ANALISIS ATAS PENERAPAN, PERHITUNGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN BADAN PADA PT. KSA Reynaldi Agustian; Drs. Hanggoro Pamungkas, M.Sc Universitas Bina Nusantara, Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan, Palmerah Jakarta 11480 Indonesia, +62215345830,
[email protected]
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine Analysis Of The Implementing, Calculating and Reporting Corporate Income Tax On PT. KSA was done properly in accordance with the provisions of taxation. The method used is descriptive analysis by collecting, processing, and analyzing various data so that it can be concluded that a systematic and accurate in accordance with the actual circumstances and true. with direct observation and interviews to the management of the company, object of this research is PT. KSA with taxation policy. Research shows that PT. KSA has not fulfilled their tax obligations in applying, calculating and reporting SPT Agency, seen in the calculation and reporting of Income Tax Installment 25 seen from the summary of evidence the Tax Payment (SSP) company. The conclusion from this study is not yet fully understand the Company existing tax regulations in conducting the implementation, calculation and reporting of income taxes. (RA) Keywords: Implementing Tax, Income Taxes, Calculating & Reporting, Implementing Tax
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan, perhitungan serta pelaporan Pajak Penghasilan Badan pada PT.KSA sudah dilakukan dengan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis dengan cara mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis berbagai macam data sehingga dapat ditarik kesimpulan yang sistematis serta akurat sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan benar terjadi. dengan melakukan observasi secara langsung & wawancara kepada Pimpinan perusahaan, Objek Penelitian ini adalah PT. KSA dengan kebijakan perpajakannya. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa PT. KSA belum memenuhi kewajiban perpajakannya dalam menerapkan, menghitung dan melaporkan SPT Tahunan Badan, terlihat dalam perhitungan dan pelaporan Angsuran PPh 25 dilihat dari Rekapitulasi bukti Surat Setoran Pajak (SSP) perusahaan. Kesimpulan dari Penelitian ini adalah Perusahaan belum memahami benar peraturan perpajakan yang berlaku dalam melakukan penerapan, perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan. (RA) Kata kunci : Penerapan Pajak , Pajak Penghasilan, Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan .
PENDAHULUAN Didalam era globalisasi ini, perusahaan manufaktur sangatlah banyak dan hampir tersebar disetiap lapisan masyarakat khususnya di Ibu Kota Jakarta. Perusahaan manufaktur itu sendiri melakukan proses produksi dari bahan mentah di proses hingga menjadi barang jadi yang siap untuk dijual atau siap untuk dipasarkan. Sehingga ini tidak dapat disamakan dengan perusahaan dagang maupun perusahaan jasa. Perusahaan dagang itu sendiri melakukan penjualan barang yang dibeli langsung dari pihak supplier sedangkan untuk perusahaan jasa ini penggunaan jasa seseorang yang ahli dibidangnya
maka kedua jenis perusahaan tersebut tidak memiliki keterkaitan dengan kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. Berdasarkan analisis tersebut, peneliti ingin membahas mengenai perpajakan khususnya mengenai Pajak Penghasilan yang dikenakan pada perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur termasuk dalam kategori Wajib Pajak Badan. Untuk itu sesuai dengan ketentuan, perusahaan harus melakukan perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 dan melaporkan kewajiban perpajakannya. Terkait sistem pemungutan pajak yang di terapkan di Indonesia saat ini self assessment akan tetapi pada kenyataannya sistem self assessment itu tidak berjalan semestinya dimana pajak yang dilaporkan harus benar, betul, tepat, cepat, jujur, bersih, serta bertanggung jawab. Namun, kewenangan yang diberikan kepada Wajib Pajak sering disalahgunakan oleh Wajib Pajak itu sendiri. Salah satunya adalah Wajib Pajak Badan. Wajib Pajak Badan atau perusahaan menganggap pajak merupakan biaya yang dapat mengurangi laba perusahaan. Sistem self assessment ini tidak berjalan dikarenakan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan yang ada pada sistem self assessment ini dan berakibat keuangan Negara akan beresiko, dan tidak menjadi efektif dan berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia serta akan berdampak pada masyarakat kelas bawah dengan anggapan pemerintah tidak bisa mensejahterahkan rakyat. Ini perlu diamankan dan diperbaiki, maka dari itu pemerintah melakukan dengan sistem official assessment apapun yang dilakukan oleh Wajib Pajak, SPT akan dicek jujur atau/ tidak jujur dan akan dilakukan perhitungan ulang. Jika tidak benar serta tidak sesuai akan dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan yang paling tinggi dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP). Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Disty (2014) dengan judul “Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 PT. HIB Tahun Pajak 2010-2012”. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa PT. HIB kurang efektif dalam melakukan rekonsiliasi fiskal, masih ada beban dan pendapatan yang seharusnya dikoreksi dalam pajak dan kesalahan dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25. Penelitian terdahulu lain yang sejenis yang dilakukan oleh Endang (2014) dengan judul “Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Pada PT. PAS”. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa PT. PAS belum sepenuhnya benar dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan dan terlalu banyak koreksi positif pada laporan laba rugi fiskal. Perbedaan penelitian terdahulu tersebut dengan penelitian yang saya lakukan adalah peneltian yang saya lakukan tidak hanya mengevaluasi perencanaan pajaknya saya ataupun penerapan pajak penghasilannya saja. Akan tetapi penelitian yang saya lakukan, mengevaluasi dua variable tersebut dengan tujuan untuk mengefesiensikan beban pajak penghasilan Wajib Pajak. Dalam penelitian ini, masalah yang menjadi dasar penelitian adalah apakah Wajib Pajak telah menerapkan, menghitung dan melaporkan kewajiban Pajak Penghasilan Badan Pasal 25/29 pada PT.KSA telah sesuai dengan Undang-undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Selain itu berdasarkan hasil wawancara dengan narasumber bahwa Wajib Pajak selalu menyetorkan dan melaporkan angsuran pajak yang harus mereka bayar tiap masa pajak secara tepat waktu dan tidak adaya timbul SKP. Tetapi setelah dilihat hasil rekapitulasi yang tercatat dari Tahun 2009-2011 masih terjadi kesalahan perhitungan serta dalam hal penyetoran dan pelaporannya melewati batas jatuh tempo. Oleh karena itu, Peneliti perlu menganalisis penerapan, perhitungan dan pelaporan kewajiban pajak penghasilan yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak. Tujuan dari penelitian ini adalah agar menambahan wawasan Peneliti agar mengetahui dan memahami mengenai tatacara perhitungan serta pelaporan Pajak Penghasilan Badan yang dilakukan oleh wajib badan badan atau badan usaha yang sebenarnya terjadi dalam realitas dalam bidang pekerjaan dan juga untuk mengetahui apakah kewajiban perpajakan khususnya mengenai Pajak Penghasilan telah dilaksanakan dan dilakukan dengan baik dan benar oleh PT. KSA sesuai dengan Ketentuan Peraturan Perpajakan yang berlaku di Indonesia.
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Metode Deskriptif Kualitatif, yaitu dengan mencari informasi mengenai keadaan objek penelitian yang sebenarnya dengan meminta data-data objek penelitian, melakukan wawancara dan survey ke objek penelitian tersebut agar mendapat data yang akurat. Setelah itu data yang dihasilkan dari pengamatan diolah dan diteliti dengan teori-teori yang
bersumber dari undang-undang, buku, peraturan pemerintah dan lain-lain kemudian akhirnya dapat menarik kesimpulan yang sistematis dan akurat sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi. Dalam Penelitian ini, pertama Peneliti melakukan koreksi fiskal atas laba (rugi) yang dimiliki Wajib Pajak untuk melakukan evaluasi atas koreksi fiskal yang telah dibuat oleh Wajib Pajak. Kemudian Peneliti menganalisis angsuran pph Pasal 25 yang seharusnya terutang dan dibayar oleh Wajib Pajak setiap masanya. Selain itu Peneliti juga memberikan saran untuk melakukan pembetulan SPT atas terjadinya kesalahan perhitungan angsuran pph Pasal 25 disertai denda dan sanksi perbulannya.
HASIL DAN BAHASAN Kebijakan Perpajakan yang telah ditetapkan oleh Perusahaan dapat menimbulkan beban pajak yang kemudian harus dibayarkan oleh Perusahaan. Kebijakan Perpajakan Perusahaan dapat dikatakan sebagai perencanaan pajak yang harus dipikirkan matang-matang oleh Perusahaan agar beban pajak yang harus dibayar Perusahaan tidak terlampau besar. Oleh karena itu, Perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan yang efisien sehingga beban pajak Perusahaan dapat diminimalisir untuk menghemat beban pajak yang harus dibayar oleh Perusahaan. PT KSA telah memenuhi aspek formal dan administrasi dalam melaksanakan kewajiban pajak penghasilan Perusahaan yang harus dilaporkan setiap tahunnya. Pada Tahun Pajak 2009, 2010 dan 2011 telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan sesuai dengan aturan perpajakan yang berlaku sehingga PT KSA telah menghindari Sanksi Administrasi yang harus dibayar Perusahaan jika Perusahaan tidak atau telat melaporkan SPT Tahunan Badan. Berikut Tanggal Pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan Badan Tahun 2009-2011: Tabel 1
Pemenuhan Kewajiban Perpajakan dalam Hal Pelaporan dan Penyampaian SPT Tahunan PT.KSA
Tanngal Penyetoran Batas Penyetoran
Setor tepat waktu Tanggal Pelaporan Batas Pelaporan Lapor tepat waktu
SPT Tahun 2009 23 April 2010 30 April 2010 (sebelum pelaporan) Ya 23 April 2010 30 April 2010 Ya
SPT Tahun 2010 28 April 2011 30 April 2011 (sebelum pelaporan) Ya 28 April 2011 30 April 2011 Ya
SPT Tahun 2011 25 April 2012 30 April 2012 (sebelum pelaporan) Ya 25 April 2012 30 April 2012 Ya
Pajak Penghasilan Badan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan diatur dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 atau bisaa kita sebut sebagai Undang-undang Pajak Pengasilan dan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. Secara spesifik, Tarif Pajak Penghasilan Badan diatur dalam Pasal 17 dan Pasal 31E Undang-undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2013. Berbagai peraturan mengenai Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut: 1.
2.
Berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan dikatakan bahwa Tarif tertinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% (dua puluh lima persen) yang diatur dengan Peraturan Pemerintah dan tarif 25% berlaku sejak tahun pajak 2010 Berdasarkan Pasal 31E Undang-undang Pajak Penghasilan dikatakan bahwa Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp50.000.000.000,00 mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Ayat 1b dan 2a yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4.800.000.000,00.
Koreksi Fiskal Dalam Laporan Keuangan Komersial, standar yang digunakan adalah Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Sedangkan untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak yang menjadi Dasar Perhitungan Pajak (DPP) Pajak Penghasilan Badan adalah menggunakan Laporan Keuangan yang menggunakan Ketentuan Umum Perpajakan (Laporan Keuangan Fiskal). Maka, untuk membuat Laporan Keuangan Fiskal, harus dibuat penyesuaian pengakuan penghasilan maupun beban yang berasal dari Standar Akuntansi kepada Standar Perpajakan yang disebut Rekonsiliasi Fiskal. Proses rekonsiliasi secara langsung akan mempengaruhi pajak yang harus dibayar oleh perusahaan, karena dalam proses rekonsiliasi tersebut dapat terjadi dua koreksi yaitu koreksi positif maupun koreksi negatif yang akan menyebabkan laba perusahaan akan menjadi lebih besar ataupun sebaliknya akan menjadi lebih kecil. Penghasilan yang diakui dalam Fiskal adalah Penghasilan yang merupakan Objek Pajak yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Sedangkan pengeluaran-pengeluaran yang dilakukan Wajib Pajak dapat dibedakan antara pengeluaran yang boleh dan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Dalam menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak, Wajib Pajak harus mengikuti peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah yang terdapat dalam Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan mengenai pengeluaran-pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Berdasarkan Pasal 9 ayat (1) Undang-undang Pajak Penghasilan, terdapat berbagai macam jenis biaya atau pengeluaran yang tidak boleh dibebanan sebagai biaya contohnya adalah sebagai berikut: 1. Biaya yang dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu atau anggota. 2. Pembentukan dana cadangan kecuali jenis-jenis yang memenuho peraturan perpajakan seperti pemupukan dana cadangan untuk usaha asuransi. 3. Premi asuransi yang dibayar oleh Wajib Pajak Orang Pribadi. 4. Penggantian atau pemberian berupa natura. 5. Jumlah yang melebihi kewajaran yang diperuntukkan kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa. 6. Pajak Penghasilan. 7. Biaya untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak dan yang menjadi tanggungannya. 8. Sumbangan kepada yang bukan ditentukan oleh peraturan perpajakam 9. Sanksi Administrasi yang berkenaan dengan peraturan perpajakan 10. dan lain sebagainya. Sedangkan beban-beban yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak diatur dalam Pasal 6 ayat (1) Undang-undang Penghasilan. Berikut contoh-contoh beban yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto: 1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha contohnya seperti biaya pembelian bahan, biaya gaji, biaya bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan dinas, premi asuransi, biaya promosi yang memenuhi Peraturan Menteri Keuangan, biaya administrasi, biaya pembayaran pajak kecuali Pajak Penghasilan dan lain sebagainya. 2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan menggunakan metode yang diperbolehkan dalam peraturan perpajakan. 3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; 5. Kerugian selisih kurs mata uang asing. 6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; 7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan. 8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang memenuhi persayaratan peraturan perpajakan yang berlaku. 9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional, dalam rangka penelitian dan pengembangan, sumbangan fasilitas, sumbangan pembinaan olahraga dan biaya pembangunan
infrastruktur. Atas sumbangan-sumbangan tersebut harus memenuhi peraturan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pajak Penghasilan Pasal 29 (28A) Berdasarkan Pasal 29 Undang-undang Pajak Penghasilan dikatakan bahwa: “Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun Pajak ternyata lebih besar daripada kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), kekurangan pembayaran pajak yang terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan”. Maka jumlah Pajak Penghasilan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak adalah Sisa Pajak Terutang setelah dikurangi angsuran pajak dan kemudian dikurangi oleh Kredit Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21, 22, 23 dan 24. Dalam hal ini Wajib Pajak harus melunasi jumlah pajak terutang sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. Dalam Ketentuan Umum Perpajakan, batas waku penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Orang Pribadi adalah paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun Pajak, sedangkan untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Berdasarkan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan, mengatakan bahwa dalam menghitung Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah dengan menggunakan Penghasilan yang sifatnya teratur. Maka apabila terdapat penghasilan yang tidak teratur dalam Laporan Laba(Rugi) Wajib Pajak, terhadap penghasilan tidak teratur tersebut harus dikeluarkan dalam menghitung Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang harus dibayarkan oleh Wajib Pajak setiap Masa Pajak dalam Satu Tahun Pajak. Berdasarkan Pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan yang mengatur tentang angsuran pajak yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak, cara menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah dengan cara: 1.
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. Dalam Ketentuan Umum Perpajakan, batas waktu pembayaran/penyetoran pajak Pajak Penghasilan Pasal 25 (angsuran pajak) untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan adalah tanggal 15 bulan berikutnya, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masanya adalah tanggal 20 bulan berikutnya. Ketiga, untuk Pajak Penghasilan Pasal 25 (angsuran pajak) untuk WP Kriteria Tertentu (diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu pelaporan SPT Masa), maka batas waktu pembayaran/penyetoran pajak adalah pada akhir masa pajak terakhir, sedangkan untuk batas waktu pelaporan SPT Masa-nya adalah tanggal 20 bulan berikut.
Analisis Koreksi Fiskal atas dasar Laba (Rugi) Perusahaan Berikut adalah perbandingan antara Koreksi Fiskal yang telah dilakukan oleh Wajib Pajak dengan Koreksi Fiskal yang dilakukan oleh Peneliti : Tabel 2 Perbandingan Laba (Rugi) dengan Koreksi fiskal Wajib Pajak dengan Peneliti
Keterangan
2009
2010
2011
Fiskal Perusahaan
Rp523.103.000
Rp566.226.000
Rp1.024.128.000
Fiskal Peneliti
Rp608.543.000
Rp656.081.000
Rp1.060.389.000
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa Wajib Pajak belum melakukan koreksi fiskal berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku sehingga menimbulkan laba rugi yang lebih rendah dari yang seharusnya.
Analisis Penghasilan Kena Pajak Berikut adalah evaluasi penghasilan kena pajak tahunan yang harusnya terutang oleh perusahaan sebelum menerapkan dan sesudah menerapkan saran Perencanaan Pajak yang disarankan beserta persentase penghematan yang bisa didapatkan oleh Wajib Pajak oleh Peneliti:
Tabel 3 Perbandingan Pajak Terutang Tahun 2009-2011
Keterangan Perusahaan Peneliti Kurang Bayar
2009 Rp108.630.065 Rp112.833.000 Rp4.202.935
2010 Rp119.225.433 Rp140.300.500 Rp21.075.067
2011 Rp219.830.148 Rp227.613.625 Rp7.783.477
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa Pajak terutang yang telah dihitung berdasarkan perusahaan maupun peneliti terdapat perbedaaan perhitungan yang yang dilakukan oleh perusahaan dengan peneliti berupa beberapa biaya serta pendapatan oleh perusahaan tidak dikoreksi secara fiskal sesuai dengan Ketentuan Perpajakan, Peraturan Perpajakan serta UU PPh harus dilakukan koreksi dan perusahaan tidak melakukan koreksi sebagaimana mestinya menurut ketentuan yang berlaku terkait perpajakan.
Evaluasi Angsuran PPh Pasal 25 Berdasarkan Laporan Laba(Rugi) yang dimiliki oleh Wajib Pajak pada Tahun 2011-2013 tidak terdapat Penghasilan tidak teratur setiap tahunnya. Berikut adalah perbandingan Angsuran PPh Pasal 25 yang telah dibayar oleh Wajib Pajak dengan yang seharusnya terutang dan seharusnya dibayar oleh Wajib Pajak: Tabel 4 Perbandingan Angsuran PPh Pasal 25 Perusahaan dan Peneliti
Keterangan Yang Telah Dibayar dalam Setahun Yang Seharusnya Dibayar dalam Setahun
2009 77.052.000
2010 82.699.200
2011 82.915.005
-
86.444.673
107.381.541
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah angsuran pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak melebihi jumlah yang seharusnya dibayar oleh Wajib Pajak. Hal tersebut terjadi karena pajak terutang yang dihitung oleh Wajib Pajak belum seluruhnya menaati Peraturan Perpajakan selain itu terdapat tahun dimana jumlah angsuran pajak PPh Pasal 25 yang dibayar oleh Wajib Pajak berasal dari saran Konsultan Pajak agar dapat menghasilkan Lebih Bayar pada saat melaporkan Pajak Tahunan Pada Tahun 2009, Peneliti tidak dapat melakukan evaluasi mengenai Pajak Penghasilan Pasal 25 yang seharusnya terutang oleh Wajib Pajak, karena Peneliti tidak mendapatkan data SPT Tahun 2008.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Rekonsiliasi Fiskal yang dibuat oleh Perusahaan untuk menghitung Pajak Terutang belum sepenuhnya memenuhi Peraturan Perpajakan yang berlaku. Selain itu berkenaan dengan Kebijakan Perusahaan, terdapat kebijakan yang belum memenuhi Peraturan Perpajakan sehingga beban-beban yang dikelurkan perusahaan tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto. Berdasarkan data yang diperoleh dan analisis yang telah dilakukan oleh Peneliti menunjukkan bahwa perhitungan dan pelaporan pajak penghasilan yang dilakukan Perusahaan belum maksimal dan masih terjadi kesalahan hitung pada perhitungan angsuran PPh 25 serta dalam hal penyetoran maupun pelaporannya yang melebihi batas waktu jatuh tempo. Berdasarkan hasil analisis Laba Rugi Komersial yang dilakukan Peneliti, Tahun 2009 menghasilkan kurang bayar sebesar Rp4.202.935, Tahun 2010 menghasilkan kurang bayar sebesar Rp21.075.067dan Tahun 2011 menghasilkan kurang bayar sebesar Rp7.783.477. Dengan menerapkan Pajak Penghasilan yang disarankan oleh Peneliti terhadap Perusahaan agar perusahaan dapat menerapkan, menghitung serta melaporkan pajak secara tepat waktu, akurat dan benar sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku di indonesia. Perusahaan diharapkan selalu menaati aspek formal dan administrasi berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku agar terhindar dari sanksi dan tidak diakuinya biaya sebagai pengurang penghasilan yang diakui secara fiskal.
REFERENSI Clausing, Kimberly A. (2013). Who Pays The Corporate Tax In A Global Economy?. National Tax Journal. Departemen Keuangan Indonesia, diakses Tanggal 3 Maret 2015 dari http://www.depkeu.go.id Economic Analysis Taxation diakses Tanggal 10 April 2015 dari http://ec.europa.eu/taxation_customs Inasius, Fany. (2012). Analisis Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Usaha Kecil-Menengah Di Indonesia. Jakarta, Indonesia: Binus University Mardiasmo. (2011). Perpajakan (Edisi Revisi). Jakarta: Penerbit Andi. Marjengsih, F. E. (2014) Evaluasi Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 Pada PT.PAS. Online Pajak, Berita dan Tips Pajak Penghasilan Pasal 25 diakses tanggal 1 Maret 2015 dari diakses http://www.online-pajak.com/id/berita-dan-tips/pph-pajak-penghasilan-pasal-25) tanggal 1 Maret 2015. Ortax.
(1986). Surat Edaran Direktur Jendral Pajak Nomor SE-27/Pj.22/1986 Tentang Biaya Entertainment Dan Sejenisnya (Seri PPh Umum 18)
Ortax.
(1990). Surat Edaran Ditjen Pajak Nomor SE-24/PJ.31/1990, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 770/KMK.04/1990 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan atas Biaya latihan Karyawan, Pemagangan, Bea siswa
Ortax.
(2002). Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 138/KMK.03/2002 dan nomor KEP220/PJ/2002 Tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Biaya Pemakaian Telepon Seluler Dan Kendaraan Perusahaan
Ortax.
(2008). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan
Ortax.
(2009). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 83/PMK.03/2009 Tentang Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian Atau Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja
Ortax. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2009
Ortax.
(2009). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
Ortax.
(2010). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK/PMK.03/2010 Tanggal 8 Januari 2010 Tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto
Ortax.
(2010). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK. 03/2010 tanggal 5 April 2010 Tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, Serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.
Ortax.
(2011). Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 76/PMK.03/2011 Tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian, sumbangan fasilitas pendidikan, dan biaya infrastruktur sosial dapat dijadikan pengurang Penghasilan Bruto.
Ortax.
(2012). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 162/PMK.011/2012 berlaku mulai 1 Januari 2013 Tentang Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
Ortax.
(2011). Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 76/PMK.03/2011 Tentang sumbangan penanggulangan bencana nasional, sumbangan penelitian, sumbangan fasilitas pendidikan, dan biaya infrastruktur sosial dapat dijadikan pengurang Penghasilan Bruto.
Rianda, D. (2014). Penerapan Pajak Penghasilan Pasal 25/29 PT. HIB Tahun Pajak 2010-2012. Waluyo. (2013). Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Wirawan B. Ilyas, R. B. (2008). HUKUM PAJAK (Edisi 4 ed.). Jakarta, Indonesia: Salemba Empat.
RIWAYAT PENULIS Reynaldi Agustian lahir di kota Jakarta pada Tanggal 12 Agustus 1993. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Akuntansi pada Tahun 2015.