ANALISIS PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN BERDASARKAN LABA KOMERSIL DAN LABA FISKAL PADA PT. BPR. DINAR PUSAKA SIDOARJO POMPONG B. SETIADI* Abstract Validity of The Law of Tax will cause commercial income different from fiscal or called taxable income which became be basic in accounting income tax payable. In order that, this research intends to know what are the factors that caused the difference in determining between commercial income and fiscal income. Moreover, to know how the company does in correcting income as a consequence because of assembling Financial Accounting Standard and the law of tax. In writing this minithesis, the kinds of data which be used are primary data and secondary data. Well, the technic in collecting data which be used are interview and documentation. The method of analyzing data which be used is descriptive method that it the data was collected. Then, arranged and analyzed it. So it can give solution and an explicit illustration for a problem. The writer has researched and analyzed in counting income tax payable and get some conclusion that : 1) PT. Dinar Pusaka rural bank determines based on Financial Accounting Standard which is be orientated in implementating entry commercially, 2) The difference between commercial income and fiscal income because of validating law of tax and 3) The company find the difference in temporary and permanent in admitting income and expenses between Financial Accounting and the law of tax so the company did the fiscal correction of counting commercial refers to law of tax the which based on the income law tax No. 17 Tahun 2000. Key words : Commercial Income, Fiscal Income and Fiscal Correction.
1.
PENDAHULUAN Kemandirian suatu bangsa, dapat diukur dari kemampuan bangsa tersebut
untuk melaksanakan dan membiayai pembangunan sendiri. Salah satu sumber pembiayaan pembangunan berasal dari penerimaan pajak. Untuk meningkatkan penerimaan pajak, maka peranan masyarakat terutama wajib pajak juga harus *
Pompong Budi Setiadi adalah Dosen STIE Mahadhika Surabaya
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
17
ditingkatkan. Peranan wajib pajak dapat ditingkatkan apabila ada pemahaman dan pengertian masyarakat, terutama
wajib pajak, terhadap peraturan-peraturan
perpajakan yang berlaku, guna melaksanakan dan memenuhi hak dan kewajibannya di bidang perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perubahan yang paling mendasar dari undang-undang perpajakan adalah perubahan penetapan pelaporan pajak terhutang dimana undang-undang peninggalan Kolonial Belanda menggunakan metode official assessment diganti dengan undangundang pajak yang baru dengan metode self assessment yaitu wajib pajak menghitung, membayar dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang menurut undang-undang pada suatu masa pajak, bagian tahun pajak atau suatu tahun pajak. Wajib pajak berkewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh nomor pokok wajib pajak, sampai melaporkannya ke kantor pelayanan pajak. Untuk dapat melaksanakan kewajiban perpajakan berdasarkan sistem self assessment, maka diperlukan pedoman untuk menghitung besarnya penghasilan kena pajak, yang salah satu caranya dapat diketahui melalui penyelenggaraan catatan yang sistematis yang disebut dengan pembukuan. Pembukuan yang disyaratkan minimum meliputi pencatatan harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya. Banyak pihak (dengan berbagai latar belakang pengetahuan dan kepentingan yang berbeda), yang membutuhkan informasi dari laporan keuangan, menyebabkan laporan keuangan tersebut harus disusun dengan memenuhi standar yang dapat diterima secara umum. Dinegara kita standar tersebut disusun oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang disebut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang pada dasarnya diselaraskan dengan Standar Akuntansi Internasional. Laporan keuangan yang disusun oleh pihak perusahaan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia masih harus disesuaikan dengan penghasilan dan biaya-biaya yang diperkenankan oleh Undang-undang pajak penghasilan badan yang menyebabkan perbedaan besarnya pengakuan laba usaha. Hal ini menyebabkan perbedaan dalam menentukan besarnya pajak penghasilan badan menurut laba komersil dan laba fiskal, yang menyulitkan pihak perusahaan
18
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
untuk menetapkan besarnya pajak yang masih harus dibayar pada saat mengisi SPT tahunan. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perbedaan tersebut diatas maka berdasarkan uraian sebelumnya, maka peeliti tertarik untuk melekukan penelitian tentang analisis perhitungan pajak penghasilan badan berdasarkan laba komersil dan laba fiskal pada PT. Bank Perkreditan Rakyat Dinar Pusaka di Sidoarjo.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Pajak dan Pajak Penghasilan Pajak merupakan pungutan yang dilakukan oleh pemerintah kepada masyarakat, berdasarkan Undang-undang dapat dipaksakan dimana balas jasanya tidak secara langsung dinikmati oleh wajib pajak. Pajak yang dipungut tersebut dipergunakan
untuk
membiayai
pengeluaran
umum
pemerintah
seperti
pembangunan sarana-sarana umum, pemeliharaan keamanan dan ketertiban yang akhirnya dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat. Pajak menurut PJ. A.Adriani dalam Mohammad Zain (2003 : 10) Pajak adalah iuran kepada kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib pajak membayarkan menurut perutauran-peraturan dengan tidak mendapat prestasi kembali secara secara langsung dapat ditunjuk, yang gunanya untuk membiayai pengeluaran– pengeluaran umum sehubungan dengan tugas Negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Pajak penghasilan termasuk dalam kategori pajak subjektif, artinya pajak dikenakan karena ada subjeknya, yakni mereka yang telah memenuhi kriteria pemajakan seperti yang ditetapkan dalam peraturan perpajakan. Dari berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah salah satunya adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
19
Subjek Pajak Dari berbagai jenis pajak yang dipungut pemerintah salah satunya adalah pajak penghasilan. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut akan dikenakan pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Adapun yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, badan dan bentuk usaha tetap. Subjek pajak juga terdiri dari subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Pada dasarnya semua penduduk Indonesia, merupakan subyek pajak, tanpa memandang umur, jenis pekerjaan atau apakah mempunyai pekerjaan atau tidak punya pekerjaan. Tuna wisma, tuna karya, anak sekolah semuanya adalah subyek Pajak Penghasilan. Karena untuk menjadi subyek pajak tidak berkaitan dengan kedudukan atau pekerjaan seseorang (R Mansury 1994:73). Sekarang
yang menjadi
persoalan
adalah
apakah
mereka
bisa
dikategorikan sebagai Wajib Pajak. Untuk menjadi Wajib Pajak ada dua syarat yang harus dipenuhi yaitu syarat subyektif
dan syarat obyektif.
Syarat subyektif dipenuhi melalui pasal 1, Undang-Undang No. 17 Tahun 2000, sedangkan syarat obyektif dipenuhi melalui pasal 4 ayat 1, UndangUndang No. 17 Tahun 2000. atau dengan kata lain subyek pajak akan menjadi obyek pajak apabila sudah mempunyai penghasilan.
Objek Pajak Menurut Undang-undang No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) Objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun
20
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
termasuk di dalamnya gaji/ upah, bonus, uang pensiun, honorarium, hadiah undian dan penghargaan, laba bruto usaha, keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta sebagai biaya bunga, deviden dengan nama dan bentuk apapun juga, royalty, sewa dan penghasilan lain yang sehubungan dengan penggunaan harta, penerimaan atau perolehan pembayaran berkala dan keuntungan karena pembayaran hutang. Sistem perpajakan di Indonesia menganut taxation
global taxation. Global
adalah sistem pengenaan pajak atas penghasilan dengan cara
menjumlahkan semua jenis tambahan
kemampuan
ekonomis
dimanapun
didapat, di Indonesia dan di luar negeri, lalu atas seluruh penghasilan tersebut diterapkan suatu struktur tarif progresif yang berlaku atas semua Wajib Pajak. (R Mansury 1996:82).
Global taxation
system pada dasarnya memenuhi
konsep keadilan dalam perpajakan, yaitu keadilan horizontal dan keadilan vertikal seperti yang telah dijelaskan di atas. Selain Global taxation system, sistem perpajakan di Indonesia juga menganut global schedular
taxation
dimana menurut
sistem ini ada
penghasilan-penghasilan tertentu dikenakan tarif sendiri-sendiri
berdasarkan
aturan yang berlaku. Misalnya pajak atas pendapatan bunga deposito sebesar 20% yang sifatnya final. Sebenarnya sistem ini merupakan ketidakadilan dalam perpajakan
karena
dijumlahkan
seharusnya
dan diterapkan
atas
semua penghasilan
yand
diperoleh
satu tarif saja yaitu tarif progresif. Tetapi
berdasarkan global schedular taxation, ada penghasilan-penghasilan tertentu yang tidak dijumlahkan dan pengenaan pajaknya menggunakan tarif khusus. Tujuan
dari
global
schedular
taxation
sebenarnya
adalah
untuk
mempercepat masuknya penerimaan negara dan penyederhanaan administrasi perpajakan. Karena sifatnya yang final atau langsung di potong pajak setiap saat penghasilan tersebut timbul. Pasal 4 ayat 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 mengatur tentang obyek pajak yang mendapat perlakuan khusus, selengkapnya adalah sebagai berikut : Atas penghasilan berupa bunga deposito
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
21
dan tabungan-tabungan
lainnya, penghasilan
dari transaksi
saham
dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan serta penghasilan tertentu lainnya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah.
Tarif Pajak Menurut UU No. 17 Tahun 2000 pasal 17 pajak yang diterapkan atas penghasilan kena pajak bagi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebagai berikut: Lapisan Penghasilan Kena Pajak
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp. 50.000.000,-
10%
Di atas Rp. 50.000.000,- s/d Rp. 100.0000.000,-
15%
Di atas Rp. 100.000.000,-
30%
Contoh penerapan tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut: Wajib Pajak PT. BPR. Dinar Puska mempunyai Penghasilan Kena Pajak Rp 250.000.000,00 Pajak Penghasilan yang terutang adalah: 10% x Rp 50.000.000,00 15% x Rp 50.000.000,00 30% x Rp 150.000.000,00 Jumlah Pajak Penghasilan terutang
= Rp 5.000.000,00 = Rp 7.500.000,00 = Rp 45.000.000,00 Rp 57.500.000,00
Tarif tertinggi wajib pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap sesuai dengan peraturan pemerintah tersebut di atas dapat diturunkan menjadi serendahrendahnya 25%. Besarnya lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) seperti di atas dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan yaitu disesuaikan dengan faktor penyesuaian (misalnya tingkat infasi). Untuk keperluan penerapan tarif pajak dalam menghitung pajak penghasilan terhutang, PKP dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah.
22
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
Laba Laba merupakan suatu alat ukur yang dapat digunakan untuk menilai kinerja atas keberhasilan suatu perusahaan dalam suatu periode tertentu. Selain itu laba juga merupakan salah satu pos yang penting dalam laporan keuangan dan mempunyai manfaat yang bermacam-macam untuk berbagai tujuan. Untuk mengetahui besarnya laba maka dapat dilihat pada laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan, khususnya dalam laporan laba rugi perusahaan.
Pengakuan Pendapatan dan Penggolongan Biaya Menurut Akuntansi Komersil a) Pengakuan Pendapatan Menurut Standar Akuntansi Keuangan, menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan (2004 : 23.3) “Pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama satu periode bila arus masuk itu mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.” Pendapatan hanyalah merupakan komisi yang diterima dari prinsipal. Pendapatan dapat dibebankan menjadi dua bagian yaitu pendapatan dari usaha dan pendapatan yang berasal dari luar usaha. Pendapatan dari usaha merupakan pendapatan yang berasal dari kegiatan usaha perusahaan. b) Penggolongan Biaya Menurut Standar Akuntansi Keuangan, biaya adalah semua pengurang terhadap penghasilan. Sehubungan dengan periode akuntansi pemanfaatan pengeluaran dipisahkan antara pengeluaran kapital (capital expenditure) yaitu pengeluaran yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan dicatat sebagai aktiva, sedangkan pengeluaran penghasilan (revenue expenditure) yaitu pengeluaran yang hanya memberi manfaat untuk satu periode akuntansi yang bersangkutan yang dicatat sebagai beban. Pengakuan atas biaya atau cost juga berhubungan dengan dasar atau prinsip akuntansi yang digunakan dalam mencatat biaya tersebut yaitu accrual basis yaitu biaya diakui walaupun belum ada pengeluaran atau pembayaran kas atas biaya yang terjadi tersebut, dan cash basis yaitu pencatatan dan
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
23
pengakuan biaya hanya akan dilakukan jika telah terjadi pembayaran atau pengeluaran kas dan apabila belum ada pengeluaran kas maka biaya tersebut tidak diakui.
3.
Pengakuan Pendapatan dan Penggolongan Biaya Menurut Akuntansi Komersil a) Pengakuan Pendapatan Menurut Akuntansi Fiskal. Menurut UU Pajak No. 17 Tahun 2000, pengertian penghasilan dapat didefinisikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat diapakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Jenis-jenis penghasilan menurut undang-undang perpajakan No. 17 tahun 2000 yaitu imbalan, hadiah dan penghargaan, laba usaha, keuntungan atas penjualan atau pengalihan harta, penerimaan kembali pajak yang telah dibebankan sebagai biaya, bunga, deviden, royalty, sewa, penerimaan/ perolehan pembayaran berkala, keuntungan karena pembebasan hutang, keuntungan selisih kurs, premi asuransi, selisih lebih revaluasi aktiva, iuran, serta tambahan kekayaan netto. b) Pengakuan Biaya Menurut Akuntansi Fiskal. Menurut UU PPh No. 17 tahun 2000 Pasal 6 ayat (1), pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan wajib pajak dapat dibedakan atas Pengeluaran yang boleh dibebankan sebagai biaya dan pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan. Biaya yang tidak boleh dikurangi dari penghasilan bruto adalah biaya yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan, biaya-biaya dan penyusutan.
24
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
4. Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah proses penyesuaian atas laba komersial yang berbeda dengan ketentuan fiskal untuk menghasilkan penghasilan netto/ laba yang sesuai dengan ketentuan pajak. Perbedaan-perbedaan antara akuntansi dan fiskal tersebut dapat dikelompokkan menjadi beda tetap/ permanen dan beda waktu/ sementara. Menurut Agus Setiawan dan Basri Musri (2006 : 421) “Rekonsiliasi fiskal adalah penyesuaian ketentuan menurut pembukuan secara komersial atau akuntansi yang harus disesuaikan menurut ketentuan perpajakan.” Koreksi fiskal terbagi atas beda tetap/ permanen dan beda waktu/ sementara. Beda tetap adalah perbedaan yang terjadi karena peraturan perpajakan menghitung laba fiskal berbeda dengan perhitungan menurut Standar Akuntansi Keuangan tanpa ada koreksi dikemudian hari sedangkan beda waktu adalah perbedaan yang bersifat sementara karena adanya ketidaksamaan waktu pengakuan penghasilan dan beban antara peraturan perpajakan dengan Standar Akuntansi Keuangan. Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif dan negatif. Koreksi positif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal bertambah dan mengakibatkan pengurangan biaya yang diakui dalam laporan rugi laba komersial menjadi semakin kecil, atau yang berakibat adanya penambahan penghasilan sedangkan koreksi negatif terjadi apabila pendapatan menurut fiskal berkurang dan berakibat adanya penambahan biaya yang telah diakui dalam laporan laba rugi komersial menjadi semakin besar, atau yang berakibat dengan adanya pengurangan penghasilan.
3.
METODE PENELITIAN Penelitian yang dilakukan peneliti adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian
yang bertujuan untuk mendeskripsikan hal-hal yang saat ini berlaku. Didalam penelitian ini terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat dan nenginterpretasikan kondisi-kondisi yang terjadi pada saat ini. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan memperoleh informasi mengenai keadaan pada saat ini dan melihat antara teori-teori yang ada.
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
25
Jenis data yang digunakan yaitu: data primer, yaitu data yang didapat dari sumber pertama yang masih memerlukan pengolahan leih lanjut dan dikembangkan dengan pemahaman sendiri oleh penulis, seperti wawancara, dan data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari perusahaan sebagai objek penelitian yang sudah diolah dan terdokumentasi di perusahaan, misalnya sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi dan laporan keuangan perusahaan. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik observasi, wawancara dan perpustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalaha metode deskriptif yaitu metode yang mengumpulkan, meninterpretasikan dan menganalisa data sehingga memberikan pemecahan dan gambaran yang jelas terhadap suatu permasalahan. Penelitian ini dilaksanakan di PT. BPR. Dinar Pusaka yang beralamat di Raya Kedungturi No. 33, Taman - Sidoarjo.
4.
ANALISA DAN INTERPRETASI HASIL
a. Neraca Neraca atau laporan posisi keuangan adalah bagian dari laporan keuangan suatu entitas yang dihasilkan pada suatu periode akuntansi yang menunjukkan posisi keuangan entitas tersebut pada akhir periode tersebut. Neraca terdiri dari tiga unsur, yaitu aset, kewajiban, dan ekuitas yang dihubungkan dengan persamaan berikut:
aset = kewajiban + ekuitas
Informasi yang dapat disajikan di neraca antara lain posisi sumber kekayaan entitas dan sumber pembiayaan untuk memperoleh kekayaan entitas tersebut dalam suatu periode akuntansi (triwulan, caturwulan, atau tahunan).
b. Laporan Laba Rugi Laporan laba rugi perusahaan terdapat dua komponen utama, yaitu penghasilan dan biaya. Sumber penghasilan perusahaan ada dua yaitu penghasilan dari usaha dan luar usaha. Penghasilan usaha merupakan penghasilan yang diterima dari usaha yang berhubungan langsung dengan operasi perusahaan yang terdiri dari penghasilan bunga pinjaman, sedangkan penghasilan dari luar usaha merupakan
26
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
penghasilan yang diterima perusahaan, yang tidak ada hubungannya secara langsung dengan usaha (operasi) pokok perusahaan yang terdiri dari penghasilan jasa atau fee base
income,
laba
penjualan
aktiva,
dan
lain
sebagainya.
Perusahaan
mengelompokkan biaya kedalam biaya bunga dari penghimpunan dana pihak ketiga, biaya administrasi dan umum yang merupakan biaya yang dikeluarkan untuk keperluan administrasi kantor dan biaya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan usaha perusahaan.
c. Koreksi Fiskal dan Perhitungan Pajak Penghasilan Terhutang Pada akhir tahun PT. BPR. Dinar Pusaka mempersiapkan laporan keuangan untuk melengkapi penyampaian laporan SPT tahunannya. Berdasarkan ketentuan peraturan perpajakan yang berlaku di Indonesia, penyampaian SPT tahunan dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhir tahun pajak atau tanggal 31 Maret sedangkan batas waktu penyetoran PPh akhir tahun (PPh pasal 29) adalah tanggal 25 Maret. Sebagai wajib pajak yang diwajibkan menyelenggarakan pembukuan, perusahaan dalam menyusun laporan keuangan menggunakan tahun takwim untuk periode akuntansi yaitu mulai tanggal 01 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember, yang digunakan untuk menghitung posisi keuangan keuangan suatu perusahaan. Berdasarkan Undang-undang perpajakan yang berlaku di Indonesia, perusahaan berkewajiban menghitung, menetapkan, dan membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang dalam satu periode. Kantor Pelayanan Pajak dapat menetapkan dan mengubah kewajiban pajak dalam batas waktu 10 tahun dari tanggal terhutangnya pajak. Laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip akuntansi yang dimaksud untuk keeperluan berbagai pihak dinamakan laporan keuangan komersial. Apabila laporan disusun khusus untuk kepentingan perpajakan dengan mengindahkan semua peraturan perpajakan maka laporan keuangan tersebut dinamakan laporan keuangan fiskal. Laporan keuangan komersial dapat juga diubah menjadi laporan keuang fiskal dengan melakukan koreksi seperlunya atau penyesuaian dengan peraturan perpajakan.
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
27
5. SIMPULAN DAN REKOMENDASI Simpulan Setelah melakukan pengumpulan data dan melakukan analisis terhadap datadata tersebut, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut : 1) PT. BPR. Dinar Pusaka menentukan laba komersial berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang menjadi pedoman resmi dalam menyelenggarakan pembukuan secara komersial. Untuk kepentingan perpajakan, perusahaan melakukan koreksi fiskal atas perhitungan laba rugi sesuai ketentuan perpajakan untuk menghasilkan laba fiskal atau Penghasilan Kena Pajak yang menjadi dasar dalam menghitung besarnya pajak penghasilan terutang perusahaan. 2) Perbedaan laba komersial dan laba fiskal disebabkan karena diberlakukannya undang – undang pajak penghasilan. Pemerintah memberlakukan undang – undang pajak penghasilan karena adanya pembedaan kepentingan antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan. 3) Perusahaan menemukan adanya perbedaan waktu dan perbedaan tetap dalam hal pengakuan penghasilan dan biaya antara Standar Akuntansi Keuangan dengan ketentuan perpajakan maka perusahaan melakukan koreksi fiskal atas perhitungan laba komersial sesuai dengan ketentuan perpajakan yaitu berpedoman pada undang – undang Pajak Penghasilan No. 17 tahun 2000. Koreksi fiskal tersebut terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Koreksi positif akan mengakibatkan pengurangan biaya atau penambahan penghasilan dipandang secara komersial sedangkan koreksi negatif akan mengakibatkan penambahan biaya atau pengurangan penghasilan dipandang secara komersial.
Rekomendasi Setelah menggunakan penelitian dan evaluasi dengan membandingkan teori dengan hasil penelitian di lapangan maka penulis mencoba memberikan saran-saran guna
28
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012
meningkatkan kinerja perusahaan dalam menghitung pajak penghasilan badan perusahaan tersebut sebagaimana berikut : a)
Pihak perusahaan harus senantiasa mengikuti setiap perkembangan atau perubahan ketentuan/ peraturan perpajakan terutama ketentuan perpajakan sehubungan dengan pajak penghasilan agar tidak terjadi hambatan dalam menghitung pajak penghasilan terhutang yang dapat merugikan perusahaan.
b) Hasil perhitungan pajak penghasilan terhutang PT. BPR. Dinar Pusaka telah mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku dan disarankan agar pihak perusahaan hendaknya tetap mempertahankan predikatnya sebagai wajib pajak yang patuh, sehingga kelangsungan pembayaran pajaknya tidak mengalami hambatan yang dapat merugikan pihak perusahaan. c)
Koreksi fiskal merupakan sarana yang sesuai untuk merekonsiliasi laporan keuangan komersil ke laporan keuangan fiskal, dan dapat diterapkan bagi setiap wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, karena itu bagi wajib pajak yang melakukan pembukuan ganda disarankan agar cukup membuat koreksi fiskal saja.
DAFTAR PUSTAKA Agoes, Sukrisno & Estralita Trisnawati, Akuntansi Perpajakan, Edisi Kedua, Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2000. Dyckman, Thomas R., Roland E. Dykes dan Charles J. Davis, Akuntansi Intermediate, Edisi Kesepuluh, Cetakan Keempat, Jilid Satu, Diterjemahkan oleh Emil Salim, Erlangga, Jakarta, 2000. Harahap, Sofyan Syafri, Teori Akuntansi, Edisi Revisi, Cetakan Ketiga, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008. Ikatan Akuntan Indonesia, Standart Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 2004. Muljono, Djoko, Akuntansi Pajak, Edisi Kedua, Cetakan Ketiga, Andi, Jakarta, 2006. Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, Andi, Jakarta, 2006.
Analisa Perhitungan Pajak................(Pompong) h 17 – 30
29
Mulyadi, Sistem Akuntansi, Edisi Ketiga, Cetakan Ketiga, Salemba Empat, Jakarta, 2001. Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, 2000. Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan, Dinas Perpajakan, Jakarta, 2000. Pemerintah Republik Indonesia, Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Dinas Perpajakan, Jakarta, 2008. Rosdiana, Haula & Rasin Tarigan, Perpajakan Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Rajawali Pers, Jakarta, 2005. Setiawan, Agus, Musri Basri, Perpajakan Umum, Edisi Revisi, Cetakan Kedua, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Suandy, Erly, Perpajakan, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Salemba Empat, Jakarta, 2002. Sumitro, Rochmat, Penuntun Perseroan Terbatas dengan Undang-Undang Pajak Perseroan, Edisi Pertama, Cetakan Keempat, Eresco, Bandung, 1990. Yanti, Elfi Febri, Perhitungan besarnya PPH Terutang berdasarkan Laba Komersial dan Laba Fiskal pada PT. NATS Nusantara Medan, Skripsi, Fakultas Ekonomi Sumatera Utara, Medan, 2001. Zain, Mohammad, Manajemen Perpajakan, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Salemba Empat, Jakarta, 2003.
30
Media Mahardhika Vol.11 No.1 September 2012