ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh Rizki Almu Ali Kosasih NIM: 1111051000060
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 24 Desember 2015
Rizki Almu Ali Kosasih
ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh Rizki Almu Ali Kosasih NIM: 1111051000060
Pembimbing
Siti Nurbaya, M.Si NIP: 19790823 200912 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H./2016 M.
PENGESAHAAN PANITIAN UJIAN Skripsi yang berjudul ANALISIS SEMIOTIK CITRA POLITIK HARY TANOESOEDIBJO DALAM IKLAN PARTAI PERINDO DI TELEVISI telah diujikan dalam sidang munaqasyah di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 22 Maret 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) pada Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Jakarta, 22 Maret 2016 Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota,
Sekertaris Merangkap Anggota,
Dr. Masran, MA NIP: 19601202 199503 1 001
Dedi Fakhrudin, M.Ikom NIP: 19781208 201411 1 001
Anggota,
Penguji I,
Penguji II,
Dr. Sihabudin Noor, MA NIP: 19690221 199703 1 001
Rubiyanah, MA NIP: 19730822 199803 2 001
Pembimbing,
ABSTRAK
Rizki Almu Ali Kosasih Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo dalalm Iklan Partai Perindo di Televisi Menjelang dimulainya kontestasi pemilu pada tahun 2014 lalu, pemilik dari media-media besar di Indonesia berpartisipasi memperebutkan kursi lembaga legislatif dan eksekutf. Sebut saja Abu Rizal Bakrie, Surya Paloh dan Hary Tanoe yang bersaing mendulang suara melalui media yang berada di bawah kekuasaannya. Mereka melakukan publikasi lewat iklan politik, untuk menampilkan citra politik diri dan partainya. Karena televisi merupakan media masa yang paling efektif dalam menyampaikan informasi, Hary Tanoe dengan partai Perindo yang baru saja lahir dalam dunia politik Indonesia, memerlukan publisitas untuk menunjukan eksistensi diri dan partainya di tengah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, rumusan masalah penelitian yaitu, bagaimana citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo di televisi digambarkan? Dan apa saja ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam iklan partai Perindo di televisi? Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai unit analisis adalah teori semiotika model Charles Sanders Peirce, yang membagi tanda menjadi ikon, indeks dan simbol. Peirce juga memperkenalkan istilah semiosis, yaitu proses pemaknaan dan penafsiran tanda melalui tiga tahap, yakni tahap pencerapan aspek representamen (melalui pancaindra), tahap mengaitkan secara spontan represetamen dengan pengalaman dalam kognisis manusia yang memaknai represetamen itu (objek), dan tahap menafsirkan objek sesuai dengan keinginannya (interpretant). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis dengan pendekatan penelitian kualitatif. Sementara teknik penulisan dalam penelitian, mengacu pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance). Tujuan dilaksanakannya penelitian adalah untuk mengetahui ikon, indeks dan simbol dalam iklan partai Perindo, serta bagaimana citra Hary Tanoe digambarkan dalam iklan tersebut. Kemudian, penelitian ini juga memiliki manfaat yakni memberikan gambaran bagaimana iklan bisa menampilkan citra tersendiri yang dilakukan oleh media. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan mampu bermanfaat bagi masyarakat untuk menjadi modal dasar dalam berpikir lebih kritis mengenai iklan dari partai politik dalam memilah dan memilih serta menentukan hak pilihnya dalam pemilihan umum. Setelah melakukan penelitian, peneliti mengambil kesimpulan bahwa citra politik yang ingin ditampilkan dalam iklan partai Perindo adalah sosok Hary Tanoe yang merangkul masyarakat ekonomi lemah karena mereka merupakan pondasi agar terciptanya Indonesia yang sejahtera. Hary Tanoe juga sosok yang sangat mengakui pluralitas yang ditandai dengan ikon, indeks dan simbol yang muncul dalam iklan yang menggambarkan keberagaman rakyat Indonesia. Keyword: Citra, Iklan, Semiotika, Politik, Partai Perindo, Hary Tanoe
v
KATA PENGANTAR
ِ ﺑِﺴ ِﻢ ﷲ اﻟﱠﺮ ْﲪَ ِﻦ اﻟﱠﺮ ِﺣْﻴ ِﻢ ْ Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin, segala puji bagi Allah SWT, dzat Yang Maha Sempurna, yang senantiasa menyempurnakan kenikmatan kepada hambaNya. Shalawat serta salam juga selalu tercurahkan kepada baginda Rasulullah SAW beserta sahabat dan keluarganya, pembawa misi penyempurna akhlak yang mulia, bagi seluruh ummat manusia di dunia. Dengan tetap merendahkan hati, peneliti tetap mengharapkan karunia, pertolongan dan petunjuk-Nya, alhamdulillah peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo dalam Iklan Partai Perindo di Televisi” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar sarjana dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari, dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan kelemahan diberbagai tempat, oleh karena itu peneliti sangat menerima koreksi dan saran dari pembaca untuk menyempurnakan skripsi ini agar menjadi lebih baik lagi. Selain itu, peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu peneliti dalam proses penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, dan dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada: Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi; Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik; Dra.
Hj. Roudhonah, M.Ag selaku Wakil Dekan II Bidang Administrasi dan Keuangan; dan Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan II Bidang Kemahasiswaan. Drs. Masran, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, SS, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. Ketua Sidang Munaqsyah, Bapak Drs. Masran, MA; dan Sekertaris Sidang Munaqasyah, Bapak Dedi Fakhrudin, M. Ikom. Beserta Penguji I, Bapak Dr. Shihabudin Noor, MA dan Penguji II, Ibu Rubiyanah, MA. Terima kasih telah meluangkan waktunya untuk hadir dalam undangan peneliti dan memberikan nilai, kritik dan saran kepada peneliti untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Dosen Pembimbing Skripsi, Ibu Siti Nurbaya, M.Si yang telah meluangkan waktunya dan memberikan pemaham lebih dalam mengenai tema, konsep dan alur penelitian, serta motivasi, kritik dan saran juga semangat sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. Kepada kedua orang tua peneliti, Bapak Kencie Kosasih dan Ibu Rani Pujihartini, terima kasih telah mendengarkan keluh kesah peneliti dan terus menyediakan materil yang peneliti butuhkan selama proses penelitian, terima kasih atas do’a dan kucuran kasih sayang tanpa batas kepada peneliti. Terima kasih kepada Wina Saputri dan El Sheva Pranajaya yang telah menjadi keluarga kecil bagi peneliti. Terima kasih atas kasih sayang, canda dan tawa, kehangatan dan kebersamaan kalian yang menjadi motivasi lebih dan semangat dalam menyelesaikan skripsi dan dalam hidup bagi peneliti. Terima kasih kepada Achmad Maulana Sirojjudin, Ismo Tri Hatmodjo, Wulan Purnamawati, Muhammad Reza Fansuri, Umamah Nisaul Jannah, Setya
Malikh Kevin Turangga atas pemikiran-pemikirannya dan kesediaan meluangkan waktunya mengerjakan Skripsi bersama. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu per satu, semoga Allah SWT membalas niat baik kalian, Aamiin Ya Rabbal’alamin. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, 22 Maret 2016
Rizki Almu Ali Kosasih
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................
v
KATA PENGANTAR ......................................................................................
vi
DAFTAR ISI.....................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.............................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................
4
C. Tujuan Penelitian .......................................................................
5
D. Manfaat Penelitian .....................................................................
5
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................
6
F. Metodologi Penelitian ................................................................
8
G. Sistematika Penulisan ................................................................ 11
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP A. Komunikasi Politik .................................................................... 14 1. Citra Politik .......................................................................... 15 2. Publisitas Politik .................................................................. 18 B. Semiotika dan Semiologi ........................................................... 20 1. Konsep Semiotika Charles Sanders Peirce .......................... 22 2. Ikon, Indeks dan Simbol ...................................................... 24 C. Iklan Televisi.............................................................................. 26 1. Konsep Iklan ........................................................................ 26 2. Konseptual Iklan Politik....................................................... 30
BAB III
GAMBARAN UMUM A. Profil Hary Tanoesoedibjo ......................................................... 32 B. Profil Partai Perindo ................................................................... 35
ix
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Deklarasi Partai Perindo” ......................................................... 44 B. Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Siapakah Indonesia?” ............................................................... 57 C. Interpretasi Penelitian ................................................................ 68
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................................ 82 B. Saran........................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 84
LAMPIRAN...................................................................................................... 88
DAFTAR TABEL
1. Tabel 2.1 Perbedaan Antara Publikasi dengan Publisistas ........................... 20 2. Tabel 2.2 Semiotika Peircean........................................................................ 25 3. Tabel 4.1 Analisis Gambar Hary Tanoesoedibjo .......................................... 45 4. Tabel 4.2 Analisis Gambar Kondisi Pasar Tradisional ................................. 47 5. Tabel 4.3 Analisis Gamabar Kegiatan UMKM ............................................ 49 6. Tabel 4.4 Analisis Gambar Petani................................................................. 51 7. Tabel 4.5 Analisis Gambar Nelayan ............................................................. 52 8. Tabel 4.6 Analisis Gambar Buruh................................................................. 54 9. Tabel 4.7 Analisis Gambar Pengangguran.................................................... 56 10. Tabel 4.8 Analisis Gambar Tulisan “Siapakah Indonesia?” ......................... 58 11. Tabel 4.9 Analisis Gambar Suku Papua ....................................................... 60 12. Tabel 4.10 Analisis Gambar Pemeluk Agama Hindu ................................... 62 13. Tabel 4.11 Analisis Gambar Nenek ............................................................. 64 14. Tabel 4.12 Analisis Gambar Hary Tanoe dengan Masyarakat ..................... 66 15. Tabel 4.13 Karakteristik UMKM .................................................................. 72
xi
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 2.1 Segitiga Semiotika Peircean...................................................... 24 2. Gambar 3.1 Hary Tanoesoedibjo .................................................................. 32 3. Gambar 3.2 Lambang Partai Perindo ............................................................ 42 4. Gambar 4.1 Gambar Hary Tanoe .................................................................. 45 5. Gambar 4.2 Gambar Kondisi Pasar Tradisional .......................................... 47 6. Gambar 4.3 Gambar Kegiatan UMKM ........................................................ 49 7. Gambar 4.4 Gambar Petani ........................................................................... 50 8. Gambar 4.5 Gambar Nelayan........................................................................ 52 9. Gambar 4.6 Gambar Buruh ........................................................................... 54 10. Gambar 4.7 Gambar Pengagguran ................................................................ 55 11. Gambar 4.8 Gambar Tulisan awal iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?”) ................................................................................................. 58 12. Gambar 4.9 Gambar Suku Papua .................................................................. 60 13. Gambar 4.10 Gambar Agama Hindu ............................................................ 62 14. Gambar 4.11 Gambar Nenek ........................................................................ 64 15. Gambar 4.12 Gambar Hary Tanoe dengan Masyarakat ................................ 66
xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Iklan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berita pesanan untuk mendorong, membujuk khalayak ramai agar tertarik pada barang dan jasa yang ditawarkan. Atau juga sebagai pemberitahuan kepada khalayak mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di dalam media massa seperti surat kabar, telivisi, dan majalah atau di tempat umum. 1 Masyarakat Perikalanan Indonesia, dalam Rhenald Kasali, 2 mendefinisikan iklan sebagai segala bentuk pesan tentang suatu produk yang disampaikan lewat media, ditujukkan kepada sebagian atau seluruh masyarakat. Secara sederhana iklan adalah pesan yang menawarkan suatu produk yang ditujukkan kepada masyarakat lewat suatu media. Objek iklan tidak sekedar tampil dalam wajah yang utuh, melainkan melalui proses pencitraan, sehingga citra produk lebih mendominasi bila dibandingkan dengan produk itu sendiri. Pada proses ini cita produk diubah menjadi citra produk. Perjalanan mengubah cita menjadi citra, adalah persoalan interaksi simbolis di mana objek iklan dipertontonkan. Fokus perhatian pada makna simbolis konsumen
1 Ebta Setiawan, “Pengertian Iklan”, artikel diakses pada 2 Mei 2015 dari http://kbbi.web.id/iklan 2 Rhenald Kasali, Membidik Pasar Indonesia Segmentasi Targeting Possittioning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 9-7
1
2
iklan yang ditampilkan dalam iklan itu sendiri, di mana simbol-simbol budaya dan kelas sosial menjadi bagian dominan dalam kehidupannya. 3 Dalam komunikasi politik, adanya komponen terpenting yaitu adanya pesan yang ingin disampaikan melalui iklan yang ditayangkan oleh media televisi. Iklan politik dapat dilakukan diberbagai media baik massa, elektronik ataupun media cetak. Melalui iklan politik pula dapat menggambarkan apa yang akan dilakukan oleh calon kandidat dari partai politik tersebut. Iklan politik tersebut juga dimanfaatkan sebagai bentuk publisitas untuk menginformasikan visi dan misi, program kerja yang dicanangkan dan citra diri yang baik dari partai atau kandidat politik. Oleh karena itu, pemilik dari media televisi dewasa ini banyak berpartisipasi ke dalam dunia perpolitikan Indonesia dengan bergabung dalam sebuah partai politik atau bahkan mendirikan partai politik. Sebagai contohnya, Hary Tanoesoedibjo. Pemilik dari MNC Group ini menciptakan sebuah partai baru, yakni Partai Perindo untuk berpastisipasi dalam pemilu 2019 mendatang. Dikutip dari situs youtube.com, 4 partai Perindo telah resmi menjadi badan hukum partai politik pada tanggal 8 Oktober 2014 lalu. Dan mendeklarasikan berdirinya partai tersebut pada tanggal 7 Februari 2015 dengan mengundang ketua umum partai politik lain seperti Abu Rizal Bakrie, Annis Matta, Wiranto dan sejumlah pejabat tinggi negara. Partai Perindo memiliki basis perjuangan mewujudkan Indonesia sejahtera lahir dan batin.
3
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 79. 4 Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo Hary Tanoe dalam Deklarasi Partai Perindo 7 Februari 2015”, video diakses pada 2 Mei 2015 dari https://www.youtube.com/watch?v=_Gv4kCNoGqQ
3
Sebagai partai politik baru dan ketua umumnya merupakan pemilik dari media MNC Group, walaupun saat ini tidak sedang musim kampanye, partai Perindo dapat dengan mudah melakukan iklan politik di empat stasiun televisi yang dimiliki MNC Group tersebut, yaitu RCTI, MNC TV, Global TV. Iklan politik merupakan penghubung dari sebuah partai politik ke masyarakat, khususnya calon pemilih. Selain merupakan kegiatan pemasaraan, periklanan juga merupakan kegiatan komunikasi. Dilihat dari segi komunikasinya, rekayasa unsur pesan sangat tergantung dari siapa khalayak sasaran yang dituju dan melalui media apa iklan politik tersebut sebaiknya disosialisasikan. 5 Belum genap satu tahun usia Partai Perindo, tercatat Partai Perindo telah menayangkan empat buah versi iklan yang berbeda pada televisi di bawah naungan MNC Group, yakni RCTI, Global TV, MNC TV dan iNews TV. Ke-empat versi iklan tersebut adalah versi “kelahiran Partai Perindo”, versi “Deklarasi Partai Perindo”, versi “Event Liga Futsal Perindo”, dan versi “Siapakah Indonesia?”. Kemudian, setelah usia pertamanya sebagai partai politik di Indonesia, Partai Perindo kembali merilis sebuah iklan dengan tema “Mars Partai Perindo.” Dengan demikian, hingga saat ini tercatat ada lima buah versi iklan yang berbeda yang telah tayang di media televisi di bawah naungan MNC Group. Dan sampai saat ini, iklan dengan tema atau versi “Mars Partai Perindo” yang masih tayang di televisi milik Hary Tanoe tersebut. Dari latar belakang tersebut, peneliti akan melakukan suatu penelitian mengenai iklan dari partai Perindo tersebut, dengan menganalisa maksud dan tujuan mengenai makna yang terkandung mengenai pembentukan citra politik dari 5
Sumbo Tinarbuko, Iklan Politik dalam Realitas Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), hal
2
4
Hary Tanoe di dalam iklan tersebut, dengan judul penelitian “Analisis Semiotik Citra Politik Hary Tanoesoedibjo Dalam Iklan Partai Perindo di Televisi”. Untuk mengkaji iklan dalam perspektif semiotika, peneliti mengkajinya lewat sistem tanda dalam iklan. Iklan menggunakan sistem tanda yang terdiri atas lambang, baik yang verbal maupun yang berupa ikon. Iklan juga menggunakan tiruan indeks, terutama dalam iklan radio, televisi, dan film.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Untuk mempermudah peneliti dalam melakukan penelitian dan lebih terarah, iklan yang peneliti pilih sebagai batasan masalah adalah iklan versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Hal tersebut dikarenakan, kedua iklan versi tersebut sangat terlihat pencitraan politik Hary Tanoe sebagai aktor utama dalam iklan tersebut. Selain itu, alasan peneliti tidak memilih iklan versi “Mars Partai Perindo” dikarenakan oleh iklan tersebut tayang pertama kali pada saat peneliti telah sampai pada akhir analisis. Padahal, iklan Partai Perindo versi “Mars Partai Perindo” sarat akan pencitraan politik Hary Tanoe dan Liliana Tanoesoedibjo. Kemudian, stasiun televisi yang peneliti pilih sebagai batasan penelitian adalah stasiun RCTI dan Global TV. Hal tersebut dikarenakan kedua stasiun televisi tersebut merupakan stasiun unggulan yang frekuensi tayangan kedua iklan yang peneliti pilih sangat banyak tayang.
5
2. Perumusan Masalah Berdasarkan
batasan
masalah
tersebut,
peneliti
merumuskan
permasalahan sebagai berikut : a. Bagaimana citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?” digambarkan? b. Apa saja tanda yang digunakan dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi ”Siapakah Indonesia?”?
C. Tujuan Penelitian Dari rumusan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui citra politik Hary Tanoe dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi ”Siapakah Indonesia?” digambarkan. b. Untuk mengetahui ikon, indeks dan simbol yang terdapat dalam iklan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo”dan versi ”Siapakah Indonesia?”.
D. Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat dari penelitian ini, diantaranya: 1.
Manfaat Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperkaya pengetahuan mengenai teori-teori komunikasi beserta ruang lingkupnya kepada pembaca, khususnya mengenai semiotika, citra politik dan publistas, serta iklan dan iklan politik, serta berkaitan tentang komunikasi politik dan dunia
6
periklanan televisi. Penelitian ini memberikan gambaran bagaimana iklan bisa memberikan citra tersendiri yang dilakukan oleh media. 2.
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang keberagaman iklan politik di media televisi dan penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat dalam menghadapi serbuan iklan politik di media televisi pada saat mendekati musim pemilihan umum, agar dapat berpikir kritis untuk menentukan pillihan dalam menggunakan hak pilihnya.
E. Tinjauan Pustaka Dari beberapa penelitian sebelumnya, peneliti memilih hasil penelitian yang memiliki keterkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu: 1. Makna Kepemimpinan Islami Dalam Iklan Politik di Televisi (Analisis Semiotika Iklan Kampanye Pasangan Ahmad Heryawan-Deddy Mizwar Pemilihan Gubernur Jawa Barat 2013) oleh Arief Fadillah, mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2014. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian.
7
2. Representasi Citra Politik Dalam Iklan Hanura Win-HT Bersih Peduli Tegas di RCTI oleh Alvina Malvi, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayutllah Jakarta 2014. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian. 3. Konstruksi Citra Politik Hatta Rajasa Menjelang Pemilihan Presiden 2014 (Analisis Semiotik Pada Iklan MAPAN) oleh Vania Utamie Subiakto, mahasiswi Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2013. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan unit analisis, objek dan subjek penelitian dengan penelitian yang peneliti lakukan. Yakni analisis Semiotik model Charles Sanders Peirce, dengan tayangan iklan politik di televisi sebagai subjek dan makna berupa ikon, indeks dan symbol dalam tayangan iklan sebagai objek penelitian. Oleh karena itu, peneliti menjadikan skripsi tersebut sebagai sumber referensi teori dan cara melakukan analisis dalam penelitian. 4. Politik Pencitraan Partai Gerindra Terhadap Prabowo Subianto Pada Pilpres 2009 oleh Ridho Abdi Winahyu, mahasiswa Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, UIN Syarif Hidayatullah
8
Jakarta tahun 2012. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan pembahasan mengenai partai politik. Oleh Karena itu, peneliti menjadikan sebagai salah satu sumber referensi mengenai konsep tentang partai politik. 5. Analisis Wacana Kritis Iklan Kampanye Partai Politik Pemilu 2009 Di Televisi oleh Wiliani, mahasiswa jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra, Universitas Pendidikan Indonesia tahun 2009. Dalam skripsi tersebut, terdapat kesamaan pembahasan mengenai iklan kampanye dan partai politik. Oleh Karena itu, peneliti menjadikan sebagai salah satu sumber referensi mengenai konsep tentang iklan kampanye dan partai politik.
F. Metodologi Penelitian 1.
Paradigma Penelitian Paradigma menurut definisi Harmon (1970) yakni sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus tentang visi realitas. 6 Paradigma yang digunakan adalah paradigma konstruktivisme. Konstruktivisme diambil dari kata “konstruksi” yakni merancang, dan apa yang dirancang? Konstruksivisme berasumsi, “Bagaimana pesan di konstruksi atau di susun.” 7 Dalam hal ini, paradigma konsturksivisme lebih mengkaji soal pesan, dimana pesan dikonstruksikan (dibentuk). Di dunia pertelevisian pesan disebut juga dengan teks dimana teks bukan hanya sekedar tulisan yang tercetak
6
Lexy. J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya) Cet.
28, h. 49. 7
Ardianto Elvinaro. & Bambang Q-Anees, Filsafat Ilmu Komunikasi, (Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011), h. 154.
9
melainkan semua yang ada dalam layar kaca televisi mulai dari teks, audio, video bahkan grafis yang semuanya memiliki maksud dan tujuan tertentu sesuai dengan keinginan komunikator agar dapat menyamakan persepsinya dengan komunikan. 2.
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang di dalamnya terdapat metode penelitian analisis semiotika. Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari tanda (sign), objek (referent) dan pemikiran manusia. Pendekatan semiotika mencakup bagaimana tanda mewakili objek, ide, siruasi, keadaan, perasaan dan sebagainya yang berada di luar diri. Metode penelitian analisis semiotik yang peneliti gunakan adalah model dari semiotik Charles Sanders Pierce. Untuk mengkaji atau mendeskripsikan dan menganalisa, maka digunakan pendekatan deskriptif analisis. Tipe penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan hasil temuan penelitian secara sistematis, faktual, dan akurat yang disertai dengan petikan hasil wawancara. Pengertian dari analisis deskriptif sendiri adalah suatu cara melaporkan data dengan menerangkan, memberi gambaran, dan mengualifikasikan serta menginterpretasikan data yang terkumpul secara apa adanya, setelah itu baru disimpulkan.
3.
Subjek dan Objek Penelitian Subjek dari penelitian adalah iklan politik dari partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?” di RCTI dan Global TV. Sementara yang menjadi objek penelitian adalah makna yang
10
terkandung dalam tayangan iklan partai Perindo di stasiun televisi berupa ikon, indeks dan simbol serta bagaimana citra Hary Tanoe digambarkan dalam tayangan iklan seperti yang telah dibahas pada rumusan masalah. 4.
Teknik Pengumpulan Data a. Observasi Obesrvasi merupakan pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala yang diteliti. Observasi adalah kegiatan yang berhubungan dengan pengawasan, peninjauan, penyelidikan dan riset. 8 Penelitian melakukan observasi langsung yaitu dengan teknik observasi teks, yakni pengumpulan data dimana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap subjek yang diteliti yakni iklan partai Perindo dan objeknya yaitu makna yang terkandung dalam tayangan iklan-iklan partai Perindo di stasiun televisi berupa ikon, indeks dan simbol. b.
Dokumentasi Untuk memperdalam penelitian ini, peneliti juga mencari dan mengumpulkan data yang berkaitan dengan iklan partai Perindo dari berbagai dokumen seperti buku-buku, majalah, jurnal, media massa dan lainnya yang sebelumnya telah terlebih dahulu membahas tentang iklan politi. Selain itu peneliti juga menggunakan dokumentasi berupa video yang berasal dari internet, yang peneliti dapatkan dengan me-download video iklan tersebut.
8
Sutrisno Hadi, Metedologi Research, (Yogyakarta : Andi Offset, 1989), h. 92.
11
5.
Teknik Analisis Data Menurut Patton yang dikutip oleh Sugiono, 9 analisis data adalah proses mengatur uraian data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satu uraian dasar. Setelah semua data dan informasi yang sesuai dengan permasalahan penelitian terkumpul, selanjutnya peneliti melakukan analisis terhadap data dan informasi tersebut. Peneliti akan menganalisisnya dengan menggunakan metode deskriptif, analisis semiotik dari Charles Sanders Pierce untuk menjawab perumusan masalah dalam penelitian ini. Unsur penting dalam analisis semiotik adalah makna yang ditonjolkan kepada khalayak berupa ikon, indeks dan simbol dalam tayangan iklan.
G. Sistematika Penulisan Teknik penulisan dalam penelitian, peneliti mengacu pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance). Kemudian, agar penulisan penelitian ini menjadi lebih sistematis, peneliti membagi isi skripsi ini menjadi lima bab, tiap bab di dalamnya terdapat beberapa sub-bab agar lebih jelas dalam pembahasannya. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: Penulisan ini dimulai dengan BAB I, yang menjelaskan latar belakang masalah penelitian. Di dalamnya mendeskripsikan garis besar iklan televisi, iklan politik, kemudian latar belakang lahirnya Partai Perindo dan sepak terjang dari
9
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta), 2007, h. 88.
12
sosok pendiri Partai Perindo sekaligus pemilik dari MNC Group, Hary Tanoesoedibjo. Di dalam bab Pendahuluan ini juga berisikan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka konsep dan teori, metodologi penelitian, serta sistematika penulisan. Kemudian, bab selanjutnya adalah BAB II. Di dalam bab Landasan Teori dan Kerangka Konsep ini berisikan mengenai teori-teori dan berbagai konsep yang peneliti gunakan berdasarkan rumusan masalah penelitian. Peneliti ingin meneliti citra Hary Tanoe dalam iklan Partai Perindo di televisi, yang akan dianalisis dengan semiotika. Oleh sebab itu, dalam bab ini berisikan teori tentang semiotika, yang peneliti akan gunakan adalah model semiotika Charles S. Peirce. Selain itu, dalam bab ini juga terdapat konsep mengenai komunikasi politik, yang di dalamnya berfokus pada citra dan publisitas politik. Selanjutnya, konsep mengenai politik dalam islam, iklan di televisi dan iklan politik juga terdapat dalam bab ini. Profil dan sepak terjang dari Hary Tanoesoedibjo serta profil dan sejarah berdirinya Partai Perindo akan peneliti bahas dalam BAB III yang berisi Gambaran Umum. Selain itu, bab ini juga membahas secara singkat iklan dari Partai Perindo di televisi yang peneliti pilih untuk diteliti, yakni iklan Partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Inti atau point dari penulisan penelitian akan peneliti sajikan dalam BAB IV mengenai Temuan dan Analisis Data. Di dalam bab ini, peneliti menguraikan secara lengkap hasil analisis peneliti mengenai tanda dan makna yang terkandung dalam iklan Partai Perindo yang tayang di televisi versi “Deklarasi Partai Perindo” dan versi “Siapakah Indonesia?”. Kemudian, bab ini juga berisi interpretasi
13
penelitian untuk membongkar lebih luas dan lengkap mengenai tanda dan makna yang terdapat dalam iklan Partai Perindo tersebut. Selanjutnya, bab terakhir dari penelitian adalah BAB V yang merupakan bab Penutup. Dalam bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil dari penelitian analisis semiotik citra Hary Tanoe dalam iklan Partai Perindo di televisi, serta menjelaskan substansi dari bab-bab sebelumnya yang menjelaskan tentang apa yang menjadi tema dari penelitian ini. Dalam bab ini juga terdapat saran-saran dari peneliti yang semoga bisa bermanfaat, serta mencantumkan daftar pustaka yang peneliti gunakan dalam penulisan sebagai rujukan dan lampiran-lampiran yang peneliti kira penting.
BAB II TEORI
A. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah suatu kaji`an sebagai studi atau ilmu pengetahuan yang muncul pada masa kontemporer. Komunikasi politik secara teoritis dan praktis bersifat dinamis, dan merupakan suatu kajian yang interdisipliner. Artinya, komunikasi politik adalah suatu ilmu yang dibangun atas berbagai macam disiplin ilmu, terutama dalam hubungannya antara proses komunikasi dan proses politik. Hafied Cangara menjelaskan, secara etimologis, “komunikasi” berasal dari bahasa Latin yaitu “Communico” yang artinya membagi, dan “Communis” yang berarti persamaan. Secara terminologis, “komunikasi” adalah proses penyampaian pesan dari seseorang ke orang lain (kelompok). Harold D. Lasswell menjelaskan bahwa komunikasi adalah proses “Who, Says what, In which channel, To whom, With what effect”. Ia terinspirasi dari Aristoteles yang hidup empat abad sebelum masehi, yang dalam bukunya dengan judul Rethoric mendefinisikan komunikasi dengan menekankan “siapa mengatakan apa kepada siapa”. 1 Gun Gun Heryanto dalam buku yang berjudul Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar mengatakan, 2 pengertian “politik” secara etimologis, diambil dari bahasa Latin, “politicus” dan bahasa Yunani, “politicos” yang berarti “relating to a citizen” (hubungan kepada masyarakat). Kedua kata tersebut berasal dari kata
1
Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strattegi, h. 14. Gun Gun Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 2. 2
14
15
“polis” yang bermakna “kota”. Definisi politik secara terminologis, merupakan aktivitas atau sikap yang berhubungan dengan kekuasaan dan yang bermaksud untuk memengaruhi dengan jalan mengubah atau memertahankan suatu bentuk susunan masyarakat. Sementara Harold D. Lasswell dalam Hafied Cangara, 3 juga menjelaskan politik sebagai ilmu tentang kekuasaan “when we speak of the science of politics, we mean the science of power”. Filsuf Yunani Kuno abad kelima sebelum masehi, seperti Plato dan Aristoteles, menganggap politik sebagai usaha mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Politik pada umumnya dapat dikatakan suatu usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat ke arah kehidupan bersama yang harmonis. 4 Dari konsep mengenai komunikasi dan konsep tentang politik yang telah dijelaskan di atas, komunikasi politik suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi terhadap aktivitas politik. Komunikasi politik adalah upaya sekelompok manusia yang mempunyai orientasi, pemikiran atau ideologi politik tertentu dalam rangka menguasai atau mendapatkan kekuasaan disuatu wilayah. 1. Citra Politik Citra berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti gambar. Kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan kata image dalam bahasa Inggris. Citra merupakan sesuatu yang abstrak dan kompleks serta melibatkan aspek emosi (afektif) dan penalaran (kognisi). Pada hakikatnya, citra dapat didefinisikan sebagai konstruksi atas representasi dan persepsi khalayak terhadap
3
Cangara, Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strattegi, h. 23. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012), h. 14. 4
16
individu, kelompok atau lembaga yang terkait dengan kiprahnya dalam masyarakat. 5 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), citra adalah rupa, gambar atau gambaran. Citra merupakan gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan, organisasi atau produk. Sedangkan citra politik didefinisikan sebagai strategi suatu partai politik atau politisi untuk membangun gambaran positif diri. Suparmin berpendapat, 6 bahwa citra politik sangat berkaitan dengan berbagai macam identitas seorang tokoh politik, dan merupakan rangkaian atribut yang diberikan oleh pihak luar membentuk entitas seorang tokoh partai politik. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima melalui media, baik media sosial maupun media massa, yang bekerja menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Citra politik mencakup beberapa beberapa hal, yaitu: (1) seluruh pengetahuan politik seseorang (kognisi), baik yang benar maupun keliru; (2) semua referensi (afeksi) yang melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa politik yang menarik; (3) semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang terjadi jika berperilaku dengan cara berganti-ganti terhadap objek dalam situasi itu. Citra politik selalu berubah sesuai dengan berubahnya pengetahuan politik dan pengalaman politik seseorang. 7 Gun Gun Heryanto berpendapat, citra politik bisa diperoleh melalui publisitas politik. Publisitas menurut Howard Stephenson yang dikutip dari Gun
5
Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 178. 6 Suparmin, “Konstruksi Citra dan Politik Media Massa”, artikel diakses pada 5 Agustus www.kompasiana.com/suparmin/konstruksi-citra-dan-politik-media2015 dari massa_54f91d21a33311f1068b46e1 7 Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, h. 178.
17
Gun Heryanto, adalah berita mengenai kejadian-kejadian yang direncanakan. Citra politik sangat diperlukan untuk membangun image yang baik dimasyarakat, agar memperoleh dukungan dari masyarakat. Jika citra suatu partai atau tokoh politik itu baik dimata masyarakat, berarti sejalan dengan tingginya tingkat popularitas partai atau tokoh politik tersebut. 8 Dalam Citra Politik, ada beberapa jenis citra yaitu (1) Citra Bayangan (mirror image), citra yang melekat pada orang-orang dalam atau anggota oragnisasi, biasanya adalah pemimpinnya, mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya. Citra ini sering kali tidak tepat, akibat dari kurangnya informasi, pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki oleh angggota dalam organisasi itu mengenai pendapat dari pihak luar tersebut; (2) Citra yang Berlaku (current image), citra yang dianut oleh pihak-pihak luar mengenai suatu organisasi. Citra yang sepenuhnya ditentukan oleh banyak atau sedikitnya informasi yang dimiliki oleh mereka yang mempercayainya; (3) Citra Majemuk (multiple image), adanya citra yang bermacam-macam dari publiknya terhadap organisasi tertentu yang ditimbulkan oleh mereka yang mewakili organisasi dengan tingkah laku yang berbeda-beda dengan tujuan organisasi; dan (4) Citra yang Diharapkan (wish image), citra yang diinginkan pleh pihak organisasi. Biasanya dirumuskan dan diterapkan untuk sesuatu yang relatif baru, ketika khalayak belum memiliki informasi yang memadai mengenai informasi tersebut. 9
8
Heryanto dan Shulhan Rumaru, Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar, h. 89. Frank Jefkins, Public Relation (Edisi kelima), (Jakarta; Erlangga, 1998), h. 20 dan 412.
9
18
2. Publisitas Politik Jefkins menjelaskan publisitas adalah suatu upaya dari seseorang atau organisasi agar kegiatannya diberitakan media massa. Publisitas lebih menekankan komunikasi satu arah. Kata publisitas berasal dari bahasa Inggris, publicity, yang berarti informasi yang berasal dari sumber luar yang digunakan media massa karena memiliki nilai berita. Publisitas merupakan sebuah metode yang tidak dapat terkontrol dalam penempatan pesan di media. 10 Tujuan dari publisitas adalah meningkatkan popularitas lembaga atau kandidat politik. Namun secara lebih jelas, tujuan dari publisitas politik adalah: (1) memperoleh perhatian. Konsep dasar dari publisitas adalah menarik perhatian khalayak dari isu-isu yang yang dibuat secara terencana dan akan lebih baik jika media massa mengulangnya berhari-hari bahkan berminggu-minggu; (2) memperoleh penghargaan. Dengan publisitas dapat mengangkat popularitas dari partai atau tokoh politik. Dengan terencana dan sistematis, maka partai atau tokoh politik tersebut akan dianggap penting bagi khalayak.; (3) good will. Adanya upaya dari pihak lain untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan yang mengarah pada kerja sama; dan (4) popularitas. Adanya pengakuan eksistensi yang meluas dari khalayak bagi kandidat, sehingga meningkatkan elektabilitas sementara untuk memperbesar pengaruh politik. Publisitas dalam praktiknya juga memiliki bentuk yang berbeda-beda, yakni: (1) Pure Publicity, Publisitas yang biasanya memanfaatkan kejadian yang biasa terjadi. Sebagai contoh, dipersimpangan jalan ataupun lampu merah ketika bulan Ramadhan banyak spanduk yang mengucapkan selamat menjalankan ibadah
10
Jefkins, Public Relation, h. 90.
19
puasa, akan tetapi sepanduk tersebut terdapat logo salah satu partai politi atau organisasi; (2) Paid Publicity, bentuk dari publisitas dengan cara membeli rubrik, kolom ataupun air time media. Jika iklan pada umumnya menampilkan produk atau jasa, gagasan lembaga atau kandidat secara langsung, maka bentuk publisitas jauh lebih soft atau elegan, dengan cara masuk di talkshow, editorial, dokumenter atau program yang seolah-olah tidak direncanakan dan tidak dibentuk. Selanjutnya (3) Free Ride Publicity, publisitas yang biasanya memanfaatkan keberadaan pihak lain. Dengan menggunakan event atau situasi pihak ketiga tersebut keuntungan diperoleh dalam hal popularitas. Contohnya dengan menjadi narasumber dalam suatu seminar, maka secara langsung atau tidak langsung dapat memengaruhi khalayak dalam event tersebut. Dan (4) Tie-in Publicity, memanfaatkan kejadian luar biasa yang mengundang jurnalis untuk meliput. Contohnya seperti bencana alam, yang banyak partai politik memanfaatkan kejadian tersebut. 11 Namun pada praktiknya, tidak semua publikasi merupakan publisitas, namun publisitas sudah pasti publikasi. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator. Faktor yang pertama adalah tujuannya, publikasi bertujuan untuk memberitahu informasi kepada khalayak, sementara publisitas berusaha untuk mempopulerkan citra diri. Kemudian publikasi berfokus pada pemindahan informasi, sementara publisitas berfokus pada kejadian yang direncanakan. Selanjutnya publikasi bersifat tidak memihak, sedangkan publisitas memihak pada seseorang atau suatu lembaga. Dan yang terakhir publikasi mengangkat multi-isu, sementara publisitas hanya satu atau sedikit isu saja yang diangkat.
11
Jefkins, Public Relation, h. 93.
20
Tabel 2.1 (Perbedaan antara Publikasi dengan Publisitas) 12
Indikator Tujuan Fokus Sifat Informasi Isu
Publikasi Memberitahu informasi Pemindahan pesan Tidak memihak Multi-isu
Publisitas Mempopulerkan citra diri Kejadian yang direncanakan Memihak pada seseorang atau lembaga Satu atau sedikit isu
B. Semiotika Dan Semiologi Semiotika atau semiologi, merupakan dua istilah yang digunakan untuk satu bidang keilmuan yang sama. Dua istilah tersebut muncul dari dua tokoh, Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce, yang keduanya merupakan pemikir dalam bidang ilmu yang mengkaji tentang tanda. Tidak banyak perbedaan yang mencolok mengenai pengertian dari dua istilah tersebut, akan tetapi semiotik dan semiologi dapat dibedakan dari di mana dua istilah itu terkenal dan banyak digunakan. “Semiotics is the study of signs and signs sistems. It grew out of two entirely separate tradition in the early 1900s: Semiology (sêmiologie in the original French), proposed by Ferdinand de Saussure, a linguist in Switzerland, as an extension of psychology; and semiotic, proposed by Charles Sanders Peirce, a philosopher in the United States, as an extension of the study of logic. The term semiology is still used, though more often in Europe than in the United States; the term semiotic (singular form) is rarely used; the term of choice in the United States today is most often semiotics (plural form) in an attempt to consolidate areas of research.” 13
Dalam buku Semiotika Komunikasi, Alex Sobur menjelaskan istilah semiologi yang banyak digunakan oleh pengikut Ferdinand de Saussure di Eropa. Menurut pengertian Saussure, semiologi merupakan sebuah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda-tanda di tengah masyarakat dan menjadi bagian dari displin psikologi sosial, dengan tujuan untuk menunjukkan bagaimana terbentuknya tanda-
12
Jefkins, Public Relation, h. 95. Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874. 13
21
tanda berserta kaidah-kaidah yang mengaturnya. Sementara semiotika lebih terkenal oleh masyarakat yang menggunakan bahasa Inggris dan mereka adalah pengikut dari paham Charles Sanders Peirce. Yang menjadi dasar dari pemikiran Peirce adalah konsep mengenai tanda. Menurutnya, tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri apabila terkait dengan pemikiran manusia seluruhnya terdiri dari tanda-tanda. 14 Namun pada akhirnya, menurut resolusi yang diambil oleh komite internasional di Paris pada bulan Januari 1969 diputuskan semiotics menjadi istilah untuk semua peristilahan lama semiology. Kemudian hal tersebut dikukuhkan juga oleh Association for Semiotics Studies pada tahun 1974. Dalam buku Analisis Teks Wacana yang ditulis oleh Alex Sobur, 15 secara etimologis, istilah semiotika berasal dari bahasa Yunani “semeion” yang berarti “tanda” atau “seme” yang berarti “penafsir tanda”. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Sementara secara terminologis, semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai suatu tanda. Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia. Semiotika menjadikan kebudayaan sebagai objek kajian utamanya. Para strukturalis (merujuk pada Ferdinand de Saussure dan pengikutnya), melihat tanda sebagai pertemuan antara bentuk (yang tercitra dalam kognisi seseorang) dan
14
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 12-13. Alex Sobur, Analisis Teks Wacana: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006), h. 15
22
makna (isi, yang dipahami oleh seseorang). Mereka melihat tanda sebagai sesuatu yang menstruktur (proses pemaknaan berupa kaitan antara penanda dan petanda) dan terstruktur (hasil proses tersbut) dalam kognisi manusia. 16 Sementara para pragmatis (Charles S. Peirce beserta pengikutnya) melihat tanda seabagi sesuatu yang mewakili sesuatu. “Sesuatu” itu dapat berupa hal yang konkret (dapat ditangkap oleh pancaindera manusia). Yang kemudian melalui sebuah proses, “sesuatu” tersebut mewakili yang ada di dalam kognisi manusia. Jadi menurut para pragmatic, tanda bukanlah suatu struktur, melainkan suatu proses kognitif yang berasal dari apa yang dapat ditangkap oleh pancaindera manusia. Danesi dalam bukunya menjelaskan, 17 semiotika adalah ilmu yang mengkaji
mengenai
tanda-tanda.
Tanda
memungkinkan
manusia
untuk
mempresentasikan dunia dalam pelbagai cara, melalui simulasi, indikasi dan kesepakatan bersama. Kehidupan manusia dicirikan oleh “pencampuran tanda”. Karena jenis-jenis tanda berbeda di tiap budaya, tanda menciptakan pelbagai pencontohan mental yang pasti akan membentuk pandangan yang dimiliki orang terhadap dunia. 1. Konsep Semiotika Charles Sanders Peirce Charles Sanders Peirce adalah tokoh dibalik digunakannya istilah semiotika/semiotik di dunia. Ia adalah seorang filsuf yang berasal dari Amerika. Peirce terlahir dari keluarga intelektual pada tahun 1839 di Cambridge, Massachusetts. Ayahnya adalah seorang professor Matematika di Harvard, bernama Benjamin. Peirce menjalani pendidikan di Harvard University, dan
16 Benny H. Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, (Depok: Komunitas Bambu, 2014), h. 15. 17 Marcel Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna (Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi), (Yogyakarta: Jalasutra, 2010), h. 33.
23
memberikan kuliah logika dan filsafat di Universitas John Hopkins dan Harvard. Ia memberikan sumbangan yang penting pada logika filsafat dan matematika, khususnya semiotika, Pierce melihat teori semiotikanya sebagai yang tak terpisahkan dari logika. Menurut Peirce, dalam Sobur, 18 tanda adalah “something which stands to somebody for something in some respect or capacity”. Ia juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari Kepertamaan, objeknya adalah Kekeduaan, dan penafsirnya adalah contoh dari Keketigaan. Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tanpa batas (semiosis). Danesi dalam bukunya menjelaskan arti dari semiosis, semiosis adalah kapasitas otak untuk memproduksi dan memahami tanda. 19 Kemudian, proses semiosis diterangkan oleh Hoed, yakni proses yang melalui tiga tahap, yang pertama adalah pencerapan tanda melalui pancaindera (representament), selanjutnya adalah tahap mengaitkan secara spontan represetamen dengan pengalaman dalam kognisis manusia yang memaknai represetamen itu (objek), dan tahap menafsirkan objek sesuai dengan keinginannya (interpretant). 20 “Peirce divided signs into three components: the sign, or representatum; the object, that to which the representatum refers; and the interpretant, the meaning it conveys (alternatively, the third part is sometimes understood to be the person making the interpretation).” 21
18
Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 40. Danesi, Pesan, Tanda, dan Makna, h. 24. 20 Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, h. 9. 21 Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874. 19
24
Gambar 2.1 (Segitiga Semiotik Peircean)
Dengan demikian menurut Peirce, sebuah tanda atau representament memiliki relasi “triadik” langsung dengan interpretan dan objek-nya. Apa yang dimaksud dengan proses “semiosis” merupakan suatu proses yang memadukan entitas (berupa representament) dengan entitas lain yang disebut objek. Proses inilah yang menurut Peirce disebut sebagai signifikasi. 2. Ikon, Indeks dan Simbol Charles S. Peirce juga mendefinisikan 66 jenis tanda yang berbeda, dan tiga diantaranya lazim digunakan dalam pelbagai karya semiotika saat ini. Ketiganya yaitu ikon, indeks dan simbol. “Signs are generally divided into types. Peirce named 66 types; of these, three are accepted as the most important. They are distinguished by the type of relationship between the signifier and signified. An icon has a relationship of similarity (a photograph is an icon because it normally looks like the person or object depicted). An index has a relationship of contiguity or connection, thus an index points to what it stands for (if their wedding cake topper is saved by the couple to be eaten on their anniversary, that is an index because it was originally part of the wedding cake and only conveys meaning as a result of that connection). A symbol has a relationship of arbitrariness (that the word cat has no whiskers, as Gregory Bateson famously noted, means it is a symbol).” 22 22
Wendy Leeds-Hurwitz, Semiotics and Semiology, In Stephen W. Littlejhon and Karen A. Foss, Encyclopedia of Communication, (California, SAGE Publications, 2009), h. 874.
25
a. Ikon Peirce menyebut objek sebuah ikon sebagai objek yang “langsung”. Ia mengistilahkan sumber acuan yang sesungguhnya, yang berada di luar tanda dan dapat direpresentasikan melalui cara yang tak terhitung jumlahnya sebagai objek “dinamis”. Ikon adalah tanda yang mewakili sumber acuan melalui sebuah bentuk replikasi, simulasi, imitasi, atau persamaan. Misalnya foto, peta, cap jempol dan lain sebagainya. b. Indeks Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Misalnya asap dan api yang menandakan adanya api, atau awan gelap (mendung) yang menandakan akan segera turun hujan. c. Simbol Simbol adalah tanda yang makna representamen-nya diberikan berdasarkan konvensi sosial. Simbol mewakili sumber acuannya dalam cara yang konvensional. Misalnya burung Garuda yang bagi bangsa Indonesia adalah lambang negara. Tabel 2.2 (Tabel Semiotika Peircean)
Jenis Tanda
Ikon
Hubungan antara tanda dan sumber acuannya Tanda dirancang untuk merepresentasikan sumber acuan melalui simulasi atau persamaan (sumber acuan dapat dilihat, didengar dan seterusnya, dalam ikon)
Contoh Segala macam gambar, poto, kata-kata onomatopoeia dan seterusnya.
26
Indeks
Jari yang menunjuk, kata Tanda dirancang untuk mengindikasikan keterangan seperti di sini, sumber acuan atau saling di sana, kata ganti seperti menghubungkan sumber acuan. aku, kamu, dan seterusnya. Tanda dirancang untuk menyandikan sumber acuan melalui kesepakatan atau Simbol sosial. persetujuan.
Simbol
C. Iklan Televisi 1. Konsep Iklan Meminjam istilah “iklan” yang dikemukakan oleh Danesi, 23 ‘advertising’ (iklan) adalah kata kerja dari bahasa Latin advertere yang memiliki arti ‘mengarahkan perhatian seseorang ke’. Hal tersebut menyatakan satu bentuk atau jenis pengumuman atau representasi yang dimaksudkan untuk mempromosikan penjualan komoditas atau layanan tertentu. Sementara Bovee di dalam Advertising Excellence, 24 mendeskripsikan iklan sebagai sebuah proses komunikasi, dimana terdapat: pertama, orang yang disebut sebagai munculya ide iklan; kedua, media sebagai medium; dan ketiga, adalah audiens. Iklan telah menjadi salah satu komunikasi massa yang paling mudah dikenal dan paling menarik perhatian dengan hamper seluruh anggota masyarakat terpapar padanya. Citra dan pesan yang setiap hari disebarkan oleh iklan menggambarkan pemandangan sosial. Iklan sudah menjadi strategi bersama yang dipakai untuk membujuk orang lain melalui sesuatu: misalnya mendorong seorang kandidat politik, mendukung tujuan bersama, dan sebagainnya. Perusahaan bisnis, partai dan
23
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
h. 222. 24
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 108.
27
para kandidat politik, organisasi sosial, kelompok dan minat khusus, dan pemerintahan memasang iklan secara rutin dalam pelbagai media untuk menciptakan ‘citra’ mereka sendiri yang baik bagi pikiran orang-orang. Iklan merupakan salah satu bentuk dari komunikasi. Secara aktual, iklan dibentuk dengan sangat terstruktur dari komunikasi terapan, yang memadukan pesan verbal dan non-verbal yang disusun untuk memenuhi format waktu dan ruang yang spesifik yang telah ditentukan. Iklan diarahkan pada sekelompok khalayak atau audiens, bukan ditujukan pada individu tertentu. Hal itu desebabkan karena tujuan iklan adalah sebagai bentuk dari komunikasi massa. Kebanyakan iklan dilakukan dengan cara berbayar kepada pihak penyedia layanan iklan, yang dalam hal ini bias saja media cetak, televisi atau juga internet. Namun tidak semua iklan berbayar, ada juga seperti iklan layanan masyarakat yang diapasang oleh lembaga-lembaga nirlaba. Biasanya terdapat suatu kerjasama oleh dua organisasi tersebut, sehingga iklan tidak berbayar. Hingga pada akhirnya, iklan harus menggunakan medium untuk mencapai khalayak luas. Medium dari iklan adalah media yang dibayar oleh pemasang iklan untuk meletakan iklannya sehingga mampu menjangakau khalayak luas. Dari sinilah dikenal berbagai bentuk iklan yang didasarkan pada media yang digunakan, seperti iklan radio, iklan televisi, iklan koran, iklan luar ruang (spanduk, poster, baliho dsb). Agar iklan menjadi efektif, iklan harus dilakukan dengan dukungan strategi pemasaran mendasar. Ada beberapa strategi pemasaran mendasar yaitu segmentasi (segmentation), diferensiasi (differentiation), dan penempatan (positioning). Segmentasi adalah proses dan memecah pasar konsumen dari jumlah besar dan
28
heterogen kedalam subpasar atau segmen, biasanya dilakukan dengan berdasarkan kemiripan dari konsumen di pasar negoisasi. Diferensiasi dapat diartikan sebagai proses penciptaan perbedaan yang diterima oleh konsumen, di dalam pikiran konsumen diantara merek yang dibuat dengan competitor yang lain. Selanjutnya positioning yang merupakan proses mendesain merek shingga dapat mengatasi jarak antara merek dan konsumen dan kemudian menempatkkan nilai pada pikiran konsumen. 25 Secara garis besar, tujuan dari iklan adalah untuk menginformasikan suatu produk barang dan jasa kepada khalayak. Selanjutnya iklan juga bertujuan mengarahkan konsumen atau khalayak untuk mengkonsumsi produk barang dan jasa tertentu, atau mengubah sikap agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemasang iklan. Dan yang terakhir adalah agar konsumen selalu mengingat produk tersebut sehingga tetap setia mengkonsumsinya. Ketiga tujuan dari iklan di atas sekaligus menunjukan bagaimana iklan bekerja. Iklan televisi dibuat untuk mengomunikasikan produk kepada masyarakat luas. Namun, agar komunikasi itu efektif untuk memengaruhi audiens atau khalayak terhadap produk atau jasa yang ditampillkan, maka pencipta iklan mencoba menggunkan symbol yang diterjemahkan sendiri sebagai sesuatu yang berkesan lebih baik. Sebaliknya komunikasi bermuatan symbol-simbol itu ditangkap dan dimaknai sendiri pula oleh khalayak sebagai konsekuensi logis dalam interaksi simbolis. Sehingga tahap berikutnya akan terjadi proses pemaknaan dari berbagai pihak sebagai subjek dalam interaksi simbolis.
25
Fajar Junaedi, Komunikasi Politik: Teori, Aplikasi dan Strategi Di Indonesia, (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013), h. 112.
29
Dalam pemaknaan symbol-simbol akan terjadi tiga kemungkinan; pertama, symbol ditafsirkan sama oleh kedua belah pihak; kedua, symbol ditafsirkan berbeda-beda di antara kedua pihak; dan ketiga, audiens kebingungan menafsirkan symbol-simbol tersebut. Dalam peristiwa kedua dan ketiga, iklan televisi dianggap tidak berhasil mentraformasikan makna symbol sehingga komunikasi sepenuhnya berhasil, sedangkan peristiwa pertama iklan televisi berhasil mentraformasikan symbol-simbol ke masyarakat. 26 Bovee dalam Burhan Bungin, 27 menjelaskan bahwa iklan televisi adalah salah satu dari iklan lini atas (above-the-line). Umumnya iklan televisi terdiri atas iklan sponsorship, iklan layanan masyarakat, iklan spot, Promo Ad, dan iklan politik. Iklan sponsorship merupakan dominasi utama dalam iklan televisi. Iklan ini perkembanganya lebih pesat karena didukung oleh dana yang besar dan kreativitas yang menajubkan serta sarat dengan harapan-harapan konsumtif. Sementara iklan layanan masyarakat penayangannya di telivisi dapat dilakukan melalui kerjasama antara lembaga nonkomersil dengan media. Sedangkan iklan spot adalah sebuah iklan televisi yang menampilkan gambar-gambar tidak bergerak dengan latar suara tertentu sebagai dukungan terhadap gambar tersebut. Selanjutnya, Promo Ad yaitu televisi menayangkan lead acara atau film tertentu di sepanjang waktu yang sekiranya tayangan lead ini dapat disisipkan, dengan tujuan untuk mendujung acara tertentu yang diharapkan meraih benyak audiens untuk menyaksikan.
26
Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 72. Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 111.
27
30
2. Konseptual Iklan Politik Media televisi saat ini sudah digunakan sebagai media iklan untuk kepentingan politik, sehingga iklan yang demikian dikategoi ke dalam iklan politik. Iklan politik umumnya berupaya mengkonstruksi pemirsa yang juga adalah segmen politik sebuah partai pada saat pemilihan umum (pemilu) partai tersebut. Gagasan yang dimunculkan sama dengan iklan konsumen, hanya saja berbeda pada ‘produk’ yang dijual dan penyelesaian akhir tujuan klan. Iklan politik tidak menujual barang, namun menjual program partai dan tidak mengarah khalayak kepada perilaku membeli, melainkan mengarahkan kepada sikap menerima sebuah partai dan memilihnya pada saat pemilihan umum. Iklan politik dapat diartikan sebagai pembelian dan penggunaan ruang iklan untuk mengomunikasikan pesan politik pada khalayak. Media yang digunakan dalam iklan politik juga tidak berbeda dengan iklan lainnya, secara garis besar terbagi atas iklan yang menggunakan media lini bawah dan lini atas. Bolland dalam Cangara, mendefinisikan iklan sebagai bentuk pembayaran yang dilakukan untuk membeli tempat atau ruang dalam menyampaikan pesanpesan lembaga atau institusi dalam media. Karena itu iklan politik didefinisikan
“… political advertising refers to the purchase and use of advertising space, paid for at commercial rates, in order to transmit political message to a mass audience.” 28 Devlin menyebutkan beberapa kategori iklan politik ditelevisi; pertama, iklan primitif, terlihat kaku dan tampak dibuat-buat; kedua, ‘talking heads’, dirancang untuk menyoroti suatu isu dan menyampaikan citra bahwa kandidat mampu menangani isu tersebut dan melakukan pekerjaaanya nanti; ketiga, iklan 28
Cangara, Komunikasi Politik, h. 280.
31
negatif, yang menyerang kebijakan lawan kandidat; ketiga, iklan konsep, dirancang untuk menggambarkan ide-ide besar dan penting mengenai kandidat; keempat, ‘cinema-verite’, teknik yang menggunakan siuasi informal dan alami; kelima, iklan kesaksian (testimonial) baik dari orang biasa maupun dari tokoh terkenal mengenai kandidat politik; keenam, format reporte netral, yaitu rangkaian laporan mengenai kandidat dan membebrikan kesempatan kepada khalayak untuk menilai kandidat. 29 Diamond dan Bates menggambarkan beberapa bentuk iklan politik dan kecenderungannya yang terlihat dalam media; pertama, The Shrinking Spot (Penyusutan iklan), iklan politik ditelevisi berdurasi antara 30 sampai 60 detik; kedua, The Rise of Image (Kemunculan Citra), iklan politik ditelevisi lebih menekankan pada citra sang kandidat dari pada isu atau materinya; ketiga, Myth and Simbol (Mitos dan Simbol), dalam iklan politik ditelivisi terdapat beragam simbol dan mitos yang mendukung kandidat politik; keempat, Signifying Power, iklan politik ditelevisi merupakan simbol dari kekuasaan dan kekuatan kandidat politik. Biasanya digunakan oleh tokoh incumbent yang telah memiliki pengalaman memerintah dan berkuasa; kelima, Negatives, iklan politik ditelivisi yang lebih memilih tentang dugaan kelemahan lawan kandidat dari pada keunggulan dirinya sendiri. 30
29 Deddy Mulyana, Komunikasi Politik Politik Komunikasi: Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktisi Politik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), h. 82-85. 30 Brian McNair, An Introduction to Political Communication, (New York: Routledge, 2011), h. 92-97.
BAB III GAMBARAN UMUM
A. Profil Hary Tanoesoedibjo Gambar 3.1 (Hary Tanoesoedibjo) 1
Bambang Hary Iswanto Tanoesoedibjo, atau yang dikenal Hary Tanoesoedibjo, akrab dipanggil Hary Tanoe, lahir di Surabaya pada 26 September 1965. Ia adalah Presiden Direktur dari PT. Media Nusantara Citra (MNC) dan Ketua Umum dari Partai Perindo (Persatuan Indonesia). Ia dilahirkan dari pasangan Ahmad Tanoesoedibjo dan Lili Yohana. Meskipun ayahnya seorang Muslim, namun Hary Tanoe beragama Kristen. Hary Tanoe merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara, ia memiliki dua orang saudara kandung yang bernama Hartono Tanoesoedibjo dan Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo. Sejak kecil ia dikenal sangat dekat dengan sang ibunda. Hary Tanoe menikah dengan Liliana Tanaja dan dikaruniai lima orang anak yang bernama Angela Herliani Tanoesoedibjo, Valencia Herliani Tanoesoedibjo, Jessica Herliani
1
Gambar diakses pada 5 September 2015 http://www.deliknews.com/asset/themes/Transcript/cache/2013/01/Hary-Tanoe.jpg
32
dari
33
Tanoesoedibjo,
Clarissa
Herliani
Tanoesoedibjo
dan
Warren
Haryputra
Tanoesoedibjo. 2 Hary Tanoe adalah lulusan dari Carleton University, Ottawa-Kanada dengan gelar Bachelor of Commerce (Honours) pada tahun 1988. Serta gelar Master of Business Administration yang ia peroleh dari Ottawa University, OttawaKanada setahun berselang. 3 Setelah lulus kuliah, Hary Tanoe pulang ke Indonesia dan mendirikan perusahaan pertamanya, yaitu PT Bhakti Investama Tbk. di Surabaya dengan modal hanya Rp.200.000.000 saja. Di masa krisis ekonomi melanda Indonesia, Hary Tanoe melakukan merger dan berhasil mengakuisisi banyak perusahaan yang mengalami krisis, salah satunya adalah PT Bimantara Citra Tbk. yang diketahui perusahaan tersebut milik Bambang Trihatmodjo, putra mantan Presiden Soeharto. Setelah memiliki mayoritas saham di perusahaan tersebut, akhirnya PT Bimantara Citra Tbk berganti nama menjadi PT Global Mediacom Tbk. Global Mediacom menjadi holding company yang sukses dibidang usaha multimedia dan komunikasi, dan lewat MNC menanungi sejumlah media cetak maupun elektronik seperti RCTI, MNC TV, Global TV, harian Seputar Indonesia, tabloid Genie, Okezone.com dan Radio Trijaya Network (Radio Dangdut 97,1 FM, Women Radio 94,3 FM dan Radio ARH 88,4 FM). Karir politiknya dimulai ketika Hary Tanoe memutuskan bergabung ke Partai Nasdem (Nasional Demokrat) pada tanggal 9 Oktober 2011 yang diketuai oleh Surya Paloh. Di partai Nasdem, Hary Tanoe menduduki posisi sebagai Ketua
2
Erlin Wulandari, “Hary Tanoesoedibjo Resmi Menjadi Kakek,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari http://www.kompasiana.com/erlinwulandari/hary-tanoesoedibjo-resmi-menjadikakek_552c3ad46ea83474158b4645 3 Rinjani Nursafitri, “Profil Hary Tanoesoedibjo Orang Super Kaya di Indonesia,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjoorang-super-kaya-di-indonesia/
34
Dewan Pakar dan Wakil Ketua Majelis Nasional. Tidak berselang lama, tepatnya pada tanggal 21 Januari 2013, Hary Tanoe mengumumkan secara resmi bahwa dirinya mengundurkan diri dari partai Nasdem yang dikarenakan perbedaan pendapat dan pandangan terhadap struktur kepengurusan partai. Menurutnya, politik adalah idealisme, hal tersebut yang menjadi alasan kuat kenapa Hary Tanoe meninggalkan partai yang selama hampir 2 tahun ia telah berkontribusi di dalamnya. Mengingat tepat pada tanggal 8 Januari 2013 partai Nasdem dinyatakan lolos verifikasi oleh KPU menjadi peserta pemilu 2014 dengan nomer urut 1. 4 Kemudian tepat pada tanggal 17 Februari 2013, di kantor DPP Partai Hanura Hary Tanoe mengumumkan bahwa dirinya bergabung pada partai tersebut. Hary Tanoe langsung menjabat posisi Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura. Alasan Hary Tanoe memilih Hanura dikarenkan berbagai pertimbangan yang diantaranya diketahui bahwa figure Wiranto dan keterbukaan partai Hanura menerima dirinya beserta fraksi yang mengukutinya keluar dari partai Nadem. Setelah empat bulan bergabung dengan partai Hanura, dirinya dideklarasikan maju menjadi calon wakil presiden 2014 mendampingi Wiranto. Dua hari sebelumnya, Hary Tanoe juga telah dilantik sebagai Ketua Badan Pemenangan Pemilu partai Hanura. Suara yang diperoleh Partai Hanura pada pileg 2014 tidak memungkinkan bagi pasangan Wiranto – Hary Tanoe untuk maju. Saat pasangan capres dan cawapres sudah mengerucut menjadi dua pasang, Wiranto dan Hary Tanoe mendukung pasangan yang berbeda. Wiranto mendukung pasangan Jokowi – Jusuf
4
Rinjani Nurafitri, “Profil Hary Tanoesoedibjo Orang Super Kaya di Indonesia.”
35
Kalla, sementara Hary Tanoe mendukung pasangan Prabowo – Hatta Rajasa. Hingga pada akhirnya, Hary Tanoe memutuskan untuk mundur dari Hanura. Hary Tanoe sempat mendirikan sebuah organisasi yang bernama Persatuan Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu organisasi tersebut menjadi sebuah partai politik berbadan hukum yang sah pada tanggal 8 Oktober 2014 dan baru dideklarasikan secara luas yang ditayangkan di media televisi milik MNC Group pada tanggal 7 Februari 2015 dengan mengundang sejumlah tokoh politik dan pemerintahan pada acara tersebut. 5
B. Profil Partai Perindo Partai Perindo lahir dari sebuah organisasi kemasyarakatan non-partisan yang dideklarasikan oleh Hary Tanoesoedibjo bersama tokoh-tokoh nasional lainnya di Jakarta pada 7 Februari 2015, untuk mendedikasikan dirinya pada fokus pengembangan dan pemberdayaan masyarakat kelas bawah, tak terkecuali pemuda dan perempuan dalam rangka perwujudan keadlian sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui Keputusan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia Nomor M.HH-03.AH.11.01 Tahun 2014, tanggal 8 Oktober 2014, Perindo telah sah menjadi partai politik berbadan hukum. 6 Partai Perindo memiliki basis perjuangan mewujudkan Indonesia sejahtera lahir dan batin. Yang melatarbelakangi berdirinya Partai Perindo adalah teringgalnya Indonesia dibanyak bidang kehidupan, seperti kesejahteraan,
5
Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo Hary Tanoe dalam Deklarasi Partai Perindo 7 Februari 2015,” video diakses pada 9 September 2015 dari https://www.youtube.com/watch?v=_Gv4kCNoGqQ 6 DPW Partai Perindo, “Latar Belakang Partai Perindo,” artikel diakses pada 9 September 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com
36
pendidikan dan moral. Partai Perindo bertekad, yang tentunya bersama-sama dengan partai politik lainnya dan Pemerintah, sebagai mitra kerja untuk mengatasi permasalahan-permasalahan bangsa. Sehingga cita-cita sebagai bangsa untuk mencapai masyarakat sejahtera lahir dan batin dapat kita mujudkan. 7 Partai Perindo bertekad untuk selalu mengembangkan demokrasi dan mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan dan bebas KKN, ikut menjaga keutuhan NKRI, menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, menegakkan HAM, serta fokus pada pertumbuhsn ekonomi yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, khususnya masyarakat ekonomi golongan lemah. Hal ini sejalan dengan pancasila yang juga menjadi basis ideologi partai Perindo dan UUD 1945. Hal ini juga sejalan dengan cita-cita kemerdekaan dan pendiri bangsa kita di mana dalam sila terakhir pancasila dengan jelas disebutkan “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, yang mencerminkan perlunya bangsa Indonesia menuju masyarakat sejahtera lahir dan batin. 8 Platform partai Perindo adalah mewujudkan kesejahteraan lahir dan batin bagi rakyat Indonesia. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, harus ada suatu perubahan yang meyeluruh, sistematis, terpadu dan terarah. Partai Perindo mendorong secara penuh terwujudnya Indonesia sebagai Welfare State (Negara Kesejahteraan) yang berdasarkan Pancasila. Partai Perindo berkeyakinan bahwa stabilitas politik dan kualitas demokrasi di Indonesia akan terwujud apabila kebutuhan dan hak dasar rakyat terpenuhi. Politik transaksional, money politics, dan perilaku koruptif yang selama ini tumbuh subur dalam setiap pelaksanaan pemilu,
7
Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo …,” Partai Perindo, “Orasi Politik Ketum Partai Perindo …,”
8
37
akan semakin berkurang bahkan menghilang seiring dengan tingkat kesejahteraan yang makin meningkat. Bagi partai Perindo, kesejahteraan tidak hanya ditinjau dari perspektif ekonomi semata sebagaimana lazim terekam dalam PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) per kapita, tetapi juga ditinjau dari pencapaian disektor sosial yaitu pendidikan dan kesehatan yang terefleksi kedalam Tingkat Melek Huruf (TMH) dan Tingkat Harapan Hidup (THH) sebagai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan kesejahteraan
indeks
yang
masyakat
digunakan secara
untuk
agregat,
menggambarkan
karena
indeks
ini
pencapaian menangkap
perkembangan disektor ekonomi dan sector sosial sekaligus. 9 Berikut struktur kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Perindo: 10 Majelis Persatuan Partai Ketua
: Hary Tanoesoedibjo
Sekretaris
: David Fernando Audy
Anggota
: Henry Suparman
Anggota
: Liliana Tanoesodibjo
Anggota
: Ahmad Rofiq
Dewan Pimpinan Pusat Ketua Umum
: Hary Tanoesoedibjo
KetBid Organisasi
: Syafril Nasution
9 DPW Partai Perindo, “Platform Partai Perindo,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com/platform-partai-perindo/ 10 DPW Partai Perindo, “Sususnan Pengurus Partai,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari https://dpwpartaiperindo.com/profil-partai-perindo/
38
KetBid Kader, Anggota dan Saksi
: Armyn Gultom
KetBid Litbang dan IT
: Sururi Alfaruq
KetBid Politik
: Arya Mahendra Sinulingga
KetBid Pendidikan dan Kebudayaan
: Budiyanto Darmastono
KetBid Hukum dan Advokasi
: Christophorus Taufik
KetBid Pemberdayaan Perempuan
: Ratih Purnamasari
KetBid Sosial Ekonomi
: A. Wishnu Handoyono
KetBid Hubungan Antar Lembaga
: Mohammad Yamin Tawary
KetBid Hubungan Luar Negeri dan Pertahanan Keamanan : H Didi Supriyanto KetBid Pemuda, Pemilih pemula
: Anna Luthfie
Sekertaris Jendral
: Ahmad Rofiq
Bendahara Umum
: Henry Suparman
Mahkamah Partai Ketua
: Syafril Nasution
Sekretaris
: Christophorus Taufik
Anggota
:
1. Armyn Gultom 2. M Budi Rustanto 3. Agus Mulyanto Sebagai partai politik baru, partai Perindo memiliki Visi yaitu “Mewujudkan Indonesia yang berkemajuan, bersatu, adil, makmur, sejahtera, berdaulat, bermartabat dan bebudaya”. Indonesia berkemajuan adalah Indonesia yang ditandai dengan majunya peradaban, tingginya tingkat pendidikan rakyat,
39
meningkatnya derajat kesehatan, bertambahnya pendapatan dan daya beli masyarakat, makin kondusifnya iklim investasi dan usaha, berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, tegaknya hukum dan hak asasi manusia, berjalannya check and balances antar penyelenggara pemerintahan Negara, berfungsinya secara efektif partai politik dan pilar demokrasi lainnya, serta terpeliharanya keutuhan dan kedaulatan Negara. 11 Indonesia bersatu adalah Indonesia yang ditandai dengan tingginya derajat integrasi bangsa, baik berupa integrasi territorial, politik, ekonomi, sosial maupun budaya, tingginya solidaritas dan kohevisitas sosial antarberbagai komponen bangsa, terpeliharanya pluralisme dan multikulturalisme, serta makin kokohnya persatuan, kerukunan, persaudaraan, dan wawasan kebangsaan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 12 Indonesia adil adalah Indonesia yang ditandai dengan makin sempitnya jurang kesenjangan sosial dan kesenjangan antardaerah; terkoreksinya kebijakan Negara dan peraturan perundang-undangan yang diskriminatif dan bias gender; serta terwujudnya pemberlakuan reward and punishment dan merit sistem, serta right man on the right place dalam penyelenggaraan Negara. 13 Indonesia makmur adalah Indonesia yang ditandai dengan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan material setiap warganegaranya yang sesuai dengan standar hidup yang layak bagi kemanusian; serta makin mudah dan terbukanya akses yang seluas-luasnya bagi setiap warga negara untuk mendapatkan
11 DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari https://dpwpartaiperindo.com/profil-partai-perindo/ 12 DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” 13 DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,”
40
keterbukaan informasi, pelayanan pendidikan dan kesehatan, terutama bagi fakir miskin dan anak-anak terlantar yang wajib dipelihara oleh Negara. Indonesia sejahtera adalah Indonesia yang ditandai dengan meluasya kesempatan
kerja
sehingga
akan
meningkatkan
pendapatan
penduduk;
meningatnya angka partisipasi murni anak usia sekolah; terpenuhinya sistem pelayanan umum bagi seluruh masyarakat seperti transportasi, komunikasi, penyediaan energi dan air bersih; terciptanya sistem perlindungan dan pelayana kesehatan bermutu, terjangkau dan merata; meningkatnya indeks pembangunan manusia yang menggambarka keadaan ekonomi, pendidikan dan kesehatan secara terpadu; terwujudnya pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam yang adli, merata, ramah lingkungan dan berkelanjutan; serta terwujudnya kenyamanan dan rasa aman di masyarakat. 14 Indonesia berdaulat adalah Indonesia yang ditandai dengan tetap utuh dan terjaganya perbatasan teritorial Negara, baik darat, laut, maupun udara; makin diormatinya eksistensi dan posisi Negara Kesatuan Republik Indonesia oleh seluruh bangsa dan Negara di dunia; serta tidak adanya ketergantungan dan intervensi dari pihak manapun. 15 Indonesia bermartabat adalah Indonesia yang ditandai dengan tercapainya pribadi bangsa yang jujur, tangguh, cerdas, amanah, bertanggungjawab, dan memiliki standar etik dan moral yang tinggi; tingginya komitmen dan kepedulian Negara terhadap pelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan ekosistem; serta
14
DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,”
15
41
kuatnya motivasi rakyat untuk bangkit, maju dan berprestasi di bidang masingmasing untuk membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan. 16 Indonesia berbudaya adala Indonesia yang ditandai dengan tingginya kepedulian Negara terhadap dunia pendidikan yang berperan sentral sebagai motivator terwujudnya kebudayaan yang tinggi, dan memebrikan nilai manfaat untu meningkatkan kualitas manusia yang ikut menentukan corak dan kualitas kebudayaan; serta makin berkembangan dan lestarinya tradisi, seni dan budaya nasional yang mengandung falsafah dan nilai luhur untuk kehidupan masyarakat yang lebih bermakna. 17 Dengan Misi yang diusung partai Perindo yakni (1) Mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan, yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum sesuai dengan UUD 1945; (2) Mewujudkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme untuk Indonesia yang mandiri dan bermartabat; (3) Mewujudkan Indonesia yang berdaulat, bermartabat dalam rangka menjaga keutuhan NKRI; (4) Menciptakan masyarakat adil, makmur dan sejahtera berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Indonesia; (5) Menegakkan hak dan kewajiban asasi manusia dan supremasi hukum yang sesuai Pancasila dan UUD 1945 untuk mewujudkan keadilan dan kepastian hukum guna melindungi kehidupan rakyat, bangsa dan negara; dan (6) Mendorong tumbuhnya ekonomi nasional yang berkontribusi langsung pada kesejahteraan warga negara Indonesia. 18
16
DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” 18 DPW Partai Perindo, “Visi - Misi Partai Perindo,” 17
42
Gambar 3.2 (Lambang Partai Perindo) 19
Lambang Partai Perindo berbentuk lingkaran yang di dalamnya terdapat gambar burung rajawali yang sedang mengepakkan sayap dan list bendera merah putih. Lambang tersebut memiliki arti yaitu, burung rajawali dengan mata tajam menatap ke depan bermakna optimism akan masa depan Indonesia merdeka, berdaulat, sejahtera, berbudaya dan bermartabat. Burung Rajawali juga melambangkan kebebasan dan keberanian. Sayap burung berjumlah 5 helai yang melambangkan asas Partai Perindo adalah Pancasila. Warna Merah-Putih bermakna Nasionalisme kebangsaan dan semangat republikanisme yang terpatri dalam prinsi, sikap dan tindakan. Warna biru bermakna kedalaman berfikir dalam mengemban misi Persatuan Indonesia dan menujukkan semangat perdamaian yang selalu mewarnai gerak dan langkah partai dalam mengemban amanat rakyat Indonesia. 20 Hingga saat ini, tercatat telah berdiri 31 kantor Dewan Perwakilan Wilayah (DPW) diseluruh profinsi di Indonesia. Sementara kantor Dewan Perwakilan Pusat
19 DPP Perindo Kab. Pasuruan, “Arti Lambang Partai Perindo,” gambar diakses pada 9 September 2015 dari http://www.dpdperindokabpasuruan.com/p/tujuan-partai-perindo.html 20 DPP Perindo Kab. Pasuruan, “Arti Lambang Partai Perindo.”
43
(DPP) beada di Jakarta yang beralamatkan Jl. Pangeran Diponegoro 29, MentengJakarta Pusat 10310. Bentuk perekrutan sebagai anggota partai Perindo bersifat online. Masyarakat yang menginginkan dirinya menjadi anggota partai Perindo dapat mengunjungi halaman situs https://partaiperindo.com/daftar/, dengan mengikuti alur pendaftaran yang tertera dalam situs tersebut. Setelah mendaftarkan dirinya pada situs tersebut, pendaftar akan menerima kartu pendafataran anggota sementara dari partai Perindo yang akan dikirim lewat e-mail. Kemudian pendaftar dapat mencetak dan mengambil kartu tanda anggota di kanto DPP atau DPW partai Perindo terdekat.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
A. Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Deklarasi Partai Perindo” Dalam penelitian iklan politik Partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” terdapat pemaknaan yang ingin disampaikan oleh Hary Tanoe sebagai ketua umum partai politik selaku actor utama dalam iklan tersebut. Tujuan dari iklan politik yang tayang diberbagai stasiun televisi milik MNC Group (salah satunya RCTI) adalah publisitas politik dan pencitraan mengenai dirinya dan Partai Perindo yang menjadi kendaraan politiknya. Bentuk iklan yang digunakan partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” adalah kombinasi dari The Shrinking Spot (penyusutan durasi iklan yang hanya kurang 60 detik), The Rise of Image (lebih menekankan pada citra sang kandidat dari pada isu atau materinya), dan Signifying Power (iklan politik ditelevisi yang merupakan simbol dari kekuasaan dan kekuatan kandidat politik. Dalam hal ini Hary Tanoe adalah seorang pemilik dari MNC Group). Data mengenai video dari iklan Partai Perindo adalah hasil unduhan peneliti dari situs youtube.com. Iklan tersebut juga merupakan hasil unggahan dari penggguna situs youtube.com dengan akun “IklanTV”. Dalam iklan politik partai Perindo terdapat narasi yang berbunyi: Agar Indonesia dapat menjadi negara maju, diperlukan pertumbuhan yang lebih pesat lagi.
44
45
Namun juga pada saat yang bersamaan menyentuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, yang pada umumnya adalah UMKM, petani, para nelayan, serta buruh dan pengangguran. Serta beberapa kelompok profesi lainnya seperti guru dan lain-lain. Kita selama ini terfokus hanya pada pertumbuhan ekonomi makro, dan kurang memerhatikan distribusi atas pertumbuhan tersebut. Kita semua tentunya ingin rakyat Indonesia memiliki kualitas hidup yang layak dan mermartabat. Partai Perindo Untuk Indonesia Sejahtera Berikut adalah analisis dari bagaimana citra Hary Tanoe ditayangkan dalam iklan, serta ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada iklan: 1. Gambar satu (scene 1) Gambar 4.1 (Hary Tanoesoedibjo)
Tabel 4.1 (Analisis Gambar Hary Tanoesoedibjo)
No.
1.
Tipe Tanda
Keterangan Hary Tanoe terlihat sedang berbicara. Representamen (X) Menggunakan kemeja putih berkerah merah, Ikon: Hary Tanoe dengan atribut logo partai di kiri dada dan name tag di kanan dada. Indeks: Hary Tanoe Adegan berbicara di belakang microphone dengan berpidato mata fokus ke arah depan.
46
2. 3. 4.
Berdasarkan ikon dan indeks di atas, serta narasi yang berbunyi “agar Indonesia dapat menjadi negara maju, diperlukan pertumbuhan yang lebih Simbol: Sikap calon pesat lagi,” simbol yang terbentuk adalah sikap pemimpin yang tegas dari sosok calon pemimpin yang tegas dan penuh keyakinan. Hal tersebut juga terlihat dari gesture tubuh saat berbicara di atas panggung. Objek (Y) Seorang tokoh ketua umum partai politik. Interpretant (X=Y) Seorang ketua yang sedang berpidato. Sikap calon pemimpin yang tegas dan penuh Makna keyakinan.
Dalam gambar di atas, terlihat sosok Hary Tanoe yang sedang fokus menatap ke depan dengan keadaan sedang berbicara di belakang microphone. Beliau menggunakan kemeja putih dengan kerah berwarna merah, dengan atribut berupa logo partai Perindo disebelah kiri dada dan name tag dibagian kanan dada. Dalam tayangan ini, pengambilan gambar dengan medium close up menggambarkan gesture dirinya yang tegas dan penuh keyakinan. Adegan tersebut sangatlah menggambarkan bagaimana seorang pemimpin yang sesungguhnya. Gesture tubuh yang demikian juga mendukung sesuatu yang disampaikan menjadi lebih mudah dipahami dan mudah diingat. Kemudian dalam potongan gambar pada scene ini terdapat narasi berupa “Agar Indonesia dapat menjadi negara maju, diperlukan pertumbuhan yang lebih pesat lagi”. Dari narasi tersebut, Hary Tanoe berkeyakinan memajukan pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih pesat dari sebelumnya. Citra yang ingin ditampilkan oleh copywriter dalam scene ini adalah citra seorang pemimpin yang tegas dan penuh keyakinan untuk memajukan Indonesia ke arah yang lebih baik lagi. Kemudian, pada bagian kiri atas gambar terlihat samar logo dari RCTI. Hal tersebut menunjukan bahwa iklan tersebut tayang di stasiun RCTI yang berada
47
dibawah naungan MNC Group. Di sebelah kiri bawah terlihat wanita dalam sebuah frame kecil berwarna biru yang merupakan penerjemah ke dalam bahasa isyarat bagi kaum difabel. Kemudian di sebelah kanan bawah gambar terlihat logo dari “IklanTV”, yang merupakan pihak pengunggah video tersebut ke situs youtube.com 2. Gambar dua (scene 3) Gambar 4.2 (Kondisi Pasar Tradisional)
Tabel 4.2 (Analisis Gambar Kondisi Pasar Tradisional)
No.
Tipe Tanda Representamen (X) Ikon: Pasar Tradisional Indeks: jual-beli
Transaksi
1. Simbol: Golongan masyarakat ekonomi menengah kebawah
2. 3.
Objek (Y) Interpretant (X=Y)
Keterangan Terlihat keramaian dalam sebuah ruangan yang minim cahaya, beberapa orang bertransaksi jualbeli, sementara seorang wanita yang tampak sedang berjalan di tengah keramaian. Keramaian pasar dengan kodisi pencahayaan minim (redup). Menunjukkan kondisi pasar tradisional. Berdasarkan ikon dan indeks di atas, pasar tradisional masih menjadi pilihan mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat golongan ekonomi lemah. Narasi dari Hary Tanoe dalam iklam berupa, “namun juga pada saat yang bersamaan menyentuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat golongan ekonomi lemah”. Narasi tersebut menyimbolkan Hary Tanoe yang ingin merangkul golongan masyarakat ekonomi lemah. Seorang wanita berjalan di tengah keramaian. Seorang wanita berjalan di dalam pasar tradisional.
48
4.
Makna
Sikap calon pemimpin yang merangkul golongan masyarakat ekonomi lemah.
Dalam gambar tersebut, terlihat situasi pasar tradisional. Fokus pengambilan gambar adalah mengikuti arah berjalan seorang wanita yang menggunakan baju putih bergaris merah muda yang berjalan di tengah keramaian pasar. Jarak pengambilan gambar yang digunakan adalah medium long shoot. Jarak pengambilan gambar tersebut menampilkan gambar yang lebih memberikan detail pada manusia yang sedang berinteraksi, yang dalam gambar di atas adalah proses jual-beli antara pedagang dengan pembeli. Dipilihnya pasar tradisional dalam iklan tersebut karena pasar tradisional masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama golongan masyarakat ekonomi lemah yang dalam hal ini sejalan dengan narasi lanjutan dari Hary Tanoe yang berbunyi, “namun juga pada saat yang bersamaan menyentuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat golongan ekonomi lemah”. Dari scene ini terlihat citra yang ingin ditampilkan oleh copywriter adalah sosok Hary Tanoe yang ingin merangkul golongan masyarakat ekonomi lemah. Pedagang dan pembeli di pasar tradisional merupakan golongan masyarakat ekonomi lemah.
49
3. Gambar tiga (scene 5) Gambar 4.3 (Kegiatan UMKM)
Tabel 4.3 (Analisis Gambar Kegiatan UMKM)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Seseorang yang tampak sedang mengajarkan Representamen (X) keterampilan kerajinan rotan, dengan jarak Ikon: UMKM pengambilan gambar medium long shoot. Indeks: Kegiatan Menunjukkan bagaimana keadaan kelas kerajinan pelatihan rotan. Narasi dari Hary Tanoe dalam iklan berupa, “yang pada umumnya adalah UMKM”. Simbol yang tercipta dari ikon, indeks dan narasi adalah Simbol: Kelompok “kreatifitas”. UMKM adalah kelompok yang masyarakat kreatif kreatif karena menciptakan dan mengolah ide menjadi produk yang bernilai tinggi bagi orang banyak. Objek (Y) Kegiatan kerajinan keterampilan rotan. Kerajinan rotan merupakan salah satu dari Interpretant (X=Y) UMKM. Kerajinan rotan adalah salah satu UMKM yang Makna ingin dirangkul oleh Hary Tanoe.
Dalam gambar di atas terlihat pengrajin rotan. Pria berambut putih tampak sedang mengajarkan keterampilan tersebut. Tumpukan hasil karya pengrajin rotan tersebut menjadi background dalam gambar. Terlihat raut muka antusias dari peserta pelatihan kerajinan rotan mengikuti arahan dari instrukstur.
50
Jarak pengambilan gambar masih sama seperti pada gambar sebelumnya yakni menggunakan medium long shoot. Hal tersebut bertujuan agar gambar memberikan makna mengenai detail dari kegiatan interaksi manusia, yang dalam gambar di atas adalah proses pembelajaran kerajinan rotan. Sementara sudut (angle) kamera yang digunakan adalah low angle, yakni pengambilan gambar dengan kamera yang sedikit lebih rendah dari objek. Pengambilan gambar dengan angle ini bertujuan untuk menggambarkan bahwa kelompok UMKM merupakan kelompok yang kuat melawan arus perkembangan zaman yang dikarenakan kreativitas yang menjadi ciri dari kelompok ini. Potongan gambar dalam scene ini terdapat narasi dari Hary Tanoe yang menyebutkan “yang pada umumnya adalah UMKM”. Narasi tersebut adalah lanjutan dari narasi sebelumnya dan merupakan penjabaran dari golongan masyarakat ekonomi lemah menurut Hary Tanoe. Dari narasi dan potongan gambar tersebut, copywriter ingin menampilkan citra Hary Tanoe yang merangkul dan memrioritaskan masyarakat golongan ekonomi lemah. 4. Gambar empat (scene 6) Gambar 4.4 (Petani)
51
Tabel 4.4 (Analisis Gambar Petani)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Beberapa orang yang tampak sedang memanen Representamen (X) padi dengan menggunakan kebaya dan “topi Ikon: Petani caping” sebagai penutup kepala, dengan jarak pengambilan gambar medium shoot. Indeks: Kegiatan Menunjukkan bagaimana keadaan patani di sawah memanen padi saat massa panen. Narasi dalam iklan dari Hary Tanoe berupa “petani”. Simbol yang terbentuk dari ikon, indeks Simbol: Kerakyatan dan narasi tersebut adalah “kerakyatan”. Petani merupakan salah satu prosfesi mayoritas rakyat Indonesia. Objek (Y) Petani yang berada di tengah sawah. Kegiatan petani yang sedang memanen padi di Interpretant (X=Y) tengah sawah. Profesi petani adalah salah satu golongan Makna masyarakat ekonomi lemah yang ingin dirangkul oleh Hary Tanoe.
Dalam gambar di atas terlihat beberapa orang sedang menggenggam batang padi yang telah menguning. Kegiatan tersebut adalah memanen padi yang telah memasuki masa panen. Mereka juga menggunakan topi caping sebagai pelindung dari teriknya matahari. Terlihat dalam gambar, keseluruhan orang yang terdapat pada gambar adalah perempuan. Hal tersebut terlihat dari pakaian yang mereka gunakan yang tampak seperti kebaya. Jarak pengambilan gambar yang digunakan adalah medium shoot. Pengambilan gambar tersebut terfokus pada bagian pinggang ke atas dari tubuh manusia. Hal tersebut bertujuan memberikan makna bahwa petani adalah profesi yang kuat secara fisik maupun ekonomi, karena petani merupakan salah satu profesi masyarakat Indonesia. Hal tersebut yang coba ditampilkan oleh copywriter sebagai gambaran citra Hary Tanoe sebagai sahabat bagi masyarakat petani yang umumnya
52
masih termarjinalkan dan belum sejahtera, padahal keberadaan mereka merupakan hal yang penting karena memroduksi hal pokok bagi masyarakat lainnya. Dalam potongan gambar di atas terdapat narasi dari Hary Tanoe yang berbunyi “petani”. Narasi tersebut adalah narasi lanjutan dari narasi sebelumnya, dan merupakan penjabaran secara satu per satu tentang golongan masyarakat ekonomi lemah menurut Hary Tanoe. Petani menjadi gambaran visi Hary Tanoe sebagai salah satu yang harus disejahtaerakan karena keberadaannya sangat vital bagi masyarakat. 5. Gambar lima (scene 7) Gambar 4.5 (Nelayan)
Tabel 4.5 (Analisis Gambar Nelayan)
No.
1.
2.
Tipe Tanda
Keterangan Tiga orang yang terlihat sedang menarik jaring ke Representamen (X) atas laut, dengan jarak pengambilan gambar Ikon: Nelayan medium long shoot. Indeks: Menjaring Menunjukkan bagaimana keadaan nelayan di ikan tengah laut. Narasi Hary Tanoe dalam iklan berupa “para nelayani” Simbol “semangat kerja keras” Simbol: Semangat terbentuk berdasarkan ikon, indeks dan narasi. kerja keras Meskipun dengan perahu dan cara yang masih tradisional, nelayan Indonesia tetap berjuang mencari ikan di tengah laut. Objek (Y) Nelayan yang berada di tengah laut.
53
3.
Interpretant (X=Y)
4.
Makna
Kegiatan nelayan yang sedang menjaring ikan dari atas perahu di tengah laut. Profesi nelayan adalah salah satu golongan masyarakat ekonomi lemah yang ingin dirangkul oleh Hary Tanoe.
Gambar di atas terlihat empat orang berada di atas perahu dan seorang lagi berada di dalam air. Mereka tampak sedang bahu membahu menarik jaring dari laut ke atas perahu. Jarak pengambilan gambar yang digunakan adalah medium long shoot. Perahu yang mereka gunakan masih perahu kecil dan tradisional yang tampak mengapung di atas permukaan laut dengan ombak yang tenang. Gambar di atas menunjukkan kegiatan dari nelayan. Penggunaan medium long shoot bertujuan agar kegiatan menjaring ikan di atas perahu dapat terlihat seutuhnya antara manusia yang menjadi fokus dengan lingkungan sekitar di mana dia sedang berada yang dalam hal ini terlihat jelas perahu yang mereka gunakan dan warna biru langit dan laut yang terpisahkan perahu mereka. Luasnya perairan Indonesia menjadikan masyarakat Indonesia banyak berprofesi menjadi nelayan, bahkan Indonesia terkenal sebagai negara maritim. Hal tersebut yang ingin ditampilkan copywriter untuk memunculkan citra bahwa Hary Tanoe juga peduli pada kesejahteraan kehidupan nelayan dan dalam hal ini ingin merangkul kaum nelayan yang menurutnya nelayan merupakan golongan masyarakat ekonomi lemah karena posisi nelayan Indonesia termarjinalkan. Nelayan di Indonesia masih menggunakan cara yang tradisional, sementara perahu yang digunakanpun masih perahu kecil. Hal tersebut menggambarkan bahwa nelayan di Indonesia belum sejahtera padahal perairan Indonesia begitu kaya. Dalam potongan gambar di atas terdapat narasi dari Hary Tanoe yang
54
menyebutkan “para nelayan”. Narasi tersebut adalah narasi lanjutan dari narasi sebelumnya, dan merupakan penjabaran secara satu per satu tentang golongan masyarakat ekonomi lemah menurut Hary Tanoe. 6. Gambar enam (scene 8) Gambar 4.6 (Buruh)
Tabel 4.6 (Analisis Gambar Buruh)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Terlihat dua orang berpakaian biru tua sedang mengangkat barang. Di belakangnya, terlihat Representamen (X) Ikon: Buruh orang-orang sedang bekerja dalam sebuah ruangan. Indeks: Mengangkat Kondisi sebuah pabrik konveksi. hasil produksi Narasi Hary Tanoe dalam iklan berupa, “serta buruh”. Berdasarkan ikon, indeks dan narasi Simbol: Masyarakat tersebut, simbol yang terbentuk adalah menengah ke bawah “masyarakat menengah ke bawah” yang dalam hal ini digambarkan dengan profesi buruh. Objek (Y) Pekerja atau buruh di dalam sebuah ruangan. Interpretant (X=Y) Kegiatan buruh pabrik konveksi saat jam kerja. Profesi buruh adalah salah satu golongan Makna masyarakat ekonomi lemah yang ingin dirangkul oleh Hary Tanoe.
55
Dari gambar di atas, terlihat salah seorang pria berpakaian biru tua yang berada di sebelah kiri sedang mengangkat barang yang dibungkus dengan karung. Kemudian, di samping pria tersebut, tidak jelas apa yang sedang dilakukan oleh pria berbaju biru yang lain. Sementara itu, di belakang kedua pria berbaju biru, terlihat beberapa pekerja lain sedang sibuk menjahit dan memilah pakaian. Jarak pengambilan gambar yang digunakan dapat menggambarkkan secara detail kegiatan dari buruh konveksi dalam suatu ruangan. Namun, buruh tidak hanya ada dalam satu bidang konveksi saja, melainkan masih banyak lagi buruh yang bekerja dalam bidang lainnya. Pada umumnya, buruh bekerja disebuah pabrik, dan pabrik banyak berdiri di pinggiran kota besar. Seperti daerah Cikarang, Bekasi, Bogor, Depok, dan Tangerang yang merupakan daerah di pinggiran kota Jakarta. Dalam potongan gambar di atas terdapat narasi dari Hary Tanoe yang menyebutkan “serta buruh”. Narasi tersebut adalah narasi lanjutan dari narasi sebelumnya, dan merupakan profesi lainnya yang menurut Hary Tanoe masuk ke dalam masyarakat golongan ekonomi lemah yang perlu diperhatikan lagi kehidupannya. 7. Gambar enam (scene 9) Gambar 4.7 (Pengangguran)
56
Tabel 4.7 (Analisis Gambar Pengangguran)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Terlihat seorang berkaos hitam dan bercelana levis Representamen (X) berjalan ke arah kamera. Kemudian, beberapa Ikon: Pengangguran orang terlihat duduk berderetan di bawah pohon. Indeks: Kelompok Teriknya sinar matahari dalam gambar orang yang sedang menunjukkan keadaan suatu waktu pada jam kerja. duduk Narasi Hary Tanoe dalam iklan berupa, “dan pengangguran”. Simbol yang terbentuk Simbol: Kelas sosial berdasarkan ikon, indeks dan narasi tersebut adalah “kelas sosial”. Pengangguran berada pada kelas sosial terbawah. Objek (Y) Pekerja (buruh) sedang beristirahat. Interpretant (X=Y) Kelompok pengangguran di suatu tempat. Kelompok pengangguran adalah salah satu Makna golongan masyarakat ekonomi lemah yang ingin dirangkul oleh Hary Tanoe.
Dari gambar di atas, terlihat salah seorang pria berkaos hitam menggendong tas punggung dan mengunakan celana levis berjalan ke arah kamera. Di belakang pria tersebut juga terlihat beberapa orang sedang duduk berderetan di bawah pohon. Dalam gambar di atas, kondisi pencahayaan yang alami menandakan waktu siang hari, yang dalam hal ini merupakan waktu para pekerja untuk beristirahat. Dalam potongan gambar di atas terdapat narasi dari Hary Tanoe yang menyebutkan “dan pengangguran”. Pengangguran merupakan suatu keadaan di mana mereka masuk dalam usia kerja, namun mereka tidak atau belum mendapatkan pekerjaan. Narasi tersebut adalah narasi lanjutan dari narasi sebelumnya, dan merupakan penjelas dari gambar yakni kelompok pengangguran. Pengangguran adalah kelompok masyarakat golongan ekonomi lemah yang ingin dirangkul oleh Hary Tanoe keberadaannya.
57
B.
Analisis Semiotik Iklan Politik Partai Perindo di Televisi Versi “Siapakah Indonesia?” Gambar selanjutnya (gambar enam) merupakan adegan yang berebeda dari iklan yang sebelumnya. Gambar ini diambil dari iklan versi “Siapakah Indonesia?” yang tayang di stasiun Global TV. Global TV masuk dalam naungan MNC Group yang dipimpin oleh Hary Tanoe. Dalam iklan ini, terdapat kesamaan bentuk iklan dari iklan sebelumnya, yakni merupakan kombinasi dari The Shrinking Spot (penyusutan durasi iklan yang hanya kurang 60 detik), The Rise of Image (lebih menekankan pada citra sang kandidat dari pada isu atau materinya), dan Signifying Power (iklan politik di televisi yang merupakan simbol dari kekuasaan dan kekuatan kandidat politik. Dalam hal ini Hary Tanoe adalah seorang pemilik dari MNC Group). Dalam iklan terdapat narasi berupa: Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang dilahirkan dari orang jawa, dayak, papua atau lebih dari 300 suku? Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang beragama Islam, Katolik, Kristen, Budha, Hindu dan adat istiadat yang ada di negeri ini? Siapakah Indonesia? Apakah mereka yang berpenghasilan milyaran atau mereka yang hanya mampu menafkahi hidup mereka hari demi hari? Bukan itu semua, Indonesia adalah mereka yang tulus hati mencintai negeri ini. Mereka yang tulus berjuang bertindak secara nyata menyejahterakan Indonesia.
58
Perindo untuk Indonesia Sejahtera Berikut adalah analisis dari bagaimana citra Hary Tanoe ditayangkan dalam iklan, serta ikon, indeks dan simbol yang terdapat pada iklan: 8. Gambar enam (scene 1) Gambar 4.8 (Tulisan awal iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?”)
Tabel 4.8 (Analisis Gambar Tulisan “Siapakah Indonesia?”)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Tulisan berupa “Siapakah Indonesia?” berwarna Representamen (X) putih dengan background hitam. Kata Ikon: Kalimat tanya “Indonesia?” yang tampak lebih tebal dari kata “Siapakah” Indeks: Pertanyaan Penggunaan tanda tanya menjadikan tulisan “Siapakah tersebut sebagai kalimat tanya. Indonesia?” Simbol: Kalimat Narasi dalam iklan berupa, “Siapakah Indonesia?” tanya tentang Berdasarkan ikon, indeks dan narasi, identitas bangsa menyimbolkan sebuah kalimat tanya yang bernada penekanan. Indonesia Tulisan “Siapakah Indonesia?” berwarna putih Objek (Y) dengan background hitam dan terdapat perbedaan ketebalan kata. Interpretant (X=Y) Pertanyaan mengenai identitas Indonesia. Kalimat tanya yang dalam akan makna, yang Makna menanyakan identitas bangsa Indonesia.
Dalam gambar di atas terlihat tulisan berwarna putih dengan background berwarna hitam. Dalam tulisan tersebut, kata “Indonesia?” terlihat lebih tebal dari
59
kata “siapakah”. Huruf yang digunakan dalam tulisan tersebut adalah huruf kapital. Kemudian, di sebelah kiri atas gambar terlihat samar logo dari Global TV dan di sebelah kanan bawah gambar terlihat logo yang bertuliskan “veegraph.com”. Penggunaan warna putih dalam tulisan “Siapakah Indonesia?” memiliki makna yakni, sebuah pertanyaan dari seseorang yang berjiwa suci, bersih dan tulus. Hal tersebut yang ingin dimunculkan oleh copywriter untuk menciptakan sebuah pertanyaan besar kepada audiens, mengenai siapa Indonesia yang sesungguhnya. Warna putih dalam tulisan tersebut juga bisa berarti sebagai sebuah kontras terhadap fokus dari audiens, agar lebih jelas dalam membaca dan memahami tulisan tersebut. Kemudian, perbedaan ketebalan kata “Indonesia?” yang lebih tebal dari “Siapakah” memiliki makna penekanan mengenai siapa itu “Indonesia”. Selain itu, penggunaan huruf kapital (caps lock), menurut peneliti, bertujuan agar adanya sebuah penekanan yang ingin diciptakan oleh copywriter kepada audiens, mengenai siapa sajakah mereka yang mengaku Indonesia. Di sisi lain, penggunaan huruf kapital juga bertujuan untuk menarik perhatian audiens, serta memudahkan audiens untuk membacanya. Dalam potongan gambar tersebut, terdapat narasi berupa suara seorang perempuan yang membaca ulang kembali kalimat pertanyaan dalam tayangan iklan tersebut. Hal ini memiliki makna yaitu sebuah penjelasan tentang penekanan siapa sajakah yang dimaksud Indonesia dalam tayangan tersebut. Selain itu, intonasi yang pelahan dan lembut dari narator bertujuan agar audiens lebih dapat menangkap maksud dan tujuan dari copywriter terhadap tayangan iklan. Logo dari Global TV di sebelah kiri atas gambar berarti media di mana iklan tersebut tayang. Global TV masuk dalam naungan MNC Group yang dimiliki oleh
60
Hary Tanoe. Sehingga tidak heran bila iklan tersebut bebas tayang di media-media miliknya. Kemudian logo yang berada di kanan bawah gambar adalah logo dari TVC DB yang bekerjasama dengan veegraph.com sebagai pihak yang menggunggah video tersebut ke halaman youtube.com. 9. Gambar tujuh (scene 2) Gambar 4.9 (Suku Papua)
Tabel 4.9 (Analisis Gambar Suku Papua)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda Keterangan Representamen (X) Pria berkulit gelap, menggunakan pakaian adat Ikon: Suku Papua suku Papua, dengan coretan putih di pipi dan dagu. Indeks: Anggota suku Papua sedang Pria pada gambar di atas berasal dari Suku Papua. tersenyum Narasi dalam iklan berupa, “apakah mereka yang dilahirkan dari orang Jawa, Dayak, Papua atau lebih dari 300 suku lainnya” Simbol: salah satu Simbol “multi etnis” terbentuk berdasarkan ikon, ragam etnis di indeks dan narasi tersebut. Indonesia kaya akan Indonesia suku bangsa yang tersebar dari Sabang hingga ke Marauke. Seperti pada gambar di atas yang menyimbolkan suku Papua. Objek (Y) Pria dari suku Papua. Interpretant (X=Y) Pria yang berasal dari salah satu suku di Indonesia. Suku Papua yang merupakan suku minoritas di Makna Indonesia.
61
Dari gambar di atas terlihat seorang pria menggunakan model pakaian adat papua. Terdapat coretan putih pada kedua pipi pria tersebut. Kemudian, coretan putih tersebut juga terlihat di bagian dagu. Sementara di bagian penutup kepala, pria dalam gambar menggunakan aksesoris berupa ikat kepala yang di atasanya terdapat bulu dari burung kasuari dan rambut ijuk. Gambar pria di atas menunjukkan pria yang berasal dari suku Papua. Hal tersebut dapat dilihat dari pakaian yang digunakan, walaupun pakaian dari suku Papua yang sebenarnya tidak seperti itu, karena pakaian adat suku Papua berupa rok yang digunakan baik laki-laki maupun perempuan dengan bahan yang terbuat dari daun alang-alang, namun ada juga sebagian rakyat Papua yang menggunakan Koteka sebagai aksesoris. Copywriter mencoba menampilkan sisi lain dari suku Papua yang tampak lebih terlihat sopan dari sisi pakaian khas tradisional suku Papua untuk tayang di televisi. Ciri khas lain yang menunjukkan pria dalam gambar berasal dari Papua adalah warna kulit pria tersebut yakni berwarna seperti orang timur pada umumnya, berwarna lebih gelap. Kemudian, penggunanaan aksesoris ikat kepala dengan ornamen bulu kasuari dan rambut ijuk menjadi tanda bila pria tersebut berasal dari daerah Papua. Suku Papua adalah suku minoritas yang keberadaanya jauh didalam pelosok pulau Papua, bahkan untuk menjangkau suku Papua masih sangat sulit karena medan yang begitu berat. Copywriter ingin menciptakan sebuah citra terhadap Hary Tanoe yang ingin merangkul seluruh masyarakat Indonesia, tidak pandang suku mana mereka dilahirkan. Hary Tanoe sendiri merupakan keturunan Tionghoa, yang dalam hal ini suku Tionghoa merupakan suku minoritas di Indonesia.
62
Dalam potongan gambar di atas terdapat narasi yang berbunyi, “apakah mereka yang dilahirkan dari orang Jawa, Dayak, Papua atau lebih dari 300 suku lainnya?”. Narasi tersebut memiliki makna sebuah pertanyan mendasar mengenai siapa sajakah mereka yang merasa orang Indonesia. Pembahsan mengenai suku di Indonesia masih menjadi hal yang sensitif, terlebih jika mereka berasal dari suku minoritas dan berada di suatu tempat di mana suku mayoritas lebih dominan. Oleh karena itu, copywriter tampak ingin membentuk sebuah citra tentang Hary Tanoe yang merangkul suku-suku minoritas di Indonesia, karena beliau sendiri juga berasal dari suku minoritas. 10. Gambar delapan (scene 5) Gambar 4.10 (Agama Hindu)
Tabel 4.10 (Analisis Gambar Pemeluk Agama Hindu)
No.
1.
2.
Tipe Tanda Keterangan Representamen (X) Pria berkemeja putih dengan ikat kepala (udeng) Ikon: Agama Hindu bermotif batik. Indeks: Pemeluk agama Hindu sedang Pria pada gambar di atas beragama Hindu. tersenyum Narasi dalam iklan berupa, “hindu?” Simbol “religiusitas” terbentuk berdasarkan ikon, Simbol: Bentuk indeks dan narasi tersebut. Indonesia merupakan religiulitas Indonesia negara yang masyarakatnya menganut lima agama berbeda, yang salah satunya adalah agama Hindu. Objek (Y) Pria menganut agama Hindu.
63
3.
Interpretant (X=Y)
4.
Makna
Pria yang menganut salah satu agama yang ada di Indonesia. Agama Hindu yang merupakan agama minoritas di Indonesia.
Pada gambar di atas terlihat seorang pria tersenyum menggunakan kemeja putih dengan ikat kepala bermotif batik. Pengambilan gambar dengan low angle dan fokus pria menatap kedepan. Dalam tayangan tersebut terdapat narasi berupa “hindu?” yang menjadi penjelas bila pria dalam potongan iklan tersebut digambarkan adalah seorang yang beragama Hindu. Dalam agama Hindu, ikat kepala dikenal dengan Udeng. Pemilihan motif atau warna udeng memiliki tujuan yang berbeda-beda, dalam hal ini pria dalam gambar menggunakan udeng dengan motif batik yang bertujuan sebagai kegiatan sosial. Udeng dengan warna putih polos biasa digunakan umat Hindu untuk pergi ke Pura, sementara udeng dengan warna hitam biasanya digunakan dalam suasana berkabung. 1 Demografi penganut agama Hindu di Indonesia terbanyak terletek di provinsi Bali dan Sulawesi Tengah. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, pemeluk Hindu di Indonesia berjumlah 1,69% dari jumlah 237.641.326 penduduk Indonesia. Di provinsi Bali, jumlah penduduk yang menganut agama Hindu sebanyak 3.247.283 dari jumlah total penduduk Bali sebanyak 3.890.757, maka dari itu agama Hindu adalah agama mayoritas di provinsi tersebut. 2
1
“Etika Berbusana Hindu,” artikel diakses pada 16 November 2015 dari https://pahcs1s2oi.wordpress.com/2015/01/11/etika-berbusana-hindu/ 2 Akhsan Na’im dan Hendry Saputra, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010 (Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2011), h. 42-44.
64
Sebagai agama yang penganutnya tidak terlalu banyak (dibandingkan dengan Islam, Kristen, dan Katolik) di Indonesia, penayangan agama Hindu dalam iklan ini bertujuan untuk menciptakan citra Hary Tanoe yang ingin merakngkul bahkan hingga kelompok agama yang menjadi minoritas di Indonesia. Selain itu, agama Hindu adalah salah satu dari enam agama (Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu) yang diakui keberadaannya di Indonesia. Sehingga tidak heran bila seluruh agama dapat ditayangkan dalam iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?”. 11. Gambar sembilan (scene 8) Gambar 4.11 (Potret Seorang Nenek)
Tabel 4.11 (Analisis Gambar Nenek)
No.
1.
Tipe Tanda
Keterangan Nenek menggunakan kain batik dan kain yang Representamen (X) melingkar di pundaknya. Nenek sedang tersenyum Ikon: Nenek dengan gigi yang sudah mulai jarang dan rambut yang telah memutih. Indeks: Nenek Seorang nenek tua yang sedang tersenyum di sedang tersenyum depan kamera. Narasi dalam iklan berupa, “atau mereka yang hanya mampu menafkahi hidup mereka hari demi Simbol: Wanita tua hari?” dari kelas golongan Dari ikon, indeks dan narasi di atas, simbol yang masyarakat terbentuk adalah sosok wanita tua, yang menengah ke bawah merupakan masyarakat golongan ekonomi lemah (miskin).
65
2. 3.
Objek (Y) Interpretant (X=Y)
4.
Makna
Potret seorang nenek tua. Potret masyarakat golongan ekonomi lemah. Masyarakat golongan ekonomi lemah (miskin) yang yang masih menjadi kelompok mayoritas di Indonesia.
Pada gambar di atas terlihat seorang nenek menggunakan kebaya lusuh dengan kain yang terdapat di pundaknya. Rambut yang telah berwarna putih namun tetap tersenyum menatap ke arah depan. Gigi si nenek yang juga sudah tampak jarang dengan kulit yang juga telah keriput. Dalam tayangan tersebut terdapat narasi berupa “atau mereka yang hanya mampu menafkahi hidup mereka hari demi hari?”. Narasi tersebut menjelaskan bagaimana kondisi masyarakat Indonesia. Kesenjangan yang semakin tinggi, mengakibatkan jarak antara “si miskin” dengan “si kaya” semakin jauh. Kita pun sering mendengar istilah “yang kaya makin kaya, yang miskin tambah miskin”. Narasi dalam tayangan ini juga menyebutkan “kemiskinan” namun dengan penggunaan bahasa yang lebih halus. Secara umum, kemiskinan dapat didefinisikan sebagai kondisi saat seseorang atau sekelompok tidak dapat memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. 3 Copywriter mencoba membangun citra Hary Tanoe yang merangkul seluruh lapisan masyarakat Indonesia yakni yang berada dalam golongan ekonomi lemah (miskin) masih begitu banyak jumlahnya di Indonesia.
3
Mochamad Syawie, “Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial” Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011, h. 217.
66
12. Gambar sepuluh (scene 12) Gambar 4.12 (Hary Tanoe dengan Masyarakat)
Tabel 4.12 (Analisis Gambar Hary Tanoe dengan Masyarakat)
No.
1.
2. 3. 4.
Tipe Tanda
Keterangan Hary Tanoe menggunakan kemeja putih, sedang Representamen (X) merangkul seorang bapak berjaket merah dan Ikon: Hary Tanoe menggunakan blangkon, dan dengan pengawalan nersama masyarakat yang minim atau “seadanya.” Masyarakat yang terlihat antusias dengan kedatangan Hary Tanoe. Indeks: Hary Tanoe Hary Tanoe merangkul masyarakat. turun langsung ke dalam masyarakat Narasi dalam iklan berupa, “bukan itu semua, Indonesia adalah mereka yang tulus hati mencintai negeri ini. Mereka yang tulus berjuang Simbol: Sosok calon bertindak secara nyata menyejahterakan pemimpin yang Indonesia.” sederhana dan Berdasarkan ikon, indeks dan narasi tersebut, merakyat simbol yang terbentuk adalah sosok calon pemimpin yang bersedia turun dan merangkul lapisan masyarakat kelas bawah. Objek (Y) Hary Tanoe dan masyarakat. Interpretant (X=Y) Hary Tanoe turun ke tengah masyarakat. Hary Tanoe sosok calon pemimpin yang Makna merangkul masyarakat ekonomi golongan lemah (miskin).
67
Dalam gambar di atas, Hary Tanoe terlihat menggunakan kemeja putih berada di tengah masyarakat. Hary Tanoe tampak merangkul seorang bapak yang menggunakan jaket berwarna merah dan blangkon sebagai penutup kepalanya. Dalam gambar juga terlihat Hary Tanoe dikawal oleh keamanan setempat yang notabene kelompok pemuda dan hansip. Masyarakat yang berada di belakang Hary Tanoe dalam gambar terlihat sangat antusias dengan kehadirannya yang terlihat dari ekspresi wajah mereka. Penggunaan blangkon oleh seorang bapak yang dalam gambar di atas dirangkul Hary Tanoe, menunjukkan daerah di mana adegan tersebut diambil, yaitu di pulau Jawa. Blangkon sendiri merupakan aksesoris yang khas bagi masyarakat dari suku Jawa. Kemudian, pengawalan yang minim dan terbilang seadanya menunjukkan bahwa Hary Tanoe adalah sosok yang low profile dan ingin sangat dekat dengan rakyat kecil. Kemeja putih yang digunakan Hary Tanoe memiliki makna yaitu kesucian, kebersihan dan kesederhanaan dirinya. Selain itu, kemeja putih yang Hary Tanoe gunakan juga bertujuan sebagai penarik perhatian pandangan masyarakat. Dalam potongan tayangan iklan ini terdapat narasi yang berbunyi, “bukan itu semua, Indonesia adalah mereka yang tulus hati mencintai negeri ini. Mereka yang tulus berjuang bertindak secara nyata menyejahterakan Indonesia”. Sangat jelas terlihat berdasarkan tayangan iklan dan narasi di atas jika copywriter ingin membangun citra Hary Tanoe mengenai sosok sejati seorang Indonesia. Hary Tanoe digambarkan sebagai pembawa perubahan, yang ingin merangkul dan memrioritaskan rakyat kecil sebagai tujuan dari perubahannya.
68
C. Interpretasi Penelitian Partai Perindo sudah mengeluarkan beberapa iklan di televisi yang menegaskan eksistensi keberadaan dirinya. Peneliti mencatat, hingga saat ini iklaniklan Partai Perindo berjumlah lima buah. Iklan versi pertama bertemakan “kelahiran Partai Perindo”, kemudian versi “Deklarasi Partai Perindo”, versi “Liga Futsal Partai Perindo”, versi “Siapakah Indonesia?” dan yang baru saja tayang di televisi adalah iklan versi “Mars Partai Perindo”. Hary Tanoe sebagai pemilik dari MNC Group, yang merupakan media terbesar dan terluas di Asia Tenggara, tidak mengherankan bila ternyata Partai Perindo bisa dengan bebas menayangkan iklan-iklannya di media tersebut. Iklan di televisi merupakan alat komunikasi massa yang paling efektif. Karena keberadaannya disaksikan oleh seluruh khalayak ramai. Dalam iklan versi “Deklarasi Partai Perindo”, secara keseluruhan terdapat 21 adegan. Namun dari 21 adegan tersebut, peneliti hanya mengambil lima scene. Ke-lima scene tersebut peneliti ambil dengan alasan, karena ke-lima scene tersebut menggambarkan
sosok
Hary
Tanoe
yang
bersahabat,
merangkul
dan
memrioritaskan rakyat kecil. Menurut Hary Tanoe sendiri, rakyat kecil itu disebut dengan “Masyarakat Golongan Ekonomi Lemah” 4. Hary Tanoe menjadi aktor utama dalam iklan versi “Deklarasi Partai Perindo”. Adegan yang menampilkan dirinya diambil pada saat Hary Tanoe sedang berpidato dalam acara Deklarasi Partai Perindo, yang bertepatan pada tanggal 7 Februari 2015 di Jakarta International Expo (Jiexpo) Kemayoran. Kemudian,
4
Partai Perindo, “Iklan Partai Perindo Versi Deklarasi Partai Perindo”, video diakses pada 12 November 2015 dari https//www.youtube.com
69
adegan lain merupakan adegan yang sehubungan dengan narasi dari Hary Tanoe. Contohnya, ketika narasi dari Hary Tanoe menyebutkan “petani” maka gambar atau adegan dalam iklan menayangkan kegiatan dari petani, atau ketika narasi menyebutkan “para nelayan” gambar atau adegan yang ditampilkan dalam iklan adalah kegiatan nelayan. Dalam scene awal iklan, terdapat narasi yang diambil pada saat Hary Tanoe berpidato berupa “Agar Indonesia dapat menjadi negara maju, diperlukan pertumbuhan yang lebih pesat lagi”, narasi tersebut menjelaskan Indonesia pada saat ini merupakan negara berkembang, yang apabila berkeinginan untuk menjadi negara maju maka Indonesia memerlukan pertumbuhan yang lebih pesat lagi. Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi, karena pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang menjadi tolak ukur keberhasilan suatu negara dalam satuan periode tertentu dalam pembangunan di sektor ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran nyata dari dampak suatu kebijakan di bidang pembangunan ekonomi. 5 Dalam scene awal ini juga dapat terlihat gestur tubuh Hary Tanoe yang tampak kokoh, tegas dan penuh keyakinan dan kewibawaan akibat jarak pengambilan gambar dengan medium close up. Jarak pengambilan dengan teknik ini ialah pengambilan gambar dari bagian badan dada ke atas. Sosok tubuh manusia mendominasi frame dan latar belakang yang tidak lagi terlihat dominan. 6 Sehingga dengan jarak pengambilan gambar ini, dalam gambar hanya terlihat jelas Hary
5
Mefi Hukubun, dkk., “Pengaruh Investasi Pemerintah dan Investasi Swasta Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2002-2012,” (Essai, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Sam Ratulangi Manado, 2013), h. 2. 6 Hani Taqiyya, “Analisis Semiotik Terhadap Film In The Name Of God,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), h. 33.
70
Tanoe fokus menatap ke depan, yang memakai kemeja putih berkerah merah, dan terdapat aksesoris dikemejanya tersebut berupa name tag di bagian dada sebelah kiri dan logo Partai Perindo di bagian dada sebelah kanan. Dalam scene selanjutnya terdapat adegan yang menggambarkan kondisi pasar tradisional. Tidak jelas di mana lokasi pengambilan adegan tersebut diambil, namun hal tersebut tetap memberikan gambaran yang jelas mengenai maksud dan tujuan copywriter yang ingin menampilkan kondisi pasar tradisional. Dipilihnya adegan kondisi pasar tradisional dikarenakan pasar tradisional tetap menjadi pilihan utama masyarakat golongan ekonomi lemah untuk membeli kebutuhan hidupnya. Serta, adegan kondisi pasar tradisional mencerminkan pemilihan narasi Hary Tanoe pada saat berpidato yang disebutkan dalam iklan yang berbunyi, “namun juga pada saat yang bersamaan menyentuh dan memberikan manfaat bagi masyarakat golongan ekonomi lemah”. Narasi tersebut menjelaskan bahwa betapa pentingnya masyarakat golongan ekonomi lemah sebagai pondasi dari kemajuan ekonomi negara. Hal tersebut dikarenakan masyarakat golongan ekonomi lemah adalah kelompok mayoritas penduduk Indonesia. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di perkotaan dan perdesaan per September 2014 berjumlah 27,73 juta jiwa (10,96%). 7 Oleh sebab itu, masyarakat golongan ekonomi lemah sangat memerlukan penguatan ekonomi, agar tujuan menciptakan Indonesia sebagai negara maju dan sejahtera bisa terwujud. Scene selanjutnya, yakni gambar 3, 4, 5, 6 dan 7 merupakan penjabaran dari narasi sebelumnya. Dalam scene ini mengumpulkan adegan dari narasi Hary Tanoe 7
Badan Pusat Statistik (BPS), Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2015 (Jakarta: BPS, 2015), h. 2.
71
pada saat pidato yakni berupa adegan UMKM (gambar 3), petani (gambar 4), nelayan (gambar 5), buruh (gambar 6) dan kelompok pengangguran (gambar 7). Adegan tersebut merupakan golongan masyarakat ekonomi lemah yang menjadi fokus dalam iklan ini dan fokus utama bagi Partai Perindo itu sendiri. Dalam gambar tiga, yang menggambarkan mengenai UMKM. Dalam scene tersebut yang menjadi fokus pengambilan gambar adalah kegiatan dari proses belajar mengajar keterampilan oleh seorang pria tua berambut putih kepada tiga murid yang diajarinya. Dengan angle yang digunakan dalam pengambilan gambar yaitu low angle, hal tersebut memiliki makna berupa keteguhan hati dari pria berambut putih untuk mengajari murid-muridnya keterampilan anyaman dari rotan. Sorotan terhadap UMKM sendiri mempertegas bila UMKM merupakan usaha yang keberadaanya sangat kuat dari terpaan barang-barang hasil impor dari luar negeri. Kerajinan kayu, bambu dan rotan sendiri masuk ke dalam jenis UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). Undang-undang No. 20 Tahun 2008 menjelaskan pengertian tentang UMKM yakni; Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini; Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini; dan Usaha Menengah adalah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak
72
perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini. Dengan kriteria dari UMKM 8:
Tabel 4.13 (Karakteristik UMKM)
No. Uraian 1 Usaha Mikro 2 Usaha Kecil 3 Usaha Menengah
Asset Maks. Rp 50 Juta >Rp 50 Juta – Rp 500 Juta >Rp 500 Juta – Rp 10 Miliar
Omzet Maks. Rp 300 Juta >Rp 300 Juta – Rp 2.5 Miliar >Rp 2.5 Miliar – Rp 10 Miliar
Mengutip pada Koran Suara Perindo edisi November 2015, tampak jelas bahwa Hary Tanoe sangat ingin merangkul Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang terlihat dari headline koran tersebut yang berbunyi “HT: Lindungi UMKM”. 9 Hal tersebut telah ditampilkan pula sebelumnya dalam iklan Partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” yang menjadi pembahasan peneliti ini. Penayangan kegiatan dari UMKM, menggambarkan begitu kreatifnya masyarakat Indonesia. Namun di sisi kreatifitas tersebut, UMKM harus dilindungi dari perdagangan bebas menyusul Indonesia akan memasuki Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Hal itu sejalan karena pada sejarahnya, UMKM mampu bertahan di tengah krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia. 10 Scene selanjutnya menggambarkan kegiatan dari petani dan nelayan. Kedua profesi tersebut merupakan profesi dari mayoritas penduduk Indonesia. Dalam
8
“Kriteria usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM,” artikel diakses pada 12 November 2015 dari www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129 9 “HT: Lindungi UMKM,” Suara Perindo, November 2015, h. 1. 10 “UMKM Lebih Tahan Banting Krisis,” Suara Perindo, November 2015, h. 2.
73
scene yang menggambarkan petani, mereka menggunakan “topi caping”, yang merupkan topi yang topi khas petani tradisional Indonesia. Dalam penayangan kegiatan petani, mencerminkan bahwa petani adalah salah satu profesi penting bagi negara ini, dikarenakan oleh mereka yang menyediakan bahan pangan pokok bagi penduduk Indonesia. Luasnya lahan pertanian di Indonesia, justru tidak menyejahterakan petani Indonesia. Sebaliknya, pemerintah kerap kali melakukan impor beras demi memenuhi defisit stok beras bagi rakyat Indonesia. Kemudian, dalam penayangan kegiatan nelayan, mencerminkan sikap gotong royong yang menjadi budaya Indonesia. Scene ini juga menggambarkan bahwa perairan Indonesia yang begitu luas sehingga disebut sebagai negara maritim, tidak menjamin para nelayan Indonesia hidup sejahtera. Maraknya ilegal fishing, naik turunnya harga solar yang menjadi bahan bakar bagi kapal-kapal nelayan, adalah beberapa faktor yang menjadikan kehidupan nelayan tidak sejahtera. Gambar enam, gambar yang menunjukkan profesi buruh, menjelaskan kepada audiens bahwa copyweiter ingin menyampaikan bahwa buruh merupakan profesi yang keberadaanya harus diperhatikan. Gaji buruh Indonesia hanya berada diurutan ke-delapan dari seluruh negara di Asia Tenggara. 11 Buruh atau pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. 12 Oleh karena itu, buruh sering menuntut hak-haknya dengan
11
Meutia Febriana Anugrah, “Gaji Buruh Indonesia No 8 Terendah di ASEAN,” artikel diakses pada 15 November 2015 dari http://economy.okezone.com/read/2015/04/29/320/1142116/gaji-buruh-di-indonesia-nomor-8terendah-di-asean 12 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
74
melakukan demo di jalan bila mereka merasa kewajibannya telah dikerjakan namun belum mendapatkan haknya. Buruh juga merupakan profesi khusus, karena mereka memiliki hari Internasional yang jatuh setiap 1 Mei, atau sering dikenal dengan “Mayday”. Karena jumlahnya yang memang banyak di Indonesia, Hary Tanoe ingin merangkul kaum buruh dan memerioritaskan kesejahteraannya. Padahal, pada kenyataannya, buruh di Indonesia sudah sejahtera. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika buruh turun di jalan, mayoritas dari mereka menggunakan kendaraan pribadi yang baru dan bagus. Dalam beberapa kesempatan, banyak kaum buruh yang diexpose ke media tentang keberhasilan hidupnya dari pendapatannya sebagai buruh. Tayangan selanjutnya menggambarkan kaum pengangguran. Pengangguran merupakan kondisi seseorang atau sekelompok di mana mereka memasuki usia kerja, namun mereka belum atau masih mencari lapangan pekerjaan. Data BPS menyebutkan adanya peningkatan tingkat pengangguran di Indonesia selang waktu Februari 2014 -Februari 2015. Pada Februari 2014, jumlah pengangguran tercatat 7,15 Juta jiwa. Sementara Februari 2015 jumlah pengangguran 7,45 Juta jiwa. 13 Citra yang ingin ditampilkan copywriter adalah keberpihakan Hary Tanoe kepada kelompok masyarakat golongan ekonomi lemah, yang dalam hal ini adalah kelompok pengangguran. Hal tersebut sejalan dengan tujuan Partai Perindo yang mengusung terciptanya Masyarakat Sejahtera dan juga mendorong perekonomian masyarakat bawah tumbuh lebih pesat dari kelas menengah atas. 14
13 Badan Pusat Statistik (BPS), Keadaan Ketenagakerjaan Februari 2015 (Jakarta: BPS, 2015), h. 2 14 “UMKM Lebih Tahan Banting Krisis,” Suara Perindo, November 2015, h. 2.
75
Iklan Partai Perindo versi “Deklarasi Partai Perindo” ini, sangat terlihat jelas tujuan dari copywriter yang ingin menggambarkan citra Hary Tanoe sebagai seorang yang bersahabat, merangkul dan akrab terhadap mereka yang berasal dari golongan ekonomi lemah, sebutan lain dari masyarakat miskin, yang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Hary Tanoe juga kerap mengumandangkan kepeduliannya terhadap masyarakat golongan ekonomi lemah dibeberapa kesempatan pada saat dirinya sedang berada di atas panggung. Kemudian, dalam iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?” terdapat 14 adegan dengan durasi iklan selama 59 detik. Peneliti hanya mengambil lima scene atau adegan dari iklan ini. Hal tersebut dikarenakan, ke-lima scene tersebut sudah mewakili dan menggambarkan alur cerita secara keseluruhan. Selain itu, kelima scene yang peneliti pilih juga memiliki makna yang dalam mengenai jati diri siapa sebenarnya Indonesia itu. Iklan ini dibuka dengan munculnya kalimat tanya “SIAPAKAH INDONESIA?”. Tulisan tersebut berwarna putih dengan latar belakang berwarna hitam. Makna yang timbul dalam pemilihan warna tersebut adalah sebuah pertanyaan dari seorang tokoh yang masih belum jelas digambarkan, namun tokoh tersebut berjiwa suci, bersih dan tulus yang menggambarkan warna putih dalam tulisan. Kemudian warna hitam yang menjadi latar belakang bermakna yang kontras. Artinya, ada sebuah pesan penting yang coba ditampilkan copywriter kepada audiens melalui perbedaan warna antara warna putih tulisan dengan warna hitam yang menjadi latar belakang. Dari sisi teknis, penggunaan warna putih dari tulisan yang berbeda dengan latar belakang juga bertujuan, agar audiens dapat dengan mudah membaca dan memahami tulisan tersebut.
76
Kemudian, terdapat perbedaan ketebalan dalam tulisan tersebut, kata “Indonesia?” lebih tebal dari kata “Siapakah”. Makna yang timbul adalah sebuah penekanan dari copywriter mengenai Indonesia. Selain itu, kata Indonesia yang lebih tebal dikarenakan oleh audiens dari iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?” adalah masyarakat Indonesia, suatu bentuk identitas atas keberagaman bangsa ini. Dalam tulisan ini juga terlihat penggunaan huruf kapital (caps lock). Makna yang ditimbulkan adalah adanya sebuah penekanan yang ingin diciptakan oleh copywriter kepada audiens, mengenai siapa sajakah mereka yang mengaku Indonesia. Di sisi teknis, penggunaan huruf kapital juga bertujuan untuk menarik perhatian audiens, serta memudahkan audiens untuk membacanya. Scene selanjutnya menggambarkan suku-suku yang ada di Indonesia. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, terdapat 31 kelompok suku bangsa yang tersebar diseluruh provinsi Indonesia. Kelompok suku bangsa tersebut memiliki sub-suku lainnya yang jumlah mencapai ratusan suku. 15 Dalam iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?” ini, hanya menampilkan tiga dari ratusan suku yang ada di Indonesia. Ke-tiganya yaitu suku Jawa, Dayak dan Papua. Pemilihan ke-tiga suku tersebut, peneliti berpendapat, berdasarkan zona wilayah di Indonesia. Suku Jawa berdasarkan wilayah Indonesia bagian barat, suku Dayak berdasarkan wilayah Indonesia tengah, dan suku Papua berdasarkan zona wilayah Indonesia timur. Selain itu, penayangan dalam iklan tiga suku yang ada di Indonesia karena durasi iklan yang hanya 59 detik.
15
Na’im dan Saputra, Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010, h. 31.
77
Penayangan suku Papua dalam iklan ini menunjukkan keberpihakan Hary Tanoe pada kelompok minoritas. Karena pada dasarnya, Hary Tanoe sendiri berasal dari kelompok minoritas di Indonesia. Penayangan deretan agama yang dianut di Indonesia dalam iklan ini juga memiliki makna, Indonesia bukan hanya milik sekelompok penganut agama mayoritas, yang dalam hal ini Islam. Melainkan terdapat berbagai macam agama dan kepercayaan lain yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Dalam iklan Partai Perindo versi “Siapakah Indonesia?”, jelas terlihat tujuan dari copywriter yang ingin menggambarkan kepada audiens bagaimana beragamnya Indonesia. Terdiri dari ratusan suku bangsa, agama kepercayaan, serta tingkat ekonomi yang berbeda-beda yang ada dan menjadi rakyat Indonesia. Citra yang terbentuk dalam tayangan iklan ini adalah sosok Hary Tanoe yang menjunjung pluralitas, dan mencoba menggambarkan Hary Tanoe yang merangkul serta bersahabat dengan mereka. Pluralitas merupakan dasar terbentuknya Indonesia yang juga sesuai dengan semboyan bangsa Indonesia, Bhineka Tunggal Ika. Sosok Hary Tanoe yang bersedia turun untuk bertemu dengan mereka masyarakat golongan ekonomi lemah. Pemimpin yang dekat dengan masyarakyat lemah, merangkul dan memerhatikan kesejahteraan masyarakyat. Serta dalam iklan ini juga jelas tergambarkan jati diri Indonesia. Indonesia bukan milik salah satu suku atau agama yang menjadi mayoritas penduduk, melainkan mereka yang mencintai dan seling menghormati atas keberagaman tersebut. Demikan dengan citra yang terbentuk berupa Hary Tanoe yang tulus, mencintai dan berjuang demi kesejahteraan masyarakyat Indonesia.
78
Dalam beberapa kesempatan, Hary Tanoe sering menggunakan kemeja berwarna putih. Hal tersebut juga bisa dilihat dari dua iklan yang peneliti pilih. Dalam iklan tersebut, Hary Tanoe menggunakan kemeja putih pada saat berpidato dan saat bertemu dengan masyarakat. Pemilihan kemeja berwarna putih mengandung makna yaitu suci, bersih, dan tulus. Hal serupa, menggunakan pakaian berwarna putih, merupakan anjuran dari Rasulullah S.A.W. 16 Al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan pedoman bagi umat muslim telah banyak menjelaskan di dalamnya berupa ayat-ayat mengenai kepemimpinan. Peneliti mengutip sebuah ayat yang berbunyi:
ِﱠﺨ ُﺬوا اﻟْﻴـﻬﻮد واﻟﻨﱠﺼﺎرى أَوﻟ ِ � أَﻳـﱡﻬﺎ اﻟﱠ ِﺬﻳﻦ آﻣﻨُﻮا َﻻ ﺗَـﺘ ﻀ ُﻬ ْﻢ ﻌ ـ ﺑ ﺎء ﻴ ُ َْ َ َ ْ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ٍ أ َْوﻟِﻴَﺎءُ ﺑـَ ْﻌ اﻪﻠﻟَ َﻻ ﻳـَ ْﻬ ِﺪي ﺾ َوَﻣ ْﻦ ﻳـَﺘَـ َﻮﱠﳍُْﻢ ِﻣْﻨ ُﻜ ْﻢ ﻓَِﺈﻧﱠﻪُ ِﻣْﻨـ ُﻬ ْﻢ إِ ﱠن ﱠ ِ ِاﻟْ َﻘﻮم اﻟﻈﱠﺎﻟ ﲔ ﻤ َ َْ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi auliya bagimu; sebahagian mereka adalah auliya bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka menjadi auliya, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang lalim” (QS. Al Maidah: 51) Ayat di atas sudah sangat jelas menjelaskan bahwa Allah SWT melarang hamba-Nya yang beriman untuk mengikuti bahkan loyal kepada orang Yahudi dan Nasrani. Karena mereka adalah musuh Islam dan sekutu-sekutunya. Melihat latar belakang Hary Tanoe yang beragama Kriten (Nasrani), tertutup kemungkinan bila
16
Taqiyya, “Analisis Semiotik Terhadap Film In The Name Of God,” h. 77.
79
beliau menginginkan jabatan sebagai pemimpin di Indonesia. Karena Indonesia merupakan negara yang mayoritas beragama Islam. Namun, ada juga sebagian ulama yang berpendapat dan mengizinkan bila dipimpin oleh non-muslim. Jika suatu kepentingan mengharuskan penyerahan sesuatu yang tidak bisa dilaksanakan oleh orang lain dari kalangan umat Islam atau tampak adanya pengkhianatan pada si pelaksana dari penguasa. Maka boleh menyerahkan jabatan itu padanya, karena adanya keharusan (dlarurah) untuk mewujudkan kemaslahatan sesuatu yang dia angkat untuk mengurusinya. Meskipun demikian, bagi pihak yang mengangkatnya, harus selalu mengawasi orang kafir tersebut dan mampu mencegahnya dari mengganggu terhadap siapapun dari kalangan umat Islam. 17 Selain itu, berdasarkan artikel yang peneliti ambil, menurut D. Ali Jumah, seorang mufti (yang mengeluarkan fatwa) asal Mesir menjelaskan alasan memperbolehkan umat muslim untuk mengangkat pemimpin non-muslim selama statusnya itu di bawah kepemimpinan tertinggi dalam suatu wilayah, yang dalam hal ini Presiden. Hal tersebut dikarenkan kepemimpinan dalam pemerintahan itu dibagi menjadi dua bagian, yaitu al-Wilayah al-Udzma atau al-Wilayah al-Almmah, pada level ini, jabatan seorang pemimpin haruslah dipegang dari muslim. Dan alWilayah al-Khassah atau kepemimpinan khusus. Kepemimpinan level ini mencakup kepemimpinan di bawah kepala negara, seperti gubernur, bupati dan level di bawahnya. Pada level ini sebagian ulama memperbolehkan mengangkat
17 Mahbub Ma’afi Ramdlan, “Kebolehan Mengangkat Pemimpin Non-Muslim,” artikel diakses pada 17 November 2015 dari http://www.nu.or.id/a,public-m,dinamic-s,detail-ids,59id,55652-lang,id-c,bahtsul+masail-t,Kebolehan+Mengangkat+Pemimpin+Non+Muslim-.phpx
80
non-muslim sebagai pemegang jabatan tertinggi dilevel tersebut, demikian juga diperbolehkan wanita untuk memegangnya. 18 Dari penjelasan di atas, Hary Tanoe tampaknya sangat sulit memang jika berkeinginan menjadi Presiden Indonesia. Kedudukan tertinggi yang mungkin bisa Hary Tanoe peroleh, berdasarkan penjelasan di atas, tampaknya hanya sebatas Menteri di bawah pertanggung jawaban Presiden. Melihat juga sejarah di Indonesia, belum ada seorang Presiden yang berasal dari non-muslim. Ke-tujuh orang Presiden Indonesia berasal dari muslim. Sebagai pemilik dari MNC Group, yang merupakan media terbesar dan terintergrasi di Asia Tenggara, sah-sah saja jika Hary Tanoe secara rutin menayangkan iklan politik dari Partai Perindo di media miliknya, selama hal tersebut bertujuan sebagai publistas. Namun, berdasarkan pengalaman sebelumnya, yakni ketika Hary Tanoe berpasangan dengan Wiranto dan mereka, pada saat itu tahun 2014, mencalonkan diri sebagai pasangan Capres dan Cawapres seharusnya menjadi sebuah pembelajaran dan pengalaman yang berharga bagi Hary Tanoe. Ketika masyarakat mulai acuh hingga enggan memilih mereka pada Pemilu tahun 2014 lalu. Sebagaimana tujuan dari iklan di televisi sendiri, yakni menginformasikan suatu produk barang dan jasa kepada khalayak. Selanjutnya iklan juga bertujuan mengarahkan konsumen atau khalayak untuk mengkonsumsi produk barang dan jasa tertentu, atau mengubah sikap agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemasang iklan. Dan yang terakhir adalah agar konsumen selalu mengingat produk
18 Kang Santri Clumut, “Hukum Mengangkat Pemimpin Non Muslim dalam Islam,” artikel diakses pada 17 November 2015 dari http://santriclumut.blogspot.co.id/2014/11/hukummengangkat-pemimpin-non-muslim-dalam-islam.html
81
tersebut sehingga tetap setia mengkonsumsinya, sampai saatnya yang akan datang. Yakni pemilihan umum tahun 2019.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil temuan penelitian dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai analisis semiotik citra Hary Tanoe dalam iklan politik partai Perindo di televisi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Citra
yang
ditampilkan
dalam
iklan
politik
partai
Perindo
menggambarkan dengan jelas sosok Hary Tanoe yang memerioritaskan dan merangkul masyarakat golongan ekonomi lemah, yang terdiri dari petani, nelayan, pelaku UMKM, buruh dan penggangguran (dalam iklan versi “Deklarasi Partai Perindo”). Dan sosok yang sangat menjunjung pluralitas bangsa Indonesia (dalam iklan versi “Siapakah Indonesia?”). 2. Tanda-tanda digunakan dalam iklan yakni berupa ikon, indeks dan simbol berupa verbal maupun non-verbal bertujuan memperkenalkan kehadiran dirinya dalam sebuah partai politik yang memerioritaskan kelompok kecil dan kaum minoritas. Hal tersebut terlihat dari adegan demi adegan dalam iklan yang menampilkan kegiatan sehari-hari dari masyarakat golongan ekonomi lemah (iklan versi “Deklarasi Partai Perindo”), dan keberagaman rakyat Indonesia (iklan versi “Siapakah Indonesia?”). B. Saran Saat ini mayoritas media di Indonesia dimiliki oleh petinggi partai politik, yang dari hal tersebut menyebabkan sangat sulit menemukan sisi netral dari media-
82
83
media di Indonesia. Oleh sebab itu, peneliti memberikan saran kepada para akademisi untuk memberikan pemahaman lebih dalam kepada masyarakat, terkait iklan suatu partai politik yang di dalamnya terdapat citra dan publisitas politik, agar masyarakat tidak dengan mudah terpengaruh iklan tersebut. Kemudian, peneliti juga memberikan saran kepada pembaca dan masyarakat luas, dengan selesainya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi suatu rujukan dan referensi pengetahuan mengenai bagaimana suatu iklan partai politik di dalamnya terdapat tujuan-tujuan tertentu demi tercapainya cita-cita dari aktor politik. Diharapkan masyarakat semakin meningkatkan sikap kritis dan selektif terhadap iklan politik. Hal tersebut bertujuan, agar khalayak mampu menganalisis sebuah iklan dari partai politik lebih jauh dan mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU Arifin, Anwar. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011. Budiardjo, Miriam. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012. Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa: Kekuatan Pengaruh Media Massa, Iklan Televisi dan Keputusan Konsumen serta Kritik Terhadap Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Jakarta: Prenada Media Group, 2008. Cangara, Hafied. Komunikasi Politik: Konsep, Teori dan Strattegi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011. Danesi, Marcel. Pesan, Tanda, dan Makna: Buku Teks Dasar Mengenai Semiotika dan Teori Komunikasi. Yogyakarta: Jalasutra, 2010. Elvinaro, Ardianto, dan Q-Anees, Bambang. Filsafat Ilmu Komunikasi. Bandung; Simbiosa Rekatama Media, 2011. Hadi, Sutrisno. Metedologi Research. Yogyakarta: Andi Offset, 1989. Heryanto, Gun Gun, dan Rumaru, Shuhlan. Komunikasi Politik: Sebuah Pengantar. Bogor: Ghalia Indonesia, 2013. Hoed, Benny H. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok, Komunitas Bambu: 2014. Jefkins, Frank. Public Relation (Edisi kelima). Jakarta; Erlangga, 1998. Junaedi, Fajar. Komunikasi Politik: Teori, Aplikasi dan Strategi Di Indonesia. Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013. Kasali, Rhenald. Membidik Pasar Indonesia Segmentasi Targeting Possittioning, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2007), h. 9-7 Kuswandi, Wawan. Komunikasi Massa: Analisis Interaktif Budaya Massa. Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Littlejhon, Stephen W., and Karen A. Foss. Encyclopedia of Communication. California, SAGE Publications, 2009. McNair, Brian. An Introduction to Political Communication. New York: Routledge, 2011.
84
85
Molan, Benyamin. Manajemen Pemasaran, (Jakarta: Gramedia, 2005
PT Indeks Kelompok
Moleong, Lexy. J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya Mufid, Moh. Politik dalam Perspektif Islam. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2004. Mulyana, Deddy. Komunikasi Politik Politik Komunikasi: Membedah Visi dan Gaya Komunikasi Praktisi Politik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013. Na’im, Akhsan Na’im, dan Hendry Saputra. Kewarganegaraan, Suku Bangsa, Agama, dan Bahasa Sehari-hari Penduduk Indonesia: Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta: Badan Pusat Statistik, 2011. Sobur, Alex. Analisis Teks Wacana: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006. __________. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006. Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2007. Tinarbuko, Sumbo. Iklan Politik dalam Realitas Media. Yogyakarta: Jalasutra, 2009. Wibowo, Indiwan Seto Wahyu. Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media, 2013.
INTERNET “Etika Berbusana Hindu,” artikel diakses pada 16 November 2015 dari https://pahcs1s2oi.wordpress.com/2015/01/11/etika-berbusana-hindu/ “Kriteria usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Menurut UU No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM,” artikel diakses pada 12 November 2015 dari www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=129 Anugrah, Meutia Febriana. “Gaji Buruh Indonesia No 8 Terendah di ASEAN,” artikel diakses pada 15 November 2015 dari http://economy.okezone.com/read/2015/04/29/320/1142116/gaji-buruh-diindonesia-nomor-8-terendah-di-asean Clumut, Kang Santri. “Hukum Mengangkat Pemimpin Non Muslim dalam Islam,” artikel diakses pada 17 November 2015 dari http://santriclumut.blogspot.co.id/2014/11/hukum-mengangkat-pemimpinnon-muslim-dalam-islam.html Nursafitri, Rinjani. “Profil Hary Tanoesoedibjo Orang Super Kaya di Indonesia,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari
86
http://www.orangterkayaindonesia.com/profil-hary-tanoesoedibjo-orangsuper-kaya-di-indonesia/ Partai Perindo, DPW. “Latar Belakang Partai Perindo,” artikel diakses pada 9 September 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com Partai Perindo, DPW. “Platform Partai Perindo,” artikel diakses pada 10 Septe,ber 2015 dari www.dpwpartaiperindo.com/platform-partai-perindo/ Partai Perindo, DPW. “Sususnan Pengurus Partai,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari https://dpwpartaiperindo.com/profil-partai-perindo/ Partai Perindo, DPW. “Visi - Misi Partai Perindo,” artikel diakses pada 10 September 2015 dari https://dpwpartaiperindo.com/profil-partai-perindo/ Partai Perindo Kab. Pasuruan, DPP. “Arti Lambang Partai Perindo,” gambar diakses pada 9 September 2015 dari http://www.dpdperindokabpasuruan.com/p/tujuan-partai-perindo.html Partai Perindo. “Orasi Politik Ketum Partai Perindo Hary Tanoe dalam Deklarasi Partai Perindo 7 Februari 2015,” video diakses pada 2 Mei 2015 dari https://www.youtube.com/watch?v=_Gv4kCNoGqQ Ramdlan, Mahbub Ma’afi. “Kebolehan Mengangkat Pemimpin Non-Muslim,” artikel diakses pada 17 November 2015 dari http://www.nu.or.id/a,publicm,dinamic-s,detail-ids,59-id,55652-lang,id-c,bahtsul+masailt,Kebolehan+Mengangkat+Pemimpin+Non+Muslim-.phpx Suparmin. “Konstruksi Citra dan Politik Media Massa,” artikel diakses pada 5 Agustus 2015 dari www.kompasiana.com/suparmin/konstruksi-citra-danpolitik-media-massa_54f91d21a33311f1068b46e1 Wulandari, Erlin. “Hary Tanoesoedibjo Resmi Menjadi Kakek,” artikel diakses pada 30 Juli 2015 dari http://www.kompasiana.com/erlinwulandari/harytanoesoedibjo-resmi-menjadi-kakek_552c3ad46ea83474158b4645
JURNAL Badan Pusat Statistik (BPS). “Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2015.” Jakarta: BPS, 2015. Hukubun, Mefi, dkk. “Pengaruh Investasi Pemerintah dan Investasi Swasta Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Dampaknya Terhadap Tenaga Kerja Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2002-2012,” Essai. Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Universitas Sam Ratulangi Manado, 2013. Syawie, Mochamad. “Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial” Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011.
87
SKRIPSI Taqiyya, Hani. “Analisis Semiotik Terhadap Film In The Name Of God,” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011.
SURAT KABAR Suara Perindo, edisi November 2015.
LAMPIRAN