Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009
Kinerja Usahatani Padi dan Indikator Kesejahteraan Petani di Sentra Produksi Padi Kabupaten Kubu Raya oleh
Rusli Burhansyah dan Melia P.
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2009
KINERJA USAHATANI PADI DAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN PETANI DI SENTRA PRODUKSI PADI KABUPATEN KUBU RAYA Rice Farmyng Sistem Performance and Welfare Indicators in Farmers Center Rice Production Kubu Raya District Rusli Burhansyah dan Melia P Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Barat Jl.Budi Utomo No.45 Siantan Hulu. Pontianak ABSTRACT The agricultural sector has an important role in the economy of West Kalimantan. The contribution of this sector in its formation PRDB important enough. Paddy is the leading agricultural commodities. Rice farming is one source of household income of rural farmers in West Kalimantan. On the other hand, the tendency of welfare levels in rural communities are declining. Various factors influence the level of welfare / income of farmers, among others; slow increase in agricultural product prices compared to rising prices of production inputs and consumption. Thus, the data / information on rice farming and some farmers kesejahateraan indicators need to be investigated, this research objective is to (a) rice farming performance , (b) identify and analyze the variables that constitute indicators of rural development based on indicators of economic well-being of farmers who have been identified. The method used approach is to survey at the household level institutions and wage rates at the village level, using a structured questionnaire. Location study conducted in two villages of Kubu Raya has rawah the agroekosistem land in the village of Sungai Itik and the village of Jeruju Besar. Analysis of data was descriptive and statistical methods simple. From the analysis of known rice farming village of Sungai Itik is feasible to be developed. In the village of Jeruju Besar, rice farming had not feasible, the nature of the effort to meet their own needs (subsistence). Variable economic indicators that make up the welfare of farmers and rural economic development is the level of income, household expenditure, and farmer exchange. Performance indicators rice farmers welfare in rural areas Kubu Raya in 2008 as a whole relatively well. Household income of the rural farmers better Jeruju Besar from the village of Sungai Itik. From the results of the analysis statitik sign test, NTP Sungai Itik village is better than the Jeruju Besar village. Cause the level of accessibility in the village of Sungai Itik better than the Jeruju Besar village . Key words: rice farming, farmers' welfare, income, expenditure, farmers exchange
ABSTRAK Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kalimantan Barat. Kontribusi sektor ini dalam pembentukannya PRDB cukup penting. Padi merupakan komoditas unggulan sektor pertanian. Usahatani padi merupakan salah satu sumber pendapatan rumahtangga petani di pedesaan Kalimantan Barat. Disisi lain, kecenderungan tingkat kesejahteraan masyarakat di pedesaan yang menurun. Berbagai faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan/pendapatan petani antara lain; lambannya peningkatan harga jual produk pertanian dibandingkan peningkatan harga input produksi dan konsumsi. Dengan demikian maka data/informasi mengenai usahatani padi dan beberapa indicator kesejahateraan petani perlu diteliti, Tujuan penelitian ini adalah (a) melihat keragaan usahatani padi, (b) mengidentifikasi dan menganalisis variabel yang membentuk indicator pembangungan pedesaan berdasarkan indicator kesejahteraan ekonomi petani yang telah diidentifikasi. Metode pendekatan yang digunakan adalah survey di tingkat rumahtangga yang lembaga harga dan upah di tingkat desa, dengan memakai kuesioner terstruktur. Lokasi pengkajian dilakukan di dua desa Kabupaten Kubu Raya yang memiliki agroekosistem lahan rawah yaitu di Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar. Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif dan statistik sederhana. Dari hasil analisis diketahui usahatani padi di desa Sungai Itik layak untuk dikembangkan. Di Desa Jeruju Besar, usahatani padi belum layak, sifat usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri (subsisten). Variabel yang membentuk indicator ekonomi kesejahteraan petani dan pembangunan ekonomi pedesaan adalah tingkat pendapatan, pengeluaran rumah tangga, dan nilai tukar petani. Kinerja indicator kesejahteraan petani padi di daerah pedesaan Kabupaten Kubu Raya tahun 2008 secara keseluruhan relative baik. Dari sisi pendapatan rumahtangga petani desa Jeruju Besar lebih baik dari desa Sungai Itik. Dari hasil statitik analisis uji tanda, NTP desa Sungai Itik lebih baik dari desa Jeruju Besar . Penyebabnya tingkat aksesibilitas di desa Sungai Itik lebih baik dari desa Jeruju Besar. Kata kunci: usahatani padi, kesejahteraan petani, pendapatan, pengeluaran, nilai tukar petani
1
PENDAHULUAN Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Kalimantan Barat. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada triwulan I/2009 sebesar 28,00 persen yang diikuti oleh sektor perdagangan-hotel-restoran 23,8 persen dan sektor industri pengolahan 17,86 persen (BPS, 2009). Padi merupakan komoditas unggulan provinsi Kalimantan Barat. Produksi padi sebesar 1.251.574 ton GKG berdasarkan Angka Ramalan (Aram) I tahun 2009. Produksi ini mengalami penurunan 2,76 persen dibandingkan dengan Angka Sementara (Asem) tahun 2008 yang sebesar 1.287.150 GKG. Penurunan tersebut diperkirakan adanya penurunan luas panen, dari luas panen 412.158 Ha menjadi 397.924 Ha. Sedangkan produktivitas diperikirakan mengalami kenaikan sebesar 0,7 % dari 3,12 ton/ha menjadi 3,14 ton/ha (BPS, 2009). Banyak indikator variabel ekonomi yang berkait langsung dengan kesejahteraan masyarakat/petani telah meningkat, disamping itu juga terjadi penurunan di beberapa daerah termasuk di Kalmantan Barat. Dinamika tingkat kesejahteraan ekonomi di Kalimantan Barat, diindikasikan terus menurun sejak 10 tahun yang lal\u. Indikator penurunan tersebut terlihat sepert pada kinerja indek pembangunan manusia (IPM-tanpa seutuhnya), tingkat pendapatan, daya beli dan nilai tukar petani (NTP). Pada bulan Februari 2009, kinerja NTP Kalbar mencapai 98,20 sebagai peringkat 21 secara nasional (posisi 1, 2 dan 3 adalah Maluku, DI Yogjakarta, dan Lampung dengan nilai NTP 109,46, 105,42, dan 105,29 (BPS Kalbar, 2009). Disisi lain, tingkat pendapatan riil masyarakat Kalbar pada tahun 2002 mencapai Rp.472.843,-/kap/tahun, kemudian naik menjadi Rp.570.397,-/kap/tahun atau naik sekitar 20,6 persen/(3,4 persen/tahun). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kalbar pada tahun 2006 sebesar 67,08 naik sekitar 1,3 persen menjai 67,53 pada tahun 2007 (BPS Kalbar, 2005). Kinerja tanaman padi provinsi Kalimantan Barat (luas panen, produktivitas dan produksi) selama hamper 30 tahun (1969 s/d 2007) tumbuh positif. Luas panen dan produktivitas rata-rata pertumbuhannya 0,85 persen per tahun, sedangkan kinerja produksi rata-rata pertumbuhannya 0,72 persen. Dilihat data tersebut tampak bahwa kinerja tanaman padi belum optimal (Distan Prov.Kalbar, 2007). Gambaran dinamika beberapa kinerja usahatani tanaman padi dan beberapa indicator kesejahteraan masyarakat ditingkat regional Provinsi Kalimantan Barat tersebut merupakan cerminan dari hasil kinerja usahatani padi ditingkat lokal 14 kabupaten/kota sampai ke daerah berbasis pertanian dan non pertanian yang berjumlah 1.861 desa/kelurahan. Untuk menganalisis kinerja usahatani padi pada seluruh daerah yang beraneka ragam persoalan merupakan hal yang mustahil. Makalah ini dibatasi pada kinerja usahatani padi dan indicator kesejahteraan petani padi di dua desa Kabupaten Kubu Raya. 2
METODA PENELITIAN Kerangka Pemikiran Konsep daya saing pada dasarnya berasal dari konsep keunggulan komparatif yang dikemukakan oleh Ricardian. Hukum keunggulan komparatif (The Law of Comparative Advantage) dari Ricardo yang menyatakan bahwa sekalipun suatu negara tidak memiliki keunggulan absolute dalam memproduksi dua jenis komoditas jika dibandingkan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih bisa berlangsung.antar negara masih berbeda jika dibandingkan tidak ada perdagangan. Ricardo menganggap teori nilai berdasar tenaga kerja (labor theory of value) yang menyatakan hanya satu faktor produksi yang penting yang menentukan nilai suatu komoditas yaitu tenaga kerja. Nilai suatu komoditas adalah proposional (secara langsung) dengan jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkannya. G.Haberder merupakan orang yang menyempurnakan teori keunggulan komparatif Ricardo yang menafsirkan bahwa labor of value hanya digunakan untuk barang antaram sehingga menurut G.Haberder teori biaya imbangan (theory opportunity cost) dipandang lebih relevan. Harga relatif dari komoditas yang berbeda ditentukan oleh perbedaan biaya. Biaya merupakan produksi komoditas alternative yang harus dikorbankan untuk menghasilkan komoditas yang bersangkutan, Konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial dalam artian dayasaing yang akan dicapai perekonomia tidak mengalami distorsi sama sekali (Simatupang, 1991, Sudaryanto dan Simatupang, 1993). Simatupang (1995) menyatakan bahwa untuk meningkatkan daya saing produk pertanian dapat dilakukan dengan strategi pengembangan agribisnis melalui koordinasi vertical sehingga produk akhir dapat dijamin dan disesuaikan preferensi konsumen. Konsep keunggulan komparatif berkaitan dengan kelayakan ekonomi, dan keunggulan kompetitif terkait dengan kelayakan financial dari suatu aktivitas. Kelayakan financial melihat manfaat proyek atau aktivitas ekonomi dari sudut lembaga atau individu yang terlibat dalam aktivtas tersebut, sedangkan analisa ekonomi menilai suatu aktivitas atas manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan (Kadariah, et al, 1978). Sudaryanto dan Simatupang (1993) mengemukakan bahwa konsep yang lebih cocok untuk mengukur kelayakan financial adalah keunggulan kompetitif atau revealed competitive advantage yang merupakan pengukur dayasaing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian actual.Keunggulan komparatif berubah karena faktor yang mempengaruhinya. Seydlowsky (1984) dalam Zulaiha (1996) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang berubah adalah ekonomi dunia, lingkungan dosmetik dan teknologi. Keunggulan kompetitif adalah alat untuk mengukur kelayakan aktivitas atau keuntungan privat yang dihitung berdasarkan harga pasar nilai uang resmi yang berlaku (berdasarkan analisis financial). Komoditi yang memilki keunggulan kompetitif dikatakan juga efisiensi secara financial. 3
Sektor pertanian sampai saat ini kenyataannya masih mampu tumbuh positif sekalipun pada saat dilanda krisis ekonomi ketika sektor lainnya tumbuh negatif. Namun demikian, usaha pertanian di desa belum mampu mengangkat perekonomian ke tingkat yang lebih tinggi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat petani. Banyak desa yang berbasis pertanian rakyat (tanaman pangan maupun perkebunan) masih jauh ketinggalan dalam perkembangan perekonomiannya dibandingkan dengan desa di perkotaan (Arifin, 2003). Pada era globalisasi ketimpangan pembangunan ini terus berlanjut. Terjadinya ketimpangan ini dipicu oleh perbedaan tingkat produktivitas yang cukup tajam, misalnya upah pekerja golongan lemah (miskin) tidak berketrampilan nilainya sangat rendah. Sementara itu, bagi pekerja profesional berketrampilan, nilainya cukup tinggi dengan kenaikan tingkat upah kerja sangat cepat (Soetrisno dan Faraz Umaya, 1995). Salah satu jalan untuk meningkatkan perekonomian di pedesaan adalah melalui inovasi teknologi khususnya teknologi pertanian. Perubahan sistem perekonomian pedesaan akibat inovasi teknologi juga akan merangsang inovasi kelembagaan, perubahan sistem nilai, inovasi institusi, dan semuanya mengarah kepada perputaran ilmu pengetahuan (riset) ke tingkat yang lebih tinggi (Arifin, 2000). Dalam rangka meningkatkan perekonomian desa, Badan Litbang Pertanian merintis program Prima Tani dalam upaya optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian yang dikuasai melalui inovasi teknologi pertanian. Program ini diharapkan dapat meningkatkan produktivitas usahatani, optimalisasi sumberdaya, dan peningkatan nilai tambah produk melalui kegiatan agribisnis. Sasaran program Prima Tani ini juga diharapkan akan mempercepat proses diseminasi teknologi pertanian. Tujuan akhir dari program ini adalah terjadinya pembangunan ekonomi yang berimplikasi terhadap peningkatan pendapatan riel per kapita penduduk desa dalam waktu singkat. Pertumbuhan ekonomi desa yang dicapai, cepat atau lambat diharapkan terjadi trickel down effect sehingga tercapainya pemerataan distribusi pendapatan (Mulyana 1987). Pola dasar pembangunan Kalimantan Barat tertuang dalam visi dan misi pembangunan daerah tahun 2008-2028 adalah “Kalimantan Barat Bersatu dan Maju”, dimana yang menjadi tolok ukur keberhasilannya adalah tercapainya IPM sebesar 77,0 pada tahun 2013. Komponen IPM yang penting yakni aspek daya beli masyarakat disamping kualitas pembangunan aspek pendidikan dan kesehatan. Visi Pemda Kalimantan Barat 2013 yang kemudian menjadi tekad visi pengelolaan pemerintahan unuk kurun waktu 2008-2028 yang dijabarkan menjadi 9 misi pembangunan daerah, dimana salah satunya adalah terwujudnya perekonomian yang maju. Terwujudnya perekonomian yang maju melalui : (1) tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas yang diproyeksikan sekitar 5 persen-9 persen, (2) terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan kompetensi daerah dan keunggulan kompetitif, (3) 4
berkembangnya industry pengolahan yang berbasis hasil pertanian, perkebunan dan pertambangan. Informasi beberapa indicator ekonomi/pembangunan telah dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik seperti : data PDB/PDRB (produk domestic/regional bruto), penyerapan tenaga kerja, tingkat inflasi, struktur harga dan sebagainya. Indikator-indikator tersebut bersifat agregat dan makro, sehingga belum dapat menggambarkan pembangunan pedesaan yang spesifik lokasi dengan keanekaragaman agro-ekosistem dan basis komoditas pertanian unggulan utama. Kinerja sistem usahatani padi dan indicator kesejahteraan petani padi di pedesaan Kalimantan Barat dinamis dan sangat beragam. Dari aspek aksesibilitas dan bervariasi menurut tingkat aksesibilitas baik versus kurang, dari aspek kewilayahan juga bervariasi menurut daerah perkotaan versus perdesaan. Di daerah pedesaan yang umumnya berbasis pertanian, kinerja sistem usahatani padi dan indicator kesejahteraan petani padi dapat bervariasi menurut tipe agroekosistem, Untuk dapat mengetahui kinerja sistem usahatani padi dan hasil-hasil pembangunan ekonomi pedesaan yang rinci menurut tipe agroekosistem diperlukan kegiatan untuk menghimpun dan menganalisis variable-variabel data/informasi ekonomi yang menunjukkan arah terjadinya pembangunan kesejahteraan pada unit-unit rumah tangga petani padi wilayah Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat. Berdasarkan pemikiran dan pertimbangan tersebut, penelitian ini dipandang penting untuk dilakukan. METODOLOGI PENELITIAN Pemilihan Lokasi dan Prosedur Penelitian Pemilhan lokasi pengkajian mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut : (1) Kabupaten Kubu Raya mewakili agroekosistem lahan rawa sentra produksi beras di Provinsi Kalimantan Barat, (2) Pemilihan lokasi desa dilakukan dengan mempertimbangkan aspek tingkat aksesbilitas (akses baik, Non Remote Area), dan kurang baik (Remote Area-RA) sehingga terpilih Desa Sungai Itik dan Desa Jeruju Besar, Kec.Sungai Kakap, Kab.Kubu Raya, sebagai lokasi contoh NRA dan RA, dimana pada setiap desa lokasi contoh selanjutnya ditentukan dua atau lebih blok dusun/kampong sentra padi untuk dilakukan sampling petani responden, (3) Penentuan responden dilakukan dengan cara stratified random sampling, dimana petani dibagi dalam tiga (3) strata pemilikan lahan luas (>1,00 ha), sedang (0,51-1,00 ha), dan pemilikan lahan sempit (≤ 0,5 ha). Strata pemilikan lahan akan ditentukan secara proporsional sesuai dengan rataan lahan petani setempat, (4) setiap strata pemilikan lahan dipilih lima orang petani responden, sehingga total responden 30 orang petani yang kemudian diagregasi untuk menggambarkan keragaman rumahtangga petani pedesaan di tingkat kabupaten. 5
Pengumpulan variabel-variabel data/informasi yang relevan dibutuhkan untuk mengidentifikasi indicator-indikator utama dalam pembangunan pedesaan. Variabelvariabel data/informasi harus relevan yang dapat menunjukkan kea rah pembangunan ekonomi pedesaan/pertanian secara kuantitatif, karena tidak semua variabel tersebut dapat dikuantitatifkan. Waktu pelaksanaan kegiatan bulan Januari 2007 sampai Desember 2008. Macam data yang dibutuhkan dalam kajian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder yang dibutuhkan untuk mendukung kajian ini dikumpulkan dari kantor BPS, Dinas terkait, instansi tingkat kecamatan dan desa. Sedangkan data primer, dikumpulkan melalui pengumpulan langsung kepada responden (petani, pedagang, pemilik kios, atau kelompok tani), melalui metode survei.Data primer terdiri dari : (1) data input-output usahatani komoditas dominan yang dilakukan oleh rumah tangga di desa contoh, (2) struktur dan pendapatan setahun rumah tangga petani di desa contoh, (3) data produksi dan pendapatan dari setiap cabang usahatani yang diusahakan, (5) data upah pertanian dan non pertanian yang berlaku di desa contoh, dan (6) data harga input produksi, harga output dan harga barang konsumsi yang dibayar petani. Semua macam data primer yang dikumpulkan dituangkan dalam kuisener. Data sekunder yang harus dikompilasikan mencakup delapan variabel indicator, yaitu (a) Tingkat pendapatan masyarakat (PDRB), (b) Kontribusi sektor pertanian terhadap sektor perekonomian, (c) Aspek ketenagakerjaan/penyerapan tenaga kerja, (d) Nilai Tukar Petani, (c) Aspek kecukupan/ketahanan pangan (produksi komoditas tanaman pangan/perkebunan/ternak strategis), (f) penggunaan/pemilkan (luas) lahan, (g) harga saprodi dan produksi hasil pertanian, dan (h) harga barang konsumsi strategis. Data primer yang dikumpulkan adalah variabel-variabel yang tercakup dalam Indikator Produksi dan Indikator Kesejahteraan, yaitu sebagai berikut : (1) Data input-output usahatani komoditas padi di lokasi contoh, (2) Data pendapatan seluruh anggota keluarga yang diterima selama satu tahun terakhir yang bersumber dari seluruh kegiatan sub-sektor ekonomi (data diambil dalam kurun waktu Musim kering 2007 dan musim hujan 2007/2008), (3) Data produksi dan penerimaan dari setiap cabang usahatanin, (4) Data pengeluaran/konsumsi rumah tangga, (5) Data harga sarana produksi dan hasil produksi yang berlaku di lokasi contoh, (6) Data harga barang konsumsi utama dan strategis yang berlaku di pusat desa atau sekitar lokasi contoh, (7) Data harga upah tenaga kerja pertanian dan non pertanian yang berlaku di lokasi desa contoh. Semua jenis data primer tersebut dikumpulkan melalui kuesioner,yaitu kuesioner Modul A (upah dan harga), kuesioner Modul B (input-output usahatani, struktur pendapatan dan pengeluaran), dan kuesioner Modeul C [(Focus Group Discussionterhadap informan kunci (pejabat lembaga Dinas terkait, Lembaga pemasaran, penggilingan padi, aparat desa, tokoh masyarakat, kelompok tani, dll)]. Kuesioner modul A yang mencatat data poin (5) sampai (7) dilakukan secara berkala dwi mingguan oleh petugas khusus yang menetap di lokasi contoh dan diberikan pelatihan oleh tim peneliti. 6
Analisis data dilakukan secara deskriptif (tabulasi grafis) dengan membangun/mengidentifikasi variabel-variabel indicator ekonomi spesifik yang biasa dipakai untuk menjawab tujuan dan keterkaitan antar tujuan penelitian. Data input-output usahatani diolah dengan analisis financial untuk melihat profitabilitas usahatani, efisiensi usahatani, struktut biaya, distribusi penggunaan tenaga kerja berdasarkan sumber tenaga kerja luar keluarga dan jenis kelamin, nilai imbalannya terhadap tenaga keluarga serta menganalisis tingkat teknologi usahatani yang sedang dilakukan pendapatan dan pengeluaran rumah tangga petani dianalisis secara tabulasi, untuk melihat jumlah dan struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga serta sumbangan masing-masing sumber pendapatan keluarga terhadap total pendapatan. Peubah penjelas (variabel) indicator ekonomi tersebut terindentifikasi analisis kemudian dilanjutkan untuk menentukan indicator atau penciri terjadinya pembangunan pedesaan. Variabel-variabel indicator pembangunan ekonomi pedesaan tersebut dibagi ke dalam dua indicator yakni Indikator Produksi dan Indikator Kesejahteraan, Paling tidak ada lima aspek yang bisa menunjukkan indikator (penciri atau penanda) kesejahteraan petani, ( Sudana, et.al., 2008) yaitu : (1) Perkembangan struktur pendapatan, (2) Perkembangan pengeluaran untuk pangan, (3) Daya beli rumah tangga petani, dan (4) Perkembangan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga petani, dan (5) Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP). Analisis akan dilakukan terhadap ketiga aspek indicator tersebut antara lain; perkembangan struktur pendapatan, perkembangnan pengeluaran untuk pangan, dan perkembangan nilai tukar petani. (1). Perkembangan Struktur Pendapatan Struktur pendapatan menunjukkan sumber pendapatan utama keluarga petani dari sektor mana, apakah dari sektor pertanian atau sebaliknya yaitu dari non pertanian. Bagaimana peran sektor pertanian dalam ekonomi pedesaan ke depan. Secara sederhana struktur pendapatan rumah tangga petani dari sektor pertanian dapa ditentukan sebagai berikut :
⎛ TPSP⎞ PPSP= ⎜ ⎟x100% .....................................................................(1) TP ⎝ ⎠ Keterangan: PPSP = Pangsa pendapatan sektor pertanian (%) TPSP = Total pendapatan dari sektor pertanian (Rp/th) TP = Total pendapatan rumah tangga petani (Rp/th) (2). Perkembangan Pengeluaran Untuk Pangan Perkembangan pangsa pengeluaran untuk pangan dapat dipakai salah satu indikator keberhasilan ekonomi pedesaan. Semakin besar pangsa pengeluaran untuk pangan 7
menunjukkan bahwa pendapatan rumah tangga tani masih terkonsentrasi untuk memenuhi kebutuhan dasar (subsisten). Demikian sebaliknya, semakin besar pangsa pengeluaran sektor sekunder (non pangan), mengindikasikan telah terjadi pengeseran posisi petani dasri subsisten kekomersial. Artinya kebutuhan primer telah terpenuhi, kelebihan pendapatan dialokasikan untuk keperluan lain misal pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sekunder lainnya. Secara sederhana pangsa pengeluraran untuk pangan dapat dihitung sebagai berikut :
⎛ PE ⎞ PEP = ⎜ ⎟ x100% ....................................................................................(2) ⎝ TE ⎠ keterangan PEP PE TE
= Pangsa pengeluaran untuk pangan (%) = Pengeluaran untuk pangan (Rp/th) =Total pengeluaran pendapatan rumah tangga petani (Rp/th)
(3) Perkembangan Nilai Tukar Petani Secara konsepsi NTP merupakan alat pengukur daya tukar dari komoditas pertanian yang dihasilkan petani terhadap produk yang dibeli petani untuk keperluan konsumsi dan keperluan dalam memproduksi usahatani (Rachmat, M, 2000, Supriyati et.al., 2001, Simatupang P., 2005). Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan nisbah antara harga yang diterima (HT) dengan harga yang dibayar petani (HB) yang dirumuskan sebagai berikut (BPS, 2002, Nurmanaf R, et.al.,2004, Irawan B, et.al.2007, Sudana W., et.al.2007).
NTP= HT / HB= ∑aiPTi / ∑bxPBx…………………………………………….(3) Keterangan : HT HB Pti PBx ai bx
= harga yang diterima petani = harga yang dibayar petani = harga komoditas i yang diproduksi petani = harga produk yang dibeli petani = pembobot komoditas i = pembobot produk x
Untuk menggambarkan dinamika nilai tukar petani antar waktu, harga yang diterima dan harga yang dibayar petani diukur dalam nilai Indeks sebagai berikut :
INTP
=
IT ........................................................................................(4) IB
dimana: INTP = Indeks Nilai Tukar Petani IT = Indeks harga yang diterima petani IB = Indeks harga yang dibayar petani
8
Sementara indeks harga yang diterima (IT) dan yang dibayar petani (IB) dihitung dengan menggunakan Indeks Laspeyers sebagai berikut :
ln =
m
Pni
i =r
( n −1) i m
∑P
P( n −1)Qoi
∑ PoiQoi
...................................................................................................(5)
i =l
Keterangan:
ln Pni P(n-1)i Pni/P(n-1)i Poi Qoi m
= Indeks harga bulan ke n (IT atau IB) = Harga bulan ke n untuk jenis produk i = Harga bulan ke n-1 untuk jenis produk i = Harga relative bulan ke n untuk jenis produk i = Harga produk tahun dasar untuk jenis produk i = Kuantitas pada tahun dasar untuk jenis prodk i = Banyaknya jenis produk
Analisis Statistik Analisis statistik menggunakan analisis uji tanda pada nilai tukar petani. Analisis uji tanda dilakukan data yang digunakan kurang dari 30 dan populasinya tidak normal. Untuk menguji hipotesis apakah tingkat petani (Nilai Tukar Petani) di desa Sungai Itik (desa non remote area) lebih bik dari tingkat kesejahteraan petani ( Nilai Tukar Petani) di desa Jeruju Besar (desa remote area). Untuk menguji hipotesis ini digunakan H0 :µ1 - µ2 =0, , H1: µ1- µ2 >0 σ= 0,05 wilayah kritis z > 1,645. Rumus yang digunakan (Walpole, 1990) sebagai berikut : µ = np σ = √ npq z = x- µ σ HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Kubu Raya merupakan pemekaran wilayah dari Kabupaten Pontianak yang terbentuk melalui Undang-undang No.35 tahun 2007. Sebagian besar wilayah kabupaten Kubu Raya berada di pesisir laut yang memiliki agroekosistem lahan rawa pasang surut. Kecamatan Kakap telah ditetapkan sebagai Kawasan Usaha Agribisnis Terpadu (KUAT) pada tahun 2005 oleh pemerintah provinsi Kalimantan Barat. Kawasan KUAT KAKAP BANGKIT yang terletak sekitar 20 km dari kota Pontianak ditetapkan sebagai sentra produksi padi untuk buffer stok kota Pontianak. Komoditas padi merupakan komoditas unggulan di Kabupaten Kubu Raya dengan rincian luas panen mencapai 40.32 ha (19,3 persen dari total Kalbar), produksi 132.410 ton ha (21,6 persen dari total Kalbar), dan produktivtas 34,14 kw.ha dibandingkan produktivtas provinsi mencapai 30,54 kw (BPS, 2008). 9
Potensi alamiah yang besar maka kebijakan pengembangan perekonomian daerah Kabupaten Kubu Raya diarahkan pada upaya pemanfaatan kekayaan alam sebagai daya tarik daerah (comparative advantage) serta peningkatan kemampuan dalam mengembangkan potensi alam menjadi komoditas yang berdaya saing (competitive advantage). Kombinasi antara kedua keunggulan tersebut dapat dijadikan faktor kunci dalam menentukan keberhasilan otonomi daerah maupun keunggulan dalam menghadapi era globalisasi perdagangan bebas. Karakterisitik Anggota Rumah Tangga Petani Berdasarkan hasil analisis menunjukan bahwa rata-rata umuk KK maupun istri di desa contoh adalah relatif sama masih termasuk usia produktif yaitu dibawah 50 tahun. Pendidikan KK maupun istri rata-rata relatif sama yaitu tamat SD, tidak terlihat perbedaan pendidikan yang cukup signifikan baik antara KK dan istri..Dibandingkan dengan pendidikan KK dan istri, pendidikan anak baik anak laki-laki maupun anak perempuan, tingkat pendidikannya relatif lebih tinggi, yaitu tingkat pendidikannya anaknya sedang duduk di bangku SLTP. Artinya KK sedang membiayai anak-anaknya untuk melanjutkan sekolah, dan umur anak-anaknya khususnya anak pertama telah berusia diatas 15 tahun keatas (Tabel 1) Tabel 1.Karakteristik Anggota Rumah Tangga Petani Contoh di Kubu Raya 2007 Kubu Raya Variabel 1.Umur KK (thn) 2.Pendididkan KK (thn) 3.Umur istri (thn) 4.Pendididkan istri (thn) 5.Pendididkan anak laki2 (thn) 6.Pendidikan anak wanita (thn) 7.Anggota RT produktif 8.Anggota RT non produktif
Sungai Itik RA 48 7 45 5 8 10 3 1
Jeruju Besar NRA 48 6 42 4 7 7 4 1
Sumber : data primer
Jumlah anggota keluarga per KK, rata-ratanya adalah 4 jiwa terdiri dari bapak, ibu dan dua orang anak. Berdasarkan jumlah anggota keluarga yang masuk usia produktif (diatas 15 tahun dan dibawah 65 tahun) rata-rata 3 orang per KK, artinya anak pertamanya berumur lebih dari 15 orang, sedangkan anak kedua berumur kurang dari 15 tahun bahkan mungkin ada yang belum sekolah. Hal ini ditunjukan oleh rata-rata jumlah anggota keluarga yang masuk usia non produktif hanya satu orang. Walaupun jumlah anggota keluarga yang termasuk usia produktif rata-ratanya sebanyak 3 orang, namun tenaga yang tersedia secara penuh untuk kegiatan usahataninya hanya dua orang yaitu KK dan istri, sedangkan satu orang lagi adalah anaknya yang sedang sekolah, sehingga tidak bisa secara penuh membantu bekerja di usahatani. 10
Pekerjaan Kepala Keluarga Petani Pekerjaan utama KK di desa Sungai Itik 100 persen adalah dari sub sektor pertanian, desa contoh Jeruju Besar saja 13 persen jumlah KK pekerjaan utamanya bukan dari sub sektor pertanian. Disamping pekerjaan utama KK bersumber dari sub sektor pertanian, sebagian KK juga bekerja sebagai buruh pertanian atau bekerja diluar sektor pertanian.Rata-rata jumlah KK yang bekerja sebagai buruh pertanian adalah 26 persen dari total 4 desa contoh. Untuk menambah penghasilan keluarga, disamping KK bekerja sebagai petani dan buruh pertanian, sebagian KK juga bekerja di sub sektor non pertanian, diantarany sebagai buruh atau kuli bangunan, jasa angkutan misalnya ojeg, perdagangan dan jasa lainnya. Jumlah KK yang bekerja di sub sektor non pertanian rata-ratanya adalah 18 persen dari seluruh desa contoh, yaitu sebagai kuli atau buruh bangunan, jasa angkutan khususnya ojeg, perdagangan dan jasa lainnya. Keadaan sebaliknya denag sub sektor buruh pertanian,umlah KK yang bekerja disub sektor non pertanian dari desa contoh Kabupaten Kubu Raya Tabel 2. Pekerjaan Utama dan Sampingan KK Petani di Kabupaten Kubu Raya , 2007 Kubu Raya (%) Jenis 1.Pertanian 2.Buruh Pertanian 3. Non Pertanian
Sungai Itik RA 100 26 27
Jeruju Besar NRA 87 13 20
Sumber : data primer
Penguasaan Lahan Pertanian Rata-rata penguasaan lahan pertanian petani contoh di desa contoh Kabupaten Kubu Raya adalah 0,84 ha/KK. Secara umum penguasaan lahan basah di provinsi Kalimantan Barat per KK adalah kurang dari satu hektar. Karena relatif sempitnya lahan yang diusahakan oleh setiap KK petani, hasil kajian menunjukan tidak ada lahan yang digarapkan kepada orang lain,. Artinya dengan luasan lahan pertanian yang dikuasai oleh setiap KK saat ini, tenaga kerja keluarga saja mampu mengusahakan lahan tersebut ditambah bantuan tenaga alsintan (traktor) yang dapat disewa dari pengusaha (Tabel 3) Tabel 3. Penguasahaan Lahan Pertanian Petani Contoh di Kab.Kubu Raya, 2007 Pontianak (ha) Jenis 1.Digarap sendiri 2.Digarap orang,lain
Sungai Itik RA 0,87 -
Sumber : data primer
11
Jeruju Besar NRA 0,82 -
Usahatani Padi Padi ditanam dua kali setahun, yakni musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan varietas yang digunakan masih varietas lokal dengan umur panen 4 – 5 bulan. Waktu tanama biasanya bulan September s/d Oktober panen pada bulan Pebruai s/d Maret. Padi ditanam musim kemarau pada bulan April s/d Mei dan dipanen dari bulan Juli s/d Agustus. Varietas yang digunakan pada musim kemarau sudah unggul (varietas Ciherang). Sebenarnya varietas Ciherang merupakan varietas untuk padi lahan pasang surut. Penggunaan sarana produksi benih sudah menggunakan benih berlabel, penggunaan pupuk belum memenuhi dosis anjuran terutama pupuk SP36 seharusnya 100 kg/ha. Penggunaan tenaga kerja sudah optimal, perbedaan penggunaan tenaga kerja antar musim hujan dan kemarau pada persiapan tanam dan penyiangan. Pada musim hujan penggunaan tenaga kerja untuk kedua kegiatan tersebut cukup banyak. Dari hasil perhitungan usahatani padi skala 1 ha, menunjukkan pada musim kemarau lebih baik dari musim hujan (Tabel 4). Tabel 4. Analisis Usahatani Padi Skala 1 Ha di desa Sungai Itik, Kab.Kubu Raya, 2008
No
A 1 2 3 4 B 1 2 3 4 5 6
Uraian
Sarana produksi Benih Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Tenaga Kerja (HOK) Persiapan tanam Pengolahan tanah Tanam Pemupukan Penyiangan Pengendalian Hama&Penyakit 7 Panen 8 Angkut C Total Biaya D Penerimaan E Keuntungan F R/C Analisis Data Primer, 2008
Musim Hujan 2007/2008 Harga Kuantitas Satuan Nilai (Rp) (Rp)
Musim Kemarau 2008 Kuantitas
Harga Satuan
Nilai (Rp)
50 150 50 25
4,000 1,300 2,600 3,600
200,000 195,000 130,000 90,000
75 150 50 25
2,500 1,300 2,600 3,600
187,500 195,000 130,000 90,000
42
25,000
1,050,000
30
25,000
42 7 60
25,000 25,000 25,000
1,050,000 175,000 1,500,000
42 7 50
25,000 25,000 25,000
750,000 1,050,000 175,000 1,250,000
8
25,000
200,000
8
25,000
200,000
40 20
15,000 25,000
40 20
15,000 25,000
3000
2,000
600,000 500,000 5,690,000 6,000,000 310,000 1.05
3000
2,200
600,000 500,000 5,127,500 6,600,000 1,472,500 1.29
Dari hasil analisis usahatani selama setahun diperoleh keuntungan Rp 1.782.500,dengan R/C 1,22 selama setahun (Tabel 5) 12
Tabel 5. Analisis Usahatani Padi Skala 1 ha Selama Setahun Di Desa Sungai Itik, 2008 No
Uraian
Nilai (Rp)
A Sarana produksi B Tenaga Kerja (HOK) D Penerimaan E Keuntungan F R/C Analisis Data Primer, 2008
`.217.000 9.600.000 12,600,000 1,782,500 1.16
Salah satu keberhasilan produksi usahatani di suatu wilayah ditentukan dari kualitas benih yang digunakan. Desa Jeruju Besar merupakan desa berbasis perkebunan kelapa. Tanaman padi diusahakan pada musim hujan (tanam 1 kali setahun) pada lahanlahan kosong diantara kelapa. Varieta padi yang ditanam pada musim hujan masih lokal yang berumur 4-5 bulan. Dari Tabel 6 terlihat penggunaan jenis pupuk belum mengikuti anjuran dari pemerintah. Pupuk SP-36 tidak digunakan sehingga produktivitasnya rendah (1 ton/ha). Tabel 6. Analisis Usahatani Padi Skala 1 Ha di Desa Jeruju Besar, Kab.Kubu Raya, 2008
No A 1 2 3 4 B 1 2 3 4 5 6 7 8 C D E F
Musim Hujan 2007/2008 Harga Kuantitas Satuan Nilai (Rp) (Rp)
Kegiatan Sarana produksi Benih Pupuk Urea Pupuk SP-36 Pupuk KCL Tenaga Kerja (HOK) Persiapan tanam Pengolahan tanah Tanam Pemupukan Penyiangan Pengendalian Hama&Penyakit Panen Angkut Total Biaya Penerimaan Keuntungan R/C
13
30 100
5,000 1,300
150,000 130,000
50
3,600
180,000
5 20 20 1 10 6 30 25
25,000 20,000 20,000 25,000 20,000 20,000 20,000 20,000
1000
2,500
125,000 400,000 400,000 25,000 200,000 120,000 600,000 500,000 2,830,000 2,500,000 (330,000) 0.88
Penggunaan tenaga kerja untuk tanaman padi di desa Jeruju Besar sebesar 111 HOK dengan biaya Rp 2.245.000,- Kegiatan yang banyak membutuhkan tenaga kerja antara lain : pengolahan tanah, panen dan pengangkutan hasil panen. Indikator Kesejahteraan 1.Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Dari hasil analisis struktur pendapatan pada 2 desa contoh menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan share yang besar terhadap total pendapatan rumah tangga petani. Pada Tabel 7 menunjukkan sektor pertanian memberikan sumbangan yang besar (pangsa pendapatan sektor pertanian) sekitar 67,57% di desa Sungai Itik, dan 72,23% di desa Jeruju Besar. Dari dua tahun terakhir (2007 s/d 2008) menunjukkan bahwa sektor pertanian masih berperan besar dalam penyumbang pendapatan total rumah tangga. Tabel 7. Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Berdasarkan Sumber di dua desa Kabupaten Kubu Raya, 2008 Desa No 1
2 3
Sumber Pendapatan Pertanian (On Farm) (Rp.) -Tanaman Semusim (Rp.) -Tanaman Tahunan (Rp.) -Peternakan (Rp.) -Perikanan(Rp.) Total pendapatan pertanian (Rp.) Luar Pertanian (Off Farm) (Rp) Non Pertanian (Non Farm) (Rp.) Total pendapatan rumah petani (Rp.) Pangsa pendapatan sektor pertanian (%)
Sungai Itik 2007 2008 4,070,400 6,607,575 72,000 10,749,975 1,111,200 4,144,000 16,005,175 67.17%
7,665,000 6,846,666 72,000 14,583,666 2,856,700 4,144,000 21,584,366 67.57%
Jeruju Besar 2007 2008 5,065,200 10,461,429 2,700,000 3,500,000 21,726,629 2,483,333 5,870,000 30,079,962 72.23%
5,424,337 12,263,200 20,000 17,707,537 6,725,300 9,194,250 33,627,087 52.66%
Pendapatan total rumah tangga tahun 2008 di desa Sungai Itik terjadi peningkatan 35,66% dibandingkan tahun 2007. Peningkatan terbesar disumbang dari usahatani tanaman semusim (tanaman padi dan sayuran sebesar 88,31%) dan sektor non farm sebesar 157,08%. Pada desa Jeruju Besar peningkatan pendapatan total tidak sebesar di desa Sungai Itik. Peningkatan sebesar 11,79% disumbang dari luar pertanian (170,82%), non pertanian (56,63%) dan tanaman semusim (7,09%). Peternakan dan perikanan terjadi penurunan. Yang perlu diperhatikan adalah penurunan pendapatan dari sektor pertanian secara umum sebesar 18,50%. Hal ini mengindikasikan bahwa program pembangunan pertanian khususnya peternakan, perikanan di daerah ini tidak berkembang. Untuk meningkatkan pendapatan rumahtangga pertanian di pedesaan, kebijakan pemerintah yang dapat ditempuh adalah: (i) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, (ii) mengembangkan infrastruktur di pedesaan, (iii) meningkatkan aksesibilitas modal bagi 14
petani, dan (iv) mengembangkan industri pedesaan/agro-industri. Kebijakan-kebijakan itu bertujuan untuk meningkatkan pendapatan (tidak hanya nominal, tetapi juga riil) rumah tangga pertanian di pedesaan (Erna M.L dan Supena, 2007). 2. Perkembangan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Perkembangan pengeluaran rumah tangga mulai dari tahun 2007 sampai tahun 2008 menunjukkan peningkatan. Dari hasil analisis (Tabel 8) menunjukkan sebagian besar pengeluaran rumah tangga petani di desa pengkajian digunakan untuk untuk menenuhi kebutuhan dasar (pangan) dengan pengeluaran untuk pangan berkisar 71,81 – 76,00% Pengeluaran pangan dapat digunakan sebagai ukuran ketahanan pangan. Ketahanan pangan mempunyai hubungan negative dengan pangsa pengeluaran yaitu semakin besar pangsa pengeluaran rumah tangga, maka semakin rendah ketahanan pangan rumahtangga yang bersangkutan (Pakpahan et al., 1993) Tabel 8. Pengeluaran Rumah Tangga Petani di Desa Wilayah Pengkajian, 2008 Desa No 1 2
Pengeluaran
Pangan Non Pangan Pendidikan Pakaian Kesehatan Listrik, air, telepon, bahan bakar masak Transportasi 3 Lain-lain Total pengeluaran rumah tangga petani Pangsa pengeluaran untuk pangan Sumber:Analisis Data Primer, 2008
Sungai Itik
Jeruju Besar
2007 7,778,250
2008 8,813,256
2007 11,013,650
2008 12,400,000
445,940 257,665 353,465
675,000 358,571 564,280
443,465 591,330 515,600
513,300 823,300 630,250
814,900
.1,015,044
812,400
1,474,900
629,225 1,921,245
846,600 1,089,439
1,114,365 1,282,890
1,268,400 987,933
10,279,445
12,272,751
14,490,810
17,110,150
75.67%
71.81%
76.00%
72.47%
Terjadi peningkatan pengeluaran rumah tangga dari 2 tahun terakhir (20007-2008). Peningkatan pengeluaran non pangan di desa Sungai Itik terbesar dari kesehatan (59,64%), pendidikan (51,37%) dan transportasi (34,55%). Di desa Jeruju Besar peningkatan pengeluaran pada listrik, air dan telpon (81,50%), pakaian (39,23%) dan kesehatan (22,84%). Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan kinerja variabel indicator pengeluaran rumahtangga petani di desa lokasi kajian cukup baik, maka tingkat kesejahteraan petani padi di pedesaan Kabupaten Kubu Raya juga bertambah baik. Peningkatan pembangunan ekonomi dibidang pertanian terbukti berimplikasi terhadap membaiknya pendapatan rumah tangga sehingga berpengaruh terhadap membaiknya 15
proporsi pengeluaran konsumsi pangan rumahtangga melalui revitalisasi peningkatan pengeluaran konsumsi non pangan. 3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani didefinisikan sebagai rasio antara indeks harga yang diterima dengan indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), merupakan salah satu indicator relative tingkat kesejahteraan petani. Semakin tinggi NTP, relative semakin sejahtera tingkat kehidupan petani (BPS Kalimantan Barat, 2008). Nilai Tukar Petani merupakan ukuran kemampuan daya tukar barang (produk) pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi. Semakin tinggi nilai tukar petani berarti semakin tinggi tingkat daya beli petani, dan kondisi ini akan meningkatkan gariah petani dalam berproduksi. Konsep Nilai Tukar Petani ada lima konsep (Rachmat, et al., 1999), yaitu (1) Nilai Tukar Barter, (2) Nilai Tukar Faktorial, (3) Nilai Tukar Penerimaan, (4) Nilai Tukar Subsisten, dan (5) Nilai Tukar Petani. Dalam analisis kinerja indicator kesejahteraan petani padi disini akan menggunakan konsep Nilai Tukar Petani (NTP) seperti pada Tabel 9. Pada Tabel tersebut IHBp merupakan indeks faktor produksi yang dibayar petani meliputi benih padi, pupuk kimia, dan tenaga kerja (upah traktor dan upah buruh pertanian). Faktor non produksi (IHBk) merupakan indeks harga barang konsumen strategis yang dibayar petani meliputi beras, gula, pasir, telur/daging ayam, minyak sayur, minyak tanah). Indeks harga yang dibayar petani (IHB) merupakan indeks harga tertimbang dari harga-harga IHBp dan IHBk. Sedangkan harga yang diterma petani padi (IHT) adalah harga produksi padi GKP. Dengan demikian NTPP merupakan ukuran kemampuan daya tukar pendapatan (total on farm, of farm , non farm) yang dihasilkan keluarga terhadap faktor produksi (input usaha pertanian) dan pengeluaran konsumsi rumahtangga petani responden. Berdasarkan Tabel 9 tampak bahwa indeks NTP di Desa Sungai Itik lebih tinggi dari desa Jeruju Besar. Begitu juga rataan indeks NTP selama kurun waktu 2008 adalah terbukti cukup baik, yaitu mencapai 106,79. Nilai Tukar Petani berfluktuatif selama setahun. Pada desa Sungai Itik, NTP relative stabil sepanjang tahun, hanya bulan Desember 2008 yang dibawah 100. Sedangkan di desa Jeruju Besar, nilai NTP berfluatif, pada minggu ke 4 Januari dan minggu I Pebruai NTP dibawah 100. Selanjutnya relative stabil sampai Juni minggu ke 2. Sampai bulan Desember 2008 hanya bulan September minggu ke 4 NTP diatas 100. Dari hasil analisis uji tanda pada taraf nyata α=0.05 didapatkan nilai z -3,48 sedangkan wilayah kritis 1,645. Kesimpulannya tolak Ho dan terima H1 artinya rata-rata tingkat kesejahteraan petani di desa Sungai Itik lebih baik dari rata-rata tingkat kesejahteraan petani di desa Jeruju Besar. 16
Tabel 9. Nilai Tukar Petani Padi di Dua Desa Lokasi Penelitian Kabupaten Kubu Raya 2008. Desa Sungai Itik Periode
IHBTK
IHBBenih
IHBPupuk
IHTProd
Desa Jeruju Besar IHTKon
NTP
IHBTK
IHBBenih
IHBPupuk
IHTProd
IHTKon
NTP
Jan-II
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Jan-IV
100.00
100.00
100.00
100.24
100.25
100.19
100.00
100.00
100.00
100.00
101.84
99.63
Feb-II
100.00
100.00
100.00
102.45
100.25
102.40
100.00
100.00
100.00
100.00
100.82
99.84
Feb-IV
100.00
100.00
100.00
101.22
98.13
101.60
91.60
100.00
100.00
100.15
102.66
103.06
Mar-II
100.00
100.00
100.00
103.79
101.53
103.48
91.60
100.00
100.00
98.09
101.74
101.14
Mar-IV
100.00
100.00
100.00
102.57
100.59
102.45
91.60
100.00
100.00
95.88
101.74
98.86
Apr-II
96.11
100.00
80.77
105.02
107.38
109.31
91.60
100.00
91.07
97.06
98.87
102.57
Apr-IV
98.89
100.00
80.77
105.75
105.51
109.24
91.60
100.00
91.07
97.06
98.87
102.57
Mei-II
98.89
100.00
80.77
104.28
97.03
109.64
91.60
100.00
91.07
105.00
105.74
109.37
Mei-IV
98.89
100.00
80.77
105.02
98.30
110.12
91.60
100.88
92.86
105.29
110.04
108.11
Jun-II
98.89
100.00
81.54
105.51
97.37
110.67
91.60
100.88
92.86
105.29
109.94
108.13
Jun-IV
98.89
100.00
80.77
105.88
98.39
111.00
114.71
100.88
92.86
105.29
109.94
98.76
Jul-II
98.89
100.00
81.54
101.84
98.90
106.48
114.71
100.88
92.86
105.29
109.94
98.76
Jul-IV
98.89
100.00
80.77
110.16
98.81
115.38
114.71
100.88
92.86
104.41
107.38
98.40
Agu-II AguIV
98.89
100.00
80.77
111.14
101.19
115.83
114.71
100.88
92.86
97.65
93.55
94.49
98.89
100.00
80.77
110.40
101.10
115.09
131.93
100.88
92.86
97.65
90.37
89.10
Sep-II
98.89
100.00
80.77
112.85
103.10
117.15
131.93
100.88
92.86
97.65
90.37
89.10
Sep-IV
98.89
100.00
80.77
111.14
104.50
115.04
131.93
100.88
92.86
113.97
108.81
100.61
Okt-II
123.11
100.00
82.31
111.14
104.83
104.19
131.93
100.88
92.86
99.12
92.83
90.04
Okt-IV
123.11
100.00
81.54
113.59
102.37
107.13
131.93
100.88
92.86
97.94
91.80
89.13
Nov-II NovIV
123.11
100.00
81.54
114.32
104.50
107.39
131.93
100.88
92.86
98.24
90.27
89.65
123.11
100.00
139.23
114.32
102.12
97.28
131.93
100.88
92.86
100.44
92.11
91.36
Des-II
123.11
100.00
140.77
114.08
107.55
95.94
131.93
100.88
92.86
108.53
92.11
98.72
Des-IV Ratarata
123.11
100.00
140.77
114.32
108.57
95.98
131.93
100.88
92.86
108.53
91.09
98.90
105.11
100.00
93.21
107.54
101.76
106.79
111.62
100.55
94.42
101.61
99.70
98.35
Sumber:Data Primer (2008)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kinerja teknologi produksi usahatani utama padi di dua desa Sungai Itik dan Jeruju Besar masih belum optimal. Hal ini karena belum optimalnya dosis pupuk SP36 dan KCl. Penggunaan benih berlabel ditingkat petani masih rendah. Input pestisida merupakan input yang berpengaruh besar dalam usahatani padi 2. Usaha yang mempunyai penyumbang pendapatan terbesar bagi masyarakat : (1) desa Sungai Itik yakni; (a) usahatani padi, (b) luar usahatani buruh pertanian, (c) non pertanian; tenaga kerja indonesia ke Malaysia., (2) desa Jeruju Besar yakni; (a) usahatani kelapa, (b) luar usahatani; menyewakan alsintan; (c) non pertanian; perdagangan.
17
3.
4.
5.
6.
Pengeluaran rumahtangga yang dirasakan berat bagi rumahtangga petani di desa Sungai Itik dan Jeruju Besar yakni pengeluaran pangan( lauk dan minyak goreng) dan non pangan (pendidikan). Dari berbagai indikator antara pembangunan pertanian yang perlu diperhatikan yakni ketersediaan pupuk, aktivitas penyuluhan pertanian, serta migrasi tenaga kerja tetap ke luar desa dari sektor pertanian ke non pertanian. Sektor pertanian masih merupakan penyumbang terbesar dalam pendapatan total rumah petani di pedesaan. Sumbangan sektor pertanian berkisar 67,57%- 72,23% dari total pendapatan rumah tangga tani. Pengeluaran rumah tangga petani sebagian besar (diatas 50%) masih untuk pangan. Pengeluaran rumah tangga petani 69,40% untuk pangan, 2,5% pendidikan, 5,18% pakaian, 3,73% kesehatan, 8,3% listrik, air, telepon dan bahan bakar masak, 8,99 lain-lain Indeks Nilai Tukar Petani masyarakat desa Sungai Jeruju Besar dan masih dibawah 100 Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa masyarakat desa Jeruju Besar relative belum sejahtera dari masyarakat desa Sungai Itik.
Saran 1. Kelangkaan pupuk dapat ditempuh dengan melalui; (a) Gapoktan bekerja sama dengan kios sarana produksi dalam pengadaan pupuk bersubsidi (b) kelembagan petani (GAPOKTAN) membentuk kios sarana produksi, (c) penggunaan pupuk alternatif antara lain; pupuk kandang, pupuk hijau, dsb. Kelangkaan benih unggul padi dapat ditempuh melalui; (a) Gapoktan bekerja sama dengan penangkar benih kabupaten/kecamatan dalam pengadaan benih unggul. 2. Memperluas kesempatan kerja di luar usahatani melalui peningkatan industri di pedesaan yg berbasis sumberdaya lokal dan memperbaiki akses petani terhadap sumber-sumber pembiayaan untuk investasi, serta memperbaiki prasarana dan sarana pertanian dan perdesaan. 3. Mendorong dan meningkatkan pembangunan agro industri yang mampu memberikan nilai tambah terhadap produk primer dan menyerap tenaga kerja di perdesaan. DAFTAR PUSTAKA Arifin, B. 2003. Dekomposisi Pertumbuhan Pertanian Indonesia. Makalah pada Seminar Khusus Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. 14 November 2003. Bogor Badan Pusat Statistik Kalimantan Barat. 2008. Kalimantan Barat dalam Angka 2008. BPS Kalimantan Barat.Pontianak. Badan Pusat Statistik. 2009. Produksi Padi dan Jagung. Angka Sementara Tahun 2008 dan Angka Ramalan I Tahun 2009. Berita Resmi Statistik BPS Provinsi Kalimantan Barat. No.18/04/61/Th.XII. 1 April 2009.
18
Irawan,B. 2004. Kelembagaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (Prima Tani). Dalam Edi Basuno.dkk (penyunting).Aspek Kelembagaan dan Aplikasi Dalam Pembangunan Pertanian. Monograph Series No. 25. Puslitbang Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Bogor. Mulyana. B. S. 1987. Beberapa Pengertian dan Masalah Mengenai Pembangunan Ekonomi. Dalam Hendra Esmara (penyunting). Teori Ekonomi dan Kebijaksanaan Pembangunan. Kumpulan Esei Untuk Menghormati Sumitro Djojohadikusumo. Penerbit PT Gramedia, Jakarta. Pakpahan, A. Dan E. Pasandaran. 1990. Keamanan Pangan : Tantangan dan Peluangnya. Prisma3. Jakarta. Pakpahan, Agus, H.P.Saliem dan S.H. Suhartini. 1993. Penelitian Tentang Ketahanan Pangan Masyarakat Berpendapatan Rendah. Monograph Series No.14. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Pramonodidhi, D. 1984. Tingkah Laku Nilai Tukar Komoditi Pertanian Pada Tingkat Petani. Laporan Penelitian, Kerjasama Pusat Penelitian Agro Ekonomi Dengan Unviersitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Pranadji, T., Ilham, N., Basuki, R., Hadi, U.P., Sugiart, Hendiarto, Winarso, B., Hatnyoto, D. Dan Setiawan, I. 2001. Pedoman Umum Nilai Tukar Nelayan. Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Rachmat, M. 2000. Analisis Nilai Tukar Petani Di Indonesia : Perilaku, Dampak Perubahan Harga-Harga dan Relevansi Nilai Tukar Petani Sebagai Indikator Kesejahteraan Petani. Disertasi Ilmu Ekonomi Pertanian. IPB Bogor. Simatupang. P. 1991. The Conception of Domestic Resource Cost and Net Economic Benefit for Comaparative Advantage Analysis Agribusiness Divission Working Paper No.2/91, Center for Agro-Sosioeconomic Research. Bogor. Simatupang. P. 1992. Pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar barter sektor pertanian. Jurnal Agroekonomi Vol 11 (1) : 37-50. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Simatupang. P. dan Isdijoso. 1992. Pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap nilai tukar sektor pertanian : landasan teoritis dan bukti empiris. Ekonomi dan Keuangan Indonesia. Vol XL (1):33-48. Simatupang. P.2002. Pedoman Manajemen Pembangunan Pertanian, Departemen Pertanian Jakarta. Simatupang. P. 2005. Sudana W., MH. Togatorop, I.S. Anugrah dan Maesti M. 2006. Pengkajian Indikator Pembangunan Ekonomi Pedesaan. Balai Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Bogor. Soetrisno. L. dan Faraz Umaya. 1995. Liberalisasi Ekonomi, Pemerataan dan Kemiskinan. Penerbit kerja sama P3PK. Universitas Gajah Mada dan PT Tiara Wacana Yogya. Yogyakarta. Sumodinigrat, G. 2007. Pemberdayaan Sosial. Kajian Ringkas tentang Pembangunan Manusia Indonesia. Penerbit Buku KOMPAS. Supriyati, M.Rachmat, K.Suci, T.Nurasa, R.E.Manurung dan R.Sajuti. 2000. Studi Nilai Tukar Petani dan Nilai Tukar Komoditas Pertanian. Pusat :Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Zulaha, Aida R. 1997. Efisiensi Finansial Ekonomi dan Pengaruh Kebijakan Pemerintah pada penggunaan Teh Hijau di Jawa Barat dengan Pendekatan Policy Analysis Matrix. Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institur Pertanian Bogor. Bogor.
19