1
PERBANDINGAN NILAI EKONOMI USAHATANI PADI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BOJONGSARI, KECAMATAN BOJONGSOANG, KABUPATEN BANDUNG
DWI OKTAPIYAH
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
i
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Nilai Ekonomi Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2016
Dwi Oktapiyah NIM H44120040
ii
iii
ABSTRAK DWI OKTAPIYAH. Perbandingan Nilai Ekonomi Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Dibimbing oleh YUSMAN SYAUKAT. Pernyataan bahwa pertanian organik dapat meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan sampai saat ini masih diragukan petani. Oleh karena itu, masih banyak petani padi anorganik yang enggan untuk beralih pada sistem usahatani padi organik. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) membandingkan input dan output pada usahatani padi organik dan anorganik, (2) mengidentifikasi sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik, (3) membandingkan pendapatan pada usahatani padi organik dan anorganik, (4) mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan petani padi memilih sistem pertanian organik. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif, analisis pendapatan, dan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan input produksi pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik terutama pada penggunaan pupuk dan tenaga kerja, petani padi anorganik menjual hasil produksinya ke beberapa lembaga pemasaran seperti tengkulak kecil, gapoktan dan ke pedagang pengecer, serta diketahui bahwa harga padi organik di Desa Bojongsari lebih tinggi dibandingkan dengan harga padi anorganik. Petani padi organik menjual hasil produksinya pada satu perusahaan. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan pada usahatani padi anorganik. Hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penerapan sistem pertanian organik di Desa Bojongsari adalah tingkat pendidikan petani, luas lahan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, dan pendapatan luar usahatani. Kata kunci: analisis regresi logistik, input usahatani, pendapatan, sistem pemasaran
iv
ABSTRACT DWI OKTAPIYAH. Economic Value Comparison of Organic and Inorganic Rice Farming at Bojongsari Village, Bojongsoang District, Bandung Regency. Supervised by YUSMAN SYAUKAT. Statement that organic agriculture can minimize the production cost and increase the revenue is still in doubt by farmers. Therefore, there are many inorganic rice farmers that still not want to move on to the organic rice farming system. The objectives of this research are (1) to compare the input and output on organic and inorganic rice farming, (2) to identify the marketing system and the determination of organic and inorganic rice price, (3) to compare the income on organic and inorganic rice farming, (4) to identify the factors that determine the farmers to choose organic farming system. This research used several methods there are descriptive analysis, income analysis, and logistic regression analysis. The results of this research are the use of inputs on the farming organic rice is higher than inorganic rice farming especially on the use of fertilizers and labor, inorganic rice farmers sell their products to some small marketing agencies such as the middleman, gapoktan and to retailers, and it is known that the price of organic rice in Bojongsari Village is higher than the price of inorganic rice. Organic rice farmers sell their products to one company. The organic rice farmers income has higher than inorganic rice farmers income. The result of logistic regression analysis show that the significantly variables are level of education of farmers, land area, number of dependents, farming experience, and off-farm income Keywords: farmers' income, farming input, logistic regression analysis, marketing systems
v
PERBANDINGAN NILAI EKONOMI USAHATANI PADI ORGANIK DAN ANORGANIK DI DESA BOJONGSARI, KECAMATAN BOJONGSOANG, KABUPATEN BANDUNG
DWI OKTAPIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan
DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
vi
vii
Judul Skripsi : Perbandingan Nilai Ekonomi Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung Nama : Dwi Oktapiyah NIM : H44120040
Disetujui oleh
Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Aceng Hidayat. MT Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
viii
ix
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penulisan tugas akhir ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 dengan judul Perbandingan Nilai Ekonomi Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam penulisan dan penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada: 1.
Ayahanda tercinta (Akun Hidayat), Ibu tercinta (Siti Aisyah) serta keluarga besar yang tak henti-hentinya memberikan dukungan dan do’a kepada saya.
2.
Bapak Prof. Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, kesempatan, motivasi, bimbingan, dan ilmu yang in sya Allah bermanfaat hingga akhir hayat saya.
3.
Bapak Dr. A. Faroby Falatehan, S.P., M.E. dan Bapak Kastana Sapanli, S.Pi., M.Si. selaku dosen penguji utama dan dosen penguji Departemen ESL FEM IPB atas saran, kritik, dan bimbingannya selama ujian sidang berlangsung.
4.
Bapak Rizal Bahtiar, S.Pi., M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang juga telah memberikan banyak motivasi, bimbingan, dan ilmu kepada saya.
5.
Seluruh dosen dan staff di Departemen ESL FEM IPB yang telah banyak membantu saya selama menjadi mahasiswa.
6.
Sahabat saya dalam satu bimbingan skripsi (Vera, Meti, Novi, Elfa, Tia, dan Dini) serta seluruh mahasiswa ESL 49 yang saya cintai. Bogor, Agustus 2016
Dwi Oktapiyah
x
xi
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR .............................................................................. xiv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xiv I. PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1 Latar Belakang .............................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah ......................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian..........................................................................
7
1.4 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
8
II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
9
2.1 Konsep Usahatani .........................................................................
9
2.2 Pendapatan Usahatani ..................................................................
9
2.3 Keputusan Mengenai Harga .........................................................
10
2.4 Sistem Pemasaran .........................................................................
10
2.5 Regresi Logistik ...........................................................................
11
2.6 Ekonomi Padi ..............................................................................
11
2.7 Pertanian Organik .........................................................................
12
2.8 Pertanian Anorganik .....................................................................
13
2.9 Penelitian Terdahulu ....................................................................
14
III. KERANGKA PEMIKIRAN ...........................................................
19
IV. METODE PENELITIAN................................................................
23
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................
23
4.2 Jenis dan Sumber Data .................................................................
23
4.3 Metode Penentuan Responden .....................................................
23
4.4 Metode Analisis Data ...................................................................
24
4.4.1 Analisis Perbandingan Input dan Output serta Sistem Pemasaran dan Penentuan Harga Padi Organik dan Anorganik ...........................................................................
24
4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik Pendapatan/Keuntungan Usahatani ..................
25
4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Sistem Pertanian Organik Pada Petani Padi .......................
26
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ............................
31
5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian di Desa Bojongsari .............
31
5.2 Keadaan Sosial Ekonomi Desa Bojongsari ..................................
32
xii
5.3 Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Petani Padi Organik ....
33
5.3.1 Usia Petani ...........................................................................
33
5.3.2 Tingkat Pendidikan ..............................................................
34
5.3.3 Luas Lahan Garapan ............................................................
35
5.3.4 Sifat Usahatani Padi .............................................................
37
5.3.5 Pengalaman Berusahatani Padi ............................................
38
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................
39
6.1 Analisis Input dan Output Usahatani Padi ....................................
39
6.1.1 Benih ....................................................................................
39
6.1.2 Pupuk dan Pestisida .............................................................
40
6.1.3 Tenaga Kerja ........................................................................
42
6.1.4 Output Usahatani .................................................................
45
6.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik ......
47
6.3.1 Penerimaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik ..........
47
6.3.2 Biaya Usahatani Padi Organik dan Anorganik ....................
48
6.3.3 Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik ...........
52
6.3 Sistem Pemasaran dan Penentuan Harga Padi ..............................
54
6.4 Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Memilih Sistem Pertanian Organik ...................................
58
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................
63
7.1 Kesimpulan ...................................................................................
63
7.2 Saran .............................................................................................
64
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
65
LAMPIRAN ............................................................................................
67
RIWAYAT HIDUP……………………………………………………. 87
xiii
DAFTAR TABEL Nomor 1
Halaman
Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Jawa Barat Tahun 2012-2015 .............................................................................
2
2 3
Produksi dan Kebutuhan Beras Organik di Indonesia……………. 4 Matriks Penelitian Terdahulu .......................................................... 17
4
Matriks Metode Analisis Data ......................................................... 24
5
Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Bojongsari Tahun 2015.................................................................... 32
6
Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Bojongsari Tahun 2015 ...... 32
7
Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Bojongsari Tahun 2015 ............. 33
8
Rata-Rata Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Anorganik dan Padi Organik (Kg/Ha) di Desa Bojongsari ............................... 40
9
Rata-Rata Penggunaan Pupuk pada Usahatani Padi Anorganik dan Padi Organik (Kg/Ha) di Desa Bojongsari ............................... 42
10
Rata-Rata Penggunaan TKLK dan TKDK pada Usahatani Padi Anorganik dan Organik (HOK) di Desa Bojongsari ....................... 43
11
Perbandingan Rata-Rata Hasil Panen (Kg/Ha) antara Padi Anorganik dan Padi Organik di Desa Bojongsari............................ 46
12
Penerimaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) ...................................................................................... 47
13
Biaya Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) ..................................................................................... 49
14
Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) ...................................................................................... 54
15
Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Menentukan Petani Padi Memilih Sistem Pertanian Organik ................................................. 59
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1
Kerangka Operasional ............................................................... 21
2
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Organik Berdasarkan Kelompok Usia .................................................... 34
3
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Tingkat Pendidikan .............................................. 35
4
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Luas Lahan Garapan ............................................ 36
5
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Sifat Usahatani Padi ............................................. 37
6
Karakteristik Petani Padi Organik dan Anorganik Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi ............................ 38
7
Sistem pemasaran padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung ..... 49
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1
Kuisioner Penelitian untuk Petani Padi..................................... 69
2
Karakteristik Responden ........................................................... 75
3
Komponen Biaya Usahatani Padi ............................................. 78
4
Komponen Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi .......... 81
5
Hasil Uji Korelasi Regresi Logistik .......................................... 84
6
Dokumentasi Penelitian…………………………….…...…....
85
1
I. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu
pemenuhan atas pangan yang cukup menjadi hak setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesejahteraan masyarakat maka kebutuhan terhadap pangan juga semakin meningkat. Tingkat pertumbuhan populasi dengan ketersediaan bahan pangan nasional sangat erat hubungannya. Meningkatnya jumlah penduduk harus disertai dengan peningkatan jumlah bahan pangan nasional yang tersedia. Oleh karena itu, petani sebagai produsen tanaman pangan harus dapat meningkatkan produksi dalam usahataninya. Sumber pangan utama bagi penduduk Indonesia antara lain padi, jagung, dan kedelai. Dari berbagai jenis pangan, padi merupakan komoditas yang menduduki posisi penting sebagai makanan pokok penduduk Indonesia. Selain itu, padi merupakan komoditas yang strategis dalam perekonomian Indonesia, sehingga kekurangan suplai pada harga yang wajar merupakan ancaman terhadap kestabilan ekonomi dan politik (Azizah, 2012). Ketergantungan penduduk Indonesia terhadap konsumsi padi masih sangat tinggi. Persentase konsumsi kalori masyarakat Indonesia terhadap padi-padian pada tahun 2013 mencapai 47,6% sedangkan konsumsi protein padi-padian mencapai 38,75% (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2013). Dengan perkiraan laju pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun yang tetap positif maka kebutuhan nasional untuk beras juga akan selalu meningkat. BPS menghitung bahwa laju pertumbuhan penduduk tahun 2011-2015 adalah sebesar 1,18% dan tahun 2025-2030 diperkirakan akan mencapai 0,82%. Dengan konsumsi beras per kapita per tahun adalah 139 kilogram, maka pada tahun 2030 kebutuhan beras untuk pangan akan mencapai 59 juta ton untuk jumlah penduduk yang diperkirakan akan mencapai 425 juta jiwa (Tambunan, 2010). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu wilayah yang berperan sebagai lumbung padi nasional. Pemerintah daerah Jawa Barat mengupayakan peningkatan produksi dan produktivitas komoditas padi di wilayah tersebut.
2
Peningkatan produksi, luas panen, dan produktivitas padi harus dipertahankan setiap tahunnya guna meningkatkan ketersediaan pangan bagi masyarakat yang jumlahnya juga semakin meningkat. Data mengenai luas panen, produktivitas, dan produksi tanaman padi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Jawa Barat Tahun 20122015 Tahun 2012
Luas Panen (Hektar) 1.918.799
Produksi (Ton) 11.271.861
Produktivitas (Ton/Hektar) 5,8
2013
2.029.891
12.083.162
5,9
2014
1.979.799
11.644.899
5,8
1.857.626 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015
11.373.234
6,1
Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa terjadi penurunan luas areal padi di Jawa Barat. Luas areal padi yang menurun ini diakibatkan adanya konversi lahan sawah yang cukup besar. Konversi tersebut berupa persaingan penggunaan lahan untuk keperluan usahatani non-padi dan juga konversi penggunaan lahan menjadi lahan non-pertanian dalam bentuk jalan raya, bangunan industri, dan pemukiman. Dihadapkan pada kondisi perluasan lahan persawahan yang tidak memungkinkan, dan kesulitan dalam meningkatkan produktivitas serta kebutuhan bahan pangan masyarakat yang semakin meningkat, pemerintah mencanangkan program intensifikasi usahatani. Intensifikasi usahatani adalah upaya peningkatan produksi dengan mengintensifkan penggunaan bahan-bahan pendukung yang dapat meningkatkan produksi tanpa memperluas areal tanam yaitu salah satunya dengan penggunaan pupuk dan pestisida kimia. Pada hakekatnya intensifikasi merupakan usaha meningkatkan produktivitas tanah dengan memanfaatkan teknologi tepat guna (Kasryno et al, 2004). Usahatani pengguna pupuk kimia dan pestisida mengalami peningkatan seiring dengan pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produksi yang dihasilkan. Namun belakangan ditemukan berbagai permasalahan akibat pendekatan intensifikasi yang berlebihan yaitu munculnya biaya sosial dan lingkungan. Selain itu, pencemaran pupuk kimia, pestisida dan lainnya berdampak terhadap penurunan kualitas lingkungan dan kesehatan manusia akibat selalu tercemar bahan-bahan sintetis tersebut. Penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang mengakibatkan tingkat kesuburan
3
tanah menjadi menurun dan jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani menjadi berkurang. Penurunan jumlah hasil produksi tersebut tentu akan berdampak terhadap penerimaan petani yang akan berkurang. Selain dapat mengurangi tingkat kesuburan tanah, harga pupuk kimia mengalami peningkatan seiring dengan kebijakan pemerintah pada tahun 2010 yang menaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk bersubsidi sebesar 33,4%. Tingginya harga pupuk sangat tidak menguntungkan bagi petani karena modal yang mereka miliki terbatas. Kenaikan harga pupuk juga dapat meningkatkan biaya produksi sehingga tingkat pendapatan petani akan menurun. Guna mengatasi permasalahan di atas dikembangkan konsep pertanian yang mengupayakan keberlanjutan dengan memperhatikan dampak negatif dari kegiatan pertanian. Salah satu usaha yang dirintis adalah pengembangan sistem pertanian organik yang ramah lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat (bebas dari obat- obatan dan zat-zat kimia yang mematikan). Pertanian organik pada pengelolaannya tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia melainkan menggunakan bahan-bahan organik. Selain itu, penggunaan pupuk organik pada sistem pertanian organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya yang murah (Djojosumarto, 2008). Sebenarnya, pertanian organik ini sudah menjadi kearifan atau pengetahuan tradisional yang membudaya di kalangan kaum tani di Indonesia. Namun, sistem pertanian organik ini mulai ditinggalkan oleh petani ketika teknologi intensifikasi yang mengandalkan bahan agrokimia diterapkan di bidang pertanian pada era revolusi hijau.
Setelah muncul persoalan dampak
lingkungan akibat penggunaan bahan kimia di bidang pertanian, pertanian organik yang ramah lingkungan dan menghasilkan pangan yang sehat mulai diperhatikan lagi. Permintaan konsumen lokal terhadap beras organik cukup tinggi, alasan kesehatan menjadikan hasil pertanian ramah lingkungan ini semakin diminati. Data produksi dan kebutuhan beras organik di Indonesia tahun 2005-2009 dapat disajikan pada Tabel 2.
4
Tabel 2 Produksi dan Kebutuhan Beras Organik di Indonesia Tahun Produksi 2005 550.300 2006 557.179 2007 563.865 2008 570.519 2009 577.080 Sumber : Pertanian Sehat Indonesia, 2012
Kebutuhan Pasar 550.300 660.360 792.432 950.918 1.141.102
Berdasarkan Tabel 2, produksi padi organik di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, namun peningkatan produksi tersebut masih belum dapat menutupi kebutuhan beras organik di pasar, bahkan pada tahun 2009 permintaan terhadap beras organik dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan produksi yang dihasilkan. Oleh karena itu, komoditas beras organik sebetulnya memiliki potensi tersendiri di pasar domestik karena semakin diminati oleh konsumen. Menurut Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat, saat ini banyak petani padi yang berinisiatif untuk beralih ke tanaman padi organik. Pangsa pasar beras organik yang terus meningkat disertai harga jual yang lebih baik semakin mendukung minat petani atas pengusahaan padi organik. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah di Jawa Barat yang mengembangkan sistem pertanian organik. Luas lahan padi organik di Kabupaten Bandung telah mencapai 650 ha yang tersebar di beberapa kecamatan seperti di Kecamatan Bojongsoang seluas 249 ha, Kecamatan Ciparay seluas 241 ha, Kecamatan Baleendah 120 ha, Kecamatan Solokanjeruk seluas 20 ha, dan Kecamatan Banjaran seluas 20 ha1. Selain itu, apabila dilihat dari segi harga, komoditas padi di Kabupaten Bandung memiliki keunikan tersendiri dimana harga padi di Kabupaten Bandung cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan harga padi di daerah lain. Hal tersebut berlaku untuk jenis padi organik maupun anorganik. Kecamatan Bojongsoang merupakan wilayah yang memiliki luas lahan padi organik terbesar di Kabupaten Bandung. Beberapa padi organik di wilayah tersebut telah mendapatkan sertifikasi dari Indonesian Organic Farming Certification (Inofice) sejak tahun 2012. Desa Bojongsari, Kecamatan
1
bisnis-jabar.com. 2013. http://bandung.bisnis.com/read/20130813/5/413238/kabupaten-bandungkembangkan-sertifikat-padi-organik. Diakses tanggal 2 Oktober 2015.
5
Bojongsoang adalah salah satu penghasil padi organik yang telah lolos sertifikasi organik oleh Inofice. Padi organik tersebut dihasilkan oleh 15 kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Jaya. Berdasarkan hasil wawancara, beberapa tahun setelah menerapkan sistem pertanian organik, lahan di daerah tersebut menjadi subur kembali dan hasil produksi padi mereka lebih tinggi dibandingkan dengan padi anorganik. Produktivitas padi organik yang dihasilkan Gapoktan Harapan Jaya telah mencapai 6,8 ton per hektar. Hal tersebut jelas lebih menguntungkan dibandingkan dengan padi anorganik yang hanya memiliki tingkat produktivitas 4-5 ton per hektarnya. Selain untuk meningkatkan produktivitas lahan, penerapan sistem pertanian organik oleh Gapoktan Harapan Jaya tersebut adalah untuk mengatasi kelangkaan pupuk kimia di daerah tersebut. Dengan tingginya harga dan tingkat produktivitas yang diperoleh petani padi di Desa Bojongsari seharusnya dapat meningkatkan penghasilan pada usahatani mereka. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai perbandingan usahatani padi organik dan padi anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang tersebut. 1.2
Perumusan Masalah Setelah dikembangkannya intensifikasi pertanian sejak era revolusi hijau,
penggunaan pestisida dan bahan kimia lainnya pada usahatani padi semakin meningkat. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam jangka panjang akan mengurangi produktivitas lahan sehingga hasil produksi padi juga akan menurun. Berkurangnya produksi yang dihasilkan oleh petani akan mengurangi penerimaan yang diperoleh sehingga kesejahteraan petani pun akan menurun. Fenomena di atas juga terjadi pada lahan pertanian di Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak penyuluh pertanian serta dinas ketahanan pangan di Kabupaten Bandung, mereka menyebutkan bahwa kondisi lahan pertanian di beberapa daerah di Kecamatan Bojongsoang telah mengalami perubahan struktur dan pH tanah selama 10 tahun terakhir. Selama periode tersebut, petani mengalami penurunan produktivitas pada lahan pertaniannya akibat kualitas tanah yang rusak karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan. Kondisi tersebut dikhawatirkan akan terus berlanjut dan
6
memperparah kerusakan tanah apabila penggunaan pupuk dan pestisida kimia tetap dilakukan tanpa adanya upaya perbaikan. Sistem pertanian organik dianggap sebagai salah satu alternatif yang dapat menyelesaikan permasalahan di atas. Pertanian organik dinilai sebagai sistem pertanian alternatif yang secara ekologi ramah terhadap lingkungan, tetapi hasil produksinnya dapat meningkat. Gapoktan Harapan Jaya yang terdapat di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang merupakan salah satu penghasil padi organik dan anorganik di Kabupaten Bandung. Berdasarkan hasil wawancara, setelah beberapa tahun menerapkan sistem pertanian organik, lahan milik petani menjadi subur kembali dan hasil produksi padi mereka lebih tinggi dibandingkan dengan padi anorganik. Produktivitas padi organik yang dihasilkan Gapoktan Harapan Jaya baik yang telah mendapatkan sertifiksai dan belum mendapatkan sertifikasi telah mencapai 6,8 ton per hektar. Hal tersebut jelas lebih menguntungkan dibandingkan dengan padi anorganik yang biasanya hanya memiliki tingkat produktivitas 4-5 ton per hektarnya. Kondisi tersebut seharusnya dapat mendorong kesediaan petani untuk mengembangkan sistem usahatani padi organik. Namun pada kenyataannya masih banyak petani padi yang menerapkan sistem pertanian anorganik di Desa Bojongsari, termasuk petani yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Jaya. Total luas lahan yang ditanami padi baik organik maupun anorganik oleh Gapoktan Harapan Jaya adalah 394.5 hektar yang didominasi oleh sistem pertanian anorganik. Luas lahan yang ditanami padi organik kurang lebih hanya 28 hektar dari total luas lahan yang ditanami padi oleh Gapoktan Harapan Jaya. Banyaknya petani padi anorganik di wilayah tersebut dikhawatirkan akan semakin memperparah kondisi lahan pertanian mereka dalam jangka panjang. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang tidak diimbangi upaya perbaikan dengan menggunakan bahan organik akan mengakibatkan kualitas lahan semakin menurun dan berdampak pada penurunan produksi yang dihasilkan. Selain itu, harga pupuk kimia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu dan ketersediaannya pun terbatas di beberapa wilayah. Namun untuk beralih pada sistem usahatani organik sendiri banyak pertimbangan yang diperhatikan oleh petani diantaranya dalam hal biaya dan harga yang diperoleh. Padi organik yang
7
dihasilkan oleh petani di Desa Bojongsari belum mendapatkan harga khusus sehingga belum ada perbedaan harga yang signifikan antara padi organik dengan padi anorganik. Oleh karena itu, masih perlu dikaji apakah dengan sistem pertanian organik petani dapat lebih menekan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani padi dibandingkan dengan sistem pertanian anorganik. Selain itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Berdasarkan uraian di atas maka beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1)
Bagaimana perbedaan input dan output pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang ?
2)
Berapa besar pendapatan yang dihasilkan oleh usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang ?
3)
Bagaimana sistem pemasaran dan penetapan harga padi organik dan padi anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang ?
4)
Faktor-faktor apa saja yang menentukan petani padi memilih sistem pertanian organik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang ?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian permasalahan di atas, penelitian ini memiliki tujuan
umum memberikan rekomendasi usahatani padi yang paling menguntungkan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani melalui tingkat pendapatan. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1)
Membandingkan input dan output pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
2)
Membandingkan pendapatan pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
3)
Mengidentifikasi sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
4)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan petani padi memilih sistem pertanian organik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang .
8
1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi tiga hal, yaitu:
1)
Penelitian dilakukan pada petani yang mengusahakan padi organik bersertifikasi dan petani anorganik yang berlokasi di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung.
2)
Petani padi organik dan anorganik yang menjadi objek dalam penelitian ini merupakan petani yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Jaya.
3)
Usahatani padi yang diteliti merupakan usahatani padi pada musim tanam terakhir yaitu Agustus 2015.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi atau proses
pengalokasian sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu dan pengelolaan yang diusahakan oleh perseorangan atau sekumpulan orang-orang. Kegiatan usahatani berdasarkan coraknya dapat dibagi menjadi dua, yaitu usahatani subsistem dan usahatani komersial. Usahatani subsistem bertujuan memenuhi konsumsi keluarga, sedangkan usahatani komersial adalah usahatani dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan. Ciri petani komersial adalah; (1) cepat dalam mengadopsi inovasi pertanian, (2) cepat tanggap dalam mencari informasi, (3) lebih berani dalam mengambil resiko dalam berusaha, (4) memiliki sumberdaya yang cukup (Rahim dan Hastuti, 2008). Usahatani yang produktif atau efisien, yaitu usahatani yang produktivitasnya tinggi, umumnya dikatakan bagi usahatani yang bagus. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan penggabungan antara konsep efisiensi fisik (efisiensi usaha) dengan kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi (output) yang dapat diperoleh dari satu kesatuan input, sementara kapasitas tanah menggambarkan kemampuan tanah untuk menyerap tenaga dan modal yang diberikan padanya sehingga memberikan hasil produksi bruto yang sebesarbesarnya pada tingkat teknologi tertentu. Secara teknis, produktivitas adalah perkalian antara efisiensi (usaha) dan kapasitas (tanah) (Hanafie, 2010). 2.2
Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua
biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan kotor/ penerimaan total adalah nilai produksi komoditas pertanian secara keseluruhan sebelum dikurangi biaya produksi . Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis parsial usahatani dan analisis simultan usahatani. Biaya usahatani merupakan pengorbanan yang dilakukan oleh produsen (petani,nelayan, dan peternak) dalam mengelola usahanya dalam mendapatkan hasil yang
10
maksimal. Biaya usahatani dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu biaya tetap (fix cost) dan biaya tidak tetap (variable cost) (Soekartawi, 2002). 2.3
Keputusan Mengenai Harga Menurut Hanafie (2010) pengaruh keputusan harga terhadap hasil penjualan
berlangsung dalam dua cara yaitu sebagai komponen dari penerimaan (penerimaan=harga x kuantitas penjualan) dan sebagai tingkat harga yang sangat berpengaruh terhadap kuantitas penjualan melalui mekanisme fungsi permintaan. Kedua cara tersebut akan menimbulkan komplikasi karena pengaruhnya saling bertentangan. Harga yang rendah menghasilkan pendapatan yang lebih kecil untuk setiap unit yang terjual, tetapi biasanya mengakibatkan kuantitas penjualan naik. Peningkatan kuantitas penjualan akan memperkecil biaya tetap per unit sampai mencapai skala produksi tertentu. Beberapa faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penetapan harga antara lain jenis produk, permintaan pembeli, persaingan, daur hidup produk, dan bauran produk (product mix). Dalam menentukan harga, seluruh biaya yang telah dikeluarkan akan menjadi batas harga jual terendah. Perusahaan atau penjual harga tertentu menginginkan harga yang mampu menutup seluruh biaya produksi, distribusi, biaya penjualan, serta sejumlah keuntungan yang memadai bagi segala usaha dan resiko yang dihadapi. Dalam proses penetapan harga, perusahaan memilih metode penetapan harga yang mempertimbangkan faktor-faktor biaya-biaya produk, harga jual pesaing dan harga jual barang substitusi serta ciri-ciri produk khas (Kotler, 1997). 2.4
Sistem Pemasaran Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa tataniaga pertanian
mencakup kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari hasil pertanian dan kebutuhan usaha pertanian dari produsen ke tangan konsumen. Kegiatan pemasaran termasuk kegiatan tertentu yang menghasilkan banyak perubahan bentuk dari barang yang dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam penyalurannya dan memberikan kepuasan kepada konsumen. Kegiatan pemasaran merupakan suatu kegiatan yang produktif karena dapat memberikan nilai tambah dan menghasilkan berbagai kegunaan waktu, tempat,
11
milik, dan bentuk. Saluran pemasaran atau saluran tataniaga merupakan kumpulan atau himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari tangan produsen menuju tangan konsumen. 2.5
Regresi Logistik Menurut Rosadi (2011), regresi logistik merupakan salah satu model
statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis pola hubungan antara sekumpulan variabel independen dengan suatu variabel dependen bertipe kategoris atau kualitatif. Kategori dengan suatu variabel dependen dapat terdiri atas dua kemungkinan nilai (dichotomous), seperti ya atau tidak, sukses atau gagal, dan lain-lain atau lebih dari dua nilai (polychotomous), seperti sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan sangat setuju. Tujuan utama dari analisis regresi logistik adalah sebagai berikut: 1) Memprediksi probabilitas terjadinya atau tidak terjadinya event (terjadinya nonevent) berdasarkan nilai-nilai prediktor yang ada. Event merupakan status variabel respons yang menjadi pokok perhatian (diberi nilai kode yang lebih tinggi dari nonevent). 2) Mengklasifikasikan subjek penelitian berdasarkan ambang (threshold) probabilitas. 2.6
Ekonomi Padi Menurut Karsyno et al (2004), beras serta tanaman pangan umumnya
berperan sangat dominan dalam perekonomian, baik dari segi produksi maupun konsumsi atau pengeluaran rumah tangga, sehingga beras dianggap sebagai komoditas strategis dan politis. Dukungan berlebihan terhadap upaya peningkatan produksi padi dapat menjadi kendala bagi upaya diversifikasi pangan khususnya dan pertanian pada umumnya. Pendekatan komoditas dianggap tidak cukup memadai dalam memacu pertumbuhan sektor pertanian secara berkelanjutan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pendekatan yang bersifat jangka panjang yang menempatkan posisi padi dan beras secara arif dalam kerangka pendekatan terpadu pada suatu wilayah.
12
Ada tiga pendekatan untuk menghadapi masalah dan tantangan ekonomi padi dan pemberasan di masa yang akan datang menurut Kasryno et al (2004), yaitu: (1) pendekatan berspektrum luas, (2) pendekatan yang memperhatikan kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekosistem, dan (3) pendekatan yang berbasis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Ketiga pendekatan tersebut bukan bersifat eksklusif satu terhadap yang lainnya, tetapi bersifat komplementer dan apabila dilaksanakan akan memperkuat integrasi ekonomi padi dan beras dalam perekonomian nasional. Dengan tidak lagi menggunakan pendekatan komoditas dalam pembangunan pertanian, maka pemberasan nasional akan ditentukan oleh kemampuan Indonesia dalam melakukan terobosan teknologi untuk memanfaatkan sumber daya pertanian. 2.7
Pertanian Organik Sistem pertanian organik merupakan “hukum pengembalian (law of return)”
yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberikan makanan pada tanaman (Susanto, 2002). Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Pertanian organik terkenal dengan penggunaan pupuk organik yang terbuat dari bahan-bahan alami. Pupuk organik adalah pupuk yang mengandung senyawa organik, baik berupa pupuk organik alam atau senyawa bentukan maupun pupuk hayati (Sugito, et al., 1995). Menurut Zulkarnain (2010) pengertian pupuk organik adalah pupuk yang tersusun dari materi makhluk hidup, seperti pelapukan sisasisa tanaman, hewan, dan manusia yang dapat berbentuk padat atau cair yang digunakan untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Penjelasan kedua teori tersebut menyimpulkan bahwa pupuk organik merupakan pupuk alami yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman dalam jangka waktu panjang, meningkatkan kesuburan tanah, dan mengurangi pencemaran lingkungan akibat penggunaan bahan-bahan kimia. Menurut Zulkarnain (2010) terdapat empat macam pupuk organik yaitu pupuk hijau, pupuk kandang, kompos, dan pupuk hayati.
13
1)
Pupuk Hijau Pupuk hijau adalah tanaman-tanaman yang ditanam dengan tujuan untuk
meningkatkan kesuburan tanah karena tanaman tersebut bersimbiosis dengan mikroorganisme, seperti bakteri Rhizobium yang memiliki kemampuan untuk mengikat nitrogen bebas dari udara. Pupuk hijau pada umumnya digunakan pada pengusaha tanaman semusim seperti sayuran, palawija, dan tanaman pangan. 2)
Pupuk Kandang Pupuk kandang merupakan kotoran padat dan cair dari hewan ternak, baik
ternak ruminansia maupun ternak unggas. Keunggulan pupuk kandang tidak terletak pada kandungan unsur hara karena sesungguhnya pupuk kandang memiliki kandungan hara yang rendah. Kelebihan pupuk kandang dapat meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah, dan meningkatkan kehidupan mikroorganisme pengurai. 3)
Kompos Kompos adalah bahan-bahan organik seperti sisa tanaman, hewan, dan lain-
lain yang diperlukan sedemikian rupa sehingga terurai menjadi bahan dengan rasio C:N kurang dari 1,5 sehingga dapat digunakan untuk memupuk tanaman. 4)
Pupuk Hayati Pupuk hayati atau biofertilizer adalah semua bentuk bahan organik yang
dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman sebagai akibat dari aktivitas mikroorganisme di dalamnya. 2.8
Pertanian Anorganik Pertanian anorganik atau lebih sering dikatakan pertanian konvensional
adalah sistem pertanian yang menggunakan faktor-faktor pelancar produksi seperti pupuk, pestisida, dan obat-obatan lain yang mengandung unsur kimiawi. Untuk mendapatkan hasil panen yang tinggi maka bahan kimia memegang peranan penting dalam menghasilkan produk tersebut. Inilah yang menyebabkan petani seringkali menggunakan bahan tersebut secara berlebihan sehingga dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan manusia
yang
mengkonsumsi produk dari sistem pertanian anorganik/konvensional. Pemakaian pupuk kimia tebukti telah memberikan sumbangan yang besar terhadap kerusakan lahan pertanian. Lahan yang dulu subur kini menjadi gersang karena tingkat
14
residu kimia yang sangat tinggi tanpa dimbangi dengan penggunaan pupuk organik. Petani kini dihadapkan pada pilihan harus terus memakai pupuk kimia dengan resiko tanah menjadi gersang. Atau kembali menggunakan pupuk organik yang aman bagi lingkungan2. Menurut Poetryani (2011) revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada dekade 1980-an. Saat itu, pemerintah mengupayakan penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, pestisida, dan lain-lainnya. Hasilnya, Indonesia sempat mengalami swasembada beras. Namun pada dekade 1990-an, petani mulai kesulitan menghadapi serangan hama, kesuburan tanah merosot, ketergantungan pemakaian pupuk dan pestisida yang semakin meningkat dan harga gabah dikontrol pemerintah. Petani bekerja mengembangkan budaya tanam dengan memanfaatkan potensi alam untuk pemenuhan kebutuhan hidup manusia atau petani merupakan komunitas mandiri. Pertanian modern atau anorganik tidak menjadikan petani mandiri. Padahal FAO (lembaga pangan PBB) telah menegaskan hak-hak petani (Farmer’s Right) sebagai penghargaan atas sumbangan mereka. Hak-hak petani merupakan pengakuan terhadap petani sebagai pelestari, pemulia, dan penyedia sumber genetik tanaman. 2.9
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai referensi dalam
penelitian adalah Kusumah (2004), Poetryani (2011), Azizah (2012), dan Rahmawati (2012). Penelitian terdahulu ini berkaitan dengan penelitian mengenai usahatani pertanian organik dan anorganik di beberapa daerah di Indonesia serta menganalisis perbandingan pendapatan diantara keduanya. Berdasarkan hasil penelitian Kusumah (2010) mengenai Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) menyatakan bahwa pendapatan atas biaya tunai yang diperoleh petani padi organik masih lebih rendah dari petani padi anorganik. Apabila ditinjau dari pendapatan atas biaya total, usahatani padi organik yang dikembangkan oleh dapat meningkatkan pendapatan petani menjadi lebih tinggi dari petani padi anorganik. 2
Kompasiana.com. 2010. http://www.kompasiana.com/marcellsurthok/pertanian-organoik-dananorganik_55000d4d813311a219fa709e.Diakses tanggal 14 Januari 2016.
15
Namun hasil uji-z menunjukkan bahwa perubahan sistem usahatani padi oganik tidak berpengaruh nyata terhadap pendapatan atas biaya total maupun biaya tunai petani padi organik. Pola pemasaran padi organik lebih efisien dibandingkan dengan pola pemasaran padi anorganik. Struktur pasar yang terbentuk untuk padi organik dan padi anorganik adalah sama yaitu pasar oligopsoni. Hal ini didasarkan pada banyaknya jumlah lembaga pemasaran yang terlibat, penentuan harga, keadaan produk, kebebasan keluar masuk pasar dan sumber informasi. Hasil penelitian Poetryani (2011) mengenai Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) usahatani padi organik lebih efisien karena memiliki nilai R/C atas biaya tunai dan total yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik. Pendapatan atas biaya total rata-rata usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Pendapatan atas biaya tunai ratarata dari usahatani padi organik juga lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Selain itu dari segi biaya, usahatani padi organik lebih kecil dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Adapun penelitian yang dilakukan Azizah (2012) mengenai Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Serta Faktor-Faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor) menyatakan bahwa pendapatan atas biaya tunai pada usahatani padi dengan pupuk organik senilai 2,6% lebih kecil dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Selain itu, pendapatan atas biaya total pada usahatani padi dengan pupuk organik hanya sebesar 4,4% lebih tinggi dari usahatani padi tanpa pupuk organik. Jadi, pendapatan usahatani padi dengan pupuk organik yang dilaksanakan di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun 20102011 tidak jauh berbeda dibandingkan pendapatan usahatani padi tanpa pupuk organik. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penerapan padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi adalah variabel lama pendidikan dan luas lahan garapan. Berdasarkan hasil penelitian Rahmawati (2012) yang berjudul Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus Pada Petani Jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten
16
Lamongan), pendapatan/ha petani jagung pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik, karena biaya total yang dikeluarkan petani pengguna pupuk organik lebih rendah. Pendapatan petani pengguna pupuk organik sebesar Rp9.247.158, sedangkan petani yang tidak menggunakan pupuk organik sebesar Rp6.853.488. Biaya total yang dikeluarkan petani pengguna pupuk organik sebesar Rp2.656.720 dan petani yang tidak menggunakan sebesar Rp4.605.786. Penelitian
terdahulu
yang
digunakan
sebagai referensi lebih jelasnya tersaji dalam Tabel 3. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian dilakukan pada usahatani padi organik dan anorganik yang ada di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung. Komoditas padi didaerah tersebut memiliki keunikan tersendiri apabila dilihat dari segi harga dimana harga padi anorganik yang tinggi mempengaruhi penentuan harga padi organik di daerah tersebut. Penelitian ini juga akan membahas mengenai bagaimana sistem pemasaran dan penentuan harga pada padi organik dan padi anorganik di Desa Bojongsari.
17
Tabel 3 Matriks Penelitian Terdahulu No
Penelitian
Tujuan
Metode
Hasil
Kusumah (2004)
1) Membandingkan dan menganalisis pengaruh perubahan sistem usahatani terhadap tingkat pendapatan petani padi organik. 2) Membandingkan dan menganalisis sistem pemasaran baik padi organik maupun padi anorganik.
Analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani, analisis margin pemasaran.
Pendapatan atas biaya total pada usahatani padi organik lebih tinggi dari petani padi anorganik. Pola pemasaran padi organik lebih efisien dibandingkan dengan pola pemasaran padi anorganik. Struktur pasar yang terbentuk untuk padi organik dan padi anorganik adalah sama yaitu pasar oligopsoni
2.
Poetryani (2011)
1) Menganalisis perbandingan efisiensi 2) Mengestimasi perbandingan pendapatan padi organik dengan anorganik 3) Mengidentifikasi faktor yang berpengaruh terhadap biaya produksi dan pendapatan petani.
Analisis deskriptif, analisis biaya dan pendapatan,analisis benefit cost ratio, analisis faktor yang mempengaruhi biaya produksi dan pendapatan.
Usahatani padi organik lebih efisien dibandingkan usahatani padi anorganik. Pendapatan total maupun tunai dari usahatani padi organik lebih besar. Faktor yang mempengaruhi biaya usahatani padi organik adalah jumlah benih dan jumlah tenaga kerja sedangkan pada usahatani padi anorganik adalah jumlah pupuk urea, jumlah tenaga kerja dan jumlah pestisida kimia. Faktor yang berpengaruh terhadap pendapatan petani organik adalah biaya tenaga kerja, produksi gabah dan harga gabah, sedangkan pada petani anorganik adalah biaya tenaga kerja, dan produksi gabah.
3.
Azizah (2012)
1) Membandingkan pendapatan usahatani padi dengan dan tanpa pupuk organik 2) Mengidentifikasi faktorfaktor penentu penggunaan pupuk organik pada usahatani padi di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi, Kabupaten Bogor.
Analisis deskriptif, analisis pendapatan usahatani, analisis regresi logistik.
Pendapatan usahatani padi dengan pupuk organik yang dilaksanakan di Desa Purwasari dan Sukajadi tahun 2010-2011 tidak jauh berbeda dibandingkan pendapatan usahatani padi tanpa pupuk organik. Variabel yang berpengaruh signifikan terhadap penerapan padi dengan pupuk organik di Desa Purwasari dan Desa Sukajadi adalah variabel lama pendidikan dan luas lahan garapan.
17
1.
18 18
No 4.
Penelitian Rahmawati (2012)
Tujuan
Metode
Hasil
1) Menganalisis biaya dan pendapatan usahatani jagung dengan dan tanpa pupuk 2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan.
Analisis deskriptif, analisis perbandingan usahatani jagung dengan dan tanpa pupuk organik, analisis regresi fungsi pendapatan.
Pendapatan/ha petani jagung pengguna pupuk organik lebih tinggi dibanding yang tidak menggunakan pupuk organik, karena biaya total yang dikeluarkan petani pengguna pupuk organik lebih rendah. Faktor – faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan/ha di daerah penelitian adalah produksi jagung/ha, biaya tenaga kerja/ha, biaya pupuk/ha, dan jenis pupuk yang digunakan.
19
III. KERANGKA PEMIKIRAN Sistem pertanian anorganik sampai saat ini masih banyak dilakukan oleh petani padi di Desa Bojongsari termasuk petani yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Jaya. Penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berlebihan pada sistem pertanian anorganik akan mengurangi produktivitas lahan di masa yang akan datang sehingga hasil produksi padi juga akan menurun dan mengurangi penerimaan yang diperoleh petani. Peningkatan HET pupuk kimia sejak tahun 2010 membuat biaya produksi semakin tinggi. Selain itu, kelangkaan pupuk kimia yang terjadi di Desa Bojongsari menyebabkan harga pupuk semakin meningkat sehingga petani padi semakin terpuruk. Sistem pertanian organik dianggap sebagai salah satu alternatif yang dapat menyelesaikan permasalahan di atas. Selama ini penggunaan pupuk organik memang telah mengembalikan kualitas tanah dan meningkatkan produktivitas. Selain itu pertanian organik membuat petani menjadi lebih mandiri karena dapat membuat sarana produksi sendiri dengan menggunakan bahan-bahan organik yang mudah didapat. Namun pernyataan bahwa pertanian organik dapat meminimumkan biaya produksi dan meningkatkan pendapatan sampai saat ini masih diragukan petani. Hal tersebut dikarenakan belum adanya harga khusus untuk harga padi organik sehingga belum ada perbedaan harga yang signifikan antara padi organik dengan padi anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Dilain sisi, untuk awal pengembangan usahatani padi organik dibutuhkan biaya yang besar karena terkait dengan perbaikan unsur hara yang ada di dalam tanah dan pembebasan tanah dari residu bahan kimia. Berdasarkan permasalahan yang terjadi pada pertanian organik maupun anorganik, maka perlu dilakukan analisis perbandingan usahatani dari sisi input, output dan pendapatan usahatani padi organik dan anorganik. Selain itu perlu dikaji bagaimana sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik maupun padi anorganik yang ada di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang dan faktor-faktor yang mempengaruhi petani padi memilih sistem pertanian organik. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan saran kebijakan untuk kedua usahatani tersebut mengenai sistem pertanian yang lebih menguntungkan bagi petani padi di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
20
Adapun operasional dari penelitian ini yaitu dengan cara membandingkan input dan output usahatani padi organik maupun anorganik dengan analisis deskriptif kuantitatif. Kajian mengenai sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik dilakukan melalui analisis deskriptif. Selanjutnya dilakukan pula analisis pendapatan padi organik dan anorganik serta faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan sistem pertanian organik pada usahatani padi melalui model regresi logistik. Pendekatan dilakukan dengan melakukan wawancara langsung kepada petani dan beberapa stakeholder terkait yang terlibat dalam penentuan harga padi di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Lebih jelasnya mengenai kerangka pemikiran dari peneliti dapat dilihat pada Gambar 1.
21
Permasalahan petani padi: a) Kesuburan tanah menurun b) Kelangkaan pupuk kimia Implikasi: a) Produktivitas menurun b) Keterbatasan sarana produksi dan harga pupuk menjadi tinggi
Sistem pertanian berkelanjutan
Usahatani Padi di Desa Bojongsari
Usahatani Padi Anorganik
Usahatani Padi Organik
Analisis Perbandingan: 1) Membandingkan input dan output pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari. 2) Membandingkan pendapatan pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari. 3) Mengidentifikasi sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari. 4) Mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan petani padi di Desa Bojongsari memilih sistem pertanian organik.
Hasil Analisis
Rekomendasi sistem usahatani padi berkelanjutan
Gambar 1 Kerangka Operasional
Metode Analisis: 1) Analisis Deskriptif Kuantitatif 2) Analisis Pendapatan 3) Analisis Deskriptif kualitatif 4) Analisis model regresi logistik
22
23
IV. METODE PENELITIAN 4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang,
Kabupaten Bandung secara purposive, dikarenakan daerah tersebut merupakan daerah dimana terdapat petani yang sedang mengembangkan sistem pertanian organik dan sudah disertifikasi oleh Inofice. Selain itu daerah tersebut merupakan sentra produksi padi organik di Kabupaten Bandung sehingga sengaja dipilih sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi penelitian juga mempertimbangkan kemudahan akses yang sempat terhambat akibat bencana alam banjir yang dialami oleh sebagian besar wilayah di Kabupaten Bandung, sehingga penelitian hanya dilakukan pada ruang lingkup petani padi yang berada di Desa Bojongsari. Penelitian ini meliputi beberapa tahapan kegiatan yaitu: tahap persiapan/ pra penelitian, pengumpulan data, analisis dan sintesis. Penelitian dimulai dari bulan Maret 2016 sampai dengan April 2016. 4.2
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa petani padi organik dan petani padi anorganik serta beberapa stakeholder terkait yang terlibat dalam penentuan harga padi seperti Gapoktan dan Perusahaan Beras Organik Tani Jaya. Data sekunder diperoleh dari beberapa lembaga seperti Badan Pusat Statistik, Dinas Pertanian Jawa Barat, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Bandung, jurnal, skripsi, serta literatur lainnya dari media cetak dan situs internet. 4.3
Metode Penentuan Responden Pada penelitian ini, pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan
dua metode. Pengambilan responden petani padi organik dilakukan secara sensus (semua sample dijadikan responden) yaitu sebanyak 27 petani padi organik bersertifikat yang berada di Desa Bojongsari. Jumlah responden petani padi anorganik diambil dengan menggunakan metode non-probability sampling yaitu dengan teknik snowball sampling. Jumlah responden yang diambil disesuaikan
24
dengan jumlah responden petani padi organik yaitu 27 petani sehingga total jumlah petani yang dijadikan responden adalah 54 responden. 4.4
Metode Analisis Data Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka
penelitian ini menggunakan analisis data sesuai dengan kebutuhan, data, dan informasi yang diperoleh dari responden. Metode analisis data secara lebih jelas dapat disajikan dalam Tabel 4. Tabel 4 Matriks Metode Analisis Data No. Tujuan Penelitian
Jenis data dan sumber data
1)
Membandingkan input dan output pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
Metode Analisis Data Data kuantitatif dan Analisis deskriptif kualitatif, wawancara petani kuantitatif padi organik dan anorganik dengan menggunakan kuesioner.
2)
Membandingkan pendapatan pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
Data kuantitatif dan Analisis kualitatif, wawancara petani pendapatan padi organik dan anorganik dengan menggunakan kuesioner.
3)
Mengidentifikasi sistem pemasaran dan penentuan harga padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang.
Data kualitatif, wawancara Analisis deskriptif petani padi organik dan anorganik dengan menggunakan kuesioner serta wawancara beberapa stakeholder terkait.
4)
Mengidentifikasi faktorfaktor yang menentukan petani padi di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang memilih sistem pertanian organik.
Data kuantitatif dan Analisis kualitatif, wawancara petani logistic padi organik dan anorganik dengan menggunakan kuesioner.
regresi
4.4.1 Analisis Perbandingan Input dan Output serta Sistem Pemasaran dan Penentuan Harga Padi Organik dan Anorganik Analisis perbandingan
input dan output serta sistem pemasaran dan
penentuan harga pada padi organik maupun anorganik dilakukan dengan analisis deskriptif. Analisis deskriptif adalah salah satu metode penelitian yang lebih fokus untuk menjelaskan suatu isu atau fenomena, fakta, ataupun sifat serta hubungan
25
antar fenomena yang digambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan kejadian yang sedang terjadi di masyarakat di masa sekarang. Analisis kuantitatif adalah metode yang memerlukan pengujian hipotesis terlebih dahulu untuk mendapatkan data. Analisis deskriptif-kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan perbedaan input dan output dari usahatani padi organik dan anorganik. Sedangkan analisis deskriptif-kualitatif pada penelitian ini menggambarkan bagaimana sistem pembentukan harga padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Variabel-variabel yang digunakan dalam memperoleh data dan informasi didasarkan pada hasil wawancara dari petani padi organik maupun anorganik serta beberapa stakeholder terkait yang berperan dalam penentuan harga padi organik maupun anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. 4.4.2 Analisis Pendapatan Usahatani Padi Pendapatan/Keuntungan Usahatani
Organik
dan
Anorganik
Menurut Soekartawi (2002) pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan semua biaya, atau dengan kata lain pendapatan meliputi pendapatan kotor atau penerimaan total dan pendapatan bersih. Pendapatan usahatani terdiri dari pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan total merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya yang diperhitungkan.Analisis pendapatan dilakukan untuk menghitung seberapa besar pendapatan yang diperoleh dari suatu usahatani. Tingkat pendapatan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: = TR – TC Dimana : = Income / Pendapatan (keuntungan usahatani) (Rupiah) TR
= Total Revenue / Total Penerimaan (Rupiah)
TC
= Total Cost / Total Biaya (Rupiah)
Keterangan: Apabila nilai TR > TC, maka petani memperoleh keuntungan dalam berusahatani. Apabila nilai TR < TC, maka petani mengalami kerugian dalam berusahatani.
26
Berdasarkan ilmu sosial ekonomi, analisis usahatani harus dibedakan antara analisis finansial dan analisis ekonomi. Analisis finansial adalah analisis kelayakan yang melihat dari sudut pandang petani sebagai pemilik, sedangkan analisis ekonomi melihat dari sudut perekonomian secara keseluruhan. Oleh karena itu dalam penelitian ini rumus pendapatan dapat dituliskan sebagai berikut: A. B. C. D.
Penerimaan tunai Penerimaan non-tunai Total penerimaan Biaya tunai
Harga x Hasil panen yang dijual (Kg) Harga x Hasil panen yang dikonsumsi (Kg) A+B Benih, pupuk, pestisida, sewa lahan/ bagi hasil, sewa traktor, tenaga kerja luar keluarga, Biaya lainnya (pengairan, pajak, bunga pinjaman, biaya angkut) Tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan alat, sewa lahan (pemilik lahan) D+E
E. Biaya non-tunai F.
Total biaya
G. Pendapatan atas biaya tunai H. Pendapatan atas biaya total I. Pendapatan tunai
C–D C–F A–D
Sumber : Hernanto, 1991
4.4.3 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Sistem Pertanian Organik Pada Petani Padi Analisis Regresi Logistik Biner Model regresi logistik merupakan variasi dari model regresi. Model regresi ini digunakan jika peubah dependent Y-nya berupa kategori biner, peubah ordinal ataupun nominal (Juanda, 2009). Model regresi logistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah model regresi logistik biner. Analisis regresi logistik biner dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pemilihan sistem pertanian organik pada petani padi. Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap penentuan keputusan petani dalam memilih sistem pertanian organik pada usahatani padi di antaranya umur petani, lama pendidikan petani, luas lahan, jumlah tanggungan, pendapatan usahatani padi, pendapatan luar usahatani padi, dan pengalaman bertani. Berdasarkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhinya, maka model logit dapat dijabarkan sebagai berikut:
27
Dimana: Pi
= peluang kesediaan petani memilih pertanian organik (Pi = 0; tidak bersedia, Pi = 1; bersedia)
Zi
= keputusan petani
α
= konstanta/intersep = koefisien regresi
X1
= umur petani (tahun)
X2
= lama pendidikan petani (tahun)
X3
= Luas lahan (ha)
X4
= jumlah tanggungan petani (jiwa)
X5
= pengalaman bertani padi (tahun)
X6
= pendapatan usahatani padi (Rp)
X7
= pendapatan luar usahatani padi (Rp) Hipotesis faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap keputusan petani
dalam memilih sistem pertanian organik berdasarkan hasil penelitian Azizah (2012) adalah sebagai berikut: 1)
Umur Petani (X1) Umur petani diharapkan negatif. Semakin tua umur seseorang maka
aktivitas orang tersebut semakin terbatas dan hal tersebut mengakibatkan petani lebih memilih cara yang praktis dengan memilih sistem pertanian anorganik. 2)
Lama Pendidikan Petani (X2) Lama pendidikan petani diharapkan positif. Diduga semakin lama
pendidikan petani maka kemampuan untuk memahami sesuatu yang baru akan lebih mudah dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah. 3)
Luas Lahan (X3) Luas lahan diharapkan positif. Semakin besar luas lahan pada usahatani padi
diduga mempengaruhi seorang petani untuk mengadopsi sistem usahatani padi organik karena semakin luas lahan maka pendapatan yang diperoleh akan semakin tinggi akibat produktivitas yang juga tinggi. 4)
Jumlah Tanggungan Petani (X4) Jumlah tanggungan petani diharapkan positif. Semakin banyak angota
keluarga maka petani dapat menggunakannya sebagai tenaga kerja dalam keluarga
28
sehingga dapat mengurangi biaya tunai. Oleh karena itu, diduga jumlah tanggungan petani dapat mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi sistem usahatani padi organik. 5)
Pengalaman Petani (X5) Pengalaman petani diharapkan positif. Semakin lama pengalaman petani
tentang usahatani padi maka diharapkan petani memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai kelebihan yang dapat diperoleh dari sistem pertanian organik. 6)
Pendapatan Usahatani (X6) Pengaruh keuntungan usahatani padi diharapkan positif. Semakin tinggi
keuntungan yang diperoleh petani padi organik maka hal tersebut semakin memotivasi
petani untuk
menerapkan sistem
pertanian
organik
dalam
usahataninya. 7)
Pendapatan Luar Usahatani Padi (X7) Pengaruh pendapatan luar usahatani padi diharapkan positif. Semakin besar
tingkat pendapatan petani maka diharapkan petani lebih memilih sistem pertanian organik karena modal yang mereka miliki lebih tinggi. Pengujian Model Regresi Logistik Biner 1)
Uji Likelihood Ratio Uji Likelihood Ratio adalah rasio fungsi kemungkinan modelUR (lengkap)
terhadap fungsi kemungkinan modelR (H0 benar) (Juanda, 2009). Hipotesis statistik yang diuji dalam hal ini adalah: H0 : 1 = 2=…= n= 0 (model tidak signifikan) H1 : minimal ada j≠0, untuk j = 1,2,…,n (model signifikan) Statistik uji-G dibawah ini menyebar menurut sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas (k-1). [ (
̱
]
[ )
] (
(
)
)
Jika menggunakan taraf nyata α, hipotesis H0 ditolak jika : statistik G>
(
)
29
2)
Odds Ratio Dalam kajian hubungan antar variabel kategori dikenal dengan adanya
ukuran asosiasi atau ukuran keeratan hubungan antar variabel kategori. Salah satu ukuran asosiasi yang dapat diperoleh melalui analisis regresi logistik adalah odds ratio. Odds ratio berarti rasio peluang kejadian sukses dengan kejadian tidak sukses dari variabel respon (Firdaus, 2004).
Dimana: P
= peluang kejadian yang terjadi
-P = peluang kejadian yang tidak terjadi Uji Wald
3)
Uji Wald digunakan untuk menjelaskan bahwa variabel penjelas mempunyai pengaruh pada variabel respon. Hipotesis statistik yang diuji adalah : H0 : j = 0, untuk j= 1,2,…,n H1 : j ≠ 0 Secara matematis, uji Wald dapat dituliskan sebagai berikut: (
)
Dimana: koefisien regresi (
)
standard error of
(galat kesalahan dari )
Di dalam regresi logistik tidak diperbolehkan adanya multikolinearitas (peubah penjelas yang saling berkolerasi) karena dengan adanya multikolinearitas galat baku dari koefisien regresinya akan membesar sehingga kemungkinan hasil uji Wald dari masing-masing peubah penjelas tidak signifikan.
30
31
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian di Desa Bojongsari Desa Bojongsari merupakan salah satu desa yang berada di wilayah
Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Desa ini terletak kurang lebih 3 km dari ibu kota Kecamatan Bojongsoang, 15 km dari ibu kota Kabupaten Bandung, dan 12 km dari ibu kota Propinsi Jawa Barat (Data Profil Desa Bojongsari, 2015). Perbatasan wilayah Desa Bojongsari adalah sebagai berikut: a)
Sebelah Utara
: Desa Bojongsoang dan Desa Lengkong
b) Sebelah Selatan : Kelurahan Baleendah dan Kelurahan Jelekong c)
Sebelah Timur
d) Sebelah Barat
: Desa Buahbatu : Desa Bojongsoang
Luas wilayah Desa Bojongsari adalah 513 Ha dengan rincian sebagai berikut: a)
Luas tanah Kas Desa 1) Tanah Sawah
: 4, 379 Ha
2) Tanah Darat
: 0, 854 Ha
Rincian : 1) Blok Leuwi Hanja
: 7.000 m2 tanah Darat (lapang)
2) Blok Leuwi Nutug
: 36.793 m2 tanah sawah (kolam)
3) Blok Cimaung
: 7.000 m2 tanah sawah
4) Blok Ciparanje
: 1.440 m2 tanah darat (Kantor Desa)
b) Tanah yang bersertifikat
: 96 lembar, atau sekitar 60 Ha
c)
:-
Tanah Negara
d) Tanah Sengketa
: 1,2 Ha dalam proses.
Wilayah Desa Bojongsari pada umumnya adalah dataran tinggi dan banyak lahan persawahan serta tambak ikan. Berdasarkan kondisi geografisnya, desa ini berada pada ketinggian 650 m di atas permukaan air laut. Wilayah Desa Bojongsari memiliki dua musim dalam satu tahun. Musim penghujan pada bulan Oktober hingga April dan musim kemarau pada bulan April hingga Oktober. Curah hujan di Desa Bojongsari cukup tinggi, yaitu 1500 mm/ tahun dengan suhu rata-rata 28°C-30°C. Karena wilayah tersebut merupakan wilayah yang mengembangkan sektor pertanian terutama padi, Desa Bojongsari memiliki 15
32
kelompok tani dengan jumlah anggota mencapai 120 orang yang membentuk satu gapoktan yaitu Gapoktan Harapan Jaya. Adapun koperasi yang dibentuk di Desa Bojongsari berjumlah dua koperasi dengan anggota 100 orang. 5.2
Keadaan Sosial Ekonomi Desa Bojongsari Penduduk Desa Bojongsari berjumlah 15.156 jiwa yang terdiri dari 7.381
atau sekitar 48,7% laki-laki dan 7.775 atau sekitar 51,3 % perempuan. Komposisi penduduk menurut kelompok usia pada tahun 2015 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Komposisi Penduduk Menurut Kelompok Usia di Desa Bojongsari Tahun 2015 No
Kelompok Usia (tahun)
Jumlah (jiwa)
Presentase (%)
1
0-4 tahun
621
5%
2
5-19 tahun
2265
20%
3
20-55 tahun
5178
45%
4
56 tahun keatas
3442
30%
Sumber : Data Monografi Desa Bojongsari Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa penduduk di Desa Bojongsari didominasi oleh penduduk berusia 20-55 tahun. Penduduk di Desa Bojongsari sebagian besar merupakan penduduk berusia menengah keatas dan didominasi oleh perempuan. Sebagian besar perempuan di Desa Bojongsari berperan sebagai ibu rumah tangga yang tidak mempunyai pekerjaan tetap. Tingkat pendidikan penduduk di Desa Bojongsari sudah tergolong baik. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan masyarakat di Desa Bojongsari pada tahun 2015 merupakan tamatan SMA/sederajat yaitu sebesar 5.316 jiwa atau sekitar 43%. Tabel 6 Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Bojongsari Tahun 2015 No 1 2 3 4
Tingkat Pendidikan
Jumlah (jiwa)
Presentase (%)
4387 2541 5316 133
35% 21% 43% 1%
Lulusan SD/sederajat Lulusan SMP/sederajat Lulusan SMA/sederajat Lulusan Perguruan Tinggi
Sumber : Data Monografi Desa Bojongsari Tahun 2015 Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa jumlah lulusan sekolah menengah atas adalah yang paling tinggi. Hal tersebut dilatarbelakangi adanya program
33
pemerintah yang membebaskan biaya untuk beberapa sekolah negeri yang ada di Indonesia, sehingga masyarakat yang kurang mampu pun dapat menyekolahkan anaknya. Dilihat dari segi mata pencaharian, sebagian besar penduduk Desa Bojongsari berprofesi sebagai karyawan swasta. Jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai karyawan swasta berjumlah 1.125 jiwa atau sekitar 43% dari total jumlah penduduk Desa Bojongsari. Walaupun pekerjaan sebagai petani tidak mendominasi, jumlah petani di Desa Bojongsari terbilang cukup banyak mengingat daerah tersebut merupakan sentra produksi padi di Kabupaten Bandung. Tabel 7 Jenis Pekerjaan Masyarakat Desa Bojongsari Tahun 2015 No
Jenis Pekerjaan
Jumlah (jiwa)
1. Pegawai Negeri sipil/TNI/POLRI 2. Karyawan Swasta 3. Wiraswasta 4. Petani / Buruh tani 5. Pertukangan/Buruh bangunan 6. Pedagang 7. Pensiunan Sumber : Data Monografi Desa Bojongsari Tahun 2015
5.3
Presentase (%)
379 1.125 165 197 474 192 73
15% 43% 6% 8% 18% 7% 3%
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Petani Padi Organik Karakteristik petani padi di Desa Bojongsari diperoleh berdasarkan hasil
survey terhadap 27 responden petani padi anorganik dan 27 responden petani padi organik. Karakteristik petani yang dijadikan responden ini diuraikan berdasarkan usia petani, tingkat pendidikan, luas lahan garapan, sifat usahatani padi, pengalaman berusahatani padi dan lamanya berusahatani padi organik. 5.3.1 Usia Petani Usia petani padi di Desa Bojongsari yang dijadikan responden sangat beragam. Sebagian besar petani padi yang dijadikan responden berada pada kelompok usia 41-60 tahun. Jumlah petani padi anorganik yang berada pada kelompok usia 41-60 tahun adalah 20 orang (74%) dari total jumlah petani padi anorganik yang dijadikan sebagai responden, sedangkan untuk petani padi organik berjumlah 23 orang (85%) dari total jumlah petani organik yang dijadikan responden. Adapun jumlah petani padi anorganik yang termasuk kedalam
34
kelompok usia 20-40 tahun berjumlah 2 orang (7%) dan untuk petani padi organik berjumlah 3 orang (11%). Gambar 2 menyajikan jumlah petani padi anorganik yang termasuk kedalam kelompok usia >60 tahun berjumlah lima orang (19%) sedangkan jumlah petani organik yang termasuk kedalam kelompok tersebut berjumlah satu orang (4%) dari total jumlah petani padi organik yang dijadikan responden. Gambar 2
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Organik Berdasarkan Kelompok Usia
25
Jumlah Petani
20 15 Petani anorganik
10
Petani organik 5 0 20-40 tahun
41-60 tahun
> 60 tahun
Umur Petani
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Apabila dilihat dari nilai rata-rata usia petani di Desa Bojongsari, rata-rata usia petani padi anorganik adalah 52 tahun, sedangkan rata-rata usia petani padi organik adalah 50 tahun. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa sebetulnya petani di desa Bojongsari didominasi oleh kelompok petani berusia tua. Hal tersebut dikarenakan kurangnya minat para pemuda untuk melanjutkan usahatani milik orangtuanya dan lebih memilih untuk melakukan jenis pekerjaan lain yang dinilai lebih layak seperti menjadi PNS dan karyawan swasta. 5.3.2 Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan petani padi di Desa Bojongsari termasuk masih rendah. Sebagian besar petani padi organik maupun anorganik merupakan lulusan SD yaitu sebanyak 16 orang (59%) untuk petani padi anorganik dan 10 orang (37%) untuk petani padi organik. Bahkan sebanyak 2 orang (7%) petani padi anorganik di Desa Bojongsari yang dijadikan sebagai responden tidak bersekolah. Selain itu,
35
petani padi yang lulus SMP masing-masing sejumlah 3 orang (11% ) untuk petani anorganik dan 6 orang (22%) untuk petani padi organik. Adapun jumlah petani padi anorganik yang merupakan lulusan SMA adalah sebanyak 1 orang (4%) sedangkan jumlah lulusan SMA untuk petani padi organik adalah 6 orang (22%). Jumlah petani padi anorganik maupun organik yang memiliki tingkat pendidikan tertinggi yaitu S1 dan D3 adalah 5 orang (19%). Lebih jelasnya hal tersebut dapat disajikan pada Gambar 3.
Jumlah Petani
Gambar 3
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Tingkat Pendidikan
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Petani anorganik Petani organik
SD
SMP
SMA
D3 & Sarjana
Tidak sekolah
Tingkat Pendidikan
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Rata-rata lama pendidikan petani padi anorganik adalah tujuh tahun sedangkan rata-rata lama pendidikan pada petani padi organik adalah sembilan tahun. Jenjang pendidikan petani padi di Desa Bojongsari memang tidak terlalu tinggi. Hal tersebut dikarenakan tidak adanya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sehingga petani lebih memilih untuk berhenti sekolah dan membantu orangtuanya bekerja di lahan sawah. Petani padi di Bojongsoang baik petani padi organik maupun anorganik juga mengikuti pendidikan non-formal seperti penyuluhan dan pelatihan usahatani dari pemerintah dan beberapa ahli usahatani padi. Akan tetapi tidak semua petani mengikuti pendidikan non-formal tersebut terutama penyuluhan mengenai sistem pertanian organik. Hal tersebut yang mengakibatkan semakin kurangnya pemahaman petani padi anorganik mengenai sistem pertanian organik.
36
5.3.3 Luas Lahan Garapan Status kepemilikan lahan padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari sebagian besar berstatus sebagai pemilik lahan dan lahan bagi hasil. Pada sistem pertanian organik, 48% petani merupakan petani pemilik lahan, 48 % lahan bagi hasil, sedangkan sisanya 4% merupakan lahan gadai. Adapun petani pemilik lahan pada sistem pertanian anorganik sebesar 15%, petani bagi hasil sebesar 70%, dan lahan sewa sebesar 15%. Luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani padi organik mulai dari 1.400 m² sampai dengan 16.300 m². Sedangkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani padi anorganik mulai dari 2.000 m² sampai dengan 70.000 m². Petani padi anorganik yang memiliki luas lahan garapan <5.000 m² adalah sebanyak 8 orang (30%) dari total petani padi anorganik yang dijadikan sebagai responden. Adapun petani yang memiliki luas lahan garapan sebesar 5.000 m² - 10.000 m² mencapai 13 orang (48%). Jumlah petani padi organik yang memiliki luas lahan padi >10.000 m² adalah 6 orang (22%). Pada sistem pertanian organik, jumlah petani yang memiliki luas lahan garapan sebesar <5.000 m² adalah 16 orang (60%), sedangkan jumlah petani yang memiliki luas lahan garapan 5.000 m² - 10.000 m² adalah sebanyak 9 orang (33%). Selain itu, ada pula petani yang memiliki luas lahan garapan >10.000 m² sebanyak 2 orang (7%). Berdasarkan Gambar 4, dapat disimpulkan bahwa luas lahan petani padi anorganik lebih besar dibandingkan dengan luas lahan petani padi organik.
Jumlah Petani
Gambar 4
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Luas Lahan Garapan
18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Petani Anorganik Petani organik
< 5000 m²
5000 m² - 10000 m² Luas Lahan Garapan
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
> 10000 m²
37
5.3.4 Sifat Usahatani Padi Petani padi di Desa Bojongsari baik organik maupun anorganik sebagian besar menyatakan bahwa usahatani padi yang mereka lakukan merupakan pekerjaan utama. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 5 yang menjelaskan bahwa sebesar 74% usahatani padi anorganik di Desa Bojongsari merupakan pekerjaan utama bagi petani padi anorganik. Sedangkan sisanya 26% menyatakan bahwa usahatani yang mereka lakukan merupakan pekerjaan sampingan. Begitu pula pada petani padi organik yang menyatakan bahwa sebesar 67% usahatani yang mereka lakukan merupakan pekerjaan utama, dan sisanya 33% menyatakan bahwa usahatani padi merupakan pekerjaan sampingan. Gambar 5
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Sifat Usahatani Padi
25
Jumlah Petani
20 15 Petani anorganik
10
Petani organik 5 0 Pekerjaan utama
Pekerjaan sampingan
Sifat Usahatani
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Banyaknya usahatani padi yang dijadikan sebagai pekerjaan utama disebabkan oleh rendahnya keterampilan petani untuk melakukan pekerjaan lainnya di luar usahatani. Selain itu pekerjaan tersebut merupakan kebiasaan dari turun-temurun yang membuat petani hanya melakukan pekerjaan bertani. Adapun petani yang menjadikan usahataninya sebagai pekerjaan sampingan adalah karena mereka memiliki kegiatan lain seperti berdagang, menjadi karyawan, buruh, guru, dan peternak.
38
5.3.5 Pengalaman Berusahatani Padi Pengalaman petani padi anorganik di Desa Bojongsari dalam melakukan usahatani padinya dapat dikatakan sudah cukup berpengalaman. Pada Gambar 6 terlihat bahwa petani padi anorganik dan organik yang memiliki pengalaman usahatani kurang dari 10 tahun sebesar 8% petani padi anorganik dan 8% petani padi organik. Selanjutnya sebanyak 70% petani padi anorganik dan 59% petani padi organik memiliki pengalaman usahatani antara 10-20 tahun serta sisanya 22% petani padi anorganik dan 33% petani padi organik memiliki pengalaman usahatani diatas 20 tahun. Gambar 6
Karakteristik Petani Padi Anorganik dan Padi Organik Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Padi
20 18 16 Jumlah Petani
14 12 10
Petani anorganik
8
Petani organik
6 4 2 0 <10 Tahun
10-20 Tahun
>20 Tahun
Pengalaman Bertani Padi
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Lamanya usahatani yang dilakukan oleh petani dikarenakan usahatani yang mereka lakukan sudah menjadi kebiasaan turun-temurun dari keluarganya terdahulu. Adapun pengalaman bertani padi organik itu sendiri baru mereka lakukan sejak tahun 2009 yaitu ketika adanya upaya penyuluhan mengenai sistem pertanian organik oleh pemerintah terkait dengan rencana program Go Organic 2010. Pada saat itu pemerintah memberikan bantuan berupa bibit dan pupuk organik dalam pelaksanaan program tersebut sehingga petani menjadi termotivasi untuk beralih pada sistem pertanian organik.
39
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1
Analisis Input dan Output Usahatani Padi Pada awalnya, Gapoktan Harapan Jaya hanya mengembangkan sistem
pertanian padi anorganik dalam usahataninya. Namun seiring dengan kelangkaan pupuk kimia dan penurunan kualitas lahan di lahan pertaniannya, sistem pertanian organik
mulai
dikembangkan
di
Desa
Bojongsari.
Pada
pelaksanaan
pengembangan usahatani padi organik yang dilakukan oleh petani padi di Desa Bojongsari membutuhkan perlakuan yang berbeda jika dibandingkan dengan sistem pertanian padi anorganik. Begitu pula dengan penggunaan input produksi pada sistem pertanian padi organik akan berbeda dengan sistem pertanian padi anorganik. Badan penyuluhan pertanian sebelumnya telah memberikan pembinaan mengenai penggunaan input mulai dari jenis varietas, pemupukan, pengolahan, pasca panen hingga pemasaran pada petani padi di Desa Bojongsari. Namun pada kenyataannya, petani tetap melakukan usahataninya dengan penggunaan input yang berbeda-beda dari yang dianjurkan oleh penyuluh pertanian. Hal tersebut dilakukan karena petani memiliki modal yang bebeda dan mereka cenderung sulit untuk mengubah kebiasaan dalam menggunakan input pada usahataninya. Untuk lebih jelasnya perbandingan penggunaan input produksi dan output antara usahatani padi organik dan padi anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang dijelaskan sebagai berikut: 6.1.1 Benih Petani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari menggunakan benih varietas Ciherang. Adapun alasan petani menggunakan varietas Ciherang adalah karena varietas tersebut memiliki keunggulan tahan terhadap serangan hama terutama wereng cokelat dan tahan terhadap bakteri hawar daun. Selain itu, varietas tersebut cocok untuk ditanam baik pada musim hujan maupun musim kemarau. Benih yang dibutuhkan untuk usahatani padi anorganik adalah sebanyak 36 Kg/Ha sedangkan jumlah penggunaan benih pada usahatani padi organik sebesar 26 Kg/Ha. Petani membeli benih varietas Ciherang dengan harga Rp10.000/Kg. Selain menggunakan benih varietas Ciherang, ada juga beberapa petani padi organik yang menggunakan benih varietas Mekongga, Inpari 10, dan
40
Inpari 13. Apabila mengacu pada penggunaan benih pada kedua usahatani padi, maka diketahui bahwa usahatani padi anorganik lebih banyak menggunakan benih dalam usahataninya. Selain itu, petani menggunakan benih melebihi penggunaan yang dianjurkan oleh pemerintah. Hal tersebut dikarenakan tanah pada usahatani padi anorganik telah kehilangan banyak unsur hara akibat bahan-bahan kimia sehingga daya tumbuh benih yang ditanam tidak sebaik pada usahatani padi organik. Kondisi lahan pada usahatani padi organik lebih baik karena penggunaan pupuk organik pada usahatani tersebut sedikit demi sedikit telah mengembalikan unsur hara dalam tanah dan lahan padi organik tersebut berjauhan dengan lahan padi anorganik sehingga terhindar dari kontaminasi zat kimia yang terkandung pada lahan padi anorganik. Tabel 8 menyajikan data rata-rata penggunaan benih pada usahatani padi anorganik dan padi organik. Tabel 8
Rata-Rata Penggunaan Benih pada Usahatani Padi Anorganik dan Padi Organik (Kg/Ha) di Desa Bojongsari
Varietas
Penggunaan (Kg/Ha)
Anjuran Pemerintah (Kg/Ha)*
36
25
26
25
Padi Anorganik Padi Organik Sumber : Data Primer (Diolah, 2016) * : Kusumah (2004)
6.1.2 Pupuk dan Pestisida Pada usahatani padi anorganik, pupuk yang digunakan petani untuk membudidayakan tanamannya adalah pupuk kimia yang berjenis Urea, Phonska dan pupuk KCL. Jumlah rata-rata pupuk Urea yang digunakan oleh petani padi anorganik adalah 276 Kg/Ha dengan harga Rp 2.200/Kg, sedangkan jumlah pupuk Phonska yang digunakan sebesar 214 Kg/Ha dengan harga Rp 2.700/Kg. Adapun jumlah pupuk KCL yang digunakan sejumlah 156 Kg/Ha dengan harga Rp 2.700/Kg. Penggunaan pupuk tersebut telah melebihi batas penggunaan yang dianjurkan oleh pemerintah. Hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan petani mengenai penggunaan pupuk yang efisien sehingga petani beranggapan bahwa penggunaan pupuk kimia yang banyak akan memperoleh hasil panen yang banyak pula.
41
Pada usahatani padi organik, pupuk yang digunakan oleh petani adalah pupuk kompos (bokashi). Bokashi ini merupakan pupuk yang terbuat dari berbagai bahan organik yang terdapat di alam, seperti pupuk kandang, sekam bakar, arang bambu, daun-daunan dan bahan organik lainnya. Bahan baku utama yang digunakan oleh petani untuk membuat pupuk adalah kotoran hewan ternak, karena sebagian besar petani di Desa Bojongsari memiliki hewan ternak seperti biri-biri dan sapi. Sebagian besar petani padi organik di Desa Bojongsari lebih banyak membeli pupuk tersebut dibandingkan dengan membuatnya sendiri. Petani dapat memperoleh atau membeli pupuk tersebut dari petani atau peternak lainnya di beberapa daerah di Kabupaten Bandung. Pupuk organik tersebut dijual dengan harga Rp 600/Kg. Jumlah pupuk organik yang digunakan dalam usahatani padi organik adalah 4,5 Ton/Ha (4500 Kg). Jumlah ini terhitung sangat banyak apabila dibandingkan dengan yang dianjurkan oleh Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) Kabupaten Bandung yang hanya menyarankan menggunakan tiga ton pupuk organik dalam usahatani padi. Menurut badan penyuluhan pertanian Kecamatan Bojongsoang, hal tersebut terjadi karena kondisi tanah di beberapa daerah di Kecamatan Bojongsoang telah mengalami perubahan struktur dan pH tanah sehingga dibutuhkan lebih banyak bahan organik untuk memulihkan kondisi tanah tersebut. Berdasarkan hal di atas, diketahui bahwa pupuk organik memiliki harga yang jauh lebih murah dibandingkan dengan pupuk kimia. Namun penggunaan pupuk organik yang masih sangat tinggi di Desa Bojongsari membuat biaya pupuk pada usahatani padi organik menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Guna mengatasi hama dan penyakit yang menyerang tanaman padinya, petani padi anorganik menggunakan jenis pestisida kimia dalam bentuk insektisida semprot dengan merk dagang decis. Banyaknya pestisida yang digunakan tergantung pada tingkat serangan hama serangga. Petani padi anorganik menggunakan pestisida semprot sebanyak 1 Liter/Ha. Guna menghindari kerusakan akibat hama, petani padi organik menggunakan pestisida hayati. Pestisida hayati tersebut menggunakan bahan-bahan alami seperti daun sirsak, cabe rawit, bawang putih, kencur, biji mahoni, brotowali, urin sapi dan lain-lain. Penggunaan pestisida hayati oleh petani padi organik mencapai 3
42
Liter/Ha. Jumlah penggunaan pestisida pada usahatani padi organik lebih tinggi karena pestisida tersebut dibuat dari bahan alami sehingga reaksi yang diberikan tidak sebaik dan seampuh pestisida kimia. Tidak ada dosis anjuran secara spesifik untuk penggunaan pestisida per hektar garapan dari pemerintah karena sangat bergantung pada keadaan lahan. Rata-rata penggunaan pupuk dan pestisida oleh petani dapat disajikan pada Tabel 9. Tabel 9
Rata-Rata Penggunaan Pupuk pada Usahatani Padi Anorganik dan Padi Organik (Kg/Ha) di Desa Bojongsari
Jenis Pupuk 1. Pupuk Organik (Kg/Ha) 2. Pupuk Anorganik (Kg/Ha) Urea Phonska KCL 3. Pestisida kimia (Liter/Ha) 4. Pertisida hayati (Liter/Ha) Sumber: Data Primer (Diolah, 2016) * : BKPPP Kab. Bandung ** : Permentan no 40 (2007)
Usahatani Padi Anorganik
Usahatani Padi Organik
Anjuran Pemerintah
0
4500
3000*
276 214 156 1 0
0 0 0
200**
0 3
100** 100** -
6.1.3 Tenaga Kerja Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang memiliki pengaruh besar terhadap biaya usahatani. Oleh karena itu petani harus mempertimbangkan sebaik mungkin penggunaan tenaga kerja dalam usahataninya. Besarnya upah rata-rata yang diberikan kepada tenaga kerja untuk setiap jenis pengerjaan yang dilakukan adalah Rp 50.000 /orang untuk tenaga kerja laki-laki, sedangkan upah yang diberikan untuk tenaga kerja perempuan adalah sebesar Rp 40.000 /orang. Tenaga kerja dihitung dengan satuan Hari Orang Kerja (HOK). Konversi HOK dilakukan melalui perkalian jumlah orang, lama jam kerja dan lama hari kerja yang kemudian dibagi dengan jam kerja standar. Dalam penelitian ini jam kerja standar yang digunakan adalah tujuh jam, hal tersebut mengacu pada jam kerja standar yang digunakan Dinas Ketenagakerjaan. Tenaga kerja di Desa Bojongsari biasanya dalam satu hari bekerja selama lima jam, yaitu dari pukul 07.00 pagi hingga pukul 12.00 siang. Hal tersebut berlaku untuk kedua usahatani baik
43
usahatani padi organik maupun padi anorganik. Tabel 10 menyajikan matriks penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi di Desa Bojongsari. Tabel 10 Rata-Rata Penggunaan TKLK dan TKDK pada Usahatani Padi Anorganik dan Organik (HOK) di Desa Bojongsari Tenaga Kerja
Usahatani Padi Anorganik Laki-Laki (HOK)
Persiapan Lahan TKLK TKDK Total Penyemaian TKLK TKDK Total Penanaman TKLK TKDK Total Penyiangan TKLK TKDK Total Pemanenan TKLK TKDK Total Total Penggunaan TK JUMLAH Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Usahatani Padi Organik
Perempuan (HOK)
Laki-Laki (HOK)
Perempuan (HOK)
21 3 24
0 0 0
21 6 27
0 0 0
0 1 1
0 1 1
0 1 1
0 1 1
0 1 1
15 0 15
0 1 1
14 1 15
0 4 4
15 1 16
4 6 10
32 4 36
15 2 17 47
15 4 19 51 98 HOK
20 4 24 63
15 1 16 68 131 HOK
Proses persiapan lahan terdiri dari pembersihan lahan dan pengolahan lahan yang dapat dikerjakan dalam waktu dua hari. Tenaga kerja yang digunakan merupakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) dan tenaga kerja dalam keluarga (TKDK). Sebagian besar pekerjaan tersebut dilakukan oleh laki-laki. Rata-rata penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik lebih banyak dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Hal tersebut dikarenakan pada usahatani padi organik, petani banyak menggunakan TKDK. Proses pengolahan lahan yang dilakukan usahatani padi organik maupun anorganik adalah dengan menggunakan alat bajak berupa traktor. Alat bajak ini disewa oleh petani dengan harga Rp 2.000/tumbak (14 m x 14 m). Setelah dibajak kemudian lahan tersebut diratakan dengan menggunakan cangkul dan alat garu.
44
Pada kegiatan penyemaian, baik petani padi anorganik maupun petani padi organik sebagian besar menggunakan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga/ TKDK. Adapun alasan petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga untuk kegiatan penyemaian ini adalah karena tingkat pekerjaan tersebut tidak sulit sehingga tidak membutuhkan jumlah tenaga kerja yang banyak. Kegiatan penyemaian ini dapat dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki maupun tenaga kerja perempuan. Pekerjaan ini dapat diselesaikan hanya dalam waktu satu hari dengan rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan satu orang. Pada kegiatan penanaman, petani padi anorganik maupun petani padi organik banyak menggunakan tenaga kerja luar keluarga. Jenis pekerjaan ini sebagian besar dikerjakan oleh tenaga kerja wanita. Adapun alasan digunakannya tenaga kerja wanita pada kegiatan ini adalah karena pekerja wanita lebih rapih dan hati-hati dibandingkan dengan pekerja laki-laki. Kegiatan penanaman ini rata-rata membutuhkan tenaga kerja sebanyak 15 orang per Hektarnya. Kegiatan penyiangan yang dilakukan oleh petani padi anorganik biasanya dilakukan sebanyak dua kali dalam satu musim tanam sedangkan pada usahatani padi organik dilakukan sebanyak tiga kali dalam satu musim tanam. Kegiatan yang dilakukan adalah berupa pencabutan gulma, pembersihan pematang sawah, pemupukan, dan penyemprotan pestisida. Petani menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga untuk melakukan kegiatan ini. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani padi organik lebih banyak dibandingkan dengan tenaga kerja pada usahatani padi anorganik. Hal tersebut dikarenakan petani padi organik
lebih
sering
melakukan
pemeliharaan
pada
tanaman
padinya
dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Petani organik melakukan hal tersebut dengan tujuan menghindari resiko tumbuhnya gulma yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman padinya. Pekerjaan pemanenan terdiri dari dua aktivitas yaitu panen (merontok padi) dan pengangkutan. Pada kegiatan panen, sebagian besar petani padi organik dan petani padi anorganik menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga. Untuk pemberian upah, terdapat dua sistem pengupahan yang dilakukan oleh petani padi organik maupun anorganik. Sistem pengupahan yang pertama adalah dengan menggunakan gabah sebagai alat pembayaran. Setiap gabah yang dihasilkan,
45
pemanen berhak memiliki 10% dari hasil yang diperolehnya. Namun sangat sedikit petani yang menerapkan sistem pengupahan tersebut. Sebagian besar petani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari lebih memilih sistem pembayaran langsung dengan menggunakan uang karena menurut petani sistem tersebut lebih praktis. Besarnya upah yang diberikan yaitu Rp 500/Kg. Lain halnya dengan kegiatan pengangkutan yang dilakukan dengan sistem borongan, para pengangkut diberikan upah Rp 100.000/Ton oleh petani baik organik maupun anorganik. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan pada usahatani padi organik lebih banyak dikarenakan produktivitas padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan padi anorganik. Berdasarkan Tabel 10, diketahui bahwa tenaga kerja yang dibutuhkan oleh usahatani padi organik lebih banyak. Pada usahatani padi anorganik menggunakan tenaga kerja sebanyak 98 HOK yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki sebanyak 47 HOK dan tenaga kerja perempuan sebanyak 51 HOK, sedangkan pada usahatani padi organik menggunakan tenaga kerja sebanyak 131 HOK yang terdiri dari tenaga kerja laki-laki sebanyak 63 HOK dan tenaga kerja perempuan sebanyak 68 HOK. Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi organik 14% lebih tinggi dibandingkan penggunaan tenaga kerja pada usahatani padi anorganik. Jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Kusumah (2004), jumlah tenaga kerja yang digunakan oleh petani padi organik di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan adalah 190 HOK, yang berarti jumlah penggunaan tenaga kerja di daerah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja yang digunakan petani padi di Desa Bojongsari. Sama halnya dengan petani padi anorganik di Kelurahan Mulyaharja juga menggunakan tenaga kerja lebih banyak dibandingkan dengan petani di Desa Bojongsari yaitu sebanyak 134 HOK. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki oleh petani padi di Desa Bojongsari, sehingga untuk menekan biaya produksi, petani mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja agar biaya upah dapat diminimalkan. 6.1.4 Output Usahatani Berdasarkan penggunaan input produksi, terdapat perbedaan hasil produksi antara usahatani padi organik dan usahatani padi anorganik. Diketahui bahwa
46
hasil panen pada bulan Oktober 2015 lalu, usahatani padi organik menunjukkan produktivitas yang lebih tinggi daripada produktivitas padi anorganik. Pada Tabel 11 rata-rata produksi perhektar padi organik mencapai 6.140 Kg/Ha Gabah Kering Panen (GKP), sedangkan produksi per hektar padi anorganik hanya 5.600 Kg/Ha GKP. Dengan demikian, produktivitas padi organik 5% lebih tinggi daripada produktivitas padi anorganik. Tabel 11 Perbandingan Rata-Rata Hasil Panen (Kg/Ha) antara Padi Anorganik dan Padi Organik di Desa Bojongsari Luas Lahan
Produksi
Produktivitas
(Ha)
(Kg)
(Kg/Ha)
Usahatani Padi Anorganik
28,74
161050
5603,69
Usahatani Padi Organik
15,29
93873
6139,50
Uraian
Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Rendahnya jumlah produktivitas yang dihasilkan oleh petani padi anorganik adalah karena kualitas lahan yang semakin menurun. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia pada usahatani tersebut terus dilakukan tanpa adanya upaya perbaikan, sehingga menyebabkan pasokan unsur hara dalam tanah menjadi berkurang. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi anorganik, selama 10 tahun terakhir mereka memang mengalami penurunan jumlah hasil panen. Mereka enggan beralih pada sistem pertanian organik dikarenakan untuk memulai sistem pertanian organik membutuhkan biaya yang cukup tinggi. Sedangkan peningkatan produksi dalam jangka pendek tidak sebanding dengan peningkatan biayanya . Jika dibandingkan dengan tingkat produktivitas padi organik pada penelitian sebelumnya, produktivitas padi organik di Desa Bojongsari lebih tinggi. Seperti pada penelitian Kusumah (2004), produktivitas padi organik di Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan hanya 4 Ton/Ha, sedangkan pada penelitian Azizah (2012), produktivitas padi organik di Desa Purwasari dan Sukajadi, Kabupaten Bogor mencapai 4,1 Ton/Ha. Hal tersebut dikarenakan usahatani padi yang dilakukan di Desa Bojongsari sudah lama dilakukan yaitu sejak tahun 2009, sehingga unsur hara dalam tanah pada lahan sawahnya sudah membaik dan dapat menghasilkan produktivitas yang tinggi. Adapun usahatani
47
padi organik yang dilakukan oleh petani pada penelitian sebelumnya baru dilaksanakan selama dua tahun sehingga produktivitas belum terlalu tinggi. 6.2
Analisis Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik Analisis pendapatan usahatani padi organik dan anorganik bertujuan untuk
membandingkan besarnya pendapatan usahatani padi yang ada di Desa Bojongsari. Pada penelitian ini, pendapatan dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan tunai diperoleh melalui perhitungan selisih antara penerimaan total dengan biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya total. 6.2.1 Penerimaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik Penerimaan usahatani padi merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi gabah yang dihasilkan dengan harga gabah yang diterima petani padi. Pada penelitian ini, penerimaan usahatani padi dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan tunai dan penerimaan non-tunai. Penerimaan tunai merupakan hasil perkalian antara harga gabah dengan hasil produksi yang dijual saja. Sedangkan penerimaan non-tunai merupakan hasil perkalian antara harga gabah dengan hasil produksi yang dikonsumsi pribadi oleh petani. Tabel 12 menyajikan besarnya penerimaan pada usahatani padi organik dan anorganik. Tabel 12 Penerimaan Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) Uraian 1. Penerimaan Tunai (Rp/Ha) 2. Penerimaan Non-tunai (Rp/Ha) Total Penerimaan Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
Usahatani Padi Organik
Usahatani Padi Anorganik
%Selisih
24.429.987 4.883.300
19.088.506 3.621.506
12%
29.313.286
22.710.012
15% 13%
Berdasarkan tabel 12, diketahui bahwa total penerimaan pada usahatani padi organik lebih tinggi 13% dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Hal tersebut dikarenakan produktivitas pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Produktivitas padi organik di Desa Bojongsari pada musim tanam terakhir mencapai 6.140 Kg/Ha, sedangkan
48
untuk padi anorganik mencapai 5.603 Kg/Ha atau produktivitas usahatani padi organik 5% lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Selain itu harga gabah untuk padi organik Rp 6.000 per Kg GKG, sedangkan untuk harga gabah padi anorganik berkisar antara Rp 5.500 hingga Rp 5.800 per Kg GKG. Oleh karena itu, berdasarkan produktivitas dan harga yang diterima oleh petani, ratarata penerimaan yang diterima petani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata penerimaan yang diterima oleh petani padi anorganik. 6.2.2 Biaya Usahatani Padi Organik dan Anorganik Biaya usahatani merupakan nilai barang atau jasa yang digunakan untuk kegiatan usahatani dengan tujuan untuk menghasilkan produk usahatani. Berdasarkan sifatnya, biaya usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu biaya tunai (dibayarkan) dan biaya non-tunai (tidak dibayarkan). Biaya tunai merupakan kelompok biaya dengan melakukan pembayaran selama kegiatan usahatani berlangsung baik berupa uang tunai maupun barang. Pada penelitian ini terdapat tujuh jenis pengeluaran yang termasuk dalam biaya tunai yaitu upah Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK), biaya pupuk, biaya benih, biaya pestisida, biaya sewa lahan, biaya sewa traktor dan biaya lainnya (iuran pengairan, pajak, bunga pinjaman, biaya pengangkutan, dan lain-lain). Biaya non-tunai merupakan jenis biaya yang pada kenyataannya petani tidak mengeluarkan uang atau alat pembayaran lainnya terhadap kegiatan usahatani. Pada penelitian ini terdapat tiga jenis biaya non-tunai yaitu Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), biaya penyusutan alat, dan biaya sewa lahan bagi petani dengan status kepemilikan lahan pribadi. Biaya TKDK adalah upah yang seharusnya dibayarkan kepada petani itu sendiri dan anggota keluarganya yang telah melakukan pekerjaan dalam usahatani. Namun pada kondisi dilapangan, upah TKDK tidak diperhitungkan dan tidak dibayarkan oleh petani. Biaya penyusutan alat merupakan pengurangan nilai dari alat yang dimiliki petani karena peralatan tersebut telah digunakan dalam usahatani. Nilai ekonomis alat yang dimiliki petani mengalami penurunan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, walaupun tidak dikeluarkan secara nyata pada musim tanam terakhir, biaya penyusutan alat perlu dimasukkan dalam perhitungan sebagai salah satu komponen biaya. Biaya sewa bagi petani pemilik lahan juga
49
perlu diperhitungkan karena petani seringkali mengabaikan komponen biaya tersebut padahal biaya untuk penggunaan lahan perlu diperhitungkan dalam analisis usahatani. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik dan petani padi anorganik dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Biaya Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) Usahatani Padi Organik Usahatani Padi Anorganik Nilai (Rp/Ha) % Nilai (Rp/Ha) % BIAYA TUNAI 1. TKLK 5.607.959 31% 4.174.294 28% 2. Benih 253.643 1% 362.904 2% 3. a) Pupuk Organik 2.774.880 15% 0% b) Pupuk Anorganik 0% 1.688.208 11% 4. Pestisida 126.262 1% 60.516 0% 5. Sewa Lahan/ Bagi Hasil 3.003.636 17% 4.875.557 32% 6. Sewa Traktor 1.366.636 8% 1.344.501 9% 7. Biaya Lainnya 1.301.370 7% 1.102.389 7% Total Biaya Tunai 14.434.387 79% 13.608.369 90% BIAYA NON-TUNAI 1. TKDK 903.214 5% 600.925 4% 2. Penyusutan Peralatan 90.515 0% 42.743 0% 3. Sewa Lahan 2.772.587 15% 860.393 6% Total Biaya Non-tunai 3.766.317 21% 1.504.061 10% Total Biaya 18.200.703 100% 15.112.430 100% Sumber : Data Primer (Diolah, 2016) Jenis Biaya
Proporsi penggunaan biaya tunai apabila dilihat dari presentase penggunaan terhadap biaya totalnya ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan penggunaan biaya non-tunai. Hal ini terjadi baik pada usahatani padi organik maupun usahatani padi anorganik. Pada usahatani padi organik, presentase penggunaan biaya tunai adalah sebesar 79% dari biaya totalnya. Sedangkan pada usahatani padi anorganik, presentase penggunaan biaya tunai adalah sebesar 90% dari biaya total. Penyebab besarnya presentase penggunaan biaya tunai pada usahatani padi adalah terkait dengan komponen TKLK, biaya pupuk, biaya benih, biaya pestisida, biaya sewa lahan, biaya sewa traktor dan biaya lainnya. Berdasarkan Tabel 13, diketahui bahwa hampir seluruh komponen biaya yang termasuk ke dalam biaya tunai pada usahatani padi organik lebih besar dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Pada usahatani padi organik,
50
hanya biaya untuk benih dan sewa lahan yang nilainya lebih rendah dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Besarnya biaya TKLK yang dikeluarkan oleh petani padi organik dikarenakan pada kegiatan penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali, sedangkan pada usahatani padi anorganik hanya dilakukan sebanyak dua kali. Hal tersebut mengakibatkan petani padi organik lebih banyak mengeluarkan biaya untuk upah tenaga kerja dalam usahataninya. Besarnya biaya yang dikeluarkan oleh petani padi organik untuk TKLK adalah sebesar Rp 5.607.959/Ha/MT, sedangkan untuk petani padi anorganik sebesar Rp 4.174.294/Ha/MT. Biaya pupuk yang dikeluarkan oleh petani padi organik juga lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Hal tersebut dikarenakan penggunaan pupuk pada usahatani padi organik masih sangat tinggi terkait dengan perbaikan unsur hara pada tanah. Besarnya biaya pupuk pada usahatani padi organik sebesar Rp2.774.880/Ha/MT, sedangkan untuk usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp1.668.208/Ha/MT. Hal serupa terjadi pada biaya untuk pestisida, usahatani padi organik lebih tinggi mengeluarkan biaya tersebut dikarenakan pada sistem pertanian organik petani menggunakan pestisida alami yang pengaruhnya tidak secepat dan seampuh pestisida kimia sehingga pada usahatani padi organik membutuhkan perlakuan khusus dan penyemprotan pestisida yang lebih sering dilakukan dibandingkan dengan sistem pertanian anorganik. Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk membeli pestisida hayati pada usahatani padi organik adalah sebesar Rp 126.262/Ha/MT, sedangkan biaya untuk membeli
pestisida
kimia
pada
usahatani
padi
anorganik
sebesar
Rp
60.516/Ha/MT. Biaya sewa lahan pada usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari menerapkan sistem sewa yang sama dimana lahan tersebut disewakan dengan harga Rp 8.000/ tumbak. Biaya sewa yang dibayar tunai oleh petani padi organik adalah sebesar Rp 3.003.636/Ha/MT, sedangkan biaya sewa lahan yang dibayar tunai oleh petani padi anorganik adalah Rp 4.875.557/Ha/MT. Biaya sewa lahan yang dikeluarkan secara tunai oleh petani padi organik lebih kecil, hal tersebut terkait dengan kepemilikan lahan pada usahatani padi organik yang lebih
51
banyak berstatus sebagai lahan milik pribadi, sehingga sebagian besar biaya lahan tidak dikeluarkan secara tunai namun diperhitungkan pada biaya non-tunai. Biaya sewa traktor pada usahatani padi organik dan anorganik tidak jauh berbeda, hal tersebut dikarenakan besarnya biaya yang dikeluarkan untuk sewa traktor bergantung pada luas lahan yang akan digarap oleh petani dimana setiap penyewaan traktor dikenakan biaya sebesar Rp 2.000/ tumbak. Semakin luas lahan yang akan digarap, maka biaya sewa traktor pun semakin tinggi. Besarnya biaya sewa traktor pada usahatani padi organik adalah Rp 1.366.636/Ha/MT, sedangkan pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 1.344.501/Ha/MT, Begitu pula dengan biaya lainnya yang salah satunya mencakup biaya pengairan dan biaya pengangkutan. Semakin luas lahan sawah maka biaya pengairan semakin tinggi karena untuk iuran pengairan dikenakan tarif Rp 200/tumbak ditambah dengan biaya bensin dan mesin pompa. Sedangkan untuk biaya pengangkutan dikenakan tarif Rp 100.000/Ton sehingga semakin banyak hasil produksi maka biaya pengangkutan akan semakin tinggi. Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa biaya lainnya yang dikeluarkan oleh petani padi organik lebih tinggi karena hasil produksi pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Besarnya biaya lainnya pada usahatani padi organik Rp 1.301.370/Ha/MT, sedangkan pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 1.102.389/Ha/MT. Hal berbeda terjadi pada biaya untuk bibit dimana petani padi anorganik lebih banyak mengeluarkan biaya tersebut dibandingkan dengan usahatani padi organik. Adapun alasannya adalah karena pada sistem usahatani padi organik kondisi tanah yang dijadikan sebagai media tanam bibit jauh lebih subur dibandingkan kondisi tanah pada usahatani padi anorganik sehingga daya tumbuh benih pada usahatani padi organik lebih baik. Besarnya biaya yang dibutuhkan untuk
membeli
benih
pada
usahatani
padi
organik
adalah
sebesar
Rp253.643/Ha/MT sedangkan untuk usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp362.904/Ha/MT Apabila dilihat dari nilai biaya non-tunai, ternyata biaya pada usahatani padi organik lebih tinggi dibandingkan dengan biaya non-tunai pada usahatani padi anorganik. Nilai biaya non-tunai pada usahatani padi organik adalah Rp
52
3.766.317/Ha/MT sedangkan biaya non-tunai yang dikeluarkan oleh petani padi anorganik adalah sebesar Rp
1.504.061/Ha/MT. Adapun penyebab besarnya
biaya non-tunai untuk kedua petani tersebut adalah terkait dengan penggunaan komponen Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK), penyusutan alat dan biaya sewa lahan. Tingginya biaya TKDK pada usahatani padi organik dikarenakan jumlah tanggungan keluarga pada usahatani padi organik lebih banyak (Lampiran 4), sehingga dalam usahataninya petani banyak menggunakan TKDK. Besarnya biaya TKDK pada usahatani padi organik adalah sebesar Rp 903.214/Ha/MT sedangkan biaya TKDK pada usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp 600.925/Ha/MT. Biaya penyusutan pada usahatani padi organik juga lebih tinggi karena kepemilikan alat bertani oleh petani organik lebih banyak dibandingkan dengan petani anorganik. Besarnya biaya penyusutan pada usahatani padi organik adalah sebesar Rp 90.515/Ha/MT sedangkan biaya penyusutan pada usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp 42.743/Ha/MT. Adapun biaya sewa yang diperhitungkan untuk petani dengan status kepemilikan lahan pribadi pada usahatani padi organik sebesar Rp 2.772.587/Ha/MT sedangkan pada usahatani padi
anorganik
sebesar
Rp
860.393/Ha/MT.
Biaya
sewa
lahan
yang
diperhitungkan pada usahatani padi organik lebih tinggi karena rata-rata luas lahan dengan status milik pribadi pada usahatani padi organik lebih besar. 6.2.3 Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik Pada penelitian ini pendapatan dibagi menjadi dua yaitu pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan tunai (finansial) merupakan besarnya pendapatan yang tidak memperhitungkan penerimaan dan biaya non-tunai. Sedangkan pada pendapatan atas biaya total (ekonomi) dalam perhitungannya memasukkan komponen penerimaan dan biaya non-tunai. Tabel 14 memperlihatkan bahwa pendapatan atas biaya tunai pada usahatani padi organik lebih tinggi 24% dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai pada usahatani padi anorganik di Desa Bojongsari. Pendapatan atas biaya tunai yang diterima oleh petani padi organik adalah sebesar Rp 14.878.899/Ha/MT, sedangkan pendapatan atas biaya tunai yang diterima oleh petani padi anorganik hanya sebesar Rp 9.101.643/Ha/MT. Selanjutnya pendapatan atas biaya total pada usahatani padi organik lebih tinggi sebesar 19% dibandingkan dengan pendapatan
53
petani padi anorganik. Pendapatan atas biaya total pada usahatani padi organik adalah sebesar Rp 11.112.582/Ha/MT, sedangkan pendapatan atas biaya total pada usahatani padi anorganik adalah sebesar Rp 7.597.582/Ha/MT. Pendapatan atas biaya total merupakan analisis usahatani secara ekonomi, dimana dalam ilmu sosial ekonomi banyak digunakan oleh para peneliti. Dari hasil analisis diperoleh bahwa besarnya pendapatan atas biaya total lebih kecil dibandingkan dengan pendapatan atas biaya tunai. Hal tersebut dikarenakan adanya komponen biaya yang seharusnya diperhitungkan oleh petani namun tidak dibayarkan/ tidak diperhitungkan dalam usahataninya. Berdasarkan tabel 14, dapat diketahui bahwa usahatani padi organik di Desa Bojongsari sebenarnya jauh lebih menguntungkan secara ekonomi maupun finansial. Keuntungan secara finansial dapat dilihat pada besarnya pendapatan tunai yang diterima petani pada usahataninya. Besarnya pendapatan tunai pada usahatani padi organik adalah Rp 9.995.600/Ha/MT, sedangkan pendapatan tunai pada usahatani padi anorganik sebesar Rp 5.480.137/Ha/MT. Besarnya tingkat pendapatan yang diperoleh petani padi organik disebabkan jumlah produktivitas atau hasil panen yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik sehingga penerimaan total yang diperoleh lebih tinggi. Namun petani padi organik memang mengeluarkan biaya yang lebih tinggi pada beberapa komponen biaya dalam usahataninya terutama untuk TKLK dan biaya pembelian pupuk. Hal tersebut yang menyebabkan petani padi anorganik di Desa Bojongsari enggan untuk beralih pada sistem usahatani padi organik. Disamping itu, untuk memperoleh peningkatan hasil produksi dalam usahataninya petani harus menunggu beberapa tahun terkait dengan pemulihan kesuburan tanah, sehingga hasil panen yang tinggi tidak dapat petani rasakan dalam jangka pendek. Adapun alasan lainnya adalah karena harga padi anorganik di Desa Bojongsari sudah cukup tinggi dan tidak berbeda jauh dengan harga padi organik. Dapat disimpulkan besarnya pendapatan yang diperoleh petani padi organik belum tentu dapat mempengaruhi keputusan petani dalam menerapkan sistem usahatani padi organik. Apabila mengacu pada besarnya pendapatan tunai untuk setiap rata-rata luas lahan garapan, usahatani padi anorganik menghasilkan pendapatan yang lebih
54
tinggi sebesar 2%. Hal ini dikarenakan pada usahatani padi anorganik, rata-rata luas lahan yang dimiliki oleh petani lebih besar. Luas lahan rata-rata pada usahatani padi organik adalah 0,56 Ha sedangkan luas rata-rata pada usahatani padi anorganik adalah 1,06 Ha. Oleh karena itu, petani padi organik memperoleh pendapatan sebesar Rp 5.597.536/MT atau Rp 1.865.000/bulan sedangkan petani padi anorganik memperoleh pendapatan sebesar Rp 5.808.945/MT atau sama dengan Rp 1.936.000/bulan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan petani padi di Desa Bojongsari masih terbilang belum dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari mengingat sebagian besar pendapatan tersebut juga harus mereka sisihkan untuk modal bercocok tanam padi pada musim tanam selanjutnya. Tabel 14 menyajikan perbandingan pendapatan usahatani padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari. Tabel 14 Pendapatan Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari Selama Musim Tanam Terakhir (Juni 2015) (Rp/Ha/MT) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Uraian Penerimaan Tunai (Rp/Ha) Penerimaan Non-tunai (Rp/Ha) Penerimaan Total (1+2) Biaya Tunai (Rp/Ha) Biaya Non-tunai (Rp/Ha) Biaya Total (4+5) Pendapatan atas Biaya Tunai (3-4) Pendapatan atas Biaya Total (3-5) Pendapatan Tunai (1-4) Rata-rata luas lahan (Ha)
Pendapatan tunai/rata-rata luas lahan Sumber : Data Primer (Diolah, 2016)
6.3
Usahatani Padi Organik 24.429.987
Usahatani Padi Anorganik 19.088.506
4.883.300 29.313.286 14.434.387 3.766.317 18.200.704
3.621.506 22.710.012 13.608.369 1.504.061 15.112.430
15% 13% 3% 43% 9%
14.878.899
9.101.643
24%
11.112.582 9.995.600
7.597.582 5.480.137
0,56
1,06
19% 29% -50%
5.597.536
5.808.945
-2%
Selisih (%) 12%
Sistem Pemasaran dan Penentuan Harga Padi Pada usahatani padi anorganik, petani menjual hasil panennya ke beberapa
pihak seperti tengkulak kecil, gapoktan, dan beberapa menjualnya langsung pada pedagang pengecer. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani padi anorganik,
55
jumlah petani yang menjual hasil panennya ke tengkulak kecil adalah 17 orang atau sekitar 63% dari total petani padi anorganik yang dijadikan responden. Sedangkan petani yang menjual hasil panennya ke gapoktan sejumlah 8 orang atau sekitar 30%. Adapun 2 petani lainnya yang menjual hasil panen pada pedagang pengecer secara langsung atau sekitar 7% dari total jumlah petani anorganik yang dijadikan sebagai responden. Banyaknya petani padi anorganik yang memasarkan hasil panennya ke tengkulak kecil adalah karena pada umumnya petani padi anorganik berdomisili dekat dengan tempat penampungan padi tengkulak kecil, sehingga biaya pengangkutan yang dibebankan kepada petani tidak terlalu besar. Sistem penentuan harga antara petani dan tengkulak kecil dilakukan secara tawar-menawar dengan harga Rp 5.600/Kg Gabah Kering Giling (GKG). Dalam hal mengambil keputusan harga, kedua pihak mempertimbangkan beberapa hal seperti musim dan ketersediaan komoditas di pasaran. Sistem tawar-menawar ini lebih di dominasi oleh tengkulak kecil dalam menentukan harga, hal ini terjadi karena petani memiliki kemampuan tawar yang rendah. Sistem penentuan harga pada petani yang menjual hasil panennya kepada gapoktan ditentukan secara tawar-menawar dengan mempertimbangkan harga jual di pasaran. Semua petani padi anorganik yang tergabung dalam Gapoktan Harapan Jaya mendapatkan harga yang sama pada komoditasnya yaitu seharga Rp 5.800/Kg GKG. Umumnya petani yang melakukan penjualan kepada gapoktan adalah petani dengan modal dan hasil panen yang besar atau petani yang berdomisili dekat dengan lokasi penjualan. Petani yang memiliki modal besar bersedia mengeluarkan biaya transportasi yang lebih tinggi untuk menjual hasil panennya ke gapoktan karena harga jual padi disana lebih tinggi. Petani yang menjual hasil panennya secara langsung ke pedagang pengecer menetapkan harga Rp 5.500/Kg GKG. Pedagang pengecer mendatangi langsung petani untuk membeli hasil panennya sehingga biaya transportasi ditanggung oleh pembeli. Hal tersebut yang mengakibatkan harga jual padi menjadi lebih rendah dibandingkan dengan dua lembaga pemasaran lainnya karena tidak memperhitungkan biaya kompensasi untuk transportasi. Adapun hubungan antara petani dan pedagang
56
pengecer adalah kerabat dekat sehingga pedagang pengecer tersebut menjadi langganan pembeli bagi petani. Harga padi anorganik di Kabupaten Bandung termasuk di Desa Bojongsari sebenarnya memiliki harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan padi anorganik di daerah lainnya seperti di daerah Subang, Cianjur, dan Tasikmalaya. Rata-rata harga padi anorganik di Desa Bojongsari mencapai Rp 5.800/ Kg GKG, sedangkan di daerah lainnya hanya Rp 4.700/Kg GKG. Harga padi yang tinggi tersebut dikarenakan kualitas padi di Desa Bojongsari lebih baik dibandingkan dengan padi di daerah lainnya. Beras yang dihasilkan lebih bening dibandingkan dengan beras di daerah lain. Selain itu jika 1 kuintal padi Desa Bojongsari digiling akan menghasilkan 65-70 Kg beras, sedangkan untuk daerah lainnya hanya menghasilkan 55-60 Kg beras. Oleh karena itu harga padi anorganik yang dihasilkan oleh petani di Desa Bojongsari memiliki harga yang lebih tinggi. Berbeda dengan petani padi anorganik, petani padi organik di Desa Bojongsari menjual hasil panennya langsung kepada perusahaan Beras Organik Tani Jaya yang mempunyai hubungan kerja sama dengan Gapoktan Harapan Jaya. Perusahaan tersebut menampung hasil penjualan padi organik dari petani untuk dijual kembali secara langsung kepada eksportir dan pedagang pengecer. Petani padi organik menjual hasil panennya langsung kepada perusahaan karena harga padi yang diberikan perusahaan tersebut lebih tinggi dibandingkan harga padi di tingkat tengkulak. Harga padi organik ditentukan oleh perusahaan dengan mempertimbangkan harga di pasaran, ketersediaan padi organik di pasaran, dan permintaan terhadap padi organik itu sendiri. Posisi perusahaan dalam menentukan harga kuat karena memiliki sumber informasi yang lebih banyak yaitu dari eksportir untuk pasar luar negeri dan dari pedagang pengecer untuk pasar lokal. Harga padi yang diterima oleh petani padi organik di Desa Bojongsari adalah Rp 6.000/Kg GKG sedangkan apabila petani menjual hasil panennya ke tengkulak hanya akan mendapatkan harga sebesar Rp 5.800/kg GKG. Pada umumnya padi organik yang dibeli dari petani di Desa Bojongsari tidak melewati lembaga-lembaga pemasaran lainnya sehingga harga yang diterima petani cukup tinggi.
57
Sistem pembayaran diantara partisipan terjadi secara tunai dan dilakukan secara langsung setelah terjadi kesepakatan harga dan barang sudah diterima. Pembayaran secara tunai dilakukan oleh hampir semua lembaga pemasaran mulai dari tengkulak kecil, gapoktan, maupun perusahaan. Terkadang kerjasama dalam penentuan harga juga dilakukan oleh beberapa lembaga-lembaga tersebut. Namun harga yang telah ditentukan biasanya belum pasti dan bisa berubah selama panen berlangsung tergantung dari kepandaian menawar. Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa harga padi organik dan padi anorganik di Desa Bojongsari tidak mengalami perbedaan harga yang cukup signifikan. Hal tersebut mengingat untuk harga padi anorganik saja di daerah tersebut sudah cukup tinggi dibandingkan dengan di daerah lain. Oleh karena itu, apabila petani menetapkan harga padi organik lebih tinggi lagi dari harga padi anorganik, dikhawatirkan permintaan terhadap padi organik akan menurun drastis akibat harga yang terlalu tinggi. Hal tersebut yang mengakibatkan belum adanya harga khusus untuk padi organik yang dihasilkan oleh petani di Desa Bojongsari. Sistem pemasaran padi organik dan anorganik dapat digambarkan pada Gambar 7 berikut ini. Tengkulak (63%) Petani Anorganik
Gapoktan (30%) Pedagang Pengecer (7%)
Petani Organik
Rp 5.600/Kg Rp 5.800/Kg Rp 5.500/Kg
Perusahaan Beras Organik Tani Jaya (100%)
Rp 6.000/Kg
Gambar 7 Sistem pemasaran padi organik dan anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung
Keterangan: : Lembaga pemasaran dan presentase jumlah petani yang menjual : Harga yang diterima petani
58
6.4
Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Petani Memilih Sistem Pertanian Organik Pada analisis ini akan dibahas mengenai faktor-faktor penentu pemilihan
sistem pertanian organik pada usahatani padi di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang. Pada awalnya terdapat tujuh variabel bebas yang diduga dapat mempengaruhi keputusan petani dalam mengadopsi sistem pertanian organik. Variabel-variabel tersebut diantaranya umur petani, lama pendidikan petani, luas lahan, jumlah tanggungan, pendapatan usahatani padi, pendapatan luar usahatani padi, dan pengalaman bertani. Sementara variabel terikatnya adalah keputusan petani memilih sistem pertanian organik yang bernilai “satu” dan keputusan petani tidak memilih sistem pertanian organik yang bernilai “nol”. Sebelumnya perlu dilakukan pengujian multikolinearitas untuk mengetahui apakah ada korelasi kuat antara variabel bebas pada model yang dihasilkan. Menurut Hakim (2005), pada pengujian multikolinearitas indikasi adanya korelasi yang kuat antar variabel bebas ditunjukkan dengan angka korelasi yang melebihi 0,8. Hasil pengolahan pada tujuh variabel bebas diatas menunjukkan bahwa terdapat angka korelasi yang melebihi 0,8 yaitu pada variabel pendapatan usahatani padi dan luas lahan dengan angka pearson correlation sebesar 0,829. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah multikolinearitas, peneliti menghapus salah satu diantara kedua variabel tersebut yaitu variabel pendapatan usahatani padi sehingga tidak terjadi lagi multikolinearitas (Lampiran 5). Selanjutnya dilakukan pengujian terhadap model logit apakah secara keseluruhan dapat menjelaskan keputusan pilihan kualitatif (Y). Hipotesis statistik yang digunakan adalah sebagai berikut: Ho : 2= 3=…= k=0
(model tidak dapat menjelaskan)
H1 : minimal ada j≠0 untuk j=2,3,4,…k
(model dapat menjelaskan)
Statistik uji yang digunakan adalah dengan statistik uji-G yang menyebar menurut sebaran Khi-kuadrat (𝜒²) dengan derajat bebas (k-1). Akan tetapi apabila pengolahan dilakukan dengan menggunakan program Minitab 16 dapat langsung dilihat dari nilai P-Value. Tabel 15 merupakan hasil pengolahan model regresi logistik menggunakan program Minitab 16 .
59
Tabel 15 Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Menentukan Petani Padi Memilih Sistem Pertanian Organik Parameter
Koefisien
P-Value
Konstanta
-0,285
0,917
Umur Petani (X1)
-0,054
0,293
0,95
0,227
0,050*
1,26
-2,672
0,006*
0,07
Jumlah Tanggungan (X4)
0,493
0,050*
1,64
Pengalaman Bertani (X5)
0,094
0,070*
1,10
-0,000
0,132*
1,00
Chi-Square
DF
P
Pearson
35,72
33
0,34
Deviance
39,81
33
0,19
5,54
8
0,67
Tingkat Pendidikan Petani (X2) Luas Lahan (X3)
Pendapatan Luar Usahatani (X6) Goodness-of-Fit Test Method
Hosmer-Lemeshow Sumber : Data Primer (Diolah, 2016) *Keterangan : P-Value kurang dari α(15%)
Log-Likelihood=
Odds Ratio
-27,245
Test that all slopes are zero: G = 20,369, DF = 6, P-Value = 0,002 Berdasarkan hasil pengolahan pada Tabel 15 didapatkan nilai LogLikelihood sebesar -27,245 dan menghasilkan nilai G sebesar 20,369 dan nilai PValue sebesar 0,002. Berdasarkan hal tersebut nilai P-Value berada dibawah taraf nyata 15% (α=15%), maka dapat disimpulkan bahwa minimal ada j≠0, dengan pengertian lain model regresi logistik dapat menjelaskan atau memprediksi pilihan individu pengamatan. Pada uji Goodness-of-fit dengan melihat metode Pearson, Deviance, dan Hosmer-Lemeshow, nilai P dari ketiga metode tersebut lebih besar dari taraf nyata 15%. Oleh karena itu, dapat dijelaskan bahwa model regresi logistik tersebut layak untuk digunakan. Dalam output minitab ditampilkan ukuran hubungan (asosiasi) antara nilai aktual peubah dependen (Y) dengan dugaan peluangnya atau nilai pada peubah independen. Hal ini dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant, dan Ties. Nilai Concordant sebesar 80,9%, dapat disimpulkan bahwa 80,9% pengamatan dengan kategori menerapkan sistem pertanian organik (Y=1) mempunyai peluang lebih besar daripada kategori yang tidak menerapkan sistem pertanian organik (Y=0). Nilai Discordant sebesar 18,8%, dapat disimpulkan bahwa 18,8%
60
pengamatan dengan kategori tidak menerapkan sistem pertanian organik (Y=0) mempunyai peluang lebih besar daripada kategori menerapkan sistem pertanian organik (Y=1). Nilai Ties sebesar 0,3% memiliki arti bahwa 0,3% pengamatan dengan peluang petani menerapkan sistem pertanian organik sama besar dengan peluang petani yang tidak menerapkan sistem pertanian organik. Berdasarkan hasil olahan data, variabel yang berpengaruh signifikan adalah variabel tingkat pendidikan (X2), luas lahan (X3), jumlah tanggungan keluarga (X4), pengalaman bertani (X5), dan pendapatan luar usahatani (X6). Variabelvariabel tersebut dinyatakan signifikan karena nilai P kurang dari taraf nyata 15% (α=15%). Variabel tingkat pendidikan signifikan secara statistik pada taraf nyata 15% dengan nilai P sebesar 0,05. Nilai odds ratio dari variabel tersebut adalah 1,26 yang artinya peluang petani menerapkan sistem pertanian organik akan menjadi 1,26 kali lebih besar jika tingkat pendidikan petani naik sebesar satu tahun, cateris paribus. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh pada taraf nyata 15% dengan arah positif. Berdasarkan karakteristik responden (Lampiran 2) diketahui bahwa rata-rata lama pendidikan pada petani padi organik memang lebih tinggi dibandingkan dengan petani padi anorganik. Rata-rata lama pendidikan untuk petani padi organik adalah 10 tahun, sedangkan rata-rata lama pendidikan untuk petani padi anorganik adalah tujuh tahun. Tingginya jenjang pendidikan yang didapatkan oleh petani memungkinkan pemahaman akan pertanian berkelanjutan lebih tinggi, sehingga semakin lama pendidikan yang diperoleh petani maka keinginan untuk memilih sistem pertanian organik pun akan semakin tinggi. Variabel luas lahan garapan juga signifikan secara statistik pada taraf nyata 15% dengan arah negatif dan nilai P sebesar 0,006. Nilai odds ratio sebesar 0,07 yang berarti peluang petani menerapkan sistem pertanian organik akan lebih kecil 0,07 kali apabila luas lahan garapan petani naik sebesar satu Ha, cateris paribus. Hal tersebut dikarenakan semakin luas lahan yang digarap petani, maka biaya yang harus dikeluarkan semakin tinggi pula. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, sistem pertanian organik membutuhkan biaya yang lebih tinggi sehingga sebagian besar petani padi yang memiliki lahan garapan lebih besar merupakan petani padi anorganik. Rata-rata luas lahan garapan pada usahatani
61
padi organik adalah 0,56 Ha, sedangkan luas rata-rata usahatani padi anorganik adalah 1,06 Ha. Variabel jumlah tanggungan juga berpengaruh signifikan secara statistik pada taraf nyata 15% dengan arah positif dan nilai P sebesar 0,050. Nilai odds ratio variabel tersebut sebesar 1,64 yang artinya peluang petani menerapkan sistem pertanian organik akan lebih besar 1,64 kali apabila jumlah tanggungan keluarga bertambah satu jiwa, cateris paribus. Hal tersebut terjadi karena untuk menerapkan sistem pertanian organik petani lebih banyak membutuhkan tenaga kerja sehingga apabila jumlah keluarga bertambah maka TKDK yang digunakan lebih banyak dan dapat mengurangi biaya tunai. Variabel lain yang dinyatakan signifikan secara statistik adalah variabel pengalaman bertani. Variabel pengalaman bertani signifikan pada taraf nyata 15% dengan arah positif dan nilai P sebesar 0,070. Nilai odds ratio variabel tersebut adalah 1,10 yang artinya peluang petani menerapkan sistem pertanian organik akan lebih besar 1,10 kali apabila pengalaman bertani petani bertambah satu tahun, cateris paribus. Pengalaman bertani berpengaruh secara positif karena seiring dengan lamanya usahatani yang dilakukan, petani menyadari perubahan produktivitas pada lahan pertaniannya akibat penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan sehingga petani mulai beralih pada usahatani padi organik. Ratarata pengalaman bertani petani padi organik adalah 19 tahun, sedangkan rata-rata pengalaman bertani petani padi anorganik adalah 17 tahun. Variabel pendapatan luar usahatani juga signifikan pada taraf nyata 15% dengan arah negatif. Nilai odds ratio variabel tersebut adalah 1,00 yang artinya peluang petani menerapkan sistem pertanian organik akan lebih kecil 1,00 kali apabila pendapatan luar usahatani bertambah satu rupiah, cateris paribus. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh besarnya pendapatan yang diperoleh petani di luar usahataninya sehingga petani lebih fokus terhadap pekerjaan tersebut dibandingkan dengan menjalankan usahatani organik. Variabel yang dinyatakan tidak berpengaruh signifikan secara statistik disebabkan karena nila P yang lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata 15%, sehingga variabel tersebut diabaikan secara statistik. Variabel tersebut adalah umur petani (X1). Variabel umur petani tidak berpengaruh signifikan karena nilai
62
P sebesar 0,293 yang melebihi taraf nyata 15%. Kondisi di lapangan menyatakan bahwa sebagian besar petani padi di Desa Bojongsari baik petani padi organik maupun anorganik hanya didominasi oleh kelompok usia 41-60 tahun dan sedikit petani berusia muda yang melakukan usahatani padi. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa usia tidak terlalu berpengaruh terhadap keputusan petani dalam menentukan sistem pertanian organik pada usahataninya.
63
VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1
Simpulan Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian pada usahatani padi organik dan
anorganik di Desa Bojongsari, maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1.
Penggunaan input produksi pada usahatani padi organik dan anorganik terdapat beberapa perbedaan dimana penggunaan pupuk dan tenaga kerja pada usahatani padi organik lebih tinggi. Tingginya penggunaan pupuk pada usahatani padi organik terkait dengan perbaikan unsur hara pada tanah, sedangkan tenaga kerja yang digunakan lebih banyak karena pada kegiatan penyiangan, petani padi organik melakukannya sebanyak tiga kali dalam satu kali musim tanam, sedangkan pada usahatani padi anorganik petani hanya melakukan dua kali penyiangan dalam satu musim tanam. Adapun penggunaan benih pada usahatani padi anorganik lebih tinggi karena kualitas tanah pada lahan garapan usahatani padi anorganik telah tercemar bahan-bahan kimia sehingga daya tumbuh benih tidak sebaik pada usahatani padi organik. Selain itu, penggunaan pestisida yang digunakan oleh petani padi organik merupakan pestisida alami dan tidak menggunakan bahan kimia sama sekali, sedangkan pada usahatani padi anorganik menggunakan pestisida kimia.
2.
Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya total pada usahatani padi organik 19% lebih tinggi dibandingkan dengan usahatani padi anorganik. Adapun pendapatan tunai pada usahatani padi organik juga lebih tinggi 29% dibandingkan pada usahatani padi anorganik.
3.
Petani padi anorganik menjual hasil produksinya ke beberapa lembaga pemasaran seperti tengkulak kecil, gapoktan dan ke pedagang pengecer. Harga padi yang diterima oleh petani padi anorganik relatif bervariasi. Petani padi organik menjual hasil produksinya pada lembaga pemasaran yang sama yaitu ke Perusahaan Beras Organik Tani Jaya. Adapun harga yang diterima petani padi organik lebih tinggi dikarenakan adanya hubungan kerja sama diantara kedua pihak. Sistem penentuan harga pada usahatani padi organik maupun anorganik dilakukan secara tawar menawar.
64
4.
Hasil dari analisis regresi logistik menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan secara statistik pada taraf nyata 15% terhadap penerapan sistem pertanian organik di Desa Bojongsari adalah tingkat pendidikan petani, luas lahan, jumlah tanggungan, pengalaman bertani, dan pendapatan luar usahatani, sedangkan faktor yang tidak berpengaruh pada penerapan sistem usahatani padi organik adalah umur petani.
7.2
Saran
1.
Guna mengurangi biaya produksi, petani padi anorganik sebaiknya dapat mengurangi penggunaan input produksi sesuai dengan yang dianjurkan oleh pemerintah terutama pada penggunaan pupuk.
2.
Berdasarkan hasil penelitian, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi secara positif terhadap keputusan petani untuk menerapkan sistem pertanian organik adalah tingkat pendidikan dan jumlah tanggungan. Oleh karena itu, kualitas pendidikan khususnya untuk anak petani yang akan berperan sebagai penerus dalam usahatani padi di Desa Bojongsari harus ditingkatkan sehingga pengetahuan mengenai sistem usahatani yang berkelanjutan dapat diterapkan. Selain itu petani sebaiknya lebih mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga yang memungkinkan untuk melakukan berbagai macam pekerjaan dalam usahataninya sehingga dapat mengurangi biaya tunai.
3.
Guna meningkatkan insentif kepada petani dalam melakukan budidaya padi organik, Gapoktan Harapan Jaya sebaiknya memiliki kontrak kerjasama dengan Perusahaan Beras Organik Tani Jaya dan menetapkan harga premium yang lebih tinggi untuk padi organik yang dihasilkan oleh petani.
4.
Bagi peneliti lain diharapkan untuk menganalisis lebih lanjut mengenai efisiensi penggunaan input produksi pada usahatani padi organik maupun anorganik sehingga hasil penelitian dapat menghindari pemborosan yang dilakukan petani padi di Desa Bojongsari dalam menggunakan input produksi.
65
DAFTAR PUSTAKA Azizah, Syifa. 2012. Perbandingan Pendapatan Usahatani Padi dengan dan Tanpa Pupuk Organik Serta Faktor-Faktor Penentu Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus di Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga dan Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Tabel Luas Panen- Produksi- Produktivitas Tanaman Padi Provinsi Jawa Barat. Jakarta (ID): BPS Pusat. Djojosumarto, Panut. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian.Yogyakarta (ID): Kanisius. Firdaus, Muhammad. 2004. Ekonometrika suatu Pendekatan Aplikatif. Jakarta (ID): PT Bumi Aksara. Hakim, Rizki Abinul. 2009. Analisis Determinan Tingkat Kejahatan Properti di Jawa Tahun 2007 [jurnal]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Hanafie, Rita. 2010. Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta (ID): C.V Andi Offset. Hendrayana, Rachmat. 2012. Penerapan Metode Regresi Logistik dalam Menganalisis Adopsi Teknologi Pertanian [jurnal]. Bogor (ID): Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Hernanto F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Juanda, Bambang. 2009. Ekonometrika : Pemodelan dan Pendugaan. Bogor (ID): IPB Press. Kasryno F, Pasandaran E, Fagi A.M. 2004. Ekonomi Padi dan Beras Indonesia. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kotler P. 1997. Manajemen Pemasaran Jilid 1. Ed ke-9. Jakarta (ID): Prenhallindo. Kusumah, Saryani Jaya. 2004. Analisis Perbandingan Usahatani dan Pemasaran Antara Padi Organik dan Padi Anorganik (Kasus: Kelurahan Mulyaharja, Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Limbong W. H., Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mayrowani, Henny. 2012. Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia [jurnal]. Bogor (ID): Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Desa Bojongsari. 2015. Data Profil Desa Tahun 2015. Bandung (ID): Pemerintah Desa Bojongsari.
66
[Permentan] Peraturan Menteri Pertanian. 2007. Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi. Jakarta (ID): Permentan. Pimentel D, et al. 2005. Environmental, Energetic, and Economic Comparisons of Organic and Conventional Farming Systems [jurnal]. American Institute of Biological Sciences. Poetryani, Antari. 2011. Analisis Perbandingan Efisiensi Usahatani Padi Organik dengan Anorganik (Kasus: Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2013. Buletin Konsumsi Pangan. Jakarta (ID): Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Puspitasari, Zoraya Dian. 2011. Identifikasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) Menggunakan Pendekatan Regresi Logistik Biner (Studi Kasus : Puskesmas Kecamatan Klakah-Lumajang, Jawa Timur) [jurnal]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Rahim Abd, Hastuti D.R.D. 2008. Pengantar, Teori, dan Kasus Ekonomika Pertanian. Depok (ID): Penebar Swadaya. Rahmawati, Diah Awalia. 2012. Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Melalui Penggunaan Pupuk Organik (Studi Kasus Pada Petani Jagung di Desa Surabayan, Kecamatan Sukodadi, Kabupaten Lamongan) [skripsi]. Malang(ID): Universitas Brawijaya. Rosadi, Dedi. 2011. Analisis Ekonometrika dan Runtun Waktu Terapan dengan R. Yogyakarta (ID): C.V Andi Offset. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta (ID): Universitas Indonesia. Sugito Y, Yulia N, Ellis N. 1995. Sistem Pertanian Organik. Malang (ID): Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Susanto R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta (ID): Kanisius. Tambunan, Tulus. 2010. Pembangunan Pertanian dan Ketahanan Pangan. Jakarta (ID): UI-Press Zulkarnain H. 2010. Dasar-Dasar Hortikultural: Pertanian Organik. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
67
LAMPIRAN
68
69
Lampiran 1. Kuisioner Penelitian untuk Petani Padi DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Jl. Kamper Level 5 Wing 5 Kampus IPB Dramaga Bogor 16880 Telp/fax. (0251) 8621834 KUISIONER PENELITIAN UNTUK PETANI PADI Kuisioner ini digunakan sebagai bahan skripsi mengenai Analisis Usahatani Padi Organik dan Anorganik di Desa Bojongsari, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung oleh Dwi Oktapiyah, mahasiswi Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB. Mohon partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuisioner ini dengan teliti dan lengkap demi keobjektifan data. Informasi ini dijamin kerahasiaannya, tidak untuk dipublikasi, dan tidak untuk kepentingan politis. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. Tanggal wawancara No. Responden Nama Responden No HP Alamat Desa/ Kelurahan Kecamatan Kabupaten Provinsi
: : : : : : : Bojongsoang : Bandung : Jawa Barat
A. Karakteristik Responden 1. Umur Responden : tahun 2. Jenis Kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan 3. Pendidikan formal terakhir : SD/SMP/SMA/D3/S1/lainnya………… 4. Lamanya pendidikan formal : tahun 5. Pendidikan non formal yang terkait dengan pertanian: No Jenis Pendidikan Lama (hari)
9. Status Perkawinan 10. Jumlah tanggungan keluarga
: Belum kawin/Sudah kawin/Janda/Duda : orang
70
B. Karakteristik Usahatani 1. Usahatani : 1. Padi Organik (sejak tahun…….) 2. Padi Anorganik 2. Alasan : 1. Harga komoditas tinggi; 2. Memenuhi kebutuhan keluarga; 3. Ikut petani lain; 4. Biaya lebih murah 5. Lainnya :……………………………….. 3. Waktu Tanam Terakhir: Bulan………………………... Varietas benih: ……………….Harga Gabah yang dihasilkan…………… 4. Pada bulan dan musim apa menanam padi di tahun 2015? 5. Berapa kali menanam padi pada tahun 2015? 6. Bagaimanna pola tanam padi yang diusahakan:………………………. 7. Status usahatani*) : 1. Penghasilan utama 2. Penghasilan sampingan Besarnya pendapatan Rp…………………*) dilihat dari curahan waktu kerja 8. Jika sebagai pekerjaan sampingan/utama, sebutkan pekerjaan lainnya:…… Besarnya pendapatan Rp…………………. 9. Pengalaman bertani : ………………….tahun 10. Tergabung dalam kelompok tani : 1. Ya 2. Tidak Jika ya, nama kelompok tani……………….., tergabung sejak tahun………… Peran dalam kelompok tani sebagai……………… 11. Tergabung dalam koperasi : 1. Ya 2. Tidak Jika ya, nama koperasi……………….., tergabung sejak tahun………… Peran dalam koperasi sebagai……………… 12. Luas lahan yang ditanami padi : …………….Hektar 13. Status kepemilikan lahan : 1. Pemilik 2. Non-Pemilik 14. Status penguasaan lahan : a. Milik b.Sewa c. Bagi hasil d. Gadai 15. Besar sewa/bagi hasil/gadai Rp ........................................ / masa tanam 16. Jenis lahan : 1. Irigasi 2. Tadah hujan 3. Tegalan 4. Lainnya…... 17. Pengelolaan : a. Digarap sendiri b. Digarap orang lain 18. Sumber modal usahatani : 1. Sendiri 5. Pinaman dari pedagang pengumpul 2. Koperasi 6. Pelepas uang (rentenir) 3. Pinjaman bank 7. Saudara 4. Pinjaman dari pedagang input 8. Lainnya .......................................... Besarnya modal : Rp ....................................... Bunga pinjaman : ............................................ 19. Memperoleh input produksi dari : 1. Sendiri 2. Koperasi 3. Lainnya……. Jika dari koperasi input produksi yang didapatkan berupa: No Input Produksi Satuan Jumlah Nilai (Rp)
71
B.1 Komponen Biaya 1. Input produksi yang digunakan selama musim tanam terakhir: No 1 2
3
Jenis Input
Satuan
Volume
Harga (Rp/unit)
Jumlah (Rp)
Benih Pupuk a. Pupuk organik 1. P. Kompos 2. P. Kandang 3. ………….. 4. ………….. b. Pupuk anorganik 1. Urea 2. TSP 3. KCL 4. Phoska 5. NPK 6. …………. 7. …………. Obat-obatan 1) Padat a. ……….. b. ……….. 2) Cair a. ………. b. ………. Total Biaya Input Produksi
2. Alat yang digunakan selama musim tanam terakhir : No Jenis Alat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Jumlah (unit)
Nilai Pembelian (Rp)
Cangkul Ember Sekop Traktor Gembor Sabit Ember Selang
Total Biaya Penyusutan
Waktu Pembeli an (tahun)
Estimasi Umur Ekonomis (tahun)
Biaya Penyusutan (Rp)
72
3. Tenaga kerja yang digunakan selama musim tanam terakhir: No 1
2
3 4
5
Jenis Pengerjaan
Waktu Penyelesaian Hari Jam
Jmlah TK total (org/ panen)
TK dalam keluarga (org) L P
Persiapan Lahan Pembersihan lahan Pengolahan lahan Persemaian Penanaman benih Pemupukan Pembuatan bendengan Penanaman Pemeliharaan Penyiangan 1 Penyiangan 2 Penyiangan 3 Pemupukan 1 Pemupukan 2 Pemupukan 3 Penyemprotan 1 Penyemprotan 2 Penyemprotan 3 Pemanenan Panen Pengangkutan Total Biaya
TK luar keluarga (org) L P
Upah (Rp/HOK) L
P
Biaya Tenaga Kerja (Rp)
73
4. Biaya usahatani lainnya selama musim tanam terakhir: No 1 2 3 4
Jenis Pengeluaran Biaya Pengairan Pajak (PBB) Bunga Pinjaman Biaya Sewa Lahan …………………. …………………. ………………….
Jumlah
Biaya (Rp)
Total Biaya Lainnya
B.2 Komponen Penerimaan 1. Penanganan Hasil Panen per musim tanam terakhir No 1
2
Uraian Total Produksi Padi 1) Dijual a. Pedagang Pengumpul b. Pabrik Pengolahan c. KUD d. Gapoktan e. Pasar f. Lainnya…… …………. 2) Konsumsi Pribadi 3) Dijadikan bibit
Satuan
Volume
Total Produksi Lainnya 1. Sekam 2. Jerami 3. Dedak 4. Menir
Total Penerimaan
Harga (Rp/unit)
Nilai (Rp)
74
2. Sumber modal usahatani selama musim tanam terakhir No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sumber Modal
Jumlah (Rp)
Share (%)
Alasan
Sendiri Pinjaman bank Kredit Pinjaman pedagang input Pedagang pengumpul Rentenir Saudara Hibah dari pemerintah/swasta Lainnya………..
C. Sistem Pembentukan Harga PETANI LAHAN SENDIRI DAN LAHAN SEWA Kepada siapakah Anda 1. menjual hasil produksi 2. Anda? 3. 4. 5. Bagaimana status a. Bebas kepada siapa saja penjualan Anda kepada b. Wajib dan seolah sebagai setoran pihak kedua tersebut? c. Borongan d. Dll…………………. Bagaimana sistem a. Ditentukan oleh pihak pembeli penentuan harga? b. Tawar menawar saat jual-beli c. Ditentukan oleh pihak penjual d. Dll………………….. PETANI LAHAN BAGI HASIL Kepada siapakah Anda 1. menjual hasil produksi 2. Anda? 3. 4. 5. Bagaimana status a. Bebas kepada siapa saja penjualan Anda kepada b. Wajib dan seolah sebagai setoran pihak kedua tersebut? c. Borongan d. Dll…………………. Bagaimana sistem a. Ditentukan oleh pihak pembeli penentuan harga? b. Tawar menawar saat jual-beli c. Ditentukan oleh pihak penjual d. Dll………………….. Jumlah padi yang disetor ………………Ton Harga…………………Rp/ton
75
Umur (Thn)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
48 50 49 45 55 57 58 56 49 57 58 43 60 40 44 68 55 57 46 49 40 39 42 60 42 52 52 58 52 51 56
30 31
Pendi dikan (Thn)
16 17 6 6 8 6 12 6 10 6 6 5 9 12 18 7 6 12 6 6 9 16 9 9 10 10 16 6 7 6 6
Pendidi kan NonFormal
Tangg ungan (org)
Status Usaha tani
Pengala man bertani (Thn)
Pengala man bertani Organik (tahun)
Pendapata n luar usahatani (Rp/Tahu n)
Ang gota Pokt an
Ang gota Kop eras i
1 1 1 2 2 1 2 2 1 2 2 2 2 1 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2
7 3 2 5 4 4 4 5 5 5 3 3 2 3 10 2 4 4 3 6 5 4 3 3 2 5 2 4 3 2 4
1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2 1 2 1 1 1 1
16 8 30 25 25 40 25 15 20 15 30 10 20 15 15 30 20 25 12 20 10 10 8 40 12 20 10 15 30 10 10
8 6 5 7 6 6 6 7 5 5 6 5 6 6 6 6 7 9 7 5 5 6 6 6 6 6 6 0 0 0 0
18000000 18000000 0 18000000 0 0 24000000 0 6000000 24000000 0 18000000 18000000 4767000 25000000 5000000 24000000 6000000 12000000 18000000 0 54000000 4000000 5000000 9600000 18000000 4800000 0 0 6000000 15000000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 2
Varietas Benih
Mekongga Ciherang Ciherang Inpari 10 Ciherang Mekongga Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Mekongga Ciherang Ciherang Ciherang Inpari10 Ciherang Ciherang Inpari 13 Ciherang Inpari 10 Ciherang Ciherang Mekongga Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang
Harga Gaba h/Kg
6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 5800 6000 5800 6000 6000 6000 6000 6000 6000 6000 5600 5800 5800 5600
LL (ha)
0,49 0,32 0,35 0,98 1,4 0,84 0,14 0,42 0,98 0,28 1,63 0,25 0,28 1 1 0,3 0,32 0,7 0,28 0,36 0,5 0,45 0,3 0,5 0,14 0,56 0,52 1 1,5 1 1
Pe mili kan Lah an
Pengu asaan Lahan
2 2 1 2 2 2 1 2 2 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 2 2
3 4 1 3 3 3 1 3 3 1 1 3 1 1 3 1 1 1 1 1 3 3 3 3 3 1 1 3 3 3 3
Jenis Lahan
1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 4 1 1 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2
Mo dal
Peng elola an
1 1 1 1 1 1,7 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1,7 1 1 1 1 1 1,7 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Lampiran 2. Karakteristik Responden
Res pon den
75
76
Res pon den
Umur (Thn)
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
53 62 48 53 58 70 50 60 73 56 47 26 45 42 32 60 63 49 60 49 62 46 42
Pendi dikan (Thn)
15 6 6 6 6 0 7 6 6 6 16 14 16 6 14 4 0 4 9 6 6 6 12
Pendidi kan NonFormal
Tangg ungan (org)
Status Usaha tani
Pengala man bertani (Thn)
Pengala man bertani Organik (tahun)
2 2 1 1 1 2 1 2 2 1 2 1 2 2 1 2 2 2 1 1 2 1 1
6 3 3 5 2 2 4 6 0 2 4 0 5 4 2 3 4 1 3 6 4 2 3
2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 2 1 1 2 1 1 1 1 2 1 1 2
10 15 13 16 20 40 18 40 20 16 10 4 10 10 3 25 20 10 40 10 25 20 11
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
KETERAANGAN Responden 1-27 : Petani padi organik Responden 28-54: Petani padi anorganik
Pendapatan luar usahatani (Rp/Tahun) Anggota Poktan
42000000 0 0 0 0 0 0 0 14400000 0 60000000 30000000 18000000 7200000 32400000 0 0 0 0 12000000 0 0 42000000
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Ang gota Kop eras i 2 2 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 2 2 1 2 1 2
Varietas Benih
Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang Ciherang
Harga Gaba h/Kg
5500 5800 5200 5100 5800 5800 5700 5800 5500 5500 5800 5500 5800 5500 5500 5800 5800 5800 5800 5800 5800 5800 5800
LL (ha)
0,5 1 7 2 0,3 0,2 1 1,5 0,28 1,5 1 0,25 1 0,5 0,5 0,3 1 1 1 0,3 1,63 0,2 0,28
Pe mili kan Lah an
Pengu asaan Lahan
2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 2 2 2 2
4 3 2 2 1 3 2 3 3 3 3 3 3 3 1 1 3 3 1 3 2 3 3
Jenis Lahan
2 1 1 2 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2
Mo dal
Peng elola an
1 1,7 1 1 1 1,7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1,7 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 2 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
77
Pendidikan Non Formal : 1= mendapat pendidikan non formal, 2= tidak mendapatkan pendidikan non-formal Status : 1= pekerjaan utama, 2= pekerjaan sampingan Anggota Poktan : 1= Ya, 2= Tidak Anggota Koperasi : 1= Ya, 2= Tidak Pemilikan Lahan : 1= Pemilik, 2= Non Pemilik Penguasaan Lahan : 1= Milik, 2= Sewa, 3= Bagi Hasil, 4= gadai Jenis Lahan : 1= irigasi, 2= Tadah hujan, 3= Tegalan, 4= Lainnya
Modal : 1= Sendiri, 2= Koperasi, 3= Pinjaman Bank, 4= Pinjaman pedagang input, 5= Pinjaman pedagang pengumpul, 6= rentenir, 7= saudara Pengelolaan: 1=digarap sendiri, 2=digarap orang lain
78 78
Benih (Rp)
Pupuk (Rp)
Obatobatan (Rp)
Sewa Lahan (Rp/ MT)
Sewa Diperhitu ngkan (Rp/MT)
Sewa Traktor (Rp)
Penyusutan Alat (Rp)
1
100000
1800000
2
70000
Biaya TKLK (Rp/MT)
Biaya TKDK (Rp/MT)
Biaya Usahatani Lainnya (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya NonTunai (Rp)
Total Biaya (Rp)
800000
0
0
700000
29375
2778571
271429
470000
6648571
300804
6949375
900000
35000
0
0
450000
16000
1892857
178571
345000
3692857
194571
3887429
3
70000
600000
35000
0
2000000
500000
20000
1964286
242857
590000
3759286
2262857
6022143
4
250000
2100000
0
0
0
1400000
15000
3428571
342857
890000
8068571
357857
8426429
5
400000
3300000
0
0
0
2000000
52375
5607143
378571
750000
12057143
430946
12488089
6
200000
1200000
70000
0
0
1200000
24375
3192857
342857
1020000
6882857
367232
7250089
7
30000
750000
0
0
800000
200000
16000
878571
414286
265000
2123571
1230286
3353857
8
100000
1000000
0
0
0
600000
20375
2042857
507143
510000
4252857
527518
4780375
9
200000
2000000
0
0
0
1400000
44750
4535714
414286
790000
8925714
459036
9384750
10
100000
900000
0
0
1600000
400000
11000
1428571
414286
397000
3225571
2025286
5250857
11
350000
2400000
250000
0
9314286
2300000
50750
6107143
271429
1850000
13257143
9636464
22893607
12
100000
600000
0
0
0
350000
11000
1435714
414286
280000
2765714
425286
3191000
13
50000
1000000
0
0
1600000
400000
20375
1307143
450000
434000
3191143
2070375
5261518
14
200000
2400000
300000
0
5714286
1400000
99500
4964286
0
1330000
10594286
5813786
16408071
15
150000
3000000
0
0
0
0
1125000
4928571
492857
3050000
11128571
1617857
12746429
16
100000
900000
40000
0
1714286
420000
15000
2392857
142857
440000
4292857
1872143
6165000
17
100000
900000
40000
0
1714286
450000
19500
2485714
271429
460000
4435714
2005214
6440929
18
200000
2000000
0
0
4000000
1000000
11000
4292857
300000
1100000
8592857
4311000
12903857
19
80000
1500000
0
0
1600000
400000
15000
1642857
271429
384000
4006857
1886429
5893286
100000
1200000
0
0
3200000
500000
27000
2250000
414286
570000
4620000
3641286
8261286
100000
1200000
70000
0
0
700000
20000
2714286
142857
370000
5154286
162857
5317143
20 21
Lampiran 4. Komponen Biaya Usahatani Padi
No Respo nden
79
No Respo nden
Benih (Rp)
Pupuk (Rp)
22
150000
1200000
23
70000
24
Obatobatan (Rp)
Sewa Lahan (Rp/ MT)
Sewa Diperhitu ngkan (Rp/MT)
Sewa Traktor (Rp)
Penyusutan Alat (Rp)
Biaya TKLK (Rp/MT)
Biaya TKDK (Rp/MT)
Biaya Usahatani Lainnya (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya NonTunai (Rp)
Total Biaya (Rp)
70000
0
0
650000
11000
2678571
278571
565000
5313571
289571
5603143
900000
35000
0
0
420000
15000
1857143
414286
215000
3497143
429286
3926429
150000
1200000
70000
0
0
700000
15000
3642857
378571
620000
6382857
393571
6776429
25
50000
300000
20000
0
0
200000
15000
1021429
478571
220000
1811429
493571
2305000
26
100000
1500000
0
0
3200000
800000
22000
3371429
178571
580000
6351429
3400571
9752000
27
100000
1200000
40000
0
2971429
750000
15000
3028571
471429
650000
5768571
3457857
9226429
28
250000
735000
0
0
0
1400000
55750
3850000
378571
600000
6835000
434321
7269321
29
500000
1470000
0
0
0
2000000
49000
5042857
742857
1065000
10077857
791857
10869714
30
300000
845000
70000
0
0
1400000
27000
3642857
278571
650000
6907857
305571
7213429
31
250000
735000
0
0
0
1400000
15000
3907143
1000000
1550000
7842143
1015000
8857143
32
200000
845000
0
0
0
700000
11000
2335714
414286
470000
4550714
425286
4976000
33
300000
735000
35000
0
0
1400000
27375
3850000
528571
620000
6940000
555946
7495946
34
2000000
2700000
62500
40000000
0
0
2594000
18214286
450000
5500000
68476786
3044000
71520786
35
350000
2720000
260000
11428571
0
2800000
26000
7178571
142857
1800000
26537143
168857
26706000
36
150000
980000
0
0
1714286
400000
11000
2014286
442857
540000
4084286
2168143
6252429
37
200000
490000
0
0
0
280000
11000
1085714
0
340000
2395714
11000
2406714
38
300000
1960000
0
5714286
0
1400000
29000
3850000
685714
690000
13914286
714714
14629000
39
250000
1985000
130000
0
0
2100000
18400
4642857
235714
2900000
12007857
254114
12261971
40
150000
314000
0
0
1600000
400000
7000
2071429
0
420000
3355429
1607000
4962429
41 42
300000
1630000
0
0
0
2100000
40000
6321429
492857
1200000
11551429
532857
12084286
300000
980000
0
0
0
1400000
19000
4307143
378571
800000
7787143
397571
8184714
80
No Respo nden
Benih (Rp)
Pupuk (Rp)
Obatobatan (Rp)
Sewa Lahan (Rp/ MT)
Sewa Diperhitu ngkan (Rp/MT)
Sewa Traktor (Rp)
Penyusutan Alat (Rp)
Biaya TKLK (Rp/MT)
Biaya TKDK (Rp/MT)
Biaya Usahatani Lainnya (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya NonTunai (Rp)
Total Biaya (Rp)
43
50000
235000
0
0
0
350000
20375
1050000
271429
450000
2135000
291804
2426804
44
400000
670000
32500
0
0
1400000
22000
3207143
378571
640000
6349643
400571
6750214
45
150000
490000
0
0
0
700000
11000
1892857
628571
320000
3552857
639571
4192429
46
250000
177500
0
0
2857143
700000
22000
1807143
235714
440000
3374643
3114857
6489500
47
200000
980000
0
0
1714286
400000
11000
1264286
271429
640000
3484286
1996714
5481000
48
300000
8760000
0
0
0
1400000
23000
3278571
378571
950000
14688571
401571
15090143
49
200000
1250000
0
0
0
1400000
7000
2921429
585714
900000
6671429
592714
7264143
50
200000
1250000
0
0
5714286
1400000
11000
3392857
307143
900000
7142857
6032429
13175286
51
150000
870000
0
0
0
400000
7000
2014286
307143
300000
3734286
314143
4048429
52
500000
1640000
0
9314286
0
2300000
23000
5392857
278571
1850000
20997143
301571
21298714
53
150000
735000
0
0
0
300000
10500
1085714
378571
240000
2510714
389071
2899786
54
50000
245000
0
0
0
400000
14000
1164286
307143
450000
2309286
321143
2630429
KETERAANGAN Responden 1-27 : Petani padi organik Responden 28-54: Petani padi anorganik
81
Total Produksi (Kg)
Bagi Hasil (%)
Jumlah (Kg)
Padi yg dijual (Kg)
Padi yang dikons umsi( Kg)
1
3332
50%
1666
1166
500
2
2142
0%
2142
1142
3
2618
0%
2618
4
6664
50%
3332
5
4760
50%
6
5712
50%
Harga GKG (Rp/ Kg)
Penerimaan Tunai (Rp)
Penerimaa n Non Tunai (Rp)
Total Penerimaan (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya non tunai (Rp)
6000
6996000
3000000
9996000
6648571
300804
1000
6000
6852000
6000000
12852000
3692857
2618
0
6000
15708000
0
15708000
3332
0
6000
19992000
0
19992000
4760
4760
0
6000
28560000
0
2856
2856
0
6000
17136000
Total Biaya (Rp)
Pendapatan Tunai
Pendapata n Non Tunai
Pendapatan total
6949375
347429
2699196
3046625
194571
3887429
3159143
5805429
8964571
3759286
2262857
6022143
11948714
-2262857
9685857
8068571
357857
8426429
11923429
-357857
11565571
28560000
12057143
430946
12488089
16502857
-430946
16071911
0
17136000
6882857
367232
7250089
10253143
-367232
9885911
7
952
0%
952
952
0
6000
5712000
0
5712000
2123571
1230286
3353857
3588429
-1230286
2358143
8
2856
50%
1428
1428
0
6000
8568000
0
8568000
4252857
527518
4780375
4315143
-527518
3787625
9
6655
50%
3328
2828
500
6000
16965000
3000000
19965000
8925714
459036
9384750
8039286
2540964
10580250
10
1904
0%
1904
1904
0
6000
11424000
0
11424000
3225571
2025286
5250857
8198429
-2025286
6173143
11
9986
0%
9986
8986
1000
6000
53916000
6000000
59916000
13257143
9636464
22893607
40658857
-3636464
37022393
12
1666
50%
833
833
0
6000
4998000
0
4998000
2765714
425286
3191000
2232286
-425286
1807000
13
1886
0%
1886
1886
0
6000
11316000
0
11316000
3191143
2070375
5261518
8124857
-2070375
6054482
14
6500
0%
6500
5000
1500
6000
30000000
9000000
39000000
10594286
5813786
16408071
19405714
3186214
22591929
15
6300
50%
3150
3150
0
6000
18900000
0
18900000
11128571
1617857
12746429
7771429
-1617857
6153571
16
2100
0%
2100
1500
600
6000
9000000
3600000
12600000
4292857
1872143
6165000
4707143
1727857
6435000
17
2000
0%
2000
1500
500
6000
9000000
3000000
12000000
4435714
2005214
6440929
4564286
994786
5559071
18
4500
0%
4500
3500
1000
5800
20300000
5800000
26100000
8592857
4311000
12903857
11707143
1489000
13196143
19
1800
0%
1800
1000
800
6000
6000000
4800000
10800000
4006857
1886429
5893286
1993143
2913571
4906714
20
1700
0%
1700
1200
500
5800
6960000
2900000
9860000
4620000
3641286
8261286
2340000
-741286
1598714
21 22
3000
50%
1500
1000
500
6000
6000000
3000000
9000000
5154286
162857
5317143
845714
2837143
3682857
2550
50%
1275
1175
100
6000
7050000
600000
7650000
5313571
289571
5603143
1736429
310429
2046857
Lampiran 4. Komponen Penerimaan dan Pendapatan Usahatani Padi
No Res pon den
81
82
No Res pon den
Total Produksi (Kg)
Bagi Hasil (%)
Jumlah (Kg)
Padi yg dijual (Kg)
Padi yang dikons umsi( Kg)
23
1700
50%
850
700
150
24
2970
50%
1485
1400
25
980
50%
490
26
3400
0%
3400
27
3240
0%
3240
28
4900
50%
29
6800
30
5300
31 32
Harga GKG (Rp/ Kg)
Penerimaan Tunai (Rp)
Penerimaa n Non Tunai (Rp)
Total Penerimaan (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya non tunai (Rp)
6000
4200000
900000
5100000
3497143
429286
85
6000
8400000
510000
8910000
6382857
490
0
6000
2940000
0
2940000
2400
1000
6000
14400000
6000000
20400000
2000
1240
6000
12000000
7440000
2450
2450
0
5600
13720000
50%
3400
2400
1000
5800
50%
2650
2000
650
5800
5550
50%
2775
2275
500
3000
0%
3000
3000
33
4700
50%
2350
34
42000
0%
42000
35
13000
0%
13000
36
2100
0%
2100
37
1900
50%
950
38
5500
0%
5500
39
8200
50%
4100
40
2550
50%
41
7900
42 43 44
6000 1500 5000
Total Biaya (Rp)
Pendapatan Tunai
Pendapata n Non Tunai
Pendapatan total
3926429
702857
470714
1173571
393571
6776429
2017143
116429
2133571
1811429
493571
2305000
1128571
-493571
635000
6351429
3400571
9752000
8048571
2599429
10648000
19440000
5768571
3457857
9226429
6231429
3982143
10213571
0
13720000
6835000
434321
7269321
6885000
-434321
6450679
13920000
5800000
19720000
10077857
791857
10869714
3842143
5008143
8850286
11600000
3770000
15370000
6907857
305571
7213429
4692143
3464429
8156571
5600
12740000
2800000
15540000
7842143
1015000
8857143
4897857
1785000
6682857
0
5500
16500000
0
16500000
4550714
425286
4976000
11949286
-425286
11524000
1350
1000
5800
7830000
5800000
13630000
6940000
555946
7495946
890000
5244054
6134054
41000
1000
5200
213200000
5200000
218400000
68476786
3044000
71520786
144723214
2156000
146879214
12500
500
5100
63750000
2550000
66300000
26537143
168857
26706000
37212857
2381143
39594000
2000
100
5800
11600000
580000
12180000
4084286
2168143
6252429
7515714
-1588143
5927571
850
150
5800
4930000
870000
5800000
2395714
11000
2406714
2534286
859000
3393286
4000
1500
5700
22800000
8550000
31350000
13914286
714714
14629000
8885714
7835286
16721000
3100
1000
5800
17980000
5800000
23780000
12007857
254114
12261971
5972143
5545886
11518029
1275
1175
100
5500
6462500
550000
7012500
3355429
1607000
4962429
3107071
-1057000
2050071
50%
3950
3000
950
5500
16500000
5225000
21725000
11551429
532857
12084286
4948571
4692143
9640714
50% 50% 50%
3000 750 2500
3000 750 2500
0 0 0
5500 5500 5800
16500000 4125000 14500000
0 0 0
16500000 4125000 14500000
7787143 2135000 6349643
397571 291804 400571
8184714 2426804 6750214
8712857 1990000 8150357
-397571 -291804 -400571
8315286 1698196 7749786
83
No Res pon den
Total Produksi (Kg) Bagi Hasil (%)
Jumlah (Kg)
Padi yg dijual (Kg)
Padi yang dikons umsi( Kg)
Harga GKG (Rp/ Kg)
Penerimaan Tunai (Rp)
Penerimaa n Non Tunai (Rp)
Total Penerimaan (Rp)
Total Biaya Tunai (Rp)
Total Biaya non tunai (Rp)
Total Biaya (Rp)
Pendapatan Tunai
Pendapata n Non Tunai
Pendapatan total
45
2450
50%
1225
1000
225
5500
5500000
1237500
6737500
3552857
639571
4192429
1947143
597929
2545071
46
2500
0%
2500
2000
500
5500
11000000
2750000
13750000
3374643
3114857
6489500
7625357
-364857
7260500
47
2000
0%
2000
2000
0
5800
11600000
0
11600000
3484286
1996714
5481000
8115714
-1996714
6119000
48
4500
50%
4500
4000
500
5800
23200000
2900000
26100000
14688571
401571
15090143
8511429
2498429
11009857
49
4000
50%
2000
1000
1000
5800
5800000
5800000
11600000
6671429
592714
7264143
-871429
5207286
4335857
50
4000
0%
4000
3000
1000
5800
17400000
5800000
23200000
7142857
6032429
13175286
10257143
-232429
10024714
51
2500
50%
1250
750
500
5800
4350000
2900000
7250000
3734286
314143
4048429
615714
2585857
3201571
52
8300
50%
4150
3150
1000
5800
18270000
5800000
24070000
20997143
301571
21298714
-2727143
5498429
2771286
53
2500
50%
1250
1000
250
5800
5800000
1450000
7250000
2510714
389071
2899786
3289286
1060929
4350214
54
2400
50%
1200
600
600
5800
3480000
3480000
6960000
2309286
321143
2630429
1170714
3158857
4329571
KETERAANGAN Responden 1-27 : Petani padi organik Responden 28-54: Petani padi anorganik
84
Lampiran 5. Hasil Uji Korelasi Regresi Logistik ————— 17/04/2016 10:20:31 ————————————————— Welcome to Minitab, press F1 for help.
Results for: MINITAB.MTW Binary Logistic Regression: Adopsi Padi Tingkat Pend; ...
versus Umur Petani ;
Measures of Association: (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Concordant Discordant Ties Total
Number 590 137 2 729
Percent 80,9 18,8 0,3 100,0
Summary Measures Somers' D Goodman-Kruskal Gamma Kendall's Tau-a
0,62 0,62 0,32
Correlations: Umur Petani ; Tingkat Pend; Luas Lahan (; Jumlah Tangg; ... Umur Petani Tahu -0,493 0,000
Tingkat Pendidik
0,024 0,861
-0,130 0,350
Jumlah Tanggunga
-0,073 0,599
0,253 0,065
0,062 0,654
Pengalaman Berta
0,638 0,000
-0,393 0,003
0,031 0,822
Pendapatan Luar
-0,410 0,002
0,626 0,000
-0,242 0,077
Jumlah Tanggunga 0,013 0,924
Pengalaman Berta
0,179 0,195
-0,437 0,001
Tingkat Pendidik Luas Lahan (Ha)
Pengalaman Berta Pendapatan Luar
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Luas Lahan (Ha)
85
Lampiran 6. Dokumentasi Penelitian
Lahan sawah organik
Lahan sawah anorganik
Beras organik yang dihasilkan Gapoktan Harapan Jaya
Naskah perjanjian kontrak Inofoce dan Gapoktan Harapan Jaya
86
87
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 2 Oktober 1993 yang merupakan anak ke-dua dari tiga bersaudara yang berasal dari pasangan Akun Hidayat dan Siti Aisyah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Sukapura 02 Kota Bandung pada tahun 2006, dilanjutkan ke SMPN 46 Bandung yang diselesaikan pada tahun 2009, dan pendidikan menengah atas diselesaikan di SMAN 26 Bandung pada tahun 2012. Pada tahun yang sama penulis diterima di perguruan tinggi Institut Pertanian Bogor (IPB), Fakultas Ekonomi Manajemen, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selain itu penulis juga mengikuti program Minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan di Departemen Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti organisasi Resources and Environmental Economics Student Association (REESA) pada periode 2013-2014 dan 2014-2015 sebagai anggota divisi Internal Development (ID). Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan dari lingkup fakultas, institut, sekaligus nasional.