapat digolongkan menjadi tiga yaitu petani yang menggarap lahan seluas < 0.5 ha disebut petani sempit sebanyak 8% dan petani padi sawah yang menggarap lahan seluas 0.5-1 ha disebut petani menengah sebanyak 16% dan petani padi sawah yang menggarap lahan seluas > 1 ha disebut petani besar sebanyak 76%. Sedangkan luas lahan rumah tangga padi ladang yang digarap yaitu petani yang menggarap lahan seluas < 0.5 ha sebanyak 40% dan petani menengah menggarap sebanyak 36% dan petani yang menggarap lahan seluas > 1 ha sebanyak 14%. Dapat disimpulkan bahwa luas lahan padi sawah yang digarap petani padi ratarata sebesar > 1 ha, sedangkan luas lahan padi ladang yang digarap petani padi rata-rata sebesar < 0.5 ha sehingga petani padi sawah di Karawang dapat dikatakan tergolong petani besar dan untuk etani padi ladang di daerah Karawang dapat dikatakan tergolong petani sempit. Status Kepemilikan Lahan Selain luas lahan yang dimiliki oleh petani, pengelompokam petani juga dilakukan berdasarkan usaha yang mereka lakukan dalam pertanian. Petani di Indonesia dapat dikelompok menjadi tiga yaitu: 1. Petani pemilik adalah petani yang mempunyai hak atas lahan atau disewakan kepada orang lain dengan usaha tertentu. Pemilik lahan dalam penelitian ini bertempat tinggal di daerah karawang, bukan bertempat tinggal di luar karawang 2. Petani pemilik dan penggarap adalah petani yang mempunyai hak atas lahan sekaligus menggarap lahan sendiri 3. Petani penggarap adalah petani yang mengusahakan lahan orang lain atas dasar bagi hasil. 4. Buruh tani adalah orang menyewa tenaga kerja dibidang pertanian dalam usahanya mendapat upah. Status kepemilikan lahan untuk 60 rumah tangga petani, masing-masing 30 rumah tangga petani padi sawah dan 30 rumah tangga petani padi ladang yang menjadi responden sampel di daerah Karawang kondisinya sangat beragam. Persentase tertinggi untuk padi sawah 40% berstatus pemilik, untuk padi ladang 60% berstatus penggarap dan persentase terendah untuk padi sawah 10% berstatus buruhtani, untuk padi ladang 0% berstatus pemilik dan penggarap. Berikut persentase status kepemilikan lahan responden sampel daerah Karawang.
Gambar 5 Persentase status kepemilikan lahan tahun 2013
Status kepemilikan lahan di rumah tangga petani padi sawah sampel hampir rata-rata sebagai pemilik dan pemilik sekaligus penggarap. Status petani pemilik
36
dikarenakan kebanyakan pemberian warisan dari orangtua yang dahulunya sudah memiliki hamparan lahan sawah yang luas. Sedangkan untuk status pemilik sekaligus penggarap biasanya petani menerapkan sistem bagi hasil antara pemilik dan penggarap. Sistem bagi hasil tergantung kesepakatan antara pemilik dan penggarap biasanya 1/8 atau 1/7 istilah disana satu ceblokan. Semua biaya produksi ditanggung pemilik lahan, buruhtani hanya modal tenaga saja. Hasil terkadang berbentuk uang kadang juga berbentuk gabah kering panen. Sedangkan status kepemilikan lahan di rumah rangga petani padi ladang rata-rata sebagai petani penggarap karena lahan yang mereka garap atau olah merupakan lahan yang dikuasai oleh perusahaan, mereka boleh memakai lahan tersebut tanpa harus membayar biaya sewa lahan kepada perusahaan yang mempunyai hak atas lahan tersebut. Status Ekonomi Rumah tangga Status ekonomi rumah tangga dalam penelitian ini digolongkan menjadi tiga pengukuran dilakukan dengan menghitung pendapatan rumah tangga per bulan, oleh karenanya rentang pengukuran disesuaikan yaitu tergolong sangat miskin jika pendapatan rumah tangga perbulan < Rp 1 068 000, miskin jika pendapatan rumah tangga per bulan ≥ Rp 1 068 000 < Rp 2 136 000 dan tidak miskin jika pendapatan rumah tangga per bulan ≥ Rp 2 136 000 dengan mengasumsikan rata-rata anggota rumah tangga sebanyak empat orang. Tabel 8 Jumlah dan persentase responden menurut status ekonomi padi sawah dan padi ladang Status ekonomi Rumah tangga Rumah tangga rumah tangga petani padi sawah petani padi ladang n (%) n (%) < Rp 1 068 000 3 (10) 14 (47) ≥ Rp 1 068 000 < 7 (24) 13 (43) Rp 2 136 000 ≥ Rp 2 136 000 20 (66) 3 (10) Total 30 (100) 30 (100)
rumah tangga Total n 17 20
(%) (28) (34)
23 60
(38) (100)
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa mayoritas status ekonomi rumah tangga padi sawah dan padi ladang tergolong tidak miskin. Mayoritas status ekonomi rumah tangga padi ladang menempati kategori sangat miskin yakni mencapai angka 47% sedangkan mayoritas rumah tangga petani padi sawah menempati kategori tidak miskin sebesar 66%.
Akses Kontrol Partisipasi dan Manfaat dari Pelaksanaan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Akses Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Berdasarkan Tabel 9 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden termasuk ke dalam kategori tingkat akses tinggi dalam melaksanakan kegiatan usahatani padi sawah yakni sebesar 68.3%. Sebagian besar persentase responden
37
perempuan maupun laki-laki masuk ke dalam tingkat akses tinggi, yakni sebesar 63.34% dan 73.4%. Tabel 9
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 Tingkat Akses Laki-laki perempuan Total n (%) n (%) n (%) Rendah 0 (0.0) 1 (3.4) 1 (1.7) Sedang 8 (26.6) 10 (33.4) 18 (30.0) Tinggi 22 (73.4) 19 (63.3) 41 (68.3) Total n (%) 30 (100.0) 30 (100.0) 60 (100.0) Sumber: Data primer, diolah.
Walaupun demikian, baik responden laki-laki maupun perempuan mengalami kemudahan dalam mendapatkan atau mengakses seluruh kegiatan dalam melaksanakan usahatani padi sawah tersebut. Berikut beberapa pernyataan dari beberapa responden: “…. Pernah jang sasakali ibu mah mupuk, ngan teu sawios si bapak nu ….” M, perempuan, 46 tahun (pertanyaan tentang kesempatan dalam memupuk lahan padi sawah) artinya pernah dek ibu pupuk tapi enggak seseering yang dilakukin sama bapak “…. Ahh da bapak mah sok ngilu wae jangmun aya kumpul mah, asa daek daa . . . . R, 54 tahun) (pertanyaan tentang kesempatan dalam mengikuti pelatihan penyuluh) artinya ahh da bapak mah suka ikut-ikut dekk, kalau ada kumpul. Asa ada waktu mah kaalau enggk capek Dari beberapa pertanyaan responden laki-laki dan perempuan tersebut menggambarkan kemudahan dalam melaksanakan usahatani padi sawah. Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk ke dalam kategori tingkat akses tinggi (68.3%) yakni dengan persentase responden perempuan (63.3%) maupun respoden laki-laki (73.4%) sama-sama masuk dalam kategori tinggi, makat tingkat kesetaraan akses dari komponen melaksanakan usahatani padi sawah dapat dikatakan setara. Sedangkan untuk kasus padi ladang dapat diketahui bahwa sebagian besar respondenya termasuk ke dalam ketegori tingkat akses rendah dalam melaksanakan kegiatan usahatni padi ladang yakni sebesar 66.7%. Sebagian besar persentase responden perempuan maupun laki-laki dalam tingkat kategori akses rendah masing-masing yakni 63.3% dan 63.4%. Hal ini menunjukkan bahwa dalam berusahatani padi ladang kesempatan atau peluang untuk mendapatkan sarana produksi masih sulit, karena letak lahan padi ladang yang jauh dengan pasar atau took-toko pertanian.
38
Tabel 10
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 Tingkat Akses Laki-laki Perempuan Total n (%) n (%) n (%) Rendah 19 (63.4) 21 (63.3) 40 (66.7) Sedang 7 (23.4) 8 (26.7) 15 (25.0) Tinggi 4 (3.2) 0 (0.0 4 (7.3) Total n (%) 30 (100.0 30 (100.0) 60 (100.0) Sumber: Data primer, diolah.
Penelitian tentang usahatani padi sawah dan padi ladang ini sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Arkayanti (2012) terkait tingkat akses terhadap usahatani bawang merah. Arkayanti (2012) menemukan dalam studinya bahwa persentase jumlah suami yang menyatakan akses terhadap faktor-faktor produksi lebih tinggi daripada istri. Akses suami pada lahan pertanian, saluran perairan, alat-alat pertanian, dan pupuk lebih tinggi karena memang laki-laki adalah pencari nafkah utama keluarga. Sedangkan istri juga memiliki akses dan bekerja akan tetapi bukan sebagai pencari nafkah utama melaikan hanya membantu menambah penghasilan keluarga. Dalam hal pinjam-meminjam uang (kredit), persentase istri lebih rendah daripada suami hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan dari pihak istri mengenai ketentuan pengajuan pinjaman dari bank. Berbeda dengan masalah tenaga kerja, persentase jumlah istri yang menyatakan akses terhadap tenaga kerja lebih tinggi daripada suami. Hal ini dikarenakan yang bertugas menyiapkan dan menyediakan makanan serta minuman untuk tenaga kerja adalah perempuan atau istri karena tugas tersebut berkaitan dengan peranan perempuan dalam pekerjaan domestik. Kontrol Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Berdasarkan Tabel 11 diketahui bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori tingkat kontrol rendah dan sedang, yakni sebesar 41.2%. Sebagian besar persentase responden perempuan ke dalam tingkat kontrol rendah yakni sebesar 70%, laki-laki termasuk ke dalam tingkat kontrol sedang yakni sebesar berapa 60%. Tabel 11 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 Tingkat Kontrol
Rendah Sedang Tinggi Total n (%) Sumber: Data primer, diolah.
Laki-laki n
(%)
4 18 8 30
(6.6) (60.0) (13.4) (100.0)
Perempuan n
Total
(%)
n
(%)
21 (70.0) 7 (23.4) 2 (6.6) 30 (100.0)
25 25 10 60
(41.2) (41.2) (7.6) (100.0)
39
Dari beberapa pertanyaan yang diajukan memang antara laki-laki dan perempuan dalam hal pengambilan kontrol terhadap usahatani padi sawah yang memegang peranan adalah laki-laki. Mereka menggangap bahwa laki-laki merupakan kepala rumah tangga yang wajib untuk menafkahi keluargannya. Berdasarkan Tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa tingkat kesetaraan kontrol dari pelaksanaan usahatani padi dapat dikatakan tidak setara. Karena terdapat tingkatan perbedaan persentase laki-laki dan perempuan yakni perempuan mayoritas tingkat kontrol rendah sedangkan laki-laki mayoritas tingkat kontrol sedang. Sedangkan untuk tingkat kontrol petani padi ladang diketahui bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori tingkat kontrol rendah, yakni sebesar 27%. Sebagian besar persentase responden perempuan termasuk kedalam kategori tingkat kontrol rendah, yakni sebesar 70% dan laki-laki termasuk ke dalam kategori tingkat kontrol sedang, yakni sebesar 53.4%. Tabel 12 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kontrol terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 Tingkat kontrol Laki-laki Perempuan Total
Rendah Sedang Tinggi Total n (%)
n 6 16 8 30
(%) (20.0) (53.4) (26.6) (100.0)
n (%) 21 (70.0) 9 (30.0) 0 (0.0) 30 (100.0)
n 27 25 8 60
(%) (45.0) (41.6) (3.4) (100.0
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 12 bahwa tingkat kesetaraan kontrol padi ladang dari pelaksanaan usahatani padi dapat dikatakan tidak setara. Karena mayoritas persentase tingkat kontrol pelaksanaan usahatani padi ladang antara laki-laki dan perempuan berbeda. Kontrol atau pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang masih didominasi oleh laki-laki dibanding dengan perempuan. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan produksi, yang mencakup pembelian sarana produksi, pembelian alat-alat, penanaman modal, penggunaan tenaga buruh, penjualan hasil, dan cara penjualan. Penenlitian ini sejalan dengan yang pernah dilakukan oleh Yanita (2010) dalam studinya analisis gender pada agribisnis paprika, disana dijelaskan bahwa Pengambilan keputusan yang terjadi dalam rumah tangga petani bawang merah dilakukan atas dasar musyawarah atau hasil diskusi dari responden suami dan istri. Jadi pengambilan keputusan dilakukan bersama akan tetapi ada keputusan yang didominasi oleh suami ada juga yang didominasi oleh istri. Namun demikian, ada juga pengambilan keputusan dalam rumah tangga di mana suami dan istri mengambil keputusan sama besar atau seimbang. Menurut responden suami dan responden istri, pengambilan keputusan dalam pengelolaan usahatani bawang merah didominasi oleh suami. Pengetahuan yang dimiliki oleh suami dalam hal pertanian lebih banyak daripada pengetahuan yang dimiliki oleh istri dikarenakan keterlibatan suami
40
dalam kegiatan kemasyarakatan, khususnya penyuluh pertanian dan kelompok tani. Sehingga suami mendominasi pengambilan keputusan di bidang produktif karena suami dianggap lebih mengetahui tentang proses penanaman bawang merah. Pengetahuan ini terutama dalam hal pembelian peralatan dan perlengkapan produksi, penentuan jenis dan jumlah pupuk, penentuan jarak tanam, penentuan waktu dan penjualan hasil panen. Partisipasi Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa seagian besar responden rumah tangga padi sawah masuk ke dalam kategori sedang yakni sebesar 38.3%. Sebagian besar persentase responden perempuan ke dalam tingkat partisipasi rendah yakni sebesar 46.6%, laki-laki termasuk ke dalam tingkat partisipasi sedang yakni sebesar berapa 43.4%. Tabel 13 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 Tingkat Partisipasi
Rendah Sedang Tinggi Total n (%)
n
Laki-laki (%)
Perempuan n (%)
n
Total (%)
7 13 10 30
(23.4) (43.4) (33.3) (100.0)
14 (46.6) 10 (33.4) 6 (20.0) 30 (100.0)
21 23 16 60
(35.0) (38.3) (26.7) (100.0)
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel tersebut dapat dijelaskan juga bahwa tingkat kesetaraan partisipasi dari pelaksanaan usahatani padi dapat dikatakan tidak setara. Karena terdapat tingkatan perbedaan persentase laki-laki dan perempuan yakni perempuan mayoritas tingkat partisipasi rendah sedangkan laki-laki mayoritas tingkat kontrol sedang. Tingkat partisipasi petani padi ladang diketahui bahwa sebagian besar responden masuk ke dalam kategori tingkat partisipasi sedang, yakni sebesar 29%. Sebagian besar persentase responden perempuan termasuk kedalam kategori tingkat partisipasi sedang, yakni sebesar 46.7% dan laki-laki termasuk ke dalam kategori tingkat kontrol sedang, yakni sebesar 50%. Tabel 14 Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 Tingkat partisipasi Laki-laki Perempuan Total n (%) n (%) n (%) Rendah 5 (16.6) 6 (20.0) 11 (18.3) Sedang 15 (50.0) 14 (36.7) 29 (48.3) Tinggi 10 (33.3) 10 (33.3) 20 (33.4) Total n (%) 30 (100.0) 30 (100.0) 60 (100.0) Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa tingkat kesetaraan partisipasi padi ladang dari pelaksanaan usahatani padi dapat dikatakan setara. Karena mayoritas persentase tingkat partisipasi pelaksanaan usahatani padi ladang antara laki-laki dan perempuan berbeda.
41
Manfaat Petani Padi Laki-laki dan Petani Perempuan Berdasarkan Tabel 15 diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk ke dalam tingkat menikmati manfaat tinggi, yaitu sebesar 55%. Sebagian besar persentase responden perempuan menempati kategori tingkat manfaat sedang, yakni sebesar 73.3% sedangkan laki-laki menempati ketegori tingkat manfaat tinggi, yakni 66.7%. Tabel 15 Jumlah dan persentase responden menurut menikmati manfaat terhadap pelaksanaan usahatani padi sawah tahun 2013 Manfaat Laki-laki Perempuan Total n (%) n (%) n (%) Rendah 4 (13.3) 5 (3.4) 9 (15.0) Sedang 6 (20.0) 22 (73.3) 28 (40.0) Tinggi 20 (66.7) 13 (43.3) 33 (55.0) Total n (%) 30 (100.0) 30 (100.0) 60 (100.0) Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan Tabel 15 memperlihatkan bahwa sebagian besar responden termasuk ke dalam kategori tingkat manfaat tinggi 55.0%. Mayoritas responden perempuan menempati kategori tingkat manfaat sedang, yakni dengan persentase sebesar 73.3% dan responden laki-laki menempati kategori tingkat manfaat tinggi 66.7% maka tingkat kesetaraan menikmati manfaat dari pelaksanaan usahatani padi dapat dikatakan tidak setara. Untuk padi ladang, berdasarkan Tabel 14 diketahui bahwa sebagian besar responden termasuk ke dalam tingkat menikmati manfaat sedang, yaitu sebesar 42.4%. Sebagian besar persentase responden perempuan menempati kategori tingkat manfaat rendah, yakni sebesar 54.0% sedangkan laki-laki menempati ketegori tingkat manfaat sedang, yakni 50.0%. Tabel 16 Jumlah dan persentase responden menurut menikmati manfaat terhadap pelaksanaan usahatani padi ladang tahun 2013 Manfaat Laki-laki Perempuan Total
Rendah Sedang Tinggi Total n (%)
n 3 15 12 30
(%) (10.0) (50.0) (40.0) (100.0)
n (%) 16 (54.0) 11 (36.0) 3 (10.0) 30 (100.0)
n (%) 19 (32.6) 25 (42.4) 15 (25.0) 60 (100.0)
Sumber: Data primer, diolah.
Manfaat adalah kegunaan atau keuntungan yang diperoleh responden dari pengelolaan usahatani padi. Penilaian tentang manfaat ini dilakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan mengenai manfaat dari kegiatan pengeloalaan usahatani padi. Hasil perhitungan seluruh responden baik laki-laki maupun perempuan tentang manfaat kegiatan pengelolaan usahatani padi tidak adil dan tidak setara. Persepsi responden sangat buruk atau tidak adil dan tidak setara karena memang mereka kurang merasakan manfaat dari kegiatan produktif
42
tersebut dan manfaat yang mereka peroleh berbeda antara responden laki-laki dan perempuan. Pembagian Kerja antara Laki-laki dan Perempuan dalam Kegiatan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Kegiatan produktif usahatani petani padi sawah dan padi ladang adalah kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan terdiri dari beberapa tahapan kegiatan. Kegiatan produktif dapat menyumbang pendapatan keluarga berupa uang atau barang misalnya bertani, berkebun, berdagang dan kegiatan yang lainnya. Kegiatan produktif dalam penelitian ini adalah kegiatan bercocok tanam atau melaksanakan usahatani untuk kasus padi sawah dan padi ladang. Peran dalam kegiatan ini dilihat dari pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan pada setiap tahapan kegiatan usahatani padi sawah dan padi ladang mulai dari pra produksi hingga kegiatan pasca panen. Pembagian kerja produktif usahatani responden petani padi sawah dan padi ladang dibedakan menjadi tiga jenis kegiatan yaitu kegiatan produktif di lahan usahatani yang hanya dilakukan oleh suami, kegiatan yang dilakukan bersama (suami dan istri) serta kegiatan yang hanya dilakukan oleh istri. Tahapan kegiatan dalam menanam padi sawah dan padi ladang diantaranya yaitu; tahapan pra panen, tahapan panen serta tahapan pasca panen. Tahapan pra panen terdiri dari; penyemaian, pengolahan lahan, pembersihan bedengan, mencangkul, membajak, penanaman, pemberian pupuk 1 dan 2, penyiangan dan penyulaman, pengendalian dan pemberantasan hama. Sedangkan tahapan selanjutnya ialah terdiri dari; pemanenan dan pengemasan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama terlibat dalam kegiatan usahatani padi sawah dan padi ladang. Berdasarkan penelitian, untuk usahatani padi sawah laki-laki lebih dominan pada kegiatan penyemaian, pengolahan lahan, pembersihan bedengan, mencangkul, membajak lahan, pemberian pupuk, dan penyemprotan hama. Untuk perempuan terlihat lebih dominan pada kegiatan penanaman, penyiangan dan penyulaman. Kegiatan usahatani padi ladang terlihat bahwa laki-laki dominan pada kegiatan mencangkul, membajak lahan, dan penyemprotan hama dan penyakit. Perempuan padi ladang dominan pada kegiatan penanaman, pemanenan, penyiangan dan penyulaman. Penelitian ini menggambarkan bahwa perbedaan pembagian kerja antara laki-laki dan perempuan dalam kegiatan produktif usahatani padi sawah dan padi ladang lebih disebabkan sifat pekerjaannya. Dimana pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki dianggap sebagai suatu pekerjaan berat secara fisik, sementara pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan adalah pekerjaan yang memerlukan ketelitian. Pembagian kerja dalam rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang pada tahapan kegiatan dalam usahatani padi yang sifatnya merupakan kegiatan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan laki-laki (suami). Pada tahapan kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan dominan pelaku kegiatannya adalah perempuan (istri). Munculnya anggapan bahwa perempuan melakukan pekerjaan ringan dan perlunya ketelitian dalam kegiatan usahatani disebababkan oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Bentuk fisik laki-laki dan perempuan, dikatakan bahwa bentuk fisik perempuan tidak sekuat tubuh laki-laki yang dimitoskan tidak kuat dalam bekerja;
43
2. Perempuan identik dengan sosok yang berperasaan halus, lemah lembut, dan melakukan pekerjaan yang sifatnya menata. Semakin kaya petani maka semakin sedikit anggota keluarganya yang terlibat dalam pekerjaanpekerjaan berat, terutama istri mereka. Istri malah biasanya dipercaya untuk memegang uang hasil usahatani. Dengan tidak dilibatkan perempuanperempuan dalam kegiatan produksi maka semakin perempuan dianggap lemah. Berdasarkan Tabel 17 menunjukkan bahwa beberapa pola umum pembagian kerja dalam kegiatan usahatani padi sawah. Kegiatan produktif yang dominan dilakukan oleh suami atau laki-laki diantaranya adalah penyemaian, pengolahan lahan, pembersihan galengan, mencangkul, membajak lahan, pemberian pupuk, pengendalian dan pemberantasan hama. Perempuan terlihat lebih dominan terhadap kegiatan penanaman, penyiangan dan penyulaman. Keadaan di wilayah responden sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2007) yang menunjukkan bahwa tahapan kegiatan usahatani yang sifatnya merupakan pekerjaan berat dan kasar maka diperlukan kegiatan dominan suami. Pekerjaan yang sifatnya kegiatan ringan maka pelaku kegiatanya dominan istri. Tabel 17 Pembagian kerja usahatani padi sawah pada musim tanam pertama di Desa Tegalsari dan Desa Pagadungan tahun 2013 No
1 2
3 4 5 6 7
8 9
Kegiatan usahatani padi sawah
Penyemaian Pengolahan lahan - Pembersihan bedengan - Mencangkul - Pembajakan Penanaman Pemberian pupuk 1 Penyiangan dan Penyulaman Pemberian pupuk 2 Pengendalian dan pemberantasan hama - Penyemprotan hama dan penyakit - Pengambilan keong/siput Pemanenan Pengemasan
Pembagian kerja
Total
n 52.0
Suami (%) 86.7
n 4.0
Istri (%) 6.7
n 2
Bersama (%) 3.4
100.0
60.0 60.0 60.0 0.0 54.0 0.0
100.0 100.0 100.0 0.0 90.0 0.0
0.0 0.0 0.0 60.0 6.0 60.0
0 0 0 100 10 100
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0
50.0
83.3
6.0
10
4
6.7
100.0
57.0
95.0
3.0
5
0
0
100.0
45.0 56.0 48.0
75.0 66.7 80.0
10.0 14.0 7.0
16.7 23.3 11.7
5 0 5
8.3 0 8.4
100.0 100.0 100.0
Sumber: Data primer, diolah.
Pembelian benih dan pupuk dominan dilakukan oleh suami karena suamilah yang tergabung dalam kelompok tani. Sementara istri hanya membantu dalam hal proses penyemaian dan pemupukan. Kegiatan produktif yang dominan dilakukan oleh istri atau perempuan adalah menanam benih (tandur), menyiangi hama, pemilihan benih. Kegiatan usahatani yang dilakukan secara bersama adalah memanen, pengemasan dan pemasaran.
44
Berdasarkan Tabel 18 menarik untuk terlihat pola umum pembagian kerja dalam kegiatan usahatani yang berbeda daripada padi ladang. Kegiatan produktif yang dominan dilakukan oleh suami atau laki-laki diantaranya adalah mencangkul, membajak lahan, penyemprotan hama dan penyakit. Perempuan dalam padi ladang melakukan kegiatan yang dominan; penanaman, penyiangan, penyulaman, dan pemanenan. Kegiatan kegiatan tersebut memang dalam pekerjaannya sama dengan rumah tangga padi ladang. Akan tetapi, distribusi pembagian kerja padi ladang persentasenya lebih merata bila dibandingkan dengan rumah tangga padi sawah. Tabel 18 Pembagian kerja usahatani padi ladang pada musim pertama di Desa Mulyasejati dan Desa Tamanmekar tahun 2013a No
Kegiatan usahatani padi ladang
Pembagian kerja
Total
n -
Suami (%) -
n -
Istri (%) -
35.0 60.0 48.0
58.3 100 80
15.0 0.0 10.0
25.0 0.0 16.7
10.0 0.0 2.0
16.7 0.0 3.3
100.0 100.0 100.0
3 Penanaman 4 Pemberian pupuk 1 5 Penyiangan dan Penyulaman
0.0 42.0 0.0
0 70 0
60.0 7.0 60.0
100.0 11.7 100.0
0.0 11.0 0.0
0.0 18.3 0.0
100.0 100.0 100.0
6 7
40.0
66.7
8.0
13.3
12.0
20.0
100.0
55.0
91.7
5.0
8.3
0.0
0.0
100.0
28.0
26.7
32.0
53.3
0.0
0.0
100.0
16.0 16.0
66.7 26.7
40.0 32.0
66.7 53.3
4.0 12.0
6.6 20.0
100.0 100.0
1
Penyemaian
2
Pengolahan lahan - Pembersihan bedengan - Mencangkul - Membajak
Pemberian pupuk 2 Pengendalian dan pemberantasan hama - Penyemprotan hama dan penyakit - Pengambilan keong/siput 8 Pemanenan 9 Pengemasan Sumber: data primer, diolah.
Bersama n (%) -
-
Kegiatan usahatani padi ladang terlihat lebih dominan pada kegiatan mencangkul, membajak lahan, penyemprotan hama dan penyakit. Untuk perempuan dalam padi ladang dominan pada kegiatan penanaman, pemanenan, penyiangan dan penyulaman. Penelitian ini memperlihatkan bahwa, pembagian kerja pada penelitian ini tersebut dipengaruhi oleh teori yang menyatakan stereotype yang berkembang dalam masyarakat pedesaan. Perempuan (istri) tidak boleh mengerjakan pekerjaan berat karena pekerjaan berat di sawah seharusnya dilakukan oleh laki-laki. Berdasarkan hasil pengamatan ada hal yang menarik dalam pembagian kerja usahatani padi sawah dan padi ladang di Kabupaten Karawang. Pada kasus padi sawah, rumah tangga petani cenderung terdapat
45
subordinasi (peminggiran peran) dalam sektor kegiatan usahatani padi. Karena istri dalam padi sawah lebih banyak bekerja di kegiatan reproduktif, yakni kegiatan yang tidak menghasilkan uang atau barang akan tetapi kegiatan yang dilakukan dalam kehidupan rumah tangga. Kasus padi ladang, rumah tangga petani memang cenderung terdapat subordinasi (peminggiran peran) dalam sektor kegiatan usahatani. Akan tetapi, perempuan (istri) dalam padi ladang cenderung lebih mau ikut serta dalam membantu laki-laki (suami) dalam melaksanakan usahatani padi tanpa meninggalkan kegiatan dalam rumah tangganya. Hal ini disebabkan karena status ekonomi rumah tangga padi ladang yang tidak mencukupi kehidupan mereka sehingga pembagian peran antara laki-laki dan perempuan padi ladang dapat dikatakan mendekati seimbang daripada pembagian peran laki-laki dan perempuan padi sawah.
Peranan Perempuan dalam Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Padi dalam penelitian ini dibedakan menjadi padi sawah dan padi ladang. Padi sawah ditanam ditanam di dataran rendah yang memiliki penggenangan air atau pengairan yang baik sedangkan padi ladang ditanam di daerah lahan kering, ditanam di lahan tidak tetap seperti semak belukar, hutan rakyat dan lain sebagainnya. Selain diteliti dari pelaksanaan usahataninya, peranan perempuan juga melihat proses pengambilan keputusan dalam tahapan usahatani padi. Perbedaan mendasar antara padi sawah dan padi ladang yang membuat menarik dalam penelitian ini. Perilaku perempuan yang cenderung berbeda dikarenakan kegiatan dalam tahapan usahatani padi sawah dan padi ladang yang juga berbeda. Peran perempuan padi sawah dibandingkan dengan padi ladang tentu akan menjadi hal yang sangat menarik, peran terhadap pelaksanaan usahatani dengan membedakan lahan yang digunakannya akan menimbulkan kontribusi yang berbeda. Padi sawah dengan lahan yang sudah terintegrasi dengan sistem pengairan yang baik, akan menyebabkan peran perempuan dalam hal pelaksanaan usahatani cenderung berkurang. Hal ini diperkuat dengan dugaan petani padi sawah yang memang petaninya sudah mapan, sehingga peran perempuan atau istri cenderung berkurang. Lain hal dengan padi ladang yang letak lahannya cukup jauh, lahan yang gurem dengan tingkat pengembalian yang tidak mencukupi kebutuhan hidup sehingga akan berdampak pada peran perempuan di sektor padi ladang lebih berkembang dan lebih berperan dibandingkan dengan peran perempuan di padi sawah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perbedaan peranan perempuan padi sawah dan padi ladang dalam proses tahapan kegiatan usahatani padi sawah dan padi ladang tidak terlalu berbeda jauh. Tahapan seperti penanaman, penyiangan dan penyulaman memiliki perbandingan yang sama. Hal ini berarti peranan perempuan pada tiga tahapan tersebut memang biasa dilakukan oleh perempuan (istri) dalam rumah tangga petani padi. Karena ketiga tahapan tersebut masih tergolong kegiatan yang ringan dan bisa dijangkau oleh perempuan padi sawah dan padi ladang, perempuan hanya bekerja ringan dalam bertani disebabkan karena perempuan (istri) memiliki peran ganda dalam kehidupannya. Peran ganda tersebut yang membatasi perannya terhadap usahatani padi. Hal ini sejalan dengan pendapat departemen pertanian (1997) menyatakan bahwa
46
perempuan dalam keluarga petani dan masyarakat pertanian yang terlibat langsung atau tidak langsung dan ikut bertanggungjawab dalam kegiatan usahatani dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan usaha peningkatan kesejahteraan keluarganya. Ada hal yang menarik dalam perbandingan peranan padi sawah dan padi ladang. Tahapan kegiatan perempuan (istri) padi sawah usahatani selain penanaman, penyulaman dan penyiangan lebih dominan dilakukan perempuan (istri) padi ladang. Hal ini dikarenakan perbandingan peranan tersebut dipengaruhi oleh budaya patriarki. Perempuan padi sawah yang tidak terlalu mengambil peran dalam usahatani dipengaruhi oleh budaya tersebut, laki-laki (suami) selaku kepala keluarga mayoritas mengurangi pembatasan kegiatan perempuan untuk berperan dalam proses usahatani. Perempuan padi ladang walaupun dengan adanya budaya tersebut tetapi mayoritas perempuan padi ladang tetap berperan dalam kegiatan usahatani padi. Hal ini dikarenakan rendahnya ekonomi keluarga, kebutuhan keluarga yang meningkat dan luas lahan garapan yang sempit Secara garis besar, peranan perempuan dalam menjalankan usahatani padi sawah maupun padi ladang memungkinkan menyebabkan terjadinya bias gender yakni akibat dari kultur atau budaya masyarakat setempat yang menempatkan perempuan pada perspektifnya. Keadaan ini menjadikan pekerjaan tertentu hanya diperuntukkan untuk jenis kelamin tertentu, atau sebagian besar porsi pekerjaan lebih baik dikerjakan untuk jenis kelamin tertentu. Fenomena perempuan bekerja telah menjadi hal yang menarik, lebih-lebih perempuan yang tinggal di pedesaan. Keterlibatan mereka bekerja dalam usahatani padi sawah maupun padi ladang sebagian besar dikarenakan tuntuan ekonomi, dukungan suami, dan kehadiran anak. Pelaksanaan usahatani padi sawah maupun padi ladang selalu mengaitkan perempuan dalam pekerjaanya, walaupun terkadang peran dominan atau tidak tergantung keputusan suami. Peran perempuan dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang beragam dan bervariasi, adakalanya perempuan mengambil peran semua pelaksanaan usahatani atau pun terkadang perempuan tidak sama sekali melakukan kegiatan pelaksanaan usahatani, hanya sekedar membantu dalam hal memberi makan ke lahan kepada buruh tani. Ketika menjalankan usahatani padi sawah dan padi ladang, peranan perempuan apabila disinggung terkait dengan pelaksanaan usahatani tidak terlepas dari peranannya dalam pekerjaan mencari nafkah. Pekerjaan mencari nafkah adalah seluruh kegiatan yang langsung mendapatkan pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan anggota rumah tangga. Menurut adat setempat, pekerjaan laki-laki adalah pekerjaan mencari nafkah sedangkan pekerjaan perempuan adalah pekerjaan rumah tangga, namun zaman sekarang telah berubah kebutuhan rumah tangga semakin banyak akhirnya perempuan pun turut terlibat dalam pekerjaan mencari nafkah. Seiring berkembangnya zaman, bekerja mencari nafkah oleh perempuan didaerah ini sekarang sudah menjadi kebiasaan. Keikutsertaan perempuan dalam kegiatan usahatani padi sawah, sangat menonjol pada penanaman, penyiangan. Sedangkan keterlibatan laki-laki pada saat penyemaian, mengolah lahan, pemeliharaan dan pemupukan, serta penjualan hasil. Lalu keikutsertaan perempuan dalam kegiatan usahatani padi ladang yakni sangat menonjol pada penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Laki-laki keterlibatannya banyak di mengolah lahan, pemupukan dan pemeliharaan,
47
penjualan hasil serta aktif dalam kegiatan kelompok tani. Keterlibatan mencari nafkah pada dasaranya didorong oleh beberapa hal, yaitu: 1. Perempuan yang terlibat di bidang pertanian dalam rangka upaya memenuhi kubutuhan rumah tangga yang semakin beragam dan meningkat, sehingga apabila perempuan (istri) ikut terlibat langsung dalam mengolahnya maka hal terebut akan mengurangi biaya atau pengeluran untuk mengupah tenaga kerja. 2. Perempuan (istri) memiliki kemajuan dalam memajukan anak-anaknya dalam bidang pendidikan sehingga perempuan mencari alternatif lain untuk manambah penghasilan keluarga agar anak-anaknya bisa mendapatkan jenjang penndidikan yang tinggi. Keadaan ekonomi yang sulit karena luas pemilikan lahan yang sempit mendorong perempuan untuk lebih banyak bekerja mencari nafkah. Berbeda kasus padi sawah yang rata-rata memiliki lahan yang cukup besar peran perempuan tidak teralu dominan, hal ini dikarenakan suami selaku kepala keluarga melarang istrinya untuk bekerja langsung dalam pelaksanaan usahatani padi. Kasus padi ladang yang mempunyai lahan yang sempit atau gurem. Peran perempuan yang diakibatkan oleh lingkungan sekitar mempunyai andil besar dalam proses pelaksanaan usahatani padi. Lahan yang letaknya jauh tidak mengurungkan niat bagi perempuan untuk sekedar membantu dalam proses pelaksanaan usahatani padi. Kontribusi perempuan relatif besar dalam kegiatan produktif (ekonomi). Walaupun demikian kemitrasejajaran antara laki-laki dan perempuan dalam pengambilan keputusan harus dipertanyakan. Pada kegiatan mana perempuan dari desa responden tersebut diberi hak (berpartisipasi) dalam proses pengambilan keputusan. Dikaitkan dalam proses pengambilan keputusan di bidang produksi, terdapat perbedaan pada pola pengambilan keputusan yang spesifik antara lakilaki (suami) dan perempuan (istri). Secara umum peranan laki-laki dalam mengambil keputusan lebih dominan dibandingkan perempuan dalam berbagai tahapan kegiatan usahatani. Salah satu faktor utama yang menjadi menyebab fenomena tersebut adalah berkaitan dengan proses pelaksanaan kegiatan. Untuk kegiatan pengolahan lahan berupa kegiatan mencangkul, penggunaan traktor, waktu mengolah tanah, masa membuat penyemaian, termasuk jumlah tenaga kerja yang terlibat, pengambilan keputusanya didominasi oleh suami. Varietas yang ditanam mayoritas didominasi oleh laki-laki, pertimbangannya antara lain: umur panen, tingkat produktivitas, dan kemudahan mendapatkan benih. Suami lebih mempunyai informasi tentang perbandingan varietas tertentu. Informasi yang didapat oleh suami didapat dari penyuluh pertanian setempat karena setiap memasuki masa tanam biasanya petani melalui gapoktan mengadakan pertemuan dengan penyuluh terkait varietas yang ingin ditanam. Gambaran tingkat antara dominasi suami dan istri dalam pengambilan keputusan pada proses pelaksanaan usahtani padi ladang dan sawah disajikan dalam Tabel berikut:
48
Tabel 19 No
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan kegiatan produksi usahatani padi
Jenis kegiatan
Pengolahan lahan pertanian Varietas yang ditanam Penanaman Penyiangan Pemupukan Pemberantasan hama Pemanenan Penjualan hasil Keikutsertaan organisasi kelompok tani
Pengambilan keputusan di padi sawah
Pengambilan keputusan di padi ladang
Suami (%) 90
Istri (%) 10
Suami (%) 100
Istri (%) 0
100
0
90
10
10 50 90 90
90 50 10 10
10 50 90 90
90 50 10 10
55 50
45 50
60 45
40 55
100
0
100
0
Sumber: data primer, diolah.
Untuk kegiatan penanaman didominasi oleh istri dalam hal pengambilan keputusan. Kegiatan penanaman mencakup kegiatan pertimbangan waktu tanam dan pemilihan jumlah tenaga kerja yang akan terlibat dalam kegiatan tersebut. Kegiatan pemupukan mencakup jenis pupuk, waktu pemupukan, dan banyaknya penggunaan pupuk secara umum diperoleh laki-laki melalui pelatihan pembuatan pupuk dan melalui kelompok tani atau pun berbagai sumber penerangan dari PPL dalam berbagai forum pertemuan. Dominasi keterlibatan laki-laki pada berbagai tahapan pelaksanaan usahatani padi disebabkan berbagai alasan. Laki-laki dianggap bertanggungjawab penuh atas pekerjaan-pekerjaan berat dalam pelaksanaan usahatani padi sawah serta lebih mengetahui teknik-teknik usahatani padi yang lebih maju sehingga laki-laki dianggap lebih tepat sebagai pengambil keputusan utama.
Indeks Kesetaraan dan Keadilan Gender Indeks kesetaraan dan keadilan gender adalah suatu indikator yang dapat dipakai untuk menilai suatu keberhasilan program pemberdayaan perempuan pada berbagai bidang pembangunan. Selain itu, indeks kesetaraan dan keadilan gender didefinisikan sebagai peluang atau risiko perempuan untuk berada atau mencapai status atau kedudukan dibanding dengan laki-laki. Penilaian kriteria nilai IKKJ sebagai berikut; jika nilai IKKJ < 1 memperlihatkan bahwa masih adanya kesenjangan peran laki-laki dengan perempuan yag cukup signifikan, nilai IKKJ 1 mencerminkan bahwa kesetaraan dan keadilan gendernya penuh atau seimbang, nilai IKKJ 0 menunjukkan bahwa terdapat ketidaksetaraan atau kesenjangan
49
penuh dan nilai IKKJ > 1 menunjukkan bahwa adanya kesenjangan antara lakilaki dan perempuan yang sangat signifikan (Unggul 2005). Pada IKKJ ini akan dilihat bagaimana peluang perempuan terhadap laki-laki dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. Pelaksanaan usahatani yang dianalisis dalam IKKJ ini adalah tingkat pendidikan responden, jumlah tenaga kerja yang dipakai dan pengambilan keputusan dalam usahatani. Berbeda kasus padi sawah yang rata-rata memiliki lahan yang cukup besar peran perempuan tidak teralu dominan, hal ini dikarenakan suami selaku kepala keluarga melarang istrinya untuk bekerja langsung dalam pelaksanaan usahatani padi. Sebaliknya, kasus padi ladang yang mempunyai lahan yang sempit atau gurem. Peran perempuan yang diakibatkan oleh lingkungan sekitar mempunyai andil besar dalam proses pelaksanaan usahatani padi. Lahan yang letaknya jauh tidak mengurungkan niat bagi perempuan untuk sekedar membantu dalam proses pelaksanaan usahatani padi. Dalam menjalankan usahatani padi dimulai dari tahapan penanaman hingga pasca panen memungkinkan terserapnya tenaga kerja perempuan dan tenaga kerja laki-laki. Terserapnya tenaga kerja tersebut menyebabkan terjadinya bias gender yakni akibat dari kultur atau budaya masyarakat setempat yang menempatkan perempuan pada perspektifnya. Keadaan ini menjadikan pekerjaan tertentu hanya diperuntukkan untuk jenis kelamin tertentu, atau sebagian besar porsi pekerjaan lebih baik dikerjakan untuk jenis kelamin tertentu. Gambaran penyerapan tenaga kerja dalam berbagai tahapan pelaksanaan usahatani yang dilakukan oleh responden dapat dilihat dari Tabel berikut. Tabel 20 Jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan responden rumah tangga petani pada berbagai tahap pekerjaan No
1 2 3 4 5 6 7 a
Jenis kegiatan
Penyemaian Pengolahan Lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan dan pemeliharaan Pemanenan Pemasaran
Tenaga kerja padi sawah
Tenaga kerja padi ladang
Laki-laki (%) 94 100 0 90 87
Perempuan (%) 6 0 100 10 13
Laki-laki (%) 94 0 70 30
Perempuan (%) 6 100 30 70
45 50
55 50
20 53
80 47
Sumber: Data primer, diolah.
Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa tenaga kerja responden terhadap tahapan kegiatan pelaksanaan usahatani padi. Jenis kegiatan dalam pengolahan lahan pertanian didominasi oleh tenaga kerja laki-laki tanpa melibatkan tenaga kerja perempuan. Keadaan ini tidak terlepas dari pemahaman masyarakat yang menggangap bahwa laki-laki lebih perkasa atau kuat daripada perempuan, sehingga sangat tepat untuk keperluan mencangkul atau pun
50
mengoperasikan traktor. Tenaga kerja padi ladang dalam tahapan pengolahan lahan mayoritas sama dengan tenaga kerja padi sawah. Tetapi ada hal menarik dalam pengolahan lahan di padi ladang, yakni tenaga kerja perempuan mengambil andil dalam hal pengolahan lahan walaupun tidak sesering tenaga kerja laki-laki. Tenaga kerja perempuan mengambil andil karena perempuan dalam kasus padi ladang lebih peka terhadap lingkungan sekitar, hal ini dikarenakan tenaga kerja perempuan dalam mengolah lahannya menggunakan tenaga ternak. Dalam menggunakan tenaga ternak, perempuan sangat bisa dan ahli dalam mempergunakannya. Demikian halnya dengan pemupukan, penyiangan dan pemeliharaan yang menggangap laki-laki lebih punya kecepatan dan kelincahan sehingga pekerjaan diduga akan lebih cepat menyelesaikan pekerjaan tersebut. Padi ladang dalam tahapan yang sama tenaga kerja perempuan di padi ladang lebih dominan daripada tenaga kerja perempuan di padi sawah. Berbeda halnya untuk tahapan penanaman yang didominasi tenaga kerja perempuan. Hal ini dikarenakan proses penanaman harus dilakukan oleh tenaga kerja yang teliti dan sabar, masyarakat menggangap bahwa tenaga kerja perempuan lebih “ngaweusi” dibandingkan dengan tenaga kerja laki-laki. Oleh karenanya tenaga kerja perempuan lebih dibutuhkan dalam melakukan penanaman baik dengan cara sebar atau pun tugal. Pada kegiatan pemanenan tenaga kerja laki-laki lebih banyak dilibatkan dalam pengangkutan dan pemindahan hasil produksi di dalam lahan maupun ke luar lahan. Selain itu, sebenarnya baik perempuan pada padi sawah maupun padi ladang ikut serta dalam hal pemanenan walaupun pekerjaannya tidak seberat laki-laki. Pada padi sawah karena menggunakan alat pemanen padi yaitu trasher maka tenaga kerja perempuan tidak terlalu kelihatan melainkan hanya beberapa yang terlihat mengangkut potongan gabah. Berbeda dengan padi ladang tenaga kerja perempuan disana lebih banyak mengambil peran daripada tenaga kerja padi sawah. Peran yang diambil ialah terkadang perempuan “mengebot” langsung potongan tanaman padi ke alat yang sangat sederhana yakni “gobotan” untuk menghasilkan gabah yang maksimal. Berdasarkan data berbagai tahapan usahatani diatas, maka besarnya IKKG dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan responden Sektor pertanian yang relatif tidak melibatkan tenaga kerja terdidik dan pendapatan petani yang diperoleh relatif tidak memberikan insentif bagi para petani, mengakibatkan banyak pihak kurang tertarik terhadap usahatani padi. Terlebih-lebih banyak anggota masyarakat petani saat sekarang hanya mempunyai lahan sempit, memiliki tingkat kesulitan untuk memilihnya, dan tidak sedikit biaya untuk melaksanakannya. Akibatnya kegiatan pelaksanaan usahatani padi relatif banyak didominasi laki-laki yang berpendidikan rendah yang tidak dapat bekerja di luar usahatani padi. IKKG pada berbagai strata pendidikan para responden disajikan pada Tabel berikut:
51
Tabel 21 Besarnya IKKG tingkat pendidikan responden No Pendidikan Besarnya IKKG rumah Besar IKKG rumah tangga tangga padi sawah petani padi ladang 1 SD 3.973 4.457 2 SMP 0.306 0.324 3 SMA 0.543 0 4 Diploma/Sarjana 0.402 1 Sumber: Data primer, diolah.
Dari aspek pendidikan besarnya IKKG untuk SD sebesar 3.973 yang artinya peluang perempuan untuk tingkat pendidikan SD 3.973 kali lebih dibanndingkan laki-laki. Untuk tingkat pendidikan SMP peluang perempuan 0.306 kali dibandingka laki-laki. Pada tingkat pendidikan SMU besarnya IKKG sebesar 0.543, sedangkan untuk pendidikan Diploma/Sarjana perempuan mempunyai peluang 0.402 kali dibandingkan dengan laki-laki. Teori yang menyatakan bahwa usahatani padi pedesaan didominasi oleh petani yang berpendidikan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian ini yang menyatakan bahwa kalau dilihat dari tabel IKKJ tingkat pendidikan responden diatas ada beberapa hal yang menarik. Pada tingkatan pendidikan Sekolah Dasar besarnya IKKJ masing-masing adalah 3.973 untuk padi sawah dan 4.457 untuk padi ladang. Disini berarti bisa diartikan bahwa tingkat pendidikan sekolah dasar pada kasus padi sawah maupun padi ladang peluang atau kesempatan perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan tahapan usahatani padi lebih tinggi dibandingkan dari laki-laki. Dengan tingkat pendidikan SD perempuan di pedesaan lebih banyak kesempatan untuk memulai usahatani daripada usaha diluar usahatani. Hal ini membuat peran perempuan sekali lagi dapat diandalkan dalam hal pelaksanaan usahatani padi. 2.
Tenaga kerja yang dipekerjakan responden pada berbagai jenis pekerjaan Berbagai tahapan kegiatan pada pelasanaan usahatani padi relatif tidak memerlukan kualifikasi keterampilan pekerja melainkan lebih banyak mengandalkan fisik, intuitif, dan bersedia menjadi pekerja lapangan. Akibatnya pada jenis pekerjaan tertentu didominasi oleh jenis kelamin tertentu pula. Hal ini memberikan besarnya IKKG sangat terspesifikasi berdasarkan jenis pekerjaan dalam usahatani padi. Gambaran selengkapnya tentang IKKG pada berbagai strata pendidikan para responden disajikan dalam Tabel. Besarnya IKKG pada pengolahan lahan pertanian adalah 0 yang artinya bahwa pada kegiatan ini tenaga kerja didominasi oleh laki-laki. Untuk penanaman besarnya IKKG tidak mempunyai nilai. Selanjutnya untuk jenis kegiatan penyiangan dan pemelihaan besarnya IKKG sebesar 0.207 yang artinya bahwa perempuan mempunyai peluang sebesar 0.207 kali dibandingkan laki-laki. Dalam kegiatan pemupukan besarnya IKKG adalah 0.013 dan untuk kegiatan pemanenan besarnya IKKG adalah 0.445.
52
Tabel 22 Besarnya IKKG jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan responden pada berbagai jenis pekerjaan No 1 2 3 4 5
6 7
Jenis pekerjaan Penyemaian Pengolahan lahan Penanaman Pemupukan Penyiangan dan pemeliharaan Pemanenan Pemasaran
Besarnya IKKG padi sawah 0.004 0
Besarnya IKKG padi Ladang 0.004
Tak terhingga 0.012 0.027
Tak terhingga 0.184 5.445
1.494 1
16 0.786
Sumber: Data primer, diolah.
3.
Pengambilan keputusan dalam berbagai tahapan produksi padi Adanya jenis kegiatan dalam usahatani padi yang secara spesifik berkait dengan gender, mengakibatkan berpengaruh dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani padi. Hal ini menjadikan nikai IKKG terhadap berbagai kegiatan pelaksanaan usahatani relatif kurang bervarasi. Gambaran selengkapnnya tentang IKKG pada berbagai proses pengambilan keputusan para responden: Tabel 23 Besarnya IKKG proses pengambilan keputusan dalam berbagai kegiatan usahatani No Jenis kegiatan Besarnya IKKG padi Besarnya IKKG padi sawah ladang 1 Pengolahan lahan 0.012 0 pertanian 2 Varietas yang 0 0.012 ditanam 3 Penanaman 32.2 81 4 Penyiangan 1 1 5 Pemupukan 0.012 0.012 6 Pemberantasan 0.012 0.012 hama 7 Pemanenan 0.667 0.445 8 Penjualan hasil 1 1.494 9 Keikutsertaan 0 0 kelompok/organisasi Sumber: Data primer, diolah.
Untuk proses pengambil keputusan besarnya IKKG baik padi sawah maupun padi ladang tidak jauh berbeda peluangnya. Contoh padi sawah pelaksanaan usahatani pada jenis kegiatan pengolahan lahan pertanian, pemupukan, dan pemberantasan hama besarnya IKKG adalah 0.012 yang artinya bahwa peluang perempuan untuk pengambil keputusan pada kegiatan pengolahan lahan, pemupukan, dan pemberantasan hama 0.012 kali dibandingkan laki-laki. Besarnya IKKG untuk pengambilan keputusan pada kegiatan penanaman adalah
53
81. Selanjutnya untuk pengambilan keputusan pada kegiatan penyiangan, dan penjualan hasil besarnya IKKG adalah 1 yang artinya peluang perempuan dan laki-laki seimbang. Sedangkan untuk pengambilan keputusan pada kegiatan varietas yang ingin ditanam dan keikutsertaan organisasi kelompok tani atau sejenis besarnya IKKG sebesar 0. Tabel 21 memperlihatkan bahwa selain menjelaskan peluang perempuan terhadap laki-laki dalam tahapan pelaksanaan usahatani juga dapat menjelaskan partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan akan berdampak adanya bias yang cukup besar karena keputusannya tidak berdasarkan musyawarah yang mufakat (antara laki-laki dan perempuan). Perempuan juga akan sulit untuk mengembangkan peluang sesuai dengan kegiatannya apabila mereka tidak berperan dalam pengambilan keputusan pada bidang yang digelutinya. Hal ini merupakan masalah yang menarik karena lakilaki tidak ingin harga dirinya jatuh dengan adanya campur tangan dari kaum perempuan, terutama yang mencakup masalah sosial. Dari ketiga poin penjelasan tersebut menjelaskan bahwa keadilan dan kesadaran gender dalam usahatani dapat tercapai ketika pendidikan yang dapat dinikmati oleh petani tinggi, hal ini karena petani tersebut dapat menguasai dan mengendalikan semua aspek kegiatan usahatani padi. Akan tetapi, hal ini tidak sejalan dengan kenyataannya karena mayoritas pendidikan petani di pedesaan masih tergolong rendah sehingga sampai saat ini di daerah penelitian masih terjadi ketidakadilan gender. Selain itu, pendidikan responden yang rendah akan berdampak pada banyaknya penggunaan tenaga kerja dalam berusahatani padi sawah maupun padi ladang. Responden penelitian dilihat dari nilai IKKG menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja telah memiliki kesetaraan gender pertanian, sehingga bahwa antara laki-laki dan perempuan tidak harus melakukan kegiatan yang sama melainkan seharusnya laki-laki dan perempuan bekerja melakukan tugas yang menjadi spesialisasinya. Dilihat dari nilai IKKG, dalam proses pengambilan keputusan usahatani yang memiliki beragam kegiatan yang spesifik. Kesetaraan dan keadilan gender dilihat dari seberapa jauh tercapai keseimbangan penuh. Untuk padi sawah tercapai pada pengambilan keputusan pada varietas yang ditanam dengan keikutsertaan dalam poktan. Sedangkan untuk padi ladang tercapai pada pengolahan lahan dan keikutsertaan organisasi.
Analisis Gender dalam Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang Pada bab ini akan menjelaskan hubungan antara karakteristik individu dan karakteristik rumah tangga dengan indikator keseteraan dan keadilan gender, seperti tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat. Dalam studi ini, akan diuji hubungannya antara variabel dependen dengan variabel-variabel independen (karakteristik individu dan karakteristik rumah tangga). Hubungan antara Karakteristik Individu dengan KKG Usahatani Padi Sawah Hubungan antara karakteristik individu padi sawah (usia, motivasi usaha, tingkat pendidikan dan tingkat pengalman bertani) dengan tingkat akses,
54
partisipasi, kontrol dan manfaat. Akses, partisipasi, kontrol dan manfaat merupakan indikator kesetaraan dan keadilan gender dalam analisis gender yang diuji dalam penelitian ini. Berikut hasil tabulasi silang antara karakteristik individu dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani padi sawah. Tabel 24 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat akses dan kontrol padi sawah tahun 2013 Karateristik Individu
Kesetaraan dan Keadilan gender Akses lk
Usia
Motivasi usaha
Tingkat pendidikan
Tingkat pengalaman bertani
Akses pr
Kontrol lk
Kontrol pr
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
0.0
37.5
0.0
0.0
0.0
5.0
75.0
0.0
0.0
61.9
0.0
0.0
S
0.0
62.5
86.4
100.0
70.0
90.0
25.0
100.0
62.5
38.0
100.0
50.0
T
0.0
0.0
13.6
0.0
30.0
5.0
0.0
0.0
27.5
0.0
0.0
50.0
To
0.0
100.0
100.0
100.0
100
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
R
0.0
100.0
4.5
100.0
70.0
0.0
100.0
27.8
0.0
40.0
0.0
0.0
S
0.0
0.0
31.8
0.0
30.0
31.6
0.0
33.4
12.5
40.0
14.3
0.0
T
0.0
0.0
63.6
0.0
0.0
68.4
0.0
38.9
87.5
20.0
85.7
100.0
To
0.0
100.0
100.0
100.0
100
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
R
0.0
75.0
31.8
100.0
80.0
63.5
100.0
50.0
0.0
75.0
85.7
0.0
S
0.0
25.0
27.3
0.0
20.0
10.5
0.0
44.5
0.0
20.0
0.0
0.0
T
0.0
0.0
40.9
0.0
0.0
26.0
0.0
12.5
100.0
5.0
14.3
100.0
To
0.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
0.0
100.0
100.0
100.0
R
0.0
75.0
0.0
100.0
100.0
68.4
100.0
5.5
12.5
80.1
0.0
0.0
S
0.0
25.0
54.5
0.0
0.0
21.0
0.0
38.8
87.5
19.8
0.0
0.0
T
0.0
0.0
45.4
0.0
0.0
10.0
0.0
55.5
0.0
0.0
0.0
100.0
To
0.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
0.0
100.0
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang memiliki akses tinggi, usia laki-laki tersebar berada pada akses yang sedang yaitu sebesar 86.4%. Sedangkan usia perempuan tersebar berada pada akses yang rendah yakni sebesar 90.0 %. Usia yang produktif sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahatani padi sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi petani diterapkan saat proses produksi, di mana usia tua sudah tidak banyak mengakses faktor-faktor produksi. Selain itu, akses perempuan yang rendah didapat pada usia sedang poduktif mengindikasikan bahwa terdapat ketidaksejajaran pada kesempatan melaksanakan usahatani padi sawah. Hasil tabulasi silang yang menarik ialah tingkat pendidikan antara laki-laki dan perempuan yakni sebesar 75% dan 100% menghasilkan akses laki-laki sedang dan akses perempuan yang rendah. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani yang rendah tidak menghalangi seseorang petani
55
untuk mengakses usahatani padi sawah. Akan tetapi, tingkat pendidikan rendah pada perempuan membuat akses yang mereka dapat juga rendah. Hal ini sangat wajar, karena hanya perempuan yang memiliki pemikiran tertentu yang dapat menerima pembangunan atau inovasi pertanian tersebut. Pendidikan yang rendah akan berdampak terhadap tingkat akses yang didapat petani dalam usahatani padi sawah. Sedangkan untuk tingkat pengalaman bertani laki-laki dan perempuan yang rendah sebesar 75% dan 100% untuk masing-masing tingkat akses laki-laki sedang dan tingkat akses perempuan yang rendah. Responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan kontrol di dalam usahatani padi sawah tinggi, usia yang melakukan kontrol tersebut tergolong pada kategori sedang masing-masing sebesar 62.5% dan 50.0%. Hal ini berarti dengan kontrol yang tinggi, hanya dapat dilakukan oleh responden yang masuk dalam kategori usia yang sedang. Namun ketika kontrol rendah tidak berarti usia yang melakukan kategori tinggi, karena tidak terdapat kegiatan reproduktif didalamnya. Responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan kontrol tinggi menghasilkan persentase motivasi usaha yang tinggi pula yaitu sebesar 87.5% laki-laki dan 100.0% perempuan. Hal ini berarti kontrol dalam usahatani padi sawah dipengaruhi oleh motivasi usaha, hal ini dikarenakan dalam setiap kegiatan usahatani terdapat perbedaan pengambilan keputusan (kontrol) dalam motivasi usahatani. Motivasi usaha yang hanya untuk kebutuhan sehari-hari pengambilan keputusannya cenderung salah satu laki-laki atau perempuan lebih dominan sedangkan motivasi untuk mengembangkan usaha pengambilan keputusanya antara laki-laki dan perempuan lebih setara. Karena motivasi yang tinggi akan berdampak terhadap kontrol yang lebih kuat antara laki-laki dan perempuan. Sedangkan ketika kontrol rendah tidak dipengaruhi oleh motivasi usaha di dalamnya. Hal ini sudah pasti karena dengan kontrol yang rendah tidak akan mempermasalahkan motivasi mana yang akan membuat kontrol dalam usahatani padi sawah baik laki-laki maupun perempuan. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman bertani baik laki-laki dan perempuan masuk dalam kategori rendah, hal ini juga berakibat pada tingkat pengambilan keputusan yang rendah. Hal ini dikarenkan bahwa tingkat pengalaman bertani dan tingkat pendidikan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam usahatani padi. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani rendah, usia yang dihasilkan sedang. Hal ini wajar, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh usia produktif, lalu responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani padi sawah rendah, karena jika usia yang sudah tidak lagi produktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan usahatani padi sawah, maka kegiatan usahatani padi sawah yang dihasilkan juga rendah. Berbeda ketika partisipasi tinggi, motivasi yang dihasilkan akan tinggi yaitu sebesar 50.0% laki-laki dan 33.3% perempuan. Jumlah tersebut memang tidak besar, karena baik petani laki-laki dan perempuan yang menggangap bahwa bertani merupakan pekerjaan yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehingga jawaban tersebut sebagian besar merupakan pernyataan responden baik laki-laki dan perempuan yang tergolong keluarga petani gurem. Kemudian responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan terdapat partisipasi yang tinggi dalam kegiatan usahatani padi sawah, maka tingkat pendidikannya adalah tergolong rendah. Dengan partisipasi yang tinggi, tidak membuat tingkat pendidikan dalam kegiatan usahatani padi sawah yang
56
tinggi, karena hanya sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini berarti keikutsertaan petani laki-laki dan perempuan tidak akan mempengaruhi tingkat pendidikan apapun. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan manfaat rendah, usia laki-laki yang dihasilkan rendah sebesar 20.0% dan usia perempuan 61.5%. Hal ini berarti, usia perempuan yang persentasenya lebih banyak daripada laki-laki mengindikasikan bahwa perempuan belum begitu merasakan atau mendapatkan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi sawah. Ketika manfaat dinyatakan tinggi, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan usia sedang sebesar 100.0% dan 80.0%. Responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan manfaat rendah, motivasi bertaninya tinggi 42.8% dan 60.0%. Hal ini berarti ketika manfaat tidak berasa maka membuat sebagian motivasi usahatani tinggi, hak ini karena mata pencaharian rumah tangga petani tersebut hanya bercocok tanam. Sedangkan ketika responden menyatakan mendapat manfaat dalam kegiatan usahatani padi sawah membuat usia yang terjalin tergolong dalam kategori sedang, tidak seluruh responden aktif dalam kegiatan usahatani padi sawah. Sedangkan untuk hasil analisis uji rank Spearman, variabel independen dari penelitian ini ialah seperti usia, motivasi usaha, tingkat pendidikan dan pengalaman bertani. Dalam studi ini, akan dikaji hubungannya antara variabel independen tersebut dengan indikator kesetaraan dan keadilan gender. Dalam penelitian ini indikator kesetaraan dan keadilan gender adalah akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Berdasarkan hasil perhitungan uji rank Spearman memperlihatkan bahwa variabel independent usia berhubungan nyata signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan, partisipasi laki-laki dan manfaat perempuan padi sawah dalam pelaksanaan usahatani. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin tinggi usia petani maka akan berhubungan dengan tingginya tingkat akses, kontrol, partisipasi dan manfaat. Pengertian tinggi bukan berarti usianya yang sudah tua, tetapi menggambarkan bahwa usia produktif dalam berusahatani. Karena usia merupakan faktor yang sangat berpengaruh dalam kegiatan usahatani. Hal ini sejalan dengan penelitian Arkayanti (2012) bahwa usia berhubungan dengan keempat variabel dalam kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani padi sawah. Usia menggambarkan semangat keingintahuan petani dalam melaksanakan usahatani padi. Hasil uji rank Spearman menunjukkan bahwa variabel independen padi sawah motivasi usaha berhubungan signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan manfaat laki-laki dan perempuan. Hal ini berarti semakin tinggi motivasi seperti mengembangkan usahataninya maka pengambilan keputusan yang dilakukan oleh laki-laki semakin banyak terlibat. Selain itu juga manfaat yang didapat juga semakin besar. Penelitian ini memperlihatkan bahwa pengambilan keputusan atau kontrol terhadap usahatani banyak dilakukan oleh laki-laki (suami) sehingga motivasi perempuan terhadap kontrol tersebut kurang berpengaruh signifikan. Begitu pun dengan motivasi perempuan padi sawah, kebanyakan motivasi perempuan yang ditimbulkan rendah sehingga akan menjadikan partisipasi perempuan berkurang.
57
Hasil korelasi menunjukkan bahwa variabel independen seperti tingkat pendidikan berhubungan dengan tingkat akses laki-laki, kontrol laki-laki, manfaat laki-laki. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan petani padi sawah maka semakin tinggi peluang atau kesempatan yang diterima oleh petani laki-laki dalam pelaksanaan usahatani padi. Selain itu, tingginya pendidikan juga berpengaruh signifikan dengan proses pengambilan keputusan yang didominasi oleh laki-laki, hal ini karena rata-rata keputusan produktif rumah tangga sawah diambil oleh suami sebagai kepala rumah tangga, kebanyakan perempuan pada padi sawah hanya mengikut apa kata suami. Hasil uji rank Spearman menunjukkan bahwa variabel independen tingkat pengalaman bertani padi sawah berhubungan dengan akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki, partisipasi laki dan perempuan. Penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pengalaman bertani petani padi sawah maka semakin tinggi peluang atau kesempatan dalam anggota rumah tangga (lakilaki dan perempuan) dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani padi. Selanjutnya, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi kemampuan dan kekuasaan laki-laki petani dalam memutuskan segala usahatani padi. Untuk partisipasi, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi keikutsertaan antara laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan. Hubungan antara Karakteristik Individu dengan KKG Usahatani Padi Ladang Hubungan antara karakteristik individu padi sawah (usia, motivasi usaha, tingkat pendidikan dan tingkat pengalman bertani) dengan tingkat akses, partisipasi, kontrol dan manfaat. Akses, partisipasi, kontrol dan manfaat merupakan indikator kesetaraan dan keadilan gender dalam analisis gender yang diuji dalam penelitian ini. Berikut hasil tabulasi silang antara karakteristik individu dengan kesetaraan dan keadilan gender dalam usahatani padi sawah. Tabel 25 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat akses dan kontrol padi ladang tahun 2013 Karakteristik individu
Kesetaraan dan keadilan gender Akses lk
Usia
Motivasi usaha
Akses pr
Kontrol lk
Kontrol pr
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
15.8
28.6
25.0
33.3
33.3
0
83.3
6.25
0.0
47.6
11.1
0
S
63.1
71.4
25.0
57.2
55.5
0
16.7
81.3
50.0
52.4
55.5
0
T
21.1
0.0
50.0
9.5
11.2
0
6.0
12.5
50.0
0.0
33.3
0
To
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
R
84.2
28.6
0.0
66.6
22.2
0
83.3
80.0
12.5
71.4
11.1
0
S
15.8
71.4
50.0
28.6
66.6
0
16.7
20.0
37.5
22.4
7.7
0
T
0.0
0.0
50.0
4.8
11.1
0
0.0
0.0
50.0
4.7
11.1
0
To
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
58
Tingkat pendidikan
Tingkat pengalaman bertani
R
100
57.1
25.0
100
77.7
0
100
100
25.0
95.2
88.8
0
S
0.0
42.9
25.0
0.0
0.0
0
0.0
0.0
50.0
0.0
0.0
0
T
0.0
0.0
50.0
0.0
22.2
0
0.0
0.0
25.0
4.8
11.2
0
To
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
R
22.3
0.0
0.0
14.3
0.0
0
50.0
6.7
0.0
14.3
0.0
0
S
66.6
42.8
20.0
52.4
88.8
0
50.0
66.7
33.3
52.4
88.8
0
T
11.1
57.2
80.0
33.3
11.2
0
0.0
26.6
66.7
33.3
11.2
0
To
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan akses tinggi pada padi ladang yakni usia laki-laki tersebar berada pada akses yang tinggi yaitu sebesar 50.0%, sedangkan usia perempuan tersebar berada pada tingkat akses yang tinggi yakni sebesar 0%. Hal ini berarti berbeda dengan padi sawah, menarik ialah usia tinggi perempuan tidak berdampak kepada peluang atau kesempatan berusahatani yang sering, artinya bahwa responden perempuan padi ladang ketika usiannya sudah tua maka ia tidak lagi ikut dalam berusahatani padi. Karena usia yang produktif sangat berpengaruh terhadap kegiatan usahatani padi ladang. Hal tersebut menunjukkan bahwa persepsi petani diimplementasikan saat proses produksi, dimana usia tua sudah tidak banyak mengakses faktor-faktor produksi. Hasil tabulasi silang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan antara laki-laki dan perempuan yakni sebesar masing-masing 100% menghasilkan akses laki-laki rendah dan akses perempuan yang rendah. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan petani padi ladang yang rendah juga berpengaruh terhadap tingkat akses yang rendah. Akan tetapi tingkat pendidikan tersebut dapat membuat akses yang mereka dapat juga rendah. Hal ini sangat wajar, karena pendidikan yang rendah dapat mempengaruhi kesempatan petani padi ladang untuk berusahatani. Artinya bahwa pendidikan yang rendah akan berdampak terhadap tingkat akses yang didapat petani dalam usahatani padi ladang. Sedangkan untuk tingkat pengalaman bertani laki-laki dan perempuan yang tinggi sebesar 50% dan 0% untuk masing-masing tingkat akses laki-laki sedang dan tingkat akses perempuan yang tinggi. Hal ini berarti sebagian responden laki-laki yang memiliki tingkat pendidikan tinggi seperti SMA/Diploma/sarjana sebesar 57.2% punya akses tinggi untuk berusahatani padi ladang, sebaliknya berlaku petani padi ladang perempuan. Responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan kontrol di dalam usahatani padi ladang tinggi, usia yang melakukan kontrol tersebut tergolong pada kategori sedang masing-masing sebesar 50.0% dan 0%. Hal ini berarti dengan kontrol yang tinggi, hanya dapat dilakukan oleh responden yang masuk dalam kategori usia yang sedang pada petani laki-laki sedangkan untuk petani perempuan kontrol yang tinggi tidak berpengaruh terhadap usia manapun. Ketika kontrol rendah mayoritas responden usia yang melakukan kategori sedang, karena umunya petani padi ladang dalam melaksanakan usahataninya sudah memasuki usia yang produktif sehingga ketika usia sudah berjalan maka kontrol yang mereka dapat masih tergolong rendah. Responden laki-laki dan perempuan yang
59
menyatakan kontrol rendah menghasilkan persentase motivasi usaha yang rendah pula yaitu sebesar 83.3% laki-laki dan 71.4% perempuan. Hal ini berarti kontrol dalam usahatani padi ladang dipengaruhi oleh motivasi usaha, angka tersebut menunjukkan bahwa dalam setiap kegiatan usahatani terdapat perbedaan pengambilan keputusan (kontrol) dalam motivasi usahatani. Motivasi usaha yang hanya untuk kebutuhan sehari-hari maka pengambilan keputusannya rendah baik petani laki-laki dan perempuan pada padi ladang. Persentase terbesar untuk tingkat pendidikan dan tingkat pengalaman bertani baik laki-laki dan perempuan masuk dalam kategori rendah, hal ini juga berakibat pada tingkat pengambilan keputusan yang rendah. Hal ini karena tingkat pengalaman bertani dan tingkat pendidikan mempengaruhi pengambilan keputusan dalam usahatani padi. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani rendah, usia yang dihasilkan sedang. Hal ini wajar, karena kegiatan usahatani dilakukan oleh usia produktif. Lalu responden yang menyatakan partisipasi di dalam kegiatan usahatani padi ladang rendah, karena jika usia yang sudah tidak lagi produktif ikut berpartisipasi dalam kegiatan usahatani padi ladang, maka kegiatan usahatani padi ladang yang dihasilkan juga rendah. Berbeda ketika partisipasi tinggi, motivasi yang dihasilkan akan tinggi yaitu sebesar 80.0% laki-laki dan ketika partisipasi rendah maka motivasi yang dihasilkan akan rendah yaitu sebesar 80.0% perempuan. Partisipasi tersebut menunjukkan perbedaan baik petani ladang laki-laki dan perempuan, laki-laki menganggap bahwa motivasi bertani yang tinggi seperti dapat mengembangkan usahanya dapat mempengaruhi keikutsertaan dalam berpartisipasi dalam berusahatani. Sedangkan mayoritas petani perempuan masih memiliki tingkat motivasi yang rendah sehingga partisipasi dalam berusahataninya juga tergolong rendah. Kemudian responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan partisipasi yang tinggi dalam kegiatan usahatani padi ladang, maka tingkat pendidikannya adalah tergolong rendah. Dengan partisipasi yang tinggi, tidak membuat tingkat pendidikan dalam kegiatan usahatani padi ladang yang tinggi, karena hanya sebagian responden yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Hal ini berarti keikutsertaan petani lakilaki dan perempuan tidak akan mempengaruhi tingkat pendidikan apapun. Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan manfaat rendah, usia laki-laki yang dihasilkan rendah sebesar 100.0% dan usia perempuan 31.3%. Hal ini berarti, usia laki-laki yang persentasenya lebih banyak daripada perempuan mengindikasikan bahwa laki-laki belum begitu merasakan atau mendapatkan manfaat dari pelaksanaan usahatani padi ladang. Sedangkan ketika manfaat dinyatakan tinggi, responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan usia sedang sebesar 58.3% dan 0%. Kemudian untuk motivasi usaha responden laki-laki dan perempuan yang menyatakan manfaat rendah, motivasi bertaninya rendah 66.7% dan 81.3%. Hal ini berarti ketika manfaat rendah baik petani lakilaki dan perempuan maka mayoritas responden akan memiliki tingkat motivasi yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam padi ladang ada hal yang cukup menarik variabel independen usia berhubungan nyata signifikan dengan tingkat kontrol laki-laki dan perempuan dan manfaat laki-laki. Penelitian ini menunjukkan bahwa semakin usia petani laki-laki dan perempuan bertambah maka untuk pengambilan keputusan dalam berusahatani akan semakin terlihat.
60
Peran perempuan dalam pengambilan keputusan padi ladang dapat dikatakan seimbang dengan laki-laki. Hal ini berarti ketika melakukan pengambilan keputusan terhadap usahatani biasanya laki-laki dan perempuan berdiskusi terlebih dahulu. Sedangkan usia yang semakin bertambah akan berengaruh terhadap manfaat laki-laki yang bertambah manfaat disini bukan berarti dalam bentuk uang, melainkan manfaat pengetahuan dalam berusahatani. Untuk kasus padi ladang, motivasi usaha berkorelasi signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan dan manfaat laki-laki. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi motivasi petani padi ladang maka tinggi pula peluang atau kesempatan petani lakilaki dan perempuan dalam berusahatani. Selain itu, tingginya motivasi juga berhubungan dengan kontrol atau pengambilan keputusan dalam melaksanakan usahatani padi antara laki-laki dan perempuan. Manfaat yang didapat petani lakilaki pada padi ladang berhubungan signifikan nyata dengan motivasi usaha yang semakin tinggi. Karakteristik individu yakni tingkat pendidikan berkorelasi signifikan dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan laki-laki dan perempuan maka peluang atau kesempatan yang diterima laki-laki dan perempuan pun tinggi dalam hal pelaksanaan usahatani padi. Sedangkan dalam hal pengambilan keputusan dalam berusahatani padi ladang, semakin tinggi antara laki-laki dan perempuan dalam mengambil keputusan usahatani maka berhubungan dengan semakin tinggi tingkat pendidikan petani laki-laki dan perempuan padi ladang Untuk padi ladang karakteristik individu yakni tingkat pengalaman bertani berhubungan dengan akses laki-laki, kontrol laki-laki, manfaat laki-laki. Semakin tinggi tingkat pengalaman bertani petani maka semakin tinggi peluang atau kesempatan dalam anggota rumah tangga laki-laki dalam memperoleh dan ikut serta dalam berbagai kegiatan usahatani padi. Selanjutnya, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi kemampuan dan kekuasaan laki-laki petani dalam memutuskan segala usahatani padi. Untuk kontrol atau pengambilan keputusan, semakin tinggi tingkat pengalaman bertani maka semakin tinggi kemampuan dan kekuasaan yang dimiliki oleh anggota keluarga laki-laki dalam mengambil keputusan usahatani padi. Manfaat yang diperoleh, semakin tinggi hasil yang diterima ketika menjalankan usahatani padi maka semakin tinggi tingkat pengalaman bertaninya. Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga Petani dengan KKG Padi Sawah Hubungan antara karakteristik rumah tangga (luas lahan yang digarap, status kepemilikan lahan, dan status ekonomi rumah tangga) dengan akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat merupakan indikator keseteraan dan keadilan gender yang diuji dalam penelitian ini.
61
Tabel 26
Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses dan kontrol padi sawah tahun 2013
Karakterist ik rumah tangga
Kesetaraan dan keadilan gender Akses lk R
Luas lahan yang digarap
Status kepemilika n lahan
Status ekonomi rumah tangga
S
Akses pr
T
R
S
Kontrol lk
Kontrol pr
T
R
S
T
R
S
T
R
0
0
9.1
0
10
5.3
0
11.1
0
9.5
0
0
S
0
25
13.5
0
10
21.1
0
27.8
0
9.5
14.3
100
T
0
75
77.4
0
80
73.6
100
61.1
100
80
85.7
0
To
0
100
100
0
100
100
100
100
100
100
100
100
R
0
12.5
27.3
0
30
21.1
50
27.8
0
19
28.7
50
S
0
50
31.8
0
50
31.6
25
27.8
62.5
42.8
28.7
0
T
0
37.5
40.9
0
20
47
25
44.4
37.5
38.2
42.6
50
To
0
100
100
0
100
100
100
100
100
100
100
100
R
0
0
13.6
0
20
5.3
0
16.7
0
9.5
14.3
0
S
0
37.5
18.2
0
0
36.8
0
27.8
25
23.8
0
100
T
0
63.5
68.2
0
80
57.9
100
55.5
75
66.7
85.7
0
To
0
100
100
0
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan akses tinggi baik laki-laki dan perempuan luas lahan yang digarap tergolong ke dalam kategori tinggi. Hal ini berarti dengan akses yang tinggi sering banyak melakukan ialah petani yang memiliki luas lahan lebih dari 1 ha. Hal tersebut mengartikan bahwa petani akan mudah mendapati sarana produksi pertanian ketika lahan petani yang digarap luas. Responden yang menyatakan kontrol atau pengambilan keputusan laki-laki tinggi maka memiliki luasan lahan yang digarap, sedangkan pengambilan keputusan perempuan sedang dengan luasan lahan yang digarap lebih dari 1 ha. Sebesar 40.9% kategori tinggi akses laki-laki dan 47% kategori tinggi akses perempuan menghasilkan status kepemilikan lahan yang tinggi. Hal ini berarti bahwa ketika rumah tangga petani memiliki lahan sendiri maka kemudahan atau kesempatan laki-laki dan perempuan terhadap akses yang diperoleh yang tergolong mudah. Pengambilan kuputusan atau kontrol laki-laki terbesar sebanyak 44.4% laki-laki dan 42.6% perempuan menghasilkan status kepemilikan lahan yang tinggi yang berarti lahan punya sendiri. Sebesar 86% partisipasi laki-laki rendah dan 90% partisipasi perempuan sedang menghasilkan kategori tinggi pada luas lahan yang digarap, hal ini menunjukkan bahwa partisipasi yang tinggi tidak berpengaruh terhadap luasan lahan yang digarap oleh rumah tangga petani tersebut. Hasil uji rank Spearman yang menghubungkan antara variabel luas lahan yang digarap dengan tingkat akses laki-laki dan perempuan. Untuk tingkat akses laki-laki di dapatkan p-value = sebesar 1.000 berati angka p-value lebih besar dari α = 0.01 maka H0 diterima, yaitu tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara luas lahan yang digarap dengan tingkat akses laki-laki dari pelaksanaan usahatani padi sawah. Karenanya luas lahan yang kecil, sedang maupun besar tidak mempengaruhi tingkat akses laki-laki dari pelaksanaan usahatani padi. Sedangkan untuk akses perempuan nilai p-valuenya adalah 0.512 artinya tidak
62
terdapat hubungan nyata atau signifikan antara keduannya. Luas lahan yang digarap dengan tingkat kontrol laki-laki dan perempuan nilai p-valuenya masingmasing 0.270 dan 0.016, maka dengan nilai p-value tersebut lebih besar dari α=0.01 maka tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara luas lahan yang digarap dengan tingkat kontrol yang dikuasai oleh laki-laki dan perempuan dari pelaksanaan usahatani padi. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki luas lahan yang digarap yang tergolong sempit, sedang dan luas sama-sama memiliki peran pengambilan keputusan terhadap usahatani. Untuk partisipasi laki-laki dan perempuan berbeda terhadap luas lahan yang digarap. Laki-laki memiliki nilai 0.079 sedangkan perempuan memiliki nilai 0.339. partisipasi laki-laki berhubugan nyata atau signifikan lalu partisipasi perempuan tidak berhubungan nyata atau signifikan. Hal ini berati semakin luas lahan yang digarap maka partisipasi laki-laki semakin tinggi dalam pelaksanaan usahatani, sedangkan manfaat laki-laki dan perempuan sama-sama tidak berhubungan nyata atau signifikan. Hal ini berarti bahwa responden yang memiliki lahan garapan sempit, sedang dan besar sama-sama memperoleh manfaat. Status kepemilkan lahan dilihat dari hasil uji statistik terlihat bahwa tingkat partisipasi perempuan menghasilkan p-value yang lebih kecil dari 0.01 maka H0 ditolak yaitu terdapat hubungan yang nyata atau signifikan antara status kepemilikan lahan dengan tingkat partisipasi perempuan. Hal ini berarti bahwa ketika petani rumah tangga menjadi pemilik lahan maka keikutsertaan perempan dalam setiap kegiatan untuk pelaksanaan usahatani semakin tinggi. Hasil uji rank Spearman antara status ekonomi rumah tangga dengan indikator keseteraan dan keadilan gender terlihat bahwa indikator seperti tingkat akses laki-laki dan perempuan, kontrol laki-laki dan perempuan, manfaat laki-laki dan perempuan memiliki nilai p-value yang lebih besar daripada 0.01 sehingga hubungan tersebut tidak nyata atau signifikan antara statatus ekonomi rumah tangga dengan tingkat akses, kontrol, dan manfaat. Berbeda dengan tingkat partisipasi laki-laki, keduannya memiliki nilai p-value lebih kecil daripada 0.01 artinya H1 diterima maka terdapat hubungan nyata atau signifikan antara status ekonomi rumah tannga dengan tingkat partisipasi laki-laki. Hal ini berarti bahwa semakin kaya (tidak miskin) maka semakin berpartisipasi petani laki-laki rumah tangga tersebut. Sedangkan untuk partisipasi perempuan tidak berhubungan nyata signifikan terhadap status ekonomi rumah tangga. Hubungan antara Karakteristik Rumah Tangga Petani dengan KKG Padi Ladang Hubungan antara karakteristik rumah tangga (luas lahan yang digarap, status kepemilikan lahan, dan status ekonomi rumah tangga) dengan akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat merupakan indikator keseteraan dan keadilan gender yang diuji dalam penelitian ini.
63
Tabel 27
Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat akses dan kontrol padi ladang tahun 2013a Kesetaraan dan keadilan gender
Karakteristik rumah tangga Luas lahan yang digarap
Status kepemilikan lahan
Status ekonomi rumah tangga
Akses lk
Akses pr
Kontrol lk
Kontrol pr
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
42.1
42.8
50
47.6
66.7
0
16.7
56.3
37.5
47.6
33.3
0
S
36.8
57.2
25
42.8
0
0
50
37.3
37.5
42.9
33.3
0
T
21.1
0
25
9.6
33.3
0
33.3
6.25
25
9.5
33.3
0
T o R
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
68.4
85.7
75
66.7
88.9
0
50
81.3
75
76.2
66.3
0
S
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
T
31.6
14.3
25
33.3
11.1
0
50
18.8
25
23.8
33.3
0
T o R
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
47.4
57.1
25
38.1
66.7
0
50
31.3
75
38.1
66.7
0
S
36.8
42.9
75
52.4
22.2
0
16.7
62.5
25
52.4
22.2
0
T
15.8
0
0
9.5
11.1
0
33.3
6.25
0
9.5
11.1
0
T o
100
100
100
100
100
0
100
100
100
100
100
0
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Berdasarkan hasil tabulasi silang, responden yang menyatakan akses lakilaki kategori sedang sebesar 57.2%, maka menghasilkan luas lahan yang digarap antara 0.5 ha – 1 ha. Responden perempuan yang menyatakan akses rendah sebesar 47.6%, maka luas lahan yang digarap < 0.5 ha. Hal ini berarti dengan akses yang sedang pada laki-laki dan akses perempuan yang rendah tidak mempengaruhi lahan yang digarapnya rendah, sedang atau tinggi. Hal tersebut mengartikan bahwa petani akan mudah mendapati sarana produksi pertanian ketika lahan petani yang digarap apa pun bentuknya. Responden yang menyatakan kontrol atau pengambilan keputusan laki-laki sedang maka memiliki luasan lahan yang digarap lahan gurem, sedangkan pengambilan keputusan perempuan sedang dengan luasan lahan yang digarap antara 0.5 ha - 1 ha. Sebesar 80% partisipasi laki-laki rendah dan 90% partisipasi perempuan tinggi menghasilkan kategori rendah pada luas lahan yang digarap, hal ini menunjukkan bahwa partisipasi yang tinggi tidak berpengaruh terhadap luasan lahan yang digarap oleh rumah tangga petani tersebut. Berdasarkan hasil uji rank Spearman antara luas lahan yang digarap terhadap kontrol laki-laki, perempuan dan manfaat laki-laki, perempuan didapat hasil p-value yang lebih besar daripada 0.01 artinya H0 diterima, yaitu tidak terdapat hubungan nyata atau signifikan antara luas lahan yang digarap dengan kontrol dan manfaat. Hal ini berarti responden yang memiliki luas lahan yang digarap kecil, sedang dan besar sama-sama memiliki peran pengambilan keputusan terhadap pelaksanaan usahatani padi dan manfaat yang dapat dinikmati dari pelaksanaan usahatani padi ladang. Sedangkan untuk partisipasi laki-laki maupun perempuan dan akses perempuan memiliki nilai p-value yang lebih kecil daripada 0.01 artinya H1 diterima, yaitu terdapat hubungan nyata atau siginifikan antara luas lahan yang digarap dengan tingkat partisipasi dan akses perempuan. Hal ini berarti semakin
64
besar luas lahan yang digarap maka partisipasi laki maupun perempuan semakin tinggi dan kesempatan atau peluan perempuan untuk mengakses tahapan kegiatan pelaksanaan usahatani padi ladangpun semakin tinggi. Dari hasi uji rank Spearman, tingkat akses, kontrol laki dan manfaat lakilaki terdapat hubungan yang nyata atau signifikan (negatif) antara status kepemilikan lahan dengan tingkat akses, kontrol laki-laki dan manfaat laki. Hal ini berarti rumah tangga yang berperan sebagai buruh tani dan penggarap memiliki tingkat akses terhadap tahapan pelaksanaan usahatani yang tergolong tinggi. Sedangkan untuk kontrol laki-laki bahwa buruh tani dan penggarap tersebut semakin bertanggung jawab terhadap peran pengambil keputusan terrhadap semua kendala dalam usahatani padi ladang. Untuk manfaat pun yang dirasakan lebih banyak kepada buruhtani dan penggarap laki-laki. Hasil uji rank Spearman terlihat bahwa antara status ekonomi rumah tangga petani padi ladang berhubungan dengan kontrol laki-laki dan manfaat laki-laki. Semua analisis itu memiliki nilai p-value lebih kecil dari α=0.01 maka H1 diterima, yaitu berhubungan nyata atau signifikan antara status ekonomi rumah tangga dengan kontrol laki-laki dan manfaat laki-laki. Hal ini berarti semakin rumah tangga tersebut kaya (tidak miskin) maka peran pengambilan keputusan laki-laki terhadap tahapan usahatani tinggi dan manfaat yang dinikmati oleh lakilaki juga semakin tinggi ketika petani tersebut kaya (tidak miskin).
Keberhasilan Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang Keberhasilan usahatani tidak terlepas dari konsep pertanian berkelanjutan dimasa depan. Pertanian berkelanjutan menitikberatkan kepada petani yang sudah menua dan pemuda yang enggan memilih untuk berusahatani. Dikarenakan tingkat pengembalian yang relatif kecil dan tidak memenuhi kebutuhan hidup. Keberhasilan usahatani padi harus berdasarkan pola perencanaan, pengorganisasian, pengontrolan, penetapan prioritas dan pengambilan keputusan (Solahudin 2012). Semua hal tersebut terjadi dalam rumah tangga petani padi, peranan perempuan dalam berusahatani turut mengambil alih dalam tingkat keberhasilan usahatani tersebut. Kesenjangan dan ketidakadilan gender seharusnya tidak terjadi dalam rumah tangga petani di Indonesia agar pola 5P berjalan sesuai yang dinginkan, karena peran perempuan tidak boleh dikesampingkan. Rumah tangga petani perempuan (istri) dan laki-laki (suami) seharusnya bahu-membahu untuk meningkatkan produktivitas padi, produktivitas akan meningkat apabila tingkat akses, kontrol, partisipasi, dan manfaat didapat dengan mudah oleh petani. Pola perencanaan dalam keberhasilan usahatani rumah tangga padi sawah dan padi ladang dapat terwujud ketika perencanaan keluarga yang lebih mudah mengakses sarana produksi pertanian, kemudahan akses pada lembaga ekonomi (pasar dan koperasi), kemudahan akses terhadap laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan usahatani padi. Kemudahan akses tersebut dipengaruhi oleh usia petani yang seharusnya memasuki usia produktif, tingkat pendidikan yang tinggi, dan pengalaman berusahatani yang sudah lama. Pola pengambilan keputusan dalam keberhasilan usahatani rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang dapat terlihat ketika pelaku usahatani seperti laki-laki dan perempuan dalam
65
rumah tangga sama-sama dapat mengontrol pengambilan keputusan dalam semua tahapan usahatani padi sawah dan padi ladang. Pola pengambilan keputusan dan penetapan prioritas akan terwujud apabila memiliki lahan yang digarap luas, dengan tingkat pengalaman bertani antara 34 tahun sampai 50 tahun. Pola pengontrolan dan pengorganisasian dalam keberhasilan usahatani rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang dapat terwujud ketika partisipasi atau keikutsertaan dari rumah tangga petani laki-laki dan perempuan tanpa mengalami hambatan dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. Pengontrolan dan pengorganisasian terwujud ketika karakteristik individu yakni motivasi usahanya mencapai pada tahapan mengembangkan usaha, status kepemilikan lahan di rumah tangga petani tersebut menjadi petani pemilik, dan status ekonomi rumah tangga petani yang sudah mapan.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini adalah: 1. Pembagian kerja dalam rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang pada tahapan kegiatan dalam usahatani yang sifatnya merupakan kegiatan kasar dan berat maka pelaku kegiatannya dominan laki-laki (suami). Pada kegiatan yang sifatnya merupakan pekerjaan ringan dominan pelaku kegiatannya adalah perempuan (istri). Kegiatan berat seperti: pengolahan lahan, pemberian pupuk, pengendalian dan pemberantasan hama. Selain itu, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar perbedaan peranan perempuan padi sawah dan padi ladang tidak jauh berbeda jauh. Tahapan seperti penanaman, penyiangan dan penyulaman memiliki perbandingan yang sama, karena ketiga tahapan tersebut termasuk pekerjaan yang ringan. Indeks kesetaraan dan keadilan gender menganalisis tingkat pendidikan responden, bahwa keadilan dan kesadaran gender dalam usahatani dapat tercapai ketika pendidikan yang dapat dinikmati oleh petani tinggi, hal ini karena petani tersebut dapat menguasai dan mengendalikan semua aspek kegiatan usahatani padi. Tenaga kerja yang dipergunakan, bahwa penggunaan tenaga kerja telah memiliki kesetaraan gender pertanian, ketika antara laki-laki dan perempuan tidak harus melakukan kegiatan yang sama melainkan seharusnya laki-laki dan perempuan bekerja melakukan tugas yang menjadi spesialisasinya. Pola pengambilan keputusan rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang, dalam proses pengambilan keputusan usahatani yang memiliki beragam kegiatan yang spesifik. Kesetaraan dan keadilan gender dilihat dari seberapa jauh tercapai keseimbangan penuh. Untuk padi sawah tercapai pada pengambilan keputusan pada varietas yang ditanam dengan keikutsertaan dalam poktan. Sedangkan untuk padi ladang tercapai pada pengolahan lahan dan keikutsertaan organisasi. 2. Karakteristik individu yang berhubungan dengan kesetaraan dan keadilan gender yaitu tingkat pendidikan dan usia. Perbedaaan tingkat pendidikan mempengaruhi akses terhadap faktor produksi dimana laki-laki memiliki akses lebih daripada perempuan. Pengambilan keputusan dihubungkan
66
dengan produksi didominasi oleh suami. Padahal istri juga memiliki kontribusi untuk menambah pendapatan guna memenuhi kebutuhan keluarga. Pengambilan keputusan dihubungkan dengan pengeluaran dalam kebutuhan pokok didominasi oleh perempuan karena pembagian kerja dalam rumah tangga dimana pengelolaan keuangan dipegang oleh perempuan. Usia juga dapat mempengaruhi tingkat partisipasi laki-laki dan perempuan. Usia yang sudah menua tidak mungkin lagi berpartisipasi dalam pelaksanaan usahatani padi sawah dan padi ladang. 3. Karakteristik rumah tangga yang berhubungan dengan keseteraan dan keadilan gender adalah luas lahan yang digarap dan status ekonomi rumah tangga, walaupun berhubungan negatif. Perbedaan luas lahan yang digarap mempengaruhi akses dan kontrol terhadap sarana produksi pertanian dimana laki-laki memiliki akses lebih daripada perempuan. Ketika luas lahan yang digarap kecil maka akses dan kontrol terhadap usahatani termasuk kategori tinggi. Status ekonomi rumah tangga juga mempengaruhi akses, kontrol dan partisipasi dalam pelaksanaan usahatani padi. Akses yang diterima terhadap kemudahan dalam mendapati sarana produksi pertanian dipengaruhi oleh seberapa status ekonomi rumah tangga petani tersebut, karena semakin tinggi status ekonomi rumah tangga maka semakin mudah mendapatkan akses yang tinggi. Selain itu, pengambilan keputusan dan partisipasi petani juga dipengaruhi oleh status ekonomi rumah tangga petani. Pengambilan keputusan yang baik ketika semua unsur rumah tangga berperan, semua unsur rumah tangga berperan ketika rumah tangga tersebut sudah sudah menikmati status ekonomi rumah tangga yang tinggi. Partisipasi yang tinggi ketika rumah tangga tersebut sudah mapan dalam hal segi ekonominya.
SARAN Merujuk kepada tujuan penelitian dan hasil penelitian disarankan agar perempuan di padi sawah dan padi ladang hendaknya lebih dilibatkan dalam pengelolaan komoditi pertanian terutama untuk komoditi padi, karena akses dan kontrol terhadap sumber daya dan manfaat masih didominasi oleh kaum laki-laki serta untuk meningkatkan kesadaran gender dalam usahatani padi sawah dan padi ladang perlu adanya kesepakatan dalam keluarga, ketika adanya informasi dari lembaga apa pun terkait kegiatan usahatani seharusnya laki-laki dan perempuan ikut berpatisipasi dan diberi hak yang sama Pembagian kerja pada rumah tangga petani padi sawah dan padi ladang yang berbeda. Perempuan pada rumah tangga petani padi sawah cenderung kurang berpartisipasi pada kegiatan usahatani, ada anggapan bahwa perempuan lebih banyak berada pada kegiatan reproduktif, sedangkan pada rumah tangga petani padi ladang juga mempunyai kontribusi lebih banyak pada kegiatan pelaksanaan usahatani padi. Hendaknya pembagian kerja pada rumah tangga harus berdasarkan keseteraan dan keadilan gender dalam pembagiannya, ketika dalam kegiatan usahatani laki-laki harus melakukan pekerjaan yang menjadi spealisasinya seperti: pengolahan lahan, pemupukan, dan pemberantasan hama. Perempuan juga harus mengerjakan yang menjadi spealisasinya seperti: penanaman, penyiangan, dan pemanenan. Sehingga kondisi yang demikian akan terciptanya rumah tangga
67
petani yang pembagian kerjanya adil. Selain itu, perlu adanya kajian mengenai pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga terhadap kesejahteraan rumah tangga serta pola pengasuhan dan budaya. Hal ini sangat penting dan berguna karena perempuan juga berperan aktif dalam membantu perekonomian keluarga.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2009. Data Tenaga Kerja di Kabupaten Karawang. Karawang (ID) Badan Pusat Statistik. 2010. Data Konsumsi Pangan di Indonesia. Jakarta (ID). Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Padi dan Persen Kenaikan Produksi Pertanian. Jakarta (ID). BP4K. 2012. Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah dan Padi Ladang di Kabupaten Karawang (ID). Departemen Pertanian Satuan Pengendali Bimas. 2012. Pedoman Bercocok Tanam Padi, Palawija, Sayur-sayuran. Departemen Pertanian. Jakarta (ID). [Distan] Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Karawang. 2013. Komoditas Padi Organik. Karawang (ID). Effendi S. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES. Ghazali I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang (ID): Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Handayani dan Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang (ID): UMM Pr. Harjanti N. 1991. Kedudukan dan Peran Perempuan Menurut Hukum dan Dalam Prakteknya di Indonesia. Warta Studi Perempuan, No.3, Vol.2. Hendriyana Y. 2010. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Alokasi Produk dan Marketed Surplus di Kabupaten Karawang. Skripsi Fakultas Ekonomi dan Manajemen; Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID). Herien P dan Sri A. 2002. Analisis Pembagian Gender pada Keluarga Petani. Volume 1(2). Julian W. 2002. Analisis Pola Pengambilan Keputusan dalam Perspektif Gender Di Kabupaten Muna dan Buton Sulawesi Tenggara. Volume 10(3). Komariyah. 2003. Profil Perempuan Buruh Tani dalam Usaha Meningkatkan Kesehatan, Desa Wonorejo, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar. Bandung (ID): ITB Pr. Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa dan Sunda. Jakarta (ID): Balai Pustaka Listiani. 2002. Gender dan Komunitas Perempuan Pedesaan. Medan (ID): Bitra Indonesia Meliala A. 2006. Pembagian Kerja Gender dalam Rumah Tangga Petani Pedagang Tanaman Hias (Kasus Sentra Bunga Dukuh Nglurah, Kelurahan Tawangmangu, Kecamatan Tawangmangu, Solo, Jawa Tengah). Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mosher. 1991. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta (ID): CV Yasaguna. Mosher. 1993. Gender Planing and Development. Practice and Theory. London (ID)
68
Mosse J. 2003. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar. Mugniesyah S. 2002. Gender dan Perilaku Masyarakt Lahan Kering dalam Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Bogor (ID): Program Studi perempuan Institut Pertanian Bogor. Mugniesyah S. 2006. “Gender, Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan” dalam Ekologi Manusia. Editor Soeryo Adiwibowo. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nasir. 2005. Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta (ID): Gramedia Utama. Olsson. 1997. Pembagian Kerja Seksual. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Puspitawati H dan Andriyani S. 2008. Analisis Pembagian Peran Gender pada Keluarga Petani. Jurnal Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Volume 1(2): 24-33. Prasodjo N. 2003. Modul Mata Kuliah gender dan Pembangunan. Bogor (ID): Departemen Komunikasi Pengembangan Masyarakat. Pratiwi N. 2007. Analisis Gender pada Rumah Tangga Petani Monokultur Sayur (Kasus Desa Sigorogunung, Kecamata Ngagoyoso, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah). Skripsi: Institut Pertanian Bogor. Bogor (ID) Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Sajogyo. P. 1992. Konsepsi dan Metodologi dalam Studi Peranan dan Status Sosial Perempuan Dalam Keluarga, Rumah tangga dan Masyarakat. Prosiding Lokakarya “Gender Analisis dalam Sistem Usahatani". Bogor, 14-15 April 1992. Puslitbangtan. Badan Litbang Pertanian. Jakarta (ID). Sajogyo P. 1993. Peranan Perempuan dalam Perkembangan Masyarakat Desa. Jakarta (ID): Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Saptari. 1997 Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta (ID): UI pr. Solahudin. 2012. Pertanian Berkelanjutan di Masa Depan. Bogor (ID): IPB pr. Sukarni M. 1999. Kesehatan Keluarga dan Lingkungan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas Pangan dan Gizi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Suyatno. 2010. Peranan Perempuan dalam Analisis Gender. Jakarta (ID): Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Unggul P. 2005. Tingkat Kesetaraan Gender pada Usahatani Padi di Kecamatan Mlati Kabupaten Sleman. Fenomena. Volume 3(2). Witjaksono. 2002. Membangun Masyarakt Memberdayakan Rakyat. Bandung (ID): PT Rafika Adyatama. Yufita. 2012. Gender dan Pembangunan. Yogyakarta (ID): Pustaka Pelajar Ofset
69
LAMPIRAN Lampiran 1 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi sawah tahun 2013 Kesetaraan dan keadilan gender
Karakteristik individu
Usia
Motivasi usaha
Tingkat pendidikan
Tingkat pengalaman bertani
Partisipasi lk
Partisipasi pr
Manfaat lk
Manfaat pr
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
S
T
R
0
7.6
20
35.7
20
16.7
20
15.4
0
61.5
0
0
S
71.4
84.6
80
57.2
80
83.3
80
61.5
100
38.5
100
80
T
28.6
7.6
0
7.2
0
0
0
25.1
0
0
0
20
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
57.2
23.1
20
21.5
30
33.3
75
28.6
21.1
38.5
25
0
S
28.6
15.4
30
21.5
40
33.3
25
28.6
21.1
38.5
25
20
T
14.3
61.5
50
57.2
30
33.3
0
42.8
57.8
60
50
80
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
42.9
30.7
60
57.2
70
60
75
28.6
42.1
75
85.7
0
S
14.3
30.7
30
14.3
20
0
0
28.6
26.3
20
0
0
T
42.9
38.5
10
28.5
10
0
25
14.2
31.6
5
14.3
100
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
42.8
15.4
10
92.8
90
33.3
25
0
26.3
92.3
75
60
S
56.2
53.9
30
7.2
10
33.3
25
71.5
42.1
7.7
25
0
T
0
30.7
60
0
0
33.3
50
28.5
31.6
0
0
40
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
To
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Lampiran 2 Persentase responden menurut karakteristik individu dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi ladang tahun 2013 Kesetaraan dan keadilan gender
Karakteristik individu
Partisipasi lk R
Usia
Motivasi usaha
Tingkat pendidikan
Tingkat
S
T
Partisipasi pr R
S
T
Manfaat lk R
S
T
Manfaat pr R
S
T
R
20
26.7
10
50
35.7
20
100
20
0
31.25
4.5
0
S
60
66.7
50
50
57.2
60
0
73.3
58.3
68.78
54.5
0
T
20
6.6
40
0
7.2
20
0
6.7
41.7
0
0
100
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
80
60
50
50
35.7
80
66.7
66.7
50
81.25
11.1
40
S
20
20
40
33.3
64.3
10
33.3
26.7
25
18.75
88.9
20
T
0
20
10
16.7
0
10
0
6.6
25
0
0
40
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
80
86.7
70
83.3
92.8
100
100
80
75
100
100
60
S
10
0
30
0
0
0
0
20
8.3
0
0
40
T
0
13.3
0
16.7
7.2
0
0
0
16.7
0
0
0
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
20
13.3
10
16.7
14.3
0
33.3
13.3
8.3
25
0
0
70
pengalaman bertani
S
40
60
50
33.3
64.3
80
66.7
60
41.7
75
64.3
25
T
40
26.7
40
50
21.4
20
0
26.7
50
0
45.7
75
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Lampiran 3 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi sawah tahun 2013 Kesetaraan dan keadilan gender
Karakteristik rumah tangga
Partisipasi lk R R
Luas lahan yang digarap
Status kepemilikan lahan
Status ekonomi rumah tangga
S
Partisipasi pr T
R
S
14.3
7.7
0
7.1
S
0
30.7
10
T
85.7
61.6
80
Manfaat lk
T
R
S
10
0
0
28.6
0
16.7
64.3
90
83.3
Manfaat pr
T
R
S
T
0
10
0
16.7
0
75
0
10
23.1
16.7
0
25
100
80
76.9
66.6
100
To
100
100
100
0
100
100
100
100
100
100
100
100
R
28.6
23.1
20
21.4
30
16.7
25
33.3
20
30.8
25
0
S
42.88
30.7
40
35.7
40
33.3
0
50
40
23.1
33.3
80
T
28.6
46.2
40
42.8
30
50
75
16.7
40
46.1
41.7
20
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
14.3
30.8
0
14.3
10
0
25
0
10
7.7
16.7
0
S
14.3
15.4
20
35.7
10
16.7
50
16.7
20
15.4
33.3
20
T
71.4
53.8
80
50
80
83.3
25
83.3
70
76.9
50
80
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
Lampiran 4 Persentase responden menurut karakteristik rumah tangga dengan tingkat partisipasi dan manfaat padi ladang tahun 2013 Kesetaraan dan keadilan gender
Karakteristik rumah tangga
Partisipasi lk R R
Luas lahan yang digarap
Status kepemilikan lahan
Status ekonomi rumah tangga
S
T
Partisipasi pr R
80
40
30
S
0
53.3
40
T
20
6.7
30
To
100
100
100
R
60
73.3
S
0
T
40
To
S
33.3
T
Manfaat lk R
S
T
21.4
80
33.3
46.7
50
50
20
6.6
16.7
29.6
0
0
100
100
100
80
83.3
64.3
0
0
0
26.7
20
16.7
Manfaat pr R
S
T
41.7
50
45.5
0
26.7
50
31.25
36.4
100
26.6
9.3
18.75
18.2
0
100
100
100
100
100
100
80
100
80
58.3
68.75
81.8
66.7
0
0
0
0
0
0
0
0
35.7
20
0
20
41.7
31.25
19.2
33.3
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
R
0
66.7
40
50
64.3
20
66.6
53.3
33.3
56.25
27.3
66.6
S
80
26.7
50
33.3
21.4
80
33.3
40
50
37.5
54.5
33.4
T
20
6.6
10
16.7
14.3
0
0
6.7
16.7
6.25
18.2
0
To
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan; lk: laki-laki, pr: perempuan, R:rendah, S:sedang, T:tinggi, To:total.
71
Lampiran 5 Perbandingan peranan wanita dalam tahapan usahatani rumah tangga padi sawah dan padi ladang tahun 2013 No 1 2
3 4 5 6 7
8 9
Kegiatan Usahatani Persemaian Pengolahan lahan - Pembersihan bedengan - Mencangkul - Membajak Penanaman Pemberian pupuk 1 Penyiangan dan penyulaman Pemberian pupuk 2 Pengendalian dan pemberantasan hama - Penyemprotan hama dan penyakit - Pengambilan keong/siput Pemanenan Pengemasan Total
Padi sawah n (%) 4.0 100.0
Padi ladang n (%) 0.0
0.0 0.0 0.0 60.0 6.0 60.0
0.0 0.0 0.0 50.0 46.2 50.0
15.0 0.0 10.0 60.0 7.0 60.0
100.0 0.0 100.0 50.0 53.8 50.0
6.0
42.8
8.0
57.2
3.0 10.0
37.5 23.8
5.0 32.0
62.5 76.2
14.0 7.0 170.0
25.9 17.9 38.7
40.0 32.0 269.0
74.1 82.1 61.3
Sumber: Data primer, diolah.
Lampiran 6 Hasil uji rank Spearman antara karakteristik individu padi sawah dengan KKG Spearman Correlation Akses lk Akses pr Kontrol lk Kontrol pr Usia 0.783* 0.710* 0.469* Correlation 0.506* coefficient
Motivasi usaha
Tingkat pendidikan
Sig. 2(tailed) Correlation coefficient Sig. 2(tailed) Correlation coefficient Sig. 2(tailed)
0.004
0.000
0.000
0.009
0.789*
0.660*
0.636*
-0.039
0.000
0.000
0.000
0.836
0.438*
0.249
0.799*
0.330**
0.016
0.185
0.000
0.074
72
Tingkat Correlation 0.667* pengalaman coefficient bertani Sig. 0.000 2(tailed)
0.413*
0.105
0.179
0.023
0.582
0.404
Sumber: Data primer, diolah. Keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 7 Hasil uji rank Spearman dengan KKG Spearman Correlation Partisipasi lk Usia Correlation -0.397* coefficient Sig. 2(tailed) Motivasi Correlation usaha coefficient Sig. 2(tailed) Tingkat Correlation pendidikan coefficient Sig. 2(tailed) Tingkat Correlation pengalaman coefficient bertani Sig. 2(tailed) a
antara karakteristik individu padi sawah Partisipasi pr 0.122
Manfaat lk
Manfaat pr
0.052
0.678*
0.030
0.522
0.786
0.000
0.269
-0.211
0.367*
0.409*
0.151
0.263
0.046
0.025
-0.243
-0.344**
0.164
0.275
0.195
0.063
0.387
0.141
0.476*
0.475*
-0.136
0.328
0.008
0.008
0.475
0.277
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 8 Hasil uji rank Spearman antara karakteristik individu padi ladang dengan KKG Spearman Correlation Akses lk Akses pr Kontrol lk Kontrol pr Usia 0.047 0.596* 0.480* Correlation -0.053 coefficient
Motivasi usaha
Tingkat
Sig. 2(tailed) Correlation coefficient Sig. 2(tailed) Correlation
0.779
0.805
0.001
0.007
0.751*
0.398*
0.594*
0.531*
0.000
0.029
0.001
0.003
0.701*
0.408*
0.676*
0.330*
73
pendidikan
coefficient 0.000 Sig. 2(tailed) Tingkat Correlation 0.605* pengalaman coefficient bertani Sig. 0.000 2(tailed)
0.025
0.000
0.040
-0.089
0.602*
-0.089
0.641
0.000
0.641
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 9 Hasil uji rank Spearman antara karakteristik individu padi ladang dengan KKG Spearman Correlation Manfaat lk Manfaat pr Partisipasi Partisipasi lk pr Usia 0.193 0.639* 0.286 Correlation 0.250 coefficient Sig. 2(tailed) Motivasi Correlation usaha coefficient Sig. 2(tailed) Tingkat Correlation pendidikan coefficient Sig. 2(tailed) Tingkat Correlation pengalaman coefficient bertani Sig. 2(tailed) a
0.183
0.306
0.000
0.176
0.171
-0.299
0.209
0.568*
0.365
0.108
0.268
0.001
0.112
-0.229
0.172
0.275
0.556
0.224
0.363
0.141
0.076
-0.192
0.331
0.625*
0.691
0.309
0.074
0.000
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 10 Hasil uji rank Spearman sawah dengan KKG Spearman Correlation Akses lk Luas lahan Correlation 0.000 yg digarap coefficient 1.000 Sig. 2(tailed) Status Correlation -0.065 kepemilikan coefficient
antara karakteristik rumah tangga padi Akses pr -0.086
Kontrol lk 0.145
Kontrol pr 0.181
0.512
0.270
0.166
0.127
0.182
-0.033
74
lahan
Status ekonomi rumahtangga
0.623 Sig. 2(tailed) Correlation 0.005 coefficient
0.334
0.163
0.805
-0.183
-0.031
-0.056
0.968
0.161
0.813
0.673
Sig. 2(tailed) a
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 11 Hasil uji rank Spearman sawah dengan KKG Spearman Correlation Partisipasi lk Luas lahan Correlation 0.111** yg digarap coefficient 0.079 Sig. 2(tailed) Status Correlation 0.101 kepemilikan coefficient lahan 0.443 Sig. 2(tailed) Status Correlation 0.135* coefficient ekonomi rumahtangga 0.005 Sig. 2(tailed) a
antara karakteristik rumah tangga padi Partisipasi pr 0.228
Manfaat lk
Manfaat pr
0.145
0.143
0.339
0.270
0.277
0.022
0.182
-0.003
0.870
0.163
0.981
0.316
-0.031
0.204
0.305
0.813
0.118
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 12 Hasil uji rank Spearman antara karakteristik rumah tangga padi ladang dengan KKG Spearman Correlation Akses lk Akses pr Kontrol lk Kontrol pr 0.233** -0.130 0.176 Luas lahan Correlation -0.504 yg digarap coefficient 0.680 0.074 0.323 0.180 Sig. 2(tailed) -0.365* -0.254* -0.115 Status Correlation -0.244** kepemilikan coefficient lahan 0.044 0.004 0.050 0.380 Sig. 2(tailed)
75
Status Correlation -0.025 coefficient ekonomi rumahtangga 0.847 Sig. 2(tailed) a
-0.294*
-0.219**
0.093
0.024
0.093
Sumber: Data primer, diolah; keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 13 Hasil uji rank Spearman ladang dengan KKG Spearman Correlation Partisipasi lk Luas lahan Correlation 0.298* yg digarap coefficient 0.021 Sig. 2(tailed) Status Correlation -0.201 kepemilikan coefficient lahan 0.124 Sig. 2(tailed) Status Correlation -0.131 coefficient ekonomi rumahtangga 0.320 Sig. 2(tailed) a
-0.219**
antara karakteristik rumah tangga padi Partisipasi pr -0.415*
Manfaat lk
Manfaat pr
0.025
0.147
0.001
0.851
0.263
0.095
0.260*
-0.057
0.471
0.045
0.667
0.176
0.258*
0.149
0.178
0.046
0.225
Sumber: Data primer, diolah; Keterangan = *berhubungan nyata p<0.05 **berhubungan nyata p<0.1. lk: laki-laki, pr: perempuan
Lampiran 14 Gambar keadaan pesawahan padi di wilayah
Perempuan mengolah lahan
Salah satu responden rumah tangga
76
Kegiatan penanaman
Perempuan yang sedang mengasuh
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 21 Juni 1991. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Ponijo dan ibunda Jemilah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Pucung III Kota Baru Kabupaten Karawang Provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di SMP Negeri 1 Cikampek. Pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Cikampek diselesaikan pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus. Tercatat penulis pernah menjadi Anggota Organisasi Mahasiswa Daerah Karawang tahun 2010, Staff Pengurus Departemen Pengembangan Kreativitas dan Karir Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) tahun 2011, Sekretaris Pengurus Departemen Pengembangan Kreativitas dan Karir Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) tahun 2012 dan anggota Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen tahun 2010. Selain itu penulis tercatat pernah mengikuti kepanitiaan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh BEM TPB, BEM FEM, maupun HIPMA dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu.
69669169