ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROPINSI SUMATERA UTARA
HADIJAH SIREGAR
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Maret 2011
Hadijah Siregar NRP A156090174
ABSTRACT
HADIJAH SIREGAR. An Analysis of Rubber Smallholding Potential Development in Mandailing Natal Regency, North Sumatra Province . Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and ATANG SUTANDI.
Development of preminent commodity of rubber is one of Mandailing Natal Regency government‟s strategy to improve society prosperity. To support the mentioned things, this research was conducted with purposes: determining suitability location for the development of rubber plantation based on land evaluation, analysing financial and marketing feasibilities of rubber smallholding, analysing the directive of rubber smallholding potential development in Mandailing Natal Regency by using mapping and descriptive analysis. The research result shows that acreage of potential area for the development of rubber plantation in Mandailing Natal Regency is 460 849 ha (70.41%). Financially, the enterprise of rubber smallholding in every land suitability class is feasible. The market chain of rubber in Mandailing Natal Regency is not efficient enough. The location which is able to recommended for the development of rubber plantation in Mandailing Natal Regency based on potential location, financially and relevant government regulations is 201 875 ha (30.84%). The performance of rubber smallholding plantation in Mandailing Natal Regency is influenced by agricultural extension service officer, the availability of farmer group, rubber productivity and availability of agricultural infrastructure. Nowadays, rubber processing factory should be built in Mandailing Natal, considering that raw materials are widely available and added value will contribute for regional development. Keywords: rubber smallholding, land evaluation, financial feasibility, marketing feasibility.
RINGKASAN HADIJAH SIREGAR. Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh : SANTUN R.P. SITORUS dan ATANG SUTANDI. Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia. Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di Indonesia, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan untuk pengembangan komoditi perkebunan unggulan yakni karet, kelapa sawit dan kakao. Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Selain itu, tanaman karet ke depan akan merupakan sumber kayu potensial yang dapat mensubstitusi kebutuhan kayu yang selama ini mengandalkan hutan alam, sehingga karet merupakan salah satu komoditi perkebunan yang sangat potensial untuk dikembangkan saat ini. Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah dengan areal tanaman karet terluas di Propinsi Sumatera Utara. Berdasarkan data statistik, luas lahan yang diusahakan oleh masyarakat sampai tahun 2008 seluas 71.015 ha dengan produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009), dimana seluruh luasan tersebut merupakan perkebunan rakyat. Tingginya minat masyarakat untuk mengusahakan tanaman karet dengan economic scale yang sesuai untuk perkebunan rakyat karena komoditi ini dapat diusahakan dalam skala kecil (0,5 Ha) yang sesuai untuk masyarakat kecil serta masih cukup luasnya potensi lahan kering untuk pengembangan perkebunan dan didukung oleh kebijakan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam rangka upaya pengentasan kemiskinan di Kabupaten Mandailing Natal maka perkebunan karet rakyat sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Permasalahan utama yang dihadapi perkebunan karet rakyat adalah rendahnya produktivitas karet, dan tingginya proporsi areal tanaman karet tua, belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet, keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti pupuk, herbisida serta ketersediaan sarana produksi pertanian di tingkat petani juga masih terbatas. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan serta untuk mengurangi permasalahan yang timbul dalam pengelolaan karet di Kabupaten Mandailing Natal, Karena itu diperlukan suatu analisis dalam rangka memberikan masukan bagi perencanaan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Mandailing Natal. Tujuan penelitian ini adalah (1) menentukan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet rakyat berdasarkan aspek fisik, (2) menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan, (3) menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai pemasaran cup lump karet, (4) menyusun arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal.
Data yang digunakan adalah data sekunder yang berupa data tabular dan peta-peta tematik digital yang berasal dari berbagai instansi pemerintah. Selain itu, digunakan juga data primer hasil wawancara dengan petani dan pedagang pengumpul karet. Untuk mencapai tujuan penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah (1) analisis Sistem Informasi Geografi (SIG), (2) analisis kelayakan finansial, (3) analisis pemasaran yaitu analisis margin pasar dan integrasi pasar dan (4) analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk budidaya tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%) dan lahan yang tidak sesuai seluas 193 693 ha (29,59%). Secara aktual sebagian besar areal tergolong kelas Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha (64,38%), sedangkan yang tergolong kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha (3,52%) dan lahan yang tergolong kelas Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha (2,51%) untuk tanaman karet. Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 yang terluas secara berturut-turut adalah Kecamatan Siabu (5.915 ha), Kecamatan Batahan (5.326 ha) dan Kecamatan Muara Batang gadis (153.857 ha). Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal layak untuk dikembangkan terlihat dari nilai NPV, BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai positif yaitu antara Rp93.052.838–Rp37.838.270 menunjukkan bahwa keuntungan yang didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang lebih besar dari satu (2,10–1,48) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan keuntungan sebesar Rp2,10–Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa sampai tingkat suku bunga 23%-29% usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal masih memberikan nilai keuntungan bagi petani dengan payback period antara 7–11 tahun. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat kenaikan biaya input sebesar 40 % untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi sedangkan untuk lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,3% baru menjadikan kegiatan tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat suku bunga dengan asumsi yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha perkebunan rakyat pada kelas kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku bunga 20,30% dan pada kelas kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga 29,50%. Nilai BEP volume produksi sebesar 1.392 kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga sebesar Rp6.803–Rp8.846. Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi. Belum tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal membuat cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan baku cukup banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat belum memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah.
Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan ini bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini. Berdasarkan hasil analisis, maka pemerintah perlu segera membuat kebijakan percepatan peremajaan karet, membangun pusat informasi harga karet di tingkat regional yang diharapkan dapat mengurangi senjang informasi harga di petani. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan rencana pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah, lebih meningkatkan peran para penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining position petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada penggunaan klon karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya sesuai anjuran serta lebih meningkatkan pengawasan terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk petani. Kata kunci : karet rakyat, evaluasi lahan, kelayakan finansial, kelayakan pemasaran
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.
ANALISIS POTENSI PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KARET RAKYAT DI KABUPATEN MANDAILING NATAL, PROPINSI SUMATERA UTARA
HADIJAH SIREGAR
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA
Judul Tesis Nama NRP
: Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal : Hadijah Siregar : A156090174
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Santun R.P. Sitorus Ketua
Ir. Atang Sutandi, M.Si Ph.D Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
Kupersembahkan Karya ini Kepada: Almarhumah Ibunda tersayang Hj. Hasna Nasution dan Ayahanda H. Bustaman Siregar Saudara-saudariku (Rosmaiani Siregar & Soritua Harahap, Aisyah Siregar & Isya Ansori Nasution, Siti Amisah Siregar, Hamonangan Siregar & Hasan Ansari Siregar, Rosdina Siregar & Dollar) yang telah mendukung dan selalu mendoakanku selama ini dan keponakan-keponakanku (Anri, Aldi, Astri, Nanda, Ari, Hasdan, Ismail and Nazwa) yang memberi warna-warni dan kebahagian dalam keluarga kami.
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkat dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Desember 2010 di Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara ini adalah pengembangan wilayah, dengan judul Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Prof. Dr. Ir Santun RP Sitorus selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Atang Sutandi, Msi, Ph.D selaku anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini, serta Dr. Ir. Widiatmaka, DAA selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. Disamping itu, penghargaan dan terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M. Agr selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah dan segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB, Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis, Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini, Pegawai Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal yang telah memberikan bantuan selama proses penelitian, sahabat-sahabat terbaikku Gank PWL kelas Bappenas angkatan 2009 (Bang Sus, Nyak Evi, Atok (Yulita), Mba Miras, Mba Dina, Kang Ardy, Erva, Dian, Tina, Mba Riri, Mba Anna, Kak Gun, Kak Hafidz, Mas Edi) atas segala do‟a, dukungan, bantuan dan kebersamaannya yang solid dan kompak selama proses belajar hingga selesai, Ivong Verawaty (atas bantuan petanya) dan pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu yang telah membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya juga disampaikan kepada almarhumah ibunda, ayahanda, serta seluruh keluarga, atas segala do‟a, dukungan, pengertian dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2011
Hadijah Siregar
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Padangsidimpuan, Propinsi Sumatera Utara pada tanggal 11 Oktober 1979 dari pasangan H. Bustaman Siregar dan Hj. Hasna Nasution (Almarhumah). Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara. Pendidikan SD hingga SMA diselesaikan di kota kelahiran, sedangkan pendidikan sarjana ditempuh pada Program Studi Agribisnis Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan lulus tahun 2003. Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2009 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah melalui beasiswa pendidikan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencana (Pusbindiklatren) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Pada tahun 2003 penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil pada Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi Sumatera Utara sebagai staf. Pada tahun 2005 penulis diangkat menjadi Pelaksana Kasi Perizinan pada Dinas Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal dan pada tahun 2008 penulis diangkat menjadi Kasi Sumberdaya pada Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal.
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………………… iii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….
vii
I.
II.
III
IV
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1.2 Perumusan Masalah .................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 1.3.1 Tujuan ................................................................................ 1.3.2 Manfaat ..............................................................................
1 5 7 7 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis ......................................................................... 2.1.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah ...................................... 2.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan ............................................... 2.1.3 Kelayakan Finansial Usahatani ......................................... 2.1.4 Kelayakan Pemasaran........................................................ 2.1.5 Sistem Informasi Geografis ............................................... 2.2 Prospek Pengembangan Tanaman Karet .................................... 2.3 Penelitian Terdahulu ...................................................................
9 9 10 12 12 13 14 19
METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran ................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 3.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 3.4 Teknik Analisis Data .................................................................. 3.4.1 Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Tanaman Karet Secara Fisik ....................................................................... 3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial ............................................ 3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan Keterpaduan Pasar ...... 3.3.3.1 Analisis Margin Tata Niaga .................................. 3.3.3.2 Analisis Keterpaduan Pasar ................................... 3.4.4 Penyusunan Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat .................................................. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal .............................. 4.2 Letak Geografis........................................................................... 4.3 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Mandailing Natal ................. 4.3.1 Topografi ........................................................................... 4.3.2 Morfologi Wilayah ............................................................
27 30 30 31 31 34 39 39 40 41
49 50 51 51 52
ii
4.3.3 Hidrologi ........................................................................... 4.3.4 Iklim ............................................................................. 4.3.4.1 Musim.................................................................. 4.3.4.2 Suhu dan Curah Hujan ........................................ 4.3.5 Jenis Tanah ........................................................................ 4.4 Demografi ............................................................................. 4.5 Perekonomian ............................................................................. 4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mandaling Natal ........ 4.5.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal ....... 4.5.3 Peranan Subsektor Perkebunan ......................................... 4.5.4 Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ................................................................ 4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ............................................................... V
VI
54 55 55 55 55 56 57 57 58 59 62 63
HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Persebaran Lokasi yang Berpotensi untuk Tanaman Karet Secara Fisik ............................................................................. 5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat 5.3 Pemasaran Karet Rakyat ............................................................. 5.3.1 Margin Tata Niaga............................................................. 5.3.2 Integrasi Pasar ................................................................... 5.4 Arahan Kebijakan Pengembangan Kebun Karet Rakyat ............ 5.4.1 Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Kebun Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal .......................... 5.4.2 Arahan Kebijakan Pengembangan Kebun Karet Rakyat ..
96 100
SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan ............................................................................. 6.2 Saran .............................................................................
107 108
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
............................................................................. .............................................................................
67 71 85 88 93 96
109 115
DAFTAR TABEL
Tabel 1.
Halaman Perkembangan Luas Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (Ha) .......................................................................
2
Perkembangan Produksi Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (Ton) .....................................................................
2
Tujuan, parameter, data dan sumberdata penelitian dan teknik analisis yang akan dilakukan .............................................................
32
Penentuan arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................
42
Hasil pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal .............................................................................
50
Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2004-2008 (persen) .................................................................
58
Distribusi Persentase Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2004-2008 (persen) .................................................................
60
Luas Areal, Produksi dan Sentra Tanaman Perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 ...........................................................
61
Produksi Karet di Kabupaten Mandailing Natal Menurut Kecamatan Tahun 2008 .....................................................................
63
10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 .............................................................................
64
11. Kelas dan sub kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet di masing-masing kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal...........
69
12. Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ................
73
13. Analisis sensitivitas kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan biaya input ................................................
79
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
14. Analisis sensitivitas kelayakan finansial (NPV, BCR, IRR dan
iv
payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan tingkat suku bunga ...................................
80
15. Analisis BEP (Break Event Point) pengusahaan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ....................................
81
16. Matrik keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 ...........................................................
89
17. Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2010 .............................................................................
92
18. Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................
93
19. Pembagian prioritas arahan pengembangan tanaman Karet di Kabupaten Mandailing Natal .........................................................
98
20. Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan karet rakyat beserta pemprioritasannya di Kabupaten Mandailing Natal ..............
100
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Kerangka pemikiran .............................................................................
29
2.
Grafik Break Event Point (BEP) ..........................................................
38
3.
Bagan alir penelitian.............................................................................
48
4.
Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal ...................................
51
5.
Peta kemiringan lahan ..........................................................................
52
6.
Peta ketinggian tempat .........................................................................
53
7.
Persentase nilai PDRB per sub sektor Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004-2008 .............................................................................
61
8.
Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008 .....
62
9.
Peta Kesesuaian Lahan Karet Kabupaten Mandailing Natal................
68
10.
Peta Kesesuaian Lahan Karet dengan faktor-faktor pembatas di Kabupaten Mandailing Natal................................................................
72
Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal kondisi tahun 2010 ..................................................
88
Peta Arahan Pengembangan Tanaman Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ...........................................................
101
11.
12.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1.
Kriteria kesesuaian lahan karet .....................................................
116
2.
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal .................
117
3.
Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal ......................
118
4.
Peta Pencadangan Areal Hutan Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal ....................................................
119
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) ..............................
120
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ......
122
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ...
124
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaian lahan S2) ...........................................................................
126
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) ....................
128
Analisis Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) .....................
130
Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel .....................
132
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input ....................
133
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Biaya Input ....................
135
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Biaya Input ....................
137
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
viii
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Biaya Input ....................
139
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input ....................
141
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Biaya Input ....................
143
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ...................
145
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) Menaikkan Suku Bunga ...................
147
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) Menaikkan Suku Bunga ...................
149
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) Menaikkan Suku Bunga ...................
151
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ...................
153
Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) Menaikkan Suku Bunga ...................
155
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................
157
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu (kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................
159
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ...........................................................
161
ix
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (kelas kesesuaian lahan S1) ............
163
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ..............................................
165
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi (kelas kesesuaian lahan S2) ......................
167
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) ........................
169
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan (kelas kesesuaianlahan S2) .....
171
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) ...........................................................
173
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Tambangan Kecamatan Tambangan (kelas kesesuaian lahan S3) .......................................
175
Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) ...........................................................
177
Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet (1 ha) di Desa Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan (kelas kesesuaian lahan S3) ........................................
179
Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani di Kabupaten Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik di Propinsi Sumatera .....................................................................
181
1
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan subsektor perkebunan merupakan salah satu pilihan yang cukup realistis sebagai bisnis strategis dan andalan dalam perekonomian Indonesia, bahkan pada masa krisis ekonomi dengan tiga alasan utama. Pertama, bisnis perkebunan adalah bisnis yang mempunyai daya tahan tinggi karena berbasis pada sumberdaya domestik dan berorientasi ekspor. Hal ini tercermin dari bisnis perkebunan yang selalu tumbuh sekitar 4% per tahun pada 25 tahun terakhir. Kedua, bisnis perkebunan diyakini masih sangat prospektif dengan peluang pertumbuhan berkisar antara 2%-8% per tahun, tergantung komoditinya. Ketiga, bisnis perkebunan merupakan bisnis yang relatif intensif menggunakan tenaga kerja, khususnya tenaga kerja yang berlokasi di pedesaan. Dengan karakteristik tersebut, bisnis perkebunan diharapkan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, sekaligus memperbaiki ketimpangan distribusi pendapatan yang kini tengah dihadapi (Ditjenbun, 2009) Agribisnis subsektor ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi makro, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, penerimaan devisa dari ekspor, dan sumber bahan baku bagi industri hilir hasil pertanian. Hal ini dapat dilihat dari produksi beberapa komoditas perkebunan dan devisa yang dihasilkan cukup tinggi. Pada tahun 2008 dari subsektor ini diperoleh devisa sebesar US$24,5 milyar dan tahun 2009 meningkat menjadi US$26,5 milyar. Sementara itu, jumlah petani-pekebun yang mengelola usaha berbagai jenis komoditas tahun 2009 sebanyak 19,70 juta KK. Hal ini membuktikan bahwa sektor perkebunan menjadi salah satu penopang ekonomi rakyat. Perkebunan juga mampu menghadapi berbagai krisis ekonomi seperti yang terjadi pada tahun 1997 sampai 1998 dan tahun 2008. Sektor ini juga memberikan kontribusi dalam mengatasi berbagai masalah nasional seperti penyediaan lapangan kerja dan penanggulangan kemiskinan (Ditjenbun, 2009). Perkembangan luas areal dan produksi komoditi perkebunan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Luas areal perkebunan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 meningkat sebesar 16%. Produksi perkebunan Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 45,57%.
2
Perkembangan luas perkebunan Indonesia dan produksi perkebunan Indonesia disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2. Tabel 1 Perkembangan Luas Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ha) Komoditas 2005 2006 K. Sawit 5.453.817 6.594.914 Kelapa 3.803.614 3.788.892 Karet 3.279.391 3.346.427 Kakao 1.167.046 1.320.820 Kopi 1.255.272 1.308.732 Tebu 381.786 396.441 Jambu Mete 579.650 569.197 Cengkeh 448.857 444.658 The 139.121 135.590 Tembakau 198.212 172.234 Kapas 5.982 6.263 Lada 191.992 192.604 Jumlah 16.904.740 18.276.772 Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)
2007 6.766.836 3.795.037 3.413.717 1.379.279 1.295.912 427.799 570.677 453.292 133.734 198.054 13.737 189.054 18.636.859
2008 7.007.876 3.798.338 3.469.960 1.473.259 1.302.893 442.151 569.677 457.172 129.336 203.627 16.601 190.777 19.061.666
2009 7.321.897 3.800 .846 3.524.583 1.592.982 1.309.184 480.148 566.394 460.186 129.599 212.698 20.000 191.612 19.610.129
Tabel 2 Perkembangan Produksi Perkebunan Indonesia Tahun 2005-2009 (ton) Komoditas 2005 K. Sawit 11.861.615 Kelapa 3 .096.844 Karet 2 .270.891 Kakao 748.828 Kopi 640.365 Tebu 2 .241.742 Jambu Mete 135.070 Cengkeh 78.350 Teh 166.091 Tembakau 153.470 Kapas 2.241 Lada 78.328 Jumlah 21.473.835 Sumber : Ditjen Perkebunan (2009)
2006 17.350.848 3.131.158 2.637.231 769.386 682.158 2.307.027 149.138 61.408 146.858 146.265 1.627 77.533 27.460.637
2007 17.664.725 3.199.662 2.755.172 740.006 676.475 2.623.786 146.148 80.404 150.623 164.851 12.768 74.131 28.288.751
2008 18.089.503 3.247.077 2.921.872 792.761 682.938 2.703.975 142.536 80.929 148.315 169.668 20.523 79.726 29.176.793
2009 19.440.292 3.257.773 3.040.110 849.875 689.057 2.954.095 133.282 82.543 151.617 172.701 24.725 81.662 31.260.190
Indonesia merupakan negara eksportir karet terbesar kedua di dunia setelah Thailand. Indonesia memiliki areal perkebunan karet terluas di dunia namun produktivitasnya masih rendah. International Rubber Study Group (IRSG) meramalkan bahwa pada tahun 2020 konsumsi karet dunia akan mencapai 10,95 juta ton dan produksi dunia mencapai 10,99 juta ton sehingga terdapat surplus 54.000 ton (Ditjenbun, 2009). Dalam rangka penguatan sektor perkebunan di Indonesia, pemerintah telah mencanangkan program revitalisasi perkebunan yakni
3
suatu upaya percepatan pengembangan perkebunan rakyat melalui perluasan, peremajaan dan rehabilitasi tanaman perkebunan yang didukung kredit investasi perbankan dan subsidi bunga oleh pemerintah dengan melibatkan perusahaan dibidang usaha perkebunan sebagai mitra pengembangan dalam pembangunan kebun, pengolahan dan pemasaran hasil dengan tiga komoditi yaitu kelapa sawit, karet dan kakao (Ditjenbun, 2007). Pertumbuhan ekonomi dunia pada sepuluh tahun terakhir yang sangat pesat, terutama China dan beberapa negara kawasan Asia-Pasifik dan Amerika Latin seperti India, Korea Selatan dan Brazil memberi dampak pertumbuhan permintaan karet alam yang cukup tinggi, walaupun pertumbuhan permintaan karet di negaranegara industri maju seperti Amerika Serikat, Eropa dan Jepang relatif stagnan. Hal ini sejalan dengan keinginan manusia menggunakan barang yang bersifat tahan pecah dan elastis sehingga kebutuhan akan karet sebagai bahan baku industri barang jadi karet (ban, sarung tangan karet, benang karet dan lain-lain) saat ini akan terus berkembang dan meningkat sejalan dengan pertumbuhan industri otomotif, kebutuhan rumah sakit, alat kesehatan, keperluan rumah tangga dan sebagainya. Diperkirakan untuk masa yang akan datang kebutuhan karet akan terus meningkat. Berdasarkan data dan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Hal ini akan menjadi peluang yang baik bagi Indonesia untuk mengekspor karet dan hasil olahan industri karet yang ada di Indonesia ke negara‐negara lainnya. Luas areal perkebunan karet Indonesia sekarang ini mencapai 3,52 juta ha yang terdiri atas 85% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan besar swasta dan badan usaha milik negara dengan produksi sekitar 3 juta ton dan menyerap sedikitnya 2,30 juta tenaga kerja. Luas perkebunan karet Indonesia merupakan yang terluas di dunia disusul Thailand seluas 2,76 juta ha. Pemulihan ekonomi akibat krisis global tahun 2007 menyebabkan permintaan karet juga meningkat. Diramalkan pada 2015 Indonesia dapat meningkatkan produksi dengan laju yang tinggi, sehingga dapat melampaui produksi Thailand (Ditjenbun, 2009)
4
Prospek karet alam akan baik selama ekonomi tumbuh dengan baik dan produksi tidak mengalami gangguan cuaca, sehingga pemerintah perlu membuat perencanaan yang matang dalam peremajaan dan pembukaan kebun karet baru. Peluang untuk menjadi produsen utama di dunia dimungkinkan, karena Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang sangat memadai untuk meningkatkan produksi melalui program revitalisasi perkebunan. Pengembangan komoditas karet di lahan kering dan kritis juga memberi kontribusi nyata dalam memelihara bahkan memperbaiki lingkungan. Di samping itu, pengembangan komoditas karet dalam bentuk agroforestry serta pemanfaatan kayu karet sebagai pengganti kayu dari hutan primer merupakan kontribusi lain perkebunan karet dalam konservasi lingkungan (Boerhendhy et al., 2003) Kebijakan otonomi daerah melalui Undang-undang nomor 32 tahun 2004 memberikan kewenangan yang besar pada daerah dalam mengelola pemerintahan dan sumberdaya daerah termasuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi dan konservasi sumberdaya
alam
yang
diiringi
dengan
tanggung
jawab
pembiayaan
pembangunan daerah yang porsinya semakin meningkat. Berkaitan dengan upaya pembangunan daerah, maka pengembangan ekonomi yang berbasis pada sumberdaya lokal sebagai pusat pertumbuhan perlu diperkuat. Berdasarkan data statistik, sektor pertanian mempunyai kontribusi yang besar terhadap PDRB Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 yakni sebesar 46,36% dimana 14,77% diantaranya merupakan pangsa subsektor perkebunan. Komoditi karet merupakan komoditi perkebunan yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat. Luas lahan yang diusahakan oleh masyarakat pada tahun 2008 seluas 71.015 Ha dengan produksi 34.615 ton (BPS Mandailing Natal, 2009). Penduduk Kabupaten Mandailing Natal telah mengusahakan kebun karet secara turun-temurun dari nenek moyang dan merupakan mata pencaharian pokok bagi sebagian besar penduduk yakni sekitar 40%, sehingga ketergantungan masyarakat pada usaha berkebun karet ini sangat tinggi dan telah menunjukkan hasil serta peran yang nyata bagi masyarakat dalam meningkatkan pendapatannya. Komoditi karet bagi Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sendiri merupakan komoditi yang mempunyai peranan penting dalam kontribusi subsektor perkebunan dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) karena
5
karet merupakan komoditi ekspor yang banyak diperdagangkan di luar negeri dengan harga yang terus mengalami peningkatan dan merupakan komoditi perkebunan yang masih menjadi primadona di dunia. Memperhatikan potensi yang ada dan prospek masa depan, komoditi karet merupakan komoditi unggulan yang berpotensi untuk dikembangkan dalam menunjang pengembangan wilayah. 1.2 Perumusan Masalah Subsektor
perkebunan
merupakan
salah
satu
motor
penggerak
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara rata–rata subsektor tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni sebesar 6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian Kabupaten Mandailing Natal yang signifikan selama lima tahun terakhir (2004–2008) setelah subsektor tanaman pangan (BPS Mandailing Natal, 2009). Komoditi perkebunan yang cukup pesat perkembangannya saat ini dan memiliki prospek pasar yang baik di Kabupaten Mandailing Natal adalah tanaman karet. Harga jual yang tinggi beberapa
tahun
terakhir
membuat
tingginya
minat
masyarakat
untuk
membudidayakan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Permasalahan yang ada dalam pengembangan komoditi karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal adalah rendahnya produktivitas karet, tingginya proporsi areal tanaman karet tua, belum efisiennya sistem pemasaran bahan olah karet, keterbatasan modal untuk membeli bibit unggul maupun sarana produksi lain seperti
pupuk, herbisida serta belum adanya Pabrik Crumb Rubber di
Kabupaten Mandailing Natal, sehingga belum memberikan tingkat margin yang memadai bagi petani karet. Rendahnya produktivitas karet yang dihasilkan petani disebabkan belum optimalnya pengelolaan kebun karet oleh petani karena terbatasnya pengetahuan dan kemampuan teknis budidaya karet, terbatasnya saprodi yang dimiliki petani dalam meningkatkan produksi dan kualitas hasil karet sesuai standar, terbatasnya modal dan SDM petugas, belum berfungsinya lembaga pendukung pengembangan agribisnis karet rakyat. Mempertimbangkan besarnya potensi pengembangan karet di Kabupaten Mandailing Natal dan dalam upaya penanganan permasalahan pengembangan karet, perlu dilakukan berbagai analisis diantaranya untuk menghindari agar
6
masyarakat tidak dirugikan dengan menanam tanaman karet di lokasi yang tidak sesuai dengan kriteria tumbuh tanaman (biofisik), aspek spasial (tata ruang) dan aspek ekonomi. Diperlukan arahan bagi masyarakat dalam memilih lokasi yang tepat untuk budidaya tanaman tersebut. Dengan pemilihan lokasi yang tepat produk yang dihasilkan akan maksimal dan akan berkorelasi dengan keuntungan yang didapat. Selain lokasi yang memenuhi persyaratan tumbuh tanaman, faktor kelayakan usaha juga merupakan hal yang perlu diperhatikan. Aspek keuntungan finansial merupakan suatu keharusan dalam pengusahaan suatu tanaman. Biasanya belum ada perhitungan yang matang oleh petani dalam merencanakan pengusahaan kebunnya, baik aspek budidaya maupun aspek pasar. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah kondisi perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal saat ini telah memberikan keuntungan yang sesuai bagi modal yang telah dikeluarkan petani. Aspek pasar merupakan salah satu faktor penentu bagi keberhasilan pengusahaan kebun karet rakyat. Kebutuhan dunia yang cenderung terus meningkat mengakibatkan harga karet cukup stabil dan cenderung meningkat. Petani karet di Kabupaten Mandailing Natal menjual hasil karet dalam bentuk cup lump (lump mangkuk) yakni getah atau lateks karet yang dikumpulkan dengan mamakai mangkuk sehingga gumpalannya berbentuk mangkuk. Beberapa bulan terakhir pada tahun 2010, harga jual cup lump karet di tingkat petani di Kabupaten Mandailing Natal sebesar Rp10.000/kg–Rp20.000/kg. Petani tidak mengalami kesulitan dalam penjualan cup lump karet karena pedagang pengumpul cukup banyak yang mendatangi petani untuk membeli. Permasalahannya adalah, apakah rantai pemasaran cup lump karet petani di Kabupaten Mandailing Natal saat ini telah efisien? Efisien dalam arti apakah keuntungan yang diperoleh petani cukup sebanding dengan modal atau pengorbanan yang dikeluarkan petani dan apakah harga di tingkat petani mempunyai keterpaduan yang tinggi dengan harga di tingkat pabrik? Bila belum efisien, faktor apa yang menyebabkannya dan apa alternatif pemecahan masalah tersebut sehingga rantai pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal menjadi lebih efisien. Pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sehingga perlu adanya arahan
7
potensi pengembangan perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan berkelanjutan yakni sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1.
Dimanakah lokasi pengembangan tanaman karet yang sesuai berdasarkan aspek fisik dan spasial?
2.
Bagaimana kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan?
3.
Bagaimana efisiensi kelembagaan pemasaran karet rakyat?
4.
Bagaimana arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk: 1.
Menentukan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet rakyat berdasarkan aspek fisik
2.
Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet rakyat pada setiap kelas kesesuaian lahan
3.
Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam rantai pemasaran cup lump karet
4.
Menyusun arahan kebijakan pengembangan kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
1.3.2 Manfaat Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan kepada Pemerintah Daerah dalam pengambilan kebijakan pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Mandailing Natal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat dan ekonomi daerah.
8
9
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pembangunan Ekonomi Wilayah Secara filosofis proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya sistematik dan berkesinambungan untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik (Rustiadi et al., 2009). Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu negara untuk mengembangkan
kegiatan
ekonomi
dan
kualitas
hidup
masyarakatnya.
Pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana terjadi saling
keterkaitan
dan
saling
mempengaruhi
diantara
berbagai
faktor.
Pembangunan ekonomi harus dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama sehingga diketahui tuntutan peristiwa yang timbul sehingga akan mewujudkan peningkatan kegiatan ekonomi dan taraf kesejahteraan masyarakat dari suatu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya (Arsyad, 1999). Paradigma pembangunan ekonomi wilayah seharusnya lebih mengarah pada penguatan basis ekonomi yang memiliki prinsip keseimbangan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (eficiency), dan keberlanjutan (sustainability). Pembangunan ekonomi wilayah seyogyanya juga dilakukan dengan menggunakan paradigma baru melalui pembangunan yang berbasis lokal dan sumberdaya domestik. Keberhasilan pembangunan ekonomi ditunjukkan oleh tiga nilai pokok, yaitu: (1) berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, (2) meningkatnya rasa harga diri masyarakat sebagai manusia, (3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih yang merupakan salah satu hak asasi manusia (Anwar, 2001). Pembangunan
daerah
merupakan
bagian
integral
dan
merupakan
penjabaran dari pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi, dan permasalahan pembangunan di daerah. Kunci keberhasilan pembangunan daerah dalam mencapai sasaran pembangunan nasional secara efisien dan efektif, termasuk penyebaran hasilnya secara merata di seluruh Indonesia adalah koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, antarsektor, antara sektor dan
10
daerah, antar provinsi, antar kabupaten/kota, serta antara provinsi dan kabupaten/kota. Pembangunan daerah dilaksanakan dengan tujuan untuk mencapai sasaran pembangunan nasional serta untuk meningkatkan hasil-hasil pembangunan daerah bagi masyarakat secara adil dan merata (Nasution, 2009) Miraza (2005) menyatakan bahwa pembangunan daerah berorientasi pada pengembangan wilayah pada suatu daerah yang dilakukan secara gradual, yang menyangkut fisik dan nonfisik wilayah dimana tercipta penataan ruang yang efisien dan infrastruktur publik yang cukup serta kondisi lingkungan yang nyaman. Dengan demikian keseimbangan antarkawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik (Rustiadi et al., 2009). Pembangunan ekonomi dilaksanakan secara terpadu, selaras, seimbang dan berkelanjutan dan diarahkan agar pembangunan yang berlangsung merupakan kesatuan pembangunan nasional, sehingga dalam mewujudkan pembangunan ekonomi nasional perlu adanya pembangunan ekonomi daerah yang pada akhimya mampu mengurangi ketimpangan antar daerah dan mampu mewujudkan kemakmuran yang adil dan merata antar daerah (Wijaya dan Atmanti, 2006). 2.1.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan Evaluasi lahan adalah bagian dari proses perencanaan tata guna tanah dengan membandingkan persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan dengan kualitas lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Tujuan evaluasi lahan adalah untuk menentukan kelas kesesuaian lahan untuk tujuan tertentu (Sitorus, 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007). Pengelolaan sumber daya alam disamping memberikan manfaat masa kini, juga menjamin kehidupan masa depan, harus dikelola sedemikian rupa sehingga fungsinya dapat selalu terpelihara sepanjang masa. Dewasa ini dinamika pemanfaatan lahan berlangsung relatif lebih cepat dan akibatnya terjadi perubahan fungsi pemanfaatan lahan yang cenderung menyebabkan menurunnya kualitas
11
lingkungan dan pada akhirnya akan mengakibatkan menurunnya daya dukung lahan, sehingga pemanfaatan lahan perlu diarahkan menurut fungsinya untuk menghindarkan dampak pembangunan yang negatif (Faturuhu, 2009) Potensi suatu wilayah untuk pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terain, dan hidrologi dengan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman. Kecocokan antara sifat fisik lingkungan dari suatu wilayah dengan persyaratan penggunaan atau komoditas yang dievaluasi memberikan gambaran atau informasi bahwa lahan tersebut potensial dikembangkan untuk komoditas tersebut, artinya bahwa jika lahan tersebut digunakan untuk penggunaan tertentu dengan mempertimbangkan berbagai asumsi mencakup masukan yang diperlukan akan mampu memberikan hasil sesuai dengan yang diharapkan (Sitorus, 2004) Inti prosedur evaluasi lahan adalah menentukan jenis penggunaan (jenis tanaman) yang akan ditetapkan, kemudian menentukan persyaratan dan pembatas pertumbuhannya dan akhirnya membandingkan persyaratan penggunaan lahan (pertumbuhan tanaman) tersebut dengan kualitas lahan secara fisik. Klasifikasi kelas kesesuaian lahan yang biasa digunakan adalah klasifikasi menurut metode FAO (1976). Metode ini digunakan untuk mengklasifikasikan kelas kesesuaian lahan berdasarkan data kuantitatif dan kualitatif, tergantung data yang tersedia (Sitorus, 2004). Hasil penilaian kesesuaian lahan dapat berupa kelas kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), kelas kesesuaian lahan aktual menyatakan kesesuaian lahan berdasarkan data dari hasil survei tanah atau sumberdaya lahan, belum mempertimbangkan masukan-masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang berupa sifat lingkungan fisik termasuk sifat-sifat tanah dalam hubungannya dengan persyaratan tumbuh tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menyatakan keadaan yang akan dicapai apabila dilakukan usahausaha perbaikan. Usaha perbaikan yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonominya. Artinya, apabila lahan tersebut dibatasi kendala-kendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan.
12
2.1.3 Kelayakan finansial usaha tani Untuk mengetahui secara komprehensif bagaimana aspek pengembangan usaha suatu komoditi pertanian maka perlu dikaji kelayakannya secara finansial. Menurut Gittinger (1986), aspek finansial terutama menyangkut perbandingan antara pengeluaran dengan pendapatan dari usaha perkebunan karet rakyat serta waktu didapatkannya hasil. Untuk mengetahui secara komprehensif tentang kinerja layak atau tidaknya usaha tersebut, dikembangkan berbagai kriteria yang pada dasarnya membandingkan antara biaya dan manfaat atas dasar suatu tingkat harga umum tetap yang diperoleh dengan menggunakan nilai sekarang (present value) yang telah didiskonto selama umur usaha produktif perkebunan Karet rakyat. Cara penilaian jangka panjang yang paling banyak digunakan adalah dengan menggunakan Discounted Cash Flow Analysis (DCF) atau Analisis Aliran Kas yang didiskonto (Gittinger, 1986). Analisis DCF mempunyai keunggulan yaitu bahwa
uang
mempunyai
nilai
waktu
yang
merupakan
ciri-ciri
yang
membedakannya dari teknik lain. Ciri pokok dari analisis DCF adalah menilai harga dengan memperhitungkan unsur waktu kejadian dan besarnya aliran pembayaran tunai (cash flow). Biaya dipandang sebagai negative cash flow sedangkan pendapatan dipandang sebagai positive cash flow. Analisis
sensitifitas
digunakan
untuk
menghindari
ketidakpastian
perkembangan ekonomi di masa yang akan datang dan sering analisis proyek didasarkan pada proyeksi-proyeksi sehingga ketidakpastian yang akan terjadi di masa yang akan datang, seperti terjadinya kenaikan biaya-biaya operasional, terjadinya penurunan harga yang menyebabkan penurunan keuntungan dapat diminimalisasi (Syahrani, 2003) Analisis kepekaan/sensitivitas dilakukan untuk melihat sampai seberapa besar (persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak dilaksanakan (Gittinger, 1986). 2.1.4 Kelayakan Pemasaran Tingkat efisiensi sistem pemasaran suatu usaha dapat diukur antara lain dengan pendekatan margin tataniaga dan keterpaduan pasar. Azzaino (1983)
13
mendefinisikan margin tata niaga sebagai perbedaan harga yang dibayar konsumen akhir untuk suatu produk dengan harga yang diterima petani produsen untuk produk yang sama. Tomek dan Robinson (1977) mendefinisikan margin tataniaga sebagai berikut : (1) perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima produsen, (2) kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa tataniaga sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran. Analisis keterpaduan pasar adalah analisis yang digunakan untuk melihat seberapa jauh pembentukan harga suatu komoditi pada suatu tingkat lembaga tataniaga dipengaruhi oleh harga di tingkat lembaga lainnya. Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk melihat fenomena ini. Salah satunya adalah metode Autoregressive Distributed Lag yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). 2.1.5 Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG (Sistem Informasi Geografis) merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk mengolah dan menyimpan data atau informasi geografis (Aronoff, 1989). SIG memungkinkan pengguna untuk memahami konsep-konsep lokasi, posisi, koordinat, peta, ruang dan permodelan spasial secara mudah. Selain itu, dengan Sistem Informasi Geografis pengguna dapat membawa, meletakkan dan menggunakan data ke dalam sebuah model representasi miniatur permukaan bumi untuk kemudian dimanipulasi, dimodelkan atau dianalisis baik secara teksdtual, secara spasial maupun kombinasinya (analisis melalui query atribut dan spasial), hingga akhirnya disajikan dalam bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Prahasta, 2005) Beberapa ahli menjelaskan tahapan-tahapan kelengkapan dalam Sistem Informasi Geografis menjadi tiga tahapan. Tahap pertama kelengkapan Sistem Informasi Geografis adalah inventarisasi data. Data yang menjadi masukan dalam Sistem Informasi Geografis dapat berupa peta tematik digital maupun rekaman digital dari sistem satelit yang sudah memberikan kenampakan informasi yang dibutuhkan (Robinson et al., 1995). Tahap kedua kelengkapan Sistem Informasi Geografis adalah penambahan operasional analisis pada tahap pertama. Pada tahapan ini, bentuk data diberikan kedalam data dengan menggunakan data
14
statistik. Berbagai layer dari data yang dihasilkan pada tahap pertama dianalisis secara bersama-sama untuk menetapkan lokasi atau bentuk yang memiliki atribut sama atau serupa (Robinson et al., 1995). Analisis ini bisa dilakukan dengan tumpang susun (overlay). Tumpang susun peta merupakan proses yang paling banyak dilakukan dalam SIG. Selanjtnya kalkulasi dapat dilakukan. Kalkulasi merupakan sekumpulan operasi untuk memanipulasi data spasial baik berupa peta tunggal maupun beberapa peta sekaligus. Operasi ini dapat berupa penjumlahan, pengurangan, maupun perkalian antar peta, namun dapat pula melalui pengkaitan dengan suatu basis data atribut tertentu. Tahapan terakhir kelengkapan Sistem Informasi Geografis adalah pengambilan keputusan. Pada tahap ini digunakan model-model untuk mendapatkan evaluasi secara real time, kemudian hasil yang didapatkan dari permodelan dibandingkan dengan kondisi di lapangan (Robinson et al., 1995). Keluaran utama dari Sistem Informasi Geografis adalah informasi spasial baru yang perlu disajikan dalam bentuk tercetak (hard copy) supaya dapat dimanfaatkan dalam kegiatan operasional (Danoedoro, 1996). Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk membangun suatu model pemetaan kesesuaian lahan di
suatu wilayah dengan menggabungkan
prosedur evaluasi lahan dengan pilihan-pilihan pengambilan keputusan dalam suatu Sistem Informasi Geografis (SIG). Prosedur ini mencakup 5 tahapan yaitu: (1) mendisain unit pemetaan lahan; (2) mendiagnosa tipe-tipe penggunaan lahan yang ada dan keperluan-keperluannya; (3) menganalisis kesesuaian lahan melalui “matching” antara unit pemetaan lahan dengan tipe penggunaan lahan; (4) mengintegrasikan data ke basis data relasional (sosial-ekonomi); (5) penyajian peta kesesuaian lahan melalui proses “join table” antara hasil kesesuaian lahan dengan unit pemetaan lahan dalam Sistem Informasi Geografis (Hashim I, 2002) 2.2 Prospek Pengembangan Tanaman Karet Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Namun sebagai negara dengan luas areal terbesar dan produksi kedua terbesar dunia, Indonesia masih
15
menghadapi beberapa kendala yaitu rendahnya produktivitas, terutama karet rakyat yang merupakan mayoritas areal karet nasional dan ragam produk olahan yang masih terbatas, yang didominasi oleh karet remah (crumb rubber). Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tanaman tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang tidak terawat, sehingga perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan pengembangan industri hilir (Balitbang Pertanian, 2009). Perkebunan karet rakyat dicirikan oleh pemilikan lahan yang sempit, tersebar serta produktivitas mutu hasil yang rendah. Produksi karet berupa sleb, lump, SIT angin dan jenis mutu lainnya yang dikenal dengan bokar (bahan olah karet rakyat) dari usahatani kecil kemudian diolah oleh perusahaan pengolah (processor) yang pada umumnya berada di dekat kota, menjadi bentuk karet remah (crumb rubber). Proses sampai ke pabrik pengolahan, produksi karet dari petani kecil tersebut harus melalui rantai tataniaga yang panjang menggunkan bentuk-bentuk kelembagaan yang telah berkembang, sehingga petani seringkali menerima bagian harga yang relatif rendah. Kondisi agribisnis karet saat ini menunjukkan bahwa karet dikelola oleh rakyat, perkebunan negara dan perkebunan swasta. Pertumbuhan karet rakyat masih positif walaupun lambat yaitu 1,58%/tahun, sedangkan areal perkebunan negara dan swasta sama-sama menurun 0,15%/tahun. Oleh karena itu, tumpuan pengembangan karet akan lebih banyak pada perkebunan rakyat. Luas areal kebun rakyat yang tua, rusak dan tidak produktif mencapai sekitar 400.000 hektar yang memerlukan peremajaan. Persoalannya adalah bahwa belum ada sumber dana yang tersedia untuk peremajaan. Di tingkat hilir, jumlah pabrik pengolahan karet sudah cukup, namun selama lima tahun mendatang diperkirakan akan diperlukan investasi baru dalam industri pengolahan, baik untuk menghasilkan crumb rubber maupun produk-produk karet lainnya karena produksi bahan baku karet akan meningkat. Kayu karet sebenarnya mempunyai potensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan furniture tetapi belum optimal, sehingga diperlukan upaya untuk pemanfaatan yang lebih lanjut (Balitbang Pertanian, 2009). Pengembangan tanaman karet dan pengolahannya di masa mendatang tetap menjadi salah satu prioritas pengembangan di sub sektor perkebunan. Hal ini
16
disebabkan, tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pengembangan tanaman perkebunan lainnya. Keuntungan tersebut antara lain sebagai berikut : (1) persyaratan tumbuh yang lebih mudah dibandingkan tanaman lainnya; (2) merupakan usaha yang didominasi oleh perkebunan rakyat; (3) mendukung pemerataan dan pemberdayaan ekonomi rakyat; (4) penyebaran dalam skala yang luas; (5) merupakan sumber pendapatan yang memadai secara berkesinambungan bagi petani; (6) mampu memperbaiki kondisi hidrologis pada lahan kritis dan memperbaiki serta melestarikan lingkungan hidup. Dengan bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatnya taraf hidup diperkirakan masa depan karet alam tetap akan membaik. Kebutuhan akan produk-produk yang menggunakan bahan karet alam sebagai bahan baku juga akan bertambah. Persaingan antara negara produsen juga akan berlangsung ketat. Persaingan pasar global tidak terbatas pada produk yang dihasilkan, tetapi terkait dengan aspek proses, sumberdaya manusia dan lingkungan. Aspek lingkungan mendapatkan porsi yang lebih besar. Hal ini yang melatarbelakangi pabrik ban terkemuka dunia mulai memperkenalkan jenis ban yang berasal dari bahan baku karet yang dihasilkan dari kebun-kebun dengan pengelolaan lingkungan yang baik (“green tyres”). Diharapkan dengan penggunaan ban jenis tersebut permintaan terhadap karet alam akan meningkat, karena kandungan karet alam yang semula 30-40% akan ditingkatkan menjadi 60-80% untuk industri ban (Balitbang Pertanian, 2009). Tujuan pengembangan karet ke depan adalah mempercepat peremajaan karet rakyat dengan menggunakan klon unggul, mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan nilai tambah, dan meningkatkan pendapatan petani. Sasaran jangka panjangnya (2025) adalah : (1) produksi karet mencapai 3,5-4 juta ton yang 25% diantaranya untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas akan meningkat menjadi 1.200-1.500 kg/ha/tahun dan hasil kayu minimal 300 m3/ha/siklus tanam; (3) penggunaan klon unggul (85%); (4) pendapatan petani menjadi US$2.000/KK/tahun dengan tingkat harga 80% dari harga FOB; dan (5) berkembangnya industri hilir berbasis karet. Sasaran jangka menengah (20052015) adalah : (1) produksi karet mencapai 2,3 juta ton yang 10% di antaranya untuk industri dalam negeri; (2) produktivitas meningkat menjadi 800 kg/ha/tahun
17
dan hasil kayu minimal 300 m3/ha/siklus; (3) penggunaan klon unggul (55%); (4) pendapatan petani menjadi US$1.500/KK/th dengan tingkat harga 75% dari harga FOB; dan (5) berkembangnya industri hilir berbasis karet di sentra-sentra produksi karet (Balitbang Pertanian, 2009) Kebijakan operasional di tingkat on farm yang diperlukan bagi pengembangan agribisnis karet adalah: (1) penggunaan klon unggul dengan produktivitas tinggi (3.000 kg/ha/tahun); (2) percepatan peremajaan karet tua seluas 400.000 ha sampai dengan 2009 dan 1,2 juta ha sampai dengan 2025; (3) diversifikasi usahatani karet dengan tanaman pangan sebagai tanaman sela dan ternak; dan (4) peningkatan efisiensi usahatani. Di tingkat off farm kebijakan operasional yang dikembangkan adalah: (1) peningkatan kualitas bokar (bahan olah karet) berdasarkan SNI; (2) peningkatan efisiensi pemasaran untuk meningkatkan marjin harga petani; (3) penyediaan kredit usaha mikro, kecil dan menengah untuk peremajaan, pengolahan dan pemasaran karet bersama; (4) pengembangan infrastruktur; (5) peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri hilir; dan (6) peningkatan pendapatan petani melalui perbaikan sistem pemasaran dan lain-lain (Balitbang Pertanian, 2009) Kebutuhan investasi untuk peremajaan selama 2005-2015 untuk seluas 336.000 ha adalah sekitar Rp2,41 trilyun, sedangkan selama 2005-2025 untuk seluas 1,2 juta ha adalah Rp8,62 trilyun. Kebutuhan dana untuk investasi pada pabrik karet remah dengan kapasitas 70 ton/hari adalah Rp25,6 milyar, namun belum perlu segera penambahan pabrik baru. Untuk kayu karet, diperlukan dana sekitar Rp2,12 milyar untuk menghasilkan treated sawn timber dengan kapasitas 20 m3/hari (Balitbang Pertanian, 2009). Kebijakan yang diperlukan untuk percepatan investasi tanaman karet adalah: (1) penciptaan iklim investasi yang makin kondusif seperti pemberian kemudahan dalam proses perijinan, pembebasan pajak (tax holiday) selama tanaman atau pabrik belum berproduksi, pemberian rangsangan kepada pengusaha untuk menghasilkan produk akhir bernilai tambah tinggi yang non-ban, yang prospek pasarnya di dalam negeri cerah, adanya kepastian hukum dan keamanan baik untuk usaha maupun lahan bagi perkebunan, dan penghapusan berbagai pungutan dan beban yang memberatkan iklim usaha; (2) pengembangan sarana dan
18
prasarana berupa jalan, jembatan, pelabuhan, alat transportasi, komunikasi, dan sumber energi (tenaga listrik); (3) penyediaan dana dengan menghidupkan kembali pungutan dari hasil produksi/ekspor karet (semacam CESS) yang sangat diperlukan untuk membiayai pengembangan industri hilir, peremajaan, promosi dan peningkatan kapasitas SDM karet; (4) pengembangan sistem kemitraan antara petani dan perusahaan, misalnya dengan pola ”PIR Plus”, dimana petani tetap memiliki kebun beserta pohon karetnya, dan ikut sebagai pemegang saham perusahaan yang menjadi mitranya (Balitbang Pertanian, 2009) Kebijaksanaan pemerintah dalam pengembangan komoditas karet, selain ditekankan pada peningkatan penerimaan devisa negara, juga diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan petani. Pendapatan petani sendiri merupakan refleksi, produktivitas kebun dan mutu bahan olah yang dihasilkan serta tataniaganya yang menentukan bagian harga bersih yang diterima petani. Sebagian besar lahan perkebunan rakyat terletak di daerah dengan sarana transportasi dan sumberdaya ekonomi yang relatif terbatas. Selain itu skala usahatani karet rakyat umumnya kecil dengan hasil produksi berupa sleb dengan mutu yang belum baku. Sementara dengan program crumb rubberisasi, ternyata pusat-pusat pengolahan karet remah pada umumnya berlokasi di sekitar ibukota propinsi atau kota-kota lainnya yang dekat dengan fasilitas pelabuhan ekspor, sehingga terdapat jarak secara spasial yang cukup besar antara pusat-pusat produksi karet rakyat dengan pusat-pusat pengolahannya. Keadaan demikian menyebabkan bertambahnya permasalahan tataniaga menjadi semakin panjang, yang ada pada gilirannya cenderung meningkatkan biaya tata niaga. Kebijakan strategis pembangunan perkebunan secara nasional meliputi kebijakan umum dan kebijakan teknis. Kebijakan umum adalah membangun perkebunan yang berorientasi kepada pasar melalui peningkatan inisiatif dan partisipasi masyarakat sehingga peran pemerintah hanya menyediakan fasilitas umum, seperti sarana dan prasarana, iptek dan regulasi yang didasarkan kepada mekanisme insentif dan disentif. Kebijakan teknis mencakup: (1) kebijakan pemberdayaan masyarakat perkebunan yang dioperasionalisasikan melalui upaya pengembangan sumber daya manusia dan penguasaan iptek dengan meningkatkan kegiatan pendidikan, pelatihan dan penilaian kinerja serta pengembangan karier;
19
(2) kebijakan peningkatan daya saing dioperasionalisasikan melalui peningkatan produksi dan produktivitas, efisiensi, mutu dan promosi; (3) kebijakan investasi melalui upaya regionalisasi, penataan kembali kepemilikan, optimalisasi lahan Hak Guna Usaha (HGU), pemanfaatan iptek hasil litbang, diversifikasi usaha tanaman dan jaminan keamanan berusaha, dan (4) kebijakan restrukturisasi dan renovasi kelembagaan dioperasionalisasikan melalui upaya pembentukan lembaga keuangan alternatif, restrukturisasi, renovasi dan pengembangan lembaga penyuluhan,
lembaga
petani,
lembaga
pemasaran,
lembaga
usaha
dan
pengembangan jejaring kerja. Untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan momentum, Pemerintah Republik Indonesia telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor: 33/Permentan/PT.140/7/2006 tentang Kebijakan Pengembangan Komoditi Perkebunan melalui Program Revitalisasi Perkebunan dengan salah satu komoditi yang dikembangkan adalah karet. Pengembangan agribisnis karet Indonesia ke depan perlu didasarkan pada perencanaan yang lebih terarah dengan sasaran yang lebih jelas serta mempertimbangkan berbagai permasalahan, peluang dan tantangan yang sudah ada serta yang diperkirakan akan ada sehingga pada gilirannya akan dapat diwujudkan agribisnis karet yang berdaya saing dan berkelanjutan serta memberi manfaat optimal bagi para pelaku usahanya secara berkeadilan (Drajat dan Hendratno, 2009). 2.3 Penelitian Terdahulu Hutagalung (1993) yang melakukan penelitian berjudul “Beberapa Masalah Tata Produksi dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan” menunjukkan bahwa penambahan luas tanah garapan dan penggunaan input biaya produksi dalam usaha petani karet masih dapat menaikkan produksi dan pendapatan petani. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa pendapatan petani Karet masih dapat ditingkatkan lagi dengan pendayagunaan seluruh potensi sumberdaya yang mereka miliki baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Pemerintah perlu mengadakan perbaikan sistem pemasaran berupa mempersingkat saluran tata niaga yaitu dengan memanfaatkan lembaga koperasi, kebijakan perpajakan, ekspor, dan lain-
20
lain. Kurangnya peremajaan Karet yang sudah tua yang menyebabkan pendapatan petani menurun. Damanik (2000) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan terhadap Perekonomian Wilayah Propinsi Sumtera Utara” menyatakan komoditas perkebunan di Propinsi Sumatera Utara merupakan komoditas ekspor. Oleh karena pemasukan devisa negara melalui ekspor adalah hal yang sangat penting untuk membantu pemerintah dalam mengurangi defisit neraca pembayaran. Komoditas perkebunan tetap perlu dikembangkan terutama pada wilayah yang relatif mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dibanding wilayah lainnya, sehingga dengan cara demikian selain ada pemasukan devisa untuk negara juga dapat dijadikan instrumen dalam mengurangi kesenjangan ekonomi antar wilayah di Proinsi Sumatera Utara. Myria
(2002)
melakukan
penelitian
berjudul
“Kajian
Strategi
Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai komoditi Unggulan di Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah” dengan menggunakan perangkat analisis Matriks IFE dan EFE, Matriks TOWS dan Matriks QSPM. Melalui penelitian tersebut diidentifikasi faktor strategis internal yang mempengaruhi pengembangan perkebunan karet rakyat sebagai komoditi unggulan di Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah adalah: (1) kelompok fungsional, (2) program kerja Dinas Perkebunan, (3) struktur organisasi Dinas Perkebunan, (4) koordinasi dengan instansi terkait, (5) kualitas SDM Dinas Perkebunan, (6) sarana dan prasarana, (7) penguasaan teknologi karet oleh petugas, (8) kurangnya ketersediaan bibit, (9) manajemen organisasi, (10) kerja sama dengan pabrik crumb rubber. Faktor strategis eksternalnya adalah: (1) adanya pabrik crumb rubber, (2) karet merupakan komoditi ekspor, (3) menyerap tenaga kerja, (4) karet telah lama dikenal secara turun temurun, dan (5) pemanfaatan kayu karet sebagai bahan baku industri, (6) perkembangan harga karet dunia, (7) tingginya tingkat suku bunga kredit komersil, (8) pertikaian antar etnis, (9) sarana transportasi darat dan (10) beralihnya mata pencaharian petani ke usaha pertambangan emas rakyat. Pangihutan (2003) melakukan penelitian dengan judul “Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat di Desa Langkap,
21
Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan” menyatakan bahwa analisis kelayakan yang dilakukan dengan menggunakan tingkat faktor diskonto 18% dengan jangka waktu analisis 25 tahun untuk kebun karet dan 42 tahun untuk hutan karet ternyata kelayakan finansial karet maupun ekonomi kabun karet lebih baik dari hutan karet. Nilai finansial kebun karet diperoleh NPV sebesar Rp5.577.963, IRR 30,93% dan rasio B/C 1,50 sementara nilai finansial hutan karet adalah NPV Rp543.654, IRR 37,09% dan rasio B/C 1,08. Sadikin, et al. (2005) yang melakukan penelitian dengan judul “Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat Terhadap Kehidupan Petani di Riau” menyatakan bahwa sejauh ini strategi dan langkah kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk membangun dan mengembangkan perkebunan karet rakyat telah dilaksanakan seperti: (1) pembentukan pusat-pusat pengolahan karet di beberapa daerah sentra produksi dengan tujuan menampung dan mengolah lateks dari hasil perkebunan karet rakyat dan untuk memperbaiki mutu olahannya, (2) melakukan pembinaan perkebunan rakyat dengan membentuk unit pelaksana proyek (UPP) yang lebih populer di Propinsi Riau dikenal dengan proyek SRDP. Meskipun program ini berfungsi sebagai pembinaan petani karet secara menyeluruh dari masalah budidaya sampai ke persoalan pemasaran, namun dalam perjalanannya masih belum memberi banyak dampak dan manfaat kepada petani kebun, terlebih lagi bagi masyarakat miskin lain di pedesaan. Penyebabnya adalah strategi pembangunan perkebunan lebih berorientasi kepada peningkatan produksi untuk mempercepat laju pertumbuhan ekonomi dan memperbesar devisa negara. Sementara aspek persoalan sosial kemasyarakatan seperti lembaga-lembaga lokal dan berbagai relasi produksi di tingkat lokal yang terkait langsung dengan upaya peningkatan taraf kehidupan masyarakat di pedesaan terkesan diabaikan. Liu, et al. (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Environmental And Socioeconomic Impacts of Increasing Rubber Plantations In Menglun Township, Southwest China” menyatakan bahwa perubahan yang signifikan dalam penggunaan lahan dan tutupan lahan telah terjadi di Kecamatan Menglun, Cina Barat Daya yang merupakan wilayah yang memiliki keanekaragaman agroekologi yang tinggi. Analisis citra satelit menunjukkan bahwa pada tahun 1988-
22
2003, luas perkebunan karet di wilayah ini meningkat sebesar 324%. Ekspansi ini umumnya terjadi pada hutan dan pertanian berpindah. Kebanyakan perluasan karet berada di daerah dataran rendah, di mana kesesuaian iklim mikro dan kedekatan dengan jalan lebih dipilih untuk pengembangan industri karet. Pesatnya perkembangan karet sebagai tanaman komersial dengan mengorbankan pertanian tradisional ditandai dengan hilangnya lahan pertanian tradisional dan peningkatan urbanisasi dan perkembangan tanaman komersial. Secara ekonomi, perubahan ini menunjukkan standar hidup masyarakat lokal yang lebih baik dimana dari tahun 1988-2003, total pendapatan bersih kecamatan meningkat dari CNY4.000.000 (US$0,490) menjadi CNY44.000.000 (US$5,490). Peningkatan jumlah populasi dan standar hidup dari daerah tersebut memperbesar tekanan terhadap lingkungan dan sumberdaya lahan yang tersedia. Meskipun pemerintah menganggap karet dan perkebunan lain seperti teh dan gula menjadi „Green Industry‟, hilangnya hutan hujan tropis dan lahan pertanian (termasuk kegiatan pertanian berpindah) menunjukkan bahwa potensi dampak kebijakan untuk mempromosikan Green Industry harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena ada risiko yang terlalu berat pada 1 atau 2 tanaman, terutama sekarang, di era pasar bebas yang sebagian besar tanaman tidak dilindungi. Hilangnya sistem pertanian tradisional yang fleksibel adalah sesuatu yang harus dimonitor dengan baik. Demikian pula, hilangnya keanekaragaman hayati juga harus menjadi perhatian besar, terutama dikarenakan sistem perkebunan karet yang dilaksanakan di Cina umumnya sistem monokultur dan dengan pembersihan lahan serta mengorbankan areal-areal hutan yang ada. Sitepu (2007) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Produksi Karet Alam
(Hevea Brasiliensis) Kaitannya dengan Pengembangan
Wilayah”
menyatakan bahwa karet merupakan komoditi yang memiliki pasar yang cukup besar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Produksi Indonesia banyak ditunjang oleh adanya perkebunan karet rakyat akan memiliki arti yang penting sekali dalam upaya peningkatan pendapatan kesejahteraan petani serta upaya peningkatan devisa serta perekonomian Indonesia pada umumnya. Berkaitan dengan pengembangan budidaya tanaman karet di Propinsi Sumatera Utara, penelitian ini difokuskan pada pengeruh permintaan pasar, harga karet dan tenaga
23
kerja terhadap luas lahan dan produksi karet. Subjek penelitian ini adalah keseluruhan perkebunan karet di Sumatera Utara. Objek penelitian ini adalah luas lahan dan produksi karet di Propinsi Sumatera Utara sebagai indikator pengembangan perkebunan karet di Propinsi Sumatera Utara. Memperhatikan pengaruh pasar terhadap pengembangan wilayah di Sumatera Utara, maka disarankan perlu adanya kebijakan pemerintah Propinsi Sumatera Utara maupun pengelola perdagangan karet alam untuk meningkatkan perkebunan karet, melalui pemberian modal usaha serta pengaturan sistem perdagangan karet alam yang memberikan keuntungan bagi petani serta perlu diupayakan kebijakan yang menyangkut pengembangan industri produk turunan karet alam. Goswami, et al. (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Economic Analysis of Smallholder Rubber Plantations in West Garo Hills District of Meghalaya” melakukan analisis kepada kelompok petani perkebunan karet di Meghalaya, India. Perkebunan karet sebagai komoditi utama di wilayah ini merupakan komoditi unggulan yang sangat menguntungkan dengan harga yang tinggi dan sistem pemasaran yang transparan dan efektif. Hasil analisis menunjukkan bahwa perkebunan karet di wilayah ini merupakan mata pencaharian utama masyarakat terutama petani-petani kecil. Total biaya untuk pembangunan perkebunan karet sebesar Rs 22.548/ha. Hal ini membutuhkan pasokan kredit yang terus meningkat sejalan dengan peningkatan biaya input. Pemerintah India telah meluncurkan program khusus untuk sektor ladang kecil dengan pinjaman jangka panjang, subsidi input dan subsidi bunga, tetapi program ini masih tidak banyak dikenal orang dan ada kasus di mana para petani karet tidak bisa memanfaatkan subsidi karena berbagai syarat dan kondisi kaku yang dikenakan pada penerima manfaat. Adanya gangguan sosial-politik dan nonketersediaan sumber daya investasi yang cukup merupakan masalah yang paling menghambat perluasan perkebunan karet. Perluasan perkebunan karet sudah mulai dikembangkan di wilayah India, sehingga ada kebutuhan mendesak untuk mengembangkan keterampilan dalam seni penyadapan dan budidaya. Dalam konteks ini Pemerintah India telah melaksanakan program pelatihan yang juga merupakan salah satu solusi untuk mengatasi meningkatnya permintaan tenaga kerja terampil. Suatu kebijakan yang harmonis dapat dilakukan dengan
24
mentransfer hak kepemilikan wilayah pengembangan karet kepada para petani, diintegrasikan dengan rencana kredit yang sehat dan program pengembangan pelatihan keterampilan, diharapkan dapat mengubah program pengembangan perkebunan karet rakyat sebagai alternatif penggunaan lahan yang cocok untuk perladangan berpindah, hal itu akan mempertahankan pendapatan, pekerjaan dan mencegah degradasi lingkungan. Parhusip (2008) menyatakan bahwa potensi karet alam dalam jangka panjang masih cukup baik yang disebabkan kebutuhan karet merupakan kebutuhan dasar dalam keperluan sehari-hari dan beberapa negara berkembang mengalami pertumbuhan industrialisasi yang cukup tinggi seperti Cina, India dan Brasil. Pergerakan harga karet dunia menunjukkan tren positif dan Indonesia sebagai salah satu produsen terbesar karet diharapkan dapat bekerja sama dengan produsen lain untuk dapat menjaga posisi harga yang tetap menguntungkan. Kerjasama tersebut dapat dilakukan dengan strategi mengurangi frekuensi sadapan karet atau mengatur perluasan/peremajaan lahan agar lebih optimal dapat mengatur pasokan ke pasar internasional. Pengembangan karet alam diharapkan dapat dioptimalisasi melalui kedua line usaha baik on farm maupun off farm. Permasalahan produktivitas lahan merupakan permasalahan utama dalam pengembangan on farm termasuk kualitas bahan baku yang masih rendah. Kondisi tersebut diharapkan dapat dijembatani dengan pola plasma antara perkebunan dalam peningkatan hasil dan harga. Pola plasma tersebut juga diharapkan dapat menjembatani perbankan dalam pemberian fasilitas kredit terkait dengan kemampuan manajemen dan jaminan yang selama ini masih menjadi kendala utama dalam meningkatkan kemampuan permodalan perkebunan. Menghadapi tantangan pelemahan pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan global, Indonesia dapat mengoptimalkan kondisi pasar jangka panjang melalui peningkatan produktivitas lahan dan kebijakan yang mendukung seluruh aspek komoditas karet baik sektor on farm maupun off farm. Haryono (2008) dalam penelitian yang berjudul ”Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat (PPKR) (Studi Kasus Implementasi Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kecamatan Pangean, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau)” menyatakan bahwa ada
25
tiga pola pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Kuantan Singingi, yakni: (a) pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) atau KKPA (Kredit Koperasi Primer untuk Anggota); (b) pola UPP (Unit Pelaksana Proyek); dan (c) pola swadaya. (2) di lokasi penelitian hanya ditemukan perkebunan dengan pola swadaya, yakni kebun karet yang dikembangkan oleh masyarakat secara tradisional dimana produktivitas dan pendapatan petani karet pola swadaya tersebut relatif lebih rendah dibanding dua pola lainnya. Itu sebabnya tingkat kesejahteraan petani karet di lokasi penelitian belum berkembang sesuai harapan. Melalui implementasi kebijakan PPKR oleh pemerintah daerah, masyarakat petani karet mempunyai kesempatan untuk
mengembangkan
perkebunan
karet
mereka
guna
meningkatkan
perekonomian dan kesejahteraannya. Hal ini merupakan sebuah proses awal bagi pemberdayaan petani karet di lokasi penelitian. Untuk itu peneliti menyarankan agar
Pemerintah
Daerah
Kabupaten
Kuantan
Singingi
tetap
konsisten
melaksanakan kebijakan PPKR karena sangat dibutuhkan oleh masyarakat petani karet, sehubungan dengan masih luasnya lahan karet yang sudah tidak produktif. Kemampuan petani untuk melakukan pengembangan kebunnya sendiri masih terbatas, sehingga diperlukan bantuan pemerintah untuk melakukan hal tersebut. Karena itu dukungan politik dan peningkatan komposisi anggaran untuk implementasi kebijakan PPKR perlu terus diupayakan.
26
27
III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Sejalan dengan diberlakukannnya otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 maka peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menggali potensi lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan daerahnya secara mandiri. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut akan sangat bergantung pada kemampuan mengelola potensi dan sumberdaya daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam serta infrastruktur lainnya yang ada di daerah. Perencanaan pembangunan wilayah haruslah mengedepankan pemanfaatan sumber daya lokal yang dipercaya akan lebih menghidupkan aktivitas ekonomi daerah sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi dan akhirnya meningkatkan kesejahteraan rakyat, sehingga diperlukan data dan informasi yang akurat tentang potensi sumberdaya suatu daerah untuk bisa digunakan dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Pada hakekatnya pembangunan nasional selalu diletakkan pada kerangka pembangunan sektoral dan regional yang terpadu berdasarkan karakteristik dan potensi wilayah. Oleh karena itu, Kabupaten Mandailing Natal perlu melakukan pendekatan tata ruang wilayah pembangunan dengan memperhatikan karakteristik wilayah, kesatuan geografis, homogenitas (potensi transportasi, komunikasi, sosial budaya, pemerintahan dan ekonomi). Undang-undang nomor 32 tahun 2004 yang merupakan refleksi dari pelaksanaan otonomi daerah secara substantif memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal untuk mengembangkan potensi wilayah berdasarkan komoditas unggulan berlandaskan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 84.389 orang atau 20,40 % dari jumlah penduduk Mandailing Natal (BPS Mandailing Natal, 2009). Hal ini merupakan pekerjaan bagi semua pihak untuk menghapuskannya. Sektor pertanian yang merupakan sektor utama bagi masyarakat sekaligus penyumbang PDRB terbesar bagi daerah, sehingga pembangunan sektor ini harus terus ditingkatkan. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki prospek yang baik dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah subsektor perkebunan. Potensi lahan kering yang cukup luas yaitu
28
mencapai 217.772 ha memungkinkan subsektor perkebunan memiliki prospek yang baik untuk terus dikembangkan. Tanaman karet merupakan salah satu tanaman unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal yang sudah sangat dikenal masyarakat. Pengembangan tanaman karet merupakan komitmen pemerintah daerah sebagai salah satu program pembangunan subsektor perkebunan. Secara nasional pengembangan komoditi karet juga didukung oleh Pemerintah pusat melalui Departemen Pertanian yang diwujudkan dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa Program Revitalisasi Perkebunan. Hal ini menunjukkan bahwa prospek pengembangan tanaman karet ke depan cukup menjanjikan. Dalam rangka pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal, potensi sumber daya fisik merupakan suatu hal yang perlu diperhatikan dalam rangka penentuan lahan yang akan digunakan. Potensi sumber daya fisik lahan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi lahan. Dengan mengetahui tingkat kesesuaian lahan maka produktifitas optimal yang dihasilkan dapat diperkirakan. Selain itu aspek fisik lahan juga merupakan salah satu faktor yang mesti diperhatikan selain aspek tata ruang dalam rangka membuat arahan pengembangan suatu komoditi. Selain potensi sumber daya fisik lahan, dalam rangka pengembangan suatu komoditi faktor kelayakan finansial merupakan hal penting yang perlu diketahui. Setiap wilayah memiliki karakteristik yang berbeda seperti karakteristik sumber daya alam, topografi, infrastruktur, sumber daya manusia, dan sumber daya sosial dan aspek spasial. Perbedaan karakteristik tersebut dapat membuat terjadinya perbedaan biaya dan pendapatan yang diterima petani dalam pengusahaan usaha pertaniannya. Dalam rangka pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal, maka analisis kelayakan finansial perlu
dilakukan
untuk
melihat
daerah-daerah
mana
yang
cocok
dan
menguntungkan untuk dijadikan sentra pengembangan tanaman karet. Di samping analisis finansial, faktor lain yang menentukan kinerja pengusahaan kebun karet rakyat adalah kelembagaan pemasaran. Kelembagan pemasaran petani umumnya lemah sehingga petani cendrung sebagai penerima harga (price taker). Kurangnya informasi pasar dan mutu produk yang rendah merupakan penyebab rendahnya posisi tawar petani. Dalam rangka melihat
29
efisiensi rantai perdagangan komoditi karet di Kabupaten Mandailing Natal maka analisis margin tata niaga dan analisis keterpaduan pasar perlu dilakukan. Diharapkan dari analisis tersebut dapat diketahui efisien tidaknya kelembagaan pemasaran karet saat ini di Kabupaten Mandailing Natal. Jika belum maka perlu rekomendasi tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Komoditi karet diperkirakan memiliki peran yang besar dalam peningkatan pendapatan masyarakat terutama di daerah sentra-sentra komoditi tersebut, karena harga yang terus meningkat dan minat masyarakat yang sangat tinggi untuk mengusahakan komoditi ini dengan skala ekonomi (economic scale) yang dapat diusahakan rakyat didukung kebijakan pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan program Revitalisasi Perkebunan, sehingga perlu adanya arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat yang sesuai konsep pembangunan berkelanjutan yakni sesuai dari aspek lingkungan, ekonomi dan sosial. Berdasarkan uraian diatas maka kerangka pemikiran penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Latar Belakang Persentase penduduk miskin masih tinggi (20,40%) Potensi lahan kering masih luas (217.772) Prosfek karet yang cerah Minat masyarakat terhadap karet tinggi Program Revitalisasi Perkebunan Analisis potensi pengembangan perkebunan karet rakyat
Evaluasi kesesuaian lahan
Kelayakan finansial
Peta arahan pengembangan karet
Kelayakan kegiatan secara finansial
Peningkatan teknis budidaya
Arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat Kabupaten Mandailing Natal
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Efisiensi lembaga pemasaran Rekomendasi peningkatan efisiensi pemasaran
Arahan kebijakan Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Mandailing Natal yang secara geografis terletak pada 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°10'-100°10' Bujur Timur dengan ketinggian 0-1.915 m di atas permukaan laut. Pelaksanaan penelitian termasuk pengumpulan data dilaksanakan pada Bulan Mei hingga Bulan Desember 2010. Unit lokasi pengamatan dalam penelitian ini adalah desa. Pemilihan desa yang dijadikan lokasi pengamatan adalah desa-desa yang memiliki luas kebun karet yang dominan. Pengambilan sampel desa dilakukan pada masing-masing kelas kesesuaian lahan. Pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) yaitu dua desa untuk setiap kelas kesesuaian lahan. 3.3 Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dengan responden yang telah ditentukan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Responden dalam penelitian ini adalah petani dan pedagang pengumpul. Pengambilan sampel untuk petani karet dilakukan secara purposive sampling, dimana setelah ditentukan lokasi penelitian maka sampel diambil dari petani yang memiliki curahan kerja utama pada usahatani karet dan pemilik lahan karet serta petani membangun sendiri kebunnya sejak awal (bukan lahan warisan atau lahan yang dibeli yang telah ditanami). Pertimbangan lainnya dalam pengambilan sampel petani yaitu kebun karet tersebut telah berproduksi. Banyaknya sampel yang diambil secara purposive (sengaja) adalah 25 orang per desa sampel. Untuk analisis pemasaran, pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive) yang diambil adalah pedagang karet. Pedagang karet yang dijadikan sampel meliputi pedagang pengumpul tingkat desa 2 orang, tingkat kecamatan 2 orang. Sampel pedagang dipilih secara sengaja (purposive) dengan tujuan menghindari pengambilan sampel yang tidak tepat, dimana dihindari pedagang pengumpul yang menjadi kaki tangan pedagang pengumpul di atasnya. Data sekunder diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, Kantor
31
Bappeda Kabupaten Mandailing Natal dan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara dan Dinas/Instansi terkait lainnya. Tujuan, parameter, data dan sumberdata penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan tertera pada Tabel 3. 3.4 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut : 3.4.1 Penentuan Lokasi Berpotensi untuk Pengembangan Karet secara Fisik Penentuan lokasi yang berpotensi untuk pengembangan karet secara fisik dilakukan dengan meng-overlay peta kesesuaian lahan yang akan digunakan dalam skala 1:50 000 yang telah dibuat oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal dengan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50 0000. Peta kesesuaian lahan tersebut merupakan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Menurut Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1993), penilaian klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menurut tingkatannya, yaitu sebagai berikut: Ordo
: Pada tingkat ini kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergotong sesuai (S) dan tidak sesuai (N).
Kelas
: Pada tingkat kelas, lahan yang tergolong sesuai (S) dibedakan antara sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan marginal sesuai (S3).
Kelas S1 : Sangat sesuai Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap penggunaannya secara berketanjutan an produksi serta tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan. Kelas S2 : Cukup sesuai Pembatas akan mengurangi produksi serta meningkatkan masukan yang diperlukan, sehingga memerlukan tambahan (input) untuk meningkatkan produktifitas pada tingkat yang optimum. Kelas S3 : Sesuai marginal Lahan
mempunyai
pembatas-pembatas
yang
besar
mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan.
untuk
32
Tabel 3. Tujuan, parameter, data, sumberdata penelitian dan teknik analisis data yang akan dilakukan : No 1
Tujuan Menentukan lokasi berpotensi untuk pengembangan Karet secara fisik
Parameter Kesesuaian lahan untuk pengembangan Karet rakyat
2
Menganalisis kelayakan finansial pengusahaan kebun Karet rakyat pada tiap kelas kesesuaian lahan
Kelayakan usaha pertanaman Karet Rakyat secara finansial
3
Menganalisis margin tata niaga dan integrasi pasar dalam saluran pemasaran lateks Karet
Margin tataniaga dan keterpaduan pasar
4
Menyusun arahan potensi pengembangan kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
Arahan kebijakan pengembangan kebun karet rakyat
Data Peta Kesesuaian Lahan untuk tanaman Karet Peta Administrasi Kabupaten Mandailing Natal Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Mandailing Natal Peta Hutan Tanaman Rakyat Kabupaten Mandailing Natal Peta present land use Usahatani perkebunan karet rakyat (input, output dan harga dalam pengusahaan kebun karet rakyat
Sumberdata Bappeda Kabupaten Mandailing Natal
Data harga lateks Karet di tingkat petani, pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang pengumpul di Kabupaten Mandailing Natal Data harga lateks Karet di pabrik Peta dan data kesesuaian lahan, kelayakan usaha dan margin tataniaga Arahan pengembangan wilayah Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
Wawancara, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal Dinas Perindustrian dan Perdaganagan Propinsi Sumatera Utara Hasil olahan data kesesuaian lahan, kelayakan usaha dan margin tataniaga Bappeda Kabupaten Mandailing Natal
Teknik Analisis Overlay peta
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal
Kuesioner, wawancara
NVP, Net B/C ,IRR, analisis sensitivitas, payback period Analisis margin tata niaga dan analisis keterpaduan pasar
Deskriptif dan overlay peta
33
Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan dan memerlukan input lebih besar dari pada lahan kelas S2. Lahan kelas tidak sesuai (N) adalah lahan yang tidak sesuai karena memiliki faktor pembatas yang berat terbagi pada 2 kelas yakni : Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini Lahan ini
mempunyai
pembatas
yang lebih
besar, masih
memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Kelas N2 : Tidak sesuai selamanya Lahan ini mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang. Dalam evaluasi kesesuaian lahan dikenal ‟Kesesuatan Lahan Aktual‟ dan ‟Kesesuaian Lahan Potensial'. Kesesuaian Lahan Aktual (atau kesesuatan saat ini/saat survai dilakukan) adalah kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan berdasarkan data yang ada dan belum mempertimbangkan asumsi atau usaha perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada. Kesesuaian Lahan Potensial adalah keadaan lahan yang dicapai setelah adanya usaha-usaha perbaikan (approvement). Usaha perbaikan yang dilakukan haruslah sejalan dengan tingkat penilaian kesesuaian lahan yang akan dilakukan. Berdasarkan informasi dari Bappeda Kabupaten Mandailing Natal, peta kesesuaian lahan ini menggunakan pedoman/kriteria kesesuaian lahan menurut Pusat Penelitian Tanah tahun 1993 (Lampiran 1) dengan sumber peta RePPProT 1: 250.000 yang dioverlay dengan peta rupa bumi (dengan informasi kemiringan lahan, ketinggian tempat dan iklim) dan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000, dengan asumsi tingkat kesuburan sama, sehingga diperoleh informasi kesesuaian lahan sampai pada tingkat sub kelas. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penilaian kesesuaian lahan di lokasi sebagai berikut : - Iklim, unsur Iklim terpenting adalah curah hujan.
34
- Kemiringan lahan/lereng. Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu masalah serius di sebagian lokasi. terutama pada areal dengan kemiringan lereng lebih dari 40%. Faktor kemiringan lereng lebih sebagai kendala dalam teknis pengelolaan kebun, seperti pengangkutan hasil atau panen, tanah dengan kemiringan lereng lebih dari 40% juga beresiko besar mengalami erosi permukaan cukup berat. Penanaman tanaman penutup tanah (cover crop) sebaiknya tidak terlambat dilaksanakan pada lahan-lahan dengan kemiringan lereng di atas 15%. 3.4.2 Analisis Kelayakan Finansial Untuk melihat tingkat kelayakan pengusahaan kebun karet rakyat pada tiap tingkat kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal maka dilakukan analisis kelayakan finansial pengusahaan kebun karet. Data didapatkan dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuisoner dengan petani pada desadesa yang ditentukan. Desa yang menjadi lokasi penelitian ditentukan secara sengaja dengan kriteria : desa-desa yang penduduknya dominan mengusahakan tanaman karet, tanaman karet yang diusahakan telah berproduksi, dan desa tersebut merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan. Enam desa digunakan sebagai lokasi pengambilan data untuk analisis ini, dimana masing-masing kelas kesesuaian lahan diwakili oleh dua desa. Berdasarkan peta kesesuaian lahan yang diperoleh dari Bappeda Kabupaten Mandailing Natal, enam desa yang dijadikan lokasi pengambilan data adalah: S1 : Desa Sihepeng Kecamatan Siabu dan Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang S2 : Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan S3 : Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan Pemilihan petani dilakukan secara purposive (sengaja) 25 orang per desa sampel dimana jumlah petani karet tiap desa sampel yakni: Desa Sihepeng Kecamatan Siabu sebanyak: 1.560 orang Desa Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang: 780 orang Desa Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Merapi: 250 orang
35
Desa Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan: 430 orang Desa Tambangan Pasoman Kecamatan Tambangan: 146 orang Desa Hutarimbaru SM Kecamatan Kotanopan: 320 orang Untuk mengetahui tingkat kelayakan finansial, dapat digunakan beberapa kriteria (alat analisis) yaitu: a) Net Present Value (NPV), b) Net Benefit Cost Ratio (Net BCR), c) Internal Rate of Return (IRR), a. Net Present Value (NPV) Perhitungan NPV dalam suatu penilaian investasi merupakan cara yang praktis untuk mengetahui apakah proyek menguntungkan atau tidak. NPV adalah selisih antara Present Value dari arus Benefit dikurangi Present Value dari arus Cost (Soekartawi, 1996). Proyek yang memberikan keuntungan adalah proyek yang memberikan nilai positif atau NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan. Jika NPV = 0, berarti manfaat yang diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya total yang dikeluarkan (keadaan BEP atau TC=TB). NPV < 0, berarti rugi, biaya total yang dikeluarkan lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Secara matematis NPV dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n
NPV t 1
Bt Ct t 1 i
Dimana : Bt
= Benefit pada tahun ke-t
t
= lamanya waktu investasi
Ct
= Biaya pada tahun ke-t
i
= tingkat suku bunga
b. Net Benefit Cost Ratio (Net BCR), Net Benefit Cost Ratio adalah penilaian yang dilakukan untuk melihat tingkat efisiensi penggunaan biaya berupa perbandingan jumlah nilai bersih sekarang yang positif dengan jumlah nilai bersih sekarang yang negatif (Soekartawi, 1996).
36
Suatu proyek layak dan efisien untuk dilaksanakan jika nilai Net B/C > 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan dan berlaku sebaliknya. Secara matematis Net BCR dapat dihitung dengan rumus : n
B
i
Bt 1
1
C
n i
1
1
i Ct
t
i
t
Dimana : Bt = Benefit pada tahun ke-t Ct = Biaya pada tahun ke-t i = tingkat bunga yang berlaku t = jangka waktu proyek/usahatani n = umur proyek/usahatani Net B/C > 1 (satu) berarti proyek (usaha) layak dikerjakan Net B/C < 1 (satu) berarti proyek tidak layak dikerjakan Net B/C = 1 (satu) berarti cash in flows = cash out flows (BEP) atau TR=TC c. Internal Rate of Return (IRR), Untuk mengetahui sejauh mana proyek memberikan keuntungan, digunakan analisis IRR. IRR dinyatakan dengan persen (%) yang merupakan tolok ukur dari keberhasilan proyek (Soekartawi, 1996). Penggunaan investasi akan layak jika diperoleh IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, karena proyek berada dalam keadaan yang menguntungkan. Demikian juga sebaliknya, jika IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan, berarti proyek merugi dan tidak layak untuk dilaksanakan.
IRR
i1
Dimana :
NPV1 i2 ( NPV1 NPV2 )
i1
i1 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1 i2 = tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2
Kelayakan usaha ditentukan dengan mempertimbangkan ketiga alat analisis tersebut dimana usaha tersebut layak apabila: NPV > 0, artinya manfaat yang diterima proyek lebih besar dari semua biaya total yang dikeluarkan.
37
Net B/C > 1, yang berarti manfaat yang diperoleh lebih besar dari biaya yang dikeluarkan. IRR yang persentasenya lebih besar dari tingkat suku bunga bank yang ditentukan. Pada penelitian ini juga akan dihitung seberapa cepat waktu yang dibutuhkan proyek untuk mengembalikan investasi dan modal kerja yang ditanam dengan rumus :
n
n
TC icp Payback period
Tp
i 1 1
Bicp
1
1
i 1
Bp
Dimana : Tp-1
: jumlah tahun pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif
TCicp-1
: jumlah
total biaya pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif
Bicp-1
: jumlah
total benefit pada saat nilai Net Benefit Kumulatif negatif
Bp
: jumlah
benefit pada tahun awal nilai Net Benefit Kumulatif positif
Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali suatu analisis kelayakan proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biaya-manfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang, proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama yaitu: 1. Perubahan harga jual produk. 2. Keterlambatan pelaksanaan proyek 3. Kenaikan biaya. 4. Perubahan volume produksi. Jadi, analisis kepekaan dilakukan untuk melihat sampai seberapa besar (persen) penurunan atau peningkatan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan perubahan dalam kriteria investasi yaitu dari layak menjadi tidak layak
38
dilaksanakan (Gittinger, 1986). Analisis sensitivitas pada penelitian ini dihitung dengan skenario : 1. Menghitung Break Event Point (BEP) harga jual cup lump karet petani. 2. Menghitung Break Event Point (BEP) volume produksi cup lump karet petani. 3. Meningkatkan biaya-biaya Input 4. Meningkatkan tingkat suku bunga Analisis Break Event Point (BEP) digunakan untuk mengetahui jangka waktu pengembalian modal atau investasi suatu kegiatan usaha atau sebagai penentu batas. Produksi minimal suatu kegiatan usaha harus menghasilkan atau menjual produknya agar tidak megalami kerugian. BEP adalah suatu keadaan dimana usaha tidak memperoleh laba dan tidak menderita kerugian, dapat dilihat pada Gambar 2. Titik BEP dicapai pada saat total penerimaan sama dengan total biaya, yaitu TP=TB, karena TP = TBT + (BC.Q) (Rustiadi et al., 2009) TP
BEP
Keterangan :
TB=TBT+BV
BV
Q
TP
:
Total Penerimaan
TB
:
Total Biaya
TBT :
Total Biaya Tetap
TBV :
Total Biaya Variabe
lQ
:
Volume penjaualan
BV
:
Biaya Variabel per unit
Gambar 2 Grafik Break Event Point (BEP). Break Event Point (BEP) harga jual dihitung untuk mengetahui sampai seberapa besar (batas) rata-rata harga jual cup lump karet petani selama periode analisis pengusahaan (25 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila harga rata-rata penjualan cup lump karet petani selama periode pengusahaan (25 tahun) di bawah harga tersebut maka petani akan rugi. Break Event Point (BEP) volume produksi dihitung untuk mengetahui sampai seberapa besar (batas) rata-rata volume produksi cup lump karet yang dihasilkan petani selama periode analisis pengusahaan (25 tahun) yang masih menguntungkan petani dengan asumsi ceteris paribus, dimana apabila rata-
39
rata volume produksi penjualan cup lump karet petani selama periode pengusahaan (25 tahun) di bawah nilai tersebut maka petani akan rugi. Skenario meningkatkan biaya-biaya input dan meningkatkan tingkat suku bunga dihitung dengan mencari sampai seberapa persen peningkatan biaya-biaya input atau tingkat suku bunga dalam kegiatan pengusahaan karet tersebut yang menyebabkan kegiatan tersebut menjadi tidak layak dengan asumsi ceteris paribus. Perhitungan Break Event Point dapat dilakukan dengan cara Trial and Error
yaitu
dengan
produksi/penjualan
menghitung
tertentu.
keuntungan
Apabila
operasi
perhitungan
tersebut
suatu
volume
menghasilkan
keuntungan maka diambil volume penjualan/produksi yang lebih rendah, dan sebaliknya. Demikian dilakukan seterusnya hingga dicapai volume penjualan produksi dimana penghasilan penjualan tepat sama dengan besarnya biaya total (TR=TC). 3.4.3 Analisis Margin Tata Niaga dan Keterpaduan/Integrasi Pasar 3.4.3.1 Analisis Margin Tata Niaga Margin tata niaga digunakan untuk mengetahui
siapa yang menikmati
keuntungan terbesar dari rantai pemasaran yang ada. Semakin besar nilai proporsi margin keuntungan yang diterima petani, berarti bargaining position petani lebih menguntungkan, demikian pula sebaliknya. Dari rantai-rantai pemasaran yang terbentuk di masyarakat, dengan analisis margin pemasaran maka rantai pemasaran yang terefisien akan diketahui. Masukan tersebut marupakan hal yang terpenting dalam pengembangan perkebunan Karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Analisis ini dilakukan menggunakan data dari hasil wawancara dengan pedangang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul tingkat kecamatan dan pedagang besar (pabrik). Margin tata niaga diketahui dengan menghitung perbedaan harga di tingkat petani dan di tingkat pabrik. Secara matematis persamaan margin tata niaga dapat dirumuskan sebagai berikut : m
M
m
n
Mi j 1
m
Cij j 1 i 1
Dimana : M = Margin tataniaga (Rp/Kg)
Pj j 1
40
Mj = Margin tataniaga (Rp/Kg) lembaga tataniaga ke-j (j=1,2,..,m) dan m adalah jumlah lembaga tataniaga yang terlibat Cij = Biaya tataniaga ke-i (Rp/Kg) pada lembaga tataniaga ke-j (i=1,2,…n) dan n adalah jumlah jenis pembiayaan Pj = Margin keuntungan lembaga tataniaga ke-j (Rp/Kg) 3.4.3.2 Keterpaduan/Integrasi Pasar Analisis keterpaduan pasar pada penelitian ini mengacu pada model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986) dan Heytens (1986). Harga pasar setempat diidentifikasi sebagai harga Karet yang dihasilkan petani (Pf), sedangkan harga pasar acuan adalah harga Karet yang berlaku di tingkat eksportir (Pe), hubungan kedua harga tersebut dapat dituliskan sebagai berikut : (Pft - Pft-1) = b1 (Pft-1 – Pet-1) + b2 (Pet-1 – Pet-1) + b3 Pet-1 + b4 X + µt………………..(1) dan dapat disusun kembali menjadi persamaan : Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3 – b1)Pet-1 + b4 X + µt………………..(2) Dimana : Pft
= Harga Karet tingkat petani pada tahun t
Pft-1 = Harga Karet tingkat petani pada tahun sebelumnya Pet
= Harga Karet tingkat pabrik pada tahun t
Pet-1 = Harga Karet tingkat pabrik pada tahun sebelumnya X
= vektor musiman (peubah lain) yang relevan di pasar setempat (waktu t)
t
= Periode waktu
µt
= Galat Koefisien b2 pada persamaan 2 di atas menunjukkan seberapa jauh
perubahan harga di tingkat eksportir ditransmisikan ke tingkat petani. Koefisin b2 disebut juga sebagai parameter keterpaduan jangka pendek antara pasar yang diamati. Keterpaduan pasar jangka pendek tercapai bila koefisien b2=1. Apabila nilai parameter dugaan koefisien b2 bernilai 1, maka perubahan harga 1 persen pada suatu tingkat pasar akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat pasar yang lainnya dalam persentase yang sama. Oleh karena itu, semakin dekat nilai parameter b2 dengan satu maka akan semakin baik keterpaduan pasarnya. Koefisien (1+ b1) dan (b3 - b1) masing-masing mencerminkan seberapa jauh kontribusi relatif harga periode sebelumnya baik di tingkat petani maupun pabrik
41
terhadap tingkat harga yang berlaku sekarang di tingkat petani. Rasio antara kedua koefisien tersebut menunjukkan indeks hubungan pasar (Index of Marketing Connection) yang menunjukkan tinggi rendahnya keterpaduan antara kedua pasar yang bersangkutan. Indeks hubungan pasar dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : (1+b1) IMC
= b3-b1
Dimana : IMC = Indeks hubungan pasar (Index of Marketing Connection) b1
= koefisien harga di tingkat petani
b3
= koefisien harga di tingkat pabrik Nilai IMC semakin mendekati nol menunjukkan adanya keterpaduan pasar
jangka panjang yang cukup kuat antara harga pasar di tingkat petani dengan harga di tingkat pabrik. 3.4.4 Menyusun Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Penyusunan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dilakukan secara spasial dan deskriptif. Peta arahan pengembangan perkebunan rakyat dibuat dengan mengoverlay peta kesesuaian lahan tanaman karet dengan peta penggunaan lahan sekarang (present land use), peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal (Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor : SK.44/Menhut-II/2005 tanggal 16 Februari 2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Provinsi Sumatera Utara seluas ±3.742.120 ha), peta cadangan Hutan Tanaman Rakyat/HTR (Surat Keputusan Menteri Kehutanan RI nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008 tentang Pencadangan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) seluas ±9.815 ha di Kabupaten Mandailing Natal) dan disesuaikan dengan RTRW Kabupaten Mandailing Natal (belum disahkan) serta mempertimbangkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan
42
Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa serta Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Semua peta yang dioverlay skala 1:50.000. Kriteria penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual dan penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal RT SK Menhut Kelas Penggunaan lahan R No.44/MenhutKesesuai Kategori sekarang W II/2005 an Lahan Kebun karet rakyat tua S1, S2, Arahan dan tidak produktif, S3 padang rumput, alangAreal Penggunaan alang, semak, kebun Bukan Lain Hutan Produksi N1,N2 rakyat (ladang, kebun KB arahan Tetap Hutan campuran) Produksi Terbatas Sawah, areal terbangun S1, S2, Bukan (pemukiman), S3, arahan perkebunan besar. N1,N2 Kawasan Suaka S1, S2, Apapun jenis Bukan KL Alam Hutan S3, penggunaan lahan arahan Lindung N1,N2 Ket : KB = Kawasan Budidaya, KL = Kawasan Lindung. Penentuan arahan potensi pengembangan perkebunan karet rakyat di Kaupaten Mandailing Natal dalam penelitian ini akan mempertimbangkan status kawasan hutan. Kawasan yang dipertimbangkan adalah kawasan hutan produksi sebagai kawasan budidaya kehutanan, sedangkan kawasan hutan suaka alam dan hutan lindung yang tujuannya untuk melindungi kelestarian alam tidak diarahkan untuk pengembangan karet. Penentuan kawasan hutan produksi sebagai lokasi arahan pengembangan karet sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan
43
Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan di atas disebutkan bahwa hutan produksi dapat dimanfaatkan menjadi hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan dan hutan desa. Hutan tanaman rakyat yang selanjutnya disingkat HTR adalah hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok masyarakat untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur dalam rangka menjamin kelestarian sumber daya hutan. Hutan kemasyarakatan adalah
hutan
negara
yang
pemanfaatan
utamanya
ditujukan
untuk
memberdayakan masyarakat setempat dan hutan desa adalah hutan negara yang dikelola oleh desa dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan desa serta belum dibebani izin/hak. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan pada Pasal 17 disebutkan bahwa: (1) Pemanfaatan hutan bertujuan untuk memperoleh manfaat hasil dan jasa hutan secara optimal, adil, dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat. (2) Pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan: a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; c. pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu; dan d. pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu. Pada pasal 18 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan pada seluruh kawasan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), yaitu kawasan: a. hutan konservasi, kecuali pada cagar alam, zona rimba, dan zona inti dalam taman nasional; b. hutan lindung; dan c. hutan produksi. Pada pasal 23 disebutkan bahwa pemanfaatan hutan pada hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dapat dilakukan melalui kegiatan : a. pemanfaatan kawasan; b. pemanfaatan jasa lingkungan; atau c. pemungutan hasil hutan bukan kayu. Pada Pasal 31 disebutkan bahwa:
44
(1) Pada hutan produksi, pemanfaatan hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip untuk mengelola hutan lestari dan meningkatkan fungsi utamanya. (2) Pemanfaatan hutan pada hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, antara lain, melalui kegiatan: a. usaha pemanfaatan kawasan; b. usaha pemanfaatan jasa lingkungan; c. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan alam; d. usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman; e. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam; f. usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman; g. pemungutan hasil hutan kayu dalam hutan alam; h. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam; i. pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan tanaman. Pada Pasal 40 disebutkan bahwa: (1). Pada hutan produksi, pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dapat dilakukan dengan satu atau lebih sistem silvikultur, sesuai dengan karakteristik sumber daya hutan dan lingkungannya. (2). Pemanfaatan hasil hutan kayu pada HTR dalam hutan tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi kegiatan penyiapan lahan, pembibitan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengolahan, dan pemasaran. (3). Pemanfaatan
hasil
hutan
kayu
pada HTR dalam hutan tanaman
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diutamakan pada hutan produksi yang tidak produktif. (4). Tanaman yang dihasilkan dari IUPHHK pada HTR merupakan aset pemegang izin usaha, dan dapat dijadikan agunan sepanjang izin usahanya masih berlaku. (5). Pemerintah, sesuai ketentuan peraturan perundangundangan, membentuk lembaga keuangan untuk mendukung pembangunan HTR Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri
45
Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan untuk tata cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan kemasyarakatan dan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa untuk tata cara penetapan dan pemberian ijin untuk hutan desa. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan pada pasal 6 disebutkan bahwa “kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan adalah kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi” dan pada pasal 7 disebutkan kawasan hutan lindung dan hutan produksi dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan kemasyarakatan dengan ketentuan: (1) belum dibebani hak atau izin dalam pemanfaatan hasil hutan; dan (2) menjadi sumber mata pencaharian masyarakat setempat. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-II/2008 jo nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa pasal Pasal 2 (1) penyelenggaraan hutan desa dimaksudkan untuk memberikan akses kepada masyarakat setempat melalui lembaga desa dalam memanfaatkan sumberdaya hutan secara lestari; (2) penyelenggaraan hutan desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara berkelanjutan. Selanjutnya pada pasal 4 disebutkan bahwa: (1)
Kriteria kawasan hutan yang dapat ditetapkan sebagai areal kerja hutan desa adalah hutan lindung dan hutan produksi yang : a. belum dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan; b. berada dalam wilayah administrasi desa yang bersangkutan.
(2)
Ketentuan kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas rekomendasi dari kepala KPH atau kepala dinas kabupaten/kota yang diserahi tugas dan bertanggung jawab di bidang kehutanan. Berdasarkan peraturan-peraturan di atas untuk pengembangan tanaman
hutan dalam hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatan dan hutan desa maka areal-areal tersebut dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat tanpa harus mengurangi fungsinya sebagai hutan dengan tanaman yang dapat diusahakan oleh masyarakat. Dalam kawasan hutan produksi, hasil tanaman dapat diambil baik kayu maupun getahnya. Hal ini sesuai dengan karakteristik tanaman karet.
46
Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan. Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2 yang efektif. Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan. Kayu karet juga relatif mudah digergaji. Bahan tanaman karet untuk perkebunan dibuat dengan cara okulasi batang bawah dengan entres terpilih. Namun untuk keperluan tanaman hutan, cukup digunakan tanaman dari biji karena waktu yang diperlukan untuk pengadaan bibit lebih cepat dan lebih mudah, akar tunggang dapat tumbuh lebih sempurna lurus ke bawah, serta pertumbuhan tanaman di lapangan lebih cepat (Indraty, 2005). Tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung
fungsi diperbaikan lingkungan seperti
rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah. Daur hidup tanaman karet yang demikian akan terus berputar dan berulang selama satu siklus tanaman karet paling tidak selama 30 tahun. Oleh karena itu, keberadaan pertanaman karet sangat strategis bagi kelangsungan kehidupan, karena mampu berperan sebagai penyimpan dan sumber energi, laju pertumbuhan biomassa ratarata tanaman karet pada umur 3−5 tahun mencapai 35,50 ton bahan kering/ha/tahun. Hal ini berarti perkebunan karet dapat mengambil alih fungsi hutan yang berperan penting dalam pengaturan tata guna air dan mengurangi peningkatan pemanasan bumi (global warming) (Azwar et al., 1989). Di wilayah Kabupaten Mandailing Natal, masyarakatnya telah mengenal budidaya tanaman karet sejak dahulu dan telah diturunkan pengetahuan dan lahan secara turun temurun, sehingga merupakan salah satu mata pencaharian pokok masyarakatnya. Di areal yang telah ditunjuk oleh Kementrian Kehutanan RI
47
sesuai dengan SK Menteri Kehutanan nomor SK.44/menhut-II/2005 sebagai hutan produksi di Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak tanaman-tanaman karet tua yang masih diusahakan masyarakat. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor SK.113/Menhut-II/2008 tanggal 21 April 2008 telah dicadangkan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas +9.815 Ha di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Areal hutan yang dimaksud adalah areal hutan produksi dan pada areal tersebut akan ditanami dengan tanaman karet dengan tanaman karet yang berasal dari biji atau seedling sesuai dengan arahan dari Kementrian Kehutanan RI dan peraturan perundangundangan yang berlaku. Selanjutnya dalam penelitian ini akan diusulkan areal pengembangan karet rakyat dapat dilakukan di areal hutan produksi dengan tanaman karet yang berasal dari biji atau seedling atau bibit unggul yang sesuai, baik nantinya akan sebagai hutan kemasyarakatan, hutan desa atau hutan tanaman rakyat dengan pengelolaan agroforestry yang secara aspek lingkungan dapat melindungi kelestarian hutan. Arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal akan disusun secara deskriptif dengan pertimbangan peta arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, hasil analisis kelayakan finansial, hasil analisis margin pemasaran dan keterpaduan pasar serta mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal. Gambar Bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 3.
48
Peta kesesuaian lahan
peta administrasi
overlay
Lokasi sesuai dan dapat dikembangkan untuk budidaya Karet
overlay
Peta Present Land use, peta peta kawasan hutan, peta HTR
- SK Menhut tentang kawasan hutan Madina - SK Menhut tentang HTR di Madina - PP RI tentang Tata Hutan - Peraturan Menhut tentang Hutan Kemasyarakatan - Peraturan Menhut tentang Hutan Desa - UU tentang Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan
Survei responden
Analisis : Kelayakan Finansial dan uji sensitivitas
Peta arahan pengembangan karet rakyat
Peningkatan teknis budidaya Karet
Arahan kebijakan pengembangan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
Gambar 3. Bagan Alir Penelitian
Data Primer
Data Sekunder
Analisis margin tataniaga dan keterpaduan pasar
Arahan kebijakan pengembangan wilayah Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal
49
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Pembentukan Kabupaten Mandailing Natal Pada tanggal 23 November 1998, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Undang - Undang No. 12 Tahun 1998 yaitu Undang-Undang tentang pembentukan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal menjadi daerah otonom, dan secara formal diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri pada tanggal 9 Maret 1999. Berdasarkan Undang-Undang No. 12 Tahun 1998, Kabupaten Mandailing Natal, yang dikenal dengan sebutan MADINA, terdiri dari 8 (delapan) kecamatan dan 273 desa. Pada tanggal 29 Juli 2003, Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 7 tentang pembentukan kecamatan dan Perda No. 8 tentang pemekaran desa di Kabupaten Mandailing Natal. Dengan dikeluarkannya Perda No. 7 dan 8 tersebut maka Kabupaten Mandailing Natal memiliki 17 Kecamatan yang terdiri dari 322 desa dan 7 kelurahan. Pada Tanggal 15 Februari 2007 Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda Jo 10 Tahun 2007 tentang pembentukan kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Ranto Baek, Kecamatan Huta Bargot, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Kecamatan Pakantan, dan Kecamatan Sinunukan sehingga Kabupaten Mandailing Natal memiliki 22 kecamatan dengan jumlah desa sebanyak 349 desa dan kelurahan sebanyak 32 kelurahan. Pada tanggal 7 Desember 2007 pemerintah Kabupaten Mandailing Natal mengeluarkan Perda No. 45 Tahun 2007 dan No. 46 Tahun 2007 tentang pemecahan desa dan pembentukan Kecamatan Naga Juang di Kabupaten Mandailing Natal. Pembentukan Kecamatan Naga Juang yang mencakup Desa Tambiski, Tarutung Panjang, Humbang I, Sayur Matua, Banua Rakyat, Banua Simanosor, dan Tambiski Nauli menambah jumlah kecamatan dan desa di Kabupaten Mandailing Natal menjadi 23 kecamatan, 32 kelurahan, dan 353 desa dan 10 Unit Pemukiman Transmigrasi. Kecamatankecamatan hasil pemekaran tersebut pada Tabel 5. Peta wilayah administrasi Kabupaten Mandailing Natal disajikan pada Gambar 4.
50
Tabel 5 Hasil pemekaran kecamatan-kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal Kecamatan Tahun 1998
Kecamatan Tahun 2003
1. Batahan
1. Batahan
2. Batang Natal
2. Batang Natal 3. Lingga Bayu
3. Kotanopan
4. 5. 6. 7.
4. Muara Sipongi
8. Muara Sipongi
5. Panyabungan
9. Panyabungan 10. Panyabungan Selatan 11. Panyabungan Barat 12. Panyabungan Utara 13. Panyabungan Timur
6. Natal 7. Muara Batang Gadis 8. Siabu
14. Natal 15. Muara Batang Gadis 16. Siabu 17. Bukit Malintang
Kotanopan Ulu Pungkut Tambangan Lembah Sorik Marapi
Kecamatan Tahun 2007 1. Batahan 2. Sinunukan 3. Batang Natal 4. Lingga Bayu 5. Ranto Baek 6. Kotanopan 7. Ulu Pungkut 8. Tambangan 9. Lembah Sorik Marapi 10. Puncak Sorik Marapi 11. Muara Sipongi 12. Pakantan 13. Panyabungan 14. Panyabungan Selatan 15. Panyabungan Barat 16. Panyabungan Utara 17. Panyabungan Timur 18. Huta Bargot 19. Natal 20. Muara Batang Gadis 21. Siabu 22. Bukit Malintang 23. Naga Juang
Sumber : Mandailing Natal dalam Angka, 2009
4.2. Letak Geografis Kabupaten Mandailing Natal dalam konstelasi regional berada di bagian selatan wilayah Provinsi Sumatera Utara pada lokasi geografis 0°10'-1°50' Lintang Utara dan 98°50'-100°10' Bujur Timur ketinggian 0–1.915 m di atas permukaan laut. Kabupaten Mandailing Natal merupakan bagian paling selatan dari Provinsi Sumatera Utara dan berbatasan langsung dengan Provinsi Sumatera Barat. Batas-batas wilayah kabupaten adalah: Batas bagian Utara
: Kabupaten Tapanuli Selatan
Batas bagian Timur
: Kabupaten Padang Lawas
Batas bagian Selatan
: Provinsi Sumatera Barat
Batas bagian Barat
: Samudera Indonesia
Kabupaten dengan ibukota Panyabungan ini memiliki luas wilayah ± 6.620,70 km2 (662.070 ha) atau 9,24% dari seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan Muara Batang Gadis merupakan wilayah yang paling luas yakni 143.502 ha (21,67%), sedangkan Kecamatan Lembah Sorik Marapi merupakan wilayah yang paling kecil yakni 3.472 ha (0,52%).
51
Gambar 4. Peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal 4.3 Kondisi Fisik Wilayah Kabupaten Mandailing Natal 4.3.1 Topografi Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari gugusan pegunungan dan perbukitan yang dikenal dengan Bukit Barisan di beberapa kecamatan, juga daerah pesisir/daerah pantai di Kecamatan Batahan, Natal, dan Muara Batang Gadis. Daerah Kabupaten Mandailing Natal dibedakan menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu: Dataran Rendah merupakan daerah pesisir dengan kemiringan 0%–2% dengan luas sekitar 160.500 ha (24,24%). Daerah/dataran Landai dengan kemiringan 2%–15% dengan luas wilayah 36.385 ha (5,49%). Dataran Tinggi dengan kemiringan 15%–40%. Dataran tinggi dibedakan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
52
a. Daerah perbukitan dengan kemiringan 15%–20% dengan luas wilayah 112.000 ha (16,91%) b. Daerah pegunungan dengan kemiringan 20%–40% dengan luas 353.185 ha (53,34%). Kemiringan lahan/lereng merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan tanah. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kemampuan tanah di suatu daerah adalah derajat kemiringan lahan/lereng. Kemiringan lereng terjadi akibat besarnya tekanan tanah dan tekanan air tanah yang bekerja pada permukaan dinding belakang lereng tersebut. Kondisi kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Peta kemiringan lahan di Kabupaten Mandailing Natal. 4.3.2 Morfologi Wilayah Morfologi Kabupaten Mandailing Natal merupakan satuan perbukitan memanjang dengan arah barat laut-tenggara. Bagian tertinggi mencapai ketinggian 1.915 m dpl, sedangkan bagian terendah berada pada ketinggian 0 m dpl. Jenis batuan yang terdapat di daerah pengukuran adalah batuan metasedimen terutama metalimestone/marmer. Secara umum, morfologi di wilayah Kabupaten
53
Mandailing Natal dapat dibagi menjadi 3 (tiga) satuan morfologi yaitu satuan morfologi perbukitan terjal, satuan morfologi perbukitan bergelombang, dan satuan morfologi pedataran. Kondisi ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing Natal seperti terlihat pada Gambar 6. a. Satuan Morfologi Perbukitan Terjal, dicirikan oleh rangkaian pegunungan yang tingginya antara 800–1.915 m dpl dan keterjalan lebih dari 40%. Aliran sungai mempunyai pola dendritik–sub dendritik, sebagian trellis karena mengikuti pola patahan, dengan lembah sungai yang sempit, biasanya berbentuk V dan sebagian kecil cenderung U, menunjukkan tingkat erosi muda menuju dewasa. b. Satuan Morfologi Perbukitan Bergelombang Landai, dicirikan oleh perbukitan dengan ketinggian antara 100–800 m dpl dan kemiringan lereng antara 15%40%. Pola aliran sungai dendritik, dengan lembah berbentuk U dan sebagian berbentuk V, menunjukkan tingkat erosi dewasa. Satuan ini umumnya ditempati oleh batuan vulkanik dan sedimen. c. Satuan Morfologi Pedataran merupakan daerah datar atau dengan kemiringan lereng antara 0% hingga 15% dan pola aliran anyaman “braided stream” yang umum terjadi di daerah muara sungai.
Gambar 6. Peta ketinggian tempat di Kabupaten Mandailing Natal
54
4.3.3 Hidrologi Potensi hidrologi cukup penting untuk menunjang pembangunan, baik untuk kepentingan irigasi, air minum (sanitasi), transportasi, maupun untuk kepentingan lainnya. Sumber air yang terdapat di Kabupaten Mandailing Natal bagi kebutuhan tersebut di atas berasal dari mata air dan sungai. Kabupaten Mandailing Natal dialiri oleh sungai besar dan kecil. Beberapa sungai yang terdapat di daerah ini di antaranya adalah Sungai Batang Gadis, Batahan, Kun-kun, Parlampungan, Hulu Pungkut, Aek Rantau Puran, Aek Mata dan lain-lain. Luas daerah aliran sungai terbesar yakni Sungai Batang Gadis, yang terletak di ibukota Kecamatan Panyabungan. Aliran sungai sepanjang 180,00 km dan lebarnya 65 m, dengan volume normal sekitar 25.781,11 m3 Secara umum sungai-sungai yang berada di daerah ini biasa digunakan untuk sarana irigasi, perhubungan, MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) dan lainnya. Secara umum, sungai-sungai di Kabupaten Mandailing Natal beraliran pendek, terjal, dan sempit, sehingga sulit untuk digunakan sebagai sarana transportasi. Sebagian sungai dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik (hydromini) dan untuk irigasi. Alur sungai senantiasa bergerak secara horisontal dan jalur sungai berpindah-pindah (bergerak) secara terus-menerus pula. Setelah melalui perjalanan hidupnya sebuah sungai yang lurus dalam jangka waktu tertentu akan berkelok-kelok atau membentuk meander. Pola Daerah Aliran Sungai (DAS) sangat dipengaruhi leh keadaan morfologis, topografi dan bentuk wilayah disamping bentuk atau corak DAS itu sendiri. Di wilayah Mandailing Natal terdapat 6 (enam) DAS, yaitu: 1. DAS Batang Gadis 2. DAS Batang Batahan 3. DAS Batang Natal 4. DAS Batang Tabuyung 5. DAS Batang Bintuas 6. DAS Batang Toru. DAS yang terbesar adalah DAS Batang Gadis dengan luas 369.963 Ha atau sekitar 55,88% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Keenam DAS bermuara ke Pantai Barat (Samudera Indonesia).
55
4.3.4
Iklim
4.3.4.1 Musim Wilayah Mandailing Natal mempunyai iklim yang hampir sama dengan sebagian besar Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Hanya dikenal dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Musim kemarau terjadi antara bulan Juni sampai bulan September. Arus angin berasal dari Australia yang tidak mengandung uap air, sebaliknya musim hujan terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret karena arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari Asia dan Samudera Pasifik. Keadaan ini seperti silih berganti setiap tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan April–Mei dan Oktober–November. Frekuensi curah hujan lebih tinggi selama tahun 2008 jika dibandingan dengan tahun 2007. 4.3.4.2 Suhu dan Curah Hujan Tinggi atau rendahnya suhu udara di suatu tempat dipengaruhi oleh ketinggian daerah di atas permukaan laut. Daerah Mandailing Natal yang terletak di ketinggian antara 0-1.915 meter di atas permukaan laut mengakibatkan suhunya berkisar antara 230C–320C dengan kelembaban antara 80–85%. Curah hujan di suatu tempat dipengaruhi oleh iklim, keadaan orografi dan perputaran /pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan wilayah tiap kecamatan. Tahun 2008 rata-rata jumlah curah hujan di Kabupaten Mandailing Natal yakni 2.945 mm/tahun. Curah hujan maksimum terdapat di Kecamatan Muara Sipongi yaitu: 3.288 mm/tahun sedangkan minimum curah hujan 2.603 mm/tahun di Kecamatan Panyabungan Utara. 4.3.5
Jenis Tanah
Jenis-jenis tanah utama di wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah Podsolik Merah Kuning, Latosol dan Litosol merupakan jenis tanah dengan luas mencapai 223.240 ha. Jenis tanah ini terutama terdapat pada bagian rendah pegunungan tinggi deretan Bukit Barisan, seperti di sebelah kiri dan kanan dari Lembah Semangko dan Lembah Batang Gadis, sebagian besar terdapat pada Kecamatan Natal, Kecamatan Batang Natal, Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Kotanopan dan Kecamatan Muarasipongi.
56
Jenis tanah Regosol merupakan jenis tanah yang paling sedikit jumlahnya, yakni hanya 8.400 ha dari seluruh luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Jenis tanah regosol dapat ditemukan di sepanjang tepi pantai barat yang terputusputus oleh bukit-bukit kecil dari formasi tua atau dataran rawa dan endapan alluvial sungai. 4.4
Demografi Jumlah penduduk Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 yakni 423.712
jiwa, terdiri dari Laki-laki 207.475 orang dan perempuan 216.237 orang, dengan sex ratio 95,95 dan banyaknya rumah tangga 101.802 KK dengan rata-rata anggota rumah tangga 4. Laju pertumbuhan penduduk Mandailing Natal tahun 2008 sebesar 1,47%. Struktur penduduk Mandailing Natal menunjukkan bahwa usia produktif (15-64 tahun) sangat menonjol sebesar 55,55% dan usia ketergantungan terdiri usia (0-14 tahun) sebesar 41,42% dan Lansia (65+) sebesar 3,03%. Kepadatan penduduk Kabupaten Mandailing Natal yakni 79 jiwa/Km2. Kepadatan tertinggi di kecamatan Lembah Sorik Merapi yaitu 511 jiwa/Km2 dan terkecil di kecamatan Muara Batang Gadis (10 jiwa/km2). Sesuai dengan nama daerahnya, penduduk mayoritas adalah Mandailing juga dihuni oleh suku-suku lainnya seperti, Batak, Jawa, Melayu, Minang dan lainnya. Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Situasi ketenagakerjaan di Kabupaten Mandailing Natal pada Agustus 2008, Angkatan Kerja (usia 15 tahun keatas) sebesar 198.460 orang dan bukan angkatan kerja 52.174 orang. TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja) merupakan ukuran yang menggambarkan jumlah angkatan kerja untuk setiap 100 tenaga kerja. TPAK Kabupaten Mandailing Natal sekitar 81,48% yang tertinggi di Kecamatan Bukit Malintang (94,78%) dan terkecil Kecamatan Lembah Sorik Marapi (47,85%). Di sisi lain dapat dianalisis bagian angkatan kerja yang masih mencari pekerjaan atau biasa disebut Tingkat Penggangguran Terbuka (TPT). Pada Bulan Agustus 2008 di Mandailing Natal yakni 7,92%. TPT yang tertinggi Kecamatan Lembah Sorik Marapi (12,85%) dan terendah Kecamatan Bukit Malintang (1,92%). Pekerja didominasi oleh kaum laki-laki yaitu: 59,98% dan
57
perempuan (40,02%) Pekerjan utama penduduk Kabupaten Mandailing Natal dari sektor pertanian (74,02%), perdagangan (12.74%), Jasa (4,71%) dan lainnya: angkutan, komunikasi, bank dan listrik, gas dan air (8,53%). 4.4 Perekonomian 4.5.1 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Mandaling Natal Angka pertumbuhan sektor ekonomi merupakan hal penting yang perlu diperhatikan mengingat hal tersebut mencerminkan pertambahan output yang lebih lanjut menjadi pendapatan bagi suatu perekonomian tertentu. Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi kabupaten Mandailing Natal cukup tinggi yaitu 6,08% rata–rata pertahun. Angka pertumbuhan ini meskipun fluktuatif namun cenderung meningkat positif. Angka pertumbuhan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 6,50% (BPS Kabupaten Mandailing Natal). Di Kabupaten Mandailing Natal, sektor Pertanian yang merupakan sektor andalan bagi perekonomiannya, walaupun demikian laju pertumbuhannya paling rendah dibanding sektor-sektor lainnya yakni tumbuh rata–rata pertahun sebesar 3,71%. Pertumbuhan tertinggi yang terjadi dalam kurun waktu 2004–2008 adalah di tahun 2007 sebesar 5,65%. Secara rata–rata subsektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor Pertanian adalah subsektor Tanaman Perkebunan sebesar 6,48%. Tingkat pertumbuhan paling rendah dibandingkan subsektor lain yang terdapat di dalam sektor Pertanian adalah subsektor Kehutanan pada tahun 2004 dan 2007 tumbuh negatif sebesar -1,86% dan -1,58 dan tahun 2005, 2006 dan 2008 tumbuh positif sehingga secara rata–rata pertahunnya subsektor ini tumbuh hanya sebesar 0,14%. Pertumbuhan rata–rata pertahun tertinggi berasal dari sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan. Sektor ini tumbuh sebesar 15,62% rata–rata pertahun. Pertumbuhannya senantiasa meningkat dan bahkan di tahun 2008 laju pertumbuhannya mencapai sebesar 44,86%. Sektor-sektor lainnya (perdagangan, Hotel dan Restoran, pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa-jasa) menunjukkan angka pertumbuhan yang fluktuatif per tahunnya, selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 6.
58
Tabel 6. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2004 – 2008 (persen) LAPANGAN USAHA 1
2
3
4 5 6
7
8 9
Pertanian - Tanaman Bahan Makanan - Tanaman Perkebunan - Peternakan dan Hasil-hasilnya - Kehutanan - Perikanan Pertambangan dan Penggalian - Minyak dan Gas Bumi - Pertambangan non Migas - Penggalian Industri Pengolahan - Industri Migas - Industri Non Migas - Makanan, Minuman & Tmbkau - Tekstil, Brg dr Kulit & Alas Kaki - Brg dari Kayu & Hsl Hutan Lain - Kertas dan Barang Cetakan - Pupuk, Kimia & Brg dari Karet - Semen & Brg Galian non Logam - Logam Dasar Besi dan Baja - Alat Angk, Mesin & Peralatan - Barang Lainnya Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran - Perdagangan Besar dan Eceran - Hotel - Restoran Pengangkutan dan Komunikasi - Pengangkutan - Komunikasi Keu, Persewaan dan Jasa Perush Jasa-jasa Total
2,74 2,30 4,44 4,57 -1,86 4,23 2,78 0,00 0,00 2,78 8,81 0,00 8,81 6,67
2,89 1,62 4,85 4,32 0,48 4,15 2,83 0,00 0,00 2,83 8,22 0,00 8,22 6,82
2,45 -0,01 6,55 1,16 0,76 4,84 3,90 0,00 0,00 3,90 8,12 0,00 8,12 8,08
5,65 2,73 11,97 5,79 -1,58 8,14 5,97 0,00 0,00 5,97 10,83 0,00 10,83 16,05
4,80 5,31 4,58 6,30 1,49 4,86 4,50 0,00 0,00 4,50 9,48 0,00 9,48 10,62
RATARATA 3,71 2,39 6,48 4,43 -0,14 5,24 4,00 0,00 0,00 4,00 9,09 0,00 9,09 9,65
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4,76
4,32
5,86
-0,03
5,80
4,14
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
0,00 0,00
2,29
2,86
8,12
7,66
6,40
5,47
17,58 0,00 0,00 3,89 15,44 4,33 4,29 3,62 7,41 11,62 5,82 27,56 7,61 10,43 5,47
14,23 0,00 0,00 4,69 16,57 4,72 4,68 3,89 8,24 13,78 7,34 28,48 9,88 9,55 5,86
9,22 0,00 0,00 7,42 14,98 4,81 4,74 2,90 10,61 15,58 11,31 23,73 9,29 12,50 6,12
5,99 0,00 0,00 11,11 9,41 4,92 4,97 1,12 2,50 5,21 7,00 2,13 6,44 8,35 6,46
9,16 0,00 0,00 13,18 10,57 5,17 5,17 4,53 5,78 7,31 5,00 11,46 44,86 4,41 6,50
11,24 0,00 0,00 8,06 13,39 4,79 4,77 3,21 6,91 10,70 7,29 18,67 15,62 9,05 6,08
2004
2005
2006
2007
2008
Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008 4.5.2 Struktur Perekonomian Kabupaten Mandailing Natal Struktur perekonomian Kabupaten Mandailing Natal pada dasarnya didominasi oleh sektor pertanian. Sektor ini memberikan kontribusi yang besar hampir setiap tahunnya, pada tahun 2008 memberikan kontribusi sebesar 46,36%. Subsektor yang menjadi andalan bagi pembentukan PDRB dari sektor pertanian
59
adalah subsektor tanaman bahan makanan. Subsektor ini memberikan kontribusi selalu lebih dari 17% terhadap seluruh perekonomian kabupaten, namun sebagaimana yang terjadi dalam sektor pertanian secara keseluruhan, penurunan terjadi di subsektor tanaman bahan makanan dari tahun 2004 hingga tahun 2007 dan kemudian meningkat lagi pada tahun 2008. Subsektor berikutnya yang juga mendominasi pembentukan nilai tambah bruto bagi perekonomian kabupaten adalah subsektor tanaman perkebunan. Subsektor yang merupakan bagian dari sektor pertanian ini memberikan kontribusi terhadap perekonomian lebih dari 12% dan secara bertahap dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan dimana pada tahun 2008 kontribusi subsektor tanaman perkebunan sebesar 14,77%, hal ini terjadi karena semakin berkembangnya usaha perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal terutama untuk komoditi karet dan kelapa sawit. Perhatian mendalam perlu ditujukan pada sektor industri pengolahan mengingat sektor ini dapat menjadi sektor unggulan yang dapat memberikan nilai tambah bagi produk yang dihasilkan dalam perekonomian. Sektor ini di Kabupaten Mandailing Natal masih belum menjadi sektor yang memberikan kontribusi besar bagi pembentukan nilai tambah perekonomian kabupaten. Dari tahun 2001 hingga tahun 2005, kontribusi yang diberikan cenderung meningkat meskipun peningkatannya tidak cukup signifikan. Peranan sektor ini yang besarnya dalam kisaran 3,20% hingga 3,53% terhadap total perekonomian kabupaten, sebahagian besar ditunjang oleh subsektor industri makanan, minuman dan tembakau. Subsektor lain belum menunjukkan peranan yang signifikan terhadap sektor industri pengolahan. Distribusi persentase sektor ekonomi Kabupaten Mandailing Natal tahun 2004-2008 disajikan pada Tabel 7. 4.5.3 Peranan Subsektor Perkebunan Subsektor perkebunan merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Mandailing Natal. Secara rata–rata subsektor tanaman perkebunan mengalami pertumbuhan tertinggi di sektor pertanian yakni sebesar 6,48%. Subsektor perkebunan merupakan subsektor yang memberikan sumbangan terbesar kedua terhadap PDRB sektor pertanian yang signifikan selama lima tahun terakhir (2004–2008), yaitu setelah subsektor tanaman pangan.
60
Tabel 7. Distribusi Persentase Sektor Ekonomi Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2004-2008 (persen) LAPANGAN USAHA 1 Pertanian
2004
49,09 - Tanaman Bahan Makanan 19,40 - Tanaman Perkebunan 12,70 - Peternakan dan Hasil-hasilnya 6,05 - Kehutanan 6,24 - Perikanan 4,70 2 Pertambangan dan Penggalian 1,77 - Minyak dan Gas Bumi 0,00 - Pertambangan non Migas 0,00 - Penggalian 1,77 3 Industri Pengolahan 3,53 - Industri Migas 0,00 - Industri Non Migas 3,53 - Makanan, Minuman & Tmbkau 1,93 - Tekstil, Brg dr Kulit & Alas Kaki 0,02 - Brg dari Kayu & Hsl Hutan Lain 0,51 - Kertas dan Barang Cetakan 0,02 - Pupuk, Kimia & Brg dari Karet 0,00 - Semen & Brg Galian non Logam 0,19 - Logam Dasar Besi dan Baja 0,86 - Alat Angk, Mesin & Peralatan 0,00 - Barang Lainnya 0,00 4 Listrik, Gas, dan Air Bersih 0,32 5 Bangunan 8,62 6 Perdagangan Hotel dan Restoran 17,81 - Perdagangan Besar dan Eceran 17,48 - Hotel 0,09 - Restoran 0,24 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3,92 - Pengangkutan 2,65 - Komunikasi 1,27 8 Keu, Persewaan dan Jasa Perushn 2,11 9 Jasa-jasa 12,83 - Pemerintahan Umum 10,02 - Swasta 2,81 Total 100,00 Sumber : PDRB Kabupaten Mandailing Natal 2004-2008
2005 47,11 18,28 12,47 5,92 5,87 4,57 1,67 0,00 0,00 1,67 3,53 0,00 3,53 1,92 0,02 0,52 0,02 0,00 0,19 0,86 0,00 0,00 0,32 9,34 17,55 17,20 0,11 0,24 4,35 2,73 1,62 1,97 14,16 11,32 2,84 100,00
2006 45,42 17,55 12,22 5,75 5,51 4,39 1,59 0,00 0,00 1,59 3,53 0,00 3,53 1,96 0,02 0,51 0,02 0,00 0,19 0,84 0,00 0,00 0,32 10,05 17,79 17,43 0,12 0,24 4,63 2,82 1,81 2,00 14,67 11,81 2,86 100,00
2007
2008
45,92 16,85 14,29 5,75 4,82 4,21 1,55 0,00 0,00 1,55 3,82 0,00 3,82 2,33 0,02 0,49 0,02 0,00 0,18 0,78 0,00 0,00 0,34 9,84 17,69 17,34 0,11 0,23 4,72 2,91 1,82 1,96 14,15 11,48 2,67 100,00
46,36 17,66 14,77 5,90 4,23 3,80 1,46 0,00 0,00 1,46 3,92 0,00 3,92 2,51 0,01 0,49 0,01 0,00 0,16 0,73 0,00 0,00 0,42 9,66 17,66 17,33 0,11 0,22 5,13 3,10 2,03 2,52 12,87 10,48 2,39 100,00
Jika dihitung rata-rata persentase nilai PDRB (atas harga konstan tahun 2000) per subsektor tahun 2004-2008, sub sektor tanaman bahan makanan (pangan) menyumbang rata-rata sebesar 37,98% kemudian diikuti subsektor perkebunan sebesar 27,55%. Gambar 7 menunjukkan kontribusi dari setiap sub sektor pertanian di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2004-2008.
61
Gambar 7. Persentase Nilai PDRB Per Subsektor Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2004-2008 Tanaman perkebunan yang menonjol di Kabupaten Mandailing Natal didominasi oleh tanaman karet dengan luas tanaman sebesar 71.015 ha dengan produksi 34.615,80 ton pada tahun 2008, selanjutnya diikuti dengan tanaman kelapa sawit dan coklat dengan luas 14.320 ha dan 4.322 ha dan produksinya 179.479 ton dan 2.387 ton. Luas areal, produksi dan sentra tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Luas Areal, Produksi dan Sentra Tanaman Perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 1
Karet (Havea brasilensis)
71.015
Produksi (ton) 34.615
2
Kelapa sawit (Elaies guinennsis)
14.320
179.479
3
Kakao (Theobroma cacao)
4.322
2.387
4
Kayu manis (Cassia)
2.592
1.954
5
Kelapa (Cocos nucifera)
2.704
1.277
6
Kopi (Coffea Sp)
3.982
2.209
7
Aren (Arenga pinata)
613
269
8
Kemiri (Candle nut)
15
10
9
Cengkeh (Clove)
142
31
No
Jenis tanaman
Luas (ha)
Sumber : Mandailing Natal dalam Angka (2009)
KECAMATAN SENTRA Panyabungan, Batang Natal, Muara Bt Gadis Batahan, Natal, Muara Bt Gadis Lingga Bayu, Batang Natal, Natal Kotanopan, Batang Natal, Tambangan Siabu, Natal, Panyabungan Kotanopan, Muara Sipongi, Ulu Pungkut Tambangan, Muara Sipongi, Panyabungan Bukit Malintang, Siabu, Ulu Pangut Tambangan, Muara Sipongi, Batang Natal
62
4.5.4 Perkembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Kabupaten Mandailing Natal merupakan daerah penghasil karet, meski tingkat produksinya berfluktuasi selama 5 tahun terakhir tetapi belakangan harga karet sangat menarik dengan melonjaknya harga minyak dunia yang mengakibatkan dunia beralih ke karet alam yang sifat karetnya lebih baik tetapi harganya cenderung stabil. Karet bagi masyarakat Mandailing Natal merupakan tanaman penting sebagai tanaman tabungan. Semula tanaman karet kurang diperhatikan karena harga karet alam yang tersaing dengan karet sintetis. Tetapi dengan melonjaknya harga minyak bumi yang juga mendorong meningkatnya harga bahan baku sintetis maka banyak kalangan industri beralih ke karet alam. Karena itu sekarang ini harga karet di tingkat petani juga ikut terangkat dan merangsang petani untuk merawat tanaman karetnya lebih intensif. Produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal saat ini mencapai 34 ribu ton (Gambar 8). Produksi ini jauh lebih rendah karena produksi karet pada tahun 2004 mencapai 45,7 ribu ton. Perbedaan produksi ini diduga terjadi pada tahun 2004, tingkat produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal mencapai puncak produksi dan pada tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan akibat perawatan tanaman yang kurang diperhatikan dan banyaknya kegiatan replanting (peremajaan).
Sumber: BPS, Data Diolah (2009)
Gambar 8 Produksi Karet di Kabupaten Mandaling Natal Tahun 2004-2008. Di Kabupaten Mandailing Natal, produksi karet terpusat di Kecamatan Panyabungan dimana pada tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan
63
Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal. Tabel 9 memperlihatkan produksi karet tahun 2008 di Kabupaten Mandailing Natal menurut kecamatan. Tabel 9.
Produksi Karet 5 Tahun Terakhir di Kabupaten Mandailing Natal Menurut Kecamatan
LUAS AREAL (ha) TBM TM TTM 1 SIABU 265 1.206 741 2 BUKIT MALINTANG 187 1.308 45 3 NAGA JUANG 197 522 37 4 PANYABUNGAN UTARA 673 3.599 466 5 PANYABUNGAN KOTA 651 8.182 328 6 PANYABUNGAN TIMUR 583 3.057 1.118 7 PANYABUNGAN BARAT 144 817 794 8 HUTA BARGOT 169 400 794 9 PANYABUNGAN SELATAN 336 1.178 751 10 LEMBAH SORIK MARAPI 78 302 248 11 PUNCAK SORIK MARAPI 84 136 158 12 TAMBANGAN 444 2.901 1.712 13 KOTANOPAN 566 2.530 1.599 14 ULU PUNGKUT 52 302 179 15 MUARASIPONGI 55 255 145 16 PAKANTAN 48 86 67 17 BATANG NATAL 675 5.665 3.583 18 LINGGA BAYU 558 2.190 1.678 19 RANTO BAEK 605 1.980 932 20 BATAHAN 160 585 259 21 SINUNUKAN 147 358 352 22 NATAL 159 528 351 23 MUARA BATANG GADIS 868 5.402 3.484 JUMLAH 7.704 43.491 19.821 Sumber: Mandailing Natal dalam Angka (2009) No
KECAMATAN
TOTAL (ha) 2.211 1.540 756 4.738 9.161 4.758 1.755 1.364 2.265 628 377 5.057 4.695 533 455 201 9.923 4.426 3.517 1.004 857 1.039 9.755 71.015
PRODUKSI ton/tahun 1.115 1.216 485 3.203 6.873 2.018 694 340 1.013 202 91 1.972 1.543 139 120 41 4.306 1.993 1.801 474 290 417 4.268 34.616
4.5.5 Karakteristik Usahatani Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 disajikan pada Tabel 10. Secara garis besar petani karet di Kabupaten Mandailing Natal rata-rata mempunyai luas lahan 1 ha, dengan jenis tanaman karet lokal (dari biji) dan unggul (bibit okulasi). Bibit okulasi didapatkan petani dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal atau dari penangkar-penangkar bibit karet binaan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal. Sebagian besar petani menanam bibit karet yang berasal dari biji (seedling). Hal ini disebabkan harga bibit okulasi mahal dan jika mengharapkan bibit okulasi dengan harga subsidi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal harus menunggu antrian yang lama.
64
Tabel 10. Karakteristik usahatani karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 No
Deskripsi
Keterangan
1. 2. 3. 4.
Rata-rata kepemilikan lahan (ha) Jenis klon yang ditanam Umur karet rata-rata (tahun) Asal bibit
1 GT-1, Avross 12-30 Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Mandailing Natal, Penangkar Bibit dan Pembibitan sendiri 600-700 2 1- 2
5. 6. 7. 8.
Populasi tanaman rata-rata (pohon/ha) Rata-rata penyiangan gulma per tahun (kali) Rata-rata frekuensi pemupukan per tahun (kali) Penggunaan input : - Urea (kg/ha/tahun) - NPK (kg/ha/tahun) - Herbisida (Roundhap) (liter/ha/tahun) -Tenaga Kerja (HOK) 9. Penyadapan 10. Pengumpulan hasil 11. Kegiatan Penyuluhan 12. Keaktifan kelompok tani Sumber : Data Primer, diolah
250 250 2 230 3-4 hari dalam seminggu 1 kali dalam seminggu Ada Tidak ada
Keunggulan bibit okulasi dari bibit dari biji adalah lebih cepat matang sadap. Tanaman dengan bibit okulasi dapat disadap pertama pada umur 5-6 tahun setelah bibit ditanam, sedangkan tanaman dengan biji dapat disadap pertama pada umur 7-9 tahun, namun bibit okulasi memiliki umur produktif lebih pendek yaitu berkisar 20-25 tahun sedangkan bibit dari biji bisa mencapai lebih dari 30 tahun. Rata-rata populasi tanaman per hektar sebanyak 650-700 pohon dengan jarak tanam 3x5 dan 3 x 4. Tanaman karet yang ditanam petani di daerah penelitian sebagian besar berumur 7-40 tahun. Pada budidaya tanaman tahunan umur tersebut merupakan umur produktif. Menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal, umur tanaman karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal sangat produktif pada kisaran umur 12–18 tahun dan akan mengalami penurunan produksi pada umur 19 tahun. Dalam melakukan budidaya tanaman, petani jarang sekali memberikan perawatan, umumnya petani membiarkan saja bibit yang sudah ditanam. Rata-rata petani melakukan pemupukan sebanyak 1-2 kali per tahun, bahkan ada yang tidak melakukan pemupukan sama sekali. Rata-rata penggunaan input produksi per hektar berupa penggunaan pupuk urea sebanyak 250 kg, pupuk NPK sebanyak
65
250 kg dan penggunaan herbisida (Round up) sebanyak 2 liter, sedangkan penggunaan input tenaga rata-rata sebanyak 230 Hari Orang Kerja (HOK). Dengan demikian usahatani karet di Kabupaten Mandailing Natal secara garis besar belum mengenal teknologi budidaya yang baik. Penyadapan dilakukan petani dengan menyayat atau mengiris kulit batang. Tujuan penyadapan adalah untuk membuka pembuluh lateks sehingga lateks mengalir keluar dengan cepat pada awal, kemudian menjadi lambat secara perlahan-lahan. Umur tanaman mulai dapat disadap umumnya adalah berkisar 6-7 tahun. Penyadapan yang dilakukan di daerah penelitian adalah dengan sistim 4 hari sadap atau 3 hari sadap dan 1 hari untuk mengumpulkan hasil. Jadi penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu pada hari normalnya. Tetapi ada juga yang tidak sampai 4 hari dalam seminggu, bisa saja 2 atau 3 hari penyadapan dalam seminggu, ini disebabkan oleh faktor cuaca misalnya musim penghujan atau hari kurang cerah, sehingga petani tidak bisa atau sulit mengadakan penyadapan. Penyadapan dilakukan dengan mengiris kulit batang tanaman karet dengan dalam irisan ±2 mm . Penyadapan dilakukan 4 hari dalam seminggu dan biasanya petani menyadap pada pagi hari dengan waktu penyadapan sekitar 3-4 jam, dan setelah 4 hari melakukan penyadapan dalam ukuran normalnya selanjutnya 1 hari untuk pengumpulan hasil cup lump. Pengumpulan hasil dilakukan jika mangkuk penampung getah telah terisi penuh dan getah (cup lump) dalam keadaan menggumpal. Biasanya petani mengumpulkan hasil cup lump nya setiap hari sebelum hari pasar pekan karena pada hari pasar pekan akan diadakan pasar getah. Penunjang budidaya berupa keberadaan kelompok tani belum dibentuk di Kabupaten Mandailing Natal dan penyuluh pertanian secara intensif juga belum dibentuk di daerah sentra karet di Kabupaten Mandailing Natal.
66
67
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Persebaran Lahan Potensial Secara Fisik untuk Tanaman Karet Analisis kesesuaian lahan untuk tanaman perkebunan di Kabupaten Mandailing Natal telah dilakukan oleh Bappeda Kabupaten Mandailing Natal termasuk untuk tanaman karet. Peta kesesuaian lahan ini bersumber pada peta sistem lahan RePPProT skala 1:250.000 yang disesuaikan dengan informasi pada peta rupa bumi (informasi kemiringan lahan dan iklim) dan peta administrasi Kabupaten Mandailing Natal skala 1:50.000. Dalam penelitian ini akan digunakan peta kesesuaian lahan yang telah dibuat oleh Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kabupaten Mandailing Natal tersebut Peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut akan menggambarkan persebaran lahan yang potensial secara fisik untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Dari peta kesesuaian lahan untuk tanaman karet tersebut diperoleh informasi bahwa sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%). Lahan yang tidak sesuai (N) mencapai luasan 193.693 ha (29,59%). Secara aktual sebagian besar masuk dalam kelas Sesuai Marginal (S3) yaitu seluas 421.387 ha (64,38%), sedangkan yang masuk dalam kelas Cukup Sesuai (S2) seluas 23.031 ha (3,52%) dan lahan yang termasuk kelas kesesuaian Sangat Sesuai (S1) seluas 16.430 ha (2,51%) untuk tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian aktual disajikan pada Gambar 9. Lahan dengan kelas kesesuaian S1, S2 dan S3 pada setiap kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal dengan luasan yang bervariasi (Tabel 11). Kecamatan dengan kelas kesesuaian S1 yang terbesar adalah kecamatan Siabu yaitu 5.915 ha. Lahan dengan kelas kesesuaian S2 adalah kecamatan Batahan yaitu seluas 5.326 ha. Kecamatan yang memiliki kelas kesesuaian lahan karet S3 ada di semua kecamatan dan yang terluas terluas adalah Kecamatan Muara Batang gadis yaitu seluas 153.857 ha.
68
Gambar 9 Peta Kesesuaian Lahan Karet di Kabupaten Mandailing Natal.
69
Tabel 11 Luasan kelas kesesuaian lahan aktual untuk tanaman karet pada masingmasing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal No
Kecamatan
Kelas Kesesuaian (Ha) S1 S2l S3d 2.250 5.326 19.045
1
Batahan
N1l 1.865
2
Batang Natal
51.464
-
-
-
27.006
-
3
Bukit Malintang
1.916
439
337
-
1.875
1.141
4
Huta Bargot
1.337
61
648
-
7.410
854
5
Kotanopan
9.746
-
118
-
18.864
510
6
Lembah S. Marapi
54
-
2.142
-
145
852
7
Lingga Bayu
11.711
545
710
3
10.348
-
8
M. Batang Gadis
18.024
1.254
2.481
53.830
100.026
-
9
Muarasipongi
4.871
-
-
-
8.250
-
10
Naga Juang
1.698
521
187
-
1.846
527
11
Natal
23.512
4.292
1.097
14.790
35.614
-
12
Pakantan
473
-
350
-
9.863
-
13
Panyabungan
9.398
-
2.601
1.066
7.264
3.861
14
Panyabungan Barat
1.401
-
647
-
3.947
1.720
15
Panyabungan Selatan
534
-
315
-
5.139
475
16
Panyabungan Timur
22.868
-
276
481
11.503
-
17
Panyabungan Utara
1.809
670
1.034
-
452
1.683
18
Puncak S. Marapi
-
-
113
-
4.534
279
19
Ranto Baek
14.711
-
255
-
3.397
-
20
Siabu
10.103
5.915
1.484
-
8.548
3.030
21
Sinunukan
-
480
177
6.340
7.107
-
22
Tambangan
5
-
733
892
12.645
31
23
Ulu Pungkut
6.184
-
1.991
-
18.269
-
193.693
16.430
23.031
96.451
309.968
14.967
Total
S3l 5.903
S3t -
Kelas S2, S3, dan N memiliki faktor pembatas. Faktor pembatas pada kelas kesesuaian S2 adalah kelerengan. Pada kelas kesesuaian S3 faktor pembatas adalah drainase, lereng dan tekstur tanah. Kelas kesesuaian lahan N (tidak sesuai) dibatasi oleh kemiringan lereng. Faktor-faktor pembatas pada kelas S2 dan S3 beberapa diantaranya dapat diatasi, sedangkan faktor pembatas pada kelas N cukup sulit untuk diatasi. Faktor pembatas drainase dapat diatasi dengan pemberian pupuk dan pembuatan saluran drainase. Faktor pembatas yang lain yaitu kemiringan lereng
70
dan tekstur tanah relatif sulit untuk diatasi, sekalipun bisa namun membutuhkan biaya yang tinggi. Diperkirakan dengan dilakukan usaha perbaikan, akan memperbesar biaya usaha yang akan dilakukan petani dan dikhawatirkan usaha tersebut akan memberikan keuntungan yang kecil bagi petani atau bahkan merugi. Pertimbangan tersebut sesuai dengan pendapat Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) bahwa usaha perbaikan faktor pembatas yang dilakukan harus memperhatikan aspek ekonomi. Artinya, apabila lahan tersebut diatasi kendalakendalanya, maka harus diperhitungkan apakah secara ekonomi dapat memberikan keuntungan dalam usaha tani tersebut. Secara spasial lokasi lahan dengan kelas kesesuaian lahan dengan faktor-faktor pembatas dapat dilihat pada Gambar 10. Di Kabupaten Mandailing Natal produksi karet terpusat di Kecamatan Panyabungan yang tahun 2008 menghasilkan karet sebesar 6.749 ton yang berarti memberi kontribusi produksi karet sebesar 19,7 % disusul Kecamatan Muara Batang Gadis yang memproduksi 4.231 ton atau 12,3 % dari produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal. Saat ini sentra produksi karet terdapat di Kecamatan Panyabungan, Kecamatan Batang Natal dan Kecamatan Muara Batang Gadis dengan produktivitas saat ini masing-masing mencapai 600-1.000 ton/ha/tahun karet kering. Mencermati hasil evaluasi lahan yang telah dilakukan, secara umum kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut memang memiliki lahan-lahan dengan kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 untuk tanaman karet. Apabila dilakukan usaha mengatasi faktor pembatas kesesuaian lahan yang ada, maka lahan-lahan di kecamatan-kecamatan sentra karet tersebut dapat menjadi lahan yang sangat sesuai (S1) untuk budidaya karet. Artinya dengan produktifitas yang ada saat ini yang hanya mencapai rata-rata 800 kg/ha karet kering (Tahun 2009), dengan mengatasi faktor pembatas yang ada maka produksi dapat ditingkatkan lagi menjadi lebih optimal. Menurut Indraty (2005) produksi optimal yang dapat dicapai tanaman karet bisa mencapai 2 ton/ha. Menurut FAO (1983), perkiraan produksi pertanian pada lahan-lahan kelas kesesuaian S2 dapat mencapai 60-80%, sedangkan pada lahanlahan S3 dapat mencapai 40-60% dari produksi optimum. Dengan dasar
71
pernyataan tersebut, maka perkiraan produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal pada kelas S2 dapat mencapai 1,2-1,6 ton/ha, sedangkan pada lahan S3 perkiraan produksi dapat mencapai 0,8–1,2 ton/ha. Dari angka-angka tersebut terlihat bahwa produktifitas kebun karet di Kabupaten Mandailing Natal baru sebatas produksi untuk lahan kelas S3, artinya potensi peningkatan produksi masih cukup besar. Usaha peningkatan produksi yang dapat dilakukan petani diantaranya dengan peningkatan kualitas lahan, yaitu dengan melakukan usaha mengatasi faktor pembatas yang layak dilakukan, seperti pemupukan dan pembuatan saluran drainase. Selain itu, usaha pemeliharaan tanaman seperti penyiangan, dan pengendalian hama terpadu merupakan kegiatan yang harus selalu dilakukan. Tapi itu semua kembali ke kualitas bahan tanam. Apabila kualitas bahan tanam yang digunakan merupakan produk unggulan maka usaha di atas akan signifikan meningkatkan produksi, tentunya sampai taraf tertentu (optimum) dan berlaku dalam umur produktif tanaman tersebut. 5.2 Kelayakan Finansial Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat Analisis kelayakan finansial yang dilakukan meliputi perhitungan Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (BCR), dan Internal Rate of Return (IRR) yang merefleksikan tingkat kelayakan usaha perkebunan karet rakyat setelah dikoreksi dengan tingkat suku bunga bank 12% (Discount factor). Analisis ini dilakukan dalam skala pengusahaan kebun seluas satu hektar, selama umur produktif tanaman karet yaitu enam sampai tiga puluh tahun. Sampel desa yang diambil merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan yang layak untuk pengembangan tanaman karet yaitu kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Di samping itu, tentu saja dipilih desa-desa yang penduduknya sebagian besar membudidayakan tanaman karet. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini bahwa produksi tanaman karet rakyat mengalami kenaikan hingga umur tanaman 14 tahun, dan akan menurun pada titik umur tersebut hingga umur dua puluh lima tahun. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa pola produksi tanaman karet menurut umur tanaman secara umum adalah sebagai berikut : (a) tahap I, produksi terus meningkat yang terjadi
72
Gambar 10 Peta kesesuaian lahan karet dengan faktor-faktor pembatas di Kabupaten Mandailing Natal
73
pada tahun sadap 1 sampai dengan tahun sadap ke 10, (b) tahap II, produksi stabil yang terjadi pada tahun sadap ke-11 sampai ke-15 dan (c) tahap III, produksi berkurang yang terjadi pada tahun sadap ke-16 dan seterusnya (Rahman, 2002). Dalam analisis ini, umur produktif tanaman dipakai sampai pada umur 25 tahun walaupun tanaman karet masyarakat sampai umur 30 tahun masih disadap, namun hasilnya sangat sedikit. Berdasarkan hasil penelitian Siagian (2002) tanaman karet sudah harus direplanting pada umur tanaman 25 tahun, karena tanaman di atas umur 25 tahun sudah mengalami penurunan produksi yang tinggi dan lebih baik dipanen untuk mendapatkan kualitas kayu yang baik. Asumsi-asumsi ini digunakan dalam perkiraan produksi karet dalam bentuk cup lump (lump mangkuk) masyarakat untuk waktu yang akan datang. Selain itu juga diasumsikan bahwa tidak terjadi perubahan iklim yang ekstrim dan tidak terjadi wabah hama penyakit sehingga produksi karet petani mengalami tren kenaikkan dan penurunan seperti penjelasan diatas. Analisis kelayakan finansial pada enam desa terpilih disajikan dalam Tabel 12, sedangkan rincian perhitungan analisis finansial masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, 7, 8, 9 dan 10. Perhitungan analisis finansial ini berdasarkan data rataan struktur input dan output dari masing-masing desa, yang terdiri dari 25 responden sampel di masing-masing desa. Tabel 12 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal No
Desa/Kecamatan
Orde kesesuaian
NPV (DR = 12%)
Net B/C
IRR
Payback Period
1
Sihepeng (Kec. Siabu)
S1
72.006.826
1,92 26,74%
8 tahun 7 bulan 11 hari
2
Malintang (Kec. Bukit Malintang)
S1
93.052.838
2,10 29,45%
7 tahun 7 bulan 12 hari
3
Purba Baru (Kec. Lembah Sorik Marapi)
S2
67.139.616
1,76 24,44%
9 tahun 2 bulan 6 hari
4
Roburan Lombang (Kec. Panyabungan Selatan)
S2
54.993.966
1,72 23,35%
10 tahun 13 hari
5
Tambangan Pasoman (Kec. Tambangan)
S3
37.838.270
1,48 20,20%
11 tahun 4 bulan
6
Hutarimbaru SM (Kec. Kotanopan)
S3
44.962.829
1,49 20,71%
10 tahun 6 bulan 16 hari
74
Pola asumsi harga yang digunakan adalah harga konstan dengan nilai Rp. 13,000/kg cup lump, dengan tingkat suku bunga 12% (sesuai dengan rata-rata suku bunga bank pada tahun 2010). Perbedaan rataan dan koefisien keragaman struktur input dan output dalam pengusahaan tanaman karet pada tiap kelas kesesuaian lahan di masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 11. Dari Tabel diatas, secara finansial usaha perkebunan karet rakyat layak untuk dikembangkan di Kabupaten Mandailing Natal. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai NPV, BCR, dan IRR yang memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai positif yaitu antara Rp93.052.838–Rp37.838.270 yang menunjukkan keuntungan yang didapatkan selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang lebih besar dari satu (2,10–1,48) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang diinvestasikan dalam usaha ini akan memberikan tambahan manfaat (keuntungan) sebesar Rp2,10 sampai Rp1,48. Nilai IRR yang melebihi tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa sampai tingkat suku bunga discount factor 20% untuk lahan S3, 23%-24% pada lahan S2 dan 26%29% pada lahan S1, usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal masih memberikan nilai keuntungan bagi petani. Dari Tabel 12 diatas juga terlihat adanya perbedaan yang cukup signifikan antara nilai-nilai parameter analisis finansial desa dikelas kesesuaian lahan sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan desa dikelas kesesuaian sesuai marginal (S3). Dari lampiran 12, terlihat bahwa penyebab perbedaan ini karena perbedaan yang cukup besar antara nilai produksi cup lump karet pada ketiga kelas kesesuaian lahan. Di samping itu, terlihat adanya perbedaan nilai yang tinggi pada input pupuk yang digunakan petani dan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Ketiga hal tersebut merupakan penyebab utama perbedaan nilai analisis finansial yang dilakukan. Hal mendasar terjadinya perbedaan ini tentu saja karena perbedaan kualitas lahan. Pada lahan S3 faktor penghambat bagi tanaman lebih besar dibandingkan lahan S2, sedangkan lahan S1 tidak memiliki faktor penghambat. Karena itu pada lahan S1 produktifitas yang dihasilkan paling baik dibanding produktifitas pada lahan S2 dan S3, produktifitas S2 lebih tinggi dibanding S3, karena faktor penghambat pada lahan S3 lebih besar dibandingkan dengan di lahan S2. Dari desa-desa pewakil lahan S1, S2 dan S3 terlihat perbedaan produktifitas, hal ini dikarenakan
75
teknik budidaya petani yang dilakukan petani terutama dalam hal pemupukan, pada Desa Sihepeng (S1), Roburan Lombang (S2) dan Tambangan Pasoman (S3) petani hanya melakukan pemupukan satu kali dalam setahun, sedangkan pada tiga desa pewakil lainnya petani melakukan pemupukan sebanyak 2 kali dalam setahun hal ini sangat berpengaruh pada tingkat produktifitas tanaman. Umumnya petani pada enam desa sampel pada tahun ke-16 mulai mengurangi pemakaian pupuk, karena mahalnya harga pupuk, biasanya petani hanya memupuk urea pada tanamannya, karena mengira tanaman telah menghasilkan. Hal ini menyebabkan tanaman pada umur 25 tahun produktifitas tanaman semakin jauh menurun, sehingga umumnya pada umur diatas 25 tahun telah dimasukkan dalam kategori tanaman tidak menghasilkan walaupun banyak petani yang melakukan penyadapan paksa pada tanaman tersebut. Hal ini sebenarnya dapat merusak kualitas kayu karet yang seharusnya dapat juga diperdagangkan. Dari analisis diketahui, desa pewakil kelas kesesuaian S1 yaitu desa Sihepeng dan Malintang, produktifitas rata-rata adalah 2.753 kg/ha dan 3.170 kg/ha, desa Purba Baru dan desa Roburan Lombang yang merupakan pewakil kelas kesesuaian lahan S2 produktifitas rata-rata mencapai 2.774 kg/ha dan 2.409 kg/ha sedangkan desa Tambangan Pasoman dan desa Hutarimbaru SM yang merupakan pewakil kelas kesuaian lahan S3 produktifitas rata-rata mencapai 2.133 kg/ha dan 2.458 kg/ha. Dalam hal pemupukan, pada lahan dengan kelas kesesuaian S3 dan S2 yang merupakan lahan dengan faktor pembatas yang agak berat, input pupuk yang dibutuhkan tanaman lebih besar dibandingkan lahan dengan kelas kesesuaian S1. Hal ini menyebabkan biaya produksi terutama untuk pembelian pupuk pada lahan S3 dan S2 lebih tinggi dibandingkan lahan S2. Dari hasil analisis data yang dilakukan, rata-rata pembelian pupuk pada awal tanam umumnya masyarakat hanya menggunakan pupuk NPK dengan biaya sebesar Rp1.750.000/ha/tahun. Pada tahun pertama sampai dengan tahun ke-15 petani rata-rata
mengeluarkan
biaya
untuk
pupuk
untuk
lahan
S3
sebesar
Rp1.743.000/ha/aplikasi/tahun. Pada lahan S2 rata-rata pembelian pupuk menghabiskan dana sebesar Rp1.494.000 per tahun dan lahan S1 sebesar Rp717.000/ha/aplikasi/tahun sampai dengan tahun ke-15. Pada tahun ke-16 umumnya petani hanya memakai pupuk urea dengan biaya rata-rata pada kelas
76
kesesuaian lahan S1 yakni sebesar Rp240.000/ha/aplikasi/tahun, pada kelas kesesuaian lahan lahan S2 sebesar Rp480.000/ha/aplikasi/tahun dan pada kelas kesesuaian lahan lahan S3 sebesar Rp560.000/ha/aplikasi/tahun. Pengusahaan kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang tergambar dari enam sampel desa yang diamati dibangun dengan investasi awal rata-rata untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 sebesar Rp14.000.000 sampai Rp16.000.000 yang digunakan untuk pembelian bibit karet, peralatan, upah tenaga kerja, pupuk, dan obat-obatan. Biaya untuk sewa lahan tidak ada karena keseluruhan lahan yang digunakan merupakan milik petani yang didapat secara turun temurun. Biaya untuk pembukaan lahan tersebut berbeda-beda karena kebutuhan biaya tenaga kerja yang berbeda-beda, terutama untuk lahan S2 dan S3 dibutuhkan tenaga kerja lebih banyak untuk membuat teras-teras lahan, pengolahan pembukaan lahan, mengajir, membuat lobang tanam dan menanam bibit karena bentuk lahan yang lebih bergelombang. Biaya pemeliharaan untuk tahun pertama penanaman sampai tahun terakhir umur produktif tanaman karet berkisar Rp942.000–Rp2.747.500/ha/tahun. Biaya pemeliharaan tersebut meliputi biaya upah tenaga kerja, pembelian pupuk, dan pembelian obat-obatan. Pemeliharaan tanaman karet yang dilakukan petani di Kabupaten Mandailing Natal secara umum belum mengikuti teknis budidaya anjuran dari pemerintah. Pemeliharaan
yang dilakukan
petani meliputi:
pemupukan,
penyiangan dan pengendalian hama penyakit. Pemupukan umumnya dilakukan satu sampai dua kali dalam setahun yang dilakukan pada bulan Oktober (awal musim hujan) dan bulan Februari atau Maret (akhir musim hujan). Penyiangan dilakukan petani sebagian besar sebanyak empat kali dalam setahun. Pengendalian hama penyakit dilakukan petani karet di Kabupaten Mandailing Natal pada saat tanaman karet terserang hama maupun penyakit. Pada tanaman karet di daerah penelitian penyakit utama yang sering menyerang adalah Jamur Akar Putih (JAP) yang disebabkan oleh cendawan. Penyakit ini sering menyerang tanaman karet pada bagian akar, dan akan menyebabkan akar maupun batang yang terserang menjadi busuk dan basah. Daun menjadi layu dan mengering kemudian jatuh berguguran dan pada akhirnya akan mati. Pada akhirnya pembuluh lateks tidak berproduksi lagi dan getah karet tidak keluar lagi
77
sehingga lama-kelamaan akan menyebabkan kematian pohon. Pohon yang terserang oleh Jamur Akar Putih akan menjangkiti pada pohon lain. Pengendalian penyakit yang dilakukan petani di daerah penelitian yaitu dengan menggali tanah disekitar leher akar dengan kedalaman 50 cm kemudian akar yang terserang dikerok disepanjang permukaan akar diberi Trichoderma sp. dan dibiarkan dan setelah 1-2 minggu kemudian akar ditutup tanah kembali. Selain hal tersebut penyakit yang sering menyerang adalah penyakit bidang sadap yang diatasi petani dengan menggunakan Valangker pada bidang sadap. Hama yang sering menyerang tanaman karet petani di Kabupaten Mandailing Natal adalah rayap, dimana serangannya dapat terlihat oleh batang, batang pohon dimakan oleh rayap, sehingga batang karet tersebut berlumut yang mengakibatkan pohon karet busuk, berlubang dan di tengah-tengah batang kosong sehingga lama-kelamaan pohon karet akan mati. Di daerah penelitian petani menanggulangi permasalahan tersebut dengan cara menyemprot silinder ataupun dengan mengoles silinder tersebut ke batang pohon karet. Selain itu, babi hutan dan kera merupakan hama yang sering merusak tanaman karet petani. Petani menanggulanginya dengan cara membuat ranjau. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan waktu pengembalian modal (payback period) petani umumnya lebih cepat untuk petani yang berada di lahan dengan kelas kesesuaian lahan S1 karena produktifitasnya lebih tinggi, kemudian disusul oleh petani di kelas kesesuaian lahan S2 dan S3. Petani yang melakukan perawatan yang lebih baik juga akan memperoleh produktivitas tanaman karet lebih tinggi sehingga waktu pengembalian modal lebih cepat. Pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S1 pada umur tanaman 7-8 tahun umumnya modal telah kembali. Pada lahan dengan kelas kesesuaian lahan S2 modal umumnya kembali pada umur tanaman 9-10 tahun dan pada lahan kelas S3 pada umur tanaman 10-11 tahun. Pada penelitian ini juga dilakukan analisis sensitivitas. Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas (sensitivity analysis) dilakukan untuk meneliti kembali kelayakan suatu proyek, agar dapat melihat pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah atau ada suatu kesalahan dalam dasar perhitungan biayamanfaat. Analisis kepekaan (sensitivitas) adalah suatu teknik analisis yang
78
menguji secara sistematis apa yang terjadi pada kapasitas penerimaan suatu proyek apabila terjadi kejadian yang berbeda dengan perkiraan yang dibuat dalam perencanaan. Hal ini dibutuhkan dalam analisis proyek, biasanya didasarkan pada proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan perubahan yang akan terjadi dimasa yang akan datang karena proyek dapat berubah-ubah sebagai akibat empat permasalahan utama yaitu: 5. Perubahan harga jual produk 6. Keterlambatan pelaksanaan proyek 7. Kenaikan biaya 8. Perubahan volume produksi Pada penelitian ini dilakukan analisis sensitivitas dengan menaikkan jumlah biaya input dan menaikkan suku bunga untuk mengetahui sampai sejauhmana batas kelayakan kegiatan usaha karet petani serta mencoba mencari sampai seberapa jauh kelayakan harga dan produksi untuk kondisi perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Semua dilakukan dengan asumsi ceteris paribus. Hasil analisis sensitivitas dengan skenario dengan menaikkan biaya input untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari layak menjadi tidak layak terjadi pada saat biaya input dinaikkan sebesar 40%-44,06% untuk kelas kesesuaian lahan S3, 69,67%-71,67% untuk kelas kesesuaian lahan lahan S2 dan 91,09%-110,3% untuk kelas kesesuaian lahan lahan S1 dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap). Apabila biaya input meningkat sebesar nilai-nilai tersebut maka usaha perkebunan karet yang dilakukan petani sudah tidak layak atau merugikan petani, seperti terlihat pada Tabel 13. Rincian perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan biaya input masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 12,13, 14,15, 16 dan 17. Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa apabila biaya-biaya input meningkat sebesar nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap) maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat tersebut tidak layak lagi untuk diusahakan. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV, BCR, dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak lagi. Nilai NPV bernilai negatif yaitu antara (Rp7.582)–(Rp100) menunjukkan kerugian yang dialami selama umur
79
produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut BCR=1 menunjukkan bahwa kegiatan ini tidak memberikan tambahan manfaat (keuntungan) bagi petani. Nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa usaha perkebunan karet rakyat yang diusahakan tidak memberikan nilai keuntungan bagi petani. Tabel 13 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan biaya-biaya input No
Desa/Kecamatan
NPV
Orde kesesuaian
(DR = 12%)
Net B/C
IRR
Kenaikan biaya input pada
1
Sihepeng (Kec. Siabu)
S1
(323)
1,00
12%
91,09%
2
Malintang (Kec. Bukit Malintang)
S1
(7.582)
1,00
12%
110,30%
3
Purba Baru (Kec. Lembah Sorik Marapi)
1,00
12%
S2
100 1,00
12%
4
Roburan Lombang (Kec. Panyabungan Selatan)
S2
398
1,00
12%
5
Tambangan Pasoman (Kec. Tambangan)
1,00
12%
S3
5.906 1,00
12%
Hutarimbaru SM (Kec. Kotanopan)
S3
1,00
12%
6
(770)
69,67%
71,67%
40,00%
44,06%
Hasil analisis sensitivitas dengan skenario menaikkan biaya tingkat suku bunga untuk aktivitas kebun karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dari layak menjadi tidak layak terjadi pada saat tingkat suku bunga bank dinaikkan menjadi sebesar 26,8%-29,5% untuk lahan S1, 23,4%-24,5% untuk lahan S2 dan 20,3%-20,8% untuk lahan S3 dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap). Apabila tingkat suku bunga bank meningkat menjadi sebesar nilai-nilai tersebut, maka usaha perkebunan karet yang dilakukan petani sudah tidak layak atau merugikan. Hasil analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan tingkat suku bunga dapat dilihat pada Tabel 14. Rincian
80
perhitungan analisis sensitivitas skenario menaikkan tingkat suku bunga masingmasing desa dapat dilihat pada Lampiran 18,19,20, 21,22 dan 23. Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa apabila tingkat suku bunga pinjaman yang dikenakan pada petani untuk mengusahakan perkebunan karetnya sebesar nilai-nilai tersebut dengan asumsi variabel-variabel lainnya ceteris paribus (tetap) maka secara finansial usaha perkebunan karet rakyat yang dilakukan petani di Kabupaten Mandailing Natal tidak layak. Hal ini ditunjukan dengan nilai NPV, BCR, dan IRR yang tidak memenuhi kriteria layak. Nilai NPV bernilai negatif yaitu antara (Rp255.861)–(Rp81.242) menunjukkan kerugian yang dialami selama umur produktif tanaman karet sebesar nilai tersebut. BCR yang bernilai sama dengan satu menunjukkan bahwa usaha ini tidak memberikan tambahan manfaat (keuntungan) bagi petani. Nilai IRR yang kurang dari tingkat suku bunga yang berlaku menggambarkan bahwa pada tingkat suku bunga tersebut usaha perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tidak akan memberikan nilai keuntungan bagi petani. Tabel 14 Analisis kelayakan finansial (NPV, BCR, dan IRR dan payback period) perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dengan menaikkan tingkat suku bunga No
Desa/Kecamatan
Orde kesesuaian
NPV
Net B/C
IRR
Pada tk. suku bunga
1
Sihepeng (Kec. Siabu)
S1
(138.142)
1,00
26,72
26,80
2
Malintang (Kec. Bukit Malintang)
S1
(81.242)
1,00
29,45
29,50
3
Purba Baru (Kec. Lembah Sorik Marapi)
S2
(146.621)
24,22
24,50
4
Roburan Lombang (Kec. Panyabungan Selatan)
S2
(99.693)
23,35
23,40
5
Tambangan Pasoman (Kec. Tambangan)
S3
(254.279)
20,20
20,30
Hutarimbaru SM (Kec. Kotanopan)
S3
20,71
20,80
6
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 (255.861)
1,00
Selanjutnya analisis sensitivitas juga dilakukan untuk mengetahui sampai seberapa besar rata-rata harga lump karet dan rata-rata produktivitas karet rakyat yang masih layak untuk pengusahaan karet rakyat pada desa-desa sampel di
81
Kabupaten Mandailing Natal tersebut. Besarnya harga rata-rata dan produktivitas produksi karet pada titik impas tersebut disebut juga dengan Break Event Point (BEP). BEP yang dicari adalah BEP volume produksi dan BEP harga. BEP ini tercapai pada saat NPV=0, Net B/C=1, IRR=tingkat suku bunga yang digunakan, hal ini berarti kondisi finansial pengusahaan kebun berada pada titik total penerimaan sama dengan pengeluaran (TR=TC) atau keuntungan sama dengan 0. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 15. Rincian perhitungan BEP (Break Event Point) masing-masing desa dapat dilihat pada Lampiran 24,25,26, 27,28, 29, 30, 31, 32, 33, 34 dan 35. Tabel 15 Nilai BEP (Break Event Point) pengusahaan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal No
Desa/Kecamatan
Orde kesesuaian
BEP Harga (Rp)
BEP Volume Produksi cup lump (Kg/Ha/Tahun)
1
Sihepeng (Kec. Siabu)
S1
2
Malintang (Kec. Bukit Malintang)
S1
6.181
1.531
3
Purba Baru (Kec. Lembah Sorik Marapi)
S2
7.378
1.599
4
Roburan Lombang (Kec. Panyabungan Selatan)
S2
7.573
1.393
5
Tambangan Pasoman (Kec. Tambangan)
S3
8.846
1.441
6
Hutarimbaru SM (Kec. Kotanopan)
S3
8.749
1.680
6.803
1.430
Pada kelas kesesuaian lahan S1, dengan kondisi pengusahaan karet dan produksi yang dihasilkan oleh petani BEP harga tercapai pada harga Rp6.181– Rp6.803, artinya pada tingkat harga tersebut pertanaman karet tersebut masih layak diusahakan. Apabila harga rata-rata karet selama umur produktif 25 tahun tersebut dibawah harga tersebut maka petani akan mengalami kerugian. Demikian juga halnya dengan petani yang mengusahakan karet pada kelas kesesuaian lahan S2 dengan BEP harga sebesar Rp7.378–Rp7.573 dan pada lahan S3 sebesar Rp8.749-Rp8.846.
82
BEP rata-rata volume produksi cup lump karet petani pada kesesuaian lahan S1 dengan asumsi ceteris paribus tercapai pada saat rata-rata produksi cup lump karet yang dihasilkan petani sebesar 1.430 kg/ha/tahun–1.531 kg/ha/tahun, artinya apabila petani dapat memanen rata-rata produksi karetnya per hektar per tahun sebesar nilai tersebut selama umur produktif maka pertanaman karet tersebut masih layak diusahakan. Apabila selama umur produktif tersebut petani memproduksi cup lump karet kurang dari nilai tersebut maka petani akan mengalami kerugian. Demikian juga halnya dengan petani yang mengusahakan karet pada kelas kesesuaian lahan S2 dengan BEP volume produksi sebesar 1.393 kg/ha/tahun–1.599 kg/ha/tahun dan pada kelas kesesuaian lahan S3 sebesar 1.441 kg/ha/tahun–1.680 kg/ha/tahun. Tingginya nilai BEP harga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal dikarenakan tingginya biaya input termasuk biaya tenaga kerja, harga pupuk dan pestisida serta rendahnya produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan campur tangan pemerintah untuk mengurangi kerugian di tingkat petani sehingga aktivitas perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal lebih berkelanjutan. Rendahnya produktivitas kebun karet rakyat disebabkan oleh banyaknya areal tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kurangnya pemeliharaan. Oleh karena itu, perlu upaya percepatan peremajaan karet rakyat dan penanganan teknis budidaya karet yang dilaksanakan petani. penggunaan teknologi anjuran dalam berusahatani karet akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan pendapatan petani karet (Kilmanun, 2005) Keragaman pola produksi akibat perbedaan kesesuaian lahan akan terlihat dari tingkat produktivitas yang berbeda. Pada tanaman karet (tergantung jenis klon yang digunakan) yang ditanam pada lahan sangat sesuai (S1) akan mampu menghasilkan produktivitas sebesar 3.000 kg/ha/tahun, pada lahan sesuai (S2) akan dihasilkan 2.500 kg/ha/tahun dan 2.000 kg/ha/tahun untuk lahan (S3) (Balitbang Pertanian, 2009). Dalam menjalankan usahatani karet petani masih banyak menghadapi kendala. Kendala yang dihadapi tersebut kurang lebih berasal dari diri petani sendiri yaitu kurangnya modal untuk menggunakan input produksi secara optimal sehingga dalam menjalankan usahatani terutama pembudidayaan tanaman karet
83
belum sesuai dengan teknik budidaya, seperti harga bibit okulasi yang mahal sehingga menyebabkan masih banyak petani menggunakan bibit dari biji (seedling) atau hampir setengah dari jumlah populasi sampel petani di tempat penelitian menggunakan bibit dari biji. Pada usaha perkebunan karet, peremajaan tanaman membutuhkan modal yang tidak sedikit dan membawa konsekuensi hilangnya pendapatan selama masa tanaman belum menghasilkan. Masalah ketiadaan modal untuk peremajaan dan hilangnya pendapatan selama tanaman belum menghasilkan dapat diatasi dengan kombinasi pemanfaatan kayu karet tua hasil peremajaan dan peningkatan produktivitas lahan di gawangan selama masa tersebut. Peningkatan produktivitas lahan dapat dilakukan dengan penanaman bibitan karet di gawangan. Hasil pengamatan di Balai Penelitian Sungei Putih menunjukkan bahwa hasil penjualan kayu karet tua untuk bahan baku industri dari satu hektar tanaman karet dengan jumlah tegakan 200 pohon per haktar pada saat peremajaan adalah sebesar Rp10.465.800. Pada sistim karet + bibitan, hasil penjualan kayu dapat menutupi biaya pembangunan kembali serta pemeliharaan kebun sampai dengan tahun ke-2. Dengan harga jual stum sebesar Rp2.000, keuntungan per hektar tanaman karet dengan pengusahaan bibit di gawangan adalah Rp24.458.400 pada tahun pertama dan Rp25.118.067 pada tahun kedua. Pendapatan ini lebih dari cukup digunakan untuk pemeliharaan tanaman utama sampai tanaman dapat disadap. Pada sistem karet + kacangan penutup tanah, hasil penjualan kayu hanya dapat menutupi biaya penanaman kembali tanaman karet sampai dengan tahun pertama. Adanya pembibitan karet di gawangan tidak berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tanaman utama (Siagian, 2005) Harga pupuk yang mahal menyebabkan banyak petani yang melakukan pemupukan dengan frekuensi 1 kali dalam setahun dan sejumlah kecil yang melakukan pemupukan 2 kali dalam setahun, dan ada juga sejumlah kecil petani yang tidak memberikan pemupukan sama sekali yang diakibatkan faktor biaya karena harga pupuk yang mahal sehingga produksi karet petani kurang optimal. Dalam hal pengendalian hama penyakit, petani banyak yang kurang mengerti cara pengendalian, sehingga tanaman yang terserang hanya dilakukan pengendalian
84
seadanya bahkan ada yang tidak dilakukan pengendalian sama sekali sehingga tanaman tidak bisa disadap lagi. Selain kendala yang dihadapi dalam teknologi anjuran budidaya karet kendala terbesar yang dihadapi petani adalah faktor sosial ekonomi petani itu sendiri. Dalam segi pendidikan formal tingkat pendidikan petani rata-rata adalah digolongkan rendah dan pengetahuan tentang usahatani dan budidaya karet petani diperoleh hanya berdasarkan pengalamannya saja serta tidak adanya pendidikan dan pelatihan yang diterima oleh petani dan walaupun ada sejumlah kecil petani yang mengerti dalam teknologi anjuran budidaya karet, tetapi boleh dikatakan tingkat pengetahuan petani tentang teknologi budidaya usahatani karet di daerah penelitian masih kurang. Berbagai upaya pelatihan teknis budidaya karet telah sering dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal sebagai instansi pembina, namun masih mahalnya harga bibit dan pupuk menyebabkan petani masih enggan melaksanakan teknis budidaya sesuai anjuran. Adanya bibit unggul yang dijual dengan harga subsidi oleh pemerintah Kabupaten Mandailing Natal sangat terbatas jumlahnya dan butuh waktu lama dengan daftar antrian panjang bagi petani untuk mendapatkannya, hal ini dikarenakan lahan pembibitan yang dimiliki Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal sebagai penyedia sangat terbatas, begitu juga dengan pupuk bersubsidi sangat sulit didapatkan petani di kios-kios. Butuh perhatian yang sangat besar dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam hal ini untuk lebih meningkatkan pelaksanaan program-program pelatihan teknis budidaya karet di tingkat petani, kerjasama dengan para penangkar dalam pengadaan bibit unggul yang murah, serta pengawasan yang lebih ketat dalam penyediaan pupuk bersubsidi di kios-kios penyedia. Peran penyuluh sangat dibutuhkan terutama untuk membantu perbaikan teknis budidaya. Upaya-upaya untuk peningkatan produktivitas karet rakyat dapat dilakukan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi dan pemberdayaan petani serta masyarakat. Partisipasi harus melibatkan semua pihak yang berkepentingan termasuk di dalamnya petani, pemerintah daerah, penyandang dana dan para pengusaha karena masalah utama dalam pengembangan karet rakyat adalah
85
mental ketergantungan petani, lemahnya koordinasi antar instansi, keterbatasan anggaran, perubahan peran relasi antar pelaku (Supriadi, 2006) Petani tidak hanya perlu dibekali pengetahuan teknologi budidaya karet, namun perlu diberikan penyuluhan yang berorientasi pada penguatan sumber daya manusianya, terutama yang berkaitan dengan sikap mental seperti rasa kebersamaan yang tinggi dan sikap disiplin. Di samping itu perlu diperkuat kelembagaan petani (figur pemimpin, dinamika kelompok, dan manajemen). Pendampingan dari petugas lapangan secara regular dan kontinu sangat dibutuhkan yang dilaksanakan dengan perencanaan program yang patisipatif (Nancy dan Supriadi, 2005). 5. 3 Pemasaran Karet Rakyat Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu sentra perkebunan Karet di Propinsi Sumatera Utara. Dengan luasan yang mencapai 71.015 ha pada tahun 2008 Kabupaten Mandailing Natal menjadi sentra tanaman karet dengan lahan terluas di Propinsi Sumatera Utara (BPS Propinsi Sumatera Utara, 2009). Dengan produksi karet yang cukup besar di kabupaten ini, maka rantai pemasaran merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dan keberlanjutan usaha tani karet di Kabupaten Mandailing Natal. Dari penelitian yang dilakukan, rantai pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari beberapa lembaga tataniaga yaitu petani, pedagang pengumpul desa (PP 1), pedagang pengumpul kecamatan (PP 2) dan pabrik. Lembaga-lembaga tataniaga ini relatif aktif menjalankan aktifitasnya sepanjang tahun. Khusus untuk pedagang pengumpul desa, ada pedagang yang selalu bergerak menjalani profesinya sepanjang tahun dan ada juga yang merupakan pedagang musiman yang akan muncul bila harga karet sedang tinggi. Petani sebagai penjual dalam transaksi jual beli karet dapat mendatangi pedagang pengumpul ataupun didatangi oleh pedagang pengumpul. Umumnya petani yang didatangi pedagang pengumpul adalah petani yang memiliki luasan kebun kakao yang relatif kecil sehingga produksinya pun kecil. Dengan produksi yang sedikit untuk menjual ke pedagang tingkat kecamatan yang harganya lebih baik membutuhkan biaya yang tentunya menjadi pertimbangan petani. Di samping itu tuntutan kebutuhan yang ada membuat petani lebih memilih menjual cup lump
86
karetnya ke pedagang pengumpul desa. Petani dengan kebun yang luas dan produksi yang besar umumnya menjual langsung ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan karena tingkat harga yang berbeda dengan pedagang pengumpul desa. tentunya dengan persyaratan kualitas cup lump karet yang lebih baik dari pedagang pengumpul desa. Keuntungan yang didapat masih lebih baik dengan jumlah cup lump karet yang besar, walaupun mengeluarkan biaya dalam penjualannya (transportasi). Petani yang memiliki kedekatan jarak dengan pasar pedagang tingkat kecamatan tentu saja dapat menjual cup lump karetnya langsung ke pedagang pengumpul kecamatan. Petani pada umumnya menjual hasilnya melalui pedagang pengumpul desa maupun kecamatan pada setiap diadakannya pasar getah yaitu setiap hari pasar pekan (sekali dalam seminggu) di pasar-pasar kecamatan. Pedagang pengumpul desa dan kecamatan biasanya setelah diadakannya pasar getah tersebut kemudian melakukan sortir, penjemuran dan terkadang disimpan di gudang baru kemudian cup lump dijual ke tujuan pabrik pengolahan di luar Kabupaten Mandailing Natal. Terdapat 4 pabrik tujuan penjualan cup lump karet tersebut yakni di Kota Padangsidimpuan, di Kota Kiasaran, Kota Tebing Tinggi dan Padang Propinsi Sumatera Barat. Pabrik yang terdekat adalah ke pabrik di Kota Padangsidimpuan, namun para pedagang pengumpul tersebut lebih sering menjual cup lump karetnya ke Tebing Tinggi atau ke Kisaran, selain karena mendapat harga lebih bagus, mereka biasanya mengadakan penjanjian dan kontrak dengan pihak pabrik. Harga pembelian cup lump dari petani oleh pedagang pengumpul desa dan kecamatan sangat bervariasi karena adanya persaingan harga antara sesama pedagang, dan ada juga karena mutu hasil cup lump yang cukup bagus dimana pedagang memberikan harga yang lebih tinggi karena bahan yang dijual petani sangat bagus, tidak mengandung bahan (misalnya: mengandung kayu, plastik, tanah), maka petani memberikan harga yang tinggi dan cup lump tersebut sudah sangat kering dan telah di jemur petani dalam beberapa hari, dan kriteria tersebut dapat memberikan nilai lebih dalam pemberian harga dalam per kg-nya, begitu juga sebaliknya apabila hasil cup lump banyak mengandung mengandung bahan (reject) maka harga yang diberikan pedagang pengumpul dapat lebih rendah.
87
Harga yang cenderung berubah-ubah ditentukan oleh pasar yang tidak dapat diubah oleh satu pihak saja baik petani maupun lembaga pemasaran, sehingga yang dapat dilakukan petani hanyalah mengurangi kerugian jika harga karet turun, terutama pada saat musim penghujan dan musim gugur daun dan berganti daun tanaman karet. Adanya persaingan harga harusnya disikapi dengan persaingan yang dilakukan dengan cara yang sehat dengan harga terbuka dan memilih mutu pembelian cup lump dengan kualitas yang baik . Dalam hal penentuan harga pihak pabrik mempunyai acuan tertentu, dan sudah ada ketentuan waktu tertentu adanya musim gugur atau berganti daun, sehingga para pedagang seharusnya memilih mutu atau kualitas bahan cup lump yang bagus dan tidak mengandung bahan (misalnya : cup lump bercampur dengan kayu, tanah plastik) agar pabrik memberikan harga nothering yang bagus sesuai dengan kriterianya. Adapun kriteria kadar penjualan mutu yang terbaik di remeling adalah sebagai berikut : a. Nomor 1 = Kualitas C (asli mengandung cup lump) b. Nomor 2 = Kualitas B (mengandung kotoran ringan seperti; kayu tipis) c. Nomor 3 = Kualitas F (bahan reject / kotor, mengandung kayu campur tanah). Berdasarkan semua kriteria tersebut pabrik memberikan harga dan kadar yang berlaku sesuai dengan jenis bahan cup lump yang di jual pedagang pengumpul dengan ketentuan yang telah disepakati oleh pihak pabrik. Di Kabupaten Mandailing Natal sebagian besar petani menjual karet dalam bentuk cup lump karet kualitas rendah. Dalam pemasaran cup lump karet ini terdapat tiga saluran pemasaran mulai dari petani hingga pabrik. Saluran pertama petani menjual kepada pedagang pengumpul desa, pedagang pengumpul desa menjualm kepada pedagang pengumpul kecamatan (biasanya pada saat hari pekan kecamatan), pedagang pengumpul kecamatan menjual ke pabrik. Saluran kedua, petani menjual langsung ke pedagang kecamatan pada hari pekan kecamatan, pedagang kecamatan menjual ke pabrik. Saluran ketiga, petani menjual ke pedagang desa, pedagang desa langsung menjual ke pabrik. Petani dapat dengan bebas memilih saluran pemasaran yang disukainya. Hal tersebut lebih didasarkan pada pertimbangan petani sendiri yang umumnya mempertimbangkan faktor kemudahan transaksi, jarak ke pasar dan faktor harga yang lebih baik. Secara
88
ringkas saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal disajikan pada Gambar 11. PETANI I PEDAGANG PENGUMPUL DESA (PP 1)
III
II
PEDAGANG PENGUMPUL KECAMATAN (PP 2)
PABRIK
Gambar 11 Saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal kondisi tahun 2010. Keterangan : Saluran I :
Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian dijual ke Pedagang Pengumpul Kecamatan, selanjutnya Pedagang Pengumpul Kecamatan menjual ke Pabrik.
Saluran II : Petani menjual langsung ke Pedagang Pengumpul Kecamatan, selanjutnya Pedagang Pengumpul Kecamatan menjual ke Pabrik. Saluran III : Pedagang Pengumpul Desa membeli dari petani, kemudian menjual langsung ke Pabrik. 5.3.1 Margin Tata Niaga Analisis margin tata niaga digunakan untuk mengetahui nilai margin harga cup lump karet antara petani dan pabrik. Disamping itu, dari analisis ini juga dapat diketahui nilai keuntungan dan biaya yang dikeluarkan pada masing-masing lembaga pemasaran. Margin tata niaga dihitung dengan mengurangkan harga jual cup lump karet ditingkat petani dengan harga beli pabrik. Pada matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 dapat dilihat (Tabel 16) diketahui bahwa terdapat dua nilai margin tata niaga antara tiga saluran pemasaran yang ada. Pada saluran pemasaran I dan pemasaran III margin tata niaga memiliki nilai yang sama yaitu
89
sebesar Rp12.000. Margin tata niaga pada saluran pemasaran II relatif lebih kecil yaitu sebesar Rp10.000. Hal ini menunjukkan bahwa saluran pemasaran II lebih menguntungkan bagi petani dibandingkan dua saluran pemasaran yang lain. Tabel 16 Matriks keragaan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2010 No
Jenis analisis 1 Bagian harga yang diterima petani
2 Margin pemasaran
3 Arus informasi
Jalur pemasaran Saluran I (Petani - PP I - PP II - Pabrik)
Nilai per kg cup lump karet Rp 13.000 52%
Saluran II (Petani - PP II - Pabrik)
Rp
15.000 60%
Saluran III (Petani - PP I - Pabrik)
Rp
13.000 52%
Saluran I (Petani - PP I - PP II - Pabrik)
Rp
12.000 48%
Saluran II (Petani - PP II - Pabrik)
Rp
10.000 40%
Saluran III (Petani - PP I - Pabrik)
Rp
12.000 48%
Pabrik - PP II - PP I - Petani
Sumber : Data primer (diolah) Pada saluran pemasaran II, lembaga yang terlibat lebih pendek sehingga biaya yang masuk ke saluran pemasaran lebih kecil dan tentu saja menguntungan bagi petani. Pada saluran pemasaran I dan III, rantai pemasaran relatif panjang dan keuntungan bagi pedagang pengumpul desa yang cukup besar menjadikan keuntungan yang diterima petani semakin kecil (margin tata niaga menjadi lebih besar). Berdasarkan survei yang dilakukan pada tiga saluran pemasaran yang ada di Kabupaten Mandailing Natal didapatkan bahwa bagian harga yang diterima petani masih cukup rendah yaitu 52% pada saluran pemasaran I dan III, dan 60 % pada saluran pemasaran II. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja tataniaga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal belum cukup baik. Hampir 50% keuntungan petani hilang di rantai pemasaran yang ada. Pada saluran pemasaran I dan III, yang umumnya dilakukan oleh petani dengan produksi cup lump karet yang relatif kecil, cup lump karet dijual kepada
90
pedagang pengumpul desa. Terkadang pedagang pengumpul yang mendatangi petani untuk membeli cup lump karet. Hal ini membuat pedagang mengeluarkan biaya transportasi yang akhirnya dibebankan pada harga yang diberikan kepada petani. Disamping itu, pedagang biasanya menawar cup lump karet petani dengan kualitas rendah (kadar air tinggi, mangandung kotoran seperti kayu dan tanah, terutama yang dicampur dengan TSP untuk penggumpalan). Kualitas yang lebih rendah dari standar umum penjualan tersebut menyebabkan adanya pemotongan harga kembali bagi petani. Hal ini yang menyebabkan rendahnya harga yang diterima petani yaitu sebesar Rp13.000 (52% dari harga pabrik). Petani yang menerima harga tersebut beralasan harga tersebut sudah cukup menguntungkan. Selain itu adanya tuntutan biaya hidup membuat petani memilih saluran penjualan yang mudah dan cepat mendapatkan uang. Pada saluran pemasaran II, petani langsung menjual cup lump karet ke pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Umumnya saluran pemasaran ini dilakukan oleh petani yang memiliki produksi cup lump karet yang besar. Kualitas cup lump karet yang dijual relatif lebih baik. Walaupun terkadang petani mengeluarkan biaya untuk transportasi dalam penjualannya ke pedagang tingkat kecamatan, pemilihan saluran pemasaran ini dianggap lebih menguntungkan. Harga cup lump karet tingkat petani pada saluran pemasaran ini sebesar Rp15.000 (60% dari harga cup lump karet di pasar pabrik). Para petani yang memiliki lokasi kebun dekat dengan pasar mingguan kecamatan sebagian juga melakukan saluran pemasaran ini. Dalam tataniaga cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal, arus informasi harga berasal dari pabrik, kemudian diteruskan ke pedagang tingkat kecamatan, pedagang tingkat desa hingga ke petani. Arus informasi ini menjadikan petani sebagai penerima harga. Akibatnya petani terkadang menjadi pihak yang cukup dirugikan. Masalah kualitas cup lump karet merupakan alat yang digunakan pedagang untuk menekan harga cup lump karet. Dari segi keuntungan, akumulasi keuntungan diluar petani pada saluran pemasaran I yaitu sebesar 20,88%. Pada saluran pemasaran II akumulasi keuntungan sebesar 17,95% dan saluran ketiga sebesar 20,96%. Akumulsi keuntungan saluran I dan III berbeda karena transaksi jual beli pada saluran I
91
dilakukan di pasar, dimana di pasar tersebut pedagang pengumpul kecamatan harus mengeluarkan ongkos lapangan sebesar Rp20/kg. Keuntungan terbesar yang didapatkan oleh lembaga pemasaran (selain petani) pada masing-masing saluran pemasaran didapatkan oleh pedagang pengumpul kecamatan dan pedagang pengumpul desa. Pada saluran pemasaran I, keuntungan terbesar didapatkan oleh pedagang pengumpul kecamatan sebesar 16,12% dari harga jualnya di pabrik. Begitu juga dengan saluran pemasaran II juga didapatkan oleh pedagang pengumpul kecamatan dengan persentase yang sama dengan keuntungan yang di dapat pada saluran pemasaran I. Pada saluran pemasaran III, keuntungan terbesar di dapatkan oleh pedagang pengumpul desa sebesar 20,96% dari harga cup lump karet yang dijual ke pabrik. Dari segi biaya, akumulasi biaya pemasaran diluar petani dari saluran pemasaran I yaitu sebesar 27,12%. Pada saluran pemasaran II akumulasi biaya mencapai 23,88% dan pada saluran III akumulasi biaya mencapai 27,04% dari harga cup lump karet di pabrik. Lembaga pemasaran diluar petani yang mengeluarkan biaya terbesar dalam saluran pemasaran cup lump karet adalah pedagang pengumpul desa pada saluran pemasaran III. Walaupun biaya yang dikeluarkannya relatif besar dibandingkan lembaga pemasaran lain, pedagang pengumpul tersebut tetap mendapatkan keuntungan yang paling besar dari lembaga pemasaran yang ada. Hal ini dikarenakan rantai pemasaran yang dijalani lebih pendek dibanding lembaga pemasaran yang lain, terutama karena tidak perlu melalui transaksi di pasar yang menyebabkan biaya yang lebih besar yakni dengan adanya ongkos lapangan. Perkembangan harga ditingkat pasar eksportir relatif lebih mudah untuk di pantau oleh pihak pabrik. Dengan demikian pabrik dapat selalu mengatur harga sehingga cukup menguntungkan bagi dirinya, terutama karena adanya perjanjianperjanjian kontrak pembelian antara pedagang-pedagang pengumpul dengan pabrik. Belum adanya sumber informasi tentang harga yang bisa diakses langsung oleh petani atau kelompok tani dengan mudah merupakan hal yang mesti dipikirkan oleh semua pihak. Peran pemerintah dalam hal ini cukup diharapkan karena memiliki kemampuan dalam penyediaan sumber daya manusia maupun
92
sarana prasarana yang mendukung. Secara lengkap nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat pada tahun 2010 di Kabupaten Mandailing Natal disajikan dalam Tabel 17. Tabel 17 Nilai margin dan persentase margin penjualan per kilogram cup lump karet pada masing-masing pelaku pasar dan saluran pemasaran cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, tahun 2010 Pelaku Pasar
No 1 Petani
Saluran Pemasaran I Rp
%
Saluran Pemasaran II Rp
Biaya-biaya
-
-
Harga Jual
13.000
%
Saluran Pemasaran III Rp
%
810
3,24
-
-
52,00
15.000
60,00
13.000
52,00
13.000
52,00
-
-
13.000
52,00
810
3,24
-
-
6.760
27,04
60
0,24
160
0,64
-
-
2 Pedagang Pengumpul I (Pengumpul Tk. Desa) a. Harga beli b. Biaya-biaya - Upah Tenaga Kerja (muat, bongkar, jemur, menimbang) - Transportasi
100
0,40
-
-
700
2,80
650
2,60
-
-
5.900
23,60
c. Keuntungan
1.190
4,76
-
-
5.240
20,96
d. Harga Jual
15.000
60,00
-
-
25.000
100,00
15.000
60,00
15.000
60,00
-
-
5.970
23,88
5.970
23,88
-
-
100
0,40
100
0,40
-
-
20
0,08
20
0,08
-
-
600
2,40
600
2,40
-
-
5.250
21,00
5.250
21,00
-
-
c. Keuntungan
4.030
16,12
4.030
16,12
-
-
d. Harga Jual
25.000
100,00
25.000
100,00
-
-
25.000
100,00
25.000
100,00
25.000
100,00
- Penyusutan
3 Pedagang Pengumpul II (Pengumpul Tk. Kecataman di pasar mingguan) a. Harga beli b. Biaya-biaya Upah Tenaga Kerja - (muat, bongkar, jemur, menimbang) - Ongkos lapangan - Transportasi - Penyusutan
4 Pabrik a. Harga beli Sumber : Data primer (diolah)
93
5.3.2 Integrasi Pasar Model acuan yang digunakan untuk menduga keterpaduan pasar dalam hal keterkaitan kenaikan penurunan harga cup lump karet ditingkat petani dengan pabrik adalah model yang dikembangkan oleh Ravallion (1986), Heytens (1986), dan Timer (1987). Data harga cup lump karet yang digunakan adalah data time series per bulan dari tahun 2008-2010 yang didapat dari berbagai sumber (Lampiran 36) . Hasil analisis yang dilakukan seperti terlihat pada Tabel 18. Tabel 18
Hasil dugaan parameter keterpaduan pasar cup lump karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Peubah
β
Bedakala satu bulan harga riel cup lump karet tingkat petani (Pft-1)
0,733
Standar error of Beta 0,125
Perubahan harga riel cup lump karet tingkat pabrik (Pet – Pet-1)
0,197
0,122
0,127
Bedakala satu bulan harga riel cup lump karet tingkat pabrik (Pet-1)
0,191
0,047
0,0003
R = 0,971
R2 = 0,944
P-level 0,000002
Adjusted R2 = 0,938
Dari Tabel 18 di atas, dihasilkan persamaan regresi harga cup lump karet tingkat petani (Pft) yang digunakan untuk analisis keterpaduan pasar sebagai berikut : Pft = (1+b1) Pft-1 + b2 (Pet – Pet-1) + (b3 – b1)Pet-1 menjadi Pft = 0,733 Pft-1 + 0,197 (Pet – Pet-1) + 0,191 Pet-1 Dengan acuan persamaan (2) pada Bab III, maka persamaan regresi diatas dapat diinterprestasikan bahwa koefisien b2 yang pada persamaan regresi diatas bernilai 0,197 merupakan nilai elastisitas transmisi harga. Elastisitas transmisi harga ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan harga ditingkat pabrik karet sebesar 1 persen maka akan mengakibatkan perubahan harga di tingkat petani karet sebesar 0,197 persen, ceteris paribus. Nilai tersebut menunjukkan bahwa perubahan harga pada tingkat pabrik tidak ditransmisikan secara sempurna kepada petani.
94
Dari persamaan regresi diatas juga dapat diinterprestasikan bahwa pengaruh harga cup lump karet tingkat petani bulan sebelumnya terhadap pembentukan harga cup lump karet bulan berjalan lebih besar dibandingkan pengaruh harga di tingkat pabrik tahun sebelumnya. Hal itu terlihat dari nilai kontribusi harga pada periode sebelumnya terhadap harga petani sekarang pada pasar lokal sebesar 0,733 (sekaligus sebagai nilai koefisien: 1+b1). Nilai kontribusi harga pabrik tahun sebelumnya terhadap harga petani tahun berjalan sebesar 0,191 (sekaligus sebagai nilai koefisien: b3–b1). Untuk mengetahui tinggi rendahnya keterpaduan pasar antara harga pasar lokal atau harga tingkat petani dengan harga pasar acuan atau harga tingkat pabrik maka harus diketahui nilai Index of Marketing Connection (IMC) dimana IMC=(1+b1)/(b3–b1) merupakan indeks hubungan kedua pasar tersebut. IMC yang semakin mendekati nol menunjukkan bahwa terjadi keterpaduan harga pasar dalam jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa nilai IMC untuk harga cup lump karet tingkat petani di Kabupaten Mandailing Natal dengan harga cup lump karet tingkat pabrik di Propinsi Sumatera Utara sebesar 3,83. Nilai IMC tersebut menunjukkan bahwa belum terjadi keterpaduan antara kedua tingkat harga pasar tersebut. Hal ini diduga terjadi karena adanya senjang informasi di tingkat petani. Petani umumnya menerima informasi harga hanya dari pedagang pengumpul yang ada. Pedagang pengumpul dengan dalih mutu cup lump karet petani yang rendah dapat menekan harga beli dari petani, akibatnya petani menjadi pihak yang dirugikan. Dari dua analisis yang dilakukan di atas menunjukkan bahwa belum terjadi keefisienan dalam kinerja pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh panjangnya rantai pemasaran yang ada dan adanya senjang informasi harga yang terjadi. Di samping itu rendahnya kualitas cup lump karet juga merupakan hal yang menyebabkan rendahnya nilai jual produk dari petani. Ketidakefisienan rantai pemasaran yang ada yang cenderung merugikan petani dapat diatasi dengan dibentuknya kelembagaan pemasaran bersama di kalangan petani. Kelembagaan seperti koperasi ataupun kelompok tani perlu diaktifkan dan diberdayakan dalam proses pemasaran. Setidaknya dalam
95
memperpendek rantai pemasaran yang telah ada sehingga cup lump karet petani dapat langsung dijual ke pedagang besar (pabrik). Peningkatan mutu produk cup lump karet rakyat merupakan solusi agar produk ini memiliki keunggulan kompetitif, karena aspek mutu merupakan sesuatu yang perlu terus ditingkatkan dan dijaga, sehingga menjadi keunggulan kompetitif bagi daerah dan tentunya berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal konkrit yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan informasi rutin yang akurat tentang perkembangan harga cup lump karet melalui media komunikasi berupa radio, surat kabar, televisi ataupun lewat tenaga-tenaga lapangan seperti penyuluh-penyuluh pertanian yang mempunyai intensitas pertemuan yang tinggi dengan petani serta perlunya pembentukan kelompokkelompok tani bahkan KUD petani untuk meningkatkan posisi tawar (bargaining position) petani dalam pemasaran karet. Perlunya membangun pabrik karet untuk memperpendek jalur pemasaran cup lump karet di Kabupaten Mandailing Natal sudah layak untuk direalisasikan, mengingat bahan baku sudah cukup tersedia. Hal ini terlihat dari produktivitas karet rakyat Mandailing Natal cukup banyak dan pada saat ini menduduki peringkat pertama penghasil karet terbanyak di Sumatera Utara. Produksi karet di Kabupaten Mandailing Natal tahun 2008 sebesar 34.615 ton atau 95 ton/hari, sehingga untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pabrik crumb rubber dengan kapasitas 70 ton/hari masih terdapat surplus bahan baku. Pada tahun 2009 usulan pendirian pabrik Crumb Rubber di daerah penelitian telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah kabupaten Mandailing Natal, namun sampai dengan saat ini belum terealisasi. Menurut Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal terdapat banyak kendala dalam mencari investor dan menentukan lokasi pabrik. Perlu adanya usaha yang lebih keras lagi dari Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal untuk realisasi pembangunan pabrik karet di Kabupaten Mandailing Natal dengan kerjasama dengan pihak investor dan masyarakat.
96
5.4
Arahan Kebijakan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
5.4 1. Persebaran Lokasi Arahan Pengembangan Tanaman Karet Tujuan memetakan lokasi arahan untuk pengembangan tanaman karet adalah memberikan arahan agar masyarakat mendapatkan gambaran wilayahwilayah yang sesuai untuk budidaya tanaman karet berdasarkan aspek spasial dan aspek biofisik. Aspek spasial bermakna bahwa lahan yang akan diarahkan tersebut sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Aspek biofisik yang dimaksudkan adalah bahwa lahan yang akan diarahkan merupakan lahan yang sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Dalam rangka memetakan lokasi yang manjadi arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal maka diperlukan peta arahan pengembangan yang merupakan hasil dari overlay peta kesesuaian lahan aktual, peta kawasan hutan Kabupaten Mandailing Natal dan peta penggunaan lahan. Dari peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal, arahan pengembangan ditujukan ke kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) dan kawasan hutan produksi. Areal Penggunaan Lain adalah areal bukan kawasan hutan. Dalam penelitian ini pengembangan karet juga diarahkan pada kawasan hutan produksi. Hal ini untuk memanfaatkan peluang pemanfaatan hutan secara lestari dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor: 6 tahun 2007 jo PP nomor 3 tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan serta Peraturan Menteri Kehutanan nomor: P.49/Menhut-II/2008 jo nomor: P.14/Menhut-II/2010 tentang Hutan Desa. Dalam peraturan-peraturan tersebut disebutkan bahwa kawasan hutan produksi dan hutan lindung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk peningkatan kesejahteraannya namun harus sesuai dengan peraturan dan kaidah-kaidah pelestarian kehutanan. Tanaman karet secara tradisional dikenal sebagai tanaman perkebunan. Namun, kini tanaman karet juga dikenal sebagai tanaman hutan. Bahan tanaman yang digunakan untuk hutan karet ini berasal dari biji atau seedling. Perkebunan karet memiliki potensi untuk konservasi lingkungan, yaitu sebagai penambat CO2
97
yang efektif . Di samping itu, kayu karet memiliki corak dan kualitas yang baik sehingga dapat mensubstitusi beberapa jenis kayu yang dieksploitasi dari hutan. Selain itu, kayu karet mempunyai prospek yang cerah sebagai bahan baku industri untuk menyubstitusi kayu hutan alam meningkat ketersediaannya sangat besar dan diharapkan terus mengingat sejalan dengan adanya peremajaan tanaman karet tua. Kayu karet mempunyai sifat-sifat fisik, mekanis, dan kimia yang setara dengan kayu hutan alam, sehingga tanaman karet sangat cocok untuk dikembangkan di kawasan hutan produksi sebagai pelindung kawasan konservasi selain untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di sekitar hutan dengan klonklon anjuran seperti BPM 1, PB 330, PB 340, RRIC 100, AVROS 2037, IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 112, DAN IRR 118 yang direkomendasikan untuk di kembangkan dalam skala luas sebagai penghasil lateks sekaligus kayu. (Boerhendhy, 2006). Dari peta penggunaan lahan arahan pengembangan diarahkan kepada penggunaan lahan kebun rakyat, padang rumput, alang-alang, semak, dan tegalan. Pemilihan penggunaan lahan diatas dengan alasan masing-masing merupakan lahan yang belum termanfaatkan secara optimal (kecuali penggunaan lahan kebun rakyat) sehingga diharapkan dengan arahan ini pemanfaatan lahan tersebut dapat memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat. Penggunaan lahan kebun rakyat sengaja dimasukkan sebagai arahan karena diperkirakan banyak tanaman perkebunan rakyat di Kabupaten Mandailing Natal yang sebagian besar kebun campuran sudah tidak produktif lagi. Tingginya minat masyarakat untuk mengembangkan tanaman karet dan prospek pengembangan tanaman karet yang cerah serta pertimbangan economic scale, sangat dimungkinkan adanya masyarakat yang menginginkan mengganti tanaman perkebunannya dengan tanaman karet. Untuk mengakomodir minat masyarakat yang tinggi tersebut, maka arahan pengembangan tanaman karet dilakukan dengan memasukkan penggunaan lahan kebun rakyat sebagai salah satu arahan pengembangan. Pembuatan peta lokasi arahan pengembangan tanaman karet ini baru sebatas mengarahkan masyarakat bahwa lokasi-lokasi tersebut sesuai secara fisik dan spasial untuk pengembangan tanaman karet, belum mempertimbangkan keberadaan tanaman perkebunan lain di lokasi tersebut atau bukan merupakan
98
pewilayahan komoditas perkebunan. Artinya masyarakat dipersilahkan untuk mengambil keputusan sendiri komoditi apa yang akan dikembangkannya. Hal ini merupakan salah satu kelemahan penelitian ini. Dalam penelitian ini, komoditas karet sengaja dijadikan obyek karena tanaman ini merupakan tanaman yang memiliki prospek pasar yang cerah, diminati masyarakat, telah diusahakan secara turun temurun dan merupakan tanaman perkebunan utama di Kabupaten Mandailing Natal. Pengunaan lahan pada lahan basah tidak diarahkan untuk pengembangan tanaman karet karena lahan basah merupakan modal yang sangat penting bagi ketahanan pangan daerah. Sebagian besar lahan basah di Kabupaten Mandailing Natal ditanami padi dan tanaman pangan lain seperti jagung, kedelai, dan kacang tanah. Lokasi arahan pengembangan tanaman karet dibagi menjadi beberapa prioritas arahan dengan mempertimbangkan ketentuan arahan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal (Tabel 4), status areal kawasan hutan, kelas kesesuaian lahan, penggunaan lahan saat ini dan hasil analisis kelayakan finansial. Lahan kelas S1 dan S2 dengan penggunaan lahan padang rumput, alang-alang, semak dan tegalan di luar kawasan hutan yang sesuai untuk pertanaman Karet sudah tidak tersedia lagi di Kabupaten Mandailing Natal dan tanaman karet tua tidak terdapat di areal kesesuaian lahan S1, sehingga lahanlahan tersebut tidak dipertimbangkan dalam penentuan prioritas arahan pengembangan Karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Areal HTR yang telah ditetapkan semuanya berada pada kelas kesesuaian lahan S3. Pembagian prioritas arahan pengembangan dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Prioritas lokasi arahan
Pembagian prioritas arahan pengembangan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Kelas kesesuaian
Prioritas I
S3
Prioritas II
S2
Prioritas III
S3
Prioritas IV
S1,S2,S3
Penggunaan lahan (ketersediaan) Padang rumput, alang-alang, semak belukar di luar kawasan hutan Kebun karet tua di luar kawasan hutan Kebun karet tua di luar kawasan hutan, areal yang telah ditetapkan sebagai areal HTR Padang rumput, alang-alang, semak belukar, karet tua di dalam kawasan Hutan Produksi, kebun rakyat di APL dan HP
99
Pembagian prioritas lokasi arahan pengembangan karet berdasarkan kawasan hutan, aspek kelas kesesuaian lahan dan penggunaan lahan saat ini. Kawasan hutan menjadi kriteria utama pemprioritasan. Oleh karena itu, lahanlahan yang berada di luar kawasan hutan berada pada prioritas yang lebih utama. Kelas kesesuaian lahan menjadi bahan pertimbangan untuk penentuan prioritas selanjutnya dan pertimbangan berikutnya adalah penggunaan lahan saat ini serta mempertimbangkan arahan pengembangan wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Prioritas satu diarahkan pada lahan-lahan yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat (tersedia), yaitu pada lahan semak, padang rumput, tegalan, dan alangalang dan berada di luar kawasan hutan. Prioritas kedua diarahkan pada kebunkebun karet tua yang berada di luar kawasan hutan yang merupakan salah satu program yang harus dipercepat pemerintah Kabupaten Mandailing Natal. Prioritas ketiga diarahkan pada kebun-kebun karet tua yang berada dalam kawasan hutan produksi dan areal yang telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai Hutan Tanaman Rakyat dimana sesuai hasil kesepakatan masyarakat (koperasi) dan pemerintah akan ditanami karet rakyat. Prioritas keempat adalah lahan-lahan yang telah digunakan mayarakat yaitu pada penggunaan lahan kebun rakyat. Lahan arahan pada perkebunan rakyat dimasukkan dalam prioritas untuk mengakomodir minat masyarakat terhadap pertanaman karet. Penggunaan lahan ini untuk pengembangan tanaman karet tentu akan mengeluarkan biaya yang lebih besar dibandingkan bila lahan tersebut belum diusahakan dan lahan-lahan karet tua yang memang sudah saatnya untuk diremajakan atau dibongkar. Areal dengan penggunaan lahan baik semak, padang rumput, tegalan, dan alang-alang, kebun karet tua dan kebun rakyat tidak produktif yang berada di dalam kawasan hutan produksi juga diarahkan untuk pengembangan karet untuk mengakomodir peraturan pemerintah dan menteri kehutanan bahwa perkebunan karet di dalam kawasan hutan produksi dapat diusahakan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan sebagai penyangga bagi hutan lindung dan hutan konservasi. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal terdapat pada 23 kecamatan dengan total luasan 201.875 ha atau 30,84% dari luas wilayah Kabupaten Mandailing Natal. Kecamatan dengan
100
lahan berpotensi terluas adalah kecamatan Muara Batang Gadis dengan luasan 71.406 ha (10,91%), diikuti dengan kecamatan Natal dan Batahan dengan luasan masing-masing 17.993 ha (2,75%) dan 12.691 ha (1,94%). Luasan lahan arahan pengembangan
tanaman
karet
pada
masing-masing
kecamatan
beserta
pemprioritasannya tersaji dalam Tabel 20. Tabel 20 Luasan lokasi arahan pengembangan perkebunan karet rakyat beserta pemprioritasannya di Kabupaten Mandailing Natal No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
Batahan Batang Natal Bukit Malintang Huta Bargot Kotanopan Lembah Sorik Marapi Lingga Bayu Muara Batang Gadis Muarasipongi Naga Juang Natal Pakantan Panyabungan Panyabungan Barat Panyabungan Selatan Panyabungan Timur Panyabungan Utara Puncak Sorik Marapi Ranto Baek Siabu Sinunukan Tambangan Ulu Pungkut Total
Bukan Arahan 21.700 67.273 4.711 9.605 19.351 918 12.231 104.205 11.766 4.178 65.084 13.200 6.937 5.835 23.577 3.990 4.652 16.194 20.630 8.259 5.323 23.048 452.667
Prioritas arahan pengembangan karet Prioritas Prioritas Prioritas III Prioritas IV I II 2.733 9.959 177 11.021 223 9 766 706 1.365 118 3.654 4.752 652 47 1.578 1.924 9.170 1.127 5 70.274 63 405 888 8 595 3.633 14.361 6.918 914 510 3.900 5.668 93 20 39 627 94 62 473 119 4.952 6.481 12 151 1.498 21 255 0 2.171 172 106 816 7.359 163 5.684 1.431 415 2.183 4.957 570 116 2.712 14.735 1.927 16.341 168.871
Secara spasial lokasi arahan pengembangan tanaman karet di Kabupaten Mandailing Natal dapat dilihat pada Gambar 12. 5.4.2 Arahan Kebijakan Pengembangan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal Perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. Hal tersebut didasarkan pertimbangan prospek pengembangan tanaman karet ke depan masih sangat menjanjikan yang dapat dilihat dari adanya dukungan pemerintah berupa dilaksanakannya Program Revitalisasi Perkebunan yang mulai dicanangkan tahun 2007 ini, dimana salah
101
Gambar 12 Peta Arahan Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal
102
satu kegiatan dalam program tersebut adalah pengembangan tanaman karet di seluruh Indonesia. Potensi pengembangan perkebunan karet rakyat juga terlihat dari tingginya minat masyarakat terhadap tanaman karet. Hal tersebut terlihat dari pertumbuhan luasan tanaman karet lima tahun terakhir yang mencapai 71.68% (Dirjend Perkebunan, 2009). Dalam rangka mengakomodir peluang tersebut, maka perlu suatu perencanaan pengembangan perkebunan karet rakyat ke depan, dengan mempertimbangkan berbagai aspek sehingga perkebunan karet rakyat tersebut bermanfaat bagi masyarakat terutama dalam peningkatan kesejahteraan dan memacu kinerja pembangunan daerah. Berdasarkan aspek fisik lahan, tata ruang, dan penggunaan lahan maka lahan arahan untuk pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal terdapat seluas 201,875.31 ha. Lahan tersebut tersebar di 23 kecamatan di Kabupaten Mandailing Natal. Secara umum lahan tersebut termasuk dalam kelas kesesuaian sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marginal (S3). Kecamatan dengan luasan arahan terbesar terdapat di kecamatan Muara Batang Gadis. Berdasarkan analisis finansial, pengusahaan perkebunan karet rakyat pada masing-masing kelas kesesuaian lahan (S1, S2 dan S3) di Kabupaten Mandailing Natal cukup menguntungkan. Walaupun demikian, rantai pemasaran karet petani masih kurang efisien. Hal tersebut menyebabkan bagian keuntungan yang diterima petani menjadi lebih kecil. Ketidakefisienan rantai pemasaran ini disebabkan oleh panjangnya rantai pemasaran dan adanya senjang informasi harga. Peran penyuluh dan kelompok tani untuk pengembangan perkebunan karet di Kabupaten Mandailing Natal dianggap sangat penting. Penyuluh dan kelompok tani merupakan suatu bentuk kelembagaan di pedesaan yang berfungsi sebagai agen pembaharu di lingkungan petani. Hal ini dikarenakan peran penyuluh dan kelompok tani sangat efektif sebagai media penyalur informasi, transformasi ilmu dan teknologi, dan media petani untuk saling bekerja sama dan bertukar informasi dalam rangka efisiensi dan meningkatkan nilai tawar produk yang dihasilkan. Hubeis (1992) menyebutkan bahwa peranan penyuluh adalah (1) memberi kemampuan
masyarakat
melihat
permasalahan,
(2)
mendifusikan
dan
103
membimbing proses adopsi inovasi, (3) mendampingi proses pemecahan masalah, dan (4) menjadi mediator antara pembuat kebijakan pembangunan dan khalayak sasaran. Tentunya apabila peranan penyuluh dan kelompok tani berjalan dengan baik akan sangat membantu petani dalam mengatasi permasalahannya sehingga akhirnya akan berkorelasi positif terhadap peningkatan produktifitas pertanian dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan paradigma pembangunan pertanian saat ini yang menuntut adanya kemauan dan inisiatif dari masyarakat. Dalam rangka peningkatan kinerja pengusahaan perkebunan karet rakyat secara keseluruhan di Kabupaten Mandailing Natal, maka keberadaan penyuluh dan mengaktifkan kelompokkelompok tani di daerah pengembangan merupakan salah satu kebijakan yang mesti diterapkan. Kebijakan tersebut sangat penting karena merupakan salah satu implikasi dalam perwujudan pembangunan pedesaan saat ini. Hafsah (2006) menyatakan bahwa filosofi dari pembangunan pedesaan (pertanian) adalah meningkatkan motivasi masyarakat dalam membangun dan memobilisasi dirinya untuk bekerja sama dalam pencapaian tujuan bersama serta meningkatkan kapasitasnya dalam melaksanakan pembangunan, baik dalam aspek fisik, politik, maupun ekonomi. Karena itu, peningkatan peran penyuluh dan keaktifan kelompok tani merupakan hal yang cukup penting, karena masing-masing merupakan motor penggerak agar pembangunan pedesaan tersebut dapat terlaksana. Komponen lain yang cukup berpengaruh dalam peningkatan kinerja pengusahaan kebun karet rakyat adalah ketersediaan sarana prasarana pertanian, dalam hal ini kios sarana pertanian. Dengan keberadaan kios sarana pertanian tentunya akan mempermudah petani untuk mendapatkan sarana prasarana untuk pemeliharaan kebunnya, seperti pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan sebagainya. Hal ini tentu sangat mendukung dalam pengusahaan kebun yang dilakukan dan secara logis tentu akan berkorelasi dengan peningkatan produktifitas dan luas kebun. Namun terkadang kelangkaan pupuk pada waktu petani membutuhkan merupakan permasalahan yang sering terjadi. Akibatnya pada saat diperlukan, harga pupuk menjadi sangat mahal dan tentunya hanya segelintir petani yang mampu membelinya.
104
Di sisi lain, dalam keadaan normalpun, tidak semua petani mampu untuk membeli sarana prasarana yang diperlukan, karena harga yang tidak terjangkau. Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah untuk mengatasi permasalahan kelangkaan pupuk dan memberikan insentif agar harga sarana produksi dapat murah diterima petani. Secara umum dalam rangka peningkatan kinerja pengusahaan kebun karet rakyat maka usaha peningkatan sarana prasarana pertanian merupakan suatu yang sangat diperlukan, disamping kebijakan pemberian insentif harga. Lateks karet masyarakat dijual dalam bentuk cup lump sehingga belum memberikan nilai tambah bagi kegiatan ekonomi daerah. Belum adanya industri pengolahan bahan setengah jadi ataupun bahan jadi karet membuat belum adanya spread effect dari perkebunan karet rakyat terhadap masyarakat diluar petani karet. Tacoli (1998) menyatakan bahwa program pembangunan pedesaan yang hanya bertujuan untuk meningkatkan produksi pertanian tanpa diikuti dengan kegiatan non pertanian seperti pemprosesan bahan mentah dan aktifitas pabrik sarana pertanian seperti alat-alat pertanian dan input-input pertanian lainnya, akan menyebabkan marginalisasi daerah pedesaan. Keberadaan aktifitas pendukung diluar kegiatan on farm merupakan hal penting dalam mendukung pembangunan pedesaan. Dengan adanya industri pengolahan karet disentra-sentra produksi akan menyebabkan terbukanya lapangan pekerjaan sehingga akan terjadi distribusi pendapatan ke masyarakat diluar petani karet. Kedua, barang-barang modal yang digunakan dalam pemeliharaan kebun maupun dalam pembukaan kebun seperti pupuk, pestisida, alat-alat pertanian dan lain sebagainya, umumnya barang-barang yang di impor dari luar daerah. Hal ini membuat sedikitnya pengaruh yang ditimbulkan pengusahaan kebun karet rakyat terhadap perekonomian daerah. Idealnya, dengan adanya suatu kegiatan ekonomi masyarakat, maka kegiatan itu dapat menjadi perangsang tumbuhnya kegiatan-kegiatan lain baik dari sektor hulu maupun hilirnya. Ketiga, pajak dan restribusi dari cup lump karet tidak masuk ke kas daerah. cup lump karet masyarakat umumnya langsung dijual ke pedagang pengumpul dan ke pabrik karet di luar Kabupaten Mandailing Natal. Akibatnya Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal hanya mendapatkan retribusi kendaraan
105
pengangkut cup lump karet yang nilainya relatif kecil, sedangkan pajak yang terbesar, yaitu pada level pabrik, justru dinikmati pemerintah daerah lain. Dalam rangka pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, beberapa aspek penting yang perlu menjadi perhatian dalam rangka keberhasilan program adalah adanya peran penyuluh, kelembagaan petani, dan sarana prasarana pertanian. Ketiga aspek tersebut memiliki keterkaitan yang nyata terhadap peningkatan produktifitas perkebunan karet rakyat yang telah ada. Dari beberapa hal diatas dapat dijadikan sebagai saran pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dan beberapa sebagai arahan kebijakan pengembangan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, maka masukan yang diberikan kepada pemerintah sebagai arahan kebijakan pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai berikut: 1. Pengembangan tanaman karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat diarahkan ke lahan arahan pengembangan yang telah dibuat seluas 201.875 ha dengan prioritas pengembangan seperti pada Tabel 19 yang secara spasial ditunjukkan pada Gambar 12. Untuk itu diperlukan sosialisasi oleh pemerintah agar masyarakat mengetahui lokasi arahan pengembangan tersebut. 2. Pemerintah perlu membuat kebijakan berupa program percepatan peremajaan karet dengan teknologi budidaya yang dianjurkan. 3. Pemerintah perlu menyusun kebijakan untuk membangun pusat informasi harga karet di tingkat regional yang diharapkan dapat memberikan informasi perkembangan harga karet secara cepat, akurat dan rutin kepada petani sehingga mengurangi senjang informasi harga di petani.
106
107
VI. SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan tujuan penelitian dan hasil pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian ini sebagai berikut : 1. Sebagian besar lahan di Kabupaten Mandailing Natal sesuai untuk budidaya tanaman karet yaitu seluas 460.849 ha (70,41%), sedangkan lahan yang tidak sesuai hanya seluas 193.693 ha (29,59%). 2. Kelayakan investasi usahatani karet pada tiap kelas kesesuaian lahan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal (S1, S2 dan S3) menguntungkan. Hal tersebut terlihat dari nilai NPV antara Rp93.052.838–Rp37.838.270, nilai BCR antara 2,10–1,48 dan nilai IRR antara 20,20%-29,45%, keseluruhan parameter tersebut dihitung berdasarkan discount faktor 12%, payback period 7-11 tahun. 3. Hasil analisis sensitivitas yang dilakukan pada kegiatan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, pada skenario menaikkan nilai input dengan asumsi yang lain ceteris paribus diperoleh bahwa pada tingkat kenaikan biaya input sebesar 40% untuk lahan S3 sudah tidak layak lagi sedangkan untuk lahan S1 kenaikan biaya input hingga sebesar 110,30% baru menjadikan kegiatan tersebut tidak layak. Pada skenario menaikkan tingkat suku bunga dengan asumsi yang lain ceteris paribus, ketidaklayakan usaha perkebunan rakyat pada kelas kesesuaian lahan S3 terjadi pada tingkat suku bunga 20,3% dan pada kelas kesesuaian lahan S1 pada saat tingkat suku bunga 29,5%. Nilai BEP (Break Event Point) volume produksi sebesar 1.392 kg/ha/tahun-1.679 kg/ha/tahun dan nilai BEP harga sebesar Rp6.803–Rp8.846. 4. Kinerja pemasaran karet di Kabupaten Mandailing Natal cenderung belum efisien yang ditunjukkan dengan besarnya share keuntungan yang masuk ke lembaga pemasaran yang terlibat (20,88%) dan tidak adanya keterpaduan harga pasar jangka panjang antara pasar tingkat petani dan tingkat pabrik, akibat panjangnya rantai pemasaran dan senjang informasi harga yang terjadi. 5. Belum tersedianya industri pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal membuat cup lump karet yang dihasilkan di jual ke luar daerah, padahal bahan
108
baku cukup banyak tersedia, sehingga perkebunan karet rakyat
belum
memberikan nilai tambah bagi pembangunan daerah. 6. Pengembangan perkebunan karet rakyat di Kabupaten Mandailing Natal dapat diarahkan pada lahan seluas 201.875 ha (30,84%). Arahan pengembangan ini bukan berarti menekankan agar keseluruhan luasan tersebut hanya sesuai untuk pengembangan tanaman karet, namun hanya bersifat arahan agar masyarakat yang berminat untuk mengembangkan tanaman karet dapat menanamnya di areal arahan ini. 6.2 Saran 1. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal perlu segera merealisasikan rencana pembangunan pabrik pengolahan karet di Kabupaten Mandailing Natal mengingat ketersediaan bahan baku yang cukup besar dan hal ini akan berimplikasi pada peningkatan perekonomian daerah. 2. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan peran para penyuluh dan pembentukan kelompok-kelompok tani di masyarakat untuk meningkatkan mutu karet yang dihasilkan dan meningkatkan bargaining position petani dalam pemasaran karet dan mengarahkan petani pada penggunaan klon karet unggul dengan produktivitas tinggi dan teknik budidaya sesuai anjuran. 3. Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal agar lebih meningkatkan pengawasan terhadap distribusi pupuk dan pestisida untuk petani.
109
DAFTAR PUSTAKA Azzaino Z. 1983. Tataniaga Pertanian. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aronoff S. 1989. Geographic Information System : Management Perspective. Ottawa. Canada. WDL Publiation. Azwar R, Alwi N, Sunarwidi. 1989. Kajian komoditas dalam pembangunan hutan tanaman industri. Prosiding Lokarya Nasional HTI Karet, Medan, 28−30 Agustus 1989. hlm. 131−155. Pusat Penelitian Perkebunan Sungei Putih, Medan. Arsyad L.1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Edisi Pertama. BPFE. Jakarta. Anwar A. 2001. Usaha Membangun Aset-aset Alami dan Lingkungan Hidup Pada Umumnya Diharapkan Dapat Memperbaiki Kehidupan Ekonomi Masyarakat Ke Arah Keberlanjutan. Bahan Diskusi Serial di Lembaga Alam Tropika (LATIN). Bogor. Boerhendhy I, Nancy C, Gunawan A. 2003. Prospek dan Potensi Pemanfaatan Kayu Karet Sebagai Substitusi Kayu Alam. J. Ilmu & Teknologi Kayu Tropis. 01 (01) : 35-46 Boerhendhy I. 2006. Rubberwood Potency In Supporting Replanting Of Rubber Smallholdings. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25(2): 61-67 [BPS] Badan Pusat Statistik Mandailing Natal. 2009. Mandailing Natal dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. Panyabungan. [Balitbang] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet. http://www.litbang.deptan.go.id [17 Oktober 2009]. Danoedoro P. 1996. Pengelolaan Data Digital : Teori dan Aplikasinya dalam Bidang Penginderaan Jauh. Yogyakarta. Fakultas Geografi. Universitas Gajah Mada. Damanik S. 2000. Analisis Dampak Pengembangan Komoditas Perkebunan terhadap Perekonomian Wilayah di Propinsi Sumatera Utara. Jurnal Sosial Ekonomi 01 (01) : 3-4. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2005. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.44/Menhut-II/2005 tentang Penunjukan Kawasan Hutan Di Wilayah
110
Provinsi Sumatera Utara Seluas ± 3.742.120 (Tiga Juta Tujuh Ratus Empat Puluh Dua Ribu Seratus Dua Puluh) Hektar. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2007b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Tentang Tata Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008b. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.49/Menhut-II/2008 tentang Hutan Desa. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2008c. Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor : SK.113/Menhut-II/2008 tentang Pencadangan Areal Hutan untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas + 9.815 Ha di Kabupaten Mandailing Natal Propinsi Sumatera Utara. Jakarta : Dephut. [Dephut] Departemen Kehutanan. 2010. Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.14/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.49/Menhut-Ii/2008 Tentang Hutan Desa. Jakarta : Dephut. [Deptan] Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian Nomor : 33/Permentan/OT.140/7/2006 tentang Pengembangan Perkebunan Melalui Program Revitalisasi Perkebunan. Jakarta : Deptan. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2007. Pedoman Umum Revitalisasi Perkebunan (Kelapa Sawit, Karet dan Kakao). http/www.ditjenbun.deptan.go.id [3 Maret 2007] [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian. 2009. Hari Perkebunan 10 Desember, Merajut Sejarah Panjang Perkebunan Indonesia. http//www.ditjenbun.deptan.go.id [14 Januari 2010] Drajat, T.S.B., Darmawan, D.A. 1991. Total Elasticity Of Demand For Indonesian Natural Rubber: The Use Of Extended Armington Model. Jurnal Agro Ekonomi 9 (1) : 31-47.
111
Drajat B. 2009. Dampak Intervensi Pemerintah terhadap Kinerja Ekonomi Komoditas Perkebunan Utama pada Berbagai Rezim Nilai Tukar Rupiah 1979-2005. Jurnal Agro Ekonomi 27 (1) : 3-5. Drajat B, Hendratno S. 2009. Strategi Pengembangan Karet Indonesia. Jurnal Penelitian Karet. 27 (1) : 13-28. [FAO] Food and Agriculture Organization.1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Bull.No.32.FAO.Rome. Faturuhu F. 2009. Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Evaluasi Penggunaan Lahan Terhadap Arahan Pemanfaatannya di DAS Waijari. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan 9 (1) : 13-19. Gittinger JP. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-Proyek Pertanian (Terjemahan). Universitas Indonesia. Press, Jakarta. Goswami SN, Challa O. 2007. Economic Analysis of Smallholder Rubber Plantations in West Garo Hills District of Meghalay. Indian Journal of Agricultural Economics. 62 (4) : 649. Heyten PJ. 1986. Testing Market Integration. Food Research Institute Studies. XX. (1) : 3-4. Hubeis AVS. 1992. Penyuluhan Pembangunan di Indonesia Menyongsong Abad XXI. Pustaka Pembangunan Swadaya Nusantara. Jakarta. Hutagalung JW. 1993. Beberapa Masalah Tata Produksi dan Pemasaran Karet Rakyat di Kecamatan Padangsidempuan Kabupaten Tapanuli Selatan (skripsi). Medan : Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Hashim I. 2002. Evaluation of Land Suitability for Selected Land Utilization Types Using Geographic Information System Technology: (Case Study In Bandung Basin West Java). Jurnal Manajemen Hutan Tropika. 8 (2) : 11-26. Hafsah MJ. 2006. Pembangunan Pedesaan. Dalam Rustiadi E, Hadi S, Ahmad WM. (Editor). Kawasan Agropolitan, Konsep Pembangunan Desa-Kota Berimbang. Bogor: Crestpent Press. Hlm. 68-72. Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan. Fakultas Pertanian – IPB, Bogor. Haryono BS. 2008. Kebijakan Pemerintah Daerah untuk Pemberdayaan Petani Karet Rakyat : kasus Kecamatan Pangean, Kabupaten Singingi, Provinsi Riau (Tesis). Malang : Program Pascasarjana, Universitas Brawijaya.
112
Indraty, IS. 2005. Tanaman karet menyelamatkan kehidupan dari ancaman karbondioksida. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian 27 (4) : 10−12. Kilmanun JC. 2005. Dampak Penerapan Teknologi Terhadap Pendapatan dan Produktivitas Petani Karet Di Lahan Kering Kabupaten Kapuas Hulu Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 53-70. Liu W, Hu H, Ma Y, Li H. 2006. Environmental And Socioeconomic Impacts Of Increasing Rubber Plantations In Menglun Township, Southwest China. Mountain Research and Development. 26 (3) : 245–253. Myria A . 2002. Kajian Strategi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat sebagai komoditi Unggulan : kasus Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah(Tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Miraza BH. 2005. Peran Kebijakan Publik Dalam Perencanaan Wilayah. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 2 (1) : 45-49 Nancy C, Supriadi M. 2005. Socio-economic characterization of participatory rubber replanting and development of smallholders in Ogan Komering Ulu District, South Sumatra Province. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 87-113. Nasution A. 2009. Pengaruh Pengembangan Wilayah (Aspek Ekonomi Sosial Dan Budaya) Terhadap Pertahanan Negara Di Wilayah Pantai Timur Sumatera Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah WAHANA HIJAU. 3 (4) : 117-130 Pangihutan JJ. 2003. Kelayakan Finansial dan Ekonomi Pengelolaan Kebun dan Hutan Karet Rakyat : kasus Desa Langkap, Kecamatan Sungai Lilin, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan (Tesis). Bogor : Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Prahasta E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Tutorial Arcview. Bandung. Informatika Bandung. Parhusip AB. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review. 213 (1) : 5-6. Penebar Swadaya. 2009. Panduan Lengkap Karet. Penebar Swadaya. Jakarta. Ravallion M. 1986. Testing Market Integration. American Journal of Agriculture Economic. 68 (1): 2-3. American Agriculture Economics Associaton. Robinson AH, Morisson JL, Muehrcke PC, Kiwerlig AJ, Giptil SC. 1995. Element of Cartography. Canada. Rahman N. 2002. Keragaman Produksi Tanaman Karet Menurut Umut Tanaman. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 1-10.
113
Rustiadi E., Saefulhakim S., Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia. Soekartawi. 1996. Analisis Usahatani. Universitas Indonesia Press. Jakarta. 110 Halaman. Siagian N. 2002. Pertumbuhan Tanaman Karet Pada Masa Remaja Pada Berbagai Sistem Tanam Populasi Tinggi. Jurnal Penelitian Karet. 20 (1) : 56-71. _______. 2005. Pemanfaatan kayu karet tua dan optimalisasi penggunaan lahan untuk mendukung peremajaan. Jurnal Penelitian Karet. 23 (2) : 26-51. Syahrani H. 2003. Analisis Kelayakan Finansial Pengusahaan Kebun Hutan dengan Tanaman Buah Durian (Durio Zibethis Murr) di Kabupaten Kutai Kertanegara Propinsi Kalimantan Timur. Jurnal Ekonomi Pembangunan 8 (2) : 137 – 146. Sitorus SRP, 2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito. Bandung. 185 Halaman. Sadikin I, Irawan R. 2005. Dampak Pembangunan Perkebunan Karet Rakyat terhadap Kehidupan Petani di Riau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supriadi M. 2006. Model peremajaan karet partisipatif: perkembangan dan tantangan penerapannya. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 25 (2) : 1-13 Sitepu F. 2007. Analisis Produksi Karet Alam (Havea brasiliensis) Kaitannya dengan Pengembangan Wilayah : kasus Propinsi Sumatera Utara (Tesis). Medan : Program Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara. Tomek W, Robinson KL. 1977. Agriculture Product Prices. Third Printing Cornele University Press. Ithaca. Tacoli C. 1998. Rural Urban Interaction: A Guide to the Literature. Enviromental and Urbanization 10 (1) : 147 – 166. Wijaya B, Atmanti HD. 2006. Analisis Pengembangan Wilayah Dan Sektor Potensial Guna Mendorong Pembangunan di Kota Salatiga. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 3 (2) : 101-118.
114
115
116
Lampiran 1 Kriteria Standar Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Karet (Havea brassiliensis M.A) KUALITAS/ KARAKTERISTIK LAHAN Temperatur (t)
S1
- Rata-rata tahunan (oC)
26-30
Ketersediaan air (w) - Bulan Kering (<75 mm)
1-2
- Drainase tanah - Tekstur - Kedalaman efektif (cm) - Gambut a. Kematangan b. Kedalaman (cm) Retensi hara (f) - KTK tanah - Kejenuhan basa (%) - pH tanah
N2
> 30 - 34 24 - < 26
Td 22 - < 24
-
> 34 < 22
>3000 - 3500 2000 - < 2500 300 - 330
>2-4 >3500 - 4000 1500 - < 2000 < 300
-
>4 > 4000 < 1500 -
Sedang, Agak terhambat
Agak cepat Cepat
LS, SC, SiC, C
Str, C
Td
Td
75 - 100
51 - < 75
25 - 50
< 50
-
Saprik < 100
Hemik 100-150
Hemik-fibrik > 150 - 200
Fibrik > 200
> sedang < 35
rendah 35 - 50 > 5,5 - 6,5 4,0 - < 4,5 -
sangat rendah > 50 > 6,5 - 7,5 3,5 - < 4,0 -
-
-
> 8,5 < 3,5 -
> 4-6
>6
-
-
75 - < 85
< 75
Sangat rendah Sangat Rendah Sangat rendah
Td Td Td
> 25 - 45 Td > 25 - 40
> 45 > 40 > 40
B agak berat (F4)
SB berat (F5)
- Curah Hujan/tahun (mm) 2500 - 3000 LGP (hari) Kondisi perakaran ( r )
KELAS KESESUAIAN LAHAN S2 S3 N1
> 330 Baik SL, L, SCL, SiL,Si, CL, SiCL > 100
4,5 - 5,5
- C-organik (%) Toksitas (x) - Salinitas (mmhos/cm) <1 1-3 > 3-4 - Sodisitas (Alkalinitas/ESP) (%) - Kejenuhan Al (%) - Kedalaman Sulfidik (cm) > 175 125 - 175 80 - 125 Ketersediaan hara (n) - Total N Sedang Rendah Sangat rendah - P2O5 Sedang Sedang Rendah - K2O Rendah Rendah Sangat rendah Medan (terain ) - Lereng (%) <8 8 - 15 > 15 - 25 - Batuan permukaan (%) <3 3 - 15 > 15 - 40 - Singkapan batuan (%) <2 2 - 10 > 10 - 25 Tingkat bahaya erosi (e) - Bahaya Erosi SR R S Banjir dan genangan tanpa (F1) ringan (F2) sedang (F3) Keterangan : Td : Tidak berlaku Si : Debu S : Pasir L : Lempung Str C : Liat berstruktur Liat masif : Liat dari tipe 2 : 1 (vertisol)
Td -
Terhambat Sangat terhambat, Sangat cepat
> 7,5 - 8,5
Sumber : Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993
117
Lampiran 2 Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Mandailing Natal
118
Lampiran 3 Peta Kawasan Hutan Kabupaten Mandailing Natal
119
Lampiran 4 Peta Pencadangan Areal Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di Kabupaten Mandailing Natal
120
Lampiran 5 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu ( kelas kesesuaian lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
B e ne fit J umlah P roduks i (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.680
2.160
2.400
2.640
2.880
3.120
3.360
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
43.680.000 43.680.000
Total Benefit Dis count Rate (12%) P res ent Value Benefit
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
-
-
-
-
-
-
11.064.824
12.701.966
12.601.157
12.376.136
12.054.678
11.660.031
11.211.568
800.000
60.000
60.000
800.000 10.000.000
Co s t 1. P eralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
2. Bibit
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
9.920.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
4. P upuk
1.375.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 12.648.000
5. Obat-obatan Total Cos t
14.366.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
Dis count Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
P res ent Value Cos t
14.366.000
3.203.571
2.860.332
2.553.868
2.280.239
2.035.928
6.407.870
5.386.574
4.809.441
4.560.996
3.834.057
3.423.265
3.246.427
Net Benefit
(14.366.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
9.192.000
16.172.000
19.292.000
21.672.000
25.532.000
28.652.000
31.032.000
P res ent Value Net Benefit
(14.366.000)
(3.203.571)
(2.860.332)
(2.553.868)
(2.280.239)
(2.035.928)
4.656.953
7.315.392
7.791.715
7.815.140
8.220.621
8.236.765
7.965.141
Net Benefit Kumulatif
(14.366.000)
279.263
8.499.884
16.736.649
24.701.791
(17.569.571) (20.429.903) (22.983.771)
(25.264.009) (27.299.937) (22.642.984) (15.327.592) (7.535.877)
121
Lampiran 5 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13 e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.600
3.840
3.792
3.648
3.264
3.024
2.784
2.640
2.400
2.304
1.920
1.920
1.680
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
21.840.000
To tal Benefit
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
21.840.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
10.725.352
10.214.621
9.006.195
7.735.882
6.179.981
5.112.116
4.202.136
3.557.843
2.887.860
2.475.308
1.841.747
1.644.417
1.284.701
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
717.000
717.000
717.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
240.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 12.171.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. P upuk 5. Obat-o batan To tal Co s t
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.431.000
11.431.000
12.171.000
12.171.000
11.431.000
11.431.000
12.171.000
11.431.000
11.431.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.729.006
2.436.613
2.310.742
1.864.644
1.664.860
1.582.712
1.413.136
1.185.015
1.058.049
1.005.842
843.470
753.098
715.938
34.892.000
38.012.000
36.648.000
35.993.000
31.001.000
27.141.000
24.021.000
22.889.000
19.769.000
17.781.000
13.529.000
13.529.000
9.669.000
7.996.346
7.778.008
6.695.453
5.871.238
4.515.120
3.529.405
2.789.001
2.372.829
1.829.811
1.469.466
998.277
891.319
568.763
32.698.137
40.476.145
47.171.598
53.042.836
57.557.956
61.087.360
63.876.361
66.249.190
68.079.001 69.548.467
70.546.745
71.438.064
72.006.826
Net Benefit P res ent Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
72.006.826 1,92 26,74% 8 tahun 7 bulan 11 hari
122
Lampiran 6 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang ( kelas kesesuaian lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
B e ne fit J umlah P roduks i (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
46.800.000 46.800.000
Total Benefit Dis count Rate (12%) P res ent Value Benefit
2.400
2.880
3.120
3.264
3.360
3.456
3.600
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
-
-
-
-
-
-
15.806.891
16.935.955
16.381.504
15.301.405
14.063.791
12.915.726
12.012.394
800.000
60.000
60.000
800.000
Co s t 1. P eralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. P upuk 5. Obat-obatan Total Cos t
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
10.000.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
1.375.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 13.445.000
14.446.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
Dis count Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
P res ent Value Cos t
14.446.000
3.915.179
3.495.695
3.121.156
2.786.747
2.488.167
6.811.655
5.747.097
5.131.336
4.848.402
4.090.670
3.652.384
3.450.997
Net Benefit
(14.446.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
17.755.000
24.735.000
27.855.000
28.987.000
30.975.000
32.223.000
33.355.000
P res ent Value Net Benefit
(14.446.000)
(3.915.179)
(3.495.695)
(3.121.156)
(2.786.747)
(2.488.167)
8.995.236
11.188.858
11.250.167
10.453.003
9.973.121
9.263.343
8.561.398
Net Benefit Kumulatif
(14.446.000)
(18.361.179)
1.181.317
11.634.320
21.607.441 30.870.783
39.432.181
(21.856.874) (24.978.030)
(27.764.777) (30.252.944)
(21.257.708) (10.068.850)
123
Lampiran 6 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13 e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.840
4.320
4.080
3.936
3.600
3.360
3.072
2.880
2.640
2.640
2.400
2.400
2.160
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
28.080.000
To tal Benefit
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
28.080.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
11.440.376
11.491.449
9.690.210
8.346.609
6.816.155
5.680.129
4.636.840
3.881.284
3.176.646
2.836.291
2.302.184
2.055.522
1.651.758
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 12.491.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. P upuk 5. Obat-o batan To tal Co s t
12.705.000
12.705.000
13.445.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.911.658
2.599.695
2.456.351
1.916.843
1.711.467
1.624.325
1.450.290
1.218.188
1.087.668
1.032.288
867.082
774.181
734.762
37.215.000
43.455.000
39.595.000
39.417.000
35.049.000
31.189.000
27.445.000
25.689.000
22.569.000
21.829.000
19.449.000
19.449.000
15.589.000
8.528.717
8.891.754
7.233.858
6.429.767
5.104.689
4.055.805
3.186.550
2.663.096
2.088.978
1.804.003
1.435.102
1.281.341
916.997
47.960.899
56.852.653
64.086.511
70.516.278
75.620.966
79.676.771
82.863.321
85.526.417
87.615.395
89.419.398
90.854.500
92.135.841
93.052.838
Net Benefit P res ent Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
93.052.838 2,10 29,45% 7 tahun 7 bulan 12 hari
124
Lampiran 7 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.100
2.520
2.730
2.856
2.940
3.024
3.150
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
27.300.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
40.950.000 40.950.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
27.313.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
13.837.616
14.818.960
14.333.816
13.388.729
12.305.817
11.301.261
10.510.845 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.800.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.246.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.246.000
5.302.679
4.734.534
4.227.263
3.774.342
3.369.948
6.626.228
5.581.537
4.983.515
4.716.419
3.972.828
3.547.168
3.357.054
Net Benefit
(15.246.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
14.234.000
20.421.000
23.151.000
24.049.000
25.881.000
26.973.000
27.871.000
Present Value Net Benefit
(15.246.000)
(5.302.679)
(4.734.534)
(4.227.263)
(3.774.342)
(3.369.948)
7.211.387
9.237.423
9.350.301
8.672.310
8.332.989
7.754.093
7.153.792
Net Benefit Kumulatif
(15.246.000)
(20.548.679)
(25.283.213)
(29.510.476)
(33.284.818)
(36.654.766)
(29.443.378)
(2.183.344)
6.149.645
13.903.738
21.057.530
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(20.205.955) (10.855.655)
125
Lampiran 7 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13 e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.360
3.780
3.570
3.444
3.150
2.940
2.688
2.520
2.310
2.310
2.100
2.100
1.890
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
24.570.000
To tal Benefit
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
24.570.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
10.010.329
10.055.018
8.478.933
7.303.283
5.964.136
4.970.113
4.057.235
3.396.123
2.779.565
2.481.755
2.014.411
1.798.581
1.445.289
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. P upuk
2.988.000
2.988.000
2.988.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 11.051.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit
5. Obat-o batan To tal Co s t
12.339.000
12.339.000
13.079.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.827.780
2.524.804
2.389.484
1.681.947
1.501.739
1.437.068
1.283.096
1.068.908
954.382
913.282
760.828
679.310
650.056
Net Benefit
31.341.000
36.801.000
33.331.000
34.461.000
30.639.000
27.169.000
23.893.000
22.449.000
19.719.000
18.979.000
16.989.000
16.989.000
13.519.000
7.182.548
7.530.214
6.089.449
5.621.336
4.462.397
3.533.046
2.774.139
2.327.215
1.825.183
1.568.472
1.253.584
1.119.271
795.232
28.240.078
35.770.292
41.859.741
47.481.076
51.943.473
55.476.519
58.250.658
60.577.873
62.403.056
63.971.529
65.225.112
66.344.383
67.139.616
P res ent Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
67.139.616 1,76 24,44% 9 tahun 2 bulan 6 hari
126
Lampiran 8 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
19.110.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
38.220.000 38.220.000
Total Benefit
1.470
1.890
2.100
2.310
2.520
2.730
2.940
-
-
-
-
-
-
19.123.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
9.688.307
11.114.220
11.026.012
10.829.119
10.547.843
10.202.527
9.810.122 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.720.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.166.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.166.000
3.897.321
3.479.751
3.106.921
2.774.036
2.476.818
5.828.791
4.869.539
4.347.803
4.148.818
3.466.042
3.094.680
2.953.047
Net Benefit
(15.166.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
7.618.000
13.805.000
16.535.000
18.525.000
21.995.000
24.725.000
26.715.000
Present Value Net Benefit
(15.166.000)
(3.897.321)
(3.479.751)
(3.106.921)
(2.774.036)
(2.476.818)
3.859.516
6.244.681
6.678.209
6.680.301
7.081.801
7.107.847
6.857.075
Net Benefit Kumulatif
(15.166.000)
(19.063.321)
(22.543.073)
(25.649.993)
(28.424.030)
(30.900.848)
6.751.507
13.608.582
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(27.041.332) (20.796.651) (14.118.442)
(7.438.141)
(356.340)
127
Lampiran 8 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13
e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.150
3.360
3.318
3.192
2.856
2.646
2.436
2.310
2.100
2.016
1.680
1.680
1.470
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
19.110.000
To tal Benefit
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
19.110.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
9.384.683
8.937.793
7.880.421
6.768.896
5.407.483
4.473.102
3.676.869
3.113.113
2.526.877
2.165.895
1.611.529
1.438.865
1.124.113
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. P upuk
1.494.000
1.494.000
1.494.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit
5. Obat-o batan To tal Co s t
10.765.000
10.765.000
11.505.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.467.060
2.202.732
2.101.920
1.590.599
1.420.178
1.364.245
1.218.076
1.010.855
902.549
867.003
719.506
642.416
617.115
30.185.000
32.915.000
31.629.000
31.745.000
27.377.000
23.907.000
21.177.000
20.279.000
17.549.000
15.717.000
12.089.000
12.089.000
8.619.000
6.917.623
6.735.061
5.778.500
5.178.297
3.987.305
3.108.856
2.458.793
2.102.258
1.624.329
1.298.892
892.023
796.449
506.998
20.526.205
27.261.266
33.039.766
38.218.063
42.205.368
45.314.225
47.773.018
49.875.276
51.499.605
52.798.497
53.690.520
54.486.968
54.993.966
Net Benefit P res ent Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
54.993.966 1,72 23,35% 10 tahun 13 hari
128
Lampiran 9 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
16.926.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
33.852.000 33.852.000
Total Benefit
1.302
1.674
1.860
2.046
2.232
2.418
2.604
-
-
-
-
-
-
16.939.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
8.581.825
9.844.024
9.765.896
9.591.505
9.342.375
9.036.524
8.688.965 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.043.500
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.043.500
4.119.643
3.678.253
3.284.154
2.932.280
2.618.108
5.954.942
4.982.174
4.448.370
4.238.610
3.546.213
3.166.262
3.016.959
Net Benefit
(16.043.500)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
5.185.000
10.748.000
13.166.000
14.844.000
18.002.000
20.420.000
22.098.000
Present Value Net Benefit
(16.043.500)
(4.119.643)
(3.678.253)
(3.284.154)
(2.932.280)
(2.618.108)
2.626.882
4.861.849
5.317.527
5.352.895
5.796.162
5.870.262
5.672.006
Net Benefit Kumulatif
(16.043.500)
(20.163.143)
(23.841.395)
(27.125.549)
(25.187.206)
(19.869.679)
(14.516.784)
(8.720.622)
(2.850.360)
2.821.647
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(30.057.830) (32.675.937) (30.049.055)
129
Lampiran 9 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13 e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2.790
2.976
2.939
2.827
2.530
2.344
2.158
2.046
1.860
1.786
1.488
1.488
1.302
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
16.926.000
To tal Benefit
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
16.926.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
8.866.291
7.916.331
6.979.801
5.995.308
4.789.485
3.961.890
3.256.656
2.757.329
2.238.091
1.918.364
1.427.354
1.274.423
995.643
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. P upuk
1.743.000
1.743.000
1.743.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 10.571.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit
5. Obat-o batan To tal Co s t
11.014.000
11.014.000
11.754.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.524.125
2.253.683
2.147.412
1.603.649
1.431.830
1.374.649
1.227.365
1.019.148
909.954
873.614
725.409
647.687
621.821 6.355.000
Net Benefit
27.674.000
27.674.000
26.450.400
26.922.600
23.053.800
19.895.800
17.477.800
16.767.000
14.349.000
12.641.800
9.513.000
9.513.000
P res ent Value Net Benefit
6.342.167
5.662.649
4.832.389
4.391.659
3.357.656
2.587.242
2.029.291
1.738.181
1.328.138
1.044.750
701.945
626.736
373.822
Net Benefit Kumulatif
9.163.813
14.826.462
19.658.851
24.050.510
27.408.166
29.995.407
32.024.698
33.762.879
35.091.017
36.135.767
36.837.712
37.464.448
37.838.270
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
37.838.270 1,48 20,20% 11 tahun 4 bulan
130
Lampiran 10 Analisis Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
24.180.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
36.270.000 36.270.000
Total Benefit
1.860
2.232
2.418
2.530
2.604
2.678
2.790
-
-
-
-
-
-
24.193.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
12.256.927
13.125.365
12.695.665
11.858.589
10.899.438
10.009.688
9.309.606 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.123.500
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.123.500
5.747.321
5.131.537
4.581.729
4.090.830
3.652.527
6.878.531
5.806.807
5.184.649
4.896.002
4.133.170
3.690.331
3.484.878
Net Benefit
(16.123.500)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
10.616.000
16.179.000
18.597.000
19.307.800
21.015.000
21.982.200
22.693.000
Present Value Net Benefit
(16.123.500)
(5.747.321)
(5.131.537)
(4.581.729)
(4.090.830)
(3.652.527)
5.378.396
7.318.558
7.511.016
6.962.586
6.766.268
6.319.357
5.824.728
Net Benefit Kumulatif
(16.123.500)
(21.870.821)
(27.002.358)
(31.584.088)
(26.630.490)
(19.119.474)
(12.156.888)
(5.390.620)
928.737
6.753.465
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(35.674.918) (39.327.444) (33.949.048)
131
Lampiran 10 (Lanjutan) Ta hun
Ura ia n
14
13 e ne fitP ro duks i (lump JBumlah mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2.976
3.348
3.162
3.050
2.790
2.604
2.381
2.232
2.046
2.046
1.860
1.860
1.674
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
P enerimaan (Rp)
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
21.762.000
To tal Benefit
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
21.762.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
8.866.291
8.905.873
7.509.913
6.468.622
5.282.520
4.402.100
3.593.551
3.007.995
2.461.901
2.198.125
1.784.193
1.593.029
1.280.113
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. P upuk
3.486.000
3.486.000
3.486.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000 11.211.000
Harga (Rp)
Dis co unt Rate (12%) P res ent Value Benefit Co s t 1. P eralatan 2. Bibit
5. Obat-o batan To tal Co s t
12.837.000
12.837.000
13.577.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
Dis co unt Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
P res ent Value Co s t
2.941.909
2.626.705
2.480.467
1.708.047
1.525.042
1.457.874
1.301.673
1.085.495
969.192
926.505
772.634
689.852
659.468
25.851.000
30.687.000
27.529.000
29.184.200
25.799.000
22.641.000
19.739.400
18.545.000
16.127.000
15.387.000
13.709.000
13.709.000
10.551.000
5.924.382
6.279.168
5.029.445
4.760.575
3.757.478
2.944.226
2.291.878
1.922.500
1.492.709
1.271.620
1.011.559
903.178
620.645
12.677.847
18.957.015
23.986.460
28.747.036
32.504.514
35.448.740
37.740.618
39.663.119
41.155.827
42.427.448
43.439.007
44.342.185
44.962.829
Net Benefit P res ent Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR Payback period
44.962.829 1,49 20,71% 10 tahun 6 bulan 16 hari
132
Lampiran 11 Perbandingan rataan komponen input dan output pengusahaan kebun karet rakyat untuk luasan 1 Ha pada kelas kesesuaian lahan S1, S2 dan S3 di masing-masing desa sampel No
I II
Kompenen input dan output
Output - Produksi Input - Bibit - Pupuk - NPK (awal tanam) - Urea - SP-36 - KCl - Pestisida - Herbisida (Roundap ) - Fungisida (Trichoderma ) valangker (penyembuh luka kulit, aplikasi tahun ke-6) - Tenaga Kerja Awal tanam - Mengolah lahan sampai siap tanam - Mengajir - Melobang - menanam bibit - pemupukan - penyiangan - penyisipan tanaman - Pengendalian HPT Tanaman Belum Menghasilkan - pemupukan - penyiangan - Pengendalian HPT Tanaman Menghasilkan
Satuan
Harga Satuan (Rp)
S1 Sihepeng
Malintang
Rataan/Ha/Tahun S2 Roburan Purba Baru Lombang
Tambangan Pasoman
S3 Hutarimbaru SM
Kg
13.000
-
-
-
-
-
-
batang
2.500
700
700
700
700
875
875
Kg Kg Kg Kg
5.500 2.000 2.300 5.000
250 120 90 54
250 240 180 108
250 480 360 240
250 240 180 120
250 280 210 140
250 560 420 280
liter kg
55.000 12.000
9 18
9 18
9 18
9 18
9 18
9 18
kg
15.000
28
28
28
28
28
28
HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK HOK
40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000 40.000
248 140 8 20 20 2 48 6 4 10 2 4 4 0
250 140 8 20 20 4 48 6 4 12 4 4 4 0
270 150 10 24 24 4 48 6 4 12 4 4 4 0
268 150 10 24 24 2 48 6 4 10 2 4 4 0
279 155 12 26 26 2 48 6 4 10 2 4 4 0
281 155 12 26 26 4 48 6 4 12 4 4 4 0
133
Lampiran 12 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu ( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.680
2.160
2.400
2.640
2.880
3.120
3.360
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
43.680.000 43.680.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
11.064.824
12.701.966
12.601.157
12.376.136
12.054.678
11.660.031
11.211.568
1. Peralatan
1.165.643
-
-
-
-
-
1.528.712
114.653
114.653
1.528.712
114.653
114.653
1.528.712
2. Bibit
3.344.058
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18.956.029
4.127.522
4.127.522
4.127.522
4.127.522
4.127.522
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
4. Pupuk
2.627.474
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
1.370.108
5. Obat-obatan
1.358.643
1.358.643
1.358.643
1.358.643
1.358.643
1.358.643
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
27.451.846
6.856.273
6.856.273
6.856.273
6.856.273
6.856.273
24.168.937
22.754.878
22.754.878
24.168.937
22.754.878
22.754.878
24.168.937
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
27.451.846
6.121.673
5.465.779
4.880.160
4.357.286
3.890.434
12.244.736
10.293.151
9.190.314
8.715.561
7.326.462
6.541.484
6.203.564
Net Benefit
(27.451.846)
(6.856.273)
(6.856.273)
(6.856.273)
(6.856.273)
(6.856.273)
(2.328.937)
5.325.122
8.445.122
10.151.063
14.685.122
17.805.122
19.511.063
Present Value Net Benefit
(27.451.846)
(6.121.673)
(5.465.779)
(4.880.160)
(4.357.286)
(3.890.434)
(1.179.912)
2.408.815
3.660.575
4.728.216
5.118.547
Net Benefit Kumulatif
(27.451.846) (33.573.518) (39.039.297)
(43.919.457)
Cost
3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%)
(48.276.743) (52.167.177)
(53.347.088) (50.938.274)
3.410.843 (47.527.431)
(43.866.855) (39.138.639) (34.020.092)
5.008.004 (29.012.088)
134
Lampiran 12 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.600
3.840
3.792
3.648
3.264
3.024
2.784
2.640
2.400
2.304
1.920
1.920
1.680
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
21.840.000
Total Benefit
21.840.000
Harga (Rp)
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
10.725.352
10.214.621
9.006.195
7.735.882
6.179.981
5.112.116
4.202.136
3.557.843
2.887.860
2.475.308
1.841.747
1.644.417
1.284.701
114.653
114.653
1.528.712
114.653
114.653
1.528.712
1.528.712
114.653
114.653
1.528.712
114.653
114.653
1.528.712
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
19.108.900
4. Pupuk
1.370.108
1.370.108
1.370.108
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
917.227
5. Obat-obatan
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
2.161.217
22.754.878
22.754.878
24.168.937
22.301.997
22.301.997
23.716.056
23.716.056
22.301.997
22.301.997
23.716.056
22.301.997
22.301.997
23.716.056
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
5.214.831
4.656.099
4.415.574
3.637.939
3.248.160
3.084.026
2.753.595
2.311.976
2.064.264
1.959.954
1.645.619
1.469.302
1.395.057
24.045.122
27.165.122
25.127.063
25.122.003
20.130.003
15.595.944
12.475.944
12.018.003
8.898.003
6.235.944
2.658.003
2.658.003
(1.876.056)
5.510.521
5.558.522
4.590.621
4.097.943
2.931.821
2.028.090
1.448.542
1.245.867
823.596
515.354
196.129
175.115
(110.356)
(23.501.567)
(17.943.045)
(13.352.424)
(9.254.481)
(6.322.660)
(4.294.570)
(2.846.029)
(1.600.161)
(776.565)
(261.211)
(65.083)
110.032
(324)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV)
-324
Net B/C Ratio
1,00
IRR
12,00%
135
Lampiran 13 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang ( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.400
2.880
3.120
3.264
3.360
3.456
3.600
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
46.800.000 46.800.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
15.806.891
16.935.955
16.381.504
15.301.405
14.063.791
12.915.726
12.012.394
1. Peralatan
1.282.830
-
-
-
-
-
1.682.400
126.180
126.180
1.682.400
126.180
126.180
1.682.400
2. Bibit
3.680.250
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
21.030.000
4.710.720
4.710.720
4.710.720
4.710.720
4.710.720
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
4. Pupuk
2.891.625
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
3.015.702
5. Obat-obatan
1.495.233
1.495.233
1.495.233
1.495.233
1.495.233
1.495.233
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
30.379.938
9.221.655
9.221.655
9.221.655
9.221.655
9.221.655
28.274.835
26.718.615
26.718.615
28.274.835
26.718.615
26.718.615
28.274.835
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
30.379.938
8.233.621
7.351.447
6.563.792
5.860.528
5.232.615
14.324.911
12.086.145
10.791.200
10.196.189
8.602.679
7.680.963
7.257.446
Net Benefit
(30.379.938)
(9.221.655)
(9.221.655)
(9.221.655)
(9.221.655)
(9.221.655)
2.925.165
10.721.385
13.841.385
14.157.165
16.961.385
18.209.385
18.525.165
Present Value Net Benefit
(30.379.938)
(8.233.621)
(7.351.447)
(6.563.792)
(5.860.528)
(5.232.615)
1.481.980
4.849.810
5.590.303
5.105.216
5.461.112
5.234.763
4.754.948
Net Benefit Kumulatif
(30.379.938) (38.613.559)
(45.965.005)
(52.528.797)
(62.139.961)
(57.290.151)
(41.133.520)
(35.898.757)
(31.143.808)
Cost
3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%)
(58.389.326) (63.621.940)
(51.699.848) (46.594.632)
136
Lampiran 13 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.840
4.320
4.080
3.936
3.600
3.360
3.072
2.880
2.640
2.640
2.400
2.400
2.160
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
28.080.000
Total Benefit
28.080.000
Harga (Rp)
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
11.440.376
11.491.449
9.690.210
8.346.609
6.816.155
5.680.129
4.636.840
3.881.284
3.176.646
2.836.291
2.302.184
2.055.522
1.651.758
126.180
126.180
1.682.400
126.180
126.180
1.682.400
1.682.400
126.180
126.180
1.682.400
126.180
126.180
1.682.400
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
21.198.240
4. Pupuk
3.015.702
3.015.702
3.015.702
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
1.009.440
5. Obat-obatan
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
2.378.493
26.718.615
26.718.615
28.274.835
24.712.353
24.712.353
26.268.573
26.268.573
24.712.353
24.712.353
26.268.573
24.712.353
24.712.353
26.268.573
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
6.123.217
5.467.158
5.165.707
4.031.120
3.599.214
3.415.954
3.049.959
2.561.850
2.287.366
2.170.901
1.823.474
1.628.102
1.545.204
23.201.385
29.441.385
24.765.165
26.455.647
22.087.647
17.411.427
13.667.427
12.727.647
9.607.647
8.051.427
6.487.647
6.487.647
1.811.427
5.317.159
6.024.291
4.524.503
4.315.489
3.216.941
2.264.175
1.586.881
1.319.434
889.280
665.390
478.710
427.420
106.554
(25.826.650)
(19.802.359)
(15.277.856)
(10.962.367)
(7.745.426)
(5.481.251)
(3.894.370)
(2.574.936)
(541.556)
(114.136)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-7.582 1,00 12,00%
(1.685.656)
(1.020.266)
(7.582)
137
Lampiran 14 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.100
2.520
2.730
2.856
2.940
3.024
3.150
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
27.300.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
40.950.000 40.950.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
27.313.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
13.837.616
14.818.960
14.333.816
13.388.729
12.305.817
11.301.261
10.510.845
1. Peralatan
1.034.999
1.034.999
-
-
-
-
-
1.357.376
101.803
101.803
1.357.376
101.803
101.803
2. Bibit
3.605.530
2.969.260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
14.931.136
18.324.576
3.800.653
3.800.653
3.800.653
3.800.653
3.800.653
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
2.332.990
2.332.990
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
848.360
1.206.368
1.206.368
1.206.368
1.206.368
1.206.368
1.206.368
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
22.753.015
25.868.193
10.076.820
10.076.820
10.076.820
10.076.820
10.076.820
22.191.401
20.935.828
20.935.828
22.191.401
20.935.828
20.935.828
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
22.753.015
23.096.601
8.033.179
7.172.481
6.404.001
5.717.858
5.105.231
10.038.263
8.455.630
7.549.669
7.145.037
6.018.550
5.373.706
Net Benefit
(22.753.015) (25.868.193) (10.076.820)
17.236.180
10.568.599
14.554.172
16.192.172
16.028.599
18.376.172
20.014.172
Present Value Net Benefit
(22.753.015) (23.096.601)
5.839.060
5.160.780
Net Benefit Kumulatif
(22.753.015) (45.849.616) (53.882.795)
Cost
3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(8.033.179)
(10.076.820) (10.076.820) (10.076.820) (7.172.481)
(6.404.001)
(5.717.858)
8.732.385
(61.055.277) (67.459.278) (73.177.137) (64.444.751)
4.780.698
5.878.186
(59.664.054)
(53.785.868)
(47.946.809) (42.786.029)
5.282.710
5.137.139
(37.503.318)
(32.366.179)
138
Lampiran 14 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.360
3.780
3.570
3.444
3.150
2.940
2.688
2.520
2.310
2.310
2.100
2.100
1.890
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
24.570.000
Total Benefit
24.570.000
Harga (Rp)
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
10.010.329
10.055.018
8.478.933
7.303.283
5.964.136
4.970.113
4.057.235
3.396.123
2.779.565
2.481.755
2.014.411
1.798.581
1.445.289
1.357.376
101.803
101.803
1.357.376
101.803
101.803
1.357.376
1.357.376
101.803
101.803
1.357.376
101.803
101.803
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
13.845.235
4. Pupuk
5.069.799
5.069.799
5.069.799
5.069.799
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
1.628.851
5. Obat-obatan
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
1.918.990
22.191.401
20.935.828
20.935.828
22.191.401
17.494.880
17.494.880
18.750.453
18.750.453
17.494.880
17.494.880
18.750.453
17.494.880
17.494.880
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
5.085.696
4.283.885
3.824.898
3.619.898
2.548.030
2.275.027
2.177.055
1.943.799
1.619.319
1.445.821
1.383.558
1.152.599
1.029.107
21.488.599
28.204.172
25.474.172
22.580.599
23.455.120
20.725.120
16.193.547
14.009.547
12.535.120
12.535.120
8.549.547
9.805.120
7.075.120
4.924.632
5.771.132
4.654.036
3.683.385
3.416.106
2.695.086
1.880.181
1.452.324
1.160.246
1.035.934
630.854
645.982
416.182
(27.441.547)
(21.670.414)
(17.016.378)
(13.332.993)
(9.916.888)
(7.221.802)
(5.341.621)
(3.889.297)
(2.729.051)
(1.693.117)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV)
-100
Net B/C Ratio
1,00
IRR
12,00%
(1.062.263)
(416.281)
(100)
139
Lampiran 15 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.470
1.890
2.100
2.310
2.520
2.730
2.940
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
19.110.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
38.220.000 38.220.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
19.123.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
9.688.307
11.114.220
11.026.012
10.829.119
10.547.843
10.202.527
9.810.122
1. Peralatan
1.047.181
-
-
-
-
-
1.373.352
103.001
103.001
1.373.352
103.001
103.001
1.373.352
2. Bibit
3.004.208
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
18.402.917
3.708.050
3.708.050
3.708.050
3.708.050
3.708.050
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
4. Pupuk
2.360.449
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
2.564.735
5. Obat-obatan
1.220.567
1.220.567
1.220.567
1.220.567
1.220.567
1.220.567
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
26.035.321
7.493.352
7.493.352
7.493.352
7.493.352
7.493.352
19.750.518
18.480.168
18.480.168
19.750.518
18.480.168
18.480.168
19.750.518
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
26.035.321
6.690.493
5.973.654
5.333.620
4.762.161
4.251.929
10.006.227
8.359.489
7.463.830
7.122.235
5.950.119
5.312.607
5.069.466
Net Benefit
(26.035.321)
(7.493.352)
(7.493.352)
(7.493.352)
(7.493.352)
(7.493.352)
6.089.832
8.819.832
10.279.482
14.279.832
17.009.832
18.469.482
Present Value Net Benefit
(26.035.321)
(6.690.493)
(5.973.654)
(5.333.620)
(4.762.161)
(4.251.929)
(317.920)
3.706.884
4.597.724
Net Benefit Kumulatif
(26.035.321) (32.725.813)
(38.699.467)
(44.033.087) (48.795.248)
(53.047.177)
(53.365.097)
Cost
3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%)
(627.518)
2.754.731
3.562.182
(50.610.367)
(47.048.184)
(43.341.300) (38.743.576)
4.889.920
4.740.656
(33.853.656)
(29.113.000)
140
Lampiran 15 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.150
3.360
3.318
3.192
2.856
2.646
2.436
2.310
2.100
2.016
1.680
1.680
1.470
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
19.110.000
Total Benefit
19.110.000
Harga (Rp)
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
9.384.683
8.937.793
7.880.421
6.768.896
5.407.483
4.473.102
3.676.869
3.113.113
2.526.877
2.165.895
1.611.529
1.438.865
1.124.113
103.001
103.001
1.373.352
103.001
103.001
1.373.352
1.373.352
103.001
103.001
1.373.352
103.001
103.001
1.373.352
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
13.870.855
4. Pupuk
2.564.735
2.564.735
2.564.735
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
824.011
5. Obat-obatan
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
1.941.576
18.480.168
18.480.168
19.750.518
16.739.444
16.739.444
18.009.795
18.009.795
16.739.444
16.739.444
18.009.795
16.739.444
16.739.444
18.009.795
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
4.235.178
3.781.408
3.608.346
2.730.566
2.438.005
2.341.986
2.091.059
1.735.324
1.549.396
1.488.375
1.235.169
1.102.830
1.059.396
22.469.832
25.199.832
23.383.482
24.756.556
20.388.556
16.388.205
13.658.205
13.290.556
10.560.556
8.198.205
5.100.556
5.100.556
1.100.205
5.149.506
5.156.385
4.272.075
4.038.331
2.969.478
2.131.115
1.585.810
1.377.789
977.481
677.520
376.360
336.035
64.718
(10.496.705)
(7.527.227)
(5.396.111)
(3.810.301)
(2.432.512)
(777.511)
(401.151)
(65.116)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
(23.963.495)
(18.807.110) (14.535.035)
Net Present Value (NPV)
-398
Net B/C Ratio
1,00
IRR
12,00%
(1.455.031)
(398)
141
Lampiran 16 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.302
1.674
1.860
2.046
2.232
2.418
2.604
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
16.926.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
33.852.000 33.852.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
16.939.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
8.581.825
9.844.024
9.765.896
9.591.505
9.342.375
9.036.524
8.688.965 84.000
Cost 1. Peralatan
854.000
854.000
-
-
-
-
-
1.120.000
84.000
84.000
1.120.000
84.000
2.975.000
3.062.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.320.000
15.624.000
3.024.000
3.024.000
3.024.000
3.024.000
3.024.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
1.925.000
1.925.000
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
700.000
995.400
995.400
995.400
995.400
995.400
995.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
18.774.000
22.460.900
6.459.600
6.459.600
6.459.600
6.459.600
6.459.600
16.455.600
15.419.600
15.419.600
16.455.600
15.419.600
15.419.600
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
18.774.000
20.054.375
5.149.554
4.597.816
4.105.193
3.665.351
3.272.634
7.443.678
6.227.718
5.560.462
5.298.263
4.432.767
3.957.827
Net Benefit
(18.774.000)
(22.460.900)
(6.459.600)
(6.459.600)
(6.459.600)
(6.459.600)
10.479.400
5.306.400
8.760.400
11.178.400
12.560.400
16.014.400
18.432.400
Present Value Net Benefit
(18.774.000)
(20.054.375)
(5.149.554)
(4.597.816)
(4.105.193)
(3.665.351)
5.309.190
2.400.346
3.538.179
4.031.043
4.044.113
4.603.757
Net Benefit Kumulatif
(18.774.000)
(38.828.375)
(43.977.929)
(48.575.744)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(52.680.937) (56.346.287) (51.037.097)
(48.636.751) (45.098.573) (41.067.530)
(37.023.417) (32.419.660)
4.731.138 (27.688.522)
142
Lampiran 16 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2.790
2.976
2.939
2.827
2.530
2.344
2.158
2.046
1.860
1.786
1.488
1.488
1.302
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
16.926.000
Total Benefit
16.926.000
Harga (Rp)
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
8.866.291
7.916.331
6.979.801
5.995.308
4.789.485
3.961.890
3.256.656
2.757.329
2.238.091
1.918.364
1.427.354
1.274.423
995.643
1.120.000
84.000
84.000
1.120.000
84.000
84.000
1.120.000
1.120.000
84.000
84.000
1.120.000
84.000
84.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
11.312.000
4. Pupuk
2.440.200
2.440.200
2.440.200
2.440.200
784.000
784.000
784.000
784.000
784.000
784.000
784.000
784.000
784.000
5. Obat-obatan
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
1.583.400
16.455.600
15.419.600
15.419.600
16.455.600
13.763.400
13.763.400
14.799.400
14.799.400
13.763.400
13.763.400
14.799.400
13.763.400
13.763.400
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
3.771.199
3.155.156
2.817.103
2.684.265
2.004.561
1.789.787
1.718.311
1.534.206
1.273.935
1.137.442
1.092.017
906.762
809.609
22.232.400
23.268.400
22.784.800
20.298.000
19.121.400
16.703.400
13.249.400
11.798.600
10.416.600
9.449.400
4.544.600
5.580.600
3.162.600
5.095.092
4.761.176
4.162.698
3.311.043
2.784.924
2.172.103
1.538.345
1.223.123
964.156
780.922
335.337
367.662
186.035
(10.358.512)
(7.573.589)
(5.401.485)
(3.863.140)
(2.640.018)
(894.939)
(559.602)
(191.941)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
(22.593.429) (17.832.254) (13.669.556)
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-5.906 1,00 12,00%
(1.675.861)
(5.906)
143
Lampiran 17 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Biaya Input Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.860
2.232
2.418
2.530
2.604
2.678
2.790
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
24.180.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
36.270.000 36.270.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
24.193.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
12.256.927
13.125.365
12.695.665
11.858.589
10.899.438
10.009.688
9.309.606 86.437
Cost 1. Peralatan
878.778
878.778
-
-
-
-
-
1.152.496
86.437
86.437
1.152.496
86.437
3.061.318
3.151.356
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
12.677.456
16.192.569
3.226.989
3.226.989
3.226.989
3.226.989
3.226.989
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
1.980.853
1.980.853
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
720.310
1.024.281
1.024.281
1.024.281
1.024.281
1.024.281
1.024.281
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
19.318.714
23.227.837
9.273.271
9.273.271
9.273.271
9.273.271
9.273.271
19.559.298
18.493.239
18.493.239
19.559.298
18.493.239
18.493.239
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
19.318.714
20.739.140
7.392.595
6.600.531
5.893.331
5.261.903
4.698.128
8.847.633
7.469.109
6.668.847
6.297.570
5.316.364
4.746.754
Net Benefit
(19.318.714)
(23.227.837)
(9.273.271)
(9.273.271)
(9.273.271)
(9.273.271)
14.919.729
9.456.702
12.940.761
14.391.561
14.292.702
16.325.961
17.776.761
Present Value Net Benefit
(19.318.714)
(20.739.140)
(7.392.595)
(6.600.531)
(5.893.331)
(5.261.903)
7.558.799
4.277.732
Net Benefit Kumulatif
(19.318.714)
(40.057.854)
(47.450.449) (54.050.980)
(59.944.311)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
(65.206.214) (57.647.415) (53.369.683)
5.226.556
5.189.741
4.601.868
4.693.324
4.562.852
(48.143.127)
(42.953.386)
(38.351.518)
(33.658.194)
(29.095.343)
144
Lampiran 17 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2.976
3.348
3.162
3.050
2.790
2.604
2.381
2.232
2.046
2.046
1.860
1.860
1.674
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
21.762.000
Total Benefit
21.762.000
Harga (Rp)
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
8.866.291
8.905.873
7.509.913
6.468.622
5.282.520
4.402.100
3.593.551
3.007.995
2.461.901
2.198.125
1.784.193
1.593.029
1.280.113
1.152.496
86.437
86.437
1.152.496
86.437
86.437
1.152.496
1.152.496
86.437
86.437
1.152.496
86.437
86.437
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
11.755.459
4. Pupuk
5.022.001
5.022.001
5.022.001
5.022.001
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
1.613.494
5. Obat-obatan
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
1.629.341
19.559.298
18.493.239
18.493.239
19.559.298
15.084.732
15.084.732
16.150.791
16.150.791
15.084.732
15.084.732
16.150.791
15.084.732
15.084.732
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
4.482.486
3.784.083
3.378.646
3.190.545
2.197.006
1.961.612
1.875.216
1.674.300
1.396.237
1.246.640
1.191.734
993.814
887.334
19.128.702
25.030.761
22.612.761
20.095.902
21.185.268
18.767.268
14.799.609
12.865.209
11.513.268
11.513.268
8.029.209
9.095.268
6.677.268
4.383.805
5.121.790
4.131.267
3.278.077
3.085.514
2.440.488
1.718.335
1.333.695
1.065.664
951.485
592.459
599.215
392.779
(24.711.538)
(19.589.748)
(15.458.481)
(12.180.404)
(9.094.890)
(6.654.402)
(4.936.067)
(3.602.373)
(2.536.709)
(992.765)
(393.549)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV)
-770
Net B/C Ratio
1,00
IRR
12,00%
(1.585.224)
(770)
145
Lampiran 18 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu ( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.680
2.160
2.400
2.640
2.880
3.120
3.360
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
43.680.000 43.680.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
21.840.000
28.080.000
31.200.000
34.320.000
37.440.000
40.560.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,7886
0,6220
0,4905
0,3868
0,3051
0,2406
0,1897
0,1496
0,1180
0,0931
0,0734
0,0579
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.254.569
5.327.977
4.668.749
4.050.177
3.484.523
2.977.050
2.528.434
800.000
60.000
60.000
800.000 10.000.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
2. Bibit
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
9.920.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
4. Pupuk
1.375.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.366.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
1,0000
0,7886
0,6220
0,4905
0,3868
0,3051
0,2406
0,1897
0,1496
0,1180
0,0931
0,0734
0,0579
Present Value Cost
14.366.000
2.829.653
2.231.588
1.759.927
1.387.955
1.094.602
3.043.031
2.259.457
1.781.906
1.492.618
1.108.272
874.031
732.134
Net Benefit
(14.366.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
9.192.000
16.172.000
19.292.000
21.672.000
25.532.000
28.652.000
31.032.000
Present Value Net Benefit
(14.366.000)
(2.829.653)
(2.231.588)
(1.759.927)
(1.387.955)
(1.094.602)
2.211.538
3.068.520
2.886.843
2.557.559
2.376.251
2.103.019
1.796.299
Net Benefit Kumulatif
(14.366.000)
(17.195.653)
(19.427.241)
(21.187.168)
(22.575.123)
(23.669.725)
(21.458.186)
(18.389.666)
(15.502.823)
(12.945.263)
(10.569.012)
(8.465.994)
(6.669.694)
5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
146
Lampiran 18 (Lanjutan) Tahun
Uraian
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.600
3.840
3.792
3.648
3.264
3.024
2.784
2.640
2.400
2.304
1.920
1.920
1.680
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
21.840.000
Total Benefit
46.800.000
49.920.000
49.296.000
47.424.000
42.432.000
39.312.000
36.192.000
34.320.000
31.200.000
29.952.000
24.960.000
24.960.000
21.840.000
Discount Rate (12%)
0,0457
0,0360
0,0284
0,0224
0,0177
0,0139
0,0110
0,0087
0,0068
0,0054
0,0042
0,0034
0,0026
Present Value Benefit
2.136.464
1.797.236
1.399.661
1.061.916
749.318
547.493
397.509
297.278
213.133
161.362
106.048
83.634
57.713
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
717.000
717.000
717.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
0,0457
0,0360
0,0284
0,0224
0,0177
0,0139
0,0110
0,0087
0,0068
0,0054
0,0042
0,0034
0,0026
543.611
428.716
359.115
261.336
206.101
172.846
136.314
101.093
79.727
66.863
49.587
39.106
32.796 9.429.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit
34.892.000
38.012.000
36.648.000
35.753.000
30.761.000
26.901.000
23.781.000
22.649.000
19.529.000
17.541.000
13.289.000
13.289.000
Present Value Net Benefit
1.592.853
1.368.520
1.040.546
800.579
543.217
374.647
261.195
196.184
133.406
94.500
56.461
44.528
24.916
Net Benefit Kumulatif
(5.076.842)
(3.708.322)
(2.667.775)
(949.332)
(688.138)
(491.954)
(358.547)
(264.048)
(207.587)
(163.059)
(138.143)
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-138.143 1,00 26,72%
(1.867.196)
(1.323.979)
147
Lampiran 19 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang ( kelas kesesuaian lahan S1) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.400
2.880
3.120
3.264
3.360
3.456
3.600
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
46.800.000 46.800.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
31.200.000
37.440.000
40.560.000
42.432.000
43.680.000
44.928.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,7722
0,5963
0,4605
0,3556
0,2746
0,2120
0,1637
0,1264
0,0976
0,0754
0,0582
0,0450
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
6.615.093
6.129.816
5.127.903
4.142.529
3.292.949
2.615.469
2.103.820
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
10.000.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
1.375.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.446.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
1,0000
0,7722
0,5963
0,4605
0,3556
0,2746
0,2120
0,1637
0,1264
0,0976
0,0754
0,0582
0,0450
Present Value Cost
14.446.000
3.386.100
2.614.749
2.019.111
1.559.159
1.203.984
2.850.639
2.080.110
1.606.263
1.312.601
957.805
739.618
604.399
Net Benefit
(14.446.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
17.755.000
24.735.000
27.855.000
28.987.000
30.975.000
32.223.000
33.355.000
Present Value Net Benefit
(14.446.000)
(3.386.100)
(2.614.749)
(2.019.111)
(1.559.159)
(1.203.984)
3.764.455
4.049.706
3.521.640
2.829.928
2.335.144
1.875.852
1.499.421
Net Benefit Kumulatif
(14.446.000)
(17.832.100)
(20.446.850)
(22.465.961)
(24.025.121)
(25.229.105)
(21.464.650)
(17.414.944)
(13.893.303)
(11.063.375)
(8.728.232)
(6.852.380)
(5.352.958)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
148
Lampiran 19 (Lanjutan) Tahun
Uraian
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.840
4.320
4.080
3.936
3.600
3.360
3.072
2.880
2.640
2.640
2.400
2.400
2.160
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
28.080.000
Total Benefit
Harga (Rp)
49.920.000
56.160.000
53.040.000
51.168.000
46.800.000
43.680.000
39.936.000
37.440.000
34.320.000
34.320.000
31.200.000
31.200.000
28.080.000
Discount Rate (12%)
0,0347
0,0268
0,0207
0,0160
0,0123
0,0095
0,0074
0,0057
0,0044
0,0034
0,0026
0,0020
0,0016
Present Value Benefit
1.732.876
1.505.395
1.097.885
817.866
577.643
416.320
293.927
212.785
150.620
116.309
81.649
63.049
43.818
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000 10.080.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
4. Pupuk
1.434.000
1.434.000
1.434.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
0,0347
0,0268
0,0207
0,0160
0,0123
0,0095
0,0074
0,0057
0,0044
0,0034
0,0026
0,0020
0,0016
441.030
340.563
278.301
187.827
145.040
119.053
91.933
66.785
51.571
42.331
30.752
23.747
19.492
37.215.000
43.455.000
39.595.000
39.417.000
35.049.000
31.189.000
27.445.000
25.689.000
22.569.000
21.829.000
19.449.000
19.449.000
15.589.000
1.291.847
1.164.831
819.585
630.039
432.603
297.266
201.994
146.000
99.048
73.977
50.897
39.303
24.326
(4.061.112)
(2.896.280)
(716.788)
(514.794)
(368.794)
(269.746)
(195.769)
(144.872)
(105.569)
(81.243)
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
(2.076.696)
-81.243 1,00 29,45%
(1.446.657)
(1.014.054)
149
Lampiran 20 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.100
2.520
2.730
2.856
2.940
3.024
3.150
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
27.300.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
40.950.000 40.950.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
27.313.000
32.760.000
35.490.000
37.128.000
38.220.000
39.312.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8032
0,6452
0,5182
0,4162
0,3343
0,2685
0,2157
0,1732
0,1391
0,1118
0,0898
0,0721
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
7.334.209
7.065.753
6.148.245
5.166.273
4.271.665
3.529.086
2.952.716 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.800.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.246.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
1,0000
0,8032
0,6452
0,5182
0,4162
0,3343
0,2685
0,2157
0,1732
0,1391
0,1118
0,0898
0,0721
Present Value Cost
15.246.000
4.770.281
3.831.551
3.077.551
2.471.929
1.985.485
3.512.032
2.661.304
2.137.594
1.819.912
1.379.070
1.107.687
943.067
Net Benefit
(15.246.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
14.234.000
20.421.000
23.151.000
24.049.000
25.881.000
26.973.000
27.871.000
Present Value Net Benefit
(15.246.000)
(4.770.281)
(3.831.551)
(3.077.551)
(2.471.929)
(1.985.485)
3.822.178
4.404.449
4.010.652
3.346.362
2.892.594
2.421.399
2.009.650
Net Benefit Kumulatif
(15.246.000)
(20.016.281)
(23.847.832)
(26.925.383)
(29.397.312)
(31.382.797)
(27.560.619)
(23.156.171)
(19.145.519)
(15.799.157)
(12.906.563)
(10.485.164)
(8.475.514)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
150
Lampiran 20 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.360
3.780
3.570
3.444
3.150
2.940
2.688
2.520
2.310
2.310
2.100
2.100
1.890
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
24.570.000
Total Benefit
24.570.000
43.680.000
49.140.000
46.410.000
44.772.000
40.950.000
38.220.000
34.944.000
32.760.000
30.030.000
30.030.000
27.300.000
27.300.000
Discount Rate (12%)
0,0579
0,0465
0,0374
0,0300
0,0241
0,0194
0,0156
0,0125
0,0100
0,0081
0,0065
0,0052
0,0042
Present Value Benefit
2.529.770
2.285.937
1.734.089
1.343.683
987.131
740.018
543.444
409.220
301.300
242.008
176.713
141.938
102.606
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
2.988.000
2.988.000
2.988.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
0,0579
0,0465
0,0374
0,0300
0,0241
0,0194
0,0156
0,0125
0,0100
0,0081
0,0065
0,0052
0,0042
714.625
573.996
488.691
309.450
248.555
213.970
171.864
128.799
103.453
89.059
66.743
53.609
46.150
31.341.000
36.801.000
33.331.000
34.461.000
30.639.000
27.169.000
23.893.000
22.449.000
19.719.000
18.979.000
16.989.000
16.989.000
13.519.000
1.815.145
1.711.941
1.245.398
1.034.233
738.577
526.048
371.581
280.421
197.847
152.949
109.970
88.329
56.456
(6.660.369)
(4.948.429)
(3.703.031)
(2.668.798)
(752.173)
(554.326)
(401.377)
(291.407)
(203.078)
(146.622)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-146.622 1,00 24,44%
(1.930.222)
(1.404.174)
(1.032.593)
151
Lampiran 21 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.470
1.890
2.100
2.310
2.520
2.730
2.940
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
19.110.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
38.220.000 38.220.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
19.123.000
24.570.000
27.300.000
30.030.000
32.760.000
35.490.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8104
0,6567
0,5322
0,4313
0,3495
0,2832
0,2295
0,1860
0,1507
0,1221
0,0990
0,0802
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.415.831
5.638.960
5.077.400
4.526.045
4.001.219
3.512.685
3.065.553 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.720.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.166.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
1,0000
0,8104
0,6567
0,5322
0,4313
0,3495
0,2832
0,2295
0,1860
0,1507
0,1221
0,0990
0,0802
Present Value Cost
15.166.000
3.537.277
2.866.513
2.322.944
1.882.451
1.525.487
3.258.334
2.470.631
2.002.132
1.734.004
1.314.808
1.065.485
922.794
Net Benefit
(15.166.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
7.618.000
13.805.000
16.535.000
18.525.000
21.995.000
24.725.000
26.715.000
Present Value Net Benefit
(15.166.000)
(3.537.277)
(2.866.513)
(2.322.944)
(1.882.451)
(1.525.487)
2.157.496
3.168.329
3.075.268
2.792.041
2.686.410
2.447.200
2.142.759
Net Benefit Kumulatif
(15.166.000)
(18.703.277)
(21.569.790)
(23.892.734)
(25.775.185)
(27.300.672)
(25.143.176)
(21.974.847)
(18.899.579)
(16.107.538)
(13.421.128)
(10.973.927)
(8.831.168)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
152
Lampiran 21 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
3.150
3.360
3.318
3.192
2.856
2.646
2.436
2.310
2.100
2.016
1.680
1.680
1.470
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
19.110.000
Total Benefit
Harga (Rp)
40.950.000
43.680.000
43.134.000
41.496.000
37.128.000
34.398.000
31.668.000
30.030.000
27.300.000
26.208.000
21.840.000
21.840.000
19.110.000
Discount Rate (12%)
0,0650
0,0527
0,0427
0,0346
0,0280
0,0227
0,0184
0,0149
0,0121
0,0098
0,0079
0,0064
0,0052
Present Value Benefit
2.661.686
2.300.755
1.841.163
1.435.369
1.040.744
781.376
582.952
447.973
330.023
256.744
173.382
140.504
99.628
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.494.000
1.494.000
1.494.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
0,0650
0,0527
0,0427
0,0346
0,0280
0,0227
0,0184
0,0149
0,0121
0,0098
0,0079
0,0064
0,0052
699.708
567.024
491.088
337.292
273.333
238.311
193.121
145.461
117.877
102.774
77.411
62.731
54.694
30.185.000
32.915.000
31.629.000
31.745.000
27.377.000
23.907.000
21.177.000
20.279.000
17.549.000
15.717.000
12.089.000
12.089.000
8.619.000
1.961.978
1.733.731
1.350.076
1.098.077
767.411
543.065
389.831
302.513
212.146
153.970
95.971
77.773
44.934
(6.869.191)
(5.135.460)
(3.785.384)
(2.687.308)
(987.000)
(684.487)
(472.342)
(318.372)
(222.400)
(144.628)
(99.693)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-99.693 1,00 23,35%
(1.919.896)
(1.376.831)
153
Lampiran 22 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.302
1.674
1.860
2.046
2.232
2.418
2.604
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
16.926.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
33.852.000 33.852.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
16.939.000
21.762.000
24.180.000
26.598.000
29.016.000
31.434.000
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8313
0,6910
0,5744
0,4775
0,3969
0,3299
0,2742
0,2280
0,1895
0,1575
0,1309
0,1088
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.588.484
5.968.146
5.512.280
5.040.323
4.570.685
4.116.023
3.684.655
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.043.500
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
1,0000
0,8313
0,6910
0,5744
0,4775
0,3969
0,3299
0,2742
0,2280
0,1895
0,1575
0,1309
0,1088
Present Value Cost
16.043.500
3.835.411
3.188.206
2.650.213
2.203.003
1.831.258
3.877.858
3.020.548
2.510.846
2.227.384
1.734.957
1.442.192
1.279.376
Net Benefit
(16.043.500)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
5.185.000
10.748.000
13.166.000
14.844.000
18.002.000
20.420.000
22.098.000
Present Value Net Benefit
(16.043.500)
(3.835.411)
(3.188.206)
(2.650.213)
(2.203.003)
(1.831.258)
1.710.626
2.947.598
3.001.434
2.812.939
2.835.727
2.673.830
2.405.279
Net Benefit Kumulatif
(16.043.500)
(19.878.911)
(23.067.117)
(25.717.330)
(27.920.333)
(29.751.590)
(28.040.965)
(25.093.367)
(22.091.932)
(19.278.993)
(16.443.266)
(13.769.436)
(11.364.157)
3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
154
Lampiran 22 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
2.790
2.976
2.939
2.827
2.530
2.344
2.158
2.046
1.860
1.786
1.488
1.488
1.302
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
16.926.000
Total Benefit
16.926.000
Harga (Rp)
38.688.000
38.688.000
38.204.400
36.753.600
32.884.800
30.466.800
28.048.800
26.598.000
24.180.000
23.212.800
19.344.000
19.344.000
Discount Rate (12%)
0,0905
0,0752
0,0625
0,0520
0,0432
0,0359
0,0299
0,0248
0,0206
0,0171
0,0143
0,0118
0,0098
Present Value Benefit
3.500.444
2.909.762
2.388.521
1.910.072
1.420.625
1.094.071
837.274
659.989
498.745
398.001
275.700
229.177
166.692
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.743.000
1.743.000
1.743.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
0,0905
0,0752
0,0625
0,0520
0,0432
0,0359
0,0299
0,0248
0,0206
0,0171
0,0143
0,0118
0,0098
996.534
828.374
734.854
510.914
424.700
379.607
315.551
243.941
202.777
181.248
140.116
116.472
104.106
27.674.000
27.674.000
26.450.400
26.922.600
23.053.800
19.895.800
17.477.800
16.767.000
14.349.000
12.641.800
9.513.000
9.513.000
6.355.000
2.503.910
2.081.389
1.653.666
1.399.159
995.926
714.464
521.723
416.047
295.967
216.753
135.584
112.705
62.586
(8.860.246)
(6.778.858)
(5.125.192)
(3.726.033)
(781.907)
(565.154)
(429.570)
(316.865)
(254.279)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-5.906 1,00 12,00%
(2.730.108)
(2.015.644)
(1.493.921)
(1.077.874)
155
Lampiran 23 Analisis Sensitivitas Kelayakan Finansial Karet Rakyat ( 1 ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3) skenario Menaikkan Tingkat Suku Bunga Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.860
2.232
2.418
2.530
2.604
2.678
2.790
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
24.180.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
36.270.000 36.270.000
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
24.193.000
29.016.000
31.434.000
32.884.800
33.852.000
34.819.200
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8278
0,6853
0,5673
0,4696
0,3887
0,3218
0,2664
0,2205
0,1826
0,1511
0,1251
0,1036
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
7.785.529
7.729.813
6.932.090
6.003.338
5.115.817
4.355.946
3.756.162
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.123.500
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
1,0000
0,8278
0,6853
0,5673
0,4696
0,3887
0,3218
0,2664
0,2205
0,1826
0,1511
0,1251
0,1036
Present Value Cost
16.123.500
5.328.642
4.411.128
3.651.596
3.022.844
2.502.355
4.369.203
3.419.755
2.830.923
2.478.571
1.939.966
1.605.932
1.406.049
Net Benefit
(16.123.500)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
10.616.000
16.179.000
18.597.000
19.307.800
21.015.000
21.982.200
22.693.000
Present Value Net Benefit
(16.123.500)
(5.328.642)
(4.411.128)
(3.651.596)
(3.022.844)
(2.502.355)
3.416.326
4.310.058
4.101.167
3.524.767
3.175.851
2.750.014
2.350.113
Net Benefit Kumulatif
(16.123.500)
(21.452.142)
(25.863.270)
(29.514.866)
(32.537.710)
(35.040.065)
(31.623.739)
(27.313.681)
(23.212.514)
(19.687.747)
(16.511.897)
(13.761.883)
(11.411.770)
3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
156
Lampiran 23 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
2.976
3.348
3.162
3.050
2.790
2.604
2.381
2.232
2.046
2.046
1.860
1.860
1.674
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
21.762.000
Total Benefit
21.762.000
38.688.000
43.524.000
41.106.000
39.655.200
36.270.000
33.852.000
30.950.400
29.016.000
26.598.000
26.598.000
24.180.000
24.180.000
Discount Rate (12%)
0,0857
0,0710
0,0587
0,0486
0,0403
0,0333
0,0276
0,0228
0,0189
0,0157
0,0130
0,0107
0,0089
Present Value Benefit
3.316.700
3.088.814
2.414.911
1.928.542
1.460.191
1.128.183
853.875
662.672
502.856
416.271
313.269
259.328
193.208
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
3.486.000
3.486.000
3.486.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
0,0857
0,0710
0,0587
0,0486
0,0403
0,0333
0,0276
0,0228
0,0189
0,0157
0,0130
0,0107
0,0089
1.100.508
911.017
797.627
509.234
421.551
373.628
309.295
239.138
197.962
175.457
135.659
112.301
99.534 10.551.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit
25.851.000
30.687.000
27.529.000
29.184.200
25.799.000
22.641.000
19.739.400
18.545.000
16.127.000
15.387.000
13.709.000
13.709.000
Present Value Net Benefit
2.216.191
2.177.797
1.617.284
1.419.309
1.038.640
754.555
544.581
423.534
304.893
240.814
177.610
147.028
93.674
Net Benefit Kumulatif
(9.195.579)
(7.017.782)
(5.400.498)
(3.981.189)
(2.942.549)
(914.987)
(674.173)
(496.563)
(349.535)
(255.861)
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
-255.861 1,00 20,71%
(2.187.994)
(1.643.414)
(1.219.880)
157
Lampiran 24 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.680
2.160
2.400
2.640
2.880
3.120
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
11.429.254
14.694.755
16.327.506
17.960.256
19.593.007
21.225.757
22.858.508 22.858.508
Total Benefit
3.360
-
-
-
-
-
-
11.429.254
14.694.755
16.327.506
17.960.256
19.593.007
21.225.757
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.790.416
6.647.161
6.594.406
6.476.648
6.308.424
6.101.898
5.867.210
800.000
60.000
60.000
800.000 10.000.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
2. Bibit
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
9.920.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
4. Pupuk
1.375.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.366.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
14.366.000
3.203.571
2.860.332
2.553.868
2.280.239
2.035.928
6.407.870
5.386.574
4.809.441
4.560.996
3.834.057
3.423.265
3.246.427
Net Benefit
(14.366.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(1.218.746)
2.786.755
4.419.506
5.312.256
7.685.007
9.317.757
10.210.508
Present Value Net Benefit
(14.366.000)
(3.203.571)
(2.860.332)
(2.553.868)
(2.280.239)
(2.035.928)
(617.455)
1.260.586
1.784.964
1.915.653
2.474.366
2.678.633
2.620.783
Net Benefit Kumulatif
(14.366.000)
(17.569.571)
(20.429.903)
(22.983.771)
(25.264.009)
(27.299.937)
(27.917.392)
(26.656.805)
(24.871.841)
(22.956.188)
(20.481.822)
(17.803.189)
(15.182.406)
5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
158
Lampiran 24 (Lanjutan) Tahun
Uraian
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.600
3.840
3.792
3.648
3.264
3.024
2.784
2.640
2.400
2.304
1.920
1.920
Harga (Rp)
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
6.803
Penerimaan (Rp)
24.491.258
26.124.009
25.797.459
24.817.808
22.205.408
20.572.657
18.939.906
17.960.256
16.327.506
15.674.405
13.062.004
13.062.004
11.429.254
Total Benefit
11.429.254
1.680
24.491.258
26.124.009
25.797.459
24.817.808
22.205.408
20.572.657
18.939.906
17.960.256
16.327.506
15.674.405
13.062.004
13.062.004
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.612.764
5.345.490
4.713.099
4.048.322
3.234.092
2.675.260
2.199.051
1.861.882
1.511.268
1.295.372
963.819
860.552
672.307
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
717.000
717.000
717.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.729.006
2.436.613
2.310.742
1.903.793
1.699.815
1.613.921
1.441.001
1.209.895
1.080.263
1.025.676
861.179
768.910
730.056
12.583.258
14.216.009
13.149.459
13.146.808
10.534.408
8.161.657
6.528.906
6.289.256
4.656.506
3.263.405
1.391.004
1.391.004
(981.746)
2.883.758
2.908.877
2.402.357
2.144.529
1.534.277
1.061.339
758.050
651.987
431.004
269.696
102.639
91.642
(57.750)
(12.298.648)
(9.389.771)
(6.987.414)
(4.842.885)
(3.308.608)
(2.247.270)
(837.232)
(406.228)
(136.532)
(33.893)
57.750
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(1.489.219)
0
159
Lampiran 25 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Sihepeng Kecamatan Siabu (Kelas Kesesuaian Lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233 18.587.233
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
9.416.871
8.407.920
7.507.072
6.702.743
5.984.592
5.343.385
800.000
60.000
60.000 10.000.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
2. Bibit
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
9.920.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
4. Pupuk
1.375.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
717.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.366.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
3.588.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.908.000
11.908.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
Present Value Cost
14.366.000
3.203.571
2.860.332
2.553.868
2.280.239
2.035.928
6.407.870
5.386.574
4.809.441
4.560.996
3.834.057
3.423.265
Net Benefit
(14.366.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
(3.588.000)
5.939.233
6.679.233
6.679.233
5.939.233
6.679.233
6.679.233
Present Value Net Benefit
(14.366.000)
(3.203.571)
(2.860.332)
(2.553.868)
(2.280.239)
(2.035.928)
3.009.000
3.021.346
2.697.630
2.141.747
2.150.534
1.920.120
Net Benefit Kumulatif
(14.366.000)
(17.569.571)
(20.429.903)
(22.983.771)
(25.264.009)
(27.299.937)
(24.290.937)
(21.269.591)
(18.571.960)
(16.430.213)
(14.279.679)
(12.359.559)
5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
160
Lampiran 25 (Lanjutan) Tahun
Uraian
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
1.430
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
Total Benefit
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
18.587.233
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
4.259.714
3.803.316
3.395.818
3.031.980
2.707.125
2.417.076
2.158.104
1.926.878
1.720.427
1.536.096
1.371.514
1.224.566
1.093.363
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
10.000.000
717.000
717.000
717.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.908.000
11.908.000
12.648.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
11.671.000
11.671.000
12.411.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.729.006
2.436.613
2.310.742
1.903.793
1.699.815
1.613.921
1.441.001
1.209.895
1.080.263
1.025.676
861.179
768.910
730.056
Net Benefit
6.679.233
6.679.233
5.939.233
6.916.233
6.916.233
6.176.233
6.176.233
6.916.233
6.916.233
6.176.233
6.916.233
6.916.233
6.176.233
Present Value Net Benefit
1.530.708
1.366.703
1.085.076
1.128.187
1.007.310
803.155
717.103
716.984
640.164
510.419
510.335
455.656
363.306
Net Benefit Kumulatif
(9.304.398)
(7.937.695)
(6.852.619)
(5.724.432)
(4.717.121)
(818.962)
(363.306)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(3.913.966)
(3.196.864)
(2.479.880)
(1.839.717)
(1.329.297)
(0)
161
Lampiran 26 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.400
2.880
3.120
3.264
3.360
3.456
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
14.836.583
17.803.899
19.287.557
20.177.752
20.771.216
21.364.679
22.254.874 22.254.874
Total Benefit
3.600
-
-
-
-
-
-
14.836.583
17.803.899
19.287.557
20.177.752
20.771.216
21.364.679
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
7.516.675
8.053.580
7.789.921
7.276.300
6.687.776
6.141.835
5.712.272
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
10.000.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
1.375.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.446.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
14.446.000
3.915.179
3.495.695
3.121.156
2.786.747
2.488.167
6.811.655
5.747.097
5.131.336
4.848.402
4.090.670
3.652.384
3.450.997
Net Benefit
(14.446.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
1.391.583
5.098.899
6.582.557
6.732.752
8.066.216
8.659.679
8.809.874
Present Value Net Benefit
(14.446.000)
(3.915.179)
(3.495.695)
(3.121.156)
(2.786.747)
(2.488.167)
705.019
2.306.483
2.658.585
2.427.898
2.597.106
2.489.451
2.261.275
Net Benefit Kumulatif
(14.446.000)
(18.361.179)
(21.856.874)
(24.978.030)
(27.764.777)
(30.252.944)
(29.547.925)
(27.241.442)
(24.582.857)
(22.154.959)
(19.557.853)
(17.068.403)
(14.807.127)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
162
Lampiran 26 (Lanjutan) Uraian
Tahun 14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.840
4.320
4.080
3.936
3.600
3.360
3.072
2.880
2.640
2.640
2.400
2.400
Harga (Rp)
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
6.182
Penerimaan (Rp)
23.738.532
26.705.849
25.222.190
24.331.996
22.254.874
20.771.216
18.990.826
17.803.899
16.320.241
16.320.241
14.836.583
14.836.583
13.352.924
Total Benefit
13.352.924
2.160
23.738.532
26.705.849
25.222.190
24.331.996
22.254.874
20.771.216
18.990.826
17.803.899
16.320.241
16.320.241
14.836.583
14.836.583
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.440.259
5.464.546
4.608.000
3.969.076
3.241.296
2.701.080
2.204.964
1.845.673
1.510.595
1.348.746
1.094.761
977.465
785.463
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000 10.080.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
4. Pupuk
1.434.000
1.434.000
1.434.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.911.658
2.599.695
2.456.351
1.916.843
1.711.467
1.624.325
1.450.290
1.218.188
1.087.668
1.032.288
867.082
774.181
734.762
11.033.532
14.000.849
11.777.190
12.580.996
10.503.874
8.280.216
6.499.826
6.052.899
4.569.241
3.829.241
3.085.583
3.085.583
861.924
2.528.601
2.864.851
2.151.649
2.052.233
1.529.830
1.076.756
754.674
627.484
422.927
316.458
227.679
203.285
50.701
(12.278.527)
(9.413.676)
(7.262.027)
(5.209.794)
(3.679.964)
(2.603.208)
(798.123)
(481.665)
(253.986)
(50.701)
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(1.848.534)
(1.221.050)
(0)
163
Lampiran 27 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Malintang Jae Kecamatan Bukit Malintang (Kelas Kesesuaian Lahan S1) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337 19.906.337
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
10.085.170
9.004.616
8.039.836
7.178.425
6.409.308
5.722.596
5.109.461
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
10.000.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
1.375.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
1.434.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
14.446.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
4.385.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
14.446.000
3.915.179
3.495.695
3.121.156
2.786.747
2.488.167
6.811.655
5.747.097
5.131.336
4.848.402
4.090.670
3.652.384
3.450.997
Net Benefit
(14.446.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
(4.385.000)
6.461.337
7.201.337
7.201.337
6.461.337
7.201.337
7.201.337
6.461.337
Present Value Net Benefit
(14.446.000)
(3.915.179)
(3.495.695)
(3.121.156)
(2.786.747)
(2.488.167)
3.273.514
3.257.519
2.908.499
2.330.023
2.318.638
2.070.212
1.658.464
Net Benefit Kumulatif
(14.446.000)
(18.361.179)
(21.856.874)
(24.978.030)
(27.764.777)
(30.252.944)
(26.979.429)
(23.721.910)
(20.813.411)
(18.483.388)
(16.164.750)
(14.094.538)
(12.436.073)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
164
Lampiran 27 (Lanjutan) Tahun
Uraian
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
1.531
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
Total Benefit
19.906.337
Harga (Rp)
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
19.906.337
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
4.562.019
4.073.231
3.636.813
3.247.155
2.899.245
2.588.612
2.311.261
2.063.626
1.842.523
1.645.110
1.468.848
1.311.471
1.170.957
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000 10.080.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
10.080.000
4. Pupuk
1.434.000
1.434.000
1.434.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.705.000
12.705.000
13.445.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
11.751.000
11.751.000
12.491.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.911.658
2.599.695
2.456.351
1.916.843
1.711.467
1.624.325
1.450.290
1.218.188
1.087.668
1.032.288
867.082
774.181
734.762
Net Benefit
7.201.337
7.201.337
6.461.337
8.155.337
8.155.337
7.415.337
7.415.337
8.155.337
8.155.337
7.415.337
8.155.337
8.155.337
7.415.337
Present Value Net Benefit
1.650.361
1.473.536
1.180.462
1.330.312
1.187.779
964.287
860.971
845.437
754.855
612.822
601.766
537.291
436.195
(10.785.713)
(9.312.177)
(8.131.714)
(6.801.402)
(5.613.624)
(973.485)
(436.195)
Total Cost Discount Rate (12%)
Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(4.649.336)
(3.788.365)
(2.942.928)
(2.188.073)
(1.575.251)
0
165
Lampiran 28 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
2.100
2.520
2.730
2.856
2.940
3.024
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
15.494.602
18.593.522
20.142.983
21.072.659
21.692.443
22.312.227
23.241.903 23.241.903
Total Benefit
3.150
-
-
-
-
-
-
15.494.602
18.593.522
20.142.983
21.072.659
21.692.443
22.312.227
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
7.850.048
8.410.765
8.135.413
7.599.012
6.984.386
6.414.232
5.965.618 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.800.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.246.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.246.000
5.302.679
4.734.534
4.227.263
3.774.342
3.369.948
6.626.228
5.581.537
4.983.515
4.716.419
3.972.828
3.547.168
3.357.054
Net Benefit
(15.246.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
2.415.602
6.254.522
7.803.983
7.993.659
9.353.443
9.973.227
10.162.903
Present Value Net Benefit
(15.246.000)
(5.302.679)
(4.734.534)
(4.227.263)
(3.774.342)
(3.369.948)
1.223.819
2.829.228
3.151.898
2.882.593
3.011.558
2.867.064
2.608.564
Net Benefit Kumulatif
(15.246.000)
(20.548.679)
(25.283.213)
(29.510.476)
(33.284.818)
(36.654.766)
(35.430.947)
(32.601.718)
(29.449.821)
(26.567.227)
(23.555.669)
(20.688.604)
(18.080.040)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
166
Lampiran 28 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.360
3.780
3.570
3.444
3.150
2.940
2.688
2.520
2.310
2.310
2.100
2.100
Harga (Rp)
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
7.378
Penerimaan (Rp)
24.791.363
27.890.284
26.340.823
25.411.147
23.241.903
21.692.443
19.833.091
18.593.522
17.044.062
17.044.062
15.494.602
15.494.602
13.945.142
Total Benefit
13.945.142
1.890
24.791.363
27.890.284
26.340.823
25.411.147
23.241.903
21.692.443
19.833.091
18.593.522
17.044.062
17.044.062
15.494.602
15.494.602
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.681.541
5.706.905
4.812.370
4.145.109
3.385.052
2.820.876
2.302.756
1.927.530
1.577.592
1.408.564
1.143.315
1.020.817
820.299
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
2.988.000
2.988.000
2.988.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.827.780
2.524.804
2.389.484
1.681.947
1.501.739
1.437.068
1.283.096
1.068.908
954.382
913.282
760.828
679.310
650.056
12.452.363
15.551.284
13.261.823
15.100.147
12.930.903
10.641.443
8.782.091
8.282.522
6.733.062
5.993.062
5.183.602
5.183.602
2.894.142
2.853.760
3.182.101
2.422.886
2.463.161
1.883.313
1.383.809
1.019.660
858.622
623.210
495.282
382.487
341.507
170.243
(15.226.280)
(12.044.179)
(9.621.294)
(7.158.133)
(5.274.820)
(3.891.011)
(2.871.351)
(894.237)
(511.750)
(170.243)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.012.728)
(1.389.519)
0
167
Lampiran 29 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Purba Baru Kecamatan Lembah Sorik Marapi ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206 20.789.206
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
10.532.459
9.403.981
8.396.412
7.496.796
6.693.568
5.976.400
5.336.071 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.800.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
2.988.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.246.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
5.939.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.246.000
5.302.679
4.734.534
4.227.263
3.774.342
3.369.948
6.626.228
5.581.537
4.983.515
4.716.419
3.972.828
3.547.168
3.357.054
Net Benefit
(15.246.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
(5.939.000)
7.710.206
8.450.206
8.450.206
7.710.206
8.450.206
8.450.206
7.710.206
Present Value Net Benefit
(15.246.000)
(5.302.679)
(4.734.534)
(4.227.263)
(3.774.342)
(3.369.948)
3.906.230
3.822.444
3.412.896
2.780.378
2.720.740
2.429.232
1.979.018
Net Benefit Kumulatif
(15.246.000)
(20.548.679)
(25.283.213)
(29.510.476)
(33.284.818)
(36.654.766)
(32.748.536)
(28.926.092)
(25.513.195)
(22.732.818)
(20.012.078)
(17.582.845)
(15.603.827)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
168
Lampiran 29 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
1.599
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
Total Benefit
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
20.789.206
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
4.764.349
4.253.883
3.798.110
3.391.170
3.027.830
2.703.420
2.413.768
2.155.150
1.924.241
1.718.072
1.533.993
1.369.637
1.222.890
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
2.988.000
2.988.000
2.988.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
960.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.339.000
12.339.000
13.079.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
10.311.000
10.311.000
11.051.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.827.780
2.524.804
2.389.484
1.681.947
1.501.739
1.437.068
1.283.096
1.068.908
954.382
913.282
760.828
679.310
650.056
Net Benefit
8.450.206
8.450.206
7.710.206
10.478.206
10.478.206
9.738.206
9.738.206
10.478.206
10.478.206
9.738.206
10.478.206
10.478.206
9.738.206
Present Value Net Benefit
1.936.569
1.729.080
1.408.626
1.709.222
1.526.091
1.266.352
1.130.672
1.086.242
969.859
804.790
773.165
690.326
572.833
(13.667.258)
(11.938.179)
(10.529.553)
(8.820.331)
(7.294.239)
(6.027.887)
(4.897.215)
(3.810.974)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%)
Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.841.115)
(2.036.325)
(1.263.160)
(572.833)
0
169
Lampiran 30 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.470
1.890
2.100
2.310
2.520
2.730
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
11.132.478
14.313.186
15.903.540
17.493.894
19.084.248
20.674.602
22.264.956 22.264.956
Total Benefit
2.940
-
-
-
-
-
-
11.132.478
14.313.186
15.903.540
17.493.894
19.084.248
20.674.602
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.640.060
6.474.558
6.423.173
6.308.473
6.144.617
5.943.454
5.714.860 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.720.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.166.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.166.000
3.897.321
3.479.751
3.106.921
2.774.036
2.476.818
5.828.791
4.869.539
4.347.803
4.148.818
3.466.042
3.094.680
2.953.047
Net Benefit
(15.166.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(372.522)
3.548.186
5.138.540
5.988.894
8.319.248
9.909.602
10.759.956
Present Value Net Benefit
(15.166.000)
(3.897.321)
(3.479.751)
(3.106.921)
(2.774.036)
(2.476.818)
(188.731)
1.605.019
2.075.370
2.159.655
2.678.575
2.848.774
2.761.813
Net Benefit Kumulatif
(15.166.000)
(19.063.321)
(22.543.073)
(25.649.993)
(28.424.030)
(30.900.848)
(31.089.579)
(29.484.560)
(27.409.190)
(25.249.535)
(22.570.960)
(19.722.187)
(16.960.374)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
170
Lampiran 30 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
3.150
3.360
3.318
3.192
2.856
2.646
2.436
2.310
2.100
2.016
1.680
1.680
Harga (Rp)
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
7.573
Penerimaan (Rp)
23.855.310
25.445.664
25.127.593
24.173.380
21.628.814
20.038.460
18.448.106
17.493.894
15.903.540
15.267.398
12.722.832
12.722.832
11.132.478
Total Benefit
11.132.478
1.470
23.855.310
25.445.664
25.127.593
24.173.380
21.628.814
20.038.460
18.448.106
17.493.894
15.903.540
15.267.398
12.722.832
12.722.832
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.467.021
5.206.687
4.590.717
3.943.202
3.150.114
2.605.793
2.141.950
1.813.535
1.472.025
1.261.736
938.792
838.207
654.849
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.494.000
1.494.000
1.494.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.467.060
2.202.732
2.101.920
1.590.599
1.420.178
1.364.245
1.218.076
1.010.855
902.549
867.003
719.506
642.416
617.115
13.090.310
14.680.664
13.622.593
14.422.380
11.877.814
9.547.460
7.957.106
7.742.894
6.152.540
4.776.398
2.971.832
2.971.832
641.478
2.999.961
3.003.955
2.488.797
2.352.603
1.729.936
1.241.548
923.874
802.681
569.477
394.734
219.285
195.791
37.734
(13.960.413)
(10.956.458)
(8.467.661)
(6.115.059)
(4.385.122)
(3.143.575)
(847.543)
(452.810)
(233.524)
(37.734)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.219.701)
(1.417.020)
(0)
171
Lampiran 31 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Roburan Lombang Kecamatan Panyabungan Selatan ( kelas kesesuaian lahan S2) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590 18.104.590
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
9.172.349
8.189.597
7.312.140
6.528.697
5.829.194
5.204.637
4.646.997 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
1.750.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10.720.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
1.494.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
15.166.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
4.365.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
15.166.000
3.897.321
3.479.751
3.106.921
2.774.036
2.476.818
5.828.791
4.869.539
4.347.803
4.148.818
3.466.042
3.094.680
2.953.047
Net Benefit
(15.166.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
(4.365.000)
6.599.590
7.339.590
7.339.590
6.599.590
7.339.590
7.339.590
6.599.590
Present Value Net Benefit
(15.166.000)
(3.897.321)
(3.479.751)
(3.106.921)
(2.774.036)
(2.476.818)
3.343.558
3.320.058
2.964.337
2.379.878
2.363.152
2.109.957
1.693.950
Net Benefit Kumulatif
(15.166.000)
(19.063.321)
(22.543.073)
(25.649.993)
(28.424.030)
(30.900.848)
(27.557.290)
(24.237.232)
(21.272.895)
(18.893.016)
(16.529.865)
(14.419.908)
(12.725.957)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
172
Lampiran 31 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
1.393
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
Total Benefit
18.104.590
Harga (Rp)
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
18.104.590
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
4.149.105
3.704.558
3.307.641
2.953.251
2.636.831
2.354.314
2.102.066
1.876.844
1.675.754
1.496.209
1.335.901
1.192.768
1.064.972
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.494.000
1.494.000
1.494.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
480.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
10.765.000
10.765.000
11.505.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
9.751.000
9.751.000
10.491.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.467.060
2.202.732
2.101.920
1.590.599
1.420.178
1.364.245
1.218.076
1.010.855
902.549
867.003
719.506
642.416
617.115
Net Benefit
7.339.590
7.339.590
6.599.590
8.353.590
8.353.590
7.613.590
7.613.590
8.353.590
8.353.590
7.613.590
8.353.590
8.353.590
7.613.590
Present Value Net Benefit
1.682.045
1.501.826
1.205.721
1.362.652
1.216.653
990.068
883.989
865.990
773.205
629.206
616.394
550.352
447.857
(11.043.913)
(9.542.087)
(8.336.366)
(6.973.715)
(5.757.062)
(998.209)
(447.857)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%)
Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(4.766.993)
(3.883.004)
(3.017.014)
(2.243.809)
(1.614.603)
0
173
Lampiran 32 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.302
1.674
1.860
2.046
2.232
2.418
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
11.517.806
14.808.608
16.454.009
18.099.410
19.744.811
21.390.211
23.035.612 23.035.612
Total Benefit
2.604
-
-
-
-
-
-
11.517.806
14.808.608
16.454.009
18.099.410
19.744.811
21.390.211
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
5.835.279
6.698.662
6.645.498
6.526.829
6.357.301
6.149.175
5.912.668 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.043.500
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.043.500
4.119.643
3.678.253
3.284.154
2.932.280
2.618.108
5.954.942
4.982.174
4.448.370
4.238.610
3.546.213
3.166.262
3.016.959
Net Benefit
(16.043.500)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(236.194)
3.794.608
5.440.009
6.345.410
8.730.811
10.376.211
11.281.612
Present Value Net Benefit
(16.043.500)
(4.119.643)
(3.678.253)
(3.284.154)
(2.932.280)
(2.618.108)
(119.663)
1.716.488
2.197.128
2.288.218
2.811.087
2.982.913
2.895.709
Net Benefit Kumulatif
(16.043.500)
(20.163.143)
(23.841.395)
(27.125.549)
(30.057.830)
(32.675.937)
(32.795.601)
(31.079.113)
(28.881.984)
(26.593.766)
(23.782.679)
(20.799.766)
(17.904.057)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
174
Lampiran 32 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
2.790
2.976
2.939
2.827
2.530
2.344
2.158
2.046
1.860
1.786
1.488
1.488
Harga (Rp)
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
8.846
Penerimaan (Rp)
24.681.013
26.326.414
25.997.334
25.010.093
22.377.452
20.732.051
19.086.650
18.099.410
16.454.009
15.795.848
13.163.207
13.163.207
11.517.806
Total Benefit
11.517.806
1.302
24.681.013
26.326.414
25.997.334
25.010.093
22.377.452
20.732.051
19.086.650
18.099.410
16.454.009
15.795.848
13.163.207
13.163.207
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.656.251
5.386.906
4.749.616
4.079.688
3.259.149
2.695.987
2.216.089
1.876.307
1.522.977
1.305.409
971.286
867.220
677.515
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.743.000
1.743.000
1.743.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.524.125
2.253.683
2.147.412
1.603.649
1.431.830
1.374.649
1.227.365
1.019.148
909.954
873.614
725.409
647.687
621.821
13.667.013
15.312.414
14.243.334
15.179.093
12.546.452
10.161.051
8.515.650
8.268.410
6.623.009
5.224.848
3.332.207
3.332.207
946.806
3.132.127
3.133.223
2.602.204
2.476.039
1.827.320
1.321.339
988.725
857.159
613.023
431.795
245.877
219.533
55.694
(14.771.930)
(11.638.707)
(9.036.503)
(6.560.464)
(4.733.144)
(3.411.806)
(952.898)
(521.104)
(275.227)
(55.694)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.423.081)
(1.565.922)
(0)
175
Lampiran 33 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Tambangan Kecamatan Tambangan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244 18.731.244
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
9.489.831
8.473.064
7.565.235
6.754.675
6.030.959
5.384.785
4.807.844 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
2.160.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
1.375.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
1.743.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.043.500
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
4.614.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.043.500
4.119.643
3.678.253
3.284.154
2.932.280
2.618.108
5.954.942
4.982.174
4.448.370
4.238.610
3.546.213
3.166.262
3.016.959
Net Benefit
(16.043.500)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
(4.614.000)
6.977.244
7.717.244
7.717.244
6.977.244
7.717.244
7.717.244
6.977.244
Present Value Net Benefit
(16.043.500)
(4.119.643)
(3.678.253)
(3.284.154)
(2.932.280)
(2.618.108)
3.534.889
3.490.889
3.116.866
2.516.064
2.484.746
2.218.523
1.790.885
Net Benefit Kumulatif
(16.043.500)
(20.163.143)
(23.841.395)
(27.125.549)
(30.057.830)
(32.675.937)
(29.141.048)
(25.650.159)
(22.533.293)
(20.017.229)
(17.532.483)
(15.313.959)
(13.523.074)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
176
Lampiran 33 (Lanjutan) Uraian Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
Tahun 14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
1.441
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
Total Benefit
18.731.244
Harga (Rp)
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
18.731.244
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
4.292.718
3.832.784
3.422.128
3.055.472
2.728.100
2.435.803
2.174.824
1.941.808
1.733.757
1.547.997
1.382.140
1.234.054
1.101.834
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
8.080.000
4. Pupuk
1.743.000
1.743.000
1.743.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
560.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
11.014.000
11.014.000
11.754.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
9.831.000
9.831.000
10.571.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.524.125
2.253.683
2.147.412
1.603.649
1.431.830
1.374.649
1.227.365
1.019.148
909.954
873.614
725.409
647.687
621.821
Net Benefit
7.717.244
7.717.244
6.977.244
8.900.244
8.900.244
8.160.244
8.160.244
8.900.244
8.900.244
8.160.244
8.900.244
8.900.244
8.160.244
Present Value Net Benefit
1.768.593
1.579.101
1.274.716
1.451.823
1.296.270
1.061.155
947.460
922.660
823.803
674.383
656.731
586.367
480.013
(11.754.481)
(10.175.380)
(8.900.663)
(7.448.841)
(6.152.571)
(5.091.416)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%)
Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(4.143.956)
(3.221.296)
(2.397.493)
(1.723.110)
(1.066.379)
(480.013)
0
177
Lampiran 34 Analisis Break Event Point (BEP) Harga Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.860
2.232
2.418
2.530
2.604
2.678
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
16.274.408
19.529.290
21.156.730
22.133.195
22.784.171
23.435.148
24.411.612 24.411.612
Total Benefit
2.790
-
-
-
-
-
-
16.274.408
19.529.290
21.156.730
22.133.195
22.784.171
23.435.148
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
8.245.122
8.834.059
8.544.849
7.981.452
7.335.893
6.737.045
6.265.853 800.000
Cost 1. Peralatan
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.123.500
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.123.500
5.747.321
5.131.537
4.581.729
4.090.830
3.652.527
6.878.531
5.806.807
5.184.649
4.896.002
4.133.170
3.690.331
3.484.878
Net Benefit
(16.123.500)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
2.697.408
6.692.290
8.319.730
8.556.195
9.947.171
10.598.148
10.834.612
Present Value Net Benefit
(16.123.500)
(5.747.321)
(5.131.537)
(4.581.729)
(4.090.830)
(3.652.527)
1.366.591
3.027.252
3.360.200
3.085.450
3.202.723
3.046.714
2.780.975
Net Benefit Kumulatif
(16.123.500)
(21.870.821)
(27.002.358)
(31.584.088)
(35.674.918)
(39.327.444)
(37.960.854)
(34.933.602)
(31.573.402)
(28.487.952)
(25.285.229)
(22.238.515)
(19.457.540)
2. Bibit 3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
178
Lampiran 34 (Lanjutan) Tahun
Uraian
14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
2.976
3.348
3.162
3.050
2.790
2.604
2.381
2.232
2.046
2.046
1.860
1.860
Harga (Rp)
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
8.750
Penerimaan (Rp)
26.039.053
29.293.934
27.666.494
26.690.029
24.411.612
22.784.171
20.831.242
19.529.290
17.901.849
17.901.849
16.274.408
16.274.408
14.646.967
Total Benefit
14.646.967
1.674
26.039.053
29.293.934
27.666.494
26.690.029
24.411.612
22.784.171
20.831.242
19.529.290
17.901.849
17.901.849
16.274.408
16.274.408
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.967.479
5.994.119
5.054.565
4.353.722
3.555.413
2.962.844
2.418.648
2.024.538
1.656.988
1.479.454
1.200.855
1.072.192
861.583
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
3.486.000
3.486.000
3.486.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
2.941.909
2.626.705
2.480.467
1.708.047
1.525.042
1.457.874
1.301.673
1.085.495
969.192
926.505
772.634
689.852
659.468
13.202.053
16.456.934
14.089.494
16.219.029
13.940.612
11.573.171
9.620.242
9.058.290
7.430.849
6.690.849
5.803.408
5.803.408
3.435.967
3.025.570
3.367.415
2.574.098
2.645.675
2.030.371
1.504.970
1.116.975
939.044
687.796
552.949
428.222
382.341
202.115
(16.431.971)
(13.064.556)
(10.490.458)
(7.844.783)
(5.814.412)
(4.309.441)
(3.192.466)
(584.456)
(202.115)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%) Present Value Cost Net Benefit Present Value Net Benefit Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.253.422)
(1.565.626)
(1.012.677)
(0)
179
Lampiran 35 Analisis Break Event Point (BEP) Volume Produksi Pengusahaan Karet Rakyat (1ha) di Desa : Hutarimbaru Kecamatan Kotanopan ( kelas kesesuaian lahan S3) Uraian
Tahun 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
-
-
-
-
-
-
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
Harga (Rp)
-
-
-
-
-
-
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
-
-
-
-
-
-
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476 21.835.476
Total Benefit
-
-
-
-
-
-
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
Discount Rate (12%)
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Benefit
-
-
-
-
-
-
11.062.532
9.877.261
8.818.983
7.874.092
7.030.439
6.277.178
5.604.623
610.000
-
-
-
-
-
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
2.187.500
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
11.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
2.240.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
1.375.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
3.486.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
711.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
16.123.500
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
6.437.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
1,0000
0,8929
0,7972
0,7118
0,6355
0,5674
0,5066
0,4523
0,4039
0,3606
0,3220
0,2875
0,2567
Present Value Cost
16.123.500
5.747.321
5.131.537
4.581.729
4.090.830
3.652.527
6.878.531
5.806.807
5.184.649
4.896.002
4.133.170
3.690.331
3.484.878
Net Benefit
(16.123.500)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
(6.437.000)
8.258.476
8.998.476
8.998.476
8.258.476
8.998.476
8.998.476
8.258.476
Present Value Net Benefit
(16.123.500)
(5.747.321)
(5.131.537)
(4.581.729)
(4.090.830)
(3.652.527)
4.184.001
4.070.454
3.634.334
2.978.089
2.897.269
2.586.847
2.119.745
Net Benefit Kumulatif
(16.123.500)
(21.870.821)
(27.002.358)
(31.584.088)
(35.674.918)
(39.327.444)
(35.143.443)
(31.072.989)
(27.438.656)
(24.460.566)
(21.563.298)
(18.976.451)
(16.856.706)
3. Upah Tenaga Kerja 4. Pupuk 5. Obat-obatan Total Cost Discount Rate (12%)
180
Lampiran 35 (Lanjutan) Uraian
Tahun 14
13
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
Benefit Jumlah Produksi (lump mangkuk) (kg)
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
1.680
Harga (Rp)
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
13.000
Penerimaan (Rp)
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
Total Benefit
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
21.835.476
Discount Rate (12%)
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Benefit
5.004.128
4.467.971
3.989.260
3.561.839
3.180.214
2.839.476
2.535.247
2.263.613
2.021.083
1.804.539
1.611.195
1.438.567
1.284.435
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
800.000
60.000
60.000
800.000
60.000
60.000
800.000
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3. Upah Tenaga Kerja
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
8.160.000
4. Pupuk
3.486.000
3.486.000
3.486.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
1.120.000
5. Obat-obatan
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
1.131.000
12.837.000
12.837.000
13.577.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
10.471.000
10.471.000
11.211.000
0,2292
0,2046
0,1827
0,1631
0,1456
0,1300
0,1161
0,1037
0,0926
0,0826
0,0738
0,0659
0,0588
Present Value Cost
2.941.909
2.626.705
2.480.467
1.708.047
1.525.042
1.457.874
1.301.673
1.085.495
969.192
926.505
772.634
689.852
659.468
Net Benefit
8.998.476
8.998.476
8.258.476
11.364.476
11.364.476
10.624.476
10.624.476
11.364.476
11.364.476
10.624.476
11.364.476
11.364.476
10.624.476
Present Value Net Benefit
2.062.219
1.841.267
1.508.793
1.853.792
1.655.172
1.381.603
1.233.574
1.178.119
1.051.892
878.033
838.561
748.716
624.967
(14.794.487)
(12.953.220)
(11.444.428)
(9.590.635)
(7.935.464)
(6.553.861)
(5.320.287)
(4.142.169)
(3.090.277)
Cost 1. Peralatan 2. Bibit
Total Cost Discount Rate (12%)
Net Benefit Kumulatif
Net Present Value (NPV) Net B/C Ratio IRR
0 1,00 12,00%
(2.212.244)
(1.373.682)
(624.967)
0
181
Lampiran 36
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
Rekapitulasi harga pasar lump karet tingkat petani di Kabupaten Mandailing Natal dan harga di tingkat pabrik di Propinsi Sumatera Harga pasar Harga pasar Tahun Bulan tingkat petani tingkat pabrik 2008 Januari 6.500 20.100 Februari 6.000 22.025 Maret 8.975 22.700 April 8.875 22.450 Mei 9.950 23.050 Juni 10.250 23.900 Juli 9.375 25.025 Agustus 9.750 24.875 September 7.625 23.650 Oktober 5.500 16.925 November 5.650 16.250 Desember 3.875 12.675 2009 Januari 3.750 12.875 Februari 4.375 13.125 Maret 4.375 11.500 April 4.625 12.625 Mei 5.250 13.500 Juni 5.675 13.250 Juli 5.650 11.500 Agustus 5.725 14.625 September 5.650 16.250 Oktober 7.975 18.250 November 8.125 19.750 Desember 9.075 21.262 2010 Januari 10.500 21.675 Februari 10.800 24.675 Maret 11.200 25.500 April 11.800 26.500 Mei 13.500 26.000 Juni 12.600 25.200 Juli 12.000 23.850 Agustus 12.500 24.850 September 13.600 26.500 Oktober 15.000 28.200 November 16.000 33.500 Desember 17.000 34.500 Sumb
er : Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal dan Dinas Perkebunan Propinsi Sumatera Utara
182