VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Analisis Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Salah satu aspek yang digunakan dalam menganalisis kelayakan usaha
adalah menganalisis aspek finansialnya. Terdapat dua kriteria yang digunakan dalam pembahasan ini yaitu net present value (NPV) dan gross benefit cost ratio (gross B/C ratio). Dua arus kas yang diperhatikan dalam analisis yaitu penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan merupakan arus kas masuk bagi suatu usaha atau merupakan pendapatan dari suatu usaha. Komponen penerimaan yang dimasukkan dalam analisis yaitu penjualan hasil usahatani padi sawah dalam bentuk gabah basah yang dijual per tahunnya. Pengeluaran merupakan aliran kas yang dikeluarkan untuk kegiatan suatu usaha saat dijalankan. Pengeluaran yang dimaksud meliputi biaya tetap dan variabel. Biaya tetap yaitu biaya yang jumlahnya tidak ditentukan oleh banyaknya output, sedangkan biaya variabel yaitu biaya yang dikeluarkan berdasarkan banyaknya output, semakin banyak output maka akan semakin banyak biaya yang dikeluarkan. Biaya tetap terdiri dari pembelian alat pertanian, iuran irigasi dan sewa traktor. Pembelian alat pertanian akan mengalami reinvestasi sesuai dengan daya tahan masing-masing alat. Biaya berikutnya yaitu biaya variabel yang terdiri dari biaya benih, biaya panen, biaya pupuk, biaya pestisida, biaya tenaga kerja dan biaya bagi hasil. Varietas yang dipakai kedua usahatani adalah sama yaitu Ciherang. Petani padi semi organik yang dianalisis ini membutuhkan jumlah benih yang lebih sedikit yaitu sejumlah 33 kg/ha, sedangkan petani anorganik membutuhkan 60
54
kg/ha benih padi. Hal tersebut dikarenakan keperluan rumpun padi usahatani semi organik untuk satu lubang tanamnya lebih sedikit dibandingkan usahatani anorganik. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan kedua petani untuk melakukan proses pemanenan. Biaya yang dikeluarkan bukan berdasarkan perhitungan banyaknya tenaga kerja yang dipakai, namun berdasarkan jumlah output yang dihasilkan kemudian dikalikan dengan biaya panen yaitu Rp 250 per kg output yang dihasilkan. Biaya tersebut sudah termasuk biaya pengangkutan gabah ke jalan besar, yang nantinya akan diangkut oleh pembeli yaitu Koperasi atau tengkulak. Perbedaan komponen biaya kedua usahatani yaitu bahwa petani semi organik harus mengeluarkan komponen biaya pemakaian pupuk organik yang total pemakaiannya sejumlah dua ton/ha. Proporsi biaya pupuk kimia usahatani anorganik lebih besar dibandingkan usahatani semi organik, karena petani semi organik telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia
pada
usahataninya. Petani anorganik juga memanfaatkan pestisida kimia yang dibeli dari toko pertanian, sedangkan petani semi organik membuat pestisida dengan meramunya dari bahan-bahan alami seperti daun picung, daun mimba, kacang babi, daun tuba dan lain sebagainya yang bisa didapatkan secara gratis dari alam. Biaya berikutnya yaitu biaya bagi hasil yang merupakan suatu kewajiban bagi petani penggarap kepada pemilik lahan untuk membagi hasil output usahatani mereka. Besarnya persentase bagi hasil masing-masing petani yaitu 60% untuk petani penggarap dan 40% untuk pemilik lahan. Adapun berdasarkan perhitungan present value dan B/C ratio kedua usahatani per tahunnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
55
Tabel 20. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Tahun
Usahatani Padi Semi Organik PV (Rp)
B/C Ratio
Usahatani Padi Konvesional PV (Rp)
B/C Ratio
1 2 3 4 5
1.345.439,31 11.528.604,27 1.237.763,31 8.870.886,63 952.418,68
1,049 1,436 1,059 1,436 1,059
-1.410.911,36 7.700.605,85 -883.159,02 5.925.366,15 -679.562,19
0,943 1,334 0,953 1,334 0,953
6 7 8 9 10
6.689.183,25 732.855,25 5.252.277,02 563.908,31 4.041.456,62
1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
4.422.700,88 -522.901,04 3.508.292,44 -402.355,37 2.699.517,11
1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 41.214.792,64 Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011
1,242
20.357.593,45
1,135
Tabel 20 menggambarkan present value dan B/C ratio usahatani padi pertahunnya dengan suku bunga pinjaman rata-rata. Nilai keduanya menunjukkan bahwa pada tahun ganjil hasil NPV dan B/C ratio lebih kecil dari tahun genap, hal ini dikarenakan usahatani padi pada keduanya hanya dapat memanen sebanyak lima kali setiap dua tahun. Pada tahun ganjil, padi dapat dipanen dua kali dengan perhitungan bahwa dalam tahun tersebut proses penanaman dilakukan tiga kali, sedangkan pada tahun genap padi dapat dipanen tiga kali dengan proses penanaman sebanyak dua kali. Selain itu perhitungan present value dan B/C ratio juga dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga deposito rata-rata yang hasilnya digambarkan pada tabel di bawah ini:
56
Tabel 21. Perbandingan PV dan B/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Tahun
Usahatani Padi Semi Organik PV (Rp)
B/C Ratio
Usahatani Padi Konvesional PV (Rp)
B/C Ratio
1 2 3 4
1.436.815,75 13.147.726,68 1.507.469,41 11.537.584,63
1,049 1,436 1,059 1,436
-1.506.734,38 8.782.109,15 -1.075.597,57 7.706.604,34
0,943 1,334 0,953 1,334
5 6 7 8 9 10
1.322.856,52 9.921.901,23 1.160.852,32 8.884.712,21 1.018.688,04 7.796.642,08
1,059 1,423 1,059 1,436 1,059 1,436
-943.874,05 6.560.083,60 -828.282,11 5.934.601,04 -726.846,18 5.207.817,55
0,953 1,321 0,953 1,334 0,953 1,334
NPV/Gross B/C Ratio 57.735.248,86 Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011
1,248
29.109.881,39
1,141
Kesimpulan tabel 20 dan 21 yaitu bahwa present value dan B/C ratio yang dihitung dengan menggunakan diskon faktor suku bunga pinjaman dan deposito rata-rata, nilainya menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dari anorganik. Pada tahun ganjil akan dihasilkan Present value dan B/C ratio yang lebih kecil dari tahun genap pada kedua usahatani karena panen hanya dilakukan dua kali dengan tiga kali proses penanaman, sedangkan pada tahun genap panen dilakukan tiga sebanyak kali dengan dua kali proses penanaman. Setiap tahunnya present value usahatani padi semi organik menghasilkan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu, maka menunjukkan bahwa usahatani tersebut layak dijalankan. Pada usahatani padi anorganik di tahun ganjil, present value menghasilkan angka negatif dan B/C ratio menunjukkan angka yang lebih kecil dari satu, hal tersebut dikarenakan penghitungan didasarkan pada kegiatan yang dilakukan di tahun ganjil yaitu penghitungan penerimaan dilakukan sebanyak dua kali dengan biaya proses penanaman sebanyak tiga kali. Besarnya penerimaan yang dihasilkan di 57
tahun tersebut lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan. Namun, di tahun genap dihasilkan present value usahatani padi anorganik dengan angka yang positif dan B/C ratio menghasilkan nilai yang lebih dari satu. Present value pertahunnya menunjukkan nilai yang lebih besar pada usahatani padi semi organik yang disebabkan dari besarnya penerimaan karena total produksi dan harga penjualan output yang sedikit lebih tinggi dari usahatani padi anorganik. Nilai B/C ratio pertahunnya juga menggambarkan hal yang sama bahwa perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik menghasilkan rasio yang tinggi dibandingkan anorganik, hal ini menunjukkan usahatani padi semi organik lebih banyak menerima penerimaan dibandingkan anorganik dan artinya usahatani padi semi organik yang lebih layak untuk dilaksanakan. Tabel 22. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Pinjaman Rata-Rata Kriteria Kelayakan
Usahatani Padi Semi Organik Nilai
Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (B/C rasio)
Rp 41.214.792,64 1,242
Usahatani Padi Konvesional Nilai Rp 20.357.593,45 1,135
Keterangan : Diskon Faktor 14 % Sumber : Data Primer, 2011
Berdasarkan tabel tersebut, nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) maka hal ini menunjukkan kedua usahatani baik semi organik dan anorganik layak untuk dijalankan. NPV semi organik nominalnya yaitu sebesar Rp 41.214.792,64, usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku. NPV usahatani padi semi organik lebih besar dari anorganik yaitu hanya Rp 20.357.593,45, maka usahatani padi semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan. Nilai NPV tersebut diperoleh dengan menjumlahkan selisih total penerimaan dan total biaya
58
usahatani padi yang telah didiskontokan dari tahun pertama hingga kesepuluh. Gross B/C ratio yang dihasilkan usahatani padi semi organik ≥ 1 yaitu sebesar 1,242 artinya setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1,242 selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku. Nilai tersebut menunjukkan nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu 1,135, namun juga dikatakan layak karena nilainya ≥ 1, artinya untuk setiap pengeluaran modal Rp 1 pada usahatani maka akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,135. Tabel 23. Kriteria Kelayakan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik per Hektar dengan Suku Bunga Deposito Rata-Rata Kriteria Kelayakan
Usahatani Padi Semi Organik Nilai
Net Present Value (NPV) Benefit Cost Ratio (B/C rasio)
Rp 57.735.248,86 1,248
Usahatani Padi Konvesional Nilai Rp 29.109.881,39 1,141
Keterangan : Diskon Faktor 6,75 % Sumber : Data Primer, 2011
Tabel 23 merupakan hasil perhitungan analisis kelayakan dengan suku bunga deposito rata-rata. Nilai NPV keduanya merupakan nilai positif (NPV > 0) yaitu usahatani padi semi organik sebesar Rp 57.735.248,86 dan usahatani padi anorganik Rp 29.109.881,39. Usahatani akan memberikan keuntungan sejumlah nominal tersebut selama 10 tahun dengan tingkat diskonto yang berlaku, maka usahatani semi organik lebih menguntungkan untuk dilakukan karena nominal NPV nya menunjukkan angka yang lebih tinggi. Gross B/C ratio yang dihasilkan kedua usahatani ≥ 1 yaitu sebesar 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan 1,141 untuk usahatani padi anorganik, artinya jika selama 10 tahun usahatani dijalankan dengan tingkat diskonto yang berlaku maka setiap pengeluaran Rp 1 dapat menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,248 untuk usahatani padi semi organik dan Rp 1,141 pada usahatani padi anorganik.
59
Hasil analisis kelayakan pada tingkat suku bunga yang berbeda menunjukkan bahwa besarnya NPV dan gross B/C ratio dipengaruhi oleh tingginya diskon faktor yang dipakai, makin tinggi diskon faktor maka makin kecil nominal NPV dan gross B/C ratio yang dihasilkan dan sebaliknya semakin rendah diskon faktor yang digunakan maka menyebabkan NPV dan gross B/C ratio yang semakin tinggi. 6.2.
Analisis Biaya dan Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Sistem pertanian yang dijalankan petani di Desa Ciburuy telah mengarah
pada sistem pertanian berkelanjutan, namun kebutuhan pupuk untuk lahan pertanian belum bisa terlepas dari pemakaian pupuk kimia, petani masih mengurangi pemakaiannya secara bertahap. Hal yang menjadi alasan petani tidak dapat langsung menerapkan sistem pertanian organik secara penuh karena kondisi lahan mereka belum mampu melepaskan pemakaian pupuk kimia seutuhnya. Hal ini seperti apa yang diterangkan Sutanto (2002), bahwa pada tahap awal penerapan pertanian organik masih perlu dilengkapi pupuk kimia atau pupuk mineral, terutama pada tanah yang miskin hara. Pupuk kimia masih sangat diperlukan agar supaya takaran pupuk organik tidak terlalu banyak yang nantinya akan menyulitkan pada pengelolaannya. Sejalan dengan proses pembangunan kesuburan tanah menggunakan pupuk organik, secara berangsur kebutuhan pupuk kimia yang berkadar tinggi dapat dikurangi. Keadaan ini memungkinkan lahan dapat beradaptasi lebih baik lagi terhadap perubahan input hara yang digunakan.
60
6.2.1. Analisis Perbandingan Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Total biaya merupakan penjumlahan secara keseluruhan biaya-biaya yang digunakan selama proses usahatani dijalankan pada setiap periode musim tanam. Biaya tersebut terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang akan dianalisis pada pembahasan ini yaitu irigasi, sewa traktor atau kerbau dan pembelian alat pertanian, sedangkan biaya variabel yang akan dianalisis yaitu biaya benih, kompos, pestisida nabati, pupuk kimia, pestisida kimia, biaya tenaga kerja, biaya panen dan bagi hasil. Tabel 24.
Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam
Komponen Biaya 1) biaya tetap -irigasi -sewa traktor/kerbau -alat pertanian sub total 2) biaya variabel -benih -kompos -pestisida nabati -pupuk kimia -pestisida kimia -tenaga kerja -biaya panen -bagi hasil sub total total biaya Sumber : Data Primer, 2011
Usahatani Padi Semi Organik Nilai Persentase
Usahatani Padi Anorganik Nilai Persentase
138.000 600.000 137.000 875.000
1,21 5,28 1,20 7,70
138.000 600.000 137.000 875.000
1,37 5,97 1,36 8,70
156.333,33 568.737,37 36.040,40 388.749,16 0 983.989,23 1.501.321,55 6.859.594,81 10.494.765,86 11.369.765,86
1,37 5,00 0,32 3,42 0,00 8,65 13,20 60,33 92,30 100,00
222.977,78 0 0 1.054.960,32 21.186,03 1.130.028,57 1.362.222,222 5.392.133,333 9.183.508,25 10.058.508,25
2,22 0,00 0,00 10,49 0,21 11,23 13,54 53,61 91,30 100,00
Berdasarkan perhitungan dari data yang di dapat di lapang, biaya dari usahatani padi semi organik memiliki nominal yang lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 11.369.765,86 dengan komponen biaya tetap Rp 875.000 (7,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 10.494.765,86 (92,30 %) dari total biaya usahatani semi organik. Biaya dari padi anorganik yaitu dengan nominal Rp 10.058.508,25, komponen biayanya adalah biaya tetap Rp 875.000 61
(8,70 %) dan biaya variabel sebesar Rp 9.183.508,25 (91,30 %) dari total biaya padi anorganik. Hasil perhitungan tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa dalam komponen biaya kedua usahatani, biaya variabel memiki nilai yang besar dibandingkan biaya tetap. Persentase biaya terbesar yang dihasilkan oleh kedua usahatani yaitu bagi hasil sebesar 60,33 % untuk usahatani padi yang telah mengurangi pemakaian pupuk kimianya atau semi organik dan 53,61 % untuk usahatani padi anorganik. Bagi hasil merupakan kewajiban bagi para petani penggarap untuk menyerahkan atau membagi hasil panen mereka kepada pemilik lahan yang mereka garap sebanyak kesepakatan bersama kedua belah pihak atau antara petani penggarap dan pemilik lahan, umumnya berkisar yaitu antara 50 % petani – 50 % pemilik dan 60 % petani – 40 % pemilik. Komponen terbesar kedua yaitu biaya panen dengan persentase 13,20 % bagi usahatani padi semi organik dan 13,54 % bagi usahatani padi anorganik. Komponen biaya terbesar berikutnya adalah biaya tenaga kerja. Usahatani padi semi organik mengeluarkan biaya 8,65 % dari total biaya usahataninya, sedangkan persentase untuk usahatani padi anorganik yaitu 11,23 % dari total biaya usahataninya. Biaya panen merupakan biaya yang harus dikeluarkan petani untuk menggebot padi yang telah dipanen hingga pengangkutan ke jalan besar yang nantinya diangkut oleh Koperasi atau tengkulak yang akan membeli padi dalam bentuk gabah basah dari petani-petani tersebut. Rincian biaya pada tabel diatas menggambarkan bahwa terdapat perbedaan dalam proporsi biaya pupuk kimia antara usahatani semi organik dan anorganik. Dalam usahatani semi organik persentase biaya yang digunakan untuk menyediakan input pupuk kimia yaitu sebesar Rp 388.749,16 (3,42 %), sedangkan
62
pada usahatani padi anorganik besarnya biaya pupuk kimia yaitu Rp. 1.054.960,32 (10,49 %). Biaya pupuk kimia usahatani semi organik lebih kecil dibandingkan anorganik. Pengurangan biaya pupuk kimia pada usahatani semi organik di konversikan dengan penggunaan pupuk kompos yang memerlukan biaya sebesar Rp 568.737,37 atau 5,00 % dari total biaya usahatani semi organik. Analisis struktur biaya usahatani padi baik semi organik maupun organik juga dapat dilihat dari besarnya biaya yang harus dikeluarkan per kilogram outputnya. Berdasarkan hasil perhitungan, struktur biaya per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik adalah sebagai berikut: Tabel 25.
Struktur Biaya Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam
Komponen Biaya 1) biaya tetap -irigasi -sewa traktor/kerbau -alat pertanian sub total 2) biaya variabel -benih -kompos -pestisida nabati -pupuk kimia -pestisida kimia -tenaga kerja -biaya panen -bagi hasil sub total total biaya Sumber : Data Primer, 2011
Padi Semi Organik Nilai Persentase
Padi Anorganik Nilai Persentase
24,40 106,10 24,23 154,73
1,27 5,51 1,26 8,04
24,40 106,10 24,23 154,73
1,29 5,61 1,28 8,18
27,47 98,71 6,83 66,67 0 175,57 250 1.145,07 1.770,33 1.925,07
1,43 5,13 0,35 3,46 0,00 9,12 12,99 59,48 91,96 100,00
40,28 0 0 192,30 3,56 215,83 250 1.036 1.737,97 1.892,70
2,13 0,00 0,00 10,16 0,19 11,40 13,21 54,74 91,82 100,00
Biaya total per kilogram output pada usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 1.925,07, dengan komponen biaya tetap Rp 154,73 (8,04 %) dan biaya variabel sebesar Rp 1.770,33 (91,96 %). Usahatani padi anorganik mengeluarkan biaya sebesar Rp 1.892,70 per kilogram outputnya, dengan komponen biaya tetap yaitu Rp 154,73 (8,18 %) dan biaya variabel yaitu sebesar Rp 1.737,97 (91,82 %).
63
Hasil perhitungan tersebut menggambarkan bahwa biaya usahatani padi semi organik per kilogram outputnya lebih besar dibandingkan biaya usahatani padi anorganik. Jika dilihat dari biaya per kilogram output, komponen biaya pupuk kimia usahatani padi semi organik sebesar Rp 66,67 (3,46 %). Biaya tersebut lebih kecil dibandingkan biaya pupuk kimia usahatani padi anorganik yaitu Rp 192,30 (10,16 %). Namun, usahatani padi semi organik harus mengeluarkan biaya sebesar Rp. 98,71 (5,13 %) untuk menyediakan pupuk kompos sebagai input yang memberikan unsur hara alami pada lahan pertaniannya, baik dengan cara memproduksinya sendiri dan bisa juga dengan membelinya di koperasi atau toko pertanian. 6.2.2. Analisis Perbandingan Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan yang didapatkan dari penjualan output dan semua biaya yang dikeluarkan untuk menunjang kegiatan usahatani. Pendapatan dikatakan mengalami keuntungan jika nominal penerimaan lebih besar dari biaya usahatani. Pendapatan juga biasa dijadikan sebagai indikator keberhasilan usahatani. Tabel 26. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam No.
Uraian
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
1 2 -
Penerimaan Biaya Biaya tetap
Rp 14.838.263,76
Rp 12.096.533,33
Rp 875.000,00
Rp 875.000,00
3
Biaya variabel Biaya total
Rp 10.494.765,86 Rp 11.369.765,86
Rp 9.183.508,25 Rp 10.058.508,25
4 5
Pendapatan R/C ratio
Rp 3.468.497,91 1,31
Rp 2.038.025,08 1,20
Sumber : Data Primer, 2011
64
Tabel di atas menggambarkan jumlah penerimaan dan pendapatan usahatani semi organik dan anorganik. Pendapatan biasanya dijadikan indikator keberhasilan dari suatu usahatani. Usahatani semi organik menghasilkan penerimaan sebesar Rp 14.838.263,76 dan usahatani padi anorganik yaitu sebesar Rp 12.096.533,33. Penerimaan usahatani padi anorganik menghasilkan nilai yang lebih kecil dibandingkan penerimaan pada usahatani padi semi organik. Penerimaan dipengaruhi oleh total produksi dan harga output dari usahatani, penerimaan semi organik lebih besar karena harga rata-rata produksi yang lebih besar yaitu sebesar Rp 2.489,29 dibandingkan harga rata-rata output padi anorganik yaitu sebesar Rp 2.220, rata-rata total produksi yang dihasilkan usahatani semi organik yaitu 5960,84 kg/ha yang sedikit lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yaitu hanya 5448,89 kg/ha. Penerimaan usahatani akan mempengaruhi besarnya pendapatan petani semi organik dan anorganik. Besarnya pendapatan usahatani semi organik yaitu sebesar Rp 3.468.497,91, sedangkan pada usahatani padi anorganik pendapatan yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 2.038.025,08. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi semi organik lebih menguntungkan dibandingkan anorganik. Berdasarkan analisis R/C ratio maka terlihat kedua usahatani merupakan kegiatan yang layak untuk dijalankan. Nilai R/C ratio atau perbandingan penerimaan dengan biaya pada usahatani padi semi organik yaitu 1,31. Rasio tersebut lebih besar dibandingkan usahatani padi anorganik yang hanya 1,20. Petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu dengan nominal Rp 1.310.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.200.000 untuk setiap biaya sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka.
65
Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan H0 yaitu pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per hektar per musim tanam dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 27. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Semi Organik 3.468.497,9053 Anorganik 2.038.025,0800 Sumber : Data Primer, 2011
Std. Deviation 1.570.395,81669 1.712.910,44680
Std. Error Mean 405.474,45633 442.271,57560
Sig. (2-tailed) .024 .024
Nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,024 dan 0,024, nilai sig. (2tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (𝛼) sebesar sepuluh persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik. Dalam hal ini berarti pendapatan usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan usahatani padi anorganik. Tabel 28. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Kilogram Output per Musim Tanam No.
Uraian
1 2 3 4 5
Penerimaan Biaya Biaya tetap Biaya variabel Biaya total Pendapatan R/C ratio
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Rp 2.489,29
Rp 2.220
Rp 154,73 Rp 1.770,33 Rp 1.925,07 Rp 564,22 1,29
Rp 154,73 Rp 1.737,97 Rp 1.892,70 Rp 327,30 1,17
Sumber : Data Primer, 2011
66
Kesimpulan analisis pendapatan usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram outputnya sama dengan analisis per hektar per musim tanam bahwa usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan dan R/C ratio yang lebih tinggi dibandingkan usahatani padi anorganik. Nilai pendapatan yang didapatkan usahatani padi semi organik yaitu sebesar Rp 564,22, sedangkan usahatani padi anorganik yaitu Rp 327,30. R/C ratio dari usahatani padi semi organik yaitu 1,29 dan usahatani padi anorganik 1,17. Ratio tersebut mengartikan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi per kilogram outputnya, petani padi semi organik akan mendapatkan penerimaan yaitu sebesar Rp 1.290.000 dan petani padi anorganik akan mendapatkan Rp 1.170.000 untuk setiap biaya yaitu sebesar Rp 1.000.000 yang dikeluarkan untuk permodalan usahatani mereka. Perbedaan pendapatan antara usahatani padi semi organik dan anorganik per kilogram output juga akan diuji menggunakan uji nilai tengah untuk melihat signifikansi perbedaanya secara statistik. Hipotesis yang digunakan sama yaitu H0 bahwa pendapatan usahatani padi semi organik tidak berbeda nyata dengan usahatani padi anorganik per kilogram outputnya, sedangkan H1 dengan hipotesis bahwa pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Hasil uji nilai tengah pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik dapat terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 29. Hasil Uji Nilai Tengah Pendapatan Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani penggarap per Kilogram per Musim Tanam Usahatani Padi Mean Semi Organik 564,22467 Anorganik 327,29867 Sumber : Data Primer, 2011
Std. Deviation 130,35577 147,78966
Std. Error Mean 33,65771 38,15913
Sig. (2-tailed) .000 .000
67
Dari hasil olahan data di atas terlihat bahwa nilai signifikansi (2-tailed) adalah sebesar 0,000 dan 0,000. Nilai sig. (2-tailed) tersebut lebih kecil dari taraf nyata (𝛼) yang digunakan yaitu lima persen. Kesimpulan yang dapat diambil yaitu tolak H0 atau terima H1, artinya bahwa terdapat perbedaan nilai tengah antara pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik dan anorganik. Pendapatan per kilogram output usahatani padi semi organik lebih besar dibandingkan dengan pendapatan per kilogram output usahatani padi anorganik. Berdasarkan wawancara di lapang, beberapa petani yang masih menggunakan sistem pertanian anorganik mengaku enggan untuk beralih menjadi sistem pertanian yang mengarah pada organik karena kerumitan proses yang harus dihadapi mereka nantinya, terutama saat proses pemupukan. Namun bagi petani semi organik, hal itu sudah menjadi rutinitas yang sudah menjadi hal biasa yang dilakukan mereka. Jika penyediaan pupuk organik diproduksi sendiri oleh petani, secara umum pengurangan pupuk kimia tersebut dan penambahan pupuk organik bisa menghemat proporsi biaya pupuk yang harus dikeluarkan petani untuk usahataninya. Berdasarkan teori, pada dasarnya penerapan sistem pertanian ke arah organik akan membutuhkan pengorbanan yang besar terutama pada tenaga kerja karena biasanya hal itu berpengaruh pada rentannya tumbuhan terhadap hama, sehingga perlu perlakuan yang menyita tenaga kerja yang lebih besar dari usahatani anorganik. Saat penggunaan sistem usahatani semi organik pada petani di Desa Ciburuy, lahan usahatani mereka tidak pernah terserang wabah hama dalam skala besar yang mungkin nantinya akan merugikan petani. Hama tikus menyerang Desa Ciburuy pada tahun 1958, 1985 dan 1991, hama wereng di tahun
68
1978 dan ulat garayak di tahun 1983. Namun, semenjak saat itu lahan usahatani di desa ini sudah tidak diserang lagi oleh hama tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu penggunaan tenaga kerja tidak terlalu tinggi atas perubahan sistem pertanian ini. Pengeluaran biaya usahatani sebenarnya sangat bisa untuk diminimalkan jika petani bisa mengeluarkan biaya dengan efektif serta efisien, dan keuntungan yang optimal pun bisa didapatkan. Harga hasil output semi organik di Desa Ciburuy mendapatkan harga jual yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Hal itu sangat beralasan mengingat padi semi organik ini sudah memiliki pemasaran yang cukup baik. Beras semi organik akan dibeli dari para petani dan dikumpulkan oleh Koperasi yang dikelola oleh desa, nantinya padi tersebut akan mengalami pengolahan pasca panen hingga menjadi beras yang siap dikonsumsi. Koperasi juga akan melakukan proses packaging hingga beras terlihat menarik untuk dijual nantinya. Pemasaran beras semi organik ini sudah mencapai target beberapa daerah perumahan, perkantoran bahkan rumah sakit. Oleh karena itu padi sawah semi organik ini dihargai sedikit lebih tinggi karena sistem pemasaran yang sudah cukup baik. Keunggulan yang didapat dari penerapan sistem pertanian semi organik yaitu akan mendapatkan bahan pangan yang lebih baik dari sisi kesehatan karena telah menghindari pemakaian pestisida berbahaya, bahkan beras produksi Desa Ciburuy ini telah dinyatakan bebas residu pestisida kimia oleh Departeman Kesehatan. Kondisi tanah perlahan juga mulai diperbaiki tingkat kesuburannya, pada jangka panjang diharapkan kondisi tanah berada pada tingkat kesuburan yang sudah tidak membutuhkan pemakaian pupuk kimia.
69
Berdasarkan teori, produksi pertanian dengan menggunakan input organik biasanya lebih rendah dibandingkan dengan pertanian anorganik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Departemen Agronomi di Filiphina tahun 2002, output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.253 kg/ha dan 1.489 kg/ha dengan anorganik. Output padi yang dihasilkan pada kawasan Baco Oriental, Mindoro dengan menggunakan sistem pertanian organik yaitu 1.175 kg/ha dan 1.706 kg/ha dengan anorganik. Sedangkan, Output padi yang dihasilkan pada kawasan Infanta, Quezeon dengan menggunakan sistem pertanian LEISA yaitu 1445 kg/ha dan kawasan Baco Oriental, Mindoro sebesar 1378 kg/ha. Jadi dapat disimpulkan output yang dihasilkan dari sistem pertanian organik lebih rendah dari anorganik dan LEISA (Department of Agronomy, College of Agriculture, 2002). Teori tersebut tidak terjadi pada sistem pertanian semi organik, perubahan sistem pertanian ini tidak menyebabkan penurunan hasil produksi mereka karena usahataninya masih tetap menggunakan tunjangan pupuk kimia, walaupun kadarnya dikurangi namun sepertinya hal itu tetap menjaga daya produktivitas lahan sehingga produksi tidak menurun. Penggunaan sistem pertanian semi organik ini juga telah berlangsung sekitar tujuh tahun yang lalu, sehingga kesuburan lahan secara perlahan mulai diperbaiki dengan penggunaan kompos pada lahan pertanian dan berpengaruh terhadap daya produktivitasnya.
70
Tabel 30. Analisis Pendapatan dan R/C Ratio Usahatani Padi Semi Organik dan Anorganik Petani Penggarap per Hektar per Musim Tanam dengan Harga Output yang Sama No.
Uraian
1 2 3 4
Penerimaan Biaya Biaya tetap Biaya variabel Biaya total Pendapatan
5
R/C ratio
Usahatani Padi Semi Organik
Usahatani Padi Anorganik
Rp 13.233.068,69
Rp 12.096.533,33
Rp 875.000,00 Rp 10.494.765,86 Rp 11.369.765,86 Rp 1.863.302,83
Rp 875.000,00 Rp 9.183.508,25 Rp 10.058.508,25 Rp 2.038.025,08
1,16
1,20
Sumber : Data Primer, 2011
Tidak semua produk dihasilkan usahatani yang mengarah pada sistem organik dapat diterima dengan harga yang baik oleh pasar. Pemasaran pada output produk beras semi organik Desa Ciburuy telah menerima harga yang sedikit lebih tinggi dari output anorganik. Namun, jika perhitungan penerimaan menggunakan harga output yang sama maka usahatani padi semi organik akan menghasilkan pendapatan sebesar Rp 1.863.302,83 dan usahatani padi anorganik menghasilkan pendapatan sebesar Rp 2.038.025,08. Nilai pendapatan usahatani padi semi organik lebih kecil dari usahatani padi anorganik. Oleh karena itu pemasaran hasil pertanian sangat perlu diperhatikan agar kesejahteraan petani bisa ditingkatkan lagi dengan sistem penjualan output pertanian yang baik. 6.3.
Estimasi Faktor-Faktor yang Mendorong Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Model regresi logit akan diduga untuk menganalisis pengaruh variabel-
variabel penjelas terhadap peluang petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia. Variabel independen yang diduga mempengaruhi keputusan tersebut antara lain: lama pendidikan formal (PDDKN), luas lahan (LLHN), umur petani (UMR), pendapatan petani (PDPT), biaya pupuk (BPK), dan informasi (IFRM). Variabel dependen dalam model ini merupakan output pilihan kualitatif yaitu keputusan
71
petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (satu) dan keputusan petani untuk tidak mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (nol). Pengolahan data akan dilakukan dengan menggunakan Minitab Release 14. Adapun hasil estimasi regresi logistik dapat dilihat pada tabel 30 berikut ini: Tabel 31. Hasil Estimasi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Mengurangi Pemakaian Pupuk Kimia Predictor Coef P Odss Ratio Constant -2,84352 0,504 Lama Pendidikan 0,457851 0,060 1,58 Luas Lahan 1,87424 0,315 6,52 Umur -0,0507959 0,396 0,95 Pendapatan 0,0000002 0,408 1,00 Biaya Pupuk -0,0000011 0,221 1,00 Informasi 3,41488 *0,004 30,41 Log-Likelihood = -8,837 Test that all slopes are zero: G = 23,915, DF = 6, P-Value = 0,001 Goodness-of-fit test Method Chi-Square DF P Pearson 12,7640 23 0,957 Deviance 17,6738 23 0,775 Hosmer-Lemeshow 6,6654 8 0,573 Measures of Association (Between the Response Variable and Predicted Probabilities) Pairs Number Percent Summary Measures Concordant 214 95,1 Somers’D 0,90 Discordant 11 4,9 Goodman-Kruskal Gamma 0,90 Ties 0 0,0 Kendall’s Tau-a 0,47 Total 225 100,0 Sumber : Data primer, 2011 Keterangan : * signifikan pada taraf nyata (𝛼) 5 persen
Dari hasil uji ternyata hanya terdapat satu variabel yang berpengaruh nyata terhadap kesediaan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi, variabel ini berpengaruh nyata dengan arah positif. Hasil pengolahan model regresi tersebut tertera dalam Lampiran 12, dengan taraf nyata (𝛼) yang digunakan dalam pengujian ini yaitu lima persen. Model regresi logit berdasarkan hasil pengolahan data yaitu:
72
𝑝
ln 1−𝑝𝑖 = 𝑍𝑖 = -2,84352 + 3,41488 IFRM+ 𝜀𝑖 𝑖
Pengujian keseluruhan model logit dilakukan dengan statistik uji G. Hasil output diatas menunjukkan nilai Log-Likelihood yaitu -8,837 dengan nilai G yaitu sebesar 23,915 dan P-Value yaitu 0,001. Nilai P berada dibawah taraf nyata 5 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik secara keseluruhan dapat memprediksi keputusan responden atau petani dalam dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada usahataninya (𝑍𝑖 ) atau minimal terdapat 𝛽𝑗 ≠ 0. Uji kebaikan model pada regresi logit diatas dapat dilihat pada nilai P dari Goodness of fit test. Pearson menunjukkan nilai 0,957, Deviance menghasilkan nilai 0,775 dan nilai dari Hosmer-Lemeshow yaitu 0,573. Ketiganya menunjukkan nilai p yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen sehingga model dapat dikatakan layak untuk digunakan. Dalam output minitab diatas juga ditampilkan ukuran hubungan (asosiasi) antara nilai aktual peubah respon (Y) dengan dugaan peluangnya P(X). Hal tersebut dapat dilihat pada nilai Concordant, Discordant, dan Ties. Nilai Concordant sebesar 95,1 persen artinya bahwa 95,1 persen pengamatan pada data dengan kategori menerapkan pengurangan penggunaan pupuk kimia mempunyai peluang lebih besar pada data dengan kategori menerapkan inovasi tersebut. Nilai Discordant dan Ties yang kecil menandakan terjadinya hubungan yang kuat (daya prediksi model yang baik). Daya prediksi model juga dapat dikatakan cukup baik karena hasil regresi di atas menunjukkan nilai Somers’D sebesar 0,90, nilai Goodman-Kruskal Gamma sebesar 0,90 dan nilai Kendall’s Tau-a yaitu 0,47. Jika nilai tersebut semakin mendekati nilai satu maka akan semakin baik daya prediksi dari model dugaan yang diperoleh.
73
a.
Variabel yang Signifikan Uji untuk menentukan faktor (𝛽𝑗 ≠ 0) apa saja yang berpengaruh nyata
terhadap keputusan petani untuk menerapkan pengurangan pemakaian pupuk kimia dapat menggunakan uji signifikansi dari parameter koefisien secara parsial, dengan uji yang digunakan yaitu uji Wald. Hasil output olahan data menggunakan Minitab diatas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi keputusan petani mengurangi pemakaian pupuk kimia yaitu keberadaan informasi. Informasi merupakan variabel yang signifikan secara statistik, informasi yang dimaksud dalam model ini yaitu pernah atau tidaknya petani dalam mengikuti penyuluhan tentang manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan penambahan input pupuk organik dalam pertanian yang diselenggarakan oleh dinas atau LSM terkait. Input data yang dimasukkan berbentuk variabel dummy yaitu satu untuk petani yang telah mengikuti penyuluhan dan nol untuk petani yang belum pernah sama sekali mengikuti penyuluhan. Penyuluhan dari dinas atau LSM dipilih sebagai syarat dari variabel informasi karena dari penyuluhan tersebut petani akan mendapatkan keterangan secara pasti mengenai informasi dan diduga akan memotivasi keputusan petani dalam mengurangi pemakaian pupuk kimia pada lahan mereka. Hasil output menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,004, nilai tersebut lebih kecil dari taraf nyata 5 persen dan mengartikan bahwa variabel signifikan secara statistik. Variabel informasi bertanda positif artinya keikutsertaan petani dalam suatu penyuluhan untuk mendapatkan informasi akan memotivasi mereka dalam mengadopsi pengurangan pemakaian pupuk kimia, sehingga peluang menerapkan informasi tersebut menjadi besar. Nilai odds ratio variabel informasi yaitu 30,41
74
berarti peluang petani yang pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi 30,41 kali lebih besar untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia dibandingkan petani yang belum pernah mengikuti penyuluhan atau mendapatkan informasi. Hal tersebut didukung pada data wawancara responden atau petani yang ada di lapang. Petani semi organik di Desa Ciburuy sudah sangat sering mengikuti penyuluhan mengenai manfaat pengurangan pemakaian pupuk kimia dan menambah input pupuk organik dalam pertanian, baik yang diselenggarakan oleh LSM seperti Lembaga Pertanian Sehat (LPS), Dinas Pertanian atau Instansi lainnya. b.
Variabel yang Tidak Signifikan Variabel lain yang diduga berpengaruh pada output keputusan petani
diantaranya lama pendidikan, luas lahan, umur, pendapatan dan biaya pupuk. Namun, hasil uji statistik menunjukkan bahwa variabel tersebut ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap pengambilan keputusan petani untuk menerapkan atau tidak menerapkan pengurangan pupuk kimia. Variabel lama pendidikan formal memiliki nilai p sebesar 0,060, artinya nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen dan diabaikan secara statistik. Hal tersebut beralasan karena data yang didapatkan dilapang menunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendidikan petani kedua sistem pertanian adalah tamatan sekolah dasar atau menjalani pendidikan formal selama enam tahun. Variabel luas lahan juga tidak signifikan secara statistik karena pada hasil output Minitab tersebut menghasilkan nilai p yang menunjukkan angka 0,315 yang nilainya lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Pada keadaan di lapang, mayoritas luas lahan yang diusahakan petani padi semi organik dan anorganik berada pada luasan yang
75
relatif kecil yaitu hanya berkisar antara 0,3 hektar hingga 0,6 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan bukan merupakan faktor yang menentukan keputusan petani. Variabel umur juga tidak signifikan secara statistik dalam mempengaruhi keputusan petani dalam untuk mengurangi pemakaian pupuk kimia karena menghasilkan output dengan nilai p sebesar 0,396 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Kenyataan yang ada di lapang bahwa mayoritas umur petani pada kedua usahatani berada pada rentang umur yang sama yaitu 40 hingga 60 tahun dan tidak ada kecendrungan umur petani dalam mempengaruhi keputusan petani. Variabel berikutnya yang tidak signifikan secara statistik yaitu pendapatan karena pada output olahan data diatas nilai p lebih besar dari taraf nyata 5 persen yaitu 0,408, sehingga diabaikan secara statistik. Nilai pendapatan kedua sistem usahatani tidak mempunyai kecenderungan terhadap keputusan petani dalam menerapkan pengurangan pupuk kimia. Nilai p pada biaya pupuk sebesar 0,221 dan menunjukkan nilai yang lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Biaya pupuk tidak mempunyai kecenderungan pada penerapan inovasi pengurangan pupuk kimia karena biaya pupuk pada usahatani semi organik umumnya juga besar pada sebagian petani. Sebagian petani semi organik tersebut mendapatkan pupuk organik
yang
mereka
gunakan
dengan
cara
membeli
bukan
dengan
mengkomposkannya sendiri, sehingga tidak terjadi penghematan biaya pupuk untuk petani yang telah melakukan pengurangan penggunaan pupuk kimia.
76