Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Berebut Suara Rakyat: Perseteruan Partai Masyumi dengan Perti Dalam Pemilu 1955 di Sumatera Tengah
Hary Efendi*
Abstrak Tulisan ini membahas tentang perseteruan antara Partai Masyumi yang domotori oleh kalangan kaum muda “reformis”dengan Partai Perti yang dimotori kaum tua yang “tradisionalis” dalam menghadapi Pemilu 1955. Perseteruan itu bermula dari proses pendirian partai politik Masyumi di akhir tahun 1945, yang dilatarbelakangi oleh perbedaan pangdangan idiologis keagamaan, idiologispolitis, hingga struktur kekuasaan. Agenda Pemilu 1955 menjadi salah momentum terhadap kedua partai Islam ini membuktikan dirinya sebagai pihak yang memiliki pengaruh yang kuat dalam eskalasi politik lokal di Sumatera Tengah. Bahkan Perseteruan politik yang didasarkan pada basis idiologi politik kedua partai ini sampai sekarang masih terasa “asin” dalam setiap hajatan politik di Sumatera Barat.
* Dosen sejarah Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas. Email:
[email protected] 58 |
Analisis Sejarah A. Pendahuluan Dua bulan setelah kemerdekaan keluarlah kebijakan pemerintah yang memberi kebebasan perpolitik dan berdemokrasi, sehingga muncullah berpuluh partai politik, termasuk salah satunya Partai Masyumi. Partai Masyumi yang didirikan tanggal 7-8 November 1945 di Yogyakarta awalnya merupakan tempat berhimpunnya organisasi keagamaan mulai dari yang berpaham tradisionalis seperti NU hingga yang berhaluan modernis seperti Muhammadiyah. Organisasiorganisasi Islam lain seperti Persatuan Islam (Persis) di Bandung, dan Al Irsyad di Jakarta, Al Jamiyatul Washliyah dan AlIttihadiyah di Sumatera Utara, Persatuan Ummat Islam Indonesia di Majalengka dan Sukabumi, Persatuan Islam di Priangan dan Bangil, Pusa di Aceh, Mathla’ul Anwar di Banten dan Nahdhatul Wathan di Lombok menyatakan dukungan dan bergabung dengan Masyumi.1 Tidak terkecuali Majelis Islam Tinggi (MIT) di Sumatera Tengah, sebuah lembaga keagamaan yang telah berdiri sejak masa pendudukan Jepang atas inisiatif ulama Muhammadiyah dan Perti.2 Melalui MIT tersebut partai Masyumi di Sumatera Tengah telah berdiri sejak akhir tahun 1945. Komitmen menjadikan partai Masyumi sebagai satu-satunya saluran politik Ummat Islam akhirnya 1
Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional; Kisan dan Analisis Perkembangan Partai Politik di Indonesia, 1945-1965, (Bandung, Mizan, 2000), hlm. 59. 2 Alaiddin Koto (dkk), Sejarah Perjuangan Persatuan Tarbiyah Islamiah di Pentas Nasional, (Jakarta; Tarbiyah Press, 2006), hlm.79.
Volume 03 Tahun 2013
menjadi buyar seiring pecahnya soliditas antara ulama muda modernis dengan ulama kaum tua yang tradisionalis. Kelompok ulama muda tetap bertahan di partai Masyumi, sedangkan kelompok ulama tua yang berasal dari Perti menyatakan keluar dan mendirikan partai Perti akhir tahun 1945. Sejak itu pula partai Masyumi menjadi identik dengan partainya kelompok ulama modernis yang umumnya berasal dari Muhammadiyah, begitu juga sebaliknya Partai Perti selalu diidentikkan dengan para tradisionalis yang berasal Perti. Hadirnya partai Masyumi dan Partai Perti di panggung politik lokal Sumatera Tengah menanpilkan dinamika tersendiri dalam penyelenggaraan Pemilu 1955. Tulisan ini difokuskan membahas tentang kontestasi dua partai Islam yang memiliki akar politik dan pengaruh kuat dalam pesta demokrasi pertama kali di Indonesia. Bagaimana masingmasing pihak melakukan usaha-usaha politik untuk menjadi partai pemenang dalam Pemilu 1955. B. Idiologi Partai Masyumi dan Perti dan Awal Perselisihan Partai Masyumi adalah partai politik Islam yang mayoritas yang digerakkan oleh ulama-ulama berlatar belakang organisasi keagamaan Muhammadiyah, Sumatera Thawalib, Diniyah School yang pada masa penjajahan Belanda bersama-sama berjuang dalam Persatuan Muslimin Indonesia (Permi). Beberapa tokoh itu antara lain Syekh M. Djamil Djambek, Syekh Ibrahim Musa, Ilyas Ya’cub, A.R Sutan Mansur, Haji Abdul Karim Amarullah, Ratna Sari, dan Rahma El Yunusiyah, Mansur Daud Datuk 59 |
Analisis Sejarah Palimo Kayo, Duski Samad. Mereka ini yang oleh Sejarawan Taufik Abdullah disebut sebagai golongan kaum muda karena mereka adalah kelompok ulama yang membawa ideide dan gerakan pembaharuan Islam di Minangkabau. Sebagai sebuah organisasi politik, Masyumi adalah partai yang secara terbuka memperjuangkan pelaksanaan nilai-nilai dan hukum Islam sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal itu secara tegas termuat dalam Pasal 2 Anggaran Dasar (AD) Partai Masyumi yang antara lain berbunyi terlaksananya ajaran dan hukum Islam di dalam kehidupan orang-seorang, masjarakat dan negara Republik Indonesia menuju keridhaan Illahi.3 Masyumi adalah partai Islam yang hendak mewujudkan cita-cita Ummat Islam, sebagaimana kaum sosialis menghendaki Indonesia menjadi sosialis, atau golongan lainnya lagi mengharapkan susunan negara menurut cita-citanya. Nyatalah bahwa negara sebagai alat mengatur kehidupan di dunia, menjadi barang keinginan dan hendak dimiliki oleh beberapa golongan dalam masyarakat. Memang barang siapa menguasai negara dan alat perabotnya, dialah yang dapat melaksanakan citacitannya dalam kehidupan di dunia dan akhirat.4 Untuk memperjelas ideologi perjuangan Partai Masyumi maka disusunlah tafsir azas dan program perjuangan. Terkait dengan tafsir azas,
Volume 03 Tahun 2013
menurut Deliar Noer paling tidak terdapat 5 hal pokok di dalamnya yaitu : Pertama, paham kebendaan di larang dalam agama Islam. Kedua, kekusaan yang sewenang-wenang tidak dapat menghasilkan kepuasaan dan kebahagiaan. Ketiga, hak-hak dasar manusia tidak akan bermamfaat bagi rakyat kebanyakan, bila hak didahulukan dan kewajiban segan dilaksanakan. Keempat, paham perpecahan dan golongan hendaklah ditegakkan. Kelima, Muslim Indonesia di samping mempunyai kewajiban terhadap bangsa dan tanah air juga mempunyai kewajiban terhadap dunia dan ummat Islam.5 Begitu pun di pihak yang lain. Partai Perti yang didirikan akhir tahun 1945 sebagai jawaban atas ketidaksesuaian ulama tarbiyah yang pada mulanya bergabung dalam partai Masyumi. Burhanuddin Daya dalam sebuah tulisannya menyebutkan bahwa melalui juru bicaranya Perti Sirajuddin Abbas secara terbuka melontarkan pendapat yang menyatakan ulama Perti keluar dari Masyumi dan memilih untuk mendirikan partai sendiri. Ia menilai bahwa pembentukan partai Masyumi di Sumatera Tengah sangat didominasi oleh kelompok ulama yang berasal dari Sumatera Thawalib dan Muhammadiyah sehingga tidak adil bagi ulama-ulama Perti untuk 6 berkiprah di dalamnya. Dengan kanyataan ini, dapat dikatakan bahwa pada masa itu dikalangan tokoh Islam sendiri telah terjadi sikap dan perilaku politik yang “pragmatis”.
3
Lihat “Anggaran Dasar Partai Politik Islam Masyumi” dalam S.U. Bajasut, Alam Fikiran dan Djejak Perdjuangan Prawoto Mangkusaamito, (Surabaya: Dokumenta, 1972), hlm. 381. 4 Deliar Noer, op-cit., hlm. 126.
5
Deliar Noer, ibid., hlm. 148 Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera Thawalib, Yogyakarta: PT Tiara Wacana, 1995, hlm. 337-338. 6
60 |
Analisis Sejarah Namun pendapat Burhanuddin Daya dibantah oleh Alaiddin Koto. Menurut Alaiddin Koto (dkk) bahwa Partai Islam Perti didirikan atas dorongan dan dukungan dari tokohtokoh Persatuan Tarbiyah Islamiah (Perti) di Sumatera Tengah yang telah berdiri pada tanggal 20 Mei 1930. Tokoh-tokoh Perti menginginkan berdirinya sebuah Partai Islam Persatuan Tarbiyah Islamiah (PI Perti) yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat Islam, negara aman makmur, baldathun thoibatun wa rabbun gafur.7 Munculnya Partai Perti sebagai alat perjuangan ulama-ulama kaum tua yang sebelumnya terhimpun dalam organisasi keagamaan Persatuan Tarbiyah Islamiah berpengaruh terhadap haluan ideologi perjuangan partai Perti. Dalam Anggaran Dasar Partai Perti bertujuan terciptanya Kalimatullah Hijul Ullya (ketinggian agama Islam) dalam arti yang seluasluasnya.8 Organisasi keagamaan Perti terbentuk berawal inisiatif Syekh Sulaiman Arrasuli untuk menyatukan para ulama kaum tua terutama yang telah memiliki dan mengelola madrasyah-madrasyah Tarbiyah 9 Islamiah dalam sebuah wadah 7
Alaiddin Koto, op-cit, 2006, hlm. 82. 8 Lihat dalam Angaran Dasar Partai Islam Perti tahun 1945. 9 Tarbiyah Islamiah merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut sistem pendidikan baru yang dieterapkan oleh ulama-ulama kaum tua dalam pendidikan keagamaan, dimana jika sebelumnya pendidikan keagamaan dengan system halaqah-halaqah, maka kemudian berubah menjadi madrasyahmadrasah. Nama madrasyah-madrasyah itu dinamakan Tarbiyah Islamiah. Konon kabarnya nama ini dijadikan
Volume 03 Tahun 2013
organisasi. Pada tanggal 5 Mei 1928 Syekh Sulaiman Arrasuli menggagas pertemuan besar para ulama kaum tua di Candung. Pertemuan itu berhasil merumuskan pendirian organisasi Persatuan Tarbiyah Islamiah (PMTI) dan menunjuk Sultani Abdullah Dt. Rajo Sampono sebagai ketuanya. PMTI betanggung jawab membina, memperjuangkan dan mengembangkan madrasyahmadrasyah, serta sebagai wadah berhimpun, menampung dan mempersatukan para ulama-ulama tua yang tradisionalis.10 Organisasi pabuyuban ulama-ulama tradisional ini mampu memompa semangat gerakan kaum Ahl al-Sunnah wal Jama’ah Ahl al-Sunnah wal Jama’ah sehingga semakin berkembangnya madrasyah-madrasyah di Sumatera Barat. Selain itu, organisasi ini dibentuk untuk memperjuangkan dan wajib mempertahankan serta membentengi paham keagamaan yang sudah mapan di dalam masyarakat, seperti yang selama ini terus diusik dalam gerakan ulama kaum muda. Menurut Alaidddin Koto ada 4 alasan penting ulama tua bersiteguh untuk mempertahankan pandangan keagamannya yaitu; Pertama, Islam yang masuk ke Indonesia adalah Islam berpaham Ahl al-Sunnah wa alJama’ah bermazhab Syafi’i dan telah berurat berakar di seluruh ummat dan Masyarakat Indonesia. Kedua, Mazhab Syafi’i lebih diakui kebenarannya. Ketiga, berpindah dari Mazhab Syafi’i akan menyebabkan terjadinya symbol untuk menandingi pendidikan Sumatera Thawalib yang dirintis oleh kaum Muda. Lihat lebih lanjut dalam Alaiddin Koto (dkk), ibid, hlm. 58 10 Alaiddin Koto (dkk), ibid, hlm. 62.
61 |
Analisis Sejarah perpecahan dan kekacauan di tengah masyarakat, terutama orang awam. Keempat, tetap pada Mazhap Syafi’i berarti memelihara dan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan ukhuwah Islamiyah.11 Dengan 4 alasan pkok itu, maka gerakan modernisasi Islam kaum muda yang menganjurkan umat Islam untuk berijtihad langsung mengambil istimbat hukum dari Alqur’an dan Hadist tanpa menggunakan pendapat-pendapat ulama yang ahli, adalah tindakan yang harus dilawan. Menurut Rusli A. wahid salah seorang ulama Perti mengatakan tindakan yang seperti itu sangat berbahaya, merusak dan akan mengacaukan ajaran agama Islam.12 C. Upaya Menarik Simpati Rakyat: Persaingan Masyumi dan Perti dalam Menghadapi Pemilu 1955 Aroma persaingan antar partai politik terasa semakin kuat. Setiap partai politik pasti mempunyai keinginan yang sama, yaitu berusaha menjadi partai pemenang Pemilu dan mendapatkan jabatan dan kekuasaan sebesar-sebesarnya baik parlemen (legislatif) maupun di pemerintahan (eksekutif). Semakin banyak wakilnya yang duduk di lembaga legislatif maka semakin besar peluang partai menguasai jabatan-jabatan penting di lembaga eksekutif (pemerintahan). Jika kekuatan satu partai politik di legislatif kuat, maka daya tawar untuk menempatkan orong-orangnya juga semakin besar, dan begitupun sebaliknya, jika kekuasaan di legislatif lemah, maka daya tawar untuk
Volume 03 Tahun 2013
menempatkan orang-orang juga semakin kecil. Bagi elite politik, kekuasaan adalah modal yang amat penting bagi terwujudnya visi dan misi perjuangan sebuah partai. Untuk mendapatkan kekuasaan itu maka hal yang mutlak dilakukan adalah memperkuat jaringan dan membangun hubungan dengan masyarakat sekaligus menentukan kelompok masyarakat yang akan dijadikan sebagai pendukung potensial. PKI yang berideologi komunis dan Murba yang sosialis cenderung melakukan pendekatan kepada masyarakat petani, buruh dan nelayan dengan mendirikan posko-posko di basis garapannya. PNI, Parkindo dan beberapa partai yang berhaluan nasionalis pun berusaha mendekati kalangan masyarakat yang dianggap dekat dengan karakter partai ini. Partai lokal MTKAAM, yang didirikan oleh kalangan kaum adat (penghulu) lebih cenderung merapatkan barisan pada kalangan pemangku adat 13 Begitupun halnya dengan Partai Masyumi dan Perti. Partai Masyumi bergerak untuk mendapatkan dukungan penuh dari kalangan orangorang Muhammadiyah dan Sumatera Thawalib, sedangkan Partai Perti memilih untuk menggarap basis massa pada kalangan penganut Islam tradisional yang pada umumnya berada di madrasah-madrasah tarbiyah. Kedua partai ini sama-sama merapatkan diri ke masyarakat yang menjadi pemilih potensial mereka. Pertemuan-pertemuan pimpinan partai dengan konstituen merupakan 13
11
Alaiddin Koto (dkk), Ibid., hlm.
12
Alaiddin Koto (dkk), Ibid, hlm.
54. 55.
Mestika Zed, dkk, Sumatera Barat Dalam Panggung Sejarah, 19451995, (Sumatera Barat: Panitia Peringatan 50 Tahun RI, 1995), hlm. 109.
62 |
Analisis Sejarah aktivitas yang sering mencul menjelang Pemilu 1955. Mulai dari kegiatan-kegiatan seperti musyawarah, rapat umum, konferensi dan lain-lain menjadi agenda-agenda yang strategis untuk membangun kedekatan partai dengan masyarakat. Cara dan strategi masing-masing partai politik untuk meraih simpatik dan dukungan dari rakyat telah direncanakan. Termasuk diantaranya adalah isu dan kebijakan, dan sikap politik yang dilkukan. Di tubuh partai Masyumi misalnya, ada beberapa isu dan kebijakan politik di propagandakan. Mulai dari pendidikan, ekonomi-pembangunan, pemerintahan, perempuan (gender) hingga soal komunisme. Di bidang pendidikan, partai Masyumi menuntut pemerintah pusat memberikan status daerah istimewa Kabupaten Agam karena perhatian pemerintah daerahnya yang telah mewajibkan sekolah-sekolah rakyat negeri (SR) untuk memberikan pelajaran-pelajaran ilmu-ilmu agama dengan jam pelajaran yang cukup banyak. Selain itu juga menuntut pemberintah untuk memberikan bantuan guru dan pembiayaan terhadap sekolah-sekolah agama (madrasah) swasta tetap berjalan dengan lancar. Sikap ini merupakan isi resolusi Partai Masyumi Kabupaten Agam yang dikeluarkan tanggal 19 Maret 1952.14 Dalam masalah pembangunan dan pemerintahan misalnya, partai Masyumi menyuarakan agar pemerintah serius melakukan perbaikan ekonomi sehingga pembangunan dapat dilakukan. Melalui Konferensi Partai Masyumi Kabupaten Pasaman tanggal 11 Maret 14
Berita Masyumi, No. 129, tanggal 19 Maret 1952.
Volume 03 Tahun 2013
1952 misalnya, menuntut agar pemerintah melakukan perbaikan sarana jalan dari Panti hingga Air Bangis sehingga dapat mendorong pertumbuhan ekonomi rakyat di pedesaan. Selain itu Partai Masyumi di Pasaman menuntut kepada pemrintah pusat agar memilih bupati Pasaman yang punya kemampuan dan kecakapan serta segera melaksanakan Pemilu untuk memilih para wakil rakyat secara langsung.15 Di kalangan Muslimat Sumatera Tengah sebuah organisasi wanita di bawah bendera partai Masyumi mengangkat isu perlindungan terhadap kaum hawa (perempuan). Melalui sebuah acara Konferensi Muslimat Sumatera Tengah di Bukittinggi tanggal 26 Oktober 1951 memutuskan sebuah sikap, mendesak agar pemerintah pusat agar secepatnya mengeluarkan Undang-Undang perkawinan yang berpihak terhadap perlindungan hak-hak wanita dalam perkawinan.16 Memasuki tahun 1953 atau masa-masa menjelang Pemilu 1955, sikap dan isu yang sering diangkat partai Masyumi di daerah ini adalah terkait dengan komunis (PKI) dan kedekatan Presiden Soekarno dengan negara yang menganut paham ini seperti Uni Syofyet. Sikap dan wacana anti komunis menjadi pilihan partai ini dalam menarik simpatik masyarakat ummat Islam Indonesia umumnya, dan masyarakat Islam di Sumatera Barat khususnya. Hal ini kelihatannya sengaja dilakukan, karena beberapa partai politik Islam lainnya seperti NU, PSSI dan Perti tidak menjadikan 15
Berita Masyumi, No. 128/II, tanggal 13 Maret 1952. 16 Berita Masyumi, No. 104/II., tanggal 25 Oktober 1951.
63 |
Analisis Sejarah isu ini sebagai pilihan stategis untuk meraih simpati dari rakyat. Khusus mengenai gagasan dan isu anti komunis merupakan isu utama yang kerap dipropagandakan. Tujuannya adalah untuk meraih simpati luas masayarakat Sumatera Tengah yang fanatik terhadap agama Islam. Dalam sebuah kegiatan ceramah umum yang dilaksanakan oleh Partai Masyumi Tanah Datar pada bulan April 1953 misalnya, K.H Isa Anshary dihadapan pendukung partai ini mengatakan: “,,, politik jang berdjalan di tanah air kita sekarang adalah politik Abdullah bin Ubai, yang membentji Islam, dengan pelopornya PKI dan PNI. Politik kerjasama ini hanja untuk makan, kerjasama dengan binatang pun kita bisa makan. ,, Berdjuanglah menurut tuntutan agama kita.17 Bagi tokoh Masyumi tidak ada jalan kompromi terhadap pihak yang berhaluan ideologi komunis. Dalam sebuah Rapat Umum partai Masyumi Cabang Bukit Tinggi tanggal 2 Mei 1953, Yusuf Wibisono secara tegas menyatakan: Masyumi adalah partai yang secara terang-terangan menolak dibukanya perwakilan RI di Moskow. Masyumi adalah partai yang anti dengan ideologi komunis. Ajaran Marx dan Lenin yang menyatakan bahwa agama sebagai candu, tidak dapat diterima oleh partai Masyumi.18 Terkait dengan sikap anti terhadap komunis itu, secara khusus partai Masyumi membentuk Front Anti Komunis (FAK) tahun 1954 yang dikomandoi oleh oleh K.H Isa
17 18
Haluan, tanggal 14 April, 1953. Haluan, tanggal 4 Mei 1953.
Volume 03 Tahun 2013
Anshary. 19 FAK mengeluarkan fatwa yang disebut dengan Fatwa Anti Komunis yang berisikan: 1) Njatalah bahwa falsafah komunisme (historisch-materialisme) bertentangan dengan dasar iman kepada Qudrah Ilahijah. 2) Njatalah bahwa perdjuangan kaum komunis dan pelaksanaan komunisme sebagai akibat dari falsafahnja itu sepandjang sedjarahnja adalah bertentangan, menentang dan memusuhi syariat Islam serta umat Islam. 3) Berdasarkan segala jang tersebut itu, njatalah bahwa komunisme itu menurut hukum Islam adalah kufur. 4) Barangsiapa jang menganut komunisme dengan pengertian kesadaran dan kejakinan akan benarnja faham komunisme jang njata-njata bertentangan, menentang dan memusuhi Islam itu, maka ia hukumnja kafir. 5) Seorang muslim yang mengikut komunisme atau organisasi komunis dengan tidak mempunyai pengertian, kesadaran, dan kejakikan atas hakikat falsafah, adjaran tudjuan dan tjara-tjara perdjuangan komunis maka ia adalah sesat dari agama Islam. 6) Orang yang sesat itu wadjib diberi pengertian tentang kesesatannja dan kekufuran komunisme. Dan orang yang sesat itu wadjib pula menjadari kesesatannja dan wadjib bertaubat
19
Isa Anshary adalah kerompok radikal yang menginginkan sesegera mungkin komunisme dibasmi di Indonesia. Lihat lebih lanjut dalam Samsuri, Politik Islam Anti Komunis: Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal, (Yogyakarta: MSI dan Safiria Insania Press, 2004), hlm. 30-32.
64 |
Analisis Sejarah kepada Allah dan kembali kepada agama Islam.20 Perlawanan terhadap paham komunis itu berbanding lurus dengan sikap kritis partai ini terhadap kepemimpinan Presiden Soekarno. Ketidakpercayaan dan sikap curiga yang sangat tinggi Soekarno itu misalnya tergambar dari pernyataan Ketua Masyumi Sumatera Tengah Mansur Daud Datuk Palimo Kayo saat memberikan pengarahan kepada para pengurus, kader, anggota dan simpatisan partai Masyumi di di Sawahlunto Sijunjung tanggal 1 Agustus 1954. Palimo Kayo mengkritik secara tajam pernyataan Presiden Soekarno yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai Ideologi Negara Republik Indonesia merupakan satu-satunya ideologi yang harus dihormati dan ditaati oleh rakyatnya. Ia mengatakan bahwa hal itu sangat tidak tepat diucapkan oleh Soekarno sebagai kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Menurutnya, Pancasila sebagai sebuah ideologi negara belum sempurna menampung aspirasi kalangan mayoritas umat muslim di Indonesia. Lebih jelas pernyataan Palimo Kayo berbunyi sebagai berikut. ,, Penyataan Presiden Soekarno bahwa “Pancasila adalah satusatunya ideologi negara, siapa yang berkhianat terhadap pancasila berarti mengkhianati perjuangan RI”, adalah tidak tepat. Soekarno baik sebagai presiden maupun selaku pemimpin rakyat tidak memiliki hak untuk membatasi rakyat dalam memilih dan menentukan dasar negara yang mereka kehendaki. Menurutnya Pancasila sebagai ideologi negara belum diisi dengan 20
Ibid.
Volume 03 Tahun 2013
suatu ketegasan, dan karena itu Pancasila belum memberi kepuasan kepada kaum muslimin. Kebenaran yang hakiki menurut ummat Islam adalah kebenaran yang bersumber dari kebenaran Allah dan bukan kebenaran yang berasal dari sebuah ideologi yang bernama pancasila.21 Pernyataan Mansur Daud Palimo Kayo di atas memang memiliki hubungan kuat dengan polemik “Piagam Jakarta” mengenai penghilangan tujuh kata “Kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluk agamanya masing-masing” diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun tentang penggantian redaksional sila pertama Pancasila itu sesungguhnya dilakukan oleh Mohammad Hatta. Dengan demikian sikap kritis yang berlebihan terhadap Soekarno lebih dipengaruhi oleh unsur politis Masyumi di Sumatera Tengah untuk memenangkan Pemilu. Sikap partai Masyumi yang sangat keras dan tegas terhadap PKI dan pemerintahan Soekarno dapat dimaklumi, karena pada waktu itu partai Masyumi berada sebagai partai opsisi. Partai Masyumi tidak duduk dalam kabinet Alisastroamidjojo I (1953-1955) akibat konflik kepentingan antar partai. Terbentuknya Kabinet Ali-Wongso menimbulkan kekecewaan mendalam pada partai Masyumi, karena NU yang sebelumnya telah berkomitemen untuk tidak masuk dalam kabinet, ternyata berbalik arah dan mendapatkan jatah 3 kursi menteri. Begitu pun dengan Perti, sesama anggota LMI, partai ini mendapatkan satu kursi menteri, yaitu
21
Haluan, tanggal 7 Agustus 1954.
65 |
Analisis Sejarah Menteri Kesejahteraan Negara yang dijabat oleh K.H. Sirajuddin Abbas.22 Begitu pun di lain pihak, partai Perti yang dimotori oleh ulama-ulama tarbiyah yang tradisionalis pun tidak tinggal diam. Partai ini juga melakukan konsolidasi yang serius untuk menghadapi Pemilu. Pada bulan Mei 1950 Partai Perti menetapkan 4 program azazi di bidang politik yang antara lain; 1). Menentang kolonialisme yang menindas rakyat Indonesia. 2) menciptakan negara yang adil dan makmur. 3) membela tanah air dan Pancasila. 4) mengadakan perhubungan dengan seluruh partaipartai di Indonesia untuk menciptakan suatu peratuan nasional, terutama dalam program bersama.23 Dari empat program politik partai Perti di atas, terutama pada poin 3 yang menyatakan bahwa Partai Perti membela Pancasila. Hal ini amat bertolak belakang dengan sikap partai partai Masyumi yang secara terangterangan menggugat sila pertama Pancasila. Seteleh menetapkan empat program utama politik ini, partai perti terus berupaya melakukan gerakan politik agar partai ini dikenal dan mendapat simpatik dari masyarakat di Sumatera Tengah khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Salah satu langkah itu ialah mendirikan Liga 22
Lihat lebih lanjut dalam Deliar Noer, Partai Islam di Pentas Nasional; Kisah dan Analisis Perkembangan Politik Islam Indonesia, 1945-1965, (Bandung; Mizan, 2000), hlm. 243--258. 23 Lihat dalam Edi Fakhri, “Partai Islam Perti: Studi Tingkah Laku Politik Elite Partai Hubungannya Dengan Idiologi Politik, 1950-1969”, Skripsi, (Padang: Fakultas Sastra Universitas Andalas, 1996), hlm. 40.
Volume 03 Tahun 2013
Muslimin Indonesia (LMI) bersama NU dan PSII tanggal 30 Agustus 1952. Dalam pidato pembentukan LMI K.H. Sirajuddin Abbas selaku pimpinan partai Perti menyampaikan: ,,kehadiran federasi dapat jadi sandaran satu bentuk pergerakan ummat Islam yang lebih luas. Perti berpendapat Liga adalah tempat berkumpulnya seluruh kekuatan ummat Islam se-Indonesia. Kehadiran federasi berarti akan terwujudnya persatuan Umat Islam dalam bentuk persatuan dalam tujuan, yakni tujuan untuk meninggikan kalimah Allah dan kemakmuran dunia akhirat.24 Pernyataan ini kelihatnnya sengaja dikeluarkan oleh K.H Sirajuddin Abbas agar untuk mengkonter bahwa partai Masyumi bukan lagi satu-satunya partai politik saluran ummat Islam, seperti yang dinyatakan dalam proses pendiriannya. Keluarnya NU, PSSI dan Perti dari partai Masyumi dan mendirikan LMI, maka organisasi ini jauh memiliki legitimasi yang kuat sebagai alat perjuangan dan saluran politik ummat Islam di Indonesia. Untuk memperlihatkan kepada rakyat bahwa partai Perti adalah partai yang teguh memperjuangkan Islam dalam kehidupan berbangsa dan bernega dengan cara yang damai, partai ini menempatkan posisinya sebagai partai anti kekerasan. Dalam sebuah pernyataan politiknya pada awal bulan Oktober 1953, K.H. Sirajuddin Abbas mengatakan: ... andai kata ada pihak dalam Islam dan ulama-ulamanja menempuh djalan kekerasan seperti yang dilakukan oleh kelompok Daud Beureuh di Aceh, maka djalan 24
Ibid, hlm. 44.
66 |
Analisis Sejarah kekerasan jang ditempuh itu adalah djalan jang djauh jang mungkin tidak akan sampai pada tudjuannja. Sebelum meletus pemberontakan Beureuh dan sehari setelah pemberontakan itu meletus, Perti telah mengirim instruksi kepada anggota-anggotanja di Atheh supaja membentu alat-alat kekuasaan Negara, mengembalikan keamanan dan menghormati perdjuangan sesuai dengan adjaran Islam, jakni demokrasi parlementer.25 Lebih lanjut K.H. Sirajuddin Abbas menyatakan bahwa negara Islam yang dicita-citakan Perti bukanlah negara Islam seperti yang dilakukan oleh S.M. Kartosuwidjo dan Daud Beureuh, akan sebuah negara Islam yang dilakukan secara damai melalui jalan musyawarah dan bukan dengan cara kekerasan bersenjata. Pernyataan politik pimpinan Perti ini selihatannya ditujukan untuk menyindir partai Masyumi, karena beberapa pergolakan politik yang terjadi pada masa itu sering dikaitkaitkan dengan partai Masyumi, seperti pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat hingga Daud Beureuh di Aceh. Sebagai partai politik pemerintah pada kabinet Ali Sastroamiodjojo I (1953-1955), K.H. Sirajuddin Abbas membentah keras pihak oposisi yang menyatakan bahwa bahwa partai politik yang bekerjasama dengan PKI dan PNI adalah sama halnya bekerja sama dengan binatang dan kafir, adalah pernyataan yang menyesatkan. Menurutnya K.H. Sirajuddin Abbas menyatakan:
25
1953.
Lihat Haluan, tanggal 3 Oktober
Volume 03 Tahun 2013
Sesuai dengan haluan partai, Perti mengandjurkan untuk bekerdjasama dengan segala macam partai dalam membesarkan negara adalah baik. Tidak peduli apa sadja agama dan ideologinja. Kalau kafir orang djang menolong Kabinet PNI sekarang ini, maka kafir pulalah orang djang bekerjasama dengan PNI di masa kabinet sebelumnja.26 Selain merespon masalah politik, partai Perti memilih isu perkawinan, sosial-keagamaan, dan korupsi. Isu pengenai perkawinan dihembuskan oleh Sjamsiah Abbas Ketua Wanita Perti saat menghadiri acara Konferensi Wanita Perti Sumatera Tengah tanggal 6-8 Marat 1954 di Bukitting. Di hadapan lebih kurang 1500 orang kader Wanita Perti Sjamsiah Abbas mengimbau agar tidak melakukan pernikahan di usia muda, karena belum memiliki pengetahuan dan pendidikan yang cukup. Akibat dari ini akan melahirkan generasi masa depan yang kurang baik. Lebih lanjut ia mangatakan: Amat disesalkan keinginan para ibu-ibu jang lekas menikahkan anak-anak jang di bawah umur, dengan tidak dibekali dengan ilmu pengetahuan, kesusilaan, budi pekerti, adalah mendjadi tiang tengah untuk mentjapai kemakmuran masjarakat, karena jang melanggarnja bertentangan dengan djiwanya sendiri.27 Pada tahun 1955, Perti mengangkat dua isu utama yang ditujukan agar Perti dinilai sebagai partai yang bermoral dan bermartabat, yaitu masalah korupsi dan soal etika dalam berpolitik. Terkait dengan masalah korupsi, Sirajuddin Abbas 26 27
Haluan, tanggal 14 Juni 1954. Haluan, tanggal 11 Maret 1954.
67 |
Analisis Sejarah ketika menghadiri acara partai Perti di Padang bulan April 1955 menjelaskan bahwa perlunya Undang-Undang Anti Korupsi yang mengatur secara ketat agar para koruptor tidak akan lolos dari jeratan hukum, serta pemberian hukuman amat berat bagi para koruptor agar praktek-praktek korupsi itu dapat dihapuskan di republik ini, seperti yang dinyatakannya berikut ini: … untuk memberantas korupsi ada dua tjara; 1) mengusahakan dengan tjara-tjara jang baik dan tjara kontrole jang teratur dalam administrasi keuangan negara, sehingga nafsu korupsi dapat dihalangi. …2) menampung orangorang jang bernafsu loba dan tamak itu dengan mengadakan mengadakan suatu undang-undang jang keras, Di dalam hukum pidana jang berlaku sekarang terdapat banjak kelemahan, sehingga koruptor dengan mudah lolos.28 Selain isu politik, pemerintahan, keamanan, perkawinan partai ini juga menyoroti masalah etika dan budi pekerti dalam berpolitik. Sirajudddin Abbas dalam sebuah acara partai di Bukittinggi bulan Oktober 1955 menyatakan pentingnya budi pekerti yang tinggi (makarimul achlaq) dan bukan Front Islam seperti yang sering dilontarkan partai Masyumi. Berpolitik dengan cara yang santun dengan menghentikan nafsu menyerang, saling rendahmerendahkan antar sesama partai Islam dengan cara mengatakan bahwa Perti adalah partai kecil. Jika memilih Perti berarti hak politiknya akan terbuang sia-sia.29 Munculnya persaingan antara sesama partai Islam mulai di tingkat 28 29
Haluan, tanggal 7 April 1955. Haluan, tanggal 11 Maret 1954.
Volume 03 Tahun 2013
nasional hingga daerah, mendorong para ulama yang pada umumnya juga menjadi pengurus ataupun simpatisan di berbagai politik Islam, untuk melakukan Kongres Ulama seIndonesia. Kongres itu dilaksanakan di Medan tanggal 11-15 April 1955 dan berhasil merumuskan keputusan bersama yang antara lain; Pertama, melaksanakan hak pilihnya tersebut dengan mendaftarkan dan memasukkan kartu suara pada saat pemilihan. Kedua, di wajibkan kepada ummat Islam untuk memilih caloncalon yang mengabdi demi pengamalan ajaran dan hukum Islam dan negara.30 Fatwa ulama di atas menggambarkan sebuah sikap yang bijak, dimana fatwa itu tidak memihak dan menguntung salah satu partai politik Islam tertentu, walaupun sebenarnya ulama yang hadir sebagai peserta kongres itu didominasi oleh ulama-ulama yang berasal dari Partai Masyumi. Jadi, dapat dikatakan bahwa dalam dunia politik praktis, para ulama masih dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk terhadap kepentingan umat Islam di Indonesia secara luas. D. Dominasi Partai Masyumi Di Sumatera Tengah Pelaksanaan Pemilu yang selama ini ditunggu-tunggu akhirnya pun digelar. Pemilu 1955 bertujuan memilih 260 anggota parlemen dan 520 anggota konstituiante. Jumlah angggota parlemen dan konstituante itu didasarkan pada angka jumlah penduduk Indonesia sebanyak 30
Boyd R. Compton, Kemelut Demokrasi Liberal: Surat-surat Rahasia Boyd R. Compton , (Jakarta: LP3ES, 1992), hlm. 137.
68 |
Analisis Sejarah 77.987.879 jiwa. Untuk mendapatkan satu anggota parlemen harus mendapat dukungan 300.000 suara, sedangkan mendapatkan satu kursi di Konstituante mesti mendapatkan 150.000 suara. Dengan perhitungan tersebut, Propinsi Sumatera Tengah mendapat jatah 11 kursi anggota parlemen (DPR) dan 22 kursi untuk anggota konstituante. Hal itu didasarkan pada jumlah penduduk Sumatera Tengah yang pada waktu sebanyak 3.360.548 jiwa.31 Berbagai perangkat yang berkaitan dengan pemungutan suara telah dipersiapkan oleh penyelenggara pemilu. Mulai dari daftar pemilih, surat suara, kotak suara, undangan pemilihan dan seterusnya. Pemilihan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
14
Partai Politik PNI Masyumi NU PKI PSII Parkindo Katolik PSI IPKI Perti Pemsji MTKAAM Partai Islam Indionesia PPTI
Suara Parlemen 42.558 797.692 71.959 90.513 32.753 8.983 24.573 6.512 351.768 12.072 13.485 31.066
Suara Konsituante 56.512 797.897 78.164 98.583 30.898 7.875 30.969 9.699 337.081 10.576 11.369 23.894
35.156
33.516
anggota DPR dilaksanakan pada bulan September sedangakan pemilihan anggota konstituante dilaksanakan pada bulan Oktober. Pelaksanaan pemilu di Sumatera Tengah berjalan dengan tertip dan lancar. Setidaknya begitulah gambaran yang dibuat dalam
Volume 03 Tahun 2013
tajuk rencana Haluan pada awal bulan September 1955.32 Pemungutan suara pun dilakukan pada jadwal yang telah ditentukan. Pemilih berbondongbondang datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih partai politik yang dipercayainya. Para elite partai pun dengan sabar menunggu hasil rekapitulasi suara dari penyelengara pemilu. Beberapa minggu setelah hari pemungutan suara, hasil rekapitulasi perolehan suara pun telah dapat disaksikan, baik melalui informasi dari penyelenggara maupun dari media cetak dan elektronik. Dari hasil akhir rekapitulasi penghitungan suara Pemilu Parlemen dan Konstituante, akhirnya partai Masyumi di Sumatera Tengah memperoleh suara terbanyak. Untuk pemilu anggota parlemen, Masyumi memperoleh 797.692 suara, dan untuk pemilu anggota konstiuante 797.897 suara. Disusul kemudian oleh partai Perti dengan memeroleh 351.768 suara untuk parlemen dan 337.081 suara konstituante. Tentang perolehan suara masing-masing partai politik di Sumatera Tengah dapat dilihat pada tabel di bawah ini; Perolehan Suara Partai Politik Dalam Pemilu 1955 di Sumatera Tengah
Sumber: Herbert Feith, Pemilu 1955 di Indonesia, hal. 99 Dari perolehan suara tersebut, Masyumi mendapat 6 kursi di parlemen dan 11 kursi di konstituante. Enam orang yang duduk di parlemen itu antara lain H. Mansjur Daut Dt. Palimo Kayo, Saalah J. St. Mangkuto, Dokter H. Ali Akbar, Rahmah El
31
Majalah Penerangan Sumatera Tengah, Djawatan Penerangan Sumatera Tengah, Tahun 1956, hlm. 11-12.
32
Haluan, tanggal 7-8 September
1955.
69 |
Analisis Sejarah Yunusiyah, Zainal Abidin Ahmad dan M.O. Bafadhal, Sedangkan yang duduk di kursi Dewan Konstituante antara lain; A.R. Sutan Mansur, Syekh Ibrahim Musa Parabek, Ruslan Mulyohardjo, Z.A. Ahmad, Ratna Sari, H. Ilyas Ya’cub, M. Djafar Bin Ali Djalil, A. Malik Ahmad, Duski Samad, Muchtar Husin dan Zamzami Kimin.33 Di pihak lain, dengan jumlah perolehan suara tersebut, partai Perti mendapatkan 3 kursi di dan 5 kursi di konstituante. Tiga orang tokoh Perti yang duduk menjadi anggota parlemen antara lain H. Sirajuddin Abbas, Ma’rifat Marjani, dan H. Rusli. A. Wahid, sedangkan dan 5 orang lainnya yang terpilih menjadi anggota konstituante adalah Syekh Sulaiman Ar-Rasuli, H. Mansyur Dt. Nagari Basa, Ummi Syamsiah, Tengku Bai bin Tengku Mahmud dan Umar Bakri.34 Kemenangan partai Masyumi tersebut merata di seluruh daerah kabupaten di Sumatera Tengah. Partai ini meraih kursi terbanyak di lembaga DPRS di setiap kabupaten.35 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa parti Masyumi juga mendapatkan dukungan mayoritas di Bukittinggi dan Kabupaten Agam yang 33
Suara Masjumi, tanggal 1 Agustus 1956, hlm. 5. 34 Selain itu PKI mendapat 1 kursi di parlemen dan 2 kursi di konstituante, PPTI 1 orang di perlemen dan sekaligus merangkap sebagai anggota konstituante. Beberapa partai lain seperti PSII, PSI dan NU hanya mendapatkan masing-masing 1 kursi di konstituante. Lihat dalam Gusti Asnan, op.cit., hlm. 81--82. 35 Dari 147 kursi yang tersedia untuk seluruh daerah kebupaten tersebut, Masyumi memperoleh 88 kursi. Gusti Asnan, op.cit., hlm. 77.
Volume 03 Tahun 2013
merupakan basis utama partai Perti di Sumatera Barat. Kemenangan partai Masyumi di setiap daerah kabupaten di Sumatera Tengah tersebut selain dipengaruhi oleh struktur organisasi partai, wacana dan respon aktif partai ini terhadap berbagai persoalan yang berkembang di tengah masyarakat, akan tetapi juga disebabkan oleh dukungan orangorang Masyumi yang berada di pemerintahan (eksekutif). Mulai dari yang menjabat sebagai gubernur, bupati, kepala-kepala jawatan (dinas), camat hingga walinagari. Pada masa pelaksanaan pemilu 1955 misalnya, jabatan Gubernur Sumatera Tengah dipegang oleh Ruslan Mulyohardjo seorang kader Masyumi. Begitu pun dengan Saalah. J. Sutan Mangkoto yang menjadi pejabat sementara Gubernur Sumatera Tengah menggantikan M. Nasroen tahun 1950.36 E. Penutup Persaingan dan perseteruan antara partai Islam Masyumi dan partai Islam Perti sesungguhnya adalah pembuktian yang nyata bahwa dalam ranah politik praktis, kesamaan latar belakang keagamaan saja tidak cukup menjadi jaminan untuk mennghindari pertikaian politik. Karena kesemaan keyakinan keagamaan (Islam), didalamnya juga tertdapat varian-varian aliran-aliran pemikiran dan pandangan. Perseteruan itu semakin terprovokasi ketika sudah memasuki areal struktur politik dan kekuasaan, seperti yang tergambar dari proses pemisahan diri 36
Lindo Karsyah, Dari Gubernur M. Nasroen Sampai Zainal Bakar, (Padang: PT Genta Singgalang Press, 2005), hlm. 10.
70 |
Analisis Sejarah para ulama-ulama Perti yang keluar dari Partai Masyumi dan mendirikan partai Paerti di akhir tahun 1945. Agenda politik Pemilu menjadi sebuah medium demokrasi yang legal dan formalistis bagi pihak yang bersyarikat dalam partai politik untuk bersaing, berkompetisi dan bahkan berseteru secara terbuka, fair, adil dan bahkan berseteru secara sehat dan deawasa untuk memenangkan pertarungan itu. Dalam Pemilu 1955 di Sumatera Tengah ternyata persaingan dan perseteruan secara umum berjalan dengan baik, walaupun disana-sini terjadi gesekangesekan, terutama antara partai Masyumi dengan partai Perti. Masingmasing pihak mempersiapkan strategi dan taktik agar mendapat simpatik dan dukungan dari rakyat sebagai pemegang mandat utama kedaulatan rakyat. Partai Masyumi yang dimotori
Volume 03 Tahun 2013
oleh ulama-ulama modernis terbukti lebih progresif dan agitatif dalam mendapatkan dukungan dan kepercayaan dari masyarakat Sumatera Tengah. Partai Masyumi berhasil meraih dukungan mayoritas kemudian disusul oleh Perti di posisi kedua. Kemenangan Masyumi dalam Pemilu 1955 tentu bukanlah akhir. Politik adalah sebuah proses dinamis dan berkelanjutan. Persaingan dan perseteruan politik bisa saja berakhir dan atau tetap berlanjut sangat tergantung pada agenda-agenda politik selanjutnya. Beberapa momentum politik setelalah Pemilu 1955 seperti peristiwa Dewan Banteng (1956), Demokrasi Terpimpin, PRRI (1958), Peristiwa G30S/PKI 1966 tentu menjadi bahasan menarik untuk dilihat pada tulisan berikutnya.
[]
71 |
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
DAFTAR PUSTAKA a. Arsip/Dokumen Angaran Dasar Partai Islam Perti tahun 1945. Berita Masyumi, No. 129, tanggal 19 Maret 1952 Berita Masyumi, No. 128/II, tanggal 13 Maret 1952 Suara Masjumi, tanggal 1 Agustus 1956 Berita Masyumi, No, 81/II, tanggal 15 Juni 1951. Berita Masyumi, No. 104/II., tanggal 25 Oktober 1951 Berita Masyumi, No. 129, tanggal 19 Maret 1952 Berita Masyumi, No. 128/II, tanggal 13 Maret 1952 Suara Masjumi, tanggal 1 Agustus 1956 Berita Masyumi, No, 81/II, tanggal 15 Juni 1951. Berita Masyumi, No. 104/II., tanggal 25 Oktober 1951 Haluan, tanggal 14 April, 1953 Haluan, tanggal 4 Mei 1953. Haluan, tanggal 3 Oktober 1953. Haluan, tanggal 14 Juni 1954. Haluan, tanggal 11 Maret 1954. Haluan, tanggal 7 April 1955. Haluan, tanggal 11 Maret 1954. Haluan, tanggal 7--8 September 1955. Haluan, tanggal 14 April, 1953 Haluan, tanggal 4 Mei 1953. Haluan, tanggal 3 Oktober 1953. Haluan, tanggal 14 Juni 1954. Haluan, tanggal 11 Maret 1954. Haluan, tanggal 7 April 1955. Haluan, tanggal 11 Maret 1954. Haluan, tanggal 7--8 September 1955. b. Buku/Jurnal/Artikel Ilmiah Antoni, Raja Juli, (ed). 2008. Aba: M. Natsir Sebagai Cahaya Keluarga. Jakarta: Yayasan Capita Selecta. Alfian. 1971. Hasil Pemilihan Umum 1955 Untuk Dewan Perwakilan Rakyat. Jakarta: Leknas. Amura. 1979. Sejarah Revolusi Kemerdekaan di Minangkabau 1945-1950. Jakarta: Antara. Asnan, Gusti. 2007. Memikir Ulang Regeonalisme: Sumatera Barat Tahun 1950-an. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Benda, Harry J. 1980. Bulan Sabit Matahari Terbit: Islam Indonesia Pada Masa Pendudukan Jepang (Terj. Daniel Dhakidae). Jakarta: Yayasan IlmuIlmu Sosial dan PT Dunia Pustaka Jaya. Boland, B.J. 1985. Pergumulan Islam di Indonesia. Jakarta: PT Grafiti Press. BPISM. 1978. Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau-Riau, 1945-1950. Jakarta: BPSIM.
72 |
Analisis Sejarah
Volume 03 Tahun 2013
Bajasut, S.U. 1972. Alam Pikiran dan Djedjak Perdjuangan Prawoto Mangkusasmito. Surabaya: Documenta. Compton, Boyd R. 1992. Kemelut Demokrasi Liberal: Surat-surat Rahasia Boyd R. Compton. Jakarta: LP3ES. Depertemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1979. Sejarah Revolusi Kemerdekaan di Sumatera Barat. Jakarta: Investasi Kebudayaan Daerah. Daya, Burhanuddin. 1995. Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera Thawalib. Yogyakarta: PT Tiara Wacana. Husein, Ahmad. 1991. Sejarah Perjuangan Kemerdekaan RI di Minangkabau/Riau, 1945-1950. Jakarta: Badan Pemurnian Sejarah Indonesia-Minangkabau. Koto, Alaiddin. 1996. Pemikiran Politik Persatuan Tarbiyah Islamiyah, 1945-1970. Pekanbaru: Susqa Press. ---------, 2006 Sejarah Perjuangan Persatuan Tarbiyah Islamiah di Pentas Nasional. Jakarta: Tarbiyah Press. Kahin, Audrey. 2005. Dari Pemberontakan ke Integrasi: Sumatera Barat dan Politik Indonesia, 1926-1998. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Kuntowidjojo. 1993. Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Tiara Wacana. Karsyah, Lindo. 2005. Dari Gubernur M. Nasroen Sampai Zainal Bakar. Padang: PT Genta Singgalang Press. Maarif, Ahmad Syafi’i. 1998. Islam dan Politik; Teori Belah Bambu Masa Demokrasi Terpimpin, 1959-1965. Jakarta: Gema Insani Press. Nelmawarni. 2002. “Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti); Dari Organisasi Sosial Keagamaan ke partai Politik, 1928-1971”, Tesis. Yogyakarta: PPS UGM. Noer, Deliar. 2000. Partai Islam di Pentas Nasional; Kisah dan Analisis Perkembangan Politik Indonesia, 1945-1965. Bandung: Mizan. ____________. 1982. Gerakan Modern Islam, 1900-1942. Jakarta: LP3ES. Puar, Yusuf Abdullah. 1978. Muhammad Natsir; 70 Tahun Kenang-Kenangan Kehidupan dan Perjuangan. Jakarta: Pustaka Antara. Samsuri. 2004. Politik Islam Anti Komunis: Pergumulan Masyumi dan PKI di Arena Demokrasi Liberal. Yogyakarta: Safiria Insania Press dan UII Yogyakarta. Soekarno. 1959. Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme, dalam Di Bawah Bendera Revolusi, Jilid I. Jakarta: Panitia Penerbit Di Bawah Bendera Revolusi. Zed, Mestika, (dkk). 1995. Sumatera Barat Dalam Panggung Sejarah, 1945-1995. Sumatera Barat: Panitia Peringatan 50 Tahun RI. Majalah Penerangan Sumatera Tengah, Djawatan Penerangan Sumatera Tengah, Tahun 1956
73 |